Studi awal potensi serangga sebagai agen pengendali hayati tumbuhan invasif Vachellia nilotica di Savanna Bekol, Taman Nasional Baluran, Jawa Timur. Zahra Shafia1, Basukriadi Adi1 1 Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia. Email: [email protected], [email protected] Abstrak Vachellia nilotica diintroduksi ke Taman Nasional Baluran (TNB) sejak tahun 1969 sebagai sekat bakar antara savana dan hutan tropis. Namun, tanaman tersebut tumbuh secara tidak terkendali dan menjadi tumbuhan invasif. Pengendalian secara mekanik dan kimia telah digunakan tapi belum berhasil menyelesaikan masalah tersebut. Solusi alternatif seperti penggunaan serangga sebagai agen pengendali hayati perlu diterapkan. Nilai Potensial serangga (NP) ditentukan oleh Indeks Nilai Penting (INP), dan hubungan filogeni serangga Indonesia dan Afrika. Penelitian dilakukan pada bulan Maret 2014 dengan 150 sampel V. nilotica menggunakan purposive sampling method dan line transect, sedangkan serangga dikumpulkan menggunakan metode beating tray. Terdapat 50 jenis serangga ditemukan pada V. nilotica. Lima jenis serangga dengan nilai NP yang tinggi dipilih. Jenis tersebut dikelompokan kedalam suku Geometridae (NP = 2.594 dan 2.004), Pyralididae (NP = 2.391), Aphididae (NP = 2.042) , dan Membracidae (NP = 2.004). Geometridae dan Pyralididae adalah serangga yang paling direkomendasikan karena spesifisitas dan dominansinya. Penelitian lebih lanjut dianjurkan untuk melihat aktivitas serangga potensi sebagai pengendali hayati. Preliminary Study of Insects’ Potency as Biocontrol in Bekol Savanna, Baluran National Park, East Java. Abstract Vachellia nilotica was introduced to Baluran National Park (BNP) since 1969 as firebreaks between savana and tropical forest . However, this plant grows out of control and becomes invasive. Mechanical and chemical control have been used but have not managed to resolve the problem. Alternative solution such as using insect as biocontrol agent should be applied. Potential Value of insects (PV) is determined by the importance value index (IVI), and insect phylogeny relations between Indonesia and Africa insects. The study was conducted in March 2014, with 150 V. nilotica using purposive sampling method and line transects, while insects collected using beating tray method. There are 50 species of insects found on V. nilotica. Five species whose NP is high are choosen. These species grouped into Family Geometridae (PV= 2.594 and 2.004), Pyralididae (PV = 2.391), Aphididae (PV = 2.042), and Membracidae (PV = 2.004). Geometridae and Pyralididae are the most recommended insect because of their specificity and dominance. Further research need to be conducted to see the activity of insect as biocontrol. Keywords : Biocontro; Insect; Vachellia nilotica. Studi awal…, Shafia Zahra, FMIPA UI, 2014 Pendahuluan Vachellia nilotica merupakan tumbuhan legum dari suku Fabaceae yang berasal dari India, Pakistan, dan sebagian besar wilayah Afrika. Tanaman tersebut diintroduksi oleh Taman Nasional Baluran (TNB) pada tahun 1969 sebagai sekat bakar antara savana dengan kawasan hutan jati. Namun, V. nilotica yang diintroduksi tumbuh dengan cepat dan sangat sulit dikendalikan sehingga menjadi tumbuhan invasif (Hasanbahri 1997: 9; Djufri 2004: 97; PEH 2007: 2--4). Invasi V. nilotica di TNB menyebabkan penyusutan jumlah jenis vegetasi di seluruh kawasan yang terinvasi sebanyak 41,38 % (Hasanbahri 1997: 9; Carter dkk. 1990 dalam Djufri 2004: 101). Survei yang dilakukan oleh pengendali ekosistem hutan TNB pada tahun 1999 menunjukkan bahwa kepadatan V. nilotica mencapai 2.797 individu/ha (PEH 2006a: 5). Tahun 2004 luas savana yang ditutupi V. nilotica telah mencapai 5.000 ha atau sekitar 50% dari total luas seluruh savanna (10.000 ha) (Djufri 2004: 1). Kelimpahan hewan mamalia besar khususnya banteng yang menjadi ikon TNB juga terus mengalami penyusutan karena berkurangnya rerumputan perennial sebagai sumber pakan hewan-hewan tersebut. Penelitian Hasanbahri pada tahun 1997 menunjukan bahwa populasi banteng mengalami penyusutan sebanyak 59,6% selama 20 tahun terakhir. Sebelum V. nilotica masuk pada tahun 1964 jumlah banteng di TNB mencapai 250 ekor kemudian menurun pada tahun 1984 menjadi 128 ekor. Pada tahun 1989 terus berkurang menjadi 101 ekor. Survei terakhir pada tahun 2007 menunjukan bahwa jumlah banteng di TNB hanya berjumlah 34 ekor (TNB 2007: 3--5). Beberapa upaya telah dilakukan dalam menghadapi kasus invasif V. nilotica. Upaya tersebut yaitu pemusnahan secara kimiawi dan fisik tetapi kedua metode tersebut belum menunjukan hasil yang sebanding dengan biaya dan tenaga yang dikeluarkan. Beberapa upaya pemusnahan justru membuat tutupan V. nilotica semakin rapat (PEH 2007: 1--9; PEH 2004: 1--9; PEH 2006b: 1--11; PEH 2005c: 1--9). Pengendalian hayati merupakan suatu strategi untuk membasmi hama maupun gulma melalui musuh alami jenis hama dan gulma tersebut dengan melibatkan peran manusia (Harris 1991: 2). Agen yang menjadi pengendali hayati harus memiliki spesifitas tinggi dan efektif merusak gulma seperti serangga dan mikroorganisme. Serangga juga dipilih memiliki keanekaragaman terbesar diantara kelompok taksa animalia lainnya. Serangga juga memiliki umur yang singkat sehingga mudah diamati fase hidupnya dan mudah dikembangbiakan (Campbell dkk. 2000: 234). Studi awal…, Shafia Zahra, FMIPA UI, 2014 Jenis serangga yang biasanya digunakan adalah serangga introduksi yang didapatkan dari tempat asal organisme invasif tersebut. Penggunaan jenis introduksi dapat menimbulkan resiko besar apabila jenis yang dipilih tidak efektif dalam menanggulangi jenis target atau malah menyerang jenis lain yang bukan target (Raghu & Dhileepan 2005: 265--273). Maka dari itu penggunaan jenis asli sebagai agen pengendali hayati jenis invasif perlu diteliti dan dipelajari lebih lanjut. Metode tersebut perlu dikembangkan karena dapat mengurangi resiko yang mungkin timbul atau mungkin malah tidak menimbulkan resiko sama sekali. Menurut Marohasy (1995: 25--30) terdapat 259 serangga yang menghuni tumbuhan V. nilotica di daerah asalnya. Sebanyak 46 % merupakan Lepidoptera. Lima jenis lain yang ditemukan adalah serangga Chrysomelidae yang memiliki kemampuan paling signifikan untuk menjadi agen pengendali hayati. Beberapa kasus tumbuhan invasif sudah berhasil diselesaikan dengan menggunakan jenis serangga tersebut (Palmer 2012: 240). Sementara itu TNB memiliki keanekaragaman serangga sebanyak 135 jenis dengan Chrysomelidae sebanyak 5 jenis dan ordo Lepidoptera yang melimpah (Suyanto dkk. 1983: 2--4). Namun inventarisasi serangga pada V. nilotica sendiri belum pernah dilakukan. Penelitian mengenai serangga pada V. nilotica belum pernah dilakukan di Taman Nasional Baluran. Studi awal untuk mencari agen pengendali hayati yang berpotensi mengendalikan V. nilotica menjadi penting untuk dilakukan. Serangga yang dapat menjadi agen pengendali hayati harus memenuhi dua kriteria yang berbeda. Pertama, serangga tersebut harus memiliki spesifitas yang tinggi pada inang. Kedua, harus memiliki potensi merusak yang besar yang dilihat melalui uji eksperimental (Marohasy 1993: 1). Penelitian ini merupakan studi awal penggunaan serangga sebagai pengendali hayati. Fokus dari penelitian ini adalah untuk melihat jenis serangga apa saja yang menghuni V. nilotica dan bagaimana potensi serangga tersebut sebagai agen pengendali hayati dilihat dari tingkat kekerabatan antara serangga asli Baluran dan serangga yang menjadi musuh alami V. nilotica di habitat asalnya dan Indeks Nilai Penting (INP). Tinjauan Teoritis Alien invasive spesies (AIS) adalah suatu jenis organisme yang keberadaannya memberikan dampak negatif dan mempengaruhi kelangsungan hidup jenis lain yang berada di dekatnya. Jenis-jenis tersebut dibawa oleh agen difusi atau dispersal dan diperkenalkan ke suatu tempat yang baru dimana keberadaan musuh alami bagi jenis tersebut hanya sedikit Studi awal…, Shafia Zahra, FMIPA UI, 2014 bahkan tidak ada sama sekali. Jenis ini akan mendominasi daerah baru dan menekan pertumbuhan jenis lain yang pada awalnya merupakan jenis asli daerah tersebut, contoh dari AIS adalah V. nilotica yang kini mendominasi sebagian besar savana di TNB (POST 2013:1; PEH 2007: 2--4). Vachellia nilotica pada awalnya memiliki nama Acacia nilotica. Nama tumbuhan tersebut berubah semenjak tahun 2013 bersamaan dengan berubahnya seluruh nama marga Acacia yang berasal dari daerah Asia dan Afrika. Marga Acacia sendiri ditetapkan menjadi marga tumbuhan sejenis yang berasal dari Australia (Kyawangalila dkk. 2013: 1—24). Bunga Vachellia nilotica merupakan bunga majemuk berwarna kuning berbentuk globbose. Penyerbuk bunga utama adalah lebah. Hasil penelitian Djufri (2012: 48) menunjukan bahwa V. nilotica di TNB mengalami musim berbunga pada bulan April -- Juni (awal musim kemarau) dan musim berbuah pada bulan Juli -- Agustus (akhir musim kemarau). Produksi biji rata-rata pada pohon yang telah berumur 3 tahun adalah 506 biji/pohon (Djufri 2012: 49) Buah V. nilotica berbentuk polong, terbagi menjadi dua jenis yaitu buah yang dehiscent atau pecah. Buah tipe ini merupakan buah yang keluar dari polongnya dan memiliki struktur lunak. Biji tersebut disebarkan oleh angin dan air. Jenis lain yaitu indehiscent buah tidak pecah dan jatuh ketanah dalam bentuk polong dan disebarkan oleh ungulata (Miller 1993: 364; Schmidt & Mbora 2008: 1--2; Miller & Coe 1993: 364). Biji tersebut disebarkn ungulate melalui fesesnya. Biji yang sudah dikonsumsi memiliki tingkat keberhasilan 81% lebih tinggi. (Miller & Coe 1993: 364--367; Miller 1994: 181--186; Harvey ? : 197--200). Vachellia nilotica tumbuh dengan subur pada daerah kering dengan ketinggian 10— 1.340 mdpl. Vachellia nilotica dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, baik tanah yang sangat kering maupun yang biasa terkena banjir. Vachellia nilotica juga memiliki bintil akar sama seperti tumbuhan legum lainnya sehingga dapat tumbuh pada tanah yang miskin akan unsur hara. Vachellia nilotica toleran terhadap laju presipitasi tahunan berkisar 3.8--22.8 dm, rata-rata temperatur tahunan 18.7--27.6oC dengan batas toleransi 50oC, dan PH berkisar 5--8 namun tumbuhan ini tidak toleran terhadap naungan kanopi dan sangat sensitif pada suhu dingin (Schmidt & Mbora 2008: 1; Kull & Rangan 2008: 1263). Vachellia nilotica dapat menjadi tumbuhan invasif dikarenakan tumbuhan tersebut memiliki zat alelopati yang menghambat pertumbuhan tumbuhan disekitarnya. Faktor lain yang membuat V. nilotica mampu memenangi persaingan intraspesifik yaitu karena kecambah V. nilotica akan mendominasi air tanah dan menyebabkan rumput disekelilingnya kekeringan Studi awal…, Shafia Zahra, FMIPA UI, 2014 dan kehabisan air. Hal tersebut menyebabkan V. nilotica mampu mendominasi kawasan savana (Miller & Coe 1993: 364--367; Miller 1994: 181--186; Sahar & Shehata 2005: 1). Persebaran Vachellia nilotica di TNB terbagi berdasarkan kerapatan tutupan V. nilotica dan tipe habitat yang diinvasi. Kerapatan V. nilotica dibagi menjadi tiga yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Hutan dengan kerapatan rendah memiliki jumlah tanaman lebih sedikit dari 500 batang/ha. Kerapatan sedang memiliki jumlah tanaman antara 500 – 1.000 batang/ha. Kerapatan tinggi memiliki jumlah tanaman lebih banyak dari 1.000 batang/ha. Tipe vegetasi yang diambil sebagai tempat pengambilan data yaitu tipe vegetasi savana, belukar, dan hutan sekunder (PEH 2013: 14—26) Beberapa upaya telah dilakukan dalam menghadapi kasus jenis invasif V. nilotica. Upaya tersebut yaitu pemusnahan secara kimiawi dilakukan dengan cara menyuntikan hormon penghambat pertumbuhan pada tumbuhan. Penyuntikan hormon membutuhkan biaya yang besar. Metode lain yaitu menggunakan asam sulfat dari air aki pada tanggul pohon yang sebelumnya telah dilubangi. Penggunaan asam sulfat pekat dapat membunuh gulma hingga ke akar dan mencegah tumbuhnya kembali trubusan. Metode tersebut lebih efektif dilakukan pada musim kemarau sehingga asam sulfat tidak tercuci oleh air hujan. Kekurangan dari metode ini yaitu kurang efektif karena tidak menanggulangi tumbuhan yang sudah ditebang selain itu asam sulfat pekat merupakan zat berbahaya bagi lingkungan, dikhawatirkan penggunaan bahan ini akan berdampak pada ekosistem disekitarnya (PEH 2006b: 1--11). Pemusnahan secara fisik juga turut dilakukan yaitu dengan cara pembakaran, penebangan, pencabutan paksa tumbuhan yang sudah dewasa dengan alat berat, serta pencabutan bibit tumbuhan V. nilotica yang masih muda. Penanggulangan secara fisik dengan pembakaran malah memicu pertumbuhan bibit baru yang sebelumnya dorman. Penanggulangan dengan penebangan dapat memacu tumbuhnya trubusan pada tanggul yang baru selesai ditebang dan menghasilkan tutupan kanopi V. nilotica yang semakin rapat. Pengkatrolan memberikan hasil paling efektif tetapi proses tersebut merusak struktur tanah sekitar. Sementara itu, penanggulangan dengan cara pencabutan anakan membutuhkan banyak tenaga (PEH 2007: 1--9; PEH 2004: 1--9; PEH 2006b: 1--12; PEH 2006c: 1--9). Pengendalian hayati merupakan suatu strategi untuk membasmi hama maupun gulma melalui musuh alami jenis hama dan gulma tersebut dengan melibatkan peran manusia. Organisme yang sering digunakan sebagai agen pengendali hayati yaitu serangga juga mikroorganisme seperti bakteri, jamur, kapang, dan khamir. Classic Biological Control (CBC) merupakan metode yang meliputi introduksi jenis-jenis organisme yang menjadi musuh alami AIS di habitat asalnya (Harris 1991: 2). Studi awal…, Shafia Zahra, FMIPA UI, 2014 Serangga yang akan dijadikan agen pengendali perlu ditangkap dengan menggunakan metode khusus yaitu yaitu metode beating tray. Metode tersebut dilakukan dengan cara memukul-mukul tiap pangkal ranting, sementara bagian bawah dari ranting adalah kain muslin yang dibentangkan. Kain muslin tersebut adalah beating sheet yang digunakan untuk menangkap serangga yang jatuh (Mississippi entomological museum. 2011a: 1) Metode lain yang menunjang pengoleksian serangga yaitu dengan menggunakan killing bottle. Killing bottle merupakan sebuah botol yang diisi kapas yang telah ditetesi eter atau kloroform. Tujuan dari penggunaan botol tersebut yaitu untuk mematikan serangga yang telah dikoleksi sehingga memudahkan proses identifikasi. Serangga yang dapat dimatikan pada killing bottle adalah serangga yang memiliki tubuh keras. Serangga pada fase larva atau tubuh lunak dimatikan dengan cara memasukannya langsung kedalam larutan alkohol 70% (Mississippi entomological museum. 2011b: 1). Metode Penelitian dilakukan di Taman Nasional Baluran savana Bekol selama 3 minggu. Penelitian dimulai pada tanggal 10--31 Maret 2014. Proses identifikasi sampel dilakukan di laboratorium Ekologi Departemen Biologi FMIPA UI untuk mengidentifikasi sampel berukuran kecil yang harus dilihat dengan mikroskop stereo. Alat-alat yang digunakan yaitu Sweep net, Beating sheet, killing bottle, mikroskop stereo [Ken α-vision], kamera digital [Olympus], GPS [Samsung Ace 2], tongkat, buku identifikasi serangga Clasification of insect, a key to the known families of insect and other terrestrial arthropods oleh Charles T Brues dan A L Melander, kaca pembesar, botol koleksi, alat tulis, penggaris, label, dan gunting. Objek penelitian dari penelitian ini adalah serangga pada fase larva dan dewasa yang tinggal pada V. nilotica di habitat savana Bekol. Bahanbahan yang digunakan yaitu alkohol 70%, kertas tisu, aquades, dan insektisida mortein. Penentuan lokasi pengambilan data mengunakan metode purposive sampling berdasarkan tipe vegetasi yang ditumbuhi V. nilotica. Tipe vegetasi yang menjadi batas pengambilan data adalah savanna. Tipe hutan V. nilotica pada vegetasi savanna terbagi menjadi dua yaitu hutan V. nilotica dengan kerapatan tinggi (jumlah pohon >1000 batang/ha) dan rendah (jumlah pohon >500/ha). Lokasi hutan dengan kerapatan hutan V. nilotica tinggi dibagi menjadi dua yaitu lokasi Bama dan Debus, sementara itu lokasi hutan dengan kerapatan hutan V. nilotica rendah adalah lokasi Bekol. Studi awal…, Shafia Zahra, FMIPA UI, 2014 Total jumlah unit sampling dari ketiga lokasi yaitu sebanyak 150 pohon. Jumlah tersebut merupakan 10 % dari total kepadatan V. nilotica pada kepadatan rendah dan tinggi (50 individu kerapatan rendah dan 100 individu kerapatan tinggi). Masing-masing lokasi sampling dibagi menjadi lima plot dengan metode line transect tegak lurus ke bagian dalam hutan. Masing-masing plot terdiri atas 10 individu tumbuhan yang disampling secara acak dengan jarak antar plot sejauh 20 meter. Metode yang digunakan untuk inventarisasi serangga potensial mengacu pada Palmer (2005: 2). Serangga pada V. nilotica dikoleksi pada kisaran waktu 07.00--10.00 WIB dan pukul 14.00--17.00 WIB. Penentuan waktu pagi dan sore dikarenakan serangga lebih aktif dipagi sore hari. Metode utama yang digunakan untuk mengoleksi serangga adalah metode beating tray dan menangkap serangga yang terlihat secara langsung pada tumbuhan. Metode beating tray digunakan untuk mendapatkan serangga yang tinggal dan menetap pada dedaunan dan ranting. Pengambilan serangga secara langsung digunakan untuk memastikan bahwa serangga yang didapat memang berasal dari pohon V. nilotica. Metode lain yang bersifat pilihan yaitu metode sweep net, pengikisan tumor pada batang, dan pengoleksian aphid dengan memotong cabang batang. Data dari metode yang bersifat pilihan tersebut tidak dimasukan kedalam data utama tapi akan turut dibahas pada bab pembahasan. Pengoleksian serangga juga dilakukan pada tumbuhan-tumbuhan yang memiliki kekerabatan dekat dengan V. nilotica apabila ada. Tumbuhan yang dijadikan unit sampel adalah tumbuhan yang berada dalam radius 20 meter di sekitar lokasi pengamatan. Jumlah unit sampel tumbuhan tidak pasti tergantung keberadaan tumbuhan tersebut di sekitar lokasi pengamatan. Data penunjang yang diambil adalah habitus tumbuhan, suhu, curah hujan, posisi tumbuhan dengan menggunakan GPS. Analisis data perhitungan yang dilakukan yaitu Indeks Keanekaragaman ShannonWiener dilanjutkan dengan uji t, dan persamaan Hutcheson; Indeks nilai penting (INP); Indeks kesamaan Sorensen; Indeks Dominansi Simpson; Uji normalitas Shapiro Wilk; uji Kruskal Wallis; uji Wilcoxon. Ketiga perhitungan terakhir dilakukan dengan perangkat lunak statistik R i386 3.0.2 pada taraf kepercayaan α : 0.05 (Crawley 2005: 1—309). Data penunjang seperti suhu, curah hujan dan data pada kelompok tumbuhan kerabat diolah secara deskriptif menggunakan perangkat lunak Microsoft excel 2007. Setiap jenis serangga yang didapatkan dari metode beating tray diidentifikasi dan taksanya dicatat dalam tabel. Kemudian, taksa tersebut dibandingkan dengan taksa seranggaserangga yang merupakan musuh alami V. nilotica di habitat asalnya. Serangga yang Studi awal…, Shafia Zahra, FMIPA UI, 2014 merupakan jenis yang sama diberi skor empat, serangga yang memiliki kesamaan di tingkat marga diberi skor tiga dan begitu seterusnya. Pemberian skor dibatasi hingga tingkat ordo Insekta. Data serangga musuh alami dapat dilihat di Marohasy (1994: 1--84) dan Mohyuddin (1981: 1--6). Hasil Serangga yang dikoleksi selama penelitian adalah serangga yang tinggal pada tajuk paling bawah pohon Vachellia nilotica. Tajuk tersebut dipilih karena dapat dijangkau oleh tongkat pemukul. Skema tajuk dapat dilihat pada gambar 4.1.1. Inventarisasi serangga dilakukan pada lokasi Bekol, Bama, dan Debus. Terdapat delapan ordo serangga pada tajuk paling bawah tegakan V. nilotica. Delapan ordo tersebut terdiri atas 33 suku dan 50 jenis. Jenis serangga pada setiap lokasi berikut dominansinya dapat dilihat pada tabel 4.1.1. Curah hujan sepanjang bulan Maret yaitu 0 mm3 atau tidak ada hujan sama sekali. Kisaran suhu lingkungan yaitu 26o C – 33o C. Jumlah individu serangga terbanyak ditemukan pada suhu 32 o C per pohon. Komunitas serangga didominasi oleh empat bangsa yaitu Hemiptera, Lepidoptera, Coleoptera, dan Hymenoptera. Proporsi ordo Hemiptera yaitu sebanyak 28 %, sementara itu ordo Lepidoptera, Hymenoptera, dan Coleoptera masingmasing memiliki proporsi sebanyak 16 %. Ordo lain yang juga ditemukan adalah Corrodentia, Orthoptera, Thysanura, Colleombolla, dan Diptera. Jenis serangga yang memiliki indeks nilai penting paling tinggi adalah larva dari Geometridae (Sp1); Pryralidae pada stadium larva (Sp2); Formicidae (Sp 5); Gryllidae (Sp 25); Formicidae (Sp 26). Kelima jenis serangga tersebut ditemukan di semua lokasi pengamatan. Sebaran data jumlah jenis serangga per pohon pada ketiga lokasi pengamatan berdistribusi tidak normal (uji Shapiro-wilk, p value = 1,88e-09). Hasil analisis dengan uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata pada rata-rata jumlah jenis di tiga lokasi secara umum (p value = 6,418e-06). Uji Wilcoxon selanjutnya menunjukan bahwa ternyata perbedaan rerata jumlah jenis serangga terdapat pada lokasi Bekol dan Debus (p value = 0,0007357); Bama dan Debus (p value = 0,02137). Sementara itu rata-rata jumlah jenis serangga di Bekol dan Bama tidak berbeda nyata (p value = 0,2409). Indeks dominansi Simpson setiap lokasi berkisar dari 0,19 -- 0,29. Nilai rata-rata indeks seluruh lokasi sebesar 0,18. Nilai dominansi mendekati angka nol yang berarti tidak terdapat jenis yang sangat mendominasi. Meskipun begitu, pola dominansi suatu jenis pada Studi awal…, Shafia Zahra, FMIPA UI, 2014 ketiga lokasi masih bisa terlihat. Jumlah jenis pada lokasi Bekol yaitu sebanyak 29 jenis dan didominasi oleh Geometridae pada stadium larva dengan nilai dominansi relatif sebanyak 29.3%. Jumlah jenis pada lokasi Bama yaitu sebanyak 28 jenis dan didominasi oleh Geometridae pada stadium larva dengan nilai dominansi relatif 38.5%. Jumlah jenis pada lokasi Debus yaitu sebanyak 12 jenis dan didominasi oleh Pyralidae pada stadium larva dengan nilai dominansi relatif 44.8% Nilai rata-rata indeks keanekaragaman Shannon Wiener seluruh lokasi sebesar 2.28. Bekol memiliki indeks keanekaragaman sebesar 2.14 atau tergolong sedang. Bama memiliki indeks keanekaragaman sebesar 2.1 juga tergolong sedang. Debus memiliki nilai indeks keanekaragaman sebesar 1.6 atau tergolong rendah. Nilai indeks terbesar terdapat di lokasi Bekol dengan kerapatan V. nilotica rendah. Nilai indeks terkecil di lokasi Debus dengan kerapatan V. nilotica tinggi. Nilai indeks di lokasi Bama lebih mendekati nilai indeks lokasi Bekol walaupun kerapatan lokasi Bekol rendah dan lokasi Bama tinggi. Nilai indeks dominansi Simpson berbeda dengan nilai dominansi relatif. Indeks dominansi Simpson merupakan nilai gabungan dari keseluruhan jenis yang ditemukan pada suatu lokasi sehingga memiliki kisaran nilai yang lebih kecil. Nilai dominansi relative hanya merupakan nilai per jenis yang ditemukan sehingga memiliki nilai yang lebih besar. 2.5000 2.0000 1.5000 1.0000 0.5000 0.0000 ISW Simpson Bekol 2.1413 0.190911111 Bama 2.1024 0.213660466 Debus 1.6153 0.286183115 Gambar 1. Indeks keanekaragaman dan dominansi serangga pada setiap lokasi Nilai variansi indeks Shannon Wiener pada lokasi Bekol adalah 0.0196; Bama 0.0268; Debus 0.0429. Nilai variansi digunakan untuk menghitung nilai t dengan uji t Shannon Wiener. Hasil perbandingan t hitung dengan t tabel menunjukan bahwa indeks keanekaragaman pada Bekol-Bama tidak berbeda secara signifikan tetapi Indeks keanekaragaman pada Bekol-Debus dan Bama-Debus berbeda secara signifikan (α: 0.05). Indeks Simpson dan Shannon Wiener memiliki hubungan berbanding terbalik. Semakin kecil nilai besar nilai indeks Simpson maka nilai indeks Shannon Wiener semakin besar begitupun sebaliknya. Hal tersebut disebabkan karena indeks keanekaragaman Studi awal…, Shafia Zahra, FMIPA UI, 2014 dipengaruhi oleh dua hal yaitu jumlah jenis dan jumlah individu dari jenis tersebut Indeks kesamaan Sorensen paling besar dimiliki oleh lokasi Bekol dan Bama yaitu sebesar 0.456; Indeks kesamaan terkecil dimiliki oleh lokasi Bekol dan Debus yaitu sebesar 0.39; indeks kesamaan lokasi Bama dan Debus sebesar 0.4. semakin besar nilai indeks kesamaan maka semakin besar pula kesamaan komposisi jenis di setiap lokasi pengamatan Pengoleksian serangga juga dilakukan pada tumbuhan-tumbuhan yang memiliki kekerabatan dekat dengan V. nilotica. Tumbuhan tersebut adalah kelampis (Vachellia tomentosa), pilang (Acacia leucophloea), pereng (Dichrostachys cinerea), dan asam (Tamarindus indica). Vachellia tomentosa dan V. nilotica memilki kesamaan hingga tingkat marga (Vachellia). Acacia leucophloea, Dichrostachys cinerea, dan Tamarindus indica memiliki kesamaan hingga tingkat suku (Fabaceae), Selanjutnya keempat tumbuhan ini akan disebut sebagai kelompok tumbuhan kerabat. Jumlah unit sampel setiap tumbuhan kerabat tidak sama tergantung seberapa banyak jumlah individu tumbuhan disekitar plot pengamatan. Tumbuhan kelompok kerabat dengan jarak terdekat atau kurang dari 20 m dengan plot pengamatan akan dijadikan sebuah unit sampel. Keberadaan yang tidak pasti dari kelompok tumbuhan kerabat menjadikan jumlah unit sampel berbeda. Jumlah unit sampel Vachellia tomentosa sebanyak tujuh individu; Acacia leucophloea sebanyak lima individu; Dichrostachys cinerea sebanyak satu individu; dan Tamarindus indica sebanyak 2 individu. Dichrostachys cinerea hanya ditemukan di lokasi Bekol. Tiga jenis tumbuhan lain dapat ditemukan pada lokasi Bekol dan Bama. Sementara itu pada lokasi Debus hutan sangat homogen, sehingga tidak ditemukan jenis lain selain V. nilotica.Total jumlah serangga yang ditemukan pada kelompok tumbuhan kerabat adalah 21 jenis yang terbagi kedalam 15 suku. Suku-suku yang ditemukan tidak berdistribusi secara merata pada keempat tumbuhan. Total jumlah serangga pada V. nilotica dan kelompok tumbuhan kerabat adalah 58 jenis. Sebanyak 50 jenis hanya ditemukan pada V. nilotica, sebanyak delapan jenis hanya ditemukan pada kelompok tumbuhan kerabat, dan sebanyak 13 jenis ditemukan pada keduanya. Jenis-jenis serangga yang sama tersebut dikelompokan kedalam 10 suku yaitu Formicidae, Gryllidae, Aphididae, Geometridae, Polytecnidae, Schizopteridae, Tetrigidae, Fulgoroidea, Aepophilidae, dan Polyctenidae. Perhitungan indeks kesamaan antara V. nilotica dan kelompok tumbuhan kerabat tidak dapat dilakukan karena jumlah unit sampel yang tidak sama. Namun, spesifitas serangga pada V. nilotica masih dapat dilihat dari jumlah pertemuan serangga pada dua kelompok Studi awal…, Shafia Zahra, FMIPA UI, 2014 pengamatan. Jumlah suku yang sama antara V. nilotica dan V tomentosa sebanyak tujuh suku, yaitu, Formicidae, Tetrigidae, Geometridae, Gryllidae, Aphididae, Schizopteridae, Fulgoroidea. Jumlah suku yang sama antara V. nilotica dan A. leucopholea sebanyak tiga suku yaitu, Formicidae, Aepophilidae, dan Aphididae. Jumlah suku yang sama antara V. nilotica dan D. cinerea sebanyak tiga suku yaitu, Formicidae, Gryllidae, dan Polyctenidae. Jumlah suku yang sama antara V. nilotica dan T. indica sebanyak 2 suku yaitu Gryllidae, dan Formicidae. Nilai potensial merupakan hasil penjumlahan indeks nilai penting dan skor kekerabatan. Indeks nilai penting (INP) dijadikan parameter karena memperlihatkan seberapa penting peran suatu jenis dalam ekosistem. Jenis serangga yang memiliki INP tinggi berarti memiliki peran yang penting dalam mikro ekosistem V. nilotica (Romadhon 2005: 5). Kekerabatan menjadi parameter karena kelompok taksa yang berkerabat dekat biasanya memiliki kisaran relung yang mirip. (Radford dkk. 2000: 261--267; Palmer dkk. 2005: 177). Hasil penelitian menunjukan terdapat lima jenis serangga yang memiliki kekerabatan dengan jenis serangga yang menyerang V. nilotica di daerah asalnya. Kekerabatan pada kelima jenis tersebut hanya sampai tingkat suku sehingga diberi nilai dua. Dua jenis serangga potensial tergabung dalam suku Geometridae, sementara sisanya tergabung pada suku Pyralidae, Aphididae, dan Membracidae. Selain memiliki kekerabatan hingga tingkat suku Geometridae, Pyralidae, dan Aphididae juga memiliki nilai INP yang tinggi dibandingkan jenis lainnya. Tabel perhitungan nilai potensial dan gambar dari lima jenis serangga dapat dilihat pada Tabel 1. dan Gambar 2. Gambar 2. Lima jenis serangga dengan nilai potensi paling tinggi dari kiri atas ke kanan bawah: Aphididae; larva Geometridae; Geometridae dewasa; larva Pyralidae; Membracidae [sumber: dokumentasi pribadi] Studi awal…, Shafia Zahra, FMIPA UI, 2014 Tabel 1. Lima serangga dengan nilai potensi (NP) paling tinggi Jenis SK INP NP Jenis SK Geometridae 2 0.594 2.594 Pyralidae 2 Membracidae 2 0.004 2.004 Aphididae 2 Geometridae 2 0.004 2.004 INP 0.391 0.042 NP 2.391 2.042 Pembahasan Komposisi habitat di ketiga lokasi pengambilan data cenderung sama. Kesamaan komposisi habitat disebabkan karena pengambilan sampel memang hanya dilakukan pada satu mikrohabitat yaitu tajuk paling bawah tegakan V. nilotica. Komposisi tersebut menjadikan sumber daya yang dieksploitasi serangga sama sehingga jenis serangga yang ditemukan lebih seragam. Namun, hasil setiap perhitungan menunjukan bahwa terdapat faktor yang mempengaruhi perbedaan komposisi komunitas serangga di Debus dengan dua lokasi lainnya. Faktor yang mempengaruhi perbedaan struktur komunitas kemungkinan adalah perbedaan tutupan V. nilotica di ketiga lokasi. Bekol merupakan lokasi dengan tutupan V. nilotica jarang atau kerapatan pohon < 500 pohon/ha. Bama dan Debus merupakan lokasi dengan tutupan V. nilotica rapat atau kerapatan pohon > 1.000. Walaupun Bama memiliki kategori hutan V. nilotica dengan tutupan rapat tetapi keberadaan sedikit tumbuhan bawah di lokasi tersebut menunjukan bahwa tutupan V. nilotica di Bama tidak serapat di lokasi Debus. Bekol memiliki tutupan tumbuhan V. nilotica yang berbeda dengan dua lokasi lainnya. Bekol memiliki kerapatan tumbuhan yang jarang karena dekat dengan kantor resort yang menyebabkan V. nilotica di daerah ini lebih mudah untuk dipantau pengendalian populasinya. Sementara itu, lokasi Debus dan Bama lebih jauh dari resort terutama Debus yang cukup terisolasi. Kerapatan V. nilotica di Debus telah mencapai angka kerapatan pohon > 3.000 pohon/ha (PEH 2013: 14--16). Indeks keanekaragaman dan rata-rata jumlah jenis paling tinggi ditemukan pada lokasi Bekol dengan kerapatan hutan V. nilotica jarang. Kerapatan tegakan V. nilotica yang semakin jarang menjadikan tumbuhan tersebut semakin rimbun dan memiliki ukuran batang yang lebih besar dibandingkan tegakan pada lokasi dengan kerapatan padat. Semakin jarang tutupan V. nilotica berakibat pada semakin kecilnya kompetisi intraspesifik jenis V. nilotica. (Miller & Coe 1993: 364--367; Miller 1994: 181--186). Hal tersebut menyebabkan tumbuhan V. nilotica di lokasi bekol relatif lebih subur. Jumlah daun yang lebih melimpah menjadikan ketersediaan pakan bagi serangga lebih besar (Roger dkk. 2005: 187—200). Situasi ketiga lokasi pengamatan dapat dilihat pada Gambar 4.2.1(1). Studi awal…, Shafia Zahra, FMIPA UI, 2014 Dedaunan dan ranting pada tumbuhan dapat diartikan sebagai suatu pulau. Ketika jarak antara satu daun maupun ranting dengan daun dan ranting lainnya semakin jauh atau kerapatannya jarang maka perpindahan suatu serangga dari satu daun ke daun yang lain juga akan semakin sulit. Suatu habitat yang terisolasi akan lebih dihuni oleh lebih sedikit serangga (Gripenberg & Roslin 2005: 1). Hal tersebut sesuai dengan teori biogeografi pulau bahwa semakin terisolasi dan semakin kecil ukuran suatu pulau maka jenis yang tinggal di dalamnya akan semakin sedikit (Supriatna 2008: 185). Lokasi Bama memiliki indeks keanekaragaman dan rata-rata jumlah jenis kedua tertinggi karena meskipun tutupan V. nilotica di daerah tersebut tergolong rapat tetapi masih ditemukan tumbuhan bawah. Keberadaan tumbuhan bawah membuktikan bahwa cahaya matahari masih dapat masuk ke lantai hutan. Cahaya matahari yang masih bisa masuk menandakan bahwa tutupan di Bama tidak serapat di Debus. Kompetisi intraspesifik V. nilotica di Bama tidak sebesar di Debus. Kompetisi yang tidak terlalu tinggi menyebabkan dedaunan di Bama lebih rimbun dan memiliki ranting yang lebih besar dibanding lokasi Debus (Miller & Coe 1993: 364--367; Miller 1994: 181--186). Debus memiliki rata-rata jumlah jenis paling rendah. Debus merupakan lokasi dengan tutupan V. nilotica sangat rapat. Tumbuhan bawah tidak ditemukan pada lokasi Debus. Tumbuhan di lokasi Debus memiliki diameter batang yang kecil. Tinggi V. nilotica di Debus lebih tinggi dibanding lokasi lainnya. Daun V. nilotica yang tumbuh juga tidak serimbun kedua lokasi lain. Sehingga jumlah jenis yang ditemukan di daerah ini sesuai dengan teori biogeografi pulau sebelumnya. Selain itu Debus merupakan lokasi yang terisolasi sehingga kolonisasi jenis serangga pada V. nilotica di lokasi lain ke Debus kecil. (Supriatna 2008: 185). Faktor lain yang mempengaruhi kelimpahan serangga adalah kisaran toleransi setiap jenis. Serangga yang ditemukan memiliki kisaran toleransi suhu yang cukup sempit yaitu antara 26o C – 33o C atau disebut juga stenothermal. Hal tersebut terjadi karena serangga memiliki batas minimum toleransi yang membatasi kelimpahannya sesuai dengan hukum toleransi minimum Liebig. Selain faktor lingkungan kelimpahan serangga dapat dipengaruhi oleh keberadaan serangga lain yang memiliki kisaran toleransi yang mirip sehingga perlu diketahui relung masing-masing serangga agar tidak saling memusnahkan terutama pada jenis yang memiliki realized niche paling sempit hal tersebut sesuai dengan hukum Hutchison dan Shelford (Krebs 2008: 36). Pada bulan November 2013 ketika TNB mengalami musim kemarau lebih dari lima ha hutan V. nilotica di lokasi ini daunnya menguning dan gugur dengan sendirinya. Lokasi tersebut seperti terjangkit suatu wabah yang cukup parah. Kemungkinan hal tersebut Studi awal…, Shafia Zahra, FMIPA UI, 2014 diakibatkan tingginya aktivitas defoliasi yang dilakukan oleh suatu jenis serangga. Wabah ini berlangsung cukup lama hingga musim penghujan datang dan V. nilotica di daerah tersebut kembali menghijau. Pihak TNB saat itu belum sempat untuk meneliti lebih lanjut jenis serangga yang menyerang V. nilotica di daerah Debus. Kemungkinan serangga tersebut bekerja di malam hari karena tidak dapat dilihat pada siang hari. Pihak TNB tidak dapat menemukan jenis serangga yang dimaksud karena hanya melakukan pengamatan secara visual dan tidak melakukan metode pengoleksian serangga seperti beating tray. Aktivitas defoliasi yang sangat tinggi tidak terjadi di daerah lain termasuk dua lokasi yang menjadi titik sampel pengamatan. a b c d Gambar 4.2.1(1). Lokasi pengambilan data. (a) Bekol. (b) Debus. (c) Bama; (d) Bekol ; Debus ; ; Bama [sumber: dokumentasi pribadi] Kemungkinan bahwa serangga yang menyerang lokasi tersebut adalah serangga dari suku pyralidae dan geometridae. Pyralidae mulai bertelur ketika musim berbuah tiba. Studi awal…, Shafia Zahra, FMIPA UI, 2014 (Anonim 1995: 10) Hal tersebut sesuai dengan kondisi lapangan yaitu dimulainya musim berbuah pada bulan Maret 2014. Pyralidae akan terus bertelur selama musim berbuah hingga akhir musim kering. Ledakan populasi Pyralidae pada umumnya terjadi diakhir musim kering. (Mardiningsih & Iskandar 1997: 23). Bulan November merupakan akhir musim kering di Baluran. Waktu yang bertepatan dengan terjadinya wabah tersebut. Sementara itu, Geometridae mulai berkurang populasinya pada musim hujan. Air hujan menjebak larva serangga dalam genangan air. Larva yang telah terjebak lambat laun akan mati. Perilaku ini sesuai dengan terjadinya wabah di Bulan November 2013 karena ketika musim penghujan datang V. nilotica kembali menghijau. Menandakan bahwa herbivor pada V. nilotica telah berkurang kelimpahannya (Anonim 2014: 1—3). Lebih dari 10 % serangga yang ditemukan tinggal pada tumbuhan V. nilotica di Kenya merupakan jenis dari suku Geometridae. Serangga dari suku Geometridae biasanya memanfaatkan tunas bunga dan daun dari V. nilotica. (Marohassy 1995: 1—84; Palmer 2007: 1—10). Serangga dari suku Geometridae mulai berkembang biak dari awal musim semi hingga akhir musim gugur di Amerika Utara. Hal tersebut membuktikan bawah Geometridae memiliki kisaran toleransi suhu yang luas. Geometridae juga memiliki musim bertelur yang panjang. Betina dari suku Geometridae dapat meletakan telur dengan jumlah dari 50 butir. Larva Serangga Geoemetridae juga terkenal rakus dan hanya menyisakan tulang daun ketika makan. Faktor-faktor tersebut merupakan salah satu alasan mengapa suku Geometridae mendominasi lokasi pengamatan (Anonim 2014: 1--3) Pakan utama suku Geometridae adalah dedaunan, beberapa jenis ada juga yang menyerang bagian bunga V. nilotica. Suku ini merupakan salah satu suku yang paling direkomendasikan sebagai agen pengendali hayati. (Marohassy 1995: 1—94). Terdapat 4 jenis serangga yang tinggal pada V. nilotica di Kenya termasuk kedalam suku Pyralidae. (Marohassy 1995: 1—94). Kelimpahan suku Pyralidae pada ketiga lokasi pengamatan penulis sendiri mencapai angka 10 %. Spesifitas serangga Pyralidae belum teruji. Pyralidae merupakan salah satu jenis serangga yang menyerang organ reproduksi V. nilotica atau bunga (Marohassy 1995: 1—94). Aktivitas memakan daun tidak ditemukan oleh larva serangga Pyralidae saat pengamatan. Karakter eksternal utama Pyralidae adalah proboscis yang memiliki sisik dan organ timpanial pada segmen kedua abdomen serangga tersebut. Organ Tympanal memungkinkan ngengat Pyralidae mendeteksi ultrasound kelelawar pemakan serangga kemampuan menghindari predator dan rentang sumber pakan yang luas yaitu dedaunan dan bunga menjadikan serangga ini mampu mendominasi lokasi pengamatan (Marohassy 1995: 1--94; Brues & Melander 1932: 198--264) Studi awal…, Shafia Zahra, FMIPA UI, 2014 Aphididae merupakan serangga bertubuh lunak dengan bentuk seperti buah pir. Hanya terdapat dua jenis serangga dari suku Aphididae di Kenya. Serangga tersebut telah terbukti sebagai serangga polifagus yang menyerang banyak jenis tanaman. Spesifitas dari suku ini meragukan sehingga jika serangga ini akan tetap dijadikan agen pengendali hayati diperlukan kehati-hatian yang lebih. (Marohassy 1995: 1—94). Membracidae pada umumnya bukan jenis serangga hama. Namun, biasanya serangga jenis ini merusak tumbuhan saat meletakan telurnya. Nimfa dari membracidae akan jatuh ke tanah setelah menetas. Membracidae merupakan jenis yang sangat spesifik dalam mencari pakan. (Brues & Melander 1932: 106--140). Hanya terdapat satu suku Membracidae yang ditemukan pada V. nilotica di Kenya. Serangga tersebut merupakan serangga yang spesifik di Kenya (Marohassy 1995: 1— 94). Spesifitas suku Membracidae di TNB sendiri belum teruji apakah Membracidae akan menyerang tumbuhan asli di TNB. Spesifitas serangga dari suku Geometridae lebih rendah dibandingkan larva serangga suku Pyralidae yang hanya ditemukan pada V. nilotica. Larva serangga geometridae masih dapat ditemukan pada V. tomentosa yang bukan merupakan tumbuhan eksotik. Namun, keberadaan larva serangga suku Pyralidae terhadap kelompok tumbuhan kerabat sebaiknya dilakukan secara acak dan tidak hanya dilakukan pada tumbuhan yang tinggal disekitar V. nilotica. Serangga dari suku Membracidae juga memiliki spesifitas yang tinggi dan hanya ditemukan pada V. nilotica. Namun, jenis serangga tersebut tidak memiliki kelimpahan yang tinggi. Apabila serangga dari suku Membracidae ini dapat dijadikan agen pengendali hayati diperlukan suatu perlakuan khusus untuk memperbanyak jumlah serangga sebelum akhirnya dilepaskan pada tumbuhan target. Aphididae memiliki spesifitas yang paling rendah dibandingkan jenis lainnya. Penggunaan jenis Aphididae memerlukan perhatian khusus. Aplikasi penggunaan jenis serangga yang ditemukan sebagai agen pengendali hayati merupakan salah satu solusi potensial untuk mengurangi populasi V. nilotica. Sumber utama masalah jenis invasif ini adalah persebarannya yang terlalu cepat. Sehingga, hal paling penting yang perlu diperhatikan untuk mengendalikan jenis tersebut terletak pada organ reproduksi. Tegakan vegetatif V. nilotica sendiri memiliki banyak manfaat untuk hewan dan dan penduduk sekitar sebagai sumber pakan, pohon peneduh bagi rusa, dan kayu bakar. Mempertahankan tegakan vegetatif yang ada dengan cara memanfaatkannya hingga batas umurnya sambil menghentikan laju persebaran tumbuhan dengan menjadikannya mandul kemungkinan merupakan solusi yang paling efektif. Studi awal…, Shafia Zahra, FMIPA UI, 2014 Pengendalian yang dilakukan TNB hingga hari ini yaitu dengan mengoles solar dan herbisida pada tegakan V. nilotica sehingga tegakan tersebut mati dalam waktu beberapa minggu. Selanjutnya tegakan dibiarkan roboh dengan sendirinya (Anis dan Lamijan 2014: komunikasi pribadi). Kegiatan membasmi dengan herbisida ini cukup memakan biaya hingga ratusan juta rupiah. Lokasi yang baru diberi perlakuan herbisida sendiri yaitu lokasi disebelah barat Debus dan luasnya berhektar-hektar. Sehingga, pihak TNB sangat terbuka menerima pendapat apabila terdapat solusi lain yang lebih efektif dan efisien. (Anis dan Wahono 2014: komunikasi pribadi) Fenomena wabah yang menyerang lokasi Debus perlu diperhatikan karena salah satu pengendali hayati yang sukses dilakukan di Indonesia berawal dari kepekaan seorang peneliti atas suatu fenomena alam. Contoh dari fenomena tersebut yaitu teratasinya kasus invasi kaktus sendok di Taman Nasional Komodo (TNK). Kaktus itu berhasil dikendalikan setelah seorang peneliti menyadari bahwa suatu daerah yang diinvasi kaktus sendok di TNK mati oleh karena suatu jenis serangga, selanjutnya serangga tersebut dibiakkan dan disebarkan ke daerah lain yang terserang dan terbukti serangga tersebut mampu mengendalikan invasi kaktus sendok (Heru 1996: 3--6) Optimalisasi dari penggunaan Pyralidae dan Geometridae dapat dilakukan dengan mengumpulkan larva serangga dan membiakannya secara buatan. Kemudian seperti yang dilakukan Palmer (2012) serangga tersebut dilepaskan pada hutan V. nilotica. Dampak yang terjadi pada hutan V. nilotica selanjutnya diamati untuk melihat tingkat efektivitas serangga. Pengembangbiakan juga sebaiknya melihat musim kawin serangga. Waktu terbaik untuk pengembangbiakan serangga yaitu bulan Maret—November Kesimpulan 1. Tutupan kerapatan hutan V. nilotica mempengaruhi komposisi serangga di lokasi pengamatan. 2. Terdapat lima jenis serangga dari 4 suku berbeda yang memiliki potensi sebagai agen pengendali hayati. 3. Dua dari empat suku (Geometridae, Pyralidae, Aphididae, dan Membracidae) serangga yang paling direkomendasikan adalah larva serangga Pyralidae dan Geometridae. Saran Studi awal…, Shafia Zahra, FMIPA UI, 2014 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai efektivitas dan spesifitas serangga Pyralidae dan Geometridae sebagai agen pengendali hayati. 2. Perlu dilakukan inventarisasi pada tajuk atas tumbuhan V. nilotica. 3. Perlu dilakukan penelitian mengenai predator larva serangga yang berpotensi dan apa peran (contohnya : pollinator, herbivor, parasitoid) serangga tersebut dalam ekosistem. Daftar Acuan Anonim. 2014. Ulat Jengkal pada Tanaman Kakao. http://ditjenbun.pertanian.go.id/bbpptpambon/berita-301-ulat-jengkal-pada-tanamankakao.html. waktu akses. 12 Mei 2014. Pukul 09.00 Anonim. 1995. Pengenalan dan Identifikasi Hama pada Jambu Mete. Departemen Pertanian Direktorat Jenderal Perkebunan Direktorat Bina Perlindungan Tanaman: 33 hlm. Brues, C. T. & Melander, A. L. 1932. Classification of insect: A key to the known families of insects and other terrestrial arthropod. USA. Bulletin of the museum of comparative zoology, Harvard Colledge 73: 617 hlm. Campbell, N.A., J.B. Reece, &L.G. Mitchell. 2003. Biologi, ed kelima jilid 2. Terj dari Biology, Fifth Edition.Oleh W. Manalu. Erlangga, Jakarta : xxi + 472 hlm. Crawley, M. 2005. Statistic, An Introduction using R. England. John Wiley & Sons Inc: 309 hlm. Djufri. 2004. Vachellia nilotica (L.) Willd. ex Del. dan Permasalahannya di Taman Nasional Baluran Jawa Timur. Biodiversitas 5(2): 9 hlm. Djufri. 2012. Autekologi Akasia (Vachellia nilotica) (L.) Willd. Ex. del Di Taman Nasional Baluran Jawa Timur. Jurnal Ilmiah Pendidikan Biologi, Biologi Edukasi 4(1): 10 hlm. Gripenberg, S & T, Roslin. 2005. Host Plants as island: resource quality and spatial setting as determinants as insect distribution. Ann. Zoologi. Fennici 42: 335--345 Harris, P. 1991. Classical biocontrol of weeds: Its definitions, selection of effective agents, and administrative-political problems. The Canadian Entomologist 123: 23 hlm. Hasanbahri, S. 1997. Pengaruh Pembakaran Terkendali pada Savana Bertumbuhan Vachellia nilotica terhadap Komposisi, Jenis Rumput dan Kualitas Biomassa Rumput di Taman Nasional Baluran. LIPI: 25 hlm. Harvey, G. J. ?. Recovery and viability of prickly acacia (Vachellia nilotica spp. indica) seed ingested by sheep and cattle. Alan Fletcher Research Station Qld: 4 hlm. Studi awal…, Shafia Zahra, FMIPA UI, 2014 Heru, R. Pengendalian Kaktus di Loh Buaya. Dalam: Buletin Varanus 3. Balai Taman Nasional Komodo, Labuan Bajo: 38 hlm. Krebs, C. 2008. The ecological world view. Melbourne. CSIRO Publishing: 574 hlm. Kull, A. C & H, Rangan. 2008. Acacia exchanges: Wattles, thorn trees, and the study of plants movement. Geoforum 39: 14 hlm. Kyalangalilwa, B., S. B, James., H. D, Barnabas., M, Olivier., V. D. B, Michelle. 2013. Phylogenetic position and revised classification of Acacia s.l. (Fabaceae: Mimosoideae) in Africa, including new combinations in Vachellia and Senegalia. Botanical Journal of the Linnean Society: 1—24 hlm. Mardiningsih, T. L & M, Iskandar. 1997. Tanaman Perusak Daun Katuk. Warta Tumbuhan Obat Indonesia 3(3): 10 hlm. Marohasy, J. 1995. prospects for the biological control of prickly acacia. Vachellia nilotica (l.l willd. ex del. {mimoseceae) in Australia. Plant protection quarterly 10(I): 9 hlm. Miller, M. F. 1994. The cost and Benefits of Acacia seeds consumption by ungulates?. Oikos 71(1): 6 hlm. Miller, M. F & M, Coe. 1993. Is it advantageous for Acacia seeds to be eaten by ungulates?. Oikos 66(2): 4 hlm. Mohyuddin, A.I. 1981. Phytophages associated with Vachellia nilotica in Pakistan and possibilities of their introduction into Australia. Pp 161-166, in: Del Fosse, E.S. (ed.), Fifth International Symposium on Biological Control of Weeds. CSIRO, Melbourne. Palmer, B., C. J, Lockett., K, Dhileepan. 2012. Vachellia nilotica subsp Indica (Benth.) Brenan – Prickly Acacia. CSIRO: 11 hlm. Palmer, W. A., C. J, Lockett., K. A. D. W, Senaratne., A, McLennan. 2007. The introduction and release of Chiasmia inconspicua and C. assimilis (Lepidoptera: Geometridae) for the biological control of Vachellia nilotica in Australia. Biological Control 41: 10 hlm. Palmer, W. A., M.P, Vitelli., G. P, Donnelly. 2005. The Phytophagous Insect Fauna Associated with Vachellia nilotica Ssp. Indica (Mimosaceae) In Australia. Australian Entomologist, 32 (4): 8 hlm. PEH = Pengendali Ekosistem Hutan. 2013. Laporan Kegiatan Pemetaan Sebaran Vachellia nilotica di Taman Nasional Baluran Tahun 2013. Taman Nasional Baluran: 35 hlm. PEH = Pengendali Ekosistem Hutan. 2007. Laporan Kegiatan Pembinaan Habitat Savana Melalui Pencabutan Semai dan Trubus Akasia (Vachellia nilotica). Taman Nasional Baluran: 9 hlm. Studi awal…, Shafia Zahra, FMIPA UI, 2014 PEH = Pengendali Ekosistem Hutan. 2006a. Laporan Kegiatan Analisis Habitat Banteng (Bos javanicus) di Taman Nasional Baluran. Taman Nasional Baluran: 18 hlm. PEH = Pengendali Ekosistem Hutan. 2006b. Laporan Kegiatan Penggunaan Accu zuur dalam Rangka Pemberantasan Seedling dan Trubusan Vachellia nilotica. Taman Nasional Baluran: 11 hlm. PEH = Pengendali Ekosistem Hutan. 2006c. Laporan Kegiatan Upaya Pengendalian Vachellia nilotica Melalui Pecabutan Seedling. Taman Nasional Baluran: 9 hlm. PEH = Pengendali Ekosistem Hutan. 2004. Laporan Kegiatan Pembakaran Terkendali Petak II Savana Bekol Dalam Rangka Pembinaan Habitat. Taman Nasional Baluran: 9 hlm. POST = Parliamentary Office of Science and Technology, 2013. Invasive Alien Plant Species. House of Parliament: 4 hlm. Radford, I. J., D. M, Nicholas., J. R, Brown. 2000. Assessment of the Biological Control Impact of Seed Predators on the Invasif Shrub Vachellia nilotica (Prickly Acacia) in Australia. Biological Control 20: 9 hlm. Raghu, S & K, Dhileepan. 2005. The value of simulating herbivory in selecting effective weed biological control agents. Biological Control 34: 9 hlm. Roger, L. H. D., G. S, Tim., H. R, Arnold., D, B. Roy. 2005. Does diet breadth control herbivorous insect distribution size? Life history and resource outlets for specialist butterflies. Journal of Insect Conservation 9: 187--200 hlm. Romadhon, A. 2005. Kajian Ekologi melalui inventarisasi dan Indeks Nilai Penting (INP) Mangrove Terhadap Perindungan Lingkungan Kepulauan Kangean. EMBRYO 5(1): 16 hlm. Ross, H., Jr, Arnett., L, Richard., Jr, Jacques. 1981. Simon & Schuster’s Guide to Insects. New York. Simon & Schuster. Inc: 350 hlm. Schmidt, L & A, Mbora. 2008. Seed Leaflet Vachellia nilotica (L.) Del. World Agroforestry Center: 2 hlm. Supriatna, J. 2008. Melestarikan Alam Indonesia. Yayasan Obor. Jakarta: 482 hlm. Suyanto, A., Tarmudji., Jaenudin. 1983. Laporan perjalanan ke Jawa Timur. LIPI: 15 + 10 hlm. Willson, B. W. 1985. The Biological Control of Vachellia nilotica in Australia. Agric. Can.: 5 hlm. Studi awal…, Shafia Zahra, FMIPA UI, 2014