ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN INTERNAL ATAS PIUTANG UNTUK MEMINIMALKAN JUMLAH PIUTANG TAK TERTAGIH PADA PT. OLYMPINDO MULTIFINANCE (PT. OMF) SKRIPSI Program Studi Akuntansi Nama : Suwarno NIM : 43205110175 FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS MERCUBUANA JAKARTA 2009 SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Suwarno NIM : 43205110175 Program Studi : AKUNTANSI Menyatakan bahwa skripsi ini adalah murni hasil karya sendiri. Apabila saya mengutip dari karya orang lain, maka saya mencantumkan sumbernya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Saya bersedia dikenai sanksi pembatalan skripsi ini apabila terbukti melakukan tindakan plagiat (penjiplakan). Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Jakarta , September 2009 Suwarno NIM : 43205110175 LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI Nama : Suwarno NIM : 43205110175 Program Studi : S1 Akuntansi Judul Skripsi : Analisis Sistem Pengendalian Internal Atas Piutang Untuk Meminimalkan Jumlah Piutang Tak Tertagih Pada PT. Olympindo Multi Finance (PT.OMF) Tanggal Ujian Skripsi : 11 September 2009 Disahkan Oleh, Pembimbing, ( Hari Setiyawati, SE, Ak, M.Si.) Tanggal : Dekan, Ketua Program Studi Akuntansi, (Dra. Yuli Harwani, R. MM.) (Nurul Hidayah, SE, Ak, M.Si.) Tanggal : Tanggal : LEMBAR PENGESAHAN DEWAN PENGUJI Skripsi Berjudul ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN INTERNAL ATAS PIUTANG UNTUK MEMINIMALKAN JUMLAH PIUTANG TAK TERTAGIH PADA PT. OLYMPINDO MULTIFINANCE (PT. OMF) Dipersiapkan dan Disusun Oleh : Suwarno NIM : 43205110175 Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal 11 September 2009 Dan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk diterima Susunan Dewan Penguji Ketua Penguji/Pembimbing Skripsi (Hari Setiyawati, SE, Ak, M.Si.) Anggota Dewan Penguji (Diah Iskandar, SE, M.Si.) Anggota Dewan Penguji (Fitri Indriawati, SE, M.Si.) ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN INTERNAL ATAS PIUTANG UNTUK MEMINIMALKAN JUMLAH PIUTANG TAK TERTAGIH PADA PT. OLYMPINDO MULTI FINANCE (PT.OMF) OLEH : SUWARNO 43205110175 ABSTRAK Penelitian ini tentang analisis sistem pengendalian internal atas piutang untuk meminimalkan jumlah piutang tak tertagih pada PT. OMF. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui penerapan sistem pengendalian internal atas piutang pada PT. OMF dalam menentukan calon debitur agar jumlah piutang tak tertagihnya dapat diminimalkan sekecil mungkin dan untuk mengetahui pengaruh dari penerapan sistem pengendalian internal atas piutang dalam meminimalkan jumlah piutang tak tertagih dengan menggunakan skedule aging atas pejualan yang telah dicapai PT. OMF. Hasil dari penelitian ini akan menunjukkan bahwa penerapan sistem pengendalian internal atas piutang PT. OMF memiliki pengaruh dalam meminimalkan jumlah piutang tak tertagihnya. Hasil tersebut ditunjukkan oleh skedul aging per 31 Maret 2009 atas penjualan tahun 2008, dimana persentase dari past due lebih dari 30 hari sebesar 8.54% dan past due lebih dari 60 hari sebesar 4.70%. Kata kunci : Sistem Pengendalian Internal atas Piutang, Piutang Tak Tertagih, Past Due dan Skedul Aging DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL LUAR HALAMAN JUDUL DALAM…………………………………………………...i LEMBAR PERNYATAAN KARYA SENDIRI…………………………………ii LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI……………………………………………iii LEMBAR PENGESAHAN DEWAN PENGUJI………………………………...iv KATA PENGANTAR……………………………………………………………v ABSTRAK………………………………………………………………………viii DAFTAR ISI……………………………………………………………………..ix DAFTAR TABEL………………………………………………………………..xii BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang…………………………………………...……1 B.Perumusan Masalah………………………………...…………3 C.Tujuan Penelitian………………….…………………………..3 D.Manfaat Penelitian………………………………….………....4 BAB II LANDASAN TEORI A.Sistem Pengendalian Internal 1.Pengertian Sistem Pengendalian Internal...….....…...…..5 2.Fungsi dan Unsur-unsur Sistem Pengendalian Internal....6 3.Sistem Pengendalian Internal atas Piutang…….……....14 B.Tinjauan Piutang 1.Pengertian Piutang...........…………………………..….19 2.Klasifikasi Piutang…………….………………….……20 3.Pengakuan Piutang Usaha..…………………..………...22 C.Pengakuan Kerugian atas Piutang 1.Piutang Tak Tertagih.……………….…………….…....24 2.Metode Pencatatan Piutang Tak Tertagih..……...……..27 3.Analisis Piutang………….…………………….……....30 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A.Gambaran Umum…………..…....………………………….33 B.Sejarah Singkat Perusahaan………………………………...34 C.Metode Penelitian…………………………………………..36 D.Definisi Operasional Variabel…………………..…..……...37 E.Metode Pengumpulan Data………………………………...38 F.Metode Analisis Data……………………………….……...39 BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A.Analisis Hasil 1.Analisis Sistem Pengendalian Piutang……………….41 2.Analisis Jumlah Piutang Tak Tertagih……………….67 B.Pembahasan 1. Penerapan Fungsi dan Unsur-unsur Pengendalian….69 2. Kebijakan Penetapan Pemberian Kredit……………70 3. Proses Penagihan (Collection)…………………..…74 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A.Kesimpulan…………………………………..………….76 B.Saran……………………………………………..……...78 DAFTAR PUSTAKA SURAT KETERANGAN PENELITIAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP DAFTAR TABEL Tabel Keterangan Halaman Tabel 2.1 Daftar Piutang Usaha PT. Bunga 31 Desember 2008 26 Tabel 2.2 Daftar Analisa Aging (Umur Piutang) 26 Tabel 4.1 Batas Wewenang Pemberian Persetujuan Kredit 44 Tabel 4.2 Langkah-langkah Penanganan Account-account Past Due 62 Tabel 4.3 Schedule Umur Piutang atas Data Penjualan 2008 68 Tabel 4.4 Analisa Vintage Berdasarkan Nilai Down Payment (DP) 72 Tabel 4.5 Analisa Vintage Berdasarkan Jangka Waktu (Tenor) 73 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendirian suatu perusahaan dimaksudkan untuk selalu tumbuh dan berkembang serta terus berkelanjutan demi kelangsungan usahanya dimasa mendatang dengan tujuan untuk memperoleh laba semaksimal mungkin. Dengan berpedoman pada prinsip kontinuitas tersebut, suatu perusahaan membutuhkan manajemen yang baik dan berkemampuan mencapai tujuan perusahaan yang efektif dan efisien. Perusahaan juga harus lebih memperhatikan kebijakan yang akan diambil guna meningkatkan usahanya dalam menjaga kontinuitas usaha dan perolehan laba. Penjualan barang atau jasa adalah merupakan sumber pendapatan perusahaan. Dalam melaksanakan penjualan kepada para konsumen, perusahaan dapat melakukannya secara tunai atau kredit, penjualan kredit pada kebanyakan perusahaaan biasanya lebih besar dari pada penjualan tunai. Penjualan kredit menimbulkan adanya piutang atau tagihan karena perusahaan tidak menghasilkan uang kas secara langsung. Piutang timbul apabila perusahaan (atau seseorang) menjual barang atau jasa kepada pihak lain secara kredit. Piutang merupakan hak untuk menagih sejumlah uang dari penjual kepada pembeli yang timbul karena adanya suatu transaksi. 1 Penjualan secara kredit akan menguntungkan perusahaan karena lebih menarik bagi calon pembeli sehingga volume penjualan meningkat yang berarti menaikkan pendapatan perusahaan. Di lain pihak seringkali mendatangkan kerugian, yaitu apabila debitur tidak memiliki kemampuan untuk melaksanakan kewajibannya. Kerugian ini dalam akuntansi disebut dengan beban piutang tak tertagih (uncollectible account expense, doubtful account expense, atau bad-debt expense). Dalam akuntansi, kerugian akibat piutang tak tertagih dicatat dengan mendebet rekening kerugian piutang. Oleh karena itu perusahaan yang melakukan penjualan secara kredit memerlukan suatu sistem pengendalian internal yang handal untuk meminimalkan jumlah piutang yang tidak tertagih. Sistem pengendalian internal salah satunya dapat dilakukan melalui kebijakan kredit yang bersifat selektif dan prudent. Analisa terhadap calon pembeli atau nasabah sangat diperlukan untuk memastikan kemampuan bayar calon pembeli atau nasabah tersebut. Penanganan terhadap piutang ini sangat penting, karena pada umumnya piutang berjumlah sangat besar, sehingga persentase untuk tidak tertagihnya piutang juga cukup besar. Dengan memandang pentingnya peranan analisa sistem pengendalian untuk meminimalkan jumlah piutang yang tak tertagih, maka penulis tertarik untuk membahas “ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN INTERNAL ATAS PIUTANG UNTUK MEMINIMALKAN JUMLAH PIUTANG TAK TERTAGIH PADA PT. OLYMPINDO MULTIFINANCE (PT.OMF)”. 2 B. Perumusan Masalah Penjualan kredit merupakan bisnis yang memiliki tingkat risiko tinggi dimana ada kemungkinan piutang tidak dapat tertagih, sehingga perusahaan akan mengalami kerugian. Dalam skripsi ini penulis membatasi masalah pada analisa sistem pengendalian internal atas piutang untuk meminimalkan jumlah piutang tak tertagih atas pembiayaan kendaraan bermotor PT. OMF. Hal ini dilakukan untuk lebih mengarahkan pembahasan pada sistem pengendalian internal piutang untuk meminimalkan piutang tak tertagih atas kredit kendaraan bermotor. Setelah mengidentifikasi dan membatasi masalah penelitian, maka perumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana sistem pengendalian internal piutang yang diterapkan untuk meminimalkan jumlah piutang tak tertagih pada PT. OMF ? 2. Bagaimanakah pengaruh sistem pengendalian internal dalam meminimalkan jumlah piutang tak tertagih pada PT.OMF? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan melakukan penelitian ini adalah 1. Untuk mengetahui sistem pengendalian internal piutang yang diterapkan oleh PT. OMF agar jumlah piutang tak tertagihnya dapat diminimalkan sekecil mungkin. 2. Untuk mengetahui pengaruh sistem pengendalian internal yang diterapkan dalam meminimalkan jumlah piutang yang tak tertagih pada PT. OMF. 3 D. Manfaat Penelitian Manfaat dari melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Bagi Peneliti Penelitian ini merupakan salah satu sarana untuk menambah ilmu pengetahuan dan pengalaman berharga dalam merumuskan, menganalisa, memecahkan masalah dengan menerapkan ilmu yang telah didapat selama belajar di perguruan tinggi. b. Bagi Perusahaan Penelitian ini bermanfaat sebagai sumbangan pikiran berupa pembahasan dan saran untuk perusahaan serta dapat menambah informasi dalam menerapkan sistem pengendalian internal dalam hal ini mengenai system pengendalian piutang guna meminimalkan jumlah piutang yang tak tertagih. c. Bagi Umum Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber bacaan yang bermanfaat dan dapat dijadikan bahan kajian sebagai sumber informasi mengenai masalah penerapan sistem pengendalian internal atas piutang untuk meminimalkan jumlah piutang yang tak tertagih. 4 5 BAB II LANDASAN TEORI A. Sistem Pengendalian Internal 1. Pengertian Sistem Pengendalian Dalam sistem akuntansi pengendalian internal dan pengolahan data merupakan hal yang mendasar karena pengendalian internal (internal control) merupakan suatu kebijakan dan prosedur yang melindungi aktiva perusahaan dari penyalahgunaan, memastikan informasi usaha yang disampaikan benar-benar disajikan secara akurat serta meyakinkan bahwa hukum dan ketentuan-ketentuan telah dilaksanakan sesuai prosedur yang ada. (Carl S. Warren, dkk : 2005 : 235) Menurut Romney dan Steinbert (2006 : 229), pengendalian internal (internal control) adalah rencana organisasi dan metode bisnis yang dipergunakan untuk menjaga asset, mendorong dan memperbaiki efisiensi jalannya organisasi, serta mendorong kesesuaian dengan kebijakan yang telah ditetapkan. Sedangkan menurut Standar Profesional Akuntan Publik (2001 : 319.2), yang dimaksud dengan pengendalian internal adalah suatu proses yang dijalankan oleh dewan komisaris, manajemen, dan personel lain entitas yang didesain untuk memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian tiga golongan tujuan berikut : (a) keandalan pelaporan keuangan, (b) efektivitas dan efisiensi operasi, dan (c) kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku. Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pengendalian 5 internal merupakan suatu kebijkan dan prosedur yang ditetapakn oleh perusahaan agar kegiatan operasional perusahaan sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan. Adapun tujuan dari pengendalian internal adalah untuk melindungi penggunaan aktiva agar tidak menyimpang dari tujuan usaha, memberikan jaminan yang wajar atas keakuratan informasi bisnis dan kepatuhan karyawan pada peraturan dan ketentuan. 2. Fungsi dan Unsur-unsur Pengendalian Internal Struktur utama dari pengendalian adalah adanya penetapan kebijakan dan prosedur yang dapat memberikan jaminan kewajaran dalam pencapaian tujuan. Kebijakan dan prosedur yang ditetapkan diharapkan dapat memberikan peranan dalam mengatasi permasalahan yang timbul dalam mencapai tujuan usaha. Pengendalian internal memiliki 3 (tiga) fungsi yang terdiri dari pencegahan (preventive control) yang merupakan pencegahan atas kemungkinan timbulnya suatu masalah sebelum masalah tersebut benarbenar muncul, fungsi pemeriksaan (detective control) dibutuhkan untuk mengungkap masalah ketika masalah tersebut muncul dan fungsi sebagai korektif (corrective control) merupakan pemecahan masalah dari masalah yang ditemukan oleh fungsi pengendalian pemeriksaan yang mencakup pada prosedur identifikasi penyebab, perbaikan dan mengubah sistem agar masalah di masa depan dapat diminimalisasikan atau dihilangkan. (Romney dan Steinbert : 2006) 6 Perusahaan dapat mencapai tujuan pengendalian internal dan menjalankan fungsi-fungsi dari pengendalian dengan menerapkan unsurunsur pengendalian internal. Menurut Standar Profesional Akuntan Publik (2001 : 319.2) unsur-unsur pengendalian internal terdiri dari 5 (lima) komponen, yaitu : 1. Lingkungan Pengendalian 2. Penaksiran Risiko 3. Aktivitas Pengendalian 4. Informasi dan Komunikasi 5. Pemantauan Komponen-komponen pengendalian internal tersebut merupakan suatu proses yang saling terkait dan sangat diperlukan dalam mencapai tujuan pengendalian internal. Kelima komponen pengendalian internal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Lingkungan pengendalian, terdiri dari tindakan, kebijakan, dan prosedur yang mencerminkan keseluruhan sikap dari manajemen puncak, para direktur, dan pemilik dari suatu perusahaan mengenai arti pentingnya pengendalian internal bagi perusahaan tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi faktor lingkungan adalah sebagai berikut : a. Integritas dan nilai-nilai etika (Integrity and ethical values) Integritas dan etika merupakan dasar pengendalian yang 7 dilaksanakan manajemen untuk mengurangi dan mengantisipasi tindakan penyelewengan yang dilakukan oleh individu dalam perusahaan. Tindakan-tindakan dalam faktor ini dapat meliputi tindakan manajemen untuk memindahkan atau mengurangi insentif dan godaan yang membuat karyawan terlibat dalam hal tidak jujur, tidak sah, atau tindakan tidak pantas dan tindakan yamg meliputi komunikasi dari nilai-nilai perusahaan dan standar tingkah laku kepada karyawan melalui pernyataan kebijakan, kode etik dan pemberian contoh. b. Komitmen terhadap kompetensi (Commitment to competence) Komitmen terhadap kompetensi adalah pengetahuan dan keahlian yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas tiap individu dan merupakan pertimbangan manajemen tentang tingkat kompeten untuk pekerjaan tertentu dan bagaimana tingkat tersebut diubah menjadi keahlian dan pengetahuan yang dibutuhkan. c. Partisipasi dewan komisaris atau komite audit (Board of directors or audit committee participation) Suatu kesatuan pengendalian dipengaruhi oleh dewan direksi atau komite audit. Komite audit yang independen dibebani tanggung 8 jawab untuk mengawasi proses pelaporan keuangan yang mencakup pengendalian internal, dan ketaatan terhadap undang-undang dan peraturan yang ditetapkan. d. Falsafah manajemen dan gaya operasi (Management’s philosophy and operation style) Manajemen melalui aktivitasnya memberikan pengarahan kepada karyawan secara jelas mengenai pentingnya pengendalian. Falsafah dan gaya operasi menjangkau karakteristik yang luas, meliputi pendekatan pimpinan perusahaan dalam mengambil keputusan dan memantau risiko usaha, sikap, dan tindakan pimpinan perusahaan dalam mencapai tujuan anggaran laba dan sasaran operasi lainnya serta pelaporan keuangan. e. Struktur organisasi (Organization structure) Struktur organisasi mencerminkan garis tanggung jawab dan wewenang dalam perusahaan. Pemahaman akan struktur organisasi memungkinkan auditor memahami manajemen dan unsur-unsur fungsi dalam perusahaan. f. Penetapan wewenang dan tanggung jawab (Assignment of authority and responsibility ) Penetapan wewenang dan tanggung jawab adalah penetapan metode-metode seperti memorandum manajemen puncak tentang pentingnya pengendalian dan hal-hal yang berkaitan 9 dengan pengendalian, rencana perusahaan, operasi formal, uraian tugas karyawan dan kebijakan yang berhubungan dengannya, dokumen kebijakan dan mencakup perilaku karyawan seperti pertentangan keputusan dan petunjuk resmi mengenai perilaku. g. Kebijakan dan praktik sumber daya manusia (Human resource policies and praticies) Karyawan yang kompeten dan dapat dipercaya penting artinya bagi pengendalian internal. Dengan adanya karyawan yang dapat dipercaya, pengendalain terhadap faktor lainnya dapat dikurangi. Kebijakan sumber daya manusia berkaitan dengan pengangkatan, pengevaluasian, pelatihan, promosi, dan kompensasi pegawai merupakan bagian penting dalam pengendalian internal. 2. Penaksiran risiko, merupakan tindakan manajemen dalam memperhitungkan risiko yang dihadapi dan mengambil langkah-langkah penting untuk mengendalikan risiko tersebut agar tujuan dari pengendalian internal dapat tercapai. Risikorisiko dapat timbul dalam keadaan sebagai berikut : a. Perubahan dalam lingkungan operasi perusahaan ( changes in operating environment) Perubahan peraturan atau lingkungan operasi dapat mengakibatkan perubahan dalam tekanan persaingan dan 10 risiko yang berbeda secara signifikan. b. Karyawan baru (New personal) Karyawan baru mungkin memiliki pandangan atau pengertian lain mengenai pengendalian internal yang sedang diterapkan dalam perusahaan. c. Sistem informasi baru (New or revamped information sistems) Perubahan dalam sistem informasi dapat merubah risiko yang berhubungan dengan pengendalian internal. d. Teknologi baru (New Technology) Teknologi yang diterapkan pada proses produksi atau sistem produksi dapat merubah risiko yang sebelumnya telah diperkirakan oleh pengendalian internal. e. Lini produk, produk, atau aktivitas baru (New lines, products, or activities) Bidang usaha atau transaksi yang dikenal secara samar oleh perusahaan akan menimbulkan risiko baru yang sebelumnya telah diperkirakan oleh pengendalian internal. f. Restrukturisasi perusahaan (Corporate restructurings) Penyusunan kembali dalam tubuh perusahaan dapat disertai dengan pengurangan staf dan perubahan dalam pemisahan tugas dapat merubah risiko yang berkaitan dengan pengendalian internal. 11 g. Operasi luar negeri (Foreign operation) Perluasan daerah usaha menimbulkan risiko yang dapat menimbulkan dampak terhadap pengendalian internal. h. Standar akuntansi baru (New accounting standard) Penerapan atau perubahan prinsip-prinsip akuntansi dapat menimbulkan risiko dalam mempersiapkan laporan keuangan. 3. Aktivitas pengendalian, adalah kebijakan dan prosedur tambahan yang membantu memastikan bahwa tindakan yang perlu diambil telah dilakukan untuk mengatasi risiko dalam pencapaian tujuan pengendalian internal. Pada umumnya aktivitas pengendalian dapat dikategorikan sebagai kebijkan dan prosedur yang menyangkut hal-hal sebagai berikut : a. Review terhadap kinerja (Performance reviews) Aktivitas pengendalian internal dilaksanakan dengan mengadakan tinjauan pelaksanaan kerja, yaitu dengan cara membandingkan antara pelaksanaan kerja sebenarnya dengan anggaran, peramalan dan periode tinjauan kerja sebelumnya, serta analisis yang telah dilaksanakan dan tindakan koreksi yang telah diambil. b. Pengolahan informasi (Information processing) Berbagai tindakan pengendalian dilaksanakan dengan memeriksa tingkat keakuratan, kelengkapan, dan otorisasi 12 transaksi. Aktivitas pengendalian sistem informasi terdiri atas: 1) Pengendalian umum Pada umumnya merupakan pengendalian terhadap operasi pusat data akuisisi dan pemeliharaan sistem software, akses keamanan, serta pengembangan dan pemeliharaan sistem aplikasi. 2) Pengendalian aplikasi Pengendalian ini dilakukan terhadap aplikasi individu yang menjamin bahwa transaksi yang dilaksanakan telah sah, telah diotorisasi dengan benar, dan telah diolah secara akurat dan lengkap. c. Pengendalian fisik (Physical controls) Aktivitas pengendalian ini dilaksanakan terhadap fisik atas aktiva, untuk menjaga aktiva dari perbedaan perhitungan antara catatan dengan hasil perhitungan fisik dan menjaga aktiva dari pencurian. Aktivitas ini mendukung persiapan pelaporan keuangan dan pelaksanaan audit. d. Pemisahan tugas (Segregation of duties) Tujuan utama pemisahan tugas adalah untuk menghindari timbulnya kesalahan yang disengaja atau tidak dalam melakukan otorisasi transaksi, pencatatan transaksi dan pemeliharaan asset. 13 4. Informasi dan komunikasi, sistem informasi dan komunikasi akuntansi bertujuan untuk memulai, mencatat, memproses dan melaporkan transaksi perusahaan dan untuk menjaga akuntabilitas asset yang terkait. Sistem informasi akuntansi setiap perusahaan terdiri dari banyak sub komponen, umunya berupa transaksi seperti penjualan dan pembelian. Untuk kelompok transaksi tersebut, system akuntansi harus memenuhi enam tujuan audit yang berhubungan dengan transaksi, yaitu : existence, completeness, accuracy, classification, timing, posting and summarization. 5. Pemantauan, merupakan penilaian berkala atau berkelanjutan dari kualitas prestasi pengendalian yang dilakukan manajemen untuk menentukan bahwa pengendalian telah beroperasi sesuai yang diharapkan dan telah dimodifikasi sesuai dengan perubahan yang terjadi. 3. Pengendalian Internal atas Piutang Setiap perusahaan yang melakukan kebijakan penjualan kredit atau bergerak dibidang pembiayaan sebagian besar asset yang dimiliki adalah berupa piutang. Agar piutang yang dimiliki perusahaan dapat terealisasi tanpa adanya penunggakan pembayaran, perusahaan perlu menetapkan kebijakan piutang yang baik dan tepat. Wujud dari kebijakan tersebut yaitu dengan adanya pengendalian intern dan pengawasan atas piutang. 14 Untuk mewujudkan pengendalian intern dan pengawasan terhadap piutang, maka perusahaan perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut : 1) Penetapan Pemberian Kredit Kebijakan pemberian kredit dan syarat pemberian kredit haruslah ditetapkan dengan sebaik-baiknya agar tidak merugikan perusahaan dan menghambat para pelanggan yang baik dan potensial. Pada umumnya dalam pemberian kredit berpedoman pada prinsip-prinsip 5C, yang terdiri dari : a. Character (watak) Watak atau Character adalah sifat dasar yang ada dalam hati seseorang. Watak dapat diartikan sebagai kepribadian, moral dan kejujuran seseorang. Watak seorang debitur sulit untuk ditentukan apalagi bila debitur baru pertama kali mengajukan permohonan kredit. Menentukan watak dari seorang debitur diperlukan pencarian informasi dan penyelidikan tentang kehidupan debitur. Pemberian kredit kepada debitur yang memiliki watak tidak baik akan berisiko tinggi terhadap penyimpangan penggunaan kredit dari tujuan yang ditetapkan dalam perjanjian. Penyimpangan tersebut dapat mengakibatkan pengembalian kredit tidak sesuai dengan waktu yang ditentukan sehingga kredit menjadi tidak dapat tertagih atau macet. 15 b. Capital (modal) Modal sangat diperlukan dalam menjalankan kegiatan usaha baik oleh perorangan maupun badan usaha. Seseoarang yang akan mengajukan permohonan kredit untuk kepentingan produktif atau konsumtif harus memiliki modal. Sebagai contoh orang yang akan mengajukan kredit untuk membeli mobil maka pemohon kredit harus memiliki modal untuk membayar uang muka. Uang muka merupakan modal yang dimilki oleh debitur dan kredit yang diberikan berfungsi sebagai tambahan modal. Pemohon kredit yang berbentuk badan usaha, besarnya modal yang dimiliki dapat dianalisa dari laporan keuangan. Semakin besar modal yang dimiliki menunjukkan kemampuan untuk memenuhi kewajiban membayar hutangnya baik. c. Capacity (kemampuan) Debitur yang memiliki karakter atau watak yang baik selalu akan memikirkan pembayaran kembali hutangnya sesuai waktu yang ditentukan. Untuk dapat memenuhi kewajiban pembayaran debitur harus memiliki kemampuan cukup yang berasal dari pendapatan. Analisa kemampuan debitur diperlukan untuk mendapatkan informasi secara benar mengenai data penghasilan atau pendapatan, pekerjaan atau usaha debitur yang mengindikasikan perolehan pendapatan debitur sehingga memberikan keyakinan adanya kemampuan debitur dalam mengembalikan hutangnya. 16 d. Collateral (jaminan) Jaminan berarti harta kekayaan yang dapat diikat sebagai jaminan guna menjamin kepastian pelunasan hutang jika dikemudian hari debitur tidak melunasi hutangnya maka pelunasan hutang dapat dilakukan dengan jalan penjualan harta kekayaan yang menjadi jaminan tersebut. Jenis jaminan dapat meliputi jaminan yang bersifat materiil berupa barang atau benda yang bergerak atau tidak bergerak seperti tanah, bangunan, mobil, motor, saham dan jaminan yang bersifat inmateriil yang secara fisik tidak dapat dikuasai oleh pemberi krdit misalnya jaminan pribadi (Borgtocht) dan garansi Bank (Bank Guarantee). Jaminan berfungsi untuk memberikan hak dan kekuasaan kepada pemberi kredit mendapatkan pelunasan dari barang-barang jaminan tersebut bilamana debitur tidak dapat melunasi hutangnya pada waktu yang ditentukan dalam perjanjian. e. Condition of Economy (kondisi ekonomi) Selain faktor-faktor diatas, yang perlu mendapat perhatian penuh dalam proses analisa kredit adalah kondisi ekonomi Negara. Kondisi ekonomi adalah situasi ekonomi pada waktu dan jangka waktu tertentu dimana kredit tersebut diberikan. Kondisi ekonomi dapat mempengaruhi kemampuan pemohon kredit dalam mengembalikan hutangnya dan hal ini sering sulit untuk diprediksi. Kondisi ekonomi Negara yang buruk dapat mempengaruhi usaha 17 dan pendapatan pemohon kredit yang akibatnya berdampak pada kemampuan pemohon kredit untuk melunasi hutangnya. 2) Penagihan Pelaksanaan penagihan merupakan upaya tindak lanjut dari kebijakan pemberian kredit dimana telah ditetapkan mengenai syaratsyarat pemberian kredit diantaranya syarat jatuh tempo pembayaran. Perusahaan dapat melakukan pengendalian piutang yang saat jatuh tempo belum melakukan pembayaran dengan dimulai dari cara pengiriman surat tagihan kepada para debitur, melalui telepon, melalui petugas yang datang ke debitur, atau melalui tindakan secara hukum. 3) Penetapan dan Penyelenggaraa Pengendalian Intern yang Tepat Adanya pengendalian intern yang tepat atas piutang diperlukan guna mendukung tahap pengendalian seperti penetapan pemberian kredit dan pelaksanaan penagihan. Dalam penetapan pengendalian intern atas piutang ini, perusahaan harus memiliki prosedur-prosedur yang tepat seperti : a) Memisahkan fungsi pegawai atau bagian yang menangani transaksi penjualan dari fungsi akuntansi untuk piutang. Dengan demikian pegawai yang menangani akuntansi untuk piutang dagang tidak boleh dilibatkan dengan aspek operasi seperti 18 b) Pegawai yang menangani akuntansi piutang harus dipisahkan dari fungsi penerimaan hasil tagihan piutang. c) Semua transaksi pemberian kredit, pemberian potongan, dan penghapusan piutang harus mendapat persertujuan dari pejabat yang berwenang. d) Piutang harus dicatat dalam buku tambahan piutang. Total dari saldo-saldo buku tambahan ini harus dicocokkan dengan buku besar yang bersangkutan, paling tidak sebulan sekali. Disamping itu, pada akhir bulan para debitur harus dikirimkan surat pernyataan piutang. e) Perusahaan harus membuat daftar piutang berdasarkan umurnya (aging schedule) B. Tinjauan Piutang 1. Pengertian Piutang Tujuan utama dalam penjualan secara kredit atau pemberian kredit yang dilakukan oleh suatu perusahaan adalah memberikan kelonggaran kepada konsumen untuk mengembalikan atau melunasi kredit tersebut sesuai dengan waktu yang telah ditentukan sehingga bagi perusahaan akan timbul suatu piutang. Piutang tersebut merupakan suatu klaim yang dimiliki oleh perusahaan untuk menuntut pembayaran dalam bentuk uang atau penyerahan aktiva kepada pihak debitur. 19 Menurut Warren, Reeve dan Fess (2005 : 404), piutang (Receivable) meliputi semua klaim dalam bentuk uang terhadap pihak lainnya, termasuk individu, perusahaan, atau organisasi lainnya. Selanjutnya pengertian piutang menurut Dedhy dan Yie Ke (2006 : 79), piutang adalah tagihan kepada pihak lain untuk membayarkan uang dalam jumlah tertentu. Dari pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa piutang merupakan hak untuk menagih sejumlah uang kepada pihak lain atas pemberian barang, jasa atau fasilitas lainnya yang dilakukan secara kredit. 2. Klasifikasi Piutang Pengelompokkan piutang dapat didasarkan pada 3 (tiga) hal yaitu berdasarkan asal transaksinya, bentuknya dan jatuh temponya. Menurut Dedhy dan Yie Ke (2006 :79), klasifikasi piutang adalah sebagai berikut : a. Berdasarkan asal transaksi 1) Piutang Usaha adalah piutang yang dihasilkan dari transaksi penjualan produk perusahaan dengan pembayaran beberapa waktu setelah penyerahan barang. 2) Piutang lain-lain adalah piutang yang bukan berasal dari transaksi penjualan produk atau jasa utama perusahaan, misalnya : a) Piutang kepada karyawan, direksi atau pemegang saham; b) Piutang dividen hasil investasi atau piutang dividen dari anak 20 perusahaan; c) Piutang kepada anak/induk perusahaan; d) Dan sebagainya b. Berdasarkan bentuk 1) Piutang tanpa janji tertulis adalah pemberian piutang yang secara formal atas dasar kepercayaan tanpa ada perjanjian tertulis dan penagihan piutang berdasarkan bukti transaksi berupa invoice/faktur. 2) Piutang dengan janji tertulis (piutang wesel) merupakan yang memiliki kekuatan hukum karena disertai dengan janji tertulis dari debitur untuk membayar sejumlah uang tertentu pada waktu yang telah ditentukan. c. Berdasarkan jatuh tempo 1) Piutang jangka pendek adalah piutang yang jatuh temponya kurang dari satu periode akuntansi atau satu siklus operasi normal, tergantung mana yang lebih panjang. 2) Piutang jangka panjang merupakn piutang yang jatuh temponya tidak termasuk dalam piutang jangka pendek. Selanjutnya cakupan klasifikasi piutang menurut Warren, Reeve dan Fess (2005 : 404), piutang dapat diklasifikasikan menjadi : 1) Piutang Usaha (account Receivable) merupakan piutang yang secara normal diperkirakan dapat tertagih dalam periode waktu yang relative pendek misalnya 30 atau 60 hari. 2) Wesel tagih (notes receivable) adalah jumlah yang terutang bagi pelanggan di saat perusahaan telah menerbitkan surat utang formal, 21 dan diperkirakan dapat tertagih dalam setahun atau biasanya lebih dari 60 hari. 3) Piutang lain-lain (other receivable) adalah piutang yang dapat diklasifikasikan sebagai aktiva lancar bila dapat tertagih dalam satu tahun dan sebagai aktiva tidak lancar bila penagihanya lebih dari satu tahun. Misalnya piutang bunga,piutang pajak dan piutang dari pejabat atau karyawan perusahaan. Sedangkan menurut PSAK No.9 (Paragraf 7 : 9.3), piutang diklasifikasikan sebagai berikut : Menurut sumber terjadinya, piutang digolongkan dalam dua kategori yaitu piutang usaha dan piutang lain-lain. Piutang usaha meliputi piutang yang timbul karena penjualan produk atau penyerahan jasa dalam rangka kegiatan usaha normal perusahaan. Piutang yang timbul dari transaksi di luar kegiatan usaha normal perusahaan digolongkan sebagai piutang lain-lain. Piutang usaha dan piutang lain-lain yang diharapkan dapat tertagih dalam satu tahun atau siklus usaha normal, diklasifikasikan sebagai aktiva lancar. Dari pengertian pengelompokkan piutang diatas dapat disimpulkan bahwa piutang yang timbul dari pemberian kredit atau penjualan secara kredit merupakan piutang usaha, karena piutang tersebut timbul dari kegiatan normal perusahaan meskipun waktu tertagihnya dapat lebih dari satu tahun namun waktu tersebut merupakan siklus normal dari operasi perusahaan. 3. Pengakuan Piutang Usaha Pada saat perusahaan melakukan penjualan dan belum menerima 22 kas sebagai hasil penjualan maka akan timbul suatu piutang usaha. Dalam transaksi bisnis yang berlaku umum, untuk mendapatkan pembayaran yang cepat atas piutang usaha biasanya penjual memberikan penawaran potongan penjualan (diskon) pada para pelanggan. Misalnya dengan memberikan penawaran diskon sebesar 5% jika membayar kurang dari 10 hari sejak tanggal transaksi dengan masa jatuh tempo 30 hari sejak tanggal transaksi. Pencatatan diskon dapat dilakukan dengan menggunakan 2 (dua) metode yaitu metode bersih (net method) dan metode bruto (gross method). Net method digunakan untuk mencatat piutang usaha senilai harga penjualan dikurangi diskon yang disepakati dengan asumsi pelanggan pasti akan membayar dalam periode diskon. Gross method digunakan untuk mencatat diskon ketika pembayaran benar-benar telah terjadi pada periode diskon. Selain diskon atas pembayaran (cash discount) terdapat juga trade discount yaitu diskon yang nilainya langsung dipotongkan pada harga jual dengan tujuan adanya peningkatan volume penjualan. Menurut PSAK No.9 (Paragraf 7 : 9.3) : piutang dinyatakan sebesar jumlah kotor tagihan dikurangi dengan taksiran jumlah yang tidak dapat ditagih. Jumlah kotor piutang harus tetap disajikan pada neraca diikuti dengan penyisihan untuk piutang yang diargukan atau taksiran jumlah yang tidak dapat ditagih. Sebagian besar dalam transaksi piutang, jumlah yang harus diakui 23 adalah harga pertukaran diantara kedua belah pihak. Harga pertukaran merupakan sejumlah hutang yang ditanggung oleh debitur dengan bukti berupa dokumen bisnis seperti faktur (invoice). Dalam pengukuran harga pertukaran dipengaruhi oleh dua faktor yaitu ketersediaan diskon dan elemen bunga. (Donald E. Kieso, dkk : 2007 : 387) C. Pengakuan Kerugian atas Piutang 1. Piutang Tak Tertagih Pengendalian atas piutang yang tepat memegang peranan penting pada perusahaan terutama pengendalian yang berkaitan dengan kebijakan pemberian kredit. Pengendalian tersebut menekankan pada proses penyelidikan atas kredibilitas debitur, hanya debitur yang memiliki kredibilatas baik yang layak untuk mendapatkan kredit sehingga diharapkan piutang dapat tertagih atau jumlah piutang tak tertagihnya dapat diminimalkan. Menurut Donald E. Kieso, dkk (2007 : 350), yang dimaksud dengan piutang tak tertagih adalah kerugian pendapatan, yang memerlukan, melalui ayat jurnal pencatatan yang tepat dalam akun, penurunan aktiva piutang usaha serta penurunan yang berkaitan dengan laba dan ekuitas pemegang saham. Kehandalan dalam penerepan pengendalian tidak seluruhnya menjamin piutang dapat tertagih, untuk itu pada umumnya perusahaan 24 telah menetapkan jumlah piutang yang tak tertagih ke dalam beban operasionalnya. Beban operasional atas piutang tak tertagih dapat dinamakan beban piutang tak tertagih (uncollectible accounts expense), beban piutang sangsi (bad debts expense) atau juga dapat dinamakan beban piutang ragu-ragu (doubtful accounts expense). Besarnya penetapan beban piutang tergantung pada kebijakan perusahaan, namun ada 2 (dua) cara yang dapat digunakan untuk melakukan estimasi piutang tak tertagih, yaitu estimasi berdasarkan penjualan dan analisis umur piutang. Estimasi berdasarkan penjualan dapat dilakukan dengan menghubungkan antara beban piutang tak tertagih dengan jumlah penjualan dalam satu periode tertentu. Misalnya, penjualan perusahaan dalam suatu periode adalah sebesar Rp.1.000.000.000,- dan kebijakan perusahaan menetapkan beban piutang tak tertagih sebesar 2% sehingga beban piutang tak tak tertagih pada periode tersebut adalah sebesar Rp. 20.000.000,-. Estimasi berdasarkan analisa umur piutang dapat dilakukan berdasarkan pada lamanya piutang tersebut beredar, semakin lama piutang beredar risiko untuk tak tertagihnya semakin besar. Dalam estmiasi ini perusahaan perlu menetapkan pengelompokkan umur piutang dan besarnya persentase tak tertagih dari masing-masing kelompok umur piutang. Sebagai contoh adalah sebagai berikut : 25 TABEL 2.1 Daftar Piutang Usaha PT Bunga 31 Desember 2008 Kelompok Umur Piutang Belum Jatuh Tempo 1-30 hari 31-90 hari 61-90 hari 91-120 hari Lebih dari 120 hari Saldo (Rp) 2,600,000,000 500,000,000 250,000,000 600,000,000 150,000,000 400,000,000 4,500,000,000 Persentase Tak Tertagih 1% 3% 5% 10% 20% 50% Penyisihan Piutang Tak Tertagih (Rp) 26,000,000 15,000,000 12,500,000 60,000,000 30,000,000 200,000,000 343,500,000 Sumber : Dedhy Sulistiawan dan Yie Ke Feliana Dan berikut adalah contoh umur piutang (aging schedule) yang lazim digunakan oleh perusahaan pembiayaan, sebagai berikut : Tabel 2.2 Daftar Analisis Aging (Umur Piutang) 26 URUT RANGE HARI STATUS A Kurang dari 1 Lancar Kurang B 01 – 30 Lancar C 31 – 60 Diragukan D 61 – 90 Tidak Lancar E > 91 Macet KOLEKTIBILITAS Kolektibilitas 1 Kolektibilitas 2 Kolektibilitas 3 Kolektibilitas 4 Sumber : PT. OMF Internal Information 2. Metode Pencatatan Piutang Tak Tertagih Piutang yang tak tertagih merupakan bagian dari risiko kerugian pemberian kredit. Meskipun demikian secara akuntansi hal tersebut harus tetap dilaporkan dan dilakukan pencatatan untuk kepentingan manajemen dan pihak luar khususnya berkaitan dengan perpajakan. Secara akuntansi pencatatan beban piutang tak tertagih dapat dilakukan dengan dua cara yaitu piutnag dihapus ketika benar-benar piutang tersebut tidak dapat ditagih atau piutang yang tak tertagih telah diantisipasi sebelumnya dengan menetapkan cadangan piutang tak tertagih. (Dedhy dan Yie Ke : 2006 : 81) Selanjutnya menurut Kieso, dkk (2007 : 351), metode pencatatan piutang tak tertagih dapat dilakukan dengan dua cara yaitu : 1. Metode Penghapusan Langsung (direct write-off method). Tidak ada ayat jurnal yang dibuat sampai suatu akun khusus telah ditetapkan secara pasti sebagai tidak tertagih. Kemudian kerugian 27 tersebut dicatat dengan mengkredit piutang usaha dan mendebet beban piutang tak tertagih. Pada metode ini perusahaan akan mencatat beban piutang jika piutang tersebut benar-benar tidak terbayar. Sebagai contoh pada tahun 2008 PT. Bunga melaporkan bahwa jumlah piutang yang benar-benar tidak dapat terbayar adalah sebesar Rp. 10.000.000,maka perusahaan akan secara langsung menghapus piutang dan memunculkan akun beban kerugian piutang dengan jurnal sebagai berikut : Beban piutang tak tertagih Rp. 10.000.000,- Piutang usaha Rp. 10.000.000,- 2. Metode Penyisihan (allowance method). Suatu estimasi dibuat menyangkut perkiraan piutang tak tertagih dari semua penjualan kredit atau dari total piutang yang beredar. Estimasi ini dicatat sebagai beban dan pengurang tidak langsung terhadap piutang usaha (melalui kenaikan akun penyisihan) dalam periode dimana punjualan itu dicatat. Dalam metode ini terdapat dua pendekatan yaitu : a. Pendekatan Laba Rugi (Income Statement Approach) Pendekatan ini menggunakan persentase tertentu dari total penjualan (atau total penjualan kredit) untuk menentukan nilai cadangan piutang tak tertagih (CPTT). Sebagai contoh PT. Bunga Lestari menghasilkan penjualan kredit 28 sebesar Rp. 500.000.000,- selama tahun 2007. Berdasarkan data historis perusahaan, terdapat sekitar 2% penjualan kredit yang tidak dapat ditagih. Dengan demikian jurnal yang dibuat pada akhir tahun adalah : Beban piutang tak tertagih Rp. 10.000.000,- Cadangan piutang tak tertagih Rp. 10.000.000,- Menurut metode ini, jumlah/saldo CPTT yang diakui pada tahun yang bersangkutan adalah jumlah CPTT awal periode ditambah CPTT yang dihasilkan dari persentase tertentu penjualan kredit. Jadi, bila diasumsikan awal tahun terdapat saldo CPTT sebesar Rp. 5.000.000,- maka total saldo CPTT akhir tahun adalah Rp. 15.000.000,-. Dan jika pada tahun 2008 terdapat piutang senilai Rp. 2.000.000,yang benar-benar tidak dapat ditagih, maka jurnal yang dibuat adalah sebagai berikut : Cadangan piutang tak tertagih Piutang usaha Rp. 2.000.000,Rp. 2.000.000 b.Pendekatan Neraca (Balance Sheet Approach) Dalam pendekatan ini, CPTT dihitung dari persentase tertentu dari piutang baik saldo piutang akhir atau dengan cara analisis umur piutang (aging schedule). Sebagai contoh, dengan menggunakan illustrasi Tabel 1 daftar 29 piutang usaha PT. Bunga diatas dapat dijelaskan bahwa jumlah Rp. 343.500.000,- merupakan beban piutang tak tertagih yang harus dilaporkan untuk tahun berjalan, dengan asumsi tidak ada saldo dalam akun penyisihan. Bila diasumsikan bahwa akun penyisihan memiliki saldo kredit sebesar Rp.500.000,- sebelum penyesuaian, sehingga jumlah yang harus ditambahkan ke dalam akun akun penyisihan adalah Rp. 343.000.000,- (Rp.343.500.000 – Rp.500.000,-). Ayat jurnal yang harus dibuat adalah sebagai berikut : Beban piutang tak tertagih Rp. 343.000.000,- Penyisihan untuk Piutang Tak Tertagih Rp. 343.000.000,- Namun jika akun penyisihan memiliki saldo debet sebesar Rp. 300.000,- sebelum penyesuaian, maka jumlah yang harus dicatat sebagai beban piutang tak tertagih adalah Rp. 343.800.000,(Rp.343.500 .000+ Rp.300.000,-) Dalam metode persentase ini, saldo akun penyisihan tidak dapat diabaikan karena persentase piutang tak tertagih berhubungan dengan akun riil (piutang usaha) . 3. Analisis Piutang Analisa piutang perlu dilakukan untuk mengevaluasi likuiditas dari 30 piutang yang dapat dilakukan melalui analisa rasio perputaran piutang (receivables turnover ratio) dan skedul umur piutang (aging schedule). 1. Skedul Umur Piutamg (Aging Schedule) Skedul umur piutang menggambarkan besarnya persentase piutang dagang yang belum ditagih yang dikelompokkan menurut umur piutang dagang untuk menghitung besarnya piutang tak tertagih. 2. Perputaran Piutang Dagang (Account Receivable Turnover) Perputaran piutang dagang menunjukkan berapa kali piutang dagang perusahaan berputar dalam satu tahun. Perputaran piutang dagang dapat dihitung dengan rumus : Perputaran piutang dagang = Penjualan kredit bersih Saldo rata-rata piutang Semakin besar perputaran berarti semakin cepat pengembalian piutang tersebut. Perputaran piutang menunjukkan beberapa indikator, yaitu : a. Jumlah dana yang tertanam (investasi) dalam bentuk piutang dagang sebelum akhirnya berubah menjadi bentuk tunai. Hal ini berhubungan dengan penyediaan dana yang diperlukan untuk membiayai piutang tersebut karena setiap aktiva harus dibiayai. Semakin cepat perputaran piutang dagang, akan semakin sedikit pula dana yang tertanam didalamnya. 31 b. Merupakan indikator kualitas penagih piutang dari perusahaan. Bila perputaran piutang berjalan lamban, bisa disebabkan penagih piutang perusahaan bekerja kurang bagus atau para penagih kurang mendesak para pelanggan untuk membayar tagihan yang telah jatuh tempo. c. Merupakan indikator kualitas piutang dagang yang dimiliki. Jika perusahaan memiliki kebijakan penjualan kredit tiga bulan tetapi perputaran piutang menunjujkkan angka empat bulan, kemungkinan masalahnya terletak pada pelanggan yang tidak mampu atau tidak mau membayar. Untuk itu evaluasi terhadap pelanggan harus dilakukan, karena piutang yang belum tertagih memiliki risiko tidak tertagih dan ini harus dipukul oleh perusahaan. d. Rata-rata Jangka waktu Penagihan Rata-rata jangka waktu penagihan menunjukkan rata-rata waktu yang diperlukan untuk mengumpulkan piutang dalam suatu periode tertentu. Rata-rata jangka waktu penagihan dapat dihitung dengan rumus : Rata-rata jangka waktu penagihan = 360 hari Perputaran dagang 32 piutang BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Gambaran Umum Perusahaan yang menjadi objek penelitian penulis adalah PT. Olympindo Multi Finance (PT. OMF) yaitu perusahaan yang bergerak dalam bidang pembiayaan kepemilikan kendaraan bermotor dengan konsep memberikan kepercayaan, kemudahan dan kepuasan dalam kepemilikan kendaraan bermotor secara kredit. Segmen pasar yang terserap banyak adalah segmen kendaraan keluarga dengan kategori kendaraan bekas (used car), yang antara lain Toyota dengan Kijang, Isuzu dengan Panther serta Daihatsu dengan Zebra dan Espass. Target pasar yang dicapai adalah konsumen dengan kategori penghasilan kelas menengah ke atas dengan batasan usia minimum dan maksimum. Penjualan PT. OMF mengalami kenaikkan tiap tahun mulai dari tahun 2006 penjualan mencapai 9.500 unit, meningkat menjadi 10.700 unit pada tahun 2007 dan pada tahun 2008 telah mencapai 14.470 unit (PT.OMF Internal Information). Adapun kunci sukses PT. OMF adalah persetujuan yang cepat, mudah dalam mengajukan kredit dan memberikan kepuasan dalam pelayanan kepemilikan kendaraan bermotor. 33 Perolehan modal pinjaman selain dari pemegang saham, PT. OMF menjalin kerjasama dengan beberapa Bank ternama di Indonesia seperti : BNI, Danamon, Bank Permata, BRI, Bank DKI dan BCA. B. Sejarah Singkat Perusahaan Pemilik perusahaan memulai usahanya dibidang jual beli mobil bekas pada tahun 1974 dengan status perorangan. Usaha yang terus berkembang dan untuk menyesuaikan dengan kebutuhan pasar akan suatu lembaga pembiayaan non bank, maka pada tahun 1987 didirikan PT. Olympindo Cemerlang dengan izin usaha trading kendaraan dan hire – purchase. Usaha tersebut mengalami peningkatan dengan hasil yang sangat memuaskan dari segi luasnya jangkauan dan penetrasi pasar dan hasil operasional serta keuangan. Sejalan dengan perkembangan peraturan pemerintah, pada tahun 1993 didirikan PT. Olympindo Multifinance (PT.OMF) yang khusus bergerak dibidang pembiayaan kredit konsumen untuk kendaraan bermotor (Car Financing). PT. OMF merupakan merk dagang usaha pembiayaan untuk jenis pembiayaan kepemilikan kendaraan bermotor, yang memiliki 30 kantor cabang yang tersebar diseluruh Indonesia. Dengan dukungan dana dari pemegang saham (pemilik) dan pinjaman dari pihak Bank serta kantor cabang yang tersebar di seluruh Indonesia PT. OMF mampu menguasai 34 pasar dalam bidang pembiayaan kendaraan bermotor khususnya untuk kategori kendaraan bekas (used car). Struktur organisasi Perusahaan serta penjelasannya akan diuraikan dibawah ini. Didalam suatu organisasi dengan segala aktivitasnya terdapat hubungan antara orang-orang yang menjalankan aktivitas tersebut. Makin banyak kegiatan yang dilakukan dalam organisasi, makin kompleks pula hubungan yang ada. Untuk itulah perlu dibuat suatu bagan yang menggambarkan hubungan masing-masing kegiatan atau fungsi organisasi, yang menjadi dasar organisasi adalah pembagian kekuasaan dan tanggung jawab. Berikut struktur organisasi PT. Olympindo Multifinance : 1. Unsur pimpinan terdiri dari : a. Dewan Komisaris b. Dewan Direksi 2. Unsur staff terdiri dari : Kantor Pusat (Head Office) : 1. Divisi Internal Audit 2. Divisi Keuangan dan Akuntansi (Finance and Accounting Dept,) 3. Divisi Personalia dan Bagian Umum (HRD and GA Dept.) 35 4. Divisi Electric Data Processing (EDP Dept.) Kantor Cabang : 1. Branch Manager (BM) 2. Finance Administration Unit Head (FAUH) 3. Account Service Head (ASH) 4. Collection Head 5. Marketing /PIC Dealer System 6. Collection Officer 7. Account Service Officer C. Metode Penelitian Dalam melakukan penelitian atas analisis sistem pengendalian intern piutang untuk meminimalkan piutang tak tertagih pada PT. Olympindo Multifinance. Penulis menggunakan metode deskriptif yaitu metode penelitian yang menjelaskan secara sistematik, faktual dan akurat mengenai sistem pengendalian atas piutang yang dijalankan yang bertujuan untuk meminimalkan jumlah piutang tak tertagih pada perusahaan tersebut. 36 Dengan berdasarkan data-data yang dapat dihimpun dan dievaluasi khususnya yang berhubungan dengan sistem pengendalian intern piutang tak tertagih, penulis akan mencoba mengambil suatu kesimpulan dengan mengemukakan alasan-alasannya melalui perbandingan antara penjelasan data atau informasi yang diperoleh dengan literature metode kepustakaan. D. Definisi Operasional Variabel Definisi operasional variabel yang digunakan penulis dalam melakukan penelitian ini adalah : 1. Sistem Pengendalian Internal atas Piutang Yaitu suatu proses atau metode bisnis yang dijalankan oleh manajemen untuk menjaga asset yang dimiliki dalam hal ini adalah piutang yang timbul akibat dari kegiatan operasional utama perusahaan. 2. Piutang Tak Tertagih Yaitu suatu kerugian yang menjadi risiko perusahaan atas pemberian kredit karena adanya ketidakmampuan konsumen mengembalikan piutang yang menjadi hak perusahaan.. 37 E. Metode Pengumpulan Data Dalam melakukan penelitian di PT. Olympindo Multifinance diperlukan data yang lengkap dan akurat agar dapat memberikan informasi yang baik dan berguna. Untuk itu penulis berusaha mengumpulkan data dengan cara : 1. Penelitian Lapangan (Field Research) Yaitu dengan mengadakan penelitian ke perusahaan untuk memperoleh data dan informasi yang berhubungan dengan topik skripsi yang akan digunakan sebagai bahan pembanding antara teori dan praktek dilapangan. Untuk memperoleh data dan informasi ini dilakukan dengan cara : a. Observasi Penulis melakukan penelitian yang dilakukan dengan mengamati secara langsung proses dan kegiatan pengendalian atas piutang yang dilakukan perusahaan untuk meminimalkan jumlah piutang tak tertagihnya. b. Wawancara Penulis melakukan wawancara langsung dengan pimpinan staff bagian keuangan atau akuntansi untuk memperoleh penjelasan mengenai objek yang akan diteliti sehinggan dapat diperoleh data 38 dan informasi yang relevan serta dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya. 2. Penelitian Kepustakaan (Library Research) Yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara membaca buku-buku yang berhubungan dengan masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini, yaitu mengenai system pengendalian internal, system pengendalian atas piutang dan akuntansi yang berkaitan dengan piutang. F. METODE ANALISIS DATA Setelah penulis mengumpulkan data, maka penulis akan melakukan analisis melalui metode sabagai berikut : 1. Analisis data deskriptif kualitatif Yaitu dengan mempelajari teori tentang akuntansi piutang dan penentuan cadangan piutang tak tertagih yang diperoleh dari buku dan pihak lain yang terkait dengan penelitian, antara lain dengan cara : a) Menggali konsep-konsep dalam dokumen terutama mengenai pengendalian piutang untuk meminimalkan jumlah piutang tak tertagih. 39 b) Menganalisis teori-teori yang membahas dan yang berhubungan dengan pengendalian piutang yang memiliki tujuan untuk meminimalkan jumlah piutang tak tertagih. c) Membandingkan teori-teori tersebut dengan aplikasinya pada perusahaan. 2. Analisis data deskriptif kuantitatif Yaitu metode yang menganalisa data yang dikuantitatifkan dimana data akan dianalisa dengan menggunakan beberapa rasio. Analisa yang digunakan penulis untuk mengetahui pengaruh system pengendalian internal atas piutang untuk meminimalkan jumlah piutang tak tertagih pada PT. Olympindo Multifinance, yaitu dengan : Analisis umur piutang (aging schedule) yang dapat menggambarkan besarnya persentase piutang yang belum dapat ditagih terhadap jumlah pembiayaan/penjualan yang telah dicapai perusahaan dalam periode tertentu. 40 41 42 BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Hasil 1. Analisis Sistem Pengendalian Internal atas Piutang Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada PT. Olympindo Multi Finance (PT.OMF), penulis dapat memperoleh serta mengumpulkan data yang berkaitan dengan sistem pengendalian internal atas piutang terutama yang berhubungan dengan penerapan fungsi dan unsur-unsur pengendalian, penetapan pemberian kredit dan penagihan piutang, sebagai berikut : a. Fungsi dan Unsur-unsur pengendalian internal 1) Lingkungan Pengendalian Sesuai dengan motto perusahaan yaitu memberikan kemudahan, kepercayaan dan kepuasan menggambarkan lingkungan pengendalian gaya operasional yang ingin dilaksanakan oleh pimpinan perusahaan dalam mencapai tujuan yang diharapkan. Dalam melaksanakan lingkungan pengendalian tersebut perlu adanya penerapan atas faktor-faktor sebagai berikut : a) Integritas dan nilai-nilai etika (Integrity and ethical values) Nilai – nilai etika dilakukan dengan menerapkan kebijakan dalam menegakkan kedisiplinan misalnya disiplin dalam 41 kehadiran, cara berkomunikasi dengan sesama karyawan atau dengan atasan saat berada didalam maupun diluar ruang meeting, cara berpakaian serta kebijakan untuk tidak menerima imbalan dari konsumen maupun pihak lain dalam bentuk apapun. Antar bagian atau departemen memiliki integritas yang tinggi sehingga setiap pengambilan keputusan atau kebijakan harus terlebih dahulu dibicarakan dan mendapat persetujuan dari departemen lain yang terkait dengan penerapan kebijakan tersebut. b) Komitmen terhadap kompetensi (Commitment to competence) Secara berkala telah dilakukan uji kompetensi bagi karyawan lama untuk mengetahui kemampuan karyawan apakah tugas yang dikerjakan telah sesuai dengan keahlian yang dimiliki dan untuk mengetahui sejauh mana komitmen karyawan dalam menyelesaikan semua tugas yang diberikan. Disamping itu dari pemegang saham memiliki komitmen yang tinggi dalam menjalankan usaha pembiayaan sesuai dengan prinsip keuangan yang berhatihati. c) Partisipasi dewan komisaris atau komite audit (Board of directors or audit committee participation) 42 Jajaran dewan direksi berperan aktif dalam memberikan persetujuan atas transaksi yang dilakukan oleh tiap-tiap departemen atau kantor cabang serta setiap transaksi harus mendapatkan otorisasi dari direktur terkait dan apabila nilai nominalnya diatas batas wewenang pimpinan departemen atau pimpinan cabang harus mendapatkan otorisasi dari direktur keuangan dan atau direktur utama. d) Falsafah manajemen dan gaya operasi (Management’s philosophy and operation style) Memberikan kemudahan, kepercayaan dan kepuasan merupakan falsafah dari manajemen dalam memberikan pelayanan penyediaan dana kepada masyarakat untuk pembelian kendaraan bermotor. e) Struktur organisasi (Organization structure) Struktur organisasi dari PT. OMF menganut sistem departementalisasi menurut fungsi sehingga dalam perusahaan terdapat beberapa divisi atau departemen sesuai dengan fungsinya misalnya divisi finance, akunting, HRD dan GA, divisi EDP, dan divisi marketing. f) Penetapan wewenang dan tanggung jawab (Assignment of authority and responsibility ) Setiap pimpinan divisi atau pimpinan cabang memiliki 43 wewenang dan tanggung jawab yang besarnya telah ditentukan oleh dewan direksi. Sebagai contoh besarnya wewenang dan tanggung jawab dari pimpinan cabang atau divisi marketing dalam pemberian persetujuan kredit kepada konsumen dapat terlihat pada tabel berikut : Tabel 4.1 Batas Wewenang Pemberian Persetujuan Kredit Jumlah Jumlah antara Rp. 50 juta s/d Rp. Rp. 50 – 100 juta 200 juta Surveyor Surveyor Surveyor Coordinator Surveyor Coordinator Marketing Head Marketing Head Credit Analyst Credit Analyst Branch Manager Branch Manager Marketing Director Jumlah antara Rp.200 jt- Rp. 500 jt Surveyor Surveyor Coordinator Marketing Head Credit Analyst Branch Manager Marketing Director President Director Jumlah > Rp. 500 juta Surveyor Surveyor Coordinator Marketing Head Credit Analyst Branch Manager Marketing Director President Director Komisaris Sumber : PT. OMF Internal Information g) Kebijakan dan praktik sumber daya manusia (Human resource policies and praticies) Perusahaan telah melakukan perbaikan terhadap kemampuan operasional seluruh karyawan terutama dalam hal pelayanan, pengawasan keuangan dan teknologi informasi. Selain itu kegiatan training dan pelatihan bagi seluruh karyawan dari berbagai level dilakukan secara berkala dan lebih intensif. 44 2) Penaksiran risiko Guna mencapai tujuan pengendalian internal perlu diambil langkah-langkah penting dalam pengendalian risiko. Dalam melaksanakan hal tersebut PT. OMF telah melakukan langkahlangkah strategis diantaranya adalah sebagai berikut : a) Perubahan dalam lingkungan operasi perusahaan ( changes in operating environment) Perusahaan telah melakukan perubahan lingkungan operasional yang sebelumnya bersifat desentraliasi dimana setiap cabang diberikan wewenang secara luas dalam mengelola semua transaksi dan cabang sebagai profit center dirubah menjadi sentralisasi dimana semua kegiatan operasional cabang dilakukan secara sentral di kantor pusat dan cabang hanya sebagai profit center. b) Karyawan baru (New personal) Dalam melakukan recruitment karyawan baru, perusahaan telah memperketat seleksi calon karyawan dan menetapkan standar kualifikasi pendidikan bagi calon karyawan yang disesuaikan dengan jenis pekerjaan yang ditawarkan sehingga benar-benar diperoleh karyawan yang profesional dalam bidangnya. Sebagai contoh untuk level staff dibutuhkan calon karyawan dengan latar belakang 45 pendidikan minimal lulusan Diploma III (D3) dan untuk level section head keatas minimal lulusan sarjana (S1). c) Sistem informasi dan Teknologi baru (New or revamped information systems and New Technology)) Adanya sistem komputerisasi dan teknologi informasi (ICT) yaitu Olympindo Core System (OCS) yang terpercaya dan dapat diandalkan, mulai dari proses awal aplikasi kredit konsumen (Front Office) sampai dengan pembayaran angsuran konsumen ( Back Office ). Sistem tersebut dikembangkan dengan menggunakan teknologi Web Basis – on line agar dapat memudahkan manajemen dan seluruh departemen melakukan pencatatan, penilaian hasil kerja, pengawasan dan pengambilan keputusan mengingat kantor cabang PT OMF tersebar diseluruh Indonesia (Jawa, Bali, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi). d) Lini produk, produk, atau aktivitas baru (New lines, products, or activities) Dalam rangka pengembangan produk untuk memberikan kepuasan pada konsumen akan layanan pembiayaan, perusahaan telah membuka divisi baru yaitu divisi refinancing dan divisi elektronik. Divisi refinancing 46 dimaksudkan untuk memberikan kemudahan bagi konsumen yang membutuhkan dana tunai secara cepat dengan hanya menjaminkan asli dokumen kendaraan yang dimiliki konsumen yaitu berupa BPKB. Sedangkan untuk divisi elektronik memberikan kemudahan bagi konsumen dalam memenuhi kebutuhan alat-alat rumah tangga atau alat-alat elektronik (home appliance) dengan angsuran ringan dan proses cepat. e) Restrukturisasi perusahaan (Corporate restructurings) Restrukturisasi perusahaan dilakukan melalui dua tahap. Pertama dengan melakukan pengurangan dan mutasi karyawan sebagai akibat dari perubahan lingkungan operasional perusahaan menjadi sentralisasi sehingga karyawan kantor cabang yang jenis pekerjaan diambil oleh kantor pusat tidak diperlukan lagi. Kedua melakukan restrukturisasi terhadap struktur pendanaan dengan melihat pengalaman di masa yang lalu dengan penekanan utama memperoleh sumber dana jangka menengah dengan struktur suku bunga tetap. f) Operasi luar negeri (Foreign operation) PT. OMF merupakan perusahaan yang bertaraf nasional sehingga tidak memiliki jaringan kerja di luar negeri. 47 Namun demikian, dalam rangka memperkuat kegiatan usaha perusahaan menerapkan strategi perluasan jaringan kerja dengan membuka kantor cabang baru di seluruh Indonesia yang dilakukan setiap tahun. Kantor cabang yang diniliki PT. OMF sampai dengan bulan Maret 2009 adalah sebanyak 33 kantor cabang. g) Standar akuntansi baru (New accounting standard) Dalam melakukan kegiatan pencatatan, pemrosesan dan pelaporan transaksi perusahaan serta untuk menjaga akuntanbilitas asset, PT. OMF menggunakan sistem akuntansi baru yang disebut dengan Accounting Packet (ACCPAC ) yang mampu memberikan informasi keuangan secara lengkap, akurat dan menyeluruh untuk memenuhi enam tujuan audit yang berhubungan dengan transaksi yaitu : exixtence, completeness, accuracy, classification, timing, posting and summarization. 3) Aktivitas pengendalian a) Review terhadap kinerja (Performance reviews) Melakukan penilaian kepada seluruh karyawan secara berkala dan menerapkan sistem punishment dan reward. Bagi karyawan yang memiliki prestasi baik akan mendapatkan bonus ataupan imbalan lainnya dapat berupa 48 kenaikan gaji atau promosi ke level yang lebih tinggi. Sebaliknya bagi karyawan yang kurang berprestasi atau yang melanggar aturan perusahaan akan mendapatkan periingatan sampai dengan pemutusan hubungan kerja (pemecatan). b) Pengolahan informasi (Information processing) Berbagai tindakan pengendalian dilaksanakan dengan memeriksa tingkat keakuratan, kelengkapan, dan otorisasi transaksi. Aktivitas pengendalian sistem informasi terdiri atas: I. Pengendalian umum Kebijakan dan prosedur yang berkaitan dengan aktivitas terebut telah dilaksanakan melalui pengolahan informasi dengan melakukan pemeliharaan dan pengembangan sistem software dengan memberikan akses keamanan dalam penggunaan informasi berupa pemberian password yang berbeda-beda kepada masing-masing karyawan yang penggunaannya diawasi oleh seorang administrator yang telah ditunjuk. II. Pengendalian aplikasi Pengendalian ini dilakukan terhadap aplikasi individu yang menjamin bahwa transaksi yang dilaksanakan telah 49 sah, telah diotorisasi dengan benar, dan telah diolah secara akurat dan lengkap serta telah diverifikasi oleh divisi audit atau internal control (IC). c) Pengendalian fisik (Physical controls) Pengendalian fisik terhadap aktiva yang dimiliki perusahaan telah dilaksanakan, aktiva yang berkaitan dengan piutang konsumen dilakukan dengan cara rekonsiliasi secara berkala setiap bulan, aktiva yang berkaitan dengan jaminan konsumen berupa Buku Kepemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB) dilakukan stock opname secara berkala dan aktiva yang berkaitan dengan fixed asset (tanah dan bangunan) dilakukan appraisal / penilaian oleh perusahaan penilai yang independen minimal setiap 2 (dua) tahun sekali. d) Pemisahan tugas (Segregation of duties) Pemisahan tugas dilaksanakan melalui pemberian job description yang berbeda-beda dari setiap karyawan namun pekerjaan tersebut memiliki integritas dengan pekerjaan yang dilakukan oleh karyawan lain. 4) Informasi dan komunikasi 50 Melalui sistem yang berbasis web-online yang telah terprogram secara otomatis, setiap karyawan dapat mendapatkan informasi dengan cepat dan akurat serta dapat berkomunikasi dengan baik. Dengan demikian, karyawan yang bertugas memantau kelancaran pembayaran angsuran dari waktu ke waktu dapat menjalankan tugasnya dengan benar.. Demikian pula semua laporan dimulai dari hasil kunjungan kolektor diinput ke dalam sistem yang sudah dikelompokkan berdasarkan tingkat resiko. Sehingga potential bad debt sudah dapat dimonitor sejak dini. 5) Pemantauan Penilaian berkala atau berkelanjutan dilakukan dengan memverifikasi setiap transaksi yang terjadi yang dilakukan oleh bagian Internal Control (IC) setiap harinya. Pemeriksaan secara triwulanan ke kantor-kantor cabang dan departemendepartemen dilakukan secara rutin oleh tim audit internal serta setiap tahun dilakukan audit oleh auditor independen dari Kantor Akuntan Publik (KAP) yang bersertifikat. b. Penetapan pemberian kredit Pemberian kredit kepada konsumen yang akan membeli kendaraan bermotor dimulai 51 dengan adanya pengajuan permohonan kredit dari konsumen yang disampaikan melalui vendor/showroom Selanjutnya yang menjadi perusahaan akan rekanan dari menindaklanjuti perusahaan. permohonan tersebut dengan langkah-langkah sebagai berikut : 1) Survey Yang dimaksud dengan survey adalah suatu proses untuk memperoleh data dan informasi dari pemohon dan/atau pihak lain yang akan digunakan dalam melakukan analisa kredit terhadap kelayakan pemohon memperoleh kredit atau pembiayaan. Proses ini dimulai dari saat Credit Marketing Officer (CMO) membuat janji dengan pemohon untuk melakukan interview dengan pemohon dan diakhiri dengan pembuatan hasil survey. Survey yang baik akan mendapatkan informasi yang mendalam dan menyeluruh tentang kemampuan pemohon, karena bila tidak dilakukan dengan secara tepat akan mengakibatkan kesalahan informasi yang dapat berdampak : a) Menolak pemohon yang sebenarnya layak, atau b) Menyetujui permohonan kredit sebenarnya tidak layak. Tahap-tahap survey adalah sebagai berikut : 1) Memperoleh data awal 52 pemohon yang Pada saat memperoleh data awal, biasanya data yang diperoleh sangat minimal, hanya terdiri dari : a) Fotokopi identitas (KTP/SIM/Paspor/Kitas) pemohon dan pasangan (bila telah menikah) b) Fotokopi kartu keluarga pemohon c) Fotokopi bukti kepemilikan rumah (missal : sertifikat rumah, rekening atau rekening listrik) d) Fotokopi bukti penghasilan (misal : rekening tabungan, slip gaji atau surat keterangan penghasilan) e) Struktur pembiayaan yang diajukan 2) Persiapan interview dengan pemohon, terdiri dari : a) Perencanaan b) Pembuatan janji dengan pemohon c) Persiapan 3) Interview dengan pemohon Tidak ada cara yang baku dalam melakukan interview, semua tergantung dengan situasi dan kondisi di lapangan. Dalam tahap ini yang diperlukan adalah ; a) Pembukaan b) Pengamatan c) Pembicaraan d) Perpisahan 53 4) Credit Checking Pada dasarnya credit checking adalah salah satu langkah dalam melakukan survey untuk mengecek kebenaran keterangan yang diberikan oleh pemohon. Selain itu juga untuk memperoleh gambaran mengenai reputasi dan kredibilitas pemohon itu sendiri. Ada beberapa cara dalam melakukan credit checking, yaitu a) Data yang diperoleh dari pemohon b) Melakukan pengecekan berdasarkan data yang diperoleh dari pemohon c) Dari hasil interview dengan pemohon d) Melakukan pengecekan terhadap keterangan yang diperoleh dari pemohon e) Dari lingkungan sekitar rumah pemohon Melakukan pengecekan ke tetangga dan lingkungan sekitar rumah pemohon, untuk mengetahui karakter dan reputasi pemohon dilingkungan sekitar rumahnya. 2) Analisa kelayakan pemohon Setelah memperoleh keterangan yang memadai dari pemohon, maka langkah selanjutnya adalah melakukan analisa mengenai kelayakan pemohon dengan menggunakan konsep 1P + 5C, yaitu : 54 a) Purpose Tujuan pemohon untuk mendapatkan kredit harus benar-benar jelas, yaitu antara lain : 1) Membeli kendaraan untuk kepentingan pribadi, atau 2) Membeli kendaraan untuk menunjang kegiatan usaha, atau 3) Keinginan pemohon untuk mendapatkan dana tunai (direct financing) b) Character Merupakan analisa mengenai karakter, reputasi dan pengalaman pemohon, yang informasinya diperoleh selama jalannya interview dan melalui credit checking. Dan bila merupakan existing customer dari perusahaan, maka historical payment maupun rekomendasi dari bagian collection mengenai karakter pemohon dapat digunakan sebagai sumber informasi. Karakter dapat dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu : 1) Secara perorangan 2) Secara Badan Hukum (PT) c) Capacity Hal ini berhubungan dengan seberapa besar kemampuan dari pemohon untuk dapat membayar 55 kewajibannya setiap bulan, baik kepada PT. OMF maupun pihak ketiga lainnya. Kapasitas dapat dilihat dari beberapa sumber, antara lain : 1) Rekening Koran dan tabungan 2) Nota-nota/bon penjualan 3) Slip gaji/surat keterangan penghasilan 4) Estimasi pendapatan Pemohon dengan karakter perorangan, besarnya pendapatan (kredit) dan pengeluaran (debet) setiap bulan dapat dilihat dari rekening koran/tabungan atau slip gaji atau surat keterangan penghasilan dan dari estimasi pendapatan Sedangkan pemohon dengan karakter Badan hukum (PT) selain menggunakan rekening Koran dan estimasi pendapatan, dapat juga dilihat dari laporan keuangan (baik audited maupun unaudited) pada laporan Neraca ( menjelaskan posisi aktiva dan passiva) dan Laba/Rugi (menjelaskan pendapatan, pegeluaran dan keuntungan). d) Capital Poin ini menganalisa mengenai modal pemohon, dimana dapat diperinci menjadi 2 (dua) yaitu : 56 1) Modal yang dapat dengan cepat dicairkan 2) Modal yang tidak dapat dengan cepat dicairkan e) Condition Pada dasarnya hal ini banyak berkaitan dengan sesuatu yang penuh ketidakpastian karena banyak variable yang mempengaruhi, seperti faktor politik, keamanan, cuaca, lingkungan dan social budaya. Akan tetapi hal-hal tersebut dapat dianggap tetap (cateris paribus) selam jangka waktu kredit/pembiayaan (jangka pendek). Langkah-langkah yang perlu diambil dalam analisa ini adalah : 1) Analisa secara makro (umum) Apakah pemohon memiliki pengalaman yang cukup dalam menangani bisnis yang dijalaninya 2) Analisa secara mikro Apakah bisnis atau pekerjaan pemohon memiliki masa depan yang baik. f) Collateral Analisa ini berkaitan dengan nilai nominal dari kendaraan yang akan dbiayai, besar kecilnya uang muka (down payment) akan sangat berpengaruh pada nilai pembiayaan. Bila uang muka yang dibayarkan 57 pemohon relarif kecil dapat mengakibatkan perusahaan mengalami kerugian karena apabila pemohon tersebut macet dan atau kendaraannya ditarik, harga jual dari kendaraan tersebut mengalami penurunan (bisa diakibtkan karena kendaraan mengalami kerusakan sehingga harga pasarnya turun). Penyebab lain yang dapat mengakibatkan penurunan nilai collateral (secara ekonomis dan teknis) adalah dari tujuan permohonan pembiayaan, terutama untuk pemakain yang over time/load atau yang disewakan. Selain itu untuk menghindari terjadinya penurunan harga jual kembali atas kendaraan yang dibiayai, maka sangat perlu diperhatikan kondisi fisik kendaraan (cat, kerusakan karena karat, bekas tabrakan), merk, type, jenis, dan tahun kendaraan/umur kendaraan, plat nomor kendaraan (bila luar daerah akan sangat sulit untuk dijual kembali) dan warna kendaraan. Jika kondisi fisik kendaraan kurang memadai, maka dapat diambil alternatife, seperti : 1) Mengganti unit kendaraan yang akan dibiayai 2) Menaikkan uang muka (DP) 58 3) Menjaminkan unit lain yang merupakan milik pemohon sebagai jaminan tambahan 4) Cross collateral dan cross default antara transaksi saat ini dengan transaksi sebelumnya (jika ada), karena hal ini erat kaitannya dengan menaikan collateral coverage dan juga menjaga kelancaran pembayaran (karena bila salah satu kontrak bermasalah, maka kontrak lain akan dinyatakan sama). Selain 4 (empat) cara memperkecil risiko tersebut diatas, maka dapat pula dikombinasikan dengan guarantee (jaminan), dimana sifatnya bukan dalam bentuk benda, tetapi lebih bersifat kepada individu atau badan usaha yang mempunyai hubungan dekat dengan pemohon (baik dalam segi character, capacity, dan capital ). Pihak tersebut bisa anggota keluarga, saudara, perusahaan tempat bekerja pemhohon atau vendor/showroom yang menjual unit tersebut. Adapun bentuk guarantee dapat berbentuk, seperti ; 1) Personal guarantee (jaminan pribadi) 2) Corporate guarantee(jaminan perusahaan) 3) Payment guarantee (jaminan pembayaran) 59 4) Recourse guarantee (jaminan pembelian kembali atau jaminan pengalihan risiko) Untuk teknik analisa 1P + 5C merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain, karena pemohon dapat diklasifikasikan menjadi 4 tipe, dan tergantung CMO untuk dapat memilihnya ; 1) Mampu tetapi tidak mau membayar 2) Mampu dan mau membayar 3) Tidak mampu dan tidak mau membayar 4) Tidak mampu tetapi mau membayar (keterlambatan pembayaran) c. Penagihan (Collection) Collection merupakan pengelolaan piutang akibat adanya perjanjian kredit. Collection diperlukan ketika terjadi hal-hal sebagai berikut : 1) Past Due Tagihan yang telah melewati jatuh tempo hingga batas tanggal ysng telah ditentukan dan belum tertagih 2) Bad Account Konsumen yang telah dinyatakan sebagai konsumen yang tidak tepat waktu dalam pembayaran hutang dan sudah memiliki 60 record sering melakukan keterlambatan pembayaran meskipun belum sampai menjadi Bad Debt. 3) Bad Debt Konsumen yang telah dinyatakan sebagai konsumen yang kurang/tidak baik sebab menurut kebijakan perusahaan untuk klasifikasi past due lebih dari 90 hari dikategorikan sebagai Bad Customer (Bad Debt) dan tentunya sudah tidak layak diberikan fasilitas kredit di kemudian hari. Tujuan collection : 1) Mengusahakan agar pembayaran dari konsumen sesuai tanggal jatuh tempo 2) Mengoptimalkan laba 3) Meminimalkan kerugian atas angsuran yang tertunggak 4) Menjaga kestabilan dan kesehatan keuangan perusahaan Langkah-langkah penanganan account-account past due adalah sebagai berikut : 61 Tabel 4.2 Langkah-langkah penanganan account-account past due Maksimum Toleransi past due Langkah-langkah minimum yang harus sudah dilakukan Non-Starter past due muncul antara angsuran I Umum (Starter) Past due > (hari) s/d 6 (berlaku khusus 6 bulan untuk konsumen awal non existing customer) Telepon Kunjungan pertama < 6 hari Surat Pemberitahuan Kunjungan pertama Kunjungan kedua 6 < hari < 9 Surat Pemberitahuan Surat Peringatan Kunjungan kedua Kunjungan ketiga 9 < hari < 30 Surat Peringatan Surat Peringatan terakhir Kunjungan ketiga Surat Tugas Tarik Kendaraan 30 < hari < 60 Surat Peringatan terakhir Blokir BPKB Surat Tugas Tarik Kendaraan Penarikan Kendaraan 60 < hari < 90 Blokir BPKB Penarikan Kendaraan 60 < hari < 120 14 hari setelah penarikan Penjualan Kendaraan Tarikan Sumber : PT. OMF Internal Information Penarikan kendaraan melakukan langkah dilakukan terakhir, apabila seperti : perusahaan telah pengiriman surat pemberitahuan, surat peringatan, surat peringatan terakhir, serta pendekatan namun tidak mendapatkan tanggapan dari konsumen, maka langkah selanjutnya adalah melakukan penarikan kendaraan tersebut. Sebelum melakukan penarikan kendaraan perlu dilakukan persiapan-persipan terlebih dahulu untuk menentukan strategi, antara lain : 62 1) Mengetahui lokasi tempat penarikan kendaraan 2) Cara menghadapi konsumen saat melakukan penarikan kendaraan 3) Berbagai pertimbangan dalam melakukan penarikan Selain itu petugas eksekutor atau reposessor perlu mengetahui halhal yang berkaitan dengan konsumen dan kendaraan yang akan ditarik, antara lain ; 1) Analisa data konsumen : a) Status sosial konsumen b) Pekerjaan/jabatan konsumen c) Alamat konsumen 2) Melakukan analisa : a) Kebiasaan konsumen dalam melakukan pembayaran angsuran b) Historical payment ( penah berapa kali terlambat, denda sudah lunas atau belum) c) Tipe atau karakter konsumen (dari sebelumnya) d) Aspek resale value dari kendaraan tarikan 3) Keberadaan kendaraan secara jelas dan pasti : a) Kunjungan ke lokasi b) Analisa keadaan lapangan 63 penanganan 4) Analisa kekuatan konsumen 5) Melakukan koordinasi dengan aparat setempat (bila perlu) 6) Analisa / estimasi biaya yang akan timbul dari penarikan tersebut 7) Melakukan koordinasi dengan berbagai pihak 8) Melakukan penarikan kendaraan 9) Menyimpan kendaraan di lokasi yang aman Beberapa persiapan yang perlu dilakukan oleh eksekutor/reposessor dalam melaksanakan penarika kendaraan , antara lain sebagai berikut : 1) Persiapan administratif : a) Dokuman legal b) Surat tugas yang ditandatangani pimpinan cabang c) Fotokopi surat-surat pemberitahuan yang pernah dikirim kepada konsumen d) Dan dokumen pendukung lainnya (bila diperlukan) 2) Persiapan pendukung a) Eksekutor/reposessor harus memahami tentang pasal-pasal yang tercantum dalam dokumen perjanjian, misal : pasal 14 di PPK mengenai “Cidera Janji”. b) Mempersiapkan fotokopi data/dokumen yang lengkap mengenai konsumen tersebut. 64 c) Meningkatkan kemampuan dalam hal komunikasi, negosiasi dan personal approach. Pada saat mendatangi konsumen eksekutor/reposessor sedapat mungkin harus mengusahakan hal-hal sebagai berikut : 1. Menimbulkan kesan yang baik, tidak bersifat pemaksaan atau kasar 2. Menerangkan dengan jelas permasalahannya tanpa dengan emosi 3. Melakukan pendekatan untuk setiap pembicaraan dengan mempertimbangkan tipe konsumen. Eksekutor diharuskan dapat menciptakan keadaan agar konsumen membayar angsuran/ menyerahkan kendaraan dengan kesadarannya sendiri. 3) Menyusun strategi Mempersiapkan teknik-teknik yang terarah guna mencapai penyelesaian yang maksimum. Dan saat melakukan eksekusi penarikan kendaraan, maka eksekutor harus melakukan hal-hal sebagai berikut : a) Menemukan keberadaan konsumen dan/atau kendaraannya b) Menguasai medan yang akan dihadapi c) Menemui konsumen dan menjelaskan keperluannya secara baik-baik dan simpatik 65 d) Menunjukkan surat tugas dan menjelaskan isinya e) Melakukan pengecakan terhadap fisik (nomor rangka & nomor mesin) dari kendaraan tersebut f) Meminta kunci dan STNK kendaraan tersebut g) Melakukan penarikan seandainya konsumen tidak mau menyerahkan STNK h) Membuatkan tanda terima kendaraan i) Memberikan atensi dan empati atas permasalahan yang dialami konsumen j) Mengajukan alternatif-alternatif penyelasaian masalah dan melakukan negosiasi k) Memberikan penjelasan bahwa perusahaan menunggu ± 14 hari kerja (2 minggu), agar konsumen dapat melunasi seluruh hutang-hutangnya. l) Menetapkan satu keputusan dan melakukan tindakan persuasif dan tegas dengan tetap mejaga tujuan tugas dan citra perusahaan. m) Jika dipandang ada hal-hal yang membahayakan, maka perlu menghubungi/mendekati tokoh-tokoh formal dan informal di lingkungan sosial setempat dan/atau aparat. 66 n) Bila kendaraan berhasil dibawa, maka kendaraan tarikan tersebut secara fisik harus diserahkan ke kantor untuk diregistrasikan dan selanjutnya disimpan di tempat yang aman. o) Jika konsumen keberatan menyerahkan STNK dan tidak mau menandatangani Berita Acara Serah Terima Kendaraan (BASTK), eksekutor harus mengupayakan kendaraan tetap ditarik. 2. Analisa Jumlah Piutang Tak Tertagih Dalam melakukan analisa jumlah piutang tak tertagih atas piutangpiutang yang dimiliki, PT.OMF menggunakan skedul umur piutang (aging schedule) dan menetapkan kebijakan untuk past due lebih dari 30 hari maksimal 12% dan past due lebih dari 60 hari tidak melebihi dari 6% baik untuk jumlah unit maupun nilai outstanding pokok hutang (OS Pokok). Berdasarkan data penjualan tahun 2008 sebanyak 14.470 konsumen dengan total pokok pinjaman sebesar Rp. 745 milyar, dimana per 31 Maret 2009 sisa outstanding pokok hutang (OS Pokok) konsumen sebesar Rp. 475,75 Milyar denga jumlah konsumen sebanyak 12.326, skedul umur piutangnya dapat disajikan sebagai berikut : 67 Tabel 4.3 Sekdule umur piutang atas data penjulan 2008 URUT A B C D E F RANGE HARI Current 01 - 30 31 - 60 61 - 90 >= '91 Total A-E (Rp) DELIQUENCY G 1 - Up Rate G (%) H 31 - Up Rate H (%) I 61 - Up Rate I (%) J 91 - Up Rate J (%) Sumber : PT. OMF Internal Information UNIT 9,567 1,825 442 154 338 12,326 OS. POKOK 364,843,715,458 70,284,713,756 18,249,953,501 6,910,976,965 15,469,859,080 475,759,218,760 2,759 22.38% 934 7.58% 492 3.99% 338 2.74% 110,915,503,302 23.31% 40,630,789,546 8.54% 22,380,836,045 4.70% 15,469,859,080 3.25% Dari data tersebut dapat diketahui bahwa past due lebih dari 30 hari sebesar 8.54% dengan OS pokok sebesar Rp.40.6 Milyar dengan jumlah konsumen sebanyak 934. Past due lebih dari 60 hari sebesar 4.70% dengan OS pokok sebesar Rp. 22.38 Milyar dengan jumlah konsumen sebanyak 492. Dengan demikian persentase jumlah piutang tak tertagih atas penjulan yang dilakukan oleh PT.OMF pada tahun 2008 dapat dikatakan relatif baik karena besarnya past due lebih dari 30 hari dan past due lebih dari 60 hari tidak melebihi dari ketentuan yang telah ditetapkan perusahaan. 68 B. Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada PT. OMF mengenai penerapan sistem pengendalian internal atas piutang dan pengaruhnya dalam meminimalkan jumlah piutang tak tertagih dapat dijabarkan dalam pembahasan sebagai beikut : 1. Penerapan Fungsi dan Unsur –unsur pengendalian Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada PT. OMF, dalam upaya mencapai tujuan usaha yang tercermin dalam motto memberikan kemudahan, kepercayaan dan kepuasan PT. OMF telah menerapkan fungsi dan unsurunsur pengendalian secara effketif. Langkah awal yang dilakukan adalah dengan merubah lingkungan operasional dari desentralisasi menjadi sentralisasi dengan ditunjang teknologi baru sehingga sistem informasi dan komunikasi dapat dilakukan secara on line dan real time. Perubahan tersebut menjadikan kelebihan bagi PT. OMF karena semua transaksi yang dilakukan oleh kantor cabang mendapatkan pengawasan dari kantor pusat, serta proses persetujuan kredit dan pembayaran kepada vendor/showroom dapat dilakukan secara cepat yaitu dalam satu hari yang sama. Pemisahan tugas telah dilakukan secara baik dengan membagi kegiatan operasional di kantor cabang menjadi beberapa divisi yang 69 mempunyai tugas dan wewenang berbeda dan di kantor pusat dibagi menjadi beberapa departemen yang memeiliki tugas dan wewenang yang berbeda pula. Dalam melaksanakan tugas dan wewenang baik di kantor cabang maupun kantor pusat harus mendapatkan otorisasi dari pihak yang memiliki wewenang dimulai dari pimpinan cabang, departemen head, dewan direksi hingga dewan komisaris. Dalam hal perekrutan karyawan baru PT. OMF telah menerapkan standarisasi pendidikan dan kompetensi sehingga karyawan baru dapat dengan cepat menyesuaikan diri dengan lingkungan perusahaan dan dapat menjalankan tugas dan wewenang yang diberikan dengan baik. Sistem punishment dan reward kepada karyawan diterapkan dengan cara memberikan kompensasi bonus maupun kenaikan jabatan bagi yang berprestasi dan pemutusan hubungan kerja kepada karyawan kontrak dan pemindahan tugas atau mutasi bagi karyawan tetap yang tidak berprestasi atau kurang produktif. 2. Kebijakan penetapan pemberian kredit Sistem pengendalian internal atas piutang yang diterapkan oleh PT. OMF sangat bermanfaat dalam meminimalkan jumlah piutang tak tertagih. Hal tersebut dapat dilihat dari prosedur pemberian kredit yang prudent (berhati-hati) dengan dimulai dari proses survey untuk mendapatkan keakuratan dan kelengkapan data dan dokumen dari calon konsumen. 70 Selanjutnya dilakukan proses penyidikan (credit checking) dan analisa kredit dengan memperhatikan prinsip 1P dan 5C, yaitu : Purpose, Capacity, Capital, Collateral, Condition dan Character. Penyidikan dan analasi kredit dilakukan dengan beberapa tata cara, yaitu ; pemberkasan dan pencatatan, data pokok minimal dan analisis pendahuluan, penelitian data, penelitian atas kegiatan usaha, penelitian atas rencana-rencana usaha, penelitian dan penilaian terhadap jaminan, analisis terhadap financial statement, analisis kebutuhan modal kerja dan analisis kebutuhan investasi konsumen. Dari beberapa tata cara tersebut dapat dilakukan analisis sejauh mana pengaruh kebijakan penetapan pemberian kredit terutama dalam hal penentuan nilai uang muka (Down payment) dan lamanya waktu kredit (tenor) untuk meminimalkan jumlah piutang tak tertagih. Dalam pembahasan ini, penulis menggunakan analisa umur piutang (aging schedule) hasil penjualan tahun 2008 dengan mengambil posisi outstanding pokok per 31 Maret 2009. Pengaruh penetapan nilai uang muka (down payment) yang dibayarkan oleh kosumen terhadap jumlah piutang tak tertagih, dapat dilihat pada tabel berikut : 71 Tabel 4.4 Analisa Vintage berdasarkan nilai Down Payment (DP) 1. Berdasarkan Outstanding Pokok Pinjaman HARI TUNGGAKAN 01 - 30 DP < 20% Rp 20% s/d 30% % 30% s/d 40% % DP > 40% % Rp % 15.65% 13,233,771,472 14.21% 6,688,273,841 10.05% 6,205,328,180 4.61% 7,769,919,393 4.28% 1,066,623,304 1.60% 61 - 90 2,361,433,114 1.75% 2,872,250,430 1.04% 90 Up 6,073,424,339 4.51% 5,835,992,043 36,610,723,691 27.20% Total Current 97,992,845,763 72.80% TOTAL 134,603,569,454 100.00% 28,392,130,385 Rp 31 - 60 Tertunggak 21,970,538,058 16.32% Rp 3,208,082,624 3.44% 1.58% 984,696,637 1.06% 692,596,784 3.22% 2,493,057,375 2.68% 1,067,385,323 1.60% 44,870,292,251 24.73% 19,919,608,108 21.39% 9,514,879,252 14.29% 136,580,764,672 75.27% 73,206,315,838 78.61% 57,063,789,185 85.71% 181,451,056,923 100.00% 93,125,923,946 100.00% 66,578,668,437 100.00% 2. NPL (Non Performing Loan) DP < 20% 20% s/d 30% 30 Up 10.88% 9.08% 7.18% 4.25% 60 Up 6.27% 4.80% 3.73% 2.64% Keterangan pokok tertunggak terhadap total pokok pinjaman 30% s/d 40% DP >40% Sumber : PT. OMF Internal Information Dari tabel tersebut dapat terlihat bahwa kebijakan pemberian DP kurang dari 20% memliliki past due lebih dari 30 hari dan past due lebih dari 60 hari sebesar 10.88% dan 6.27%, DP antara 20% hingga 30% adalah sebesar 9.08% dan 4.80%, DP antara 30% hingga 40% sebesar 7.18% dan 3.73%, dan DP diatas 40% sebesar 4.25% dan 2.64%. Dengan demikian jumlah piutang tak tertagih untuk DP lebih dari 20% masih relatif baik karena pesentasenya masih berada dibawah nilai maksimum yang ditentukan, sedangkan untuk DP kurang dari 20% relatif kurang baik 72 karena jumlah piutang tak tertagihnya hampir dan bahkan melebihi batas maksimal yang telah ditentukan. Analisa umur piutang atas jangka waktu kredit (tenor) dapat dijelaskan pada tabel berikut : Tabel 4.5 Analisa Vintage berdasarkan Jangka Waktu Kredit (Tenor) 1.Berdasarkan Outstanding Pokok Pinjaman HARI TUNGGAKAN s/d 12 BULAN Rp % 01 - 30 2,889,544,308 16.89% 12 < N < 24 Rp % 24 < N < 36 Rp % N > 36 Rp % 17,405,114,155 15.01% 45,891,498,142 14.38% 4,098,557,151 17.48% 31 - 60 867,263,994 5.07% 4,378,216,649 3.78% 11,651,205,092 3.65% 1,353,267,766 5.77% 61 - 90 373,790,201 2.18% 1,244,485,556 1.07% 4,822,965,059 1.51% 469,736,149 2.00% 90 Up 1,127,828,348 6.59% 3,538,081,497 3.05% 10,126,940,587 3.17% 677,008,648 2.89% 26,565,897,857 22.91% 72,492,608,880 22.71% 6,598,569,714 28.14% 11,851,942,928 69.27% 89,412,945,880 77.09% 246,729,621,037 77.29% 16,849,205,613 71.86% 17,110,369,779 100.00% 115,978,843,737 100.00% 319,222,229,917 100.00% 23,447,775,327 100.00% Tertunggak 5,258,426,851 30.73% Total Current TOTAL 2. NPL (Non Performing Loan) Keterangan pokok tertunggak terhadap total pokok pinjaman 30 Up 60 Up s/d 12 BULAN 12 < N < 24 24 < N < 36 N > 36 13.84% 8.78% 7.90% 4.12% 8.33% 4.68% 10.66% 4.89% Sumber : PT. OMF Internal Information Dari tabel tersebut dapat terlihat bahwa past due lebih dari 30 hari dan past due lebih dari 60 hari untuk tenor sampai dengan 12 bulan adalah sebesar 13.84% dan 8.78%, hal tersebut berarti jumlah piutang tak tertagih pada tenor tersebut relatif tinggi karena persentasenya melebihi batas maksimal yang di tentukan. 73 Sedangkan past due lebih dari 30 hari dan past due lebih dari 60 hari untuk tenor lebih dari 12 bulan hingga 24 bulan dan tenor lebih dari 24 bulan hingga 36 bulan berturut-turut adalah sebesar 7.90% dan 4.12%, 8.33% dan 4.68%, hal tersebut mengindikasikan bahwa jumlah piutang tak tertagih pada range tenor tersebut relatif kecil. Pemberian kredit dengan tenor diatas 36 bulan memiliki past due lebih dari 30 hari sebesar 10.66% dan past due lebih dari 60 hari sebesar 4.89% yang berarti jumlah piutang tak tertagihnya masih relatif kecil. 3. Proses Penagihan (Collection) Proses penagihan dilakukan secara baik bahkan dimulai sejak 3 (tiga) hari sebelum jatuh tempo angsuran, petugas desk collection telah mengirimkan pesan pendek (SMS) atau menelepon langsung ke nomor telepon konsumen untuk mengingatkan jatuh tempo pembayaran angsuran konsumen. Demikian halnya dengan bagian Credit Control dan Remedial telah melaksanakan prosedur sebagaimana mestinya sesuai waktu atau tempo yang telah ada, melakukan follow up terhadap konsumen past due, melakukan pengecekan keadaan, keberadaan, dan kepemilikan serta memahami benar proses penagihan angsuran dan penarikan kendaraan sesuai dengan peraturan atau undang-undang yang berlaku. 74 75 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai sistem pengendalian internal atas piutang untuk meminimalkan jumlah piutang tak tertagih pada PT.OMF, dapat disimpulkan bahwa penerapan sistem pengendalian internal atas piutang telah diterapkan secara baik. Hal tersebut dapat dilihat dari : 1. Sistem pengendalian internal atas piutang dimulai dari penerapan fungsi dan unsur-unsur pengendalian, kebijakan penetapan pemberian kredit hingga proses penagihan telah menunjang dan dilaksanakan dengan effektif, hal tersebut dapat dilihat dari : a. Dilakukannya perubahan lingkungan operasional dari desentralisasi menjadi sentraliasasi yang dapat memudahkan proses pengawasan dari setiap transaksi yang dilakukan, penggunaan teknologi baru yang dapat menyediakan informasi secara on line dan real time, standarisasi dalam perekrutan karyawan baru dan pelaksanaan aktivitas pengendalian dengan melakukan otorisasi setiap transaksi oleh atasan atau pihak yang berwenang. b. Dilaksanakannya proses pengendalian internal dengan baik pada proses pemberian kredit dalam meminimalisasi resiko dengan lebih mengawasi dan menerapkan unsur 1P + 5P, yaitu : Purpose, Capacity, Capital, Collateral, Character, Condition. 76 c. Dilaksanakannya prosedur penagihan sesuai waktu atau tempo yang telah ditentukan, melakukan follow up terhadap konsumen past due, melakukan pengecekan keadaan, keberadaan, dan kepemilikan kendaraan serta memahami benar proses penagihan angsuran dan penarikan kendaraan sesuai dengan peraturan atau undang-undang yang berlaku. 2. Sistem pengendalian internal atas piutang yang diterapkan dapat berpengaruh pada usaha minimalisasi jumlah piutang tak tertagih. Hal tersebut dapat dilihat pada umur piutang (aging schedule) per 31 Maret 2009 atas hasil penjualan tahun 2008, dimana prosentase past due lebih dari 30 hari sebesar 8.54% dan past due lebih dari 60 hari sebesar 4.70%. Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa sistem pengendalian internal atas piutang berpengaruh dalam meminimalisasi jumlah piutang tak tertagih PT.OMF karena besarnya persentase past due relatif lebih kecil daripada ketentuan yang ditetapkan perusahaan yaitu sebesar 12% untuk past due lebih dari 30 hari dan 6% past due lebih dari 60 hari. 77 A. Saran Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, penulis mencoba memberikan saran sebagai bahan masukan bagi PT.OMF antara lain : 3. Melakukan update database bad customer info (BI Checking), yang dapat diambil dari sumber-sumber lain seperti : database dari perusahaan sejenis, database dari perusahaan perbankan dan database dari Bank Indonesia 4. Melakukan crosscheck terhadap lingkungan calon konsumen sangatlah penting dalam prosedur pemberian kredit 5. Perlu diadakannya Emotional Quality Training bagi para karyawan khususnya pada bagian marketing dan collection agar lebih objektif dalam melakukan pengambilan keputusan pemberian kredit dan penagihan. 78 DAFTAR PUSTAKA Anthony, Robert N., Govindarajan, Vijay.2005. Sistem Pengendalian Manajemen. Edisi 11. Salemba Empat. Jakarta. Arens, Alvin A., Elder, Randal J., Beasley, Mark S. 2004. Auditing and Ansurance Service-An Integrated. Alih Bahasa Tim Dejacarta. Edisi 9. Indeks. Jakarta. Carl S.Warren., Reeve, James M., Fess, Philip E. 2005. Accounting 21th Edition, Penerjemah Aria Farahmita, Amanugrahani, dan Taufik Hendrawan, Edisi 21, Salemba Empat, Jakarta. Dedhy Sulistiawan, dan Yie Ke Feliana. 2006. Akuntansi Keuangan Menengah I, Edisi 1, Banyumedia,Malang. Hall, James. A. 2007. Accounting Information Systems. Penerjemah Dwi Fitriasari dan Deny Kuary Anos. Edisi 4. Salemba Empat. Jakarta. Ikatan Akuntan Indonesia.2001. Standar Profesional Akuntan Publik, Cetakan 1, Salemba Empat, Jakarta. Ikatan Akuntan Indonesia.2008. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan, Cetakan Kedua, Salemba Empat, Jakarta. Kieso, Donald E., Weygandt, Jerry J., and Warfield, Terry D. 2008. Akuntansi Intermediate. Edisi 12. Jilid I. Erlangga. Jakarta. Rachmat Firdaus dan Maya Ariyanti. 2008. Manajemen Perkreditan Bank Umum :Teori, Masalah Kebijakan dan Aplikasinya. Alfabeta. Bandung. Romney, Marshall B., and Steinbert, Paul John. 2006. Sistem Informasi Akuntansi. Edisi 9. Salemba Empat. Jakarta. Sigit Triandaru dan Totok Budi Santoso. 2008. Bank dan Lembaga Keuangan Lain. Cetakan 4. Salemba Empat. Jakarta. Sutarno. 2004. Aspek-aspek Hukum Perkreditan pada Bank. CV Alfabeta. Bandung. Thomas Suyatno. 2007. Dasar-Dasar Perkreditan. Cetakan 9. PT. Gramedia Pustaka. Jakarta