implement implementasi good corpora asi good corporate

advertisement
TULISAN UTAMA
IMPLEMENTASI
IMPLEMENTASI GOOD CORPORATE
CORPORATE
GOVERN
GOVERNANCE
ANCE UNTUK PERUSAHAAN
PERUSAHAAN
PUBLIK INDONESIA
Herwidayatmo
Herwidayatmo,
BAPEPAM,
Ketua
Corporations determine far moer than
any other institution
the air we breath,
the quality of the
water we drink,
even where we live.
Yet, they are not
accountable to
anyone
--Monks & Minow-
Setelah Indonesia dan negara-negara di
Asia Timur lainnya mengalami krisis ekonomi
yang dimulai pada pertengahan tahun 1987,
isu mengenai corporate governance telah
menjadi salah satu bahasan penting dalam
rangka mendukung pemulihan ekonomi dan
pertumbuhan perekonomian yang stabil di
masa yang akan datang. Walaupun istilah corporate governance hampir tidak dikenal di Indonesia pada masa sebelum krisis, namun
pada dasarnya terminologi tersebut digunakan
untuk suatu konsep lama yang kewajiban
fidusiari dari mereka yang mengontrol perusahaan untuk bertindak bagi kepentingan
seluruh pemegang saham dan stakeholder.
Konsep kewajiban fidusiari didasari oleh
agency theory dimana permasalahan agency
muncul ketika kepengurusan suatu perusahaan
terpisah dari kepemilikan. Dengan kata lain,
dewan komisaris dan direksi sebagai agent
dalam suatu perusahaan mempunyai kepentingan yang berbeda dengan pemegang
saham. Khusus di Indonesia, karena struktur
kepemilikan perusahaan yang sangat
terkonsentrasi, maka masalah agency cost
dapat timbul dari perbedaan kepentingan antara
pemegang saham pengendali dengan
pemegang saham minoritas/stakeholders.
Karena kewajiban fidusiari inilah maka dewan
komisaris, direksi atau pemegang saham
pengendali perusahaan dilarang untuk
mengambil keutungan dari orang yang memberi
kepercayaan yakni pemegang saham minoritas
dan stakeholder lainnya seperti kreditur melalui
transaksi yang tidak wajar dan tidak adil.
Ada banyak difinisi yang berkaitan dengan
corporate governance. Pengertian corporate
governance menurut sebagian besar pedoman
yang dikeluarkan oleh organisasi internasional
seperti OECD atau negara-negara maju dalam
tatanan common law system, mengacu kepada
pembagian kewenangan antara semua pihak
yang menentukan arah dan performance suatu
perusahaan. Pihak-pihak tersebut adalah
pemegang saham, manajemen, dan board of
directors. Karena perbedaan sistem hukum di
Indonesia yang menganut civil law, maka ketiga
pelaku utama tersebut adalah pemegang
saham, direksi, dan dewan komisaris. Dengan
demikian, direksi di Indonesia adalah manajemen menurut terminologi yang digunakan
dalam bahasa corporate governance, sedangkan dewan komisaris lebih merupakan board of
directors.
Selanjutnya Finance Committee on Corporate Governance Malaysia mendifinisikan corporate governance sebagai proses dan struktur
yang digunakan untuk mengarahkan dan
mengelola bisnis dan kegiatan perusahaan ke
arah peningkatan pertumbuhan bisnis dan
akuntabilitas perusahaan. Adapun tujuan
akhirnya adalah meningkatkan kemakmuran
pemegang saham dalam jangka panjang,
dengan tetap memperhatikan kepentingan
stakeholders lainnya. Definisi ini menekankan
bahwa sebaik apapun suatu struktur corporate
governance namun jika prosesnya tidak
berjalan sebagaimana mestinya maka tujuan
akhir melindungi kepentingan pemegang
saham dan stakeholders tidak akan pernah
tercapai.
Prinsip-Prinsip Corporate Governance
Pada April 1998, (OECD) telah mengeluarkan seperangkat prinsip corporate governance
yang dikembangkan seuniversal mungkin. Hal
ini mengingat bahwa prinsip ini disusun untuk
digunakan sebagai referensi di berbagai negara
yang mempunyai karakteristik sistem hukum,
budaya, dan lingkungan yang berbeda. Dengan
demikian, prinsip yang universal tersebut akan
dapat dijadikan pedoman oleh semua negara
atau perusahaan namun diselaraskan dengan
sistem hukum, aturan, atau nilai yang berlaku di
negara masing-masing bilamana diperlukan.
Prinsip-prinsip good corporate governance
USAHAWAN NO. 10 TH XXIX OKTOBER 2000
25
yang dikembangkan OECD meliputi 5
hal sebagai berikut :
1. Perlindungan terhadap hak-hak
pemegang saham.
Kerangka yang dibangun dalam corporate governance harus mampu
melindungi hak-hak para pemegang
saham. Hak-hak tersebut meliputi hakhak dasar pemegang saham, yaitu hak
untuk (1) menjamin keamanan metode
pendaftaran kepemilikan, (2) mengalihkan atau memindahkan saham yang
dimilikinya, (3) memperoleh informasi
yang relevan tentang perusahaan secara
berkala dan teratur, (4) ikut berperan dan
memberikan suara dalam RUPS, (5)
memilih anggota dewan komisaris dan
direksi, serta (6) memperoleh pembagian
keuntungan perusahaan.
2. Persamaan perlakuan terhadap
seluruh pemegang saham
Kerangka corporate governance
harus menjamin adanya perlakuan yang
sama terhadap seluruh pemegang saham,
termasuk pemegang saham minoritas
dan asing. Seluruh pemegang saham
harus memiliku, kesempatan untuk
mendapatkan penggantian atau perbaikan atas pelanggaran dari hak-hak
mereka. Prinsip ini juga mensyaratkan
adanya perlakuan yang sama atas
saham-saham yang berada dalam satu
kelas, melarang praktek-praktek insider
trading dan self dealing, dan mengharuskan anggota dewan komisaris untuk
melakukan keterbukaan jika menemukan transaksi-transaksi yang mengandung benturan kepentingan (conflict of
interest).
3. Peranan stakeholders yang terkait
dengan perusahaan.
Kerangka corporate governance
harus memberikan pengakuan terhadap
hak-hak stakeholders, seperti ditentukan
dalam undang-undang, dan mendorong
kerjasama yang aktif antara perusahaan
dengan para stakeholders tersebut
dalam rangka menciptakan kesejahteraan, lapangan kerja, dan kesinambungan
usaha.
4. Keterbukaan dan Transparansi
Kerangka corporate governance
harus menjamin adanya pengungkapan
yang tepat waktu dan akurat untuk setiap
permasalahan yang berkaitan dengan
perusahaan. Pengungkapan ini meliputi
26
Perencanaan SDM guna mencapai keunggulan bersaing
informasi mengenai keadaan keuangan,
kinerja perusahaan, kepemilikan, dan
pengelolaan perusahaan. Disamping itu,
informasi yang diungkapkan harus
disusun, diaudit, dan disajikan sesuai
dengan standar yang berkualitas tinggi.
Manajemen juga diharuskan meminta
auditor eksternal melakukan audit yang
bersifat independen atas laporan
keuangan.
5. Akuntabilitas dewan komisaris
(board of directors)
Keerangka corporate governance
harus menjamin adanya pedoman
strategis perusahaan, pemantauan yang
efektif terhadap manajemen yang
dilakukan oleh dewan komisaris, dan
akuntabilitas dewan komisaris terhadap
perusahaan dan pemegang saham.
Prinsip ini juga memuat kewenangankewenangan yang harus dimiliki oleh
dewan komisaris beserta kewajibankewajiban profesionalnya kepada
pemegang saham dan stakeholders
lainnya.
Selanjutnya sesuai dengan kerangka
pembahasan makalah ini, maka pokok
bahasan berikutnya berkaitan dengan
tiga prinsip corporate governance yakni
perlindungan hak pemegang saham
yang berkaitan dengan RUPS, keterbukaan dan transparansi dewan
komisaris.
USAHAWAN NO. 10 TH XXIX OKTOBER 2000
Perlindungan Hak Pemegang Saham Tinjauan Terhadap Pelaksanaan
(RUPS)
A. Kerangka Hukum Pelaksanaan
RUPS Tahunan
Sesuai dengan ketentuan UndangUndang No. 1 Tahun 1995 tentang
Perseroan Tebatas dan UndangUndang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar
Modal, setiap perusahaan wajib mengadakan Rapat Umum Pemegang Saham
(RUPS) Tahunan dalam jangka waktu
enam bulan setelah tutup tahun buku.
Dalam rangka RUPS ini, direksi wajib
menyusunan laporan yang meliputi paling tidak laporan keuangan tahunan
terakhir, informasi tentang kegiatan
usaha dan perubahannya, problem yang
dihadapi, dan hasil-hasil yang telah
dicapai. Laporan tersebut juga mengungkapkan nama Direksi dan Komisaris
berikut remunerasi masing-masing
direksi atau komisaris. Untuk perusahaan terbuka, laporan keuangan harus
diperiksa (diaudit) oleh Akuntan Pulik
dan dipublikasikan dalam dua surat
kabar berperedaran nasional. Jika
dokumen tersebut tidak benar atau
menyesatkan, para direktur dan komisaris
secara pribadi dapat bertanggung jawab
kepada setiap pihak yang menderita
kerugian.
BAPEPAM juga telah menetapkan
peraturan VIII.G.2 yang merinci hal-hal
apa saja yang harus diungkapkan dalam
laporan tahunan perusahaan terbuka.
Laporan tahunan harus mencakup antara
lain ikhtiar data keuangan penting perusahaan untuk periode 5 (lima) tahun;
analisis dan pembahasan manajemen;
penjelasan mengenai investasi/divestasi, ekspansi, transaksi yang mengundang
benturan kepentingan, dan transaksi
dengan pihak afiliasi; serta Laporan
Keuangan Tahunan yang diaudit.
Undang-undang Perseroan Terbatas dan Undang-undang Pasar Modal
juga mengatur mengenai tata cara
pelaksanaan RUPS. Pemanggilan
pemegang saham dilakukan oleh direksi
14 hari sebelum RUPS dengan menggunakan surat tercatat, dan untuk
perusahaan terbuka, menggunakan
pemberitahuan di dua surat kabar paling tidak 28 hari sebelum RUPS.
Pemberitahuan atau pemanggilan
tersebut harus mencakup waktu, tempat,
dan agenda RUPS.
Kuorum untuk RUPS adalah separuh
dari hak suara pada RUPS pertama dan
sepertiga dari hak suara pada RUPS
yang kedua. Keputusan persetujuan
dalam RUPS diambil musyawarah
mufakat. Jika persetujuan melalui
musyawarah tidak tercapai, pengambilan suara dengan sistem simple mojority
harus dilakukan.
B. Kerangka Hukum Pelaksanaan
RULB
Selain RUPS Tahunan, perusahaan
harus melaksanakan Rapat Umum Luar
Biasa (RUBL) untuk mengamandemen
anggaran Dasar perusahaan. RUBL
tersebut membutuhkan kuorum dua per
tiga kehadiran, dan keputusan diambil
melalui dua per tiga hak suara yang hadir.
Jika terjadi konsolidasi, merger/
akuisisi, pengambilalihan, kepailitan,
atau pembubaran perusahaan, persetujuan RUPS sah apabila tiga perempat
pemegang saham dengan hak suara
hadir dalam RUPS dan jika suara setuju
diberikan oleh tiga perempat dari yang
hadir.
Sebagai tambahan RUPS yang
diwajibkan oleh Undang-undang
Perseroan Terbatas, Undang-undang
Pasar Modal menyatakan bahwa
BAPEPAM dapat mewajibkan perusahaan terbuka untuk memperoleh persetujuan pemegang saham independen
sehubungan dengan transaksi yang
mengundang benturan kepentingan.
Dalam Peraturan Bapepam No. IX.E.1
yang baru direvisi. Benturan kepentingan
didefinisikan sebagai perbedaan antara
kepentingan ekonomis Perusahaan
dengan kepentingan ekonomis pribadi
direksi, komisaris, atau pemegang saham
utama Perusahaan atau Pihak terafiliasi
direksi, komisaris, atau pemegang saham
utama. Dalam peraturan tersebut dirinci
keterbukaan apa saja yang harus
disampaikan kepada pemegang saham
dalam bentuk sirkular sebelum RUPS.
Sirkular tersebut meliputi penjelasan
mengenai alasan dilakukannya transaksi
yang mengandung benturan kepentingan tersebut, penjelasan cara-cara
alternatif untuk mencapai hasil yang
sama tanpa mengandung benturan
kepentingan, penilaian dari ahli yang
independen atas proposal yang diajukan,
serta informasi yang relevan lainnya.
Transaksi yang mengandung benturan kepentiangan harus disetujui dalam
RUPS yang dihadiri oleh pemegang
saham independen yang mewakili lebih
dari 50% pemegang saham independen
dan memperoleh suara pemegang
saham independen yang mewakili lebih
dari 50% pemegang saham independen.
Jika ketentuan ini tidak dipenuhi, maka
RUPS kedua dapat dilakukan.
Pada RUPS kedua, pemegang
saham independen yang mewakili lebih
dari 50% pemegang saham independen
harus hadir dan lebih dari 50% pemegang
saham independen yang hadir harus
memberikan persetujuan. Jika kuorum
tidak dipenuhi, RUPS ketiga dapat
dilaksanakan setelah mendapat persetujuan dari BAPEPAM dan persetujuan
diberikan oleh lebih dari 50% pemegang
saham independen yang hadir
BAPEPAM juga telah mengeluarkan
peraturan IX.E.2 yang mewajibkan
dilaksanakannya RUBL untuk mendapat persetujuan pemegang saham
atas transaksi material dan perubahan
kegiatan usaha yang dilakukan
perusahaan terbuka. Kriteria untuk
transaksi material adalah transaksi yang
mencapai nilai 10% dari pendapatan
dan 20% dari Ekuitas. Keterbukaan informasi harus diumumkan melalui surat
kabar berperedaran nasional paling tidak
28 hari sebelum RUBL. Keterbukaan
yang harus dilakukan antara lain adalah
adanya evaluasi dari ahli yang
independen tentang feasibility dan
kewajaran transaksi, penjelasan
mengenai adanya keahlian yang
diperlukan untuk mengubah kegiatan
usaha, penjelasan mengenai alasan dan
justifikasi untuk mengubah kegiatan
usaha, dan informasi material lainnya
yang relevan.
Pola umum peraturan perundangan
di Indonesia dalam rangka RUPS adalah
mewajibkan persetujuan pemegang
saham melalui pengambilan suara untuk
keputusan-keputusan tertentu, melaksanakan RUPS dengan pemberitahuan
28 hari sebelumnya, dan menyediakan
informasi bagi pemegang saham
dengan penjelasan yang lengkap tentang
materi yang diajukan sebelum RUPS
dilaksanakan. Kerangka hukum dalam
rangka pelaksanaan RUPS tersebut
telah memberikan perlindungan atas
hak-hak pemegang saham, dengan
demikian, telah konsisten dengan prinsip
good corporate governance.
Keterbukaan dan Transparansi
Keterbukaan dan transparansi
merupakan prinsip yang sangat
mendasar di Pasar Modal. Perusahaan
terbuka wajib menyampaikan laporan
berkala dan informasi material lainnya
kepada BAPEPAM dan publik. Dalam
rangka melakukan penawaran umum,
Emiten/Perusahaan Publik wajib
menyampaikan Pernyataan Pendaftaran yang terdiri dari dokumen-dokumen
yang meliputi aspek keterbukaan,
akuntansi, dan hukum. Hampir semua
dokumen-dokumen tersebut, termasuk
prospektus, merupakan dokumen publik
yang dapat diakses oleh semua Pihak.
Dengan demikian pemodal dapat
menganalisa keadaan keuangan,
kinerja perusahaan, kepemilikan, dan
pengelolaan perusahaan sebelum
mengambil keputusan investasinya.
Kemudian setelah Emiten/Perusahaan Publik melakukan penawaran
umum, maka mereka wajib menyampai-
USAHAWAN NO. 10 TH XXIX OKTOBER 2000
27
kan laporan kepada Bapepam dalam
dua jenis yaitu laporan berkala dan
laporan insidentil. Kewajiban penyampaian laporan berkala meliputi laporan
keuangan, baik tahunan dan tengah
tahunan (peraturan X.K.2), laporan
tahunan (peraturan VIII.G.2), dan laporan
realisasi penggunaan dana hasil
penawaran umum (peraturan X.K.4).
Sedangkan laporan insidentil meliputi
kewajiban keterbukaan informasi yang
harus segera diumumkan kepada publik
(peraturan X.K.1) dan keterbukaan dalam
hal kepailitan (peraturan X.K.5).
Prinsip keterbukaan dan transparansi juga menekankan bahwa informasi
yang diungkapkan perusahaan harus
disusun, diaudit, dan disajikan sesuai
dengan standar yang berkualitas tinggi.
Sekarang bagaimana dengan kualitas
standar akuntansi yang digunakan di
Pasar Modal? Sesuai dengan ketentuan
pasal 69 ayat 1 UU Pasar Modal, laporan
keuangan Emiten/Perusahaan Publik
wajib disusun dengan menggunakan
prinsip akuntansi yang berlaku umum
yaitu Pernyataan standar Akuntansi
Keuangan (PSAK) yang ditetapkan oleh
Ikatan Akuntan Indonesia. Kemudian
sesuai dengan ketentuan pasal 69 ayat
2 UU Pasar Modal, Bapepam berwenang
menetapkan ketentuan. Akuntansi di
Pasar Modal dalam rangka meningkatkan
kualitas keterbukaan. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan konsultan
Asian Development Bank (ADB)
menyimpulkan bahwa standar akuntansi
yang berlaku di Pasar Modal Indonesia,
yaitu PSAK dan peraturan Bapepam di
bidang akuntansi, secara signifikan telah
sesuai dengan standar akuntansi
internasional atau International Accounting Standards (IAS).
AKUNTABILITAS
DEWAN
KOMISARIS
Sesuai dengan ketentuan pasal 97
Undang-undang No. 1 Tahun 1995
tentang Perseroan Terbatas (UU
Perseroan Terbatas), komisaris bertugas
mengawasi kebijaksanaan Direksi
dalam menjalankan perseroan serta
memberikan nasehat kepada Direksi.
Kemudian dalam pasal 98 ayat 1 UU
Perseroan Terbatas dikatakan bahwa
komisaris wajib dengan itikad baik dan
penuh tanggung jawab menjalankan
tugas untuk kepentingan dan usaha
perseroan.
Yang selama ini terjadi, khususnya
di Indonesia, adalah bahwa dewan
komisaris (atau board of directors dalam
sistem common law) lebih merupakan
organ perusahaan yang berlaku pasif.
Menunggu implementasi good corporate governance
28
USAHAWAN NO. 10 TH XXIX OKTOBER 2000
Dewan komisaris pada umumnya tidak
menjalankan fungsi pengawasannya
terhadap direksi. Fenomena seperti ini
bukan merupakan hal yang perlu diperdebatkan ketika suatu perusahaan masih
merupakan perusahaan tertutup, namun
akan lain halnya apabila perusahaan
tersebut telah go public. Hal ini dikarenakan sikap pasif atau bahkan dapat dikatakan sikap yang mendukung setiap
kebijakan yang diambil direksi tersebut
pada gilirannya akan dapat merugikan
kepentingan pemegang saham
minoritas dan stakeholder lainnya.
Gambaran ini tidaklah terlalu mengherankan mengingat struktur kepemilikan perusahaan di Indonesia masih
sangat terkonsentrasi, atau dengan kata
lain dikendalikan oleh satu keluarga atau
kelompok. Jabatan komisaris diberikan
kepada anggota keluarga atau orangorang kepercayaan mereka sebagai
jabatan kehormatan atau penghargaan
yang mensyaratkan adanya loyalitas
yang imbal balik. Atau jabatan komisaris
diberikan kepada pejabat atau mantan
pejabat pemerintah yang masih mempunyai pengaruh sebagai upaya untuk
meningkatkan bargaining power
perusahaan di kalangan pemerintah.
Dengan demikian, pemilihan komisaris
perusahaan di Indonesia lebih berdasarkan kedudukan seseorang dan
kurang mempertimbangkan integritas
serta kompetensi orang tersebut. Pada
alhirnya, kualitas dewan komisaris
perusahaan-perusahaan Indonesia
ditinjau dari independensinya terhadap
direksi atau pemegang saham pengendali patut dipertanyakan.
A. Keberadaan Komisaris Independen
Di Amerika Serikat, aktivitas pergerakan corporate governance telah
dimulai pada tahun 1930-an sebagai
reaksi atas terjadinya stock market crash
pada tahun 1929. Namun baru pada era
1980-an perilaku investor Amerika
Serikat menunjukkan aktivisme corporate governance yang signifikan. Dituntut
oleh kewajiban untuk melaksanakan
halnya dalam pengambilan suara (voting) sesuai dengan ketentuan Employment Retirement Securities Act (ERISA),
para investor institusional seperti Cali-
fornia Public Employees Retirement
System (CalPERS) dan New York State
and Local Employees’ Retirement System mulai menggunakan hak suara
mereka dan mengusulkan diterapkannya good corporate governance. Salah
satu aspek yang mereka usulkan adalah
bahwa bahwa board of directors harus
bersikap independen dari manajemen
atau pemegang saham mayoritas dan
harus bertanggungjawab terhadap
seluruh pemegang saham. Sejak itu,
keberadaan independent non-executive
directors mulai diperkenalkan di
perusahaan-perusahaan Amerika
Serikat dan jumlahnya semakin
meningkat dewasa ini.
Mengapa independent directors,
atau outside directors, atau komisaris
independen itu perlu? Dalam salah satu
artikelnya, Barry Reiter menyatakan
bahwa outside directors dapat membantu
memberikan kontinuitas dan objektivitas
yang diperlukan bagi suatu perusahaan
untuk berkembang dan makmur. Outsider directors membantu merencanakan strategi jangka panjang perusahaan
dan secara berkala melakukan review
atas implementasi strategi tersebut.
Dengan demikian hal ini akan memberikan benefit yang tinggi bagi
perusahaan. Perusahaan juga akan
mendapat akses atas talent dan
pengetahuan-pengatahuan khusus
yang mungkin akan sangat mahal, kalau
diperoleh selain melalui outside directors. Lebih lanjut menurut pendapat John
M. Nash, President National Association
of Corporate Directors, board of directors
merupakan bentuk konsultasi yang
termurah.
Di Indonesia saat ini, keberadaan
komisaris independen sudah diatur
dalam Code of Good Corporate Governance (KNKCG). Komisaris menurut
Code tersebut, bertanggung jawab dan
mempunyai kewenangan untuk mengawasi kebijakan dan kegiatan yang
dilakukan direksi, dan memberikan
nasehat bilamana diperlukan. Anggota
komisaris harus merupakan orang
berkarakter baik dan mempunyai
pengalaman yang relevan. Setiap
anggota komisaris dan dewan komisaris
harus menjalankan kewajibannya untuk
kepentingan perusahaan dan peme-
gang saham. Komisaris juga harus
memastikan bahwa perusahaan menjalankan tanggungjawab sosialnya dan
mempertimbangkan kepentingan berbagai stakeholders.
Sedangkan komposisi komisaris
haruslah sedemikian rupa guna mencapai pengambilan keputusan yang
cepat dan efektif. Setidaknya 20% dari
anggota komisaris harus merupakan
komisaris independen dalam rangka
meningkatkan efektivitas dan transparansi atas pertimbangan-pertimbangan komisaris. Komisaris independen
harus independen dari direksi dan
pemegang saham pengendali dan tidak
mempunyai kepentingan yang dapat
mempengaruhi kemampuan mereka
untuk menjalankan kewajiban secara adil
atas nama perusahaan.
Keberadaan komisaris independen
juga diatur dalam ketentuan Peraturan
Pencatatan Efek Bursa Efek jakarta (BEJ)
Nomor I-A tentang Ketentuan Umum
Pencatatan Efek Bersifat Ekuitas di Bursa
yang berlaku sejak tanggal 1 Juli 2000.
Perusahaan yang tercatat di BEJ wajib
memiliki komisaris independen yang
jumlahnya secara proporsional sebanding dengan jumlah saham yang dimiliki oleh bukan pemegang saham
pengendali dengan ketentuan jumlah
komisaris independen sekurangkurangnya 30% dari jumlah seluruh
anggota komisaris. Adapun persyaratan
menjadi komisaris independen adalah
sebagai berikut :
w Tidak mempunyai hubungan afiliasi
dengan
pemegang
saham
pengendali perusahaan tercatat
yang bersangkutan;
w Tidak mempunyai hubungan afiliasi
dengan direktur dan/atau komisaris
lainnya perusahaan tercatat yang
bersangkutan;
w Tidak bekerja rangkap sebagai
direktur di perusahaan lain yang
terafiliasi dengan perusahaan
tercatat yang bersangkutan;
w Memahami peraturan perundangundangan di bidang Pasar Modal;
w Diusulkan oleh pemegang saham
dan dipilih oleh pemegang saham
yang bukan merupakan pemegang
saham pengendali dalam Rapat
Umum Pemegang Saham (RUPS).
B. Peran dan Fungsi Komite Audit
Sebagaimana
dikemukakan
sebelumnya bahwa peran pengawasan sekaligus akuntabilitas dewan
komisaris perusahaan Indonesia pada
umumnya belum memadai. Dengan
keanggotaan dewan komisaris yang
selama ini dipilih lebih berdasarkan
kedudukan dan kekerabatan menyebabkan mekanisme check and balance
terhadap direksi tidak dapat berjalan
sebagaimana mestinya. Hal ini mengakibatkan banyak direksi perusahaan
menjalankan kegiatan operasional
usahanya secara ekspansif tanpa
mempertimbangkan resiko yang
mungkin timbul dan mengabaikan
kepentingan pemegang saham
minoritas. Fungsi audit internal dan auditor eksternal belum berjalan optimal
mengingat secara struktural, auditor
trsebut berada dalam posisi yang sulit
untuk bersikap independen dan objektif.
Padahal independensi merupakan suatu
sikap mental yang harusnya ada dalam
setiap auditor.
Pada masa sebelum krisis, banyak
perusahaan memperoleh pembiayaan
asing yang murah dalam jangka pendek
tanpa melakukan lindung nilai.
Perolehan pembiayaan asing dalam
jangka pendek tersebut dibarengi
dengan mismacth dalam penggunaannya. Perusahaan juga banyak melakukan
transaksi dengan pihak hubungan
istimewa tanpa pengungkapan yang
memadai. Kemudian perusahaan juga
ditengarai kerap melakukan rekayasa
pendapatan (managed earning) dengan
cara mendistorsi kegiatan operasional
perusahaan yang sebenarnya guna
memenuhi target proyeksi perusahaan.
Beberapa contoh pengelolaan
perusahaan tersebut sekaligus mengungkapkan adanya indikasi penyimpangan akuntansi atau lazim dikenal
dengan accounting irregularities. Untuk
itu, selain mengangkat komisaris
independen dan membentuk komitekomite seperti komite remunerasi dan
komite pemilihan (nominating committee), sudah saatnya akuntabilitas dewan
komisaris perlu ditingkatkan dengan
membentuk komite audit.
Konsep audit mulai diperkenalkan
kepada dunia usaha di Amerika Serikat
USAHAWAN NO. 10 TH XXIX OKTOBER 2000
29
pada tahun 1930-an. Kemudian pada
tahun 1970-an, New York Stock Exchange (NYSE) mulai mewajibkan
keberadaan komite audit sebagai persyaratan pencatatan. Sejak itu, banyak
negara yang membuat ketentuan
mengenai komite audit apakah itu dalam
bentuk Code of Best Practices, peraturan
perundangan, maupun persyaratan
pencatatan di Bursa.
Namun pada kenyataannya, fungsi
komite audit dirasakan masih belum
efektif. Hal ini terbukti dari masih banyaknya accounting irregularities yang
dilakukan oleh perusahaan terbuka
Amerika Serikat. Dalam bukunya yang
berjudul Accounting Irregularities and
Financial Fraud - A Corporate Governance Guide, Michael R. Young menguraikan bahwa isu accounting irregularities telah mencapai tahap yang memprihatinkan di era pertengahan tahun
1980-an sehingga negara tersebut perlu
membentuk National Commission on
Fraudelent financial Reporting pada
tahun 1985. Komisi ini lebih dikenal
degan The Treadway Commission,
diambil dari nama ketua komisi tersebut
yang merupakan mantan Commissioner
US SEC, James Treadway. Tugas komisi
ini antara lain adalah menginvestigasi
penyebab utama yang mengakibatkan
terjadinya penyimpangan pelaporan
keuangan. Mereka juga menganalisa
seberapa jauh struktur dan kultur suatu
perusahaan dapat menyebabkan
terjadinya penyimpangan pelaporan
keuangan.
Tidak dapat dipungkiri bahwa
peristiwa ini terbukti merupakan titik tolak
terjadinya evolusi sistem pelaporan
keuangan perusahaan dan prinsip corporate governance di Amerika Serikat.
Setelah bekerja selama dua tahun,
komisi ini akhirnya mengeluarkan
sebuah laporan berikut rekomendasi
untuk menanggulangi timbulnya
penyimpangan pelaporan keuangan
perusahaan akibat accounting irregularities. Salah satu rekomendasi yang
dikeluarkan komisi tersebut adalah
perlunya pembentukan komite audit
perusahaan yang efektif. Walaupun telah
lebih dari tigabelas tahun muncul ke
permukaan sejak dibentuknya The
Treadway Commission, namun accoun-
30
Syarat untuk menjadi
anggota komite audit adalah
independen atau tidak
memiliki hubungan usaha
maupun afiliasi dengan
perusahaan, direktur,
komisaris, maupun pemegang
saham utama
ting irregularities di Amerika Serikat
masih merupakan isu yang selalu
menjadi perhatian utama.
Pada September 1998, Arthur Levitt,
Chairman the US Securities Exchange
Commission, mengumumkan seperangkat inisiatif yang dikeluarkan sebagai
tanggapan atas persepsi institusi ini
bahwa accounting irregularities tetap
meningkat. The Levitt Intitiatives ini
meliputi bermacam subjek dan proposal
peraturan untuk mengulangi kemungkinan terjadinya penyimpangan
akuntansi sehingga diharapkan akan
meningkatkan keandalan dan transparansi laporan keuangan. Namun
aspek terpenting dari The Levitt Initiatives adalah perlunya meningkatkan
efektifitas komite audit perusahaan
karena komite yang berkualitas,
mempunyai komitmen, independen, dan
kritis akan menjadi pelindung paling
handal bagi kepentingan publik.
Sebagai tindak lanjut dari The Levitt
Initiatives, dibentuklah The Blue Ribbon
Committee on Improving The Effectiveness of Corporate Audit Committees.
Pada February 1999, komite ini
mengeluarkan serangkaian rekomendasi tentang peraturan-peraturan baru
mengenai komite audit bagi regulator
dan otoritas bursa. Pada 15 Desember
1999, SEC menyetujui peraturan terbaru
tentang komite audit yang hampir
semuanya diadaptasi dari rekomendasi
The Blue Ribbon Committee.
Berdasarkan uraian di atas, dapat
dilihat betapa pentingnya keberadaan
komite audit yang efektif dalam rangka
USAHAWAN NO. 10 TH XXIX OKTOBER 2000
meningkatkan kualitas pengelolaan
perusahaan. Memperhatikan manfaat
penting dari komite audit bagi Emiten/
Perusahaan Publik, maka Indonesia
sudah harus mulai melakukan hal yang
sama, yaitu membuat ketentuan yang
mengatur tentang komite audit. Pada
bulan Mei 2000, Bapepam telah
mengeluarkan surat edaran yang merekomendasikan Emiten/Perusahaan
Publik untuk memiliki komite audit. Dalam
pelaksanaan tugasnya, komite audit
mempunyai fungsi membantu dewan
komisaris untuk :
w meningkatkan kualitas laporan
keuangan;
w menciptakan iklim disiplin dan
pengendalian yang dapat mengurangi kesempatan terjadinya
penyimpangan dalam pengelolaan
peruahaan;
w meningkatkan efektivitas fungsi audit
internal maupun audit eksternal;
w mengidentifikasi hal-hal yang
memerlukan perhatian dewan
komisaris.
Berdasarkan strukturnya, komite audit sekurang-kurangnya terdiri dari 3 (tiga)
anggota. Salah satu dari anggota tersebut
merupakan komisaris independen yang
sekaligus merangkap sebagai ketua,
sedangkan anggota lainnya merupakan
pihak ekstern yang independen. Anggota
komite audit diangkat dan diberhentikan
oleh dan bertanggung jawab kepada
dewan komisaris.
Syarat untuk menjadi anggota komite
audit adalah independen atau tidak
memiliki hubungan usaha maupun
afiliasi dengan perusahaan, direktur,
komisaris, maupun pemegang saham
utama. Anggota komite audit juga harus
memiliki integritas yang tinggi,
kemampuan, pengetahuan dan pengalaman yang memadai dalam bidang
tugasnya, serta mampu berkomunikasi
dengan baik. Syarat lainnya adalah salah
satu anggota komite audit harus memiliki
latar belakang pendidikan akuntansi atau
keuangan.
Adapaun tugas komite audit adalah
memberikan pendapat profesional yang
independen kepada dewan komisaris
terhadap laporan atau hal-hal yang
disampaikan oleh direksi. Untuk itu,
komite audit harus melakukan penela-
Jajaran staf dan karyawan
Lembaga Management FEUI
mengucapkan :
ND
PE
ID I K A
N
UR A NS I
BA G A
L EM
AS
ü Divisi Training
ü Divisi Seleksi Rekrutmen Penempatan
ü Divisi Program Pendidikan Dana Pensiun
ü Divisi Konsultasi dan Penelitian
ü Majalah USAHAWAN
ü Seminar Organizer
IN
A
D ON E S I
USAHAWAN NO. 10 TH XXIX OKTOBER 2000
31
haan atas informasi keuangan yang akan
dikeluarkan perusahaan seperti laporan
keuangan, proyeksi, atau informasi
keuangan lainnya. Komite juga harus
menalaah ketaatan perusahaan
terhadap peraturan perundangan di
bidang Pasar Modal dan peraturan perundangan lainnya yang terkait dengan
kegiatan usaha perusahaan. Komite
audit juga harus melakukan penelaahan
atas kecakupan pemeriksaan yang
dilakukan oleh eksternal auditor untuk
memastikan semua resiko yang penting
telah dipertimbangkan.
Kemudian, agar tugas dan fungsi
komite audit dalam membantu dewan
komisaris dapat berjalan secara efektif,
maka anggota komite audit wajib
mengadakan rapat sekurang-kurangnya sekali dalam 3 (tiga) bulan.
Ketentuan mengenai keberadaan
komite audit juga diatur dalam Code of
Good Corporate Governance yang
dikeluarkan oleh KNKCG dan peraturan
pencatatan BEJ. Di dalam Code tersebut
dinyatakan bahwa dewan komisaris
dapat membentuk komite audit yang
terdiri dari anggota komisaris, eksternal
auditor, dan internal auditor. Komite audit harus bersikap independen terhadap
direksi dan bertanggung jawab sepenuhnya kepada dewan komisaris. Adapun
kewajiban komite audit meliputi:
w mempromosikan disiplin perusahaan dan lingkungan yang terkendali
guna menghindari terjadinya
kecurangan
keuangan
dan
penyimpangan;
w meningkatkan kualitas pelaporan
keuangan dan keterbukaan;
w menelaah ruang lingkup, akurasi,
dan efektivitas biaya eksternal audit;
w menelaah independensi dan
objektivitas eksternal auditor.
Sedangkan dalam peraturan pencatatan BEJ, juga dinyatakan bahwa
perusahaan tercatat wajib memiliki
komite audit. Tugas komite audit menurut
peraturan BEJ pada dasarnya sama
dengan ketentuan-ketentuan sebelumnya. Bahkan peraturan BEJ menambahkan satu tugas komite audit lainnya yakni
melakukan pemeriksaan terhadap
dugaan adanya kesalahan dalam
keputusan rapat direksi atau penyimpangan dalam pelaksanaan hasil
32
keputusan rapat direksi. Pemeriksaan
dapat dilakukan oleh komite audit atau
pihak independen yang ditunjuk oleh
komite audit atas biaya perusahaan
tercatat yang bersangkutan.
Namun ada satu masalah yang
penting yang tidak diatur dalam
ketentuan-ketentuan mengenai komite
audit di atas, yakni masalah remunerasi
anggota komite audit. Dalam pedoman
mengenai pembentukan komite audit
yang dikeluarkan oleh Hong Kong Society of Accountants menyatakan bahwa
pada dasarnya remunerasi anggota
komite audit harus memadai untuk
merefleksikan waktu, komitmen, dan
tanggung jawab mereka dalam menjalankan tugas dan fungsinya.
Remunerasi yang memadai sekaligus akan men jaga independensi, objektivitas, dan mutu pekerjaan komite
audit.
Penutup
Dalam masa pasca krisis ekonomi,
Indonesia berada dalam tahap yang
memprihatinkan yakni menghadapi
permasalahan pemulihan perekonomian dan ancaman kelangsungan hidup
perusahaan-perusahaan. Kita belum
pernah mengalami krisis yang sedemikian parah sebelumnya sehingga tidak
memberikan pelihan terlalu banyak bagi
kita untuk membiarkan hal ini berlarutlarut. Untuk segera bangkit dari krisis
sekaligus mempertahankan kelangsungan hidupnya, para pelaku dunis
usaha harus mengubah cara mereka
melakukan dan mengelola bisnis
mereka. Ditambah lagi dengan datangnya era globalisasi dimana pasar akan
semakin kompetitif, maka perubahan
yang fundamental dalam penerapan
corporate governance mutlak dilakukan.
Berdasarkan uraian yang dikemukakan sebelumnya dapat dilihat bahwa
kerangka peraturan perundangan yang
berkaitan dengan corporate governance
di Pasar Modal sudah memadai.
Bapepam sebagai regulator Pasar Modal
dan pihak yang berkepentingan lainnya
seperti otoritas Bursa telah menyesuaikan dan mengeluarkan ketentuanketentuan baru guna lebih mendorong
penerapan corporate governance.
Namun implementasi corporate gover-
USAHAWAN NO. 10 TH XXIX OKTOBER 2000
nance oleh perusahaan di Indonesia,
berdasarkan penelitian yang dilakukan
beberapa lembaga/institusi seperti
McKinsey & Company, Asian Development Bank, dan sebagainya berada pada
titik yang memprihatinkan.
Untuk itu, sudah selayaknya kita
kembali kepada difinisinya bahwa
elemen dari corporate governance meliputi struktur dan proses yang digunakan untuk mengarahkan dan mengelola
bisnis dan kegiatan perusahaan ke arah
peningkatan pertumbuhan bisnis dan
akuntabilitas perusahaan.
Struktur corporate governance telah
disediakan dengan dikeluarkannya
dalam berbagai bentuk ketentuan seperti
peraturan Bapepam, peraturan Bursa,
ataupun Code of Good Corporate Governance. Namun yang harus menjadi
perhatian oleh semua pihak yang terkait
adalah aspek prosesnya, karena sebaik
apapun struktur corporate governance
jika tidak dibarengi dengan implementasi
yang efektif dan nyata, maka upaya
tersebut hanya akan menjadi retorika
belaka. U
Referenci
Barry J. Reiter, Independent Directors, Ivey
Business Journal, 1999
Bill Shepherd, The Growing Clout of Independent
Directors, Global Funance, 1999.
James M, Ritchie, ending The Wall Street Walk.
Why Corporate Governance Now?. 1999.
Komite Nasional mengenai Kebijakan Corporate
Governance, Code of Good Corporate
Governance, 2000.
Michael R. Young, Accounting Irregularities and
Financial Fraud - A Corporate Governance
Guide, 2000.
Robert A.G. Monks & Nell Minow, Power and
Accountability, 2000
The Ad Hoc Task Force OECD OECD Principles
of Corporate Governance, 1998.
The Audit Committee Task Force of the HKSA
Corporate Governance Working Group, A Guide
for The Formation of An Audit Committee,
1997.
The Indonesian Institute for Corporate
Governance, Membangun Dewan Komisaris
yang Efektif, 2000.
The Indonesian Institute for Corporate
Governance, Seputar Komite Audit, 2000
Download