BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN

advertisement
BAB 2
LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Pengertian Laporan Keuangan
Menurut James dan Moira (2005) mendefinisikan, “ Laporan keuangan
adalah sarana utama dalam membuat laporan informasi keuangan perusahaan yang
ditujukan kepada orang-orang didalam perusahaan (manajer dan para karyawan),
dan kepada masyarakat diluar perusahaan (bank, investor, pemasok, dsb).
Sedangkan IAI (2002) mendefinisikan, “ laporan keuangan meliputi neraca,
laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan (yang disajikan dalam
berbagai cara, seperti, misalnya sebagai laporan arus dana), dan catatan atas
laporan keuangan, laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian
integral dari laporan keuangan.”
Munawir (2004) mendefinisikan, “Laporan keuangan pada dasarnya adalah
hasil dari proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi
antar data keuangan atau aktivitas suatu perusahaan dengan pihak-pihak yang
berkepentingan dengan data atau aktivitas perusahaan tersebut.”
2.1.2 Tujuan laporan keuangan
Setelah melihat beberapa definisi dan pengertian laporan keuangan yang
berbeda-beda sangatlah baik juga mengetahui beberapa tujuan laporan keuangan.
Menurut IAI (2002) tujuan laporan keuangan adalah sebagai berikut :
1. Tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut
posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan
yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan
ekonomi.
2. Laporan keuangan yang disusun untuk tujuan ini memenuhi kebutuhan bersama
sebagian besar pemakai namun demikian, laporan keuangan tidak menyediakan
semua informasi yang mungkin dibutuhkan pemakai dalam pengambilan
keputusan ekonomi karena secara umum menggambarkan pengaruh keuangan
dari kejadian dimasa lalu, dan tidak diwajibkan untuk menyediakan non
keuangan.
3. Laporan keuangan juga menunjukkan apa yang telah dilakukan manajemen
(stewardship).
2.1.3 Bentuk-bentuk Laporan Keuangan
Laporan keuangan yang utama bagi perusahaan perorangan adalah laporan
laba-rugi, laporan ekuitas pemilik, neraca, dan laporan arus kas. Urutan penyusunan
dan sifat data yang terdapat dalam laporan-laporan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Laporan Laba-rugi (Income Statement)
IAI (2002) mendefinisikan, “laporan yang disajikan sedemikian rupa dimana
didalamnya menonjolkan unsur-unsur yang langsung berkaitan dengan pengukuran
penghasilan bersih (laba) adalah penghasilan dan beban.”
2. Laporan Laba Ditahan (Statement of Retained Earnings)
Menurut IAI (2002) bahwa “perubahan ekuitas perusahaan menggambarkan
peningkatan atau penurunan aktiva bersih atau kekayaan selama periode
bersangkutan berdasarkan prinsip pengukuran tertentu yang dianut dan harus
diungkapkan dalam laporan keuangan.”
3. Neraca (Balance Sheet)
IAI (2002) mendefinisikan, “Neraca adalah unsur yang berkaitan secara
langsung dengan pengukuran posisi keuangan adalah aktiva, kewajiban dan
ekuitas.”
4. Laporan arus kas (Cash Flow)
Menurut IAI (2002), “ Tujuan pelaporan arus kas adalah memberi informasi
historis mengenai perubahan kas dan setara kas dari suatu perusahaan melalui
laporan arus kas berdasarkan aktivitas operasi,investasi, maupun pendanaan
(financing) selama suatu periode akuntansi.”
2.2 Pengertian Nilai
Definisi nilai (value) menurut Webster dalam Widjaja, Amin (2001), yaitu:
“That quality of thing according to which it is thought of as being more or less
desireable, usefull, estimatable, important, etc. worth or the degree of worth.” Value
tercipta ketika memperoleh sesuatu yang lebih berharga dibandingkan dengan apa
yang kita korbankan untuk memperolehnya, dengan kata lain value merupakan
selisih antara hasil yang diperoleh seseorang dengan pengorbanan. Didalam dunia
usaha, konsumen akan menilai suatu barang berdasarkan value. Perusahan akan
memperoleh value setelah konsumen melakukan pembayaran atas barang tersebut.
Menurut Tunggal (2001), proses penciptaan nilai didalam perusahaan dapat
dilakukan melalui 3 cara, yaitu :
a. Melalui peningkatan rate of return (tingkat pengembalian) dari modal yang ada,
sehingga laba operasi yang dihasilkan dapat meningkat tanpa memasukkan lebih
banyak dana ke dalam perusahaan.
b. Melalui penambahan modal yang diinvestasikan, dimana nilainya lebih besar
daripada biaya atau pengorbanan untuk mendapatkan tambahan modal tersebut.
c.
Meningkatkan investasi pada proyek yang menghasilkan tingkat pengembalian yang
lebih besar daripada biaya modalnya, dan mengurangi atau menghentikan investasi
pada proyek yang tingkat pengembaliannya lebih rendah dibandingkan biaya
modalnya.
Karena begitu pentingnya value bagi suatu perusahaan, maka akhir-akhir
Ini mulai dikenal konsep Value Based Management. Definisi Value Based
Management menurut Tunggal (2001) adalah menerapkan suatu pola pikiran (mindset) di mana setiap orang di dalam organisasi belajar untuk memprioritaskan
keputusan tersebut terhadap nilai perusahaan (corporate value). Seluruh proses
utama dan sistem yang diimplementasikan dalam perusahaan harus berorientasi
pada penciptaan nilai (creation of value).
2.3 Economic Value Added (EVA)
Konsep Economy Value Added (EVA) pertama kali dikenalkan oleh G.Bennett
Stewart, III , Managing Partner dari Stern Stewart and Co dalam bukunya “The
Quest For Value.” Konsep EVA menjadi sistem manajemen keuangan yang hangat
dewasa ini, dimana menurut majalah Economist (2 agustus 1997) dalam Widjaja,
Amin (2001) lebih dari 300 perusahaan di dunia telah mengadopsi sistem berbasis
EVA untuk penilaian kinerja keuangannya. EVA adalah suatu sistem manajemen
keuangan untuk mengukur laba ekonomi dalam suatu perusahaan, yang menyatakan
bahwa kesejahteraan hanya dapat tercipta jika perusahaan mampu memenuhi
semua biaya operasi (operating cost) dan biaya modal (cost of capital).
Economic Value Added (EVA) menawarkan keuntungan bagi pihak manajer
dan investor, sedangkan manajer dapat menggunakannya sebagai dasar dalam
pengambilan keputusan terbaik menurut kepentingan pemilik dan untuk mengukur
value yang dihasilkannya dalam operasi bisnis. Investor juga dapat menggunakannya
untuk memprediksi prestasi manajer dalam mengelola perusahaan sekaligus menjadi
alat untuk melihat saham mana yang akan mendatangkan hasil keuntungan yang
lebih besar dari saham-saham yang ada. (Samsi,2006).
Konsep EVA juga digunakan untuk membantu para investor dan pemegang
saham sebagai acuan untuk mengalokasikan dan menanamkan modalnya.
(Mulia,2002).
EVA mengukur kinerja perusahaan dengan mengurangi laba operasi setelah
pajak dengan beban biaya modal (cost of capital), dimana biaya atas modal
mencerminkan risiko atau opportunity cost bagi perusahaan. Batasan nilai EVA
adalah sebagai berikut :
a. Jika EVA lebih besar dari nol atau positif, menunjukkan telah terjadi proses nilai
tambah bagi perusahaan dan ini berarti bahwa tingkat pengembalian yang
dihasilkan melebihi tingkat biaya modal atau tingkat pengembalian yang diminta
oleh investor atas investasi yang dilakukannya.
b. Jika EVA sama dengan nol maka ini menunjukkan posisi impas perusahaan yang
berarti bahwa tingkat pengembalian yang dihasilkan oleh perusahaan sama
dengan tingkat biaya modal.
c.
Jika EVA negatif maka menunjukkan tidak terjadi proses pertambahan nilai bagi
perusahaan.
Artinya
tingkat
pengembalian
yang
dihasilkan
oleh
suatu
perusahaan lebih kecil dibandingkan dengan tingkat biaya modal atau tingkat
pengembalian yang diharapkan oleh investor atas investasi yang dilakukannya,
dengan kata lain perusahaan gagal memenuhi harapan penyedia dana.
Pengertian EVA menurut Stewart (1991), “Economic Value Added is a
Residual measure that substract the cost of capital from the operating profit
generated in the business.” Atau jika dinyatakan dalam bentuk persamaan
matematika menurut Keown (2001) adalah sebagai berikut :
EVA = NOPAT – (WACC x Invested capital)
Perumusan lain menurut Young, David (2001) adalah :
EVA = (RONA –WACC ) x Invested Capital
Berdasarkan perumusan tersebut, maka untuk meningkatkan nilai EVA dilakukan
dengan mengambil langkah-langkah berikut :
1. Meningkatkan return dari capital yang telah dimiliki, jika RONA meningkat,
sementara WACC dan invested capital konstan, maka EVA meningkat.
2. Pengurangan cost of capital, dengan cara mengoptimalkan penggunaan hutang dan
penggunaan modal saham (equity)
3. Mencari dan mempertahankan pertumbuhan yang menguntungkan, jika investasi
yang dilakukan menghasilkan return yang lebih besar daripada WACC.
4. Melepaskan atau merestrukturisasi aktivitas bisnis yang memusnahkan nilai.
5. Memperpanjang periode competitive advantage, yang menghasilkan nilai RONA lebih
besar daripada WACC.
(Widjaja dan Natalia,2006)
2.3.1 Definisi Economic Value Added (EVA)
Menurut S. Young David dan O’Byrne F. Stephen (alih bahasa Tunggal,2001) :
“EVA didasarkan pada gagasan keuntungan ekonomis (juga dikenal sebagai penghasilan sisa
atau residual income), yang menyatakan bahwa kekayaan hanya diciptakan ketika sebuah
perusahaan meliputi biaya operasi dan biaya modal.”
Sedangkan Menurut Sartono (2001) :
“EVA mampu menghitung laba ekonomi yang sebenarnya atau true economic profit suatu
perusahaan pada tahun tertentu dan sangat berbeda jika dibanding laba akuntansi. EVA
mencerminkan residual income yang tersisa setelah semua biaya modal, termasuk modal
saham, telah dikurangkan. Sedangkan laba akuntansi dihitung tanpa mengurangkan biaya
modal. EVA memberikan pengukuran yang lebih baik atas nilai tambah yang diberikan
perusahaan kepada pemegang saham.”
Definisi lain yang dikemukakan oleh Diana (2005) :
Economic Value Added (EVA) merupakan indikator tentang adanya penciptaan nilai dari
suatu investasi yang secara sederhana dapat diartikan sebagai laba operasi setelah pajak
(After Tax Operating Income) yang dikurangi dengan total biaya modal (Total Cost of
Capital), dimana total biaya dihitung dengan cara mengalikan tingkat biaya modal dengan
total biaya yang diinvestasikan.
2.3.2 Keunggulan Economic Value Added (EVA)
Menurut Mirza sebagaimana dikutip oleh (Mulia,2002). Sebagai pengukur kinerja
perusahaan EVA mempunyai beberapa keunggulan antara lain :
a. EVA memfokuskan penilaiannya pada nilai tambah dengan memperhitungkan
beban biaya modal sebagai resiko investasi.
b. Konsep EVA sebagai pengukur kinerja perusahaan memperhatikan harapan
penyedia dana secara adil di mana derajat keadilannya dinyatakan dengan ukuran
tertimbang (weighted) struktur modal yang ada dan berpedoman pada nilai pasar
bukan pada nilai buku.
c.
EVA dapat diterapkan secara mandiri tanpa memerlukan data pembanding dari
perusahaan lain maupun standar industri, sebagaimana konsep penilaian dengan
menggunakan analisis rasio.
d. Penerapan konsep EVA yang praktis merupakan salah satu bahan pertimbangan
bagi pebisnis untuk mengambil keputusan dan kebijaksanaan permodalan.
e. EVA dapat digunakan sebagai tolak ukur pemberian bonus pada karyawan.
f.
Konsep EVA mempengaruhi keputusan organisasi untuk keluar dari unit usaha yang
mempunyai negative value added.
2.3.3 Kelemahan Economic Value Added (EVA)
Menurut Utama sebagaimana yang dikutip oleh Adiningsih dan Sumarni (2005)
menyatakan bahwa EVA dengan berbagai keunggulannya ternyata juga mempunyai
beberapa kelemahan. Pertama, EVA hanya menggambarkan penciptaan nilai pada suatu
tahun tertentu. Nilai suatu perusahaan merupakan akumulasi EVA selama umur perusahaan.
Dengan demikian bisa saja suatu perusahaan mempunyai EVA pada tahun berjalan positif
tetapi nilai perusahaan tersebut rendah karena EVA pada tahun berikutnya negatif. Dengan
demikian dalam menggunakan EVA untuk menilai kinerja, harus melihat EVA masa kini dan
masa mendatang.
Kedua, secara praktis EVA belum tentu dapat diterapkan. Proses perhitungan EVA
memerlukan estimasi biaya modal. Estimasi ini, sulit untuk dilakukan dengan tepat terutama
untuk perusahaan yang belum go public. Untuk perusahaan yang sudah go public, tingkat
biaya modal dan ekuitas dapat diperkirakan dengan menggunakan capital asset princing
model (CAPM) atau market model.
Menurut Mirza sebagaimana dikutip oleh Adiningsih dan Sumarni (2005). Kelemahankelemahan lain dari EVA adalah :
a. EVA hanya mengukur hasil akhir (result). Konsep ini tidak mengukur aktivitasaktivitas penentu seperti loyalitas dan tingkat retensi konsumen.
b. EVA terlalu bertumpu pada keyakinan bahwa investor sangat mengandalkan
pendekatan fundamental dalam mengkaji dan mengambil keputusan untuk menjual
atau membeli saham tertentu, padahal faktor-faktor lain terkadang lebih dominan.
c.
Konsep ini sangat tergantung pada transparansi internal dalam perhitungan EVA
secara akurat.
2.3.4 Manfaat Economic Value Added (EVA)
Menurut Utama sebagaimana yang dikutip oleh Adiningsih dan Sumarni (2005), EVA
mempunyai manfaat sebagai berikut :
a. EVA digunakan sebagai penilai kinerja perusahaan dimana fokus penilaian kinerja
adalah pada penciptaan nilai (value creation).
b. EVA menyebabkan perhatian manajemen sesuai dengan kepentingan pemegang
saham.
c.
Dengan EVA, para manajer berpikir dan bertindak seperti halnya pemegang saham
yaitu
memilih
meminimumkan
investasi
yang
tingkat
biaya
memaksimumkan
modal
sehingga
tingkat
nilai
pengembalian
perusahaan
dan
dapat
dimaksimumkan.
d. EVA dapat digunakan untuk mengidentifikasi kegiatan atau proyek yang memberikan
pengembalian lebih tinggi daripada biaya modalnya.
e. Dengan EVA, para manajer harus selalu membandingkan tingkat pengembalian
proyek dengan tingkat biaya modal yang mencerminkan tingkat risiko proyek
tersebut.
2.3.5 Strategi Kenaikan Economic Value Added (EVA)
Dalam sistem EVA untuk menciptakan nilai pemegang saham, perusahaan harus
menghasilkan nilai melebihi biaya modal di segala unit bisnisnya. Meskipun demikian tidak
berarti bahwa pihak manajemen mamanfaatkan profitabilitas untuk jangka pendek tetapi
betul-betul memperhatikan pertumbuhan EVA untuk waktu yang akan datang sehingga
peningkatan EVA secara terus menerus. Ada tiga strategi untuk menaikan EVA yaitu :
a. Strategi penciptaan nilai dengan mencapai pertumbuhan keuntungan (profitable
growth). Hal ini bisa dicapai dengan menambah modal yang diinvestasikan pada
proyek dengan tingkat pengembalian yang tinggi.
b. Strategi
penciptaan
nilai dengan meningkatkan efisiensi
operasi
(operating
efficiency). Dalam hal ini meningkatkan keuntungan tanpa menggunakan tambahan
modal.
c.
Strategi penciptaan nilai dengan rasionalisasi dan keluar dari bisnis yang tidak
menjanjikan (rationalize and exit unrewarding business). Ini berarti menarik modal
yang tidak produktif dan menarik modal dari aktifitas yang menghasilkan
return
yang rendah dan menghapus unit bisnis yang tidak menjanjikan hasil.
(Mulia,2002)
2.3.6 Menentukan Economic Value Added (EVA)
EVA merupakan alat ukur kinerja keuangan yang mementingkan penggunaan biaya
modal, termasuk biaya atas modal saham disamping biaya-biaya operasional perusahaan.
EVA dinyatakan dalam satuan rupiah, sehingga EVA hanya dapat berbentuk positif, negatif,
atau nol. EVA positif menyatakan bahwa perusahaan berhasil memperoleh laba ekonomis.
EVA nol menyatakan bahwa
perusahaan mencapai titik impas yang
berarti perusahaan
mampu menutup biaya operasi dan biaya modalnya, walaupun tidak berhasil memperoleh
laba ekonomis. Sedangkan, EVA negatif menyatakan bahwa perusahaan tidak mampu
memenuhi kewajibannya dalam menutup biaya operasional atau biaya modal atau keduanya.
EVA memerlukan 3 elemen dalam perhitungannya, yaitu NOPAT, WACC, dan
Invested
Capital. EVA diperoleh dari pengurangan NOPAT dengan biaya modal (WACC dikalikan
dengan invested capital). Satuan NOPAT adalah rupiah, sedangkan satuan WACC adalah
persentase. Tetapi, karena WACC tersebut dikalikan dengan
Invested Capital yang
satuannya rupiah, maka hasil dari perkalian keduanya akan menghasilkan satuan dalam
rupiah. Oleh karena itu, EVA dinyatakan dalam satuan rupiah.
2.3.7 Biaya Modal (Cost of Capital)
2.3.7.1 Definisi Biaya Modal (Cost of Capital)
•
Biaya Modal
adalah biaya kesempatan minimal yang akan diperoleh apabila
melakukan suatu investasi. Besarnya kemampuan perusahaan untuk dapat
menanggung elemen risiko yang dimiliki merupakan faktor yang mempengaruhi
perusahaan dalam memilih biaya modal yang akan diambil. Komponen pembiayaan
yang dapat diambil berupa :
a. Hutang jangka pendek (misal : pinjaman bank dan instrumen pasar uang lain).
b. Hutang jangka panjang (misal : obligasi dengan tingkat bunga tetap atau
mengambang atau pinjaman bank).
c.
Laba ditahan.
d. Penerbitan ekuitas baru ( penempatan publik maupun sendiri).
e. Yang dapat diubah (convertibles).
f.
Saham istimewa.
Biaya modal merupakan keseluruhan biaya yang dikeluarkan perusahaan sebagai
modal dijadikan rata-rata tertimbang dari keseluruhan komponen pembiayaan yang
dipergunakan. (Winarto,2004).
•
Biaya modal merupakan rata-rata tertimbang (weighted average) yang terdiri dari
biaya hutang (cost of debt) dan ekuitas perusahaan (cost of equity). Biaya hutang
dihitung setelah dikurangi dengan pajak (after tax), yang dapat dirumuskan sebagai
berikut :
(1–t)xb
Dimana :
t = pajak (tax rate), ditetapkan 30%.
b = interest rate, suku bunga kredit investasi BI.
(Panggabean,2005).
•
Biaya modal (cost of capital) adalah tingkat pengembalian minimum atas modal yang
dibutuhkan untuk mengganti pinjaman dan ekuitas investor (Tunggal,2001).
2.3.7.2 Komponen Biaya Modal (Cost of Capital)
2.3.7.2.1 Biaya Utang (Cost of Debt)
•
Hutang atau debt adalah pinjaman yang diperoleh perusahaan dari pihak ketiga baik
berupa barang maupun uang untuk kemudian dibayarkan pada waktu yang telah
ditentukan sebelumnya. Penghitungan biaya cost of debt menurut Keown (2001)
adalah biaya pinjaman atau biaya bunga setelah dikurangi pajak. Perumusannya
sebagai berikut:
Kd = Kb (1-tax)
Dimana :
Kd = cost of debt
Kb = Biaya bunga (interest expense)
T = pajak dalam persentase (untuk tingkat pajak di Indonesia digunakan 30%)
Penghitungan cost of debt untuk obligasi mempunyai perumusan yang berbeda,
karena tidak seperti hutang lainnya, bunga untuk obligasi dikenal dengan istilah kupon.
Untuk mendapatkan cost of debt dari obligasi seperti dinyatakan dalam Keown (2001),
dipergunakan rumus sebagai berikut :
Kd = YTM (1-tax)
Dan perhitungan YTM atau Yield to maturity adalah sebagai berikut :
n
Po = ∑
t =1
It
M
+
t
(1 + Kb) (1 + Kb) n
Dimana :
Kb = YTM atau Yield to maturity
Po = harga jual obligasi
M = nilai par obligasi
It = besarnya penerimaan kupon obligasi
n = banyaknya periode penerimaan kupon obligasi
(Widjaja dan Natalia,2006)
•
Menurut Utama sebagaimana dikutip oleh Adiningsih dan Sumarni (2005)
menyatakan bahwa biaya hutang menunjukkan berapa biaya yang harus ditanggung
oleh perusahaan karena perusahaan menggunakan dana yang berasal dari pinjaman.
Biaya modal atas hutang umumnya mudah diperkirakan karena besarnya bisa
diperoleh dari tingkat bunga setelah pajak yang harus dibayar perusahaan jika
perusahaan melakukan pinjaman.
2.3.7.2.2 Biaya atas modal sendiri (cost of equity)
•
Ekuitas bagi suatu perusahaan seperti yang dicatat dalam neraca terdiri dari 2
sumber, yaitu modal dari pemegang saham (shareholder equity) dan laba ditahan
(retained earning). Metode untuk memperoleh nilai cost of equity adalah dividend
growth model. Dasar dari teori dividend growth model adalah hukum time value of
money dimana nilai uang saat ini lebih tinggi nilainya dibandingkan dengan nilai
uang di masa mendatang, dan lebih mengutamakan ketersediaan kas. Kesulitan
utama dalam menggunakan metode ini adalah menetapkan tingkat growth dari
perusahaan di mana tingkat growth diasumsikan konstan. Dividend growth model
dalam Reilly (2003) dinyatakan dalam perumusan sebagai berikut :
Ke = (D1 / Po) + g
Dimana :
D1 = dividen tahun 1
Po = harga pasar
g = growth
(Widjaja dan Tunggal,2006)
•
Biaya ekuitas adalah lebih abstrak karena investor mempunyai spektrum yang luas
pada alternatif investasi yang tersedia. Jika investor mengambil risiko yang lebih
tinggi, maka mereka harus ditawarkan prospek yang mempunyai pendapatan yang
lebih tinggi.
(Panggabean, 2005).
•
Menurut Widayanto sebagaimana dikutip oleh Adiningsih dan Sumarni (2005)
menyatakan bahwa untuk menaksir biaya ekuitas (modal saham) perlu pendekatan
berdasarkan tingkat pengembalian (return) yang diharapkan oleh pemegang saham
(owner’s expectation). Untuk menentukan biaya ekuitas harus berdasarkan nilai
pasar yang berlaku dan bukan nilai buku. Perhitungan biaya ekuitas dapat
menggunakan beberapa pendekatan, yaitu :
a. Pendekatan CAPM yaitu melihat biaya ekuitas sebagai penjumlahan dari
tingkat bunga tanpa risiko dan selisih antara tingkat pengembalian yang
diharapkan pasar dengan tingkat bunga tanpa risiko dikalikan dengan risiko
sistematis perusahaan (nilai beta perusahaan).
b. Pendekatan dividen yang melihat biaya ekuitas sebagai nilai dividen per
harga saham ditambah dengan persentase pertumbuhan dividen tersebut.
c.
Pendekatan price-earnings yang melihat biaya ekuitas sebagai nilai earning
per share (laba per saham) dibagi dengan current stock price (harga saham
sekarang).
•
Menurut Ruky sebagaimana dikutip oleh Adiningsih dan Sumarni (2005) biaya ekuitas
adalah biaya opportunitas ekuitas bila ditanamkan dalam bentuk investasi yang
sebanding, umumnya pada pasar modal diperoleh dengan mengaplikasikan CAPM.
2.3.8 Biaya Modal Rata-rata Tertimbang (WACC)
•
Menurut Adiningsih dan Sumarni (2005) biaya modal rata-rata tertimbang (Weighted
Average Cost of Capital) merupakan rata-rata tertimbang biaya hutang dan modal
sendiri,
menggambarkan
tingkat
pengembalian
investasi
minimum
untuk
mendapatkan Required Rate of Return (tingkat pengembalian yang diharapkan) oleh
investor yaitu kreditor dan pemegang saham.
•
WACC (Weighted Average Cost of Capital) adalah jumlah biaya masing-masing
komponen modal, misalnya pinjaman jangka pendek dan pinjaman jangka panjang
serta setoran modal saham yang bobotnya sesuai dengan proporsinya dalam strutur
modal saham. (Tunggal,2001).
2.4 Market Value Added (MVA)
Menurut Ruky sebagaimana dikutip oleh Winarto (2005) menyatakan bahwa
beberapa waktu ini telah diperkenalkan sebuah konsep yang dapat menyatakan besaran
yang langsung mengukur penciptaan nilai yaitu Market Value Added (MVA). Konsep
ini
dikembangkan oleh Stern, Stewart & Co., yang meyakini dan mempopulerkan MVA sebagai
satu-satunya alat ukur yang paling pas untuk sukses tidaknya suatu perusahaan dalam
menciptakan kekayaan bagi pemilik.
MVA dipilih karena konsep ini merupakan ukuran kinerja keuangan secara eksternal,
jadi bukan dari nilai pasar perusahaan yang merupakan hasil kali antara jumlah harga saham
yang beredar dengan harga pasarnya. Karena nilai pasar perusahaan memiliki kelemahan
yaitu untuk perusahaan yang telah go public, nilai pasarnya akan berubah ketika terjadi
penjualan saham baru, padahal penambahan pasar dengan cara itu bukanlah merupakan
usaha riil perusahaan, sehingga tidak dapat diakui sebagai prestasi kinerja keuangan
perusahaan. (Winarto, 2005).
Menurut Mirza dan Imbuh sebagaimana dikutip oleh Winarto (2005) MVA harus
menjadi tujuan utama perusahaan yang menitikberatkan pada kemakmuran pemegang
saham. Tujuan utama perusahaan adalah memaksimumkan kesejahteraan pemegang saham
yang dilakukan dengan memaksimumkan MVA.
2.4.1 Definisi Market Value Added (MVA)
•
Market Value Added (MVA) adalah perbedaan antara modal yang ditanamkan di
perusahaan sepanjang waktu (untuk keseluruhan investasi baik berupa modal,
pinjaman, laba ditahan dan sebagainya) terhadap keuntungan yang dapat diambil
sekarang, yang merupakan selisih antara nilai buku dan nilai pasar dari keseluruhan
tuntutan modal. (Winarto, 2005).
•
Market Value Added (MVA) adalah kemakmuran pemegang saham dimaksimumkan
dengan memaksimumkan kenaikan nilai pasar dari modal perusahaan di atas nilai
modal yang disetor pemegang saham. (Sartono, 2001).
•
Menurut Mirza dan Imbuh sebagaimana dikutip oleh Winarto (2005) MVA adalah
Economic Value Added yang dihasilkan oleh kinerja manajerial sepanjang umur
perusahaan yang di-present value-kan.
2.4.2 Perhitungan Market Value Added (MVA)
Menurut Ruky sebagaimana dikutip oleh Winarto (2005). Nilai tambah pasar MVA
dari sebuah perusahaan merupakan hasil dari selisih nilai pasar perusahaan dikurangi oleh
komponen biaya yang telah dikeluarkan perusahaan untuk modal investasinya. Nilai pasar
perusahaan ditandai dengan perolehan besarnya nilai perusahaan yang dihargai pada pasar
saham, yang merupakan pengali antara harga saham dan jumlah saham yang tersedia.
MVA merupakan kenaikan nilai pasar suatu perusahaan yang dilakukan dengan
memaksimumkan selisih antara market value of equity dengan jumlah yang ditanamkan
investor ke dalam perusahaan agar kemakmuran pemegang saham maksimum. MVA
mencerminkan seberapa besar nilai tambah yang berhasil dikapitalisasi dan memperbesar
nilai kapital yang digunakan oleh perusahaan.
Menurut Brigham sebagaimana dikutip oleh Winarto (2005). Perhitungan MVA adalah
sebagai berikut :
MVA = Market value of equity – Equity capital supplied by shareholders
MVA = Nilai pasar – Modal diinvestasikan
MVA = (Market value – Book value) x shares outstanding
Berdasarkan formula diatas, kekayaan atau kesejahteraan pemilik akan bertambah
jika MVA bertambah.
Nilai pasar perusahaan merupakan nilai pasar terhadap keseluruhan tuntutan
terhadap aktiva perusahaan, yaitu berupa ekuitas, bunga minoritas dan hutang.
Nilai pasar perusahaan = nilai pasar saham biasa + bunga minoritas + hutang
jangka pendek + hutang jangka panjang + hutang jangka panjang lain.
Untuk menghitung nilai buku ekonomis per lembar saham digunakan perhitungan
sebagai berikut :
Nilai buku ekonomis per lembar saham
= (EAT / the number of share outstanding) / (EAT / Equity)
= (EAT / the number of share outstanding) x (Equity / EAT)
= EPS / ROE
2.4.3 Konsep Market Value Added (MVA)
a. Jumlah saham yang beredar yaitu jumlah saham yang beredar pada tahun tertentu
dari masing- masing emiten.
b. Harga saham adalah harga pasar saham pada saat penutupan akhir suatu tahun
tertentu.
c.
EPS merupakan salah satu rasio keuangan yang sering digunakan investor saham
atau calon investor untuk menganalisis kemampuan perusahaan mencetak laba
berdasarkan saham yang dimiliki.
EPS = laba bersih – dividen saham preferen / rata-rata tertimbang jumlah saham
biasa yang beredar.
EPS dapat digunakan untuk menganalisis profitabilitas suatu saham oleh para analisis
surat berharga. EPS positif berarti perusahaan laba dan sebaliknya.
Keseluruhan proses kerja yang dilakukan perusahaan pada akhirnya akan
mendapatkan penghargaan dari pemilik modal. Penilaian baik buruknya usaha yang
dilakukan mempertimbangkan kesempatan nlai tambah yang akan didapatkan
pemilik modal terhadap investasi yang dilakukan. Pada gambar dibawah ini
memperlihatkan proses pertambahan nilai yang dilakukan perusahaan akan
memperhitungkan pertambahan nilai ekonomis EVA serta pertambahan nilai pasar
MVA. Pada akhirnya akan menghasilkan harapan penciptaan nilai yang diperoleh
pemilik modal
Dari hasil MVA dapat diklasifikasikan perusahaan dengan MVA tinggi dan perusahaan
dengan MVA rendah.
Perusahaan dengan MVA tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang
mempunyai MVA rendah.
•
Memiliki nilai pasar (market value) lebih besar yang berarti perusahaan tersebut
dihargai lebih baik dipasarnya daripada nilai bukunya.
•
Memiliki nilai buku yang lebih rendah dari nilai pasarnya.
•
Memiliki jumlah saham yang beredar lebih banyak.
•
Kinerja harga saham yang lebih baik dan aktif dalam transaksi sehingga adanya ratarata kenaikan harga saham perusahaan yang ditawarkan di pasar.
•
Kinerja perusahaan yang lebih baik.
Untuk mengklasifikasikan apakah perusahaan mempunyai MVA yang tinggi atau rendah,
terlebih dahulu perlu diketahui nilai rata-rata dari perusahaan-perusahaan. Setelah nilai ratarata diperoleh baru dapat ditentukan bahwa MVA di bawah nilai rata-rata adalah MVA
dengan klasifikasi rendah dan MVA di atas nilai rata-rata adalah MVA klasifikasi tinggi.
(Winarto, 2005)
2.4.4 Cara Meningkatkan Market Value Added (MVA)
Menurut Stewart, sebagaimana dikutip oleh Winarto (2005), Cara meningkatkan MVA
dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu :
a. Meningkatkan efisiensi operasional yang berpengaruh dan selisih antara rate of
return dan WACC (Weighted Average Cost of Capital). Rate of return = NOPAT /
capital. Capital = jumlah dana yang terdiri dari hutang berbunga dan ekuitas saham.
b. Menambah jumlah modal yang diinvestasikan ke dalam suatu proyek di mana selisih
antara rate of return dan WACC (Weighted Average Cost of Capital) berharga positif.
c.
Menarik kembali modal dari operasional jika rate of return lebih kecil dari WACC.
2.4.5 Hubungan antara Market Value Added (MVA) dan Economic Value
Added (EVA)
Menurut Ruky sebagaimana dikutip oleh Winarto (2005) MVA mencerminkan
seberapa besar nilai tambah yang berhasil dikapitalisasi dan memperbesar nilai kapital yang
digunakan oleh perusahaan.
EVA mencerminkan kompensasi yang lebih tinggi atas laba dibandingkan biaya
modal, yang berarti manajemen mampu menciptakan peningkatan kekayaan bagi
perusahaan/pemilik modal. (Adiningsih dan Sumarni,2005).
Menurut Rousana sebagaimana dikutip oleh Adiningsih dan Sumarni (2005), dimana
dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa EVA belum banyak digunakan oleh para investor
(domestik) di BEJ sebagai alat untuk menganalisis kinerja suatu perusahaan. Hasil korelasi
antara EVA dan MVA pada perusahaan-perusahaan yang listed di BEJ tidak menunjukkan
korelasi yang signifikan. Rousana mengemukakan tidak signifikannya korelasi antara EVA dan
MVA membuktikan bahwa belum efisiennya pasar modal di Indonesia (BEJ), Para investor
belum menggunakan sepenuhnya informasi yang tersedia untuk menganalisis suatu saham
perusahaan, sehingga harga saham yang terjadi belum mencerminkan semua informasi yang
ada.
Menurut Dewanto sebagaimana dikutip oleh Adiningsih dan Sumarni (2005),
mendapat kesimpulan yang sama tentang EVA yaitu bahwa EVA tidak berkorelasi secara
signifikan terhadap MVA namun berkorelasi secara signifikan terhadap proporsi utang dan
proporsi saham. Perubahan pada proporsi struktur modal sendiri ini mempengaruhi nilai EVA.
EVA dan MVA terdapat hubungan atau korelasi yang tidak begitu kuat, karena EVA
dan MVA adalah variabel independent yang tidak saling berhubungan satu sama lain, di
mana besarnya nilai EVA tidak mencerminkan nilai MVA dan demikian pula sebaliknya. Hal ini
sejalan dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Reilly (2003) bahwa antara EVA dan MVA
tidak selalu terdapat korelasi. Ada tidaknya korelasi antara EVA dan MVA sangat ditentukan
oleh waktu atau periode saat analisis dilakukan, seberapa cepat nilai EVA tercermin dalam
harga saham, atau adanya faktor lain yang mempengaruhi besaran MVA selain EVA (seperti
market interest rates dan perubahan ekspetasi perusahaan di masa yang akan datang).
Berdasarkan MVA dapat dibuat kontrak untuk menentukan besarnya bonus kinerja
bagi pengelola. Masalahnya, MVA adalah ukuran kumulatif jangka panjang. Padahal bonus
kinerja biasanya perlu dibayar tiap tahun. Sebagai pendekatan bagi penciptaan nilai setiap
tahunnya, diperkenalkan konsep Economic Value Added (EVA) atau konsep nilai tambah
ekonomis.
EVA adalah laba operasional bersih setelah pajak dikurangi biaya modal. Biaya modal
telah mencakup biaya bunga hutang dan biaya ekuitas (biaya modal sendiri). Jika laba ini
lebih besar dari biaya modal, maka terciptalah nilai tambah bagi perusahaan. Dalam jangka
panjang, penciptaan nilai tahunan ini akan tercermin dalam MVA.
Bonus bagi pengelola dapat diberikan tiap akhir tahun dalam bentuk tunai dihitung
berdasarkan persentase dari EVA atau bisa juga dalam jangka panjang berupa saham atau
yang lebih tinggi lagi seperti opsi saham sebagai persentase dari MVA. Dengan penetapan
bonus kinerja seperti ini, keinginan pengelola akan lebih sejalan dengan keinginan pemilik.
MVA menjelaskan seberapa besar kekayaan yang dapat diciptakan atau dihilangkan
saat ini dan EVA menggambarkan efisiensi dalam suatu periode tertentu. Dari kedua metode
pertambahan nilai EVA dan MVA ini dapat diperlihatkan evaluasi perusahaan publik.
Keduanya menjelaskan seberapa besar kekayaan yang dapat diciptakan ataupun sebaliknya
dihilangkan oleh perusahaan selama melakukan kegiatan operasionalnya.
Kedua metode nilai tambah ini dapat dijadikan acuan yang lebih baik bagi pemilik
modal untuk mempertimbangkan apakah perusahaan tersebut akan memberikan keuntungan
atau kerugian terhadap modal yang diinvestasikan. Para pemilik modal pada akhirnya akan
dapat memperhitungkan penambahan ataupun pengurangan nilai yang sebenarnya dari
kondisi riil perusahaan dengan pemanfaatan kedua konsep nilai tambah ini.
Pengukuran EVA dan MVA merupakan instrumen yang penting bagi penghargaan
nilai suatu perusahaan. EVA merupakan cuplikan periode pendek (biasanya setahun)
sementara MVA merupakan pengharapan pasar terhadap perusahaan tersebut pada periode
mendatang (yang lebih panjang). (Winarto,2005).
Meskipun hubungan antara EVA dan MVA tidak secara langsung, EVA historis yang
negatif memungkinkan terjadinya MVA yang negatif, begitu juga sebaliknya jika EVA historis
positif, ada kecenderungan terjadinya MVA yang positif (Brigham & Houston,2001). Lebih
lanjut (Brigham & Houston,2001) menambahkan bahwa meskipun EVA historis suatu
perusahaan negatif belum tentu MVA-nya negatif. Hal ini karena untuk menghitung MVA
didasarkan pada harga saham, sehingga MVA lebih terpengaruh oleh kinerja yang diharapkan
di masa mendatang dibanding kinerja historis perusahaan. MVA merupakan nilai kini (present
value) seluruh proyeksi EVA selama umur perusahaan (investasi) yaitu nilai kini EVA tahun
pertama, kedua, ketiga dan seterusnya selama periode waktu tetap (fixed time period)
ditambah dengan nilai kini dari EVA pada periode kekal (perpetuity period).
2.5 Kinerja
2.5.1 Definisi Kinerja Perusahaan
•
Menurut Drucker (1982 : 134) sebagaimana dikutip oleh Mulia (2002) kinerja
perusahaan adalah tingkat prestasi (karya) atau hasil yang dicapai kadangkadang dipergunakan untuk mencapai suatu hasil yang positif.
•
Menurut Helfert (1983 : 53) dalam Jurnal Pusat Penerbitan dan Publikasi
Ilmiah FE-UMI Vol. 7 No. 21 Oktober, 2006. kinerja perusahaan adalah hasil
atau akibat dari proses pengambilan keputusan secara kontinyu oleh
manajemen perusahaan yang dilakukan dalam bidang investasi, operasi dan
pendanaan.
2.5.2 Manfaat Pengukuran Kinerja
•
Manfaat kinerja menurut Maher dan Deakin (1997 : 298) sebagaimana dikutip oleh
Mulia (2002) bahwa evaluasi kinerja dan sistem intensif dirancang untuk mendorong
para pegawai agar berperilaku seolah-olah tujuan mereka selaras dengan tujuan
perusahaan dimana hal tersebut menghasilkan keselarasan perilaku, yaitu individu
berperilaku sebaik mungkin demi kepentingan organisasi tanpa memperdulikan
tujuannya sendiri.
2.6 Investasi
2.6.1 Pengertian Investasi
ƒ
Investasi adalah Pengeluaran untuk memperoleh kekayaan, peralatan, dan aktiva
modal lainnya yang dapat menghasilkan pendapatan, dapat diartikan juga sebagai
suatu pengorbanan dalam bentuk penundaan pengeluaran sekarang untuk
memperoleh keuntungan (return) yang lebih baik di masa mendatang (duves.net,
2007).
2.6.2 Tipe-tipe Investor
ƒ
Ada tiga tipe investor yang dikenal yaitu:
a. Risk Avoider (penghindar resiko) disebut juga investor konservatif, yaitu tipe
investor yang sangat menghindari resiko karena takut asetnya hilang. Tipe
ini biasanya berinvestasi dalam bentuk tabungan, deposito dan obligasi
pemerintah (surat utang negara). Return yang didapat relatif kecil.
b. Low Risk Low Return Risk Moderate/Medium, yaitu tipe investor yang sangat
memperhitungkan resiko akan tetapi mengharapkan return tertentu (lebih
tinggi dari risk avoider) sehingga tipe investor ini biasanya berinvestasi di
Reksadana.
c.
Risk Taker, yaitu tipe investor yang sangat berani mengambil resiko dengan
harapan mendapatkan return yang tinggi pula. Tipe investor ini biasanya
berinvestasi di pasar uang, saham dan HYIP (High Yield Investment
Program) (duves.net, 2007).
2.7 Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran dalam penelitian ini ditujukan untuk mengetahui seberapa besar
nilai EVA (Economic Value Added) dan MVA (Market Value Added) dari perusahaan makanan
dan minuman yang terdaftar di BEJ dengan menggunakan teori-teori dalam studi keuangan.
Data-data perusahaan yang ada diperoleh dari Bursa Efek Jakarta berupa laporan keuangan
perusahaan selama tahun 2001-2005.
Economic Value Added (EVA) adalah laba operasi setelah pajak dikurangi dengan
biaya modal (cost of capital) dari seluruh modal yang dipergunakan untuk menghasilkan laba
tersebut. (Adiningsih dan Sumarni,2005).
EVA yang positif menandakan bahwa tingkat pengembalian yang dihasilkan melebihi
biaya modal, keadaan ini menunjukkan bahwa perusahaan berhasil menciptakan nilai (create
value) bagi pemilik modal. Dan EVA yang negatif menandakan bahwa tingkat pengembalian
yang dihasilkan lebih rendah daripada tingkat pengembalian yang dituntut investor, keadaan
ini menunjukkan bahwa perusahaan tidak berhasil menciptakan nilai (No Value Added) bagi
pemilik modal. (Adiningsih dan Sumarni,2005).
Sedangkan MVA didapat dengan mengalikan selisih antara harga pasar saham dan
nilai buku per lembar saham dengan jumlah saham yang dikeluarkan. (Adiningsih dan
Sumarni,2005).
MVA yang positif menandakan bahwa nilai pasar perusahaan lebih tinggi
dibandingkan nilai bukunya sehingga apresiasi investor tinggi terhadap perusahaan. Dan MVA
yang negatif menandakan bahwa nilai pasar lebih rendah dibandingkan nilai buku
perusahaan karena apresiasi investor terhadap perusahaan buruk. (Adiningsih dan
Sumarni,2005).
Variabel-variabel yang digunakan dalam perhitungan EVA adalah NOPAT, Invested
Capital, dan WACC (Weighted Average Cost of Capital). Dan variabel-variabel yang
digunakan dalam perhitungan MVA adalah nilai pasar saham perusahaan, nilai buku per
lembar saham, dan jumlah saham yang dikeluarkan. Nilai pasar saham perusahaan
dicerminkan oleh harga saham yang tercantum pada akhir periode penutupan selama tahun
tersebut berlangsung (umumnya 31 Desember), nilai buku per lembar saham diperoleh
dengan membagi total equity dengan jumlah saham yang beredar.
Berikut ini adalah kerangka pemikiran:
Laporan
keuangan
Analisis
dengan
metode EVA
EVA
positif
EVA
negatif
Create Value
Perusahaan
memberikan
keuntungan
kepada pemilik
modal terhadap
modal yang
diinvestasikan
Analisis
dengan
metode MVA
MVA
positif
No Value
Added
Nilai pasar
lebih tinngi
dibandingkan
nilai buku
perusahaan
Perusahaan
memberikan
kerugian kepada
pemilik modal
terhadap modal
yang
diinvestasikan
Apresiasi
investor
tinggi
terhadap
perusahaan
Gambar 2.1
”Kerangka Pemikiran”
Sumber: Hasil Pengolahan Data
MVA
negatif
Nilai pasar
lebih rendah
dibandingkan
nilai buku
perusahaan
Apresiasi
investor
terhadap
perusahaan
buruk
Download