BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Berbagai tekanan akibat krisis ,ternyata dapat memicu gangguan kejiwaan pada seseorang. Akibatnya, bila gangguan jiwa ini di biarkan saja, maka akan berlanjut pada penyakit skizofrenia. Padahal jika penyakit ini terlambat di obati, akan memburuk bahkan terjadi hingga seumur hidup. Di Indonesia pasien skizofrenia kurang mendapat perhatian. Apalagi, dalam kondisi krisis ekonomi, keadaan mereka semakin tidak mendapat perhatian dari berbagai pihak, yang pada kenyataannya pada kehidupan sehari- hari, tingkat stres semakin tinggi. Skozofrenia harus segera di atasi karena penyakit ini dapat mempengaruhi kinerja seseorang dan kesempatan kerja. Apalagi ada stigma yang masih kuat di masyarakat, yang terkait dengan gangguan kejiwaan (Yulianti, 2008). Oleh karena itu, masyarakat perlu memahami tentang skizorenia, sehingga jika ada anggota keluarganya yang mengalami gangguan ini dapat segera di atasi. Semakin dini ditangani, semakin besar kemungkinan dan kesempatan pasien dapat kembali berfungsi dengan baik (Yulianti, 2008). Skizofrenia berasal dari ketidak seimbangan kimia otak yang disebut neurotransmitter, yaitu kimia otak yang memungkinkan neuron– neuron berkomunikasi satu sama lain. Beberapa ahli mengatakan bahwa skizofrenia berasal dari aktifitas neurotransmitter dopamine yang berlebihan di bagia tertentu otak atau di karenakan sensitivitas yang abnormal terhadap dopamine. Banyak ahli yang berpendapat bahwa dopamine yang berlebihan saja tidak cukup untuk skizofrenia. Beberapa neurotransmitter lain seperti serotonin dan nerepinephrine tampaknya juga memainkan peranan yang sangat penting (Durand, 2007). Universitas Sumatera Utara Dari pemaparan diatas telah di bahas tentang skizofrenia, faktor penyebab, serta minimnya peran keluarga dalam mengasuh pasien skizofrenia, untuk itu maka perlu di perlukannya proses keperawatan, sebagai kerangka berpikir dan kerangka dalam merawat pasien tersebut, hal ini dilakukan untuk memperbaiki status kesehatan klien, dalam hal ini, keperawatan sebagai proses berpikir, telah di perkenalkan sejak tahun 1955 oleh Hall pada tahun 2004 proses keperawatan (nursing process) yang di tetapkan sebagai series of steps oleh ANA (American nursing Association) (Wilkinson, 2007), yang terdiri dari pengkajian, penetapan diagnosa, perencanaan hasil, perencanaan intervensi, implementasi dan evaluasi. Pada prakteknya kegiatan proses keperawatan tidaklah selalu berurutan tetapi bisa dikerjakan pada waktu bersamaan. Salah satu kegiatan yang penting dalam proses keperawatan adalah pengkajian keperawatan. Pengkajian keperawatan ini sangat penting karena dari pengkajian keperawatan tersebut maka perawat akan mampu menentukan apa masalah keperawatan diagnosa keperawatan dan masalah kolaboratif serta komplikasi yang dialami oleh pasien dan membuat perencanaan dalam merawat pasien. Meski begitu pengalaman menunjukkan bahwa sering sekali perawat mengalami kesulitan dalam menentukan diagnosa keperawatan secara spesifik yang dialami oleh penderita tersebut, hal ini mungkin karena pengkajian keperawatan yang tidak terstruktur dengan benar, dan berdasarkan dari pengkajian yang dilakukan oleh perawat yang tidak mempunyai urutan dan terstuktur dengan baik terkait dengan diagnosa keperawatan sering terjadi, meskipun perawat mempunyai data tertentu tetapi perawat kebingungan untuk menentukan data tersebut mendukung diagnosa keperawatan yang mana. Atau sebaliknya perawat mempunyai prediksi pasien mempunyai diagnosa tertentu tetapi tidak tahu data apa yang perlu dikaji untuk mendukung diagnosa tersebut muncul (Nurjannah, 2010). Universitas Sumatera Utara Maka dari itu di perlukan pemahaman mendalam mengenai „diagnostic reasoning’ yang merupakan elemen tepenting untuk mengidentifikasi masalah yang di alami oleh pasien dalam praktek keperawatan (King, 2006). Lunney (2012) menyebutkan bahwa pengetahuan mengenai diagnosa, definisinya dan batasan karakteristiknya (tanda dan gejala) merupakan pengetahuan yang sangat luas dan kompleks, dan hampir tidak mungkin bagi perawat untuk mengingat semua informasi yang ada, sehingga beliau menyarankan agar perawat mengetahui bagaimana mengakses informasi yang diperlukan tersebut. Kemampuan untuk menemukan informasi yang relevan ini menjadi satu hal yang penting karena akan mendukung kemampuan dalam menentukan diagnosa (Harjai & Tiwari, 2009). 1.2 Perumusan masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana Probabilitas Diagnosa Keperawatan dan Diagnosa Kolaborasi pada Pasien Skizofrenia Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Medan. 1.3 Pertanyaan penelitian Adapun pertanyaan penelitian ini adalah : a. Bagaimana probabilitas diagnosa keperawatan pada pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Medan? b. Bagaimana probabilsitas diagnosa kolaborasi pada pasien Skozofrenia RSJ Medan? Universitas Sumatera Utara 1.4 Tujuan penelitian Adapun tujuan umum penelitian ini adalah : 1.4.1 Untuk mengidentifikasi probabilitas diagnosa keperawatan pada pasien Skozofrenia RSJ Medan. Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah : 1.4.2 Untuk mengidentifikasi probabilitas diagnosa kolaborasi pada pasien Skozofrenia di Rumah Sakit Jiwa( RSJ) Medan. 1.5 Manfaat penelitian 1. Bagi Pendidikan Keperawatan Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dan memperkaya pengetahuan tentang probabilitas diagnosa keperawatan dan diagnosa kolaborasi pada pasien Skozofrenia di RSJ Medan. 2. Bagi Pelayanan Keperawatan Penilitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan kepada setiap perawat dalam proses menegakkan diagnosa keperawatan dan diagnosa kolaborasi. 3. Bagi Peneliti Keperawatan Menjadi bahan masukan bagi peneliti selanjutnya yang ingin mengadakan penelitian terkait. Universitas Sumatera Utara