TULISAN UTAMA IMPLEMENTASI IMPLEMENTASI GOOD CORPORATE CORPORATE GOVERN GOVERNANCE ANCE UNTUK PERUSAHAAN PERUSAHAAN PUBLIK INDONESIA Herwidayatmo Herwidayatmo, BAPEPAM, Ketua Corporations determine far moer than any other institution the air we breath, the quality of the water we drink, even where we live. Yet, they are not accountable to anyone --Monks & Minow- Setelah Indonesia dan negara-negara di Asia Timur lainnya mengalami krisis ekonomi yang dimulai pada pertengahan tahun 1987, isu mengenai corporate governance telah menjadi salah satu bahasan penting dalam rangka mendukung pemulihan ekonomi dan pertumbuhan perekonomian yang stabil di masa yang akan datang. Walaupun istilah corporate governance hampir tidak dikenal di Indonesia pada masa sebelum krisis, namun pada dasarnya terminologi tersebut digunakan untuk suatu konsep lama yang kewajiban fidusiari dari mereka yang mengontrol perusahaan untuk bertindak bagi kepentingan seluruh pemegang saham dan stakeholder. Konsep kewajiban fidusiari didasari oleh agency theory dimana permasalahan agency muncul ketika kepengurusan suatu perusahaan terpisah dari kepemilikan. Dengan kata lain, dewan komisaris dan direksi sebagai agent dalam suatu perusahaan mempunyai kepentingan yang berbeda dengan pemegang saham. Khusus di Indonesia, karena struktur kepemilikan perusahaan yang sangat terkonsentrasi, maka masalah agency cost dapat timbul dari perbedaan kepentingan antara pemegang saham pengendali dengan pemegang saham minoritas/stakeholders. Karena kewajiban fidusiari inilah maka dewan komisaris, direksi atau pemegang saham pengendali perusahaan dilarang untuk mengambil keutungan dari orang yang memberi kepercayaan yakni pemegang saham minoritas dan stakeholder lainnya seperti kreditur melalui transaksi yang tidak wajar dan tidak adil. Ada banyak difinisi yang berkaitan dengan corporate governance. Pengertian corporate governance menurut sebagian besar pedoman yang dikeluarkan oleh organisasi internasional seperti OECD atau negara-negara maju dalam tatanan common law system, mengacu kepada pembagian kewenangan antara semua pihak yang menentukan arah dan performance suatu perusahaan. Pihak-pihak tersebut adalah pemegang saham, manajemen, dan board of directors. Karena perbedaan sistem hukum di Indonesia yang menganut civil law, maka ketiga pelaku utama tersebut adalah pemegang saham, direksi, dan dewan komisaris. Dengan demikian, direksi di Indonesia adalah manajemen menurut terminologi yang digunakan dalam bahasa corporate governance, sedangkan dewan komisaris lebih merupakan board of directors. Selanjutnya Finance Committee on Corporate Governance Malaysia mendifinisikan corporate governance sebagai proses dan struktur yang digunakan untuk mengarahkan dan mengelola bisnis dan kegiatan perusahaan ke arah peningkatan pertumbuhan bisnis dan akuntabilitas perusahaan. Adapun tujuan akhirnya adalah meningkatkan kemakmuran pemegang saham dalam jangka panjang, dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholders lainnya. Definisi ini menekankan bahwa sebaik apapun suatu struktur corporate governance namun jika prosesnya tidak berjalan sebagaimana mestinya maka tujuan akhir melindungi kepentingan pemegang saham dan stakeholders tidak akan pernah tercapai. Prinsip-Prinsip Corporate Governance Pada April 1998, (OECD) telah mengeluarkan seperangkat prinsip corporate governance yang dikembangkan seuniversal mungkin. Hal ini mengingat bahwa prinsip ini disusun untuk digunakan sebagai referensi di berbagai negara yang mempunyai karakteristik sistem hukum, budaya, dan lingkungan yang berbeda. Dengan demikian, prinsip yang universal tersebut akan dapat dijadikan pedoman oleh semua negara atau perusahaan namun diselaraskan dengan sistem hukum, aturan, atau nilai yang berlaku di negara masing-masing bilamana diperlukan. Prinsip-prinsip good corporate governance USAHAWAN NO. 10 TH XXIX OKTOBER 2000 25 yang dikembangkan OECD meliputi 5 hal sebagai berikut : 1. Perlindungan terhadap hak-hak pemegang saham. Kerangka yang dibangun dalam corporate governance harus mampu melindungi hak-hak para pemegang saham. Hak-hak tersebut meliputi hakhak dasar pemegang saham, yaitu hak untuk (1) menjamin keamanan metode pendaftaran kepemilikan, (2) mengalihkan atau memindahkan saham yang dimilikinya, (3) memperoleh informasi yang relevan tentang perusahaan secara berkala dan teratur, (4) ikut berperan dan memberikan suara dalam RUPS, (5) memilih anggota dewan komisaris dan direksi, serta (6) memperoleh pembagian keuntungan perusahaan. 2. Persamaan perlakuan terhadap seluruh pemegang saham Kerangka corporate governance harus menjamin adanya perlakuan yang sama terhadap seluruh pemegang saham, termasuk pemegang saham minoritas dan asing. Seluruh pemegang saham harus memiliku, kesempatan untuk mendapatkan penggantian atau perbaikan atas pelanggaran dari hak-hak mereka. Prinsip ini juga mensyaratkan adanya perlakuan yang sama atas saham-saham yang berada dalam satu kelas, melarang praktek-praktek insider trading dan self dealing, dan mengharuskan anggota dewan komisaris untuk melakukan keterbukaan jika menemukan transaksi-transaksi yang mengandung benturan kepentingan (conflict of interest). 3. Peranan stakeholders yang terkait dengan perusahaan. Kerangka corporate governance harus memberikan pengakuan terhadap hak-hak stakeholders, seperti ditentukan dalam undang-undang, dan mendorong kerjasama yang aktif antara perusahaan dengan para stakeholders tersebut dalam rangka menciptakan kesejahteraan, lapangan kerja, dan kesinambungan usaha. 4. Keterbukaan dan Transparansi Kerangka corporate governance harus menjamin adanya pengungkapan yang tepat waktu dan akurat untuk setiap permasalahan yang berkaitan dengan perusahaan. Pengungkapan ini meliputi 26 Perencanaan SDM guna mencapai keunggulan bersaing informasi mengenai keadaan keuangan, kinerja perusahaan, kepemilikan, dan pengelolaan perusahaan. Disamping itu, informasi yang diungkapkan harus disusun, diaudit, dan disajikan sesuai dengan standar yang berkualitas tinggi. Manajemen juga diharuskan meminta auditor eksternal melakukan audit yang bersifat independen atas laporan keuangan. 5. Akuntabilitas dewan komisaris (board of directors) Keerangka corporate governance harus menjamin adanya pedoman strategis perusahaan, pemantauan yang efektif terhadap manajemen yang dilakukan oleh dewan komisaris, dan akuntabilitas dewan komisaris terhadap perusahaan dan pemegang saham. Prinsip ini juga memuat kewenangankewenangan yang harus dimiliki oleh dewan komisaris beserta kewajibankewajiban profesionalnya kepada pemegang saham dan stakeholders lainnya. Selanjutnya sesuai dengan kerangka pembahasan makalah ini, maka pokok bahasan berikutnya berkaitan dengan tiga prinsip corporate governance yakni perlindungan hak pemegang saham yang berkaitan dengan RUPS, keterbukaan dan transparansi dewan komisaris. USAHAWAN NO. 10 TH XXIX OKTOBER 2000 Perlindungan Hak Pemegang Saham Tinjauan Terhadap Pelaksanaan (RUPS) A. Kerangka Hukum Pelaksanaan RUPS Tahunan Sesuai dengan ketentuan UndangUndang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Tebatas dan UndangUndang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, setiap perusahaan wajib mengadakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Tahunan dalam jangka waktu enam bulan setelah tutup tahun buku. Dalam rangka RUPS ini, direksi wajib menyusunan laporan yang meliputi paling tidak laporan keuangan tahunan terakhir, informasi tentang kegiatan usaha dan perubahannya, problem yang dihadapi, dan hasil-hasil yang telah dicapai. Laporan tersebut juga mengungkapkan nama Direksi dan Komisaris berikut remunerasi masing-masing direksi atau komisaris. Untuk perusahaan terbuka, laporan keuangan harus diperiksa (diaudit) oleh Akuntan Pulik dan dipublikasikan dalam dua surat kabar berperedaran nasional. Jika dokumen tersebut tidak benar atau menyesatkan, para direktur dan komisaris secara pribadi dapat bertanggung jawab kepada setiap pihak yang menderita kerugian. BAPEPAM juga telah menetapkan peraturan VIII.G.2 yang merinci hal-hal apa saja yang harus diungkapkan dalam laporan tahunan perusahaan terbuka. Laporan tahunan harus mencakup antara lain ikhtiar data keuangan penting perusahaan untuk periode 5 (lima) tahun; analisis dan pembahasan manajemen; penjelasan mengenai investasi/divestasi, ekspansi, transaksi yang mengundang benturan kepentingan, dan transaksi dengan pihak afiliasi; serta Laporan Keuangan Tahunan yang diaudit. Undang-undang Perseroan Terbatas dan Undang-undang Pasar Modal juga mengatur mengenai tata cara pelaksanaan RUPS. Pemanggilan pemegang saham dilakukan oleh direksi 14 hari sebelum RUPS dengan menggunakan surat tercatat, dan untuk perusahaan terbuka, menggunakan pemberitahuan di dua surat kabar paling tidak 28 hari sebelum RUPS. Pemberitahuan atau pemanggilan tersebut harus mencakup waktu, tempat, dan agenda RUPS. Kuorum untuk RUPS adalah separuh dari hak suara pada RUPS pertama dan sepertiga dari hak suara pada RUPS yang kedua. Keputusan persetujuan dalam RUPS diambil musyawarah mufakat. Jika persetujuan melalui musyawarah tidak tercapai, pengambilan suara dengan sistem simple mojority harus dilakukan. B. Kerangka Hukum Pelaksanaan RULB Selain RUPS Tahunan, perusahaan harus melaksanakan Rapat Umum Luar Biasa (RUBL) untuk mengamandemen anggaran Dasar perusahaan. RUBL tersebut membutuhkan kuorum dua per tiga kehadiran, dan keputusan diambil melalui dua per tiga hak suara yang hadir. Jika terjadi konsolidasi, merger/ akuisisi, pengambilalihan, kepailitan, atau pembubaran perusahaan, persetujuan RUPS sah apabila tiga perempat pemegang saham dengan hak suara hadir dalam RUPS dan jika suara setuju diberikan oleh tiga perempat dari yang hadir. Sebagai tambahan RUPS yang diwajibkan oleh Undang-undang Perseroan Terbatas, Undang-undang Pasar Modal menyatakan bahwa BAPEPAM dapat mewajibkan perusahaan terbuka untuk memperoleh persetujuan pemegang saham independen sehubungan dengan transaksi yang mengundang benturan kepentingan. Dalam Peraturan Bapepam No. IX.E.1 yang baru direvisi. Benturan kepentingan didefinisikan sebagai perbedaan antara kepentingan ekonomis Perusahaan dengan kepentingan ekonomis pribadi direksi, komisaris, atau pemegang saham utama Perusahaan atau Pihak terafiliasi direksi, komisaris, atau pemegang saham utama. Dalam peraturan tersebut dirinci keterbukaan apa saja yang harus disampaikan kepada pemegang saham dalam bentuk sirkular sebelum RUPS. Sirkular tersebut meliputi penjelasan mengenai alasan dilakukannya transaksi yang mengandung benturan kepentingan tersebut, penjelasan cara-cara alternatif untuk mencapai hasil yang sama tanpa mengandung benturan kepentingan, penilaian dari ahli yang independen atas proposal yang diajukan, serta informasi yang relevan lainnya. Transaksi yang mengandung benturan kepentiangan harus disetujui dalam RUPS yang dihadiri oleh pemegang saham independen yang mewakili lebih dari 50% pemegang saham independen dan memperoleh suara pemegang saham independen yang mewakili lebih dari 50% pemegang saham independen. Jika ketentuan ini tidak dipenuhi, maka RUPS kedua dapat dilakukan. Pada RUPS kedua, pemegang saham independen yang mewakili lebih dari 50% pemegang saham independen harus hadir dan lebih dari 50% pemegang saham independen yang hadir harus memberikan persetujuan. Jika kuorum tidak dipenuhi, RUPS ketiga dapat dilaksanakan setelah mendapat persetujuan dari BAPEPAM dan persetujuan diberikan oleh lebih dari 50% pemegang saham independen yang hadir BAPEPAM juga telah mengeluarkan peraturan IX.E.2 yang mewajibkan dilaksanakannya RUBL untuk mendapat persetujuan pemegang saham atas transaksi material dan perubahan kegiatan usaha yang dilakukan perusahaan terbuka. Kriteria untuk transaksi material adalah transaksi yang mencapai nilai 10% dari pendapatan dan 20% dari Ekuitas. Keterbukaan informasi harus diumumkan melalui surat kabar berperedaran nasional paling tidak 28 hari sebelum RUBL. Keterbukaan yang harus dilakukan antara lain adalah adanya evaluasi dari ahli yang independen tentang feasibility dan kewajaran transaksi, penjelasan mengenai adanya keahlian yang diperlukan untuk mengubah kegiatan usaha, penjelasan mengenai alasan dan justifikasi untuk mengubah kegiatan usaha, dan informasi material lainnya yang relevan. Pola umum peraturan perundangan di Indonesia dalam rangka RUPS adalah mewajibkan persetujuan pemegang saham melalui pengambilan suara untuk keputusan-keputusan tertentu, melaksanakan RUPS dengan pemberitahuan 28 hari sebelumnya, dan menyediakan informasi bagi pemegang saham dengan penjelasan yang lengkap tentang materi yang diajukan sebelum RUPS dilaksanakan. Kerangka hukum dalam rangka pelaksanaan RUPS tersebut telah memberikan perlindungan atas hak-hak pemegang saham, dengan demikian, telah konsisten dengan prinsip good corporate governance. Keterbukaan dan Transparansi Keterbukaan dan transparansi merupakan prinsip yang sangat mendasar di Pasar Modal. Perusahaan terbuka wajib menyampaikan laporan berkala dan informasi material lainnya kepada BAPEPAM dan publik. Dalam rangka melakukan penawaran umum, Emiten/Perusahaan Publik wajib menyampaikan Pernyataan Pendaftaran yang terdiri dari dokumen-dokumen yang meliputi aspek keterbukaan, akuntansi, dan hukum. Hampir semua dokumen-dokumen tersebut, termasuk prospektus, merupakan dokumen publik yang dapat diakses oleh semua Pihak. Dengan demikian pemodal dapat menganalisa keadaan keuangan, kinerja perusahaan, kepemilikan, dan pengelolaan perusahaan sebelum mengambil keputusan investasinya. Kemudian setelah Emiten/Perusahaan Publik melakukan penawaran umum, maka mereka wajib menyampai- USAHAWAN NO. 10 TH XXIX OKTOBER 2000 27 kan laporan kepada Bapepam dalam dua jenis yaitu laporan berkala dan laporan insidentil. Kewajiban penyampaian laporan berkala meliputi laporan keuangan, baik tahunan dan tengah tahunan (peraturan X.K.2), laporan tahunan (peraturan VIII.G.2), dan laporan realisasi penggunaan dana hasil penawaran umum (peraturan X.K.4). Sedangkan laporan insidentil meliputi kewajiban keterbukaan informasi yang harus segera diumumkan kepada publik (peraturan X.K.1) dan keterbukaan dalam hal kepailitan (peraturan X.K.5). Prinsip keterbukaan dan transparansi juga menekankan bahwa informasi yang diungkapkan perusahaan harus disusun, diaudit, dan disajikan sesuai dengan standar yang berkualitas tinggi. Sekarang bagaimana dengan kualitas standar akuntansi yang digunakan di Pasar Modal? Sesuai dengan ketentuan pasal 69 ayat 1 UU Pasar Modal, laporan keuangan Emiten/Perusahaan Publik wajib disusun dengan menggunakan prinsip akuntansi yang berlaku umum yaitu Pernyataan standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Kemudian sesuai dengan ketentuan pasal 69 ayat 2 UU Pasar Modal, Bapepam berwenang menetapkan ketentuan. Akuntansi di Pasar Modal dalam rangka meningkatkan kualitas keterbukaan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan konsultan Asian Development Bank (ADB) menyimpulkan bahwa standar akuntansi yang berlaku di Pasar Modal Indonesia, yaitu PSAK dan peraturan Bapepam di bidang akuntansi, secara signifikan telah sesuai dengan standar akuntansi internasional atau International Accounting Standards (IAS). AKUNTABILITAS DEWAN KOMISARIS Sesuai dengan ketentuan pasal 97 Undang-undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (UU Perseroan Terbatas), komisaris bertugas mengawasi kebijaksanaan Direksi dalam menjalankan perseroan serta memberikan nasehat kepada Direksi. Kemudian dalam pasal 98 ayat 1 UU Perseroan Terbatas dikatakan bahwa komisaris wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha perseroan. Yang selama ini terjadi, khususnya di Indonesia, adalah bahwa dewan komisaris (atau board of directors dalam sistem common law) lebih merupakan organ perusahaan yang berlaku pasif. Menunggu implementasi good corporate governance 28 USAHAWAN NO. 10 TH XXIX OKTOBER 2000 Dewan komisaris pada umumnya tidak menjalankan fungsi pengawasannya terhadap direksi. Fenomena seperti ini bukan merupakan hal yang perlu diperdebatkan ketika suatu perusahaan masih merupakan perusahaan tertutup, namun akan lain halnya apabila perusahaan tersebut telah go public. Hal ini dikarenakan sikap pasif atau bahkan dapat dikatakan sikap yang mendukung setiap kebijakan yang diambil direksi tersebut pada gilirannya akan dapat merugikan kepentingan pemegang saham minoritas dan stakeholder lainnya. Gambaran ini tidaklah terlalu mengherankan mengingat struktur kepemilikan perusahaan di Indonesia masih sangat terkonsentrasi, atau dengan kata lain dikendalikan oleh satu keluarga atau kelompok. Jabatan komisaris diberikan kepada anggota keluarga atau orangorang kepercayaan mereka sebagai jabatan kehormatan atau penghargaan yang mensyaratkan adanya loyalitas yang imbal balik. Atau jabatan komisaris diberikan kepada pejabat atau mantan pejabat pemerintah yang masih mempunyai pengaruh sebagai upaya untuk meningkatkan bargaining power perusahaan di kalangan pemerintah. Dengan demikian, pemilihan komisaris perusahaan di Indonesia lebih berdasarkan kedudukan seseorang dan kurang mempertimbangkan integritas serta kompetensi orang tersebut. Pada alhirnya, kualitas dewan komisaris perusahaan-perusahaan Indonesia ditinjau dari independensinya terhadap direksi atau pemegang saham pengendali patut dipertanyakan. A. Keberadaan Komisaris Independen Di Amerika Serikat, aktivitas pergerakan corporate governance telah dimulai pada tahun 1930-an sebagai reaksi atas terjadinya stock market crash pada tahun 1929. Namun baru pada era 1980-an perilaku investor Amerika Serikat menunjukkan aktivisme corporate governance yang signifikan. Dituntut oleh kewajiban untuk melaksanakan halnya dalam pengambilan suara (voting) sesuai dengan ketentuan Employment Retirement Securities Act (ERISA), para investor institusional seperti Cali- fornia Public Employees Retirement System (CalPERS) dan New York State and Local Employees’ Retirement System mulai menggunakan hak suara mereka dan mengusulkan diterapkannya good corporate governance. Salah satu aspek yang mereka usulkan adalah bahwa bahwa board of directors harus bersikap independen dari manajemen atau pemegang saham mayoritas dan harus bertanggungjawab terhadap seluruh pemegang saham. Sejak itu, keberadaan independent non-executive directors mulai diperkenalkan di perusahaan-perusahaan Amerika Serikat dan jumlahnya semakin meningkat dewasa ini. Mengapa independent directors, atau outside directors, atau komisaris independen itu perlu? Dalam salah satu artikelnya, Barry Reiter menyatakan bahwa outside directors dapat membantu memberikan kontinuitas dan objektivitas yang diperlukan bagi suatu perusahaan untuk berkembang dan makmur. Outsider directors membantu merencanakan strategi jangka panjang perusahaan dan secara berkala melakukan review atas implementasi strategi tersebut. Dengan demikian hal ini akan memberikan benefit yang tinggi bagi perusahaan. Perusahaan juga akan mendapat akses atas talent dan pengetahuan-pengatahuan khusus yang mungkin akan sangat mahal, kalau diperoleh selain melalui outside directors. Lebih lanjut menurut pendapat John M. Nash, President National Association of Corporate Directors, board of directors merupakan bentuk konsultasi yang termurah. Di Indonesia saat ini, keberadaan komisaris independen sudah diatur dalam Code of Good Corporate Governance (KNKCG). Komisaris menurut Code tersebut, bertanggung jawab dan mempunyai kewenangan untuk mengawasi kebijakan dan kegiatan yang dilakukan direksi, dan memberikan nasehat bilamana diperlukan. Anggota komisaris harus merupakan orang berkarakter baik dan mempunyai pengalaman yang relevan. Setiap anggota komisaris dan dewan komisaris harus menjalankan kewajibannya untuk kepentingan perusahaan dan peme- gang saham. Komisaris juga harus memastikan bahwa perusahaan menjalankan tanggungjawab sosialnya dan mempertimbangkan kepentingan berbagai stakeholders. Sedangkan komposisi komisaris haruslah sedemikian rupa guna mencapai pengambilan keputusan yang cepat dan efektif. Setidaknya 20% dari anggota komisaris harus merupakan komisaris independen dalam rangka meningkatkan efektivitas dan transparansi atas pertimbangan-pertimbangan komisaris. Komisaris independen harus independen dari direksi dan pemegang saham pengendali dan tidak mempunyai kepentingan yang dapat mempengaruhi kemampuan mereka untuk menjalankan kewajiban secara adil atas nama perusahaan. Keberadaan komisaris independen juga diatur dalam ketentuan Peraturan Pencatatan Efek Bursa Efek jakarta (BEJ) Nomor I-A tentang Ketentuan Umum Pencatatan Efek Bersifat Ekuitas di Bursa yang berlaku sejak tanggal 1 Juli 2000. Perusahaan yang tercatat di BEJ wajib memiliki komisaris independen yang jumlahnya secara proporsional sebanding dengan jumlah saham yang dimiliki oleh bukan pemegang saham pengendali dengan ketentuan jumlah komisaris independen sekurangkurangnya 30% dari jumlah seluruh anggota komisaris. Adapun persyaratan menjadi komisaris independen adalah sebagai berikut : w Tidak mempunyai hubungan afiliasi dengan pemegang saham pengendali perusahaan tercatat yang bersangkutan; w Tidak mempunyai hubungan afiliasi dengan direktur dan/atau komisaris lainnya perusahaan tercatat yang bersangkutan; w Tidak bekerja rangkap sebagai direktur di perusahaan lain yang terafiliasi dengan perusahaan tercatat yang bersangkutan; w Memahami peraturan perundangundangan di bidang Pasar Modal; w Diusulkan oleh pemegang saham dan dipilih oleh pemegang saham yang bukan merupakan pemegang saham pengendali dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). B. Peran dan Fungsi Komite Audit Sebagaimana dikemukakan sebelumnya bahwa peran pengawasan sekaligus akuntabilitas dewan komisaris perusahaan Indonesia pada umumnya belum memadai. Dengan keanggotaan dewan komisaris yang selama ini dipilih lebih berdasarkan kedudukan dan kekerabatan menyebabkan mekanisme check and balance terhadap direksi tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya. Hal ini mengakibatkan banyak direksi perusahaan menjalankan kegiatan operasional usahanya secara ekspansif tanpa mempertimbangkan resiko yang mungkin timbul dan mengabaikan kepentingan pemegang saham minoritas. Fungsi audit internal dan auditor eksternal belum berjalan optimal mengingat secara struktural, auditor trsebut berada dalam posisi yang sulit untuk bersikap independen dan objektif. Padahal independensi merupakan suatu sikap mental yang harusnya ada dalam setiap auditor. Pada masa sebelum krisis, banyak perusahaan memperoleh pembiayaan asing yang murah dalam jangka pendek tanpa melakukan lindung nilai. Perolehan pembiayaan asing dalam jangka pendek tersebut dibarengi dengan mismacth dalam penggunaannya. Perusahaan juga banyak melakukan transaksi dengan pihak hubungan istimewa tanpa pengungkapan yang memadai. Kemudian perusahaan juga ditengarai kerap melakukan rekayasa pendapatan (managed earning) dengan cara mendistorsi kegiatan operasional perusahaan yang sebenarnya guna memenuhi target proyeksi perusahaan. Beberapa contoh pengelolaan perusahaan tersebut sekaligus mengungkapkan adanya indikasi penyimpangan akuntansi atau lazim dikenal dengan accounting irregularities. Untuk itu, selain mengangkat komisaris independen dan membentuk komitekomite seperti komite remunerasi dan komite pemilihan (nominating committee), sudah saatnya akuntabilitas dewan komisaris perlu ditingkatkan dengan membentuk komite audit. Konsep audit mulai diperkenalkan kepada dunia usaha di Amerika Serikat USAHAWAN NO. 10 TH XXIX OKTOBER 2000 29 pada tahun 1930-an. Kemudian pada tahun 1970-an, New York Stock Exchange (NYSE) mulai mewajibkan keberadaan komite audit sebagai persyaratan pencatatan. Sejak itu, banyak negara yang membuat ketentuan mengenai komite audit apakah itu dalam bentuk Code of Best Practices, peraturan perundangan, maupun persyaratan pencatatan di Bursa. Namun pada kenyataannya, fungsi komite audit dirasakan masih belum efektif. Hal ini terbukti dari masih banyaknya accounting irregularities yang dilakukan oleh perusahaan terbuka Amerika Serikat. Dalam bukunya yang berjudul Accounting Irregularities and Financial Fraud - A Corporate Governance Guide, Michael R. Young menguraikan bahwa isu accounting irregularities telah mencapai tahap yang memprihatinkan di era pertengahan tahun 1980-an sehingga negara tersebut perlu membentuk National Commission on Fraudelent financial Reporting pada tahun 1985. Komisi ini lebih dikenal degan The Treadway Commission, diambil dari nama ketua komisi tersebut yang merupakan mantan Commissioner US SEC, James Treadway. Tugas komisi ini antara lain adalah menginvestigasi penyebab utama yang mengakibatkan terjadinya penyimpangan pelaporan keuangan. Mereka juga menganalisa seberapa jauh struktur dan kultur suatu perusahaan dapat menyebabkan terjadinya penyimpangan pelaporan keuangan. Tidak dapat dipungkiri bahwa peristiwa ini terbukti merupakan titik tolak terjadinya evolusi sistem pelaporan keuangan perusahaan dan prinsip corporate governance di Amerika Serikat. Setelah bekerja selama dua tahun, komisi ini akhirnya mengeluarkan sebuah laporan berikut rekomendasi untuk menanggulangi timbulnya penyimpangan pelaporan keuangan perusahaan akibat accounting irregularities. Salah satu rekomendasi yang dikeluarkan komisi tersebut adalah perlunya pembentukan komite audit perusahaan yang efektif. Walaupun telah lebih dari tigabelas tahun muncul ke permukaan sejak dibentuknya The Treadway Commission, namun accoun- 30 Syarat untuk menjadi anggota komite audit adalah independen atau tidak memiliki hubungan usaha maupun afiliasi dengan perusahaan, direktur, komisaris, maupun pemegang saham utama ting irregularities di Amerika Serikat masih merupakan isu yang selalu menjadi perhatian utama. Pada September 1998, Arthur Levitt, Chairman the US Securities Exchange Commission, mengumumkan seperangkat inisiatif yang dikeluarkan sebagai tanggapan atas persepsi institusi ini bahwa accounting irregularities tetap meningkat. The Levitt Intitiatives ini meliputi bermacam subjek dan proposal peraturan untuk mengulangi kemungkinan terjadinya penyimpangan akuntansi sehingga diharapkan akan meningkatkan keandalan dan transparansi laporan keuangan. Namun aspek terpenting dari The Levitt Initiatives adalah perlunya meningkatkan efektifitas komite audit perusahaan karena komite yang berkualitas, mempunyai komitmen, independen, dan kritis akan menjadi pelindung paling handal bagi kepentingan publik. Sebagai tindak lanjut dari The Levitt Initiatives, dibentuklah The Blue Ribbon Committee on Improving The Effectiveness of Corporate Audit Committees. Pada February 1999, komite ini mengeluarkan serangkaian rekomendasi tentang peraturan-peraturan baru mengenai komite audit bagi regulator dan otoritas bursa. Pada 15 Desember 1999, SEC menyetujui peraturan terbaru tentang komite audit yang hampir semuanya diadaptasi dari rekomendasi The Blue Ribbon Committee. Berdasarkan uraian di atas, dapat dilihat betapa pentingnya keberadaan komite audit yang efektif dalam rangka USAHAWAN NO. 10 TH XXIX OKTOBER 2000 meningkatkan kualitas pengelolaan perusahaan. Memperhatikan manfaat penting dari komite audit bagi Emiten/ Perusahaan Publik, maka Indonesia sudah harus mulai melakukan hal yang sama, yaitu membuat ketentuan yang mengatur tentang komite audit. Pada bulan Mei 2000, Bapepam telah mengeluarkan surat edaran yang merekomendasikan Emiten/Perusahaan Publik untuk memiliki komite audit. Dalam pelaksanaan tugasnya, komite audit mempunyai fungsi membantu dewan komisaris untuk : w meningkatkan kualitas laporan keuangan; w menciptakan iklim disiplin dan pengendalian yang dapat mengurangi kesempatan terjadinya penyimpangan dalam pengelolaan peruahaan; w meningkatkan efektivitas fungsi audit internal maupun audit eksternal; w mengidentifikasi hal-hal yang memerlukan perhatian dewan komisaris. Berdasarkan strukturnya, komite audit sekurang-kurangnya terdiri dari 3 (tiga) anggota. Salah satu dari anggota tersebut merupakan komisaris independen yang sekaligus merangkap sebagai ketua, sedangkan anggota lainnya merupakan pihak ekstern yang independen. Anggota komite audit diangkat dan diberhentikan oleh dan bertanggung jawab kepada dewan komisaris. Syarat untuk menjadi anggota komite audit adalah independen atau tidak memiliki hubungan usaha maupun afiliasi dengan perusahaan, direktur, komisaris, maupun pemegang saham utama. Anggota komite audit juga harus memiliki integritas yang tinggi, kemampuan, pengetahuan dan pengalaman yang memadai dalam bidang tugasnya, serta mampu berkomunikasi dengan baik. Syarat lainnya adalah salah satu anggota komite audit harus memiliki latar belakang pendidikan akuntansi atau keuangan. Adapaun tugas komite audit adalah memberikan pendapat profesional yang independen kepada dewan komisaris terhadap laporan atau hal-hal yang disampaikan oleh direksi. Untuk itu, komite audit harus melakukan penela- Jajaran staf dan karyawan Lembaga Management FEUI mengucapkan : ND PE ID I K A N UR A NS I BA G A L EM AS ü Divisi Training ü Divisi Seleksi Rekrutmen Penempatan ü Divisi Program Pendidikan Dana Pensiun ü Divisi Konsultasi dan Penelitian ü Majalah USAHAWAN ü Seminar Organizer IN A D ON E S I USAHAWAN NO. 10 TH XXIX OKTOBER 2000 31 haan atas informasi keuangan yang akan dikeluarkan perusahaan seperti laporan keuangan, proyeksi, atau informasi keuangan lainnya. Komite juga harus menalaah ketaatan perusahaan terhadap peraturan perundangan di bidang Pasar Modal dan peraturan perundangan lainnya yang terkait dengan kegiatan usaha perusahaan. Komite audit juga harus melakukan penelaahan atas kecakupan pemeriksaan yang dilakukan oleh eksternal auditor untuk memastikan semua resiko yang penting telah dipertimbangkan. Kemudian, agar tugas dan fungsi komite audit dalam membantu dewan komisaris dapat berjalan secara efektif, maka anggota komite audit wajib mengadakan rapat sekurang-kurangnya sekali dalam 3 (tiga) bulan. Ketentuan mengenai keberadaan komite audit juga diatur dalam Code of Good Corporate Governance yang dikeluarkan oleh KNKCG dan peraturan pencatatan BEJ. Di dalam Code tersebut dinyatakan bahwa dewan komisaris dapat membentuk komite audit yang terdiri dari anggota komisaris, eksternal auditor, dan internal auditor. Komite audit harus bersikap independen terhadap direksi dan bertanggung jawab sepenuhnya kepada dewan komisaris. Adapun kewajiban komite audit meliputi: w mempromosikan disiplin perusahaan dan lingkungan yang terkendali guna menghindari terjadinya kecurangan keuangan dan penyimpangan; w meningkatkan kualitas pelaporan keuangan dan keterbukaan; w menelaah ruang lingkup, akurasi, dan efektivitas biaya eksternal audit; w menelaah independensi dan objektivitas eksternal auditor. Sedangkan dalam peraturan pencatatan BEJ, juga dinyatakan bahwa perusahaan tercatat wajib memiliki komite audit. Tugas komite audit menurut peraturan BEJ pada dasarnya sama dengan ketentuan-ketentuan sebelumnya. Bahkan peraturan BEJ menambahkan satu tugas komite audit lainnya yakni melakukan pemeriksaan terhadap dugaan adanya kesalahan dalam keputusan rapat direksi atau penyimpangan dalam pelaksanaan hasil 32 keputusan rapat direksi. Pemeriksaan dapat dilakukan oleh komite audit atau pihak independen yang ditunjuk oleh komite audit atas biaya perusahaan tercatat yang bersangkutan. Namun ada satu masalah yang penting yang tidak diatur dalam ketentuan-ketentuan mengenai komite audit di atas, yakni masalah remunerasi anggota komite audit. Dalam pedoman mengenai pembentukan komite audit yang dikeluarkan oleh Hong Kong Society of Accountants menyatakan bahwa pada dasarnya remunerasi anggota komite audit harus memadai untuk merefleksikan waktu, komitmen, dan tanggung jawab mereka dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Remunerasi yang memadai sekaligus akan men jaga independensi, objektivitas, dan mutu pekerjaan komite audit. Penutup Dalam masa pasca krisis ekonomi, Indonesia berada dalam tahap yang memprihatinkan yakni menghadapi permasalahan pemulihan perekonomian dan ancaman kelangsungan hidup perusahaan-perusahaan. Kita belum pernah mengalami krisis yang sedemikian parah sebelumnya sehingga tidak memberikan pelihan terlalu banyak bagi kita untuk membiarkan hal ini berlarutlarut. Untuk segera bangkit dari krisis sekaligus mempertahankan kelangsungan hidupnya, para pelaku dunis usaha harus mengubah cara mereka melakukan dan mengelola bisnis mereka. Ditambah lagi dengan datangnya era globalisasi dimana pasar akan semakin kompetitif, maka perubahan yang fundamental dalam penerapan corporate governance mutlak dilakukan. Berdasarkan uraian yang dikemukakan sebelumnya dapat dilihat bahwa kerangka peraturan perundangan yang berkaitan dengan corporate governance di Pasar Modal sudah memadai. Bapepam sebagai regulator Pasar Modal dan pihak yang berkepentingan lainnya seperti otoritas Bursa telah menyesuaikan dan mengeluarkan ketentuanketentuan baru guna lebih mendorong penerapan corporate governance. Namun implementasi corporate gover- USAHAWAN NO. 10 TH XXIX OKTOBER 2000 nance oleh perusahaan di Indonesia, berdasarkan penelitian yang dilakukan beberapa lembaga/institusi seperti McKinsey & Company, Asian Development Bank, dan sebagainya berada pada titik yang memprihatinkan. Untuk itu, sudah selayaknya kita kembali kepada difinisinya bahwa elemen dari corporate governance meliputi struktur dan proses yang digunakan untuk mengarahkan dan mengelola bisnis dan kegiatan perusahaan ke arah peningkatan pertumbuhan bisnis dan akuntabilitas perusahaan. Struktur corporate governance telah disediakan dengan dikeluarkannya dalam berbagai bentuk ketentuan seperti peraturan Bapepam, peraturan Bursa, ataupun Code of Good Corporate Governance. Namun yang harus menjadi perhatian oleh semua pihak yang terkait adalah aspek prosesnya, karena sebaik apapun struktur corporate governance jika tidak dibarengi dengan implementasi yang efektif dan nyata, maka upaya tersebut hanya akan menjadi retorika belaka. U Referenci Barry J. Reiter, Independent Directors, Ivey Business Journal, 1999 Bill Shepherd, The Growing Clout of Independent Directors, Global Funance, 1999. James M, Ritchie, ending The Wall Street Walk. Why Corporate Governance Now?. 1999. Komite Nasional mengenai Kebijakan Corporate Governance, Code of Good Corporate Governance, 2000. Michael R. Young, Accounting Irregularities and Financial Fraud - A Corporate Governance Guide, 2000. Robert A.G. Monks & Nell Minow, Power and Accountability, 2000 The Ad Hoc Task Force OECD OECD Principles of Corporate Governance, 1998. The Audit Committee Task Force of the HKSA Corporate Governance Working Group, A Guide for The Formation of An Audit Committee, 1997. The Indonesian Institute for Corporate Governance, Membangun Dewan Komisaris yang Efektif, 2000. The Indonesian Institute for Corporate Governance, Seputar Komite Audit, 2000