BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Konflik sebuah proses sosial yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan mengahancurkan atau membuatnya tidak berdaya. Pihak-pihak menginginkan sesuatu bisa berupa uang, tanah, jabatan dan lain sebagainya yang mempunyai sebuah nilai. Bahkan dalam memperebutkan apa yang dinginkan dapat timbulnya pertengkaran yang dahsyat untuk memenangkannya.1 Harus kita ketahui bahwasanya di dalam pemerintahan daerah maupun pemerintahan pusat pasti terdapat berbagai konflik, misalnya saja konflik organisasi, konflik agama, konflik antara suku, konflik sosial dan lain sebagainya. Suatu konflik itu di dalamnya pasti mempunyai akar permasalahan. Permasalahan itu sendiri dapat diukur berat atau tidaknya suatu masalah. Hal tersebut dapat dipicu karena adanya kecenderungan kecemburuan sosial yang berlebihan dalam kalangan pemerintah ataupun masyarakat. Pendapat dari Jhon Locke mengenai konflik dan anarkisme ialah demokrasi mengatakan bahwa manusia sebagai manusia, terpisah dari semua pemerintah atau masyarakat, mempunyai hak tertentu yang tidak pernah boleh diserahkan atau dirampas. Manusia tidak menyerahkan hak untuk bergabung membentuk suatu 1 Dean G. Pruitt & Z. Rubin Jeffrey, Teori Konflik, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hlm 4. 1 masyarakat atau pemerintah, dan masyarakat atau pemerintah tidak boleh mencoba merampas hak-hak rakyat. Jika pemerintah mencoba merampas hak-hak tersebut, maka manusia dibenarkan melakukan revolusi untuk mengubah pemerintahan. Hak yang dimiliki atau yang harus dimiliki seseorang lebih sering dinamakan hal alamiah, sedangkan hak yang diperoleh dari pemerintah dinamakan hak sipil.2 Hal alamiah disini adalah hak atas kebutuhan sandang, pangan, dan perlindungan yang diperlukan untuk dapat hidup di suatu lingkungan masyarakat tertentu. Tolak ukur suatu kehidupan tentu berbeda antara masyarakat satu dengan masyarakat lain. Kebutuhan minimum pun jelas berbeda. Hak yang diperoleh dari pemerintah dinamakan hak sipil. Sangat menarik ketika berbicara tentang konflik dan pasar. Disini peneliti akan meneliti tentang konflik yang terjadi di Pasar Sentolo Kabupaten Kulon Progo. Pada saat konflik terjadi pengelolaan Pasar Sentolo Lama dikelola oleh Pemerintah Daerah Kulon Progo dalam hal ini Dinas Perdagangan Perindustrian dan Energi Sumber Daya Mineral. Konflik yang terjadi terkait tentang relokasi Pasar Sentolo adalah konflik sosial. Awal mula terjadinya konflik Pasar Sentolo adalah rencana pembangunan jangka menengah (RPJMD) Pemerintah Kabupaten Kulon Progo dalam penataan pedagang di Pasar Sentolo agar tertib, nyaman dan bersih; sehingga terciptanya suasana pasar yang asri. Tetapi, banyak kalangan pro maupun kontra terkait dengan relokasi Pasar Sentolo tersebut. Masalahnya pemerintahberencana pengalih fungsian Pasar Tradisional Sentolo menjadi ruang 2 Yadiman & Rycko Amelza Dahniel, Konflik Sosial dan Anarkisme, (Yogyakarta: CV. Andi Offset, 2013), hlm 103. 2 terbuka hijau (RTH), taman kuliner, maupun taman niaga. Dalam berita salah satu media online pada hari Senin, 27 Januari 2014 menyebutkan bahwa: “Polemik seputar pasar tradisional Sentolo terus berlanjut. Ratusan orang yang berasal daripihak penentang penutupan pasar tersebut menggeruduk gedung DPRD Kulonprogo.Mereka mengungkapkan aspirasinya pada kalangan legislatif terkait penataan pasar tradisional tersebut”.3 Menurut Bapak Teguh selaku Kepala Desa Sentolo bahwa tanah yang berada di Pasar Sentolo Lama adalah milik kas Desa Sentolo. Sedangkan bangunan yang berdiri di atas tanah kas Desa Sentolo adalah milik Pemda Kulon Progo. Dalam hal ini Pemda Kabupaten Kulon Progo menjalin kontrak tanah dengan Pemdes Sentolo. Awal mula terjadinya sewa tanah antara Pemdes Sentolo dengan Pemkab Kulon Progo, menurut Bapak Teguh selaku Kepala Desa Sentolo bahwa awal berdirinya Pasar Sentolo Lama berdiri pada tahun 1930, pada saat penjajahan Belanda. Kurang lebih pada tahun 1948 pasar tersebut dikelola oleh Desa Sentolo. Akan tetapi setelah pasar tersebut berkembang dengan pesat, kurang lebih pada tahun 1954 pasar tersebut diambil alih pengelolaannya oleh Pemda Kulon Progo. Alasannya Pemda Kulon Progo mengambil alih dan menyewa tanah kas Desa Sentolo unutk Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kulon Progo. Sewa tersebut disepakati dan lama sewa tanah adalah 20 tahun. Pemdes Sentolo dalam hal ini hanya diberi sewa tanah yang tidak setimpal dengan luas tanah kas Desa Sentolo yang luasnya 6.000 m2. Harga sewa tanah milik Pemdes pada tahun 2008 hanya dihargai Rp 600 per m 2. Sedangkan pada 3 http://jogja.tribunnews.com/2014/01/27/ratusan-pedagang-sentolo-demo-di-dprdkulonprogodiaskes tanggal 28 September 2016, 21:11 WIB. 3 tahun 2012 harga sewa tanah naik menjadi Rp 1.000 per m 2. Pada bulan Desember akhir tahun 2014 sewa tanah kas Desa Sentolo habis. Tetapi, dari pihak Pemda ingin memperpanjang masa sewa tanah. Namun para pedagang tidak menyetujuinya dan meminta pengelolaanya dikembalikan kepada Desa sentolo. Sejumlah pedagang Pasar Tradisional Sentolo, remaja, dan toko warga Desa Sentolo menolak dengan rencana Pemerintah Daerah Kabupaten Kulon Progo. Mereka menginginkan eksistensi pasar tradisional dipertahankan sementara pengelolaannya dialihkan pada PemerintahDesaSentolo. Alasan pedagang yang berada di Pasar Tradisional Sentolo Lama sudah berpuluh-puluh tahun berada di Pasar tersebut. Karena Pasar Tradisional bagi mereka adalah sebagai sumber penghasilan dan penghidupan keluarga. Setelah pembangunan tahap empat Pasar Sentolo Baru telah usai yang mengahbiskan dana sekitar Rp 7 miliar dari APBN dan 4,09 miliar dari APBD, pedagang banyak yang mengeluh dikarenakan pada saat ini keberadaan Pasar Sentolo Baru masih sepi pembeli. Pembeli lebih suka berbelanja di Pasar Sentolo Lama dari pada berbelanja di Pasar Sentolo Baru yang dijadikan pasar percontohan karena pembeli lebih memilih tempat yang strategis karena tidak perlu melewati jalan nasional dikarenakan ramai kendaraan. Pada Peraturan Daerah Kabupaten Kulon Progo Nomor 11 Tahun 2011 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Pasar Tradisional serta Penataan Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern dalam Bab III Perlindungan Pasar Tradisional Pasal IV berbunyi “Pemerintah Daerah berkewajiban memberikan perlindungan 4 kepada Pasar Tradisional dan pelaku usaha di dalamnya”. Perlindungan yang dimaksud dalam bentuk: a. Membatasi jumlah dan mengatur jarak antara Pasar Tradisional dengan Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern. b. Menentukan lokasi usaha yang strategis dan menguntungkan Pasar Tradisional. c. Memfasilitasi kejelasan dan kepastian hukum tentang status hak pakai lahan pasar yang ditempati. d. Mengatur mengenai mekanisme pelayanan pada Pasar Tradisional. e. Memprioritaskan kesempatan memperoleh tempat usaha bagi pedagang Pasar Tradisional yang telah ada sebelum dilakukan renovasi atau relokasi Pasar Tradisional. Perlu kita ketahui definisi pasar menurut Perda Nomor 11 Tahun 2011 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Pasar Tradisional serta Penataan Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern bawasannya pasar merupakan tempat area jual beli barang dengan jumlah penjual lebih dari satu, baik yang disebut sebagai pusat perbelanjaan, pasar tradisional, pertokoan, mall, plasa, pusat perdagangan maupun sebutan lain. Kulon Progo dalam hal ini memiliki sejumlah pasar tradisional yang tersebar di berbagai kecamatan maupun desa. Dalam hal ini kulon progo mempunyai 32 Pasar Tradisional yang tersebar di 12 Kecamatan. Jumlah infrastruktur berupa kios dan los berbeda-beda, bahkan ada yang tidak memiliki kios dan los tersebut. 5 Penelitian kali ini akan melihat konflik yang dilakukan oleh Dinas Perdagangan Perindustrian dan Energi Sumber Daya Mineral Kabupaten Kulon Progo dan para pedagang Pasar Sentolo tersebut. Permasalahan itu dimulai saat Pemerintah Kabupaten Kulon Progo (Dinas Perdagangan Perindustrian dan Energi Sumber Daya Mineral Kabupaten Kulon Progo) ingin mengubah pasar tradisional lama menjadi ruang terbuka hijau (RTH) dan taman niaga. Kemudian rencana Pemkab ialah memindahkan para pedagang di Pasar Lama ke Pasar Baru. Akan tetapi, permasalahan para pedagang menolak relokasi ini dikarenakan beberapa hal: 1. Pasar Lama Sentolo sudah berdiri sejak jaman penjajahan Belanda, menurut pedagang pasar tersebut memiliki sebuah sejarah penting. 2. Pasar tersebut keberadaanya sudah memiliki kelayakan bagi para pembeli sejak lama. 3. Para pembeli sudah merasakan kenyamanan di tempat yang lama tersebut. 4. Pemerintah Kabupaten Kulon Progo telah cacat adminitrasi dan melanggar Perjanjian Nomor 58 e Tahun 2007 tentang Sewa Menyewa Tanah Kas Desa yang Digunakan untuk Kepentingan Pembangunan oleh Pemerintah Kabupaten Kulon Progo. Selanjutnya, Pemkab Kulon Progo dan para pedagang memilih untuk mediasi atau berdialog.Hasil mediasi dan dialog menghasilkan beberapa keputusan sebagai berikut: 1. Pasar Sentolo Lama tetap berdiri tetapi pengelolaanya diawasi oleh Pemdes Sentolo. 6 2. Pasar Tradisional Baru tetap dilanjutkan, namun Pemkab ikut membantu dalam mempromosikan pasar tersebut. Lalu, pada kenyataanya memang Pasar Tradisional Lama arus perdagangannya tetap lancar seperti biasa, tetapi Pasar Tradisional Baru meskipun sudah diadakan promosi oleh Pemerintah justru masih sepi, yang berdampak pada omset pedagang menurun. Berdasarkan uraian di atas, penulis akan mengkaji dan meninjau permasalahan ini dalam bentuk tugas akhir skripsi. Judul penelitian ini ialah “MANAJEMEN KONFLIK PENGELOLAAN PASAR SENTOLO KULON PROGO (Studi Kasus Konflik Antara Pedagang Pasar Sentolo Dengan Pemerintah Daerah)”. B. Rumusan Masalah Berdasarkan dari pemaparan latar belakang diatas maka penulis dapat merumusakan masalah sebagai berikut: “Bagaimana manajemen konflik yang dilakukan oleh Dinas Perindustrian Perdagangan dan Energi Sumber Daya Mineral Kabupaten Kulon Progo dalam menyelesaikan konflik pengelolaan Pasar Sentolo?” C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian yang dimaksud ialah sebagai berikut: Mengetahui manajemen konflik yang dilakukan oleh Dinas Perindustrian Perdagangan dan Energi Sumber Daya Mineral Kabupaten Kulon Progo dalam menyelesaikan konflik pengelolaan Pasar Sentolo. 7 D. Manfaat Penelitian 1. Sebagai masukan untuk pemerintah Kabupaten Kulon Progo khususnya Dinas Perdagangan dan Energi Sumber Daya Mineral dalam mengelola pasar sentolo baru yang bisa menjadi harapan bagi masyarakat, pedagang dan pemerintah setempat. 2. Sebagai informasi bagi kaum terpelajar yang membutuhkan keterangan seputar konflik pasar sentolo. E. Kajian Teori 1. Teori Konflik Konflik adalah presepsi mengenai perbedaan kepentingan. Menurut Raven dan Rubin (1983) kepentingan adalah perasaan orang mengenai apa yang sesungguhnya ia inginkan. Perasaan itu cenderung bersifat sentral dalam pikiran dan tindakan orang, yang membentuk inti dari banyak sikap, tujuan, dan niat.4 Taquiri, Konflik merupakan warisan kehidupan sosial yang berlaku dalam berbagai keadaan akibat bangkitnya keadaan ketidaksetujuan, kontroversi dan pertentangan diantara dua pihak atau lebih pihak secara berterusan.5 Selanjutnya pendapat Killman dan Thomas, konflik adalah kondisi terjadinya ketidakcocokan antara nilai atau tujuan yang ingin dicapai, baik yang ada dalam individu maupun dalam hubungannya dengan orang lain. Kondisi yang telah dikemukakan tersebut dapat mengganggu, bahkan 4 5 Dean G. Pruitt & Z. Rubin Jeffrey, Teori Konflik, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hlm 21. A. Rusdiana, Manajemen Konflik, (Bandung: CV. PustakaSetia, 2015), hlm 68. 8 menghambat tercapainya emosi atau stres yang mempengaruhi efisiensi dan produktifitas.6 Sedangkan menurut Webster (1996), istilah “conflict” di dalam bahasa aslinya berarti suatu “perkelahian, peperangan, atau perjuangan” yaitu berupa konfrontasi fisik antara beberapa pihak. Tetapi arti kata itu kemudian berkembang dengan masuknya “Ketidaksepakatan yang tajam atau oposisi atas berbagai kepentingan, ide dan lain-lain”. secara singkat istilah “conflict”menjadi begitu meluas sehingga beresiko kehilangan statusnya sebagai sebuah konsep tunggal.7 Coser menyatakan bahwa penyebab terjadinya konflik adalah kondisikondisi yang menyebabkan ditariknya legitimasi dari sistem distribusi yang ada dan intensifikasi tekanan terhadap kelompok-kelompok tertentu yang tidak dominan. Selanjutnya penarikan legitiamsi itu mempengaruhi variabelvariabel struktur sosial, derajat kesetiaan dan taraf mobilitas yang diperbolehkan dalam suatu sistem. Tekanan-tekanan yang semakin intensif dipengaruhi oleh konteks sosialisasi dan kendala-kendala struktural yang dipergunkan untuk menekan kelompok-kelompok yang ada.8 Pendapat Karl Marx konflik merupakan suatu proses sosial antara satu orang atau lebih yang mana salah seorang diantaranya berusaha menyingkirkan pihak lain. Karl Marx melihat masyarakat manusia sebuah proses perkembangan yang akan menyudahi konflik melalui konflik. Kalau 6 Ibid hlm 162. Dean G. Pruitt & Z. Rubin Jeffrey, Teori Konflik, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hlm 9. 8 Soerjono Soekanto & Ratih Lestarini, Fungsionalisme dan Teori Konflik dalam Perkembangan Sosiologi, (Jakarta: Sinar Grafika, 1988), hlm 93. 7 9 kita melihat dari teori diatas, kita tahu bahwa sebagai masyarakat tidak bisa menghindari konflik di kehidupan saat ini. Ada 4 (empat) bentuk konflik yaitu konflik tujuan, konflik peranan, konflik nilai dan konflik kebijakan. Konflik juga tidak begitu saja muncul tapi konflik mempunyai sumber-sumber yang menjadi patokan atau pemicu munculnya konflik antara individu maupun antara kelompok sosial. Konflik memiliki peran dalam hubungan-hubungan sosial, diantara individu-individu. Sedangkan White & Bednar (1991) mendefinisikan konflik sebagai sesuatu interaksi antara orang-orang atau kelompok yang saling bergantung merasakan adanya tujuan yang saling bertentangan dan saling menggangu satu sama lain dalam mencapai tujuan itu. Faktor-faktor penyebab terjadinya konflik antar kelompok sosial antara lain: a. Adanya perbedaan antara kelompok sosial, baik secara fisik maupun mental, atau perbedaan kemampuan, pendirian dan perasaan sehingga menimbulkan pertikaian atau bentrokan diantara mereka. b. Perbedaan pola kebudayaan seperti perbedaan adat istiadat, suku bangsa, agama, paham politik, pandangan hidup dan budaya darah sehingga mendorong timbulnya persaingan dan pertentangan, bahkan bentrokan diantara anggota kelompok sosial tersebut. c. Perbedaan mayoritas dan minoritas yang dapat menimbulkan kesenjangan sosial diantara kelompok sosial tersebut. Misalnya antara etnis Tiong hoa (minoritas) dan etnis pribumi (mayoritas). 10 d. Perbedaan kepentingan antar kelompok sosial, seperti perbedaan kepentingan politik, ekonomi, sosial, budaya, agama dan sejenisnya merupakan faktor penyebab timbulnya konflik. e. Perbedaan individu Perbedaan kepribadian antara individu bisa menjadi faktor penyebab terjadinya konflik, biasanya perbedaan individu yang menajdi sumber konflik adalah perbedaan pendirian dan perasaan. Setiap manusia adalah individu yang unik, artinya setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. f. Perbedaan latar belakang kebudayaan Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadipribadi yang berbeda. Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat menghasilkan konflik. g. Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan. h. Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat. Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu langsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial. 9 9 Yadiman & Dahniel Rycko Amelza, Konflik Sosial dan Anarkisme, (Yogyakarta: CV. Andi Offset, 2013), hlm 1-4. 11 2. Bentuk-Bentuk Konflik Berdasarkan bentuk konflik, konflik dapat dibedakan menjadi dua yaitu antara lain sebagai berikut: a. Konflik Laten Konflik laten adalah konflik yang cenderung tertutup dan sifatnya mengakar dalam masyarakat. Konflik ini belum mewujud dalam bentuk tindakan kekerasan sehingga dapat lebih cepat diselesaikan. b. Konflik Terbuka Konflik terbuka adalah konflik yang sudah muncul ke permukaan, baik berupa perilaku, sikap, maupun tindakan-tindakan tertentu. Konflik jenis ini melibatkan dua belah pihak atau lebih yang kadang-kadang berhadapan secara langsung dan memunculkan tindakan kekerasan baik fisik maupun nonfisik. Konflik ini tidak mudak untuk diselesaikan.10 3. Keuntungan dan Kerugian Konflik Untuk mengelola konflik secara tepat, dibutuhkan pengenalan terhadap keuntungan dan kerugiannya. Martinez dan Fule menulis bahwa apabila konflik dihilangkan, organisasi akan kehilangan manfaatnya, sebaliknya apabila dibiarkan berkembang, konflik akan tidak terkendali dan merugikan organisasi. Oleh karena itu, manajer perlu mengetahui keuntungan dan kerugian yang diakibatkan oleh konflik. Adapun keuntungan dan kerugian yang diakibatkan oleh konflik adalah sebagai berikut: 10 A. Rusdiana, Manajemen Konflik, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2015), hlm 136. 12 a. Keuntungan Konflik Beberapa keuntungan dari adanya konflik, yaitu: 1) Memiliki nilai diagnosis (merupakan alat deteksi dini, bagi masalah yang akan segera muncul); 2) Pemacu kreatifitas (dalam pencarian solusi yang baru dan kreatif terhadap permasalahan yang dihadapi); 3) Memfokuskan pada tugas (konflik merangsang para pelaku bekerja keras untuk menyelesaikan tugas yang sedang dilaksanakan); 4) Sebagai umpan balik /Feed back (menyetel presepsi terhadap realitas); 5) Sebagai empowerment (pendorong kelompok yang tidak aktif menjadi lebih aktif menyodorkan ide untuk menyelesaikan masalah); 6) Sebagai katup pengaman (jika muncul konflik yang lebih intens); 7) Berfungsi sebagai pancing (untuk memancing wacana-wacana yang cemerlang dan penting bagi masyarakatumum); 8) Sebagai alat pembelajaran (dalam menyampaikan pandangan dengan jelas); 9) Mendorong kearah perubahan.11 b. Kerugian Konflik Kerugian dari konflik ialah dimana pihak-pihak yang terlibat merasa rugi karena konflik tersebut. Konflik merusak munculnya bentuk konflik spiral. Spiral konflik ini hanya memiliki satu arah yaitu mengikat dan maju. Dalam spiral ini salah satu akan berusaha untuk mengubah struktur hubungan dan 11 A. Rusdiana, Manajemen Konflik, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2015), hlm 212-213. 13 membatasi pilihan pihak lain, untuk mencari keuntungan sepihak. Salah satu kerugian dari konflik adalah konflik yang tak terselesaikan, bahkan menimbulakan kerugian pada materi maupun nonmateri.12 4. Macam-Macam Konflik Konflik sebagai gelaja sosial masyarakat akan didapatkan dalam kehidupan sehari-hari. Artinya konflik merupakan gejala yang bersifat universal. Tidak ada kehidupan bermasyarakat tanpa adanya konflik, baik itu konflik berskala kecil maupun konflik berskala besar, baik itu menyangkut konflik antar individu, antar kelompok, maupun antara individu dan kelompok. Disamping itu juga konflik sosial dapat dibedakan menjadi beberapa macam konflik. Berikut ini adalah macam-macam konflik sosial dan penjelasannya. Menurut Soerjono Soekanto, ada beberapa konflik sosial, antara lain sebagai berikut: a. Konflik Antar Pribadi Konflik antarindividu adalah konflik sosial yang melibatkan individu dalam konflik tersebut. Konflik ini terjadi karena adanya perbedaan, pertentangan, atau ketidakcocokan antar individu satu dan individu lain. Setiap individu mempertahankan tujuannya atau kepentingannya masing-masing. b. Konflik Antar Etnik Etnik atau suku bangsa memiliki berbagai kebudayaan yang berbeda antara satu dan lainnya. Sesuatu yang dianggap baik atau sakral dari suku 12 Robby I. Chandra, Konflik dalam Hidup Sehari-hari, (Yogyakarta: Kanisius, 1992), hlm 53. 14 tertentu mungkin tidak demikian halnya bagi suku lain. Perbedaan etnis tersebut dapat menimbulkan terjadinya konflik antaretnis. c. Konflik Antar Agama Konflik dalam agama adalah keyakinan yang bersifat mutlak, artinya tanpa pembanding. Dalam hal ini konteks agama dibandingkan dengan ilmu pengetahuan keberadaanya bersifat relatif. Jika ditemukan teori baru dan menyangkal teori lama, teori lama justru akan diganti dengan teori baru. Agama tidak demikian, kebenarannya bersifat mutlak dengan menerima ajaran agama tersebut dengan kenyakinan bahwa yang diajarkan dalam agama adalah benar. Sifat agama yang sering menimbulkan berbagai konflik, baik antar umat dalam satu agama, umat antar agama, maupun umat beragama dengan pemerintah. Potensi konflik yang berkaitan dengan agama, pemerintah mencanangkan tiga kerukunan yaitu: 1. Kerukunan antar umat beragama. 2. Kerukunan antar agama. 3. Kerukunan antar umat beragama dan pemerintah. d.Konflik Antar Golongan atau Kelas Sosial. Konflik yang terjadi antarkelas sosial biasanya berupa konflik yang bersifat vertikal, yaitu konflik antar kelas atas dan kelas sosial bawah. Konflik ini dapat terjadi karena memiliki kepentingan yang berbeda. Misalnya saja dari golongan buruh menuntut kenaikan upah kepada 15 pemerintah ataupun perusahaan adalah wujud dari salah satu konflik antar golongan. e. Konflik Antar Ras Ras atau yang sering disebut dengan warna kulit merupakan ciri dari biologis manusia yang dibawa sejak lahir. Masyarakat hidup di suatu wilayah dan memiliki solidaritas yang sama. Oleh karena itu, konflik yang terjadi karena diantara mereka karena perbedaan warna kulit dapat meluas karena adanya adanya solidaritas di antara mereka yang memiliki warna kulit yang sama. f. Konflik Antar Negara Konflik antarnegara adalah konflik yang terjadi antara kedua negara atau lebih. Konflik ini memiliki perbedaan tujuan dan berupaya memaksakan kehendak negaranya kepada negara lain.13 5. Faktor Penyebab Konflik Menurut Amiruddi (1994) konflik yang ada dalam masyarakat dapat dikategorikan menjadi tiga hal, yakni: pertama, konflik sosial konflik yang terus menerus ada di antara kelas-kelas sosial dalam masyarakat, menyangku ttentang ideologi, ras dan agama. Kedua, konflik ekonomi, yaitu konflik perbedaan taraf hidup antara yang berkecukupan dan yang tidak berkecukupan pada perkembangannya menjadi konflik ras dan agama.Ketiga, konflik berbagai kebudayaan masyarakat kelas bawah dengan kelas atas yang memegang kekuasaan. 13 A. Rusdiana, Manajemen Konflik, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2015), hlm 73-75. 16 Faktor penyebab konflik sosial atau kerusuhan sosial tidak berdiri sendiri.Oleh karena itu, konflik sosial dan kerusuhan sosial pada dasarnya bersifat multi dimensional. Menurut Dorcey (1986), sebagaimana diacu oleh Mitchell (2000), ada empat penyebab dasar konflik, yakni: pertama, perbedaan pengetahuan dan pemahaman, kedua perbedaan nilai, ketiga perbedaan alokasi keuntungan dan kerugian, keempat, perbedaan latarbelakang personal dan sejarah kelompok-kelompok kepentingan. Sedangkan menurut Warsilah (2000), ada tiga faktor yang menjadi penyebab utama konflik terjadinya konflik sosial, diantaranya: a. Faktor Struktural (kesenjangan sosial, ekonomi, dan politik) Faktor ini terjadi karena realisasi sosial antara kolektivitas-kolektivitas yang ada dalam masyarakat mengalami hambatan, yang pada akhirnya akan menumbuhkan sikap kecemburuan dan bisa terjadinya melemahnya ekonomi. b. Faktor Kebudayaan (etnik dan agama) Faktor etnik berasal dari adanya perbedaan karakteristik budaya etnik ikut menyumbang kepada proses disharmoni hubungan antara kolektivitas dalam masyarakat. Sedangkan faktor agama terutama kemutlakan doktrin agama dan masalah eksistensi kehidupan agama termasuk upacara ritual keagamaan, serta masalah pelecehan terhada ptokoh-tokoh agama ternyata menjadi faktor pencetus munculnya konflik laten. 17 c. Faktor Psikologi Sosial Faktor psikologi sosial misalnya seperti sikap arogan aparat petugas termasuk juga aparat penegak hukum.14 6. Teori Manajemen Konflik Secara etimologi manajemen berarti kepemimpinan; proses peraturan; menjamin kelancaran jalannya pekerjaan dalam mencapai tujuan dengan pengorbanan sekeceli-kecilnya. Dengan kata lain manajemen secara singkat berarti pengelolaan. Menurut MaryParker Vollett, manajemen merupakan seni dalam menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. Manajemen mempunyai pengertian sebagai proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber daya sumber organisasi. Manajemen konflik merupakan serangkaian aksi dan reaksi antara pelaku ataupun pihak luar dalam suatu konflik. Manajemen konflik termasuk pendekatan yang berorientasi pada proses yang mengarahkan pada bentuk komunikasi dari perilaku ataupun pihak luar dan cara mempengaruhi kepentingan dan interprestasi. Manajemen konflik merupakan langkah-langkah yang diambil para pelaku atau pihak ketiga dalam rangka mengarahkan perselisihan ke arah hasil tertentu yang mungkin atau tidak mungkin menghasilkan perselisihan konflik dan ketenangan, hal positif, kreatif, bermufakat, atau agresif. 14 Istiana Hermawati , dkk, Faktor-faktor Determinan Penyebab Konflik Sosial Di Kota Makassar, (Yogyakarta:Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesejahteraan Sosial, 2012), hlm 23-25. 18 Pendapat dari Minnery tentang manajemen konflik adalah proses, sama halnya dengan perencanaan kota. Bahwa proses manajemen konflik merupakan bagian yang rasional dan bersifat iteratif, artinya pendekatan model manajemen konflik dengan cara terus-menerus mengalami penyempurnaan sampai mencapai model yang representatif dan ideal.15 7. Tujuan Manajemen Konflik Tujuan utama manajemen konflik sebenarnya adalah untuk membangun dan mempertahankan kerja sama yang kooperatif dengan para pihak yang terkait. Beberapa bentuk perilaku manajemen konflik seperti tawar menawar, pemecahan masalah secara integratif, merupakan pendekatan untuk menangani konflik. Faisher dkk mengunakan istilah tranformasi konflik secara lebih umum dalam menggambarkan situasi dan tujuan secara keseluruhan, yaitu sebagai berikut: a. Pencegahan konflik bertujuan untuk mencegah timbulnya konflik yang keras. b. Penyelesaian konflik bertujuan untuk mengakhiri perilaku kekerasan melalui persetujuan damai. c. Pengelolaan konflik bertujuan untuk membatasi dan menghindari kekerasan dengan mendorong perubahan perilaku positif bagi pihakpihak yang terlibat. 15 Ibid hlm 169-170. 19 d. Resolusi konflik menanggani sebab-sebab konflik dan berusaha membangun hubungan baru dan tahan lama diantara kelompokkelompok yang berkonflik. e. Transformasi konflik mengatasi sumber-sumber konflik sosial dan politik yang lebih luas dan berusaha mengubah kekuatan negatif menjadi kekuatan sosial dan politik yang positif.16 8. Strategi Manajemen Konflik Dalam telaah yang berjudul The Strategy of Conflict yang dibuat oleh Thomas Schelling, disimpulkan bahwa elemen utama dalam teori strategi yang diterapkan pada situasi persaingan, terutama berasal pemikiran yang terdapat dalam game theory. Teori yang terdapat dalam The Strategy of Conflict terutama membahas prinsip-prinsip tawar-menawar, ancaman, ketidak percayaan antara satu pihak dengan pihak yang lainnya, serta keseimbangan antara kerjasama dan konflik.17 Dalam proses perencanaan wilayh monflik implementasinya. dapat terjadi Pemecahan pada pengambilan konflik dengan sasaran keputusan dan sumber daya manusianya sangat menguntungkan untuk dilaksanakan. Menurut pendapat dari Ross, strategi dalam memecahkan konflik adalah sebagai berikut: 1. Self Help Strategi self help merupakan tindakan sepihak bersifat destruktif. Tindakan ini kadang-kadang dilakukan oleh pihak yang kuat untuk 16 17 Ibid hlm 171-172. Robert M. Grant, Analisis Strategi Kontemporer, (Jakarta: Erlangga, 1997), hlm 12. 20 menekan pihak yang lemah. Strategi self help dapat pula digunakan untuk tindakan yang kontruktif dalam bentuk menarik diri, menghindar, tidak mengikuti, atau untuk melakukan tindakan independen. Adapun langkah-langkah yang dapat diambil dalam menerapkan strategi self help, anatar lain sebagai berikut: a. Exit Dalam hal ini apabila tekanan dari pihak yang kuat terhadap pihak yang lemah, pihak yang lemah sebaiknya keluar dari tekanan tersebut. Hal ini didasarkan pada peritimbangan bahwa tekanan akan menimbulkan pengaruh yang kuat pada pihak yang tertekan. b. Advoidance Advoidance merupakan tindakan menghindar dilakaukan berdasarkan perhitungan untung ruginya untuk melakukan suatu aksi. Terkait hal tersebut strategi penghindaran yang dapat dilakukan adalah abaikan konflik yang terjadi dan melakukan pemisahan secara fisik. c. Noncompliance Tidankan ini berguna untuk mencari dukungan atas tindakan yang akan dilaksanakan sebgai akibat dari kewenangan yang dimiliki sangat kecil. d. Unilateral Action Tindakan ini sangat memungkinkan terjadinya kekerasan karena dua pihak saling berbenturan kepentingan. Pihak yang melakukan 21 tindakan ini menganggap bahwa hal yang dilakukan merupakan bagian dari kepentingannya. 2. Joint Problem Sloving Joint Problem Sloving memungkinkan adanya kontrol terhadap hasil yang dicapai kelompok-kelompok yang terlibat. Setiap kelompok mempunyai hak yang sama untuk berpendapat dalam menentukan hasil akhir. Strategi penyelesaian masalah ini dilakukan melalui pertemuan secara langsung antara pihak-pihak yang sedang mengalami konflik. Langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam strategi ini yaitu sebagai berikut: a. Identification of Interests Identifikasi kepentingan yang terlibat dalam konflik sangat kompleks. Hambatan dalam mencari solusi dalam konflik ini adalah tidak mempunyai pihak-pihak yang terlibat menerjemahkan keluhan. b. Weighting Interests Pihak-pihak memberikan penilaian terhadap kepentingannya. Penilaian ini sangat bergantung pada komunikasi terbuka dan kejujuran setiap pihak. c. Third Party Assistance and Support Dalam strategi ini, pihak ketiga membuat keputusan yang mengikat berdasarkan aturan-aturan untuk mencapai hasil yang pasti. Pihak ketiga seperti administrator atau hakim. Keputusan yang diambil 22 oleh pihak ketiga dapat diterima oleh pihak-pihak yang terlibat konflik karena dianggap mempunyai pedoman yang baik.18 9. Strategi Mengatasi Konflik Menurut Stevenin, terdapat lima langkahstrategis dalam meraih kedamaian konflik. Lima langkah tersebut antara lain adalah sebagai berikut:19 a. Pengenalan Pengenalan kesenjangan anatara keadaan yang ada diidentifikasikan dan bagaimana keadaan yang seharusnya. Satusatunya yang menjadi perangkap adalah kesalahan dalam mendeteksi. b. Diagnosis Diagnosis adalah langkah terpenting. Metode yang benar dan telah diuji mengenai siapa, apa, mengapa, dimana, dan bagaimana hasil dengan sempurna. Memusatkan pada masalah utama. c. Menyepakati Suatu Solusi Menyepakati suatu solusi diawali dengan mengumpulkan masukan-masukan mengenai jalan keluar yang memungkinkan dari orang-orang yang terlibat didalamnya. Menyaring penyelesaiannya yang tidak dapat diterapkan atau tidak praktis. Dalam hal ini jangan menyelesaikan dengan cara yang tidak terlalu baik. 18 19 A. Rusdiana, Manajemen Konflik, (Bandung: CV. PustakaSetia, 2015), hlm 173-176. Ibid hlm 178. 23 d. Pelaksanaan Pelaksanaan mengatasi konflik akan terjadi keuntungan dan kerugian. Hal ini perlu kehati-hatian, jangan sampai membiarkan pertimbangan terlalu mempengaruhi pilihan dan arah kelompok. e. Evaluasi Penyelesaian dapat melahirkan serangkaian masalah baru. Apabila penyelesaian tampak tidak berhasil, kembalilah ke langkahlangkah sebelumnya dan coba kembali. 10. Lima Gaya Manajemen Konflik Gaya seseorang dalam hal menghadapi konflik diletakkan pada cooperativeness (keinginan untuk memenuhi kebutuhan dan minat pihak lain) dan assertiveness (keinginan untuk memenuhi keinginan dan minat diri sendiri). Menurut Winardi, gaya dan intensi yang diwakili tiap-tiap gaya adalah sebgai berikut: 1. Tindakan menghindari (Avoiding) Tindakan menghindari, misalnya bersikap tidak kooperatif dan tidak asertif; menarik diri dari situasi yang berkembang, dan bersikap netral dalam segala macam suasana. 2. Kompetisi atau Komando Otoritatif Gaya ini sering diartikan dengan gertakan dari paling yang berkuasa. Gaya ini dikatakan efektif apabila membutuhkan keputusan yang cepat atau jika persoalan kurang penting. Strategi ini baik digunakan apabila 24 dalam keadaan terpaksa, sepanjang memiliki hak dan sesuai dengan pertimbangan. 3. Akomodasi atau Meratakan Sikap ini, misalnya bersikap kooperatif, tetapi tidak asertif; membiarkan keinginan pihak lain menonjol; meratakan perbedaan untuk mempertahankan harmoni yang diciptakan secara buatan. 4. Kompromis Bersikap kooperatif dan asertif, tetapi tidak hingga tingkat ekstrem. Gaya kompromis berupaya melakukan kalrifikasi polaritas dan mencari titik temu. Untuk menggunakan gaya ini, diperlukan keahlian negosisai dan bargaining (tawar-menawar). 5. Kolaborasi (Kerja Sama) atau Pemecahan Masalah Kolaborasi adalah bersikap kooperatif atau aserti; berupaya mencapai kepuasan setiap pihak yang berkepentingan, melalui perbedaan yang ada; mencari dan memecahkan masalah hingga setiap orang mencapai keuntungan sebagai hasilnya. 20 11. Pendekatan Penyelesaian Konflik Pengendalian konflik yang dilakukan melalui pendekatan musyawarah, campur tangan pihak ketiga, konfrontasi, tawar-menawar (bargaining), dan kompromi. Penyelesaiannya adalah sebagai berikut: 20 Ibid hlm 190-191. 25 1. Musyawarah Tujuan dari musyawarah adalah agar masaing-masing pihak mendapatkan yang diinginkan sehingga kedua belah pihak tidak ada yang dikalahkan ataupun menang. Pendapat Robbins yang menyatakan bahwa musyawarah sebagai metode yang paling sehat untuk memecahkan konflik. Menurut Harjanan (1994), langkah-langkah musyawarah yang dilakukan adalah sebagai berikut: a. Pertama yang dilakukan oleh pemimpinan adalah identifikasi masalah, yaitu mencari informasi dari pihak-pihak yang konflik atau mencari informasi dari orang-orang yang mengetahui informasi konflik. b. Tahap selanjutnya kedua pihak dipertemukan dalam forum dialog dengan dipandu oleh pimpinan. c. Ketiga, pimpinan memantau realisasi hasil musyawarah. Dengan cara musyawarah, kedua pihak yang terlibat konflik mencari pemecahan masalah yang menguntungkan atau memuaskan kedua pihak tersebut. 2. Campur Tangan Pihak Ketiga Pengendalian konflik oleh pihak ketiga diperlukan apabila pihakpihak yang bertentangan tidak ingin berunding atau telah mencapai jalan buntu. Pihak ketiga adalah orang yang mempunyai pengaruh yang besar daripada pihak-pihak yang sedang berkonflik. 26 Dalam penyelesaian masalah, pihak ketiga tidak boleh memaksakan kehendak untuk mengakhiri perselisihan karena penyelesaian yang dipaksakan tidak akan mengenai sasaran atau kepuasan jangka panjang. Penengah sebaiknya mendorong terjadinya kesepakatan dan negosiasi yang mengarah pada kolaborasi dan pemecahan masalah yang lebih ke arah solusi. 3. Konfrontasi Konfrontasi termasuk salah satu cara yang digunakan untuk mengendalikan konflik. Aldag dan Stearns (1987) menjelaskan bahwa teknik konfrontasi merupakan pertemuan langsung antara anggota atau kelompok yang bertikai untuk mendorong kearah suatu penyelesaian masalah melalui diskusi ataupun perdebatan, sedangkan pimpinan mengarahkan pada pendapat yang lebih rasional dan dapat diterima semua pihak. 4. Kompromi Pendekatan kompromi dilakukan untuk mengatasi konflik dengan cara pencarian jalan tengah yang dapat diterima oleh pihak-pihak yang bertentangan. Hendricks (1992) bahwa dalam kompromi, setiap orang memiliki sesuatu untuk diberikan dan menerima sesuatu. Berbeda dengan pendapat Criblin yang menyatakan bahwa tidak seorang pun merasa puas dengan kompromi; bahwa setelah tercapai perdamaian, masing-masing pihak merasa terlalu yang diberikan kepada pihak lain, sementara untuk diberikans dan menerima sesuatu. 27 5. Tawar-Menawar (Bargaining) Tawar-menawar (Bargaining) adalah pengendalian konflik melalui proses pertukaran persetujuan dengan maksud mencapai keuntungan kedua belah pihak yang sedang konflik. Dalam proses tawar-menawar, tiap-tiap pihak tidak mendapatkan secara penuh apa yang diinginkan, tetapi tujuan dapat dicapai dengan mengorbankan sedikit kepentingan. Inti dari tawar-menawar adalah tidak mengharuskan pihak-pihak yang berkonflik untuk menyerahkan sesuatu yang dianggap penting bagi kelompok mereka.21 F. Definisi Konseptual Konsep yaitu untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan, kelompok atatau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial. Definisi konseptual merupakan pemaknaan dari konsep-konsep yang digunakan pada penelitian ini. Ada beberapa definisi konseptual dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Konflik Konflik merupakan sebuah peristiwa yang terjadi dikalangan masyarakat, yang melibatkan satu orang atau lebih. Diamana seseorang tersebut mempunyai tujuan yang tak lazim untuk menyingkirkan kaum yang lemah. Sehingga dapat berakibat menimbulkan pertentangan di kedua belah pihak secara terus menerus atau berkelanjutan. 21 Ibid hlm 204-206. 28 2. Manajemen Konflik Manajemen konflik adalah tahap pendekatan yang dilakukan untuk meredahkan konflik. Hal ini mempunyai tujuan pada umumnya agar kedua belah pihak dapat menemukan jalan tengah dari konflik tersebut. Konflik dapat dicegah dengan cara bermusyawarah maupun mufakat ketika konflik mulai memanas. G. Definisi Operasional Definisi oprasional adalah unsur penelitian yang menjelaskan bagaimana pengukuran-pengukuran dalam penelitian sehingga hasil yang diharapkan dari pengukuran tersebut terhadap variabel yang terkandung dalam pertanyaan penelitian yang akan menghasilkan informasi.22 Dari informasi tersebut peneliti akan tau bagaimana pengukuran variabel tersebut. Dengan demikian peneliti dapat menentukan apakah prosedur pengukuran yang sama akan dilakukan ataudiperlukan prosedur pengukuran yang sama akan dilakukan atau diperlukan prosedur pengukuran yang baru. Dalam penelitian kali ini definisi operasional disesuaikan dengan pembahasan BAB III yang akan dipaparkan sebagai berikut: 1. Awal konflik yang terjadi 2. Faktor penyebab konflik 3. Pihak-pihak yang terlibat 4. Gaya manajemen konflik 5. Pendekatan penyelesaian konflik dan manajemen konflik 22 Nana Sudjana, Tuntunan Penyusunan Karya Ilmiah, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2015), hlm 99. 29 H. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian adalah istilah yang digunakan oleh Elieen Kane (1985). Penelitian yang penulis gunakan adalah dengan cara pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik.23Penulis menggunakannya karena dianggap lebih sesuai dengan permasalahan yang sudah ditulis pada latarbelakang masalah. Teknik penelitian sebagai salah satu dari bagian penelitian dan satu unsur yang sangat penting. Sedangkan menurut Lofland(1984) sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Penelitian ini bersifat empiris wawancara dengan melakukan pengamatan dan mendengar permasalahan yang berkaitan dengan sengketa Pemkab Kulon Progo dengan para pedagang Pasar Sentolo. Hal tersebut dilakukan secara sadar dan terarah karena memang direncanakan oleh peneliti. Terarah karena memang dari berbagai macam informasi yang tersedia misalanya berita online, kondisi di lokasi, pendapat para pihak yang bersengketa, maupun surat kabar. Peneliti mempunyai seperangkat tujuan penelitian yang diharap dicapai untuk memecahkan sejumlah masalah yang ada.24 23 Anselm Strauss & Juliet Corbin, Dasar-dasar Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), hlm 4. 24 Lexy J. Melong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1988), hlm 112-113. 30 2. Sumber Data Sumber data pada penelitian kali ini dibedakan menjadi dua, yaitu data primer dan data sekunder. Secara singkat data primer adalah data yang diperoleh langsung observasi maupun wawancara dan pengambilan foto. Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari literatur, dokumendokumen yang terdapat di beberapa instansi terkait seperti Dinas Perdagangan Perindustrian dan Energi Sumber Daya Mineral Kabupaten Kulon Progo, atau penelitian-penelitian sebelumnya yang terkait. Selain itu peneliti juga memanfaatkan dokumen yang ada di masing-masing pemerintah Desa Sentolo dan Salam Rejo Kecamatan Sentolo Kabupaten Kulon Progo. 3. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian adalah tempat dimana peneliti akan dilakukan, beserta jalan dan kotanya.25 Dalam peneliti kali ini peneliti mengambil lokasi di Pasar Sentolo Lama, Pasar Sentolo Baru dan Balai Desa Sentolo Kecamatan Sentolo Kabupaten Kulon Progo 4. Teknik Pengumpulan Data Teknik Pengumpulan data disini peneliti menggunakan teknik wawancara, teknik observasi, dan teknik dokumentasi. Teknik tersebut diharapkan mampu membantu penyelesaian permasalahan yang ada. Berikut ini merupakan penjelasan dari teknik pengumpulan data yang dilakukan peneliti adalah sebagai berikut: 25 Lexy J. Melong, Metodologi Penelitian, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1999), hlm 33. 31 a. Wawancara Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua belah pihak, yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Model interview adalah sebuah dialog atau tanya jawab yang dilakukan dua orang atau lebih yaitu pewancara dan terwancara dilakukan secara berhadap-hadapan.26 Maksud mengadakan wawancara, seperti ditegaskan oleh Lincoln dan Guba (1985), antara lain: mengkontruksi mengenai orang, kejadian, kegiatan, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian dan lain lain.27 Adapun subyek penelitian untuk menggali informasi adalah sebagai berikut: 1. Dinas Perdagangan Perindustrian dan Energi Sumber Daya Mineral Kabupaten Kulon Progo 2. Pemerintah Desa Sentolo Kulon Progo 3. Pedagang di Pasar Sentolo, baik di Pasar Sentolo Lama maupun Pasar Sentolo Baru. 4. Konsumen atau pembeli b. Observasi Teknik observasi adalah teknik pengamatan terlebih dahulu dengan maksud untuk pengenalan terhadap kondisi di lapangan. Teknik observasi yang dilakukan peneliti dengan cara turun ke lokasi yang 26 Ibid hlm 35. Lexy J. Melong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1988), hlm 135. 27 32 diteliti secara langsung. Adapun lokasi yang menjadi penelitian yaitu Pasar Sentolo Lama dan Pasar Sentolo Baru yang terletak di Kecamatan Sentolo Kabupaten Kulon Progo. c. Dokumentasi Teknik dokumentasi adalah teknik mengambil dokumen atau berkas yang berkaitan dengan proses penelitian tersebut. Teknik dokumentasi dilakukan dengan cara mengambil gambar. Hal ini dipakai sebagai alat utnuk keperluan penelitian kualitiatif karena dapat dipakai dalamberbagai keperluan. Terutama foto menghasilkan data deskriptif yang cukup berharga dan sering digunakan untuk menelaah segi-segi subjektif.28 Disini peneliti mengambil beberapa dokumen maupun foto terkait dilapangan. Dokumen itu misalnya Perjanjian Nomor 58e Tahun 2007 tentang Sewa Menyewa Tanah Kas Desa yang Dipergunakan untuk Kepentingan Pembangunan oleh Pemerintah Kabupaten Kulon Progo, Surat Pernyataan Bersama Warga Desa Sentolo tentang Pengelolaan Eks Pasar Sentolo, maupun dokumen terkait lainnya. 5. Analisa Data Analisa data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikan kedalam suatu pola, kategori dan suatu uraian dasar. Sedangkan metode kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku tersebut dapat diamati.29 28 29 Ibid hlm 114. Lexy J. Melong, Metodologi Penelitian, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1999), hlm 38. 33 Analisis dalam penelitian ini adalah membahas tentang Manajemen Konflik Pengelolaan Pasar Sentolo, konflik antara Pedagang Pasar Sentolo dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Kulon Progo. Nantinya pembahasan ini akan dijelaskan pada BAB III secara rinci. 34