analisis sistem pengendalian internal atas piutang untuk memini

advertisement
ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN INTERNAL ATAS PIUTANG
UNTUK MEMINIMALKAN JUMLAH PIUTANG TAK TERTAGIH
PADA PT. OLYMPINDO MULTIFINANCE (PT. OMF)
SKRIPSI
Program Studi Akuntansi
Nama
: Suwarno
NIM
: 43205110175
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS MERCUBUANA
JAKARTA
2009
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama
: Suwarno
NIM
: 43205110175
Program Studi
: AKUNTANSI
Menyatakan bahwa skripsi ini adalah murni hasil karya sendiri. Apabila saya
mengutip dari karya orang lain, maka saya mencantumkan sumbernya sesuai dengan
ketentuan yang berlaku. Saya bersedia dikenai sanksi pembatalan skripsi ini apabila
terbukti melakukan tindakan plagiat (penjiplakan).
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Jakarta ,
September 2009
Suwarno
NIM : 43205110175
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
Nama
: Suwarno
NIM
: 43205110175
Program Studi
: S1 Akuntansi
Judul Skripsi
: Analisis Sistem Pengendalian Internal Atas
Piutang Untuk Meminimalkan Jumlah Piutang
Tak Tertagih Pada PT. Olympindo Multi Finance
(PT.OMF)
Tanggal Ujian Skripsi
: 11 September 2009
Disahkan Oleh,
Pembimbing,
( Hari Setiyawati, SE, Ak, M.Si.)
Tanggal :
Dekan,
Ketua Program Studi Akuntansi,
(Dra. Yuli Harwani, R. MM.)
(Nurul Hidayah, SE, Ak, M.Si.)
Tanggal :
Tanggal :
LEMBAR PENGESAHAN DEWAN PENGUJI
Skripsi Berjudul
ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN INTERNAL ATAS PIUTANG UNTUK
MEMINIMALKAN JUMLAH PIUTANG TAK TERTAGIH PADA
PT. OLYMPINDO MULTIFINANCE (PT. OMF)
Dipersiapkan dan Disusun Oleh :
Suwarno
NIM : 43205110175
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal 11 September 2009
Dan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk diterima
Susunan Dewan Penguji
Ketua Penguji/Pembimbing Skripsi
(Hari Setiyawati, SE, Ak, M.Si.)
Anggota Dewan Penguji
(Diah Iskandar, SE, M.Si.)
Anggota Dewan Penguji
(Fitri Indriawati, SE, M.Si.)
ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN INTERNAL ATAS
PIUTANG UNTUK MEMINIMALKAN JUMLAH PIUTANG
TAK TERTAGIH PADA PT. OLYMPINDO MULTI FINANCE
(PT.OMF)
OLEH :
SUWARNO
43205110175
ABSTRAK
Penelitian ini tentang analisis sistem pengendalian internal atas piutang
untuk meminimalkan jumlah piutang tak tertagih pada PT. OMF. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui penerapan sistem pengendalian internal
atas piutang pada PT. OMF dalam menentukan calon debitur agar jumlah piutang
tak tertagihnya dapat diminimalkan sekecil mungkin dan untuk mengetahui
pengaruh dari penerapan sistem pengendalian internal atas piutang dalam
meminimalkan jumlah piutang tak tertagih dengan menggunakan skedule aging
atas pejualan yang telah dicapai PT. OMF.
Hasil dari penelitian ini akan menunjukkan bahwa penerapan sistem
pengendalian internal atas piutang PT. OMF memiliki pengaruh dalam
meminimalkan jumlah piutang tak tertagihnya. Hasil tersebut ditunjukkan oleh
skedul aging per 31 Maret 2009 atas penjualan tahun 2008, dimana persentase
dari past due lebih dari 30 hari sebesar 8.54% dan past due lebih dari 60 hari
sebesar 4.70%.
Kata kunci : Sistem Pengendalian Internal atas Piutang, Piutang Tak Tertagih,
Past Due dan Skedul Aging
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL LUAR
HALAMAN JUDUL DALAM…………………………………………………...i
LEMBAR PERNYATAAN KARYA SENDIRI…………………………………ii
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI……………………………………………iii
LEMBAR PENGESAHAN DEWAN PENGUJI………………………………...iv
KATA PENGANTAR……………………………………………………………v
ABSTRAK………………………………………………………………………viii
DAFTAR ISI……………………………………………………………………..ix
DAFTAR TABEL………………………………………………………………..xii
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang…………………………………………...……1
B.Perumusan Masalah………………………………...…………3
C.Tujuan Penelitian………………….…………………………..3
D.Manfaat Penelitian………………………………….………....4
BAB II
LANDASAN TEORI
A.Sistem Pengendalian Internal
1.Pengertian Sistem Pengendalian Internal...….....…...…..5
2.Fungsi dan Unsur-unsur Sistem Pengendalian Internal....6
3.Sistem Pengendalian Internal atas Piutang…….……....14
B.Tinjauan Piutang
1.Pengertian Piutang...........…………………………..….19
2.Klasifikasi Piutang…………….………………….……20
3.Pengakuan Piutang Usaha..…………………..………...22
C.Pengakuan Kerugian atas Piutang
1.Piutang Tak Tertagih.……………….…………….…....24
2.Metode Pencatatan Piutang Tak Tertagih..……...……..27
3.Analisis Piutang………….…………………….……....30
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.Gambaran Umum…………..…....………………………….33
B.Sejarah Singkat Perusahaan………………………………...34
C.Metode Penelitian…………………………………………..36
D.Definisi Operasional Variabel…………………..…..……...37
E.Metode Pengumpulan Data………………………………...38
F.Metode Analisis Data……………………………….……...39
BAB IV
ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN
A.Analisis Hasil
1.Analisis Sistem Pengendalian Piutang……………….41
2.Analisis Jumlah Piutang Tak Tertagih……………….67
B.Pembahasan
1. Penerapan Fungsi dan Unsur-unsur Pengendalian….69
2. Kebijakan Penetapan Pemberian Kredit……………70
3. Proses Penagihan (Collection)…………………..…74
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A.Kesimpulan…………………………………..………….76
B.Saran……………………………………………..……...78
DAFTAR PUSTAKA
SURAT KETERANGAN PENELITIAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
DAFTAR TABEL
Tabel
Keterangan
Halaman
Tabel 2.1
Daftar Piutang Usaha PT. Bunga 31 Desember 2008
26
Tabel 2.2
Daftar Analisa Aging (Umur Piutang)
26
Tabel 4.1
Batas Wewenang Pemberian Persetujuan Kredit
44
Tabel 4.2
Langkah-langkah Penanganan Account-account Past Due
62
Tabel 4.3
Schedule Umur Piutang atas Data Penjualan 2008
68
Tabel 4.4
Analisa Vintage Berdasarkan Nilai Down Payment (DP)
72
Tabel 4.5
Analisa Vintage Berdasarkan Jangka Waktu (Tenor)
73
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendirian suatu perusahaan dimaksudkan untuk selalu tumbuh dan
berkembang serta terus berkelanjutan demi kelangsungan usahanya dimasa
mendatang dengan tujuan untuk memperoleh laba semaksimal mungkin. Dengan
berpedoman pada prinsip kontinuitas tersebut, suatu perusahaan membutuhkan
manajemen yang baik dan berkemampuan mencapai tujuan perusahaan yang
efektif dan efisien. Perusahaan juga harus lebih memperhatikan kebijakan yang
akan diambil guna meningkatkan usahanya dalam menjaga kontinuitas usaha dan
perolehan laba.
Penjualan barang atau jasa adalah merupakan sumber pendapatan
perusahaan. Dalam melaksanakan penjualan kepada para konsumen, perusahaan
dapat melakukannya secara tunai atau kredit, penjualan kredit pada kebanyakan
perusahaaan biasanya lebih besar dari pada penjualan tunai. Penjualan kredit
menimbulkan adanya piutang atau tagihan karena perusahaan tidak menghasilkan
uang kas secara langsung.
Piutang timbul apabila perusahaan (atau seseorang) menjual barang atau
jasa kepada pihak lain secara kredit. Piutang merupakan hak untuk menagih
sejumlah uang dari penjual kepada pembeli yang timbul karena adanya suatu
transaksi.
1
Penjualan secara kredit akan menguntungkan perusahaan karena lebih
menarik bagi calon pembeli sehingga volume penjualan meningkat yang berarti
menaikkan pendapatan perusahaan. Di lain pihak seringkali mendatangkan
kerugian, yaitu apabila debitur tidak memiliki kemampuan untuk melaksanakan
kewajibannya. Kerugian ini dalam akuntansi disebut dengan beban piutang tak
tertagih (uncollectible account expense, doubtful account expense, atau bad-debt
expense). Dalam akuntansi, kerugian akibat piutang tak tertagih dicatat dengan
mendebet rekening kerugian piutang.
Oleh karena itu perusahaan yang melakukan penjualan secara kredit
memerlukan suatu sistem pengendalian internal yang handal untuk meminimalkan
jumlah piutang yang tidak tertagih. Sistem pengendalian internal salah satunya
dapat dilakukan melalui kebijakan kredit yang bersifat selektif dan prudent.
Analisa terhadap calon pembeli atau nasabah sangat diperlukan untuk memastikan
kemampuan bayar calon pembeli atau nasabah tersebut.
Penanganan terhadap piutang ini sangat penting, karena pada umumnya
piutang berjumlah sangat besar, sehingga persentase untuk tidak tertagihnya
piutang juga cukup besar. Dengan memandang pentingnya peranan analisa sistem
pengendalian untuk meminimalkan jumlah piutang yang tak tertagih, maka
penulis tertarik untuk membahas “ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN
INTERNAL ATAS PIUTANG UNTUK MEMINIMALKAN JUMLAH
PIUTANG TAK TERTAGIH PADA PT. OLYMPINDO MULTIFINANCE
(PT.OMF)”.
2
B. Perumusan Masalah
Penjualan kredit merupakan bisnis yang memiliki tingkat risiko tinggi
dimana ada kemungkinan piutang tidak dapat tertagih, sehingga perusahaan akan
mengalami kerugian. Dalam skripsi ini penulis membatasi masalah pada analisa
sistem pengendalian internal atas piutang untuk meminimalkan jumlah piutang tak
tertagih atas pembiayaan kendaraan bermotor PT. OMF. Hal ini dilakukan untuk
lebih mengarahkan pembahasan pada sistem pengendalian internal piutang untuk
meminimalkan piutang tak tertagih atas kredit kendaraan bermotor.
Setelah mengidentifikasi dan membatasi masalah penelitian, maka
perumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana sistem pengendalian internal piutang yang diterapkan
untuk meminimalkan jumlah piutang tak tertagih pada PT. OMF ?
2. Bagaimanakah
pengaruh
sistem
pengendalian
internal
dalam
meminimalkan jumlah piutang tak tertagih pada PT.OMF?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan melakukan penelitian ini adalah
1. Untuk mengetahui sistem pengendalian internal piutang yang
diterapkan oleh PT. OMF agar jumlah piutang tak tertagihnya dapat
diminimalkan sekecil mungkin.
2. Untuk mengetahui pengaruh sistem pengendalian internal yang
diterapkan dalam meminimalkan jumlah piutang yang tak tertagih pada
PT. OMF.
3
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Bagi Peneliti
Penelitian ini merupakan salah satu sarana untuk menambah ilmu
pengetahuan
dan
pengalaman
berharga
dalam
merumuskan,
menganalisa, memecahkan masalah dengan menerapkan ilmu yang
telah didapat selama belajar di perguruan tinggi.
b. Bagi Perusahaan
Penelitian ini bermanfaat sebagai sumbangan pikiran berupa
pembahasan dan saran untuk perusahaan serta dapat menambah
informasi dalam menerapkan sistem pengendalian internal dalam hal
ini mengenai system pengendalian piutang guna meminimalkan jumlah
piutang yang tak tertagih.
c. Bagi Umum
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber bacaan yang
bermanfaat dan dapat dijadikan bahan kajian sebagai sumber informasi
mengenai masalah penerapan sistem pengendalian internal atas piutang
untuk meminimalkan jumlah piutang yang tak tertagih.
4
5
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Sistem Pengendalian Internal
1. Pengertian Sistem Pengendalian
Dalam sistem akuntansi pengendalian internal dan pengolahan data
merupakan hal yang mendasar karena pengendalian internal (internal
control) merupakan suatu kebijakan dan prosedur yang melindungi aktiva
perusahaan dari penyalahgunaan, memastikan informasi usaha yang
disampaikan benar-benar disajikan secara akurat serta meyakinkan bahwa
hukum dan ketentuan-ketentuan telah dilaksanakan sesuai prosedur yang
ada. (Carl S. Warren, dkk : 2005 : 235)
Menurut Romney dan Steinbert (2006 : 229), pengendalian internal
(internal control) adalah rencana organisasi dan metode bisnis yang
dipergunakan untuk menjaga asset, mendorong dan memperbaiki efisiensi
jalannya organisasi, serta mendorong kesesuaian dengan kebijakan yang
telah ditetapkan.
Sedangkan menurut Standar Profesional Akuntan Publik (2001 :
319.2), yang dimaksud dengan pengendalian internal adalah
suatu proses yang dijalankan oleh dewan komisaris,
manajemen, dan personel lain entitas yang didesain untuk
memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian tiga golongan
tujuan berikut : (a) keandalan pelaporan keuangan, (b) efektivitas
dan efisiensi operasi, dan (c) kepatuhan terhadap hukum dan
peraturan yang berlaku.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pengendalian
5
internal merupakan suatu kebijkan dan prosedur yang ditetapakn oleh
perusahaan agar kegiatan operasional perusahaan sesuai dengan tujuan
yang telah ditentukan. Adapun tujuan dari pengendalian internal adalah
untuk melindungi penggunaan aktiva agar tidak menyimpang dari tujuan
usaha, memberikan jaminan yang wajar atas keakuratan informasi bisnis
dan kepatuhan karyawan pada peraturan dan ketentuan.
2. Fungsi dan Unsur-unsur Pengendalian Internal
Struktur utama dari pengendalian adalah adanya penetapan
kebijakan dan prosedur yang dapat memberikan jaminan kewajaran dalam
pencapaian tujuan. Kebijakan dan prosedur yang ditetapkan diharapkan
dapat memberikan peranan dalam mengatasi permasalahan yang timbul
dalam mencapai tujuan usaha.
Pengendalian internal memiliki 3 (tiga) fungsi yang terdiri dari
pencegahan (preventive control) yang merupakan pencegahan atas
kemungkinan timbulnya suatu masalah sebelum masalah tersebut benarbenar muncul, fungsi pemeriksaan (detective control) dibutuhkan untuk
mengungkap masalah ketika masalah tersebut muncul dan fungsi sebagai
korektif (corrective control) merupakan pemecahan masalah dari masalah
yang ditemukan oleh fungsi pengendalian pemeriksaan yang mencakup
pada prosedur identifikasi penyebab, perbaikan dan mengubah sistem agar
masalah di masa depan dapat diminimalisasikan atau dihilangkan.
(Romney dan Steinbert : 2006)
6
Perusahaan dapat mencapai tujuan pengendalian internal dan
menjalankan fungsi-fungsi dari pengendalian dengan menerapkan unsurunsur pengendalian internal. Menurut Standar Profesional Akuntan Publik
(2001 : 319.2) unsur-unsur pengendalian internal terdiri dari 5 (lima)
komponen, yaitu :
1. Lingkungan Pengendalian
2. Penaksiran Risiko
3. Aktivitas Pengendalian
4. Informasi dan Komunikasi
5. Pemantauan
Komponen-komponen pengendalian internal tersebut merupakan
suatu proses yang saling terkait dan sangat diperlukan dalam mencapai
tujuan pengendalian internal. Kelima komponen pengendalian internal
tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Lingkungan pengendalian, terdiri dari tindakan, kebijakan,
dan prosedur yang mencerminkan keseluruhan sikap dari
manajemen puncak, para direktur, dan pemilik dari suatu
perusahaan mengenai arti pentingnya pengendalian internal
bagi perusahaan tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi
faktor lingkungan adalah sebagai berikut :
a. Integritas dan nilai-nilai etika (Integrity and ethical values)
Integritas dan etika merupakan dasar pengendalian yang
7
dilaksanakan
manajemen
untuk
mengurangi
dan
mengantisipasi tindakan penyelewengan yang dilakukan
oleh individu dalam perusahaan. Tindakan-tindakan dalam
faktor ini dapat meliputi tindakan manajemen untuk
memindahkan atau mengurangi insentif dan godaan yang
membuat karyawan terlibat dalam hal tidak jujur, tidak sah,
atau tindakan tidak pantas dan tindakan yamg meliputi
komunikasi dari nilai-nilai perusahaan dan standar tingkah
laku kepada karyawan melalui pernyataan kebijakan, kode
etik dan pemberian contoh.
b. Komitmen
terhadap
kompetensi
(Commitment
to
competence)
Komitmen terhadap kompetensi adalah pengetahuan dan
keahlian yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas tiap
individu dan merupakan pertimbangan manajemen tentang
tingkat kompeten untuk pekerjaan tertentu dan bagaimana
tingkat tersebut diubah menjadi keahlian dan pengetahuan
yang dibutuhkan.
c. Partisipasi dewan komisaris atau komite audit (Board of
directors or audit committee participation)
Suatu kesatuan pengendalian dipengaruhi oleh dewan
direksi atau komite audit. Komite audit yang independen
dibebani
tanggung
8
jawab
untuk
mengawasi
proses
pelaporan keuangan yang mencakup pengendalian internal,
dan ketaatan terhadap undang-undang dan peraturan yang
ditetapkan.
d. Falsafah manajemen dan gaya operasi (Management’s
philosophy and operation style)
Manajemen melalui aktivitasnya memberikan pengarahan
kepada karyawan secara jelas mengenai pentingnya
pengendalian. Falsafah dan gaya operasi menjangkau
karakteristik yang luas, meliputi pendekatan pimpinan
perusahaan dalam mengambil keputusan dan memantau
risiko usaha, sikap, dan tindakan pimpinan perusahaan
dalam mencapai tujuan anggaran laba dan sasaran operasi
lainnya serta pelaporan keuangan.
e. Struktur organisasi (Organization structure)
Struktur organisasi mencerminkan garis tanggung jawab
dan wewenang dalam perusahaan. Pemahaman akan
struktur organisasi memungkinkan auditor memahami
manajemen dan unsur-unsur fungsi dalam perusahaan.
f. Penetapan wewenang dan tanggung jawab (Assignment of
authority and responsibility )
Penetapan wewenang dan tanggung jawab adalah penetapan
metode-metode seperti memorandum manajemen puncak
tentang pentingnya pengendalian dan hal-hal yang berkaitan
9
dengan pengendalian, rencana perusahaan, operasi formal,
uraian tugas karyawan dan kebijakan yang berhubungan
dengannya, dokumen kebijakan dan mencakup perilaku
karyawan seperti pertentangan keputusan dan petunjuk
resmi mengenai perilaku.
g. Kebijakan dan praktik sumber daya manusia (Human
resource policies and praticies)
Karyawan yang kompeten dan dapat dipercaya penting
artinya
bagi
pengendalian
internal.
Dengan
adanya
karyawan yang dapat dipercaya, pengendalain terhadap
faktor lainnya dapat dikurangi. Kebijakan sumber daya
manusia berkaitan dengan pengangkatan, pengevaluasian,
pelatihan, promosi, dan kompensasi pegawai merupakan
bagian penting dalam pengendalian internal.
2. Penaksiran risiko, merupakan tindakan manajemen dalam
memperhitungkan risiko yang dihadapi dan mengambil
langkah-langkah penting untuk mengendalikan risiko tersebut
agar tujuan dari pengendalian internal dapat tercapai. Risikorisiko dapat timbul dalam keadaan sebagai berikut :
a. Perubahan dalam lingkungan operasi perusahaan ( changes
in operating environment)
Perubahan peraturan atau
lingkungan operasi dapat
mengakibatkan perubahan dalam tekanan persaingan dan
10
risiko yang berbeda secara signifikan.
b. Karyawan baru (New personal)
Karyawan baru mungkin memiliki pandangan atau
pengertian lain mengenai pengendalian internal yang
sedang diterapkan dalam perusahaan.
c. Sistem informasi baru (New or revamped information
sistems)
Perubahan dalam sistem informasi dapat merubah risiko
yang berhubungan dengan pengendalian internal.
d. Teknologi baru (New Technology)
Teknologi yang diterapkan pada proses produksi atau sistem
produksi dapat merubah risiko yang sebelumnya telah
diperkirakan oleh pengendalian internal.
e. Lini produk, produk, atau aktivitas baru (New lines,
products, or activities)
Bidang usaha atau transaksi yang dikenal secara samar oleh
perusahaan akan menimbulkan risiko baru yang sebelumnya
telah diperkirakan oleh pengendalian internal.
f. Restrukturisasi perusahaan (Corporate restructurings)
Penyusunan kembali dalam tubuh perusahaan dapat disertai
dengan pengurangan staf dan perubahan dalam pemisahan
tugas dapat merubah risiko yang berkaitan dengan
pengendalian internal.
11
g. Operasi luar negeri (Foreign operation)
Perluasan daerah usaha menimbulkan risiko yang dapat
menimbulkan dampak terhadap pengendalian internal.
h. Standar akuntansi baru (New accounting standard)
Penerapan atau perubahan prinsip-prinsip akuntansi dapat
menimbulkan
risiko
dalam
mempersiapkan
laporan
keuangan.
3. Aktivitas pengendalian, adalah kebijakan dan prosedur
tambahan yang membantu memastikan bahwa tindakan yang
perlu diambil telah dilakukan untuk mengatasi risiko dalam
pencapaian tujuan pengendalian internal. Pada umumnya
aktivitas pengendalian dapat dikategorikan sebagai kebijkan
dan prosedur yang menyangkut hal-hal sebagai berikut :
a. Review terhadap kinerja (Performance reviews)
Aktivitas pengendalian internal dilaksanakan dengan
mengadakan tinjauan pelaksanaan kerja, yaitu dengan cara
membandingkan antara pelaksanaan kerja sebenarnya
dengan anggaran, peramalan dan periode tinjauan kerja
sebelumnya, serta analisis yang telah dilaksanakan dan
tindakan koreksi yang telah diambil.
b. Pengolahan informasi (Information processing)
Berbagai tindakan pengendalian dilaksanakan dengan
memeriksa tingkat keakuratan, kelengkapan, dan otorisasi
12
transaksi. Aktivitas pengendalian sistem informasi terdiri
atas:
1) Pengendalian umum
Pada umumnya merupakan pengendalian terhadap
operasi pusat data akuisisi dan pemeliharaan sistem
software, akses keamanan, serta pengembangan dan
pemeliharaan sistem aplikasi.
2) Pengendalian aplikasi
Pengendalian
ini
dilakukan
terhadap
aplikasi
individu yang menjamin bahwa transaksi yang
dilaksanakan telah sah, telah diotorisasi dengan
benar, dan telah diolah secara akurat dan lengkap.
c. Pengendalian fisik (Physical controls)
Aktivitas pengendalian ini dilaksanakan terhadap fisik atas
aktiva, untuk menjaga aktiva dari perbedaan perhitungan
antara catatan dengan hasil perhitungan fisik dan menjaga
aktiva dari pencurian. Aktivitas ini mendukung persiapan
pelaporan keuangan dan pelaksanaan audit.
d. Pemisahan tugas (Segregation of duties)
Tujuan utama pemisahan tugas adalah untuk menghindari
timbulnya kesalahan yang disengaja atau tidak dalam
melakukan otorisasi transaksi, pencatatan transaksi dan
pemeliharaan asset.
13
4. Informasi dan komunikasi, sistem informasi dan komunikasi
akuntansi bertujuan untuk memulai, mencatat, memproses dan
melaporkan
transaksi
perusahaan
dan
untuk
menjaga
akuntabilitas asset yang terkait. Sistem informasi akuntansi
setiap perusahaan terdiri dari banyak sub komponen, umunya
berupa transaksi seperti penjualan dan pembelian. Untuk
kelompok transaksi tersebut, system akuntansi harus memenuhi
enam tujuan audit yang berhubungan dengan transaksi, yaitu :
existence, completeness, accuracy, classification, timing,
posting and summarization.
5. Pemantauan, merupakan penilaian berkala atau berkelanjutan
dari kualitas prestasi pengendalian yang dilakukan manajemen
untuk menentukan bahwa pengendalian telah beroperasi sesuai
yang diharapkan dan telah dimodifikasi sesuai dengan
perubahan yang terjadi.
3. Pengendalian Internal atas Piutang
Setiap perusahaan yang melakukan kebijakan penjualan kredit atau
bergerak dibidang pembiayaan sebagian besar asset yang dimiliki adalah
berupa piutang. Agar piutang yang dimiliki perusahaan dapat terealisasi
tanpa adanya penunggakan pembayaran, perusahaan perlu menetapkan
kebijakan piutang yang baik dan tepat. Wujud dari kebijakan tersebut yaitu
dengan adanya pengendalian intern dan pengawasan atas piutang.
14
Untuk mewujudkan pengendalian intern dan pengawasan terhadap
piutang, maka perusahaan perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1) Penetapan Pemberian Kredit
Kebijakan pemberian kredit dan syarat pemberian kredit haruslah
ditetapkan dengan sebaik-baiknya agar tidak merugikan perusahaan dan
menghambat para pelanggan yang baik dan potensial. Pada umumnya
dalam pemberian kredit berpedoman pada prinsip-prinsip 5C, yang terdiri
dari :
a. Character (watak)
Watak atau Character adalah sifat dasar yang ada dalam hati
seseorang. Watak dapat diartikan sebagai kepribadian, moral dan
kejujuran seseorang. Watak seorang debitur sulit untuk ditentukan
apalagi bila debitur baru pertama kali mengajukan permohonan
kredit.
Menentukan watak dari seorang debitur diperlukan pencarian
informasi dan penyelidikan tentang kehidupan debitur. Pemberian
kredit kepada debitur yang memiliki watak tidak baik akan berisiko
tinggi terhadap penyimpangan penggunaan kredit dari tujuan yang
ditetapkan
dalam
perjanjian.
Penyimpangan
tersebut
dapat
mengakibatkan pengembalian kredit tidak sesuai dengan waktu
yang ditentukan sehingga kredit menjadi tidak dapat tertagih atau
macet.
15
b. Capital (modal)
Modal sangat diperlukan dalam menjalankan kegiatan usaha baik
oleh perorangan maupun badan usaha. Seseoarang yang akan
mengajukan permohonan kredit untuk kepentingan produktif atau
konsumtif harus memiliki modal. Sebagai contoh orang yang akan
mengajukan kredit untuk membeli mobil maka pemohon kredit
harus memiliki modal untuk membayar uang muka. Uang muka
merupakan modal yang dimilki oleh debitur dan kredit yang
diberikan berfungsi sebagai tambahan modal.
Pemohon kredit yang berbentuk badan usaha, besarnya modal yang
dimiliki dapat dianalisa dari laporan keuangan. Semakin besar
modal yang dimiliki menunjukkan kemampuan untuk memenuhi
kewajiban membayar hutangnya baik.
c. Capacity (kemampuan)
Debitur yang memiliki karakter atau watak yang baik selalu akan
memikirkan pembayaran kembali hutangnya sesuai waktu yang
ditentukan. Untuk dapat memenuhi kewajiban pembayaran debitur
harus memiliki kemampuan cukup yang berasal dari pendapatan.
Analisa kemampuan debitur diperlukan untuk mendapatkan
informasi secara benar mengenai data penghasilan atau pendapatan,
pekerjaan atau usaha debitur yang mengindikasikan perolehan
pendapatan debitur sehingga memberikan keyakinan adanya
kemampuan debitur dalam mengembalikan hutangnya.
16
d. Collateral (jaminan)
Jaminan berarti harta kekayaan yang dapat diikat sebagai jaminan
guna menjamin kepastian pelunasan hutang jika dikemudian hari
debitur tidak melunasi hutangnya maka pelunasan hutang dapat
dilakukan dengan jalan penjualan harta kekayaan yang menjadi
jaminan tersebut. Jenis jaminan dapat meliputi jaminan yang
bersifat materiil berupa barang atau benda yang bergerak atau tidak
bergerak seperti tanah, bangunan, mobil, motor, saham dan jaminan
yang bersifat inmateriil yang secara fisik tidak dapat dikuasai oleh
pemberi krdit misalnya jaminan pribadi (Borgtocht) dan garansi
Bank (Bank Guarantee).
Jaminan berfungsi untuk memberikan hak dan kekuasaan kepada
pemberi kredit mendapatkan pelunasan dari barang-barang jaminan
tersebut bilamana debitur tidak dapat melunasi hutangnya pada
waktu yang ditentukan dalam perjanjian.
e. Condition of Economy (kondisi ekonomi)
Selain faktor-faktor diatas, yang perlu mendapat perhatian penuh
dalam proses analisa kredit adalah kondisi ekonomi Negara.
Kondisi ekonomi adalah situasi ekonomi pada waktu dan jangka
waktu tertentu dimana kredit tersebut diberikan. Kondisi ekonomi
dapat
mempengaruhi
kemampuan
pemohon
kredit
dalam
mengembalikan hutangnya dan hal ini sering sulit untuk diprediksi.
Kondisi ekonomi Negara yang buruk dapat mempengaruhi usaha
17
dan pendapatan pemohon kredit yang akibatnya berdampak pada
kemampuan pemohon kredit untuk melunasi hutangnya.
2) Penagihan
Pelaksanaan penagihan merupakan upaya tindak lanjut dari
kebijakan pemberian kredit dimana telah ditetapkan mengenai syaratsyarat pemberian kredit diantaranya syarat jatuh tempo pembayaran.
Perusahaan dapat melakukan pengendalian piutang yang saat jatuh
tempo belum melakukan pembayaran dengan dimulai dari cara
pengiriman surat tagihan kepada para debitur, melalui telepon, melalui
petugas yang datang ke debitur, atau melalui tindakan secara hukum.
3) Penetapan dan Penyelenggaraa Pengendalian Intern yang Tepat
Adanya pengendalian intern yang tepat atas piutang diperlukan
guna mendukung tahap pengendalian seperti penetapan pemberian
kredit dan pelaksanaan penagihan. Dalam penetapan pengendalian
intern atas piutang ini, perusahaan harus memiliki prosedur-prosedur
yang tepat seperti :
a) Memisahkan fungsi pegawai atau bagian yang menangani transaksi
penjualan dari fungsi akuntansi untuk piutang. Dengan demikian pegawai yang menangani akuntansi untuk piutang dagang tidak boleh
dilibatkan dengan aspek operasi seperti
18
b) Pegawai yang menangani akuntansi piutang harus dipisahkan dari
fungsi penerimaan hasil tagihan piutang.
c) Semua transaksi pemberian kredit, pemberian potongan, dan penghapusan piutang harus mendapat persertujuan dari pejabat yang
berwenang.
d) Piutang harus dicatat dalam buku tambahan piutang. Total dari saldo-saldo buku tambahan ini harus dicocokkan dengan buku besar
yang bersangkutan, paling tidak sebulan sekali. Disamping itu, pada
akhir bulan para debitur harus dikirimkan surat pernyataan piutang.
e) Perusahaan harus membuat daftar piutang berdasarkan umurnya
(aging schedule)
B. Tinjauan Piutang
1. Pengertian Piutang
Tujuan utama dalam penjualan secara kredit atau pemberian kredit
yang dilakukan oleh suatu perusahaan adalah memberikan kelonggaran
kepada konsumen untuk mengembalikan atau melunasi kredit tersebut
sesuai dengan waktu yang telah ditentukan sehingga bagi perusahaan akan
timbul suatu piutang. Piutang tersebut merupakan suatu klaim yang
dimiliki oleh perusahaan untuk menuntut pembayaran dalam bentuk uang
atau penyerahan aktiva kepada pihak debitur.
19
Menurut Warren, Reeve dan Fess (2005 : 404), piutang
(Receivable) meliputi semua klaim dalam bentuk uang terhadap pihak
lainnya, termasuk individu, perusahaan, atau organisasi lainnya.
Selanjutnya pengertian piutang menurut Dedhy dan Yie Ke (2006 :
79), piutang adalah tagihan kepada pihak lain untuk membayarkan uang
dalam jumlah tertentu.
Dari pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
piutang merupakan hak untuk menagih sejumlah uang kepada pihak lain
atas pemberian barang, jasa atau fasilitas lainnya yang dilakukan secara
kredit.
2. Klasifikasi Piutang
Pengelompokkan piutang dapat didasarkan pada 3 (tiga) hal yaitu
berdasarkan asal transaksinya, bentuknya dan jatuh temponya. Menurut
Dedhy dan Yie Ke (2006 :79), klasifikasi piutang adalah sebagai berikut :
a. Berdasarkan asal transaksi
1) Piutang Usaha adalah piutang yang dihasilkan dari transaksi penjualan
produk perusahaan dengan pembayaran beberapa waktu setelah
penyerahan barang.
2) Piutang lain-lain adalah piutang yang bukan berasal dari transaksi
penjualan produk atau jasa utama perusahaan, misalnya :
a) Piutang kepada karyawan, direksi atau pemegang saham;
b) Piutang dividen hasil investasi atau piutang dividen dari anak
20
perusahaan;
c) Piutang kepada anak/induk perusahaan;
d) Dan sebagainya
b. Berdasarkan bentuk
1) Piutang tanpa janji tertulis adalah pemberian piutang yang secara
formal atas dasar kepercayaan tanpa ada perjanjian tertulis dan
penagihan piutang berdasarkan bukti transaksi berupa invoice/faktur.
2) Piutang dengan janji tertulis (piutang wesel) merupakan yang memiliki
kekuatan hukum karena disertai dengan janji tertulis dari debitur untuk
membayar sejumlah uang tertentu pada waktu yang telah ditentukan.
c. Berdasarkan jatuh tempo
1) Piutang jangka pendek adalah piutang yang jatuh temponya kurang
dari satu periode akuntansi atau satu siklus operasi normal, tergantung
mana yang lebih panjang.
2) Piutang jangka panjang merupakn piutang yang jatuh temponya tidak
termasuk dalam piutang jangka pendek.
Selanjutnya cakupan klasifikasi piutang menurut Warren, Reeve
dan Fess (2005 : 404), piutang dapat diklasifikasikan menjadi :
1) Piutang Usaha (account Receivable) merupakan piutang yang secara
normal diperkirakan dapat tertagih dalam periode waktu yang relative
pendek misalnya 30 atau 60 hari.
2) Wesel tagih (notes receivable) adalah jumlah yang terutang bagi
pelanggan di saat perusahaan telah menerbitkan surat utang formal,
21
dan diperkirakan dapat tertagih dalam setahun atau biasanya lebih dari
60 hari.
3) Piutang lain-lain (other receivable) adalah piutang yang dapat
diklasifikasikan sebagai aktiva lancar bila dapat tertagih dalam satu
tahun dan sebagai aktiva tidak lancar bila penagihanya lebih dari satu
tahun. Misalnya piutang bunga,piutang pajak dan piutang dari pejabat
atau karyawan perusahaan.
Sedangkan menurut PSAK No.9 (Paragraf 7 : 9.3), piutang
diklasifikasikan sebagai berikut :
Menurut sumber terjadinya, piutang digolongkan dalam dua
kategori yaitu piutang usaha dan piutang lain-lain. Piutang usaha
meliputi piutang yang timbul karena penjualan produk atau
penyerahan jasa dalam rangka kegiatan usaha normal perusahaan.
Piutang yang timbul dari transaksi di luar kegiatan usaha normal
perusahaan digolongkan sebagai piutang lain-lain. Piutang usaha
dan piutang lain-lain yang diharapkan dapat tertagih dalam satu
tahun atau siklus usaha normal, diklasifikasikan sebagai aktiva
lancar.
Dari pengertian pengelompokkan piutang diatas dapat disimpulkan
bahwa piutang yang timbul dari pemberian kredit atau penjualan secara
kredit merupakan piutang usaha, karena piutang tersebut timbul dari
kegiatan normal perusahaan meskipun waktu tertagihnya dapat lebih dari
satu tahun namun waktu tersebut merupakan siklus normal dari operasi
perusahaan.
3. Pengakuan Piutang Usaha
Pada saat perusahaan melakukan penjualan dan belum menerima
22
kas sebagai hasil penjualan maka akan timbul suatu piutang usaha. Dalam
transaksi bisnis yang berlaku umum, untuk mendapatkan pembayaran
yang cepat atas piutang usaha biasanya penjual memberikan penawaran
potongan penjualan (diskon) pada para pelanggan. Misalnya dengan
memberikan penawaran diskon sebesar 5% jika membayar kurang dari 10
hari sejak tanggal transaksi dengan masa jatuh tempo 30 hari sejak tanggal
transaksi.
Pencatatan diskon dapat dilakukan dengan menggunakan 2 (dua)
metode yaitu metode bersih (net method) dan metode bruto (gross
method). Net method digunakan untuk mencatat piutang usaha senilai
harga penjualan dikurangi diskon yang disepakati dengan asumsi
pelanggan pasti akan membayar dalam periode diskon. Gross method
digunakan untuk mencatat diskon ketika pembayaran benar-benar telah
terjadi pada periode diskon.
Selain diskon atas pembayaran (cash discount) terdapat juga trade
discount yaitu diskon yang nilainya langsung dipotongkan pada harga jual
dengan tujuan adanya peningkatan volume penjualan.
Menurut PSAK No.9 (Paragraf 7 : 9.3) : piutang dinyatakan
sebesar jumlah kotor tagihan dikurangi dengan taksiran jumlah yang tidak
dapat ditagih. Jumlah kotor piutang harus tetap disajikan pada neraca
diikuti dengan penyisihan untuk piutang yang diargukan atau taksiran
jumlah yang tidak dapat ditagih.
Sebagian besar dalam transaksi piutang, jumlah yang harus diakui
23
adalah harga pertukaran diantara kedua belah pihak. Harga pertukaran
merupakan sejumlah hutang yang ditanggung oleh debitur dengan bukti
berupa dokumen bisnis seperti faktur (invoice). Dalam pengukuran harga
pertukaran dipengaruhi oleh dua faktor yaitu ketersediaan diskon dan
elemen bunga. (Donald E. Kieso, dkk : 2007 : 387)
C. Pengakuan Kerugian atas Piutang
1. Piutang Tak Tertagih
Pengendalian atas piutang yang tepat memegang peranan penting
pada perusahaan terutama pengendalian yang berkaitan dengan kebijakan
pemberian kredit.
Pengendalian tersebut menekankan pada proses
penyelidikan atas kredibilitas debitur, hanya debitur yang memiliki
kredibilatas baik yang layak untuk mendapatkan kredit sehingga
diharapkan piutang dapat tertagih atau jumlah piutang tak tertagihnya
dapat diminimalkan.
Menurut Donald E. Kieso, dkk (2007 : 350), yang dimaksud
dengan
piutang
tak
tertagih
adalah
kerugian
pendapatan,
yang
memerlukan, melalui ayat jurnal pencatatan yang tepat dalam akun,
penurunan aktiva piutang usaha serta penurunan yang berkaitan dengan
laba dan ekuitas pemegang saham.
Kehandalan dalam penerepan pengendalian tidak seluruhnya
menjamin piutang dapat tertagih, untuk itu pada umumnya perusahaan
24
telah menetapkan jumlah piutang yang tak tertagih ke dalam beban
operasionalnya. Beban operasional atas piutang tak tertagih dapat
dinamakan beban piutang tak tertagih (uncollectible accounts expense),
beban piutang sangsi (bad debts expense) atau juga dapat dinamakan
beban piutang ragu-ragu (doubtful accounts expense).
Besarnya penetapan beban piutang tergantung pada kebijakan
perusahaan, namun ada 2 (dua) cara yang dapat digunakan untuk
melakukan estimasi piutang tak tertagih, yaitu estimasi berdasarkan
penjualan dan analisis umur piutang.
Estimasi
berdasarkan
penjualan
dapat
dilakukan
dengan
menghubungkan antara beban piutang tak tertagih dengan jumlah
penjualan dalam satu periode tertentu. Misalnya, penjualan perusahaan
dalam suatu periode adalah sebesar Rp.1.000.000.000,- dan kebijakan
perusahaan menetapkan beban piutang tak tertagih sebesar 2% sehingga
beban piutang tak tak tertagih pada periode tersebut adalah sebesar Rp.
20.000.000,-.
Estimasi berdasarkan analisa umur piutang dapat dilakukan
berdasarkan pada lamanya piutang tersebut beredar, semakin lama piutang
beredar risiko untuk tak tertagihnya semakin besar. Dalam estmiasi ini
perusahaan perlu menetapkan pengelompokkan umur piutang dan
besarnya persentase tak tertagih dari masing-masing kelompok umur
piutang. Sebagai contoh adalah sebagai berikut :
25
TABEL 2.1
Daftar Piutang Usaha PT Bunga
31 Desember 2008
Kelompok Umur
Piutang
Belum Jatuh Tempo
1-30 hari
31-90 hari
61-90 hari
91-120 hari
Lebih dari 120 hari
Saldo (Rp)
2,600,000,000
500,000,000
250,000,000
600,000,000
150,000,000
400,000,000
4,500,000,000
Persentase
Tak Tertagih
1%
3%
5%
10%
20%
50%
Penyisihan
Piutang Tak
Tertagih (Rp)
26,000,000
15,000,000
12,500,000
60,000,000
30,000,000
200,000,000
343,500,000
Sumber : Dedhy Sulistiawan dan Yie Ke Feliana
Dan berikut adalah contoh umur piutang (aging schedule) yang
lazim digunakan oleh perusahaan pembiayaan, sebagai berikut :
Tabel 2.2
Daftar Analisis Aging (Umur Piutang)
26
URUT RANGE HARI STATUS
A
Kurang dari 1
Lancar
Kurang
B
01 – 30
Lancar
C
31 – 60
Diragukan
D
61 – 90
Tidak Lancar
E
> 91
Macet
KOLEKTIBILITAS
Kolektibilitas 1
Kolektibilitas 2
Kolektibilitas 3
Kolektibilitas 4
Sumber : PT. OMF Internal Information
2. Metode Pencatatan Piutang Tak Tertagih
Piutang yang tak tertagih merupakan bagian dari risiko kerugian
pemberian kredit. Meskipun demikian secara akuntansi hal tersebut harus
tetap dilaporkan dan dilakukan pencatatan untuk kepentingan manajemen
dan pihak luar khususnya berkaitan dengan perpajakan.
Secara akuntansi pencatatan beban piutang tak tertagih dapat
dilakukan dengan dua cara yaitu piutnag dihapus ketika benar-benar
piutang tersebut tidak dapat ditagih atau piutang yang tak tertagih telah
diantisipasi sebelumnya dengan menetapkan cadangan piutang tak
tertagih. (Dedhy dan Yie Ke : 2006 : 81)
Selanjutnya menurut Kieso, dkk (2007 : 351), metode pencatatan
piutang tak tertagih dapat dilakukan dengan dua cara yaitu :
1. Metode Penghapusan Langsung (direct write-off method).
Tidak ada ayat jurnal yang dibuat sampai suatu akun khusus telah
ditetapkan secara pasti sebagai tidak tertagih. Kemudian kerugian
27
tersebut dicatat dengan mengkredit piutang usaha dan mendebet beban
piutang tak tertagih. Pada metode ini perusahaan akan mencatat beban
piutang jika piutang tersebut benar-benar tidak terbayar. Sebagai
contoh pada tahun 2008 PT. Bunga melaporkan bahwa jumlah piutang
yang benar-benar tidak dapat terbayar adalah sebesar Rp. 10.000.000,maka perusahaan akan secara langsung menghapus piutang dan
memunculkan akun beban kerugian piutang dengan jurnal sebagai
berikut :
Beban piutang tak tertagih
Rp. 10.000.000,-
Piutang usaha
Rp. 10.000.000,-
2. Metode Penyisihan (allowance method).
Suatu estimasi dibuat menyangkut perkiraan piutang tak tertagih dari
semua penjualan kredit atau dari total piutang yang beredar. Estimasi
ini dicatat sebagai beban dan pengurang tidak langsung terhadap
piutang usaha (melalui kenaikan akun penyisihan) dalam periode
dimana punjualan itu dicatat.
Dalam metode ini terdapat dua pendekatan yaitu :
a. Pendekatan Laba Rugi (Income Statement Approach)
Pendekatan ini menggunakan persentase tertentu dari total
penjualan (atau total penjualan kredit) untuk menentukan nilai
cadangan piutang tak tertagih (CPTT).
Sebagai contoh PT. Bunga Lestari menghasilkan penjualan kredit
28
sebesar Rp. 500.000.000,- selama tahun 2007. Berdasarkan data
historis perusahaan, terdapat sekitar 2% penjualan kredit yang
tidak dapat ditagih. Dengan demikian jurnal yang dibuat pada
akhir tahun adalah :
Beban piutang tak tertagih
Rp. 10.000.000,-
Cadangan piutang tak tertagih
Rp. 10.000.000,-
Menurut metode ini, jumlah/saldo CPTT yang diakui pada tahun
yang bersangkutan adalah jumlah CPTT awal periode ditambah
CPTT yang dihasilkan dari persentase tertentu penjualan kredit.
Jadi, bila diasumsikan awal tahun terdapat saldo CPTT sebesar
Rp. 5.000.000,- maka total saldo CPTT akhir tahun adalah Rp.
15.000.000,-.
Dan jika pada tahun 2008 terdapat piutang senilai Rp. 2.000.000,yang benar-benar tidak dapat ditagih, maka jurnal yang dibuat
adalah sebagai berikut :
Cadangan piutang tak tertagih
Piutang usaha
Rp. 2.000.000,Rp. 2.000.000
b.Pendekatan Neraca (Balance Sheet Approach)
Dalam pendekatan ini, CPTT dihitung dari persentase tertentu
dari piutang baik saldo piutang akhir atau dengan cara analisis
umur piutang (aging schedule).
Sebagai contoh, dengan menggunakan illustrasi Tabel 1 daftar
29
piutang usaha PT. Bunga diatas dapat dijelaskan bahwa jumlah
Rp. 343.500.000,- merupakan beban piutang tak tertagih yang
harus dilaporkan untuk tahun berjalan, dengan asumsi tidak ada
saldo dalam akun penyisihan.
Bila diasumsikan bahwa akun penyisihan memiliki saldo kredit
sebesar Rp.500.000,- sebelum penyesuaian, sehingga jumlah yang
harus ditambahkan ke dalam akun akun penyisihan adalah Rp.
343.000.000,- (Rp.343.500.000 – Rp.500.000,-). Ayat jurnal yang
harus dibuat adalah sebagai berikut :
Beban piutang tak tertagih
Rp. 343.000.000,-
Penyisihan untuk Piutang Tak Tertagih
Rp.
343.000.000,-
Namun jika akun penyisihan memiliki saldo debet sebesar Rp.
300.000,- sebelum penyesuaian, maka jumlah yang harus dicatat
sebagai beban piutang tak tertagih adalah Rp. 343.800.000,(Rp.343.500 .000+ Rp.300.000,-)
Dalam metode persentase ini, saldo akun penyisihan tidak dapat
diabaikan karena persentase piutang tak tertagih berhubungan
dengan akun riil (piutang usaha) .
3. Analisis Piutang
Analisa piutang perlu dilakukan untuk mengevaluasi likuiditas dari
30
piutang yang dapat dilakukan melalui analisa rasio perputaran piutang
(receivables turnover ratio) dan skedul umur piutang (aging schedule).
1. Skedul Umur Piutamg (Aging Schedule)
Skedul umur piutang menggambarkan besarnya persentase piutang
dagang yang belum ditagih yang dikelompokkan menurut umur piutang
dagang untuk menghitung besarnya piutang tak tertagih.
2. Perputaran Piutang Dagang (Account Receivable Turnover)
Perputaran piutang dagang menunjukkan berapa kali piutang
dagang perusahaan berputar dalam satu tahun.
Perputaran piutang dagang dapat dihitung dengan rumus :
Perputaran piutang dagang =
Penjualan kredit bersih
Saldo rata-rata piutang
Semakin besar perputaran berarti semakin cepat pengembalian piutang
tersebut.
Perputaran piutang menunjukkan beberapa indikator, yaitu :
a. Jumlah dana yang tertanam (investasi) dalam bentuk piutang dagang
sebelum akhirnya berubah menjadi bentuk tunai. Hal ini berhubungan
dengan penyediaan dana yang diperlukan untuk membiayai piutang
tersebut karena setiap aktiva harus dibiayai. Semakin cepat perputaran
piutang dagang, akan semakin sedikit pula dana yang tertanam didalamnya.
31
b. Merupakan indikator kualitas penagih piutang dari perusahaan. Bila
perputaran piutang berjalan lamban, bisa disebabkan penagih piutang
perusahaan bekerja kurang bagus atau para penagih kurang mendesak
para pelanggan untuk membayar tagihan yang telah jatuh tempo.
c. Merupakan indikator kualitas piutang dagang yang dimiliki. Jika perusahaan memiliki kebijakan penjualan kredit tiga bulan tetapi perputaran piutang menunjujkkan angka empat bulan, kemungkinan
masalahnya terletak pada pelanggan yang tidak mampu atau tidak mau
membayar. Untuk itu evaluasi terhadap pelanggan harus dilakukan,
karena piutang yang belum tertagih memiliki risiko tidak tertagih dan
ini harus dipukul oleh perusahaan.
d. Rata-rata Jangka waktu Penagihan
Rata-rata jangka waktu penagihan menunjukkan rata-rata waktu
yang diperlukan untuk mengumpulkan piutang dalam suatu periode
tertentu. Rata-rata jangka waktu penagihan dapat dihitung dengan
rumus :
Rata-rata jangka waktu penagihan =
360 hari
Perputaran
dagang
32
piutang
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Gambaran Umum
Perusahaan yang menjadi objek penelitian penulis adalah PT.
Olympindo Multi Finance (PT. OMF) yaitu perusahaan yang bergerak
dalam bidang pembiayaan kepemilikan kendaraan bermotor dengan
konsep memberikan kepercayaan, kemudahan dan kepuasan dalam
kepemilikan kendaraan bermotor secara kredit.
Segmen pasar yang terserap banyak adalah segmen kendaraan
keluarga dengan kategori kendaraan bekas (used car), yang antara lain
Toyota dengan Kijang, Isuzu dengan Panther serta Daihatsu dengan Zebra
dan Espass. Target pasar yang dicapai adalah konsumen dengan kategori
penghasilan kelas menengah ke atas dengan batasan usia minimum dan
maksimum.
Penjualan PT. OMF mengalami kenaikkan tiap tahun mulai dari
tahun 2006 penjualan mencapai 9.500 unit, meningkat menjadi 10.700 unit
pada tahun 2007 dan pada tahun 2008 telah mencapai 14.470 unit
(PT.OMF Internal Information). Adapun kunci sukses PT. OMF adalah
persetujuan yang cepat, mudah dalam mengajukan kredit dan memberikan
kepuasan dalam pelayanan kepemilikan kendaraan bermotor.
33
Perolehan modal pinjaman selain dari pemegang saham, PT. OMF
menjalin kerjasama dengan beberapa Bank ternama di Indonesia seperti :
BNI, Danamon, Bank Permata, BRI, Bank DKI dan BCA.
B. Sejarah Singkat Perusahaan
Pemilik perusahaan memulai usahanya dibidang jual beli mobil
bekas
pada tahun 1974 dengan status perorangan. Usaha yang terus
berkembang dan untuk menyesuaikan dengan kebutuhan pasar akan suatu
lembaga pembiayaan non bank, maka pada tahun 1987 didirikan PT.
Olympindo Cemerlang dengan izin usaha trading kendaraan dan hire –
purchase. Usaha tersebut mengalami peningkatan dengan hasil yang
sangat memuaskan dari segi luasnya jangkauan dan penetrasi pasar dan
hasil operasional serta keuangan.
Sejalan dengan perkembangan peraturan pemerintah, pada tahun
1993 didirikan PT. Olympindo Multifinance (PT.OMF) yang khusus
bergerak dibidang pembiayaan kredit konsumen untuk kendaraan
bermotor (Car Financing).
PT. OMF merupakan merk dagang usaha pembiayaan untuk jenis
pembiayaan kepemilikan kendaraan bermotor, yang memiliki 30 kantor
cabang yang tersebar diseluruh Indonesia. Dengan dukungan dana dari
pemegang saham (pemilik) dan pinjaman dari pihak Bank serta kantor
cabang yang tersebar di seluruh Indonesia PT. OMF mampu menguasai
34
pasar dalam bidang pembiayaan kendaraan bermotor khususnya untuk
kategori kendaraan bekas (used car).
Struktur organisasi Perusahaan serta penjelasannya akan diuraikan
dibawah ini. Didalam suatu organisasi dengan segala aktivitasnya terdapat
hubungan antara orang-orang yang menjalankan aktivitas tersebut. Makin
banyak kegiatan yang dilakukan dalam organisasi, makin kompleks pula
hubungan yang ada. Untuk itulah perlu dibuat suatu bagan yang
menggambarkan
hubungan
masing-masing
kegiatan
atau
fungsi
organisasi, yang menjadi dasar organisasi adalah pembagian kekuasaan
dan tanggung jawab.
Berikut struktur organisasi PT. Olympindo Multifinance :
1. Unsur pimpinan terdiri dari :
a. Dewan Komisaris
b. Dewan Direksi
2. Unsur staff terdiri dari :
Kantor Pusat (Head Office) :
1. Divisi Internal Audit
2. Divisi Keuangan dan Akuntansi (Finance and Accounting
Dept,)
3. Divisi Personalia dan Bagian Umum (HRD and GA Dept.)
35
4. Divisi Electric Data Processing (EDP Dept.)
Kantor Cabang :
1. Branch Manager (BM)
2. Finance Administration Unit Head (FAUH)
3. Account Service Head (ASH)
4. Collection Head
5. Marketing /PIC Dealer System
6. Collection Officer
7. Account Service Officer
C. Metode Penelitian
Dalam melakukan penelitian atas analisis sistem pengendalian
intern piutang untuk meminimalkan piutang tak tertagih pada PT.
Olympindo Multifinance. Penulis menggunakan metode deskriptif yaitu
metode penelitian yang menjelaskan secara sistematik, faktual dan akurat
mengenai sistem pengendalian atas piutang yang dijalankan yang
bertujuan untuk meminimalkan jumlah piutang tak tertagih pada
perusahaan tersebut.
36
Dengan berdasarkan data-data yang dapat dihimpun dan dievaluasi
khususnya yang berhubungan dengan sistem pengendalian intern piutang
tak tertagih, penulis akan mencoba mengambil suatu kesimpulan dengan
mengemukakan alasan-alasannya melalui perbandingan antara penjelasan
data atau informasi yang diperoleh dengan literature metode kepustakaan.
D. Definisi Operasional Variabel
Definisi operasional variabel yang digunakan penulis dalam
melakukan penelitian ini adalah :
1. Sistem Pengendalian Internal atas Piutang
Yaitu suatu proses atau metode bisnis yang dijalankan oleh
manajemen untuk menjaga asset yang dimiliki dalam hal ini adalah
piutang yang timbul akibat dari kegiatan operasional utama
perusahaan.
2. Piutang Tak Tertagih
Yaitu suatu kerugian yang menjadi risiko perusahaan atas pemberian
kredit karena adanya ketidakmampuan konsumen mengembalikan
piutang yang menjadi hak perusahaan..
37
E. Metode Pengumpulan Data
Dalam melakukan penelitian di PT. Olympindo Multifinance
diperlukan data yang lengkap dan akurat agar dapat memberikan informasi
yang baik dan berguna. Untuk itu penulis berusaha mengumpulkan data
dengan cara :
1. Penelitian Lapangan (Field Research)
Yaitu dengan mengadakan penelitian ke perusahaan untuk memperoleh
data dan informasi yang berhubungan dengan topik skripsi yang akan
digunakan sebagai bahan pembanding antara teori dan praktek dilapangan.
Untuk memperoleh data dan informasi ini dilakukan dengan cara :
a. Observasi
Penulis melakukan penelitian yang dilakukan dengan mengamati
secara langsung proses dan kegiatan pengendalian atas piutang yang
dilakukan perusahaan untuk meminimalkan jumlah piutang tak
tertagihnya.
b. Wawancara
Penulis melakukan wawancara langsung dengan pimpinan staff
bagian keuangan atau akuntansi untuk memperoleh penjelasan
mengenai objek yang akan diteliti sehinggan dapat diperoleh data
38
dan informasi yang relevan serta dapat dipertanggung jawabkan
kebenarannya.
2. Penelitian Kepustakaan (Library Research)
Yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara membaca buku-buku
yang berhubungan dengan masalah yang akan dibahas dalam skripsi
ini,
yaitu
mengenai
system
pengendalian
internal,
system
pengendalian atas piutang dan akuntansi yang berkaitan dengan
piutang.
F. METODE ANALISIS DATA
Setelah penulis mengumpulkan data, maka penulis akan melakukan
analisis melalui metode sabagai berikut :
1. Analisis data deskriptif kualitatif
Yaitu dengan mempelajari teori tentang akuntansi piutang dan
penentuan cadangan piutang tak tertagih yang diperoleh dari buku dan
pihak lain yang terkait dengan penelitian, antara lain dengan cara :
a) Menggali
konsep-konsep
dalam
dokumen
terutama
mengenai
pengendalian piutang untuk meminimalkan jumlah piutang tak
tertagih.
39
b) Menganalisis teori-teori yang membahas dan yang berhubungan
dengan
pengendalian
piutang
yang
memiliki
tujuan
untuk
meminimalkan jumlah piutang tak tertagih.
c) Membandingkan
teori-teori
tersebut
dengan
aplikasinya
pada
perusahaan.
2. Analisis data deskriptif kuantitatif
Yaitu metode yang menganalisa data yang dikuantitatifkan dimana
data akan dianalisa dengan menggunakan beberapa rasio. Analisa
yang
digunakan penulis untuk mengetahui pengaruh system
pengendalian internal atas piutang untuk meminimalkan jumlah
piutang tak tertagih pada PT. Olympindo Multifinance, yaitu dengan :
Analisis umur piutang (aging schedule) yang dapat menggambarkan
besarnya persentase piutang yang belum dapat ditagih terhadap jumlah
pembiayaan/penjualan yang telah dicapai perusahaan dalam periode
tertentu.
40
41
42
BAB IV
ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Analisis Hasil
1. Analisis Sistem Pengendalian Internal atas Piutang
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada PT. Olympindo
Multi Finance (PT.OMF), penulis dapat memperoleh serta mengumpulkan
data yang berkaitan dengan sistem pengendalian internal atas piutang terutama
yang berhubungan dengan penerapan fungsi dan unsur-unsur pengendalian,
penetapan pemberian kredit dan penagihan piutang, sebagai berikut :
a. Fungsi dan Unsur-unsur pengendalian internal
1) Lingkungan Pengendalian
Sesuai
dengan
motto
perusahaan
yaitu
memberikan
kemudahan, kepercayaan dan kepuasan menggambarkan
lingkungan
pengendalian
gaya
operasional
yang
ingin
dilaksanakan oleh pimpinan perusahaan dalam mencapai
tujuan yang diharapkan.
Dalam melaksanakan lingkungan pengendalian tersebut perlu
adanya penerapan atas faktor-faktor sebagai berikut :
a) Integritas dan nilai-nilai etika (Integrity and ethical values)
Nilai – nilai etika dilakukan dengan menerapkan kebijakan
dalam menegakkan kedisiplinan misalnya disiplin dalam
41
kehadiran, cara berkomunikasi dengan sesama karyawan atau
dengan atasan saat berada didalam maupun diluar ruang
meeting, cara berpakaian serta kebijakan untuk tidak
menerima imbalan dari konsumen maupun pihak lain dalam
bentuk apapun. Antar bagian atau departemen memiliki
integritas yang tinggi sehingga setiap pengambilan keputusan
atau kebijakan harus terlebih dahulu dibicarakan dan
mendapat persetujuan dari departemen lain yang terkait
dengan penerapan kebijakan tersebut.
b) Komitmen
terhadap
kompetensi
(Commitment
to
competence)
Secara berkala telah dilakukan uji kompetensi bagi
karyawan lama untuk mengetahui kemampuan karyawan
apakah tugas yang dikerjakan telah sesuai dengan keahlian
yang dimiliki dan untuk mengetahui sejauh mana
komitmen karyawan dalam menyelesaikan semua tugas
yang diberikan. Disamping itu dari pemegang saham
memiliki komitmen yang tinggi dalam menjalankan usaha
pembiayaan sesuai dengan prinsip keuangan yang berhatihati.
c) Partisipasi dewan komisaris atau komite audit (Board of
directors or audit committee participation)
42
Jajaran dewan direksi berperan aktif dalam memberikan
persetujuan atas transaksi yang dilakukan oleh tiap-tiap
departemen atau kantor cabang serta setiap transaksi harus
mendapatkan otorisasi dari direktur terkait dan apabila nilai
nominalnya diatas batas wewenang pimpinan departemen
atau pimpinan cabang harus mendapatkan otorisasi dari
direktur keuangan dan atau direktur utama.
d) Falsafah manajemen dan gaya operasi (Management’s
philosophy and operation style)
Memberikan kemudahan, kepercayaan dan kepuasan
merupakan falsafah dari manajemen dalam memberikan
pelayanan penyediaan dana kepada masyarakat untuk
pembelian kendaraan bermotor.
e) Struktur organisasi (Organization structure)
Struktur organisasi dari PT. OMF menganut sistem
departementalisasi
menurut
fungsi
sehingga
dalam
perusahaan terdapat beberapa divisi atau departemen sesuai
dengan fungsinya misalnya divisi finance, akunting, HRD
dan GA, divisi EDP, dan divisi marketing.
f) Penetapan wewenang dan tanggung jawab (Assignment of
authority and responsibility )
Setiap pimpinan divisi atau pimpinan cabang memiliki
43
wewenang dan tanggung jawab yang besarnya telah
ditentukan oleh dewan direksi. Sebagai contoh besarnya
wewenang dan tanggung jawab dari pimpinan cabang atau
divisi marketing dalam pemberian persetujuan kredit
kepada konsumen dapat terlihat pada tabel berikut :
Tabel 4.1
Batas Wewenang Pemberian Persetujuan Kredit
Jumlah
Jumlah antara
Rp. 50 juta s/d Rp.
Rp. 50 – 100 juta
200 juta
Surveyor
Surveyor
Surveyor Coordinator Surveyor Coordinator
Marketing Head
Marketing Head
Credit Analyst
Credit Analyst
Branch Manager
Branch Manager
Marketing Director
Jumlah antara
Rp.200 jt- Rp. 500 jt
Surveyor
Surveyor Coordinator
Marketing Head
Credit Analyst
Branch Manager
Marketing Director
President Director
Jumlah >
Rp. 500 juta
Surveyor
Surveyor Coordinator
Marketing Head
Credit Analyst
Branch Manager
Marketing Director
President Director
Komisaris
Sumber : PT. OMF Internal Information
g) Kebijakan dan praktik sumber daya manusia (Human
resource policies and praticies)
Perusahaan
telah
melakukan
perbaikan
terhadap
kemampuan operasional seluruh karyawan terutama dalam
hal
pelayanan, pengawasan keuangan dan teknologi
informasi. Selain itu kegiatan training dan pelatihan bagi
seluruh karyawan dari berbagai level dilakukan secara
berkala dan lebih intensif.
44
2) Penaksiran risiko
Guna mencapai tujuan pengendalian internal perlu diambil
langkah-langkah penting dalam pengendalian risiko. Dalam
melaksanakan hal tersebut PT. OMF telah melakukan langkahlangkah strategis diantaranya adalah sebagai berikut :
a) Perubahan dalam lingkungan operasi perusahaan ( changes
in operating environment)
Perusahaan
telah
melakukan
perubahan
lingkungan
operasional yang sebelumnya bersifat desentraliasi dimana
setiap cabang diberikan wewenang secara luas dalam
mengelola semua transaksi dan cabang sebagai profit center
dirubah menjadi sentralisasi dimana semua kegiatan
operasional cabang dilakukan secara sentral di kantor pusat
dan cabang hanya sebagai profit center.
b) Karyawan baru (New personal)
Dalam melakukan recruitment karyawan baru, perusahaan
telah memperketat seleksi calon karyawan dan menetapkan
standar kualifikasi pendidikan bagi calon karyawan yang
disesuaikan dengan jenis pekerjaan yang ditawarkan
sehingga
benar-benar
diperoleh
karyawan
yang
profesional dalam bidangnya. Sebagai contoh untuk level
staff dibutuhkan calon karyawan dengan latar belakang
45
pendidikan minimal lulusan Diploma III (D3) dan untuk
level section head keatas minimal lulusan sarjana (S1).
c) Sistem informasi dan Teknologi baru (New or revamped
information systems and New Technology))
Adanya sistem komputerisasi dan teknologi informasi
(ICT) yaitu
Olympindo Core System (OCS) yang
terpercaya dan dapat diandalkan, mulai dari proses awal
aplikasi kredit konsumen (Front Office) sampai dengan
pembayaran angsuran konsumen ( Back Office ). Sistem
tersebut dikembangkan dengan menggunakan teknologi
Web Basis – on line agar dapat memudahkan manajemen
dan seluruh departemen melakukan pencatatan, penilaian
hasil kerja, pengawasan dan pengambilan keputusan
mengingat kantor cabang PT OMF tersebar diseluruh
Indonesia
(Jawa,
Bali,
Sumatera,
Kalimantan
dan
Sulawesi).
d) Lini produk, produk, atau aktivitas baru (New lines,
products, or activities)
Dalam rangka pengembangan produk untuk memberikan
kepuasan pada konsumen akan layanan pembiayaan,
perusahaan telah membuka divisi baru yaitu divisi
refinancing dan divisi elektronik. Divisi refinancing
46
dimaksudkan
untuk
memberikan
kemudahan
bagi
konsumen yang membutuhkan dana tunai secara cepat
dengan hanya menjaminkan asli dokumen kendaraan yang
dimiliki konsumen yaitu berupa BPKB. Sedangkan untuk
divisi elektronik memberikan kemudahan bagi konsumen
dalam memenuhi kebutuhan alat-alat rumah tangga atau
alat-alat elektronik
(home appliance) dengan angsuran
ringan dan proses cepat.
e) Restrukturisasi perusahaan (Corporate restructurings)
Restrukturisasi perusahaan dilakukan melalui dua tahap.
Pertama dengan melakukan pengurangan dan mutasi
karyawan sebagai akibat dari perubahan lingkungan
operasional perusahaan menjadi sentralisasi sehingga
karyawan kantor cabang yang jenis pekerjaan diambil oleh
kantor pusat tidak diperlukan lagi. Kedua melakukan
restrukturisasi terhadap struktur pendanaan dengan melihat
pengalaman di masa yang lalu dengan penekanan utama
memperoleh sumber dana jangka menengah dengan
struktur suku bunga tetap.
f) Operasi luar negeri (Foreign operation)
PT. OMF merupakan perusahaan yang bertaraf nasional
sehingga tidak memiliki jaringan kerja di luar negeri.
47
Namun demikian, dalam rangka memperkuat kegiatan
usaha perusahaan menerapkan strategi perluasan jaringan
kerja dengan membuka kantor cabang baru di seluruh
Indonesia yang dilakukan setiap tahun. Kantor cabang
yang diniliki PT. OMF sampai dengan bulan Maret 2009
adalah sebanyak 33 kantor cabang.
g) Standar akuntansi baru (New accounting standard)
Dalam melakukan kegiatan pencatatan, pemrosesan dan
pelaporan transaksi perusahaan serta untuk menjaga
akuntanbilitas asset, PT. OMF menggunakan sistem
akuntansi baru yang disebut dengan Accounting Packet
(ACCPAC ) yang mampu memberikan informasi keuangan
secara lengkap, akurat dan menyeluruh untuk memenuhi
enam tujuan audit yang berhubungan dengan transaksi
yaitu : exixtence, completeness, accuracy, classification,
timing, posting and summarization.
3) Aktivitas pengendalian
a) Review terhadap kinerja (Performance reviews)
Melakukan penilaian kepada seluruh karyawan secara
berkala dan menerapkan sistem punishment dan reward.
Bagi karyawan
yang
memiliki
prestasi baik akan
mendapatkan bonus ataupan imbalan lainnya dapat berupa
48
kenaikan gaji atau promosi ke level yang lebih tinggi.
Sebaliknya bagi karyawan yang kurang berprestasi atau
yang melanggar aturan perusahaan akan mendapatkan
periingatan sampai dengan pemutusan hubungan kerja
(pemecatan).
b) Pengolahan informasi (Information processing)
Berbagai tindakan pengendalian dilaksanakan dengan
memeriksa tingkat keakuratan, kelengkapan, dan otorisasi
transaksi. Aktivitas pengendalian sistem informasi terdiri
atas:
I. Pengendalian umum
Kebijakan dan prosedur yang berkaitan dengan
aktivitas terebut telah dilaksanakan melalui pengolahan
informasi
dengan
melakukan
pemeliharaan
dan
pengembangan sistem software dengan memberikan
akses keamanan dalam penggunaan informasi berupa
pemberian
password
yang
berbeda-beda
kepada
masing-masing karyawan yang penggunaannya diawasi
oleh seorang administrator yang telah ditunjuk.
II. Pengendalian aplikasi
Pengendalian ini dilakukan terhadap aplikasi individu
yang menjamin bahwa transaksi yang dilaksanakan telah
49
sah, telah diotorisasi dengan benar, dan telah diolah
secara akurat dan lengkap serta telah diverifikasi oleh
divisi audit atau internal control (IC).
c) Pengendalian fisik (Physical controls)
Pengendalian
fisik
terhadap
aktiva
yang
dimiliki
perusahaan telah dilaksanakan, aktiva yang berkaitan
dengan
piutang
konsumen
dilakukan
dengan
cara
rekonsiliasi secara berkala setiap bulan, aktiva yang
berkaitan
dengan jaminan
konsumen
berupa Buku
Kepemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB) dilakukan
stock opname secara berkala dan aktiva yang berkaitan
dengan fixed asset (tanah dan bangunan) dilakukan
appraisal / penilaian oleh
perusahaan penilai yang
independen minimal setiap 2 (dua) tahun sekali.
d) Pemisahan tugas (Segregation of duties)
Pemisahan tugas dilaksanakan melalui pemberian job
description yang berbeda-beda dari setiap karyawan namun
pekerjaan tersebut memiliki integritas dengan pekerjaan
yang dilakukan oleh karyawan lain.
4) Informasi dan komunikasi
50
Melalui sistem yang berbasis web-online yang telah
terprogram secara otomatis, setiap karyawan dapat
mendapatkan informasi dengan cepat dan akurat serta
dapat berkomunikasi dengan baik. Dengan demikian,
karyawan
yang
bertugas
memantau
kelancaran
pembayaran angsuran dari waktu ke waktu dapat
menjalankan tugasnya dengan benar.. Demikian pula
semua laporan dimulai dari hasil kunjungan kolektor
diinput ke dalam sistem yang sudah dikelompokkan
berdasarkan tingkat resiko. Sehingga potential bad debt
sudah dapat dimonitor sejak dini.
5) Pemantauan
Penilaian berkala atau berkelanjutan dilakukan dengan memverifikasi setiap transaksi yang terjadi yang dilakukan oleh
bagian Internal Control (IC) setiap harinya. Pemeriksaan
secara triwulanan ke kantor-kantor cabang dan departemendepartemen dilakukan secara rutin oleh tim audit internal serta
setiap tahun dilakukan audit oleh auditor independen dari
Kantor Akuntan Publik (KAP) yang bersertifikat.
b. Penetapan pemberian kredit
Pemberian kredit kepada konsumen yang akan membeli
kendaraan
bermotor
dimulai
51
dengan
adanya
pengajuan
permohonan kredit dari konsumen yang disampaikan melalui
vendor/showroom
Selanjutnya
yang
menjadi
perusahaan
akan
rekanan
dari
menindaklanjuti
perusahaan.
permohonan
tersebut dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1) Survey
Yang dimaksud dengan survey adalah suatu proses untuk
memperoleh data dan informasi dari pemohon dan/atau pihak
lain yang akan digunakan dalam melakukan analisa kredit
terhadap
kelayakan
pemohon
memperoleh
kredit
atau
pembiayaan. Proses ini dimulai dari saat Credit Marketing
Officer (CMO) membuat janji dengan pemohon untuk
melakukan interview dengan pemohon dan diakhiri dengan
pembuatan hasil survey.
Survey yang baik akan mendapatkan informasi yang mendalam
dan menyeluruh tentang kemampuan pemohon, karena bila
tidak dilakukan dengan secara tepat akan mengakibatkan
kesalahan informasi yang dapat berdampak :
a) Menolak pemohon yang sebenarnya layak, atau
b) Menyetujui
permohonan
kredit
sebenarnya tidak layak.
Tahap-tahap survey adalah sebagai berikut :
1) Memperoleh data awal
52
pemohon
yang
Pada saat memperoleh data awal, biasanya data yang
diperoleh sangat minimal, hanya terdiri dari :
a) Fotokopi identitas (KTP/SIM/Paspor/Kitas) pemohon
dan pasangan (bila telah menikah)
b) Fotokopi kartu keluarga pemohon
c) Fotokopi bukti kepemilikan rumah (missal : sertifikat
rumah, rekening atau rekening listrik)
d) Fotokopi bukti penghasilan (misal : rekening tabungan,
slip gaji atau surat keterangan penghasilan)
e) Struktur pembiayaan yang diajukan
2) Persiapan interview dengan pemohon, terdiri dari :
a) Perencanaan
b) Pembuatan janji dengan pemohon
c) Persiapan
3) Interview dengan pemohon
Tidak ada cara yang baku dalam melakukan interview,
semua tergantung dengan situasi dan kondisi di lapangan.
Dalam tahap ini yang diperlukan adalah ;
a) Pembukaan
b) Pengamatan
c) Pembicaraan
d) Perpisahan
53
4) Credit Checking
Pada dasarnya credit checking adalah salah satu langkah
dalam melakukan survey untuk mengecek kebenaran
keterangan yang diberikan oleh pemohon. Selain itu juga
untuk memperoleh gambaran mengenai reputasi dan
kredibilitas pemohon itu sendiri.
Ada beberapa cara dalam melakukan credit checking, yaitu
a) Data yang diperoleh dari pemohon
b) Melakukan
pengecekan
berdasarkan
data
yang
diperoleh dari pemohon
c) Dari hasil interview dengan pemohon
d) Melakukan pengecekan terhadap keterangan yang
diperoleh dari pemohon
e) Dari lingkungan sekitar rumah pemohon
Melakukan pengecekan ke tetangga dan lingkungan
sekitar rumah pemohon, untuk mengetahui karakter dan
reputasi pemohon dilingkungan sekitar rumahnya.
2) Analisa kelayakan pemohon
Setelah memperoleh keterangan yang memadai dari pemohon,
maka langkah selanjutnya adalah melakukan analisa mengenai
kelayakan pemohon dengan menggunakan konsep 1P + 5C,
yaitu :
54
a) Purpose
Tujuan pemohon untuk mendapatkan kredit harus
benar-benar jelas, yaitu antara lain :
1) Membeli kendaraan untuk kepentingan pribadi, atau
2) Membeli kendaraan untuk menunjang kegiatan
usaha, atau
3) Keinginan pemohon untuk mendapatkan dana tunai
(direct financing)
b) Character
Merupakan analisa mengenai karakter, reputasi dan
pengalaman pemohon, yang informasinya diperoleh
selama jalannya interview dan melalui credit checking.
Dan bila merupakan existing customer dari perusahaan,
maka historical payment maupun rekomendasi dari
bagian collection mengenai karakter pemohon dapat
digunakan sebagai sumber informasi. Karakter dapat
dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu :
1) Secara perorangan
2) Secara Badan Hukum (PT)
c) Capacity
Hal
ini
berhubungan
dengan
seberapa
besar
kemampuan dari pemohon untuk dapat membayar
55
kewajibannya setiap bulan, baik kepada PT. OMF
maupun pihak ketiga lainnya.
Kapasitas dapat dilihat dari beberapa sumber, antara
lain :
1) Rekening Koran dan tabungan
2) Nota-nota/bon penjualan
3) Slip gaji/surat keterangan penghasilan
4) Estimasi pendapatan
Pemohon
dengan
karakter
perorangan,
besarnya
pendapatan (kredit) dan pengeluaran (debet) setiap
bulan dapat dilihat dari rekening koran/tabungan atau
slip gaji atau surat keterangan penghasilan dan dari
estimasi pendapatan Sedangkan pemohon dengan
karakter Badan hukum (PT) selain menggunakan
rekening Koran dan estimasi pendapatan, dapat juga
dilihat dari laporan keuangan (baik audited maupun
unaudited) pada laporan Neraca ( menjelaskan posisi
aktiva dan passiva) dan Laba/Rugi
(menjelaskan
pendapatan, pegeluaran dan keuntungan).
d) Capital
Poin ini menganalisa mengenai modal pemohon,
dimana dapat diperinci menjadi 2 (dua) yaitu :
56
1) Modal yang dapat dengan cepat dicairkan
2) Modal yang tidak dapat dengan cepat dicairkan
e) Condition
Pada dasarnya hal ini banyak berkaitan dengan sesuatu
yang penuh ketidakpastian karena banyak variable yang
mempengaruhi, seperti faktor politik, keamanan, cuaca,
lingkungan dan social budaya. Akan tetapi hal-hal
tersebut dapat dianggap tetap (cateris paribus) selam
jangka waktu kredit/pembiayaan (jangka pendek).
Langkah-langkah yang perlu diambil dalam analisa ini
adalah :
1) Analisa secara makro (umum)
Apakah pemohon memiliki pengalaman yang cukup
dalam menangani bisnis yang dijalaninya
2) Analisa secara mikro
Apakah bisnis atau pekerjaan pemohon memiliki
masa depan yang baik.
f) Collateral
Analisa ini berkaitan dengan nilai nominal dari
kendaraan yang akan dbiayai, besar kecilnya uang
muka (down payment) akan sangat berpengaruh pada
nilai pembiayaan. Bila uang muka yang dibayarkan
57
pemohon relarif kecil dapat mengakibatkan perusahaan
mengalami kerugian karena apabila pemohon tersebut
macet dan atau kendaraannya ditarik, harga jual dari
kendaraan
tersebut
mengalami
penurunan
(bisa
diakibtkan karena kendaraan mengalami kerusakan
sehingga harga pasarnya turun).
Penyebab lain yang dapat mengakibatkan penurunan
nilai collateral (secara ekonomis dan teknis) adalah dari
tujuan
permohonan
pembiayaan,
terutama
untuk
pemakain yang over time/load atau yang disewakan.
Selain itu untuk menghindari terjadinya penurunan
harga jual kembali atas kendaraan yang dibiayai, maka
sangat perlu diperhatikan kondisi fisik kendaraan (cat,
kerusakan karena karat, bekas tabrakan), merk, type,
jenis, dan tahun kendaraan/umur kendaraan, plat nomor
kendaraan (bila luar daerah akan sangat sulit untuk
dijual kembali) dan warna kendaraan.
Jika kondisi fisik kendaraan kurang memadai, maka
dapat diambil alternatife, seperti :
1) Mengganti unit kendaraan yang akan dibiayai
2) Menaikkan uang muka (DP)
58
3) Menjaminkan unit lain yang merupakan milik
pemohon sebagai jaminan tambahan
4) Cross collateral dan cross default antara transaksi
saat ini dengan transaksi sebelumnya (jika ada),
karena hal ini erat kaitannya dengan menaikan
collateral coverage dan juga menjaga kelancaran
pembayaran (karena bila salah satu kontrak
bermasalah, maka kontrak lain akan dinyatakan
sama).
Selain 4 (empat) cara memperkecil risiko tersebut
diatas, maka dapat pula dikombinasikan dengan
guarantee (jaminan), dimana sifatnya bukan dalam
bentuk benda, tetapi lebih bersifat kepada individu atau
badan usaha yang mempunyai hubungan dekat dengan
pemohon (baik dalam segi character, capacity, dan
capital ). Pihak tersebut bisa anggota keluarga, saudara,
perusahaan
tempat
bekerja
pemhohon
atau
vendor/showroom yang menjual unit tersebut.
Adapun bentuk guarantee dapat berbentuk, seperti ;
1) Personal guarantee (jaminan pribadi)
2) Corporate guarantee(jaminan perusahaan)
3) Payment guarantee (jaminan pembayaran)
59
4) Recourse guarantee (jaminan pembelian kembali
atau jaminan pengalihan risiko)
Untuk teknik analisa 1P + 5C merupakan satu kesatuan
yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain, karena
pemohon dapat diklasifikasikan menjadi 4 tipe, dan
tergantung CMO untuk dapat memilihnya ;
1) Mampu tetapi tidak mau membayar
2) Mampu dan mau membayar
3) Tidak mampu dan tidak mau membayar
4) Tidak mampu tetapi mau membayar (keterlambatan
pembayaran)
c. Penagihan (Collection)
Collection
merupakan
pengelolaan
piutang
akibat
adanya
perjanjian kredit. Collection diperlukan ketika terjadi hal-hal
sebagai berikut :
1) Past Due
Tagihan yang telah melewati jatuh tempo hingga batas tanggal
ysng telah ditentukan dan belum tertagih
2) Bad Account
Konsumen yang telah dinyatakan sebagai konsumen yang tidak
tepat waktu dalam pembayaran hutang dan sudah memiliki
60
record sering melakukan keterlambatan pembayaran meskipun
belum sampai menjadi Bad Debt.
3) Bad Debt
Konsumen yang telah dinyatakan sebagai konsumen yang
kurang/tidak baik sebab menurut kebijakan perusahaan untuk
klasifikasi past due lebih dari 90 hari dikategorikan sebagai
Bad Customer (Bad Debt) dan tentunya sudah tidak layak
diberikan fasilitas kredit di kemudian hari.
Tujuan collection :
1) Mengusahakan agar pembayaran dari konsumen sesuai tanggal
jatuh tempo
2) Mengoptimalkan laba
3) Meminimalkan kerugian atas angsuran yang tertunggak
4) Menjaga kestabilan dan kesehatan keuangan perusahaan
Langkah-langkah penanganan account-account past due adalah
sebagai berikut :
61
Tabel 4.2
Langkah-langkah penanganan account-account past due
Maksimum Toleransi
past due
Langkah-langkah minimum yang harus sudah
dilakukan
Non-Starter past due
muncul antara angsuran I
Umum (Starter) Past due >
(hari)
s/d 6 (berlaku khusus
6 bulan
untuk konsumen awal non existing customer)
Telepon
Kunjungan pertama
< 6 hari
Surat Pemberitahuan
Kunjungan pertama
Kunjungan kedua
6 < hari < 9
Surat Pemberitahuan
Surat Peringatan
Kunjungan kedua
Kunjungan ketiga
9 < hari < 30
Surat Peringatan
Surat Peringatan terakhir
Kunjungan ketiga
Surat Tugas Tarik Kendaraan
30 < hari < 60
Surat Peringatan terakhir
Blokir BPKB
Surat Tugas Tarik Kendaraan Penarikan Kendaraan
60 < hari < 90
Blokir BPKB
Penarikan Kendaraan
60 < hari < 120
14 hari setelah penarikan
Penjualan Kendaraan Tarikan
Sumber : PT. OMF Internal Information
Penarikan
kendaraan
melakukan
langkah
dilakukan
terakhir,
apabila
seperti
:
perusahaan
telah
pengiriman
surat
pemberitahuan, surat peringatan, surat peringatan terakhir, serta
pendekatan namun tidak mendapatkan tanggapan dari konsumen,
maka langkah selanjutnya adalah melakukan penarikan kendaraan
tersebut.
Sebelum
melakukan
penarikan
kendaraan
perlu
dilakukan
persiapan-persipan terlebih dahulu untuk menentukan strategi,
antara lain :
62
1) Mengetahui lokasi tempat penarikan kendaraan
2) Cara menghadapi konsumen saat melakukan penarikan
kendaraan
3) Berbagai pertimbangan dalam melakukan penarikan
Selain itu petugas eksekutor atau reposessor perlu mengetahui halhal yang berkaitan dengan konsumen dan kendaraan yang akan
ditarik, antara lain ;
1) Analisa data konsumen :
a) Status sosial konsumen
b) Pekerjaan/jabatan konsumen
c) Alamat konsumen
2) Melakukan analisa :
a) Kebiasaan konsumen dalam melakukan
pembayaran
angsuran
b) Historical payment ( penah berapa kali terlambat, denda
sudah lunas atau belum)
c) Tipe
atau
karakter
konsumen
(dari
sebelumnya)
d) Aspek resale value dari kendaraan tarikan
3) Keberadaan kendaraan secara jelas dan pasti :
a) Kunjungan ke lokasi
b) Analisa keadaan lapangan
63
penanganan
4) Analisa kekuatan konsumen
5) Melakukan koordinasi dengan aparat setempat (bila perlu)
6) Analisa / estimasi biaya yang akan timbul dari penarikan
tersebut
7) Melakukan koordinasi dengan berbagai pihak
8) Melakukan penarikan kendaraan
9) Menyimpan kendaraan di lokasi yang aman
Beberapa persiapan yang perlu dilakukan oleh eksekutor/reposessor
dalam melaksanakan penarika kendaraan , antara lain sebagai berikut :
1) Persiapan administratif :
a) Dokuman legal
b) Surat tugas yang ditandatangani pimpinan cabang
c) Fotokopi surat-surat pemberitahuan yang pernah dikirim
kepada konsumen
d) Dan dokumen pendukung lainnya (bila diperlukan)
2) Persiapan pendukung
a) Eksekutor/reposessor harus memahami tentang pasal-pasal
yang tercantum dalam dokumen perjanjian, misal : pasal 14
di PPK mengenai “Cidera Janji”.
b) Mempersiapkan fotokopi data/dokumen yang lengkap
mengenai konsumen tersebut.
64
c) Meningkatkan
kemampuan
dalam
hal
komunikasi,
negosiasi dan personal approach. Pada saat mendatangi
konsumen eksekutor/reposessor sedapat mungkin harus
mengusahakan hal-hal sebagai berikut :
1. Menimbulkan
kesan
yang
baik,
tidak
bersifat
pemaksaan atau kasar
2. Menerangkan dengan jelas permasalahannya tanpa
dengan emosi
3. Melakukan pendekatan untuk setiap pembicaraan
dengan mempertimbangkan tipe konsumen. Eksekutor
diharuskan dapat menciptakan keadaan agar konsumen
membayar angsuran/ menyerahkan kendaraan dengan
kesadarannya sendiri.
3) Menyusun strategi
Mempersiapkan teknik-teknik yang terarah guna mencapai
penyelesaian yang maksimum.
Dan saat melakukan eksekusi penarikan kendaraan, maka
eksekutor harus melakukan hal-hal sebagai berikut :
a) Menemukan keberadaan konsumen dan/atau kendaraannya
b) Menguasai medan yang akan dihadapi
c) Menemui konsumen dan menjelaskan keperluannya secara
baik-baik dan simpatik
65
d) Menunjukkan surat tugas dan menjelaskan isinya
e) Melakukan pengecakan terhadap fisik (nomor rangka &
nomor mesin) dari kendaraan tersebut
f) Meminta kunci dan STNK kendaraan tersebut
g) Melakukan penarikan seandainya konsumen tidak mau
menyerahkan STNK
h) Membuatkan tanda terima kendaraan
i) Memberikan atensi dan empati atas permasalahan yang
dialami konsumen
j) Mengajukan alternatif-alternatif penyelasaian masalah dan
melakukan negosiasi
k) Memberikan penjelasan bahwa perusahaan menunggu ± 14
hari kerja (2 minggu), agar konsumen dapat melunasi
seluruh hutang-hutangnya.
l) Menetapkan satu keputusan dan melakukan tindakan
persuasif dan tegas dengan tetap mejaga tujuan tugas dan
citra perusahaan.
m) Jika dipandang ada hal-hal yang membahayakan, maka
perlu menghubungi/mendekati tokoh-tokoh formal dan
informal di lingkungan sosial setempat dan/atau aparat.
66
n) Bila kendaraan berhasil dibawa, maka kendaraan tarikan
tersebut secara fisik harus diserahkan ke kantor untuk
diregistrasikan dan selanjutnya disimpan di tempat yang
aman.
o) Jika konsumen keberatan menyerahkan STNK dan tidak
mau
menandatangani
Berita
Acara
Serah
Terima
Kendaraan (BASTK), eksekutor harus mengupayakan
kendaraan tetap ditarik.
2. Analisa Jumlah Piutang Tak Tertagih
Dalam melakukan analisa jumlah piutang tak tertagih atas piutangpiutang yang dimiliki, PT.OMF menggunakan skedul umur piutang
(aging schedule) dan menetapkan kebijakan untuk past due lebih dari 30
hari maksimal 12% dan past due lebih dari 60 hari tidak melebihi dari 6%
baik untuk jumlah unit maupun nilai outstanding pokok hutang (OS
Pokok). Berdasarkan data penjualan tahun 2008 sebanyak 14.470
konsumen dengan total pokok pinjaman sebesar Rp. 745 milyar, dimana
per 31 Maret 2009 sisa outstanding pokok hutang (OS Pokok) konsumen
sebesar Rp. 475,75 Milyar denga jumlah konsumen sebanyak 12.326,
skedul umur piutangnya dapat disajikan sebagai berikut :
67
Tabel 4.3
Sekdule umur piutang atas data penjulan 2008
URUT
A
B
C
D
E
F
RANGE HARI
Current
01 - 30
31 - 60
61 - 90
>= '91
Total A-E (Rp)
DELIQUENCY
G
1 - Up
Rate G (%)
H
31 - Up
Rate H (%)
I
61 - Up
Rate I (%)
J
91 - Up
Rate J (%)
Sumber : PT. OMF Internal Information
UNIT
9,567
1,825
442
154
338
12,326
OS. POKOK
364,843,715,458
70,284,713,756
18,249,953,501
6,910,976,965
15,469,859,080
475,759,218,760
2,759
22.38%
934
7.58%
492
3.99%
338
2.74%
110,915,503,302
23.31%
40,630,789,546
8.54%
22,380,836,045
4.70%
15,469,859,080
3.25%
Dari data tersebut dapat diketahui bahwa past due lebih dari 30 hari
sebesar 8.54% dengan OS pokok sebesar Rp.40.6 Milyar dengan jumlah
konsumen sebanyak 934. Past due lebih dari 60 hari sebesar 4.70%
dengan OS pokok sebesar Rp. 22.38 Milyar dengan jumlah konsumen
sebanyak 492.
Dengan demikian persentase jumlah piutang tak tertagih atas penjulan
yang dilakukan oleh PT.OMF pada tahun 2008 dapat dikatakan relatif
baik karena besarnya past due lebih dari 30 hari dan past due lebih dari 60
hari tidak melebihi dari ketentuan yang telah ditetapkan perusahaan.
68
B. Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada PT. OMF mengenai
penerapan sistem pengendalian internal atas piutang dan pengaruhnya dalam
meminimalkan jumlah piutang tak tertagih dapat dijabarkan dalam
pembahasan sebagai beikut :
1. Penerapan Fungsi dan Unsur –unsur pengendalian
Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada PT. OMF, dalam upaya
mencapai tujuan usaha yang tercermin dalam motto memberikan kemudahan,
kepercayaan dan kepuasan PT. OMF telah menerapkan fungsi dan unsurunsur pengendalian secara effketif. Langkah awal yang dilakukan adalah
dengan merubah lingkungan operasional dari desentralisasi menjadi
sentralisasi dengan ditunjang teknologi baru sehingga sistem informasi dan
komunikasi dapat dilakukan secara on line dan real time.
Perubahan tersebut menjadikan kelebihan bagi PT. OMF karena
semua transaksi yang dilakukan oleh kantor cabang mendapatkan pengawasan
dari kantor pusat, serta proses persetujuan kredit dan pembayaran kepada
vendor/showroom dapat dilakukan secara cepat yaitu dalam satu hari yang
sama.
Pemisahan tugas telah dilakukan secara baik dengan membagi
kegiatan operasional di kantor cabang menjadi beberapa divisi yang
69
mempunyai tugas dan wewenang berbeda dan di kantor pusat dibagi menjadi
beberapa departemen yang memeiliki tugas dan wewenang yang berbeda pula.
Dalam melaksanakan tugas dan wewenang baik di kantor cabang maupun
kantor pusat harus mendapatkan otorisasi dari pihak yang memiliki wewenang
dimulai dari pimpinan cabang, departemen head, dewan direksi hingga dewan
komisaris.
Dalam hal perekrutan karyawan baru PT. OMF telah menerapkan
standarisasi pendidikan dan kompetensi sehingga karyawan baru dapat dengan
cepat menyesuaikan diri dengan lingkungan perusahaan dan dapat
menjalankan tugas dan wewenang yang diberikan dengan baik. Sistem
punishment dan reward kepada karyawan diterapkan dengan cara memberikan
kompensasi bonus maupun kenaikan jabatan bagi yang berprestasi dan
pemutusan hubungan kerja kepada karyawan kontrak dan pemindahan tugas
atau mutasi bagi karyawan tetap yang tidak berprestasi atau kurang produktif.
2. Kebijakan penetapan pemberian kredit
Sistem pengendalian internal atas piutang yang diterapkan oleh PT.
OMF sangat bermanfaat dalam meminimalkan jumlah piutang tak tertagih.
Hal tersebut dapat dilihat dari prosedur pemberian kredit yang prudent
(berhati-hati) dengan dimulai dari proses survey untuk mendapatkan
keakuratan dan kelengkapan data dan dokumen dari calon konsumen.
70
Selanjutnya dilakukan proses penyidikan (credit checking) dan analisa
kredit dengan memperhatikan prinsip 1P dan 5C, yaitu : Purpose, Capacity,
Capital, Collateral, Condition dan Character. Penyidikan dan analasi kredit
dilakukan dengan beberapa tata cara, yaitu ; pemberkasan dan pencatatan,
data pokok minimal dan analisis pendahuluan, penelitian data, penelitian atas
kegiatan usaha, penelitian atas rencana-rencana usaha, penelitian dan
penilaian terhadap jaminan, analisis terhadap financial statement, analisis
kebutuhan modal kerja dan analisis kebutuhan investasi konsumen.
Dari beberapa tata cara tersebut dapat dilakukan analisis sejauh mana
pengaruh kebijakan penetapan pemberian kredit terutama dalam hal
penentuan nilai uang muka (Down payment) dan lamanya waktu kredit (tenor)
untuk meminimalkan jumlah piutang tak tertagih.
Dalam pembahasan ini, penulis menggunakan analisa umur piutang
(aging schedule) hasil penjualan tahun 2008 dengan mengambil posisi
outstanding pokok per 31 Maret 2009.
Pengaruh penetapan nilai uang muka (down payment) yang dibayarkan
oleh kosumen terhadap jumlah piutang tak tertagih, dapat dilihat pada tabel
berikut :
71
Tabel 4.4
Analisa Vintage berdasarkan nilai Down Payment (DP)
1. Berdasarkan Outstanding Pokok Pinjaman
HARI
TUNGGAKAN
01 - 30
DP < 20%
Rp
20% s/d 30%
%
30% s/d 40%
%
DP > 40%
%
Rp
%
15.65% 13,233,771,472 14.21%
6,688,273,841
10.05%
6,205,328,180
4.61%
7,769,919,393
4.28%
1,066,623,304
1.60%
61 - 90
2,361,433,114
1.75%
2,872,250,430
1.04%
90 Up
6,073,424,339
4.51%
5,835,992,043
36,610,723,691 27.20%
Total Current
97,992,845,763 72.80%
TOTAL
134,603,569,454 100.00%
28,392,130,385
Rp
31 - 60
Tertunggak
21,970,538,058 16.32%
Rp
3,208,082,624
3.44%
1.58%
984,696,637
1.06%
692,596,784
3.22%
2,493,057,375
2.68%
1,067,385,323
1.60%
44,870,292,251 24.73% 19,919,608,108 21.39%
9,514,879,252
14.29%
136,580,764,672 75.27% 73,206,315,838 78.61% 57,063,789,185
85.71%
181,451,056,923 100.00% 93,125,923,946 100.00% 66,578,668,437 100.00%
2. NPL (Non Performing Loan)
DP < 20%
20% s/d
30%
30 Up
10.88%
9.08%
7.18%
4.25%
60 Up
6.27%
4.80%
3.73%
2.64%
Keterangan
pokok tertunggak terhadap total pokok
pinjaman
30% s/d 40% DP >40%
Sumber : PT. OMF Internal Information
Dari tabel tersebut dapat terlihat bahwa kebijakan pemberian DP
kurang dari 20% memliliki past due lebih dari 30 hari dan past due lebih dari
60 hari sebesar 10.88% dan 6.27%, DP antara 20% hingga 30% adalah
sebesar 9.08% dan 4.80%, DP antara 30% hingga 40% sebesar 7.18% dan
3.73%, dan DP diatas 40% sebesar 4.25% dan 2.64%.
Dengan demikian jumlah piutang tak tertagih untuk DP lebih dari 20%
masih relatif baik karena pesentasenya masih berada dibawah nilai maksimum
yang ditentukan, sedangkan untuk DP kurang dari 20% relatif kurang baik
72
karena jumlah piutang tak tertagihnya hampir dan bahkan melebihi batas
maksimal yang telah ditentukan.
Analisa umur piutang atas jangka waktu kredit (tenor) dapat dijelaskan
pada tabel berikut :
Tabel 4.5
Analisa Vintage berdasarkan Jangka Waktu Kredit (Tenor)
1.Berdasarkan Outstanding Pokok Pinjaman
HARI
TUNGGAKAN
s/d 12 BULAN
Rp
%
01 - 30
2,889,544,308 16.89%
12 < N < 24
Rp
%
24 < N < 36
Rp
%
N > 36
Rp
%
17,405,114,155
15.01%
45,891,498,142 14.38%
4,098,557,151
17.48%
31 - 60
867,263,994
5.07%
4,378,216,649
3.78%
11,651,205,092
3.65%
1,353,267,766
5.77%
61 - 90
373,790,201
2.18%
1,244,485,556
1.07%
4,822,965,059
1.51%
469,736,149
2.00%
90 Up
1,127,828,348
6.59%
3,538,081,497
3.05%
10,126,940,587
3.17%
677,008,648
2.89%
26,565,897,857 22.91%
72,492,608,880 22.71%
6,598,569,714
28.14%
11,851,942,928 69.27%
89,412,945,880 77.09%
246,729,621,037 77.29%
16,849,205,613
71.86%
17,110,369,779 100.00%
115,978,843,737 100.00%
319,222,229,917 100.00%
23,447,775,327 100.00%
Tertunggak
5,258,426,851 30.73%
Total Current
TOTAL
2. NPL (Non Performing Loan)
Keterangan
pokok tertunggak terhadap total pokok
pinjaman
30 Up
60 Up
s/d 12 BULAN
12 < N <
24
24 < N < 36
N > 36
13.84%
8.78%
7.90%
4.12%
8.33%
4.68%
10.66%
4.89%
Sumber : PT. OMF Internal Information
Dari tabel tersebut dapat terlihat bahwa past due lebih dari 30 hari dan
past due lebih dari 60 hari untuk tenor sampai dengan 12 bulan adalah sebesar
13.84% dan 8.78%, hal tersebut berarti jumlah piutang tak tertagih pada tenor
tersebut relatif tinggi karena persentasenya melebihi batas maksimal yang di
tentukan.
73
Sedangkan past due lebih dari 30 hari dan past due lebih dari 60 hari
untuk tenor lebih dari 12 bulan hingga 24 bulan dan tenor lebih dari 24 bulan
hingga 36 bulan berturut-turut adalah sebesar 7.90% dan 4.12%, 8.33% dan
4.68%, hal tersebut mengindikasikan bahwa jumlah piutang tak tertagih pada
range tenor tersebut relatif kecil.
Pemberian kredit dengan tenor diatas 36 bulan memiliki past due lebih
dari 30 hari sebesar 10.66% dan past due lebih dari 60 hari sebesar 4.89%
yang berarti jumlah piutang tak tertagihnya masih relatif kecil.
3. Proses Penagihan (Collection)
Proses penagihan dilakukan secara baik bahkan dimulai sejak 3 (tiga)
hari sebelum jatuh tempo angsuran, petugas desk collection telah
mengirimkan pesan pendek (SMS) atau menelepon langsung ke nomor
telepon konsumen untuk mengingatkan jatuh tempo pembayaran angsuran
konsumen.
Demikian halnya dengan bagian Credit Control dan Remedial telah
melaksanakan prosedur sebagaimana mestinya sesuai waktu atau tempo yang
telah ada, melakukan follow up terhadap konsumen past due, melakukan
pengecekan keadaan, keberadaan, dan kepemilikan serta memahami benar
proses penagihan angsuran dan penarikan kendaraan sesuai dengan peraturan
atau undang-undang yang berlaku.
74
75
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai sistem
pengendalian internal atas piutang untuk meminimalkan jumlah piutang
tak tertagih pada PT.OMF, dapat disimpulkan bahwa penerapan sistem
pengendalian internal atas piutang telah diterapkan secara baik. Hal
tersebut dapat dilihat dari :
1. Sistem pengendalian internal atas piutang dimulai dari penerapan
fungsi dan unsur-unsur pengendalian, kebijakan penetapan pemberian
kredit hingga proses penagihan telah menunjang dan dilaksanakan
dengan effektif, hal tersebut dapat dilihat dari :
a. Dilakukannya
perubahan
lingkungan
operasional
dari
desentralisasi menjadi sentraliasasi yang dapat memudahkan proses
pengawasan dari setiap transaksi yang dilakukan, penggunaan
teknologi baru yang dapat menyediakan informasi secara on line
dan real time, standarisasi dalam perekrutan karyawan baru dan
pelaksanaan aktivitas pengendalian dengan melakukan otorisasi
setiap transaksi oleh atasan atau pihak yang berwenang.
b. Dilaksanakannya proses pengendalian internal dengan baik pada
proses pemberian kredit dalam meminimalisasi resiko dengan lebih
mengawasi dan menerapkan unsur 1P + 5P, yaitu : Purpose,
Capacity, Capital, Collateral, Character, Condition.
76
c. Dilaksanakannya prosedur penagihan sesuai waktu atau tempo
yang telah ditentukan, melakukan follow up terhadap konsumen
past due, melakukan pengecekan keadaan, keberadaan, dan
kepemilikan kendaraan serta memahami benar proses penagihan
angsuran dan penarikan kendaraan sesuai dengan peraturan atau
undang-undang yang berlaku.
2. Sistem pengendalian internal atas piutang yang diterapkan dapat
berpengaruh pada usaha minimalisasi jumlah piutang tak tertagih. Hal
tersebut dapat dilihat pada umur piutang (aging schedule) per 31 Maret
2009 atas hasil penjualan tahun 2008, dimana prosentase past due
lebih dari 30 hari sebesar 8.54% dan past due lebih dari 60 hari sebesar
4.70%.
Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa sistem pengendalian
internal atas piutang berpengaruh dalam meminimalisasi jumlah piutang
tak tertagih PT.OMF karena besarnya persentase past due relatif lebih
kecil daripada ketentuan yang ditetapkan perusahaan yaitu sebesar 12%
untuk past due lebih dari 30 hari dan 6% past due lebih dari 60 hari.
77
A. Saran
Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, penulis
mencoba memberikan saran sebagai bahan masukan bagi PT.OMF antara
lain :
3. Melakukan update database bad customer info (BI Checking), yang
dapat diambil dari sumber-sumber lain seperti : database dari
perusahaan sejenis, database dari perusahaan perbankan dan database
dari Bank Indonesia
4. Melakukan crosscheck terhadap lingkungan calon konsumen sangatlah
penting dalam prosedur pemberian kredit
5. Perlu diadakannya Emotional Quality Training bagi para karyawan
khususnya pada bagian marketing dan collection agar lebih objektif
dalam melakukan pengambilan keputusan pemberian kredit dan
penagihan.
78
DAFTAR PUSTAKA
Anthony, Robert N., Govindarajan, Vijay.2005. Sistem Pengendalian Manajemen.
Edisi 11. Salemba Empat. Jakarta.
Arens, Alvin A., Elder, Randal J., Beasley, Mark S. 2004. Auditing and
Ansurance Service-An Integrated. Alih Bahasa Tim Dejacarta. Edisi 9.
Indeks. Jakarta.
Carl S.Warren., Reeve, James M., Fess, Philip E. 2005. Accounting 21th Edition,
Penerjemah Aria Farahmita, Amanugrahani, dan Taufik Hendrawan,
Edisi 21, Salemba Empat, Jakarta.
Dedhy Sulistiawan, dan Yie Ke Feliana. 2006. Akuntansi Keuangan Menengah I,
Edisi 1, Banyumedia,Malang.
Hall, James. A. 2007. Accounting Information Systems. Penerjemah Dwi Fitriasari
dan Deny Kuary Anos. Edisi 4. Salemba Empat. Jakarta.
Ikatan Akuntan Indonesia.2001. Standar Profesional Akuntan Publik, Cetakan 1,
Salemba Empat, Jakarta.
Ikatan Akuntan Indonesia.2008. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan,
Cetakan Kedua, Salemba Empat, Jakarta.
Kieso, Donald E., Weygandt, Jerry J., and Warfield, Terry D. 2008. Akuntansi
Intermediate. Edisi 12. Jilid I. Erlangga. Jakarta.
Rachmat Firdaus dan Maya Ariyanti. 2008. Manajemen Perkreditan Bank Umum
:Teori, Masalah Kebijakan dan Aplikasinya. Alfabeta. Bandung.
Romney, Marshall B., and Steinbert, Paul John. 2006. Sistem Informasi
Akuntansi. Edisi 9. Salemba Empat. Jakarta.
Sigit Triandaru dan Totok Budi Santoso. 2008. Bank dan Lembaga Keuangan
Lain. Cetakan 4. Salemba Empat. Jakarta.
Sutarno. 2004. Aspek-aspek Hukum Perkreditan pada Bank. CV Alfabeta.
Bandung.
Thomas Suyatno. 2007. Dasar-Dasar Perkreditan. Cetakan 9. PT. Gramedia
Pustaka. Jakarta
Download