PENGENDALIAN PENYAKIT LODOH PADA BIBIT PERSEMAIAN

advertisement
PENGENDALIAN PENYAKIT LODOH PADA BIBIT PERSEMAIAN
JATI PUTIH (Gmelina arborea) MENGGUNAKAN EKSTRAK DAUN
KIPAIT (Tithonia diversifolia)
Ade Siti Mulyati1)*, Dida Syamsuwida2), Oom Komala1), dan Dina Agustina2)
Universitas Pakuan Bogor 2) Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi
Perbenihan Tanaman Hutan (BP2TPTH).
Fakultas Matematikan dan Ilmu Pengetahuan Alam Program Studi Biologi
Universitas Pakuan Bogor
Email* : [email protected]
1)
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui penggunaan ekstrak daun kipait (Tithonia
diversifolia) penyakit lodoh pada bibit jati putih (Gmelina arborea) di persemaian.
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium dan Stasiun Penelitian Nagrak Balai
Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan (BP2TPTH)
pada bulan Februari sampai Mei 2016. Bibit Gmelina diinokulasi dengan fungi
Fusarium sp, penyebab penyakit lodoh, diberi perlakuan ekstrak kipait. Penelitian
ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial yang diulang
sebanyak 3 kali. Faktor I yaitu waktu (A) : 20 hst (hari setelah tanam), 35 hst, 50
hst dan faktor II ekstrak kipait (B) : 25 g, 50 g, 75 g, 100g. Sebagai pembanding
dari perlakuan ekstrak kipait maka dilakukan pemberian fungisida sintetik sebesar
1 g sebagai kontrol positif. Hasil penelitian menunjukan bahwa ekstrak kipait
dengan dosis 75 g/l sudah efektif dalam mengendalikan serangan penyakit lodoh.
Penggunaan fungisida sintetik sama dengan ekstrak kipait dalam mengendalikan
intensitas serangan penyakit, persentase hidup, pertumbuhan tanaman (tinggi
tanaman, diameter batang, dan biomassa) tanaman jati putih.
Kata kunci : jati putih,kipait, penyakit
BAB I
PENDAHULUAN
Jati putih (Gmelina arborea)
termasuk tanaman penghasil kayu
yang produktif dan memiliki nilai
ekonomi tinggi (Mulyana dan
Asmarahman, 2010).
Salah satu kendala dalam
pembudidayaan dan perbanyakan
tanaman Jati putih ini yaitu serangan
penyakit rebah kecambah. Pada saat
tanaman masih diperkecambahan
berumur sekitar 7-15 hari setelah
perkecambahan
(Suhaendi
dan
Djapilus, 1979). Salah satu cara
meminimalisasi serangan penyakit
tanaman jati putih diantaranya dengan
menggunakan fungisida.
Seiring dengan perkembangan
zaman dan kebutuhan akan fungisida
semakin meningkat maka harga
fungisida akan semakin mahal. Bagi
petani yang tidak memiliki cukup
modal mungkin tidak sanggup untuk
membeli fungisida yang harganya
relatif mahal. Oleh karena itu harus
ada alternatif yang dapat digunakan
2
untuk menanggulangi penyakit,
khususnya pada penyakit rebah
kecambah/lodoh yang disebabkan
oleh fungi. Menurut Kardinan 2001,
fungisida yang bahan dasarnya dari
tumbuhan sangat menguntungkan
karena mudah dibuat, aman terhadap
musuh alami, memiliki racun alami
yang tinggi, dan tidak berbahaya bagi
lingkungan.
Diantara beberapa tanaman yang
dapat dijadikan sebagai fungisida
nabati adalah kipait (Tithonia
diversifolia). Ekstrak air dan etanol
dari kipait juga mempunyai sifat anti
jamur
terhadap
Penicillium
atrovenetium, Aspergilus niger, dan
Fusarium
floeciferum
dengan
konsentrasi penghambat antara 0,001
mg/ml sampai 100 mg/ml (Liasu dan
Ayandele,
2008).
Dikarenakan
kandungan senyawa daun kipait yang
bermanfaat untuk fungisida nabati
yang
dapat
menghambat
pertumbuhan jamur. Maka perlu
dikembangkan pemanfaatan daun
kipait sehingga dapat menjadi
alternatif bagi para petani jati putih
untuk
menanggulangi
masalah
penyakit terutama penyakit yang
disebabkan oleh jamur. Oleh karena
itu maka perlu dilakukan penelitian
untuk memanfaatkan senyawa yang
terkandung didalam daun kipait
terhadap tanaman jati putih untuk
mengendalikan penyakit lodoh.
Tujuan penelitian ini untuk
mengetahui pengaruh daun kipait
(Tithonia
diversifolia)
dan
mengetahui dosis efektif penggunaan
ekstrak kipait dalam mengendalikan
penyakit lodoh pada tanaman jati
putih (Gmelina arborea).
BAB II
BAHAN DAN METODE
Alat dan Bahan
Peralatan
yang
digunakan
diantaranya yaitu polybag ukuran
kecil 10X15, gelas ukur, semprotan,
blender. Bahan yang diperlukan
antara lain, pasir, tanah, air, akuades,
detergen, fungisida, daun kipait,
tanaman jati putih (Gmelina arborea)
yang terserang penyakit lodoh, dan
bibit tanaman jati putih (Gmelina
arborea) yang sehat.
Metode Kerja
Penaburan
Benih
di
Bak
Kecambah
Penaburan benih dilakukan
setelah persiapan benih selesai, alat
dan
bahan
yang
diperlukan
diantaranya bak kotak yang sudah
berisi media tanah dan pasir. Sebelum
dilakukan
penaburan,
benih
didiamkan dahulu hingga suhunya
sesuai dengan suhu lingkungan.
Setelah itu benih ditanam di bak
kecambah.
Penanaman di Polybag
Setelah 2-3 minggu bibit
dipindah ke Polybag. Polybag diisi
dengan 1/2 kg media tanam dengan
komposisi tanah dan pasir dengan
perbandingan 1:1. Masing-masing
Polybag ditanami satu bibit Gmelina
arborea.
Isolasi dan Perbanyakan Isolat
Patogen
Sumber inokulum diperoleh dari
akar Gmelina yang terserang rebah
kecambah/lodoh.
Akar
yang
diperkirakan mengandung inokulum
dari bak kecambah dibersihkan,
kemudian diinkubasi selama satu
malam apabila belum tumbuh
3
ditunggu hingga satu minggu,
dipotong dan diambil bagian yang
sakit, diisolasi dengan media agar
kentang yang sudah dibuat dan
dipersiapkan sebelumnya. Setelah
fungi yang diinginkan tumbuh,
kemudian dilakukan
pemurnian
dahulu sebelum dipakai untuk bahan
penelitian.
Perbanyakan
isolat
patogen dapat dibuat pula dari benih
tanaman.
Inokulasi Patogen
Penularan patogen dilakukan
dengan cara disiramkan suspensi
patogen sebanyak 3 tetes ke akar.
Penyiraman patogen pada tanaman
Gmelina arborea dilakukan pada
pagi hari jam 8.00 – 9.00 karena
menjelang malam kelembabannya
tinggi dan tidak panas.
Pembuatan Ekstrak Daun Kipait
Daun kipait dicuci kemudian
dikering anginkan dan ditimbang
sebanyak 25g, 50g, 75g, dan 100g.
Kemudian masing-masing daun yang
telah ditimbang diblender dengan 1
liter air setelah itu disaring dengan
kain kasa dan siap digunakan.
Aplikasi Ekstrak Daun Kipait
Sebagai Fungisida Nabati
Ekstrak daun kipait yang telah
siap digunakan dicampur dengan
detergen 5g yang digunakan sebagai
zat perekat. Aplikasi dilakukan pada
tanaman berumur 20 hst (hari setelah
tanam) sebanyak 50 ml pada setiap
polybag , aplikasi II dilakukan pada
tanaman berumur 35 hst sebanyak 50
ml pada setiap polybag, dan aplikasi
III dilakukan pada tanaman berumur
50 hst sebanyak 50 ml pada setiap
polybag, selanjutnya dilakukan
pengamatan intensitas serangan
penyakitnya setiap 5 hari setelah
aplikasi fungisida nabati. Aplikasi
ekstrak daun kipait diberikan pada
setiap tanaman sebanyak 50 ml.
Rancangan Percobaan
Penelitian ini menggunakan
Rancangan Acak Lengkap (RAL)
faktorial yang diulang sebanyak 3
kali. Faktor I yaitu waktu (A) : 20 hst
(hari setelah tanam), 35 hst, 50 hst
dan faktor II ekstrak kipait (B) : 25
g, 50 g, 75 g, 100g. Sebagai
pembanding dari perlakuan ekstrak
kipait maka dilakukan pemberian
fungisida sintetik sebagai kontrol
positif 1g.
Parameter Pengamatan
Parameter yang diamati untuk
melihat seberapa efektif penggunaan
ekstrak daun kipait diantaranya yaitu:
a. Intensitas serangan penyakit
pada tanaman
b. Presentase tanaman yang hidup
setelah aplikasi ekstrak kipait.
c. Pertumbuhan tinggi tanaman
diukur dari pangkal akar sampai
pucuk tanaman.
d. Pertumbuhan diameter batang
tanaman diukur menggunakan
kaliper.
e. Biomassa tanaman Gmelina
arborea dengan menghitung
berat kering dan basah akar,
batang dan daun.
Kategori intensitas serangan
Intensitas serangan :
IS = ∑ ((n x v)/ Nx Z) x 100%,
IS : Intensitas serangan (%),
n : Jumlah daun yang terserang
dengan kategori tertentu
N : Jumlah tanaman yang diamati
V : Nilai skala setiap kategori
serangan
Z : Nilai skala tertinggi.
4
n-i
AUDPC = Σ (( Yi + Yi +1 ) / 2 ) .
(ti+1 – t) i = 1
AUDPC = Area Under Disease
Progress Curve;
Y : Keparahan penyakit pada waktu t,
i : Jumlah hari setelah tanam waktu
pengamatan ke-i (Agrios, 2005)
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh
Ekstrak
Kipait
Terhadap Intensitas Serangan
Penyakit Pada Tanaman Jati Putih
(Gmelina arborea)
Pengaruh ekstrak kipait terhadap
intensitas serangan penyakit pada
tanaman jati putih dapat dilihat dari
hasil hasil analisis data dalam bentuk
tabel dibawah ini.
Tabel 1. Pengaruh Ekstrak Kipait
Terhadap Intensitas
Serangan
Penyakit (%)
Perlakuan
INTENSITAS SERANGAN
PENYAKIT (%)
H20
H35
H50
41.53a
47.71a
59.09a
b
bc
11.79
9.65
9.65ef
b
c
6.70
6.70
6.70f
b
bc
9.62
10.33
10.68ef
A1B0
A1B3
A1B4
A1B5
Keterangan:
A1: 20 hari setelah tanam, B0: ekstrak kipait
dosis 0 gram (kontrol -), B3: ekstrak kipait
dosis 75 gram, B4: ekstrak kipait dosis 100
gram, B5: fungisida sintetik 1 gram ( kontrol
+)
Berdasarkan tabel 1 Pengaruh
ekstrak kipait terhadap intensitas
serangan penyakit (%) Menunjukan
bahwa pemberian ekstrak kipait
(A1B4) pada hari ke-20 dengan dosis
100 g/l nyata memberikan nilai
intensitas
terendah
(6,7%)
dibandingkan kontrol (41,53%).
Aplikasi
pemberian
fungisida
terhadap intensitas serangan penyakit
lodoh menunjukan bahwa pemberian
fungisida pada hari ke-20 dengan
dosis 1 g/l (A1B5) memberikan nilai
presentase terendah (9.62%).Pada
tabel 1 Pemberian ekstrak kipait dan
fungisida
pada
hari
ke-20
memberikan hasil yang nyata
terhadap intensitas penyakit lodoh
dibandingkan kontrol. Pemberian
ekstrak kipait dengan dosis 100 g/l
(6,7%) sedangkan fungisida dengan
dosis 1 g/l (9.62%) tidak berbeda
nyata, akan tetapi jika dibandingkan
antara keduanya maka pemberian
dengan ektrak kipait jauh lebih
memberikan hasil yang optimal
dibandingkan pemberian dengan
fungisida. Hal ini disebabkan karena
tanaman kipait merupakan bahan
alami yang mengandung kandungan
yang mampu untuk mengurangi
serangan penyakit lodoh. Menurut
Vijayan et al. (2009) dan Chagas et al.
(2011) menyatakan bahwa tanaman
kipait memiliki kandungan bahan
aktif seperti glikosida, tanin,
flavonoid, terpenoid (Flavonoid
berfungsi menghambat kerja enzim
tertentu, antioksidan anti bakteri, anti
radang, anti alergi, anti viral serta
dapat menghambat pertumbuhan
bakteri, membunuh spora dan
menghambat produksi enterotoksin
serta memacu sistem imun (Vieira et
al. 2001; Molina et al. 2003).
Tabel 2. Pengaruh Ekstrak Kipait
Terhadap Perkembangan Intensitas
Serangan Penyakit (AUDPC) %.
Perlakuan
H20
AUDPC (%)
H35
H50
A1B0
588.42a
674.94a
724.73a
A1B3
172.11b
142.05bc
142.05ef
A1B4
100.80b
100.80bc
100.80f
A1B5
141.73b
151.67bc
156.57efd
5
Menurut Agrios (2005) tingkat
keparahan penyakit sangat penting
untuk diamati karena dapat digunakan
sebagai bahan studi epidemi penyakit.
Hal itu dapat diketahui dengan
menghitung nilai AUDPC (Area
Under Disease Progress Curve).
Berdasarkan tabel 2 Pengaruh
pemberian ekstrak kipait terhadap
perkembangan intensitas serangan
penyakit lodoh (AUDPC) pada hari
ke-20- s/d ke-50 memberikan hasil
yang baik pada hari ke-20
dibandingkan kontrol. Pemberian
ekstrak kipait (A1B4) memiliki nilai
terendah
100.8%
dibandingkan
kontrol (A1B0) sebesar 724,73 %.
Pemberian
fungisida
(A1B5)
memiliki nilai terendah sebesar
141,73%. Berdasarkan tabel 2
Menunjukan
bahwa
pemberian
ekstrak kipait dan fungisida pada hari
ke-20 memberikan hasil yang lebih
baik dibandingkan kontrol. Terlihat
dengan mendapatkan nilai terendah
pada
perkembangan
intensitas
serangan penyakit (AUDPC) yang
terjadi pada tanaman jati putih
(Gmelina arborea). Pemberian kipait
sebesar 100,80% sedangkan fungisida
141,73%, maka dari itu dengan
pemberian perlakuan kipait dengan
dosis 100 g/l sudah dapat mengurangi
intensitas serangan yang terjadi pada
jati putih dibandingkan menggunakan
fungisida.
Menurut Sulistyawati dan Mulyati
2009 dalam Apriyadi 2013 bahwa
daun
Tithonia
diversifolia
mengandung senyawa aktif flavanoid
yang termasuk dalam senyawa fenol,
yang memiliki efek penghambatan
pertumbuhan dan sporulasi dari jamur
patogen dalam tanaman. Efek tersebut
seperti efek pemandulan pada jamur
sehingga tidak lagi terjadi sporulasi
dari jamur patogen ini yang dapat
bersifat
preventif
(pencegahan)
terhadap serangan suatu patogen dan
bisa bersifat pengendalian terhadap
pertumbuhan dan sporulasi jamur
pada tanaman.
Pengaruh
Ekstrak
Kipait
Terhadap Persentase Hidup Jati
Putih (Gmelina arborea )
Pengaruh ekstrak kipait terhadap
persentase hidup jati putih dapat
dilihat dari hasil hasil analisis data
dalam bentuk tabel dibawah ini.
Tabel 3. Pengaruh Ekstrak Kipait
Terhadap Persentase hidup %.
Perlakuan
Respon Persentase hidup (%)
Pengamatan Hari KeH20
H35
H50
A1B0
95.53a
91.09abc
73.11c
A1B3
100.00a
97.77ab
97.77ab
A1B4
100.00a
100.00a
100.00a
A1B5
100.00a
100.00a
93.30ab
Berdasarkan tabel 3 Mengenai
pengaruh ekstrak kipait terhadap
persentase hidup tanaman jati putih
menunjukan bahwa persentase hidup
paling tinggi (A1B4) pada hari ke-20
dengan dosis 100 g/l sebesar 100%
sedangkan pada (A1B3) dosis 75 g/l
memiliki persentase hidup sebesar
97,77%
Mengenai pengaruh
fungisida terhadap persentase hidup
tanaman jati putih (Gmelina arborea)
menunjukan bahwa persentase hidup
(A1B5) paling tinggi dibandingkan
kontrol pada hari ke-20 dengan dosis
1 g/l sebesar 100% sedangkan kontrol
sebesar (95,53%). Pada tabel 3
Mengenai persentase hidup dengan
pemberian daun kipait dan fungisida
6
memberikan hasil yang nyata
terhadap persentase hidup pada hari
ke-20 sebesar 100%. Pemberian daun
kipait pada hari ke-20 dengan dosis
100 g/l memiliki persentase sebesar
100 % sedangkan pada dosis 75 g/l
persentase hidup sebesar 97,77%–
100 %. Hal ini membuktikan bahwa
dengan pemberian daun kipait pada
hari ke-20 dengan dosis 75 g/l daun
kipait sudah dapat digunakan untuk
memberikan hasil yang cukup
optimal dalam melihat persentase
hidup tanaman jati putih walaupun
tidak maksimal seperti dosis 100 g/l
pada perlakuan A1B4. Berdasarkan
pengamatan di lapangan pada
perlakuan A1B4 mulai dari hari
pertama kali pengamatan tidak
menunjukan adanya gejala serangan
penyakit lodoh yang begitu parah
sehingga pada perlakuan A1B4 bisa
bertahan hidup hingga hari terakhir
pengamatan. Perbandingan antara
pemberian daun kipait dengan
pemberian fungisida keduanya tidak
berbeda nyata terhadap hasil dari
persentase hidup, maka dari itu
keduanya bisa mengurangi intensitas
serangan penyakit lodoh. Akan tetapi
dalam penelitian ini daun kipait
sangat dianjurkan dalam aplikasi
dilapang karena daun kipait lebih
unggul dalam mengurangi intensitas
penyakit dan mengandung kandungan
bahan aktif yang dapat memberikan
daya imun pada tanaman jati putih
tersebut. Menurut Suhaya (2014)
Pemberian ekstrak kipahit memiliki
tingkat penyembuhan lebih cepat
karena
berperan
sebagai
imunostimulan sehingga mampu
mempercepat regenerasi sel-sel yang
rusak dan meningkatkan respon imun.
Daun kipait merupakan bahan alami
yang mudah didapat dan ramah
lingkungan dibandingkan pemberian
fungisida.
Pengaruh
Ekstrak
Kipait
Terhadap Pertumbuhan Tanaman
Jati Putih (Gmelina arborea )
Pengaruh ekstrak kipait terhadap
pertumbuhan tanaman jati putih dapat
dilihat dari hasil hasil analisis data
dalam bentuk tabel dibawah ini.
Tabel 4. Pengaruh Ekstrak Kipait
Terhadap tinggi tanaman (cm)
Perlakuan
Respon Tinggi Tanaman (cm)
Pengamatan Hari KeH20
H35
H50
A1B0
11.61 efg
12.29 d
12.18 bc
A1B3
14.09 ab
15.40 abc
15.89 a
A1B4
14.61 a
17.16 a
16.89 a
A1B5
13.84 abc
16.62 ab
15.78 ab
Berdasarkan analisis statistik
pengaruh pemberian ekstrak kipait
terhadap tinggi tanaman jati putih
nyata meningkatkan pertumbuhan
tanaman jati putih dibandingkan
kontrol pada peubah tinggi dan
diameter. Tinggi tanaman jati putih
yang diberikan perlakuan ekstrak
kipait (A1B4) dengan dosis 0-100 g/l
terhadap hari pemberian ekstrak.
Menunjukan bahwa tinggi tanaman
pada hari ke-20 dengan dosis 100 g/l
nyata lebih tinggi 14.61 cm
dibandingkan kontrol yaitu 11.61 cm.
Aplikasi
fungisida
(A1B5)
berpengaruh nyata meningkatkan
tinggi tanaman pada hari ke-20
sebesar 13.84 cm (dosis 1 g/l).
Berdasarkan tabel 4 Menunjukan
bahwa tinggi tanaman dengan
pemberian ekstrak kipait dan
fungisida
pada
hari
ke-20
memberikan pengaruh yang nyata
terhadap
tinggi
tanaman
7
dibandingkan kontrol sebesar 14.61 17.16 cm sedangkan fungisida 13.83 16.62 cm. Hal ini disebabkan karena
pengaruh bahan dan lingkungan yang
mendominasi, yaitu ekstrak kipait
merupakan bahan alami sedangkan
fungisida bahan sintetik sehingga
hasilnya nyata ekstrak kipait
menunjukan bahwa pertumbuhan
tinggi tanaman yang lebih baik
dibandingkan dengan pemberian
fungisida.
Perbedaan
tersebut
didukung
dengan
pengaruh
lingkungan yang ada seperti suhu dan
cahaya
yang
cukup
yang
mengakibatkan tingkat fotosintesis
terjadi pada daun kipait lebih optimal
sehingga pertumbuhannya lebih
tinggi dibandingkan fungisida.
Menurut
Lewenussa (2009)
pada usia muda, tanaman cenderung
melakukan pertumbuhan yang cepat
ke arah vertikal (atas), pertumbuhan
diameter
berlangsung
apabila
keperluan hasil fotosintesis untuk
respirasi, pergantian daun, pergantian
akar, dan tinggi telah terpenuhi. Serta
menurut Sitompul dan Guritno (1995)
menyatakan bahwa tinggi tanaman
sensitif terhadap faktor lingkungan
tertentu seperti cahaya.
Tabel 5. Pengaruh Ekstrak Kipait
Terhadap diameter batang (mm)
perlakuan
Respon Diameter Batang(mm)
Pengamatan Hari KeH20
H35
H50
A1B0
1.00e
0.85c
0.85c
A1B3
1.56ab
1.73a
1.73a
A1B4
1.67a
1.70a
1.70a
A1B5
1.56ab
1.45ab
1.45ab
Peubah dalam pertumbuhan
tanaman pada jati putih adalah
diameter batang
yang hasil
pengamatan dan analisisnya terlihat
pada tabel 5. Berdasarkan tabel 5
pengaruh dosis ekstrak kipait
terhadap diameter batang (Gmelina
arborea)
menunjukan
bahwa
perlakuan A1B4 pada hari ke-20
dengan dosis 100 g/l nyata
memberikan nilai yang lebih tinggi
1.67-1.70 mm dibandingkan kontrol
sebesar 1.00 mm tetapi tidak berbeda
nyata dengan A1B3 dosis 75g/l
sebesar 1.56–1.73 mm. Aplikasi
pemberian
fungisida
terhadap
diameter
(Gmelina
arborea)
menunjukan bahwa A1B5 perlakuan
fungisida dosis 1 g/l pada hari ke-20
menunjukan bahwa diameter batang
nyata lebih besar
1.56 mm
dibandingkan kontrol 1.00 mm (tabel
5). Pada tabel 5 Menunjukan bahwa
pemberian ekstrak kipait dan
fungisida pada hari ke-20 nyata
memberikan nilai diameter yang lebih
bagus dibandingkan kontrol, yaitu
ekstrak kipait sebesar 1.67 mm,
fungisida 1.56 mm sedangkan kontrol
1.00 mm. Namun pada pemberian
ekstrak kipait pada dosis 100 g/l dan
75 g/l di hari ke-20 tersebut
menunjukan hasil yang tidak berbeda
nyata. Hal ini disebabkan karena
dosis 100 g/l pada pengamatan
pertama menunjukan hasil yang lebih
besar dibandingkan 75 g/l. Akan
tetapi pada saat pengamatan hari ke35 s/d hari ke-50 dosis 75 g/l
menunjukan hasil yang lebih
signifikan dibandingkan dosis 100 g/l.
Maka dari itu dosis pemberian kipait
terhadap diameter batang jati putih
(Gmelina arborea) sudah efektif
dengan dosis 75 g/l. Diameter batang
dipengaruhi oleh cahaya dan suhu
yang optimal untuk melakukan proses
fotosintesis dengan baik. Menurut
Hardjowigeno (1987) pertumbuhan
8
tanaman dipengaruhi oleh bermacammacam faktor di antaranya cahaya
matahari, suhu, udara, air, dan unsurunsur hara dalam tanah sedangkan
Menurut Indriyanto (2006), tanah
adalah tubuh alam (bumi) yang
berasal dari berbagai campuran hasil
pelapukan oleh iklim dan terdiri atas
komponen bahan organik dan
anorganik yang menyelimuti bumi,
sehingga mampu menyediakan air,
udara, dan hara bagi tumbuhan, serta
sebagai berdiri tegaknya tumbuhtumbuhan. Serta Ada tiga fungsi
fisiologis yang sangat dipengaruhi
oleh suhu, yaitu pertumbuhan dan
perkembangan,
asimilasi,
dan
pernafasan
(Heddy,
1987).
Sedangkan
Aplikasi
pemberian
ekstrak kipait dengan fungisida
menunjukan hasil yang tidak berbeda
nyata terhadap diameter batang.
Ekstrak kipait sebesar 1.67 mm
sedangkan fungisida 1.56 mm.
Namun pada pengamatan hari ke-35
s/d hari ke-50 nilai diameter batang
pada ekstrak kipait dan fungisida
menurun. Hal ini disebabkan karena
nilai diameter pada pengamatan hari
ke-35 s/d hari ke-50 dipengaruhi oleh
jumlah tanaman Gmelina yang sudah
mati sehingga nilai diameter batang
berkurang sehingga mempengaruhi
nilai diameter batang.
Tabel 6. Pengaruh Ekstrak Kipait
Terhadap biomassa (gr)
perlakuan
Biomassa(gr)
A1B0
0.265f
A1B3
1.241a
A1B4
1.194ab
A1B5
0.962abcd
Berdasarkan tabel 6 Biomassa
(Gmelina arborea)
menunjukan
bahwa pemberian ektrak kipait dosis
75 g/l (A1B3) dan fungisida dosis 1
g/l (A1B5) pada hari ke-20
memberikan hasil yang nyata
dibandingkan kontrol. Biomassa pada
pemberian ekstrak kipait dosis 75 g/l
(A1B3) sebesar 1.241 gram,
pemberian fungisida 1 g/l (A1B5)
sebesar 0.962 gram sedangkan pada
kontrol (A1B0) sebesar 0.265 gram.
Hal ini disebabkan karena pengaruh
bahan yang digunakan seperti daun
kipait dan fungisida. Tanaman kipait
merupakan salah satu gulma liar yang
memiliki kandungan hara yang cukup
tinggi dan baik untuk meningkatkan
produksi serta termasuk dalam
golongan tanaman berbahan alami
yang ramah lingkungan sedangkan
fungisida merupakan bahan sintetis
penunjang yang minim akan unsur
hara. Pada pemberian ekstrak kipait
menunjukan nilai biomassa yang
lebih tinggi dibandingan fungisida hal
ini dikarenakan semakin tinggi nilai
biomassa kipait maka semakin tinggi
penyerapan karbon untuk melakukan
proses
fotosintesis
dalam
pertumbuhan tanaman jati putih
(Gmelina arborea). Menurut Hairiah
dan Rahayu (2007) Pohon mampu
menyerap karbondioksida (CO2)
untuk fotosintesis dan menyimpannya
dalam bentuk karbohidrat pada akar,
batang, dan daun sebelum dilepaskan
kembali ke atmosfer.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Ekstrak kipait dengan dosis 75 g/l
sudah efektif dalam mengendalikan
serangan penyakit lodoh. Penggunaan
ekstrak
kipait
sama
dengan
Penggunaan fungisida sintetik dalam
mengendalikan intensitas serangan
9
penyakit,
persentase
hidup,
pertumbuhan
tanaman
(tinggi
tanaman, diameter batang, dan
biomassa) tanaman jati putih.
Saran
Perlunya dilakukan aplikasi di
lapangan untuk mengetahui hasil
nyata manfaat ekstrak daun kipait
dalam
mengendalikan
penyakit
lodoh.
Ucapan Terimakasih
Penulis
mengucapkan
terimakasih kepada kepala balai
penelitian
dan
pengembangan
teknologi perbenihan tanaman hutan
(BP2TPTH) yang telah memberikan
kesempatan untuk melaksanakan
penelitian. Bapak Mufid Sanusi,
Sutrisno, Suherman, Emuy Supardi,
Odih selaku teknisi pada (BP2TPTH)
yang telah banyak membantu selama
penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Agrios, G.N. 2005. Plant Pathology.
Fifth
Edition.
Elsevier
Academic Press: Burlington.
Apriyadi, A.R., W.S Wahyuni., V.
Supartini. 2013 . Pengendalian
penyakit patik (Cercospora
nicotianae) pada tembakau na
oogst secara invivo dengan
ekstrak daun gulma kipahit
(Tithonia diversifolia). Berkala
Ilmiah Pertanian 1(2): 30-32.
Chagas-Paula DA, Rejane B, Vanessa
CDS, Leothnardo GN. 2011.
Chlorogenic
acids
from
Tithonia
diversifolia
demonstrate
better
antiinflammatory
effect
than
indomethacin
and
its
sesquiterpene lactones. Journal
of
Ethnopharmacology.
136:355-362.
Hairah, K dan Rahayu, S. 2007.
Petunjuk Praktis Pengukuran
“Karbon
Tersimpan”
di
Berbagai macam Penggunaan
Lahan. World Agroforestry
Centre (South East Asia).
Bogor.
Hardjowigeno S. 1987. Ilmu Tanah.
Jakarta: Akademika Pessindo.
Heddy S. 1987.
Ekofisiologi
Pertanian. Bandung: Sinar
Baru.
Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan.
Jakarta: Bumi Aksara.
Kardinan, A. 2001. Pestisida nabati
ramuan dan aplikasi. Penebar
swadaya. Jakarta. 80 hal.
Liasu, M.O. dan Ayandele A.A.
2008. Antimicrobial activity of
aqueous and ethanolic extracts
from Tithonia diversifolia and
Bryum Coronatum collected
from Ogbomoso, oyo state.
Nigeria . Advances in Natural
and Applied Sciences. 2(1):3134.
Lewenussa A. 2009. Pengaruh
mikoriza
dan
bioorganik
terhadap pertumbuhan bibit
Cananga odorata (Lamk) Hook
fes & Thoms [skripsi]. Bogor:
Fakultas Kehutanan, Institut
Pertanian Bogor.
Molina MF, Sanches-Reus I, Iglesias
I, Benedi J. 2003. Quercetin, a
flavonoid
antioxidant,
preventif and protect against
etanol induced oxidative
stress in mouse liver. Biol
Pharm. Bull 26: 1398-1402.
Mulyana, Dadan., dan Asmarahman,
ceng. 2010 . 7 Jenis Kayu
Penghasil Rupiah. Jakarta :
AgroMedia pustaka
10
Sitompul SM, Guritno B. 1995.
Analisis
Pertumbuhan
Tanaman.
Yogyakarta:
Gadjah Mada University
Press.
Suhaendi, H. Dan A. Dapilus. 1979.
Hasil Pendahuluan Mengenai
Percobaan Provenansi G.
arborea L. Buletin Penelitian
Hutan
No.463.
Pusat
Penelitian dan Pengembangan
Hutan Bogor.
Suhaya D,D. 2014. Efektivitas
Ekstrak Kipahit (Tithonia
diversifolia) dan Kirinyuh
(Eupatorium
inulaefolium)
Untuk
Pencegahan
dan
Pengobatan Penyakit Akibat
Infeksi
(Aeromonas
Hydropilla) Pada Ikan Lele
(Claris sp.) Melalui Pakan
[Skripsi]. Bogor. Fakultas
Perikanan, Institut Pertanian
Bogor.
Vieira RHSF, Rodriguez DP,
Goncalves FA, Menezes FGR,
Aragao JS. 2001. Microbial
effect of medicinal Plan
extract (Psidium guajava Linn
and Carica papaya Linn) pon
bacteria isolated krom fish
muscule and known to induce
diarrhea in children. Rev.
Journal of Tropical Medicine.
43: 145-148.
Vijayan P, Srividya AR, Shalom A,
Chandrasekhar R, 2009.
Antioxidant,
antimicrobial
and in vitro cytotoxicity
studies
of
Tithonia
diversifolia. Pharmaceutical
Biotechnology. 1: 276-279.
Download