BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Berakhirnya perang dingin telah membuka era baru dalam pemahaman tentang keamanan. Pasca perang dingin keamanan tidak lagi dipahami dengan bertumpu pada konflik ideologis antara blok barat dan blok timur tetapi kini keamanan dipandang meliputi pula aspek-aspek ekonomi, pembangunan, sosialpolitik, hak asasi manusia, lingkungan hidup, konflik etnik, dan berbagai masalah sosial lainnya. Keamanan tidak lagi diartikan secara sempit sebagai hubungan konflik atau kerjasama antar negara, tetapi juga berpusat pada keamanan untuk masyarakat.1 Kejahatan internasional seperti terorisme, penyelundupan manusia, kejahatan lingkungan, kejahatan HAM dan sebagainya menunjukkan peningkatan cukup tajam dan berkembang menjadi isu keamanan internasional. Silang hubungan yang berlangsung dalam proses perubahan global, regional, dan domestik telah membentuk spektrum ancaman baik internasional maupun domestik yang bersifat kompleks. Berdasarkan kriteria isu keamanan, Buzan membagi keamanan ke lima dimensi, yaitu politik, militer, ekonomi, sosial dan lingkungan. Dan tiap-tiap dimensi keamanan tersebut memiliki unit keamanan, nilai, dan karakteristik serta ancaman yang berbeda. 2 1 2 Dalby, S., (1992), “Security, Modernity, Ecology : The Dilemmas of Post Cold War Security Discourse”, Alternatives Vol. 17 : Halaman 102-103. Buzan, B., (1991), People, States, and Fear : An Agenda for International Security Studies in Post-Cold War Era, Hempstead : Harvester Wheatsheaf : Halaman 2-3. 1 Konsep keamanan tradisional dipandang banyak pihak mengalami pergeseran ke arah perlunya konsep baru tentang keaman non tradisional. Dilihat dari “The Origin of Threats” ancaman dalam konsep keamanan tradisional selalu dianggap datang dari negara asing, sedangkan kini menurut konsep keamanan non tradisional, ancaman dapat berasal dari lingkungan domestik maupun internasional. Sementara itu, bila dilihat dari “The Nature of Threats”, konsep keamanan tradisional melihat ancaman selalu bersifat militer dan karena itu pendekatan yang digunakan juga bersifat militeristik. Sedangkan menurut konsep keamanan non tradisional, bahwa dalam perkembangan nasional dan internasional, sebagaimana disebut diatas telah mengubah sifat ancaman menjadi lebih rumit dan kompleks dengan demikian persoalan keamanan menjadi jauh lebih komprehensif dikarenakan menyangkut aspek-aspek lain seperti ekonomi, sosial budaya, lingkungan hidup, bahkan isu-isu lain seperti demokrasi, HAM, penyalahgunaan dan perdagangan narkoba, dan terorisme sehingga ancamanancaman terhadap keamanan, stabilitas nasional dan internasional diakibatkan dari adanya proses interaksi aktor negara dan non-negara.3 Sejalan dengan perkembangan peradaban manusia modern dengan segala kompleksitas masalah yang dihadapi, maka konsep keamanan dalam politik dunia yang bersifat tradisional dan yang menekankan penggunaan solusi militer dalam mengatasi ancaman dipandang sudah tidak memadai lagi, karena itu perlu dilengkapi dengan pendekatan keamanan non tradisional yang lebih menekankan tentang arti pentingnya keamanan insani (Human Security). Ancaman terhadap suatu negara atau masyarakatnya tidak mesti selalu bersumber dari ancaman 3 Perwita, B., dan Yani, Y.M., (2006), Pengantar Ilmu Hubungan Internasional, PT. Remaja Rosda Karya, Bandung : Halaman 123-125. 2 militer karena ancaman non militer juga harus diantisipasi mengingat dampaknya yang luas bagi masyarakat secara individu maupun kelompok. Pentingnya aspek kemanusiaan memengaruhi prinsip-prinsip yang mengatur penggunaan kekuatan militer dalam penyelesaian konflik internasional. 4 Salah satu ancaman terhadap keamanan masyarakat baik domestik maupun internasional adalah terorisme. Terorisme masih tetap menunjukkan wajahnya sebagai sebuah fenomena yang kompleks dengan mana kekerasan digunakan untuk memperoleh power guna mengubah, mengganti, atau mempengaruhi keadaan politik, sosial, ekonomi yang dipandang merugikan, tidak adil, menyengsarakan yang menyebar, meluas secara akut. Dalam dua dekade terakhir terorisme telah mengalami transformasi global dan memperbaiki diri baik secara teknis maupun kemampuan menyebarkan ancaman yang sangat serius dengan capaian global. Sampai saat ini belum ada tanda-tanda yang faktual bahwa terorisme telah menyurut, tetapi justru sebaliknya, yaitu terus bertahan dan berkembang di seluruh dunia, bahkan dengan globalisasi terorisme telah mengubah ruang lingkup dan penyebarannya.5 Terorisme global menjadi ancaman keamanan internasional yang memaksa semua negara untuk melakukan antisipasi yang tepat dan secara dini demi melindungi warga negaranya. Namun, karena pendekatan yang digunakan masih sebatas pada pendekatan militer dan politik internasional, tampak hasilnya belum menunjukkan tanda-tanda yang memuaskan. Hal ini mendorong perlunya pendekatan lain, satu diantaranya yaitu Human Security, apakah dapat digunakan 4 5 Jemadu, A., (2008), Politik Global dalam Teori dan Praktek, Graha Ilmu, Yogyakarta : Halaman 182. Kiras, James D., (2005), Terorism and Globalization in Baylis, John, Smith, Steve (ed), 2005, The Globalization of World Politics 3rd editon, Oxford University Press, New York: Halaman 495. 3 sebagai pendekatan untuk mengatasi isu terorisme global. Salah satu konsep Human Security sebagaimana dikonstruksi oleh Mahbub ul Haq menarik untuk diteliti baik tentang kekuatan maupun kelemahannya serta relevansinya untuk digunakan dalam pencegahan perkembangan terorisme internasional. Human Security sebagaimana ditawarkan oleh Mahbub ul Haq bisa digunakan sebagai pendekatan untuk mengkonstruksi penyelesaian konflik internasional dan ancaman terorisme dengan mengurai akar penyebab dari konflik dan ancaman terorisme internasional tersebut. Meskipun Haq memasukkan terorisme sebagai salah satu ancaman terhadap keamanan manusia, di samping obat-obatan, penyakit dan kemiskinan.6 Dalam konteks ini Haq tidak dan belum mengulas kaitan konsep Human Security gagasannya dengan masalah pencegahan dan atau penyelesaian ancaman terorisme, karenanya hal ini menarik untuk diteliti lebih jauh. B. RUMUSAN MASALAH Human Security seperti yang dikonstruksi oleh Mahbub ul Haq meskipun hendak memetakan masalah yang mendasari setiap isu keamanan internasional sebagai ancaman terhadap kemanusiaan kapan dan dimanapun melalui pelaksanaan sustainable development, namun kenyataannya dari waktu ke waktu konflik dan isu keamanan internasional masih selalu terjadi dan muncul di tengah kehidupan masyarakat internasional. Demikian halnya dengan terorisme sebagai salah satu fenomena konflik dan isu keamanan internasional maupun domestik apakah bisa dikonstruksi penyelesaiannya melalui pendekatan Human Security 6 Haq, Mahbub Ul; Global Governance for Human Security, dalam Majid Tehranian; (1999). World Apart : Human Security and Global Governance, New York : I.B. Tauris and Co. Ltd. Halaman 80. 4 Mahbub ul Haq? Hal ini menarik karena dalam kurun waktu 20 tahun terakhir fenomena terorisme masih tetap ada dengan segala dimensi dan ruang lingkupnya. Masalah-masalah problematik yang muncul dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Bagaimana relevansi konsep Human Security Mahbub ul Haq dalam pencegahan perkembangan terorisme internasional? 2. Apa kekuatan dan kelemahan konsep Human Security Mahbub ul Haq sebagai pendekatan non konvensional dalam pencegahan perkembangan terorisme internasional? C. KERANGKA TEORI Kanti Bajpai (2000) mengemukakan bahwa Human Security adalah konsep tentang perlindungan dan penciptaan kesejahteraan bagi setiap individu warga negara sehingga setiap individu manusia bisa mendapatkan keamanan dan kebebasan untuk memperoleh kesejahteraan mereka.7 Human Security didasarkan atas pandangan konstruksi sosial yang berasumsi apa yang disebut aman, aman dari apa, untuk siapa, dan bagaimana. Dan mendefinisikan keamanan dari hasil kesepakatan aktor yang terlibat dalam diskursus sosial. Human Security menekankan pada keadilan dan emansipasi dan menghubungkan politik domestik dan hubungan internasional, sebab gagasan Human Security menghadapkan negara dan kedaulatannya pada kedaulatan individu warganya. Human Security berusaha menggeser pemikiran keamanan dari dominasi keamanan negara ke keamanan manusia yang mencakup masalah kesejahteraan sosial, perlindungan HAM, kelompok minoritas, masalah-masalah 7 Bajpai, K., (2000), Human Security : Concept and Measurement, Kroc Institute Occasional paper#19:OP:1, School for International Studies Jawaharlal Nehru Universities, New Delhi : Halaman 3. 5 sosial, ekonomi, dan politik. Human Security menghapuskan dikotomi antara pemikiran tradisional, Realis dan Non Realis, Hard Security dan Soft Security. Masalah utama yang menjadi perhatian dalam Human Security adalah demokratisasi dan HAM. Human Security juga dapat dideskripsikan dari pandangan sebagaimana dirumuskan oleh United Nation Development Program (UNDP), 1994, “Redefening Security : The Human Dimension” Current History vol. 94 : halaman 229-236. Pasca Perang Dingin menimbulkan adanya pemahaman baru terutama di kalangan UNDP bahwa cara-cara militer tidak dapat digunakan lagi untuk mengatasi konflik internasional (sebagaimana doktrin Traditional Security) mengingat akar masalah dari konflik itu sangat luas dan kompleks. Atas dasar itu diperlukan pendekatan baru untuk menyelesaikan konflik berdasarkan akar masalahnya, dan akar masalah itu ternyata bersumber dari aspek politik, ekonomi, sosial budaya, agama, lingkungan hidup, bencana alam, obat-obatan terlarang. Konsep baru ini bersifat holistik dan komprehensif karena menyangkut semua segi kemanusiaan, maka lahirlah konsep baru tentang keamanan dalam interaksi global yang populer disebut Human Security Approach. J. Peter Burgess (2008) mengemukakan bahwa konsep Human Security lahir pada satu momen sejarah yang sangat penting yang memungkinkan perlunya pertimbangan untuk merumuskan kembali tentang konsep keamanan yang lebih bisa memenuhi perkembangan isu-isu keamanan global. Dua momen sejarah yang melatarbelakangi lahirnya konsep Human Security menurutnya adalah berakhirnya perang dingin sebagai konsep keamanan yang dibangun atas dasar geopolitik dan munculnya ancaman global dari fenomena terorisme transnasional. Human Security merupakan konsep keamanan yang berbeda sama sekali dengan 6 pendahulunya (traditional concept of security) karena Human Security ini sebagai konsep baru mencoba mendefinisikan kembali tentang apa yang dimaksud aman, aman dari ancaman apa, termasuk di dalamnya Human Security juga mendefinisikan kembali tentang peran dan bentuk-bentuk ancaman terhadap kemanusiaan. Dalam dunia yang terus berubah, pertanyaan keamanan tidak terkait dengan geopolitik dan isu-isu keseimbangan kekuatan militer, tetapi pertanyaan tentang keamanan dan ketidakamanan lahir dari penyakit, kelaparan, pengangguran, konflik sosial, kejahatan, politik yang represif, serta terorisme. Meskipun demikian J. Peter Burgess belum juga mengupas lebih lanjut tentang eksistensi Human Security kaitannya dengan upaya pencegahan terorisme yang terus berkembang dari waktu ke waktu sekalipun dia menyadari bahwa terorisme merupakan anak kandung dari kondisi sosial, politik, ekonomi, hukum internasional, lingkungan hidup yang tidak adil. 8 Stephen Hoadley (2006) memberikan pandangannya tentang Human Security sebagai konsep baru tentang keamanan secara menarik dan menurutnya Human Security muncul pada saat yang tepat yaitu saat pengaruh perang dingin semakin menurun sedangkan pengaruh penyebaran faham humanitarian internasional dan perlindungan HAM semakin mendapatkan peran dalam isu-isu keamanan internasional. Hal ini menunjukkan cerminan dari adanya individualisasi hukum internasional yang secara bertahap telah diterima dimana bukan hanya negara sebagai subjek hukum internasional. Individu juga dapat menjadi subyek hukum internasional. Selanjutnya Stephen Hoadley menegaskan bahwa konsep Human Security berperan sebagai instrumen legitimasi dalam 8 Burgess, Peter J., (2008), Non Military Security Challenges in Snyder, Craig A., 2008, Contemporary Security and Strategy 2nd Edition, Palgrave Macmillan, New York : Halaman 6364. 7 intervensi humanitarian. Dan sebagai instrumen intervensi humanitarian ia dapat menjadi landasan campur tangan dalam wilayah domestik suatu negara dengan tujuan terbentuknya keamanan bagi semua. Dalam pandangan Stephen Hoadley isu-isu utama dalam Human Security meliputi keamanan individu dari kejahatan dan kekerasan, akses kepada dasar-dasar dan sumber kehidupan bagi setiap orang serta perlindungan terhadap individu dari kejahatan dan terorisme, penyakit yang pandemik, kejahatan politik, serta perlindungan HAM, kebebasan dari kejahatan berbasis gender, hak atas komunitas budaya dan politik. Pencegahan dari kelangkaan sumberdaya alam, keberlanjutan lingkungan dari kerusakan serta polusi, baik udara maupun air.9 Human Security sebagai sebuah pendekatan non tradisional dapat berperan untuk digunakan dalam mengidentifikasi serta mendeskripsikan baik latar belakang maupun faktor-faktor penyebab timbul dan berkembangnya terorisme global. Jika terorisme global disebabkan oleh faktor sebagaimana disebutkan di muka baik karena faktor hegemoni Barat dalam bidang politik, ekonomi, kebudayaan, lingkungan, dan sumber daya alam, maka jelas pendekatan tradisional yang mengedepankan penyelesaian secara militer tidak akan mampu menekan apalagi menghapuskan terorisme global. Demikian halnya ketika Human Security mampu mengidentifikasi latar belakang dan faktor penyebab yang lain dari berkembangnya terorisme global sebagai akibat adanya kerinduan terhadap peri kehidupan awal berkembangnya Islam dengan menerapkan tatanan Syariah dalam konteks negara dan transnasional, pendekatan tradisional lagi-lagi tidak akan mampu digunakan untuk memerangi terorisme karena dalam konteks ini 9 Hoadley, Stephen, The Evolution of Security Thinking : An Overview, in Hoadley, S. and Ruland, Jurgen, (2006), Asian Security Reassessed, Institute of Southeast Asian Studies, Singapore : Halaman 20-22. 8 terorisme lahir dari pandangan ideologi (Islam) dan bukan dari persoalan militeristik. Human Security sebagai sebuah pendekatan baru non tradisional relevan untuk menekan perkembangan terorisme global karena Human Security dapat : 1. Melakukan identifikasi dan deskripsi berkaitan dengan latar belakang maupun faktor- faktor penyebab timbul dan perkembangannya terorisme internasional sebagai akibat dari hegemoni barat dalam bidang politik, ekonomi, kebudayaan, lingkungan hidup, sumber daya alam, hukum internasional dan hak asasi manusia sehingga dunia barat dipandang sebagai pihak yang harus bertanggung jawab karena menimbulkan konflik dan ketidakadilan serta ketimpangan global yang harus dilawan. 2. Bahwa jika faktor penyebab terorisme karena ketidakadilan dunia Barat dalam mengelola politik internasional yang tidak adil, maka dengan Human Security dapat dirumuskan upaya-upaya perbaikan-perbaikan hubungan Timur-Barat bersendikan tata kelola yang adil, bermartabat, tidak standar ganda dan berdasarkan prinsip kesamaan dan keseimbangan. Karena itu dalam konteks ini reformasi PBB khususnya Dewan Keamanan patut untuk dipertimbangkan sehingga tidak didominasi oleh kepentingan-kepentingan Barat. Sementara itu jika terorisme global disebabkan oleh faktor kapitalisme/liberalisme Barat sehingga menyebabkan pemiskinan negara berkembang, penguasaan sumbersumber finance oleh Barat, eksploitasi sumber daya alam oleh industri-industri liberalistik maka melalui Human Security sebab-sebab tersebut dapat ditekan melalui program-program restrukturisasi lembaga-lembaga keuangan dan perbankan internasional agar memberikan kebijakan yang adil dan seimbang 9 dalam sektor keuangan terhadap negara berkembang sebagai sumber pembiayaan pembangunan nasional mereka disamping juga mendorong perlunya kebijakan pembangunan yang memperhatikan dan melestarikan lingkungan hidup dengan prinsip membangun tanpa merusak lingkungan di samping terus dikembangkan upaya-upaya menemukan bahan baku substitutif dalam industri. Semuanya untuk mencegah pemiskinan negara dunia ketiga yang boleh jadi untuk saat ini menjadi lingkungan yang subur untuk timbuhnya benih-benih terorisme global. Karena itu restrukturisasi IMF, Bank Dunia, Ecosoc sangat mendesak untuk dilakukan. Seterusnya jika terorisme global disebabkan oleh faktor ideologi keagamaan, maka Human Security sebagai sebuah pendekatan dapat berperan secara efektif mengembangkan sebuah perangkat penyelaras sebagai antitesis fundamentalisme ideologi agama dengan mengembangkan dan mengimplementasikan perlunya ideologi baru yang berwawasan kemanusiaan baik dalam tataran kehidupan nasional (domestik) maupun dalam tataran hubungan antara aktor-aktor internasional. Ideologi baru ini di samping berbasis nilai-nilai kemanusiaan juga berbasis pada nilai-nilai kemanfaatan, toleransi, kerjasama, moderasi. P.R. Viotti dan M. Kauppi (1997) dalam bukunya yang berjudul International Relations and World Politics, menyebutkan adanya tiga faktor yang melatarbelakangi perkembangan terorisme, yaitu faktor domestik maupun global, ideologi, dan lingkungan. Teroris adalah indvidu yang secara kejiwaan berada dalam posisi kepribadian yang terbelah, mereka berada dalam pengalaman kekerasan, kekejaman secara imajiner dari hasil pemahaman dan persepsi mereka terhadap orang-orang yang dipandang kejam, tidak adil, rakus, dan hegemonik 10 dan itu harus dilawan. Teroris sebagian besar dalam melakukan aksi terornya dilandasi oleh ideologi tertentu (komunisme, fasisme, fundamentalis,dan lainlain). Dalam perspektif ideologi, ide-ide yang bertentangan dengan ideologi yang dianutnya adalah musuh yang harus dilenyapkan dengan segala cara. Faktor lingkungan mengaitkan terorisme dengan lingkungan dimana sesorang dibesarkan. Individu yang dibesarkan dalam kultur penuh penindasan dan kekerasan akan cenderung melakukan hal yang sama dalam penyelesaian persoalan yang dihadapinya. Kekerasan dianggap sebagai satu-satunya cara untuk mencapai tujuan. Terlepas dari ketiga faktor di atas, setiap individu atau kelompok teroris tidak pernah terlepas dari masyarakatnya, baik secara ideologis, psikologis, politik, ekonomi, sosial dan kebudayaan. 10 Kegley dan Wittkopf (2003) dalam bukunya berjudul World Politics : Trend and Transformation lebih menekankan kepada pendapatnya bahwa terorisme internasional menampilkan ciri-ciri baru yang sebelumnya tidak kita temukan. Aksi terorisme saat ini melibatkan suatu jaringan global melalui sel-sel yang sulit dideteksi yang beroperasi di berbagai negara serta melakukan koordinasi dan perencanaan yang sistematis sebelum suatu serangan dilancarkan. Kelompok teroris memanfaatkan arus globalisasi untuk memfasilitasi aktivitas mereka di mana batas-batas tradisional negara tidak lagi menjadi hambatan untuk menjalankan operasi mereka. Penggunaan teknologi yang canggih juga menjadi ciri baru dari gerakan terorisme. Penggunaan internet untuk menyebarkan informasi pembuatan bom atau untuk menampilkan gambar bagaimana kelompok teroris 10 melakukan eksekusi terhadap korban yang diculik merupakan Viotti, P.R., and Kauppi, M., (1997), International Relation and World Politics : Security, Economy, and Identity, Upper Saddle River : Prentice Hall : Halaman 166-167. 11 perkembangan terbaru dalam pemanfaatan media massa untuk menyebarkan ketakutan dan kepanikan pada pihak lawan. Penggunaan serangan bunuh diri secara massal yang digerakkan oleh kebencian yang mendalam terhadap sasarannya merupakan elemen yang sulit diatasi hanya dengan respon militer karena para pelakunya justru melihat kematian sebagai senjata yang ampuh untuk mencapai tujuan politiknya.11 White, Little, dan Smith (1997) dalam bukunya yang berjudul Issues in World Politics secara eksplisit mengemukakan bahwa Hegemoni dunia Barat dalam bidang militer dan politik melahirkan dunia dalam ketidakadilan dan pengendalian negara-negara dunia ketiga oleh negara-negara Barat. Hegemoni secara ekonomis dan lingkungan melahirkan kemiskinan di negara-negara dunia ketiga karena sumber-sumber keuangan internasional, sumber-sumber produksi dan bahan produksi (SDA) dalam penguasaan negara-negara Barat. Dan karena itu menimbulkan persepsi di kalangan teroris bahwa Barat adalah pihak yang paling bertanggungjawab atas semuanya. Nilai-nilai agama mengalami proses ideologisasi setelah absennya/ambruknya ideologi komunis yang secara diametral dijadikan perangkat untuk melakukan koreksi terhadap ideologi Barat (liberalisme, neoliberalisme). Ideologi agama (Islam) dipandang sebagai ideologi yang sempurna dan harus diterima sebagai mainstream untuk mengatur sendisendi kehidupan nasional dan internasional dalam segala bidang. Ideologi Barat dianggap bertentangan dan karena itu harus dihadapi dan dihilangkan pengaruhnya dalam kehidupan global. Kembali ke ajaran fundamental agama merupakan dasar-dasar perjuangan untuk mengembalikan romantisme kehidupan 11 Kegley, C., and Wittkopf, E.R., (2003), World Politics : Trend and Transformation, Belmont : Wadsworth. Halaman 113. 12 negara dan tatanan global seperti pada awal keemasan Islam (masa Nabi Muhammad SAW, masa sahabat, masa Abbasyiah, dan masa Ummayah). 12 Sementara itu, dalam pandangan Michael Boyle (2008) dalam tulisannya yang berjudul Terorism and Insurgency dalam buku Craig A. Snyder berjudul Contemporary Security and Strategy terkait dengan penyebab kelahiran terorisme internasional disebutkan bahwa terorisme global disebabkan oleh upaya untuk membendung pengaruh Barat yang gagal dalam konteks politik demokrasi, ekonomi liberal, kebudayaan yang merusak nilai-nilai dan sendi moral, penyebaran ideologi pluralisme, di samping faktor-faktor lain seperti berkembangnya kemiskinan di negara-negara berkembang sebagai akibat dari tata ekonomi dunia yang tidak adil, penguasaan sumber-sumber daya alam untuk keperluan industri di Barat sehingga menimbulkan dampak sosial dan ekologi yang sangat hebat, pencemaran udara, bencana alam, penyakit. 13 Pandangan lain tentang sebab-sebab terorisme disampaikan oleh Abdullah Saeed sebagai berikut : akibat kolonialisme Barat atas wilayah Islam, pembatasan dan pengawasan sumber-sumber ekonomi negara muslin agar tetap lemah, pencegahan kekuatan muslim untuk bangkit melawan hegemoni Barat, politik standar ganda yang diterapkan oleh Barat, dan perasaan ketidakberdayaan dalam menghadapi dunia Barat yang dominan.14 Gus Martin (2003) dalam bukunya berjudul Understanding Terorism : Challenges, Persepctives, and Issues menyebutkan bahwa terorisme dapat 12 13 14 White, B., Little, R., and Smith, M.(ed), (1997), Issues in World Politics, St. Martin Press Ing, New York : Halaman 185-190. Snyder, C.A. (ed), (2008), Contemporary Security and Strategy 2nd edition, Palgrave Macmillan, New York : Halaman 173. Saeed, A. dalam Choir, T., Fanani, A. (ed), (2009), Islam dalam Berbagai Pembacaan Kontemporer, Pustaka Pelajar, Yogyakarta : Halaman 434. 13 menjadi berskala internasional apabila diarahkan kepada simbol-simbol internasional, orang asing, atau target luar negeri, dilakukan oleh jaringan teroris yang melintasi batas-batas negara serta diarahkan untuk memengaruhi kebijakan dari pemerintahan asing sebagai agenda utama. Langkah untuk merespon terorisme internasional menurut Gus Martin adalah penggunaan kekuatan militer, operasional aparat intelejen, sangsi ekonomi, langkah diplomasi, dan reformasi sosial.15 Baik Kegley maupun Viotti, Snyder, dan Gus Martin belum memberikan solusi untuk menekan perkembangan terorisme internasional melalui pendekatan non tradisional, khususnya Human Security. Sekalipun Gus Martin telah mengemukakan perlunya respon terhadap perkembangan terorisme internasional, namun masih tampak dominan penggunaan pendekatan tradisional dalam bentuk penggunaan kekuatan militer, kekuatan intelejen, sangsi ekonomi, dan langkah diplomasi di samping respon reformasi sosial, tetapi reformasi sosial ini lebih menekankan kepada reformasi sosial yang bersifat domestik dan belum menyinggung pentingnya respon berdasarkan reformasi sosial berbasis Human Security. D. ARGUMEN UTAMA Bahwa Human Security menurut konsep Mahbub ul Haq sebagai sebuah pendekatan non tradisional relevan untuk melengkapi pendekatan tradisional dalam menekan perkembangan terorisme internasional karena mampu mengidentifikasi akar masalah dari lahirnya terorisme global serta menawarkan jalan keluar sesuai dengan faktor penyebabnya. 15 Martin, G., (2003), Understanding Terorism : Challenges, Perspectives, and Issues, SAGE Publications, London : Halaman 347-367. 14 E. METODE PENELITIAN Penelitian ini dirancang dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif non eksperimental melalui studi kepustakaan dan dokumentasi mengenai konsep Human Security Mahbub ul Haq dan berbagai pustaka yang membahas tentang terorisme internasional. Jenis penelitian deskriptif kualitatif termasuk kategori penelitian sosial yang menggunakan format pengamatan post positivism dan bertujuan menggambarkan, meringkaskan, berbagai kondisi, situasi, atau berbagai fenomena realitas sosial yang menjadi obyek penelitian, serta berupaya menaruh realitas itu ke permukaan sebagai suatu ciri, karakter, sifat, model, tanda, atau gambaran tentang situasi atau fenomena tertentu. Jenis penelitian ini fokus pada unit tertentu dari berbagai fenomena sehingga memungkinkan studi ini dapat amat mendalam dan dengan demikian kedalaman data menjadi pertimbangan utama dalam penelitian model ini.16 1) Materi dan Subyek penelitian Bahan atau materi dalam penelitian ini adalah konsep Human Security menurut pendapat Mahbub ul Haq dan pustaka-pustaka yang membahas tentang terorisme internasional. Sedangkan subyek atau unit analisa dalam penelitian ini adalah Mahbub ul Haq peletak dasar Human Security. Sedangkan tingkat analisa berasal pada level personal. Penelitian ini dilakukan dengan memeriksa pemikiran subyek dalam bentuk konsep tentang Human Security dalam berbagai literatur. 16 Bungin, Burkha, M., (2008), Dasar-dasar Penelitian Sosial, Gramedia, Jakarta, Halaman 7682. 15 2) Cara Pengumpulan Data Untuk mengumpulkan data penelitian digunakan metode studi kepustakaan dan dokumentasi. Studi kepustakaan diarahkan untuk memperoleh data tentang konsep Human Security menurut pendapat Mahbub ul Haq dan juga untuk memperoleh data tentang terorisme internasional dalam segala aspeknya. Sedangkan dokumentasi diarahkan untuk memperoleh data tentang kejadiankejadian terorisme internasional baik sebab maupun latar belakangnya. Lebih lanjut dalam penelitian ini data dikumpulkan melalui metode penelusuran online yang membantu peneliti dalam menyediakan bahan-bahan sekunder yang dapat langsung dianalisis dengan metode analisis wacana kritis (critical discourse analysis).17 3) Variabel Penelitian 1. Konsep Human Security Mahbub ul Haq. 2. Isu terorisme internasional. 4) Alur Penelitian Penelitian dilakukan melalui tiga tahap. Tahap pertama adalah menyusun rancangan penelitian kualitatif non eksperimental. Tahap kedua adalah pengambilan data dengan metode pustaka dan dokumentasi. Dan tahap ketiga melakukan analisis data dan menyusun simpulan penelitian. 17 Bungin, Burkha, M., (2008), Dasar-dasar Penelitian Sosial, Gramedia, Jakarta, Halaman 7682. 16 5) Analisis hasil Penelitian Untuk menguji validitas data dalam penelitian ini digunakan teknik triangulasi. Teknik triangulasi adalah teknik pemeriksaan validitas data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau pembanding data itu.18 Teknik triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik pemeriksaan dengan memanfaatkan penggunaan sumber dan pustaka lain yang membahas tentang Human Security Approach di luar konsep Human Security Mahbub ul Haq. Hal yang sama juga dilakukan terhadap datadata tentang isu terorisme interasional. Hasil penelitian dianalisis dengan metode kualitatif. Analisis data kualitatif dilakukan secara berlanjut, berulang, dan terus menerus.19 Analisis data kualitatif dilakukan secara bersamaan dengan proses pengumpulan data. Tahapan-tahapan analisis data kualitatif meliputi pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan menarik kesimpulan (verifikasi). 6) Tujuan Penelitian Penelitian tentang penggunaan konsep Human Security Mahbub ul Haq dalam upaya pencegahan terorisme internasional memiliki tujuan sebagai berikut : 1. Mengetahui kekuatan dan kelemahan konsep Human Security Mahbub ul Haq sebagai pendekatan non konvensional. 2. Mengetahui relevansi konsep Human Security Mahbub ul Haq dalam pencegahan perkembangan terorisme internasional. 18 19 Moleong, Lexy J, (2002), Metodologi Penelitian Kualitatif, PT Remaja Rosdakarya, Bandung. Miles, Mathew dan M Huberman, (1992), Analisis Data Kualitatif, Penerjemah : Tjejep Rohendi Rohidi, UI Press, Jakarta. 17 7) Manfaat Penelitian 1. Bagi peneliti bermanfaat untuk mempelajari konsep Human Security Mahbub ul Haq dan perkembangannya, kekuatan dan kelemahannya sebagai pendekatan non konvensional dalam menjawab isu-isu keamanan internasional 2. Bagi ilmu pengetahuan dapat dipergunakan sebagai sumber informasi tentang relevansi konsep Human Security Mahbub ul Haq dalam pencegahan perkembangan terorisme internasional F. SISTEMATIKA PENULISAN Bahwa untuk memperoleh deskripsi tentang kerangka penelitian yang digunakan, dalam bab pendahuluan dikemukakan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, kerangka teori, argumen utama, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika penelitian. Pada BAB II tentang pendekatan keamanan non tradisional dan terorisme internasional. Bab ini membahas pembaharuan keamanan tradisional, konsep keamanan non tradisional dan terorisme internasional serta pemahaman terorisme internasional sebagai ancaman terhadap Human Security. Pada BAB III membahas tentang konsep Human Security Mahbub ul Haq, selanjutnya dibahas biografi singkat Mahbub ul Haq, pengertian dan gagasan utama Human Security menurut pendapat Mahbub ul Haq, latar belakang Human Security menurut Mahbub ul Haq, ruang lingkup Human Security menurut Mahbub ul Haq, dan implementasi Human Security menurut Mahbub ul Haq. 18 Sedangkan BAB IV berisi tentang analisis relevansi konsep Human Security Mahbub ul Haq dalam pencegahan perkembangan terorisme internasional dan analisis kekuatan serta kelemahan konsep Human Security Mahbub ul Haq sebagai pendekatan non konvensional bagi pencegahan perkembangan terorisme internasional. BAB V merupakan bab penutup yang berisi simpulan dan saransaran. 19