efektivitas pelapisan urea dengan arang aktif yang diperkaya

advertisement
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
EFEKTIVITAS PELAPISAN UREA DENGAN ARANG AKTIF YANG
DIPERKAYA MIKROBA INDEGENUS TERHADAP PENURUNAN
RESIDU HEKSAKLOROBENZEN DAN ENDRIN
TESIS
Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Derajat Magister
Program Studi Ilmu Lingkungan
Oleh
SRI WAHYUNI
A131208009
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit
2014 to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
EFEKTIVITAS PELAPISAN UREA DENGAN ARANG AKTIF YANG
DIPERKAYA MIKROBA INDEGENUS TERHADAP PENURUNAN RESIDU
HEKSAKLOROBENZEN DAN ENDRIN
TESIS
Oleh
SRI WAHYUNI
A131208009
Telah Disetujui Oleh Tim Pembimbing
Komisi
Pembimbing
Pembimbing I
Nama
Tandan Tangan
Tanggal
………………..
………..
Dr.rer.nat Atmanto Heru Wibowo, S.Si, M.Si. ………………..
NIP. 19740813 200003 1 001
............
Dr. Ir. Widyatmani Sih Dewi, MP.
NIP. 19631123 198703 2 002
Pembimbing II
Telah dinyatakan memenuhi syarat
Pada tanggal…………
2014
Ketua Program Studi Ilmu Lingkungan
Program Pascasarjana UNS
Dr. Prabang Setyono, M.Si
NIP. 197205241999031002
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
EFEKTIVITAS PELAPISAN UREA DENGAN ARANG AKTIF YANG
DIPERKAYA MIKROBA INDEGENUS TERHADAP PENURUNAN RESIDU
HEKSAKLOROBENZEN DAN ENDRIN
TESIS
Oleh
SRI WAHYUNI
A131208009
Telah dipertahankan di depan penguji dan dinyatakan telah memenuhi syarat pada
tanggal
Oktober 2014
Tim Penguji:
Jabatan
Nama
Tanda Tangan
Ketua
Dr. Prabang Setyono, M.Si.
NIP. 19720524 199903 1 002
………………
Sekretaris
Dr. Asep Nugraha Ardiwinata, M.Si
NIP. 19610302 1987031 002
Anggota
Penguji
Dr. Ir. Widyatmani Sih Dewi, MP.
NIP. 19631123 198703 2 002
……………..
……………….
Dr.rer.nat Atmanto Heru Wibowo, S.Si, M.Si.
NIP. 19740813 200003 1 001
Mengetahui:
Direktur
Program Pascasarjana
Ketua Program Studi
Ilmu Lingkungan
Prof. Ir. Ahmad Yunus, M.S.
NIP 19610717 198601 1 001
Dr. Prabang Setyono, M.Si.
NIP. 197205241999031002
commit to user
iii
……………..
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN KEASLIAN DAN PERSYARATAN PUBLIKASI
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa:
1.
Tesis yang berjudul: “EFEKTIVITAS PELAPISAN UREA DENGAN ARANG
AKTIF
YANG
DIPERKAYA
MIKROBA
INDEGENUS
TERHADAP
PENURUNAN RESIDU HEKSAKLOROBENZEN DAN ENDRIN ” ini adalah
karya penelitian saya sendiri dan tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh
orang lain untuk memperoleh gelar akademik serta tidak terdapat karya atau pendapat
yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang tertulis dengan acuan
yang disebutkan sumbernya, baik dalam naskah karangan dan daftar pustaka. Apabila
ternyata di dalam naskah tesis ini dapat dibuktikan terdapat unsur-unsur plagiasi, maka
saya bersedia menerima sangsi, baik Tesis beserta gelar magister saya dibatalkan serta
diproses sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2.
Publikasi sebagian atau keseluruhan isi Tesis pada jurnal atau forum ilmiah harus
menyertakan tim promotor sebagai author dan PPs UNS sebagai institusinya. Apabila
saya melakukan pelanggaran dari ketentuan publikasi ini, maka saya bersedia
mendapatkan sanksi akademik yang berlaku.
Surakarta,
Oktober 2014
Yang membuat pernyataan,
Sri Wahyuni
A131208009
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO
“IMPIAN TIDAK AKAN TERWUJUD DENGAN SENDIRINYA,
KAMU HARUS BANGUN…BANGUN…DAN BANGUN…
UNTUK BERUPAYA MEWUJUDKANNYA.”
SETIAP PEKERJAAN DAPAT DISELESAIKAN DENGAN
MUDAH BILA DIKERJAKAN DENGAN HATI YANG TULUS
DAN SUNGGUH-SUNGGUH.
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kami panjatkan pada Allah SWT yang telah melimpahkan kasih
sayang-Nya, karunia-Nya untuk menyelesaikan penyusunan tesis ini guna memenuhi
persyaratan mencapai Derajat Magister pada Program Studi Ilmu Lingkungan. Penulis
menyadari bahwa keberhasilan
penyelesaian tesis ini banyak memperoleh motivasi,
bimbingan, arahan serta saran dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis
menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang sedalam-dalamnya kepada:
1.
Prof. Ir. Ahmad Yunus, M.S., selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas
Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan kesempatan untuk mengikuti studi S2
Program Pasca Sarjana, Program Studi Ilmu Lingkungan.
2.
Dr. Prabang Setyono, M.Si., selaku Ketua Program Studi Ilmu Lingkungan, Program
Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3.
Dr. Ir. Widyatmani Sih Dewi, M.P., selaku pembimbing I dalam penyusunan tesis ini
yang telah memberikan bimbingan, arahan, motivasi, dan nasihat dalam menyelesaikan
tesis ini.
4.
Dr.rer.nat Atmanto Heru Wibowo, S.Si., M.Si., selaku pembimbing II yang
memberikan ide-ide, motivasi, arahan yang berharga dalam penyelesaian tulisan tesis
ini.
5.
Kepada Prof. Tutik, pak Narto, Bapak dan Ibu Dosen serta seluruh staf Program Studi
Ilmu Lingkungan Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah
memberikan motivasi.
6.
Dr. Prihasto Setyanto, M.Sc., selaku Kepala Balai Penelitian Lingkungan Pertanian
yang telah memberikan pada penulis untuk ikut serta dalam penelitian APBN 2013 dan
menggunakan fasilitas laboratorium maupun lapang.
7.
Triyani Dewi, SP., M.Si, Ir. Muyadi, Dr. Asep Nugraha Ardiwinata, M.Si., E.S.
Harsanti, SP.M.Sc., yang telah memberikan bantuan, dukungan, dan motivasi sehingga
terselesaikannya tulisan ini.
8.
Santoso, Sarwoto, B.Sc., Slamet Riyanto, Wasidin, Kundono yang telah membantu
dalam pelaksanaan penelitian lapang.
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id
9.
digilib.uns.ac.id
Aji M Tohir, SP., Eman Sulaeman, SP., Cahyadi, Sudiyono, Ariswandi, Anik Hidayah,
Wahyu Purbalisa, yang telah membantu di laboratorium serta memberi semangat pada
penulis.
10. Ibunda Siti Fatimah (Alm) yang telah memberikan doa restu untuk mengikuti program
studi S2 dan saudara-saudaraku tercinta Indratin, Supriyanto, Sri Nurwati, Sudewi, Isti
Panca Isnaeni, Ahmad Setiyarsi, Ahmad Sutiyarso yang telah memberikan do’a,
motivasi pada penulis hingga terselesainya tulisan ini.
11. Yang tersayang suamiku Karsono, SP., putra putriku Aji Laksono, Dita Rizqi
Lupitasari, Ihsan Muhamad Iqbal atas do’a, pengertian, kesabaran, motivasi, kesetiaan,
pengorbanan yang tak ternilai harganya hingga dapat terselesaikan pendidikan S2 di
UNS.
12. Sahabatku Komarudin, Mbak Novi, Mbak Inna, Mas Yusdhi, Mas Danang dan rekanrekan seperjuangan S2 Program Studi Ilmu Lingkungan Pasca Sarjana Universitas
Sebelas Maret Surakarta angkatan 2012 atas motivasi, kebersamaan, dan do’a yang
tulus pada penulis.
Penulis berharap tulisan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
berkepentingan dibidang yang sama, dan kami menyadari bahwa tulisan ini belum
sempurna /masih banyak kekurangan, oleh sebab itu saran dan masukan dari pembaca
sangat kami harapkan.
Surakarta,
Oktober 2014
Penulis
Sri Wahyuni
NIM A131208009
commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN …………………………………………………..
ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI TESIS……………………………..
iii
PERNYATAAN OROSINALITAS DAN PUBLIKASI……………………..
iv
MOTTO………………………………………………………………………
v
KATA PENGANTAR…………………………………………………..……
vi
DAFTAR ISI…………………………………………………………….........
viii
DAFTAR TABEL…………………………………………………………….
x
DAFTAR GAMBAR………………………………………………………....
xi
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………...……..
xii
DAFTAR SINGKATAN……………………………………………………...
xiv
ABSTRAK……………………………………………..………………..........
xv
ABSTRACT…………………………………………………………………..
xvi
BAB I. PENDAHULUAN .…………………………………………………..
1
A. Latar Belakang ..…..………………………………….………….......
1
B. Rumusan Masalah…………………………………………………….
8
C. Tujuan Penelitian……………………………………………….…….
8
D. Manfaat Penelitian ..…………………………………………..…….
9
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA…………..…………………………..…….
10
A. Pangan dan Peningkatan Produksi Padi...……………………………
10
B. Penggunaan Pestisida…………………………………………….......
10
C. Pencemaran Pestisida …..…………………………….………….......
11
D. Dampak Penggunaan Insektisida…………………………………….
13
E. Penyehatan Lingkungan……………………………………………..
14
F. Mekanisme Degradasi Arang Aktif………………………………......
20
G. Kerangka Pikir Penelitian…………………………………….………
21
commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III. METODE PENELITIAN……...……………………………….......
22
A. Tempat dan Waktu……….………………………………………........
22
B. Bahan dan Alat………….……………………………….…………….
22
C. Jenis Penelitian……………………..…….………..………………….
23
D. Teknik Pengumpulan Data…..………..……………………………….
24
E. Variabel/Parameter yang Diamati……………………………..……...
25
F. Analisa Laboratorium………………………………….………...……
26
G. Analisa Populasi Mikroba…………………………………………….
34
H. Pengolahan Data….……….……………………………..……………
34
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN…………………………………….
35
A. Karakteristik Tanah……………………………………………….......
35
B. Karakteristik Biochar dan Arang Aktif……………..…………….......
39
C. Populasi Mikroba Awal Tanah Karawang……..……………………..
40
D. Populasi Mikroba Tanah Setelah Perlakuan…………..………………
41
E. Residu Insektisida…………………………………………………….
50
F. Pengamatan Agronomi…………………………………………….......
62
BAB V. SIMPULAN DAN SARAN…………………………………..……..
66
BAB VI. DAFTAR PUSTAKA…………………………………...…..……...
67
LAMPIRAN…………………………………………………………………..
71
commit to user
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
1. Residu Organoklorin dan Organofosfat pada Contoh Air, Tanah dan
Tanaman Padi di Daerah Jawa Barat. …………………….……………...
12
2. Pestisida Penyebab Kanker……………………………………………....
14
3. Hasil Analisa Tanah Awal Karawang, 2013……………………………..
36
4. Hasil Analisa Tanah Akhir/Panen, 2013...………………………..……..
37
5. Kualitas Biochar dan Arang Aktif Tempurung Kelapa dan Tongkol…....
40
6. Populasi Mikroorganisme Sampel Awal Tanah Karawang, 2013……….
41
7. Populasi Mikroorganisme Sampel Tanah Awal, 17, 50, 80, 90 HST ……
42
8. Populasi Bacillus subtilis 17, 50, 80, 90 HST pada Berbagai Perlakuan..
43
9. Populasi Bacillus cereus 17, 50, 80, 90 HST pada Berbagai Perlakuan..
46
10. Populasi Achoromobacter 17, 50, 80, 90 HST pada Berbagai Perlakuan .
47
11. Populasi Catenococcus 17, 50, 80, 90 HST pada Berbagai Perlakuan…..
48
12. Populasi Heliotrik 17, 50, 80, 90 HST pada Berbagai Perlakuan……….
49
13. Residu Insektisida Heksaklorobenzen dan Endrin pada Biochar, Arang
Aktif, dan Air untuk Pengairan…………………………………………..
51
14. Residu Insektisida dalam Sampel Tanah Awal Secara Komposit Asal
Karawang…………………………………………………………………
52
15. Residu Heksaklorobenzen dalam Air pada (1, 17, 35, 50, 80,90) HST…..
53
16. Residu Heksaklorobenzen dalam Tanah pada (1, 17, 35, 50, 80,90) HST.
55
17. Residu Endrin dalam Air pada (1, 17, 35, 50, 80,90) HST………………
56
18. Hasil Analisa Residu Insektisida Endrin di Tanah, Tahun 2013……. …..
57
19. Hasil Analisa Residu Insektisida Heksaklorobenzen dan Endrin pada
Beras, Tahun 2013……………………………………………………….
60
20. Penurunan Residu Heksaklorobenzen pada Berbagai Perlakuan……. ….
61
21. Penurunan Residu Endrin pada berbagai Perlakuan……………………..
62
22. Komponen Hasil Padi Saat Panen………………………………………..
64
commit to user
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
1. Struktur Senyawa Heksaklorobenzen…….………….……………….
6
2. Struktur Pestisida Endrin……………………………………………..
7
3. Tungku Pembuatan Arang……………………………………………
32
4. Tungku Pembuatan Arang Aktif…………………………………….
32
5. Mikroba Konsorsia……………….………………………………….
33
6. Alat Granulator …………………………..……………………………
33
7. Urea Berlapis Arang Aktif yang Diperkaya Mikroba Konsorsia ...……
34
8. Populasi Mikroba pada (Awal, 17, 50, 80, 90) HST ………………….
43
9. Populasi Bacillus subtilis pada (17, 50, 80, 90) HST …………………
45
10. Populasi Bacillus cereus pada (17, 50, 80, 90) HST…………………..
46
11. Populasi Achoromobacter (17, 50, 80, 90) HST………………………
47
12. Populasi Catenococcus (17, 50, 80, 90) HST …………………………
48
13. Populasi Heliotrik (17, 50, 80, 90) HST ………………………………
50
14. Pengambilan Contoh Air ………………………………………………
52
15. Penurunan Heksaklorobenzen di Air…………………………………..
54
16. Penurunan Heksaklorobenzen di Tanah……………………………….
55
17. Penurunan Endrin di Air pada Berbagai Perlakuan…….……………..
57
18. Penurunan Endrin di Tanah pada Berbagai Perlakuan…….…………..
59
19. Residu Heksaklorobenzen dan Endrin Pada Beras …………….…..….
61
20. Tinggi Tanaman Pada Berbagai Perlakuan…………………………….
63
21. Jumlah Anakan Pada Berbagai Perlakuan………………………………
64
22. Berat 1000 Butir…………………………………………………………
65
commit to user
xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Halaman
1. Kriteria Penilaian Hasil Analisa Tanah …………….………………..
72
2. Standar kualitas karbon aktif menurut SNI 06-3730-1995…………….
73
3. Detektor………………………………………………………………..
4. pH Tanah, DO, O2 pada Berbagai Perlakuan dan Pertumbuhan Tanaman
75
Padi……………………….………………………………………….
77
5. Segitiga Tekstur USDA ……………………....…………………………
78
6. Identifikasi Filogenetik Berdasarkan Analisa Sequensing 16S rDNA ….
79
7. Deret Standart Heksaklorobenzen dan Endrin…….…………………….
80
8. Analisa Sidik Ragam Sampel HCB di Air……………………………….
82
9. Analisa Sidik Ragam Sampel HCB di Tanah……………………………
84
10. Analisa Sidik Ragam Sampel Endrin di Air…………………………….
86
11. Analisa Sidik Ragam Sampel Endrin di Tanah…………………………
88
12. Hasil Korelasi/ Hubungan Antar Parameter…………………………….
96
13. Kromatogram Sampel Taanah Saat Panen……………………………….
97
14. Kromatogram Standar Heksaklorobenzen dan Endrin………………….
98
15. Suhu Tanah Pagi dan Siang Hari pada Berbagai Perlakuan…………….
99
16. Data Recovery…………………………………………………………...
100
17. Data Limit Deteksi………………………………………………………
101
18. Gambar Alat-Alat Penelitian……………………………………………..
102
19. Tata Letak Penelitian…………………………………………………….
105
20. Pelaksanaan Penelitian Lapang………………………………………….
105
21. Biodata Mahasiswa………………………………………………………
108
commit to user
xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR SINGKATAN
Singkatan
Uraian
AATJ
arang aktif tongkol jagung
AATK
arang aktif tempurung kelapa
ANOVA
Analysis of Variance
BPS
Badan Pusat Statistik
BTJ
biochar tempurung tongkol jagung
BTK
biochar tempurung kelapa
CEC
cation exchangable capacity
cfu
coloni formers unit
ECD
electron capture detector
FAO
Food and Agriculture Organization
GC
Gas Chromatography
Ha
Hektar
HCB
KB
Hexachlorobenzene
Kejenuhan Baha
KTK
Kapasitas Tukar Kation
LIPI
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
me
milliekuiivalen
ml
milliliter
MPN
Most Probable Number
OPT
Organisme Pengganggu Tanaman
P3HH
Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan
PAN
Pesticide Action Network
PHT
Pengendalian Hama Terpadu
POPs
Persistant Organic Poluttans
PP
Peraturan Pemerintah
PPI
Pusat Perizinan dan Investasi
commit to user
xiii
perpustakaan.uns.ac.id
ppm
digilib.uns.ac.id
part per million
PUSARPEDAL Pusat Sarana Pengendalian Dampak Lingkungan
RAK
Rancangan Acak Kelompok
SAS
Statistical Analysis System
SEM
Scaning Electron Microscopy
SNI
Standar Nasional Indonesia
t
UAATJ
ton
urea berlapis arang aktif tongkol jagung
UAATJM
urea berlapis arang aktif tongkol jagung yang diperkaya mikroba
UAATK
urea berlapis arang aktif tempurung kelapa
UAATKM
UBTJ
urea berlapis arang aktif tempurung kelapa yang diperkaya mikroba
urea berlapis biochar tongkol jagung
UBTJM
urea berlapis biochar tongkol jagung yang diperkaya mikroba
UBTK
urea berlapis biochar tempurung kelapa
UBTKM
urea berlapis biochar tempurung kelapa yang diperkaya mikroba
commit to user
xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Sri Wahyuni. NIM A131208009. 2014. EFEKTIFITAS UREA YANG DILAPISI
ARANG AKTIF DIPERKAYA DENGAN MIKROBA INDEGENUS DALAM
MENURUNKAN HESAKLOROBENZEN DAN ENDRIN. Tesis. Pembimbing I: Dr. Ir.
Widyatmani Sih Dewi, MP. Pembimbing II: Dr. rer.nat Atmanto Heru Wibowo, S.Si,
M.Si. Program Pascasarjana Program Studi Ilmu Lingkungan Universitas Sebelas Maret.
ABSTRAK
Residu heksaklorobenzen dan endrin masih ditemukan di lapangan, padahal senyawa ini
sudah tidak digunakan lagi oleh petani dan dilarang oleh pemerintah. Residu ini dapat
tinggal lama di dalam tanah dan sulit untuk tergradasi. Dengan pengayaan mikroba
diharapkan dapat mempercepat degradasi residu pestisida. Mikroba-mikroba tersebut
adalah Bacillus substillis, Heliothrix oregonensis, Catenococcus thiocycli, dan
Achoromobacter sp yang diperoleh dari penelitian pendahuluan hasil isolasi tanah idegenus
di Laboratorium Mikrobiologi LIPI Cibinong. Tanah untuk media tanam berasal dari Desa
Cilamaya, Kecamatan Cilamaya Wetan, Kabupaten Karawang. Penelitian dilaksanakan di
lapang dengan menggunakan lysimeter di Kebun Percobaan Jakenan pada bulan Juli 2013
sampai Desember 2013. Penelitian ini menggunakan urea berlapis arang aktif dan biocar
yang diperkaya mikroba indegenus dengan rancangan acak kelompok (RAK) diulang tiga
kali. Tanaman yang digunakan adalah padi. Analisa residu insektisida dilakukan di
laboratorium Balingtan di Bogor dengan kromatografi gas, dengan metode SNI 06-6991.12004. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas pelapisan urea dengan
arang aktif yang diperkaya mikroba dalam menurunkan residu heksaklorobenzen dan
endrin. Hasil penelitian urea berlapis arang aktif dari tempurung kelapa yang diperkaya
dengan mikroba pada lahan sawah dapat menurunkan residu pestisida heksaklorobenzen
dan endrin masing-masing sebesar 33,1% dan 33,6%. Ada hubungan antara penurunan
heksaklorobenzen dan endrin terhadap populasi mikroba (p=0,001), pH tanah (p=0,05),
kandungan C (p=0,05), dan oksigen terlarut (p=0,05). Penelitian ini menunjukkan
penurunan heksaklorobenzen pada tanah dipengaruhi oleh peningkatan populasi mikroba
pada umur 17 HST (r= -0.384*), 50 HST (r= -0,541*), 80 HST (r=-0,538*), 90 HST (r= 0,537*). Hal ini diduga peran mikroba pendegradasi yang efektif karena arang aktif disukai
sebagai
rumahnya. Pengayaan dengan mikroba indegenus mampu meningkatkan
efektivitas urea yang dilapisi biochar dan urea yang dilapisi arang aktif tempurung kelapa
terhadap penurunan heksaklorobenzen dan endrin.
Kata Kunci: Arang aktif, mikroba, penurunan residu, lahan sawah
commit to user
xv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT
Hexachlorobenzene (HCB) and endrin residues are still remain in the land field these
compounds are no longer used by farmers and have been banned by the government. This
residue can stay in the soil longer and persistant. Microbial enrichment is expected to
accelerate the degradation of pesticide residues. Microbes stretcher are Bacillus substillis,
Heliothrix oregonensis, Catenococcus thiocycli, and Achoromobacter sp obtained from the
preliminary research results from soil isolation of idegenus in LIPI Cibinong Microbiology
Laboratory. Soil for the planting medium obtained from the village of Karawang, Regency
Cilamaya Wetan, Cilamaya District. The experiment was conducted
in the field by using lysimeter at the Experiment Jakenan station from July 2013 to
December 2013. The objective of the research is to obtain technology of activated carboncoated urea and biochar which enriched microbial indegenus. The experiment was used
randomized block design (RAK) with 3 replications. Plant used are rice. Insecticide
residue analysis was carried out in the laboratory in Bogor Balingtan using gas
chromatography (GC), with the SNI method 06-6991.1-2004. The purpose of this study
was to determine the effectiveness of urea coating enriched with activated carbon in
reducing microbial residues hexachlorobenzene and endrin. Results of research urea coated
activated carbon from coconut shell are enriched with microbes on paddy field can lower
pesticide residues of hexachlorobenzene and endrin respectively to 33.1% and 33.6%.
There is a relationship between the decline and hexachlorobenzene and endrin against
microbial population (p = 0.001), soil pH (p = 0.05), the content of C (p = 0.05), and
dissolved oxygen (p = 0.05). This study showed a decrease hexachlorobenzene residue on
soil microbial populations that are affected by the increase in the age of 7 DAP ( r = -0384
*), 50 DAP ( r = -0.541 * ), 80 DAP ( r = -0.538 * ), 90 DAP ( r = -0.537 * ). This is
presumably due to the role of microbes degrading effective as activated carbon as the
preferred home. Enrichment with microbial indegenus can improve the effectiveness of
urea coating biochar and urea coating activated carbon coconut shell to decrease
hexachlorobenzene and endrin.
Keywords: Activated carbon, microbes, decrease residue, paddy field
commit to user
xvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
xvii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Laju pertumbuhan penduduk Indonesia semakin lama semakin meningkat,
Sensus jumlah penduduk Indonesia Desember 2012 mencapai 259 juta jiwa,
sehingga kebutuhan akan panganpun semakin meningkat, (BPS, 2012). Pada tahun
1970-an perdebatan ketahanan pangan pada suatu negara mampu menyediakan
pangan yang cukup bagi seluruh penduduknya. Tahun 1980, fokus kebijakkan tidak
hanya lingkup nasional, namun pada tingkat rumah tangga, bahkan sampai individu
(Suryana, 2008). Akhir-akhir ini ketahanan pangan dihadapkan pada permasalahan
lingkungan yang mendapat perhatian serius, antara lain: perubahan iklim, dan
pencemaran bahan beracun berbahaya di lahan pertanian seperti bahan agrokimia
(pestisida). Inovasi teknologi menjadi prioritas dalam upaya mitigasi kerusakan
lingkungan melalui kajian ekologis, dan dengan mempertimbangkan peningkatan
tuntutan konsumen terhadap keamanan produk pertanian yang sehat dan higienis.
Penggunaan
pestisida
didalam
pengelolaan
lahan
pertanian
telah
mengakibatkan peningkatan pencemaran lingkungan oleh bahan kimia buatan
manusia. Bahan kimia sering digunakan sebagai pemberantas organisme pengganggu
tumbuhan (OPT) yang merupakan kendala utama dari budidaya tanaman pangan
yang dihadapi petani hingga kini. Menghadapi ancaman serangan OPT, petani dan
pengusaha pertanian selalu berusaha melakukan pengendalian OPT dengan berbagai
teknik yang dianggap efektif. Pengendalian OPT dilakukan melalui cara fisik,
mekanik, budidaya, biologi, ataupun dengan cara kimia (penggunaan pestisida).
Penggunaan pestisida dalam prakteknya pasti meninggalkan polutan baik itu di
tanah, air, maupun produknya.
Diantara sumber polutan-polutan tersebut, salah satunya adalah
polutan
organik seperti organoklorin. Organoklorin merupakan polutan yang bersifat
persisten dan dapat terbioakumulasi dikompartemen lingkungan yang bersifat toksik
terhadap manusia dan makhluk hidup lainnya. Organoklorin tidak reaktif, stabil,
dengan kelarutan yang sangat tinggi didalam lemak, dengan memiliki kemampuan
terdegradasi yang rendah (Ebichon dalam Soemirat, 2005). Organoklorin termasuk
ke dalam golongan pestisida yang ampuh
membasmi hama, namun memiliki
commituntuk
to user
1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2
banyak dampak negatif terhadap lingkungan. Organoklorin yang bersifat persistent
dapat digolongkan dalam senyawa persistant organic poluttans (POPs) yang
mempunyai karakteristik
sulit terdegradasi dan kelarutannya yang tinggi dalam
lemak, serta dapat terakumulasi dalam jaringan hewan yang prosesnya disebut
biokonsentrasi. Hal yang sama disampaikan Ramadhani dan Oginawati (2009),
organoklorin tergolong sebagai senyawa Persistent Organic Pollutants (POPs) yaitu
senyawa kimia yang persisten di lingkungan, dapat mengalami bioakumulasi di
rantai makanan, dan memiliki dampak negatif terhadap kesehatan manusia dan
lingkungan pertanian. Hasil pemantauan senyawa POPs antara lain: aldrin, endrin,
heksaklorobenzen dan lain-lain oleh Pusarpedal (2013), mengatakan masih terdeteksi
senyawa POPs di lingkungan pertanian serta perkebunan, maka perlu adanya
pencegahan dan pengendalian dalam pemakaian senyawa POPs yang sudah dilarang
penggunaannya.
Pestisida secara umum diartikan sebagai bahan kimia beracun yang
digunakan untuk mengendalikan jasad penganggu yang merugikan kepentingan
manusia. Dalam sejarah peradaban manusia, pestisida telah cukup lama digunakan
terutama dalam bidang kesehatan dan bidang pertanian. Di bidang kesehatan,
pestisida merupakan sarana yang penting. Terutama digunakan dalam melindungi
manusia dari gangguan secara langsung oleh jasad tertentu maupun tidak langsung
oleh berbagai vektor penyakit menular. Berbagai serangga vektor yang menularkan
penyakit berbahaya bagi manusia, telah berhasil dikendalikan dengan bantuan
pestisida. Berkat pestisida, manusia telah dapat dibebaskan dari ancaman berbagai
penyakit berbahaya seperti penyakit malaria, demam berdarah, penyakit kaki gajah,
tiphus dan lain-lain.
Di bidang pertanian, penggunaan pestisida juga telah dirasakan manfaatnya
untuk meningkatkan produksi. Dewasa ini pestisida merupakan sarana yang sangat
diperlukan. Terutama digunakan untuk melindungi tanaman dan hasil tanaman,
ternak maupun ikan dari kerugian yang ditimbulkan oleh berbagai jasad pengganggu.
Bahkan oleh sebahagian besar petani, beranggapan bahwa pestisida adalah
sebagai “dewa penyelamat” yang sangat vital. Sebab dengan bantuan pestisida,
petani meyakini dapat terhindar dari kerugian akibat serangan jasad pengganggu
tanaman yang terdiri dari kelompok
hama,to penyakit
maupun gulma. Keyakinan
commit
user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3
tersebut, cenderung memicu pengunaan pestisida dari waktu ke waktu meningkat
dengan pesat.
Penggunaan
pestisida
mempunyai
kontribusi
paling besar
terhadap
peningkatan produksi pertanian sejak tahun 1970. Jumlah pestisida yang beredar di
Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat. Pada tahun 2006 terdaftar
sebanyak 1336 formulasi, 2008 jumlah pestisida yang beredar sebanyak 1702
formulasi, 2010 sebanyak 2048 formulasi, 2011 sebanyak 2247, 2013 sebanyak
2810 formulasi atau rata-rata terjadi kenaikan jumlah formulasi sebanyak 9% per
tahun menurut Pusat Perizinan dan Investasi (PPI, 2006; PPI, 2008; PPI, 2010; PPI,
2011; PPI, 2013). Insektisida menduduki peringkat formulasi terbanyak (887 merek
dagang), disusul kemudian herbisida (656 merek dagang) dan fungisida (387 merek
dagang) (PPI, 2011).
Berdasarkan data PPI (2006) dan PPI tahun 2008-2013 menggambarkan
penggunaan pestisida semakin intensif dan cenderung tidak terkontrol. Penggunaan
pestisida yang tidak terkontrol berakibat agroekologi pertanian dan kesehatan
manusia sebagai konsumen menjadi terabaikan. Pengendalian hama sebelum tahun
1997 program pengendalian hama terpadu (PHT), lebih banyak mengandalkan
pestisida jenis organoklorin yang memiliki toksisitas tinggi dan persistensi lama
dalam tanah sehingga berpotensi mencemari lingkungan.
Teknologi urea berlapis arang aktif adalah teknologi baru untuk mengurangi
pencemaran lingkungan pertanian dari bahan residu senyawa POPs. Untuk itu
teknologi ini perlu dilakukan pengkajian supaya diperoleh hasil yang bermanfaat
untuk menanggulangi pencemaran. Urea (NH2 CONH2) adalah pupuk kimia yang
mengandung kadar N tinggi yaitu 46%. Unsur N merupakan zat hara yang sangat
diperlukan oleh tanaman (Pusri, 2013). Urea mempunyai sifat yang higroskopis dan
mudah menguap, maka perlu adanya pelapisan supaya pemanfaatan pupuk N bisa
terserap maksimal oleh tanaman. Urea berlapis arang aktif maupun biochar, dapat
meningkatkan efektivitas penyerapan oleh tanaman karena sifatnya slow release dan
arang aktif maupun biochar dapat berfungsi untuk menurunkan residu pestisida di
dalam tanah maupun air.
Hasil penelitian Ardiwinata et al., (2009) menunjukkan bahwa dengan
penggunaan arang aktif dapat menurunkan
commitcemaran
to user pestisida organophosfat >50%.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4
Arang aktif adalah alkali lemah yang mempunyai kemampuan menyerap air dan
menahan udara, sedangkan arang aktif yang mengandung abu tinggi merupakan
alkali kuat (pH: 9-10) dan mempunyai luas permukaan yang besar (Ogawa, 1994).
Arang aktif yang dicampurkan ke dalam asam atau ke dalam tanah dengan akumulasi
garam, maka tanah akan ternetralisir dan mendekati netral dan meningkatkan
kapasitas tukar kation tanah, akan tetapi jika jumlah arang aktif terlalu banyak (1500
g/m2) maka tanah akan menjadi alkali yang dapat merusak pertumbuhan tanaman
pangan. Pada tanah netral sampai alkali seperti tanah abu vulkanik dan batu kapur
(limestone), arang aktif tidak mempengaruhi nilai pH (Ogawa, 1994). Persistent
organic pollutants (POPs) adalah senyawa organik yang tahan terhadap fotolitik,
degradasi biologis maupun kimia. POPs biasanya mengandung senyawa halogen dan
mempunyai sifat kelarutan rendah di dalam air, dan kelarutan yang tinggi di dalam
lipid. POPs diketahui tahan lama berada di lingkungan dan mempunyai efek jangka
panjang terhadap sistem imun, hormon, dan reproduksi manusia. Pestisida jenis
organoklorin adalah identik dengan POPs, karena terdapat gugus halogen pada
senyawanya. Jenis organoklorin tersebut adalah aldrin, heksaklorobenzen, chlordane,
mirex, dieldrin, toxaphene, DDT, dioxin, endrin, furans, heptaklor dan PCBs. UNEP
(United Nations Environment Programe) menaruh prioritas besar pada 12 jenis POPs
tersebut untuk diidentifikasi keberadaannya di lingkungan.
Hasil penelitian
UNESCO (1991) menunjukkan bahwa hampir di semua sampel tanah, air, dan
tanaman terdeteksi kandungan residu organoklorin seperti aldrin, dieldrin, DDT,
heptaklor dan lindan.
Berdasarkan klasifikasi kelas bahaya menurut WHO,
disulfoton, Famphur, mevinphos, aldicarb termasuk dalam kategori I (extremely
hazardous), sedangkan toxaphene, chlordane, DDT, heptaklor dan lindan termasuk
kategori II (highly hazardous). DDT, lindan termasuk moderate hazardous.
Wahyuni, et al. (2012), urea berlapis arang aktif yang diperkaya mikroba
Bacillus aryabattai mampu menurunkan residu aldrin, dieldrin, heptaklor dan DDT
lebih dari 50%. Setiap mikroorganisme mempunyai respons yang berbeda terhadap
faktor lingkungan (suhu, pH, salinitas dan sebagainya). Suhu, tinggi rendahnya suhu
mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme. Bakteri dapat tumbuh dalam rentang
suhu minus 5oC sampai 80oC, tetapi bagaimanapun juga setiap species mempunyai
rentang suhu yang pendek yang commit
ditentukan
oleh sensitifitas sistem enzimnya
to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5
terhadap panas. Bakteri dapat dikelompokkan berdasarkan pada kisaran suhu
pertumbuhannya, yaitu:
1. Psikrofil adalah bakteri yang dapat tumbuh pada suhu 0oC sampai 20oC. Suhu
optimumnya sekitar 15oC.
2. Mesofil adalah bakteri yang dapat tumbuh pada suhu 20oC sampai 45oC.
Bakteri mesofil dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu:
a. Mempunyai suhu pertumbuhan optimum 20-30oC.
b. Mempunyai suhu pertumbuhan optimum 35-40oC.
3. Termofil adalah bakteri yang dapat tumbuh pada suhu 35oC atau lebih.
Bakteri ini dapat dibedakan menjadi dua kelompok:
a. Fakultatif termofil adalah organisme yang dapat tumbuh pada suhu 37oC.
b. Obligat termofil adalah organisme yang dapat tumbuh diatas suhu 50oC.
Derajat keasaman (pH), pengaruh pH terhadap pertumbuhan tidak kalah
pentingnya dari pengaruh temperatur. Ada pH minimum, pH optimum, dan pH
maksimum. Rentang pH bagi pertumbuhan bakteri antara 4 - 9 dengan pH optimum
6,5-7,5. Jamur lebih menyukai pH asam, rentang pH pertumbuhan jamur dari 1 - 9
dan pH optimumnya 4 - 6. Selama pertumbuhan pH dapat berubah, naik atau turun,
bergantung kepada komposisi medium yang diuraikan. Bila ingin pH konstan selam
pertumbuhan harus diberikan larutan penyangga atau buffer yang sesuai dengan
media dan jenis mikroorganisme.
Arang aktif yang diperkaya mikroba konsorsia cenderung menurunkan residu
lindan dan aldrin lebih tinggi daripada arang aktif tanpa diperkaya mikroba konsorsia
lebih dari 50% pada tanaman sawi (Harsanti et al., 2013). Penggunaan arang aktif
dilahan sawah dapat meningkatkan jumlah bakteri di dalam tanah terutama disekitar
akar tanaman. Hasil penelitian Wahyuni et al., 2010 menunjukkan bahwa dengan
adanya arang aktif dapat meningkatkan populasi bakteri Azospirrillum sp; Bacillus
sp; Chromobacterium, sp; Pseudomonas, sp., ini berarti arang aktif dapat menjadi
media pertumbuhan mikroba dengan baik. Harsanti et al., 2010 mengatakan bahwa
penggunaan urea berlapis arang aktif yang diperkaya mikroba konsorsia mampu
menurunkan residu pestisida POPs pada tanah, 74-86% dan air 15-86%.
Hexachlrobenzene (HCB) C6Cl6 adalah padatan kristal putih yang memiliki
kelarutan diabaikan dalam air (2 xcommit
10-8 M)to dan
uservariabel kelarutan dalam pelarut
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6
organik yang berbeda. Heksaklorobenzen merupakan karsinogen hewan dan
dianggap sebagai penyebab kanker pada manusia. Heksaklorobenzen itu dilarang
digunakan di Amerika Serikat pada tahun 1966. Bahan ini telah diklasifikasikan oleh
Badan Internasional untuk Penelitian Kanker (IARC) sebagai Kelompok 2B
karsinogen (kemungkinan karsinogenik pada manusia). Data carcinogenicity hewan
heksaklorobenzena menunjukkan peningkatan insiden hati, ginjal (tumor tubulus
ginjal) dan kanker tiroid. Paparan kronis pada manusia telah terbukti menimbulkan
penyakit hati (porfiria cutanea tarda), lesi kulit dengan perubahan warna, ulserasi,
fotosensitivitas, efek tiroid, efek tulang dan hilangnya rambut. HCB sangat beracun
untuk organisme air. Hal ini dapat menyebabkan efek merugikan jangka panjang
dalam lingkungan air. Oleh karena itu, rilis ke saluran air harus dihindari karena
persisten di lingkungan. Investigasi ekologi telah menemukan bahwa biomagnifikasi
dalam rantai makanan tidak terjadi. HCB memiliki waktu paruh di tanah antara 3 dan
6 tahun. Risiko bioakumulasi dalam spesies air yang tinggi. Struktur senyawa
heksaklorobenzen disajikan dalam Gambar 1.
Gambar 1. Struktur Senyawa Heksaklorobenzen
(http://en.wikipedia.org/wiki/Heksaklorobenzen)
Endrin (C12H8Cl6O) adalah salah satu insektisida organoklorin yang telah
digunakan sejak tahun 1950-an untuk mengendalikan hama-hama pertanian terutama
hama padi, tebu, jagung, dan tanaman lainnya. Residu endrin dalam tanah berasal
dari aplikasi langsung ke tanah dan tanaman. Endrin dapat dipegang (retensi),
diangkut, atau terdegradasi dalam tanah tergantung banyak faktor. Retensi terbesar
terjadi didalam tanah dengan kandungan bahan organik tinggi. Senyawa ini
diperdagangkan dengan nama: Nendrin, OMS 197 dan Aldrin epoxide (IUPAC,
2011). Struktur pestisida endrin disajikan dalam Gambar 2.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
7
Gambar 2. Struktur Pestisida Endrin
Endrin merupakan racun akut yang mempengaruhi sistem saraf pada
manusia. Endrin cenderung terakumulasi dalam jaringan lemak organisme, terutama
mereka yang tinggal di dalam air. Sementara beberapa perkiraan menunjukkan waktu
paruhnya dalam tanah lebih dari 10 tahun. Makanan terkontaminasi dengan endrin
menyebabkan beberapa kelompok keracunan di seluruh dunia, terutama yang
mempengaruhi anak-anak sangat beracun untuk organisme air, yaitu ikan,
invertebrata air, dan fitoplankton. Endrin di tanah sulit untuk terdegradasi, untuk itu
perlu adanya teknologi untuk menanggulangi pencemaran tersebut. Adapun salah
satu cara untuk menurunkan cemaran Pestisida dengan menggunakan biochar
maupun arang aktif.
Biochar adalah bahan yang dihasilkan dari bahan organik di bawah suhu
tinggi dan kondisi oksigen yang rendah. Dalam beberapa tahun terakhir, perhatian
ilmiah telah difokuskan pada efeknya pada amandemen tanah dan restorasi ekologi.
Proses pirolitik mengubah asam biomassa menjadi komponen bio-minyak dan
alkalinitas diwariskan oleh biochar padat. Arang aktif tongkol jagung dan tempurung
kelapa mempunyai kelebihan dibandingkan dengan arang sekam padi maupun tandan
kosong kelapa sawit karena arang aktif dari tempurung kelapa maupun tongkol
jagung mempunyai kwalitas daya serap I2 masing-masing 901,1 mg/g dan 887,1
mg/g sedangkan standar SNI 06-3730-1995 nimimum daya serap I2 adalah 750 mg/g,
sehingga arang aktif tempurung kelapa dan tongkol jagung diatas standar SNI.
(Ardiwinata, 2009).
Teknologi pengayaan
arang aktif dengan
mikroba diduga mampu
meningkatkan kemampuan mendegradasi pestisida sehingga konsentrasi residu POPs
menjadi turun. Menurut Wahyuni et al., (2011), Bacillus aryabatthai mempunyai
kemampuan menurunkan residu insektisida POPs (aldrin, dieldrin, DDT, dan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
8
heptaklor) lebih dari 50% di dalam tanah, sedangkan penelitian sebelumnya telah
ditemukan mikroba konsorsia pendegradasi POPs pada konsentrasi POPs 5 ppm - 20
ppm (di dalamnya terdapat Bacillus, sp) dengan kemampuan mendegradasi residu
pestisida POPs di laboratorium selama 20 hari > 50% (91,06-100%). Hasil penelitian
Balingtan 2010 menunjukkan bahwa penggunaan urea berlapis arang aktif yang
diperkaya mikroba konsorsia mampu menurunkan residu pestisida POPs dilahan
sayuran dalam tanah, air dan tanaman 74 – 86 % ; 15-86%; dan tanaman di bawah
Batas Maksimum Residu yang ditentukan (Harsanti et al., 2010).
Menurut Harrad (2010), senyawa POPs ada 12 antara lain aldrin,
heksaklorobenzen, chlordane, mirex, dieldrin, toxaphene, DDT, dioxin, endrin,
furans, heptaklor dan PCBs, namun yang digunakan di bidang pertanian hanya
sekitar 8 jenis bahan aktif. Penggunaan urea berlapis arang aktif yang diperkaya
dengan mikroba pendegradasi senyawa POPs telah dilakukan pada tahun sebelumnya
pada skala rumah kaca dan lapang namun masih terbatas pada aldrin, dieldrin,
heptaklor, dan DDT. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian serupa untuk bahan
aktif senyawa POPs lainnya (heksaklorobenzen, dan endrin). Teknologi remediasi
(arang aktif, bioremediasi, dan kombinasinya) merupakan upaya penurunan tingkat
cemaran residu insektisida POPs pada lahan pertanian dan untuk meminimalisir
dampak negatif terhadap manusia dan lingkungan hidup sekitarnya.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pelapisan urea dengan biochar dan arang aktif mampu menurunkan residu
heksaklorobenzen dan endrin?
2. Apakah jenis biochar dan arang aktif mempengaruhi
efektivitas urea dalam
menurunkan residu heksaklorobenzen dan endrin?
3. Apakah pengayaan dengan mikroba konsorsia indegenus pendegradasi senyawa
POPs mampu meningkatkan efektivitas urea coating biochar dan arang aktif?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui kemampuan pelapisan urea dengan biochar dan arang aktif dalam
menurunkan residu heksaklorobenzen dan endrin.
2. Mengetahui jenis biochar dan arang aktif yang mampu mempengaruhi efektivitas
urea dalam menurunkan residu heksaklorobenzen dan endrin.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
9
3. Mengetahui pengayaan dengan mikroba konsorsia indegenus pendegradasi
senyawa POPs mampu meningkatkan efektivitas urea coating biochar dan arang
aktif.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Manfaat teoritis
a. Pengalaman dan masukan tentang penanggulangan lahan sawah yang tercemar
heksaklorobenzene dan endrin.
b. Referensi untuk evaluasi penanggulangan lahan sawah yang tercemar
heksaklorobenzene dan endrin.
c. Ketersediaan informasi tentang teknologi urea berlapis arang aktif yang
diperkaya dengan mikroba untuk menurunkan residu pestisida.
2. Manfaat praktis
a. Masukan bagi penentu kebijakan untuk memberikan informasi tentang
penanggulangan lahan sawah tercemar pestisida.
b. Dapat digunakan sebagai salah satu dasar untuk perbaikan kwalitas lahan
sawah.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pangan dan Peningkatan Produksi
Beras merupakan bahan pangan pokok sebagian besar penduduk Indonesia,
oleh sebab itu beras merupakan komoditas yang strategis dalam sistem
perekonomian nasional, usaha tani padi telah memberikan kesempatan kerja dan
pendapatan bagi lebih dari 21 juta rumah tangga dengan sumbangan pendapatan 2535% (Nurmanaf, 2006). Tersedianya pangan yang cukup bagi rumah tangga baik
jumlah maupun mutunya seperti dalam PP No. 68 Tahun 2002 tentang Ketahanan
pangan. Untuk mendorong produksi pangan yang optimal sekaligus mengendalikan
laju impor di bidang pangan, pemerintah memberikan kesempatan kepada petani
untuk dapat meningkatkan kesejahteraan bagi petani dan keluarganya dan
mendukung ketahanan pangan secara Nasional (Prihatin, 2012). Pemerintah dalam
meningkatkan produksi untuk pemenuhan pangan, telah melakukan berbagai upaya
antara lain ekstensifikasi, intensifikasi, dan diversifikasi. Salah satu program
intensifikasi adalah memasukkan input dalam usaha tani antara lain; penggunaan
bibit unggul, pemupukan, pemberantasan hama dan penyakit tanaman. Dalam
peningkatan produksi tanaman, tidak lepas dari penggunaan pestisida.
B. Penggunaan Pestisida
Pestisida adalah substansi kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus
yang digunakan untuk mengendalikan berbagai hama. Pestisida juga diartikan
sebagai substansi kimia dan bahan lain yang mengatur dan atau menstimulir
pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman. Sesuai konsep Pengendalian
Hama Terpadu (PHT), penggunaan pestisida ditujukan bukan untuk memberantas
atau membunuh hama, namun lebih dititikberatkan untuk mengendalikan hama
sedemikian rupa hingga berada dibawah batas ambang (Faizal, 2010). Pestisida
sebagai bahan beracun, termasuk bahan pencemar yang berbahaya bagi lingkungan
dan kesehatan manusia. Pencemaran dapat terjadi karena pestisida menyebar melalui
angin, melalui aliran air dan terbawa melalui tubuh organisme yang dikenainya.
Keunggulan penggunaan pestisida antara lain:
1. Mencegah dan membunuh hama secara cepat.
2. Memberantas gulma.
commit to user
10
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
11
3. Memberantas dan mencegah yang merusak tanaman maupun hasil pertanian
lainnya.
4. Dapat diperoleh secara cepat dan bisa dalam jumlah yang banyak.
5. Aplikasinya mudah, cepat, dan efektif sehingga mengurangi jumlah tenaga kerja.
Kelemahan penggunaan pestisida antara lain:
1. Meningkatnya populasi jasad pengganggu tanaman (timbulnya ketahanan hama
dan penyakit). Tujuan penggunaan pestisida adalah untuk mengurangi populasi
hama. Akan tetapi dalam kenyataannya, sering meningkatkan populasi jasad
pengganggu tanaman, sehingga tujuan penyelamatan kerusakan tidak tercapai. Hal
ini sering terjadi, karena kurang pengetahuan dan perhitungan tentang dampak
penggunaan pestisida.
2. Membunuh musuh alami.
3. Dapat meracuni manusia.
4. Mencemari lingkungan baik tanah, air, produk, maupun udara.
5. Merusak keseimbangan ekologi.
C. Pencemaran Pestisida
Pestisida sebagai bahan beracun, termasuk bahan pencemar yang berbahaya
bagi lingkungan dan kesehatan manusia. Pencemaran dapat terjadi karena pestisida
menyebar melalui angin, melalui aliran air dan terbawa melalui tubuh organisme
yang dikenainya. Pencemaran pestisida yang diaplikasikan di sawah beririgasi
sebahagian besar menyebar di dalam air pengairan, dan terus ke sungai dan akhirnya
ke laut. Memang di dalam air terjadi pengenceran, sebahagian ada yang terurai dan
sebahagian lagi tetap persisten. Meskipun konsentrasi residu mengecil, tetapi masih
tetap mengandung resiko mencemarkan lingkungan. Sebagian besar pestisida yang
jatuh ke tanah yang dituju akan terbawa oleh aliran air irigasi.
Residu pestisida sintesis sangat sulit terurai secara alami. Bahkan untuk
beberapa jenis pestisida, residunya dapat bertahan hingga puluhan tahun. Dari
beberapa hasil monitoring residu yang dilaksanakan, diketahui bahwa saat ini residu
pestisida hampir ditemukan di setiap tempat lingkungan sekitar kita. Kondisi ini
secara tidak langsung dapat menyebabkan pengaruh negatif terhadap organisma
bukan sasaran. Karena sifatnya yang beracun dan persisten di lingkungan, maka
residu yang ditinggalkan pada lingkungan
menjadi
commit
to usermasalah.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
12
Residu insektisida yang ditemukan di daerah Jawa Barat terdiri dari golongan
organoklorin (lindan, endrin, heptaklor, aldrin, DDT, dan endosulfan) dan golongan
organofosfat (klorpirifos, diazinon, paration, malation dan fenitrotion). Residu
pestisida tersebut ditemukan di daerah Kabupaten Cirebon, Indramayu, Subang,
Karawang,
Sukabumi,
Cianjur,
Bandung,
Garut,
Sumedang,
Majalengka,
Tasikmalaya, Ciamis dan Kuningan. Residu pestisida ditemukan pada contoh air,
tanah maupun tanaman padi, hal ini disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1. Residu Organoklorin dan Organofosfat pada
Contoh Air, Tanah dan
Tanaman Padi di Daerah Jawa Barat.
No.
Kabupaten
Organoklorin
Air
Tanah
Organofosfat
Beras
(ml/L) (mg/kg) (mg/kg)
1
Bogor
2
Air
(ml/L)
Tanah
Beras
(mg/kg) (mg/kg)
-
-
-
-
-
-
Sukabumi
0,0088
0,0253
0,0016
0,0082
0,0046
-
3
Cianjur
0,0033
0,0108
-
0,0030
-
-
4
Bandung
0,0048
0,0215
0,0015
0,0037
0,0127
-
5
Garut
0,0047
0,0108
0,0012
0,0042
0,0038
-
6
Tasikmalaya 0,0044
0,0311
0,0026
-
0,0022
-
7
Ciamis
0,0027
0,0067
0,0013
-
0,0024
-
8
Kuningan
0,0030
0,0268
0,0010
0,0024
-
0,0045
9
Cirebon
0,0048
0,0327
0,0013
0,0019
0,0044
0,0022
10
Majalengka
0,0106
0,0286
0,0022
0,0022
-
-
11
Sumedang
0,0065
0,0254
0,0019
0,0015
-
-
12
Indramayu
0,0049
0,0155
-
0,0027
-
-
13
Subang
0,0043
0,0279
0,0012
0,0017
-
0,0028
14
Purwakarta
-
-
-
-
-
-
15
Karawang
0,0044
0,0175
0,0028
0,0016
-
0,0061
16
Bekasi
-
-
-
-
-
-
0,0672
0,2806
0,0186
0,0331
0,0301
0,0156
Jawa Barat
Sumber: Ardiwinata et al, 2008.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
13
Penyebab timbulnya pencemaran pestisida pada umumnya terjadi karena
ketidak tepatan dalam menentukan jenis pestisida, dosis dan cara penggunaan
pestisida. Menurut (Ardiwinata et al., 2007), penggunaan pestisida secara tepat guna
meliputi:
1. Tepat jenis yaitu disesuakan jenis pestisida yang digunakan dengan jenis
organisme pengganggu tumbuhannya, misalnya untuk mengendalikan serangga
menggunakan insektisida, mengendalikan cendawan menggunakan fungisida,
mengendalikan gulma menggunakan herbisida.
2. Tepat dosis yaitu banyaknya pestisida yang diaplikasikan persatuan luas atau berat
atau volume sasaran disesuaikan dengan rekomendasi yang ditetapkan, misalnya
kg/hektar.
3. Tepat cara yaitu disesuaikan antara bentuk formulasi pestisida dan alat aplikasi
yang digunakan, misalnya penyemprotan, perendaman, penaburan, pengolesan.
4. Tepat sasaran yaitu disesuaikan dengan jenis komoditi tanaman serta jenis dan
cara hidup organisme pengganggu tumbuhan yang akan diaplikasi pestisida.
5. Tepat waktu yaitu pada waktu populasi organisme pengganggu tumbuhan telah
mencapai ambang pengendalian dan sebagian besar dalam stadium peka, keadaan
cuaca memenuhi syarat.
6. Tepat tempat yaitu disesuaikan dengan keadaan tempat yang akan diaplikasi
pestisida, misalnya lahan kering, lahan berair, rawa, gudang.
D. Dampak Penggunaan Insektisida
Insektisida sebagai salah satu komponen dalam pengendalian hama telah
memberi sumbangan yang nyata dalam pembangunan pertanian. Namun kenyataan
menunjukkan bahwa insektisida juga dapat menimbulkan dampak negatif terhadap
kesehatan manusia, dan pencemaran lingkungan. Salah satu dampak dari penggunaan
pestisida adalah tertinggalnya pestisida di komoditas pertanian dan di lingkungan
atau yang lebih dikenal dengan istilah residu pestisida. Menurut Winarno (1987)
bahwa bahan pangan yang tercemar pestisida dicurigai menyebabkan leukimia,
aplasticanemia, alergi dan asma. Selain itu, dampak negatif pestisida dapat terjadi
pada hewan/ ternak/ ikan/katak, timbulnya resistensi/resurjensi hama, terbunuhnya
musuh alami/ serangga berguna, pencemaran air dan tanah (Mustaqim dan Ma’aruf,
1990). Badan Perlindungan Lingkungan
Amerika
commit
to user(EPA) melaporkan bahwa berbasis
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
14
volume yang digunakan, 60% dari herbisida, 90% dari fungisida dan 30% dari semua
insektisida mempunyai potensi sebagai karsinogen; EPA menganggap bahwa tidak
ada aras aman untuk karsinogen (Short, 1994). Jenis pestisida yang berpotensi
menimbulkan kanker Tabel 2.
Tabel 2. Pestisida Penyebab Kanker
No.
Nama pestisida
No.
Nama pestisida
1.
Alaklor
16.
Laktofen
2.
Amitrol
17.
Lindan
3.
Asetoklor
18.
Maneb
4.
Asiforfen
19.
Mankozeb
5.
Baygon
20.
O-fenilfenol
6.
Benomil
21.
Permetrin
7.
DDE
22.
Pronamid
8.
DDT
23.
Propargit
9.
ETU
24.
Prosimidon
10.
Folfet
25.
Sipermetrin
11.
Haloksifop-metil
26.
Siprokonazol
12.
Heksaklorobenzen
27.
Telon II
13.
Isoprodion
28.
Terazol
14.
Kaptan
29.
TPTH
15.
Klorotalonil
30.
Trifluralin
Sumber: PAN (1994).
E. Penyehatan Lingkungan
Salah satu cara untuk menyehatkan lingkungan yang sudah tercemar dengan
pestisida adalah dengan mengaplikasikan biochar/arang aktif dalam tanah maupun
perairan.
1. Biochar
Biochar adalah bahan padat yang diperoleh dari karbonisasi dari biomassa
(Pari et al., 2012). Biochar merupakan substansi arang kayu yang berpori (porous),
sering juga disebut charcoal atau agri-char. Karena berasal dari makhluk hidup kita
sebut arang-hayati. Di dalam tanah,commit
biochar
menyediakan habitat yang baik bagi
to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
15
mikroba tanah misalnya bakteri yang membantu dalam perombakan unsur hara agar
unsur hara tersebut dapat di serap oleh tenaman, tapi tidak dikonsumsi seperti bahan
organik lainnya. Dalam jangka panjang biochar tidak mengganggu keseimbangan
karbon-nitrogen, bahkan mampu menahan dan menjadikan air dan nutrisi lebih
tersedia bagi tanaman. Biochar memiliki nilai penyerapan karbon yang cukup. Dalam
proses pembuatannya, sekitar 50% dari karbon yang ada dalam bahan dasar akan
terkandung dalam biochar, dekomposisi biologi biasanya kurang dari 20% setelah 510 tahun, sedangkan pada pembakaran hanya 3% karbon yang tertinggal. Dua hal
utama potensi biochar untuk bidang pertanian adalah afinitasnya yang tinggi
terhadap unsur hara dan persistensinya. Biochar lebih persisten dalam tanah,
sehingga semua manfaat yang berhubungan dengan retensi hara dan kesuburan tanah
dapat berjalan lebih lama dibanding bahan organik lain yang biasa diberikan.
Persistensi yang lama menjadikan biochar pilihan utama bagi mengurangi dampak
perubahan iklim. Walau dapat menjadi sumber energi alternatif, manfaat biochar
jauh lebih besar jika dibenamkan ke dalam tanah dalam mewujudkan pertanian
ramah lingkungan.
Penambahan biochar ke tanah meningkatkan ketersediaan kation utama dan
posfor, total N dan kapasitas tukar kation tanah (KTK) yang pada akhirnya
meningkatkan hasil. Tingginya ketersediaan hara bagi tanaman merupakan hasil dari
bertambahnya nutrisi secara langsung dari biochar, meningkatnya retensi hara, dan
perubahan dinamika mikroba tanah. Keuntungan jangka panjangnya bagi
ketersediaan hara berhubungan dengan stabilisasi karbon organik yang lebih tinggi
seiring dengan pembebasan hara yang lebih lambat dibanding bahan organik yang
biasa digunakan. Peran biochar terhadap peningkatan produktivitas tanaman
dipengaruhi oleh jumlah yang ditambahkan. Pemberian sebesar 0,4 sampai 8 t C/ha
dilaporkan dapat meningkatan produktivitas secara nyata antara 20 - 220%. Setiap
tahunnya
limbah
kehutanan,
perkebunan,
pertanian
dan
peternakan
yang
mengandung karbon mencapai ratusan juta ton dan sering menjadi masalah dalam hal
pembuangannya. Limbah jenis ini merupakan bahan sangat potensial diubah menjadi
biochar dalam berbagai tingkat teknologi produksi. Sebagai gambaran sederhana,
dari 50 juta ton produksi gabah tiap tahunnya ikut dihasilkan sekitar 60 juta ton
merupakan “limbah” (jerami dan sekam
padi)
yang dapat diproses menjadi biochar.
commit
to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
16
Penambahan biochar kedalam tanah pada beberapa penelitian memperlihatkan
berbagai macam keuntungan dalam kaitan memeperbaiki kualitas tanah, seperti:
a.
Meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK)
b.
Menurunkan kemasaman tanah
c.
Meningkatkan struktur tanah
d.
Meningkatkan daya ikat air (water holding capacity)
e.
Meningkatkan efesiensi pemupukan
f.
Meningkatkan respirasi mikroba tanah
g.
Meningkatkan biomassa mikroba tanah
h.
Menstimulasi simbiosis fiksasi nitrogen pada legum
2. Arang Aktif
Arang aktif merupakan senyawa karbon amorph, yang dihasilkan dari bahanbahan yang mengandung karbon atau dari arang yang diaktivasi sampai suhu 900oC
untuk mendapatkan permukaan yang lebih luas. Arang aktif dapat mengadsorpsi gas
dan senyawa-senyawa kimia tertentu atau sifat adsorpsinya selektif, tergantung pada
besar atau volume pori-pori dan luas permukaan. Daya serap arang aktif sangat
besar, yaitu 25-1000 kali terhadap berat arang aktif sehingga karbon aktif banyak
digunakan oleh kalangan industri. Arang aktif merupakan suatu padatan berpori yang
mengandung 85-95% karbon, sehingga mempunyai daya serap iod tinggi. Arang
aktif dapat dibuat dari limbah pertanian yang melimpah yaitu sekam padi atau
tempurung kelapa, atau limbah pertanian lainnya melalui proses pemanasan 500oC
selama 5 jam dan aktivasi pada tungku listrik dengan suhu 900oC selama 60 menit.
Potensi tersebut dapat dikembangkan untuk kepentingan pertanian. Keunggulan
arang aktif adalah dapat mengikat pencemar residu pestisida (organoklorin) berkisar
antara 0,0023 – 0,2290 ppm, slow release, menghemat pupuk urea 30-40%,
mengurangi kehilangan urea, baik dari penguapan dan pencucian, mempercepat
degradasi pestisida oleh mikroba. Selain itu arang aktif sebagai pelapis urea dapat
berfungsi sebagai penjerat pestisida dan rumah mikroba yang akan membantu proses
degradasi pestisida saat di dalam tanah. Teknologi ini menjadi alternatif bagi petani
dalam memilih pupuk urea dan bermafaat bagi lahan tercemar.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
17
3. Degradasi Residu Pestisida
Proses degradasi merupakan proses terjadinya peruraian pestisida setelah
digunakan dapat terjadi sebagai akibat adanya; mikroba, reaksi kimia, dan sinar
matahari. Prosesnya dapat terjadi setiap saat dari hitungan jam, hari, sampai tahunan
bergantung pada kondisi lingkungan dan sifat-sifat kimia pestisida (Manuaba, 2009).
Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa beberapa strain bakteri yang diisolasi
dari tanah mampu mendegradasi senyawa pestisida dan menggunakan pestisida
sebagai sumber karbon dan memiliki gen metabolisme dalam plasmidnya (Indratin,
2013). Bakteri yang tetap bertahan hidup di lingkungan yang mengandung pestisida
merupakan ekspresi bakteri yang mampu hidup dan dapat mendegradasi pestisida
(Wahyuni, 2012). Secara alami, mikroba tertentu mampu menyesuaikan hidup pada
tanah mengandung pestisida. Perkembangan populasi bakteri tanah adalah ciri
dinamika kehidupan di tanah. Terjadinya populasi bakteri pada tanah yang
mengandung pestisida mencirikan adanya proses degradasi terhadap pestisida.
Pendegradasian dapat terjadi melalui proses mineralisasi, secara utuh hasilnya
dimanfaatkan langsung oleh sel-sel mikroba. Untuk mengenali alur degradasi atau
biokonversi, beberapa hal seperti pengenalan karakter metabolisme mikroba, dan
spesifitas enzim terhadap substrat residu pestisida dapat menjadi acuan dalam upaya
menghilangkan cemaran pestisida di tanah (Rahmansyah & Sulistinah, 2009). Proses
degradasi oleh mikroba ini akan mengalami peningkatan bila temperatur, pH tanah
cocok untuk pertumbuhan mikroba, cukup oksigen, dan fertilitas tanahnya cukup
baik (Manuaba, 2009). Asupan sarana produksi berupa pupuk kimia ke dalam tanah
pertanian juga akan memberikan pola tersendiri dalam menstimulasi mikroba
fungsional yang ada di dalam tanah (Rahmansyah & Sulistinah, 2009). Pestisida
dikatakan persisten (persistent) jika dapat bertahan pada bidang sasaran atau pada
lingkungan dalam jangka waktu yang relatif lama sesudah diaplikasikan. Dengan
kata lain, pestisida yang persisten tidak mudah diuraikan oleh alam (Yuantari, 2009).
Pestisida tertentu memiliki ikatan kimia yang sulit didegradasi yang disebut dengan
unsur yang rekalsitran, dan ini berpotensi menjadi bahan pencemar. Keragaman
diversitas bakteri pada genera Alcaligenes, Flavobacterium, Pseudomonas dan
Rhodococcus mampu mendegradasi pestisida yang terdiri dari unsur rekalsitran.
Proses degradasi difasilitasi oleh adanya
commitenzim
to userfungsional yang dimiliki bakteri.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
18
Pestisida sebagai komponen asing di lingkungan tanah menimbulkan instabilitas
terhadap aktivitas enzim. Fosfatase dan esterase sebagai enzim hidrolisa yang
dihasilkan mikroba tanah dapat memutus susunan kimia pestisida yang memiliki
susunan rantai labil pada karbamat (Rahmansyah & Sulistinah, 2009).
Teknologi
bioremediasi
secara
sederhana
merupakan
usaha
untuk
mengoptimalkan kemampuan alami mikroorganisme untuk mendegradasi atau
mendaur ulang dengan memberikan reaktan anorganik esensial dan meminimumkan
tekanan abiotik. Bioremediasi adalah proses pembersihan perusakan atau
pencemaran tanah dengan menggunakan mikroorganisme (jamur, bakteri).
Bioremediasi bertujuan untuk memecah atau mendegradasi zat pencemar menjadi
bahan yang kurang beracun atau tidak beracun (karbondioksida dan air).
Keberhasilan proses bioremediasi harus didukung oleh disiplin ilmu lain, seperti
fisiologi mikroba, ekologi, kimia organik, biokimia, genetika molekuler, kimia air,
kimia tanah dan juga teknik. Mikroorganisme yang sering digunakan dalam proses
bioremediasi adalah bakteri, jamur, yeast, dan alga. Degradasi senyawa kimia oleh
mikroba di lingkungan merupakan proses yang sangat penting untuk mengurangi
kadar bahan-bahan berbahaya di lingkungan, yang berlangsung melalui suatu seri
reaksi kimia yang cukup kompleks. Dalam proses degradasinya, mikroba
menggunakan senyawa kimia tersebut untuk pertumbuhan dan reproduksinya melalui
berbagai proses oksidasi.
a. Kecepatan degradasi pestisida dipengaruhi terutama oleh:
1) Struktur kimia suatu senyawa toksikan faktor utama yang menentukan
kecepatan degradasi. Proses biodegradasi pestisida dipengaruhi oleh struktur
kimia pestisida yaitu: semakin panjang rantai karbon alifatik semakin mudah
mengalami degradasi, ketidakjenuhan dan percabangan rantai hidrokarbon
akan mempermudah degradasi, jumlah dan kedudukan atom-atom C1 pada
cincinan aromatik sangat memengaruhi degradasi, posisi terikatnya rantai
samping sangat menentukan kemudahan degradasi pestisida.
2) Kondisi lingkungan juga meliputi: tipe tanah, jumlah bahan organik tanah,
suhu, lamanya tanah tersebut ditanami, curah hujan, pH tanah.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
19
b. Mikroorganisme pendegradasi pestisida
Anthrobacter sp., Pseudomonas sp., dan Azotobacter sp. merupakan
mikroorganisme aerobik atau fakultatif pada kondisi anaerob dapat mendegradasi
klorobenzena.
Pseudomonas fluorescens tidak dapat mendegradasi DDT pada
kondisi aerobik. Bacillus cereus, Bacillus coagulans, Bacillus subtilis, Escherichia
coli dan Enterobacter aerogenes dalam medium ekstrak kedelai trypticase dapat
mendegradasi DDT menjadi dua sampai delapan metabolit. Tujuh metabolit bersal
dari bakteri aerob yaitu Bacillus. Metabolit yang hampir sama berasal dari reaksi
anaerob E. coli dan E. aerogenes namun kurang dari empat metabolit berasal dari
reaksi aerob dari organisme lain. Secara umum jalur metabolis pendegradasian DDT
(1,1,1-triehloro-2,2-bis (p-chlorophenyl)ethane) adalah DDT > DDD > DDMU >
DDMS > DDNU > (DDOH) > DDA > DBP or DDT > DDE.
Peran lain mikroba dalam bidang pertanian antara lain dalam teknologi
kompos bioaktif dan dalam hal penyediaan dan penyerapan unsur hara bagi tanaman
(biofertilizer). Kompos bioaktif adalah kompos yang diproduksi dengan bantuan
mikroba lignoslulotik unggul yang tetap bertahan di dalam kompos dan berperan
sebagai agensia hayati pengendali penyakit tanaman. Teknologi kompos bioaktif ini
menggunakan
mikroba
biodekomposer
yang
mampu
mempercepat
proses
pengomposan dari beberapa bulan menjadi beberapa minggu saja. Mikroba akan
tetap hidup dan aktif di dalam kompos, dan ketika kompos tersebut diberikan ke
tanah, mikkroba akan berperan untuk mengendalikan organisme.
c. Contoh proses degradasi pestisida
Proses degradasi residu pestisida dengan memanfaatkan enzim tidak mudah,
dalam penanganan limbah pestisida secara enzimatis, sistem yang dikembangkan
harus melalui tahap pengkajian yang teliti sehingga tidak diperoleh hasil yang tidak
diharapkan. Tidak semua jenis pestisida dapat dihidrolisis dengan menggunakan satu
jenis biokatalis enzim. Namun, proses ini bergantung jenis pestisida, jenis mikroba,
dan media pembiakan tempat berkembangnya bakteri tersebut sebelum dapat
digunakan. Harus ditentukan dulu jenis pestisidanya, jenis mikroba yang tumbuh
pada lahan pertanian yang akan didegradasi dengan enzim. Untuk menentukan enzim
penghidrolisis pestisida pada lahan pertanian, yang perlu dilakukan adalah dengan
menentukan jenis mikroba. Untuk itucommit
yang perlu
dicari terlebih dahulu mikroba yang
to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
20
hidup pada lahan pertanian tersebut. Bakteri yang didapat, kemudian dibiakkan
dalam media yang mengadung pestisida tertentu. Tujuannya supaya bakteri ini bisa
tahan terhadap zat beracun ini. Dalam media ini mikroba kemudian menghasilkan
enzim kasar yang akan dimurnikan dan selanjutnya diamobilisasi untuk
menghidrolisi jenis pestisida herbisida fenilkarbamat, maka jenis yang digunakan
adalah jenis enzim yang dihasilkan oleh mikroba dari genus Arthrobacter
(Arthrobacter sp). Caranya dengan membiakkan mikroba ini dalam medium
diklorofenosiastet terlebih dahulu. Setelah proses ini, enzim baru bisa dipakai untuk
menghidrolisi herbisida jenis fenol terklorinasi. Demikian juga untuk jenis pestisida
fenil karbamat digunakan jenis mikroba dari jenis genus Pseudomonas. Mikroba ini
dibiakkan dalam dalam herbisida fenilkarbamat dan akhirnya dapat digunakan untuk
menghidrolisis beberapa pestisida golongan fenil seperti karbamat dan asilanilida.
Setelah enzim ini jadi maka bisa digunakan dalam lahan pertanian. Bila berbentuk
pelet enzim bisa ditaburkan di atas lahan pertanian. Tapi bila berbentuk cair maka
enzim dapat dicampurkan di dalam larutan penyaring, untuk menghidrolisis air yang
mengandung pestisida pada lahan pertanian yang bersama dengan proses
penyaringan air. Enzim mempunyai keunggulan dalam mendegradasi pestisida,
karena biokatalis ini bisa digunakan dalam suhu ruang dan pH netral. Reaksi
enzimatis tidak memerlukan bahan kimia konvensional sehingga ramah lingkungan.
Bahan kimia biasa untuk mendegradasi kadang berbahaya karena menghasilkan efek
samping. Keuntungan lain reaksi enzimatis, pada saat degradasi tidak terpengaruh
oleh toksisitas limbah yang ada dibanding dengan cara biologis menggunakan
tanaman air. Enzim juga mampu menghasilkan reaksi yang bersih yang tidak berefek
samping lantaran memunyai kekhususan pada struktur molekul pembentuknya.
F. Mekanisme Degradasi Arang Aktif
Rongga arang aktif sangat disukai oleh mikroba (bakteri tanah pendegradasi
dan bakteri pengikat nitrogen) sebagai tempat tinggal (rumah), sehingga populasi
mikroba di dalam rongga meningkat karena terdapat nutrient C yang berasal dari
residu pestisida. Apabila residu pestisida masuk atau terperangkap di dalam rongga
arang aktif, maka residu pestisida tersebut akan didegradasi oleh mikroba
pendegradasi sehingga residu pestisida
commit toakan
user terurai/terdegradasi.
Apabila
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
21
konsentrasi residu pestisida di tanah dapat ditekan, maka konsentrasi residu pada
produk pertanian akan dapat diminimalisir.
G. Kerangka Pikir Penelitian
Pemanfaatan limbah pertanian
Tempurung kelapa
Tongkol jagung
Mengurangi pencemaran lingkungan
Biochar/Arang
Arang Aktif
Menurunkan residu insektisida
Endrin
Heksaklorobenzen
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III. METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di lapang yaitu di Kebun Percobaan Jakenan. Tanah
untuk penelitian diambil dari Desa Cilamaya Kecamatan Cilamaya Wetan Kabupaten
Karawang karena daerah ini merupakan sentra padi dan merupakan salah satu
lumbung pangan Nasional.
Preparasi dan analisa residu heksaklorobenzen dan
endrin dilaksanakan di Laboratorium Residu Bahan Agrokimia Laladon Bogor,
karakterisasi tanah, di lakukan di Laboratorium Terpadu Balai Penelitian Lingkungan
Pertanian, serta seleksi isolat dilakukan di Laboratorium mikrobiologi LIPI
Cibinong. Waktu pelaksanaan mulai bulan Juli 2013 hingga Desember 2013.
B. Bahan dan Alat
1. Bahan
Bahan penelitian meliputi limbah pertanian, bahan kimia dan bahan
pendukung yang diperlukan untuk memperlancar kegiatan penelitian di laboratorium
dan lapang. Limbah pertanian yang digunakan untuk membuat biochar dan arang
aktif adalah tempurung kelapa (Cocos nucifera) dan tongkol jagung (Zea mayz).
Tempurung kelapa dikumpulkan dari pasar Darmaga Bogor dan tongkol jagung dari
Jakenan Pati. Bahan kimia yang diperlukan untuk kegiatan analisa residu insektisida
heksaklorobenzen dan endrin, yaitu: aseton grade for analysis, n-heksan grade for
analysis, diklorometan grade for analysis, natrium sulfat anhidrat, kalium hidroksida,
cellite 545, asetonitril, petroleum eter, florisil, bahan standar insektisida POPs
(heksaklorobenzen “Merck” dengan kemurnian 99,5% dan endrin “Merck” dengan
kemurnian 98,9%).
Bahan lapang yang digunakan adalah bibit padi Ciherang umur 21 hari, urea
prill, urea berlapis biochar, urea berlapis arang aktif, urea berlapis biochar yang
diperkaya dengan mikroba, urea berlapis arang aktif yang diperkaya dengan mikroba,
SP-36 dan KCl. Mikroba pendegradasi senyawa POPs berasal dari hasil penelitian
pendahuluan yaitu hasil isolasi dari tanah indegenus yang akan digunakan untuk
media tanam yang berasal dari Karawang. Mikroba yang digunakan untuk
memperkaya adalah mikroba konsorsia hasil isolasi dari tanah indegenus hasil
commit to user
22
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
23
penelitian (Balingtan, 2013), yaitu Achoromobacter sp, Catenococcus thiocycli,
Heliothrix oregonensis, Bacillus cereus, Bacillus subtilis.
2. Alat penelitian
Alat-alat yang digunakan adalah pH meter, thermometer, botol semprot, rol
meter, kromatografi gas Varian 450 GC yang dilengkapi dengan detector electron
capture detector (ECD) dan kolom VF-1701 pesticides untuk mendeteksi residu
insektisida heksaklorobenzen dan endrin.
Alat Soxhlet digunakan untuk
mengekstrak tanah dan beras. Sedangkan untuk mengektrak analit
dalam air
digunakan corong pemisah. Pengrotari evaporator (Buchi R-114) digunakan untuk
menguapkan pelarut hasil ekstraksi, sedangkan untuk memurnikan contoh dari
pengganggu komponen analisa digunakan panjang kolom kromatografi fasa diam
alumina/silikat. Alat-alat gelas seperti gelas ukur, gelas piala, labu ukur, corong
pisah, labu bundar dan pipet. Tungku aktivasi arang aktif digunakan untuk
mengaktivasi arang tempurung kelapa dan tongkol jagung.
C. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian
eksperimental/lapang dengan
menggunakan Lysimeter untuk mengetahui efektivitas pengaruh urea berlapis
biochar yang diperkaya mikroba dalam penurunan residu heksaklorobenzen dan
endrin. Pelapisan urea dengan arang aktif dilakukan dengan cara granulasi dengan
perbandingan (berat/berat) urea : arang aktif. Cara pencampuran untuk 800g urea dan
200g arang aktif; 1) masukkan urea dalam granulasi, 2) masukkan ¼ bagian arang
aktif dalam alat granulasi yang telah diberi urea lalu alat granulasi diputar, 3)
semprot urea yang diberi
arang aktif
dengan molases sebanyak 15 ml secara
suspensi/kabut sambil diputar, 4) masukkan ¼ bagian arang aktif sambil diputarputar dan semprot pakai molases 15 ml, 5) masukkan lagi ¼ bagian arang aktif
sambil diputar-putar semprot molases 20 ml, 6) setelah terjadi pelapisan urea arang
aktif dengan baik lalu dikeringkan di bawah sinar matahari, setelah kering diambil.
Teknik pengkayaan arang aktif dengan bakteri pendegradasi dilakukan setelah
perlakuan pelapisan urea dengan arang aktif dengan cara menyemprotkan suspensi
bakteri ke permukaan arang aktif sebanyak 40 ml mikroba konsorsia 109 dalam 1 kg
urea berlapis biochar maupun arangcommit
aktif. to
Penelitian
ini menggunakan pupuk urea
user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
24
berlapis biochar dan arang aktif yang diperkaya bakteri pendegradasi sebagai materi
utama. Mikroba pendegradasi merupakan mikroba konsorsia terseleksi pada
percobaan laboratorium/pendahuluan hasil penelitian (Dewi et al., 2013).
Dosis pupuk yang digunakan adalah Urea 250 kg/ha SP-36 100 kg/ha dan KCl 100
kg/ha sesuai dengan dosis rekomendasi setempat. Waktu pemupukan; SP-36
diberikan 1 kali yaitu 1 (satu) hari sebelum tanam, Urea diberikan 1 kali: tanaman
umur 15 hari setelah tanam (HST), KCl diberikan 2 kali: tanaman umur 15 HST dan
30 HST. Tanaman yang digunakan adalah padi varietas Ciherang dengan umur bibit
21 hari dengan jarak tanam 20 x 20 cm, penelitian lapang ini disusun menggunakan
Rancangan Acak Kelompok (RAK). Rancangan ini terdiri atas 9 perlakuan dan
diulang 3 kali, adapun perlakuannya sebagai berikut:
1. Urea pril (R1)
2. Urea berlapis AA tempurung kelapa (R2)
3. Urea berlapis AA tongkol jagung (R3)
4. Urea berlapis AA tempurung kelapa diperkaya mikroba konsorsia (R4)
5. Urea berlapis AA tongkol jagung diperkaya mikroba konsorsia (R5)
6. Urea berlapis biochar tempurung kelapa (R6)
7. Urea berlapis biochar tongkol jagung (R7)
8. Urea berlapis biochar tempurung kelapa diperkaya mikroba konsorsia (R8)
9. Urea prill berlapis biochar tongkol jagung diperkaya mikroba konsorsia (R9)
D. Teknik Pengumpulan Data
Pelaksanaan penelitian lapang meliputi:
1. Persiapan
Persiapan meliputi pemasangan Lysimeter ukuran 1 x 1 meter, pengisian tanah
dalam Lysimeter masing-masing sebanyak 600 kg tanah yang sudah dikering
anginkan, tanah diairi selama 7 hari (kapasitas lapang), aplikasi pestisida, tanah
diinkubasi selama 24 jam (air dalam kondisi jenuh), tanah diratakan, persemaian,
pupuk ditimbang untuk masing-masing plot sesuai dengan dosis, dan papan nama
dipasang.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
25
2. Pengairan
Pengairan dilakukan apabila tanah dalam kondisi kering. Dengan penambahan air
dalam Lysimeter.
3. Penanaman
Padi varietas Ciherang ditanam pada umur 21 hari setelah sebar dengan jarak
tanam 20x20 cm.
4. Pemupukan
Pemupukan tanaman padi jenis SP-36, Urea, dan KCl digunakan dalam proses
pemupukan dimana: SP-36 100 kg/ha, setara dengan 10 g/m2 diberikan 1 kali
yaitu 1 (satu) hari sebelum tanam, Urea 250 kg/ha, setara dengan 25 g/m2
diberikan 1 kali saat tanaman umur 15 HST, KCl 100 kg/ha, setara dengan 10
g/m2 diberikan 2 kali yaitu saat tanaman umur 15 HST dan 30 HST.
5. Penyiangan
Penyiangan tanaman dilakukan apabila tumbuh gulma, biasanya pada saat
tanaman berumur 14 dan 45 hari setelah tanam (HST).
6. Pemberantasan hama dan penyakit
Pemberantasan hama dan penyakit dilakukan dengan cara mekanik dan kimia.
Pemberantasan secara mekanik dilakukan apabila serangan ringan, apabila
serangan sudah diatas ambang ekomomi dilakukan secara kimiawi.
7. Panen
Tanaman padi varietas Ciherang dipanen umur 115 hari (musim hujan) atau 100105 hari (musim kemarau).
E. Variabel/Parameter Yang Diamati
Variabel yang diamati meliputi:
1. Analisa tanah awal (C, N, P, K)
2. Analisa tanah akhir (C, N, P, K)
3. Populasi mikroba (1, 17, 50, 80 ,90) HST
4. Residu heksaklorobenzen pada tanah dan air (1, 17, 35, 50, 80, 90) HST
5. Residu endrin pada tanah dan air (1, 17, 35, 50, 80, 90) HST
6. Residu heksaklorobenzen dan endrin pada beras.
7.
pH tanah (1, 17, 35, 50, 80, 90) commit
HST. to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
26
8. Suhu tanah (1, 17, 35, 50, 80, 90) HST.
9. Parameter agronomi (tinggi tanaman dan jumlah anakan dalam 2 minggu sekali).
10. Produksi (aktual per plot).
F. Analisa Laboratorium
1. Analisis residu pestisida
Analisa residu pestisida terdiri dari 4 (empat) tahap, yaitu preparasi, ekstraksi,
pemurnian (clean up), dan pengukuran/penetapan.
a. Preparasi
1) Preparasi contoh tanah.
a) Contoh disebarkan di atas tampah yang dialasi kertas sampul. Label
karton yang berisi nomor laboratorium contoh
diselipkan di bawah
kertas.
b) Akar-akar atau sisa tanaman segar, kerikil, dan kotoran lain dibuang.
c) Bongkahan besar dikecilkan.
d) Simpan pada rak di ruangan khusus bebas kontaminan yang terlindung
dari sinar matahari (kering anginkan sampai KA 15%).
e) Contoh t a n a h ditumbuk dengan mortar sampai halus lalu diaduk
hingga homogen.
f) Tanah diayak dengan ayakan mesh 50.
g) Tanah ditimbang sebanyak 25 g dan siap untuk diekstrak.
2) Preparasi contoh tanaman/beras.
a) Padi dikeringkan sampai KA 14%, kemudian dipecah kulit jadi beras.
b) Beras pecah kulit digiling sampai halus/tepung dan diayak sampai lolos
mesh 50.
c) Beras yang sudah halus ditimbang sebanyak 25 g dan siap untuk
diekstrak.
3) Preparasi contoh air
a) Contoh air dibersihkan dari kotoran atau tanah yang terbawa dengan cara
disaring menggunakan kertas saring.
b) Air hasil saringan diambil sebanyak 100 ml dan siap untuk diekstrak.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
27
b. Ekstraksi (SNI 06-6991.1-2004)
1) Ekstraksi contoh tanah
a) Tanah ditimbang sebanyak 25 g, kemudian dimasukkan ke dalam
elenmeyer.
b) Tambahkan pelarut organik dikloromethan : aseton (50:50, v/v) sebanyak
100 ml lalu ditutup rapat.
c) Tanah yang sudah ditambah pelarut organik digojok 2 kali selama 20
menit menggunakan shaker horizontal.
d) Ekstrak didiamkan selama satu malam, kemudian disaring dan
dimasukkan ke dalam labu bundar.
e) Hasil ekstraksi dipekatkan menggunakan rotry evaporator pada suhu
40ºC sampai tersisa 1 ml.
f) Labu bundar dibilas dengan acetone secara bertahap dan hasil bilasannya
ditampung dalam tabung uji berskala hingga 10 ml.
g) Hasil ekstraksi diambil 2 µl dan disuntikkan ke GC.
2) Ekstraksi contoh beras
a) Contoh beras yang sudah dihaluskan ditimbang sebanyak 25 g dan
dimasukkan ke dalam erlenmayer bertutup asah.
b) Tambahkan pelarut organik diklorometane : aseton (50:50, v/v) sebanyak
100 ml lalu ditutup rapat.
c) Biarkan selama 1 malam untuk proses ekstrak statis.
d) Hasil ekstraksi disaring melalui corong yang diberi kertas saring.
e) Pelarut organik hasil ekstraksi dipekatkan dengan evaporator/dievaporasi
pada suhu 40ºC sampai kurang lebih tersisa 1 mL.
f) Kemudian dibilas dengan acetone secara bertahap dan hasil bilasannya
ditampung dalam tabung uji bersekala hingga 10 mL dan siap
disuntikkan ke GC.
3) Ekstraksi contoh air: SNI 06-6990.1-2004
a) Contoh air yang sudah disaring, sebanyak 100 mL dimasukkan ke dalam
corong pisah.
b) Tambahkan pelarut organik diklorometan (DH) : n-heksan (15:8, v/v)
sebanyak 50 mL.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
28
c) Kocok secara kuat selama 2 menit, kemudian diamkan sampai terbentuk
dua lapisan, yaitu air berada di lapisan bawah sedangkan pelarut organik
(DH) berada di lapisan atas.
d) Lapisan bawah (air) ditampung dalam erlenmayer sedangkan lapisan atas
(DH) ditampung dalam labu bundar.
e) Lapisan bawah dimasukkan lagi ke dalam corong pisah dan tambahkan
lagi larutan DH sebanyak 50 mL dan dikocok lagi selama 2 menit.
f) Lapisan bawah di buang sedangkan lapisan atas (DH) disatukan dengan
hasil ekstraksi pertama.
g) Hasil ekstraksi dipekatkan menggunakan rotry evaporator pada suhu
40ºC sampai tersisa 1 ml.
h) Kemudian dibilas dengan acetone secara bertahap dan hasil bilasannya
ditampung dalam tabung uji bersekala hingga 10 mL dan siap
disuntikkan ke GC.
c. Pemurnian (clean up) (SNI 06-6991.1-2004)
Hasil ekstraksi selain mengandung residu pestisida juga mengandung
bahan-bahan ikutan lainnya.
Bahan tersebut perlu dihilangkan agar tidak
mengganggu pada pengukuran residu. Pemilihan pelarut sangat menentukan
dalam pemisahan bahan ikutan yang terekstrak.
Pelarut n-heksana dan
petroleum eter akan melarutkan lemak. Pemilihan pelarut yang tepat,
memperingan pekerjaan clean up.
Clean up umumnya dilakukan dengan
corong buchner dan kolom kromatografi.
Larutan ekstrak dimasukkan ke
dalam corong buchner yang diisi dengan tanah diatomae (Cellite 545).
Kemudian setelah itu larutan dimasukkan ke dalam kolom kromatografi yang
di dalamnya berisi adsorben berupa florisil. Kolom kemudian dielusi dengan
eluen (pelarut) yang sesuai untuk pestisida yang dianalisis. Hasil pengelusian
(eluat) diuapkan sampai volume kurang lebih 1 ml. Residu biasanya telah
cukup murni untuk pengukuran dengan kromatografi gas.
d. Pengukuran/penetapan
Analisa residu pestisida POPs dilakukan di Laboratorium Balingtan
(Lab. Residu Bahan Agrokimia) di Bogor dengan menggunakan GC Varian
Type 450 dengan detector Electron
commitCapture
to user Detector (ECD). Gambar ECD
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
29
disajikan dalam Lampiran 3. Penentuan kadar heksaklorobenzen dan endrin
dalam tanah, air, dan beras menggunakan metode analisa multiresidu pestisida
berdasarkan metode baku Kementan (2006).
1) Dengan menggunakan GC.
Kondisi GC sebagai berikut:
a) Gas Make Up dan Carrier: Gas N2UHP
b) Detektor: Electron Capture Detector (ECD)
c) Kolom: column capiler VF-1701 Pesticides p 30 m x diameter 0,25 mm
d) Flow Rate (Make Up Flow): 28 ml/menit
e) Column Flow / kecepatan alir gas: 1,5 ml/menit
f) Suhu Injektor: 250ºC
g) Suhu Detektor: 300ºC
h) Suhu Oven terprogram: 150 – 250ºC
2) Penghitungan Konsentrasi Residu Insektisida
Kandungan residu insektisida pada contoh tanah dihitung dengan
menggunakan rumus dari Komisi Pestisida (1997):
Residu
(ppm)
 A
C
D
F
x
x
B
E
G
Keterangan:
A = konsentrasi larutan standar (µg/mL)
B = luas puncak standar
C = luas puncak contoh
D = volume larutan standar yang disuntikan (µL)
E = volume larutan contoh yang disuntikan (µL)
F = volume pengenceran (mL)
G = bobot awal contoh (g)
Secara perhitungan lengkap adalah sbb:
a) Luas puncak contoh (mm)/luas puncak standar (mm) x nanogram (ng)
standar*) = A ng contoh.
b) Misalkan total vol. Akhir contoh = 10 ml
c) Maka dalam 10 ml contoh = 10 ml x 1000 l/vol injek contoh (2l) x A
ng = B ng/10ml contoh. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
30
d) Misalnya, berat contoh awal 25 gr.
e) Maka dalam 25 gr contoh ada = B ng x 1000 g/25 gr = C ppm.
*)
ng contoh didapat dari konsentrasi standar (misalkan 1 ppm) yang
diijeksikan (misalkan 2 l) itu berarti 2 ng. ppm = ng/l.
3) Uji Perolehan Kembali (Recovery Test)
Kualitas suatu metode analisis residu insektisida didasarkan pada hasil uji
perolehan kembali. Uji perolehan kembali suatu metode untuk beberapa
jenis insektisida dilakukan dengan menganalisis sejumlah tertentu, contoh
komoditas yang telah diperkaya dengan insektisida tersebut, dan dilakukan
bersamaan dengan analisis setiap deret contoh komoditas. Untuk setiap
kelompok 10 – 15 contoh, disertai satu atau lebih contoh serupa yang
terpilih dan diperkaya dengan suatu jumlah kuantitatif tertentu baku
insektisida pembanding yang sedang diteliti. Selanjutnya semua contoh,
baik contoh biasa maupun contoh yang diperkaya, dianalisis dengan metode
yang sama, dan nilai perolehan kembali diperoleh dengan menghitung
selisih data hasil analisis antara contoh yang diperkaya dan contoh biasa. Uji
rekovery dilakukan pada sebelum/ bersama-sama analisis.
Nilai perolehan kembali =
W1C1-W0C0
x 100%
G
Dalam analisis residu insektisida, nilai perolehan kembali berkisar 70 – 110
% dengan nilai rata-rata lebih tinggi dari 80% umumnya dapat diterima.
Nilai pada kisaran tersebut secara sederhana akan menunjukkan, bahwa
kualitas metode ekstraksi dan pembersihan yang digunakan dalam
pengujian, dan tenaga penguji yang melaksanakan pengujian adalah baik
untuk kelompok sampel yang sedang diteliti (Komisi Pestisida, 1997).
2. Analisa tanah
Sifat fisik dan kimia tanah.
Persiapan sampel tanah di laboratorium untuk analisa fisik dan kimia tanah:
a. Tanah diambil dari lapang 1 kg, lalu dikering anginkan.
b. Akar-akar atau sisa tanaman segar, kerikil dan kotoran lain dibuang.
c. Tanah dikering udara atau dioven dengan suhu 40oC.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
31
d. Contoh tanah ditumbuk dengan lumpang porselen atau mesin giling dan diayak
dengan ayakan ukuran 2 mm, kemudian diayak lagi dengan ayakan 0,5 mm.
Penetapan pengujian analisa fisik dan kimia tanah cara kerjanya antara lain:
a. Untuk penetapan kadar air kering mutlak dengan cara penimbangan 5 g sampel
tanah kering udara dalam pinggan alumunium/porselin yang telah diketahui
bobotnya. Tanah dioven pada suhu 105oC selama 3 jam. Pinggan diangkat
dengan penjepit dan dimasukkan dalam eksikator. Setelah contoh dingin lalu
ditimbang, bobot yang hilang adalah bobot air.
Perhitungan Kadar Air (%) = (kehilangan bobot/bobot contoh) x 100 (ISRIC,
1993 dalan Eviati dan Sulaeman, 2009).
b. Penetapan pH tanah, tekstur, C,N, P, K mengacu pada petunjuk teknis analisa
kimia tanah, tanaman, air, dan pupuk (Eviati dan Sulaeman, 2009).
3. Pembuatan Biochar/Arang
Karbonisasi dilakukan dengan teknik pirolisis sederhana dengan
memanfaatkan dua buah drum yang telah didesain sedemikian menjadi alat
pirolisis. Drum pertama dibagi dua bagian, bagian bawah berfungsi sebagai
tungku pembakar dan bagian atas merupakan tempat pembakar dan drum kedua
sebagai pendingin.
Sebanyak 15 kg tempurung kelapa dimasukkan kedalam
tempat pembakaran, kemudian
tungku dipanaskan dengan biogas. Proses
pembakaran berlangsung selama 8 jam, asap yang keluar dari proses pembakaran
disalurkan melalui pipa besi kedalam drum pendinginan, asap panas yang masuk
ke dalam ruang pendinginan akan mengembun, menjadi cairan ini kemudian
ditampung dalam botol. Cairan ini dapat dimanfaatkan sebagan bahan pengawet
ikan, pestisida organik atau pengawet makanan lainnya. Setelah 8 jam arang
kemudian diangkat terlebih dahulu, selanjutnya disiram dengan air untuk
memadamkan bara api. Setelah dingin arang kemudian dijemur dibawah terik
matahai. Arang yang dihasilkan dari proses pembakaran ini sebanyak 5 kg.
Perlakuan seperti diatas juga berlaku untuk tongkol jagung.
pembuatan/pembakaran arang disajikan dalam Gambar 3.
commit to user
Tungku
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
32
Gambar 3. Tungku Pembuatan Arang
4. Pembuatan arang aktif
Aktivasi arang dilakukan dalam tungku aktifator. Proses aktivasi ini berlangsung
selama 6-7 jam pada suhu 500-900oC. Sebanyak 50 kg arang dimasukkan kedalam
tungku, dengan bahan bakar gas LPG, kemudian tungku pembakaran dinyalakan.
Tungku aktivasi arang disajikan dalam Gambar 4.
Gambar 4. Tungku Aktivasi Arang
5. Cara pelapisan urea dengan biochar/arang aktif
Formulasi pupuk berlapis arang aktif yang digunakan adalah dengan kombinasi
80:20 (berat/berat) untuk urea dan arang aktif dengan perekat molase 2%. Artinya
80% urea ditambahkan arang aktif 20% dan ditambah perekat molase 2%
sebanyak 50 ml dengan cara suspensi/penyemprotan berkabut untuk setiap 1 kg
urea berlapis arang aktif. Teknik pelapisan urea dilakukan dengan cara
commit
to userdan ditambah arang aktif sedikit
memasukkan urea 80% dalam pan
granulator
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
33
demi sedikit lalu disemprot dengan molase 2% (12,5 ml) secara berkabut,
selanjutnya ditambahkan arang aktif lagi sebelum disemprot lagi dengan molase
2%. Pelapisan dilakukan sebanyak 4 kali.
Setelah penyemprotan/pelapisan
selesai, urea berlapis arang aktif tersebut dikeringanginkan.
6. Cara pengkayaan mikroba pada urea yang berlapis biochar/arang aktif
Mikroba tanah yang dipakai dalam pengkayaan urea berlapis arang aktif ini adalah
mikroba konsorsia (Gambar 5), yang terdiri dari Citrobacter sp, Sphaerotillus
natans, Bacillus sp., Azotobacter, dan Azospirrillium. Pengkayaan arang aktif
dengan mikroba delakukan dengan teknik penyemprotan, dimana larutan mikroba
dilakukan sebanyak 40 ml dalam 1000 gr urea berlapis arang aktif.
Gambar 5. Mikroba Konsorsia
Penyemprotan dilakukan pada permukaan arang aktif dengan menggunakan alat
sprayer dan dilakukan dalam alat granurator sambil berputar. Kelengkapan alat
pengkayaan mikroba dapat dilihat pada Gambar 6. Penyemprotan dilakukan
secara bertahap agar urea tidak ikut terlarut oleh larutan mikroba.
Gambar 6. Alat Granulator
Setelah penyemprotan urea berlapis arang aktif dengan larutan mikroba, UAA
dikeringanginkan dan diwadahi serta dihindarkan dari sinar matahari langsung
karena dapat mematikan mikroorganisme yang telah tambahkan ke dalam urea
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
34
berlapis arang aktif. Hasil urea berlapiskan arang aktif yang diperkaya mikroba
konsorsia terlihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Urea Berlapis Arang Aktif yang Diperkaya Mikroba Konsorsia
G. Analisa Populasi Mikroba
Pengambilan contoh tanah pada dasarnya harus mewakili suatu wilayah secara tepat
untuk menghasilkan suatu data atau nilai yang bisa memberikan gambaran kondisi
tanah tersebut secara keseluruhan. Jumlah tanah yang terlalu banyak akan
menyebabkan pemborosan, namun apabila jumlahnya terlalu sedikit interpretasi data
bisa keliru (Husen, 2012).
H. Pengolahan Data
Data hasil kegiatan diolah dengan menggunakan analisa sidik ragam dan
dilanjutkan dengan uji Duncan untuk mengetahui pengaruh antar perlakuan. Analisa
dilakukan dengan menggunakan program SAS (Statistical Analysis System) versi 9.1
(SAS Institute, 2004). Program SAS (Statistical Analisa System) merupakan suatu
program yang dirancang khusus untuk analisa data hasil penelitian dengan kapasitas
modul-modul yang sangat spesifik sesuai yang diharapkan pengguna dalam: (a)
penyimpanan, pemanggilan, dan manipulasi data; (b) analisa statistika sederhana
maupun yang komplek; dan (c) pembuatan laporan hasil analisa. Secara umum
penggunaan program SAS didasarkan pada dua tahapan yaitu tahapan data dan
tahapan prosedur. Tingkat ketelitian dan kesalahan secara statistik yang digunakan
dalam penelitian ini adalah pada P ≤ 0,05 (Wade et al., 1998).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Tanah
Topografi Kabupaten Karawang termasuk daerah dataran yang relatif rendah
dan datar, keragaman kemiringan wilayah berkisar antara 0 sampai 40%, dengan
tingkat kemiringan datar mendominasi sebagian besar wilayah kabupaten Karawang.
Sekitar 94% memiliki tingkat kemiringan lereng maksimum 8% dan 83,4% berada
pada kisaran lereng 0-3%. Luas wilayah Kabupaten Karawang seluruhnya 1.753,27
km2 atau 175.327 Ha (BPS, 2012). Jenis tanah di Kabupaten Karawang terdiri dari
alluvial, inseptisol terutama pada lahan sawah dataran rendah sedangkan untuk
daerah pegunungan atau berbukit-bukit terdiri dari podsolik dan latosol. Secara
topografi Kabupaten Karawang termasuk daerah dataran yang relatif rendah dan datar,
keragaman kemiringan wilayah berkisar antara 0 sampai 40 %, dengan tingkat kemiringan
datar mendominasi sebagian besar wilayah kabupaten Karawang.
Tanah untuk penelitian berjenis Inseptisol yang berasal dari Desa Cilamaya,
Kecamatan Cilamaya Wetan, Kabupaten Karawang. Lokasi/tempat pengambilan
tanah untuk media tanam mempunyai topografi datar dan merupakan daerah hilir dari
DAS Citarum. Tanah inseptisol umumnya bertektur lempung hingga liat, sering
berlapis-lapis debu dan pasir kurang dari 50%, dan lapisan atasnya masih sering
mengalami penambahan bahan yang sering mengandung bahan organik. Berdasarkan
kriteria penilaian hasil analisa tanah menurut Eviati dan Sulaeman (2009), jenis tanah
di lahan sawah ini termasuk tanah Inseptisol. Ini disijikan dalam Lampiran 1.
Berdasarkan penentuan kelas tekstur dengan diagram segitiga tekstur menurut USDA
pada (Lampiran 5), maka tanah sawah Cilamaya termasuk kelas tekstur klei/liat
karena hasil analisa tanah awal menunjukkan tekstur pasir 25%, debu 32%, dan klei
43%. Mineral liat dapat berfungsi sebagai sorben sehingga persistensi senyawa
organik lebih kuat daripada tanah berpasir.
Hasil analisa tanah sawah yang lainnya adalah sifat pH tanah netral, C
organik rendah, N-total rendah, P tinggi, K sedang dan nilai kapasitas tukar kation
(KTK) tinggi, disajikan dalam
Tabel 3. Hal ini menunjukkan bahwa tanah ini
mampu menyediakan unsur hara lebih baik karena unsur-unsur hara terdapat dalam
kompleks jerapan koloid maka unsur-unsur hara tersebut tidak mudah hilang tercuci
commit to user
35
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
36
oleh air. Nilai pH tanah merupakan ciri kimia tanah yang sangat penting dalam
menentukan kesuburan tanh dan ketersediaan unsur hara bagi tanaman.
Tabel 3. Hasil Analisa Tanah Awal Karawang, 2013.
Sifat-sifat Tanah
Metode
Nilai
Kriteria
Tekstur
Pipet
25
Kelas tekstur
Debu (%)
32
Klei
Klei (%)
43
Pasir (%)
H2O
6,9
KCl
4,3
C-organik (%)
Walkley
1,92
Rendah
N-total (%)
& Black
0,18
Rendah
C/N
Kjeldahl
11
Sedang
P2O5 (mg/100g)
HCl
45
Tinggi
K2O (mg/100g)
25%
33
Sedang
P2O5 (ppm)
HCl 25%
39
K2O (ppm)
Olsen
167
KTK (cmol(+)kg-1)
Morgan
25,80
Tinggi
>100
Sangat Tinggi
pH
Netral
Bahan Organik
KB (%)
Keterangan: Analisa Tanah dilakukan di Laboratorium Balingtan, 2013.
Analisa tanah dilakukan terhadap contoh tanah yang diambil di lapangan
dengan
metode
tertentu
sesuai
tujuan
yang
diharapkan.
Analisa
tanah
dilaboratorium dilakukan terhadap variabel-variabel kimia dan fisik tanah: pH,
kapasitas tukar kation, Nitrogen, kalium, fosfor, kalsium, magnesium (hara makro),
bahan organik, tekstur tanah dan sebagainya tergantung tujuannya. Kadar unsur hara
tanah yang diperoleh dari data analisa tanah bila dibandingkan dengan kebutuhan
unsur hara bagi masing-masing jenis tanaman, maka dapat diketahui apakah
status/kadar unsur hara dalam tanah tersebut sangat rendah (kurang), rendah, sedang,
cukup ataukah tinggi, sesuai kriteria tertentu. Adapun kriteria penilaian hasil analisa
tanah (Eviati dan Sulaeman, 2009) disajikan dalam Lampiran 1.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
37
Tanah merupakan media tumbuh alami yang menyediakan makanan (unsur
hara) bagi kelangsungan hidup tumbuh-tumbuhan (tanaman). Agar tanaman mampu
berproduksi optimal berkesinambungan, kualitas tanah harus tetap dipertahankan.
Kesalahan-kesalahan dalam pengolahan tanah dapat mengakibatkan kerusakan pada
tanah, yang berakibat menurunkan produktifitas tanaman. Produktivitas tanah dalam
menghasilkan produk pertanian sangat tergantung pada kemampuan suatu tanah
dalam menyediakan unsur hara yang berimbang sesuai dengan kebutuhan tanaman.
Hasil analisa tanah akhir/setelah panen variabel-variabel kimia dan fisik
tanah yang dianalisa adalah: pH, C-Organik, N-total, P-total, K-total, P-tersedia, Ktersedia, kapasitas tukar kation (KTK). Berdasarkan kriteria penilaian analisa tanah
(Eviati dan Sulaeman, 2009) disajikan dalam Lampiran 1. pH tanah pada berbagi
perlakuan pada umumnya agak masam (5,6-6,5) hingga netral (6,6-7,5), COrganiknya termasuk dalam kriteria sedang (2-3), N termasuk dalam kriteria sangat
rendah (<0,1), P hingga sangat tinggi tergantung pada perlakuan yang ada. Sifat-sifat
kimia tanah setelah panen disajikan dalam Tabel 4.
Tabel 4. Hasil Analisa Tanah Akhir/Panen, 2013.
pH
C-
N-total P-total Ktotal
Organik
Perlakuan
P tersedia K tersedia KTK
(%)
(ppm)
(cmol(+)/kg)
Urea priil
6,51
2,86
0,05
0,06
0,36
19,10
16,05
30,97
UAATK
6,50
2,83
0,04
0,07
0,28
25,11
19,35
29,93
UAATJ
6,61
2,98
0,04
0,08
0,33
21,10
20,91
27,96
UAATKM
6,44
2,99
0,06
0,06
0,16
17,80
20,66
28,99
UAATJM
6,64
2,95
0,10
0,08
0,32
13,87
20,36
29,94
UBTK
6,53
2,92
0,05
0,08
0,35
19,41
19,56
28,00
UBTJ
6,35
2,95
0,08
0,06
0,24
14,65
20,30
27,93
UBTKM
6,37
3,00
0,04
0,06
0,22
12,43
22,59
25,97
UBTJM
6,25
2,74
0,06
0,08
0,35
13,89
19,19
27,96
Keterangan: Hasil Analisa Tanah di Laboratorium Terpadu Balingtan, 2013.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
38
Dari hasil analisa tanah saat panen pada berbagai perlakuan, nilai pH berkisar
agak masam (5,5-6,5) dan netral (6,25-6,64), kandungan N-total (0,04-0,1)%, P total
(0,06-0,08)%, KTK tanah setelah panen berkisar (25,97-30,97) cmol(+)/kg. pH tanah
tertinggi pada perlakuan UAATJM sebesar 6,64. pH tanah atau kemasaman tanah
adalah reaksi tanah, yaitu sifat kemasaman atau alkalinitas tanah yang dinyatakan
dengan nilai pH. Nilai pH menunjukkan banyaknya konsentrasi ion hidrogen (H +) di
dalam tanah. pH tanah mempunyai peranan yang penting terhadap ketersediaan
unsur-unsur hara, meningkatkan kelarutan ion-ion Al dan Fe, meningkatkan aktifitas
mikroorganisme tanah (Bachtiar, 2006).
Kandungan C-organik hasil penelitian berkisar antara (2,74 - 3,00) termasuk
dalam kriteria sedang. Hal ini disajikan dalam Lampiran 1. Unsur C sangat
diperlukan dalam tanah untuk proses absorpsi lebih cemaran senyawa organik dalam
tanah. Santoso et al., (2012) mengatakan bahwa tanah yang diberi senyawa Corganik tinggi akan meningkatkan aktivitas mikroba tanah sehingga terjadi
peningkatan produksi CO2.
N-total berfungsi untuk menyediakan unsur hara makro yang sangat
diperlukan untk pertumbuhan tanaman dan menambah kesuburan tanah. Kesuburan
tanah adalah kemampuan tanah untuk dapat menyediakan unsur hara dalam jumlah
yang cukup dan berimbang untuk pertumbuhan dan hasil tanaman. Kesuburan tanah
merupakan salah satu hal yang perlu di perhatikan dalam suatu usaha pertanian.
Tanah yang sehat dan subur akan memberikan nutrisi yang cukup pada tanaman
yang di tanam di atasnya.
Kesuburan tanah ini sangat berkaitan erat dengan
ketersediaan unsur hara yang tersedia dan dapat di serap oleh tanaman. Pada
dasarnya unsur hara telah banyak tersedia di dalam tanah. Hanya saja ada beberapa
masalah yang berkaitan dengan penyerapan dan sifat unsur hara tersebut. Ada
beberapa unsur hara yang sangat melimpah di alam hanya saja tanaman tidak dapat
memanfaatkan unsur hara tersebut secara langsung. Misalnya saja unsur N, unsur ini
sangat melimpah ketersediaannya di alam. Hanya saja tanaman tidak dapat langsung
memamanfaatkan unsur hara tersebut (kecuali tanaman legume). Ada beberapa
organisme tanah yang membantu tanaman untuk merombak unsur n di alam menjadi
NH4+ agar dapat di serap oleh tanaman. Selain unsur N, ada pula unsur lain yang juga
memerlukan bakteri untuk merombaknya
commitmenjadi
to user bentuk unsur yang dapat diserap
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
39
oleh tanaman. Biochar adalah bahan padat yang diperoleh dari karbonisasi dari
biomassa.
Kapasitas Tukar Kation (KTK), adalah salah satu sifat kimia tanah yang
terkait erat dengan ketersediaan hara bagi tanaman dan menjadi indikator kesuburan
tanah adalah Kapasitas Tukar Kation (KTK) atau Cation Exchangable Cappacity
(CEC). KTK merupakan jumlah total kation yang dapat dipertukarkan (cation
exchangable) pada permukaan koloid yang bermuatan negatif. Satuan hasil
pengukuran KTK adalah milliequivalen kation dalam 100 gram tanah atau me kation
per 100 g tanah. KTK hasil penelitian termasuk dalam kriteria tinggi yaitu sebesar
25,97– 30,97 me/100 gram tanah.
B. Karakteristik Biochar dan Arang Aktif
Pembuatan arang aktif meliputi pembakaran (secara pirolisis) tempurung
kelapa dan tongkol jagung menjadi arang (suhu 150-500oC), dan arang menjadi
arang aktif pada suhu tinggi (suhu 500-900°C) arang diaktivasi menjadi arang aktif.
Pembuatan arang dan arang aktif dilakukan di Laboratorium Residu Bahan
Agrokimia Bogor. Biochar tempurung kelapa mempunyai daya serap I2 208,7 mg/g,
arang aktif tempurung kalapa daya serap I2 lebih tinggi yaitu 671,5 mg/g, sedangkan
biochar tongkol 156,2 mg/g, dan arang aktif tongkol jagung 572,3 mg/g. Kandungan
pH biochar tempurung kelapa (BTK), arang aktif tempurung kelapa (AATK),
biochar tongkol jagung (BTJ), arang aktif tongkol jagung (AATJ) masing-masing
sebesar 7,78; 7,33; 7,21; 7,11.
Kandungan C-Organik biochar tempurung kelapa, arang aktif tempurung
kelapa, biochar tongkol jagung, arang aktif tongkol jagung masing-masing sebesar
9,73%; 5,31%; 21,1%; 7,87%. N-total dari biochar tempurung kelapa, arang aktif
tempurung kelapa, biochar tongkol jagung, arang aktif tongkol jagung masingmasing sebesar 0,95%; 1,33%; 1,28%; 0,77%. P-total dari biochar tempurung kelapa,
arang aktif tempurung kelapa, biochar tongkol jagung, arang aktif tongkol jagung
masing-masing sebesar 0,19%; 1,18%; 0,5%; 0,17%. K-total dari biochar tempurung
kelapa, arang aktif tempurung kelapa, biochar tongkol jagung, arang aktif tongkol
jagung masing-masing sebesar 0,63%; 0,73%; 1,72%; 2,14%. Hal ini disajikan
dalam (Tabel 5).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
40
Tabel 5. Kualitas Biochar dan Arang Aktif Tempurung Kelapa dan Tongkol Jagung.
No
Uraian
Biochar
Arang Aktif
Biochar
Arang Aktif
Tempurung
Tempurung
Tongkol
Tongkol
Kelapa
Kelapa
Jagung
Jagung
1
Daya serap I2 (mg/g)*
208,7
671,5
156,2
572,3
2
Lolos mesh
50
50
50
50
3
pH H2O
7,78
7,33
7,21
7,11
4
C-Organik (%)
9,73
5,31
21,1
7,87
5
N-total (%)
0,95
1,33
1,28
0,77
6
P-total (%)
0,19
0,18
0,5
0,17
7
K-total (%)
0,63
0,73
1,72
2,14
Keterangan: *Hasil Analisa Laboratorium Pengujian Hasil Hutan, Pusat Penelitian dan
Pengembangan Hasil Hutan, Juli 2013.
Arang aktif merupakan senyawa karbon amorph, yang dihasilkan dari bahanbahan yang mengandung karbon atau dari arang yang diaktivasi dari suhu 500-900oC
untuk mendapatkan permukaan yang lebih luas. Arang aktif dapat mengadsorpsi gas
dan senyawa-senyawa kimia tertentu atau sifat adsorpsinya selektif, tergantung pada
besar atau volume pori-pori dan luas permukaan. Daya serap arang aktif sangat
besar, yaitu 25-1000% terhadap berat arang aktif sehingga arang aktif banyak
digunakan oleh kalangan industri. Arang aktif dapat dibuat dari limbah pertanian
yang melimpah yaitu tongkol jagung dan tempurung kelapa, atau limbah pertanian
lainnya melalui proses pemanasan 150-500oC selama 5 jam dan aktivasi pada tungku
dengan sumber energi gas LPG pada suhu 900oC selama 6 jam.
C. Populasi Mikroba Awal Tanah Karawang
Berdasarkan hasil analisa awal, populasi mikroorganisme sampel tanah awal
di Karawang 2013 terdiri dari Bacillus substili, Bacillus cereus, Achoromobacter sp.,
Catenococcus, sp., Heliotrik, sp. (Lampiran 6) yang sebagian besar merupakan
mikroba yang menguntungkan bagi kesuburan tanah, dan ternyata mikroba ini
setelah dilakukan isolasi mampu mendegradasi senyawa POPs (Dewi et al, 2013).
Populasi mikroba pada awal disajikan dalam Tabel 6.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
41
Tabel 6. Populasi Mikroorganisme Sampel Awal Tanah Karawang, 2013.
No
Jenis Mikrobiologi
Populasi (cfu/ml)
1
Bacillus substilis.
2,6 x 106
2
Bacillus cereus.
2,6 x 106
3
Achoromobacter sp.
8,0 x 105
4
Catenococcus, sp.
1,0 x 105
5
Heliotrik, sp.
1,0 x 105
Keterangan: Hasil Analisa Populasi Mikroorganisme di Laboratorium Mikrobiolagi LIPI
Cibinong, 2013.
Mikroba yang ada di tanah inseptisol pada berbagai perlakuan urea biochar,
urea berlapis arang aktif, maupun urea yang berlapis biochar yang diperkaya mikroba
dan urea berlapis arang aktif yang diperkaya mikroba indegenus dapat meningkatkan
populasi bakteri tanah. Hal ini sesuai dengan pendapat Ogawa (1994) bahwa
penambahan karbon aktif dilahan dapat meningkatkan populasi mikroba, karena
karbon aktif dapat digunakan sebagai tempat tinggal atau rumah dan sekaligus
sebagai perangkap insektisida yang nantinya dimanfaatkan sebagai sumber hara
karbon bagi bakteri. Rongga arang aktif sangat disukai oleh mikroba (bakteri tanah
pendegradasi dan bakteri pengikat nitrogen) sebagai tempat tinggal (rumah),
sehingga populasi mikroba di dalam rongga meningkat karena terdapat nutrient C
dan N yang berasal dari residu pestisida. Apabila residu pestisida masuk atau
terperangkap di dalam rongga arang aktif, maka residu pestisida tersebut akan
didegradasi
oleh
mikroba
pendegradasi
sehingga
residu
pestisida
akan
terurai/terdegradasi. Apabila konsentrasi residu pestisida di tanah dapat ditekan,
maka konsentrasi residu pada produk pertanian akan dapat diminimalisir.
D. Populasi Mikroba Tanah Setelah Perlakuan
Populasi mikroorganisme sampel tanah pada berbagai perlakuan urea berlapis
biochar maupun arang aktif menunjukkan populasi mikroba lebih tinggi
dibandingkan dengan perlakuan urea prill. Pada berbagai umur tanaman 1, 17, 50,
80, 90 (HST),
populasi mikroba saat panen tertinggi terdapat pada
perlakuan
(UAATJM) yaitu sebesar 6,9 x 1010 kemudian diikuti (UAATKM) sebesar 4,9 x 109.
Hasil ini disajikan dalam Tabel 7.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
42
Tabel 7. Populasi Mikroorganisme Sampel Tanah1, 17, 50, 80, 90 HST
pada Berbagai Perlakuan, 2013.
Perlakuan
Mikroba Tanah pada Berbagai Perlakuan (cfu/ml) x 10^5
1
log 1
17
log 17
50
log 50
80
log 80
90
log 90
--------------HST-------------Urea priil
6,8
45
6,7
60
6,8
90
7,0
217
7,3
UAATK
6,8
130
7,1
255
7,4
945
8,0
1286
8,1
UAATJ
6,8
55
6,7
165
7,2
189
7,3
245
7,4
UAATKM
6,8
248
7,4
360
7,6
3011
8,5
49471
9,7
UAATJM
6,8
289
7,5
43855
9,6
151688
10,2 692109
10,8
UBTK
6,8
45
6,7
85
6,9
134
7,1
157
7,2
UBTJ
6,8
80
6,9
126
7,1
153
7,2
370
7,6
UBTKM
6,8
182
7,3
534
7,7
964
8,0
1269
8,1
UBTJM
6,8
243
7,4
540
7,7
921
8,0
1531
8,2
65
Keterangan : Hasil Analisa di Laboratorium Mikrobiologi, LIPI Cibinong, 2013.
UAATK = urea berlapis arang aktif tempurung kelapa, UAATJ = urea berlapis arang aktif tongkol
jagung, UAATKM = UAATK yang diperkaya mikroba konsorsia, UAATJM = UAATJ yang diperkaya
mikroba konsorsia, UBTK = urea berlapis biochar tempurung kelapa, UBTJ = urea berlapis biochar
tongkol jagung, UBTKM = UBTK yang diperkaya mikroba konsorsia, UBTJM = UBTJ yang diperkaya
mikroba konsorsia.
Pertumbuhan populasi mikroba dari awal pertumbuhan tanaman sampai panen
pada berbagai perlakuan disajikan dalam Gambar 8. Populasi tertinggi pada perlakuan
UAATJM yaitu sebesar 10,8 log cfu/ml. Populasi mikroba pada 17 HST mengalami
peningkatan, dan berhubungan erat dengan peningkatan pH tanah. pH tanah menuju ke
netral yaitu dari 6,6 – 7 menyebabkan peningkatan populasi mikroba 17 HST. Rentang
pH tanah untuk pertumbuhan bakteri adalah 4 – 9, namun pH optimumnya berkisar
antara 6,5- 7,5. Peningkatan populasi mikroba diikuti dengan peningkatan pH tanah17
HST, ini berkorelasi positif (r = 0,387*). Hal ini disajikan dalam Lampiran 12. Populasi
Mikroba 50 HST sangat berhubungan dengan penurunan heksaklorobenzen di tanah
pada 50 HST yaitu berkorelasi negatif artinya pada kenaikan populasi mikroba 50 HST
Akan menurunkan residu heksaklorobenzen dengan nilai (r = -0,541*).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
43
11
Populasi Mikroba, log cfu
10.5
Urea priil
10
9.5
UAATK
UAATJ
9
8.5
UAATKM
8
UAATJM
7.5
UBTK
7
UBTJ
6.5
UBTKM
6
Awal
17 HST
50 HST
80 HST
90 HST
UBTJM
Waktu (Hari Setelah Tanam)
Gambar 8. Populasi Mikroba pada (Awal, 17, 50, 80, 90) HST
Populasi Bacillus subtilis 17, 50, 80, 90 HST pada Berbagai Perlakuan,
menunjukkan bahwa perlakuan tertinggi adalah UAATJM. Berdasarkan hasil analisa
awal, populasi mikroorganisme sampel tanah awal di Karawang 2013 terdiri dari
Bacillus substili, Bacillus cereus, Achoromobacter sp., Catenococcus, sp., Heliotrik,
sp. Mikroba ini sebagian besar merupakan mikroba yang menguntungkan bagi
kesuburan tanah, dan ternyata mikroba ini setelah dilakukan isolasi mampu
mendegradasi senyawa POPs (Dewi et al, 2013). Populasi Bacillus subtilis disajikan
dalam Tabel 8.
Tabel 8. Populasi Bacillus subtilis 17, 50, 80, 90 HST pada Berbagai Perlakuan.
Perlakuan
Populasi Bacillus subtilis (cfu/ml) x 10^5
17 HST
log 17
50 HST
HST
log 50
80 HST
HST
log 80
90 HST
HST
log 90
HST
Urea priil
15
6,2
20
6,3
32
6,5
115
7,1
UAATK
71
6,9
114
7,1
442
7,6
552
7,7
UAATJ
28
6,4
35
6,5
42
6,6
59
6,8
UAATKM
125
7,1
185
7,3
1515
8,2
45000
9,7
UAATJM
69
6,8
17810
9,3
115258
10,1
325000
10,5
UBTK
22
6,3
44
6,6
69
6,8
75
6,9
UBTJ
31
6,5
39
6,6
45
6,7
115
7,1
UBTKM
85
6,9
115
7,1
225
7,4
459
7,7
UBTJM
85
6,9
159
7,2
226
7,4
589
7,8
commit to user
Keterangan: Analisa di Laboratorium Mikrobiologi LIPI. Cibinong, 2013.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
44
Kelompok Bacillus merupakan bakteri dominan yang berperan dalam proses
degradasi residu pestisida. Kelompok ini juga ada pada tanah umum, sehingga bukan
merupakan bakteri berbahaya.
Kemampuan Bacilus diduga bakteri ini mampu
tumbuh pada kondisi ekstrem dan kemampuannya membentuk endospora lebih
tinggi, sehingga dapat tumbuh pada kondisi yan tidak menguntungkan.
Dalam hal penyediaan dan penyerapan unsur hara bagi tanaman
(biofertilizer), aktivitas mikroba diperlukan untuk menjaga ketersediaan tiga unsur
hara yang penting bagi tanaman antara lain, Nitrogen (N), fosfat (P), dan kalim (K).
Kurang lebih 74% kandungan udara adalah N. Namun, N udara tersebut harus
ditambat oleh mikroba dan diubah bentuknya terlebih dahulu agar bisa langsung
dimanfaatkan oleh tanaman. Mikroba penambat N ada yang hidup bebas dan ada
pula yang bersimbiosis. Mikroba penambat N simbiotik antara lain: Rhizobium sp
yang hidup di dalam bintil akar tanaman kacang-kacangan (leguminose). Mikroba
penambat N non-simbiotik misalnya: Azospirillum sp dan Azotobacter sp. Mikroba
penambat N simbiotik hanya bisa digunakan untuk tanaman leguminose saja,
sedangkan mikroba penambat N non-simbiotik dapat digunakan untuk semua jenis
tanaman.
Mikroba tanah lain yang berperan dalam penyediaan unsur hara adalah
mkroba pelarut unsur fosfat (P) dan kalium (K). Kandungan P yang cukup tinggi
(jenuh) pada tanah pertanian, sedikit sekali yang dapat digunakan oleh tanaman
karena terikat pada mineral liat tanah. Di sinilah peran mikroba pelarut P yang
melepaskan ikatan P dari mineral liat dan menyediakannya bagi tanaman. Banyak
sekali mikroba yang mampu melarutkan P, antara lain: Aspergillus sp, Penicillium
sp, Pseudomonas sp dan Bacillus megatherium. Mikroba yang berkemampuan tinggi
melarutkan P, umumnya juga berkemampuan tinggi dalam melarutkan K. Mikroba
sebagai agen biokontrol. Mikroba yang dapat mengendalikan hama tanaman antara
lain: Bacillus thurigiensis (BT), Bauveria bassiana, Paecilomyces fumosoroseus, dan
Metharizium anisopliae . Mikroba ini mampu menyerang dan membunuh berbagai
serangga hama. Mikroba yang dapat mengendalikan penyakit tanaman misalnya:
Trichoderma sp yang mampu mengendalikan penyakit tanaman yang disebabkan
oleh Gonoderma sp, JAP (jamur akar putih), dan Phytoptora sp. Populasi Bacillus
subtilis pada berbagai perlakuan dancommit
berbagai
pengamatan, populasi tertinggi pada
to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
45
perlakuan urea berlapis arang aktif tongkol jagung yang diperkaya mikroba yaitu
sebesar 3,2 x1010, ini disajikan dalam Gambar 9.
Populasi Bacillus subtilis, log cfu
11.0
10.5
Urea priil
10.0
UAATK
9.5
9.0
UAATJ
8.5
UAATKM
8.0
UAATJM
7.5
UBTK
7.0
UBTJ
6.5
UBTKM
6.0
17 HST
50 HST
80 HST
UBTJM
90 HST
Waktu (Hari Setelah Tanam)
Gambar 9. Populasi Bacillus subtilis pada (17, 50, 80, 90) HST
Mikroorganisme merupakan jasad hidup yang mempunyai ukuran sangat
kecil (Kusnadi et.al, 2003). Setiap sel tunggal mikroorganisme memiliki kemampuan
untuk
melangsungkan
pertumbuhan,
aktivitas
menghasilkan
Mikroorganisme
memiliki
kehidupan
energi
dan
fleksibilitas
antara
lain:
bereproduksi
metabolisme
dapat
mengalami
dengan
sendirinya.
yang
tinggi
karena
mikroorganisme ini mempunyai kemampuan menyesuaikan diri yang besar sehingga
apabila ada interaksi yang tinggi dengan lingkungan menyebabkan terjadinya
konversi zat yang tinggi pula. Akan tetapi karena ukurannya yang kecil, maka tidak
ada tempat untuk menyimpan enzim-enzim yang telah dihasilkan. Dengan demikian
enzim yang tidak diperlukan tidak akan disimpan dalam bentuk persediaan.enzimenzim tertentu yang diperlukan untuk perngolahan bahan makanan akan diproduksi
bila bahan makanan tersebut sudah ada.
Populasi Bacillus cereus pada berbagai perlakuan dan berbagai pengamatan,
populasi tertinggi pada perlakuan urea berlapis arang aktif tongkol jagung yang
diperkaya mikroba 17 HST (7,5 x 106), 50 HST (2,5 x 109), 80 HST (3,5 x 109), 90
HST sebesar (3,6 x1010), hal ini disajikan dalam Tabel 9. Pertumbuhan optimal
Bacillus cereus adalah dengan adanya oksigen, namun dapat terjadi dalam kondisi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
46
anaerob. Bacillus cereus tumbuh di bawah kondisi aerobik, kurang tahan terhadap
suhu panas dan asam (Mols et al. 2009).
Tabel 9. Populasi Bacillus cereus 17, 50, 80, 90 HST pada Berbagai Perlakuan.
Perlakuan
Populasi Bacillus cereus (cfu/ml)
17 HST
log 17
50 HST
HST
Urea priil
18
log 50
80 HST
log 80
HST
6,3
23
90 HST
HST
6,4
31
log 90
HST
6,5
63
6,8
UAATK
37
6,6
111
7,0
278
7,4
485
7,7
UAATJ
14
6,1
28
6,4
41
6,6
63
6,8
UAATKM
65
6,8
77
6,9
658
7,8
2369
8,4
UAATJM
75
6,9
25110
9,4
35218
9,5
365000
10,6
UBTK
17
6,2
21
6,3
35
6,5
45
6,7
UBTJ
29
6,5
25
6,4
39
6,6
185
7,3
UBTKM
59
6,8
163
7,2
385
7,6
398
7,6
UBTJM
77
6,9
198
7,3
269
7,4
398
7,6
Keterangan : Analisa di Laboratorium Mikrobiologi LIPI. Cibinong, 2013
Pada perlakuan urea berlapis arang aktif ternyata meningkatkan populasi
mikroba dalam tanah, karena arang aktif disukai oleh mikroba sebagai tempat tinggal
atau berkumpulnya mikroba dan mikroba tersebut memanfaatkan sumber karbon
yang ada dalam tanah sebagai makanannya. Sumber karbon yang ada dalam tanah
diantaranya adalah insektisida heksaklorobenzen dan endrin. Populasi mikroba
Bacillus cereus tertinggi pada perlakuan UAATJM, hal ini disajikan dalam Gambar
10. Pada berbagai perlakuan dan berbagai pengamatan,
populasi tertinggi pada
perlakuan UAATJM masing-masing adalah (UAATJM) 17 HST (6,5 x 106), 50 HST
(8,1x 107), 80 HST (9,8 x 107), 90 HST sebesar (1,2 x108), ini disajikan dalam Tabel
Populasi Bacillus cereus, log cfu
10.
11.0
Urea priil
UAATK
10.0
UAATJ
9.0
UAATKM
8.0
UAATJM
UBTK
7.0
UBTJ
6.0
17 HST
50 HST
80 HST
90 HST
Waktu (Hari Setelah Tanam)
UBTKM
UBTJM
commit
user(17, 50, 80, 90) HST
Gambar 10. Populasi Bacillus
cereustopada
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
47
Populasi mikroba Achoromobacter tertinggi pada perlakuan UAATJM, hal ini
disajikan dalam Gambar 11. Pada berbagai perlakuan dan berbagai pengamatan,
populasi tertinggi pada perlakuan UAATJM masing-masing adalah (UAATJM) 17
HST (6,5 x 106), 50 HST (8,1x 107), 80 HST (9,8 x 107), 90 HST sebesar (1,2 x108),
ini disajikan dalam Tabel 10.
Tabel 10. Populasi 17, 50, 80, 90 HST pada Berbagai Perlakuan
Perlakuan
Populasi Achoromobacter (cfu/ml) x 10^5
17
log 17
50
HST
HST
HST
log 50
HST
80
log 80
HST
HST
90 HST
log 90
HST
Urea priil
8
5.9
10
6.0
14
6.1
25
6.4
UAATK
11
6.0
18
6.3
142
7.2
156
7.2
UAATJ
9
6.0
13
6.1
52
6.7
59
6.8
UAATKM
48
6.7
58
6.8
621
7.8
1855
8.3
UAATJM
65
6.8
810
7.9
987
8.0
1250
8.1
UBTK
3
5.5
9
6.0
15
6.2
18
6.3
UBTJ
14
6.1
25
6.4
29
6.5
36
6.6
UBTKM
16
6.2
98
7.0
236
7.4
265
7.4
UBTJM
49
6.7
96
7.0
198
7.3
236
7.4
Populasi Achoromobacter log cfu
Keterangan : Analisa di Laboratorium Mikrobiologi LIPI. Cibinong, 2013.
8.5
Urea priil
8.0
UAATK
7.5
UAATJ
7.0
UAATKM
6.5
UAATJM
6.0
UBTK
5.5
UBTJ
UBTKM
5.0
17 HST
50 HST
80 HST
90 HST
Waktu (Hari setelah Tanam)
UBTJM
Gambar 11. Populasi Achoromobacter pada (17, 50, 80, 90) HST
Populasi Catenococcus 17, 50, 80, 90 HST pada berbagai perlakuan dan
berbagai pengamatan, populasi tertinggi pada perlakuan urea berlapis arang aktif
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
48
tongkol jagung yang diperkaya mikroba (UAATJM) 17 HST (5,5 x 106), 50 HST
(1,1 x 107), 80 HST (2,2 x 107), 90 HST sebesar (8,6 x107). Hal ini disajikan dalam
Tabel 11.
Tabel 11. Populasi Catenococcus 17, 50, 80, 90 HST pada Berbagai Perlakuan.
Populasi Catenococcus (cfu/ml) x 10^5
Perlakuan
17
log 17
50
log 50
80
log 80
90
log 90
HST
HST
HST
HST
HST
HST
HST
HST
Urea priil
2
5,3
5
5,7
10
6,0
11
6,0
UAATK
8
5,9
9
6,0
65
6.8
72
6,9
UAATJ
3
5,5
3
5,5
36
6,6
39
6,6
UAATKM
5
5,7
25
6,4
142
7,2
158
7,2
UAATJM
55
6,7
125
7,1
225
7,4
859
7,9
UBTK
2
5,3
6
5,8
9
6,0
11
6,0
UBTJ
3
5,5
29
6,5
31
6,5
25
6,4
UBTKM
16
6,2
112
7,0
56
6,7
69
6,8
UBTJM
26
6,4
45
6,7
163
7,2
221
7,3
Keterangan : Analisa di Laboratorium Mikrobiologi LIPI. Cibinong, 2013.
Peningkatan populasi Catenococcus berbagai perlakuan pada 17, 50, 80, 90 HST
disajikan dalam Gambar 12. Pada waktu tanaman umur 17 HST populasi sebesar 5,3
– 6,7 log cfu, pada 50 HST populasi berkisar antara 5,5-7,0log cfu, pada umur 80
HST populasi berkisar antara 6,0-7,4 log cfu, dan 90 HST populasi Catenococcus
berkisar antara 6-7,9. Populasi tertinggi pada perlakuan UAATJM. Ini disajikan
Populasi Catenococcus, log cfu
dalam Gambar 12.
8.0
Urea priil
7.5
UAATK
7.0
UAATJ
6.5
UAATKM
UAATJM
6.0
UBTK
5.5
UBTJ
5.0
UBTKM
17 HST
50 HST
80 HST
Waktu (Hari Setelah Tanam)
90 HST
UBTJM
Gambar 12. Populasi Catenococcus pada (17, 50,80,90) HST
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
49
Populasi Heliotrik 17, 50, 80, 90 HST pada berbagai perlakuan dan berbagai
pengamatan, populasi tertinggi pada perlakuan urea berlapis arang aktif tongkol
jagung yang diperkaya mikroba (UAATJM) 17 HST (2,5 x 106), 50 HST (2,6 x 106),
80 HST (9,5 x 106), 90 HST sebesar (1,1 x107), ini disajikan dalam Tabel 12 dan
Gambar 13.
Tabel 12. Populasi Heliotrik 17, 50, 80, 90 HST pada Berbagai Perlakuan.
Populasi Heliotrik (cfu/ml)
Perlakuan
log 17
log 50
80
log 80
90
log 90
17 HST
HST
50 HST
HST
HST
HST
HST
HST
Urea priil
2
5,3
2
5,3
3
5,5
3
5,5
UAATK
3
5,5
3
5,5
18
6,3
21
6,3
UAATJ
1
5,0
2
5,3
18
6,3
25
6,4
UAATKM
5
5,7
15
6,2
75
6,9
89
6,9
UAATJM
25
6,4
26
6,4
95
7,0
112
7,0
UBTK
1
5,0
5
5,7
6
5,8
8
5,9
UBTJ
3
5,5
8
5,9
9
6,0
9
6,0
UBTKM
6
5,8
46
6,7
62
6,8
78
6,9
UBTJM
6
5,8
42
6,6
65
6,8
87
6,9
Keterangan : Analisa di Laboratorium Mikrobiologi LIPI. Cibinong, 2013.
Pengkayaan mikroba pendegradasi pestisida ke dalam arang aktif yang
digunakan sebagai selaput pupuk urea pada tanaman cenderung menurunkan residu
POPs lebih besar daripada tanpa inokulasi mikroba pendegradasi. Peran mikroba
dalam menurunkan kadar POPs dilakukan melalui proses detoksitas dan degradasi.
Degradasi merupakan transformasi substrat kompleks menjadi produk sederhana
yang sering dikenal sebagai mineralisasi. Laju degradasi pestisida oleh mikroba atau
metabolisme mikrobia dipercepat oleh peningkatan suhu atau peningkatan
kelengasan tanah kering dan laju dekomposisinya sering lebih besar pada tanah yang
relatif kaya bahan organik seperti halnya tanah Andisol (Cornejo & Celis, 2008).
Tanpa peran mikroba, pestisida dan hasil degradasinya akan terangkut ke dalam
jaringan tanaman yang dikonsumsi manusia dalam jumlah yang relatif lebih tinggi
daripada dengan melibatkan mikroba pendegradasi pestisida.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
50
Populasi Heliotrik, log cfu
7.5
Urea priil
7.0
UAATK
UAATJ
6.5
UAATKM
6.0
UAATJM
UBTK
5.5
UBTJ
UBTKM
5.0
17 HST
50 HST
80 HST
90 HST
UBTJM
Waktu (Hari setelah Tanam)
Gambar 13. Populasi Heliotrik pada (17, 50, 80, 90) HST pada berbagai
Perlakuan.
E. Residu Insektisida
Pestisida yang digunakan untuk memberantas hama disebut insektisida,
sedangkan yang digunakan untuk memberantas gulma disebut herbisida. Pestisida
sekarang sudah mengakibatkan banyak pencemaran, hal ini disebabkan sifat pestisida
yang sangat tahan terhadap peruraian secara alami (persisten). Walaupun sekarang
telah banyak dikembangkan pestisida yang mudah terurai (biodegradable), tetapi
kenyataannya masih banyak digunakan pestisida yang bersifat rekalsitran.
Penggunaan pupuk dan pestisida pada awalnya mungkin belum memberikan
efek yang berarti, namun dalam tempo yang panjang terlebih lagi disertai dengan
penggunaan yang tidak hati-hati dan dosis yang tidak tepat, maka akan terjadi
akumulasi di tanah. Keadaan tanah yang jenuh oleh bahan-bahan sintetik tersebut
menyebabkan rantai makanan menjadi lambat dan bahkan berhenti, karena
ketidakmampuan bakteri untuk menguraikan bahan-bahan sintetis itu. Tanah
cenderung asam dan terjadi pengerasan yang disebabkan oleh pupuk sintetik. Upaya
untuk mengurangi residu pestisida di lingkungan harus segera dilakukan. Dalam
kondisi yang demikian, maka sangat diperlukan peranan dari mikroorganisme yang
mampu mendegradasi senyawa insektisida (bioremediasi). Dengan peranan
mikroorganisme tersebut maka akumulasi senyawa insektisida dapat diminimalisasi
dan kesuburan tanah akan tetap terjaga.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
51
Langkah lain untuk mengurangi pencemaran yaitu dengan pemberian
insektisida yang selektif dan seefektif mungkin. Pestisida dalam dosis rendah dapat
menyebabkan terjadinya biomagnifikasi sehingga kandungan insektisida di
lingkungan sangat rendah dan dapat terakumulasi melalui rantai makanan, sehingga
dapat membahayakan kehidupan makhluk hidup termasuk manusia. Upaya untuk
mengatasi pencemaran tersebut, sekarang banyak dipelajari biodegradasi pestisida.
Pestisida yang resisten yaitu pestisida dimana residunya meninggalkan pengaruh
buruk terhadap lingkungan. Insektisida organoklorin termasuk insektisida yang
resisten pada lingkungan, meninggalkan residu yang terlalu lama dan dapat
terakumulasi dalam jaringan melalui rantai makanan.
Bahan-bahan yang digunakan untuk penelitian, seperti biochar, arang aktif,
dan air untuk pengairan tanaman diuji residu pestisidanya, namun hasil analisa
pendahuluan tidak terdeteksi insektisida heksaklorobenzen dan endrin. Hal ini
disajikan dalam Tabel 13.
Tabel 13. Residu Insektisida Heksaklorobenzen dan Endrin pada Biochar, Arang
Aktif, dan Air untuk Pengairan.
Heksaklorobenzen
Endrin
(mg/kg)
(mg/kg)
Biochar
-
-
Arang aktif
-
-
Air embung untuk pengairan
-
-
Hasil Analisa
Keterangan : - = tidak terdeteksi
Analisa residu pestisida dilaksanakan di Laboratorium Bahan Agrokimia di
Laladon. Bogor, 2013.
Residu insektisida sampel tanah awal yang akan digunakan untuk media
tanam asal Desa Cilamaya Kecamatan Cilamaya Wetan Kabupaten Karawang 2013,
adalah aldrin 0,008 ppm, heptaklor 0,008 ppm, dieldrin 0,002 ppm, DDT 0,005 ppm,
heksaklorobenzen 0,001 ppm, chlordane 0,007 ppm, endrin 0,00l ppm. (Tabel 14).
Pestisida merupakan salah satu kontaminan organik yang berasal dari aktivitas
manusia. Pestisida organoklorin (OK) adalah senyawa hidrokarbon terklorinasi.
Contoh pestisida ini adalah DDT, aldrin, heptaklor, Heksaklorobenzen, Endrin, dan
dieldrin. Pestisida ini dikenal sebagai insektisida yang memiliki persistensi yang
commit to user
tinggi, terutama dalam tanah dan air tanah. Dengan persistensi yang tinggi, pestisida
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
52
ini mempunyai potensi terakumulasi biologis dalam tubuh makhluk hidup, baik
manusia, hewan, maupun tanaman.
Tabel 14. Residu Insektisida Sampel Tanah Awal secara Komposit Asal Karawang
Bahan Aktif POPs
Konsentrasi residu (mg/kg)
γ – BHC (Lindan)
-
Aldrin
0.008
Heptaklor
0.008
Dieldrin
0.002
DDT
0.005
Endosulfan
-
Heksaklorobenzen
0.001
Chlordane
0.007
Toxaphene
0.003
Endrin
0.001
Keteranga: Analisa Heksaklorobenzen dilakukan di Laboratorium Bahan Agrokimia di Bogor.
Parameter lingkungan yang diamati dalam penelitian ini adalah residu
heksaklorobenzen dan endrin yang meliputi:
1. Residu heksaklorobenzen dalam air
Pengambilan contoh air dilakukan sebanyak 6 kali interval waktu yaitu 1
HST, 17 HST , 35 HST, 80 HST, dan 90 HST. Contoh air diambil pada setiap
kedalaman pipa, dimana pertama pada kedalaman 0-20 cm, kedua dengan kedalaman
20-40, dan ketiga kurang lebih pada kedalaman 40-60 cm, lalu dikomposit. Cara
pengambilan air disajikan pada Gambar 14.
Gambar 14.
Pengambilan
commit
to user Contoh Air
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
53
Residu pestisida heksaklorobenzen dalam air pada berbagai perlakuan
menunjukkan 1 HST tidak menunjukkan perbedaan yang nyata, namun pada 17, 35,
50, 80, 90 HST pada berbagai perlakuan urea berlapis arang aktif menunjukkan
perbedaan yang nyata uji duncan taraf 5% (Tabel 15). Kandungan residu pestisida
heksaklorobenzen dalam air pada 1 HST berkisar antara 0,054 - 0,085 ppm. Analisa
sidik ragam disajikan dalam Lampiran 8. Perlakuan UAATKM, kandungan residu
HCB setelah aplikasi pestisida sebesar 0,074 ppm setelah panen menurun menjadi
0,008 ppm. Penurunan konsentrasi heksaklorobenzen di air 35 HST berhubungan
dengan peningkatan populasi mikroba 17 HST (r = -0,463*), penurunan konsentrasi
residu HCB 50 HST dipengaruhi oleh pH tanah 17 HST dengan nilai korelasi (r = 0,483*) dan sangat dipengaruhi oleh populasi mikroba 17 HST dengan nilai korelasi
(r = - 0,647**). HCB di Air 80 HST dipengaruhi oleh mikroba 17 HST mempunyai
korelasi negatif artinya peningkatan populasi mikroba berhubungan dengan
penurunan HCB di air. HCB di Air 90 HST dipengaruhi oleh mikroba 17 HST
mempunyai korelasi negatif (r = -0,771*) artinya peningkatan populasi mikroba
berhubungan dengan penurunan HCB di air. Hasil korelasi antar parameter disajikan
dalam Lampiran 12.
Tabel 15. Residu heksaklorobenzen dalam Air pada (1, 17, 35, 50, 80,90) HST
Perlakuan
Residu Heksaklorobenzen (ppm) dalam Air (HST)
1
17
35
50
80
90
Urea priil
0,079 a
0,069 a
0,068 a
0,051 a
0,042 a
0,038 a
UAATK
0,085 a
0,054 ab
0,054 b
0,033 b
0,026 b
0,019 b
UAATJ
0,074 a
0,051 ab
0,053 b
0,033 b
0,026 b
0,021 b
UAATKM
0,074 a
0,043 b
0,044 bc
0,024 c
0,010 e
0,007 c
UAATJM
0,065 a
0,045 b
0,046 bc
0,028 bc
0,013 de
0,011 c
UBTK
0,079 a
0,052 ab
0,051 b
0,035 b
0,027 b
0,022 b
UBTJ
0,054 a
0,039 b
0,038 c
0,030 bc
0,021 bc
0,019 b
UBTKM
0,080 a
0,044 b
0,051 b
0,027 bc
0,015 cde
0,011 c
UBTJM
0,073 a
0,039 b
0,040 c
0,025 c
0,018 cd
0,011 c
Angka dalam lajur diikuti huruf sama berarti tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf 5%.
Keterangan : Analisa Heksaklorobenzen dilakukan di Laboratorium Bahan Agrokimia di Bogor.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
54
Penurunan HCB dalam air disajikan dalam Gambar 15, penurunan tertinggi
pada perlakuan UAATKM, hal ini diduga disebabkan oleh peran mikroorganisme
Residu HCB di Air (ppm)
dalam mendegradasi senyawa HCB di dalam air.
0.100
Urea priil
0.080
UAATK
0.060
UAATJ
0.040
UAATKM
UAATJM
0.020
UBTK
0.000
1
17
35
50
80
Waktu Hari Setelah Tanam (HST)
90
UBTJ
UBTKM
Gambar 15. Penurunan Heksaklorobenzen di Air
2. Residu heksaklorobenzen dalam tanah
Kandungan residu insektisida heksaklorobenzen dalam tanah pada 1 HST
tidak menunjukkan perbedaan yang nyata, namun hasil tertinggi pada perlakuan
UAATKM. Kandungan insektisida awal berkisar antara 0,139 ppm - 0,218 ppm.
Analisa residu heksaklorobenzen dalam tanah pada umur 17, 35, 50, 80, 90 HST
menunjukkan perbedaan yang nyata menurut uji duncan taraf 5%. Pada tanaman
umur 17 HST kandungan residu tertinggi pada perlakuan UAATKM, namun seiring
dengan bertambahnya umur tanaman
residu insektisida heksaklorobenzen yang
tinggal dalam tanah yang terendah adalah pada perlakuan UAATKM dan UAATJM.
Kandungan residu insektisida heksaklorobenzen dalam tanah setelah panen menurun
menjadi 0,017 ppm - 0,040 ppm. Hal ini disajikan dalam Tabel 16. Penurunan
insektisida heksaklorobenzene dalam tanah di sajikan pada Gambar 16.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
55
Tabel 16. Residu Heksaklorobenzen dalam Tanah pada (1, 17, 35, 50, 80,90) HST
Residu Heksaklorobenzen (ppm) dalam Tanah (HST)
Perlakuan
1
17
35
50
Urea priil
0,150 a
0,089 c
0,069 bc
0,058 cd
0,046 a 0,040 a
UAATK
0,183 a
0,122 b
0,083 ab
0,069 ab
0,041 a 0,032 b
UAATJ
0,139 a
0,061 d
0,044 d
0,036 e
0,024 b 0,018 cd
UAATKM
0,213 a
0,175 a
0,092 a
0,056 cd
0,022 b 0,017 d
UAATJM
0,176 a
0,104 bc
0,056 cd
0,032 e
0,023 b 0,017 d
UBTK
0,218 a
0,124 b
0,091 a
0,075 a
0,045 a 0,038 a
UBTJ
0,191 a
0,106 bc
0,080 ab
0,061 bc
0,047 a 0,037 a
UBTKM
0,188 a
0,120 b
0,070 bc
0,048 d
0,027 b 0,019 cd
UBTJM
0,212 a
0,115 bc
0,071 bc
0,047 d
0,025 b 0,022 c
80
90
Angka dalam lajur diikuti huruf sama berarti tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf 5%.
Residu HCB di Air (ppm)
Keterangan : Analisa Heksaklorobenzen dilakukan di Laboratorium Bahan Agrokimia di Bogor
0.090
0.080
0.070
0.060
0.050
0.040
0.030
0.020
0.010
0.000
Urea priil
UAATK
UAATJ
UAATKM
UAATJM
UBTK
UBTJ
1
17
35
50
80
Waktu (Hari Setelah Tanam)
90
UBTKM
UBTJM
Gambar 16. Penurunan Heksaklorobenzen (HCB) di Tanah
3. Residu endrin dalam air
Kandungan endrin dalam air awal pengamatan sebesar meningkat menjadi
0,061 - 0,096 ppm. Pada saat pengamatan akhir/panen kandungan endrin dalam air
menurun menjadi 0,010 - 0,039 ppm. Pada 1 HST kandungan residu endrin dalam
air tertinggi pada perlakuan urea prill. Saat pertumbuhan tanaman 17 HST residu
terendah pada perlakuan UBTK, saat umur 35 HST residu terendah pada perlakuan
commit to user
UAATJM, namun saat tanaman umur 50, 80, 90 HST populasi terendah pada
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
56
perlakuan UAATKM. Dari berbagai macam perlakuan dan berbagai waktu
pengambilan sampel, semua menunjukkan perbedaan yang nyata menurut uji duncan
taraf 5%. Dari hasil akhir, perlakuan urea berlapis arang aktif tempurung kelapa yang
di perkaya mikroba (UAATKM) memiliki kandungan endrin yang paling rendah,
diikuti urea berlapis arang aktif tongkol jagung yang di perkaya mikroba
(UAATJM), urea berlapis biochar tempurung kelapa yang di perkaya mikroba
(UBTKM), berlapis biochar tongkol jagung yang di perkaya mikroba (UBTJM)
terlihat kandungan endrin dalam air paling rendah dibandingkan dengan perlakuan
yang lain (Tabel 17).
Tabel 17. Residu Endrin dalam Air pada (1, 17, 35, 50, 80,90) HST
Perlakuan
Residu Endrin (ppm) dalam Air (HST)
1
17
Urea priil
0,096 a
0,073 a
0,072 a 0,055 a
0,044 a
0,039 a
UAATK
0,089 ab
0,070 ab
0,074 a 0,048 b
0,032 b
0,025 b
UAATJ
0,081 ab
0,053 bc
0,060 b 0,032 c
0,028 bc
0,020 bc
UAATKM
0,075 ab
0,047 c
0,046 c 0,025 cd 0,014 e
0,010 d
UAATJM
0,082 ab
0,042 c
0,041 c 0,021 d
0,012 d
UBTK
0,061 ab
0,035 c
0,041 c 0,029 cd 0,023 cd
0,019 bc
UBTJ
0,071 ab
0,041 c
0,044 c 0,030 c
0,026 bc
0,024 B
UBTKM
0,084 ab
0,040 c
0,039 c 0,025 cd 0,016 de
0,014 cd
UBTJM
0,083 ab
0,041 c
0,041 c 0,032 c
0,016 cd
35
50
80
0,015 e
0,021 cde
90
Angka dalam lajur diikuti huruf sama berarti tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf 5%.
Keterangan : Analisa Heksaklorobenzen dilakukan di Laboratorium Bahan Agrokimia di Bogor
Penurunan endrin dalam air disajikan dalam (Gambar 17). Penurunan endrin
dalam air pada 35, 80, 90 HST dipengaruhi oleh mikroba. Populasi mikroba semakin
meningkat, maka akan mempercepat proses penurunan residu endrin dalam air.
Bahkan populasi mikroba peningkatannya sangat nyata dengan nilai korelasi (r=0,515**). Hal ini disajikan dalam Lampiran 12. Penurunan endrin dalam air selain
dipengaruhi oleh populasi mikroba, berhubungan juga dengan C (r=-0,503*), N (r=0,476*).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
57
Residu Endrin di Air (ppm)
0.120
Urea priil
0.100
UAATK
0.080
UAATJ
0.060
UAATKM
0.040
UAATJM
UBTK
0.020
UBTJ
0.000
1
17
35
50
80
UBTKM
90
Waktu (Hari Setelah Tanam)
UBTJM
Gambar 17. Penurunan Endrin di Air
4. Residu endrin dalam tanah
Kandungan endrin dalam tanah dan pertumbuhan tanaman padi berbeda nyata
pada uji duncan 5%, terhadap berbagai macam perlakuan pupuk urea lapis arang
aktif saat 1, 17, 35, 50, 80, 90 HST (Tabel 18). Hasil analisa endrin dalam tanah 1
HST berkisar antara 0,118-0,266 ppm dan pada saat pengamatan akhir/panen (90
HST) kandungan endrin di tanah turun menjadi 0,015 - 0,056 ppm.
Tabel 18. Hasil Analisa Residu Insektisida Endrin di Tanah, Tahun 2013.
Perlakuan
Residu Endrin (ppm) dalam Tanah (HST)
1
17
35
50
80
90
Urea priil
0,118 c
0,088 e
0,068 bc
0,054 cd
0,044 cb
0,040 b
UAATK
0,266 a
0,184 a
0,129 a
0,109 a
0,071 a
0,056 a
UAATJ
0,180 bc
0,116 cde
0,084 b
0,079 b
0,053 b
0,039 b
UAATKM 0,198 abc
0,158 ab
0,079 b
0,046 d
0,020 f
0,018 e
UAATJM
0,186 bc
0,132 bcd
0,072 bc
0,047 d
0,026 ef
0,023 de
UBTK
0,188 bc
0,107 cde
0,079 b
0,059 c
0,043 cd
0,035 bc
UBTJ
0,189 bc
0,103 de
0,077 bc
0,062 c
0,046 cb
0,035 bc
UBTKM
0,182 bc
0,095 e
0,058 c
0,035 e
0,020 f
0,015 e
UBTJM
0,214 abc
0,141 bcd
0,089 b
0,062 c
0,034 de
0,028 cd
Angka dalam lajur diikuti huruf sama berarti tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf 5%.
Keterangan : Analisa Heksaklorobenzen dilakukan di Laboratorium Bahan Agrokimia di Bogor.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
58
Hasil penelitian penurunan residu endrin dalam tanah berhubungan/berkorelasi
negatif dengan DO (r = -0,438*), oksigen (r = -0,454*), C-organik (r = -0,466*), pH
17 HST (r=-0,383*), dan mikroorganisme (r=-0,396*). Ini disajikan dalam
Lampiran12.
Artinya
penurunan
residu endrin
dalam tanah
berhubungan
erat/dipengaruhi oleh peningkatan DO, oksigen, C-organik, pH tanah dan
mikroorganisme. Tanpa adanya oksigen terlarut (DO), banyak mikroorganisme
dalam air yang tidak dapat hidup, karena DO digunakan mikroba untuk melakukan
proses degradasi senyawa organik dalam air. Menururut Cornejo & Celis (2008),
perilaku senyawa POPs dalam tanah dipengaruhi oleh komponen esensial tanah
antara lain % C organik, % liat, pH tanah, KTK, dan kadar air tanah.
Oksigen terlarut ( DO ) adalah jumlah oksigen terlarut dalam air yang berasal
dari fotosintesa dan absorbsi udara. Oksigen terlarut di suatu perairan sangat
berperan dalam proses penyerapan makanan oleh mahkluk hidup dalam air. Untuk
mengetahui kualitas air dalam suatu perairan, dapat dilakukan dengan mengamati
beberapa parameter kimia seperti oksigen terlarut (DO). Semakin banyak jumlah DO
(dissolved oxygen ) maka kualitas air semakin baik, hal ini dibuktikan dengan
parameter DO, hasil tertinggi pada perlakuan UAATKM. Hal ini disajikan dalam
Lampiran 4. Oksigen terlarut dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan,
proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk
pertumbuhan dan pembiakan. Disamping itu, oksigen juga dibutuhkan untuk oksidasi
bahan – bahan organik dan anorganik dalam proses aerobik. Tanpa adanya oksigen
terlarut, banyak mikroorganisme dalam air yang tidak dapat hidup, karena DO
digunakan mikroba untuk melakukan proses degradasi senyawa organik. Oksigen
dapat dihasilkan dari atmosfer melalui proses fotosintesa tanaman. Kelarutan oksigen
dalam air tergantung pada temperatur dan tekanan atmosfer.
Nilai C/N ratio berguna sebagai penanda kemudahan perombakan
bahan
organik dan kegiatan jasad renik tanah ( Tejoyuwono, 2000 ). Apabila nisbah C/N
terlalu lebar, ketersediaan C sebagai sumber energi berlebihan menurut
bandingannya dengan ketersedian N bagi pembentukan protein mikrobia sehingga
kegiatan jasad renik akan terhambat. Nisbah C/N lebar menyebabkan penyematan N
mineral tanah dalam jaringan mikrobia sehingga menjadi tak tersediakan bagi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
59
tanaman. Penambahan arang aktif yang mempunyai nilai nisbah tinggi ke dalam
tanah diharapkan dapat meningkatkan nisbah C/N dalam tanah yang relatif rendah.
Ikatan arang aktif dengan partikel tanah akan efektif meningkatkan sifat fisik
tanah melalui penurunan kekerasan tanah, peningkatan kemampuan tanah mengikat
air, dan memperbaiki agregat tanah. Selain itu, arang aktif juga dapat meningkatkan
aktivitas mikroorganisme dalam tanah (Ogawa, 1994).
Pada kondisi pH tanah netral, diharapkan proses degradasi residu insektisida
dan aktivitas mikroba akan semakin meningkat. pH tanah, secara umum, unsur-unsur
hara mudah diserap tanaman jika pH tanah bernilai netral atau sekitar netral, karena
pada nilai tersebut, unsur hara mudah terlarut dalam air. Rendahnya nilai pH sering
menjadi penghambat pertumbuhan tanaman. pH sangat penting bagi pertumbuhan
tanaman, selain itu penting juga bagi pertumbuhan mikroorganisme tanah
(Hardjowigeno, 2003). Bakteri pengikat nitrogen dari udara dan bakteri nitrifikasi
tidak dapat hidup pada tanah dengan pH dibawah 5,5.
Mikroorganisme mempunyai peranan penting bagi degradasi residu pestisida,
sebab mikroorganisme mampu merombak bahan organik, dan memanfaatkan bahan
organik tersebut sebagai sumber makanannya. Penurunan endrin dalam tanah
disajikan dalam Gambar 18.
Residu Endrin di Tanah (ppm)
0.300
Urea priil
0.250
UAATK
0.200
UAATJ
UAATKM
0.150
UAATJM
0.100
UBTK
0.050
UBTJ
UBTKM
0.000
1
17
35
50
80
90
Waktu (Hari Setelah Tanam)
Gambar 18. Penurunan Endrin di Tanah
commit to user
UBTJM
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
60
5. Residu heksaklorobenzen dan endrin di beras
Penyerapan nutrisi atau elemen yang lainnya misalnya residu pestisida yang
ada dalam tanah, dilakukan oleh akar tanaman dan dipengaruhi oleh faktor di dalam
lingkungan akar dan faktor di luar akar. Faktor dilingkungan akar misalnya jenis
media tanam, kualitas air, pH dan EC larutan nutrisi. Sedangakan faktor luar
misalnnya temperatur, angin, kelembaban, dan cahaya. Elemen-elemen diserap oleh
akar dalam bentuk ion-ion, yaitu anion yang bermuatan negatif dan kation yang
bermuatan positif. Adanya perbedaan muatan antara ion-ion di dalam larutan hara
dengan ion-ion dalam akar, menyebabkan terjadinya proses tukar-menukar ion.
Pestisida yang diaplikasikan di tanah, dapat terakumulasi dalam beras, residu
heksaklorobenzen di beras yang terendah adalah perlakuan urea arang aktif
tempurung kelapa yang diperkaya mikroba (UAATKM) yaitu sebesar 0,016 ppm dan
residu endrin pada perlakuan UAATK, UAATKM, UAATJM menunjukkan hasil
yang sama yaitu sebesar 0,018 ppm, ini disajikan dalam (Tabel 19 dan Gambar 19).
Penurunan residu heksaklorobenzen dalam beras dipengaruhi oleh mikraba17
HST (r=-0,466*) dan C (r=-0,438). Pada mikroba 17 HST, peningkatan populasi
mikroba berhubungan erat dengan penurunan residu HCB dalam beras. Penurunan
endrin dalam beras berbunungan erat dengan mikroba 17 HST (r=-0,460*).
Tabel 19. Hasil Analisa Residu Insektisida Heksaklorobenzen dan Endrin pada Beras.
Perlakuan
Residu Insektisida Pada Beras (ppm)
Heksaklorobenzen
Endrin
Urea priil
0,029 a
0,028 a
UAATK
0,020 bc
0,018 b
UAATJ
0,021 bc
0,022 ab
UAATKM
0,016 c
0,018 b
UAATJM
0,018 bc
0,018 b
UBTK
0,023 ab
0,023 ab
UBTJ
0,024 ab
0,025 ab
UBTKM
0,018 bc
0,021 ab
UBTJM
0,025 ab
0,022 ab
Angka dalam lajur diikuti huruf sama berarti tidak berbeda nyata menurut uji Duncan
pada taraf 5%,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
61
Residu Beras
ppm
0.035
0.030
0.025
0.020
0.015
0.010
0.005
0.000
Hexaclorobenzen
Endrin
Perlakuan
Gambar 19. Residu Heksaklorobenzen dan Endrin Pada Beras Tahun 2013
6. Penurunan heksaklorobenzen
Penurunan residu heksaklorobenzen pada berbagai perlakuan, penurunan
tertinggi pada perlakuan urea berlapis arang aktif yang diperkaya mikroba
(UAATKM) sebesar 33,1%, urea berlapis biochar tempurung kelapa yang diperkaya
mikroba (UBTKM) 29,2%, urea berlapis arang aktif tongkol jagung yang diperkaya
mikroba (UAATJM) 28,2%, urea berlapis biochar tongkol jagung yang diperkaya
mikroba (UBTJM) 26,9%, hal ini menunjukkan bahwa urea berlapis arang aktig
tempurung kelapa yang diperkaya mikroba lebih efektif menurunkan residu
heksaklorobenzen dibandingkan dengan yang lainnya (Tabel 20).
Tabel 20. Penurunan Residu Heksaklorobenzen pada Berbagai Perlakuan.
Perlakuan
Awal
Tanah
Akhir
Air
Tanah
Air
Indek
Beras
Penurunan
Penurunan
(ppm)
(%)
Urea priil
0,150
0,079
0,040
0,038
0,029
53,0
0,0
UAATK
0,183
0,085
0,032
0,019
0,020
73,5
20,5
UAATJ
0,139
0,074
0,018
0,021
0,021
71,9
19,0
UAATKM
0,213
0,074
0,017
0,007
0,016
86,1
33,1
UAATJM
0,176
0,065
0,017
0,011
0,018
81,2
28,2
UBTK
0,218
0,079
0,038
0,022
0,023
71,8
18,8
UBTJ
0,191
0,054
0,037
0,019
0,024
67,6
14,6
UBTKM
0,188
0,080
0,019
0,011
0,018
82,2
29,2
UBTJM
0,212
0,073
0,022
0,011
0,025
79,9
26,9
Indek penurunan: (Residu Awal - Residu)/Residu Awal*100
Penurunan
: Indek penurunan perlakuancommit
- Indeksto
penuruna
user urea prill
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
62
7. Penurunan residu endrin
Penurunan residu endrin pada berbagai perlakuan, penurunan tertinggi pada
perlakuan urea berlapis arang aktif yang diperkaya mikroba (UAATKM) sebesar
33,6%, diikuti urea berlapis biochar tempurung kelapa yang diperkaya mikroba
(UBTKM) 31,6%,
urea arang aktif
tongkol jagung yang diperkaya mikroba
(UAATJM) 30,5%, urea berlapis biochar tongkol jagung yang diperkaya mikroba
(UBTJM) 28,0%. Hal ini menunjukkan bahwa urea berlapis arang aktif tempurung
kelapa yang diperkaya mikroba lebih efektif menurunkan residu endrin dibandingkan
dengan yang lainnya.
Tabel 21. Penurunan Residu Endrin pada Berbagai Perlakuan
Awal
Perlakuan
Tanah
Akhir
Air
Tanah
Air
Indek
Beras
Penurunan
Penurunan
(ppm)
(%)
Urea priil
0,118
0,096
0,040
0,039
0,028
49,6
0,0
UAATK
0,266
0,089
0,056
0,025
0,018
72,0
22,4
UAATJ
0,180
0,081
0,039
0,020
0,022
68,7
19,1
UAATKM
0,198
0,075
0,018
0,010
0,018
83,3
33,6
UAATJM
0,186
0,082
0,023
0,012
0,018
80,1
30,5
UBTK
0,188
0,061
0,035
0,019
0,023
69,3
19,6
UBTJ
0,189
0,071
0,035
0,024
0,025
67,9
18,3
UBTKM
0,182
0,084
0,015
0,014
0,021
81,2
31,6
UBTJM
0,214
0,083
0,028
0,016
0,022
77,6
28,0
Indek penurunan: (Residu Awal - Residu)/Residu Awal*100
Penurunan
: Indek penurunan perlakuan - Indeks penuruna urea prill
F. Pengamatan Agronomi
Pertumbuhan tinggi tanaman dipengaruhi oleh sifat genetik dan kemampuan
tanaman dalam beradaptasi dengan kondisi lingkungan tempat hidupnya. Kondisi
lingkungan tempat penelitian telah memenuhi syarat yang dibutuhkan tanaman untuk
tumbuh dengan baik. Hasil pengamatan tinggi tanaman selama masa pertumbuhan padi
pada berbagai perlakuan pupuk urea yang berlapis biochar, arang aktif maupun yang
diperkaya dengan mikroba disajikan pada
(Gambar
commit
to user 20). Pertumbuhan tanaman padi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
63
diamati setiap dua minggu sekali. Tinggi tanaman padi varietas Ciherang dari waktu ke
waktu terus bertambah sampai dengan 70 HST, pada perlakuan UAATK terlihat tinggi
tanaman paling rendah pertumbuhannya dibandingkan dengan perlakuan yang lain.
Cm
Tinggi Tanaman
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
Urea priil
UAATK
UAATJ
UAATKM
UAATJM
UBTK
UBTJ
14
28
42
56
70
UBTKM
UBTJM
Hari Setelah Tanam (HST)
Gambar 20. Tinggi Tanaman pada Berbagai Perlakuan
Jumlah anakan tanaman padi terus bertambah seiring dengan umur padi dan
tertinggi
pada
umur
42
HST
dimana
padi
mengalami
masa
vegetatif
maksimum/waktu yang tepat untuk pembentukan anakan maksimum.
Pada
perlakuan urea berlapis arang aktif tongkol jagung yang diperkaya dengan mikroba
umur 42 HST terlihat paling tinggi jumlah anakannya diikuti oleh perlakuan urea
berlapis biochar baik dari tempurung kelapa maupun tongkol jagung yang diperkaya
dengan mikroba (Gambar 21). Arang aktif maupun biochar merupakan amelioran
yang berguna untuk meningkatkan sifat fisik tanah dengan mempengaruhi pH tanah
hingga mendekati netral. Pada tanah berlempung, arang aktif maupun biochar dapat
membantu menurunkan kekerasan tanah dan kemampuan pengikatan air menjadi
lebih tinggi.
Hal ini akan dapat meningkatkan aktivitas mikroorganisme tanah.
Penggunaan arang aktif dan biochar di lahan sawah dapat meningkatkan jumlah
bakteri. Adanya pengkayaan mikroba konsorsia juga ikut memperbanyak jumlah
mikroba yang berperan di dalam tanah dan secara tidak langsung berpengaruh
tehadap pertumbuhan tanaman.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
64
Jumlah Anakan
40
35
30
25
20
15
10
5
0
Urea priil
UAATK
UAATJ
UAATKM
UAATJM
UBTK
14
28
42
56
70
UBTJ
UBTKM
Hari Setelah Tanam (HST)
Gambar 21. Jumlah Anakan pada Berbagai Perlakuan
Pada Tabel 22, menunjukkan bahwa hasil dan komponen hasil (KA, Biomas,
Berat 1000 butir) pada beberapa perlakuan pupuk urea berlapis berbeda nyata
menurut uji kisaran berganda duncan pada taraf 5%. Perlakuan pupuk urea berlapis
biochar memberikan hasil kering panen tertinggi daripada urea pril yaitu 1958, 7
g/m2 dengan kadar air 22%, dan diikuti oleh UAATJM sebesar 1916,7g/m2 dan
UAATKM sebesar 1792,0g/m2. Biomas tertinggi pada perlakuan UBTKM sebesar
1113,3g/m2 dan UAATKM. 986,7g/m2.
Tabel 22. Komponen Hasil Tanaman Padi Saat Panen
Perlakuan
KA
GKP
Biomass
(%)
Berat 1000
---------------gram-----------
Urea priil
22,0 a
1241,7
bc
595,0 c
29,64
ab
UAATK
20,7 b
1083,7
c
579,6 c
29,05
ab
UAATJ
21,7 a
1421,0
ab
715,0 bc
29,83
ab
UAATKM
22,0 a
1792,0
a
986,7 ab
29,35
ab
UAATJM
22,0 a
1916,7
a
976,7 ab
30,56
a
UBTK
21,3 ab
1242,0
bc
706,7 bc
29,28
ab
UBTJ
20,7 b
1592,0
ab
872,1 b
29,65
ab
UBTKM
21,7 a
1625,0
ab
989,6 ab
28,33
b
UBTJM
22,0 a
1958,7
a
30,36
a
CV
GKP = Gabah Kering Panen
KA = Kadar Air Panen
2,440
20,27
commit to user
1113,3 a
24,540
4,190
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
65
Berat 1000 butir tertinggi pada perlakuan UAATJM sebesar 30,56g/m2 dan
UBTKM sebesar 30,36g/m2, Ini menunjukkan bahwa perlakuan urea berlapis biochar
dan arang aktif yang diperkaya mikroba memberikan hasil yang lebih tinggi
dibandingkan dengan tanpa mikroba. Mikroba berperan aktif dalam merombak
bahan-bahan organik dalam tanah, sehingga ketersediaan hara bagi tanaman lebih
tercukupi. Berat 1000 butir pada masing-masing perlakuan disajikan dalam Gambar
22.
gram
Berat 1000 butir
31.0
30.5
30.0
29.5
29.0
28.5
28.0
27.5
27.0
Perlakuan
Gambar 22. Berat 1000 butir
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V. SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan:
Berdasarkan hasil penelitian,
analisa statistik, dan pembahasan yang telah
dilakukan, maka penelitian ini dapat dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.
Pelapisan urea dengan biochar dan arang aktif mampu menurunkan residu
heksaklorobenzen dan endrin sebesar 22,4% dibandingkan dengan urea prill.
2.
Jenis biochar dan arang aktif tempurung kelapa mampu mempengaruhi efektivitas
urea dalam menurunkan residu heksaklorobenzen dan endrin .
3.
Pengkayaan dengan mikroba indegenus mampu meningkatkan efektivitas urea
coating biochar dan urea coating arang aktif tempurung kelapa terhadap
penurunan heksaklorobenzen 33,1% dan penurunan endrin sebesar 33,6%. Ada
hubungan antara penurunan heksaklorobenzen dan endrin terhadap populasi
mikroba (p=0,001), pH tanah (p=0,05), kandungan C (p=0,05), dan oksigen
terlarut (p=0,05).
Saran:
1. Mengingat bahaya dan dampaknya, maka residu insektisida perlu diwaspadai secara
serius dan berkala baik keberadaan dan statusnya karena residu insektisida sudah
menyebar di berbagai komponen lingkungan (tanah, air, tanaman dan produk
pertanian serta darah petani),
2. Harus mulai dipikirkan bagaimana cara penanggulangan/remediasi pada berbagai
komponen lingkungan tersebut, antara lain penggunaan amelioran seperti arang aktif
yang diperkaya bakteri pendegradasi residu insektisida atau diintensifkan penggunan
insektisida alternatif seperti biopestisida.
commit to user
66
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB VI. DAFTAR PUSTAKA
Ardiwinata, A.N. 2007. Persistence Organic Pollutants (POPs) di Lingkungan
Pertanian. Prosiding Seminar Nasional Sumberdaya Lahan dan Lingkungan
Pertanian. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. 9p.
________, S. Wahyuni, Indratin, A. Kurnia, A.Ichwan, E.Sulaeman, dan Poniman.
2008. Identifikasi & Delineasi Pencemaran Residu Pestisida di Sentra Produksi
Padi di Jawa Barat. Laporan Akhir. Balai Penelitian Lingkungan Pertanian.
BBSDLP. Bogor.
Bachtiar, E. 2006. Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Medan.
BPS, 2012. Statistik Indonesia. Biro Pusat Statistik Indonesia. Jakarta.
Cornejo, J., & R. Celis. 2008. Remediation of contaminanted soils and water with
organic chemicals by means of natural, anionic and organic clays. p. 355-368 in
Mehmethi, E., & B. Koumanova (eds.). The Fate of Persistent Organic
Pollutants in The Environment. Springer, Netherlands.
Dewi T., Indratin, I. M. Sudiana. 2013. Laporan Hasil Analisa Pendahuluan. Balai
Penelitian Lingkungan Pertanian. Pati.
Eviati, Sulaeman. 2009. Petunjuk Teknis, Analisa Kimia Tanah, Tanaman, Air, dan
Pupuk. Balai Penelitian Tanah, Balai Besar litbang Sumberdaya Lahan Pertanian.
Ogawa, M. 1994. Symbiosis of people and nature in the tropics: Tropical agriculture
using charcoal. Farming Japan. 28(5) : 21-30.
PAN (Pesticide Action Network). 1994. Ingatlah bahaya pestisida bunga rampai residu
pestisida da alternatifnya. Penyunting Riza V.T. dan Gayatri. PAN Indonesia.
Pari G., Mahfudin, Jajuli, 2012. Teknologi pembuatan arang, briket arang dan arang
aktif serta pemanfaatannya. Gelar Teknologi Tepat Guna di Semarang. Badan
Penelitian dan Pengembangan Kehutanan.
PPI Deptan, 2006. Pestisida Terdaftar (Pertanian dan Kehutanan). Pusat Perijinan dan
Investasi. Departemen Pertanian.
PPI Deptan, 2008. Pestisida Pertanian dan Kehutanan. Pusat Perijinan dan Investasi.
Departemen Pertanian.
PPI Deptan, 2010. Pestisida Pertanian dan Kehutanan, Pusat Perijinan dan Investasi.
Departemen Pertanian.
PPI Deptan, 2011. Pestisida Pertanian dan Kehutanan. Pusat Perijinan dan Investasi.
Departemen Pertanian.
PPI Deptan, 2013. Pestisida Pertanian dan Kehutanan. Pusat Perijinan dan Investasi.
Departemen Pertanian.
PUSRI (Pupuk Sriwijaya), 2013. Laporan Produksi Pupuk Sriwijaya. Palembang.
PUSARPEDAL (Pusat Sarana Pengendalian Dampak Lingkungan), 2013. Deputi
Bidang Pembinaan Sarana Teknis Lingkungan dan Peningkatan Kapasitas.
Kementerian Lingkungan Hidup. commit to user
67
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
68
Prihatin, S.D., S.S. Hariadi, dan Mudiyono. 2012. Ancaman Ketahanan Pangan Rumah
Tangga Petani. Jurnal Ilmiah CIVIS, Volume II, No 2. ISSN.2087-8748.
Harrad, S. 2010. Persistent Organic Pollutans. A.John Wiley and Sons, Ltd.,
Publikation, West Sussex, UK.
Hardjowigeno, S. 2003. Ilmu Tanah. Akademika Presindo. Jakarta.
Harsanti, E.S., A.N. Ardiwinata, S. Wahyuni, Indratin, A. Ichwan, E,.Sulaeman, dan A.
Hidayah, 2010. Pengembangan Teknologi Pelapisan Urea dengan Arang Aktif
yang Diperkaya Mikroba Pendegradasi POPs yang Mampu Meningkatkan
Efisiensi Pemupukan Lebih 50% dan Menurunkan Residu Insektisida di Bawah
Ambang Aman pada Pertanaman Sayuran. Laporan Akhir Penelitian Ristek. Balai
Penelitian Lingkungan Pertanian. BBSDLP. Bogor.
________, S.Y. Jatmiko, R. Artanti, A. Kurnia, S. Wahyuni, Mulyadi, A. Hidayah, A.N.
Ardiwinata, dan R. Hindersah, 2010. Teknologi bioremediasi untuk mendegradasi
residu insektisida POPs melalui pemanfaatan bakteri dan jamur Laporan Akhir
Penelitian APBN 2011. Balai Penelitian Lingkungan Pertanian. BBSDLP. Bogor.
________, Indratin, S. Wahyuni, E. Sulaeman, A.N. Ardiwinata. 2013. Efektivitas
Arang Aktif Diperkaya Mikroba Konsorsia Terhadap Residu Insektisida Lindan
dan Aldrin di Lahan Sayuran (Harsanti, Iin, Yuni, Eman, Ardiwinata. Jurnal
Ecolab. Vol 7 Nomor 1: 27-36.
Husen, Edi. 2012. Pengambilan Contoh Tanah Untuk Analisis Mikroba. Dalam Rasti S.,
Edi H., Simanungkalit. Metode Analisis Biolagi Tanah. Bogor. Balai Besar
Litbang Sumberdaya Lahan. Pertanian. hlm. 5-11.
ISRIC, 1993. Procedures for Soil Analysis.In van Reeuwijk. L.P.(Ed) Technical Paper.
International Soil Reference and Information Centre. Wageningen, The
Netherland, 4th ed.p.100.
Indratin dan S. Wahyuni. 2012. Teknologi Pelapisan Pupuk Urea Dengan Arang Aktif Yang
Diperkaya Dengan Mikroba Untuk Menurunkan Residu Heptaklor dan DDT. Jurnal
Lingkungan Tropis. Volume 6 Nomor 2:
Kementan (Kementerian Pertanian), 2006. Metode Analisa Multiresidu Pestisida.
Jakarta.
Komisi Pestisida, 1997. Metode Pengujian Residu Pengujian Residu Pestisida dalam
Hasil Pertanian. Departemen Pertanian, Jakarta. p 240-245.
Kusnadi, Peristiwati, Syulasmi, Purwaningsih, Rochintaniawati, 2003. Mikrobiologi.
Bandung: JICA-IMSTEP
Manuaba, 2009. Cemaran Pestisida Karbamat Dalam Air Danau Buyan Buleleng Bali.
Jurnal Kimia 3 (1). Januari 2009 : 47-54
Mols M, Pier I, Zwietering MH, Abee Tj, 2009. The impact of oxygen availability on
stress survival and radical formation of Bacillus cereus . International Journal of
Food Microbiology 135 (3): 303-311
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
69
Munarso, S.J. Miskiyah, dan W. Broto. 2009. Studi Kandungan Residu Pestisida pada
Kubis, Tomat dan Wortel di Malang dan Cianjur. Buletin Teknologi Pasca Panen
Pertanian 5 (1) : 27-32
Notodarmojo, S., 2005. Pencemaran Tanah dan Air Tanah. Institut Teknologi Bandung.
Nurmanaf, A.R. 2006. Struktur kesempatan kerja dan pendapatan rumah tangga di
pedesaan. Kajian Ekonomi, vol. 5 No. 2, 2006: 166-186
Mustaqim dan Ma’aruf. 1990. Peranan Analisis Dampak Lingkungan Dalam
Penggunaan Pestisida Dalam Perlindungan Tanaman Menuju Terwujudnya
Pertanian Tangguh Dan Kelestarian Lingkungan. PT. Agricon Bogor.
Ramadhani, N.W., dan K, Oginawati. 2009. Residu Insektisida Organoklorin di
Persawahan Sub Das Citarum Hulu. Program Studi Teknik Lingkungan. Fakultas
Teknik Sipil dan Lingkungan. ITB. Bandung.
Santoso E., S. Widati, 2012. Estimasi C-Mikroba. Dalam Rasti S., Edi H.,
Simanungkalit. Metode Analisis Biolagi Tanah. Bogor. Balai Besar Litbang
Sumberdaya Lahan Pertanian. Hal 151-164
SAS Institute. 2004. SAS Institute. Inc., Cary, North Carolina. USA.
Short, K. 1994. Quick Poison, Slow Poison Pesticide Risk in the Lucky Country.
Envirobook, Sydney.
SNI (Standar Nasional Indonesia) 06-3730-1995. Arang Aktif Teknis. Dewan
Standarisasi Nasional. Jakarta.
SNI (Standar Nasional Indonesia) 06-6990.1-2004. Metode Pengujian Residu
Organoklorin. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta.
SNI (Standar Nasional Indonesia) 7313, 2008. Batas maksimum residu Pestisida Pada
Hasil Pertanian. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta.
Suryana, A. 2008. Menelisik Ketahanan Pangan, Kebijakan Pangan, dan Swasembada
Beras. Pengembangan Inovasi Pertanian: Pemantapan Ketahanan Pangan
Nasional (Vol. I No. 1). Bogor. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Departemen pertanian.
Wade, H.F., A.C. York, A.E. Morey, J.M. Padmore, and K.M. Rudo. 1998. The impact
of pesticide use on groundwater in North Carolina. J. Environ. Qual. 27: 10181026.
Wahyuni, S., E.S. Harsanti, S.Y. Jatmiko, Poniman, Indratin, E. Sulaeman, A. Kurnia.
2011. Teknologi Pengkayaan Arang Aktif dengan Mikroba Pendegradasi Senyawa
POPs. Laporan Akhir. Balai Penelitian Lingkungan Pertanian. Pati.
_________. E.S. Harsanti, S.Y. Jatmiko, Poniman, Indratin, E. Sulaeman, 2012.
Teknologi Arang Aktif Yang Diperkaya dengan Mikroba Pendegradasi Senyawa
POPs di Lahan Padi dan Sayuran. Laporan Akhir. Balai Penelitian Lingkungan
Pertanian. Pati.
_________. A.N. Ardiwinata, I.M. Sudiana. 2013. Isolasi Bakteri Pendegradasi
Senyawa Persisten Organic Poluttans Asal Tanah Inseptisol Karawang. pp:4654.Prosiding Semnas X Biologi, Sains,
Lingkungan,
dan Pembelajarannya. Vol 10
commit
to user
No.3. Program Studi Pendidikan Biolagi. UNS. Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
70
Winarno, F.G. 1987. Pengaruh Pestisida Terhadap kesehatan Manusia. Simposium
Nasional Pengelolaan Pestisida di Indonesia. Yogyakarta. 8-10 Januari. 20 hal.
Yuantari, M.G. Catur. 2009. Studi Ekonomi Lingkungan Penggunaan Pestisida dan
Dampaknya pada Kesehatan Petani di Area Pertanian Hortikultura Desa Sumber
Rejo Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang Jawa Tengah. UNDIP. Semarang.
http://arumaarifu.wordpress.com/tag/fisika-tanah/ diakses 20 Desember 2013
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
71
LAMPIRAN
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
72
Lampiran 1. Kriteria Penilaian Hasil Analisa Tanah
Nilai
Parameter Tanah
Sangat
rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat
tinggi
C (%)
<1
1-2
2-3
3-5
>5
N (%)
<0,1
0,1-0,2
0,21-0,5
0,51-0,75
>0,75
C/N
<5
5-10
11-15
16-25
>25
P2O5 HCl 25% (mg/100g)
<15
15-20
21-40
41-60
>60
P2O5 Bray (ppm P)
<4
5-7
8-10
11-15
>15
P2O5 Olsen (ppm P)
<5
5-10
11-15
16-20
>20
K2O HCl 25% (mg/100g)
<10
10-20
21-40
41-60
>60
KTK (me/100 g tanah)
<5
5-16
17-24
25-40
>40
pH H2O
Agak
Sangat masam
Masam
Agak
Masam
Netral
5,5-6,5
6,6-7,5
Alkalis
Alkalis
4,5<4,5
5,5
Sumber: Eviati dan Sulaeman, 2009.
commit to user
7,6-8,5
>8,5
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
73
Lampiran 2. Standar Kualitas Karbon Aktif menurut SNI 06-3730-1995
Syarat Kualitas
Uraian
Butiran
Serbuk
Kadar air (%)
Maks, 4,5
Maks, 15
Kadar zat terbang (%)
Maks, 15
Maks, 25
Kadar abu (%)
Maks, 2,5
Maks, 10
0
0
Daya serap I2 (mg/g)
Min, 750
Min, 750
Daya serap C6H6 (mg/g)
Min, 25
-
Daya serap metilen biru (mg/g)
Min, 60
Min, 120
0,45-0,55
0,3-0,35
-
Min, 90
Jarak mesh (%)
90
-
Kekerasan (%)
80
-
Bagian tidak mengarang (%)
Bobot jenis curah (g/mL)
Lolos mesh
Keterangan: - = tidak tersedia data
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
74
Lampiran 3. Detektor
Detektor berfungsi untuk mendeteksi dan memberikan sinyal listrik jika komposisi
gas yang keluar dari kolom berubah. Jenis detektor yang digunakan tergantung pada
penerapannya, khususnya kepekaan mendeteksi senyawa yang dianalisis.
Jenis detektor yang paling umum:
1.
TCD (Thermal Conductivity Detector)
2.
FID (Flame Ionization Detector)
3.
ECD (Electron Captured Detector)
4.
FPD (Flame Photometric Detector)
5.
NPD (Nitrogen Phosphorus Detector)
6.
ELCD (Electrolytic Conductivity Detector)
7.
PID (Photoionization Detector)
8.
MSD (Mass Selective Detector)
9.
IRD (Infrared Detector)
10. AED (Atomic Emission Detector)
1. TCD
Bekerja berdasarkan penyerapan panas oleh gas sehingga dapat mendinginkan
filamen panas pada detektor. Jika komposisi gas berubah karena senyawa terpisahkan
yang dibawanya, maka kemampuan penyerapan panas oleh gas dari filamen juga
berubah. Perubahan suhu filamen inilah yang diukur melalui pengukuran tahanan
filamen. Sifatnya universal dan non-destruktif.
2. FID
Detektor yang paling banyak digunakan, sifatnya hampir universal. Memberikan
respon pada semua senyawa kecuali beberapa gas yang termasuk ke dalam gas
permanen seperti N2, oksida nitrogen, H2S, SO2, CO, CO2. Sifatnya sangat peka tetapi
destruktif. Bekerja karena terjadinya ionisasi senyawa yang dianalisis dalam api.
Beberapa keuntungan FID, yaitu: (1) memberikan respon pada hampir semua senyawa
organik, dengan kepekaan relatif sama, (2) tidak memberikan respon pada kotoran gas,
(3) pengaruh perubahan aliran, tekanan, dan suhu terhadap detektor sangat rendah, (4)
baseline pada rekorder stabil dan (5) mudah disetel.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
75
3. ECD
ECD dilengkapi dengan sumber radioaktif H3, Ni63 atau Kr85 yang menghasilkan
elektron jika menembak nitrogen dari carrier gas. Elektron akan ditangkap oleh molekul
dalam detektor membentuk ion-ion negatif atau atom bermuatan yang stabil. Hanya
molekul yang mempunyai elektronegatifitas yang tinggi yang dapat menangkap
elektron. Detektor ini bersifat selektif, yaitu peka terhadap gugusan berhalogen (I, Br,
Cl, dan F), nitrat, karbonil konyugasi. Detektor ini sesuai untuk analisis pestisida
berhalogen. Detektor ini tidak peka terhadap senyawa yang afinitasnya terhadap
elektron rendah, misalnya hidrokarbon, amina, dan keton. Bagan detektor ECD
disajikan pada gambar dibawah ini:
Bagan detektor ECD
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
76
Lampiran 4. pH Tanah, DO, dan O2 pada Berbagai Perlakuan dan Pertumbuhan
Tanaman Padi.
Perlakuan
Rata-Rata pH Tanah (HST)
Urea priil
UAATK
UAATJ
UAATKM
UAATJM
UBTK
UBTJ
UBTKM
UBTJM
1
17
35
50
80
90
6.9
6.6
6.8
6.8
7.0
6.8
7.0
6.8
6.9
6.8
6.8
6.9
6.9
7.0
6.9
6.7
7.1
7.1
6.5
6.4
6.3
6.3
6.5
6.6
6.4
6.4
6.5
6.8
6.7
6.7
6.8
6.6
6.6
6.7
6.7
6.7
6.1
6.1
6.0
6.2
6.2
6.1
6.3
6.4
6.2
6.4
6.5
6.9
7.0
6.5
6.7
6.8
6.5
6.6
pH Tanah
Urea priil
UAATK
7.4
7.2
7.0
6.8
6.6
6.4
6.2
6.0
5.8
5.6
5.4
UAATJ
UAATKM
UAATJM
UBTK
1
17
35
50
80
Hari Setelah Tanam (HST)
commit to user
90
UBTJ
UBTKM
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
77
Lanjutan Lampiran 4. DO dan O2 pada Berbagai Perlakuan dan Pertumbuhan Tanaman
Perlakuan
Urea priil
UAATK
UAATJ
UAATKM
UAATJM
UBTK
UBTJ
UBTKM
UBTJM
DO
50
0.80
0.74
0.87
0.84
0.71
0.79
0.81
0.85
0.78
O2
80
2.85
2.51
2.91
2.94
2.92
2.85
2.72
2.85
2.63
90
2.19
2.43
2.23
2.17
2.29
2.26
2.27
2.06
2.08
50
10.10
9.20
10.93
11.00
8.80
10.07
10.37
11.07
9.63
80
36.20
32.00
37.07
37.73
37.60
34.83
34.80
36.50
33.20
90
29.13
29.33
30.47
29.23
30.93
30.40
30.13
27.67
28.17
DO
3.50
3.00
Urea priil
2.50
UAATK
2.00
UAATJ
1.50
UAATKM
1.00
UAATJM
0.50
UATK
0.00
50
80
90
Hari Setelah Tanam (HST)
UATJ
UATKM
O2
40
Urea priil
35
UAATK
30
UAATJ
25
UAATKM
20
UAATJM
15
UBTK
10
UBTJ
5
UBTKM
0
50
80
90
commit to user
UBTJM
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
78
Lampiran 5. Segitiga Tekstur USDA
Sumber: http://arumaarifu.wordpress.com/tag/fisika-tanah/ diakses 20 Desember 2013
Tekstur tanah adalah keadaan tingkat kehalusan tanah yang terjadi karena terdapatnya
perbedaan komposisi kandungan fraksi pasir, debu dan liat yang terkandung pada tanah
(Badan Pertanahan Nasional). dari ketiga jenis fraksi tersebut partikel pasir mempunyai
ukuran diameter paling besar yaitu 2 – 0.05 mm, debu dengan ukuran 0.05 – 0.002 mm
dan liat dengan ukuran < 0.002 mm (penggolongan berdasarkan USDA). keadaan
tekstur tanah sangat berpengaruh terhadap keadaan sifat2 tanah yang lain seperti
struktur tanah, permeabilitas tanah, porositas dan lain2.
segitiga tekstur merupakan suatu diagram untuk menentukan kelas2 testur tanah. ada 12
kelas tekstur tanah yang dibedakan oleh jumlah persentase ketiga fraksi tanah tersebut.
misalkan hasil analisis lab menyatakan bahwa persentase pasir (X) 32%, liat (Y) 42%
dan debu (Z) 26%, berdasarkan diagram segitiga tekstur maka tanah tersebut masuk
kedalam golongan tanah bertekstur Liat (clay) (klik gambar untuk memperbesar).
seandainya hasil analisis lab menunjukkan persentase pasir 35%, liat 21% dan debu
44%, apa jenis tekstur tanahnya? (jawaban ada di bawah)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
79
Lampiran 6. Identifikasi Filogenetik Berdasarkan Analisa Sequensing 16S rDNA
Menggunakan BLAST
No
Isolat
Identifikasi filogenetik terdekat
%
Identifikasi
Identifikasi
1
ST1
Achromobacter sp, CEMM 05-01-
99
sp
040 (GU244494)
2
S2En
Catenococcus thiocycli, PLB053
99
S3Chl
Heliothrix oregonensis, A1059
96
S4Hex
Heliothrix
oregonensis
(KC236721)
5
Catenococcus
thiocycli
(KC702709)
3
Achoromobacter
Bacillus subtillis, SGD-1013
(KF265357)
commit to user
99
Bacillus subtillis
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
80
Lampiran 7. Deret Standart Hesaklorobenzen dan Endrin
Deret Standar Heksaklorobenzen
Deret Standar Endrin
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
81
Lampiran 8. Analisa Sidik Ragam Sampel HCB di Air pada Hari ke-1.
Sumber
db
Keragaman
Perlakuan
8
Kelompok
2
Galat
16
Total
26
*Nyata pada P < 0.05
Jumlah
Kuadrat
0.00022933
0.00056089
0.00071444
0.00150467
Kuadrat
Tengah
0.00002867
0.00028044
0.00004465
F-hitung
0.64
6.28
Analisa Sidik Ragam Sampel HCB di Air pada Hari ke-17.
Sumber
db
Jumlah
Kuadrat
F-hitung
Keragaman
Kuadrat
Tengah
Perlakuan
8
0.00023741
0.00002968
2.64
Kelompok
2
0.00024985
0.00012493
11.10
Galat
16 0.00018015
0.00001126
Total
26 0.00066741
*Nyata pada P < 0.05
Analisa Sidik Ragam Sampel HCB di Air pada Hari ke-35.
Sumber
db
Jumlah
Kuadrat
F-hitung
Keragaman
Kuadrat
Tengah
Perlakuan
8
0.00186385
0.00023298
8.07
Kelompok
2
0.00000096
0.00000048
0.02
Galat
16 0.00046170
0.00002886
Total
26 0.00232652
*Nyata pada P < 0.05
Analisa Sidik Ragam Sampel HCB di Air pada Hari ke-50.
Sumber
db
Jumlah
Kuadrat
F-hitung
Keragaman
Kuadrat
Tengah
Perlakuan
8
0.00158319
0.00019790
10.78
Kelompok
2
0.00002163
0.00001081
0.59
Galat
16 0.00029370
0.00001836
Total
26 0.00189852
*Nyata pada P < 0.05
commit to user
Pr > F
0.7324
0.0097
Pr > F
0.0471
0.0009
Pr > F
0.0002
0.9835
Pr > F
<.0001
0.5664
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
82
Analisa Sidik Ragam Sampel HCB di Air pada Hari ke-80.
Sumber
Keragaman
Perlakuan
db
8
Kelompok
2
Galat
16
Total
26
*Nyata pada P < 0.05
Jumlah
Kuadrat
0.00218200
Kuadrat
Tengah
0.00027275
0.00000200
0.00018267
0.00236667
0.00000100
0.00001142
F-hitung
23.89
<.0001
0.09
0.9166
Analisa Sidik Ragam Sampel HCB di Air pada Hari ke-90.
Sumber
db
Jumlah
Kuadrat
F-hitung
Keragaman
Kuadrat
Tengah
Perlakuan
8
0.00214230
0.00026779
28.37
Kelompok
2
0.00004230
0.00002115
2.24
0.00000944
Galat
16 0.00015104
Total
26 0.00233563
*Nyata pada P < 0.05
commit to user
Pr > F
Pr > F
<.0001
0.1387
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
83
Lampiran 9. Analisa Sidik Ragam Sampel HCB di Tanah pada Hari ke-1.
Sumber
db
Keragaman
Perlakuan
8
Kelompok
2
Galat
16
Total
26
*Nyata pada P < 0.05
Jumlah
Kuadrat
0.01830741
0.00288830
0.03137104
0.05256674
Kuadrat
Tengah
0.00228843
0.00144415
0.00196069
F-hitung
1.17
0.74
Pr > F
0.3753
0.4943
Analisa Sidik Ragam Sampel HCB di Tanah pada Hari ke-17.
Sumber
db
Keragaman
Perlakuan
8
Kelompok
2
Galat
16
Total
26
*Nyata pada P < 0.05
Jumlah
Kuadrat
0.02248267
0.00064867
0.00404133
0.02717267
Kuadrat
Tengah
0.00281033
0.00032433
0.00025258
F-hitung
11.13
1.28
Pr > F
<.0001
0.3040
Analisa Sidik Ragam Sampel HCB di Tanah pada Hari ke-35.
Sumber
db
Keragaman
Perlakuan
8
Kelompok
2
Galat
16
Total
26
*Nyata pada P < 0.05
Jumlah
Kuadrat
0.00604519
0.00024385
0.00122281
0.00751185
Kuadrat
Tengah
0.00075565
0.00012193
0.00007643
F-hitung
9.89
1.60
Pr > F
<.0001
0.2335
Analisa Sidik Ragam Sampel HCB di Tanah pada Hari ke-50.
Sumber
db
Keragaman
Perlakuan
8
Kelompok
2
Galat
16
Total
26
*Nyata pada P < 0.05
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah
0.00497667
0.00062208
0.00011622
0.00005811
0.00056511
0.00003532
0.00565800 commit to user
F-hitung
17.61
1.65
Pr > F
<.0001
0.2240
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
84
Analisa Sidik Ragam Sampel HCB di Tanah pada Hari ke-80.
Sumber
db
Keragaman
Perlakuan
8
Kelompok
2
Galat
16
Total
26
*Nyata pada P < 0.05
Jumlah
Kuadrat
0.00293467
0.00012867
0.00023267
0.00329600
Kuadrat
Tengah
0.00036683
0.00006433
0.00001454
F-hitung
25.23
4.42
Pr > F
<.0001
0.0296
Analisa Sidik Ragam Sampel HCB di Tanah pada Hari ke-90.
Sumber
db
Keragaman
Perlakuan
8
Kelompok
2
Galat
16
Total
26
*Nyata pada P < 0.05
Jumlah
Kuadrat
0.00241096
0.00007119
0.00007415
0.00255630
Kuadrat
Tengah
0.00030137
0.00003559
0.00000463
F-hitung
65.03
7.68
Pr > F
<.0001
0.0046
Analisa Sidik Ragam Sampel HCB di Beras pada Hari ke-90.
Sumber
db
Keragaman
Perlakuan
8
Kelompok
2
Galat
16
Total
26
*Nyata pada P < 0.05
Jumlah
Kuadrat
0.00040185
0.00005652
0.00021015
0.00066852
Kuadrat
Tengah
0.00005023
0.00002826
0.00001313
commit to user
F-hitung
3.82
2.15
Pr > F
0.0108
0.1487
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
85
Lampiran 10. Analisa Sidik Ragam Sampel Endrin di Air pada Hari ke-1.
Sumber
db
Keragaman
Perlakuan
8
Kelompok
2
Galat
16
Total
26
*Nyata pada P < 0.05
Jumlah
Kuadrat
0.00027785
0.00095874
0.00046259
0.00169919
Kuadrat
Tengah
0.00003473
0.00047937
0.00002891
F-hitung
1.20
16.58
Pr > F
0.3577
0.0001
Analisa Sidik Ragam Sampel Endrin di Air pada Hari ke-17.
Sumber
db
Keragaman
Perlakuan
8
Kelompok
2
Galat
16
Total
26
*Nyata pada P < 0.05
Jumlah
Kuadrat
0.00049696
0.00022874
0.00019459
0.00092030
Kuadrat
Tengah
0.00006212
0.00011437
0.00001216
F-hitung
5.11
9.40
Pr > F
0.0027
0.0020
Analisa Sidik Ragam Sampel Endrin di Air pada Hari ke-35.
Sumber
db
Keragaman
Perlakuan
8
Kelompok
2
Galat
16
Total
26
*Nyata pada P < 0.05
Jumlah
Kuadrat
0.00456867
0.00005756
0.00031778
0.00494400
Kuadrat
Tengah
0.00057108
0.00002878
0.00001986
F-hitung
28.75
1.45
Pr > F
<.0001
0.2640
Analisa Sidik Ragam Sampel Endrin di Air pada Hari ke-50.
Sumber
Keragaman
Perlakuan
Kelompok
Galat
Total
db
8
2
16
26
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah
0.00307000
0.00038375
0.00003289
0.00001644
0.00028711
0.00001794
0.00339000 commit to user
F-hitung
21.39
0.92
Pr > F
<.0001
0.4200
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
86
*Nyata pada P < 0.05
Analisa Sidik Ragam Sampel Endrin di Air pada Hari ke-80.
Sumber
db
Keragaman
Perlakuan
8
Kelompok
2
Galat
16
Total
26
*Nyata pada P < 0.05
Jumlah
Kuadrat
0.00217496
0.00000985
0.00024348
0.00242830
Kuadrat
Tengah
0.00027187
0.00000493
0.00001522
F-hitung
17.87
0.32
Pr > F
<.0001
0.7281
Analisa Sidik Ragam Sampel Endrin di Air pada Hari ke-90.
Sumber
db
Keragaman
Perlakuan
8
Kelompok
2
Galat
16
Total
26
*Nyata pada P < 0.05
Jumlah
Kuadrat
0.00184133
0.00002956
0.00020178
0.00207267
Kuadrat
Tengah
0.00023017
0.00001478
0.00001261
commit to user
F-hitung
18.25
1.17
Pr > F
<.0001
0.3350
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
87
Lampiran 11. Analisa Sidik Ragam Sampel Endrin diTanah pada Hari ke-1.
Sumber
db
Keragaman
Perlakuan
8
Kelompok
2
Galat
16
Total
26
*Nyata pada P < 0.05
Jumlah
Kuadrat
0.03526333
0.00062067
0.02675467
0.06263867
Kuadrat
Tengah
0.00440792
0.00031033
0.00167217
F-hitung
2.64
0.19
Pr > F
0.0471
0.8324
Analisa Sidik Ragam Sampel Endrin di Tanah pada Hari ke-17.
Sumber
Keragaman
Perlakuan
db
8
Kelompok
2
Galat
16
Total
26
*Nyata pada P < 0.05
Jumlah
Kuadrat
0.02391667
Kuadrat
Tengah
0.00298958
0.00046822
0.00566378
0.03004867
0.00023411
0.00035399
F-hitung
Pr > F
8.45
0.0002
0.66
0.5297
Analisa Sidik Ragam Sampel Endrin di Tanah pada Hari ke-35.
Sumber
db
Keragaman
Perlakuan
8
Kelompok
2
Galat
16
Total
26
*Nyata pada P < 0.05
Jumlah
Kuadrat
0.00951541
0.00014007
0.00192126
0.01157674
Kuadrat
Tengah
0.00118943
0.00007004
0.00012008
F-hitung
9.91
0.58
Pr > F
<.0001
0.5695
Analisa Sidik Ragam Sampel Endrin di Tanah pada Hari ke-50.
Sumber
Keragaman
Perlakuan
Kelompok
Galat
Total
db
8
2
16
26
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah
0.01115030
0.00139379
0.00005474
0.00002737
0.00059326
0.00003708
0.01179830 commit to user
F-hitung
37.59
0.74
Pr > F
<.0001
0.4936
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
88
*Nyata pada P < 0.05
Analisa Sidik Ragam Sampel Endrin di Tanah pada Hari ke-80.
Sumber
db
Keragaman
Perlakuan
8
Kelompok
2
Galat
16
Total
26
*Nyata pada P < 0.05
Jumlah
Kuadrat
0.00663252
0.00001563
0.00042504
0.00707319
Kuadrat
Tengah
0.00082906
0.00000781
0.00002656
F-hitung
31.21
0.29
Pr > F
<.0001
0.7491
Analisa Sidik Ragam Sampel Endrin di Tanah pada Hari ke-90.
Sumber
db
Keragaman
Perlakuan
8
Kelompok
2
Galat
16
Total
26
*Nyata pada P < 0.05
Jumlah
Kuadrat
0.00389363
0.00004719
0.00038215
0.00432296
Kuadrat
Tengah
0.00048670
0.00002359
0.00002388
F-hitung
20.38
0.99
Pr > F
<.0001
0.3940
Analisa Sidik Ragam Sampel Endrin di Beras pada Hari ke-90.
Sumber
db
Keragaman
Perlakuan
8
Kelompok
2
Galat
16
Total
26
*Nyata pada P < 0.05
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah
F-hitung
Pr > F
0.00028985
0.00003623
1.64
0.1898
0.00001207
0.00000604
0.27
0.7642
0.00035326
0.00002208
0.00065519
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
89
Lampiran 12. Hasil Korelasi/ Hubungan Antara Parameter
Correlation: AH1; AH17; AH35; AH50; AH80; AH90; TH1; TH17; ...
AH1
0,313
0,112
AH17
AH35
0,148
0,461
0,480
0,011
AH50
0,082
0,683
0,547
0,003
0,690
0,000
AH80
0,100
0,618
0,547
0,003
0,644
0,000
0,879
0,000
AH90
-0,012
0,952
0,437
0,022
0,623
0,001
0,870
0,000
0,943
0,000
TH1
-0,164
0,415
-0,122
0,544
-0,294
0,137
-0,318
0,106
-0,337
0,086
-0,319
0,105
TH17
0,040
0,842
-0,219
0,273
-0,376
0,053
-0,380
0,051
-0,495
0,009
-0,433
0,024
0,587
0,001
TH35
-0,008
0,968
-0,094
0,641
-0,263
0,186
-0,061
0,763
-0,094
0,642
-0,026
0,898
0,524
0,005
0,835
0,000
TH50
0,028
0,890
0,221
0,267
0,061
0,764
0,241
0,225
0,348
0,075
0,351
0,072
0,221
0,269
0,378
0,052
TH80
-0,062
0,760
0,285
0,150
0,232
0,244
0,548
0,003
0,603
0,001
0,658
0,000
0,068
0,737
-0,080
0,693
0,414 0,715
0,032
0,000
TH90
-0,074
0,712
0,264
0,182
0,328
0,094
0,586
0,001
0,683
0,000
0,729
0,000
0,066
0,742
-0,101
0,617
0,394
0,042
0,710
0,000
0,957
0,000
HB
0,098
0,625
0,177
0,377
0,361
0,064
0,559
0,002
0,597
0,001
0,547
0,003
-0,144
0,473
-0,412
0,033
-0,132
0,513
0,062
0,760
0,417
0,031
AE1
0,595
0,001
0,332
0,091
0,178
0,374
0,260
0,190
0,121
0,548
0,045
0,825
-0,191
0,340
-0,169
0,400
-0,231
0,247
-0,209
0,295
-0,105
0,602
AE17
0,293
0,139
0,806
0,000
0,445
0,020
0,508
0,007
0,484
0,011
0,418
0,030
-0,143
0,478
-0,164
0,413
-0,069
0,731
0,160
0,426
0,228
0,252
AE35
0,245
0,218
0,428
0,026
0,641
0,000
0,631
0,000
0,662
0,000
0,623
0,001
-0,334
0,089
-0,287
0,146
-0,112
0,579
0,144
0,473
0,316
0,108
AE50
0,095
0,637
0,534
0,004
0,628
0,000
0,706
0,000
0,801
0,000
0,751
0,000
-0,210
0,293
-0,285
0,149
0,005
0,980
0,334
0,089
0,506
0,007
AE80
0,027
0,894
0,453
0,018
0,631
0,000
0,790
0,000
0,889
0,000
0,840
0,000
-0,346
0,077
-0,502
0,008
-0,149
0,459
0,256
0,198
0,602
0,001
AE90
0,053
0,794
0,376
0,053
0,616
0,001
0,767
0,000
0,878
0,000
0,879
0,000
-0,306
0,121
-0,432
0,024
-0,067
0,740
0,290
0,142
0,620
0,001
TE1
0,211
0,291
-0,144
0,474
-0,306
0,120
-0,377
0,052
-0,363
0,063
-0,424
0,027
0,512
0,006
0,403
0,037
0,307
0,120
0,150
0,455
-0,105
0,603
TE17
0,190
0,342
-0,057
0,779
-0,293
0,137
-0,307
0,119
-0,344
0,079
-0,421
0,029
0,290
0,143
0,493
0,009
0,302
0,125
0,069
0,732
-0,239
0,230
TE35
0,207
0,300
0,122
0,545
-0,109
0,589
-0,009
0,965
0,086
0,669
-0,033
0,872
0,150
0,457
0,166
0,409
0,251
0,206
0,312
0,114
0,152
0,449
TE50
0,163
0,417
0,207
0,301
0,126
0,533
0,170
0,397
0,328
0,094
0,206
0,304
-0,071
0,725
-0,196
0,327
0,016
0,937
0,294
0,137
0,270
0,173
TE80
0,094
0,643
0,260
0,190
0,301
0,127
0,403
0,037
-0,379
0,051
-0,025
0,902
0,364
0,062
0,498
0,008
AH17
AH35
AH50
AH80
AH90
TH1
commit
to
user -0,135
0,579
0,498
0,002
0,008
0,502
TH17
TH35
TH50
TH80
0,767
0,000
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
90
Lanjutan Lampiran 12. Hasil Korelasi
AH1
0,112
0,578
AH17
0,397
0,040
AH35
0,328
0,094
AH50
0,500
0,008
AH80
0,654
0,000
AH90
0,567
0,002
TH1
-0,127
0,529
TH17
-0,319
0,105
TH35
0,034
0,865
TH50
0,423
0,028
TH80
0,572
0,002
EB
0,106
0,597
0,271
0,172
0,281
0,156
0,378
0,052
0,496
0,009
0,457
0,017
-0,146
0,468
-0,398
0,040
-0,178
0,375
0,170
0,396
0,306
0,120
pH1
0,048
0,814
0,149
0,457
-0,088
0,662
-0,079
0,694
-0,093
0,643
-0,095
0,637
-0,205
0,305
-0,278
0,160
-0,312
0,113
-0,209
0,294
-0,063
0,755
pH17
0,389
0,045
-0,048
0,811
-0,125
0,535
-0,483
0,011
-0,312
0,113
-0,387
0,046
-0,066
0,742
-0,085
0,673
-0,317
0,108
-0,277
0,162
-0,473
0,013
pH35
-0,005
0,982
-0,217
0,278
-0,071
0,725
0,197
0,324
0,217
0,277
0,258
0,194
-0,079
0,697
0,075
0,710
0,226
0,257
0,133
0,508
0,211
0,291
pH50
-0,241
0,226
-0,361
0,064
0,138
0,494
0,052
0,798
0,039
0,845
0,191
0,340
0,131
0,514
0,108
0,590
0,099
0,622
-0,035
0,864
0,029
0,885
pH80
0,012
0,953
-0,199
0,319
-0,120
0,552
-0,225
0,260
-0,196
0,326
-0,105
0,602
-0,018
0,928
0,079
0,696
-0,004
0,984
-0,129
0,521
-0,036
0,858
pH90
-0,084
0,676
-0,056
0,780
-0,333
0,090
-0,212
0,288
-0,233
0,243
-0,225
0,260
0,056
0,782
0,178
0,374
0,142
0,480
-0,058
0,774
-0,075
0,708
SP1
0,221
0,268
0,359
0,066
-0,043
0,832
0,221
0,269
0,010
0,960
0,029
0,887
0,121
0,547
0,111
0,582
0,042
0,833
-0,009
0,966
-0,016
0,938
SP17
0,119
0,553
0,561
0,002
0,207
0,300
0,346
0,077
0,214
0,284
0,208
0,297
0,024
0,906
-0,166
0,409
-0,153
0,447
0,037
0,855
0,089
0,658
SP35
-0,028
0,888
0,252
0,204
0,003
0,988
0,041
0,838
-0,094
0,640
-0,079
0,696
0,140
0,485
-0,048
0,810
-0,075
0,708
-0,128
0,524
-0,010
0,961
SP50
0,075
0,708
0,569
0,002
0,036
0,859
0,210
0,294
0,004
0,985
-0,050
0,806
0,122
0,543
0,099
0,623
0,155
0,442
0,139
0,489
0,112
0,578
SP80
0,084
0,676
-0,082
0,684
-0,208
0,297
0,037
0,854
-0,106
0,599
-0,017
0,934
0,338
0,085
0,405
0,036
0,366
0,061
0,105
0,604
0,064
0,753
SP90
0,043
0,833
0,108
0,591
0,202
0,313
0,097
0,631
0,265
0,181
0,165
0,412
0,180
0,368
0,104
0,605
0,205
0,305
0,371
0,057
0,148
0,460
SS1
0,012
0,951
0,299
0,130
-0,107
0,594
-0,140
0,487
-0,351
0,073
-0,347
0,076
0,437
0,023
0,294
0,136
0,071
0,727
-0,105
0,601
-0,188
0,347
SS17
0,136
0,498
0,444
0,020
0,036
0,858
0,101
0,617
0,010
0,959
-0,015
0,939
0,191
0,339
-0,057
0,776
-0,015
0,941
0,051
0,801
0,056
0,780
SS35
-0,058
0,774
-0,152
0,450
0,195
0,330
0,105
0,601
-0,025
0,903
0,008
0,967
0,069
0,732
-0,185
0,356
-0,240
0,227
-0,377
0,052
-0,259
0,191
SS50
0,083
0,680
0,101
0,614
0,128
0,524
0,264
0,183
0,023
0,910
0,003
0,986
0,096
0,636
0,027
0,893
-0,013
0,947
-0,205
0,305
-0,055
0,784
SS80
0,040
0,843
-0,177
0,376
-0,064
0,752
0,059
0,770
-0,074
0,713
-0,045
0,825
-0,016
0,937
0,006
0,976
0,089
0,657
-0,111
0,580
0,024
0,906
SS90
0,047
0,817
-0,127
0,528
0,061
0,762
0,082
0,686
-0,038
0,852
0,039
0,847
0,163
0,416
0,024
0,904
0,072
0,722
-0,060
0,767
0,110
0,584
DO50
-0,055
0,786
-0,039
0,845
0,008
0,970
-0,081
0,688
-0,033
0,869
0,032
0,874
0,173
0,388
0,167
0,405
0,163
0,415
-0,059
0,771
0,021
0,916
DO80
-0,205
0,306
-0,243
0,221
0,082
0,685
0,139
0,490
-0,138
0,491
0,025
0,901
-0,021
0,916
-0,016
0,936
-0,087
0,666
-0,333
0,090
-0,186
0,353
DO90
0,138
0,493
-0,368
0,059
0,119
0,553
0,099
0,622
0,028
0,889
0,063
0,755
-0,045
0,823
0,116
0,566
0,111
0,582
-0,053
0,792
-0,033
0,869
O2 50
-0,028
0,888
-0,046
0,819
-0,001
0,994
-0,100
0,619
-0,055
0,013
commit to
user 0,168
0,787
0,947
0,401
0,190
0,342
0,182
0,365
-0,046
0,821
0,012
0,953
TE90
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
91
Lanjutan Lampiran 12. Hasil Korelasi
AH1
-0,207
0,300
AH17
-0,285
0,150
AH35
0,097
0,629
AH50
0,079
0,694
AH80
-0,180
0,370
AH90
-0,016
0,935
TH1
-0,037
0,856
TH17
-0,012
0,953
TH35
-0,118
0,558
TH50
-0,392
0,043
TH80
-0,243
0,222
O2 90
-0,010
0,961
-0,365
0,061
0,049
0,809
0,001
0,994
-0,020
0,922
0,036
0,857
-0,046
0,820
0,093
0,645
0,055
0,787
-0,133
0,507
-0,088
0,664
M17
-0,056
0,781
-0,348
0,075
-0,463
0,015
-0,647
0,000
-0,770
0,000
-0,771
0,000
0,231
0,247
0,453
0,018
-0,009
0,963
-0,468
0,014
-0,691
0,000
M50
-0,136
0,499
-0,086
0,669
-0,122
0,544
-0,160
0,427
-0,331
0,092
-0,264
0,184
-0,076
0,706
-0,098
0,625
-0,352
0,072
-0,541
0,004
-0,328
0,095
M80
-0,136
0,500
-0,086
0,671
-0,122
0,543
-0,161
0,422
-0,335
0,088
-0,266
0,179
-0,074
0,714
-0,089
0,659
-0,345
0,078
-0,538
0,004
-0,330
0,093
M90
-0,137
0,496
-0,092
0,648
-0,132
0,511
-0,177
0,376
-0,359
0,066
-0,287
0,147
-0,063
0,754
-0,053
0,792
-0,325
0,098
-0,537
0,004
-0,349
0,074
C
-0,092
0,650
-0,091
0,651
-0,028
0,891
-0,169
0,400
-0,326
0,097
-0,215
0,281
-0,102
0,613
0,066
0,743
-0,096
0,635
-0,209
0,296
-0,221
0,267
N
-0,309
0,116
-0,247
0,214
-0,450
0,019
-0,243
0,221
-0,393
0,043
-0,276
0,164
0,089
0,660
0,061
0,764
-0,078
0,701
-0,334
0,089
-0,109
0,587
P
0,021
0,917
-0,063
0,754
-0,140
0,487
-0,150
0,455
-0,042
0,835
-0,127
0,529
0,006
0,975
-0,322
0,101
-0,351
0,073
-0,269
0,175
-0,256
0,197
K
0,060
0,768
0,285
0,149
0,350
0,074
0,502
0,008
0,616
0,001
0,552
0,003
-0,196
0,328
-0,615
0,001
-0,384
0,048
-0,070
0,730
0,257
0,195
O2 80
HB
TH90
0,505
0,007
HB
AE1
AE17
AE35
AE50
AE80
AE90
TE1
TE17
TE35
AE1
-0,162
0,420
0,310
0,115
AE17
0,183
0,361
0,168
0,402
0,547
0,003
AE35
0,330
0,093
0,333
0,090
0,388
0,046
0,719
0,000
AE50
0,592
0,001
0,448
0,019
0,206
0,303
0,671
0,000
0,818
0,000
AE80
0,669
0,000
0,648
0,000
0,126
0,532
0,508
0,007
0,765
0,000
0,895
0,000
AE90
0,711
0,000
0,679
0,000
0,101
0,616
0,421
0,029
0,699
0,000
0,853
0,000
0,934
0,000
TE1
-0,146
0,469
-0,287
0,147
0,146
0,467
0,064
0,752
0,000
0,999
-0,101
0,618
-0,338
0,085
-0,325
0,098
TE17
-0,294
0,136
-0,310
0,115
0,144
0,473
0,197
0,324
0,198
0,321
0,012
0,954
-0,202
0,313
-0,270
0,173
0,736
0,000
TE35
0,105
0,603
-0,033
0,872
0,122
0,545
0,348
0,076
0,466
0,014
0,351
0,073
0,208
0,298
0,125
0,536
0,689
0,000
0,843
0,000
TE50
0,243
0,222
0,088
0,661
0,091
0,651
0,442
0,021
0,605
0,001
0,494
0,009
0,439
0,022
0,307
0,120
0,497
0,008
0,547
0,003
0,861
0,000
TE80
0,498
0,008
0,261
0,189
0,044
0,826
0,446
0,020
0,679
0,000
0,628
0,000
0,644
0,000
0,558
0,003
0,281
0,156
0,242
0,223
0,681
0,000
TE90
0,561
0,002
0,288
0,145
0,123
0,542
0,572
0,002
0,698
0,000
0,593
0,001
0,258
0,194
0,267
0,179
0,682
0,000
0,711
0,703
commit
to
user
0,000
0,000
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
92
Lanjutan Lampiran 12. Hasil Korelasi
TH90
0,398
0,040
HB
0,340
0,083
AE1
0,039
0,847
AE17
0,097
0,629
AE35
0,023
0,909
AE50
0,364
0,062
AE80
0,440
0,021
AE90
0,498
0,008
TE1
-0,291
0,140
TE17
-0,476
0,012
TE35
-0,252
0,204
pH1
-0,089
0,658
0,201
0,314
0,295
0,136
0,112
0,576
-0,194
0,333
-0,203
0,309
-0,123
0,542
-0,100
0,621
-0,293
0,138
-0,342
0,081
-0,375
0,054
pH17
-0,455
0,017
-0,209
0,296
0,193
0,334
-0,192
0,338
-0,321
0,103
-0,320
0,104
-0,372
0,056
-0,323
0,100
-0,030
0,881
-0,047
0,815
-0,181
0,366
pH35
0,277
0,163
0,300
0,129
0,085
0,673
-0,228
0,252
0,030
0,881
0,043
0,832
0,053
0,793
0,146
0,468
-0,014
0,944
-0,062
0,760
0,003
0,986
pH50
0,114
0,573
0,129
0,521
-0,205
0,305
-0,056
0,780
0,248
0,212
0,145
0,471
0,138
0,491
0,248
0,212
-0,002
0,990
-0,042
0,836
-0,062
0,760
pH80
0,004
0,983
-0,170
0,398
-0,142
0,479
-0,186
0,352
-0,181
0,366
-0,138
0,493
-0,159
0,428
-0,118
0,559
-0,155
0,441
-0,274
0,166
-0,344
0,079
pH90
-0,102
0,613
-0,087
0,668
-0,255
0,200
-0,148
0,461
-0,109
0,590
-0,174
0,385
-0,114
0,570
-0,166
0,407
0,017
0,932
0,185
0,356
0,133
0,507
SP1
-0,045
0,823
0,144
0,473
0,622
0,001
0,458
0,016
0,116
0,563
0,050
0,805
-0,048
0,813
0,002
0,993
0,144
0,475
0,085
0,672
-0,002
0,991
SP17
0,058
0,773
0,168
0,402
0,569
0,002
0,543
0,003
0,233
0,242
0,283
0,153
0,220
0,271
0,173
0,388
-0,049
0,809
-0,030
0,883
0,002
0,990
SP35
-0,075
0,710
-0,295
0,135
0,084
0,677
0,309
0,117
0,078
0,698
0,033
0,869
-0,031
0,876
-0,086
0,670
0,154
0,443
0,034
0,867
0,028
0,889
SP50
0,017
0,932
-0,045
0,823
0,309
0,117
0,480
0,011
0,006
0,977
0,166
0,409
0,026
0,896
-0,084
0,678
0,059
0,769
0,036
0,859
0,028
0,891
SP80
0,072
0,723
-0,248
0,213
-0,033
0,872
0,020
0,923
0,008
0,968
-0,058
0,774
-0,159
0,428
-0,066
0,744
0,408
0,034
0,273
0,168
0,192
0,337
SP90
0,302
0,126
0,166
0,407
-0,215
0,281
-0,018
0,927
-0,033
0,870
0,206
0,302
0,130
0,518
0,201
0,314
0,056
0,781
-0,035
0,862
0,039
0,848
SS1
-0,264
0,183
-0,238
0,232
0,283
0,152
0,227
0,255
-0,114
0,572
-0,166
0,408
-0,283
0,153
-0,284
0,152
0,210
0,293
0,240
0,229
0,009
0,963
SS17
-0,006
0,977
0,224
0,261
0,506
0,007
0,307
0,119
-0,072
0,720
-0,113
0,574
-0,107
0,596
-0,120
0,550
-0,022
0,913
-0,111
0,581
-0,121
0,549
SS35
-0,193
0,334
0,006
0,976
0,097
0,629
0,051
0,800
0,168
0,402
0,007
0,974
-0,010
0,960
-0,039
0,849
0,188
0,349
0,007
0,972
-0,018
0,927
SS50
-0,078
0,701
-0,027
0,895
0,368
0,059
0,226
0,258
0,205
0,306
0,103
0,609
-0,012
0,951
0,008
0,969
0,253
0,203
0,162
0,421
0,095
0,638
SS80
0,011
0,957
0,016
0,936
0,118
0,556
-0,015
0,942
0,087
0,666
0,009
0,965
-0,051
0,801
-0,031
0,876
0,307
0,119
0,179
0,372
0,212
0,289
SS90
0,071
0,723
0,049
0,807
0,189
0,346
0,013
0,949
0,171
0,395
-0,037
0,854
-0,039
0,845
0,062
0,758
0,356
0,069
0,161
0,424
0,195
0,331
DO50
0,083
0,682
-0,108
0,593
-0,163
0,417
0,032
0,875
-0,020
0,920
0,091
0,650
-0,028
0,888
-0,040
0,844
0,142
0,479
-0,075
0,711
-0,109
0,589
DO80
-0,184
0,359
-0,067
0,739
-0,051
0,801
-0,217
0,278
-0,107
0,595
-0,159
0,429
-0,107
0,596
-0,120
0,552
-0,336
0,086
-0,269
0,174
-0,438
0,022
DO90
0,072
0,720
0,130
0,517
-0,005
0,981
-0,248
0,212
0,169
0,399
0,032
0,875
0,010
0,959
0,146
0,467
0,358
0,067
0,233
0,242
0,245
0,217
O2 50
0,068
0,736
-0,114
0,570
-0,143
0,476
0,031
0,878
-0,035
0,863
0,063
0,754
-0,054
0,789
-0,056
0,782
0,138
0,493
-0,089
0,660
-0,135
0,502
O2 80
-0,229
0,251
-0,127
0,527
-0,035
0,861
-0,193
0,335
-0,090
commit-0,134
to user -0,114
0,654
0,504
0,572
-0,134
0,507
-0,302
0,126
-0,256
0,198
-0,454
0,017
EB
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
93
Lanjutan Lampiran 12. Hasil Korelasi
TH90
0,045
0,823
HB
0,113
0,576
AE1
-0,154
0,443
AE17
-0,325
0,099
AE35
0,015
0,940
AE50
-0,047
0,817
AE80
-0,057
0,778
AE90
0,080
0,692
TE1
0,223
0,264
TE17
0,084
0,676
TE35
0,057
0,776
M17
-0,713
0,000
-0,466
0,014
0,045
0,825
-0,243
0,223
-0,461
0,015
-0,515
0,006
-0,693
0,000
-0,675
0,000
0,239
0,230
0,425
0,027
-0,044
0,827
M50
-0,370
0,057
-0,270
0,173
0,027
0,892
-0,147
0,465
-0,275
0,165
-0,373
0,055
-0,369
0,058
-0,321
0,102
-0,035
0,863
0,079
0,697
-0,169
0,400
M80
-0,372
0,056
-0,275
0,165
0,026
0,897
-0,145
0,471
-0,273
0,168
-0,374
0,055
-0,371
0,056
-0,324
0,099
-0,034
0,866
0,085
0,674
-0,167
0,406
M90
-0,390
0,044
-0,295
0,135
0,021
0,916
-0,148
0,463
-0,281
0,155
-0,389
0,045
-0,391
0,044
-0,345
0,078
-0,034
0,866
0,102
0,614
-0,171
0,393
C
-0,308
0,118
-0,438
0,022
-0,141
0,483
-0,229
0,251
-0,245
0,219
-0,503
0,008
-0,380
0,050
-0,344
0,079
-0,214
0,283
-0,283
0,152
-0,466
0,014
N
-0,138
0,491
-0,099
0,625
-0,084
0,679
-0,282
0,154
-0,476
0,012
-0,428
0,026
-0,362
0,064
-0,270
0,173
-0,071
0,724
-0,003
0,989
-0,228
0,253
P
-0,222
0,266
-0,008
0,969
-0,094
0,641
-0,202
0,313
-0,192
0,338
-0,221
0,268
-0,170
0,397
-0,265
0,182
0,197
0,324
0,181
0,365
0,233
0,241
K
0,338
0,084
0,522
0,005
0,070
0,728
0,134
0,505
0,210
0,294
0,375
0,054
0,476
0,012
0,439
0,022
-0,189
0,346
-0,231
0,247
0,064
0,750
TE50
0,917
0,000
TE80
TE90
EB
pH1
pH17
pH35
pH50
pH80
pH90
SP1
0,881
0,000
0,948
0,000
EB
-0,011
0,957
0,161
0,423
0,205
0,305
pH1
-0,340
0,082
-0,280
0,157
-0,230
0,249
0,048
0,812
pH17
-0,262
0,187
-0,333
0,089
-0,383
0,049
0,037
0,853
0,314
0,110
pH35
-0,100
0,619
-0,036
0,859
0,013
0,947
-0,135
0,502
-0,184
0,357
-0,166
0,407
pH50
-0,037
0,855
0,047
0,817
-0,045
0,825
-0,202
0,313
-0,248
0,212
-0,388
0,045
0,073
0,717
pH80
-0,362
0,064
-0,249
0,210
-0,318
0,105
-0,286
0,148
0,079
0,696
0,209
0,296
0,111
0,581
0,328
0,095
pH90
-0,003
0,989
-0,078
0,699
-0,124
0,538
-0,254
0,201
-0,095
0,639
-0,339
0,083
-0,067
0,738
0,073
0,719
-0,038
0,851
SP1
-0,155
0,439
-0,143
0,475
-0,078
0,699
-0,071
0,726
0,395
0,041
-0,028
0,890
0,039
0,845
0,027
0,894
0,103
0,609
-0,119
0,553
SP17
-0,054
0,789
0,008
0,969
0,099
0,625
0,114
0,571
0,266
0,180
0,122
0,546
-0,134
0,504
-0,172
0,392
0,006
0,976
-0,160
0,427
0,748
0,000
SP35
0,147
0,465
0,188
0,347
0,155
0,439
0,002
0,990
-0,011
0,958
-0,178
0,375
-0,381
0,050
-0,133
0,509
0,130
0,519
0,070
0,730
0,257
0,195
SP50
0,016
0,935
-0,026
0,896
0,045
0,824
0,036
0,859
0,014
0,945
-0,210
0,293
-0,287
0,147
-0,370
0,057
-0,104
0,607
0,193
0,334
0,344
0,079
SP80
0,011
0,958
0,058
0,776
0,068
0,736
-0,217
0,277
-0,169
commit-0,305
to user 0,067
0,399
0,123
0,739
0,255
0,200
0,312
0,113
0,186
0,353
0,411
0,033
O2 90
TE80
TE90
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
94
Lanjutan Lampiran 12. Hasil Korelasi
TE50
0,045
0,825
TE80
0,056
0,782
TE90
0,144
0,474
EB
0,244
0,220
pH1
-0,134
0,504
pH17
-0,004
0,985
pH35
0,196
0,327
pH50
0,193
0,334
pH80
-0,054
0,788
pH90
-0,216
0,280
SP1
-0,166
0,407
SS1
-0,233
0,242
-0,323
0,101
-0,286
0,148
-0,118
0,558
0,143
0,476
0,039
0,845
-0,330
0,092
-0,140
0,485
-0,138
0,492
0,293
0,138
0,574
0,002
SS17
-0,137
0,496
-0,109
0,590
-0,070
0,730
-0,040
0,842
0,470
0,013
0,235
0,238
-0,031
0,878
-0,420
0,029
-0,170
0,398
-0,167
0,405
0,577
0,002
SS35
0,174
0,386
0,223
0,263
0,125
0,535
-0,099
0,623
-0,195
0,330
-0,310
0,116
-0,080
0,693
0,317
0,108
0,032
0,874
0,085
0,673
0,014
0,946
SS50
0,078
0,700
0,064
0,752
0,101
0,615
-0,082
0,684
-0,265
0,182
-0,384
0,048
0,256
0,197
0,047
0,815
-0,135
0,501
0,012
0,954
0,247
0,214
SS80
0,243
0,221
0,261
0,188
0,214
0,284
-0,264
0,183
-0,191
0,341
-0,314
0,110
0,236
0,237
-0,003
0,986
0,084
0,678
0,142
0,478
-0,056
0,781
SS90
0,125
0,535
0,219
0,272
0,199
0,319
-0,171
0,392
0,020
0,920
-0,217
0,277
0,119
0,553
0,025
0,900
-0,096
0,635
0,183
0,360
0,150
0,454
DO50
-0,024
0,907
0,007
0,974
0,066
0,744
-0,026
0,897
-0,188
0,348
-0,267
0,178
0,078
0,699
0,110
0,586
0,282
0,154
0,242
0,224
-0,245
0,218
DO80
-0,394
0,042
-0,318
0,106
-0,377
0,053
-0,129
0,522
-0,067
0,740
-0,236
0,236
-0,126
0,531
0,299
0,130
0,073
0,719
0,238
0,233
-0,038
0,850
DO90
0,159
0,428
0,198
0,321
0,129
0,521
-0,138
0,491
-0,255
0,199
-0,227
0,255
0,446
0,020
0,223
0,263
0,042
0,835
0,054
0,790
-0,020
0,921
O2 50
-0,050
0,803
-0,021
0,917
0,038
0,851
-0,029
0,885
-0,169
0,400
-0,252
0,205
0,051
0,801
0,127
0,528
0,295
0,135
0,245
0,218
-0,229
0,251
O2 80
-0,352
0,072
-0,294
0,137
-0,350
0,074
-0,053
0,792
-0,097
0,629
-0,214
0,285
-0,176
0,379
0,267
0,178
0,074
0,713
0,137
0,496
-0,109
0,588
O2 90
-0,024
0,907
0,018
0,930
-0,007
0,974
-0,123
0,540
-0,126
0,532
-0,231
0,245
0,499
0,008
0,224
0,261
0,102
0,612
0,203
0,311
-0,095
0,639
M17
-0,343
0,080
-0,613
0,001
-0,593
0,001
-0,460
0,016
0,114
0,573
0,387
0,046
-0,088
0,662
-0,046
0,821
0,157
0,435
-0,084
0,679
0,083
0,681
M50
-0,252
0,205
-0,307
0,120
-0,267
0,179
-0,249
0,211
0,200
0,318
0,181
0,366
0,063
0,755
-0,163
0,418
0,052
0,796
-0,213
0,287
0,052
0,797
M80
-0,253
0,204
-0,309
0,117
-0,268
0,176
-0,253
0,203
0,199
0,321
0,177
0,376
0,060
0,767
-0,160
0,426
0,051
0,801
-0,207
0,299
0,055
0,785
M90
-0,268
0,176
-0,333
0,090
-0,290
0,142
-0,268
0,177
0,199
0,320
0,174
0,386
0,047
0,816
-0,151
0,453
0,051
0,801
-0,187
0,350
0,065
0,747
C
-0,419
0,030
-0,371
0,057
-0,426
0,027
-0,147
0,463
0,057
0,776
-0,017
0,932
-0,245
0,218
-0,006
0,977
0,132
0,512
0,293
0,138
0,038
0,851
N
-0,346
0,077
-0,351
0,072
-0,323
0,100
-0,080
0,691
0,347
0,077
0,005
0,981
0,082
0,685
-0,084
0,676
0,116
0,565
-0,032
0,873
0,195
0,330
P
0,276
0,163
0,192
0,338
0,155
0,439
-0,144
0,475
-0,037
0,853
0,235
0,237
0,140
0,485
-0,262
0,187
-0,189
0,344
-0,026
0,898
-0,276
0,163
K
0,236
0,236
0,376
0,053
0,424
0,027
0,326
0,098
0,038
0,852
0,010
0,959
0,292
0,140
-0,150
0,455
-0,199
0,318
-0,274
0,166
-0,164
0,414
SP90
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
95
Lanjutan Lampiran 12. Hasil Korelasi
SP17
0,290
0,142
SP35
SP50
0,494
0,009
0,512
0,006
SP80
0,134
0,506
0,485
0,010
0,053
0,794
SP90
-0,126
0,530
-0,324
0,099
-0,197
0,324
-0,073
0,719
SS1
0,604
0,001
0,402
0,038
0,491
0,009
0,256
0,197
-0,227
0,256
SS17
0,641
0,000
0,184
0,358
0,444
0,020
-0,119
0,554
-0,194
0,332
0,499
0,008
SS35
-0,026
0,899
0,565
0,002
0,117
0,561
0,385
0,047
-0,083
0,681
0,007
0,972
-0,054
0,787
SS50
0,137
0,496
0,514
0,006
0,366
0,061
0,352
0,072
0,044
0,827
0,291
0,141
0,064
0,751
0,593
0,001
SS80
-0,139
0,491
0,509
0,007
0,263
0,185
0,431
0,025
-0,142
0,480
-0,128
0,523
-0,054
0,788
0,686
0,000
0,650
0,000
SS90
0,088
0,663
0,418
0,030
0,013
0,947
0,562
0,002
-0,258
0,193
0,231
0,246
0,116
0,565
0,514
0,006
0,455
0,017
0,646
0,000
DO50
-0,271
0,171
0,337
0,086
0,182
0,364
0,331
0,092
0,001
0,998
-0,165
0,411
-0,252
0,206
0,467
0,014
0,234
0,239
0,501
0,008
0,306
0,121
DO80
0,048
0,811
0,192
0,338
0,201
0,314
0,138
0,492
-0,272
0,170
0,139
0,488
-0,023
0,908
0,505
0,007
0,266
0,180
0,289
0,143
0,150
0,454
DO90
-0,306
0,120
0,015
0,942
-0,375
0,054
0,517
0,006
0,009
0,963
-0,229
0,250
-0,333
0,089
0,408
0,035
0,323
0,100
0,546
0,003
0,629
0,000
O2 50
-0,265
0,182
0,331
0,091
0,191
0,339
0,335
0,088
0,008
0,969
-0,152
0,448
-0,236
0,237
0,463
0,015
0,223
0,263
0,490
0,009
0,304
0,124
O2 80
-0,039
0,845
0,295
0,135
0,188
0,348
0,118
0,558
-0,310
0,115
0,080
0,692
-0,081
0,688
0,585
0,001
0,314
0,111
0,349
0,074
0,149
0,458
O2 90
-0,358
0,067
-0,014
0,943
-0,396
0,041
0,459
0,016
0,108
0,590
-0,226
0,257
-0,375
0,054
0,382
0,049
0,274
0,167
0,495
0,009
0,579
0,002
M17
-0,143
0,478
-0,077
0,704
-0,057
0,777
-0,001
0,998
-0,054
0,789
0,238
0,232
-0,039
0,848
-0,101
0,618
0,062
0,758
-0,035
0,861
-0,206
0,302
M50
-0,018
0,931
0,130
0,517
-0,115
0,569
0,055
0,785
-0,079
0,694
0,118
0,559
0,116
0,563
0,103
0,609
0,308
0,119
0,195
0,330
0,098
0,625
M80
-0,017
0,934
0,132
0,513
-0,114
0,570
0,060
0,766
-0,080
0,692
0,124
0,539
0,117
0,562
0,103
0,608
0,307
0,119
0,193
0,335
0,099
0,623
M90
-0,017
0,933
0,132
0,513
-0,113
0,574
0,074
0,715
-0,085
0,673
0,147
0,465
0,117
0,562
0,101
0,615
0,301
0,128
0,180
0,369
0,095
0,638
C
0,035
0,861
0,426
0,027
0,089
0,660
0,238
0,233
-0,364
0,062
0,381
0,050
0,111
0,580
0,238
0,231
0,156
0,438
0,069
0,734
0,301
0,126
N
-0,040
0,843
0,102
0,612
-0,107
0,596
0,177
0,376
-0,167
0,404
0,157
0,433
0,146
0,467
-0,047
0,816
0,104
0,607
0,111
0,583
0,066
0,742
P
-0,138
0,492
-0,198
0,322
-0,197
0,325
-0,172
0,391
0,158
0,431
-0,275
0,165
0,071
0,725
0,183
0,360
-0,060
0,767
0,147
0,464
-0,034
0,866
K
0,053
0,794
-0,298
0,131
-0,141
0,483
-0,279
0,158
0,058
0,776
0,038
0,853
-0,038
0,849
0,021
0,917
-0,078
0,699
SP35
SP50
SP80
SP90
SS1
0,283 -0,447
commit
to user
0,153
0,019
SS17
SS35
SS50
SS80
SS90
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
96
Lanjutan Lampiran 12. Hasil Korelasi
DO50
0,161
0,422
DO80
DO90
0,242
0,224
-0,025
0,902
O2 50
0,996
0,000
0,173
0,389
0,222
0,267
O2 80
0,295
0,135
0,955
0,000
0,005
0,978
0,305
0,121
O2 90
0,425
0,027
-0,004
0,986
0,910
0,000
0,400
0,039
0,022
0,913
M17
-0,070
0,730
0,035
0,864
-0,072
0,721
-0,066
0,743
0,099
0,622
-0,042
0,836
M50
-0,123
0,543
0,170
0,395
0,055
0,786
-0,141
0,482
0,199
0,321
0,086
0,670
0,562
0,002
M80
-0,122
0,543
0,173
0,388
0,056
0,782
-0,141
0,485
0,201
0,314
0,087
0,668
0,565
0,002
1,000
0,000
M90
-0,120
0,552
0,185
0,355
0,054
0,790
-0,136
0,499
0,215
0,282
0,087
0,667
0,586
0,001
0,998
0,000
0,999
0,000
C
0,093
0,644
0,394
0,042
-0,013
0,950
0,133
0,508
0,395
0,041
0,054
0,789
-0,046
0,821
0,156
0,436
0,162
0,421
0,182
0,364
N
-0,101
0,615
0,108
0,593
0,032
0,876
-0,110
0,584
0,141
0,483
0,085
0,675
0,495
0,009
0,772
0,000
0,774
0,000
0,781
0,000
0,089
0,659
P
-0,072
0,723
-0,021
0,917
0,050
0,805
-0,110
0,585
-0,082
0,685
0,077
0,702
0,100
0,621
0,375
0,054
0,370
0,058
0,351
0,073
-0,302
0,126
K
-0,066
0,743
-0,068
0,736
0,031
0,879
-0,114
0,571
-0,136
0,499
0,047
0,814
-0,351
0,072
0,157
0,435
0,148
0,462
0,112
0,578
-0,556
0,003
N
0,122
0,544
P
-0,026
0,897
0,662
0,000
DO80
P
K
DO90
O2 50
O2 80
O2 90
Cell Contents: Pearson correlation
P-Value
commit to user
M17
M50
M80
M90
C
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
97
Lampiran 13. Kromatogram Sampel Tanah Saat Panen.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
98
Lampiran 14. Kromatogram Standar Heksaklorobenzen dan Endrin.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
99
Lampiran 15. Suhu Tanah Pagi dan Siang Hari pada Berbagai Perlakuan dan Berbagai
Umur Tanaman Padi
Suhu Tanah Pagi (HST)
Perlakuan
1
17
35
50
80
90
Urea priil
26,0
24,3
27,7
26,3
25,7
28,7
UAATK
25,3
23,7
28,3
26,3
26,0
28,7
UAATJ
25,0
23,7
28,3
26,0
25,7
28,0
UAATKM
26,0
23,7
28,0
26,3
26,3
28,3
UAATJM
25,7
23,7
28,3
26,0
26,0
28,3
UBTK
25,0
23,7
27,7
26,3
26,0
29,0
UBTJ
26,0
23,7
28,7
26,3
26,3
28,0
UBTKM
25,3
23,7
28,3
26,7
25,7
28,3
UBTJM
25,3
23,3
27,0
26,0
25,3
28,7
Suhu Tanah Pagi oC
40.0
Urea priil
30.0
UAATK
20.0
UAATJ
10.0
UAATKM
0.0
Awal
17
35
50
80
90
UAATJM
UBTK
Hari Setelah Tanam
Suhu Tanah Siang Hari oC
50.0
40.0
Urea priil
30.0
UAATK
20.0
UAATJ
10.0
UAATKM
0.0
Awal
17
35
50
80
90
Hari Setelah Tanam
commit to user
UAATJM
UBTK
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
100
Lampiran 16. Data Recovery
DATA RECOVERY PENELITIAN REMIDIASI
Jenis Pestisida
Spike
Teori
Area
Contoh
Area
Stdand
ar
Konst,
Standa
r
Volume
Akhir/Bobot
Contoh
Spike
Hitung
Recoveri
(%)
A. AIR
1.Heksaklorobenzen
0,025
66844,0
10457,8
0,032
0,1
0,020
81,81
0,050
114460,9
10457,8
0,032
0,1
0,035
70,05
0,100
233108,0
10457,8
0,032
0,1
0,071
71,33
0,200
490014,8
10457,8
0,032
0,1
0,150
74,97
Rataan
2. Endrin
74,54
0,025
34820,8
9019,5
0,063
0,1
0,024
97,29
0,050
54296,0
9019,5
0,063
0,1
0,038
75,85
0,100
93323,3
9019,5
0,063
0,1
0,065
65,19
0,200
217893,0
9019,5
0,063
0,1
0,152
76,10
Rataan
78,61
B.BERAS
1.Heksaklorobenzen
0,025
19145,6
10457,8
0,032
0,4
0,023
93,73
0,050
28652,0
10457,8
0,032
0,4
0,035
70,14
0,100
65620,3
10457,8
0,032
0,4
0,080
80,32
0,200
149697,1
10457,8
0,032
0,4
0,183
91,61
Rataan
2. Endrin
0,025
7149,5
9019,5
0,063
0,4
0,020
83,95
79,90
0,050
11392,3
9019,5
0,063
0,4
0,032
63,66
0,100
32959,7
9019,5
0,063
0,4
0,092
92,09
0,200
69730,8
9019,5
0,063
0,4
0,195
97,41
Rataan
B. TANAH
1.
Heksaklorobenzen
83,26
0,025
15205,2
10457,8
0,032
0,4
0,019
74,44
0,050
27591,1
10457,8
0,032
0,4
0,034
67,54
0,100
72335,0
10457,8
0,032
0,4
0,089
88,54
0,200
132435,7
10457,8
0,032
0,4
0,162
81,05
Rataan
2. Endrin
0,025
8909,3
9019,5
0,063
0,4
0,025
77,89
99,57
0,050
15261,4
9019,5
0,063
0,4
0,043
85,28
0,100
30938,2
9019,5
0,063
0,4
0,086
86,44
0,200
56914,8
9019,5
0,063
0,4
0,159
79,51
Rataan
commit to user
87,70
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
101
Lampiran 17. Data Limit Deteksi
DATA LIMIT DETEKSI HEKSAKLOROBENZEN DAN ENDRIN
Jenis Pestisida
Hexachlorobenzen
Endrin
No. Spike
Area
Contoh
Area
Stdandar
Konst.
Std
Volume
Akhir/Bobot
Contoh
Spike
Hitung
1
1474.3
10457.8
0.032
0.4
0.0018
2
1194.8
10457.8
0.032
0.4
0.0015
3
1382.6
10457.8
0.032
0.4
0.0017
4
3034.8
10457.8
0.032
0.4
0.0037
5
1956.2
10457.8
0.032
0.4
0.0024
6
1842.7
10457.8
0.032
0.4
0.0023
Rataan
0.0022
SD
0.0008
RSD
36.5316
BP (10 x SD)
0.0081
BD (3 x SD)
0.0024
1
1776.3
9019.5
0.063
0.4
0.0050
2
823.7
9019.5
0.063
0.4
0.0023
3
1047.7
9019.5
0.063
0.4
0.0029
4
813.0
9019.5
0.063
0.4
0.0023
5
1091.2
9019.5
0.063
0.4
0.0030
6
1114.0
9019.5
0.063
0.4
0.0031
Rataan
0.0031
SD
0.0010
RSD
31.6544
BP (10 x SD)
0.0098
BD (3 x SD)
0.0029
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
102
Lampiran 18. Gambar Alat-Alat Penelitian
DO Meter
Thermometer
GC Varian
Oven
Timbangan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
103
Lanjutan Lampiran 18. Gambar Alat-Alat Penelitian
SEM
GC Varian 450
Soxhlet
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
104
Lampiran 19. Tata Letak Penelitian/layout
Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) terdiri dari 9
perlakuan dengan 3 (tiga) kali ulangan, maka terdapat 27 plot/petak dengan tata letak
sebagai berikut:
III
II
I
UAATKM
UBTJM
UBTKM
UAATJ
UBTJ
UAATKM
UBTJM
UAATJM
UAATK
UAATK
UREA PRIL
UBTK
UBTJ
UBTK
UBTJM
Urea Pril (R1)
UBTKM
UAATJM
UBTKM
UAATJ
UREA PRIL
UAATJM
UAATK
UBTJ
Perlakuan Penelitian ini adalah sebagai berikut:
R1. Urea pril
R2. Urea berlapis AA tempurung kelapa UAATK
R3. Urea berlapis AA tongkol jagung
R4. Urea berlapis AA tempurung kelapa diperkaya mikroba konsorsia
R5. Urea berlapis AA tongkol jagung diperkaya mikroba konsorsia
R6. Urea berlapis biochar tempurung kelapa
R7. Urea berlapis biochar tongkol jagung
R8. Urea berlapis biochar tempurung kelapa diperkaya mikroba konsorsia
R9. Urea prill berlapis biochar tongkol jagung diperkaya mikroba konsorsia
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
105
Lampiran 20. Pelaksanaan Penelitian Lapang
Aplikasi pestisida di lapang
Tanam padi varietas Ciherang
Tanaman umur 3 hari setelah tanam
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
106
Lanjutan Lampiran 20. Pelaksanaan Penelitian Lapang.
Tanaman Padi Umur 21 hari setelah tanam (HST)
Pengambilan contoh air dan tanah saat padi umur 35 HST
Tanaman Padi Umur 70 HST
commit to user
Lanjutan Lampiran 20. Pelaksanaan Penelitian Lapang.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
107
Tanaman Padi umur 88 HST
Tanaman Padi Umur 90 HST (Panen)
Lampiran 21. Biodata Mahasiswa
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
108
Biodata
a. Nama
: Sri Wahyuni, SP.
b. Tempat, tanggal lahir
: Pati, 09 Oktober 1972
c. Profesi/Jabatan
: Peneliti
d. Alamat kantor
: Jl, Raya Jakenan-Jaken KM 05 Jakenan Pati 59182
Tel.
: +62-0295-385215
Fax.
: +62-0295-383927
e-mail
: [email protected]
[email protected]
e. Alamat rumah
: Tompomulyo, Batangan, Pati 59185.
Tel.
: 081 326557132
Fax.
: -
e-mail
: swahuni@gmail,com
f. Riwayat pendidikan di Perguruan Tinggi (dimulai dari yang terakhir)*:
No.
Institusi
Bidang Ilmu
Tahun
Gelar
Budidaya Pertanian
1997
SP
1.
FAPERTA UMK Kudus
2.
-
-
-
-
3.
-
-
-
-
g. Daftar Karya Ilmiah (dimulai dari yang terakhir)*:
No.
1.
Judul
Efektivitas
Arang
Aktif
Penerbit/Forum Ilmiah
Diperkaya Jurnal Ecolab, Vol 7 Nomor 1
Tahun
2013
Mikroba Konsorsia Terhadap Residu Januari 2013:1- 48, ISSN
Insektisida Lindan dan Aldrin di Lahan 1978-5860
Sayuran
2.
Sistem Integrasi Tanaman Ternakcommit
(SITT) toWARTA,
Penelitian dan
user
2012
perpustakaan.uns.ac.id
di
digilib.uns.ac.id
109
LahanSawah
Tadah
Hujan Pengembangan Pertanian,
Mengantisipasi Perubahan Iklim
Volume 34 Nomor 1 Tahun
2012. ISSN: 0216-4427
3.
Pengaruh Aplikasi Urea Berlapis Arang Prosiding Seminar Nasional
2012
Aktif Terhadap Efisiensi Pupuk N dan Teknologi Pemupukan dan
Pemulihan Lahan
Produktivitas Padi
terdegradasi. Bogor 2012.
ISBN 978-602-8977-43-2
4.
2012
Teknologi Pelapisan Pupuk Urea Dengan Jurnal Lingkungan Tropis
Arang Aktif Yang Diperkaya Dengan Volume 6 Nomor 2
Mikroba Untuk Menurunkan Residu September 2012. ISSN No,
Heptaklor dan DDT
1978-2713. Akreditasi: No:
377/AU1/P2MBI/07/2011
Juni 2011 - Juni 2013
5.
Pelapisan Pupuk Urea dengan Arang Prosiding Seminar Nasional 2012
Aktif yang Diperkaya dengan Mikroba Teknologi
Selektif
untuk
Menurunkan
Pemupukan
Residu Pemulihan
Lindan dan Meningkatkan Efisiensi N
terdegradasi.
dan
Lahan
Bogor
2012.
ISBN 978-602-8977-43-2
6
Penanggulangan
Pencemaran
Residu Pros.
Sem.
Nas.
Hasil 2011
Insektisida Organofosfat pada Tanah dan Penelitian Padi 2011 ISBN:
Air di Lahan Padi Sawah
978-979-540-068-4
2011
7.
Teknologi
Arang
Menurunkan
Aktif
Residu
Untuk Prosiding Seminar Nasional
Insektisida Sumberdaya Lahan Pertanian
(Organoklorin dan Organoposfat) Pada Buku II ISBN: 978-602-8977Pertanian Padi
8.
Potensi
Arang
40-1
Aktif
dari
Limbah Prosiding
Seminar
dan 2010
pertanian untuk Menurunkan Residu Lokakarya Nasional Inovasi
Klorpirifos pada tanah Oxisol
Sumberdaya
Kebijakan
Lahan.
dan
Informasi
Lahan I, Tahun
commit toSumberdaya
user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
110
2010. Hal. 281-295, BBSDLP.
ISBN: 978-602-8977-01-2
9.
Kandungan Residu Organofosfat pada Prosiding
Seminar
dan 2010
Produk Tanaman di Sentra Produksi Padi Lokakarya Nasional Inovasi
Sumberdaya
Jawa Tengah
Kebijakan
Lahan.
dan
Informasi
Sumberdaya Lahan. Buku I.
Tahun 2010. Hal. 307-315.
BBSDLP.
ISBN:
978-602-
8977-01-2
10.
Teknologi
Pertanian
Pemanfaatan
pada
Sistem
Limbah Prosiding
Seminar
dan 2010
Integrasi Lokakarya Nasional Inovasi
Tanaman-Ternak yang Rendah Emisi
Sumberdaya
Kebijakan
Lahan,
dan
Informasi
Sumberdaya Lahan. Buku I,
Tahun 2010 hal, 297-305,
BBSDLP.
ISBN:
978-602-
8977-01-2
11,
Parasitisasi Parasitoid Telur terhadap Prosiding Seminar Nasional 2009
Penggerek Batang Padi di Lahan Pasang V.
Surut
Pemberdayaan
Keanekaragaman
Serangga
untuk
Peningkatan
Kesejahteraan
Masyarakat.
PEI Cabang Bogor. 2009. Hal
100-105
ISBN:
978-979-
95399-6-0
12.
Keanekaragaman Serangga musuh Alami Prosiding Seminar Nasional 2009
di Lahan Rawa.
V.
Pemberdayaan
Keanekaragaman
Serangga
untuk
Peningkatan
Kesejahteraan
Masyarakat.
Cabang Bogor. 2009. Hal
commit toPEI
user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
111
282-298
ISBN:
978-979-
95399-6-0
13.
Cemaran Residu Pestisida pada Sistem Jurnal Agrikultura volume 20. 2009
Integrasi
Tanaman-Ternak
di
Serang.
DAS Nomor
2.
UNPAD.
Agustus
2009.
Bandung,
ISSN
0853-2885
14.
Kandungan Pb dan Cd pada Tanah, Air, Jurnal Tanah dan Air volume 2009
Tanaman dan Pupuk Kandang pada 10. No 1. Juni 2009. Fakultas
Sistem Integrasi Tanaman-Ternak.
Pertanian UPN. Yogyakarta.
ISSN 1411-5719
15.
Residu Organofosfat di Lahan Pertanian Prosiding Seminar Nasional 2009
Jawa Tengah
dan
Dialog
Sumberdaya
Lahan Pertanian. Buku III.
Tahun 2009. hal 181-187.
BBSDLP.
ISBN:
978-602-
8039-16-1
16.
Identifikasi Pencemaran Logam Berat Cd Prosiding Seminar Nasional 2009
pada Sistem Integrasi Tanaman- Ternak dan
di DAS Serang
Dialog
Sumberdaya
Lahan Pertanian. Buku III.
Tahun 2009. hal 217-224.
BBSDLP.
ISBN:
978-602-
8039-16-1
17.
Residu Pestisida di Sentra Produksi Prosiding Seminar Nasional 2009
Kentang di Wonosobo
Pekan
Kentang
Peningkatan
2008.
Produktivitas
Kentang dan Sayuran Lainnya
Vol 1 Tahun 2009. hal 276284
Pusat
Penelitian
Pengembangan
dan
Hortikultura.
ISBN: 978-979-8257-35-3
18.
Residu Organoklorin di Beberapa Sentra Prosiding Seminar Nasional 2009
Produksi Sayuran di Jawa Tengahcommit toPekan
user
Kentang
2008.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
112
Peningkatan
Produktivitas
Kentang
dan
Sayuran
Lainnya. Vol 2.Tahun 2009.
hal 743-751. Pusat Penelitian
dan
Pengembangan
Hortikultura. ISBN: 978-9798257-35-3
19.
Teknologi
ameliorasi
pada
Lahan Booklet. Balingtan. 2008
2008
Pertanian Tercemar Logam Berat
20.
Limbah Kental Pabrik Kertas sebagai Jurnal Agrikultura vol. 19. 2008
Bahan Organik untuk Meningkatkan Nomor
Kualitas Tanah dan Hasil Tanaman Padi
2.
UNPAD.
Agustus
2008.
Bandung.
ISSN
Kolokium
Hasil 2008
0853-2885
21.
Potensi Produksi Gas CH4 pada Sistem Prosiding
Integrasi
Tanaman-Ternak
Serang
di
DAS Penelitian dan Pengembangan
Sumberdaya
Air.
Adaptasi
Pengelolaan Sumberdaya Air
Menyongsong
Perubahan
Iklim Global. Hal II-13 s/d II18 (2008) PUSAIR. Bandung.
ISSN 1829-9644
22.
Potensi Produksi Gas Metana pada Prosiding Seminar Nasional 2008
Tanah Sawah Tadah Hujan di Jawa Pengendalian
Timur.
Pencemaran
Lingkungan Pertanian melalui
Pendekatan Pengelolaan DAS
secara Terpadu. Buku 2. hal.
195-204
(2008) BBSDLP
ISBN: 978-979-15795-0-6
23.
Pengaruh Varietas Padi Pasang Surut Prosiding Seminar. Nasional 2008
Terhadap Emisi Gas Metana (CH4) di Pengendalian
Lahan Sawah Pasang Surut.
Pencemaran
Lingkungan Pertanian melalui
Pengelolaan DAS
commit toPendekatan
user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
113
secara Terpadu. Buku 2. hal.
206-218 (2008). ISBN 978979-15795-0-6
24.
Kadar Nitrat dalam Air di Beberapa Prosiding Seminar. Nasional 2008
Kawasan Sawah Irigasi di Jawa Timur.
Sumberdaya
Lahan
dan
Lingkungan Pertanian. Buku
IV.
hal.
65-75
(2008)
BBSDLP.
ISBN
978-602-
8039-08-6
25
Faktor-Faktor
Pembatas
Tanaman Prosiding Seminar. Nasional 2008
Terhadap Emisi Gas Metana (CH4)
Sumberdaya
Lahan
dan
Lingkungan Pertanian. 2008.
Buku
III.
BBSDLP.
hal.
ISBN
47-55
978-602-
8039-08-6
26
Perbaikan
Produktivitas
Padi
Walik Prosiding Seminar. Nasional 2007
Jerami Melalui Sistem Olah Tanah dan Sumberdaya
Pengelolaan Air
Lahan
dan
Lingkungan Pertanian. 2007.
Buku
III.
hal.
47-55
BBSDLP. Bogor. ISBN 978602-8039-08-6
27.
Pengelolaan Padi Sawah Tadah Hujan Prosiding Seminar. Nasional 2006
dalam Menekan Emisi Gas Nitro-Oksida Sumberdaya Lahan Pertanian.
Buku II. hal. 335-346 (2006)
BBSDLP. ISBN 979-9474-531
28.
Dampak
Penggunaan
Insektisida Prosiding Seminar. Nasional 2003
terhadap Beberapa Bakteri Penyubur Pengelolaan
pada Tanah Sawah Irigasi
Lingkungan
Pertanian hal. 149-155 (2003)
Puslitbangtanak. Bogor.
commit toISBN
user 979-9474-38-8
perpustakaan.uns.ac.id
29.
Aplikasi
Herbisida
digilib.uns.ac.id
114
Rendah
dalam Prosiding Seminar. Nasional 2003
Pengendalian Gulma Padi Walik Jerami Peningkatan
pada Penyiapan Lahan yang Berbeda
Lingkungan
Kualitas
dan
Produk
Pertanian hal. 85-96 (2003)
Puslitbangtanak. Bogor. ISBN
979-9474-23-X
30.
Respon
Padi
Sawah
Tadah
Hujan Prosiding Seminar Nasional 2002
terhadap Interaksi Pemupukan N dan K Sistem
pada Tanah Inceptisol Rembang.
Produksi
Pertanian
Ramah Lingkungan hal. 66-72
(2002) Puslitbangtan. Bogor.
ISBN 979-8161-83-1
31.
Status Hara Makro dan Produktivitas Prosiding Seminar Nasional 2002
Padi Sawah Tadah Hujan
Sistem
Produksi
Pangan
Tanaman
Berwawasan
Lingkungan 2002 (hal 433438) Puslitbantan ISBN: 9798161-82-3
Surakarta,
Sri Wahyuni, SP.
commit to user
2014
Download