Skripsi Rizka Patria Nugraha E1A009038

advertisement
PERANAN BARANG BUKTI SAMPEL BULU KAMBING DALAM
TINDAK PIDANA PENCURIAN HEWAN TERNAK
(Studi Putusan No. 83/Pid.B/2012/PN.Bi)
SKRIPSI
Oleh :
Rizka Patria Nugraha
NIM : E1A009038
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS HUKUM
PURWOKERTO
2014
i
PERANAN BARANG BUKTI SAMPEL BULU KAMBING DALAM
TINDAK PIDANA PENCURIAN HEWAN TERNAK
(Studi Putusan No. 83/Pid.B/2012/PN.Bi)
SKRIPSI
Disusun Oleh:
Rizka Patria Nugraha
NIM : E1A009038
Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh
Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum
Universitas Jenderal Soedirman
Purwokerto
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS HUKUM
PURWOKERTO
2014
ii
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul:
PERANAN BARANG BUKTI SAMPEL BULU KAMBING DALAM
TINDAK PIDANA PENCURIAN HEWAN TERNAK
(Studi Putusan No. 83/Pid.B/2012/PN.Bi)
Adalah benar merupakan skripsi hasil saya sendiri dan tidak terdapat
karya yang sama serta pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di
suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengatahuan saya juga tidak terdapat karya
atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali yang
secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Jika dalam perjalanan waktu skripsi saya tidak sesuai dengan pernyataan
ini, saya bersedia untuk menanggung segala resiko termasuk pencabutan gelar
keserjanaan yang saya sandang. Isi skripsi ini merupakan tanggung jawab pribadi
penulis, bukan tanggung jawab pembimbing ataupun lembaga-lembaga terkait.
Purwokerto, Maret 2014
Penulis,
Rizka Patria Nugraha
E1A009038
iv
ABSTRAK
Penelitian ini mengambil judul “Peranan Sampel Bulu Kambing Dalam
Tindak Pidana Pencurian Hewan Ternak (Studi Putusan No.
83/Pid.B/2012/Pn.Bi)”. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui Untuk mengetahui
peranan barang bukti sampel bulu kambing dalam Putusan Nomor:83
/Pid.B/2012/PN.Bi. dan pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan pidana
terhadap tindak pidana pencurian hewan ternak pada kasus Putusan Nomor : 83
/Pid.B/2012/PN.Bi..
Metode penelitian yang dipakai adalah yuridis normatif dan spesifikasi
penelitian adalah sinkronisasi hukum. Metode pengumpulan data dengan
inventarisasi peraturan undang-undang dan metode analisa data menggunakan
normatif kualitatif.
Berdasarkan studi putusan dapat disimpulkan bahwa : peranan barang
bukti sampel bulu kambing dalam Putusan Nomor:83 /Pid.B/2012/PN.Bi. adalah
sebagai bukti pendukung yang menambah keyakinan hakim menjatuhkan Putusan
terhadap terdakwa. Pertimbangan hukum hakim menjatuhkan pidana terhadap
Putusan Nomor : 83 /Pid.B/2012/PN.Bi., yaitu: 1) Pertimbangan Yuridis (Pasal
363 ayat (1) ke-1, dan ke-3 KUHP tentang "pencurian dengan pemberatan” dan
Pasal 183 dan Pasal 184 KUHAP), 2) Pertimbangan Sosiologis (Hal-hal yang
memberatkan: Perbuatan Terdakwa sangat meresahkan masyarakat dan hal-hal
yang meringankan: terdakwa belum pernah dihukum, terdakwa mengakui
perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya, terdakwa
merupakan tulang punggung keluarga, dan terdakwa belum menikmati hasil
perbuatannya).
Kata Kunci : barang bukti, bulu kambing, pencurian hewan ternak
v
ABSTRACT
The title of this research is “The Function Goat feather as Exhibit on the
crime of Theft (Study of verdict No. 83/Pid.B/2012/Pn.Bi)”. The aim of this
research is to find out the function Goat feather as Exhibit on the crime of Theft,
and to investigation consideration of the judge in deciding the criminal theft.
Applied research methods and specifications are normative juridical scrutiny
is syncing law. Methods of data collection based on the rule of law, and normative
method of qualitative analysis.
Base on the research can conclusion that the Goat feather as Exhibit on the
crime of theft in verdict No. 83/Pid.B/2012/Pn.Bi have support exhibit function.
The proof tools will be used in consideration of the judge to decide the matter.
There are several consideration of the judge in deciding the criminal theft to
decide No. 83/Pid.B/2012/Pn.Bi are 1) Juridical Considerations (Article 363
paragraph (1) of the 1st, and the 3rd of the KUHAP) about theft by weighting 2)
Sociologists Considerations, such as the defendant act upsetting people and
defendant has not been convicted, defendant admitted his actions and promised
not to repeat his actions.
Keywords : Exhibit, Goat feather, crime of theft
vi
PERSEMBAHAN
Untuk Orangtuaku : Bapak & Mamah
Kupersembahkan karya kecil ini untuk kalian, yang senantiasa ada saat suka
maupun duka, selalu setia mendampingiku dengan penuh cinta dan kasih sayang,
dan selalu memanjatkan doa untuk putramu tercinta ini di dalam setiap sujudnya.
Trimakasih untuk semuanya atas pelajaran yang kalian berikan. Semoga Rizka
menjadi anak yang bisa membanggakan Bapak & mamah. Amien!
Untuk keluargaku tercinta:
Mba indah & mas nungki
Hehehehe rizka dah lulus mba, mas. Trimakasih atas semangatnya dan nasehatnya.
semoga rizka bisa sesukses kalian kelak.
Mba puput & bang Dian
Ini mbakq yang paling cerewet, yang selalu nasehatin aku yang ini lah, itulahh.
Hahaha…. Makasih ya mba, karena nasehatmu (omelan) hehehe yang hampir setiap
hari di dengar.
Bang Dian, kapan libur panjangnya ni??? Ayo main PS lagi.. tapi sabtu minggu aja
ya bang. Hehhe mau rajin cari kerja dulu.
Adekku Ntik
Ehhh.. jangan alay trus dong.lebay bgt. Jadi ilfill sama kamu. Biasa aja napa.
Hahaha… cepet lulus ya, biar ga ngrepotin bapak, mamah,mba indah & mas nungki,
mba puput & bang Dian, terutama aku! Hahahaha
Jagoan-jagoan kecil om YIS
Danish & Baim
vii
Ngangenin bgt si kalian. Nanti kalo om Yis dah kerja semoga dapet kerjaan di Jogja
ya… biar deket sama kalian.hehehhe
Om Alfi & bu nani
Om alfi & bu nani , trimakasih bantuannya ya?? Pinjaman buku-buku dan lainnya.
Sangat bermanfaat bingiiittttt
Untuk sahabatku
Richard.. ayo, kapan kita basket lagi brad?? Kamu ini teman dan sahabatq yang
luar biasa…Rayenta.. sory ya ray, rumahmu jadi markasku buat ngerjain skripsi.
Hehehe kalo ga dirumahmu, dirumah siapa lagi?? Semangat ray kuliahnya!! Biar
cepet cari kerja, inget kamu harus banggain keluarga besarmu. Makasih juga buat
mamahmu ya..Seta.. semagat cari kerjanya ya brad!! Besok kapan2 kita kumpul
lagi..Diar… jadilah diri sendi nggang, be your self!!!...Ajun.. cari kerja jun.. ayoo
kita bareng2 cari kerja biar sukses bareng2!!...Sakti… jaga omonganmu dan
sikapmu ya sak!hehehe kalo pengen punya temen banyak…Iwenk… ndang lulus
to wenk, jo basketan ae! Hahaha…Nanda… perkenalan yang serba singkat dan
memembuat kita saling dekat…Momon… kamu masih muda mon, semangat
sekolahnya, kalo males sekolah mau jadi apa kamu??
Untuk temen-temen hukum 2009
Ali, ronny, miko, yanuar, gendut, deda subhan, danang, tyas, bayu, rossi, zaki,
bagas, feri, coupetz, dana, azi, benny, kojack, dextra, cecep, egi, johan, reza, rangga,
deni, Irma, Sabrina, kiki, intan, dan temen2 angkatan 2009 lainnya. trimakasih
usdah jadi temenku di kampus, semua cerita tentang kita, dan kenangan yang indah.
UKM IBB & pengurusnya
viii
Yaahhh, ga bisa ikut event lagi deh aku. sebenernya si aku terpaksa ikut ibb, abisnya
aku bisanya Cuma basket si. Hehehe….kalau ga ada UKM IBB tampaknya aku
mahasiswa yang datang ke kampus selesai kuliah langsung pulang. Karena kalian
juga aku bisa berprestasi untuk kampus kita Juara 2 Nasional Hukum se-Indonesia.
KATA PENGANTAR
ix
Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena
dengan rahmatnya dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan
skripsi yang berjudul “PERANAN BARANG BUKTI SAMPEL BULU
KAMBING DALAM TINDAK PIDANA PENCURIAN HEWAN TERNAK
(Studi Putusan No. 83/Pid.B/2012/PN.Bi)”.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Hukum Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman. Penulis
menyadari sepenuhnya penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan atas dukungan
dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima
kasih atas segala bimbingan dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis dari
awal sampai akhir penulisan, kepada :
1. Bapak Dr. Angkasa,S.H,M.H. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas
Jenderal Soedirman Purwokerto.
2. Ibu Handri Wirastuti Sawitri,S.H.,M.H. selaku Dosen Pembimbing I dan Bapak
Pranoto,S.H.,M.H. selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak membantu,
memberikan masukan, kritikan, bimbingan dan arahan hingga terselesaikannya
skripsi ini.
3. Dr. Hibnu Nugroho,S.H.,M.H. selaku dosen penguji, terima kasih atas kritik
dan masukannya dalam perbaikan penyusunan skripsi ini.
4. Ibu Haedah Faradz,S.H.,M.H selaku Dosen Pembimbing Akademik, atas segala
bimbingan selama penulis menempuh masa studi.
5. Seluruh Dosen dan Civitas Akademi Fakultas Hukum Universitas Jenderal
Soedirman Purwokerto.
6. Dan semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan skripsi ini
yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu atas segala bantuan yang telah
diberikan.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna.
Semoga Alloh SWT membalas semua kebaikan dan bantuan yang telah Bapak/Ibu
dan kawan-kawan berikan. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat
bagi yang membutuhkan dan yang membacanya. Amin.
x
Purwokerto, Maret 2014
MOTTO
xi
Jadi Diri Sendiri, Cari Jati Diri, And Dapetin Hidup Yang Mandiri
Optimis, Karena Hidup Terus Mengalir Dan Kehidupan Terus
Berputar
Sesekali Liat Ke Belakang Untuk Melanjutkan Perjalanan Yang
Tiada Berujung
”Tuhan bersama orang yang berani”
DAFTAR ISI
Halaman
xii
HALAMAN SAMPUL ...........................................................................................i
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN...............................................................................iii
SURAT PERNYATAAN......................................................................................iv
ABSTRAK..............................................................................................................v
ABSTRACK..........................................................................................................vi
PERSEMBAHAN................................................................................................vii
KATA PENGANTAR...........................................................................................xi
MOTTO................................................................................................................xii
DAFTAR ISI………………………………………………………………......xiii
I.
PENDAHULUAN
A. LatarBelakangMasalah................................................................................1
B. PerumusanMasalah .....................................................................................3
C. TujuanPenelitian .........................................................................................4
D. KegunaanPenelitian ....................................................................................4
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Hukum Acara Pidana .......................................................................... 5
B. Hukum Pembuktian ............................................................................ 8
C. Barang Bukti ..................................................................................... 19
D. Pencurian...................................................................................................33
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Pendekatan ........................................................................... 47
B. Spesifikasi penelitian ........................................................................ 47
C. Sumber Data...................................................................................... 47
D. Metode Pengumpulan Data............................................................... 48
E. Metode Penyajian Data ..................................................................... 48
F. Metode Analisis Data........................................................................ 48
xiii
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian ................................................................................. 50
B. Pembahasan....................................................................................... 58
V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
A. Kesimpulan ....................................................................................... 80
B. Implikasi ........................................................................................... 81
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xiv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam sejarah peradaban manusia pencurian ada sejak terjadi
ketimpangan
antara
kepemilikan
benda-benda
kebutuhan
manusia,
kekurangan akan kebutuhan, dan ketidakpemilikan cenderung membuat orang
berbuat menyimpang (pencurian). Pencurian dilakukan dengan berbagai cara,
dari
cara-cara
tradisional
sampai
pada
cara-cara
modern
dengan
menggunakan alat-alat modern dengan pola yang lebih lihai. Hal seperti ini
dapat terlihat dimana-mana, dan cenderung luput dari jeratan hukum.
Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan
pada umumnya adalah bertujuan untuk mencari dan menemukan atau setidaktidaknya mendekati kebenaran materiil (materiile waarheid) terhadap perkara
tersebut. Hal ini dapat dilihat dari adanya berbagai usaha yang dilakukan oleh
aparat penegak hukum dalam memperoleh bukti-bukti yang dibutuhkan untuk
mengungkap suatu perkara baik pada tahap pemeriksaan pendahuluan seperti
penyidikan dan penuntutan maupun pada tahap persidangan perkara tersebut.
Van
Bemmelan
dalam
bukunya
Strafordering
Leerbook
van
Het
Nederlandsch Procesrecht menyatakan bahwa yang terpenting dalam hukum
acara pidana adalah mencari dan menemukan kebenaran1.
Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan
pada umumnya adalah bertujuan untuk mencari dan menemukan atau setidak-
1
Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, edisi revisi, CV.Sapta Artha Jaya,
1996, Jakarta, hlm. 9.
1
tidaknya mendekati kebenaran materiil (materiile waarheid) terhadap perkara
tersebut. Hal ini dapat dilihat dari adanya berbagai usaha yang dilakukan oleh
aparat penegak hukum dalam memperoleh bukti-bukti yang dibutuhkan untuk
mengungkap suatu perkara baik pada tahap pemeriksaan pendahuluan seperti
penyidikan dan penuntutan maupun pada tahap persidangan perkara tersebut.
Yang terpenting dalam hukum acara pidana adalah mencari dan menemukan
kebenaran2.
Pencurian dalam keadaan memberatkan dalam Pasal 363 KUHP atau
pencurian dengan kualifikasi dan diancam hukuman yang lebih berat, dengan
perumusannya diatur dalam Pasal 363 KUHP yang menyatakan:
(1) Dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya tujuh tahun :
1. Pencurian ternak;
2. Pencurian pada waktu kebakaran, letusan, banjir, gempa bumi atau
gempa laut, gunung meletus, kapal karam, kapal terdampar,
kecelakaan kereta api, huru-hara, pemberontakan atau bahaya
perang;
3. Pencurian di waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan
tertutup yang ada rumahnya, yang dilakukan oleh orang yang ada
di situ tidak diketahui atau tidak dikehendaki oleh yang berhak;
4. Pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan
bersekutu;
5. Pencurian yang untuk masuk ke tempat melakukan kejahatan, atau
untuk sampai pada barang yang diambil, dilakukan dengan
merusak memotong atau memanjat, atau dengan memakai anak
kunci palsu, perintah palsu, atau pakai jabatan palsu.
(2)Jika pencurian yang dterangkan dalam butir 3 disertai dengan salah
satu hal dalam 4 dan 5, maka diancam dengan pidana penjara
paling lama sembilan tahun.
Untuk membuktikan terpenuhi tidaknya unsur tindak pidana
pencurian diperlukan alat bukti dan disampaikan barang bukti. Hukum
pembuktian merupakan salah satu bagian dari beberapa materi yang ada pada
hukum acara. Mulai dari dasar hukum pembuktian, sistem dan teorinya,
2
R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-komentarnya
Lengkap Pasal Demi Pasal, Politeia, Bogor,1996, hal. 251.
2
beban pembuktian dan bagaimana hakim pada masing-masing bidang hukum
tersebut menilai alat-alat bukti yang diajukan.
Usaha-usaha yang dilakukan oleh para penegak hukum untuk
mencari kebenaran materiil suatu perkara pidana dimaksudkan untuk
menghindari adanya kekeliruan dalam penjatuhan pidana terhadap diri
seseorang, hal ini sebagaimana ditentukan dalam Pasal 6 ayat (2) UndangUndang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang
menyatakan:
“Tidak seorang pun dapat dijatuhi pidana, kecuali apabila
pengadilan karena alat pembuktian yang sah menurut UndangUndang, mendapat keyakinan bahwa seseorang yang dianggap
dapat bertanggung jawab, telah bersalah atas perbuatan yang
didakwakan atas dirinya”.
Berdasarkan ketentuan perundang-undangan tersebut, maka dalam
proses penyelesaian perkara pidana penegak hukum wajib mengusahakan
pengumpulan bukti maupun fakta mengenai perkara pidana yang ditangani
dengan selengkap mungkin3.
Dalam amar Putusan Nomor: 83/Pid.B/2012/PN.Bi., hakim
menyatakan adanya barang bukti yakni bulu dari 1 (satu) ekor kambing yang
berbulu putih kecoklatan dalam tindak pidana pencurian dengan pemberatan.
Berdasarkan rumusan di atas penulis tertarik untuk meneliti guna penyusunan
skripsi dengan judul “Peranan Sampel Bulu Kambing dalam Putusan Nomor:
83 /Pid.B/2012/PN.Bi”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan dalam pendahuluan, maka
disusunlah perumusan masalah sebagai berikut:
3
Tongat, Hukum Pidana Materiil, edisi pertama, cetakan kedua, UMM Press, 2003,
Malang, hlm.48.
3
1. Bagaimana peranan barang bukti sampel bulu kambing dalam Putusan
Nomor:83 /Pid.B/2012/PN.Bi.?
2. Bagaimana pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan pidana
terhadap tindak pidana pencurian hewan ternak pada kasus Putusan Nomor
: 83 /Pid.B/2012/PN.Bi. ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui peranan barang bukti sampel bulu kambing dalam
Putusan Nomor:83 /Pid.B/2012/PN.Bi.?
2. Untuk mengetahui pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan pidana
terhadap tindak pidana pencurian hewan ternak pada kasus Putusan Nomor
: 83 /Pid.B/2012/PN.Bi.?
D. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini memiliki kegunaan sebagai berikut:
1. Secara Akademis/Teoritis
Diharapkan penulisan ini dapat memberikan sumbangsih pemikiran dalam
membangun penegakan hukum di Indonesia terutama masalah yang
menyangkut tindak pidana pencurian hewan ternak.
2. Secara Praktis
Dapat memberikan masukan bagi pemerintah dalam penegak hukum di
Indonesia serta dalam upaya menyelesaikan permasalahan tindak pidana
pencurian di Indonesia.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Hukum Acara Pidana
1. Pengertian
Hukum acara pidana pada umumnya tidak terlepas dari hukum
pidana materil, artinya masing-masing saling memerlukan satu sama
lain, hukum pidana (materiel) memerlukan hukum acara pidana
(formil) untuk menjalankan ketentuan hukum pidana, demikian pula
sebaliknya hukum acara pidana tidak berfungsi tanpa adanya hukum
pidana (materiel).
Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro, SH merumuskan hukum acara
pidana sebagai suatu rangkaian peraturan yang memuat cara
bagaimana badan-badan pemerintah yang berkuasa, yaitu
kepolisian, kejaksaan dan pengadilan harus bertindak guna
mencapai tujuan negara dengan mengadakan hukum pidana4.
Simon merumuskan hukum acara pidana mengatur bagaimana
negara dengan alat-alat perlengkapannya mempergunakan haknya
untuk menghukum dan menjatuhkan hukuman5.
Mr. J.M. Van Bemmelen6 berpendapat bahwa:
“hukum acara pidana adalah ketentuan-ketentuan hukum yang
mengatur cara bagaimana negara, bila menghadapi suatu kejadian
yang menimbulkan syakwasangka telah terjadi suatu pelanggaran
hukum pidana, dengan perantaraan alat-alatnya mencari kebenaran,
menetapkan dimuka dan oleh hakim suatu kePutusan mengenai
perbuatan yang didakwakan, bagaimana hakim harus memutuskan
suatu hal yang telah terbukti dan bagaimana kePutusan itu harus
dijalankan”.
4
Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia Edisi Revisi, Jakarta : Sinar
Grafika, 2005, hlm. 2
5
Ibid.
6
Ibid. hal 3
5
Definisi tentang hukum acara pidana yang diberikan oleh
Moeljatno adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di
suatu negara, yang mengadakan dasar – dasar dan aturan – aturan
yang menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana yang
ada pada suatu perbuatan pidana dapat dilaksanakan, apabila ada
orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.7
Perbedaannya dengan hukum pidana adalah hukum Pidana
merupakan peraturan yang menentukan tentang perbuatan yang
tergolong perbuatan pidana. Syarat- syarat umum yang harus dipenuhi
agar suatu perbuatan dapat dikenakan sanksi pidana, pelaku perbuatan
pidana dapat dihukum dan macam-macam hukuman yang dapat
dijatuhkan kepada pelaku perbuatan pidana.
Hukum Acara Pidana disebut Hukum Pidana Formil (Formeel
Strafrech), sedang Hukum Pidana disebut sebagai Hukum Pidana
Materiil
(Materieel
Strafrecht).
Jadi,
Kedua
hukum
tersebut
mempunyai hubungan yang sangat erat.
Hukum Acara Pidana mempunyai tugas untuk:
a.
b.
c.
Mencari dan mendapatkan kebenaran materiil;
Memperoleh kePutusan oleh hakim tentang bersalah tidaknya
seseorang atau sekelompok orang yang disangka/didakwa
melakukan perbuatan pidana;
Melaksanakan kePutusan hakim.8
Dari uraian diatas dapat dimengerti bahwa Hukum Acara Pidana
tidak semata-mata menerapkan Hukum Pidana. Akan tetapi lebih
menitikberatkan pada proses dari pertanggungjawaban seseorang atau
sekelompok orang yang diduga dan/atau didakwa telah melakukan
perbuatan pidana.
2. Tujuan Dan Fungsi Hukum Acara Pidana
7
8
Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta: Rineka Cipta, 1993, hal.1-6.
Ibid, Hal. 8.
6
Dalam pedoman pelaksanaan KUHAP memberikan penjelasan
tentang tujuan hukum acara pidana yaitu ; tujuan hukum acara
pidana untuk mencari dan mendapatkan setidak-tidaknya
mendekati
kebenaran
materil,
ialah
kebenaran
yang
selengkaplengkapnya dari suatu perkara pidana dengan
menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat,
dengan tujuan mencari siapakah pelaku yang dapat didakwakan
melakukan pelanggaran hukum, dan selanjutnya meminta
pemeriksaan dan Putusan dari pengadilan guna menemukan apakah
terbukti bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah
orang yang didakwa itu dapat dipersalahkan9.
Tujuan hukum acara pidana menurut
rumusan pedoman
pelaksanaan KUHAP tersebut menunjukkan bahwa kebenaran materil
atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materil dalam rumusan
tersebut dirasa kurang tepat sebab mendekati kebenaran belumlah
dapat dikatakan sebagai suatu kebenaran, oleh karena hukumam yang
mungkin dijatuhkan dalam perkara pidana terdapat hukuman badan
maka kebenaran materil tersebut harus diperoleh untuk menghindari
terjadinya kekeliruan dalam menjatuhkan hukuman.
Van Bemmelen10 mengemukan tiga fungsi hukum acara pidana
sebagai berikut;
a. Mencari dan menemukan kebenaran.
b. Pemberian kePutusan oleh hakim
c. Pelaksanaan kePutusan
Tujuan Hukum Acara Pidana sangat erat hubungannya dengan
tujuan Hukum Pidana, yaitu menciptakan ketertiban, ketentraman,
kedamaian, keadilan, dan kesejahteraan masyarakat. Hukum Pidana
memuat tentang rincian perbuatan yang termasuk perbuatan pidana,
9
Andi Hamzah, loc.cit. hal. 4
Ibid, Hal. 8-9.
10
7
pelaku perbuatan pidana yang dapat dihukum, dan macam- macam
hukuman yang dapat dijatuhkan kepada pelanggar hukum pidana.
Sebaliknya Hukum Acara Pidana mengatur bagaimana proses yang
harus dilalui aparat penegak hukum dalam rangka mempertahankan
hukum pidana materiil terhadap pelanggarnya.
Dari penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa adanya keterkaitan
dan hubungan saling melengkapi antara hukum pidana dengan hukum
pidana formil, karena tanpa hukum pidana, hukum acara pidana tidak
berfungsi. Sebaliknya tanpa hukum acara pidana, hukum pidana juga
tidak dapat dijalankan (tidak berfungsi sesuai dengan tujuan). Fungsi
dari Hukum Acara Pidana adalah mendapatkan kebenaran materiil,
Putusan hakim, dan pelaksanaan kePutusan hakim.
B. Hukum Pembuktian
1. Pengertian Hukum Pembuktian
Hukum Pembuktian merupakan bagian paling utama dari Hukum
Acara Pidana, yang menyangkut seluruh sistem yang disebut Criminal
Justice System, dimulai dari penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan
puncaknya adalah persidangan. Proses ini terdapat tiga pihak yang
berperan yaitu jaksa, hakim, dan penasihat hukum. Indonesia mengenal
kodifikasi Hukum Pembuktian yang merupakan bagian dari Hukum
Acara Pidana, termuat dalam KUHAP, namun disamping itu
pengaturannya juga berada diluar kodifikasi, yaitu pada Undang-
8
Undang Tindak Pidana diluar kodifikasi-kodifikasi yang sekaligus
memuat hukum pidana materiil juga hukum acara pidana.
Pembuktian dalam proses acara pidana merupakan upaya untuk
membuktikan kebenaran suatu perkara. Membuktikan menurut
Martiman Prodjohamidjojo mengandung maksud dan usaha untuk
menyatakan kebenaran atas suatu peristiwa, sehingga dapat diterima
oleh akal terhadap kebenaran peristiwa tersebut11. Sedangkan
Bambang Poernomo menyatakan bahwa :
“Hukum pembuktian adalah keseluruhan aturan hukum atau
peraturan undang-undang mengenai kegiatan untuk rekonstruksi
suatu kenyataan yang benar dari setiap kejadian masa lalu yang
relevan dengan persangkaan terhadap orang yang diduga
melakukan perbuatan pidana dan pengesahan setiap sarana bukti
menurut ketentuan hukum yang berlaku untuk kepentingan
peradilan dalam perkara pidana.”12.
Pembuktian
tentang
benar
tidaknya
terdakwa
melakukan
perbuatan yang didakwakan, merupakan bagian yang terpenting acara
pidana. Dalam hal ini pun hak asasi dapat dipertaruhkan. Untuk inilah
maka Hukum Acara Pidana bertujuan untuk mencari kebenaran
materiil berbeda dengan Hukum Acara Perdata yang cukup puas
dengan kebenaran formil13.
Hukum pembuktian adalah merupakan sebagian dari hukum acara
pidana yang mengatur macam-macam alat bukti yang sah menurut
hukum, sistem yang dianut dalam pembuktian, syarat-syarat dan tata
11
Prodjohamidjojo, Martiman, 1983. Sistem Pembuktian dan Alat - alat Bukti.
Jakarta : Ghahlia Indonesia, hal. 24
12
Bambang Poernomo. Pola Dasar Teori Dan Azaz Umum Hukukm Acara Pidana
Yogyakarta : Liberty, 1986, Hal 26.
13
Ibid, Hal, 38
9
cara yang mengajukan bukti tersebut serta kewenangan hakim untuk
menerima, menolak dan menilai suatu pembuktian14.
Hukum pembuktian adalah merupakan sebagian dari hukum acara
pidana yang mengatur macam-macam alat bukti yang sah menurut
hukum, sistem yang dianut dalam pembuktian, syarat-syarat dan
tata cara yang mengajukan bukti tersebut serta kewenangan hakim
untuk menerima, menolak dan menilai suatu pembuktian15.
Dikaji dari perspektif sistem peradilan pidana pada umumnya dan
hukum acara pidana (formeel strafrecht/ strafprocessrecht) pada
khususnya, aspek “pembuktian” memegang peranan menentukan untuk
menyatakan kesalahan seseorang sehingga dijatuhkan pidana oleh
hakim.
Hakim di dalam menjatuhkan suatu Putusan, tidak hanya dalam
bentuk pemidanaan, tetapi dapat juga menjatuhkan Putusan bebas dan
Putusan lepas dari segala tuntutan hukum. Putusan bebas akan
dijatuhkan oleh hakim apabila pengadilan (hakim) berpendapat bahwa
dari hasil pemeriksaan di sidang pengadilan, kesalahan terdakwa atau
perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan
meyakinkan. Kemudian Putusan lepas dari segala tuntutan hukum,
akan dijatuhkan oleh hakim apabila pengadilan (hakim) berpendapat
bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi
perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana16.
2. Penerapan dan Kecenderungan Sistem Pembuktian Menurut KUHAP
14
Ibid, Hal, 38
Hari Sasangka dan Lily Rosita, Hukum pembuktian dalam perkara pidana untuk
mahasiswa dan praktisi, Mandar Maju, 2003, Bandung, hlm.10
16
Serenity Deliver Refisis, Analisis hukum terhadap Putusan dalam tindak pidana
pencurian. USU Press. 2010, Medan, hlm. 5
15
10
Berbicara mengenai sistem pembuktian adalah bertujuan untuk
mengetahui bagaimana meletakkan suatu hasil pembuktian terhadap
perkara yang sedang diperiksa. Hasil dan kekuatan pembuktian yang
bagaimana yang dapat dianggap cukup memadai membuktikan
kesalahan terdakwa. Untuk itu, dapat dilihat isi Pasal 183 KUHAP
yang rumusannya adalah sebagai berikut :
”Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali
apabila sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, ia
memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar
terjadi dan bahwa terdakwa yang bersalah melakukannya.”
Dari rumusan Pasal 183 KUHAP tersebut, terlihat bahwa
pembuktian harus didasarkan sedikitnya pada dua alat bukti yang sah,
disertai dengan keyakinan hakim yang diperoleh dari pemeriksaan alatalat bukti tersebut. Artinya, tersedianya minimum dua alat bukti saja,
belum cukup untuk menjatuhkan pidana kepada terdakwa. Sebaliknya,
meskipun hakim sudah yakin terhadap kesalahan terdakwa, maka jika
tidak tersedia minimum dua alat bukti, hakim juga belum dapat
menjatuhkan pidana terhadap terdakwa. Dalam hal inilah penjatuhan
pidana terhadap seorang terdakwa haruslah memenuhi dua syarat
mutlak, yaitu alat bukti yang cukup dan keyakinan hakim. Sistem
pembuktian tersebut terkenal dengan nama sistem negative wettelijk.
Dalam Penjelasan Pasal 183 KUHAP tersebut dinyatakan bahwa
Pembentuk undang-undang telah menentukan pilihan bahwa sistem
pembuktian yang paling tepat dalam kehidupan penegakan hukum di
Indonesia adalah sistem pembuktian menurut undang-undang secara
negatif, semi tegaknya keadilan, kebenaran dan kepastian hukum.
11
Karena dalam sistem pembuktian ini, terpadu kesatuan penggabungan
antara sistem conviction-in time (sistem pembuktian yang hanya
bersandar atas keyakinan hakim) dengan sistem pembuktian menurut
undang-undang secara positif (positief wettelijk stelsel).
Kalau dibandingkan bunyi Pasal 183 KUHAP dengan Pasal 294
HIR, hampir bersamaan bunyi dan maksud yang terkandung di
dalamnya. Keduanya sama-sama menganut sistem “pembuktian
menurut undang-undang secara negatif”. Perbedaan keduanya hanya
terletak pada penekanannya saja. Pada Pasal 183 KUHAP, syarat
pembuktian menurut cara dan alat bukti yang sah, lebih ditekankan
pada perumusannya. Hal ini dapat dilihat dalam kalimat: ketentuan
pembuktian yang memadai untuk menjatuhkan pidana kepada
seseorang, sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah. Dengan
demikian Pasal 183 KUHAP mengatur bahwa untuk menentukan salah
atau tidaknya seorang terdakwa dan untuk menjatuhkan pidana kepada
seorang terdakwa harus:
1) Pembuktian harus dilakukan menurut ketentuan, cara, dan dengan
alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang;
2) Dan keyakinan hakim yang juga harus didasarkan atas ketentuan,
cara dan dengan alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang17.
Pelaksanaan sistem pembuktian menurut undang-undang secara
negatif dalam penegakan hukum di Indonesia menurut pengalaman dan
pengamatan baik masa HIR maupun setelah KUHAP berlaku,
penghayatan penerapan sistem pembuktian yang dirumuskan pada
Pasal 183 KUHAP, pada umumnya sekedar untuk menjajaki alasan
17
M.Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Jilid II,
Jakarta: Pusataka kartini, 1985., hal 800
12
pembuat undang-undang merumuskan Pasal 183 KUHAP, barangkali
ditujukan untuk mewujudkan suatu ketentuan yang seminimal
mungkin dapat menjamin tegaknya kebenaran sejati, serta tegaknya
keadilan dan kepastian hukum. Pendapat ini dapat diambil dari makna
penjelasan Pasal 183 KUHAP itu sendiri. Dari penjelasan Pasal 183
KUHAP tersebut, pembuat undang-undang telah menentukan pilihan
bahwa sistem pembuktian yang paling tepat dalam kehidupan
penegakan hukum di Indonesia adalah sistem pembuktian menurut
undang-undang secara negatif demi tegaknya keadilan, kebenaran dan
kepastian hukum. Bukankah di dalam sistem pembuktian ini, terpadu
kesatuan dan penggabungan antara sistem conviction in time dengan
sistem pembuktian menurut undang-undang secara positif. mendekati
makna dan tujuan sistem pembuktian itu sendiri. Tentu hal ini tanpa
mengurangi segala macam keluhan, pergunjingan, dan kenyataan yang
dijumpai. Keluhan dan kenyataan ini timbul disebabkan oleh masih
terdapat kekurangsadaran, sementara aparat penegak hukum yang
menitikberatkan penilaian salah tidaknya seorang terdakwa lebih
ditentukan oleh keyakinan hakim.
Yang menonjol dalam pertimbangan Putusan hakim adalah
penilaian keyakinan tanpa menguji dan mengaitkan keyakinan itu
dengan cara dan alat-alat bukti yang sah. Sebaliknya, sering pula
dijumpai
pertimbangan
Putusan
pengadilan
yang
seolah-olah
mendasarkan penilaian salah atau tidaknya terdakwa semata-mata
didasarkan pada sistem pembuktian menurut undang-undang secara
positif.
13
Motivasi pertimbangan hukum membuktikan kesalahan terdakwa,
tidak diwarnai dan tidak dipadu dengan keyakinan hakim. Misalnya
dalam suatu uraian pertimbangan hakim Putusan pengadilan. Jarang
sekali dijumpai uraian pertimbangan yang secara sistematis dan
argumentatif mengaitkan dan memadukan keterbuktian kesalahan
terdakwa dengan keyakinan hakim. Pada intinya, asalkan kesalahan
terdakwa telah terbukti secara sah menurut ketentuan, cara dan dengan
alat-alat bukti yang disebutkan undang-undang, tanpa mengutarakan
motivasi keyakinan hakim akan keterbuktian tadi, hakim pada
umumnya sudah merasa cukup “menimpali” keterbuktian itu dengan
rumusan kalimat yang sudah baku, kesalahan terdakwa telah terbukti
dan diyakini. Seolaholah keyakinan hakim atas kesalahan terdakwa
hanya ditarik saja, tanpa motivasi dari keterbuktian kesalahan yang
dibuktikan. Malah kadang-kadang pertimbangan yang tertuang dalam
suatu Putusan pengadilan hanya berisi uraian deskriptif tanpa alasan
pertimbangan yang argumentatif dan tidak memuat kesimpulan
pendapat yang merupakan perpaduan antara pembuktian dengan
keyakinan. Akibatnya, isi pertimbangan Putusan seperti ini hanya
berisi
tulisan
pengulangan
kalimat
keterangan
terdakwa
dan
keterangan saksi tanpa suatu kemampuan dan keberhasilan menyusun
uraian pertimbangan yang menyimpulkan suatu pendapat tentang
keyakinan hakim akan kesalahan terdakwa. Putusan seperti ini benar
benar sangat miskin dan tidak menyeluruh18.
18
Ibid. hal 785
14
Pada hakikatnya Pasal 183 KUHAP berisi penegasan sistem
pembuktian menurut undang-undang secara negatif. Tidak dibenarkan
menghukum seorang terdakwa yang kesalahannya tidak terbukti secara
sah menurut undang-undang. Keterbuktian itu harus digabung dan
didukung oleh keyakinan hakim. Namun sistem pembuktian ini dalam
praktek penegakan hukum, lebih cenderung pada pendekatan sistem
pembuktian menurut undang-undang secara positif. Sedang mengenai
keyakinan
hakim
hanya
bersifat
“unsur
pelengkap”
atau
complimentary dan lebih berwarna sebagai unsur formal dalam model
Putusan.
Unsur
keyakinan
hakim
dalam
praktek,
dapat
dikesampingkan apabila keyakinan itu tidak dilandasi oleh pembuktian
yang cukup. Sekalipun hakim yakin dengan seyakin-yakinnya akan
kesalahan terdakwa, keyakinan itu dapat dianggap tidak mempunyai
nilai, jika tidak dibarengi dengan pembuktian yang cukup.
3. Teori Pembuktian
Beberapa teori pembuktian dalam hukum acara, yaitu:
a. Conviction-in Time
Sistem pembuktian conviction-in time menentukan salah
tidaknya seorang terdakwa, semata-mata ditentukan oleh penilaian
“keyakinan”
hakim.
Keyakinan
hakim
yang
menentukan
keterbuktian kesalahan terdakwa, yakni dari mana hakim menarik
dan menyimpulkan keyakinannya, tidak menjadi masalah dalam
sistem ini. Keyakinan boleh diambil dan disimpulkan hakim dari
alat-alat bukti yang diperiksanya dalam sidang pengadilan. Bisa
juga hasil pemeriksaan alat-alat bukti itu diabaikan hakim, dan
15
langsung menarik keyakinan dari keterangan atau pengakuan
terdakwa.
Kelemahan sistem pembuktian conviction-in time adalah
hakim dapat saja menjatuhkan hukuman pada seorang terdakwa
semata-mata atas “dasar keyakinan” belaka tanpa didukung alat
bukti yang cukup. Keyakinan hakim yang “dominan” atau yang
paling menentukan salah atau tidaknya terdakwa. Keyakinan tanpa
alat bukti yang sah, sudah cukup membuktikan kesalahan
terdakwa. Keyakinan hakimlah yang menentukan wujud kebenaran
sejati dalam sistem pembuktian ini. Sistem ini memberi kebebasan
kepada hakim terlalu besar, sehingga sulit diawasi. 19
b. Conviction-Raisonee
Sistem conviction-raisonee pun, “keyakinan hakim” tetap
memegang peranan penting dalam menentukan salah tidaknya
terdakwa. Akan tetapi, pada sistem ini, faktor keyakinan hakim
“dibatasi”. Jika dalam siste pembuktian conviction-in time peran
“keyakinan hakim” leluasa tanpa batas maka pada sistem
conviction-raisonee, keyakinan hakim harus didukung dengan
“alasan-alasan yang jelas”.
Hakim harus mendasarkan Putusan-Putusannya terhadap
seorang terdakwa berdasarkan alasan (reasoning). Oleh karena itu
Putusan juga bedasarkan alasan yang dapat diterima oleh akal
(reasonable). Hakim wajib menguraikan dan menjelaskan alasanalasan apa yang mendasari keyakinannya atas kesalahan terdakwa.
19
Hari Sasangka dan Lily Rosita, Op cit, hlm.10
16
Sistem atau teori pembuktian ini disebut juga pembukt ian bebas
karena hakim bebas untuk menyebut alasan-alasan keyakinannya
(vrijs bewijstheorie). 20
c. Pembuktian menurut undang-undang secara positif (positief
wettelijke stelsel)
Sistem ini berpedoman pada prinsip pembuktian dengan
alat-alat bukti yang ditentukan undang-undang, yakni untuk
membuktikan
salah
atau
tidaknya
terdakwa
semata-mata
“digantungkan kepada alat-alat bukti yang sah”. Terpenuhinya
syarat dan ketentuan pembuktian menurut undang-undang, sudah
cukup menentukan kesalahan terdakwa tanpa mempersoalkan
keyakinan hakim, yakni apakah hakim yakin atau tidak tentang
kesalahan terdakwa, bukan menjadi masalah.
Sistem pembuktian ini lebih dekat kepada prinsip
“penghukuman berdasar hukum”. Artinya penjatuhan hukuman
terhadap seseorang, semata-mata tidak diletakkan di bawah
kewenangan hakim, tetapi diatas kewenangan undang-undang yang
berlandaskan asas: seorang terdakwa baru dapat dihukum dan
dipidana jika apa yang didakwakan kepadanya benar-benar terbukti
berdasarkan cara dan alat-alat bukti yang sah menurut undangundang. Sistem ini disebut teori pembuktian formal (foemele
bewijstheorie). 21
d. Pembuktian menurut undang-undang secara negative (negatief
wettelijke stelsel)
20
21
ibid, hlm.10
ibid, hlm.11
17
Sistem pembuktian menurut undang-undang secara negatif
merupakan teori antara sistem pembuktian menurut undang-undang
secara positif dengan sistem pembuktian menurut keyakinan atau
conviction-in time. Sistem ini memadukan unsur “objektif” dan
“subjektif” dalam menentukan salah atau tidaknya terdakwa, tidak
ada yang paling dominan diantara kedua unsur tersebut.
Terdakwa dapat dinyatakan bersalah apabila kesalahan
yang didakwakan kepadanya dapat dibuktikan dengan cara dan
dengan alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang serta
sekaligus keterbuktian kesalahan itu “dibarengi” dengan keyakinan
hakim.
Berdasarkan sistem pembuktian undang-undang secara
negatif, terdapat dua komponen untuk menentukan salah atau
tidaknya seorang terdakwa, yaitu22:
1.
2.
Pembuktian harus dilakukan menurut cara dan dengan alat-alat
bukti yang sah menurut undang-undang;
Keyakinan hakim yang juga harus didasarkan atas cara dan
dengan alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang.
Sistem pembuktian yang dianut KUHAP ialah sistem
pembuktian menurut undang-undang secara negative. Sistem
pembuktian negative diperkuat oleh prinsip “kebebasan kekuasaan
kehakiman”.
Namun
dalam
praktik
peradilannya,
sistem
pembuktian lebih mengarah pada sistem pembuktian menurut
undang-undang
secara
positif.
Hal
ini
disebabkan
aspek
“keyakinan” pada Pasal 183 KUHAP tidak diterapkan secara
22
M.Yahya Harahap, Pembahasan permasalahan dan penerapan KUHAP
pemeriksaan sidang pengadilan, banding, kasasi, dan peninjauan kembali, edisi II, Sinar Grafika,
2008, Jakarta. hlm.279
18
limitatif. Hal-hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu
dibuktikan. Hal-hal yang secara umum sudah diketahui biasanya
disebut notoire feiten (Pasal 184 ayat (2) KUHAP). Secara garis
besar fakta notoir dibagi menjadi 2 golongan yaitu23: sesuatu atau
peristiwa yang diketahui umum bahwa sesuatu atau peristiwa
tersebut memang sudah demikian hal yang benarnya atau
semestinya demikian, dan sesuatu kenyataan atau pengalaman yang
selamanya dan selalu mengakibatkan demikian atau selalu
merupakan kesimpulan demikian.
C. Barang Bukti
1.
Barang Bukti Berdasarkan KUHAP
Rumusan sistem pembuktian tentunya untuk mendukung
tujuan dari hukum acara pidana, yaitu untuk mencari dan memperoleh
kebenaran materiil. Dengan tercapainya kebenaran materiil maka akan
tercapai pula tujuan akhir hukum acara pidana, yaitu untuk mencapai
suatu ketertiban, ketentraman, keadilan dan kesejahteraan dalam
masyarakat. Masalah pembuktian tentang benar tidaknya seorang
terdakwa melakukan perbuatan yang didakwakan merupakan bagian
terpenting dari acara pidana, karena hak asasi manusia (terdakwa)
akan dipertaruhkan.
Dalam Putusan Nomor:83 /Pid.B/2012/PN.Bi barang bukti
yakni 1 (satu) unit sepeda motor merk Honda Star Nopol AD 2915N,
sebuah kampak dan bronjong warna hijau, seutas tali plastik berwarna
23
Hari Sasangka dan Lily Rosita, op.cit, hlm.20
19
hijau dan bulu dari seekor kambing bulu putih kecoklatan
dipergunakan sebagai barang butki dan telah dilakukan penyitaan
secara sah menurut hukum sehingga dapat dipergunakan untuk
memperkuat pembuktian.
Alat-alat bukti yang sah adalah sebagaimana ditentukan dalam
Pasal 184 KUHAP, yaitu :
1.
Keterangan saksi;
Berdasarkan tata urutan alat-alat bukti dalam KUHAP
tersebut, maka akan didengar atau menjadi saksi utama (kroon
getugie) ialah saksi korban. Saksi korban ialah orang yang
dirugikan akibat terjadi kejahatan atau pelanggaran tersebut. Oleh
karena itu, adalah wajar jika ia didengar sebagai saksi yang
pertama-tama dan ia merupakan saksi utama atau “kroon
getugie”. 24
Akan tetapi, dalam praktek tidak menutup kemungkinan
saksi lain didengar keterangannya terlebih dahulu, misalnya jika
pada sidang yang telah ditetapkan saksi korban tidak hadir, sesuai
dengan asas pemeriksaan cepat. Saksi ini diharapkan dalam
proses acara pidana ialah saksi yang ia mendengar, ia mengalami,
atau ia melihat dengan mata kepala sendiri, dan bukan saksi, yang
ia mendengar atau memperoleh keterangan dari orang lain. Saksi
terakhir ini disebut sebagai testimonium d’auditu.
24
Andi Hamzah, op.cit, hlm.240
20
Kesaksian de’auditu tidak diperkenankan sebagai alat
bukti25, dan selaras pula dengan tujuan hukum acara pidana yaitu
mencari kebenaran materil, dan pula untuk perlindungan terhadap
hak-hak asasi manusia dimana keterangan seorang saksi yang
hanya mendengar dari orang lain, tidak terjamin kebenarannya
maka kesaksian de’auditu patut tidak dipakai di Indonesia.
Penjelasan
Pasal
161
ayat
(2)
KUHAP
tersebut
menunjukkan bahwa pengucapan sumpah merupakan syarat
mutlak. Sumpah atau janji dapat dilakukan sebelum atau sesudah
saksi memberikan keterangan di muka persidangan, kecuali dalam
hal-hal tertentu.Syarat materiil, bahwa keterangan seorang saja
tidak dapat dianggap sah sebagai alat pembuktian (Unus Testis
Nullum Testis). Akan tetapi keterangan seorang saksi, adalah
cukup untuk membuktikan salah satu unsur kejahatan yang
dituduhkan.
Pasal 185 KUHAP ayat (6) berbunyi dalam menilai
kebenaran keterangan seorang saksi, Hakim harus dengan
sungguh-sungguh memperhatikan:
1) Persesuaian antara keterangan saksi satu dengan lain
2) Persesuaian antara keterangan saksi dengan alat bukti lain
3) Alasan yang mungkin dipergunakan oleh saksi untuk
memberikan keterangan yang tertentu
4) Cara hidup dan kesusilaan saksi serta segala sesuatu yang
pada umunya dapat mempengaruhi dapat tidaknya keterangan
itu diberikan.
Saksi menurut sifatnya dapat dibagi atas:
25
ibid, hlm.242
21
(1) Saksi A Charge (memberatkan terdakwa): saksi A Charge
adalah saksi dalam perkara pidana yang dipilih dan diajukan
oleh penuntut umum, dikarenakan kesaksiannya yang
memberatkan terdakwa
(2) Saksi A De Charge (menguntungkan terdakwa): saksi A De
Charge adalah saksi yang dipilih atau diajukan oleh penuntut
umum atau terdakwa atau penasihat hukum, yang sifatnya
meringankan terdakwa.
Untuk
sahnya
keterangan
saksi
menurut
KUHAP
adalah sebagai berikut :
a. Pasal 160 ayat (3) KUHAP,
Sebelum memberikan keterangan, saksi wajib mengucapkan
sumpah atau janji menurut cara agamanya masing-masing,
bahwa ia akan memberikan keterangan yang sebenarnya dan
tidak lain daripada yang sebenarnya.
b. Pasal 1 butir 27 KUHAP
Keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara
pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu
peristiwa pidana yang ia dengan dan ia alami sendiri
dengan menyebutkan alasan dari pengetahuannya itu.
Tidak ada suatu perkara pidana yang lepas dari
pembuktian
alat
bukti
pembuktian
perkara
keterangan
pidana,
saksi.
selalu
Hampir
didasarkan
semua
kepada
pemeriksaan keterangan saksi sekurang-kurangnya di samping
pembuktian dengan alat bukti yang lain, masih tetap selalu
diperlukan pembuktian dengan alat bukti keterangan saksi26
26
M. Yahya Harahap, 2008. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP:
Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali, Jakarta, Sinar
Grafika, , hlm 286
22
2.
Keterangan ahli;
Keterangan ahli juga merupakan salah satu alat bukti yang
sah menurut pasal 184 ayat (1) KUHAP. Mengenai pengertian
dari keterangan saksi dilihat dalam pasal 184 KUHAP yang
menerangkan bahwa keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli
nyatakan disidang pengadilan. Pasal tersebut tidak mnjelaskan
siapa yang disebut ahli dan apa itu keterangan ahli.
Hamzah27, menerangkan bahwa:
Yang dimaksud dengan keahlian ialah ilmu pengetahuan
yang telah dipelajari (dimiliki) seseorang. Pengertian ilmu
pengetahuan diperluas pengertianya oleh HIR yang
meliputi Kriminalistik, sehingga van Bemmelen
mengatakan bahwa ilmu tulisan, ilmu senjata, ilmu
pengetahuan tentang sidik jari dan sebagainya termasuk
dalam pengertian ilmu pengetahuan
Pasal 1 butir 28 KUHAP menyatakan bahwa keterangan
ahli ialah keterangan yang diberikan oleh seorang yang
memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan
untuk membuat terang suatu perkara pidana guna
kepentingan pemeriksaan.
Sedangkan menurut Pasal 186 KUHAP, keterangan ahli
ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan.
Keterangan ahli itu dapat juga sudah diberikan pada waktu
pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut umum yang dituangkan
dalam bentuk laporan dan dibuat mengingat sumpah di waktu
menerima jabatan atau pekerjaan. Jika hal itu tidak diberikan pada
waktu pemeriksaan penyidik atau penuntut umum, maka pada
pemeriksaan di sidang diminta untuk memberikan keterangan dan
dicatat dalam berita acara pemeriksaan. Keterangan tersebut
27
Andi Hamzah, 2002. Hukum Acara Pidana Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta,Hal :
268
23
diberikan setelah ia mengucapkan sumpah atau janji di hadapan
hakim (penjelasan Pasal 186 KUHAP).
3. Surat;
Surat adalah pembawa tanda tangan bacaan yang berarti,
yang menterjemahkan suatu isi pikiran. Tidak termasuk kata surat,
adalah foto dan peta, sebab benda ini tidak memuat tanda bacaan.
Adapun contoh-contoh dari alat bukti surat itu, adalah Berita
Acara Pemeriksaan (BAP) yang dibuat oleh polisi, BAP
Pengadilan, Berita Acara Penyitaan, Surat Perintah Penahanan,
Surat Izin Penggeledahan, Surat Izin Penyitaan, dan lainlainnya.28
Pengertian surat menurut Asser-Anema (Hamzah29) suratsurat adalah sesuatu yang mengandung tanda-tanda baca yang
dapat dimengerti, dimaksud untuk mengeluarkan isi pikiran.
Menurut I. Rubini dan Chaidir Ali (Hulam30) bukti surat adalah
suatu benda (bisa berupa kertas, kaya, daun lontar dan sejenisnya)
yang memuat tanda-tanda baca yang dapat dimengerti dan
menyatakan isi pikiran (diwujudkan dalam suatu surat).
Aspek fundamental “surat” sebagai alat bukti diatur pada
Pasal 184 ayat (1) huruf c KUHAP. Kemudian secara substansial
tentang bukti “surat” ini ditentukan oleh Pasal 187 KUHAP
merumuskan:
28
Ramelan. 2006. Hukum Acara Pidana. Teori Dan Implementasi. Sumber Ilmu
Jaya. Jakarta, hal. 91.
29
Andi Hamzah. Loc.cit. Hal. 71
30
Taufiqul Hulam, 2002. Reaktualisasi Alat Bukti Tes DNA Perspektif Hukum Islam
dan. Hukum Positif. Yogyakarta: UII Press, hal.63
24
“surat sebagaimana tersebut pada Pasal 184 ayat (1) huruf
c, dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan
sumpah, adalah:
1 Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang
dibuat oleh pejabat umum yang berwenang atau yang
dibuat dihadapannya, yang memuat keterangan
tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat
atau yang dialaminya sendiri, disertai dengan alasan
yang jelas dan tegas tentang keterangannya itu;
2. Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan atau surat yang dibuat oleh
pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata
laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan yang
diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau
sesuatu keadaan;
3. Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat
pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu
hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi
daripadanya;
4. Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada
dubungannya dengan isi dari alat pembuktian yang
lain.
Andi Hamzah berpendapat bahwa surat di bawah tangan
masih mempunyai nilai jika ada hubungannya dengan isi dari alat
pembuktian yang lain,31.
4. Petunjuk;
Pasal 188 ayat (1) KUHAP memberi definisi petunjuk
adalah sebagai perbuatan, kejadian atau keadaan, yang
karena persesuaiannya, baik antarsatu dengan yang lain,
maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan
bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa
pelakunya.
Petunjuk sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), hanya
dapat diperoleh dari keterangan saksi, surat dan keterangan
terdakwa (Pasal 188 ayat (2) KUHAP).
Menurut Pasal 188 ayat (3) KUHAP yang mengatakan
bahwa penilaian atas kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk
31
Andi Hamzah, op.cit, hlm.253
25
dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim dengan arif
lagi bijaksana, setelah ia mengadakan pemeriksaan dengan penuh
kecermatan dan keseksamaan berdasarkan hati nuraninya. Disini
tercermin bahwa pada akhirnya persoalannya diserahkan kepada
hakim, dengan demikian menjadi sama dengan pengamatan hakim
sebagai alat bukti. Apa yang disebut pengamatan oleh hakim (eigen
waarneming van dde rechter) harus dilakukan selama sidang, apa
yang telah dialami atau diketahui oleh hakim sebelumnya tidak
dapat dijadikan dasar pembuktian, kecuali kalau perbuatan atau
peristiwa itu telah diketahui oleh umum.
Alat bukti petunjuk juga tidak dapat berdiri sendiri,
melainkan pada hakekatnya hanyalah kesimpulan hakim saja dari
alat-alat bukti lain yang ada32. Hal ini seperti pendapat
Prodjodikoro tentang alat bukti penunjukan dalam HIR, yang sama
dengan alat bukti petunjuk dalam KUHAP. Menurut Prodjodikoro,
“sebetulnya yang disebut penunjukan itu, bukan alat bukti,
melainkan
kesimpulan
belaka
yang
diambil
dengan
mempergunakan alat-alat bukti yang sebenarnya, …”33
5. Keterangan terdakwa.
Dapat dilihat dengan jelas bahwa “keterangan terdakwa”
sebagai alat bukti tidak perlu sama atau berbentuk pengakuan.
Semua keterangan terdakwa hendaknya didengar, apakah itu
berupa penyangkalan, pengakuan ataupun pengakuan sebagian dari
32
Richards Lokas, 2013. Barang Bukti dan Alat Bukti Berdasarkan Kitab Undangundang Hukum Acara Pidana. Lex Crimen. Vol II/No. 3/ Juli/2013.
33
Prodjodikoro, Wirjono, 1981., Hukum Acara Pidana di Indonesia, Sumur
Bandung, Bandung, cetakan ke-10
26
perbuatan atau keadaan. Keterangan terdakwa tidak perlu sama
dengan
pengakuan,
karena
pengakuan
sebagai
alat
bukti
mempunyai syarat-syarat:34
a) Mengaku ia yang melakukan delik yang didakwakan
b) Mengaku ia bersalah.
Keterangan terdakwa sebagai alat bukti dengan demikian
lebih luas pengertiannya dari pengakuan terdakwa penyangkalan
terdakwa boleh juga menjadi alat bukti sah. Namun demikian hak
kebebasan terdakwa untuk mengaku atau menyangkal harus
dihormati, oleh sebab itu suatu penyangkalan terhadap suatu
perbuatan mengenai suatu kedaaan tidak dapat dijadikan bukti.
Tetapi suatu hal yang jelas bebeda antara “keterangan
terdakwa” (erkentenis) sebagai alat bukti dengan “pengakuan
terdakwa” (bekentenis) ialah bahwa keterangan terdakwa yang
menyangkal dakwaan, tetapi membenarkan beberapa keadaan atau
perbuatan yang menjurus kepada terbuktinya perbuatan sesuai alat
bukti lain merupakan alat bukti.
Dengan demikian, untuk dapat menjatuhkan pemidanaan
kepada seseorang haruslah terdapat minimal dua alat bukti dari lima
alat bukti yang diatur dalam Pasal 184 KUHAP yang mengatur secara
limitatif alat bukti yang sah menurut undang-undang. Hal tersebut
diatas, juga mengisyaratkan bahwa KUHAP juga menganut prinsip
Batas Minimum Pembuktian yang mengatur batas tentang keharusan
yang dipenuhi dalam membuktikan kesalahan terdakwa.
34
Andi Hamzah, loc.cit hal. 254
27
Ketentuan dalam Pasal 183 KUHAP dapat dilihat dalam
rumusan kalimat baku setiap diktum Putusan perkara pidana yang
menyatakan “secara sah dan meyakinkan”. Kata “sah” dalam hal ini
berarti bahwa hakim dalam memberikan Putusan tersebut didasarkan
pada alat bukti yang sah sebagaimana diatur dalam KUHAP dan
peraturan
perundang-undangan
lainnya.
Sedangkan
kata
“meyakinkan” dalam hal ini berarti bahwa dari alat bukti yang sah
tersebut maka terbentuk keyakinan hakim.
Ketentuan dalam Pasal 183 KUHAP tersebut hampir identik
dengan ketentuan dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 48 Tahun
2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yaitu :
“Tidak seorang pun dapat dijatuhi pidana, kecuali apabila
pengadilan karena alat pembuktian yang sah menurut undangundang mendapat keyakinan bahwa seseorang yang dianggap
dapat bertanggung jawab, telah bersalah atas perbuatan yang
didakwakan atas dirinya.”
Oleh karena itu, konsep keyakinan hakim tersebut baru dapat
terbentuk dengan didasarkan pada adanya alat bukti yang sah menurut
KUHAP. Keyakinan hakim yang akan terbentuk tersebut pada
akhirnya nanti hanya terdiri dari dua macam, yaitu keyakinan bahwa
terdakwa tidak terbukti bersalah atau sebaliknya keyakinan bahwa
terdakwa terbukti bersalah.
b. Alat Bukti Petunjuk Berdasarkan KUHAP
Alat Bukti petunjuk merupakan salah satu dari kelima alat bukti
yang sah, sebagaimana diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP,
28
sedangkan untuk pengaturan lebih lanjut diatur dalam Pasal 188 KUHAP ,
yang berbunyi sebagai berikut:
1) Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keaadan, yang karena
persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun
dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi
suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.35
2) Petunjuk sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat diperoleh
dari:
a) Keterangan saksi;
b) Surat;
c) Keterangan terdakwa.
3) Penilaian atas kekuatan pembuktian dari surat petunjuk dalam setiap
keadan tertentu dilakukan oleh hakim dengan arif lagi bijaksana,
setelah ia mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan
keseksamaan berdasarkan hati nuraninya.
Apabila diperhatikan bahwa Pasal 188 ayat (1) KUHAP tersebut
mengandung maksud bahwa tidak ada kepastian yang mutlak bagi
terdakwa
yang
benar-benar
telah
bersalah
melakukan
perbuatan
sebagaimana yang didakwakan. Oleh karena itu perbuatan, kejadian atau
keadaan baru dianggap sebagai petunjuk apabila ada persesuaaian baik
antara satu dengan yang lain, maupun tindak pidana itu sendiri, yang
menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelaku
tindak pidana tersebut. Dengan alatbukti petunjuk dapat dinilai
mempunyai kekuatan sebagai alat bukti yang sah, selain itu alat bukti
petunjuk baru mempunyai kekuatan sebagai alat bukti yang sah apabila
ada persesuaian yang diperoleh dariketerangan saksi, surat dan keterangan
terdakwa sebagaimana pada Pasal 188 ayat (2) KUHAP.
Dalam menilai kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk, seorang
penuntut umum harus bersikap hati-hati dan teliti serta melakukan secara
35
Ramelan. 2006. Op.cit, hal. 89
29
cermat. Begitu pula dengan hakim, seorang hakim harus bersikap arif dan
bijaksana dalam menilai pembuktian, agar tidak terjadi anggapan bahwa
petunjuk itu merupakan pendapat pribadi maupun sangkaan atau rekaan
belaka. Peranan alat bukti petunjuk sebagai pemegang kunci dapat
tidaknya terdakwa dijatuhi hukuman tidak dapat diabaikan dari alat-alat
bukti lain, misalnya alat bukti keterangan ahli, alat bukti surat maupun
dengan alat bukti keterangan terdakwa. Oleh karena itu harus diperhatikan
pula aturan-aturan atau dasar hukum dari keterangan saksi seperti yang
tercantum dalam Pasal 185 KUHAP, yang dirumuskan sebagai berikut:
a) Keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di
sidang pengadilan.
b) Keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa
terdakwa bersalah terhadap ketentuan yang didakwakan kepadanya.
c) Ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (2) tidak berlaku
apabila disertai dengan suatu alat bukti yang sah lainnya.
d) Keterangan beberapa saksi yang berdiri sendiri-sendiri tentang suatu
kejadian atau keaadaan dapat digunakan sebagai suatu alat bukti yang
sah apabila keterangan saksi itu ada hubungannya satu dengan lainya
sedemikian rupa, sehingga dapat membenarkan adanya suatu kejadian
atau keadaan tertentu.
e) Baik pendapat maupun rekaan, yang diperoleh dari hasil pemikiran
saja, bukan merupakan keterangan saksi.
f) Dalam menilai kebenaran keterangan seorang saksi, hakim harus
dengan sungguh-sungguh memperhatikan:
(1) Persesuaian antara keterangan saksi satu dengan yang lainnya;
(2) Persesuaian antara keterangan saksi dengan alat bukti lain;
(3) Alasan yang mungkin dipergunakan oleh saksi untuk memberi
keterangan yang tertentu;
(4) Cara hidup dan kesusilaan saksi serta segala sesuatu yang pada
umumnya dapat mempengaruhi dapat tidaknya keterangan itu
dipercaya.
g) Keterangan dari saksi yang tidak disumpah meskipun sesuai satu
dengan yang lainya tidak merupakan alat bukti, namun apabila
keterangan itu sesuai dengan keterangandari saksi yang disumpah
dapat dipergunakan sebagai tambahan alat bukti yang sah yang lain.
Di dalam Pasal 187 KUHAP, juga diatur mengenai alat bukti surat
sebagai pendukung alat bukti petunjuk yang sudah ada, antara lain: ”Surat
30
sebagaimana yang dimaksud Pasal 184 ayat (1) huruf c KUHAP, dibuat
atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah” adalah:
1) Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat boleh
pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat dihadapannya, yang
memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar,
dilihat atau yang dialaminya sendiri, disertai dengan alasan yang jelas
dan tegas tentang keterangan itu;
2) Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan
atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai halyang termasuk dalam
tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan
bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu keadaan;
3) Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasar
keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu hal atau sesuatu
keadaan yang diminta secara resmi daripadanya;
4) Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi
dari alat pembuktian yang lain.
Sedangkan mengenai keterangan terdakwa sebagai pendamping
alat bukti petunjuk diatur dalam Pasal 189 KUHAP, yang berbunyi antara
lain:
2) Keterangan terdakwa ialah apa yang terdakwa nyatakan dalam sidang
tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau ia
alami sendiri
3) Keterangan terdakwa yang diberikan di luar sidang dapat digunakan
untuk membantu menemukan bukti di sidang, asalkan keterangan itu
didukung oleh suatu alat bukti yang sah sepanjang mengenai hak yang
didakwakan kepadanya.
4) Keterangan terdakwa hanya dapat digunakan terhadap dirinya sendiri.
5) Keterangan terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa ia
bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya,
melainkan harus disertai sebagai alat bukti yang lain.
Pengertian petunjuk diuraikan dalam KUHAP. Berdasarkan Pasal
188 ayat (1) KUHAP :
“Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena
persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun
dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi
suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.”
Petunjuk merupakan pembuktian tidak langsung, karena hakim
dalam
mengambil
kesimpulan
tentang
pembuktian
haruslah
31
menghubungkan suatu alat bukti dengan alat bukti lainnya dan memilih
yang ada persesuaiannya satu sama lain. Syarat petunjuk sebagai suatu alat
bukti yang sah adalah:
1) Mempunyai persesuaian satu sama lain atas perbuatan yang terjadi;
2) Keadaan-keadaan perbuatan itu berhubungan satu sama lain dengan
kejahatan yang terjadi;
3) Berdasarkan pengamatan hakim baik dari keterangan terdakwa
maupun saksi dipersidangan.36
Menurut Pasal 188 ayat (2) KUHAP, petunjuk hanya dapat
diperoleh dari tiga sumber, yaitu dari keterangan saksi, surat, dan
keteranan terdakwa. Tidak ada penjelasan lebih lanjut bagaimana cara
memperoleh petunjuk dari sumber tersebut. Pertanyaannya adalah apakah
keterangan saksi, surat, dan keterangan terdakwa harus sebagai alat bukti
yang sah. Pada Pasal 184 KUHAP dinyatakan bahwa alat bukti yang sah
adalah : keterangan saksi, keterangan ahli, surat, keterangan terdakwa.
Kemudian pada Pasal selanjutnya, yaitu Pasal 188 ayat (2) KUHAP
dinyatakan bahwa petunjuk hanya bisa diperoleh dari keterangan saksi,
surat, keterngan terdakwa.
Kekuatan pembuktian alat bukti petunjuk mempunyai sifat
pembuktian yang bebas. Hakim tidak terikat atas kebenaran persesuaian
yang diwujudkan oleh petunjuk, oleh karena itu hakim bebas menilai dan
mempergunakannya
sebagai
upaya
pembuktian.
Pengertian
dari
“mempunyai nilai kekuatan pembuktian bebas” adalah bahwa dalam alat
bukti tersebut tidak melekat nilai kekuatan pembuktian yang sempurna dan
menentukan. Kekuatan pembuktiannya tergantung atau terserah kepada
36
Ramelan. 2006. Op.cit, hal. 90
32
penilaian hakim. Hakim bebas menilai dan tidak terikat kepada alat bukti
tersebut.
D. Pencurian
1. Pengertian
Kata Pencurian berasal dari kata dasar yang mendapat awalan
me- dan akhiran-an. Menurut Poerwardarminta:
“Pencuri berasal dari kata dasar curi yang berarti sembunyisembunyi atau diam-diam dan pencuri adalah orang yang
melakukan kejahatan pencurian. Dengan demikian pengertian
pencurian adalah orang yang mengambil milik orang lain
secara sembunyi-sembunyi atau diam-diam dengan jalan yang
tidak sah.”37
Pengertian pencurian dalam rumusan Pasal 362 KUHPidana
adalah sebagai berikut:
“Barang siapa mengambil suatu barang, yang seluruhnya atau
sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud memilikinya
secara melawan hukum, diancam karena pencurian dengan
pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda
paling banyak sembilan ratus rupiah.”38
Pencurian termasuk kejahatan terhadap harta benda yang diatur
dalam Pasal 362 sampai dengan Pasal 367 KUHPidana. Adapun jenisjenis pencurian yang diatur dalam KUHPidana adalah sebagai berikut:
1) Pasal 362 KUHPidana adalah delik pencurian biasa.
2) Pasal 363 KUHPidana adalah delik pencurian berkualitas
atau dengan pemberatan.
3) Pasal 364 KUHPidana adalah delik pencurian ringan.
37
Poerwadarminta, WJS, 1984, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka,
Jakarta, hal. 217
38
Solahuddin, 2008, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Acara Pidana &
Perdata, Visimedia, Jakarta. Hal.86
33
4) Pasal 365 KUHPidana adalah delik pencurian dengan
kekerasan atau ancaman kekerasan.
5) Pasal 367 KUHPidana adalah delik pencurian dalam
kalangan keluarga.
Pasal 362 KUHPidana merupakan pokok delik pencurian,
sebab semua unsur dari delik pencurian tersebut di atas dirumuskan
secara tegas dan jelas, sedangkan pada Pasal-Pasal KUHPidana lainnya
tidak disebutkan lagi unsur tindak pidana atau delik pencurian akan
tetapi cukup disebutkan lagi nama kejahatan pencurian tersebut disertai
dengan unsur pemberatan dan keringanan.
Delik pencurian adalah delik yang paling umum, tercantum di
dalam semua KUHPidana di dunia, disebut delik netral karena terjadi
dan diatur oleh semua negara termasuk Indonesia.
Jenis tindak pidana pencurian merupakan jenis tindak pidana
yang terjadi hampir di setiap daerah di Indonesia, oleh karenanya
menjadi sangat logis apabila jenis tindak pidana ini menempati urutan
teratas di antara tindak pidana terhadap harta kekayaan yang lain. Hal
ini dapat dilihat dari banyaknya terdakwa/tertuduh dalam tindak pidana
pencurian yang diajukan ke sidang pengadilan.
Unsur-unsur tindak pidana pencurian yang dirumuskan dalam
Pasal 362 KUHPidana adalah sebagai berikut:39
1) Perbuatan mengambil;
2) Yang diambil harus sesuatu barang;
3) Barang itu harus seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang
lain;
39
Soesilo, R, 1995, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana serta komentarkomentarnya, Politea, Bogor. Hal.249
34
4) Pengambilan itu harus dilakukan dengan maksud untuk
dimiliki;
5) Secara melawan hukum;
Ad. 1. Mengambil
Unsur yang pertama yaitu unsur mengambil, menurut Soesilo
mengambil untuk dikuasai maksudnya waktu mencuri barang itu,
barang tersebut belum berada dalam kekuasaannya, apabila waktu
mengambil barang dan barang sudah berada dalam kekuasaannya
maka
kasus
tersebut
bukanlah
ke
dalam
pencurian
tetapi
penggelapan.40
Pengambilan (pencurian) itu sudah dapat dikatakan selesai
apabila barang tersebut sudah pindah tempat. Bila orang baru
memegang saja barang itu dan belum berpindah tempat maka orang itu
belum dikatakan mencuri, akan tetapi ia baru mencoba mencuri.
Unsur mengambil ini mempunyai banyak penafsiran sesuai
dengan perkembangan masyarakat. Mengambil semula diartikan
dengan memindahkan barang dari tempatnya semula ke tempat yang
lain, hal ini berarti membawa barang tersebut di bawah kekuasaan
nyata atau barang tersebut berada di luar kekuasaan pemiliknya.
Menurut Koster Henker dengan mengambil saja belum merupakan
pencurian, karena harus seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang
lain, dan pengambilan tersebut harus dengan maksud untuk
memilikinya bertentangan dengan hak pemilik. Pengertian mengambil
dalam bahasa Indonesia lebih tepat jika dibandingkan dengan
40
Ibid.hal. 250
35
pengertian menurut hukum atau Pasal 362 KUHPidana. Mengambil
dalam pengertian bahasa Indonesia atau bahasa sehari-hari adalah
tindakan atau perbuatan aktif memindahkan barang dari suatu tempat
ke tempat lain, dari suatu penguasaan ke penguasaan yang lain
mengambil barang tersebut, sedangkan pengertian mengambil menurut
rumusan hukum mencakup pengertian luas, yakni baik yang termasuk
dalam pengertian sehari-hari atau bahasa Indonesia juga termasuk
mengambil yang dilakukan dengan jalur memindahkan, misalnya:41
1)
2)
Seseorang mengalihkan strom listrik/aliran listrik.
Seseorang mengendarai sepeda motor orang lain dan tidak
mengembalikannya.
Menurut Sianturi yang dimaksud dengan pengambilan dalam
penerapan Pasal 362 KUHPidana:
“Memindahkan kekuasaan nyata terhadap suatu barang ke
dalam penguasaan nyata sendiri dari penguasaan nyata orang
lain. Pada pengertian ini tersirat pada terjadinya penghapusan
atau peniadaan penguasaan nyata orang lain tersebut, namun
dalam rangka penerapan. Pasal ini tidak diisyaratkan untuk
dibuktikan.”42
Sianturi
juga
mengatakan
bahwa
mengenai
cara
mengambil/pengambilan atau memindahkan kekuasaan tersebut,
sebagai garis besarnya dapat dibagi menjadi tiga yaitu:
1) Memindahkan suatu barang dari tempatnya semula ke
tempat lain, dengan berpindahnya barang tersebut sekaligus
juga berpindah kekuasaan nyata terhadap barang tersebut.
2) Menyalurkan barang itu melalui suatu alat penyalur, dalam
hal ini karena sifat barang itu sedemikian rupa tidak selalu
dapat dipisahkan dari yang dipisahkan.
41
Andi Hamzah, 2010, Delik-Delik Tertentu (Speciale Delicten) di dalam KUHP,
Sinar Grafika, Jakarta, hal. 101
42
Sianturi, R, 1983, Tindak Pidana KUHP Berikut Uraiannya, Alumni, Jakarta, hal.
592
36
3) Pelaku hanya sekedar memegang atau menunggui suatu
barang saja, tetapi juga dengan ucapan atau gerakan
mengisyaratkan bahwa barang tersebut kepunyaannya atau
setidak-tidaknya orang menyangka demikian, dalam hal ini
barang tersebut sama sekali tidak dipindahkan.
Pada cara pengambilan ketiga tersebut di atas, si pelaku harus
menyadari atau menyangka bahwa barang tersebut adalah milik orang
lain sebagian atau seluruhnya, misalnya di sebuah pasar si A berdiri di
dekat jualan si B, karena suatu keperluan si B meninggalkan jualannya.
Setelah kepergian si B, si C datang dan membeli sesuatu barang dari si
A karena menyangka si A adalah pemiliknya. Akan tetapi menurut
Andi Hamzah,43
“ jika orang mencuri dengan maksud untuk memberikan kepada
orang lain maka tetap merupakan delik pencurian. Karena pada
delik pencurian, pada saat pengambilan barang yang dicuri
itulah terjadinya delik, dikarenakan pada saat itulah barang
berada di bawah kekuasaan si pembuat”.
Ad. 2. Sesuatu Barang
Unsur yang kedua sesuatu barang, Soesilo memberikan
pengertian tentang sesuatu barang yang dapat menjadi obyek
pencurian, yaitu:
“Sesuatu barang adalah segala sesuatu yang berwujud termasuk
pula binatang (manusia tidak masuk). Misalnya uang, baju,
kalung dan sebagainya, dalam pengertian barang termasuk pula
daya listrik dan gas. Meskipun barang tersebut tidak berwujud,
akan tetapi dialirkan ke kawat atau pipa oleh karena itu
mengambil beberapa helai rambut wanita (untuk kenangkenangan) tidak dengan izin wanita tersebut adalah juga
43
Andi Hamzah ,loc.cit. hal. 101-102
37
termasuk pencurian meskipun beberapa helai rambut tidak ada
harganya.”44
Menurut ketentuan Pasal 499 Kitab Undang-undang Hukum
Perdata yang dimaksud dengan barang adalah tiap benda dan tiap hak
yang dapat menjadi objek dari hak milik.45
Jadi di dalam undang-undang tidak ada penggarisan batasan
tentang barang yang menjadi objek pencurian, dalam hal ini baik
barang bergerak, tidak bergerak/berwujud sebenarnya dapat menjadi
objek pencurian.
Sianturi memberikan pengertian sesuatu barang yang dapat
menjadi objek pencurian yaitu:
“Yang dimaksud dengan sesuatu barang dengan delik
pencurian pada dasarnya adalah setiap benda bergerak yang
mempunyai nilai ekonomis. Menurut Sianturi, pengertian ini
memang wajar, karena jika tidak ada nilai ekonomisnya sulit
diterima dengan akal bahwa seseorang akan membentuk
kehendaknya mengambil sesuatu itu sedang diketahuinya
bahwa yang akan diambilnya tidak mempunyai nilai ekonomis.
Untuk itu dia ketahui pula bahwa tindakan itu bersifat melawan
hukum. Pengertian ini diperkuat pula oleh Pasal 364
KUHPidana yang menentukan nilai ekonomisnya maksimum
dua ratus lima puluh rupiah.”46
Dari kedua pendapat di atas diketahui bahwa untuk
menentukan sesuatu barang yang dapat menjadi objek pencurian
terlebih dahulu harus dilihat apakah barang itu berguna atau tidak.
Dalam hal ini barang itu tidak selalu diisyaratkan mempunyai nilai
ekonomis, akan tetapi cukup bila barang itu mempunyai manfaat atau
dihargai oleh pemiliknya.
44
Soesilo,1995. loc.cit, hal. 250
Solahuddin, 2008. loc.cit. hal. 334
46
Sianturi, 1983, loc.cit. hal. 593)
45
38
Ad. 3. Sebagian atau Seluruhnya Milik Orang Lain
Unsur yang ketiga sebagian atau seluruhnya milik orang lain,
pengertiannya adalah barang tersebut tidak perlu kepunyaan orang lain
sepenuhnya, akan tetapi cukup bila barang tersebut sebagian
kepunyaan orang lain dan sebagian lagi milik pelaku sendiri. Misalnya,
A dan B bersama-sama atau secara patungan membeli sebuah sepeda
motor, maka sepeda motor tersebut milik bersama A dan B. Akan
tetapi jika A mengambil sepeda motor tersebut tanpa sepengetahuan si
B, dalam kasus ini masuk pengertian unsur delik pencurian.
Melihat uraian di atas, maka syarat untuk dipenuhinya unsur
dalam Pasal 362 KUHPidana tersebut adalah barang tersebut haruslah
barang milik orang lain sebagian atau seluruhnya. Hal ini berarti atas
barang tersebut sekurang-kurangnya dimiliki 1 orang, 2 orang atau
lebih.
Ad. 4. Dengan Maksud Memiliki
Unsur yang keempat yaitu dengan maksud hendak memiliki.
Unsur ini merupakan unsur batin atau subyektif dari si pelaku. Unsur
memiliki adalah tujuan dari si pelaku yang tertanam dalam dirinya atau
niatnya. Oleh karena itu perbuatan mengambil barang orang lain tanpa
maksud untuk memiliki tidaklah dapat dipidana berdasarkan Pasal 362
KUHPidana.
Memiliki berarti merampas sesuatu barang dari kekuasaan
pemiliknya, agar barang tersebut ditempatkan dalam kekuasaannya
39
dengan bertindak sebagaimana halnya dengan pemiliknya. Pengertian
hendak memiliki menurut Noyon-Lengenmeyer adalah:47
“Menjelaskan suatu perbuatan tertentu, suatu niat untuk
memanfaatkan suatu barang menurut kehendak sendiri.”
Selanjutnya menurut pedoman dan penggarisan Yurisprudensi
Indonesia (melalui Pustaka Mahkamah Agung RI), pengertian
memiliki ialah menguasai sesuatu barang yang bertentangan dengan
sifat, hak atas barang tersebut. Sehubungan dengan itu pula Wirjono
Prodjodikoro mengemukakan pendapatnya bahwa:48
“Pengertian memiliki adalah berbuat sesuatu dengan sesuatu
barang seolah-olah pemilik barang itu dengan perbuatanperbuatan tertentu itu si pelaku melanggar hukum.”
Dari beberapa pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
pelaku atau pembuat harus sadar dan mengetahui bahwa barang-barang
yang diambilnya adalah milik orang lain. Dengan kata lain hendak
memiliki adalah terwujud dalam kehendak dengan tujuan utama dari si
pelaku adalah memiliki barang tersebut secara melawan hukum.
Ad. 5. Melawan Hukum
Unsur yang terakhir adalah unsur melawan hukum, pengertian
melawan hukum sering digunakan dalam undang-undang dengan
istilah perbuatan yang bertentangan dengan hak atau melawan hak.
Sesuai dengan penjelasan di dalam KUHPidana, melawan hak
47
Wirjono Prodjodikoro, 2010, Tindak Pidana Tertentu Di Indonesia, PT. Rafika
Adiatma, Bandung, hal.17
48
Ibid.
40
diartikan bahwa setiap perbuatan yang pada dasarnya bertentangan
dengan suatu undang-undang atau ketentuan hukum yang berlaku.
Sehubungan dengan unsur melawan hukum, Andi Zainal
Abidin Farid mengemukakan bahwa:49
“Niat adalah sengaja tingkat pertama, niat disini karena
dihubungkan dengan sifat melawan hukumnya dan tidak
diantarai dengan kata-kata maka termaksud melawan hukum
objektif, bila si pembuat tidak mengetahui bahwa barang
tersebut kepunyaan orang lain, maka tidaklah termasuk
pencurian.”
Pada bagian lain Djoko Prakoso mengemukakan bahwa:50
“Sifat melawan hukumnya perbuatan tidak dinyatakan dalam
hal-hal lahir, tetapi digantungkan pada niat orang yang
mengambil barang itu. Kalau niat hatinya baik, misalnya
barang itu diambil untuk diberikan kepada pemiliknya, maka
perbuatan itu tidak dilarang karena bukan pencurian.
Sebaliknya jika niat hatinya itu jelek yaitu barang akan
dimiliki sendiri dengan mengacuhkan pemiliknya. Menurut
hukum perbuatan itu dilarang, masuk ke dalam rumusan
pencurian, sifat melawan hukumnya dari sifat batinnya
seseorang.”
Untuk menentukan ukuran apakah suatu perbuatan itu melawan
hukum atau tidak, ada dua pendapat yang bisa dijadikan pedoman
Djoko Prokoso yaitu:51
1) Pendapat yang berpendirian ajaran formil bahwa pengertian
melawan hukum adalah apabila suatu perbuatan telah
mencocoki rumusan undang-undang yang menggariskan
bahwa suatu perbuatan yang melanggar undang-undang
dalam hal ini perbuatan melawan hukum.
2) Pendapat yang berpendirian ajaran materil bahwa perbuatan
yang mencocoki rumusan undang-undang belum tentu
bersifat melawan hukum, sebab hukum bukan saja terdiri
dari undang-undang, tetapi secara materil perbuatan itu
49
Andi Zainal Abidin Farid, 2007, Hukum PidanaI, Sinar Grafika, Jakarta.hal. 126
Djoko Prakoso, 1988, Hukum Penitensier Di Indonesia, Liberty, Yogyakarta, hal.
50
103
51
Ibid. hal. 118
41
tidak bertentangan dengan kehendak masyarakat, maka
perbuatan itu tidaklah melawan hukum.
Menurut Wirjono Prodjodikoro52 diantara unsur memiliki
barang dengan unsur melawan hukum sebenarnya ada kontradiksi.
Yang dikemukakannya sebagai berikut:
“Sebenarnya antara unsur memiliki barang dengan unsur
melawan hukum ada kontradiksi, sebab memiliki barangbarang berarti menjadikan dirinya sebagai pemilik. Dan untuk
menjadi pemilik suatu barang harus menurut hukum. Setiap
pemilik barang adalah pemilik menurut hukum, maka
sebenarnya tidak mungkin orang memiliki barang orang lain
dengan melanggar hukum, karena kalau hukum dilanggar tidak
mungkin orang tersebut menjadi pemilik barang.”
Dari berbagai uraian di atas, telah nampak perbedaan
dikalangan para ahli hukum mengenai pengertian unsur-unsur yang
terkandung dalam KUHPidana. Akan tetapi pada dasarnya mereka
mempunyai maksud yang sama yaitu ke arah penentuan terjadinya
delik pencurian.
2. Unsur-Unsur Pencurian
Dengan mengetahui delik pencurian dan unsur-unsur Pasal 362
KUHPidana, maka dengan sendirinya telah diketahui unsur-unsur
pokok dari berbagai jenis kejahatan pencurian di dalam KUHPidana.
Sebagaimana yang akan penulis uraikan di bawah ini tentang kejahatan
pencurian yang tercakup mulai dari Pasal 362 KUHPidana sampai
dengan Pasal 367 KUHPidana sebagai berikut:
a. Pencurian Biasa
Pencurian biasa ini perumusannya diatur dalam Pasal 362
KUHPidana yang menyatakan:
52
Wirjono Prodjodikoro, 2010. Loc.cit. hal 17
42
“Barang siapa mengambil sesuatu barang, yang seluruhnya
atau sebagian milik orang lain, dengan maksud untuk dimiliki
secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan
pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling
banyak sembilan ratus rupiah.”
Berdasarkan rumusan Pasal 362 KUHPidana di atas, maka
unsur-unsur tindak pidana pencurian (biasa) dapat dibedakan
secara objektif dan subjektif. Yaitu sebagai berikut:
1) Unsur objektif, yang meliputi unsur-unsur:
a) Mengambil
b) Suatu barang
c) Yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain
2) Unsur subjektif, yang meliputi unsur-unsur:
a) Dengan maksud
b) Untuk memiliki barang/benda tersebut untuk dirinya sendiri
c) Secara melawan hukum
Agar seseorang dapat dinyatakan terbukti telah melakukan
tindak pidana pencurian, orang tersebut harus terbukti telah
memenuhi semua unsur dari tindak pidana pencurian yang terdapat
di dalam rumusan Pasal 362 KUHPidana.
b. Pencurian Dengan Pemberatan
Istilah “pencurian dengan pemberatan” biasanya secara
doktrinal disebut sebagai “pencurian yang dikualifikasikan”.
Pencurian yang dikualifikasikan ini merujuk pada suatu pencurian
yang dilakukan dengan cara-cara tertentu atau dalam keadaan
tertentu, sehingga bersifat lebih berat dan karenanya diancam
dengan pidana yang lebih berat pula dari pencurian biasa.
Pencurian dengan pemberatan atau pencurian
yang
dikualifikasikan diatur dalam Pasal 363 dan 365 KUHPidana. Oleh
karena pencurian yang dikualifikasikan tersebut merupakan
43
pencurian yang dilakukan dengan cara-cara tertentu dan dalam
keadaan tertentu yang bersifat memberatkan, maka pembuktian
terhadap unsur-unsur tindak pidana pencurian dengan pemberatan
harus diawali dengan membuktikan pencurian dalam bentuk
pokoknya.
Unsur-unsur
tindak
pidana
pencurian
dengan
pemberatan dapat dipaparkan sebagai berikut:
1) Pencurian dengan pemberatan yang diatur dalam Pasal 363
KUHPidana.
Pencurian
yang
diatur
dalam
Pasal
363
KUHPidana dirumuskan sebagai berikut:53
(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh
tahun:
a. Ke-1 pencurian ternak.
b. Ke-2 pencurian pada waktu ada kebakaran, letusan,
banjir, gempa bumi atau gempa laut, gunung
meletus, kapal karam, kapal terdampar, kecelakaan
kereta api, huru-hara, pemberontakan atau bahaya
perang .
c. Ke-3 pencurian di waktu malam dalam sebuah
rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya,
dilakukan oleh orang yang ada di situ yang tidak
diketahui atau tidak dikehendaki oleh yang berhak.
d. Ke-4 pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau
lebih secara bersama-sama.
e. Ke-5 pencurian yang untuk masuk ke tempat
melakukan kejahatan, atau untuk sampai pada
barang yang diambilnya, dilakukan dengan
membongkar, merusak atau memanjat atau dengan
memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau
pakaian jabatan (seragam) palsu.
(2) Jika pencurian yang diterangkan dalam ke-3 disertai
dengan salah satu tersebut ke-4 dan ke-5, maka
dikenakan pidana paling lama Sembilan tahun.
2) Pencurian dengan pemberatan yang diatur dalam Pasal
365KUHPidana. Pencurian dengan pemberatan kedua adalah
pencurian yang diatur dalam Pasal 365 KUHPidana. Jenis
pencurian ini lazim disebut dengan istilah “pencurian dengan
kekerasan” atau popular dengan istilah “curas”.
53
Soesilo, loc.cit. 1995. Hal. 251
44
Adapun yang menjadi unsur-unsur dalam Pasal 365
KUHPidana ini adalah sebagai berikut:54
(1)Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan
tahun, pencurian yang didahului, disertai atau diikuti
dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, terhadap
orang, dengan maksud untuk mempersiapkan atau
mempermudah pencurian, atau dalam hal tertangkap
tangan, untuk memungkinkan melarikan diri sendiri
atau peserta lainnya, atau untuk tetap menguasai barang
yang dicurinya.
(2) Diancam dengan pidana paling lama dua belas tahun:
(a) Ke-1 jika perbuatan dilakukan pada waktu malam
dalam sebuah rumah atau perkarangan tertutup
yang ada rumahnya, di jalan umum, atau dalam
kereta api atau trem yang sedang berjalan.
(b) Ke-2 jika perbuatan dilakukan oleh dua orang atau
lebih secara bersama-sama.
(c) Ke-3 jika masuknya ke tempat melakukan
kejahatan dengan membongkar, merusak, atau
memanjat atau memakai anak kunci palsu,
perintah palsu atau pakaian jabatan palsu.
(d) Ke-4 jika perbuatan mengakibatkan luka-luka
berat.
(3)Jika perbuatan mengakibatkan mati, maka dikenakan
pidana penjara paling lama lima belas tahun .
(4)Diancam dengan pidana mati atau pidana seumur hidup
atau selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun,
jika perbuatan mengakibatkan luka berat atau mati dan
dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersamasama dengan disertai oleh salah satu hal yang
diterangkan dalam ayat (2) ke-1 dan ke-3.
c. Pencurian Ringan
Pencurian ringan adalah pencurian yang memiliki unsurunsur dari pencurian di dalam bentuknya yang pokok, yang karena
ditambah dengan unsur-unsur lain (yang meringankan), ancaman
pidananya menjadi diperingan.
54
Soesilo, loc.cit. 1995. Hal. 253
45
Pencurian ringan di dalam KUHPidana diatur dalam
ketentuan Pasal 364, jika nilai barang yang dicuri tidak lebih dari
dua ratus lima puluh rupiah, yang berarti menurut Andi Hamzah55
Pasal ini adalah Pasal tidur, dikatakan tidur karena menunggu
adanya undang-undang yang mengubahnya menjadi sesuai dengan
nilai rupiah sekarang.
Termasuk dalam pengertian pencurian ringan ini adalah
pencurian dalam keluarga (Pasal 367 KUHPidana), pencurian
termasuk pembantuan antarkeluarga, maksudnya antara suami dan
istri yang tidak terpisah meja dan tempat tidur tidak dapat
dilakukan penuntutan yang hanya akan menjadi delik aduan jika
terpisah meja dan tempat tidur antara mereka atau pencurian antara
keluarga (sedarah) sampai derajat kedua (misal antara saudara
kandung atau ipar). Rasio dimasukkannya pencurian keluarga ke
dalam pencurian ringan adalah oleh karena jenis pencurian dalam
keluarga ini merupakan delik aduan, dimana terhadap pelakunya
hanya dapat dituntut apabila ada pengaduan. Dengan demikian,
berbeda dengan jenis pencurian biasa pada umumnya yang tidak
membutuhkan adanya pengaduan untuk penuntutannya.
55
Andi Hamzah, 2009, loc.cit. hal.:106
46
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Pendekatan
Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian yurudis normatif yaitu penelitian yang difokuskan untuk
mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum
positif, dengan pendekatan perundang- undangan (statute approach) yaitu
peneliti melihat hukum sebagi system tertutup yang mempunyai sifat sfiat
comprehensive, all-inclusive dan systematic.56
B. Spesifikasi Penelitian
Spesifikasi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian terhadap sinkronisasi hukum. Penelitian ini bertujuan untuk
mengungkapkan sejauh mana perundang- undangan tertentu serasi secara
vertikal atau mempunyai keserasian secara horizontal. Serasi secara
vertikal adalah keserasian peraturan perundangan berbeda derajat yang
mengatur bidang kehidupan tertentu. Serasi secara horizontal adalah
merupakan keserasian peraturan perundang- undangan sederajat mengenai
bidang yang sama.
C. Sumber Data
Mengingat penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif,
maka data pokok yang digunakan adalah data sekunder. Data sekunder
56
Jony Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Noematif, Bayu Media,
Malang, 2008, hal. 294.
47
merupakan data yang berasal dari bahan hukum primer yaitu bahan bahan hukum yang mengikat berupa peraturan perundang - undangan yang
berlaku dan bahan hukum sekunder yang memberikan penjelasan
mengenai bahan hukum primer misalnya rancangan undang - undang, hasil
penelitian, hasil karya dari kalangan hukum, dan seterusnya.
D. Metode Pengumpulan Data
Bahan hukum yang diperoleh dengan cara melakukan inventarisasi
peraturan undang-undang yakni, dalam penelitian ini peneliti hanya
menggunakan data sekunder dan metode yang digunakan untuk proses
pengumpulan data ialah dengan studi kepustakaan, internet browsing,
telaah artikel ilmiah, telaah karya ilmiah sarjana, dan studi dokumen,
termasuk di dalamnya karya tulis ilmiah maupun jurnal surat kabar dan
dokumen resmi lainya yang relevan dengan masalah yang diteliti
kemudian diidentifikasi dan dipelajari sebagai satu kesatuan yang utuh.
E. Metode Penyajian Data
Hasil penelitian disajikan dalam bentuk uraian-uraian yang tersusun
secara sistematis, artinya data sekunder yang diperoleh akan dihubungkan
satu dengan yang lain disesuaikan dengan permasalahan yang diteliti,
sehingga secara keseluruhan merupakan satu kesatuan yang utuh sesuai
dengan kebutuhan penelitian.
F. Metode Analisa Data
Untuk menganalisa data yang diperoleh, akan digunakan metode
secara normatif kualitatif yaitu pembahasan dan penjabaran data hasil
48
penelitian yang mendasarkan pada norma atau kaidah - kaidah hukum
secara doktrin – doktrin yang relevan dengan permasalahan.
49
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Pengadilan Negeri
Banyumas terhadap perkara Nomor: 83 /Pid.B/2012/PN.Bi. mengenai tindak
pidana tindak pidana pencurian hewan ternak diperoleh data sebagai berikut :
1.
Duduk Perkara
Terdakwa EP pada hari Rabu tanggal 29 Februari 2012 di dukuh
Catur RT 01/Rw 01 Desa Catur Kecamatan Sambi Kabupaten Boyolali
mengambil 1 (satu) ekor kambing betina berbulu warna coklat keputihan
dalam dalam sebuah kandang kambing milik saksi SHM.
Perbuatan tersebut dilakukan terdakwa dengan cara terdakwa
mensurvei terlebih dahulu tempat atau kandang kambing yang akan
terdakwa ambil pada siang hari. Kemudian pada malam harinya terdakwa
berangkat dari rumah kontrakannya dengan mengendarai sepeda motor
dengan membawa bronjong dan kampak yang akan dipergunakan untuk
mengambil kambing. Selanjutnya terdakwa langsung masuk kedalam
kandang kambing kemudian pencurian tersebut dengan cara terdakwa
melepas tali utas kambing yang terikat di kandang yaitu 1 (satu) ekor
kambing betina berbulu warna coklat keputihan, setelah berhasil terlepas
terdakwa membopong kambing tersebut keluar dari kandang, akan tetapi
pemilik kambing mengetahui dan memergoki perbuatan yang dilakukan
oleh terdakwa kemudian pemilik berteriak dan seketika terdakwa terkejut
dan langsung melepaskan kambing yang dibopongnya dan lalu lari keluar
50
dari kandang kambing. Kemudian terdakwa mencoba lari tetapi berhasil
ditangkap warga masyarakat dan di bawa ke Polsek setempat.
2.
Dakwaan
Kesatu
Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana
menurut Pasal 363 ayat ke-1 dan ke-3 KUHPidana tentang “Pencurian
dengan Pemberatan”, yang menyebutkan bahwa :
(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun:
a. Ke-1 pencurian ternak.
b. Ke-3 pencurian di waktu malam dalam sebuah rumah atau
pekarangan tertutup yang ada rumahnya, dilakukan oleh
orang yang ada di situ yang tidak diketahui atau tidak
dikehendaki oleh yang berhak.
Kedua
Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam
Pasal 53 ayat (1) jo Pasal 363 ayat (1) ke-1 dan ke-3 KUHPidana tentang
“Percobaan Pencurian dengan Pemberatan”.
Pasal 53 ayat (1) KUHP, menjelaskan bahwa: “Mencoba
melakukan kejahatan dipidana, jika niat untuk itu telah ternyata dari
adanya permulaan pelaksanaan, dan tidak selesainya pelaksanaan
itu, bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri.”
Ayat di atas menerangkan bahwa meskipun kejahatan tersebut
belum terselesaikan, namun pelaksanaannya telah dilakukan dan niat
sebelumnya telah terrealisasikan. Sehingga, patut rasanya bila percobaan
terhadap kejahatan dipidana.
51
3.
Pembuktian
a.
Keterangan saksi-Saksi
1) Saksi SHM
Pada hari Rabu tanggal 29 Pebruari 2012 jam 03.00 WIB
saksi memergoki terdakwa menarik kambing milik saksi
sehingga saksi berteriak maling-maling dan kambing dilepaskan
dan terdakwa lari kejalan raya menuju ke tempat sepeda motor
milik terdakwa untuk menghidupkan mesin motor tetapi tidak
berhasil, sehingga ditangkap oleh saksi dan warga.
2) Saksi M:
Saksi mengetahui peristiwa tersebut awalnya saksi sedang
tidur dan mendengar saksi korban berteriak maling-maling,
kemudian saksi keluar rumah dan melihat terdakwa sedang
menghidupkan mesin motor lalu saksi diberitahu oleh saksi
korban bahwa terdakwa mau mengambil kambing betina milik
saksi
korban.
Mengetahui
hal
tersebut
saksi
berusaha
menangkap terdakwa dibantu warga lain.
3) Saksi S :
Bahwa saksi mengetahui peristiwa tersebut awalnya saksi
sedang tidur dan mendengar saksi korban berteriak malingmaling, kemudian saksi keluar rumah dan melihat terdakwa
sedang menghidupkan mesin motor lalu saksi diberitahu oleh
saksi korban bahwa terdakwa mau mengambil kambing betina
milik saksi korban. Mengetahui hal tersebut saksi berusaha
menangkap terdakwa dibantu warga lain.
52
4) Saksi W
Bahwa saksi mengetahui peristiwa tersebut awalnya saksi
sedang tidur dan mendengar saksi korban berteriak malingmaling, kemudian saksi keluar rumah dan melihat terdakwa
sedang menghidupkan mesin motor lalu saksi diberitahu oleh
saksi korban bahwa terdakwa mau mengambil kambing betina
milik saksi korban. Mengetahui hal tersebut saksi berusaha
menangkap terdakwa dibantu warga lain
b.
Barang Bukti
Barang bukti surat yang diajukan dalam persidangan berupa :
1) 1 (satu) unit sepeda motor merk Honda Star Nopol AD 2915 N;
2) 1 (satu) buah kampak dan 1 (satu) buah bronjongwarna hijau;
3) 1 (satu) utas tali plastik warna hijau dan contoh bulu dari 1
(satu) ekor kambing bulu putih kecoklatan;
c.
Keterangan Terdakwa
Bahwa pada hari Rabu tanggal 29 Pebruari 2012 jam 03.00
WIB bertempat di dalam kandang kambing di Desa Catur Kec.
Sambi Kab. Boyolali terdakwa berniat mengambil satu ekor kambing
betina milik saksi SHM. Awalnya terdakwa berangkat dari rumah
kontrakan dengan mengendarai sepeda motor Honda Star Nopol
AD2915 N dengan membawa bronjong, satu buah kapak dengan
tujuan mengambil satu ekor kambing di Desa Catur Kec. Sambi Kab.
Boyolali. Sesampai di lokasi terdakwa memarkir motornya di tepi
jalan kampung yang berjarak sekitar 50 meter dari tempat kandang
kambing, selanjutnya terdakwa berjalan kaki menuju kandang,
53
kemudian terdakwa melepaskan tali yang mengikat kambing tersebut
selanjutnya terdakwa mengangkat kambing tersebut untuk dibawa
keluar kandang akan tetapi pemilik kambing mengetahuinya dan
berteriak maling-maling sehingga terdakwa melepaskan kambing
tersebut dan lari menuju ke motor yang diparkir oleh terdakkwa.
Pada saat terdakwa hendak menghidupkan mesin motor terdakwa
kesulitan menghidupkannya sehingga akhirnya terdakwa ditangkap
oleh warga masyarakat.
4.
Tuntutan Jaksa
Agar Majelis Hakim yang mengadili dan memeriksa perkara
tersebut untuk memutuskan sebagai berikut:
a.
Menyatakan Terdakwa EP bersalah melakukan tindak pidana
percobaan pencurian dengan pemberatan sebagaimana diatur dalam
Pasal 53ayat (1) jo Pasal 363 ayat (1) ke-1dan ke (3) KUHP dalam
surat dakwaan kedua.
b.
Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa EP dengan pidana penjara
selama 1 (satu) tahun dikurangi selama terdakwa ditahan.
c.
Menyatakan barang bukti berupa :
1)
1 (satu) unit sepeda motor merk Honda Star Nopol AD 2915 N
dikembalikan kepada terdakwa.
2)
1 (satu) buah kampak dan 1 (satu) buah bronjong warna hijau
dirampas untuk dimusnahkan.
54
3)
1 (satu) utas tali plastik warna hijau dan contohbulu dari 1
(satu) ekor kambing bulu putih kecoklatan dikembalikan
kepada saksi SHM.
d.
Membebankan agar terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp
2.000,00 (dua ribu rupiah).
5.
Putusan Pengadilan
a.
Pertimbangan Putusan Hakim
Menimbang bahwa terdakwa telah didakwa oleh Penuntut
Umum dengan dakwaan yang berbentuk alternatif, yaitu Pasal 363
ayat ke-1 dan ke-3 KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan,
dan Majelis Hakim mempertimbangkan dakwaan yang mendekati
dengan pembuktian yaitu Pasal 53 ayat (1) jo Pasal 363 ayat (1) ke-1
dan ke-3 KUHP tentang Percobaan Pencurian dengan Pemberatan
yang unsur-unsurnya adalah sebagai berikut:
a. Barangsiapa
b. Mengambil Sesuatu Barang yang Seluruhnya atau Sebagian
Kepunyaan Orang Lain Dengan Maksud Untuk Dikuasai secara
Melawan Hukum
c. Pencurian Ternak
d. Diwaktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup
yang ada rumahnya yang dilakukan oleh orang yang adanya disitu
tidak diketahui atau tidak dikehendaki oleh yang berhak.
Hal-hal yang memberatkan:
Perbuatan Terdakwa sangat meresahkan masyarakat
55
Hal-Hal yang meringankan:
1)
Terdakwa belum pernah dihukum;
2)
Terdakwa mengakui perbuatannya dan berjanji tidak akan
mengulangi perbuatannya.;
3)
Terdakwa merupakan tulang punggung keluarga;
4)
Terdakwa belum menikmati hasil perbuatannya;
Menimbang bahwa barang bukti yang diajukan di persidangan
telah dipergunakan untuk melakukan kejahatan dan telah diakui
kepemilikannya, sehingga barang bukti lebih lanjut akan ditentukan
statusnya didalam diktum putusan berupa:
1)
(satu) unit sepeda motor merk Honda Star Nopol AD 2915 N
dikembalikan kepada terdakwa.
2)
1 (satu) buah kampak dan 1 (satu) buah bronjong warna hijau
dirampas untuk dimusnahkan.
3)
1 (satu) utas tali plastik warna hijau dan contohbulu dari 1
(satu) ekor kambing bulu putih kecoklatan dikembalikan
kepada saksi SHM.
Menimbang bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 222 KUHAP,
terdakwa dibebankan untuk membayar biaya perkara yang besarnya
ditentukan dalam amar putusan;
Mengingat ketentuan Pasal 363 ayat ke-1 dan ke-3 KUHP
tentang Pencurian dengan Pemberatan, Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1981 tentang KUHAP, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002
56
tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia serta peraturanperaturan lain yang berkaitan;
b.
Amar Putusan Hakim
1) Menyatakan terdakwa EP telah terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Pencurian
Dalam Keadaan Memberatkan”;
2) Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa tersebut oleh karena itu
dengan pidana penjara selama 6 (enam) bulan;
3) Menetapkan masa penangkapan dan masa penahanan yang telah
dijalani terdakwa dikurangkan seluruhnya dari Pidana yang
dijatuhkan ;
4) Memerintahkan terdakwa tetap berada dalam tahanan;
5) Menetapkan barang bukti berupa:
a) (satu) unit sepeda motor merk Honda Star Nopol AD 2915 N
dikembalikan kepada terdakwa.
b) 1 (satu) buah kampak dan 1 (satu) buah bronjong warna hijau
dirampas untuk dimusnahkan.
c) 1 (satu) utas tali plastik warna hijau dan contoh bulu dari 1
(satu) ekor kambing bulu putih kecoklatan dikembalikan
kepada saksi SHM.
Dirampas dan dimusnahkan
6) Membebankan kepada terdakwa untuk membayar biaya perkara
sebesar Rp. 2.000,- (dua ribu rupiah);
57
B. Pembahasan
1.
Peranan barang bukti sampel bulu kambing dalam Putusan Nomor: 83
/Pid.B/2012/PN.Bi.
Dalam Putusan Nomor: 83/Pid.B/2012/PN.Bi., hakim menyatakan
adanya barang bukti yakni bulu dari 1 (satu) ekor kambing bulu putih
kecoklatan dalam tindak pidana pencurian dengan pemberatan.
Untuk membuktikan perbuatan yang didakwakan kepada seorang
terdakwa dan untuk mendapatkan kebenaran materiil yang akan
membawa hakim pada suatu keyakinan bahwa terdakwa benar-benar
bersalah, pengadilan melakukan pemeriksaan yang dikenal dengan nama
pembuktian. Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana telah mengatur mengenai alat-alat bukti yang diakui sah di dalam
persidangan, yaitu berupa keterangan saksi, keterangan ahli, surat,
petunjuk, dan keterangan terdakwa.
Selain itu, untuk kepentingan pembuktian, keberadaan benda-benda
yang ada kaitannya dengan suatu tindak pidana juga sangat diperlukan.
Benda-benda dimaksud dikenal dengan istilah “barang bukti.” Segala
barang bukti diperlihatkan oleh hakim ketua sidang kepada terdakwa
dengan menanyakan apakah terdakwa mengenali barang bukti tersebut
dan apabila diperlukan juga diperlihatkan kepada saksi, sesuai dengan
yang diatur dalam Pasal 181 ayat (1) dan (2) Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana.
Diperlihatkannya barang bukti tersebut untuk menjaga jangan
sampai barang bukti yang tidak ada sangkut pautnya dengan perkara
terdakwa dijadikan barang bukti, di samping kemungkinan tertukarnya
58
barang bukti tersebut, sehingga jangan sampai barang yang dijadikan
barang bukti tidak dikenal oleh terdakwa/saksi.
Keberadaan sebuah barang bukti di persidangan tentu tidak akan
memberikan dampak apabila hanya dihadirkan di persidangan namun
tidak didukung dengan alat bukti seperti keterangan saksi, keterangan
ahli, ataupun keterangan terdakwa. Adanya sebuah barang bukti tidak
menjelaskan apa pun mengenai tindak pidana yang didakwakan kepada
terdakwa. Misalkan sehelai bulu kambing dihadirkan ke dalam
persidangan, tentu saja tidak akan membuktikan apa-apa tanpa didukung
beberapa alat bukti lain yang diperiksa.
Keberadaan
bulu
kambing
dalam
Putusan
No.
83/Pid.B/2012/PN.Bi dapat menjadi jelas, apabila didukung dengan alat
bukti lainnya seperti keterangan saksi (4 orang) yang mengenal bulu
kambing tersebut yang diambil oleh terdakwa EP dalam kasus pencurian
karena saksi tersebut melihat sendiri pada saat terdakwa melakukan
aksinya. Dalam hal ini dapat dilihat bahwa, kedudukan barang bukti
sesungguhnya sangat penting dalam suatu putusan pengadilan57, yaitu
dapat memberikan tambahan keyakinan kepada hakim yang kemudian
akan dijadikan dasar untuk memberikan Putusan terhadap tindak pidana
yang didakwakan terhadap terdakwa.
Istilah “barang bukti” ini sering juga disebut dalam bahasa Latin,
corpus delicti. Dalam kamus yang lain, terlebih dahulu diberikan definisi
tentang istilah corpus, salah satunya yaitu “A human or animal body atau
57
Richards Lokas, 2013. Barang Bukti dan Alat Bukti Berdasarkan Kitab Undangundang Hukum Acara Pidana. Lex Crimen. Vol II/No. 3/ Juli/2013, hal.49
59
Tubuh manusia atau hewan. menunjukkan bahwa corpus delicti
merupakan fakta (fact) tentang dilakukannya kejahatan, di mana fakta ini
berupa bukti fisik (physical evidence). Dalam Bahasa Indonesia,
digunakannya istilah barang bukti sudah langsung menunjukkan bahwa
hal itu berupa suatu barang atau benda. Salah satu contoh barang bukti
dalam perkara pidana, yaitu: Barang yang merupakan hasil suatu tindak
pidana, misalnya dalam hal ini bulu kambing. Dengan demikian, barang
bukti merupakan bukti yang terkait amat erat berkenaan dengan
bersalahnya seorang terdakwa. Selain itu digunakannya istilah alat bukti
dalam Pasal 197 ayat (1) KUHAP, yang mencakup alat bukti dan barang
bukti, menunjukkan barang bukti memiliki kedudukan penting dalam
sistem pembuktian. Walaupun demikian, tidak disebutkannya istilah
barang bukti dalam Pasal 183 KUHAP tentang sistem pembuktian dan
tidak adanya ketentuan dalam KUHAP untuk perlakuan khusus terhadap
barang bukti, menimbulkan kesan bahwa barang bukti hanya sekedar
bukti tambahan terhadap alat bukti. 58
Dari aspek tidak adanya ketentuan dalam
pasal-pasal KUHAP
tentang kedudukan suatu barang bukti, dapat berarti bahwa pembentuk
KUHAP memandang barang bukti sebagai suatu tambahan semata-mata
terhadap alat-alat bukti yang sah. Dengan kata lain, barang bukti (corpus
delicti) itu sendiri bukan merupakan suatu alat bukti, melainkan
merupakan bukti tambahan terhadap alat-alat bukti yang sah menurut
58
Ibid, hal. 49-50
60
KUHAP, yaitu sebagai bukti tambahan terhadap alat bukti keterangan
saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa.59
2.
Pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap tindak
pidana pencurian hewan ternak pada kasus Putusan Nomor : 83
/Pid.B/2012/PN.Bi.?
Tindak pidana pencurian yang digolongkan ke dalam kejahatan
terhadap harta sangat meresahkan masyarakat. Kasus pencurian ini dapat
menimbulkan dampak baik bagi korban atau pelaku pencurian sendiri.
Terhadap korban, dampak yang ditimbulkan akibat terjadinya pencurian
yaitu antara lain kehilangan harta benda mereka. Selain itu dampak yang
ditimbulkan bagi korban yaitu menimbulkan trauma yang mendalam
karena hartanya telah dicuri. Sedangkan bagi pelaku pencurian sendiri,
dampak yang ditimbulkan akibat dari perbuatannya tersebut yaitu dapat
diancam pidana yang tersebut dalam buku ke-2 KUHP dan juga dapat
sanksi dari masyarakat yaitu berupa cemohan serta diasingkan dari
pergaulan.
Majelis Hakim menunjuk dakwaan yang menurut pandangan dan
penilaian yuridis memenuhi seluruh unsur tindak pidana Pasal yang
didakwakan. Berdasarkan fakta-fakta hukum yang terungkap di
persidangan, Majelis Hakim mempertimbangkan dakwaan pertama yaitu
sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 363 ayat (1) ke-1,
dan ke-3 KUHP tentang "pencurian dengan pemberatan" yang berbunyi :
59
Ibid, hal. 51
61
(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun:
d) Ke-1 pencurian ternak.
e) Ke-3 pencurian di waktu malam dalam sebuah rumah atau
pekarangan tertutup yang ada rumahnya, dilakukan oleh
orang yang ada di situ yang tidak diketahui atau tidak
dikehendaki oleh yang berhak.
Dimana Pasal tersebut mengandung unsur-unsur sebagai berikut :
a. Unsur “ Barangsiapa” ;
b. Unsur “Mengambil Sesuatu Barang yang Seluruhnya atau Sebagian
Kepunyaan Orang Lain Dengan Maksud Untuk Dikuasai secara
Melawan Hukum”
c. Unsur “Pencurian ternak”
d. Unsur “Diwaktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup
yang ada rumahnya yang dilakukan oleh orang yang adanya disitu
tidak diketahui atau tidak dikehendaki oleh yang berhak”
Terdakwa disamping dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum dengan
Pasal 53 ayat (1) jo Pasal 363 ayat (1) ke-1 dan ke-3 KUHP juga dengan
Pasal 363 ayat (1) ke-1, dan ke-3 KUHP. Pasal 64 ayat 1 KUHP yaitu :
”Kalau antara beberapa perbuatan ada perhubungannya, meskipun
perbuatan itu masing-masing telah merupakan kejahatan atau
pelanggaran, sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan
yang berturut-turut, maka hanyalah satu ketentuan pidana saja yang
digunakan ialah ketentuan yang terberat pidana pokoknya”.
Dari unsur-unsur Pasal 363 ayat (1) ke-1, dan ke-3 KUHP tentang
pencurian hewan ternak yang terdapat dalam Putusan No. 83
/Pid.B/2012/PN.Bi. dapat diuraikan sebagai berikut :
62
a.
Barangsiapa
Yang dimaksud “barangsiapa“adalah menunjuk subyek Hukum
atau manusia yang mempunyai hak dan kewajiban serta dapat
mempertanggungjawabkan setiap perbuatannya didepan hukum.
Didepan persidangan Penuntut Umum telah menghadapkan
Terdakwa EP, Terdakwa tersebut setelah identitasnya dibacakan
dipersidangan ternyata cocok dan sesuai dengan nama yang
disebutkan dalam Surat Dakwaan Penuntut Umum tersebut, serta dari
hasil pengamatan Majelis Hakim dipersidangan terdakwa adalah
orang yang sehat jasmani dan rohani sehingga dalam perkara ini
dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatannya tersebut ;
Berdasarkan uraian pertimbangan diatas maka Majelis Hakim
berpendapat unsur “Barangsiapa“ telah terpenuhi.
b.
Mengambil Sesuatu Barang yang Seluruhnya atau Sebagian
Kepunyaan Orang Lain Dengan Maksud Untuk Dikuasai secara
Melawan Hukum
Yang dimaksud dengan mengambil adalah setiap perbuatan
untuk membawa sesuatu benda di bawah kekuasaannya yang nyata
dan mutlak. Pelaku telah memiliki maksud, kemudian dilanjutkan
dengan mulai melaksanakan maksudnya tersebut, misalnya dengan
mengulurkan tangannya ke arah benda yang diinginkan, kemudian
mengambil benda tersebut dari tempatnya semula ;
Yang dimaksud dengan barang adalah setiap benda baik itu
merupakan benda berwujud maupun benda tidak berwujud dan
sampai batas-batas tertentu termasuk juga benda yang tergolong res
63
nullius atau benda-benda yang tidak ada pemiliknya yang memiliki
nilai ekonomis atau sekurang-kurangnya bernilai lebih dari Rp. 250,(dua ratus lima puluh rupiah) ;
Berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan dari
keterangan saksi-saksi dan keterangan terdakwa bahwa pada hari
Rabu tanggal 29 Pebruari 2012 jam 03.00 WIB bertempat di dalam
kandang kambingdi Desa Catur Kec. Sambi Kab. Boyolali terdakwa
mengambil satuekor kambing betina milik saksi SHM;
Awalnya terdakwa berangkat dari rumah kontrakan dengan
mengendarai sepeda motor Honda Star Nopol AD2915 N dengan
membawa bronjong, satu buah kapak dengan tujuan mengambil satu
ekor kambing di Desa Catur Kec. Sambi Kab. Boyolali. Sesampai di
lokasi terdakwa memarkir motornya di tepi jalan kampung yang
berjarak sekitar 50 meterdari tempat kandang kambing, selanjutnya
terdakwa berjalan kaki menuju kandang, kemudian terdakwa
melepaskan tali yang mengikat kambing tersebut selanjutnya
terdakwa mengangkat kambing tersebut untuk dibawa keluar kandang
akan tetapi saksi SHM sebagai pemilik kambing mengetahuinya dan
berteriak malingmaling sehingga terdakwa melepaskan kambing
tersebut dan lari menuju ke motor yang diparkir oleh terdakwa;
Pada saat terdakwa hendak menghidupkan mesin motor
terdakwa kesulitan menghidupkannya sehingga akhirnya terdakwa
ditangkap oleh warga masyarakat;
Terdakwa mengambil kambing betina milik saksi SHM tidak
ada ijin dari pemiliknya dan rencana dari terdakwa setelah berhasil
64
mengambil kambing tersebut akan dijual dimana hasil penjualan
kambing tersebut akan digunakan terdakwa untuk menjemput anak
istrinya
di
Jakarta
sehingga
akibat
perbuatan
terdakwa
mengakibatkan kerugian saksi korban SHM sekitar Rp. 1.000.000,(satu juta rupiah);
Dari uraian pertimbangan tersebut diatas maka terdakwa telah
melakukan perbuatan mengambil sesuatu barang berupa kambing
tanpa ijin dari saksi SHM sebagai pemilik kambing tersebut sehingga
Majelis Hakim berpendapat bahwa unsur “Mengambil Sesuatu
Barang yang Seluruhnya atau Sebagian Kepunyaan Orang Lain
Dengan Maksud Untuk Dikuasai secara Melawan Hukum” telah
terpenuhi.
c.
Pencurian Ternak
Berdasarkan fakta yang terungkap dipersidangan terdakwa pada
hari Rabu tanggal 29 Pebruari 2012 sekitar pukul 03.00 WIB telah
mengambil seekor kambing betina milik saksi SHM di Desa Catur
Kecamatan Sambi Kabupaten Boyolali;
Kambing adalah merupakan hewan ternak sehingga Majelis
Hakim berpendapat unsur “pencurian ternak” telah terpenuhi;
d.
Diwaktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang
ada rumahnya yang dilakukan oleh orang yang adanya disitu tidak
diketahui atau tidak dikehendaki oleh yang berhak.
Berdasarkan fakta hukum yang terungkap dipersidangan bahwa
terdakwa dalam melakukan pengambilan kambing milik saksi SHM
dilakukan pada waktu malam hari yaitu pukul 03.00 WIB di
65
pekarangan tertutup yang ada rumahnya sedangkan pemilik rumah
yaitu saksi SHM tidak menghendaki perbuatan terdakwa;
Dari uraian pertimbangan tersebut diatas maka Majelis Hakim
berpendapat bahwa unsur “Diwaktu malam dalam sebuah rumah atau
pekarangan tertutup yang ada rumahnya yang dilakukan oleh orang
yang adanya disitu tidak diketahui atau tidak dikehendaki oleh yang
berhak” telah terpenuhi pula;
Oleh karena unsur-unsur dari tindak Pidana yang didakwakan
Penuntut Umum dalam dakwaan kesatu telah terpenuhi, maka Majelis
Hakim berpendapat bahwa Terdakwa dinyatakan telah terbukti secara sah
dan meyakinkan bersalah melakukan tindak Pidana “Pencurian Dalam
Keadaan Memberatkan”.
Dalam Putusan Nomor: 83/Pid.B/2012/PN.Bi., hakim menyatakan
adanya barang bukti yakni bulu dari 1 (satu) ekor kambing bulu putih
kecoklatan dalam tindak pidana pencurian dengan pemberatan.
Oleh karena unsur-unsur dari tindak Pidana yang didakwakan
Penuntut Umum dalam dakwaan kesatu telah terpenuhi, maka Majelis
Hakim berpendapat bahwa Terdakwa dinyatakan telah terbukti secara sah
dan meyakinkan bersalah melakukan tindak Pidana “Pencurian Dalam
Keadaan Memberatkan”. Adapun dasar pertimbangan hakim Pengadilan
Negeri Boyolali dalam memutus perkara No. 83 /Pid.B/2012/PN.Bi.
adalah sebagai berikut :
a.
Pertimbangan yuridis
Pertimbangan telah terpenuhinya unsur-unsur Pasal 363 ayat
(1) ke-1, dan ke-3 KUHP disamping itu hakim juga mengacu pada
66
ketentuan Pasal 183 dan Pasal 184 KUHAP dimana hakim dalam
menjatuhkan Putusan pidana, apabila telah terpenuhinya minimal
dua alat bukti sebagaimana diatur dalam Pasal 183 KUHAP dan
ketentuan tentang alat bukti yang sah pada Pasal 184 KUHAP yaitu:
1)
2)
3)
4)
5)
Keterangan saksi;
Keterangan ahli;
Alat bukti surat;
Alat bukti petunjuk;
Keterangan terdakwa.
Dalam Putusan No. 363 ayat (1) ke-1, dan ke-3 KUHP., alat-
alat bukti yang sah sudah diajukan di muka persidangan berupa
keterangan saksi dan keterangan terdakwa. Adapun uraian mengenai
alat bukti yang diajukan dalam persidangan adalah sebagai berikut :
1) Keterangan saksi korban
Pasal 185 ayat (1) KUHAP mengatur tentang apa yang
dimaksud dengan keterangan saksi sebagai alat bukti, yaitu apa
yang saksi nyatakan dalam sidang pengadilan.
Saksi SHM hadir di persidangan dibawah sumpah saksi
memberikan keterangan bahwa pada hari Rabu tanggal 29
Pebruari 2012 jam 03.00 WIB bertempat di dalam kandang
kambing milik saksi di Desa Catur Kecamatan Sambi Kabupaten
Boyolali terdakwa telah mengambil satu ekor kambing betina
milik saksi. Saksi mengetahui kejadian tersebut awalnya saksi
terbangun dari tidur lalu sholat tahajud selanjutnya saksi keluar
rumahmemberi makan sapi yang terletak disebelah utara rumah
saksi, setelah selesai saksi masuk rumah untuk tidur akan tetapi
mata sulit dipejamkan dan tidak lama kemudian saksi mendengar
67
suara motor berhenti didepan rumah saksi dan selanjutnya saksi
mendengar suara gaduh didalam kandang milik saksi. Saksi
kemudian keluar rumah dan melihat terdakwa menarik kambing
milik saksi sehingga saksi berteriak maling-maling dan kambing
dilepaskan dan terdakwa lari kejalanraya menuju ke tempat
sepeda motor milik terdakwa untuk menghidupkan mesin motor
tetapi tidak berhasil. Terdakwa kemudian ditangkap oleh
saksidan warga masyarakat. Akibat perbuatan yang dilakukan
terdakwa kerugian saksi sekitar Rp. 1.000.000,- (satu juta
rupiah);
2) Keterangan Terdakwa
Pada Putusan No 83/Pid.B/2012/PN.Bi., terdakwa yang
bernama EP di persidangan memberikan keterangan bahwa :
pada hari Rabu tanggal 29 Pebruari 2012 jam 03.00 WIB
bertempat di dalam kandang kambing di Desa Catur Kec. Sambi
Kab. Boyolali terdakwa berniat mengambil satu ekor kambing
betina milik saksi SHM. Awalnya terdakwa berangkat dari
rumah kontrakan dengan mengendarai sepeda motor Honda Star
Nopol AD2915 N dengan membawa bronjong, satu buah kapak
dengan tujuan mengambil satu ekor kambing di Desa Catur Kec.
Sambi Kab. Boyolali. Sesampai di lokasi terdakwa memarkir
motornya di tepi jalan kampung yang berjarak sekitar 50 meter
dari tempat kandang kambing, selanjutnya terdakwa berjalan
kaki menuju kandang, kemudian terdakwa melepaskan tali yang
mengikat kambing tersebut selanjutnya terdakwa mengangkat
68
kambing tersebut untuk dibawa keluar kandang akan tetapi
pemilik kambing mengetahuinya dan berteriak maling-maling
sehingga terdakwa melepaskan kambing tersebut dan lari menuju
ke motor yang diparkir oleh terdakkwa. Pada saat terdakwa
hendak
menghidupkan
mesin
motor
terdakwa
kesulitan
menghidupkannya sehingga akhirnya terdakwa ditangkap oleh
warga masyarakat.
3) Barang Bukti
Dalam
Perkara
Pidana
No.
83/Pid.B/2012/PN.Bi.
menjatuhkan pidana kepada terdakwa EP selama 6 (enam) tahun
penjara. Barang bukti surat yang diajukan dalam persidangan
berupa :
a) 1 (satu) unit sepeda motor merk Honda Star Nopol AD
2915 N;
b) 1 (satu) buah kampak dan 1 (satu) buah bronjongwarna
hijau;
c) 1 (satu) utas tali plastik warna hijau dan contoh bulu dari 1
(satu) ekor kambing bulu putih kecoklatan;
Dari pertimbangan yuridis tersebut maka Hakim Pengadilan
Negeri Boyolali yang ditunjuk untuk menyidangkan kasus ini dalam
Putusannya No. 83/Pid.B/2012/PN.Bi. menyatakan bahwa terdakwa
secara sah dan meyakinkan terbukti melakukan tindak pidana
pencurian dengan pemberatan. Hal ini menunjukkan bahwa
pembuktian dilakukan dengan menggunakan alat-alat bukti yang
sebagaimana tercantum dalam Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang69
Undang Hukum Acara Pidana dan hakim telah mengambil
kesimpulan bahwa perbuatan terdakwa berdasar alat bukti tersebut
telah memenuhi unsur-unsur Pasal 363 ayat (1) ke-1, dan ke-3
KUHP tentang pencurian hewan ternak.
Pertimbangan hakim mengenai pembuktian yang sah, telah
dilakukan dengan memeriksa tiga alat bukti yang sah. Dengan
demikian pembuktian telah memenuhi syarat sebagaimana yang
ditentukan dalam Pasal 183 KUHAP yang dirumuskan sebagai
berikut:
“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang
kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang
sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benarbenar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah
melakukannya”.
b.
Pertimbangan Sosiologis
Dasar pertimbangan hukum hakim menimbang, bahwa sebelum
mejelis
menjatuhkan
pidana
atas
diri
terdakwa
perlu
dipertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan hal-hal yang
meringankan.
Hal-hal yang memberatkan:
Perbuatan Terdakwa sangat meresahkan masyarakat
Hal-Hal yang meringankan:
a. Terdakwa belum pernah dihukum;
b. Terdakwa mengakui perbuatannya dan berjanji tidak akan
mengulangi perbuatannya.;
c. Terdakwa merupakan tulang punggung keluarga;
d. Terdakwa belum menikmati hasil perbuatannya;
70
Dasar pertimbangan hakim ini merupakan langkah dan
musyawarah antara majelis hakim yang sedang menangani suatu
perkara untuk kemudian menjatuhkan Putusan atau dapat dikatakan
dasar pertimbangan harus dilakukan oleh hakim manakala akan
menjatuhkan Putusan. Di dalam Pasal 25 ayat 1 Undang-Undang No.
48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyebutkan bahwa:
“Segala Putusan Pengadilan selain harus memuat alasan dan
dasar Putusan tersebut, memuat pula Pasal tertentu dari
perundang-undangan yang bersangkutan atau sumber hukum
tidak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili”.
Hakim di Pengadilan Negeri Boyolali dalam menjatuhkan
perkara yang diadili wajib memuat dasar pertimbangan yang
dijadikan dasar untuk menjatuhkan Putusan. Dasar pertimbangan
hakim ini dimusyawarahkan dalam rapat majelis hakim yang
menangani suatu perkara tersebut.
Secara implisit di dalam undang-undang tidak diatur secara
tegas mengenai penentuan berat ringannya pidana namun secara
ekplisit dapat ditemukan beberapa ketentuan yang dapat digunakan
bagi hakim sebagai pedoman yaitu: 1) Pasal 28 ayat 2 UU No. 48
Tahun 2009 bahwa dalam mempertimbangkan berat ringannya
pidana hakim wajib memperhatikan pula sifat-sifat yang baik dan
jahat dari si petindak, dan 2). Pasal 52 ayat 1 Rancangan KUHP
Tahun
2004
bahwa
sebagai
pedoman
hakim
wajib
mempertimbangkan kesalahan pembuat, motif tujuan dilakukannya
tindak pidana, cara melakukan, sikap batin pembuat, riwayat hidup
dan keadaan sosial pembuat, sikap dan tindakan pembuat setelah
71
melakukan tindak pidana, pengaruh tindak pidana terhadap masa
depan si pembuat, pandangan masyarakat terhadap tindak pidana
yang dilakukan, pengaruh pidana terhadap tindak pidana dilakukan,
pengaruh tindak pidana terhadap korban atau keluarga korban, dan
apakah tindak pidana dilakukan dengan cara berencana.
Dengan demikian adanya kebebasan hakim dalam menjatuhkan
putusan pemindanaan harus didasarkan pada keyakinan hakim
melalui alat bukti yang sah ditentukan oleh undang-undang, lebih
lanjut dengan tidak adanya ketentuan pidana minimum umum dan
hanya dicantumkan maksimum umumnya saja dalam rumusan tindak
pidana yang diatur dalam KUHP maka besar kemungkinan akan
tercipta variasi putusan yang sangat beragam. Hal demikian
mengingat subyektifitas masing-masing hakim sebagai manusia
individu pasti terdapat suatu perbedaan.
Kedudukan penegak hukum khususnya hakim sangat terhormat
dimata masyarakat, karena tanggung jawab yang sangat berat ia
harus mempertanggungjawabkan segala putusan yang diambilnya di
hadapan Tuhan yang Maha Esa (pasal 4 UU No. 48 Tahun 2009).
Sebagaimana pendapat yang dikemukakan Riduan Syaharani,60
dikatakan di dalam hukum inkonkreto ini hakim dan pejabat-pejabat
pemerintahan tidak melepaskan diri dari pertanggungjawaban
terhadap Tuhan, terhadap diri sendiri, terhadap masyarakat, terhadap
pihak-pihak yang bersangkutan, bertanggung jawab terhadap ilmu
pengetahuan dan lain-lainnya.
60
Riduan Syaharani, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung,
1999
72
Itulah konsekuensi logis terhadap karir yang harus diemban oleh
hakim. Dimana terhadap segala bentuk perbuatan tindakannya dalam
suatu putusan harus mencerminkan keluhuran dari rasa keadilan
masyarakat. Karena itu, kebebasan dan keyakinan hakimlah yang
menjadi penentu posisi keobjektifan suatu putusan yang harus
mengandung rasa keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum di
tengah-tengah masyarakat.
Kualitas seorang hakim tidak diukur oleh keterampilan dan
kemampuan menerapkan pasal-pasal hukum dan memutus perkara
secara cepat, tetapi lebih jauh diukur dari keberaniannya memegang
teguh asas independen yang melekat di pundaknya. Oleh karena itu
seorang hakim tidaklah hanya berfungsi sebagai corong Undangundang yang menganggap pasal-pasal hukum sebagai satu-satunya
sumber hukum, namun lebih jauh hakim juga harus berani bertindak
sebagai penemu atau pencetus hukum seperti diamanatkan oleh
Undang-Undang No. 48 tahun 2009.
Hakim
harus
mengeksplorasi
nilai-nilai
keadilan
dalam
masyarakat untuk kemudian dikristalisasikan dalam bentuk-bentuk
putusan yang terangkum dalam yurisprudensi. Keadaan itulah yang
mengharuskan hakim terjun dan menggali serta memakmurkan
hukum di tengah-tengah masyarakat (pasal 28 (1) Undang-Undang
No.48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman).
73
Zakiyah dkk 61 mengatakan, seringkali orang cukup didapatnya
kebenaran formil, berlainan daripada acara pidana yang memerlukan
kebenaran materiil atau kebenaran yang sesungguhnya. Jadi dalam
mengungkap kebenaran hukum pidana tugas hakim adalah
mempertahankan tata hukum pidana serta menetapkan apa yang
ditentukan oleh hukum dalam suatu perkara.
Dalam
mengungkap
kebenaran
materiil
hakim
harus
mengedepankan perasaan subyektif, cermat dan seksama serta aktif
dalam mengajukan pertanyaan di dalam persidangan, sikap teliti dan
hati-hati mutlak harus ada dalam menghadapi kasus pidana yang
akan diputus agar tidak terjebak dalam kekeliruan atau kesalahan
dalam penerapan hukum.
Apabila terjadi putusan yang keliru atau terjadi kesalahan dalam
pengambilan putusan maka akan merugikan masa depan, karir,
mental serta kehidupan terdakwa dalam sepanjang hidupnya, karena
garis nasib terdakwa ada di tangan hakim yang akan memutus
perkara pidana yang akan didakwakan kepadanya.
Zakiyah dkk62 mengatakan, dalam penyelesaian perkara pada
sidang pengadilan peran majelis hakim sangat menentukan apalagi
Indonesia tidak menerapkan sistem juri. Akibatnya seluruh
keputusan ada di tangan hakim. Sehubungan dengan itu dalam
melaksanakan fungsi peradilan, para hakim atau pengadilan harus
61
Wasingatu Zakiyah dkk, 2001. Menyikap Tabir Mafia Peradilan, Indonesia
Corruption Watch, Jakarta
62
Ibid,
74
menghormati kebenaran dan keadilan maupun hak asasi, meskipun
batas keseimbangan penghormatan antara kebenaran dan keadilan
serta penghargaan dan menjunjung tinggi nilai Hak Asasi Manusia
(HAM) dalam menyelesaikan peristiwa pidana sangat sulit dan
rapuh. Namun di atas kesulitan dan kerapuhan itu jangan sampai
alasan teknis yang sempit dan kaku memberi kebebasan bagi pelaku
tindak pidana leluasa berkeliaran di tengah-tengah kehidupan
masyarakat.
Seiring dengan putusan hakim yang harus mencerminkan suatu
keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum dalam masyarakat yang
akan menjadi yurisprudensi terhadap kasus-kasus serupa dimasa
yang akan datang. Karena yurisprudensi menjadikan suatu kajian
menarik
yang
sekaligus
menjelaskan
kepada
masyarakat
sebagaimana pertimbangan dan dasar hukum hingga putusan itu
dijatuhkan. Sebab dengan cara ini kekeliruan dan kesalahan yang
mungkin timbul akan semakin dapat diperkecil.
Tindak kejahatan pada dasarnya selalu melekat di dalam
masyarakat manapun dan berbentuk apapun sistem politiknya. Lebih
jauh lagi Baharuddin Lopa63 menjelaskan, semakin kompleks
masyarakat semakin banyak pula pelanggaran hukum yang terjadi.
Hal ini tidak dapat dipungkiri karena di tengah-tengah
masyarakat kerap sekali terjadi tindak pidana yang sangat bervariasi.
Salah satu contoh kasus pencurian ternak, pencurian ternak
63
Baharuddin Lopa, Kejahatan Korupsi dan Penegakan Hukum, Buku Kompas,
Jakarta, 2001
75
merupakan suatu bentuk pencurian yang diperberat, yaitu bentuk
pencurian sebagaimana yang dirumuskan dalam pasal 362 (bentuk
pokoknya) ditambah unsur-unsur lain, baik yang objektif maupun
subjektif, yang bersifat memberatkan pencurian itu, dan oleh
karenanya diancam dengan pidana yang lebih berat dari pencurian
dalam bentuk pokoknya.
Ternak ditetapkan oleh pembentuk Undang-undang sebagai
faktor-faktor memperberat didasarkan pada pertimbangan mengenai
keadaan khusus pada Indonesia. Menurut pandangan pembentuk
Undang-undang bahwa masyarakat Indonesia memandang ternak
mempunyai nilai khusus, mempunyai nilai yang lebih tinggi daripada
benda maupun binatang lainnya. Nilai khusus ini misalnya ternak
dapat digunakan sebagai penarik beban, mengerjakan sawah, bahkan
dapat digunakan sebagai ukuran kekayaan seseorang. Bagi
masyarakat Jawa ternak disebut sebagai rojokoyo, menunjukkan
nilai khusus dari ternak.
Contoh kasus pencurian ternak yang terjadi di Boyolali di atas,
Natangsa Subakti64 mengatakan, dalam konteks penegakan hukum
dapat diterjemahkan bahwa tiada dua kasus hukum yang identik
sama, sehingga setiap kasus harus dipertimbangkan sesuai dengan
karekteristik masing-masing kasus. Dengan demikian dalam
mekanisme operasionalnya, masing-masing kasus akan diselesaikan
secara konseptual. Berdasarkan kerangka berpikir demikian maka
64
Natangsa Subakti, Kembang Setaman Kajian Hukum Pidana, Universitas
Muhammadiyah Surakarta, Surakarta, 2000
76
terjadi disparitas pidana, dan pemidanaan merupakan suatu
kewajaran sebagai realitas yang terjadi secara alamiah.
Dari pertimbangan hakim pada kasus pencurian ternak di
Boyolali tersebut di atas akan diuraikan satu-persatu dasar-dasar
yang menjadi pertimbangan hakim dalam menjatuhkan Putusan
terhadap pelaku tindak pidana pencurian ternak.
1. Terdakwa belum pernah dihukum
Hakim
dapat
meringankan
pidana
dan
dapat
juga
memberatkan pidana tergantung dari sikap terdakwa. Hakim
dapat menjatuhkan pidana yang meringankan apabila terdakwa
setelah
melakukan
kejahatan,
mengakui
dan
menyesali
perbuatannya serta bersikap sopan selama dalam persidangan, dan
sebaliknya
hakim
dapat
menjatuhkan
pidana
yang
bisa
memberatkan terdakwa apabila setelah melakukan kejahatan
terdakwa tidak mau mengakui perbuatannya atau berbelit-belit
dalam memberikan keterangan dan atau tidak pernah menyesali
perbuatannya.
Dalam
kasus
ini
ketiga
terdakwa
EP
membantu
memperlancar jalannya persidangan dengan bersikap sopan,
mengakui serta menyesali perbuatan yang telah dilakukan.
Dengan demikian hakim bisa memperingan pidana terhadap
terdakwa.
2. Terdakwa sempat atau tidak menikmati hasilnya
Terdakwa EP belum sempat menikmati hasil curiannya. Di
dalam peraturan perundang-undangan, sempat atau tidaknya
77
terdakwa menikmati hasil kejahatannya tidak diatur secara jelas,
tetapi hakim mempunyai kebebasan dalam menjatuhkan Putusan
sehingga hal
tersebut
dapat
dijadikan salah satu dasar
pertimbangan oleh hakim dalam menjatuhkan pidana demi
terciptanya keadilan. Namun demikian kebebasan tersebut harus
didasarkan pada keyakinan dan alat-alat bukti yang sah yang
ditentukan dalam undang-undang.
3. Kejahatan tersebut sangat meresahkan masyarakat
Di
dalam
menjatuhkan
pidana
hakim
wajib
mempertimbangkan, yaitu salah satunya pengaruh tindak pidana
terhadap keluarga korban maupun masyarakat. Dalam hal ini
kejahatan yang dilakukan oleh EP telah menimbulkan dampak
yaitu meresahkan keluarga korban dan masyarakat. Oleh karena
itu tindak pidana yang meresahkan masyarakat dapat dijadikan
salah satu dasar pertimbangan oleh hakim dalam maenjatuhkan
Putusan yang bisa memberatkan terdakwa sebab kejahatan yang
dilakukan telah menimbulkan dampak yang kurang baik yaitu
meresahkan masyarakat terutama keluarga korban.
4. Terdakwa merupakan tulang punggung keluarga
Terdakwa merupakan tulang punggung keluarga. Hal itu
merupakan salah satu faktor yang bisa dijadikan dasar
pertimbangan oleh hakim dalam menjatuhkan pidana. Pidana
akan menimbulkan penderitaan yang besar bagi terdakwa maupun
keluarganya. Ketiga terdakwa masih mempunyai keluarga,
dengan dasar pertimbangan tersebut hakim bisa menjatuhkan
78
pidana yang lebih ringan karena hakim melihat dampak yang akan
terjadi pada keluarga terdakwa apabila terdakwa mendapat pidana
yang berat, sebab terdakwa merupakan tulang punggung keluarga
yang biasa mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidup
keluarganya.
Berdasarkan uraian diatas, maka hakim berkeyakinan bahwa
terdakwa terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana
pencurian dengan pemberatan, setelah memeriksa alat bukti yaitu
saksi SHM, S, M, W dan barang bukti berupa bulu kambing,
sehingga dijatuhi pidana selama 6 (enam) bulan.
79
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
1.
Peranan barang bukti sampel bulu kambing dalam Putusan Nomor:83
/Pid.B/2012/PN.Bi. adalah sebagai bukti pendukung yang dapat
memberikan tambahan keyakinan kepada hakim yang kemudian akan
dijadikan dasar untuk memberikan Putusan terhadap tindak pidana yang
didakwakan terhadap terdakwa.
2.
Pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap tindak
pidana pencurian hewan ternak pada kasus Putusan Nomor : 83
/Pid.B/2012/PN.Bi., yaitu:
a. Pertimbangan Yuridis
1) Terpenuhinya unsur-unsur Pasal 363 ayat (1) ke-1, dan ke-3
KUHP tentang "pencurian dengan pemberatan”
2) Didasarkan pada ketentuan Pasal 183 dan Pasal 184 KUHAP
b. Pertimbangan Sosiologis
Hal-hal yang memberatkan yaitu: Perbuatan Terdakwa sangat
meresahkan masyarakat.
Hal-hal yang meringankan yaitu: terdakwa belum pernah dihukum,
terdakwa
mengakui
perbuatannya
dan
berjanji
tidak
akan
mengulangi perbuatannya, terdakwa merupakan tulang punggung
keluarga, dan terdakwa belum menikmati hasil perbuatannya.
80
Dari pertimbangan tersebut hakim berkeyakinan bahwa terdakwa
terbukti bersalah melakukan tindak pidana pencurian dengan
pemberatan sehingga dijatuhi pidana selama 6 (enam) bulan.
B. Saran
1.
Dalam penegakan hukum khususnya bagi pelaku pencurian hewan,
diharapkan diproses sesuai dengan Undang- Undang Nomor 8 Tahun
1981 tentang Hukum Acara Pidana serta penerapan sanksi yang cukup
berat agar pelaku tidak mengulangi lagi perbuatannya.
2.
Penyidik Kepolisian maupun Jaksa Penuntut Umum diharapkan agar
lebih teliti, cermat, dan lebih memperhatikan atau mengikuti
perkembangan Information and Technology ( IT ) dalam pengumpulan
barang bukti yang akan di ajukan daam persidangan. Jangan sampai
barang bukti yang di ajukan tertukar apalagi tidak ada hubungannya
dengan tindak pidana.
81
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, A. Zainal, 2007, Hukum PidanaI, Sinar Grafika, Jakarta.
Bambang Poernomo. 1986, Pola Dasar Teori Dan Azaz Umum Hukum Acara
Pidana, Liberty, Yogyakarta.
Hamzah, Andi 2005, Hukum Acara Pidana Indonesia Edisi Revisi,Jakarta :
Sinar Grafika,
Hamzah, Andi 1996. Hukum Acara Pidana Indonesia, edisi revisi, CV.Sapta
Artha Jaya, Jakarta.
Hamzah, Andi, 2010, Delik-Delik Tertentu (Speciale Delicten) di dalam
KUHP, Sinar Grafika, Jakarta.
Hari Sasangka dan Lily Rosita, 2003. Hukum pembuktian dalam perkara
pidana untuk mahasiswa dan praktisi, Mandar Maju, Bandung
Jony Ibrahim, 2008. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayu
Media, Malang.
M.Yahya Harahap, 2008. Pembahasan permasalahan dan penerapan
KUHAP pemeriksaan sidang pengadilan, banding, kasasi, dan
peninjauan kembali, edisi II, Sinar Grafika, Jakarta.
Moeljatno, 1993. Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta,
Moeljatno. 1976. Asas-Asas Hukum Pidana.. Rineka Cipta. Jakarta.
Poerwadarminta, WJS, 1984, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai
Pustaka, Jakarta.
Poerwadarminta. 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Balai pustaka.
Jakarta.
Prakoso, Djoko, 1988, Hukum Penitensier Di Indonesia, Liberty,
Yogyakarta.
Prodjodikoro, Wirjono, 2010, Tindak Pidana Tertentu Di Indonesia, PT.
Rafika Adiatma, Bandung.
Prodjohamidjojo, Martiman, 1983. Sistem Pembuktian dan Alat - alat Bukti.
Ghahlia Indonesia, Jakarta.
R. Soesilo, 1996. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentarkomentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Politeia, Bogor,
Ramelan. 2006. Hukum Acara Pidana. Teori Dan Implementasi. Sumber
Ilmu Jaya. Jakarta
82
Serenity Deliver Refisis, 2010. Analisis hukum terhadap Putusan dalam
tindak pidana pencurian. USU Press. Medan
Sianturi, R, 1983, Tindak Pidana KUHP Berikut Uraiannya, Alumni, Jakarta.
Soesilo, R, 1995, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana serta komentarkomentarnya, Politea, Bogor.
Solahuddin, 2008, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Acara Pidana &
Perdata, Visimedia, Jakarta.
Sudikno Mertokusumo. 2000. Sejarah Peradilan dan Perundangundangannya di Indonesia sejak 1942 dan Apakah kemanfaatannya
Bagi Kita Bangsa Indonesia. Kilatmaju, Bandung.
Tongat, 2003. Hukum Pidana Materiil, edisi pertama, cetakan kedua, UMM
Press, Malang.
Peraturan Perundang- Undangan
Indonesia, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Kitab UndangUndang Hukum Pidana (KUHP).
------------, Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana.
------------, Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman
83
84
ep
u
b
hk
am
Direktori Putusan Mahkamah
- 1 - Agung Republik Indonesia
putusan.mahkamahagung.go.id
R
ng
Nomor : 83 /Pid.B/2012/PN.Bi.
gu
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
Pengadilan Negeri Boyolali yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dengan
A
acara pemeriksaan biasa dalam peradilan tingkat pertama dengan Hakim Majelis telah
:
EKO PURNOMO Bin TUGIYO.
Tempat lahir
:
Klaten.
Umur/Tanggal Lahir
:
25 tahun / 02 Oktober 1986.
Jenis kelamin
:
Laki-laki.
Kebangsaan
:
Indonesia.
Tempat Tinggal
:
Dukuh
ep
ub
lik
Nama Lengkap
Mlaten
Desa
Mojolegi
R
ah
k
am
ah
menjatuhkan putusan dalam perkara Terdakwa :
:
Islam.
A
gu
ng
Agama
:
Kecamatan
Teras
In
do
ne
si
Kabupaten Boyolali.
Pekerjaan
Swasta/Buruh.
Terdakwa ditahan di rumah tahanan negara berdasarkan Surat Perintah / Penetapan
Penahanan oleh :
1. Penyidik, sejak tanggal 29 Pebruari 2012 s/d tanggal 19 Maret 2012;
tanggal 28 April 2012;
lik
ah
2. Perpanjangan Penahanan oleh Penuntut Umum sejak tanggal 20 Maret 2012 s/d
ub
4. Hakim Pengadilan Negeri Boyolali, sejak tanggal 26 April 2012 sampai dengan
ep
tanggal 25 Mei 2012;
Terdakwa tidak didampingi oleh Advokat / Penasehat Hukum, meskipun Majelis
Hakim telah menjelaskan tentang haknya untuk didampingi Penasehat Hukum namun
R
ka
m
3. Penuntut Umum sejak tanggal 17 April 2012 s/d tanggal 06 Mei 2012;
es
Terdakwa menyatakan tetap akan menghadapinya sendiri ;
on
In
d
A
gu
ng
Pengadilan Negeri tersebut ;
ik
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : [email protected]
Telp : 021-384 3348 (ext.318)
h
ah
M
In
do
ne
si
a
P U T U S A N
Halaman 1
ep
u
b
hk
am
Direktori Putusan Mahkamah
- 2 - Agung Republik Indonesia
R
Telah membaca berkas perkara serta surat-surat lainnya ;
Telah mendengarkan keterangan saksi-saksi dan keterangan Terdakwa ;
ng
Telah mengamati Barang Bukti yang diajukan di persidangan ;
Telah mendengar tuntutan Pidana dari Penuntut Umum yang pada pokoknya
gu
menuntut agar Majelis Hakim yang mengadili perkara ini memutuskan sebagai berikut :
1. Menyatakan Terdakwa Eko Purnomo Bin Tugiyo bersalah melakukan tindak pidana
A
percobaan pencurian dengan pemberatan sebagaimana diatur dalam pasal 53 ayat (1)
ub
lik
2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Eko Purnomo Bin Tugiyo dengan pidana
penjara selama 1 (satu) tahun dikurangi selama terdakwa ditahan.
3. Menyatakan barang bukti berupa :
1 (satu) unit sepeda motor merk Honda Star Nopol AD 2915 N dikembalikan
ep
kepada terdakwa.
1 (satu) buah kampak dan 1 (satu) buah bronjong warna hijau dirampas untuk
A
gu
ng
dimusnahkan.
R
•
•
In
do
ne
si
•
ah
k
am
ah
jo pasal 363 ayat (1) ke-1 dan ke (3) KUHPidana dalam surat dakwaan kedua.
1 (satu) utas tali plastik warna hijau dan contoh bulu dari 1 (satu) ekor kambing
bulu putih kecoklatan dikembalikan kepada saksi Sutapan.
4. Membebankan agar terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp 2.000,00 (dua ribu
rupiah).
Telah mendengar pembelaan/permohonan Terdakwa terhadap tuntutan Pidana dari
lik
ah
Penuntut Umum tersebut yang pada pokoknya menerangkan bahwa ia mengajukan secara
ub
sudah mengaku bersalah, menyesali perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulangi
ep
perbuatannya.
Telah mendengar tanggapan secara lisan dari Penuntut Umum, atas permohonan dari
mendengar tanggapan secara lisan dari Terdakwa atas jawaban dari Penuntut Umum tersebut
on
In
d
A
gu
ng
yang pada pokoknya menyatakan tetap pada permohonannya.
es
Terdakwa tersebut yang pada pokoknya menyatakan tetap pada tuntutannya semula dan telah
R
ka
m
lisan agar Majelis Hakim memberikan keringanan hukuman dengan alasan bahwa Terdakwa
ik
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : [email protected]
Telp : 021-384 3348 (ext.318)
h
ah
M
In
do
ne
si
a
putusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 2
ep
u
b
hk
am
Direktori Putusan Mahkamah
- 3 - Agung Republik Indonesia
putusan.mahkamahagung.go.id
R
Dakwaan sebagaimana diuraikan dalam Surat Dakwaan No. Rek. PDM-34 / Boyol/
Kesatu
ng
Epp.32/03/2012 tertanggal 19 Maret 2012 yaitu sebagai berikut :
gu
Bahwa terdakwa Eko Purnomo Bin Tugiyo pada hari Rabu tanggal 29 Februari 2012
sekitar pukul 12.30 Wib atau setidak-tidaknya pada waktu lain dalam tahun 2012 bertempat
A
di dukuh Catur RT 01/Rw 01 Desa Catur Kecamatan Sambi Kabupaten Boyolali atau
ub
lik
ah
setidak-tidaknya pada suatu tempat lain yang masih termasuk dalam daerah hukum
Pengadilan Negeri Boyolali dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum,
keputihan dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya yaitu dalam
sebuah kandang kambing yang dilakukan oleh terdakwa tidak diketahui atau tidak
ep
ah
k
am
mengambil barang sesuatu berupa 1 (satu) ekor kambing betina berbulu warna coklat
dikehendaki oleh yang berhak yaitu saksi Sutapan Hadi Muyono;
In
do
ne
si
Bahwa sebelumnya terdakwa pada siang hari Selasa tanggal 28 Pebruari telah
A
gu
ng
•
R
Perbuatan tersebut dilakukan terdakwa dengan cara dan keadaan sebagai berikut :
mensurvei terlebih dahulu tempat atau kandang kambing yang akan terdakwa ambil
di Dukuh Catur RT 01 RW 01 Desa Catur Kec. Sambi Kab. Boyolali, kemudian pada
malam hari tanggal 29 Pebruari 2012 sekitar pukul 12.30 Wib terdakwa berangkat
meluncur dari rumah kontrakannya dengan mengendarai 1 (satu) unit sepeda motor
lik
buah bronjong dan 1 (satu) buah kampak dengan tujuan untuk mengambil kambing
milik saksi Sutapan Hadi Muyono dengan alamat di Dukuh Catur RT 01 RW 01 Desa
ub
Catur Kec. Sambi Kab. Boyolali, setelah sampai pada tempat lokasi yang dituju
terdakwa kemudian memarkir sepeda motor miliknya di tepi jalan kampung yang
berjarak + 50 meter dari tempat kandang kambing milik saksi Sutapan Hadi Muyono
ep
ka
m
ah
merk Honda Star Nopol AD 2915 N milik terdakwa dengan kelengkapan 1 (satu)
yang akan diambil oleh terdakwa, selanjutnya terdakwa berjalan kaki menuju
on
In
d
A
gu
ng
tersebut dengan cara-cara terdakwa melepas tali utas kambing yang terikat di
es
R
kandang dan langsung masuk kedalam kandang kambing kemudian pencurian
ik
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : [email protected]
Telp : 021-384 3348 (ext.318)
h
ah
M
In
do
ne
si
a
Menimbang, bahwa Terdakwa diajukan ke persidangan oleh Penuntut Umum dengan
Halaman 3
ep
u
b
hk
am
Direktori Putusan Mahkamah
- 4 - Agung Republik Indonesia
putusan.mahkamahagung.go.id
R
In
do
ne
si
a
kandang yaitu 1 (satu) ekor kambing betina berbulu warna coklat keputihan setelah
berhasil terlepas tali utas tersebut kambing tersebut akan terdakwa angkat (bopong)
ng
memakai kedua buah tangannya keluar dari kandang, akan tetapi pemilik kambing
yaitu saksi Sutapan hadi Muyono mengetahui dan memergoki perbuatan yang
gu
dilakukan oleh terdakwa kemudian saksi Sutapan Hadi Muyono berteriak-teriak
“maling-maling” dan seketika terdakwa terkejut dan langsung melepaskan tali
A
kambing dan kambing yang dibopongnya dan lalu terus lari keluar dari kandang
akan mencoba menghidupkan mesin kendaraan sepeda motornya namun sulit atau
tidak bisa hidup-hidup terdakwa berhasil ditangkap oleh saksi Mujoko dan saksi
am
Wagimin serta warga masyarakat sekitar dan selanjutnya terdakwa dibawa ke Polsek
Sambi untuk pemeriksaan lebih lanjut.
ep
ah
k
ub
lik
ah
kambing menuju ke tempat parkir sepeda motor miliknya, namun pada saat terdakwa
Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 363 ayat (1)
In
do
ne
si
Kedua
atau
R
ke-1 dan ke-3 KUHPidana;
A
gu
ng
Bahwa terdakwa Eko Purnomo Bin Tugiyo pada hari Rabu tanggal 29 Februari 2012
sekitar pukul 12.30 Wib atau setidak-tidaknya pada waktu lain dalam tahun 2012 bertempat
di dukuh Catur RT 01/Rw 01 Desa Catur Kecamatan Sambi Kabupaten Boyolali atau
setidak-tidaknya pada suatu tempat lain yang masih termasuk dalam daerah hukum
Pengadilan Negeri Boyolali mencoba melakukan kejahatan dipidanan jika niat untuk itu telah
lik
ah
ternyata dari adanya permulaan pelaksanaan dan tidak selesainya pelaksanaan itu bukan
ub
melawan hukum, mengambil barang sesuatu berupa 1 (satu) ekor kambing betina berbulu
warna coklat keputihan dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya
ep
yaitu dalam sebuah kandang kambing yang dilakukan oleh terdakwa tidak diketahui atau
tidak dikehendaki oleh yang berhak yaitu saksi Sutapan Hadi Muyono;
on
In
d
A
gu
ng
es
R
Perbuatan tersebut dilakukan terdakwa dengan cara dan keadaan sebagai berikut :
M
h
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : [email protected]
Telp : 021-384 3348 (ext.318)
ik
ah
ka
m
semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri dengan maksud untuk dimiliki secara
Halaman 4
Bahwa sebelumnya terdakwa pada siang hari Selasa tanggal 28 Pebruari telah
R
•
In
do
ne
si
a
putusan.mahkamahagung.go.id
mensurvei terlebih dahulu tempat atau kandang kambing yang akan terdakwa ambil
ng
di Dukuh Catur RT 01 RW 01 Desa Catur Kec. Sambi Kab. Boyolali, kemudian pada
malam hari tanggal 29 Pebruari 2012 sekitar pukul 12.30 Wib terdakwa berangkat
gu
meluncur dari rumah kontrakannya dengan mengendarai 1 (satu) unit sepeda motor
A
merk Honda Star Nopol AD 2915 N milik terdakwa dengan kelengkapan 1 (satu)
buah bronjong dan 1 (satu) buah kampak dengan tujuan untuk mengambil kambing
ub
lik
ah
milik saksi Sutapan Hadi Muyono dengan alamat di Dukuh Catur RT 01 RW 01 Desa
Catur Kec. Sambi Kab. Boyolali, setelah sampai pada tempat lokasi yang dituju
am
terdakwa kemudian memarkir sepeda motor miliknya di tepi jalan kampung yang
berjarak + 50 meter dari tempat kandang kambing milik saksi Sutapan Hadi Muyono
ah
k
ep
yang akan diambil oleh terdakwa, selanjutnya terdakwa berjalan kaki menuju
kandang dan langsung masuk kedalam kandang kambing kemudian pencurian
In
do
ne
si
R
tersebut dengan cara-cara terdakwa melepas tali utas kambing yang terikat di
A
gu
ng
kandang yaitu 1 (satu) ekor kambing betina berbulu warna coklat keputihan setelah
berhasil terlepas tali utas tersebut kambing tersebut akan terdakwa angkat (bopong)
memakai kedua buah tangannya keluar dari kandang, akan tetapi pemilik kambing
yaitu saksi Sutapan Hadi Muyono mengetahui dan memergoki perbuatan yang
dilakukan oleh terdakwa kemudian saksi Sutapan Hadi Muyono berteriak-teriak
lik
kambing dan kambing yang dibopongnya dan lalu terus lari keluar dari kandang
kambing menuju ke tempat parkir sepeda motor miliknya, namun pada saat terdakwa
ub
akan mencoba menghidupkan mesin kendaraan sepeda motornya namun sulit atau
tidak bisa hidup-hidup terdakwa berhasil ditangkap oleh saksi Mujoko dan saksi
Wagimin serta warga masyarakat sekitar dan selanjutnya terdakwa dibawa ke Polsek
ep
ka
m
ah
“maling-maling” dan seketika terdakwa terkejut dan langsung melepaskan tali
Sambi untuk pemeriksaan lebih lanjut.
es
R
Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 53 ayat (1) jo
on
In
d
A
gu
ng
pasal 363 ayat (1) ke-1 dan ke-3 KUHPidana.
ik
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : [email protected]
Telp : 021-384 3348 (ext.318)
h
ah
M
ep
u
b
hk
am
Direktori Putusan Mahkamah
- 5 - Agung Republik Indonesia
Halaman 5
ep
u
b
hk
am
Direktori Putusan Mahkamah
- 6 - Agung Republik Indonesia
putusan.mahkamahagung.go.id
R
In
do
ne
si
a
Menimbang, bahwa terhadap surat dakwaan Penuntut Umum tersebut, Terdakwa
menyatakan mengerti dan tidak mengajukan keberatan / Eksepsi ;
ng
Menimbang, bahwa untuk membuktikan dakwaannya Penuntut Umum telah
mengajukan saksi-saksi dimana saksi-saksi tersebut telah memberikan keterangan dibawah
gu
sumpah yang pada pokoknya menerangkan sebagai berikut :
•
Bahwa pada hari Rabu tanggal 29 Pebruari 2012 jam 03.00 Wib bertempat di
ub
lik
dalam kandang kambing milik saksi di Desa Catur Kecamatan Sambi
ah
A
1. Saksi SUTAPAN HADI MULYONO:
Kabupaten Boyolali terdakwa telah mengambil satu ekor kambing betina
am
milik saksi;
•
Bahwa saksi mengetahui kejadian tersebut awalnya saksi terbangun dari tidur
ah
k
ep
lalu sholat tahajud selanjutnya saksi keluar rumah memberi makan sapi yang
terletak disebelah utara rumah saksi, setelah selesai saksi masuk rumah untuk
In
do
ne
si
R
tidur akan tetapi mata sulit dipejamkan dan tidak lama kemudian saksi
A
gu
ng
mendengar suara motor berhenti didepan rumah saksi dan selanjutnya saksi
mendengar suara gaduh didalam kandang milik saksi;
•
Bahwa saksi kemudian keluar rumah dan melihat terdakwa menarik kambing
milik saksi sehingga saksi berteriak maling-maling dan kambing dilepaskan
dan terdakwa lari kejalan raya menuju ke tempat sepeda motor milik terdakwa
Bahwa terdakwa kemudian ditangkap oleh saksi dan warga masyarakat;
•
Bahwa akibat perbuatan yang dilakukan terdakwa kerugian saksi sekitar Rp.
1.000.000,- (satu juta rupiah);
ub
lik
•
ep
Menimbang, bahwa atas keterangan saksi tersebut terdakwa keberatan dan
menyatakan saat terdakwa bermaksud hendak membopong kambing tetapi kaki belakang
es
R
menendang-nendang dan terdakwa diteriaki maling maka terdakwa melepaskan kambing
tersebut didalam kandang tidak dihalaman rumah;
on
In
d
A
gu
ng
M
h
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : [email protected]
Telp : 021-384 3348 (ext.318)
ik
ah
ka
m
ah
untuk menghidupkan mesin motor tetapi tidak berhasil;
Halaman 6
ep
u
b
hk
am
Direktori Putusan Mahkamah
- 7 - Agung Republik Indonesia
•
R
2. Saksi MUJOKO:
In
do
ne
si
a
putusan.mahkamahagung.go.id
Bahwa pada hari Rabu tanggal 29 Pebruari 2012 jam 03.00 Wib bertempat di
ng
dalam kandang kambing milik saksi Sutapan Hadi Mulyono di Desa Catur
Kecamatan Sambi Kabupaten Boyolali terdakwa telah mengambil satu ekor
gu
kambing betina milik saksi Sutapan Hadi Mulyono;
A
•
Bahwa saksi mengetahui peristiwa tersebut awalnya saksi sedang tidur dan
mendengar saksi korban berteriak maling-maling, kemudian saksi keluar
ub
lik
ah
rumah dan melihat terdakwa sedang menghidupkan mesin motor lalu saksi
diberitahu oleh saksi korban bahwa terdakwa mau mengambil kambing betina
•
Bahwa saksi melihat kambing betina milik saksi Sutapan berlari kesana
Bahwa saksi selanjutnya berusaha menangkap terdakwa
R
•
ep
ah
k
kemari;
banyak warga yang membantu untuk menangkap terdakwa;
Bahwa benar barang bukti yang diajukan dipersidangan adalah barang yang
A
gu
ng
•
dan kemudian
In
do
ne
si
am
milik saksi korban;
dibawa oleh terdakwa;
Menimbang, bahwa atas keterangan saksi tersebut terdakwa membenarkannya;
3. Saksi SAMSURI :
•
lik
Kecamatan Sambi Kabupaten Boyolali terdakwa telah mengambil satu ekor
kambing betina milik saksi Sutapan Hadi Mulyono;
ub
m
ah
dalam kandang kambing milik saksi Sutapan Hadi Mulyono di Desa Catur
•
ka
Bahwa pada hari Rabu tanggal 29 Pebruari 2012 jam 03.00 Wib bertempat di
Bahwa saksi mengetahui peristiwa tersebut awalnya saksi sedang tidur dan
ep
mendengar saksi korban berteriak maling-maling, kemudian saksi keluar
R
ah
rumah dan melihat terdakwa sedang menghidupkan mesin motor lalu saksi
on
In
d
A
gu
ng
M
milik saksi korban;
es
diberitahu oleh saksi korban bahwa terdakwa mau mengambil kambing betina
ik
h
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : [email protected]
Telp : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 7
ep
u
b
hk
am
Direktori Putusan Mahkamah
- 8 - Agung Republik Indonesia
Bahwa saksi melihat kambing betina milik saksi Sutapan berlari kesana
kemari;
Bahwa saksi selanjutnya berusaha menangkap terdakwa
ng
•
R
•
In
do
ne
si
a
putusan.mahkamahagung.go.id
dan kemudian
gu
banyak warga yang membantu untuk menangkap terdakwa;
•
Bahwa benar barang bukti yang diajukan dipersidangan adalah barang yang
A
dibawa oleh terdakwa;
Menimbang, bahwa atas keterangan saksi tersebut terdakwa membenarkannya;
am
•
ub
lik
ah
4. Saksi WAGIMIN :
Bahwa pada hari Rabu tanggal 29 Pebruari 2012 jam 03.00 Wib bertempat di
dalam kandang kambing milik saksi Sutapan Hadi Mulyono di Desa Catur
ep
Kecamatan Sambi Kabupaten Boyolali terdakwa telah mengambil satu ekor
ah
k
kambing betina milik saksi Sutapan Hadi Mulyono;
Bahwa saksi mengetahui peristiwa tersebut awalnya saksi sedang tidur dan
In
do
ne
si
R
•
mendengar saksi korban berteriak maling-maling, kemudian saksi keluar
A
gu
ng
rumah dan melihat terdakwa sedang menghidupkan mesin motor lalu saksi
diberitahu oleh saksi korban bahwa terdakwa mau mengambil kambing betina
milik saksi korban;
•
Bahwa saksi melihat kambing betina milik saksi Sutapan berlari kesana
kemari;
Bahwa benar barang bukti yang diajukan dipersidangan adalah barang yang
ub
•
m
ep
dibawa oleh terdakwa;
memberikan keterangan sebagai berikut :
•
Bahwa pada hari Rabu tanggal 29 Pebruari 2012 jam 03.00 Wib bertempat di
on
In
d
A
gu
ng
dalam kandang kambing di Desa Catur Kec. Sambi Kab. Boyolali terdakwa
es
Menimbang, bahwa dipersidangan telah pula didengar terdakwa yang pada pokoknya
R
ka
dan kemudian
banyak warga yang membantu untuk menangkap terdakwa;
M
h
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : [email protected]
Telp : 021-384 3348 (ext.318)
ik
ah
Bahwa saksi selanjutnya berusaha menangkap terdakwa
lik
ah
•
Halaman 8
ep
u
b
hk
am
Direktori Putusan Mahkamah
- 9 - Agung Republik Indonesia
putusan.mahkamahagung.go.id
mengendarai sepeda motor Honda Star Nopol AD 2915 N dengan membawa
gu
bronjong, satu buah kapak dengan tujuan mengambil satu ekor kambing di
A
Desa Catur Kec. Sambi Kab. Boyolali. Sesampai di lokasi terdakwa memarkir
motornya di tepi jalan kampung yang berjarak sekitar 50 meter dari tempat
ub
lik
ah
kandang kambing, selanjutnya terdakwa berjalan kaki menuju kandang,
kemudian terdakwa melepaskan tali yang mengikat kambing tersebut
am
selanjutnya terdakwa mengangkat kambing tersebut untuk dibawa keluar
kandang akan tetapi pemilik kambing mengetahuinya dan berteriak maling-
ep
ah
k
maling sehingga terdakwa melepaskan kambing tersebut dan lari menuju ke
motor yang diparkir oleh terdakkwa;
Bahwa pada saat terdakwa hendak menghidupkan mesin motor terdakwa
In
do
ne
si
R
•
A
gu
ng
kesulitan menghidupkannya sehingga akhirnya terdakwa ditangkap oleh
warga masyarakat;
•
Bahwa terdakwa mengambil kambing milik saksi Sutapan Hadi Mulyono
tidak ada ijin dari pemiliknya karena keadaan terpaksa tidak mempunyai uang
untuk menjemput istri dan anaknya di Jakarta;
Menimbang, bahwa dipersidangan Penuntut Umum telah mengajukan barang bukti
lik
1 (satu) unit sepeda motor merk Honda Star Nopol AD 2915 N;
•
1 (satu) buah kampak dan 1 (satu) buah bronjong warna hijau;
•
1 (satu) utas tali plastik warna hijau dan contoh bulu dari 1 (satu) ekor kambing
ub
•
ep
ka
m
ah
berupa :
bulu putih kecoklatan;
es
R
Menimbang, bahwa barang bukti tersebut diatas telah dilakukan penyitaan secara sah
on
In
d
A
gu
ng
menurut hukum sehingga dapat dipergunakan untuk memperkuat pembuktian;
ik
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : [email protected]
Telp : 021-384 3348 (ext.318)
h
ah
M
Bahwa awalnya terdakwa berangkat dari rumah kontrakan dengan
ng
•
R
Mulyono;
In
do
ne
si
a
berniat mengambil satu ekor kambing betina milik saksi Sutapan Hadi
Halaman 9
ep
u
b
hk
am
Direktori Putusan Mahkamah
- 10 - Agung Republik Indonesia
putusan.mahkamahagung.go.id
R
yang saling bersesuaian satu dengan yang lainnya maka Majelis Hakim memperoleh fakta-
•
ng
fakta hukum sebagai berikut:
Bahwa benar pada hari Rabu tanggal 29 Pebruari 2012 jam 03.00 Wib
gu
bertempat di dalam kandang kambing di Desa Catur Kec. Sambi Kab.
Hadi Mulyono;
•
Bahwa awalnya terdakwa berangkat dari rumah kontrakan dengan
ub
lik
ah
A
Boyolali terdakwa mengambil satu ekor kambing betina milik saksi Sutapan
mengendarai sepeda motor Honda Star Nopol AD 2915 N dengan membawa
am
bronjong, satu buah kapak dengan tujuan mengambil satu ekor kambing di
Desa Catur Kec. Sambi Kab. Boyolali. Sesampai di lokasi terdakwa memarkir
ah
k
ep
motornya di tepi jalan kampung yang berjarak sekitar 50 meter dari tempat
kandang kambing, selanjutnya terdakwa berjalan kaki menuju kandang,
In
do
ne
si
R
kemudian terdakwa melepaskan tali yang mengikat kambing tersebut
A
gu
ng
selanjutnya terdakwa mengangkat kambing tersebut untuk dibawa keluar
kandang akan tetapi saksi Sutapan Hadi Mulyono sebagai pemilik kambing
mengetahuinya dan berteriak maling-maling sehingga terdakwa melepaskan
kambing tersebut dan lari menuju ke motor yang diparkir oleh terdakwa;
•
Bahwa pada saat terdakwa hendak menghidupkan mesin motor terdakwa
kesulitan menghidupkannya sehingga akhirnya terdakwa ditangkap oleh
lik
•
Bahwa terdakwa mengambil kambing milik saksi Sutapan Hadi Mulyono
ub
ah
warga masyarakat;
m
tidak ada ijin dari pemiliknya dan mengakibatkan kerugian sekitar Rp.
1.000.000,- (satu juta rupiah);
ep
ka
Menimbang, bahwa tibalah pada saatnya Majelis Hakim akan mempertimbangkan
pidana sebagaimana Tuntutan Penuntut Umum, dengan dengan tetap memperhatikan asas
on
In
d
A
gu
ng
“nulla poena sine lege (Tiada Pidana tanpa Kesalahan)”;
es
R
bahwa apakah Terdakwa atas perbuatannya tersebut dapat dipersalahkan dan dapat dijatuhi
ik
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : [email protected]
Telp : 021-384 3348 (ext.318)
h
ah
M
In
do
ne
si
a
Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi-saksi dan keterangan terdakwa
Halaman 10
ep
u
b
hk
am
Direktori Putusan Mahkamah
- 11 - Agung Republik Indonesia
putusan.mahkamahagung.go.id
R
sebagaimana dikemukakan para Saksi yang diperkuat oleh Barang Bukti yang diajukan
ng
Penuntut Umum dipersidangan dan keterangan terdakwa dipersidangan apakah Terdakwa
dapat dipersalahkan melakukan tindak pidana sebagaimana yang dikemukakan oleh Penuntut
gu
Umum didalam surat dakwaannya.
Menimbang, bahwa terdakwa didakwa oleh Penuntut Umum dengan dakwaan yang
A
disusun secara alternatif yaitu :
ub
lik
ah
Kesatu : melanggar pasal 363 ayat (1) ke-1, dan ke-3 KUHP atau
Menimbang, bahwa oleh karena dakwaan bersifat alternatif maka Majelis Hakim
akan langsung mempertimbangkan dakwaan yang cenderung terbukti yaitu melanggar pasal
363 ayat (1) ke-1 dan ke-3 KUHP yang unsur-unsurnya sebagai berikut :
ep
ah
k
am
Kedua : melanggar pasal 53 ayat (1) jo pasal 363 ayat (1) ke-1 dan ke-3 KUHP;
1. Unsur “ Barangsiapa” ;
In
do
ne
si
R
2. Unsur “ Mengambil Sesuatu Barang yang Seluruhnya atau Sebagian Kepunyaan
Orang Lain Dengan Maksud Untuk Dikuasai secara Melawan Hukum”
A
gu
ng
3. Unsur “Pencurian ternak”
4. Unsur “Diwaktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada
rumahnya yang dilakukan oleh orang yang adanya disitu tidak diketahui atau tidak
dikehendaki oleh yang berhak”
Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis Hakim akan mempertimbangkan satu persatu
lik
ah
unsur pasal yang didakwakan;
ub
Menimbang, bahwa yang dimaksud “barangsiapa“ adalah menunjuk subyek Hukum
atau manusia yang mempunyai hak dan kewajiban serta dapat mempertanggungjawabkan
setiap perbuatannya didepan hukum.
ep
ka
m
Ad. 1. Unsur “Barangsiapa“
Menimbang, bahwa didepan persidangan Penuntut Umum telah menghadapkan
on
In
d
A
gu
ng
dipersidangan ternyata cocok dan sesuai dengan nama yang disebutkan dalam Surat
es
R
Terdakwa Eko Purnomo Bin Tugiyo, Terdakwa tersebut setelah identitasnya dibacakan
ik
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : [email protected]
Telp : 021-384 3348 (ext.318)
h
ah
M
In
do
ne
si
a
Menimbang, bahwa Majelis Hakim akan mempertimbangkan berdasarkan fakta-fakta
Halaman 11
ep
u
b
hk
am
Direktori Putusan Mahkamah
- 12 - Agung Republik Indonesia
putusan.mahkamahagung.go.id
R
dipersidangan terdakwa adalah orang yang sehat jasmani dan rohani sehingga dalam perkara
ng
ini dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatannya tersebut ;
Menimbang, bahwa berdasarkan uraian pertimbangan diatas maka Majelis Hakim
gu
berpendapat unsur “Barangsiapa“ telah terpenuhi.
Ad. 2. Unsur “ Mengambil Sesuatu Barang yang Seluruhnya atau Sebagian Kepunyaan
A
Orang Lain Dengan Maksud Untuk Dikuasai secara Melawan Hukum”
ub
lik
ah
Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan mengambil adalah setiap perbuatan untuk
membawa sesuatu benda di bawah kekuasaannya yang nyata dan mutlak. Pelaku telah
misalnya dengan mengulurkan tangannya ke arah benda yang diinginkan, kemudian
mengambil benda tersebut dari tempatnya semula ;
ep
ah
k
am
memiliki maksud, kemudian dilanjutkan dengan mulai melaksanakan maksudnya tersebut,
Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan barang adalah setiap benda baik itu
In
do
ne
si
R
merupakan benda berwujud maupun benda tidak berwujud dan sampai batas-batas tertentu
termasuk juga benda yang tergolong res nullius atau benda-benda yang tidak ada pemiliknya
A
gu
ng
yang memiliki nilai ekonomis atau sekurang-kurangnya bernilai lebih dari Rp. 250,- (dua
ratus lima puluh rupiah) ;
Menimbang, bahwa berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan dari keterangan
saksi-saksi dan keterangan terdakwa bahwa pada hari Rabu tanggal 29 Pebruari 2012 jam
03.00 Wib bertempat di dalam kandang kambing di Desa Catur Kec. Sambi Kab. Boyolali
lik
Menimbang, bahwa awalnya terdakwa berangkat dari rumah kontrakan dengan
ub
mengendarai sepeda motor Honda Star Nopol AD 2915 N dengan membawa bronjong, satu
buah kapak dengan tujuan mengambil satu ekor kambing di Desa Catur Kec. Sambi Kab.
Boyolali. Sesampai di lokasi terdakwa memarkir motornya di tepi jalan kampung yang
ep
ka
m
ah
terdakwa mengambil satu ekor kambing betina milik saksi Sutapan Hadi Mulyono;
berjarak sekitar 50 meter dari tempat kandang kambing, selanjutnya terdakwa berjalan kaki
on
In
d
A
gu
ng
selanjutnya terdakwa mengangkat kambing tersebut untuk dibawa keluar kandang akan tetapi
es
R
menuju kandang, kemudian terdakwa melepaskan tali yang mengikat kambing tersebut
ik
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : [email protected]
Telp : 021-384 3348 (ext.318)
h
ah
M
In
do
ne
si
a
Dakwaan Penuntut Umum tersebut, serta dari hasil pengamatan Majelis Hakim
Halaman 12
ep
u
b
hk
am
Direktori Putusan Mahkamah
- 13 - Agung Republik Indonesia
putusan.mahkamahagung.go.id
R
maling sehingga terdakwa melepaskan kambing tersebut dan lari menuju ke motor yang
ng
diparkir oleh terdakwa;
Menimbang, bahwa pada saat terdakwa hendak menghidupkan mesin motor terdakwa
gu
kesulitan menghidupkannya sehingga akhirnya terdakwa ditangkap oleh warga masyarakat;
Menimbang, bahwa terdakwa mengambil kambing betina milik saksi Sutapan Hadi
A
Mulyono tidak ada ijin dari pemiliknya
dan rencana dari terdakwa setelah berhasil
ub
lik
ah
mengambil kambing tersebut akan dijual dimana hasil penjualan kambing tersebut akan
digunakan terdakwa untuk menjemput anak istrinya di Jakarta sehingga akibat perbuatan
1.000.000,- (satu juta rupiah);
Menimbang, bahwa dari uraian pertimbangan tersebut diatas maka terdakwa telah
ep
ah
k
am
terdakwa mengakibatkan kerugian saksi korban Sutapan Hadi Mulyono sekitar Rp.
melakukan perbuatan mengambil sesuatu barang berupa kambing tanpa ijin dari saksi
In
do
ne
si
R
Sutapan Hadi Mulyono sebagai pemilik kambing tersebut sehingga Majelis Hakim
berpendapat bahwa unsur “ad. 2” telah terpenuhi.
A
gu
ng
Ad. 3 Unsur “Pencurian Ternak”
Menimbang, bahwa berdasarkan fakta yang terungkap dipersidangan terdakwa pada
hari Rabu tanggal 29 Pebruari 2012 sekitar pukul 03.00 Wib telah mengambil seekor
kambing betina milik saksi Sutapan Hadi Mulyono di Desa Catur Kecamatan Sambi
Kabupaten Boyolali;
lik
ah
Menimbang, bahwa kambing adalah merupakan hewan ternak sehingga Majelis
ub
Ad. 4 Unsur “Diwaktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada
rumahnya yang dilakukan oleh orang yang adanya disitu tidak diketahui atau tidak
dikehendaki oleh yang berhak”
ep
ka
m
Hakim berpendapat unsur Ad. 3 telah terpenuhi;
Menimbang, bahwa berdasarkan fakta hukum yang terungkap dipersidangan bahwa
on
In
d
A
gu
ng
dilakukan pada waktu malam hari yaitu pukul 03.00 Wib di pekarangan tertutup yang ada
es
R
terdakwa dalam melakukan pengambilan kambing milik saksi Sutapan Hadi Mulyono
ik
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : [email protected]
Telp : 021-384 3348 (ext.318)
h
ah
M
In
do
ne
si
a
saksi Sutapan Hadi Mulyono sebagai pemilik kambing mengetahuinya dan berteriak maling-
Halaman 13
ep
u
b
hk
am
Direktori Putusan Mahkamah
- 14 - Agung Republik Indonesia
putusan.mahkamahagung.go.id
R
perbuatan terdakwa;
ng
Menimbang, bahwa dari uraian pertimbangan tersebut diatas maka Majelis Hakim
berpendapat bahwa unsur Ad. 4 telah terpenuhi pula;
gu
Menimbang, bahwa oleh karena unsur-unsur dari tindak Pidana yang didakwakan
Penuntut Umum dalam dakwaan kesatu telah terpenuhi, maka Majelis Hakim berpendapat
A
bahwa Terdakwa dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan
ub
lik
ah
tindak Pidana “Pencurian Dalam Keadaan Memberatkan” .
Menimbang, bahwa dari fakta yang diperoleh selama persidangan, Majelis Hakim
baik sebagai alasan pembenar maupun alasan pemaaf oleh karenanya Majelis Hakim
berpendapat bahwa
perbuatan yang dilakukan Terdakwa harus dipertanggungjawabkan
ep
ah
k
am
tidak menemukan hal-hal yang dapat melepaskan terdakwa dari pertanggungjawaban Pidana,
kepadanya ;
In
do
ne
si
R
Menimbang, bahwa oleh karena Terdakwa mampu bertanggungjawab dan telah
terbukti bersalah, maka Majelis Hakim berpendapat sudah sepatutnya Terdakwa dijatuhi
A
gu
ng
Pidana penjara yang setimpal dengan kesalahannya tersebut ;
Menimbang, bahwa dalam menentukan jenis dan lamanya pidana yang harus dijalani
Terdakwa, maka Majelis Hakim akan lebih mempertimbangkan aspek keadilan dan tujuan
pemidanaan bagi Terdakwa;
Menimbang, bahwa Majelis Hakim berpendapat pidana yang akan dijatuhkan
lik
ah
nantinya dipandang sesuai dengan rasa keadilan baik itu bagi masyarakat, korban dan
ub
Menimbang, bahwa oleh karena Terdakwa ditahan, maka masa penangkapan dan atau
penahanan yang telah dijalani oleh Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari lamanya pidana
yang dijatuhkan;
ep
ka
m
terdakwa;
Menimbang, bahwa oleh karena terdakwa ditahan dan lamanya pidana yang akan
es
R
dijatuhkan kepada terdakwa lebih lama dari masa penahanan yang telah dijalani terdakwa
on
In
d
A
gu
ng
maka diperintahkan terdakwa tetap berada dalam tahanan;
ik
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : [email protected]
Telp : 021-384 3348 (ext.318)
h
ah
M
In
do
ne
si
a
rumahnya sedangkan pemilik rumah yaitu saksi Sutapan Hadi Mulyono tidak menghendaki
Halaman 14
ep
u
b
hk
am
Direktori Putusan Mahkamah
- 15 - Agung Republik Indonesia
putusan.mahkamahagung.go.id
R
In
do
ne
si
a
Menimbang, bahwa oleh karena Terdakwa dinyatakan terbukti bersalah maka kepada
Terdakwa haruslah dibebankan untuk membayar biaya perkara yang besarnya akan
ng
ditentukan dalam amar putusan ini ;
Menimbang, bahwa sebelum Majelis Hakim menjatuhkan Pidana terlebih dahulu
gu
akan dipertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan dari diri dan perbuatan
Terdakwa sebagai berikut :
A
Hal-hal memberatkan :
ub
lik
ah
Perbuatan Terdakwa sangat meresahkan masyarakat;
Terdakwa belum pernah dihukum;
•
Terdakwa mengakui perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya.;
•
Terdakwa merupakan tulang punggung keluarga;
•
Terdakwa belum menikmati hasil perbuatannya;
ep
•
In
do
ne
si
R
ah
k
am
Hal-hal meringankan :
Mengingat ketentuan Pasal 363 ayat (1) ke-1, dan ke-3 KUHP, Undang-Undang
A
gu
ng
Nomor : 8 tahun 1981, tentang KUHAP dan pasal-pasal lain dari peraturan perundangundangan yang berhubungan dengan perkara ini ;
M E N G A D I L I
1. Menyatakan terdakwa EKO PURNOMO Bin TUGIYO
telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah
lik
ah
melakukan tindak pidana “Pencurian Dalam Keadaan
Memberatkan”;
ub
m
2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa tersebut oleh
karena itu dengan pidana penjara selama 6 (enam) bulan;
ep
ka
3. Menetapkan masa penangkapan dan masa penahanan yang
ah
telah dijalani terdakwa dikurangkan seluruhnya dari Pidana
R
yang dijatuhkan ;
es
M
4. Memerintahkan terdakwa tetap berada dalam tahanan;
on
In
d
A
gu
ng
5. Menetapkan barang bukti berupa:
ik
h
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : [email protected]
Telp : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 15
ep
u
b
hk
am
Direktori Putusan Mahkamah
- 16 - Agung Republik Indonesia
•
In
do
ne
si
a
putusan.mahkamahagung.go.id
R
1 (satu) unit sepeda motor merk Honda Star Nopol AD 2915 N dikembalikan kepada
terdakwa.
•
ng
1 (satu) buah kampak dan 1 (satu) buah bronjong warna hijau dirampas untuk
gu
dimusnahkan.
•
1 (satu) utas tali plastik warna hijau dan contoh bulu dari 1 (satu) ekor kambing bulu
A
putih kecoklatan dikembalikan kepada saksi Sutapan.
ub
lik
perkara sebesar Rp. 2.000,- (dua ribu rupiah);
ah
Demikian diputuskan dalam rapat permusyawarahan Majelis Hakim Pengadilan
Negeri Boyolali pada hari Senin tanggal 21 Mei 2012 oleh kami : Y. TEDDY
WINDIARTONO,
SH.Mhum
sebagai
Hakim
Ketua
ep
am
ah
k
1. Membebankan kepada terdakwa untuk membayar biaya
Majelis,
AGUS
MAKSUM
R
MULYOHADI, SH dan RETNO LASTIANI, SH masing-masing sebagai Hakim Anggota,
In
do
ne
si
Putusan tersebut diucapkan pada hari dan tanggal itu juga dalam sidang yang terbuka untuk
A
gu
ng
umum oleh Ketua Majelis tersebut, dengan didampingi oleh kedua Hakim Anggota dengan
dibantu SUGITO, SH sebagai Panitera Pengganti pada Pengadilan Negeri Boyolali, dihadiri
oleh HARTADHI CRISTIANTO, SH sebagai Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri
Boyolali dan dihadapan Terdakwa ;
Hakim Ketua Majelis,
lik
ah
Hakim-hakim
ub
Y. TEDDY WINDIARTONO, S.H.,M.Hum.
M.
ep
1.AGUS
MULYOHADI, S.H.
es
on
In
d
A
gu
ng
M
R
ah
ka
m
Anggota
ik
h
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : [email protected]
Telp : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 16
ep
u
b
hk
am
Direktori Putusan Mahkamah
- 17 - Agung Republik Indonesia
gu
ng
S.H.
LASTIANI,
R
2.RETNO
In
do
ne
si
a
putusan.mahkamahagung.go.id
ub
lik
ah
A
Panitera Pengganti,
es
on
In
d
A
gu
ng
M
R
ah
ep
ka
ub
m
lik
ah
A
gu
ng
In
do
ne
si
R
ah
k
ep
am
SUGITO, S.H.
ik
h
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : [email protected]
Telp : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 17
Download