PENDAHULUAN Latar Belakang Kota merupakan

advertisement
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kota merupakan daerah pemukiman yang sifatnya sangat dinamis, baik ditinjau
dari segi sosial, ekonomi, kultural maupun spasialnya.1 Keadaannya yang selalu
dinamis tersebut disebabkan oleh semakin berkembangnya penduduk dan semakin
tingginya arus urbanisasi yang membawa konsekuensi spasial yang serius bagi
kehidupan kota yaitu adanya tuntutan akan space atau ruang yang terus-menerus pula
untuk dimanfaatkan sebagai tempat hunian.2 Persoalan yang dihadapi pemerintah
kota di mana-mana sama yaitu terbatasnya persediaan ruang terbuka di kota yang
dapat dimanfaatkan untuk mengakomodasi prasarana-prasarana kegiatan baru.
Sebagian kecil struktur fisik ini dapat dibangun di bagian dalam kota dan bahkan di
pusat kota dengan memanfaatkan ruang-ruang terbuka yang masih tersisa ataupun
melakukan rehabilitasi fungsi dari bangunan-bangunan yang telah ada dengan cara
melakukan intensifikasi fungsi maupun membangun bangunan secara vertikal.3
Dalam hal ini permasalahan perkotaan saat ini semakin hangat dibicarakan karena
keterkaitannya dengan hampir segala aspek kehidupan manusia. Perkembangan
kegiatan suatu kota sering menjadi tumpuan harapan masyarakat sehingga mereka
berduyun-duyun berebut kesempatan untuk bisa memperoleh penghidupan di kota
tersebut.Kota dianggap masyarakat sebagai suatu mimbar pertemuan bagi interaksi
1
Hadi Sabari Yunus, Manajemen Kota perspektif spasial, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2005, hlm.55
Ibid, hlm.56
3
Ibid, hlm.57
2
yang kompleks antar perorangan dan antar masyarakat untuk berbagai tujuan yang
berbeda, termasuk tempat tinggal, pekerjaan, dan tujuan lainnya.4 Seiring berjalannya
waktu tidak semua kota yang ada di Indonesia mampu mewujudkan perkembangan
kota yang diinginkan oleh masyarakat, ada sebagian yang berhasil karena strategi
pengaturan kotanya yang bagus dan ada juga yang gagal karena kurangnya kerjasama
antar pemangku kepentingan (stakeholder) yaitu pemerintah, masyarakat dan
investor, yang mana aktor-aktor tersebut selalu berada dalam satu lingkaran dan
masing-masing memiliki kepentingan tertentu.
Berbicara tentang pembangunan perkotaan, kota terus menerus memperluas
wilayah pelayanannya sesuai dengan aspek kegiatan yang berkembang. Merambah
ruang terbuka dan lahan pinggiran di sekitarnya sebagai upaya untuk mendapatkan
ruang bagi segala aktivitas yang tumbuh dengan cepat dan sejalan dengan kebutuhan
penduduk yang semakin meningkat. Hal tersebut telah diatur oleh pemerintah baik
jangka pendek ataupun jangka panjang, salah satu contohnya yaitu Kota Yogyakarta
yang merupakan salah satu kota wisata terbesar di Indonesia dan salah satu kota
tujuan favorit baik bagi wisatawan mancanegara maupun wisatawan lokal. Kota ini
menampilkan sejumlah obyek wisata dan pusat belanja yang tidak akan cukup jika
hanya dinikmati dalam waktu sehari perjalanan.
4
Zul Arnen dalam kompasiana online edisi 1 maret 2012, definisi kota, diakses melalui
http://edukasi.kompasiana.com/2012/03/01/definisi-kota-443157.html pada tanggal 10 Juni 2014 pukul
18.30 WIB
Potensi pariwisata yang sangat besar di Kota Yogyakarta berdampak pada
kebutuhan sektor komersial berupa akomodasi yang besar pula. Hal tersebut
menyebabkan tingkat kebutuhan masyarakat terhadap fasilitas penginapan, khususnya
hotel yang bersih, aman, dan lokasinya strategis sangatlah besar. Dari mulai hotel
berbintang lima dengan tarif jutaan rupiah per malam sampai dengan losmen-losmen
yang tarifnyahanya puluhan ribu rupiah saja semuanya terdapat di Kota Yogyakarta.
Hal ini bisa dilihat dari meningkatnya jumlah wisatawan yang datang ke Yogyakarta
dari tahun ke tahun, menurut BPS DIY Selama bulan Maret 2014 jumlah tamu yang
menginap di hotel secara keseluruhan berjumlah 291.600 orang terdiri dari 278.335
orang tamu wisatawan nusantara dan 13.265 orang tamu wisatawan mancanegara.
Jumlah tersebut mengalami kenaikan sebesar 30,42 persen dibandingkan bulan
sebelumnya yang mencapai jumlah 223.585 orang.5
Kondisi semacam itulah yang membuat para pelaku bisnis perhotelan menjadi
tertarik untuk membangun hotel-hotel baru di Yogyakarta. Data yang disampaikan
oleh PHRI (Perhimpunan Hotel dan Restoran di Indonesia), mencatat pada tahun
2012 terjadi pembangunan hotel baru berjumlah 42 hotel. Angka ini meningkat pada
tahun 2013 yang rencananya akan terjadi penambahan sejumlah 62 hotel baru, hingga
5
http://yogyakarta.bps.go.id/download/BRS/2014/Mei/3.%20BRS%20DIY%20No.%2024%20%202%
20Mei%202014%20-%20TPK_Angkutan%20Udara%20Maret%202014%20final.pdf. diunduh pada
tanggal 18 April 2014 pukul 19.25 WIB
oktober 2013 jumlah hotel di Daerah Istimewa Yogyakarta telah mencapai 1.160
hotel, termasuk di Kota Yogyakarta.6
Hal itu juga paparkan oleh peneliti bahwa dari data Dinas Perizinan Kota
Yogyakartayang disajikan dalam tabel data pembangunan hotel di Kota Yogyakarta
tahun 2012-2013:
Data Pembangunan Hotel di Kota Yogyakarta Tahun 2012-2013
Tahun
Hotel Bintang
Hotel Melati
2012
12
30
2013
13
44
Jumlah
25
74
Tabel.I.1.Data Pembangunan Hotel di Kota Yogyakarta Tahun 2012-20137
Dalam hal ini dijelaskan bahwa ada permohonan izin 64 hotel baru dalam dua
tahun terakhir. Sebagian besar berlokasi di seputar jantung kota dan setidaknya 25
hotel berbintang sedang dibangun di seputar kawasan malioboro yang akan
menambah 5.000 kamar baru. Pada tahun 2012 pembangunan hotel sebanyak 12 hotel
6
Asdhiana, Made 2013, Hotel Baru di Yogyakarta Tumbuh Tak Terkendali, Kompas.com tanggal 1
Maret 2013, diunduh melalui
http://travel.kompas.com/read/2013/03/01/08160293/Hotel.Baru.di.Yogyakarta.Tumbuh.Tak.Terkenda
li tanggal 26 Maret 2014 pukul 19.35 WIB
7
Data didapat dari dialog budaya dan gelar seni “YogyaSemesta” seri-62 dengan topik tata ruang Kota
Yogyakarta sebagai pilar penyelenggaraan keistimewaan DIY pada tanggal 26 november 2013 pukul
19.00 WIB
bintang dan 30 hotel melati, dan pada tahun 2013 ini dibangun 13 hotel bintang dan
44 hotel melati, seperti di Tugu, Gowongan Kidul, Ngampilan. Saat ini ada sekitar 60
hotel berbintang yang beroperasi di Kota Yogyakarta dan menyediakan sekitar 7.000
kamar, jika ditambah hotel baru akan menjadi 12.000 kamar.8
Angka tersebut menjadi masalah karena proses pembangunan hotel-hotel baru di
Kota Yogyakarta pada kenyataannya melalui serangkaian proses yang merugikan
masyarakat. Para investor dalam membangun hotel diindikasikan melakukan
penyimpangan-penyimpangan baik itu bekerja sama dengan Pemerintah Kota
Yogyakarta atau melakukan penyimpangan pada proses di lapangannya, seperti tidak
memperhatikan analisis dampak lingkungan akibat hotel tersebut. Sehingga hal itu
sangat dirasakan dampaknya oleh masyarakat, misalnya untuk membangun sebuah
hotel mewah, pemerintah harus menggusur pemukiman warga dan juga pemerintah
tidak mengimbangi maraknya pembangunan hotel dengan peningkatan kualitas
infrastrukuryang menunjang kehidupan masyarakat.
Kemudian penggunaan lahan dominan di Kota Yogyakarta pada tahun 2007-2010
adalah lahan perumahan, hal ini sesuai dengan RTRW Kota Yogyakarta yang
dominasi guna lahan adalah perumahan atau permukiman. Sedangkan guna lahan
yang mengalami peningkatan adalah pada sektor jasa seperti kegiatan perdagangan
dan pariwisata yang berupa hotel dan minimarket. Peningkatan ini menggambarkan
8
Data didapat dari dialog budaya dan gelar seni “YogyaSemesta” seri-62 dengan topik tata ruang Kota
Yogyakarta sebagai pilar penyelenggaraan keistimewaan DIY pada tanggal 26 november 2013 pukul
19.00 WIB
dinamika perekonomian Kota Yogyakarta yang ditopang oleh sektor jasa, sebaliknya
untuk lahan pertanian di Kota Yogyakarta luasannya sangat rendah yaitu 118,591
Ha.9 Berikut disajikan data penggunaan lahan di Kota Yogyakarta tahun 2007-2010:
Data Penggunaan Lahan di Kota Yogyakarta Tahun 2007-2010
Tahun
Jenis Penggunaan Lahan (Ha)
Perumahan
Jasa
Perush
Industri
Pertanian
Non
Lain-
Produktif
Lain
Jumlah
2007
2.104,357
275,467
275,617
52,234
134,052
20,113
338,160
3.250
2008
2.106,338
275,562
277,565
52,234
130,029
20,041
338,160
3.250
2009
2.105,108
275,713
284,498
52,234
124,166
20,113
338,118
3.250
2010
2.105,391
279,373
286,138
52,234
118,591
20,113
338,160
3.250
10
Tabel I.2. Data penggunaan lahan di Kota Yogyakarta tahun 2007-2010
Alih fungsi lahan tersebut dikhawatirkan akan merusak tatanan lingkungan secara
permanen, dengan berkurangnya lahan terbuka hijau dapat mempengaruhi aspekaspek lainnya yang saling berhubungan, seperti keringnya sumur warga, ataupun
turunnya lahan yang mengakibatkan terjadinya longsor dan gempa bumi. Dari semua
kerugian itu mengakibatkan Kota Yogyakarta semakin macet, semakin padat,
semakin individualis karena tertutupnya akses komunikasi masyarakat dengan
bangunan gedung baik itu hotel ataupun minimarket yang berkembang di Kota
Yogyakarta sehingga budaya tegur sapa, budaya gotong royong akan hilang akibat
9
Kantor Pertanahan Kota Yogyakarta/ Kota Yogyakarta Dalam Angka2007-2010 diunduh melalui
www.jogjakota.go.id/app/modules/upload/files/dok-perencanaan/RancanganRPJMD2012-2016.pdf
pada tanggal 25 februari 2015 pukul 08.25 WIB
10
Loc.cit
hal itu dan semakin terambilnya fasilitas-fasilitas publik untuk kepentingan privat
segelintir kelompok yang meraup keuntungan sebanyak-banyaknya.
Untuk mengantisipasi itu, pemerintah Kota Yogyakarta telah melakukan kajian
intensif untuk membuat regulasi pembatasan jumlah hotel. Rencananya selama proses
kajian, ijin pembangunan hotel baru sudah dilakukan moratorium dengan penghentian
sementara yang telah diatur dalam Peraturan Walikota No 77 Tahun 2013 tentang
pengendalian pembangunan hotel di Kota Yogyakarta. Dalam Peraturan Walikota
tersebut dikatakan bahwa luas wilayah Kota Yogyakarta yang terbatas dan dalam
rangka menjaga kualitas pelayanan pariwisata, maka perlu pengaturan pengendalian
pembangunan hotel di Kota Yogyakarta.11 Kebijakan yang dibuat tahun 2013 ini
membuat sedikit kelegaan dihati masyarakat akan penuhnya Kota Yogyakarta dengan
pembangunan hotel kalau tidak dihentikan, sehingga kebijakan ini diharapkan mampu
membawa angin segar untuk perubahan Kota Yogyakarta yang semakin kacau.
Tetapi wilayah yang memiliki otoritas kuat cenderung menggunakan otoritas
dalam membuat suatu kebijakan hanya untuk kepentingan tertentu. Padahal kebijakan
yang buat oleh wilayah tersebut akan berdampak pada berbagai aspek kehidupan,
selain itu kebijakan yang dibuat oleh wilayah cenderung tidak didasarkan pada
kebijakan yang sesuai tentang kompleksitas permasalahan yang terjadi di lapangan.
11
Peraturan Walikota No.77 tahun 2013 tentang pengendalian pembangunan hotel di Kota Yogyakarta,
diunduh melalui
http://perizinan.jogjakota.go.id/pustaka/perwal_nomor_77_th_2013__pengendalian_pembangunan_hot
el.pdf. pada tanggal 1 juli 2014 pukul 08.30 WIB
Hal itu diindikasikan adanya pengaruh dari pemangku kepentingan (stakeholder)
yang berperan dalam pembuatan kebijakan, sehingga begitu kebijakan tersebut
diimplementasikan ke masyarakat akan memunculkan sikap kontra dari masyarakat.
Hal itu dikarenakan masyarakatlah yang terkena dampak langsung dari setiap
kebijakan yang dibuat oleh pemerintah.
Dalam hal ini peneliti ingin melihat dan menganalisis kebijakan dari
implementasi kebijakan pengendalian pembangunan hotel yang nantinya akan
mendapatkan feedback dari masyarakat, apakah berjalan dengan lancar sesuai dengan
keinginan masyarakat atau malah sebaliknya. Dalam kasus ini diindikasikan adanya
tarik menarik kepentingan antara Sultan, Pemerintah Kota Yogyakarta, kelompok
kepentinganatau investor dan masyarakat. Banyaknya aktor yang terlibat dalam
proses kebijakan, membuat kebijakan yang dikeluarkan menjadi sarat dengan
kepentingan politik kelompok tertentu, sehingga kebijakan yang seharusnya untuk
publik menjadi tidak rasional apabila sudah ditunggangi oleh aktor-aktor yang
berkepentingan untuk mendapatkan keuntungan semata. Melihat fenomena tersebut,
kebijakan tentang pengendalian pembangunan hotel di Kota Yogyakarta yang telah
disahkan menjadi tidak sesuai dengan apa yang terkandung di dalam kebijakan
tersebut pada saat pelaksanaannya.
Download