BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri properti dan real

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Industri properti dan real estate merupakan industri yang berkembang dalam
beberapa tahun ini di Indonesia. Dari segi fisik terlihat banyak proyek rumah
tapak maupun apartemen yang dibangun oleh pengembang.
Keputusan Bank Indonesia untuk menaikan Down Payment untuk kredit
perumahan (KPR) dari 20% menjadi 30% bukan hanya berefek kepada masyarakat
yang ingin memiliki rumah, tapi juga berefek kepada perusahaan-perusahaan yang
terkait, yaitu perusahaan properti dan perbankan. Pada satu sisi kebijakan
pemerintah (dalam hal ini Bank Indonesia) menaikan Down Payment untuk Kredit
Perumahan (KPR) akan memperbaiki kualitas kredit perbankan sehingga
mencegah Non Performing Loan yang tinggi (pada sebagian bank portfolio KPR
sangat tinggi), tapi pada sisi yang lain kebijakan tersebut akan memberatkan
masyarakat pada umumnya untuk memiliki rumah serta perusahaan properti
khususnya yang akan melambat pertumbuhannya karena daya beli masyarakat
terhadap properti yang menurun karena sebagian besar pembelian properti
dilakukan melalui KPR. Secara tidak langsung hal tersebut tentu akan berpengaruh
terhadap pergerakan harga saham perusahaan properti yang sudah listing.
Pada umumnya setiap orang ingin adanya keamanan maupun kepastian
dalam ekonomi, baik di masa sekarang maupun di masa yang akan datang. Aset
1
yang dimiliki seseorang saat ini belum tentu bernilai ekonomi sama di masa yang
akan datang. Untuk mengatasi penurunan aset tersebut maka manusia perlu
melakukan investasi. Menurut Jones (2004) investasi adalah komitmen untuk
menanamkan sejumlah dana pada satu atau lebih aset selama beberapa periode di
masa mendatang. Dengan melakukan investasi, kita dapat melindungi nilai dari
aset yang kita miliki sekarang agar nilainya tidak turun atau justru meningkat di
masa yang akan datang, atau kita juga dapat memaksimalkan nilai sekarang dari
aset-aset yang dimiliki saat ini.
Investor pasti mengharapkan return dalam melakukan suatu investasi.
Menurut Ang (1997) Return adalah tingkat keuntungan yang dinikmati oleh
investor (pemodal) atas suatu investasi yang dilakukan. Return investasi dalam
nilai secara nominal dapat dihitung sebagai selisih antara nilai nominal yang dieria
oleh investor dengan nilai nominal yang diinvestasikan.
Investor memiliki perbedaan kebutuhan dalam melakukan investasi, saat ini
terdapat beberapa macam alternatif istrumen keuangan bagi investor dalam
melakukan inevstasi. Bodie (2006) mengatakan bahwa terdapat 2 instrumen
keuangan yang dapat digunakan sebagai sarana investasi oleh investor, yaitu :
1.
Pasar Uang (Money Market)
Instrumen keuangan dalam pasar uang atau yang sering disebut kas atau setara
kas meliputi investasi yang umumnya berjangka pendek dan bersifat lebih
likuid bila dibandingkan dengan pasar modal. Yang termasuk dalam instrumen
keuangan pasar uang antara lain adalah Treasury Bills, sertifikat deposito,
2
surat berharga komersial (commercial papers) dan akseptasi bank (Bankers
Acceptance). Return yang diperoleh investor pada pasar uang pada umumnya
tidak sebesar yang diperoleh investor dengan menginvestasikan dananya di
pasar modal.
2.
Pasar Modal (Capital Market)
Instrumen keuangan dalam pasar modal pada umumnya lebih beragam dan
lebih beresiko bila dibandingkan dengan pasar uang. Oleh karena itu pada
umumnya, produk-produk investasi pada pasar modal menjanjikan return
yang lebih besar dibandingkan dengan produk pasar uang. Pasar modal dibagi
lagi menjadi 4 segmen yaitu pasar obligasi, pasar saham, pasar instrumen
derivatif dan pasar kontrak berjangka.
Jenis pasar modal di Indonesia yang umum bagi para investor untuk
melakukan investasi adalah pasar saham. Hal ini dudukung oleh cukup terbukanya
informasi yang diperoleh investor dalam pasar saham melalui Bursa Efek
Indonesia serta berbagai kemudahan yang saat ini banyak tersedia bagi investor
untuk melakukan investasi pada pasar saham, antara lain fasilitas online trading
yang memungkinkan investor untuk melakukan investasi dari jarak jauh secara
online.
Bursa Efek Indonesia mengklasifikasi semua emiten yang tercatat kedalam
sembilan sektor menurut klasifikasi industri, yang diberi nama JASICA (Jakarta
Industrial Classification), yaitu : Pertanian, Pertambangan, Industri Dasar, Aneka
Industri, Barang Konsumsi, Properti, Infrastruktur, Keuangan, Perdangangan dan
3
Jasa, dan Manufatur. Setiap sektor tersebut mempunyai indeks harga saham
tersendiri. Pengertian indeks harga saham itu sendiri adalah harga atau nilai dari
sekelompok saham yang dikumpukan berdasarkan kategori tertentu. Indeks ini
merupakan indikator pergerakan harga dari seluruh saham yang diwakilinya.
Dengan melihat pergerakan indeks harga saham suatu sektor maka investor dapat
menentukan langkah investasi selanjutnya.
Secara umum yang mempengaruhi pergerakan harga saham di suatu negara
adalah faktor makro ekonomi dari negara tersebut. Indikator ekonomi makro
merupakan suatu cerminan bagi arah perekonomian, kondisi perekonomian akan
berpengaruh terhadap kondisi pasar. Pada akhirnya kondisi pasar akan
mempengaruhi investor. Sulit bagi investor untuk memperoleh hasil investasi yang
berlawanan arah dengan kecenderungan pasar. Pada umumnya apabila pasar
membaik atau memburuk, saham-saham juga akan terpengaruh dengan arah yang
sama.
Indonesia pernah mengalami krisis moneter pada tahun 1998, dimana pada
saat itu kondisi makro ekonomi Indonesia sangat rapuh yang disebabkan oleh
beberapa faktor antara lain seperti banyaknya utang dalam valuta asing terutama
yang berdenominasi USD, projek jangka panjang yang dibiayai utang jangka
pendek, banyaknya bank yang tidak sehat, defisit APBN yang tinggi karena KKN,
jumlah orang miskin dan pengangguran yang besar dan lain sebagainya. Hal
tersebut menyebabkan mata uang rupiah serta bursa saham jakarta menyentuh titik
4
paling rendah pada bulan September 1998. Pada saat itu Moody’s menurunkan
rating bond Indonesia menjadi “junk bond”.
Pada tahun 2008 perekonomian dunia kembali terguncang karena imbas
dari kasus suprime mortgate di Amerika Serikat. Indonesia pun terkena imbasnya
dari kasus tersebut walaupun secara fundamental Indonesia lebih kuat
dibandingkan pada saat krisis moneter 1998.
Inflasi 2008 meningkat karena
fluktuasi harga minyak sehingga BI pun menaikan BI rate yang menjadi acuan
tingkat bunga. Pasar saham Indonesia juga terkena imbasnya ditandai dengan
menurunnya IHSG samapi BEI terpaksa mensuspensi perdagangan saham pada 28
Oktober 2008.
Setelah sempat membaik pada periode tahun 2010 – 2011, pada tahun 2012
ekonomi dunia khususnya di Eropa menjadi memburuk yang awalnya disebabkan
oleh krisis hutang Yunani yang kemudian berlanjut juga ke Spanyol dan Italia.
Krisis Eropa ini
berdampak signifikan kepada perekonomian dunia, tidak
terkecuali Indonesia karena sebagian pasar ekspor Indonesia merupakan negaranegara Eropa walaupun dampaknya tidak terlalu signifikan seperti krisis moneter
tahun 1998.
5
Tabel 1.1 Indikator makro ekonomi Indonesia dari tahun 2008-2013
Makroekonomi
2008
2009
2010
2011
2012
2013
BI Rate
9,25%
6.50%
6,50%
6,00%
5,75%
7,50%
Inflasi
10,31%
5,21%
5,13%
5,38%
4.21%
8,13%
12.224
9.485
9.032
9.085
9.598
11.946
2.082,45
2.178,85
2.314,45
2.464,56
2.618,93
2.770,34
Kurs tengah BI
USD/IDR
PDB (Rp. Trilyun)
(Sumber : Bank Indonesian dan Badan Pusat Statistik)
Indikator-indikator makro ekonomi diatas dapat disimpulkan bahwa setelah
krisis perekonomian dunia tahun 2008 yang juga menimpa Indonesia, secara
perlahan ekonomi Indonesia mulai membaik yang ditandai dengan menurunnya
tingkat inflasi Indonesia menjadi 4,21% - 5,31% selama tahun 2009-2012, kurs
USD/IDR yang stabil di angka Rp. 9000 – Rp. 9.500 /USD, PDB Indonesia yang
meningkat 5%-6% setiap tahunnya dan suku bunga acuan yang relatif stabil dan
cenderung menurun. Namun pada tahun 2013 perekonomian Indonesia sedikit
mengalami penurunan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya yang disebabkan
karena efek dari krisis di Eropa.
Pemerintah dalam APBNP 2015 memprediksi perekonomian Indonesia di
tahun 2015 masih dalam tren positif dan akan tumbuh 5,7%. Selain pertumbuhan
yang positif, pemerintah optimis mampu menjaga inflasi sepanjang tahun 2015 di
5%. Saat ini faktor utama pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah konsumsi.
Konsumsi di Indonesia meningkat seiring dengan bertambahnya kelas menengah di
Indonesia. Diperkirakan kelas menengah di Indonesia mencapai 50 juta orang
6
pada tahun 2013. Salah satu industri yang menikmati tingginya tingkat konsumsi
masyarakat Indonesia terutama adalah industri properti dan real estate.
Pesatnya perkembangan properti dan real estate di Indonesia saat ini terkait
dengan meningkatnya permintaan masyarakat akan properti dan real estate, seiring
dengan semakin mapannya kelas menengah di Indonesia. Kemapanan identik
dengan memiliki tempat tinggal. Ketika terjadi peningkatan penghasilan,
konsumen yang telah terpenuhi kebutuhan dasarnya akan berusaha untuk memiliki
tempat tinggal. Pertumbuhan sektor properti yang tinggi tidak semata untuk
dikonsumsi, melainkan sebagai instrumen investasi yang menjanjikan. Tingginya
penjualan properti juga ditopang oleh besarnya porsi kredit perumahan yang
disalurkan oleh sektor keuangan dalam hal ini perbankan. Kebijakan pemerintah
yang pro perumahan juga ikut andil membesarkan industri properti dan real estate
di Indonesia
Sektor properti di Indonesia mengalami perkembangan positif mulai tahun
2012. Pada tahun 2012 pergerakan saham sektor properti yoy mencapai 9,38%
(utama, 2012) disebabkan daya beli masyarakat yang meningkat seiring dengan
pertumbuhan kelas menengah di Indonesia.
Kebijakan pemerintah dengan pelonggaran ketentuan loan to value berupa
penurunan uang muka (down payment) KPR juga turut menyumbang pertumbuhan
positif sektor properti karena masyarakat semakin mudah untuk memiliki rumah
yang berujung kepada meningkatnya sales dari perusahaan-perusahaan properti di
Indonesia.
7
Berdasarkan uraian di atas, investasi saham pada sektor properti dan real
estate memiliki prospek yang bagus. Namun sebelum menentukan untuk
melakukan investasi di suatu sektor, investor secara umum harus melihat
pergerakan indeks harga saham suatu sektor, selain itu investor perlu juga
mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi return saham di sektor
tersebut. Secara umum faktor tersebut terbagi menjadi dua, yaitu faktor internal
dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berkaitan langsung dengan
perusahaan, sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang tidak berkaitan
langsung dengan perusahaan, namun diduga mempengaruhi perusahaan. Dalam
penelitian ini, faktor eksternal perusahaan yang akan diteliti adalah laju inflasi,
nilai tukar uang (USD/IDR), tingkat suku bunga kredit properti (KPR), PDB
Indonesia dan outstanding kredit properti di perbankan.
Beberapa
peneliti
sebelumnya
telah
meneliti
faktor-faktor
yang
mempengaruhi pergerakan harga saham sektor properti, diantaranya seperti Meta
(2006) yang meneliti pengaruh inflasi, dan nilai tukar rupiah/USD terhadap return
saham perusahaan properti dengan hasil penelitian bahwa inflasi tidak berpengaruh
signifikan terhadap return saham properti sendagkan kurs rupiah/USD berpengaruh
signifikan negatif terhadap return saham properti, selanjutnya West & Worthington
(2006) yang meneliti pengaruh makro ekonomi terhadap perusahaan real estate
yang tercatat di bursa saham Australia dengan hasil penelitian secara umum faktor
ekonomi makro memiliki pengaruh terhadap sektor properti Australia, lalu
Murtiningsih (2009) yang meneliti mengenai dampak guncangan variabel makro
8
terhadap investasi bisnis properti di Indonesia dengan hasil penelitian terdapat 3
variabel makro yaitu nilai proyek properti, laju inflasi dan non performing loan
kredit properti berpengaruh terhadap investasi bisnis properti di Indonesia.
Dari beberapa penelitian tersebut penulis menilai perlu dilakukan
pengerucutan atas faktor-faktor makro ekonomi yang mempengaruhi return saham.
Terdapat beberapa perbedaaan antara penelitian ini dengan penelitian sebelumnya,
yaitu yang pertama penulis lebih menspesifikasi perubahan tingkat suku bunga,
dimana tingkat suku bunga yang digunakan bukan BI Rate melainkan tingkat suku
bunga Kredit Perumahan (KPR), lalu perbedaan lainnya adalah penulis
memasukan faktor perubahan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) karena penulis
menilai apabila PDB meningkat maka tingkat kesejahteraan masyarakat juga akan
meningkat sehingga berdampak pada konsumsi untuk properti. Selain itu juga
penulis memasukan faktor jumlah outstanding kredit properti di perbankan
Indonesia sebagai faktor yang mempengaruhi indeks harga saham sektor properti.
Dengan mengetahui faktor-faktor tersebut diharapkan investor akan memiliki dasar
yang kuat sebelum melakukan keputusan investasi. Dari uraian diatas penulis
termotivasi untuk melakukan penelitian dengan judul “ANALISIS PENGARUH
FAKTOR MAKRO EKONOMI DAN OUTSTANDING PENYALURAN KPR
TERHADAP RETURN HARGA SAHAM SEKTOR PROPERTI”
9
1.2
Rumusan Masalah
Sektor properti dan real estate merupakan sektor yang menarik bagi investor
karena selain dapat membeli fisik properti (rumah, ruko, perkantoran, villa dan lain
sebagainya) investor dapat berinvestasi dalam bentuk saham perusahaan properti.
Pada dasarnya sektor properti ini sangat dipengaruhi oleh supply dan demand yang
sangat bergantung pada kondisi ekonomi konsumen, dengan kata lain apabila
perekonomian suatu negara mengalami kemajuan (yang dilihat dari makro
ekonomi suatu negara) dapat dipastikan hal tersebut akan berpengaruh positif
terhadap sektor properti dan real estate.
Selain hal yang telah disebutkan, kebijakan pemerintah juga sangat
mempengaruhi sektor properti dan real estate ini. Contohnya saja kebijakan
penyediaan rumah murah melalui program FLPP, kebijakan untuk mendorong
pengembang membangun satu rumah susun setiap pembangunan satu apartemen
mewah, kebijakan pemerintah untuk menaikan down payment untuk kredit
perumahan rakyat
maupun kebijakan-kebijakan lainnya yang bersinggungan
dengan sektor properti.
Adapun pertanyaan penelitian yang akan dibahas adalah sebagai berikut :
1. Apakah tingkat suku bunga kredit properti (KPR) mempengaruhi return harga
saham
sektor properti dan
real estate yang terdaftar pada Bursa Efek
Indonesia.
2. Apakah tingkat inflasi mempengaruhi return harga saham sektor properti dan
real estate yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia.
10
3. Apakah nilai tukar uang (USD/IDR) mempengaruhi return harga saham sektor
properti dan real estate yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia.
4. Apakah
produk domestik bruto (PDB) mempengaruhi return hargasaham
sektor properti dan real estate yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia.
5. Apakah outstanding penyaluran (KPR) mempengaruhi return harga saham
sektor properti dan real estate yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia.
1.3
Tujuan Penelitian
Penelitian ini scara umum bertujuan untuk memberikan bukti empiris
pengaruh faktor eksternal perusahaan yaitu pengaruh suku bunga KPR perbankan,
inflasi, nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika, PDB Indonesia dan
outstanding penyaluran kredit perumahan (KPR) terhadap return harga saham
sektor properti dan real estate.
Penelitian dilakukan terhadap perusahaan-perusahaan pada sektor properti
dan real estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia yang tercermin dari Indeks
Harga Saham Sektor Properti dan Real Estate BEI.
1.4
Manfaat Penelitian
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat diketahui bahwa manfaat penelitian ini
adalah :
1.
Bagi para investor penelitian ini berguna untuk menambah studi literatur
mengenai bagaimana faktor-faktor eksternal perusahaan yaitu inflasi, nilai
11
tukar rupiah terhadap dolar AS, PDB, tingkat suku bunga kredit properti
perbankan dan outstanding penyaluran kredit properti dapat mempengaruhi
return saham sektor properti dan real estate sehingga akan menjadi dasar
sebelum melakukan keputusan investasi dalam sektor properti dan real estate.
2.
Bagi kalangan akademisi penelitian ini diharapkan dapat memberi wawasan
tambahan jika ingin mengadakan penelitian dalam ruang lingkup yang sama.
1.5
Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan didukung data yang relevan sehingga
diharapkan dapat menghasilkan kesimpulan penelitian yang sesuai dengan
perumusan masalah yang diteliti. Penelitian ini hanya menguji apakah laju inflasi,
nilai tukar uang (USD/IDR), tingkat suku bunga kredit properti (KPR), PDB
Indonesia dan outstanding kredit properti di perbankan berpengaruh terhadap
return saham properti yang tercatat di Bursa Efek Indonesia
1.6
Sistematika Penelitian
Penulisan penelitian ini dibagi menjadi 5 bab, yang akan disusun sebagai
berikut :
BAB I
: PENDAHULUAN
Bab I ini menguraikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penelitian.
12
BAB II
: LANDASAN TEORETIS DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
Bab II ini meninjau teori-teori tentang pasar modal dan tentang
faktor eksternal perusahaan yang mempengaruhi harga saham. Bab
ini juga meninjau penelitian-penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya yang berkaitan.
BAB III
: METODE PENELITIAN
Mencakup pengumpulan data yang berisi populasi dan pemilihan
sampel penelitian, jenis data, hipotesis yang akan diuji, variabelvariabel dalam penelitian, estimasi model, pengujian empiris yang
meliputi hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat,
pengolahan data, pengujian asumsi dan pengujian signifikansi.
BAB IV
: ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Bab ini akan memaparkan hasil penelitian yang didasarkan pada
tahapan-tahapan pengujian yang telah dijelaskan dalam Bab III dan
pengungkapan hubungan antar variabel dan kesesuaian hasil dengan
hipotesis.
BAB V
: SIMPULAN, KETERBATASAN DAN IMPLIKASI
Bab ini berisi hasil analisis dan pembahasan serta kesimpulan dan
saran bagi penelitian selanjutnya. Penulis juga akan menguraikan
keterbatasan dalam penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
13
Download