PENDAHULUAN Latar Belalraav Penelitian Tanah di Indonesia sebagian besar terdiri dari tanah merah (Soepraptohardjo, 1961). Tanah tersebut didefinisikan sebagai tanah yang mernpunyai hue 5 R hingga lOYR, dan batas nilai serta kroma antara dua dan delapan. Selanjutnya Soepraptohardjo (1961) mengelompokkan tanah tersebut menjadi empat jenis tiulah, yaitu Podsoti Merah Kuning, Latosol. Lateritik, dan Mediteran Merah Kuning. Dari segi individu tanah, tiga jenis tanah yang pertitma telah dikenal sebagai tanah bermasalah, yaitu tanah yang mempunyai beberapa sifat sebagai faktor pembatas berkaitan dengan produktivitasnya untuk usaha pertanian. Pada ha1 luas tanah tersebut menurut Driessen dan Soepraptohardjo (1974) hampir 50 juta hektar yang tersebar di semua pulau besar seperti Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya; di samping pulau-pulau tertentu lainnya. Pada sisi lain, perkembangan penduduk, ekonomi dan industri daiam tiga dasawarsa belakangan ini cukup pesat yang konsekuensinya banyak memerlukan lahan. Ironinya bagi pembangunan pertanian, lahan yang digunakan untuk keperluan tersebut termasuk lahan subur. W a n produktif sangat deras diionversi ke penggunaan non-pertanian seperti pemukiman, perdagaagan, industri, sarana jalan dan olah raga dan lain-lain. Akibatnya Luas tanah subur semakin menciut, dan dapat mengganggu produksi pertanian. Padahal, hasil usaha pertanian semakin penting untuk menunjang kebutuhan pokok dalam negeri, sebagai barang komoditi ataupun soko- guru industri pertanian. Untuk mempertahankan dan mengembangkan usaha tersebut, para ahli mulai mengdihkan perhatiannya terhadap lahan kering, yang sebagian besar merupakan tanah merab bermasalah. Dengan luas yang sangat besar, tanah tersebut merupakan harapan utama untuk pengembangan pertanian, walaupun tantangannya akan semakin berat. Dalam Sakurai (1989) diiemukakan bahwa kendala utama tanah merah di daerah tropik lebih bersifat kimiawi daripada fisik. Hal ini berkaitan erat dengan proses hancuran iklim yang intensif. Selanjutnya Sakurai (1989) menerangkan bahwa bahan tanah cenderung didominasi oleh liat bermuatan variabel. Jenis liat utamanya adalah mineral liat tipe 1:1 dan liat oksida dan atau hidroksida. Pada keadaan lapang mineral-mineral tersebut umumnya mempunyai muatan permukaan negatif yang rendah (Uehara dan Gilman. 1981). Kapasitas tukar kation yang dimilikinya demikian rendah, sehingga aktivitasnya yang berkaitan dengan pertumbuhan tanaman juga rendah. Liat demikian disebut sebagai liat aktivitas rendah (LAR) dan tanah yang didominasi LAR dapat disebut tanah-LAR (lowactiviry clay soik). Tanah-LAR menurut Taksonomi Tanah (Soil Survey Srafl, 1975; 1992) mencakup tanah yang bersifat oksik, berhorison kandik atau oksik. Ini menunjukkan bahwa M e r i s t i k tanah-LAR cukup bervariasi. Ciri utamanya adalah KTK liat 1 1 6 m e per IOOg liat, dan KTK efektif 1 1 2 m e per lOOg liat. Salah satu komponen LAR pada tanah merah adalah besi oksida. Komponen ini menurut Schwertmann dan Taylor (1989) merupakan penjerap yang efisien bagi: (1) anion inorganik seperti silikat, fosfat, dan molihdat; (2) anion organik dan atau molekul antara lain sitrat, asam humik dan fulvik, dan bioside; (3) kation-kation -rti CO+ + ~ n + + , CU+ +, sebagai unsur hara esensial. Besi oksida juga &pat mempengaruhi struktur tanah melalui pembentukan agregat dan sementasi, serta warna tanah. Berdasarkan uraian tersebut di atas, besi oksi& sedikit banyak mampu menentukan sifat fisik, kimia, maupun kesuburan tanah. Pemahaman yang seksama terhadap karakteristik tanah-LAR dan besi oksida memungkinkan untuk memperlakukan tanah yang bersangkutan secara l e b ~ hbaik sebagai medium pertumbuhan d m sumber hara tanaman. Penelitian kedua ha1 tersebut mash sangat langka di Indonesia. Oleh karena itu, penelitian perlu dimulai sebagai langkah awal bagi pemecahan masatah tanah rnerah (LAR). Disamping itu penelitian merupakan upaya menemukan landasan pengelolaan yang lebih tepat dan beralasan untuk mengantisipasi pengembangan pertanian pada tanah merah berliat aktivitas rendah. -&an Penelitiao Liat (terrnasuk LAR) pada umumnya merupakan cerminan dari kondisi lingkungan pembentukan tanah. Sebagai komponen tanah, liat adalah fase dari tanah yang melapuk mendekati keseimbangan dengan lingkungannya. Komponen LAR maupun tanah yang bersangkutan sebagai benda alarni belum difahami sepenuhnya, baik prilaku ataupun hubungan pengaruhnya satu sama lain, temtama yang berkaitan dengan masalah pertanian. Atas dasar ha1 tersebut serta .latar belakang yang telah dikemukakan, rnaka tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari: (1) karakteristik mineral dan sifat tanah-LAR, (2) Status penyediaan hara alami dan genesis tanah-LAR, dan (3) hubungan besi oksida terhadap beberapa sifat tanah. Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu dasar atau informasi bagi pengelolaan clan penilaian yang lebih rasional pada tanah terlapuk lanjut di Indonesia. Hiwtesis , Pada penelitian ini beberapa hipotesis diajukan sebagai berikut: (I). M e r i s t i k tanah berIiat aktivitas rendah bervarisi, dan dipengaruhi o1eh jenis bahan induk. (2). Tanah berbahan induk masam cendemng memiliki masalah A1 dan tanah berbahan induk basa memiliki masalah besi. (3). Besi oksida berpengaruh terhadap penurunart KTK-tanah serta peningkatan jerapan fosfat maksimum dan pH0-tanah . (4). Besarnya peranan besi oksida dipengaruhi oleh nisbahnya terhadap liat total; serta w t a n pengaruh komponen besi oksi& adalah Fe-o> Fe-d > Fe-k.