BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
Pembahasan pada bab ini bertujuan untuk mengkaji literatur yang
menjelaskan fenomena tentang pengaruh persepsi harga, kualitas pelayanan dan
citra pada Word Of Mouth (WOM). Hal ini dimaksudkan untuk menjelasakan
posisi studi ini dibandingkan studi-studi terdahulu terkait dengan variabel-variabel
yang menjadi obyek amatan, serta hubungan antar variabel yang terbentuk.
Melalui pembahasan ini, diharapkan hipotesa yang dikembangkan memiliki
kebenaran dari sisi teori.
Dalam bab ini, terdapat tiga sub bahasan yang akan dijelaskan. Pertama,
pembahasan mengenai posisi studi ini dengan studi-studi terdahulu yang bertujuan
untuk menjelaskan keragaman variabel yang menjadi fokus bahasan. Kedua,
pembahasan mengenei teori yang digunakan sebagai landasan pengembangan
hipotesa. Ketiga, mengenai pengembangan model penelitian yang didasarkan pada
hipotesa yang dibentuk. Berikut ini adalah penjelasan dari tiap-tiap variabel
tersebut.
A. Posisi Studi
Sub bab ini bertujuan untuk menjelaskan posisi studi dibandingkan dengan
studi-studi terdahulu terkait variabel-variabel yang dijadikan objek amatan dan
alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini. Kajian studi terdahulu yang
menjadi dasar pembentukan model penelitian disajikan pada Tabel II.1
Word Of Mouth (WOM) merupakan variabel dependen dalam penelitian
ini. Pengertian variabel tersebut perlu dijelaskan karena masih beragam pengertian
tentang definisi WOM. Pengertian |pertama (lihat Chang Li, 2012) WOM adalah
komunikasi dari orang ke orang di mana orang yang menerima informasi
mengenai produk, merek atau layanan dari komunikator merasakan informasi
sebagai non-komersial. Pengertian kedua menurut (lihat Molinari et al., 2008)
WOM adalah rekomendasi dari konsumen lain yang umumnya dapat dipercaya
dibandingkan dengan promosi yang dilakukan oleh perusahaan. Pengertian ketiga
9
(lihat Mangold et al., 1999) WOM adalah prosedur mempengaruhi individu dan
jenis komunikasi interpersonal yang mampu mengubah perilaku atau sikap
penerima informasi.
Secara esensial tidak ada perbedaan pengertian WOM walaupun masing
masing peneliti mengekspresikan dalam kalimat berbeda. Dalam penelitian ini
mengacu pada pengertian ketiga yaitu WOM diartikan sebagai komunikasi
interpersonal yang dapat mempengaruhi perilaku dan sikap penerima informasi
dalam mengambil keputusan (lihat Mangold et al., 1999), alasan mengacu pada
pengertian ketiga karena pengertian tersebut lebih relevan dan jelas untuk
menggambarkan fenomena dalam perilaku niat untuk WOM pada peserta BPJS.
Berikutnya studi ini menggunakan tiga variabel independen yang
mempengaruhi kepuasan, variabel tersebut diadobsi dari (1) Persepsi harga (lihat
Malik et al., 2012; Khraim et al., 2014 ; Nazwirman, 2015). Harga menjadi
variabel tujuan pertama dalam penelitian ini karena dalam konteks BPJS harga
merupakan variabel yang diduga berpengaruh terhadap kepuasan. (2) Kualitas
pelayanan (lihat Chaniotakis et al., 2009; Samad, 2014; Chao et al., 2015; Malik
et al., 2012). Selain harga, kualitas pelayanan merupkan variabel yang diduga
berpengaruh terhadap kepuasan dalam menggunakan layanan BPJS. (3) Citra
(lihat Jalilvand et al., 2012 ; Neupane, 2015; Abdulmajid Sallam, 2015 ; Malik et
al., 2015). Citra adalah variabel ketiga yang diduga berpengaruh terhadap
kepuasan individu dalam konteks BPJS.
Pada studi ini variabel mediasi yang digunakan adalah kepuasan (lihat
Taghizadeh et al., 2013 ; Chang Li, 2012 ; Khraim et al., 2014 ; Nazwirman,
2015) dan variabel Informasi (lihat Byeong Park et al., 2013 ; Jehanzeb et al.,
2012; Dreezen, 2012) sebagai pemoderasinya. Variabel informasi diadopsi dari
teori Elaboration Likelihood Model (ELM) yang merupakan model komunikasi
yang bersifat persuasi dan suatu kemungkinan bahwa individu akan mengevaluasi
informasi secara kritis (Petty, Richard
dan Cacioppo, John T., 1980). Teori
Elaboration Likehood Model (ELM) juga menyatakan bahwa motivasi
mengelaborasi informasi, artinya apabila individu termotivasi untuk mendapatkan
informasi maka individu akan mencari dan memperluas informasi-informasi yang
berkaitan dengan layanan jasa yang mereka butuhkan. Pada penelitian ini
10
difokuskan pada informasi, karena dengan informasi akan memberi pengetahuan
individu terhadap layanan jasa untuk kemudian digunakan dalam proses
pengambilan keputusan terhadap layanan BPJS.
Kajian studi terdahulu yang menjadi dasar pembentukan konstruk alternatif
disajikan pada Tabel II.1.
Tabel II.1
Posisi Studi
Penulis (Tahun)
Variabel
Variabel
Variabel
Analisis
Independen
Mediator
Dependen
Statistik
(SPSS)
Ehsan Malik,
Brand Image, Service
Customer
et al.,
(2012)
Quality and price
Satisfaction
Khraim, et al.,
(2014)
Perceived Value and
Word Of
Customer
Mouth
(SPSS)
Satisfaction,
Perceived Price
Fairness
Nazwirman
Perceived Service
Customer
(2015)
Performance and
Satisfaction,
Price Fairness,
Repurchase
(SEM)
satisfaction
(SPSS)
Word Of
Mouth
Chaniotakis
Service quality
et al., (2009)
and word of
mouth
Abdul Samad
Perceived Service
Repurchase
(2014)
Quality Dimensions
Intentions and
(SPSS)
Word Of
Mouth
Jalilvand
Effect Word Of
brand image
et al.,
Mouth
and
(SEM)
11
(2012)
purchase
intention
Ramesh
Brand Image
Customer
Neupane
Satisfaction
(2015)
and Loyalty
(SPSS)
Intentions
Shao-Chang Li
Service Quality,
(2012)
Customer Loyalty
Byeongpark
Customer
(2013)
Satisfaction,
Satisfaction
Word Of
(SEM)
Mouth
Motivation
Word Of
(SEM)
Mouth
Customer Loyalty
Penelitian ini
Persepsi harga,
(2016)
Kualitas pelayanan
Kepuasan
Word Of
(SEM)
Mouth
dan Citra
Sumber : Hasil olahan peneliti, 2016
B. Pembahasan Teori dan Pengembangan Hipotesis
Berikut ini dijelaskan landasan teori serta hubungan sebab akibat variabel
yang menjadi objek amatan dalam penelitian ini yang selanjutnya digunakan
untuk
merumuskan
hipotesis
sebagai
dasar
pembentukan
model
yang
dikonstruksikan.
Telah dikonsepkan dalam penelitian ini bahwa variabel pembentuk WOM
adalah persepsi harga, kualitas pelayanan dan citra, yang di mediasi oleh variabel
kepuasan dan di moderasi oleh variabel motivasi. Oleh karena itu pembahasan
berikut diutamakan pada konsep kepuasan, karena dengan membahas kepuasan
akan dapat menjelaskan hubungan antara variabel-variabel yang diamati dengan
niat untuk WOM.
1. Konsep Kepuasan
Penelitian terdahulu mengindikasi berbagai pendapat mengenai
pengertian kepuasan (lihat Chang Li, 2012; Khraim, et al., 2014; Nazwirman,
12
2015). Pengertian pertama kepuasan didefinisikan suatu perasaan suka atau tidak
suka dalam mengkonsumsi produk atau menerima layanan (Fornell, 1992).
Pengertian kedua mendefinisikan kepuasan sebagai perasaan senang atau
kecewa yang dihasilkan dari membandingkan kinerja produk yang dirasakan (atau
hasil) dengan harapannya (Oliver et al., 1997). Pengertian ketiga kepuasan
didefinisikan sebagai hasil evaluasi subyektif individu setelah mengkonsumsi
produk atau jasa (Nawaz et al., 2011)
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan secara esensial tidak
terdapat perbedaan pengertian terhadap kepuasan, walaupun masing masing
peneliti mengekspresikan dalam kalimat berbeda, namun secara spesifik terdapat
perbedaan pada kalimat penjelasannya. Dalam penelitian ini mengacu pada
pengertian kedua yaitu kepuasan diartikan sebagai sebagai perasaan subyektif
senang atau kecewa setelah membandingkan kinerja produk dengan harapan
individu dalam kontek layanan BPJS (lihat Oliver et al., 1997). Alasan mengacu
pada pengertian kedua karena pengertian tersebut lebih spesifik dan relevan untuk
menjelaskan fenomena dalam membandingkan antara kinerja dan harapan
individu terhadap pelayanan BPJS.
Kajian literatur mengindikasi salah satu indikator kepuasan yaitu
terlampauinya harapan konsumen (Tse dan Wilton, 1983). Artinya jika harapan
konsumen terhadap suatu produk atau jasa terlampaui, maka akan membawa
kepuasan yang tinggi bagi konsumen dan bila kinerja tidak sesuai harapan maka
konsumen akan kecewa.
Penelitian sebelumnya, mengindikasi tiga cara dalam mengukur kepuasan,
yaitu metode survei, kelompok diskusi dan mengadakan pertemuan informal (Lee
et al., 2002). Berikut ini penjelasan tiap-tiap metodenya :
Metode pertama adalah Survei. Metode ini dapat dilakukan secara
langsung dengan pertanyaan di mana umpan balik konsumen dapat diubah
menjadi data kuantitatif terukur. Misalnya Skala likert, Skala Guttman, Sematic
Defferential dan Rating Scale. Berikut penjelasannya. (1) Skala Likert digunakan
untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang
tentang fenomena sosial. Dengan skala likert, variabel yang akan diukur
dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan
13
sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang dapat berupa
pertanyaan atau pernyataan. Jawaban setiap item instrumen yang menggunakan
Skala Likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif,
misalnya : Sangat Setuju (SS) = 5, Setuju (S) = 4, Ragu-ragu (R) = 3, Tidak
Setuju (TS) = 2 , Sangat Tidak Setuju (STS) = 1. dan gradasi unbalance : Sangat
sangat sangat setuju (SSSS) = 5, Sangat sangat setuju (SSS) = 4, Sangat setuju
(SS) = 3, Setuju (S) = 2 , Tidak Setuju (TS) = 1. (2) Skala Guttman adalah suatu
pengukuran untuk memperoleh jawaban responden yang tegas yaitu ya-tidak,
benar-salah , sutuju-tidak setuju dll. Penelitian menggunakan skala Guttman ini
dilakukan bila ingin mendapatkan jawaban yang tegas terhadap suatu
permasalahan yang di tanyakan. (3) Sematic Defferential adalah skala untuk
mengukur sikap atau karakteristik tertentu yang dimiliki seseorang, tetapi
bentuknya bukan pilihan ganda maupun checklist, tetapi tersusun dalam satu garis
kontinum di mana jawaban yang positif terletak dibagian kanan garis, dan
jawaban yang negative terletak dibagian kiri garis, atau sebaliknya. Data yang
diperoleh melalui pengukuran dengan skala semantic differential adalah data
interval. (4) Rating Scale adalah suatu skala pengukuran dimana responden
menjawab salah satu jawaban kuantitatif yang disediakan sehingga dapat
mengukur persepsi responden terhadap fenomena lainnya seperti skala untuk
mengukur status social ekonomi, kelembagaan, pengetahuan dll.
Berikutnya adalah membuat kelompok diskusi di mana diskusi diatur oleh
moderator terlatih dari perusahaan yang mampu mengungkapkan apa yang
konsumen pikirkan dan apa yang konsumen rasakan tentang produk perusahaan.
Dengan metode ini akan dapat memperoleh jawaban konsumen tentang puas
tidaknya terhadap produk/layanan perusahaan.
Metode terakhir adalah melakukan pertemuan informal dengan konsumen
seperti berbicara langsung kepada konsumen untuk meminta kritik dan saran serta
menuliskan masalah-masalah yang dihadapi konsumen ketika menggunakan
produk perusahaan.
Studi terdahulu mengindikasi terdapat dua konseptualisasi pembentuk
kepuasan yaitu : (1) transaksi individual dan (2) transaksi kumulatif (Boulding et
14
al., 1993 ; Andreassen, 2000). Transaksi individual menyatakan bahwa kepuasan
dipandang sebagai evaluasi subyektif pasca pembelian pada kesempatan tertentu
(Oliver, 1980). Dalam hal ini kepuasan yang dirasakan timbul setelah
mengkonsumsi produk/layanan secara langsung pada waktu tertentu. Sedangkan
transaksi kumulatif merupakan evaluasi secara keseluruhan berdasarkan total
pembelian dan pengalaman mengkonsumsi produk atau jasa dari waktu ke waktu
(Fornell, 1992). Jadi kedua konsep kepuasan tersebut terdapat perbedaan yang
mendasar, jika transaksi individual menghasilkan kepuasan pasca membeli produk
dalam kesempatan tertentu, sedangkan transaksi kumulatif adalah kepuasan yang
timbul dari adanya evaluasi dari waktu ke waktu berdasarkan total pembelian dan
pengalaman mengkonsumsi produk atau jasa.
Selanjutnya, membahas keterkaitan antara harga dan kepuasan. Terlebih
dahulu dijelaskan konsep tentang harga.
2. Harga
Penelitian terdahulu masih mengindikasi adanya perbedaan pengertian
tentang persepsi harga (lihat Khraim et al., 2014 ; Nazwirman, 2015; Malik et al.,
2012). Pengertian pertama harga adalah persepsi individu terhadap keadilan dalam
penentuan harga (Bolton et al., 2003). Pengertian ini diterapkan dalam obyek
penelitian kepuasan pada penumpang pesawat Airline, dalam penelitian ini harga
dipandang menggunakan pendekatan keperilakukan, dimana individu membentuk
sebuah persepsi terhadap kewajaran suatu harga yang menurutnya produk atau
jasa dapat diterima jika dengan pembelian harga yang wajar. Sehingga kewajaran
harga di sini adalah faktor penting yang dapat menentukan perilaku konsumen
terhadap keputusan pembelian.
Pengertian kedua harga adalah pengorbanan yang diberikan untuk
mendapatkan manfaat dari produk atau jasa (Lovelock et al., 2007). Pengertian ini
diterapkan pada obyek penelitian pembayaran jasa lion Air, dalam pengertian ini
harga dipandang dari pendekatan absolut dimana individu harus melakukan
pengorbanan ketika ingin mendapatkan suatu barang atau jasa. sehingga jika
pelanggan merasakan bahwa pengorbananya bermanfaat, maka niat pembelian
15
kembali terbukti. Tetapi jika konsumen melihat bahwa pengorbanannya tidak
berguna, maka konsumen tidak akan membeli kembali produk tersebut.
Sedangkan pengertian ketiga harga didefinisikan sebagai value suatu
produk atau jasa untuk individu ketika produk atau jasa tersebut memberikan
manfaat yang berbeda jasa (Hermann et al., 2007). Pengertian ini diterapkan pada
obyek penelitian sektor telekomunikasi, dalam penelitian ini harga dipandang
sebagai value artinya apabila suatu produk atau jasa mampu memberikan manfaat
dan nilai lebih dibandingkan produk lain maka harga tersebut dipandang sebagai
harga yang wajar, namun apabila suatu produk atau jasa tidak mampu
memberikan value pada individu dibandingkan produk yang lain maka harga yang
dikeluarkan dianggap tidak wajar.
Dalam penelitian ini yang dimaksud persepsi harga adalah kewajaran
harga sebagaimana dikemukakan pada pendapat pertama yaitu persepsi individu
terhadap harga yang ditentukan oleh BPJS, sehingga harga yang ditentukan adalah
harga yang wajar bagi individu (lihat Bolton et al., 2003). Alasan mengacu pada
pengertian pertama karena studi ini difokuskan pada proses keperilakuan individu
dalam menggunakan layanan BPJS.
Dalam kaitannya dengan kepuasan, persepsi keadilan harga menghasilkan
respon yang berbeda dalam perilaku konsumen (Xia et al., 2004). Hal ini berarti
bahwa persepsi harga yang wajar akan menyebabkan respon dan perilaku yang
positif dan persepsi harga yang tidak wajar akan menyebabkan respon dan
perilaku negatif. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi persepsi
harga konsumen semakin tinggi tingkat kepuasan, dan semakin rendah persepsi
harga konsumen maka semakin rendah tingkat kepuasan. Hal ini berdasarkan
kajian pustaka yang mengindikasi bahwa harga berpengaruh terhadap kepuasan
konsumen (Herrmann et al., 2007). Sejalan dengan itu, Consuegra et al. (2007)
mengungkapkan bahwa keadilan harga berpengaruh positif terhadap kepuasan
konsumen. Oliver et al. (1997) juga menemukan adanya pengaruh langsung yang
positif dari persepsi harga pada kepuasan konsumen. Dalam hal ini harga
berpengaruh positif terhadap kepuasan karena harga yang wajar menurut individu
16
akan dapat diterima sekaligus apabila manfaat yang didapat melebihi pengorbanan
finansial yang dikeluarkan, maka akan menimbulkan rasa kepuasan.
Dengan demikian, rumusan hipotesis pertama adalah:
H1: Terdapat hubungan positif antara harga dan kepuasan konsumen.
Selain harga, kualitas pelayanan adalah variabel yang dikonsepkan
mempengaruhi kepuasan. Sebelum membahas keterkaitan antara kualitas
pelayanan dan kepuasan, terlebih dahulu dijelaskan tentang konsep kualitas
pelayanan.
3.
Kualitas pelayanan
Pengertian kualitas pelayanan perlu dijelaskan karena masih beragam
pengertian tentang variabel ini (lihat Chaniotakis et al., 2009; Samad, 2014; Chao
et al., 2015). Pengertian pertama mendefinisikan kualitas pelayanan sebagai
persepsi seberapa jauh perbedaan antara kenyataan layanan yang diterima individu
dengan harapannya (Parasuraman, 1988). Pengertian ini diterapkan pada obyek
penelitian industri kesehatan, dalam penelitian ini kualitas pelayanan dipandang
sebagai persepsi sejauh mana penyedia jasa industri kesehatan mampu melayani
harapan konsumennya. Dalam kaitannya dengan kualitas pelayanan terdapat lima
dimensi utama yang disebut model SERVQUAL yaitu: Tangibles, Reliable,
Responsiveness, Assurance dan Empaty (Parasuraman et al., 1991). Model
SERVQUAL ini adalah model yang digunakan individu dalam menilai kualitas
servise atau kualitas pelayanan dari penyedia jasa. Berikut ini penjelasan tentang
dimensi SERVQUAL :
Tangibles atau bukti fisik adalah dimensi pertama SERVQUAL yang
menyatakan tentang persepsi terhadap kelengkapan sarana pelayanan. hal yang
berkaitan dengan kemampuan perusahaan dalam menunjukkan prasarana fisik
seperti kantor, ruang tunggu, lampu, komputer, dan lingkungan fisik dan juga
kerapian karyawan.
17
Reliable atau keandalan merupakan dimensi kedua SERVQUAL yaitu
persepsi terhadap kehandalan dalam pelayanan. Hal ini menyangkut kemampuan
perusahaan untuk melakukan layanan yang dijanjikan secara akurat, cepat dan
tepat. Selain itu juga berhubungan dengan kemampuan pemecahan masalah,
kecepatan waktu, dan hak layanan pelanggan.
Berikutnya, Responsiveness atau tanggapan merupakan dimensi ketiga
SERVQUAL yaitu persepsi terhadap kecepatan dalam merespon keingginan
pelanggan. Hal ini berkaitan dengan kesediaan untuk membantu pelanggan,
layanan cepat, informasi mudah didapat dan merespon permintaan dari pelanggan.
Assurance atau jaminan adalah dimensi keempat SERVQUAL yang
menyatakan tentang persepsi terhadap jaminan dalam pelayanan. Hal ini
menyangkut salam untuk kesopanan, pengetahuan dan pemahaman karyawan
serta kemampuan mereka untuk memberikan keyakinan dan kepercayaan kepada
pelanggan.
Dimensi terakhir SERVQUAL adalah Empaty atau kepedulian yaitu
persepsi terhadap kepedulian karyawan dalam melayani. hal ini berkaitan dengan
memberikan perhatian kepada pelanggan, kepedulian dan memahami kebutuhan
spesifik pelanggan.
Pengertian kedua, kualitas pelayanan adalah persepsi individu terhadap
kinerja layanan yang diterimanya dari penyedia jasa (Cronin et al., 1992).
Pengertian ini diterapkan pada obyek penelitian pada industri software di
Pakistan. Dalam penelitian ini kualitas pelayanan dipandang sebagai persepsi
kinerja layanan yang diterima individu dari penyedia jasa industri software.
Cronin dan Taylor, (1992) mengindikasi terdapat lima dimensi kualitas pelayanan
yang disebut SERVPERF yaitu Time, Accessibility, Completeness, Courtesy, dan
Responsiveness. Skala SERVPERF adalah model pengukuran kualitas pelayanan
yang
didasarkan
pada
performa
nce
pasca
mengkonsumsi
sehingga
pengukurannya dapat diungkap melalui service performance. Berikut ini
penjelasan tentang dimensi SERVPERF :
18
Time (waktu) adalah dimensi pertama SERVPERF yaitu persepsi terhadap
kecepatan dalam pelayanan. Dalam hal ini individu sangat mengutamakan waktu
dalam menilai kinerja pelayanan perusahaan.
Accessibility adalah dimensi kedua SERVPERF yaitu persepsi terhadap
kemudahan dalam pelayanan. Dalam hal ini berhubungan dengan akses atau
kemudahan konsumen untuk mengakses lokasi penyedia jasa serta kemudahan
memperoleh informasi.
Berikutnya, Completeness merupakan dimensi ketiga SERVPERF yang
menyatakan tentang persepsi terhadap kelengkapan saranan pelayanan. Dalam hal
ini dimensi kinerja pelayanan jasa yang berhubungan dengan kemampuan
perusahaan dalam memberikan fasilitas dan prasarana kepada pelanggan, karena
dengan fasilitas yang memadai pelanggan akan merasa nyaman dan hal ini
merupakan salah satu strategi perusahaan dalam memberikan pelayanan yang
terbaik bagi pelanggannya
Keempat, dimensi SERVPERF yaitu Courtesy yang menyatakan tentang
persepsi terhadap kepedulian karyawan dalam melayani. Dimensi ini meliputi
sikap kontak karyawan untuk memperhatikan dan memahami kebutuhan
pelanggan, pengetahuan, keramahan, kesopanan, komunikasi yang baik,
kemudahan dalam melakukan komunikasi.
Dimensi terakhir SERVPERF yaitu Responsiveness yang menyatakan
tentang persepsi terhadap kecepatan dalam merespon keingginan pelanggan.
Dalam hal ini meliputi kemampuan atau keinginan para karyawan untuk
membantu dan memberikan pelayanan yang dibutuhkan oleh konsumen, rasa
tanggung jawab karyawan dan keinginan untuk memberikan jasa yang prima serta
membantu konsumen apabila menghadapi masalah yang berkaitan dengan jasa
yang diberikan oleh pemberi jasa tersebut.
Sedangkan pengertian ketiga mendefinisikan kualitas layanan sebagai
persepsi terhadap pelayanan yang diterima dengan pelayanan yang diharapkan
individu (Chou et al., 2011; Alireza et al., 2011). Pengertian ini diterapkan pada
obyek penelitian karaoke swasta di Taiwan. Dalam penelitian ini kualitas
pelayanan dipandang sebagai persepsi yang timbul dari pelayanan yang diterima
dengan pelayanan yang diharapkan individu.
19
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan tidak terdapat
perbedaan pengertian terhadap kualitas pelayanan, walaupun masing masing
peneliti mengekspresikan dalam kalimat berbeda. Dalam penelitian ini, kualitas
pelayanan mengacu pada pengertian kedua sebagaimana dikemukanan yaitu
persepsi individu terkait pelayanan yang diterima dengan pelayanan yang
diharapkan dari BPJS (lihat Cronin et al., 1992). Alasan mengacu pada pengertian
kedua karena dalam studi ini individu melakukan penilaian kinerja dalam
menggunakan pelayanan BPJS. Sehingga model yang digunakan untuk mengukur
kualitas pelayanan adalah model SERVPERF. Model ini menyatakan bahwa
ukuran kualitas pelayanan adalah kinerja dari pelayanan yang diterima konsumen
dan yang benar-benar individu rasakan. Alasan menggunakan model SERVPERF
dalam penelitian ini karena model ini relevan untuk menjelaskan fenomena
individu dalam menggunakan dan menilai kinerja dari pelayanan BPJS.
Kajian literatur mengindikasi bahwa pelanggan mengevaluasi kualitas
pelayanan berdasarkan persepsi tiga dimensi konsep kualitas layanan (Gronroos et
al., 1984) yaitu : (1) Kualitas teknis, (2) Kualitas fungsional dan (3) Citra
perusahaan.
Kualitas teknis atau yang biasanya disebut kualitas ekstrinsik adalah hasil
dari tindakan pelayanan yaitu apa yang pelanggan terima dari layanan.
Kualitas fungsional adalah proses terkait cara bagaimana pelayanan
disampaikan (Opoku et al., 2008). kualitas fungsional dikenal sebagai kualitas
intrinsik yang menjelaskan cara bagaimana suatu pelayanan disampaikan.
Selanjutnya citra adalah bagaimana konsumen memandang suatu
perusahaan dan harapannya akan dibangun oleh kualitas teknis dan kualitas
fungsional yang akhirnya akan mempengaruhi persepsi individu terhadap suatu
layanan perusahaan.
Kaitannya dengan kepuasan, kualitas pelayanan diduga berpengaruh
terhadap tingkat kepuasan, dengan demikian semakin tinggi kualitas pelayanan
maka semakin tinggi kepuasan konsumen, dan semakin rendah kualitas pelayanan
maka semakin rendah pula tingkat kepuasan konsumen. Hal ini berdasarkan
kajian pustaka yang mengindikasi bahwa kualitas pelayanan secara langsung
berpengaruh terhadap kepuasan (Spreng, 1996). Sejalan dengan itu, Wong dan
20
Sohal, (2003) mengungkapkan bahwa semakin baik kualitas pelayanan, maka
semakin tinggi kepuasan pelanggan. Pendapat ini diperkuat oleh Han dan Hong,
(2005) yang menyatakan bahwa kualitas pelayanan secara signifikan berpengaruh
terhadap kepuasan. Dalam hal ini kualitas pelayanan berpengaruh signifikan
terhadap kepuasan karena kualitas pelayanan yang baik akan menghasilkan
tingkat kepuasan yang tinggi bagi individu.
Dengan demikian, rumusan hipotesis kedua adalah:
H2: Terdapat hubungan positif antara kualitas pelayanan dan kepuasan
konsumen
Selanjutnya, pembahasan keterkaitan antara citra dan kepuasan. Terlebih
dahulu akan dijelaskan konsep tentang citra.
4. Citra
Penelitian terdahulu mengindikasi adanya perbedaan pengertian tentang
citra (lihat Jalilvand et al., 2012 ; Chao et al., 2015 ; Neupane, 2015). Pengertian
pertama citra adalah keseluruhan kesan atau persepsi yang terbentuk dibenak
individu tentang merek atau perusahaan (Keller, 1993). Pengertian ini diterapkan
pada obyek penelitian industri mobil di Iran. Dalam penelitian ini citra dipandang
sebagai merek yang di persepsikan oleh individu sebagai hasil promosi atau iklan
dari perusahaan sehingga merek dapat melekat erat dibenak individu.
Pengertian kedua citra didefinisikan persepsi individu terhadap suatu
merek (Friedmann et al., 1987). Pengertian ini diterapkan pada obyek penelitian
jasa karaoke di taiwan. Dalam penelitian ini citra dipandang sebagai hasil persepsi
individu terhadap reputasi jasa karaoke tersebut.
Sedangkan pengertian ketiga citra didefinisikan sebagai keseluruhan kesan
yang tersisa di benak pelanggan sebagai hasil akumulatif perasaan, ide-ide, sikap
dan pengalaman terhadap organisasi (Dowling, 1986). Pengertian ini diterapkan
pada obyek penelitian pengaruh citra pada kepuasan dan WOM pada supermarket
ritel. Dalam hal ini citra dipandang sebagai hasil yang timbul dari pengalaman
individu terhadap organisasi baik pelayanan, harga atau aspek lain yang
menimbulkan kesan terhadap perusahaan tersebut.
21
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan tidak terdapat
perbedaan pengertian terhadap citra, walaupun masing masing peneliti
mengekspresikan dalam kalimat berbeda. Dalam penelitian ini mengaju pada
pendapat kedua sebagaimana dikemukanan yaitu persepsi individu terhadap citra
penyelengara BPJS (lihat Keller, 1993). Alasan mengacu pada pengertian pertama
karena pengertian tersebut lebih spesifik untuk menjelaskan fenomena persepsi
individu terhadap pelayanan BPJS.
Kajian literatul mengindikasi citra terdiri dari dua komponen utama, yaitu
: (1) Fungsional yaitu karakteristik nyata yang dapat diukur dan dievaluasi dengan
mudah dan (2) Emosional yaitu terkait dengan dimensi psikologis yang
dimanifestasikan oleh perasaan dan sikap terhadap suatu organisasi. misalnya
perasaan, sikap dan keyakinan serta pengalaman masa lalu yang dirasakan
individu terhadap organisasi (Kandampully dan Hu, 2007)
Walters dan Paul (1970) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa citra
perusahaan memiliki empat aspek yaitu subjektivitas, skrining, elaborasi, dan
berubah-ubah. Maksudnya bahwa sikap subjektif, perasaan, atau kesan terhadap
suatu perusahaan akan dihubungkan dengan sikap konsumen yang berubah rubah
tergantung bagaimana suatu perusahaan mempengaruhi pandangan konsumennya.
Citra dianggap sebagai aset yang memberikan kesempatan organisasi
untuk membedakan dirinya dengan pesaing dan bertujuan untuk memaksimalkan
pangsa pasar, meningkatkan keuntungan, menarik pelanggan baru, serta
mempertahankan pelanggan yang sudah ada, menetralkan tindakan pesaing dan
kelangsungan hidup organisasi di pasar (Fombrun dan Shanley, 1990)
Dalam hubungannya dengan kepuasan, citra diduga berpengaruh terhadap
tingkat kepuasan. Sehingga semakin tinggi citra perusahaan maka semakin tinggi
tingkat kepuasan dan semakin rendah citra perusahaan semakin rendah tingkat
kepuasan. Hal ini berdasarkan kajian pustaka yang mengindikasi citra merupakan
faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan pelanggan (Bloemer et al., 1998)
Sejalan dengan itu,
Elsalam & Shawky,
(2013) dalam penelitiannya
mengungkapkan bahwa citra memiliki dampak positif pada kepuasan pelanggan.
Cameran et al, (2010) juga menemukan citra memiliki hubungan yang kuat dan
22
berpengaruh signifikan terhadap kepuasan pelanggan. Dalam hal ini citra
berpengaruh positif terhadap kepuasan karena citra yang baik akan mampu
memberikan tingkat kepercayaan yang tinggi kepada individu dan memberikan
informasi yang terpercaya sehingga menimbulkan rasa kepuasan bagi individu.
Dengan demikian, rumusan hipotesis ketiga adalah:
H3: Terdapat hubungan positif antara citra dan kepuasan konsumen
Konsep berikut membahas keterkaitan antara kepuasan dan WOM.
dengan kepuasan sebagai variabel mediasi dalam penelitian ini.
5. Hubungan antara kepuasan dan WOM
Kajian literatur mengindikasi bahwa kepuasan pelanggan akan mengarah
pada niat untuk WOM (Anderson, 1998). Menurut Ranaweera et al., (2003)
tingkat kepuasan pelanggan mempengaruhi dua jenis perilaku, yaitu WOM dan
pembelian kembali. Individu yang melakukan WOM bergantung pada kepuasan
mereka terhadap produk atau layanan yang diberikan oleh perusahaan yang
dirasakan mampu mendorong niat individu untuk WOM. Dalam hal ini individu
yang puas akan cenderung untuk mengatakan hal-hal yang baik dan
merekomendasikan produk atau layanan kepada orang lain. Sedangkan individu
yang tidak puas akan cenderung untuk mengatakan hal-hal yang kurang baik
bahkan merekomendasikan WOM yang negatif. Dengan demikian kepuasan
adalah faktor penting yang dapat mempengaruhi niat individu untuk WOM,
Dalam penelitian ini, WOM yang dimaksud adalah konsumen yang
menyebarkan informasi yang positif serta merekomendasikan untuk menggunakan
layanan BPJS melalui kepuasan yang telah konsumen rasakan dari pelayanan
BPJS. Sehingga kepuasan tersebut mampu mendorong niat konsumen untuk
melakukan WOM.
Kajian literatur mengindikasi terdapat hubungan positif antara kepuasan dan
niat untuk WOM (Anderson, 1998). Sejalan dengan itu Jones dan Sasser (1995)
mengungkapkan bahwa kepuasan memiliki efek yang kuat terhadap WOM. Jones
dan Sasser (1995) juga membuktikan terdapat efek yang kuat antara kepuasan
23
pelanggan dan WOM. Dalam hal ini kepuasan berhubungan positif terhadap
WOM karena kepuasan yang tinggi mampu mendorong individu untuk
menyebarkan dan memberikan informasi kepada individu lain.
Dengan demikian, rumusan hipotesis keempat adalah:
H4: Terdapat hubungan yang positif antara kepuasan dan WOM
Selanjutnya adalah pembahasan variabel Informasi yang dikonsepkan
memoderasi hubungan antara kepuasan dan WOM. Berikut penjelasan tentang
Informasi.
6. Informasi
Variabel informasi diadopsi dari model Elaboration Likehood Model
(ELM) yang menyatakan bahwa motivasi mengelaborasi informasi. Dalam hal ini
dapat diartinya jika individu termotivasi dan dapat terpengaruh pesan elaborasi,
maka pemberi informasi harus memberikan argumen yang kuat dan berdasarkan
fakta. Argumen akan menjadi pertimbangan besar apabila disajikan berdasarkan
fakta. Dalam penelitian ini akan difokuskan pada pembahasan informasi. Karena
informasi digunakan individu sebagai sumber pertimbangan dalam menggunakan
layanan BPJS.
Penelitian terdahulu mengindikasi beberapa pengertian tentang informasi.
Pengertian pertama informasi didefinisikan sebagai data yang telah diolah
menjadi sebuah bentuk yang berarti bagi penerimanya dan bermanfaat bagi
pengambilan keputusan saat ini atau mendatang (Davis et al., 2008). Pengertian
kedua informasi adalah data yang diolah sehingga dapat dijadikan dasar untuk
mengambil keputusan yang tepat (Rafaeli dan Raban, 2005)
Dari kedua pengertian di atas dapat disimpulkan tidak terdapat perbedaan
pengertian terhadap informasi walaupun masing masing peneliti mengekspresikan
dalam kalimat berbeda. Dalam penelitian ini, Informasi mengacu pada pengertian
kedua sebagimana dikemukakan yaitu suatu data sebagai sumber berita yang
dijadikan dasar individu untuk mengambil keputusan menggunakan layanan BPJS
(Rafaeli dan Raban, 2005), Alasan mengacu pada pengertian kedua karena dalam
24
studi ini individu membutuhkan sumber informasi sebelum menggunakan layanan
BPJS.
Pada dasarnya setiap konsumen sebelum memutuskan pembelian suatu
produk mungkin telah memiliki informasi awal tentang produk tersebut (Nicolau
et al., 2006) Sebagai contoh konsumen akan menggunakan layanan suatu jasa
sekaligus memperoleh manfaat dari pelayanan tersebut, sehingga jika memilih
dari berbagai pelayanan jasa yang ada konsumen akan berusaha untuk
memperluas informasi terkait dengan layanan jasa yang akan digunakannya.
Semakin penting layanan jasa tersebut di mata konsumen maka usaha pencarian
informasi tersebut juga semakin intensif. Hal ini memberi peluang kepada
pemasar layanan jasa untuk memotivasi konsumen agar terdorong memperluas
informasi terkait dengan atribut layanannya. Informasi yang terkait dengan atribut
merupakan informasi penting yang dicari konsumen untuk menentukan pilihan
konsumsi diantara pelayanan jasa yang ada, di sisi lain pengetahuan tentang
atribut pelayanan jasa dapat merubah sikap konsumen terhadap suatu produk/jasa
(Spears, 2001). Penelitian yang dilakukan oleh Fabrigar et al. (2006) juga
menyatakan bahwa jumlah informasi atau luasnya knowledge yang diterima
individu akan menentukan kekuatan perubahan sikap dalam pengambilan
keputusan.
Dalam penelitian ini, informasi dikonsepkan sebagai variabel moderasi
yang dapat memperkuat atau memperlemah hubungan variabel kepuasan terhadap
variabel WOM, Sehingga semakin tinggi informasi yang positif maka akan
memperkuat hubungan antara kepuasan terhadap niat untuk wom dan semakin
rendah/sedikit informasi yang positif maka semakin memperlemah hubungan
antara kepuasan terhadap niat untuk WOM (Rafaeli dan Raban, 2005).
Dengan demikian, rumusan hipotesis berikutnya adalah:
H5: Informasi memoderasi hubungan antara harga dan kepuasan konsumen
H6 : Informasi memoderasi hubungan antara kualitas pelayanan dan kepuasan
konsumen
H6 : Informasi memoderasi hubungan antara citra dan kepuasan konsumen
H8: Informasi memoderasi hubungan antara kepuasan dan niat untuk WOM.
25
C. Model penelitian
Berdasarkan rumusan hipotesis dan hubungan antar variabel yang
dikonsepkan dapat digambarkan dalam bentuk model yang mendeskripsikan
proses terbentuknya niat untuk WOM melalui implementasi persepsi harga,
kualitas pelayanan, citra, kepuasan, dan informasi. Model penelitian disajikan
pada gambar 11.2
Kerangka Pemikiran Teoritis
Persepsi
Harga
Kualitas
Pelayanan
H1
Kepuasan
H2
H4
Word Of
Mouth
H3
CitraH3
H5, H6,H7, H8
Informasi
Sumber : Dimodifikasi dari Malik et al., (2012), Chaniotakis et al., (2013),
Byeongpark (2013)
Gambar 11.1
Model penelitian
Model penelitian ini merupakan rekonstruksi dari studi kajian literatur
Malik et al., (2012), Chaniotakis et al., (2013), Byeongpark (2013). Model
26
penelitian ini terdiri dari lima variabel amatan yang digunakan untuk menjelaskan
proses niat konsumen untuk WOM dengan implementasi persepsi harga, kualitas
pelayanan dan citra yang dimediasi oleh kepuasan serta dimoderasi oleh Informasi
Model ini bertujuan untuk menguji persepsi harga berpengaruh positif pada
kepuasan (H1), Kualitas pelayanan berpengaruh positif pada kepuasan (H2), Citra
berpengaruh positif pada kepuasan (H3), Kepuasan berpengaruh positif pada
WOM (H4) serta peran informasi dalam memoderasi pengaruh persepsi harga
pada kepuasan (H5), peran informasi dalam memoderasi pengaruh kualitas
pelayanan pada kepuasan (H6), peran informasi dalam memoderasi pengaruh citra
pada kepuasan (H7), serta peran informasi dalam memoderasi pengaruh kepuasan
terhadap niat untuk WOM (H8)
27
Download