BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pada era pembangunan saat ini, hampir setiap negara di dunia berusaha untuk menjadi yang terunggul dalam berbagai aspek kehidupan. Pembangunan sumber daya manusia menjadi salah satu komponen penting dalam era ini. Peningkatan produktifitas sumber daya manusia harus dibangun sejak usia remaja. Remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa yang terjadi antara usia 12 sampai dengan 21 tahun (Singgih D. Gunarsa & Yulia Singgih D. Gunarsa, 2008 : 203). Masa remaja ditandai dengan perubahan bentuk dan ukuran tubuh, fungsi tubuh, psikologi, dan aspek fungsional (Robert M. Kliegman, et al., 2007 : 35). Ditinjau dari segi umur, remaja dapat dibagi menjadi remaja awal (early adolescent) pada umur 12 sampai 15 tahun, remaja menengah (middle adolescent) pada umur 15 sampai 18 tahun, dan remaja akhir (late adolescent) pada umur 18 sampai 21 tahun (Singgih D. Gunarsa & Yulia Singgih D. Gunarsa, 2008). Perkembangan pesat pada Iptek (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) juga berdampak pada semakin meningkatnya permasalahan remaja. Salah satu permasalahan yang timbul yakni perilaku seksual remaja saat berpacaran. Berpacaran menurut Freud dalam Imran (1999) muncul pada masa awal pubertas yang terjadi sebagai akibat perubahan hormon dan mulai berfungsinya organ seksual. Pacaran merupakan masa pencarian pasangan, penjajakan, dan proses memahami berbagai sifat yang berbeda antara laki-laki dan perempuan (Setiawan & Nurhidayah, 2008). Di kalangan remaja sekarang ini, pacaran dianggap sebagai identitas. Umumnya, seorang 1 2 remaja akan bangga dan percaya diri jika sudah memiliki pacar, sebaliknya remaja yang belum memiliki pacar dianggap kurang pergaulan. Hasil survei perilaku seksual siswa di PKBI Jawa Tengah tahun 2013 diketahui bahwa aktivitas berpacaran yang dilakukan oleh remaja meliputi mengobrol (100%), berpegangan tangan (80%), mencium pipi atau kening (69%), mencium bibir (51%), mencium leher (28%), petting (22%), dan intercouse (6,2%) (dalam Alfiani, 2013). Dari data tersebut diketahui bahwa berpacaran di kalangan remaja tidak saja menjadi pemenuhan kebutuhan sosiologis tetapi juga menjadi pemenuhan kebutuhan biologis. Pernyataan tersebut didukung dengan data BKKBN (2015) yang menyatakan bahwa sebanyak 46% remaja berusia 15-19 tahun sudah melakukan hubungan seksual. Kemudian data tersebut diperkuat dengan hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 yang menyatakan bahwa pria yang pernah melakukan hubungan seksual lebih tinggi sebanyak 8% daripada wanita (Badan Pusat Statistik, 2012). Fenomena berpacaran remaja saat ini yang cenderung ke arah perilaku seksual pranikah berpengaruh terhadap status kesehatan reproduksi remaja dan kualitas remaja di masa mendatang. Beberapa dampak dari perilaku seksual pranikah yakni aborsi, Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD), Infeksi Menular Seksual (IMS) bahkan HIV/AIDS. Data Sensus Nasional pada tahun 2014 menunjukkan bahwa sebesar 4851% perempuan yang hamil merupakan usia remaja (BKKBN, 2015). Data BKKBN juga menyebutkan bahwa terjadi 2.500.000 kasus aborsi setiap tahunnya dengan berbagai alasan. Sebanyak 800.000 kasus dilakukan pada usia remaja 15-19 tahun sehingga diperkirakan setiap hari ada 2.000 remaja yang melakukan aborsi (dalam berita Metro, 2016). 3 Berdasarkan data dari PKBI Provinsi Bali pada tahun 2015 dari 29 kasus KTD sebesar 89,7% terjadi pada kelompok umur 15-19 tahun. Data lain menyebutkan bahwa dari 1162 kasus IMS di Provinsi Bali sebanyak 7,7 % berasal dari kelompok umur 15-19 tahun (PKBI Provinsi Bali, 2015). Berdasarkan data dari KPA kota Denpasar hingga akhir Desember 2015 temuan kasus HIV/AIDS mencapai 13.319, kasus terbanyak ditemukan di kota Denpasar yakni sebesar 39,4%, sedangkan dari total kasus yang ditemukan sebanyak 2% berasal dari kelompok umur 15-19 tahun (KPA Kota Denpasar, 2016). Perilaku seksual pranikah pada remaja dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi perilaku seksual pranikah meliputi pengetahuan dan sikap (Sarwono dalam Darmasih, 2011). Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih lama bertahan daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoadmodjo, 2014). Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Rosdarni dkk. (2015) yang menyatakan bahwa remaja yang memiliki pengetahuan yang rendah berpeluang lebih dari 1,5 kali untuk melakukan perilaku seksual pranikah berisiko dibandingkan remaja yang memiliki pengetahuan yang tinggi. Sikap menjadi faktor internal yang mendorong perilaku seksual karena seseorang yang sudah tahu akan berpikir dan berusaha sehingga muncul niat untuk berperilaku tertentu. Tanpa adanya sikap seseorang tidak memiliki kesiapan atau kesediaan untuk bertindak (Notoadmodjo, 2014). Remaja yang memiliki sikap negatif berpeluang 1,5 kali untuk melakukan perilaku seksual pranikah yang berisiko dibandingkan remaja yang memiliki sikap positif (Rosdarni et al., 2015). Faktor internal lain yang juga mempengaruhi perilaku seksual remaja yakni efikasi diri. Hasil penelitian Kusumastuti (2015) menunjukkan bahwa dari 3 faktor internal yang diteliti 4 faktor efikasi diri berpengaruh paling besar terhadap perilaku seksual remaja sebesar 0.237. Faktor eksternal yang mempengaruhi perilaku seksual pranikah remaja yakni kelompok teman sebaya (peer group), sumber-sumber informasi, keluarga, sosialbudaya, religiutas, nilai dan norma sebagai pendukung sosial untuk perilaku tertentu (Alfiani, 2013; Darmasih, 2011). Hasil penelitian Kusumastuti (2015) menyatakan bahwa teman sebaya merupakan faktor penguat terhadap pembentukan perilaku remaja termasuk perilaku seksual. Disebutkan pula dalam penelitian Kusumastuti (2015) bahwa teman sebaya berpengaruh positif sebesar 0.222 terhadap perilaku seksual. Maka dari itu, upaya untuk mengontrol perilaku seksual pranikah remaja dapat dilakukan melalui pembentukan program yang menyasar kelompok teman sebaya (peer group). Di Provinsi Bali terutama di Kota Denpasar, pada beberapa sekolah sudah terdapat beberapa program terkait dengan kesehatan reproduksi remaja yang menyasar kelompok teman sebaya (peer group), diantaranya program KSPAN dan program PIK R/M. Program Kelompok Siswa Peduli AIDS dan Narkoba (KSPAN) dibentuk oleh Komisi Penanggulangan AIDS (KPA). KSPAN merupakan program yang berada di sekolah tingkat SMP dan SMA. Tujuan program KSPAN yakni memberikan informasi mengenai Kesehatan Reproduksi Remaja dan konseling serta penanggulangan HIV/AIDS dan Narkotika (SMA 6 Denpasar, 2013). KSPAN yang berstatus aktif menurut data dari KPA Kota Denpasar (2016), berada di sekolah SMA Negeri 2 Denpasar, SMA (SLUA) Saraswati 1 Denpasar, dan SMP Dwijendra Denpasar. Program Pusat Informasi dan Konseling Remaja dan Mahasiswa (PIK R/M) merupakan program kesehatan reproduksi remaja yang juga menyasar kelompok teman sebaya (peer group) di tingkat SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi. PIK R/M 5 dibentuk oleh Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIK R) yang terbentuk di kota Denpasar berdasarkan Surat Keputusan Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan (BKBPP) tahun 2015, berada di SMA Negeri 2 Denpasar, SMA Negeri 8 Denpasar, SMA Dharma Praja Denpasar, SMP Dwijendra Denpasar, SMA (SLUA) Saraswati 1 Denpasar, SMK 3 Denpasar, SMPK 1 Harapan Denpasar, SMP Widya Sakti Harapan Denpasar, SMP Nasional Denpasar, dan SMP Pemecutan Denpasar. Berdasarkan data dari BKBPP dan KPA Kota Denpasar (2015) terdapat 3 sekolah yang memiliki KSPAN berstatus aktif dan PIK R yakni SMA Negeri 2 Denpasar, SMA (SLUA) Saraswati 1 Denpasar, dan SMP Dwijendra Denpasar. Dengan adanya program KSPAN dan program PIK R yang menyasar kelompok teman sebaya (peer group) di sekolah-sekolah tersebut diharapkan mampu meningkatkan pengetahuan, sikap, dan efikasi diri terkait seksualitas remaja. Akan tetapi, hasil penelitian Nurlaili (2012) menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku mengenai IMS di SMA Negeri lebih rendah dibandingkan di SMA Swasta. Kemudian berdasarkan data tersebut, peneliti memilih SMA Negeri dan SMA Swasta sebagai lokasi penelitian. Peneliti memilih remaja di tingkat SMA sebagai sampel penelitian karena remaja di tingkat SMA sedang mengalami pembentukan identitas diri (Singgih D. Gunarsa & Yulia Singgih D. Gunarsa, 2008 : 204). Pembentukan identitas diri ini akan mempengaruhi perilaku yang dimunculkan remaja termasuk perilaku seksual. Perilaku seksual pranikah yang muncul dipengaruhi oleh lingkungan teman sebaya yang kurang baik. Pernyataan tersebut semakin diperkuat dengan hasil wawancara dengan salah seorang siswa alumni angkatan 2012 dari SMA Negeri dan SMA Swasta yang menyatakan bahwa terdapat siswa yang menikah usia dini akibat KTD padahal 6 terdapat program KSPAN dan PIK R di kedua sekolah tersebut [Swandewi & Yuni, wawancara, 11 Maret 2016]. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti ingin mengetahui “Pengetahuan, Sikap, Efikasi Diri, dan Perilaku Seksual Remaja pada SMA Negeri dan SMA Swasta di Kota Denpasar”. Hal ini tentu sangat penting diperhatikan untuk mengetahui perilaku seksual pranikah pada remaja sehingga nantinya dapat diciptakan bentuk promosi kesehatan yang cocok dan tepat untuk mengontrol perilaku seksual pranikah pada remaja. Rumusan Masalah Dari latar belakang diketahui bahwa gaya berpacaran remaja mengarah ke perilaku seksual pranikah. Perilaku seksual pranikah menyebabkan terjadinya aborsi, KTD, IMS bahkan HIV/AIDS. Salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi perilaku seksual pranikah yakni kelompok teman sebaya/peer group (Alfiani, 2013; Darmasih, 2011). Di Provinsi Bali terutama di Kota Denpasar, pada beberapa sekolah sudah terdapat beberapa program terkait dengan kesehatan reproduksi remaja yang menyasar kelompok teman sebaya (peer group), diantaranya program KSPAN dan program PIK R/M. Berdasarkan data dari BKBPP dan KPA Kota Denpasar (2015) terdapat 3 sekolah yang memiliki KSPAN berstatus aktif dan PIK R. Dengan adanya program KSPAN dan program PIK R diharapkan mampu meningkatkan pengetahuan, sikap, dan efikasi diri terkait seksualitas remaja. Akan tetapi, perilaku seksual pranikah pada remaja yang mengalami pembentukan identitas diri muncul dipengaruhi oleh lingkungan teman sebaya yang kurang baik. Pernyataan tersebut semakin diperkuat dengan hasil wawancara dengan alumni 2012 dari SMA Negeri dan SMA Swasta yang menyatakan bahwa terdapat siswa yang menikah usia dini akibat KTD padahal terdapat program KSPAN dan PIK R di kedua sekolah tersebut [Swandewi & Yuni, 7 wawancara, 11 Maret 2016]. Sehubungan dengan masalah tersebut maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran pengetahuan, sikap, efikasi diri, dan perilaku seksual remaja pada SMA Negeri dan SMA Swasta di Kota Denpasar. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah, adapun pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Bagaimana karakteristik remaja pada SMA Negeri dan SMA Swasta di Kota Denpasar ? 2. Bagaimana perilaku seksual remaja pada SMA Negeri dan SMA Swasta di Kota Denpasar ? 3. Bagaimana pengetahuan remaja mengenai kesehatan reproduksi pada SMA Negeri dan SMA Swasta di Kota Denpasar ? 4. Bagaimana sikap remaja terhadap seksualitas pada SMA Negeri dan SMA Swasta di Kota Denpasar ? 5. Bagaimana efikasi diri remaja terhadap seksualitas pada SMA Negeri dan SMA Swasta di Kota Denpasar? 6. Bagaimana distribusi perilaku seksual remaja berdasarkan pengetahuan, sikap, dan efikasi diri? Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui gambaran pengetahuan, sikap, efikasi diri, dan perilaku seksual remaja pada SMA Negeri dan SMA Swasta di Kota Denpasar. 8 1.4.2 1. Tujuan Khusus Untuk mengetahui karakteristik remaja pada SMA Negeri dan SMA Swasta di Kota Denpasar. 2. Untuk mengetahui perilaku seksual remaja pada SMA Negeri dan SMA Swasta di Kota Denpasar. 3. Untuk mengetahui pengetahuan remaja mengenai kesehatan reproduksi pada SMA Negeri dan SMA Swasta di Kota Denpasar. 4. Untuk mengetahui sikap remaja terhadap seksualitas pada SMA Negeri dan SMA Swasta di Kota Denpasar. 5. Untuk mengetahui efikasi diri remaja terhadap seksualitas pada SMA Negeri dan SMA Swasta di Kota Denpasar. 6. Untuk mengetahui distribusi perilaku seksual remaja berdasarkan pengetahuan, sikap, dan efikasi diri. Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi dan pengetahuan serta menyumbangkan pemikiran bagi pengembangan teori keilmuan khususnya dibidang promosi kesehatan. Peneliti berikutnya dapat menjadikan penelitian ini sebagai referensi terutama dalam penelitian yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi dan perilaku seksual remaja tentunya dengan menggunakan sampel lain. 9 1.5.2 Manfaat Praktis Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat pada : 1. Pemerintah yang secara khusus ditujukan kepada KPA dan BKBPP Kota Denpasar mendapatkan informasi yang berkaitan perilaku seksual remaja saat ini sehingga diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan dan bahan evaluasi dalam menetapkan strategi promosi kesehatan yang tepat dan efisien melalui program KSPAN dan PIK R. 2. Sekolah yang secara khusus ditujukan kepada SMA Negeri dan SMA Swasta di Kota Denpasar mendapatkan informasi yang berkaitan perilaku seksual remaja saat ini sehingga diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan bagi pihak sekolah agar lebih tanggap dalam mengawasi dan mengontrol siswanya terutama terkait perilaku seksual. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian bidang promosi kesehatan yang menekankan pada aspek pengetahuan, sikap, efikasi diri, dan perilaku seksual remaja pada SMA Negeri dan SMA Swasta di Kota Denpasar. Remaja yang dimaksud adalah remaja menengah (middle adolescent) pada umur 15 sampai 18 tahun dan bersedia menjadi informan penelitian. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif sehingga tidak melihat pengaruh antar variabel.