BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit periodontal

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit periodontal adalah penyakit gigi dan mulut yang banyak
dijumpai pada masyarakat dengan prevalensi mencapai 50% (Wahyukundari,
2009). Penyakit tersebut merupakan penyakit yang melibatkan jaringan
pendukung gigi, yaitu gingiva, tulang alveolar, ligamen periodontal, dan
sementum (Newman et al., 2012). Periodontitis merupakan salah satu penyakit
periodontal berupa inflamasi pada jaringan pendukung gigi yang disebabkan oleh
adanya bakteri
plak subgingiva sehingga mengakibatkan terbentuknya poket
periodontal, kegoyahan bahkan kehilangan gigi (Suwandi, 2010). Bakteri
penyebab periodontitis antara lain Aggregatibacter actinomycetemcomitans,
Porphyromonas gingivalis, Treponema denticola dan Tannerella forsythia
(Williams, 2008).
Bakteri Aggregatibacter actinomycetemcomitans (Aa) sebelumnya
dikenal
dengan
nama
Actinobacillus
actinomycetemcomitans
merupakan
kelompok bakteri dari famili Pasteurellaceae, termasuk bakteri coccobacilli
anaerob fakultatif gram negatif (Nørskov-Lauritsen dan Kilian, 2006). Bakteri
tersebut mempunyai faktor virulensi yang mampu merusak jaringan periodontal
dan menghambat proses perbaikan jaringan (Aberg et al., 2012). Faktor virulensi
bakteri Aa antara lain leukotoksin (Nørskov-Lauritsen dan Kilian, 2006),
sitotoksin, dan protease sehingga menyebabkan kerusakan jaringan yang progresif
1
(Dyke dan Winkelhoff, 2013). Bakteri Aa merupakan penyebab penyakit
periodontal yang bersifat destruktif seperti rapidly progressive periodontitis dan
juvenile (aggressive) periodontitis (Eley dan Manson, 2004) serta beberapa
penyakit infeksi lain seperti endokarditis, abses otak, dan infeksi saluran urin
(Nørskov-Lauritsen dan Kilian, 2006). Terapi yang dapat dilakukan untuk
menghambat pertumbuhan bakteri penyebab periodontitis antara lain kontrol plak,
scaling dan root planning serta pemberian antibiotik metronidazol, tetrasiklin, dan
amoxicillin (Wahyukundari, 2009; Newman et al., 2012). Namun penggunaan
antibiotik dalam kurun waktu yang lama akan menimbulkan berbagai efek
samping seperti reaksi hipersensitivitas, reaksi toksik, dan resistensi pada bakteri
(Eley dan Manson, 2004). Oleh sebab itu, diperlukan bahan alternatif yang lebih
aman, murah, dan mudah didapat yaitu menggunakan Tanaman Obat Berbahan
Alam (TOBA) (Muhlisah, 2007).
Indonesia merupakan negara dengan kekayaan alam berlimpah, memiliki
jenis tanaman yang sangat beraneka ragam. Keanekaragaman tersebut
dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia untuk menjadikan tanaman sebagai
bahan obat-obatan tradisional (Supriatna, 2008). Dilaporkan bahwa pemanfaatan
tanaman obat berbahan alam sebagai salah satu alternatif pengobatan yang mudah,
murah, aman, dan tanpa efek samping. Pemerintah Indonesia melalui Departemen
Kesehatan RI mendukung adanya pemanfaatan tanaman obat dengan cara
mencanangkan dan memperkenalkan kepada masyarakat mengenai program
Tanaman Obat Keluarga (TOGA) yang sekarang dikenal dengan nama Tanaman
Obat Berbahan Alam atau disebut dengan TOBA (Muhlisah, 2007).
2
Banyak jenis tanaman yang sering dimanfaatkan sebagai bahan obatobatan antara lain rambutan, jambu biji, dan salam. Dari ketiga jenis tanaman
tersebut, salam mempunyai kandungan tanin, flavonoid, dan minyak atsiri yang
bersifat sebagai antibakteri (Andriyani et al., 2010; Wardoyo dan Padmadisastra,
2008). Namun, daun salam mempunyai keunggulan pada kadar tanin yang
mencapai 21,7% sedangkan kadar tanin pada jambu biji sebesar 17% serta
rambutan 6,62% (Sampurno et al., 2004; Lestari, 2010; Andriyani et al., 2010).
Tanin merupakan senyawa yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri bahkan
mematikan sel bakteri (Mailoa et al., 2014). Tanaman salam terdiri dari batang,
buah, dan daun yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan obat-obatan (Suryo,
2009). Daun salam mempunyai kandungan tanin yang tinggi (21,7%) (Sampurno
et al., 2004) sehingga lebih sering dimanfaatkan sebagai bahan pengobatan seperti
hipertensi, diare, gastritis, diabetes mellitus, antifungal, dan antibakteri (Ismail et
al., 2013). Ekstrak daun salam konsentrasi 10% dapat digunakan sebagai bahan
antibakteri dalam menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia colii (Malik dan
Ahmad, 2013).
Ekstrak merupakan bentuk sediaan yang diperoleh dari proses ekstraksi
menggunakan bahan pelarut tertentu menjadi larutan ekstrak sesuai dengan
konsentrasi yang dibutuhkan. Melalui cara ekstrak, kandungan zat aktif yang
bersifat sebagai antibakteri pada daun salam dapat dengan mudah diambil. Ada 2
macam bahan pelarut ekstraksi, yaitu pelarut nonpolar (etil asetat dan kloroform)
dan pelarut polar (metanol dan etanol). Etanol dengan konsentrasi 70% bersifat
magic solvent karena dapat bereaksi dengan bahan yang bersifat polar, semi polar
3
maupun non polar sehingga senyawa yang terdapat pada daun salam dapat dengan
mudah diambil sedangkan metanol, etil asetat, dan kloroform jarang digunakan
karena bersifat toksik (Agoes, 2008; Heinrich et al., 2009).
Pada uji skrining fitokimia ekstrak daun salam dengan menggunakan
pelarut etanol didapatkan kandungan senyawa kimia antara lain tanin (21,7%),
flavonoid (0,4%), dan minyak atsiri (0,17%) yang dapat menghambat
pertumbuhan bakteri (Sampurno et al., 2004; Wardoyo dan Padmadisastra, 2008;
Kurniawati, 2010). Tanin merupakan senyawa polifenol yang memiliki
kemampuan untuk mengikat protein. Tanin dapat membentuk ikatan hidrogen
dengan protein dalam sel-sel bakteri. Ikatan hidrogen antara tanin dengan protein
akan mendenaturasi protein dinding sel bakteri dan membran plasma sehingga
menyebabkan kerusakan sel bakteri (Mailoa et al., 2014). Flavonoid merupakan
kelompok senyawa polifenol (Agrawal, 2011). Senyawa ini bekerja dengan cara
mengikat protein sel bakteri melalui ikatan hidrogen membentuk senyawa
kompleks yang menyebabkan pecahnya struktur dinding sel dan membran
sitoplasma bakteri sehingga sel bakteri akan mengalami kerusakan (Kusdarwati et
al., 2010). Minyak atsiri merupakan senyawa yang mudah menguap, memiliki bau
yang khas serta memiliki efek antibakteri (Koensoemardiyah, 2010). Minyak
atsiri bekerja dengan cara mendenaturasi protein sel bakteri (Kusdarwati et al.,
2010).
4
Berdasarkan latar belakang tersebut maka peneliti ingin menguji
pengaruh konsentrasi ekstrak etanol daun salam (Syzygium polyanthum (Wight)
Walp.) terhadap pertumbuhan bakteri Aggregatibacter actinomycetemcomitans
dominan periodontitis secara in vitro.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, dapat dibuat rumusan masalah:
1. Apakah konsentrasi ekstrak etanol daun salam (Syzygium polyanthum (Wight)
Walp.) mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan bakteri Aggregatibacter
actinomycetemcomitans dominan periodontitis secara in vitro?
2. Berapakah konsentrasi ekstrak etanol daun salam yang paling poten
menghambat pertumbuhan bakteri Aggregatibacter actinomycetemcomitans?
C. Keaslian Penelitian
Penelitian mengenai pengaruh ekstrak daun salam sudah pernah
dilakukan antara lain pengaruh pemberian ekstrak daun salam (Syzygium
polyanthum (Wight) Walp.) dengan dosis 540 mg terhadap hitung jumlah koloni
kuman Salmonella typhimurium pada hepar mencit balb/c yang diinfeksi
Salmonella typhimurium oleh Murtini (2006) serta uji efektivitas antimikroba
ekstrak etanol daun salam (Syzygium polyanthum (Wight) Walp.) terhadap
Escherichia colii secara in vitro oleh Julius (2012). Sepengetahuan penulis,
penelitian mengenai pengaruh konsentrasi ekstrak etanol daun salam (Syzigium
polyanthum (Wight) Walp.) terhadap pertumbuhan bakteri Aggregatibacter
5
actinomycetemcomitans dominan periodontitis secara in vitro belum pernah
dilakukan.
D. Tujuan Penelitian
1. Untuk menguji pengaruh konsentrasi ekstrak etanol daun salam (Syzygium
polyanthum (Wight) Walp.) terhadap pertumbuhan bakteri Aggregatibacter
actinomycetemcomitans dominan periodontitis secara in vitro.
2. Untuk mengetahui konsentrasi ekstrak etanol daun salam yang paling poten
menghambat pertumbuhan bakteri Aggregatibacter actinomycetemcomitans.
E. Manfaat Penelitian
1. Memberikan tambahan informasi kepada masyarakat tentang pemanfaatan
bahan herbal khususnya daun salam sebagai bahan pengobatan yang murah,
mudah didapat, aman, dan tanpa efek samping.
2. Memotivasi masyarakat untuk membudidayakan Tanaman Obat Berbahan
Alam (TOBA) terutama tanaman salam.
3. Sebagai dasar acuan atau referensi penelitian lebih lanjut.
6
Download