BioSMART Volume 7, Nomor 1 Halaman: 6-8 ISSN: 1411-321X April 2005 Kandungan ATP Mitokondria pada Otot-otot Pektoral Ayam dan Merpati Concentrations of mitochondrial ATP in pectoral muscles of chicken and pigeon TJAHJADI PURWOKO♥ Jurusan Biologi FMIPA Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta 57126 Diterima: 2 Januari 2005. Disetujui: 1 Maret 2005. ABSTRACT Most of Aves could fly, except chicken and ostrich. Muscles responsible for flying were mayor and minor pectoral muscles. This experiment was to study the concentration of mitochondrial adenosine triphosphate (ATP) in pectoral muscles of chicken and pigeon. In this research chicken and pigeon wings were flapped for 5-10 minutes. After being killed, the pectoral muscles were mixed with isolation media, homogenized and centrifuged (700 g, 4°C) for 15 minutes. The supernatants were centrifuged (10,000 g, 4°C) for 15 minutes. The mitochondria pellets were suspended into isolation media and 12%-perchoric acid. After centrifuged (10,000 g; 4°C) for 5 minutes, the mitochondria suspension was neutralized with K2CO3 and triethanolamine until reached pH 7. The potassium perchloric was discarded. The samples were mixed with glucose, MgCl2, NADP+, glucose 6 phosphate dehydrogenase (50 units/ml), triethanolamine buffer pH 7.4, and hexokinase (500 units/ml). The sample mixtures were measured by spectrophotometer at 340 nm. The concentrations of mitochondrial-ATP were estimated based on regression of glucose 6 phosphate mixed with NADP+ as standard curve. The concentration of mitochondrial-ATP pectoral muscle of pigeon was twice higher than chicken. The concentration of mitochondrial-ATP mayor pectoral muscle was three times higher than minor pectoral muscle. Keywords: ATP, mitochondria, pectoral muscle, chicken, pigeon. PENDAHULUAN Salah satu ciri khas Aves adalah kemampuan bergerak di udara atau terbang. Sebagian besar anggota Aves mampu terbang, kecuali beberapa jenis, yaitu ayam yang hanya mampu terbang rendah dan singkat, burung onta dan kiwi yang tidak mampu terbang. Aves dapat terbang karena mempunyai sayap dan berat badanya relatif ringan. Otototot yang berperan dalam proses terbang, adalah otot-otot pektoral (musculli pectoralis). Otot-otot pektoral terdiri dari 2 otot, yaitu otot pektoral mayor dan otot supracoracoideus atau lebih dikenal dengan otot pektoral minor (Young, 1962). Warna otot pektoral ayam berbeda dengan otot pektoral merpati. Otot pektoral ayam berwarna putih, sedangkan otot pektoral merpati berwarna merah. Warna merah merupakan warna mioglobin. Semakin banyak mioglobin pada otot, maka semakin merah warna otot. Fungsi mioglobin sama dengan fungsi hemoglobin pada darah, yaitu sebagai pengikat oksigen (Harvey and Marshall, 1983). Fungsi sayap pada burung adalah seperti kaki pada hewan darat. Sayap merupakan “kaki” bagi burung saat terbang. Kepakan sayap saat terbang dapat dianalogikan seperti gerakan tangan manusia saat berenang gaya kupukupu. Mekanisme terbang diawali dengan pengangakatan sayap. Tujuan pengangkatan sayap adalah untuk memperoleh efek pengangkatan udara sehingga burung dapat naik. Kemudian sayap dikepak ke depan dan ke bawah. Ketika sayap dikepak ke bawah, badan burung terdorong ke depan sehingga posisi sayap menjadi agak ke belakang. Setelah itu, sayap diangkat ke atas dan diteruskan maju ke depan. Demikian seterusnya, maka setiap satu putaran kepakan sayap, burung mampu bergerak di udara. Pada merpati sayap berfungsi penuh saat terbang, sedangkan pada ayam sayap kurang berfungsi. Berkurangnya fungsi sayap pada ayam karena ayam lebih banyak menghabiskan hidupnya di darat sehingga kaki lebih berperan dibandingkan sayap. Dalam melakukan kepakan, diperlukan sejumlah energi biologi yaitu adenosin trifosfat (ATP). Organela yang bertanggung jawab dalam pembentukan energi adalah mitokondria. Mitokondria lebih banyak dijumpai di otot dibandingkan organ atau jaringan lainnya. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui kandungan ATP mitokondria pada otot-otot pektoral ayam dan merpati. BAHAN DAN METODE ♥ Alamat Alamat korespondensi: korespondensi: Jl. Ir. Sutami 36A, Surakarta 57126 Candikuning, Baturiti, Tabanan, Bali 82191. Tel. & Fax.: +62-271-663375. +62-368-21273. e-mail: [email protected], [email protected] [email protected] Bahan Ayam berumur sekitar 1 tahun diperoleh dari peternakan ayam buras. Merpati berumur sekitar 8 bulan 2005 Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta PURWOKO – Kandungan ATP Mitokondria Cara kerja Persiapan sampel otot. Sayap ayam dan burung dikepakan selama 5-10 menit, kemudian ayam dan burung disembelih. Otot pektoral mayor dan minor diambil dan dimasukkan ke medium isolasi yang terdiri dari sukrosa 0,3 M dan bufer fosfat 20 mM (pH 7,4). Sentrifugasi otot. Otot pektoral (10 g) dihomogenasi dalam 50 ml medium isolasi dengan homogeniser (5.000 rpm) selama 5 menit pada suhu 4°C. Homogenat disentrifuse (700 g) selama 15 menit, pada suhu 4°C sehingga menghasilkan 3 lapisan yaitu lapisan lemak (atas), supernatan (tengah), dan endapan inti (bawah). Supernatan diambil dan disentrifuse (10.000 g) selama 15 menit pada suhu 4°C sehingga menghasilkan endapan mitokondria. Endapan mitokondria dicuci dalam medium isolasi sebelum ekstraksi ATP dari mitokondria. Ekstraksi ATP. Ekstraksi ATP dari mitokondria dilakukan berdasarkan modifikasi metode Rulfs dan Aprille (1982). Mitokondria dilarutkan dalam 10 ml medium isolasi dan 10 ml asam perklorat 12% (HClO4). Suspensi mitokondria disentrifuse (10.000 g) selama 5 menit, pada suhu 4°C. Nilai pH suspensi mitokondria dinetralkan menjadi 7 dengan penambahan K2CO3 1,65 M dan trietanolamin 0,43 M. Endapan kalium perklorat dibuang. Analisis ATP. Analisis ATP dilakukan berdasarkan metode Halestrap (1978). Sampel (1 ml) dicampur 100 µl glukosa 10 mM, 1 ml MgCl2 2 mM, 100 µl NADP+, 1 ml glukosa 6 fosfat dehidrogenase (50 unit/ml), 1 ml bufer trietanolamin 100 mM (pH 7,4), dan 1 ml heksokinase (50 unit/ml). Larutan sampel diukur penyerapan cahayanya pada panjang gelombang 340 nm dengan UV-VIS spektrofotometer (Shimadzu 1601PC) sampai diperoleh nilai absorbansi yang konstan. Kandungan ATP diperoleh dari konversi nilai absorbansi berdasarkan persamaan standar reaksi glukosa 6 fosfat dan NADP+. Analisis data Semua sampel dibuat dengan 5 ulangan. Data dianalisis dengan metode analisis variansi faktorial (2 arah) tanpa interaksi pada tingkat kepercayaan 1%. HASIL DAN PEMBAHASAN Kepakan sayap dimaksudkan supaya ayam dan merpati melakukan pernafasan. Karena oksigen merupakan penerima elektron pada proses forforilasi oksidatif maka proses pembentukan ATP oleh mitokondria otot dapat berlangsung. Adenosin trifosfat (ATP) yang dihasilkan mitokondria, digunakan untuk memutus ikatan aktinmiosin ketika otot berkontraksi (Sheeler and Bianchi, 1983). Sentrifugasi pada 700 g selama 15 menit menghasilkan endapan inti dan otot yang belum terhomogenasi sempurna. Karena komposisi otot pektoral sebagian besar adalah mitokondria dan miofilamen, maka sentrifugasi 10.000 g selama 15 menit mampu menghasilkan sebagian besar endapan mitokondria. Hidrogen perklorat diketahui sebagai kemikalia autolisis mitokondria (Halestrap, 1978; Armston et al., 1982). Menurut Rosomando (1990) metode pengukuran ATP belum tersedia, sehingga diperlukan senyawa kimia yang mampu bereaksi dengan ATP dan menghasilkan produk yang dapat diukur secara spektrofotometrik, yaitu NADPH. NADPH diperoleh dari reaksi glukosa 6 fosfat dengan NADP+, sedangkan glukosa 6 fosfat diperoleh dari reaksi glukosa dan ATP. Kedua reaksi tersebut dikatalis enzim glukosa 6 fosfat dehidrogenase dan heksokinase. Dengan demikian secara stoikiometri 1 mol NADPH ekuivalen dengan 1 mol ATP. Seperti yang diduga kandungan ATP mitokondria otot pektoral merpati lebih tinggi dibandingkan otot pektoral ayam (Gambar 1) dengan analisis statistik p<0,01. Hal itu karena otot pektoral merpati berfungsi sebagai sayap lebih baik dibandingkan otot pektoral ayam. Beberapa parameter fisiologis seperti frekuensi pernafasan, kadar mioglobin dan hemoglobin, efisiensi difusi oksigen paru menunjukkan nilai yang lebih besar pada merpati dibandingkan ayam (McLelland and Molony, 1983; Powell, 1983). Kandungan ATP mitokondria otot pektoral mayor juga lebih tinggi dibandingkan otot pektoral minor dengan analisis statistik p<0,01. Kandungan ATP mitokondria otot pektoral mayor lebih tinggi sekitar 2-3 kali lipat dibandingkan otot pektoral minor. Hal itu karena aktivitas kerja otot pektoral mayor lebih kuat dibandingkan otot pektoral minor. Hasil penelitian ini mendukung pernyataan Pennycuick and Parker (1966) dalam Aulie (1983) bahwa gaya otot pektoral mayor 3 kali lebih kuat dibandingkan otot pektoral minor. Kandungan mitokondria pada otot pektoral merpati lebih tinggi dibandingkan otot pektoral ayam (Gambar 2) dengan analisis statistik p<0,01. Hal itu karena warna otot pektoral merpati merah. sedangkan otot pektoral ayam putih. Semakin merah warna otot maka semakin banyak mioglobin otot dan mitokondria. Meskipun kandungan mitokondria pada otot pektoral mayor lebih tinggi dibandingkan pada otot pektoral minor, tetapi analisis statistik menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0,01). Hal itu karena warna otot pektoral mayor sedikit lebih merah dibandingkan otot pektoral minor. Dengan demikian perbedaan warna otot yang mencolok dapat menunjukkan perbedaan kandungan mitokondria. 1000 900 926.63 Otot pektoral minor Otot pektoral mayor 800 Kadar ATP mitokondria.. (mikromol/kg otot) diperoleh dari peternakan merpati. Trietanolamin, NADP+, glukosa 6 fosfat dehidrogenase dan heksokinase diperoleh dari Sigma Chemical Co., Jerman. Kemikalia lainnya diperoleh dari Merck Chemical Co., Jerman. 7 700 604.33 600 500 400.29 400 300 200 193.97 100 0 Ayam merpati Gambar 1. Kandungan ATP mitokondria pada otot pektoral ayam dan merpati. B i o S M A R T Vol. 7, No. 1, April 2005, hal. 6-8 8 30 Otot pektoral minor 25 21.62 Kadar mitokondria (mg/g otot) 26.22 Otot pektoral mayor 22.28 20 15 13.88 Analisis statistik menunjukkan bahwa kandungan ATP per gram mitokondria pada otot pektoral merpati dan ayam tidak berbeda nyata (p>0,01), meskipun hasil penelitian menunjukkan kandungan ATP per gram mitokondria pada otot pektoral merpati lebih tinggi dibandingkan otot pektoral ayam (Gambar 3). 10 5 KESIMPULAN 0 Ayam Merpati Gambar 2. Kandungan mitokondria pada otot pektoral ayam dan merpati. Kadar ATP per gram mitokondria. (mikromol) 40 35 36.03 Otot pektoral minor Otot pektoral mayor 28.69 30 25 20 15 17.92 13.87 10 Kandungan mitokondria dipengaruhi warna otot. Kandungan mitokondria pada otot pektoral merpati yang berwarna lebih merah lebih tinggi dibandingkan yang warnanya kurang merah. Kandungan ATP per gram mitokondria dipengaruhi oleh fungsi dan aktivitas otot. Kandungan ATP per gram mitokondria otot pektoral mayor lebih tinggi dibandingkan otot pektoral minor. Kandungan ATP mitokondria dipengaruhi oleh kandungan mitokondria dan ATP per gram mitokondria. Kandungan ATP mitokondria otot pektoral merpati lebih tinggi sekitar 2 kali lipat dibandingkan otot perktoral ayam, sedangkan kandungan ATP mitokondria otot pektoral mayor lebih tinggi sekitar 3 kali lipat dibandingkan otot pektoral minor. 5 0 Ayam Merpati Gambar 3. Kandungan ATP per gram mitokondria pada otot pektoral ayam dan merpati. Kandungan ATP per gram mitokondria diperoleh dari kandungan mitokondria dan ATP mitokondria. Parameter ini dianalisis untuk mengetahui kandungan ATP per gram mitokondria pada otot pektoral ayam dan merpati. Semakin berat tugas otot, maka semakin banyak kebutuhan ATP. Mitokondria mampu menghasilkan ATP sehingga sel otot memperbanyak mitokondria. Hal itu karena mitokondria mempunyai kemampuan memperbanyak diri secara independen (Sheeler and Bianchi, 1983; Thorpe, 1984), karena kebutuhan ATP semakin banyak lagi, maka mitokondria melakukan kinerja maksimal, sehingga produksi ATP oleh mitokondria menjadi lebih banyak. Oleh karena itu, kandungan ATP per gram mitokondria pada otot pektoral mayor lebih tinggi dibandingkan otot pektoral minor (Gambar 3) dengan analisis statistik p<0,01. Otot pektoral berfungsi untuk kontraksi sayap, maka secara fisiologis fungsi mitokondria dalam sel otot pektoral sama meskipun otot pektoral pada merpati berfungsi lebih baik. DAFTAR PUSTAKA Armston, A.E., A.P. Halestrap and R.D. Scott. 1982. The nature of the changes in liver mitochondrial function induced by glucagon treatment of rats. Biochemistry and Biophysics Acta 681: 429-439. Aulie, A.1983. The fore-limb muscular system and flight. In Abs, M. (ed.) Physiology and Behaviour of Pigeon. London: Academic Press. Halestrap, A.P. 1978. Stimulation of piruvate transport in metabolising through changes in the transmembranes pH gradient induce by glucagon treatment of rats. Biochemistry Journal 172: 389-398. Harvey. A.L. and I.G. Marshall. 1983. Muscle. In Freeman, B.M. (ed.) Physiology Biochemistry Domestic Fowl. Vol 4. London: Academic Press. McLelland, J. and V. Molony. 1983. Respiration. In Freeman, B.M. (ed.). Physiology Biochemistry Domestic Fowl. Vol 4. London: Academic Press. Powell, F.L. 1983. Respiration. In Abs, M. (ed.). Physiology and Behaviour of Pigeon. London: Academic Press. Rosomando, E.F. 1990. Measurement of enzyme activity. Methods in Enzimology 182: 38-49. Rulfs, J. and J.R. Aprille. 1982. Adenine nucleotide pool size, adenine nucleotide translocase activity, and respiration in new born rabbit liver mitochondria. Biochemistry and Biophysics Acta 681: 300-304. Sheeler, P. and D.E. Bianchi. 1983. Cell Biology: Structure Biochemistry and Function. New York: John Wiley & Sons. Thorpe, N.O. 1984. Cell Biology. New York: John Wiley & Sons. Young, J.Z. 1962. The Live of Vertebrates. Oxford: Oxford University Press.