1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Properti

advertisement
BAB I
PENGANTAR
1.1 Latar Belakang
1.1.1 Properti Perumahan Pada Perekonomian
Rumah
adalah
barang
yang
diproduksi
untuk
memenuhi
kebutuhan tempat tinggal manusia. Istilah “perumahan“ mengacu pada
sifat produksi massal yang membedakannya dengan istilah “pemukiman”
(tempat bemukim sekelompok manusia) (Aluko, 2010). Karakteristik pasar
perumahan berbeda dengan barang produksi lainnya. Salah satu
karakteristik pasar perumahan adalah pembelian berulang (Erik, et al.,
2010) karena sifat perumahan yang merupakan aset tetap dan fixed
terhadap lokasi1. Karakteristik pasar perumahan yang lain adalah
melibatkan beberapa pembeli dan penjual, kurangnya informasi yang
lengkap, transaksi mahal, produk heterogen, immobility, serta kelambanan
transaksi dalam merespon perubahan lingkungan pasar. Kondisi ekstrem,
mungkin ada atau hampir tidak ada aktivitas pasar untuk beberapa jenis
properti selama periode waktu yang panjang (Lusht, 1997: 17).
Paket perumahan terdiri dari bangunan dan tanah yang memiliki
karakteristik yang berbeda. Bangunan perumahan merupakan barang
1
Malpezzi (1999) menjelaskan bahwa: “Housing is fixed in location, extremely durable (slowly
depreciating), and can be viewed alternatively as a composite commodity yielding a flow of
"housing services", or as a set of individual characteristic”. O’Sullivan dan Gibb (2003)
menjelaskan bahwa: “The durability, fixity, and heterogeneity of dwellings imply that
transactions costs are significant in the housing market”.
1
2
tahan lama dan terdepresiasi dengan sangat lambat (Malpezzi, 1999: 1794),
sedangkan tanah sebagai barang modal yang tidak mengenal penyusutan
(Malpezzi, 1999: 1822). Kepemilikan tanah dan bangunan untuk
perumahan dapat digunakan sebagai kegiatan investasi yang sekaligus
dapat juga digunakan sebagai barang
konsumsi dengan proses
penyesuaian pasar yang lamban. Perumahan sebagai sebuah barang
merupakan sebuah kesatuan dari banyak karakteristik yang melekat pada
entitas rumah tersebut, seperti ukuran, kualitas, dan lokasinya (O’Sullivan
dan Gibb, 2003: 57).
Perumahan merupakan bagian terbesar dari total kekayaan rumah
tangga, atau sebesar 27,2% dari total kekayaan rumah tangga di negara
maju seperti Amerika Serikat (Benjamin et al., 2004: 331). Pengeluaran
untuk perumahan merupakan bagian yang terbesar kedua dari total
pengeluaran rumah tangga setelah makanan di negara berkembang
seperti Indonesia. Pengeluaran rata-rata untuk perumahan sebesar 18,9%21% dari total pengeluaran rumah tangga atau sebesar 36,7% - 43% dari
pengeluaran rumah tangga non pangan (BPS, 2012: 57). Investasi rumah
baru menyumbang sekitar 7% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Sekitar
60% dari sejumlah 7% tersebut adalah pembayaran kepada sektor
konstruksi (seperti untuk tenaga kerja, peralatan konstruksi), dengan
sisanya 40% untuk produsen bahan bangunan (DiPasquale dan Wheaton,
1996: 1).
3
Sejak krisis keuangan Asia tahun 1997, pemerintahan di Asia telah
meningkatkan upaya mereka untuk memperbaiki struktur sistem
pembiayaan perumahan. Di pasar primer, pangsa perumahan swasta telah
meningkat secara substansial. Selain itu, bank komersial dan lembaga
keuangan swasta telah berperan penting dalam pinjaman pembiayaan
rumah dan menyediakan produk KPR yang beragam bagi rumah tangga.
Di pasar sekunder, mekanisme berbasis sekuritas saham telah dibentuk di
sebagian besar perekonomian Asia, meskipun pasar belum sepenuhnya
berkembang. Peran pinjaman di sektor keuangan, semakin penting untuk
meningkatkan pemahaman tentang potensi risiko dalam struktur pasar
perumahan di Asia dan negara lain (Zhu, 2006).
Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa pasar properti
perumahan menarik untuk diteliti, karena berkaitan dengan transaksi
modal-kekayaan dan properti perumahan merupakan bagian terbesar
total kekayaan rumah tangga. Memahami siklus properti perumahan dan
mekanisme pasar yang mendasarinya menjadi penting, karena selain
kompleks dan heterogen (berbeda antar wilayah), nilai transaksi properti
perumahan mengkonsumsi aspek finansial (transfer pinjaman, modalkekayaan) yang besar.
4
1.1.2 Transaksi Properti Perumahan
Transaksi properti perumahan melibatkan mekanisme permintaan
dan penawaran yang terjadi dalam pasar suatu properti. Perumahan
memiliki pasar tersendiri yang memiliki karakteristik permintaan yang
unik (Frank dan Bernanke, 2009:56). Pasar properti berbeda dengan pasar
komoditas lainnya terutama terkait karakteristik properti seperti properti
tidak dapat dipindahkan secara fisik (immobile) sehingga pasar properti
juga tidak tampak secara fisik. Implikasinya dalam pasar properti akan
muncul masalah kesenjangan informasi pasar dan selanjutnya munculnya
peran agen penjualan yang mendominasi terwujudnya transaksi di pasar
properti.
Siklus transaksi properti perumahan pada umumnya selain
berkaitan dengan masalah siklus permintaan dan penawaran produk
perumahan, juga berkaitan dengan kondisi ekonomi makro. Transaksi
perumahan dapat berpengaruh secara negatif terhadap stabilitas ekonomi
makro melalui ketidakstabilan keuangan (Chiquier dan Lea, 2009:17).
Transaksi properti perumahan yang tinggi sering menjadi pendorong
awal siklus ekonomi, namun pertumbuhan yang terlalu tinggi, sering
memberikan risiko terhadap stabilitas ekonomi makro (Ivanauskas et al.,
2008; Leung et al., 2008; Zhu, 2006; Chiquier dan Lea, 2009). Selanjutnya
periode transaksi yang tinggi diikuti dengan kenaikan harga perumahan
yang
cepat,
properti
banyak
digunakan
sebagai
jaminan
untuk
5
memperoleh lebih banyak pinjaman untuk membeli properti lebih banyak
lagi. Hal tersebut akan mempengaruhi harga aset naik lebih jauh lagi.
Pada saat terjadi devaluasi mata uang kondisi tersebut menyebabkan
ketidakstabilan sistem keuangan seperti yang terjadi pada krisis keuangan
global. Krisis keuangan global yang bermula dari krisis kredit perumahan
di Amerika Serikat membawa implikasi pada kondisi ekonomi global dan
perdagangan internasional secara menyeluruh (Chiquier dan Lea,
2009:19).
Erik, et al. ( 2010) menjelaskan bahwa perubahan volume penjualan
perumahan tidak terlepas dari mekanisme permintaan dan penawaran
serta variabel yang berhubungan. Ditinjau dari sisi permintaan,
permintaan perumahan dalam jangka panjang sebenarnya adalah fungsi
pertumbuhan penduduk dan pendapatan. Permintaan perumahan dalam
jangka pendek tergantung pada ketersediaan kredit dan tingkat suku
bunga
(Fanning,
2005:174).
Clayton
(2008)
menjelaskan
bahwa
keterbatasan kredit memicu peningkatan pendapatan meningkatkan
permintaan dan jumlah transaksi. Permintaan perumahan dalam jangka
pendek memiliki amplitudo yang sempit.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran dan permintaan
properti perumahan tersebut berbeda antar wilayah baik nasional,
regional maupun antar negara. Banyak negara yang memiliki sistem
ekonomi kapitalis, penawaran dan permintaan properti perumahan
6
ditentukan oleh kekuatan pasar. Dalam hal ini, pengaruh faktor-faktor
ekonomi, seperti pendapatan rumah tangga, harga rumah, tingkat
angsuran dan bunga kredit memainkan peran penting (Ellis, 2003). Senada
dengan Ellis (2003), penelitian lain (seperti dilakukan oleh FIK, et al., 2003;
Francke, 2004; Gelfand, 2004; Miron, 2004; Wang, 2004) menemukan
bahwa faktor-faktor ekonomi seperti pendapatan, harga dan suku bunga
juga mempengaruhi keterjangkauan properti perumahan. Elastisitas
pendapatan terhadap permintaan di negara ekonomi kapitalis seperti
Thailand dan Amerika (Glindro, et al., 2008; Phang dan Kim, 2010; Gstach,
2007) adalah tinggi, tetapi inelastis di negara sosialis seperti Rusia dan
Korea Utara (Malpezzi, 1999). Variabel demografi seperti jumlah
penduduk elastis terhadap permintaan rumah di negara berkembang
tetapi tidak di negara maju (Malpezzi, 1999).
Tabel 1.1 Permintaan Perumahan di Beberapa Negara Berkembang
Negara
Permintaan
(ribuan)
Populasi
(jiwa)
Luas
Wilayah (km2)
kepadatan
(jiwa/km2)
China
10.000-20.000
1.353.821.000
9.706.961
139
India
7.000-10.000
1.210.193.422
3.287.263
371
800
237.424.363
1.904.569
123
Vietnam
450-500
90.388.000
331.210
265
Thailand
60
66.720.153
513.120
132
751-805
76.498.735
300.000
276
4
161.083.804
147.570
1.033
1.100-1.500
180.440.005
796.095
226
65.610
323
Indonesia
Filipina
Banglades
Pakistan
Sri Lanka
70
20.277.597
Sumber: Basnyat (2009) dan Wikipedia (2012), diolah
7
Berdasarkan Tabel 1.1 di atas dapat diketahui bahwa permintaan
rumah di China adalah tertinggi yaitu antara 10-20 juta unit per tahun,
sedangkan di Indonesia dan Thailand mewakili negara Asia Tenggara
hanya sebanyak 800-60 ribu per tahun (Basnyat, 2009). Perumahan di
Hongkong selama tahun 20102 mengalami kenaikan yang sangat besar,
baik dari sisi permintaan yang tinggi maupun kemudahan masuknya
uang, karena kebijakan penentuan nilai tukar mata uang China. Industri
real estate India mengalami perlambatan karena pemerintah terus
melanjutkan kebijakan moneter yang ketat, terutama dalam hal tingkat
suku bunga (DTZ Research, 2010).
Di
Indonesia, pemerintah mempunyai peran penting dalam
penyediaan kebutuhan perumahan yang layak untuk masyarakat.
Pemerintah
Indonesia
juga
mempunyai
peran
penting
dalam
pengendalian dan menjaga keseimbangan transaksi properti perumahan.
Kebijakan tingkat bunga yang rendah, inflasi yang terkendali dan
pertumbuhan pendapatan dapat mendukung kondisi bagi pertumbuhan
industri properti dan penyediaan perumahan bagi masyarakat, namun
pertumbuhan yang tinggi memberikan risiko overheating ekonomi.
Berdasarkan
uraian
di
atas,
dapat
diketahui
faktor
yang
mempengaruhi permintaan properti perumahan dapat sama atau berbeda
di berbagai wilayah. Analisis time series dan cross--section dapat digunakan
2
Hongkong merupakan negara dengan pertumbuhan pasar perumahan tertinggi di
dunia di mana pada tahun 2010 mencapai angka pertumbuhan tahunan sebesar 20,1%.
8
untuk mengetahui karakteristik yang mempengaruhi permintaan properti
perumahan di berbagai wilayah.
1.1.3 Segmentasi Pasar Perumahan
Dinamika
transaksi
properti
perumahan
berbeda
antara
perumahan tipe kecil, menengah dan tipe besar. Berdasarkan hasil survei
yang dilakukan Bank Indonesia (2012) menginformasikan bahwa pada
rentang 2003-2009, jumlah perumahan di wilayah perkotaan di Indonesia,
seperti di wilayah Jabodebek tercatat rata-rata sekitar 50.000 unit. Dari
jumlah tersebut sebanyak 79% merupakan perumahan kecil hingga
sedang dan 20% merupakan tipe perumahan mewah. Penjualan
perumahan khususnya tipe rumah sederhana dan menengah pada
periode tahun 2008-2009 tercatat meningkat sebesar 57% dan 39%,
sedangkan penjualan untuk tipe perumahan mewah hanya meningkat
sebanyak 4% pada rentang waktu yang sama.
Rumah tipe menengah dan mewah hanya mewakili 10% dari unit
rumah, namun rumah tipe menengah dan mewah (besar) telah
mendominasi pasar dalam hal nilai penjualan. Pemberi pinjaman sektor
swasta (termasuk sejumlah bank domestik dan bank asing) telah secara
aktif terlibat dalam pembiayaan perumahan untuk rumah menengah dan
besar serta memainkan peran penting dalam pasar perumahan bersama
bank pemerintah (Zhu, 2006).
9
Perilaku transaksi properti perumahan ditinjau dari tipe rumah
adalah menarik diteliti karena berkaitan dengan jumlah permintaan yang
berbeda, sehingga dapat mencerminkan keseimbangan permintaan dan
penawaran tiap tipe juga dapat berbeda.
Perilaku transaksi properti
perumahan ditinjau dari tipe rumah juga mencerminkan perbedaan kelas
kebutuhan dan pendapatan dalam masyarakat dan elastisitas variabel
yang mempengaruhinya juga dapat berbeda. Rumah dapat menjadi
barang mewah untuk segmen tipe kecil serta permintaan didorong oleh
faktor kebutuhan untuk ditempati, namun hal tersebut dapat berbeda
untuk tipe besar yaitu permintaan didorong selain faktor kebutuhan
untuk dikonsumsi namun juga motif investasi atau bahkan spekulasi.
1.1.4 Peran Spekulasi dalam Pasar Properti
Pertumbuhan ekonomi dan urbanisasi di wilayah perkotaan di
Indonesia mendorong penyediaan perumahan untuk tempat tinggal.
Pertumbuhan harga perumahan yang tinggi mendorong masyarakat
untuk berinvestasi di sektor perumahan dengan membeli perumahan
bukan hanya sebagai barang yang bernilai guna, namun juga barang yang
mempunyai nilai transfer. Zhou (2004) berpendapat adanya perilaku
masyarakat dalam meningkatkan keuntungan dari return investasi
perumahan melalui spekulasi pembelian properti dan menjualnya dengan
harga lebih tinggi. Selama periode ekspansi ekonomi, spekulan biasanya
10
memiliki "harapan " untuk mendapatkan keuntungan dari kenaikan harga
dalam jangka pendek, sehingga pembentukan gelembung real estate terkait
erat dengan spekulasi.
Aktivitas spekulasi menguatkan kenaikan dan penurunan di pasar
keuangan, dan transaksi spekulatif dapat membahayakan perekonomian.
Spekulasi real estate dan pinjaman yang berlebihan merupakan alasan
utama yang membawa gelembung real estate. Dari sudut pembangunan
ekonomi,
gelembung
real
estate
pada
tingkat
tertentu
akan
menguntungkan bagi pasar real estate secara keseluruhan, namun jika
gelembung mengembang terlalu cepat dan bahkan keluar dari kontrol,
krisis ekonomi yang serius akan berlangsung (Ning dan Hoon, 2012).
Gelembung real estate yang terjadi pada tahun 2007 yang tidak
hanya terjadi di Indonesia namun juga di pasar real estate di Asia dan
beberapa negara dunia lainnya. Umumnya, gelembung real estate adalah
semacam gelembung ekonomi yang terjadi secara berkala di pasar real
estate. Gelembung real estate adalah proses yang berkelanjutan dari
kenaikan transaksi yang terlepas dari nilai riil yang dipengaruhi oleh
pelaku pasar. Hal tersebut menunjukkan pentingnya pengukuran
pengaruh faktor spekulasi di pasar real estate untuk mengidentifikasi overinvestasi. Di Indonesia faktor spekulasi diidentifikasi dari fenomena
rumah kosong, yang menunjukkan sebagian masyarakat tidak hanya
membeli rumah untuk ditempati namun juga untuk motif spekulasi.
11
Pertumbuhan transaksi yang terlepas dari basis pasar menyebabkan
pertumbuhan
yang
irasional,
sehingga
sistem
keuangan
akan
menanggung beban tersebut, dan bahkan perekonomian nasional akan
mengalami perubahan (Lai et al., 2009:43).
1.1.5 Pengaruh Kebijakan Pemerintah
Indonesia telah membuat kemajuan yang signifikan dalam
mengembangkan pasar perumahan dan berbasis mekanisme pasar untuk
pembiayaan pembelian rumah, namun pembangunan tidak merata di
seluruh wilayah karena heterogenitas dalam infrastruktur pasar dan
pembangunan ekonomi. Heterogenitas dalam infrastruktur pasar dan
pembangunan ekonomi yang tidak merata di beberapa wilayah perkotaan
di Indonesia dapat menyebabkan karakteristik pasar perumahan yang
berbeda di setiap wilayah.
Berdasarkan
wilayah,
sekitar
60%
permintaan
perumahan
terkonsentrasi di Pulau Jawa. Berdasarkan persebaran penduduk, 75%
kebutuhan rumah di Indonesia terkonsentrasi di 10 Propinsi saja, yaitu
Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Banten,
Sulawesi Selatan, Sumatera Selatan, Lampung dan Riau (Bank Indonesia,
2009). Pada Tahun 2010, penjualan properti perumahan terkonsentrasi
berada di kota-kota besar yaitu di wilayah Jabodebek, Surabaya, Bandung
dan Medan (Tabel 1.2). Kota-kota besar tersebut adalah kota besar dengan
12
pendapatan perkapita paling tinggi dibandingkan dengan kota besar
lainnya.
Wilayah
Jabodebek
dan
Kota
Surabaya
merupakan
Kota
Metropolitan terbesar di Indonesia. Kota Medan dan Kota Bandung
merupakan salah satu kota yang berkembang menjadi kota metropolitan
di Sumatera Utara dan Jawa Barat. Kota-kota kecil seperti Denpasar,
Yogyakarta, Padang dan Manado mempunyai penjualan lebih kecil,
namun demikian, beberapa kota-kota tersebut seperti Kota Manado
(Tahun 2010), mempunyai pertumbuhan penjualan tinggi.
Faktor ekstrim seperti bencana alam seperti yang gempa bumi yang
terjadi di Kota Yogyakarta Tahun 2006 mempengaruhi terhadap
peningkatan penjualan properti perumahan di Kota Yogyakarta, namun
gempa bumi yang terjadi di Kota Padang tidak mempengaruhi secara
signifikan perubahan penjualan properti perumahan di kota tersebut.
Faktor yang mempengaruhi transaksi properti perumahan dapat
sama atau berbeda di berbagai wilayah. Analisis time series dan cross-section
dapat
digunakan
untuk
mengetahui
karakteristik
mempengaruhi permintaan properti perumahan di berbagai wilayah.
yang
13
Tabel 1.2 Volume Penjualan Properti Perumahan, Jumlah Penduduk dan
Pendapatan Perkapita di 10 wilayah Perkotaan di Indonesia
Volume
Penjualan
(Unit)
Pertumbuhan
Volume
Transaksi
(%)
Jumlah
Penduduk
(Jiwa)
Pendapatan per
Kapita (Rp)
Tahun 2010
Bandung
Denpasar
Semarang
Yogyakarta
Padang
Medan
Makassar
Manado
Surabaya
Jabodebek
Tahun 2009
3.317
1.455
2.215
381
293
2.737
1.165
335
4.369
57.160
20,09
38,94
16,26
10,99
36,09
41,57
53,52
95,14
6,23
30,26
2.394.873
788.589
1.555.984
388.627
833.562
2.097.610
1.237.753
244.588
3.021.284
9.600.057
24.338.446
7.241.304
12.377.278
11.721.504
30.130.745
34.263.837
14.041.380
9.813.777
34.349.235
82.236.583
Bandung
Denpasar
Semarang
Yogyakarta
Padang
Medan
Makassar
Manado
Surabaya
Jabodebek
Tahun 2008
2.762
1.047
1.905
343
215
1.933
759
172
4.113
43.881
13,46
33,65
-6,22
4,15
0,52
-12,43
-6,37
19,48
3,49
-8,16
2.391.458
649.752
1.505.909
455.946
875.750
2.121.053
1.227.252
425.384
2.937.164
9.223.000
23.530.492
7.035.984
12.344.820
11.623.136
22.891.030
31.033.475
13.119.422
9.511.654
32.689.813
82.079.958
Bandung
Denpasar
Semarang
Yogyakarta
Padang
Medan
Makassar
Manado
Surabaya
Jabodebek
1.478
531
1.439
318
239
1.096
471
134
3.186
47.781
7,31
-0,34
3,13
19,69
5,21
4,31
4,44
8,49
5,51
27,14
2.296.848
583.600
1.432.954
443.112
819.740
2.067.288
1.223.540
385.240
2.784.196
9.146.181
21.106.630
6.513.030
12.053.338
10.322.561
16.905.735
25.183.916
10.353.549
8.558.290
27.711.546
74.202.490
Sumber: Bank Indonesia (2012), DJP (2011) dan BPS (2012), diolah
14
Kebijakan pemerintah di antaranya dapat dilihat dari kebijakan
moneter dan fiskal. Kebijakan fiskal dapat berupa subsidi dan pajak,
sedangkan kebijakan moneter dapat berupa kebijakan tingkat bunga.
Kebijakan tingkat bunga yang rendah, seperti di Hongkong dan
Singapura sepanjang 20103 memberikan konstribusi terhadap peningkatan
investasi di sektor perumahan dan mendorong harga untuk naik lebih
tinggi. Sebaliknya, kebijakan moneter yang ketat, terutama dalam hal
tingkat suku bunga memberikan perlambatan pertumbuhan investasi di
sektor perumahan (DTZ Research, 2010).
Kebijakan subsidi perumahan seperti di Indonesia dan Malaysia
mampu meningkatkan transaksi perumahan untuk kelas bawah. Di
Indonesia, pada tahun 2004-2005 terjadi kenaikan tansaksi yang cukup
besar (dari nilai transaksi Rp 921 milyar menjadi Rp 1,7 trilun) pada
perumahan tipe bawah karena kebijakan subdisi pemerintah (Tabel 1.3).
Tabel 1.3 Nilai Transaksi Perumahan di Jabotabek, 2002-2005
Nilai Transaksi (Rp. Milyar)
Segmen Pasar Perumahan
Subsidised house –BTN
Non subsidised house – BTN
Non subsidised house -Private
Medium house
Large house
Total
Sumber: BPS (2006)
3
2002 2003
2004
2005
630
921
1.753
2.943
2.002 2.040
2.141
2.513
2.361 3.168
4.046
4.775
1.233 1.673
2.344
3.218
902
907
1.288
1.630
7.128 8.709 11.572 15.079
Perubahan
Transaksi (%)
2004
2005
90
68
5
17
28
18
40
37
42
27
33
30
Hongkong merupakan negara dengan pertumbuhan pasar perumahan tertinggi di
dunia di mana pada tahun 2010 mencapai angka pertumbuhan tahunan sebesar 20,1%.
15
Mencermati uraian di atas, penelitian transaksi properti perumahan
dan faktor-faktor yang mempengaruhi menjadi tantangan serta motivasi
dalam penelitian ini. Faktor yang mempengaruhi transaksi properti
perumahan serta perilaku pada masing-masing segmen pasar properti
perumahan juga menjadi hal yang menarik untuk diteliti. Pengembangan
model selanjutnya dapat digunakan analisis kebijakan, sehingga mudah
mengetahui dampak yang ditimbulkan atas suatu kebijakan pada pasar
properti perumahan.
1.2. Permasalahan
Berdasarkan uraian sub bab sebelumnya dapat diidentifikasi
karakteristik transaksi perumahan yang sangat fluktuatif, kompleks dan
heterogen serta berbeda dengan jenis barang lainnya. Transaksi properti
perumahan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya sulit diprediksi dan
berbeda antar wilayah baik nasional, regional ataupun antar negara.
Pemahaman terhadap struktur permintaan dan penawaran rumah,
perkembangan serta keseimbangannya dalam pasar perumahan telah
menjadi salah satu perhatian di bidang ekonomi.
Permasalahan pertama dalam studi ini adalah berkaitan dengan
perbedaan variabel dan elastisitasnya terhadap jumlah transaksi properti
perumahan di berbagai wilayah dan negara. Hal ini menjadi penting
khususnya di wilayah perkotaan Indonesia karena banyaknya perumahan
16
kumuh yang tidak teratur di perkotaan. Disamping itu melalui analisis
elastisitas variable dapat dijadikan salah satu pertimbangan dalam
kebijakan perumahan. Secara umum, berdasarkan penelitian sebelumnya
variabel yang mempengaruhi permintaan dan penawaran atau transaksi
properti perumahan meliputi variabel ekonomi dan non ekonomi.
Variabel ekonomi seperti tingkat suku bunga, pendapatan, harga banyak
berpengaruh signifikan di beberapa negara (seperti diteliti oleh Barot
(2006), Tan dan Tan (2009), Leung et al. (2008), Chow dan Niu (2009),
namun variabel lain seperti jumlah penduduk, pengangguran, urbanisasi,
memberikan hasil yang berbeda-beda dari berbagai wilayah.
Permasalahan kedua dalam studi ini adalah adanya perbedaan
perilaku
pasar
properti
perumahan
berdasarkan
segmen
pasar
perumahan (tipe kecil, menengah dan besar), sehingga perlu diketahui
perilaku
variabel
untuk
masing-masing
segmen
pasar
properti
perumahan tersebut baik untuk jangka panjang maupun jangka pendek.
Transaksi properti perumahan di Indonesia banyak terkonsentrasi di kotakota besar terutama di pulau Jawa. Ditinjau dari tipe perumahan,
perkembangan transaksi perumahan dan faktor yang mempengaruhinya
dapat berbeda antara segmen perumahan tipe kecil, menengah dan besar
di masing-masing wilayah.
Permasalahan ketiga adalah adanya fenomena rumah kosong dan
terlantar yang diduga adanya konsumen perumahan yang bermotif
17
spekulasi dalam pasar properti perumahan dan mempengaruhi jumlah
transaksi. Spekulasi dapat mempengaruhi transaksi rumah naik lebih
tinggi sehingga menimbulkan booming. Spekulasi diantaraya ditandai oleh
banyaknya rumah kosong yang menunjukkan telah terjadi over supply
perumahan (terutama apartemen dan rumah mewah) seperti terjadi di
Jakarta maupun di sekitamya (BPS, 2006). Berlebihnya pasokan rumah
dan apartemen mewah disebabkan oleh permintaan yang bersifat semu
(pseudo) sehingga pasar yang tercipta juga bersifat semu. Winarso (2005:
419) menyatakan bahwa tingginya penjualan terhadap rumah tipe mewah
(besar) atas tersebut bersifat pseudo-market yang diakibatkan oleh perilaku
sebagian masyarakat dengan membeli rumah untuk tujuan spekulasi dan
investasi.
Permasalahan keempat adalah kebijakan tingkat suku bunga yang
diberlakukan secara nasional, namun dampaknya terhadap jumlah
transaksi properti perumahan akan berbeda untuk tiap-tiap wilayah.
Untuk itu perlu diketahui sejauh mana dampak kebijakan suku bunga
terhadap perubahan jumlah transaksi properti perumahan diberbagai
wilayah.
1.3 Tujuan Penelitian
Berpijak pada permasalahan penelitian, maka tujuan penelitian ini
adalah sebagai berikut.
18
1.
Menganalisis elastisitas variabel ekonomi yang mempengaruhi jumlah
transaksi properti perumahan di wilayah perkotaan Indonesia.
2.
Menganalisis elastisitas variabel ekonomi yang mempengaruhi jumlah
transaksi properti perumahan pada setiap segmen pasar perumahan
(tipe kecil, menengah dan besar) untuk jangka panjang dan jangka
pendek.
3.
Menganalisis elastisitas variabel spekulasi terhadap jumlah transaksi
properti perumahan.
4.
Melakukan simulasi
atas kebijakan suku bunga terhadap jumlah
transaksi properti perumahan pada berbagai wilayah.
1.4 Keaslian Penelitian
Penelitian transaksi properti perumahan baik dari sisi permintaan
maupun sisi penawaran properti perumahan sudah banyak dilakukan
oleh berbagai peneliti di berbagai negara, namun lokasi penelitian,
variabel dan metode sangat beragam. Hal tersebut juga memberikan hasil
penelitian yang beragam. Ditinjau dari lokasi, penelitian dilakukan baik di
berbagai negara maju (Barot, 2006; Tan dan Tan, 2009; Leung et al., 2008;
Benjamin et al. , 1998; Chow dan Niu , 2009; Leung dan Lau, 2006) maupun
di negara berkembang (Mehta dan Mehta , 1989; Chang dan Linneman,
1990, Hannah et al., 1989; Malpezzi dan Mayo, 1997) dengan kebijakan
19
yang beragam di bidang perumahan. Penelitian juga dilakukan dalam
kerangka waktu yang beragam.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah
sebagai berikut. Pertama, penelitian ini memusatkan perhatian pada
transaksi yang melibatkan sisi permintaan dan penawaran. Kedua,
penelitian ini dilakukan di Indonesia dengan karakteristik kondisi sosial,
ekonomi, demografi dan kebijakan yang khas. Ketiga, penelitian ini
memisahkan segmen pasar properti perumahan yang meliputi rumah tipe
kecil, menengah dan besar. Hal ini perlu dilakukan karena perilaku
transaksi properti perumahan ketiga tipe tersebut dapat berbeda-beda.
Keempat, penelitian ini memasukkan faktor spekulasi pasar yang dapat
mempengaruhi transaksi properti perumahan selain faktor makro
ekonomi. Kelima, penelitian ini menggunakan data panel yang meliputi
data cross-section dan data time series untuk mengamati beberapa variabel
di 10 kota di Indonesia. Keenam, penelitian ini menggunakan simulasi
untuk mengetahui pengaruh kebijakan suku bunga terhadap transaksi
properti perumahan.
20
Tabel 1.4 Ringkasan Beberapa Riset Terdahulu
Penelitian
Metode dan
Pendekatan
Variabel
Terikat
Variabel Bebas
Clayton, et Mengamati
harga dan
al. (2008) hubungan harga
volume
dan volume
transaksi
transaksi
perumahan dengan
model VAR
Harga
Volume transaksi
Pendapatan rumah tangga
Pengangguran
Tingkat bunga
Inflasi
Lag harga
Lag Volume
Erik, et al. Mengamati
harga dan
(2010)
hubungan harga
volume
dan volume
transaksi
transaksi
perumahan dengan
model VAR
Harga
Volume transaksi
Tipe rumah
Barot
(2006)
Pengujian Simultan
Permintaan dan
Penawaran Rumah
di Swedia
Permintaan
Rumah (HD)
Penawaran
Rumah (HS)
Model
Persamaan jangka panjang dan
jangka pendek harga properti
perumahan (VAR model)
Persamaan dan Perbedaan
dengan Penelitian yang akan
dilakukan
Persamaan: model permintaan
1. Harga berkorelasi positif
dengan volume transaksi
rumah
2. Tingkat bunga, inflasi, volume Perbedaan: (1) tidak fokus pada
tahun sebelumnya
permintaan tetapi juga pasokan,
mempengaruhi harga dan
(2) tidak menggunakan data panel,
volume transaksi
(tidak menganalis tipe, (4) tidak
memasukan faktor spekulasi, (5)
dilakukan di negara maju
Kesimpulan
Harga berkorelasi positif dengan Persamaan: model permintaan
volume transaksi
rumah
Perbedaan: (1) tidak fokus pada
permintaan tetapi juga pasokan,
(2) tidak menggunakan data panel,
(tidak menganalis tipe, (4) tidak
memasukan faktor spekulasi, (5)
dilakukan di negara maju
Model jangka panjang sisi
Persamaan jangka panjang sisi
Persamaan: model permintaan
Permintaan Rumah
Pemintaan:
permintaan:
(HD)/Pendapatan (Y) dari sisi
rumah
HD/Y) = f( PH/P, R. (1-M), ΔP/P, permintaan dipengaruhi: harga
PH/P=harga real yang diukur dari
Perbedaan: (1) tidak fokus pada
indek harga real properti, P adalah
real, deflator konsumsi, tingkat
DE/Y, DE/WF, HF/H
permintaan tetapi juga pasokan,
deflator konsumsi, R = tingkat bunga
bunga, inflasi, dan hutang sektor (2) tidak menggunakan data panel,
Persamaan jangka panjang sisi
jangka panjang obligasi pemerintah,
penawaran
rumah tangga.
(tidak menganalis tipe, (4) tidak
∆P/P adalah inflasi, HE = hutang sektor IH/GDP= f(PH/PB,RS)
Investasi penyediaan rumah
memasukan faktor spekulasi
rumah tangga
(HI)/GDP dari sisi penawaan
Persamaan jangka panjang sisi
dipengaruhi return dan biaya
penawaran:
pengadaan properti serta tingkat
IH= investasi sektor perumahan, GDP,
bunga jangka pendek
return dan biaya pengadaan properti
(PH/PB), RS = tingkat bunga jangka
pendek
Persamaan jangka panjang dan
jangka pendek harga properti
perumahan (VAR model)
21
Penelitian
Metode dan
Pendekatan
Tan dan Model Simultan
Tan (2009) pengaruh
pertumbuhan
ekonomi terhadap
permintaan dan
pasokan
perumahan di
Singapura dan
Hongkong
Variabel
Terikat
Harga (P), dan
Volume (Q)
Permintaan
dan pasokan
perumahan di
Songapura dan
Hongkong
Variabel Bebas
Model
Kesimpulan
(demand) Pd= Pd(AFC, SARS, Qd,AFCxGr, Pertumbuhan ekonomi dan
Pertumbuhan ekonomi (Gr), variabel
SARSxGr, Pub, RH, Occ,
dummi krisis ekonomi (AFC dan SARS),
periode krisis ekonomi 1997/98
Pop, I, Emp, Inf, Stk)
mempengaruhi harga
disposible income (YD), public housing
s
s
s
s
(supply) Q = Q (AFC, SARS, P ,AFCxP ,
(Pub), sewa rumah (RH), the occupancy
SARSxPs, SP,CCN, CCW,
or vacancy rate of existing housing
Occ, Emp, I, Stk)
properties (Occ), populasi
(growth) Gr= Gr(AFC, SARS, Q,AFCxQ,
(Pop), tingkat bunga pinjaman (I),
Asia, US, EU, Emp, Tr,
SARSxTr)
tenaga kerja rata-rata (Emp), inflasi (Inf)
indeks harga saham (Stk).
Persamaan dan Perbedaan
dengan Penelitian yang akan
dilakukan
Persamaan: (1) menganalisis
permintaan, (2) penggunaan
simulasi kebijakan
Perbedaan: (1) tidak menggunakan
data panel, (2) tidak mengamati
tipe
Kagochi Analisis elastisitas Permintaan
dan Mace faktor-faktor yang rumah (Qdt)
mempengaruhi
(2008)
permintaan rumah
keluarga di
wilayah perkotaan
/ metropolitan
Alabama AS
LnQDt= f (LnPOPt, LnSt, LnRt, LnUt, Pertumbuhan penduduk (POPit)
Pertumbuhan penduduk (POPit),
penjualan rumah (St), biaya membangun LnCGt)
dan peningkatan penjualan
rumah baru (Ct), suku bunga kredit riil
rumah (Sit) yang ada
(Rt), tingkat pengangguran (Ut), capital
meningkatkan permintaan (Qit)
gain (CGt)
untuk rumah keluarga tunggal
baru di AS. Sebaliknya,
peningkatan biaya (Cit)
membangun rumah baru, suku
bunga kredit riil (Rit) yang lebih
tinggi dan tingkat pengangguran
(Uit) ditemukan untuk
mengurangi permintaan untuk
rumah baru, sedangkan capital
gain tidak berpengaruh
Persamaan: model permintaan
rumah
Perbedaan: (1) data time series satu
wilayah, (2) dilakukan di negara
maju, 3) tidak menganalis tipe, (4)
tidak memasukan faktor spekulasi
Fernandez Analisis ealstisitas Permintaan
rumah (Qdit)
dan Hon elastisitas
pendapatan
(2006)
terhadap
permintaan rumah
di Spanyol
LnQDt= f (LnYit, LnRit, LnSIit)
Yit = permintaan rumah wilayah i
periode t, suku bunga kredit (Rit) dan
stock index (SIit)
Persamaan: model permintaan
rumah
Perbedaan: (1) data time series satu
wilayah, (2) dilakukan di negara
maju, (3) fokus elastisitas
pendapatan terhadap permintaan
hasil penelitian ini menemukan
peran yang lemah dari
pertumbuhan pendapatan (Yit)
sebagai sarana untuk kenaikan
harga rumah dalam jangka
panjang
22
Penelitian
Metode dan
Pendekatan
Variabel
Terikat
Variabel Bebas
Model
Fontenla
dan
Gonzalez
(2009)
Analisis elastisitas Permintaan
rumah (Qdt)
faktor yang
mempengaruhi
permintaan
perumahan di
Meksiko
LnQDt= f (LnYit, LnRit, LnPit)
Yit = permintaan rumah wilayah i
periode t, suku bunga kredit (Rit) dan
stock index (SIit)
Ahmad
(1994)
Permintaan
mengestimasi
model permintaan (QDt)
untuk perumahan
untuk kota
Karachi, Pakistan
pendapatan tetap (MYLIN), pendapatan
sementara (TMYLIN), usia (AGE),
pendidikan (EDUC), ukuran rumah
tangga (HHSIZE) dan wilayah
(LAMBDA)
Chow dan Pengujian Simultan Permintaan
(QDt)dan
Niu (2009) Permintaan dan
penawaran
Harga Rumah di
rumah (QSt)
China
Samaibara Analisis data panel Permintaan
Perumahan
mee (2012) Permintaan
Perumahan 6
provinsi di
Bangkok 1999-2007
Pendapatan perkapita (Yt) dan harga
rumah (Pt) serta harga konstruksi (Ct)
Persamaan dan Perbedaan
dengan Penelitian yang akan
dilakukan
Persamaan: model permintaan
elastisitas harga permintaan
perumahan = -0,3, elastisitas
rumah
pendapatan tetap 0,8, elastisitas Perbedaan: (1) data time series satu
pendapatan sementara 0,04.
wilayah, (2) dilakukan di negara
Elastisitas suku bunga KPR untuk maju, (3) tidak menganalis tipe, (4)
pinjaman 25 tahun adalah -0,39. tidak memasukan faktor spekulasi
Kesimpulan
Penyewa
Ditinjau dari sisi permintaan,
LnQDRt= f (MYLIN, TMYLIN, AGE, variabel yang mempengaruhi
EDUC, HHSIZE, LAMBDA)
permintaan rumah adalah real
Pemilik
pendapatan perkapita dan harga
LnQDOt= f (MYLIN, TMYLIN,
rumah relatif.
AGE, EDUC, HHSIZE, LAMBDA) Ditinjau dari sisi pasokan,
variabel yang mempengaruhi
pasokan adalah harga konstruksi
dan harga rumah relatif
Demand
Ditinjau dari sisi permintaan,
LnQDt= f (LnYt, LnPt)
variabel yang mempengaruhi
Supply
permintaan rumah adalah real
LnQSt= f (LnYt, LnCt)
pendapatan perkapita dan harga
rumah relatif.
Ditinjau dari sisi pasokan,
variabel yang mempengaruhi
pasokan adalah harga konstruksi
dan harga rumah relatif
Qdi=f(L1ii, L2ii, Si, POPi)
izin peruntukan lahan (L1i), izin
mendirikan bangunan tinggi (L2i), unitunit rumah yang baru jadi dan
terregistrasi (Si), dan data populasi
untuk Bangkok dan 5 provinsi
sekitarnya (POPi)
izin peruntukan lahan, izin
mendirikan bangunan tinggi,
unit-unit rumah yang baru jadi
dan terregistrasi, dan populasi
mempengaruhi permintaan
rumah untuk Bangkok dan 5
provinsi sekitarnya
Persamaan: model permintaan
rumah
Perbedaan: (1) tidak menggunakan
data panel, (2) tidak menganalis
tipe, (3) tidak memasukan faktor
spekulasi
Persamaan: model permintaan
rumah
Perbedaan: (1) tidak fokus pada
permintaan tetapi juga pasokan,
(2) tidak menggunakan data panel,
(3) tidak menganalis tipe, (4) tidak
memasukan faktor spekulasi
Persamaan: (1)model permintaan
rumah, (2) analisis data panel
Perbedaan: (1) tidak menganalisis
per tipe, (2) tidak memasukan
faktor spekulasi, (3) perbedaan
variabel prediktor
23
Penelitian
Metode dan
Pendekatan
Variabel
Terikat
Permintaan
Ismoyowa Determinan
Perumahan
ti (2012) Permintaan
Bersubsidi di
Perumahan
Kabupaten
Bersubsidi di
Karanganyar
Kabupaten
Tahun 2011
Karanganyar
melalui survey,
dengan OLS
Rahman Model permintaan Permintaan
Perumahan
(2011)
rumah tipe-36 di
Bantul DIY 2007- tipe-36 di
Bantul DIY
2010 dengan
2007-2010
regresi panel
pendekatan
common effect
Pranawen Model permintaan Permintaan
properti residensial properti
grum
residensial di
(2010)
di Kabupaten
Sleman selama 30 Kabupaten
Sleman
Tahun
Rajagukg Model permintaan
uk (2004) perumahan di DIY
Tahun 1993-2003,
metode OLS
permintaan
perumahan di
Daerah
Istimewa
Yogyakarta
Variabel Bebas
Harga (Pi), fasilitas (Fi), lokasi (Li),
lingkungan (Ei), pendapatan (Yi) dan
harga substitusi (Pyi)
Model
Qdi=f(Pi, Fi, Li, Ei, Yi, Pyi)
Harga (Pi), inflasi (Ii), kriminalitas (Ki), Qdi=f(Pi, Ii, Ki, POPi)
jumlah penduduk (POPi)
Harga (Pi), jumlah penduduk (POPi),
suku bunga kredit riil (Ri), Inflasi (Ii),
Qdi=f(Pi, POPi, Ri, Ii)
PDRB per kapita (Yi), jumlah penduduk Qdi=f(D: Yi, POPi, Ri)
usia bekerja (POP), tingkat suku bunga
KPR BTN (Ri), dan empat dummy (D)
untuk empat kabupaten (Bantul,
Gunungkidul, Kulonprogo dan Sleman)
Faktor-faktor yang
mempengaruhi permintaan
rumah: harga subtitusi ,
pendapatan , lokasi, dan harga
Persamaan dan Perbedaan
dengan Penelitian yang akan
dilakukan
Persamaan: model permintaan
rumah di Indonesia
Perbedaan: (1) tidak menggunakan
data panel yaitu hanya satu kota,
(2) hanya fokus ruah bersubsidi,
(3) tidak memasukan faktor
spekulasi, (4) pendekatan survey
harga rumah, tingkat inflasi, dan
jumlah penduduk berpengaruh
positif pada permintaan rumah
tipe-36, sedangkan tingkat
kriminalitas berpengaruh negatif
terhadap permintaan rumah tipe36.
pada kondisi jangka panjang,
pengaruh variabel harga rumah
terbukti berpengaruh negatif dan
signifikan, jumlah penduduk
berpengaruh positif, sedangkan
suku bunga dan inflasi tidak
berpengaruh signifikan
Persamaan: model permintaan
rumah di Indonesia
Perbedaan: (1) tidak menggunakan
data panel yaitu hanya satu kota,
(2) hanya fokus tipe 36, (3) tidak
memasukan faktor spekulasi, (4)
perbedaan variabel
Persamaan: model permintaan
rumah di Indonesia
Perbedaan: (1) tidak menggunakan
data panel yaitu hanya satu kota,
(2) tidak menganalisis tipe, (3)
tidak memasukan faktor spekulasi,
(4) perbedaan variabel
PDRB per kapita, jumlah
penduduk usia bekerja, tingkat
suku bunga KPR BTN, dan empat
dummy berpengaruh terhadap
permintaan rumah
Persamaan: model permintaan
rumah di Indonesia
Perbedaan: (1) tidak menggunakan
data panel tetapi variabel dummy,
(2) tidak menganalisis tipe, (3)
tidak memasukan faktor spekulasi,
(4) perbedaan variabel
Kesimpulan
24
1.5 Kontribusi Penelitian
Konstribusi penelitian ini adalah untuk memahami transaksi
properti perumahan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya di wilayah
perkotaan di Indonesia sebagai negara berkembang. Kurangnya informasi
yang lengkap, transaksi mahal, produk heterogen dan sifat immobility
dapat menyebabkan kurangnya efisiensi pasar perumahan yang ditandai
dengan kelambanan harga dalam merespon perubahan lingkungan pasar
perumahan yang berbeda-beda di setiap wilayah penelitian.
Faktor-faktor yang mempengaruhi transaksi properti perumahan
selain dilihat dari faktor makro ekonomi (tingkat bunga, pendapatan dan
ahrga) juga ditinjau dari aspek spekulasi. Hal tersebut dapat menjelaskan
fenomena pembelian rumah selain untuk konsumsi (ditempati) juga
untuk investasi (dijual kembali) yang cenderung berspekulasi. Pengaruh
faktor spekulasi juga dibandingkan berdasarkan tipe dan wilayah.
Model penelitian dikembangkan dengan memasukkan kriteria tipe
rumah kecil, menengah dan besar sebagai cara untuk melihat perilaku
pada setiap segmentasi pasar perumahan guna membantu kebijakan
pemerintah. Sebagai contoh pemerintah dapat mengetahui dampak atas
kebijakan tingkat suku bunga pinjaman perumahan terhadap transaksi
pada setiap segmen pasar properti perumahan. Artinya pemerintah dapat
secara tidak langsung mengendalikan transaksi perumahan, mengingat
perumahan sebagai barang kebutuhan pokok bagi setiap rumah tangga di
25
Indonesia. Hal ini semakin penting karena fakta menunjukkan bahwa
lahan perumahan semakin terbatas, jumlah penduduk terus bertambah
dan perilaku buruk spekulan pada pasar perumahan.
Download