BAB II - Widyatama Repository

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1
Kinerja
Pengertian kinerja menurut Siegel dan Helen Ramanauskas-Marconi
dalam bukunya Behavioral Accounting dan diterjemahkan oleh Mulyadi dalam
bukunya Akuntansi Manajemen, Konsep, Manfaat dan Rekayasa adalah sebagai
berikut : “Penilaian kinerja adalah penentuan secara periode efektifitas operasi
suatu organisasi, bagian organisasi, dan karyawannya berdasarkan sasaran,
standr dan criteria yang telah ditetapkan sebelumnya” (2001:419)
Sedangkan menurut Stoner, Freeman dan Gilbert Jr, dalam bukunya
Manajemen, diungkapkan sebagai berikut : “Manajement performance: is the
measure of how efficient and effective a manager is –how well he or she
determines and achieves appropriate objectives” (2000:9)
Dari kedua definisi tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa kinerja
adalah suatu efektivitas dan efisiensi operasional suatu organisasi, bagian
organisasi dan karyawannya dalam mencapai tujuan.
Dalam bukunya Akuntansi Manajemen Mulyadi juga mengatakan bahwa
terdapat tiga macam ukuran yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja
secara kuantitatif, yaitu :
a. Ukuran kinerja tunggal (single criteria), adalah ukuran kinerja yang
hanya menggunakan 1 macam ukuran untuk menilai kinerja manajer.
b. Ukuran kinerja beragam (multiple criteria), adalah ukuran kinerja yang
menggunakan berbagai macam ukuran , dan
c. Ukuran kriteria gabungan (composite criteria), adalah ukuran yang
menggunakan berbagai macam ukuran, memperhitungkan bobot
masing-masing ukuran dan menghitung rata-ratanya sebagai ukuran
menyeluruh kinerja manajer (2001:435).
II-9
Namun dalam pelaksanaannya terkadang tidak perlu selama aspek kinerja
perusahaan tersebut perlu dianalisis. Pemilihan aspek-aspek yang akan
dinilai perlu dikaitkan dengan tujuan analisisnya. Analisis seorang calon
investor terhadap prospek return saham perusahaan di masa yang akan
datang adalah dengan melihat kepada kondisi fundamental perusahaan,
yang dapat terwakili dengan menganalisis kinerja keuangan perusahaan
tersebut. Untuk melakukan analisis kinerja keuangan tersebut perlu
diperhitungkan rasio-rasio keuangan yang mencerminkan aspek-aspek
tertentu. Menurut James C. Van Horne, rasio-rasio keuangan digolongkan
atas beberapa jenis, yaitu :
1. Liquidity ratios are used to measure a firm’s ability and meet short
term obligation.
2. Financia leverage (debt) ratios are used to measure the percentage of
total fund provide by creditors.
3. Leverage ratios designed to related the financial charge of a firm to its
ability to service, or cover them.
4. Activity ratios, also known as efficiency or turn over ratios, measure
how effectively the firm is using its assets.
5. Profitability ratios are used to measure firm’s profitability. (2003:143156).
2.2
Pengertian Laporan Keuangan
Pengertaian laporan keuangan salah satunya menurut Lyn M. Frazer
(2000:1) adalah : “…the basis of understanding the financial position of business
firm and for assessing its historical prospective financial perfoemance .”
Laporan keuangan merupakan suatu hasil akhir dari proses akuntansi itu
sendiri yang dilaksanakan oleh suatu perusahaan. Dalam proses tersebut
diidentifikasikan
ekonomi
berbagai transaksi atau peristiwa yang merupakan aktivitas
perusahaan
yang
dilakukan
melalui
pengukuran,
pencatatan,
penggolongan dan pengikhtisaran sedemikian rupa sehingga hanya informasi
10
yang relevan dan saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya mampu
memberi gambaran secara layak tentang keadaaan keuangan perusahaan.
Laporan keuangan menurut Standar Akuntansi Keuangan, Kerangka
Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan terdiri dari :
Laporan Keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan rugi
laba, laporan perubahan posisi keuangan (yang dapat disajikan dalam
berbagai cara seperti sebagai laporan arus kas atau laporan arus dana),
catatan dan laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian
integral dari laporan keuangan.. (Standar Akuntansi Keuangan,2004:2).
Dalam Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan,
Standar Akuntansi Keuangan dinyatakan :
Tujuan Laporan Keuangan adalah menyediakan informasi yang
menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan
suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam
pengambilan keputusan ekonomi. Laporan Keuangan juga menunjukkan
apa yang telah dilakukan menajemen atas sumber daya yang
dipercayakan kepadanya. Pemakai yang ingin menilai apa yang telah
dilakukan atau pertanggung jawaban manajemen, berbuat demikian agar
mereka dapat membuat keputusan ekonomi, keputusan ini mungkin
mencakup misalnya keputusan untuk mengangkat kembali atau
mengganti menejemen. (Satandar Akuntansi Keuangan, 2004:5).
Manfaat dari laporan keuangan itu sendiri terletak pada interpretasi dari
masing-masing pemakai laporan keuangan itu sendiri. Pemakai laporan keuangan
adalah pihak-pihak yang berkepentingan, umunya, secara ekonomis terhadap
perusahaan yang mengeluarkan laporan keuangan yang bersangkutan. Berikut
ini merupakan definsisi pemakai laporan keuangan menurut Jay M. Smith dalam
bukuntya Intermediate Accounting :
“ User group are normally devided into two major classification (1)
internal users, who make decisions directly effecting the internal
operations of the enterprise; (2) External Users, who make decisions
concerning their relationship to the enterprise.” (2002:3)
11
Analisis laporan keuangan dapat didefinisikan sebagai berikut :
“Analisis laporan keuangan adalah proses penggubahan ikhtisar dari data data akuntansi yang berbentuk angka-angka menjadi pengertianpengertian yang menerangkan antara lain : keadaaan likuiditas
perusahaan, efisiensi produksi perusahaan, efisiensi penggunaan modal
perusahaan, keefektifan, kebijakan-kebijakan perusahaan dalam bidang
penjualan, keuangan, produksi, persediaan, dan sebagainya.”
(Soediyono,2001:8)
Pengukuran kinerja dengan menggunakan data akuntansi dari laporan
keuangan merupakan cara yang banyak digunakan oleh pihak-pihak yang
berkepentingan karena data yang digunakan untuk pengukuran mudah diperoleh
dan sifatnya kuantitatif.
Ukuran yang lazim digunakan dalam peneliaian kinerja suatu perusahaan
dinyatakan dalam rasio-rasio keaungan dari laporan keuangan, yaitu : rasio
profitabilitas (ROA, ROE, ROI dan NPM), rasio likuiditas (Current ratio, Quick
ratio, Cash ratio), rasio solvabilitas (Rasio modal dengan aktiva, rasio hutang
dengan modal sendiri dan rasio dengan aktiva), rasio rentabilitas (Gross Margin
Ratio, Operating Margin Ratio , dan Net Margin Ratio).
Selain dengan membandingkan rasio tertentu dari tahun ke tahun
sebelumnya, kondisi intern perusahaan dapat diketahui dengan membandingkan
rasio keuangan perusahaan tersebut dengan rasio keuangan perusahaan lain
yang bergerak dalam industri yang sama. Namun, analisis keuangan juga dapat
memberikan informasi yang menyesatkan. Hal ini diperkuat oleh Keown, Martin &
Scott, dalam buku Management Financial, yang mengungkapkan bahwa :“Rasiorasio keuangan dapat memberikan sumber-sumber informasi yang sangat
berharga bagi para analis keuangan tetapi juga terkadang dapat juga
memberikan informasi yang menyesatkan.” (Keown, Martin & Scott, 2 002)
12
G. Bennet Stewart dalam bukunya The Quest for Value, 1990 menyatakan
bahwa Return on Equity (ROE) sebagai salah satu pengukur kinerja yang paling
banyak digunakan oleh para manajer dan investor ternyata mengandung
beberapa distorsi, yaitu :
1. Distorsi Finansial, karena ROE akan bereaksi terhadap setiap
perubahan
kombinasi antara kewajiban dan ekuitas yang digunakan
oleh perusahaan. Bila peningkatan ROE ditetapkan sebagai sasaran
perusahaan, maka manajer cenderung untuk menggunakan hutang
untuk membiayai aktifitas perusahaan dari pada dengan ekuitas.
2.
Distorsi Akuntansi, karena ROE dihitung dengan membagi income
available to common dengan common equity, dimana income tersebut
mengandung distorsi akibat satndar akuntansi alternatif pemilihan
pencatatan persediaan antara LIFO dan FIFO.
Rasio-rasio keuangan memiliki beb erapa keterbatasan, antara lain :
1. Perhitungan analisis ratio didasarkan atas dasar catatan akuntansi dan
laporan akuntansi,
sehingga apabila dibandingkan rasio suatu
perusahaan dengan yang lain dapat mengakibatkan interpretasi yang
berbeda.
2. Seorang analis tidak menyatakan bahwa suatu rasio perusahaan
tersebut
lebih baik dibandingkan dengan tanpa analisis yang
mendalam. Dapat diambil contoh perputaran persediaan yang tinggi
tidak selalu berarti efektivitas persediaan baik. Rasio ini dengan
membandingkan antara penjualan dengan persediaan akhir memiliki
kelemahan karena akan ada kemungkinan perusahaan kekurangan
persediaan pada akhir tahun yang menyebabkan gangguan pada
13
produktifitas tahun sebelumnya. Tetapi ini menunjukkan perputaran
persediaan tampak tinggi sebab persediaan akhir rendah.
3. Manajemen dalam menyajikan rasio, karena rasio adalah analisis
jangka pendek, bisa memanipulasi dengan sah; yaitu dengan
menggeser angka-angka yang secara keseluruhan diperkenankan.
Misalnya saja perkiraan penghapusan, penyusutan, cadangan, dan
lain sebagainya.
Oleh karena itu penulis akan mencoba menampilkan pendekatan baru
dalam menilai kinerja perusahaan, yaitu dengan konsep Economic Value Added
(EVA). Konsep ini dapat berdiri sendiri tanpa perlu dibandingkan dengan
perusahaan sejenis ataupun membuat suatu analisis kecenderungan dengan
tahun-tahun sebelumnya sebagai pembanding.
2.3
Konsep Economic Value Added
G. Bennet Stewart sebagai pencetus konsep Economic Value Added (EVA)
dalam bukunya The Quest for Value telah mendefiniskan EVA sebagai berikut :
“EVA is residual income measure that substract the cost of capital from
the operating profits generataded in the business, its measure to
accountant properly for all of the way in which corporate value may be
added or lost. EVA will increase if operating profits can be made to grow
without trying up any more capital. If new capital is investded in any and
all projects that earn more than full cos of capital, and if capital is
diverted or liquidated from business activities, that do not covers their
cost of capital.” (1990:17)
Sedangkan definisi EVA menurut Gregory E. Dess dan Alex L. Miller,
dinyatakan bahwa :
“Eva or wealth of firms creates for its simply the traditional financial
measure of after tax operating profit minus the total cost of capital.”
(2002:122).
14
James M. Cornelius salah seorang pakar keuangan dalam Stern Stewart &
Co. Dalam Web-sitenya menyatakan bahwa :
“ Eva, put simply is net operati ng profit after taxes minus a charge for the
cost of the capital necessary to generate that profit. EVA tells youwhether
you are bearing your cost of capital and, if you are not, it forces you to
rethink your business strategy.”
Dari sudut pandang ahli ekonomi, Mulyadi dalam buku Balanced
Scorecard, menyatakan bahwa :
“ Nilai (value) diciptakan jika perusahaan menghasilkan pendapatan
(revenues) melebihi biaya ekonomis untuk menghasilkan pendapatan
tersebut.” (Mulyadi,2001).
Dapat diambil kesimpulan dari ketiga definisi tersebut diatas bahwa EVA
merupakan keuntungan operasional setelah pajak dikurangi dengan biaya modal
atau dengan kata lain EVA merupakan pengukuran pendapatan sisa (residual
income) yang mengurangkan biaya modal terhadap laba operasional. Jadi EVA
ditentukan oleh dua hal yaitu keuntungan bersih operasional setelah pajak dan
tingkat
biaya modal. Laba operasi setelah pajak menggambarkan hasil
penciptaan value di dalam perusahaan, sedangkan biaya modal dapat diartikan
sebagai pengorbanan yang dikeluarkan dalam penciptaan value tersebut.
EVA
akan
mengukur
kinerja
perusahaan
secara
tepat
dengan
memperhatikan secara “adil” ekspektasi para investor dan kreditur itu sendriri.
Menurut Stern Stewart dalam website nya (2005) EVA dihitung dengan
cara mengurangi operating profit after tax dengan cost of capital atau dapat
dirumuskan sebagai berikut :
EVA
= Net Profit After Tax- (Capital x The Cost of Capital)
= NOPAT – (Capital x c *)
15
Ada beberapa langkah yang diperlukan untuk mengukur nilai EVA ini yaitu :
1. Menghitung cost of capital perusahaan yang terdiri dari cost of debt, cost
of equity dan kemudian dihitung rata-rata tertimbangnya atau weighted
average cost of capital.
2. Menghitung Net Operating Profit After Tax
3. Menghitung tingkat pengembalian ( return)
4. Menghitung nilai EVA perusahaan yang bersangkutan.
Dalam Economic Value Added interpretasi nilai EVA diungkapkan sebagai
berikut :
1. Nilai EVA > 0, menunjukkan bahwa tingkat pengembalian yang dihasilkan
melebihi tingkat biaya modal atau tingkat pengembalian yang diminta
investor atas investasi yang dilakukan.
2. Nilai EVA =
0,
menunjukkan bahwa dalam kurun waktu yang
bersangkutan perusahaan tidak menghasilkan nilai pengembalian yang
dihasilkan sama dengan tingkat biaya modal yang harus ditanggung
perusahaan.
3. Nilai EVA < 0, menunjukkan bahwa dalam kurun waktu tertentu
perusahaan tidak berhasil menciptakan nilai bahkan justru mengurangi
nilainya, sebagai akibat dari tingkat pengembalian yang dihasilkan lebih
rendah dari tingkat pengembalian yang diminta oleh i nvestor.
Total biaya modal menunjukkan besarnya kompensasi atau pengembalian
yang dituntut investor atas modal yang diinvestasikan di perusahaan. Besarnya
kompensasi tergantung pada tingkat resiko perusahaan yang bersangkutan,
dengan asumsi bahwa investor tidak suka dengan resiko (risk averse), semakin
tinggi resiko maka semakin tinggi tingkat pengembalian yang dituntut oleh
16
investor. Diperhitungkan biaya modal atas ekuitas merupakan keunggulan dari
pendekatan EVA bila dibandingkan dengan pendekatan akuntansi lain dalam hal
mengukur kinerja perusahaan.
Untuk meningkatkan nilai EVA tersebut ada beb erapa cara yang dilakukan
oleh pihak menajemen perusahaan yang menyangkut antara lain :
1. Keputusan yang berkaitan dengan perolehan asset baru atau capital
budgeting.
Memperbaiki laba operasi tanpa menggunakan tambahan modal yang
dapat dilakukan dengan meningkatkan efisiensi baik itu produksi
maupun administrasi. Sehingga tambahan modal di investasikan pada
proyek yang memberikan return yang lebih besar dari biaya
perolehannya.
2. Keputusan yang berkaitan dengan efisiensi asset yang ada.
Berkaitan
dengan
modal
likuidasi
atau
modal
investasi
yang
selanjutnya dibatasi terhadap kegiatan yang memberikan return di
bawah standar perusahaan ( return yang dihasilkan tidak memadai).
2.3.1 Modal
Menurut Bambang Riyanto dalam memenuhi dana, terdapat duasumebr
modal berdasarkan resiko yang mungkin ditanggung perusahaan sebagai pemilik
sumber modal yang dilakukan, yaitu modal sendiri dan modal pinjaman.
Sehubungan dengan konsep EVA maka modal adalah :
“Capital is measure of all the cash that has been deposited into a
company over its life without regard to the financing resource, accounting
name, or business purpose, much as if the company were just a savings
account. It doesn’t matter whether the investment is financed with debt
or equity, it doesn’t matter whether is employed in working capital or
17
fixed assets. Cash in cash, and question is how well does management
manage it (The quest for Value, 1990).
Modal sendiri adalah modal yang berasal dari perusahaan itu sendiri
(berupa cadangan laba), atau yang berasal dari pengambil bagian, peserta atau
pemilik (modal saham, modal preferen). Sedangkan modal pinjaman itu sendiri
adalah modal yang berasal dari luar perusahaan yang sifa tnya sementara bekerja
di dalam perusahaan tersebut merupakan kewajiban yang pada saatnya harus
dibayar kembali. Selanjutnya modal pinjaman ini dikelompokkan ke dalam dua
golongan yaitu : modal pinjaman jangka pendek dan modal pinjaman jangka
panjang.
Capital yang digunakan untuk menghitung nilai EVA dapat diestimasikan
dengan mengambil nilai buku aktiva bersih suatu perusahaan.
2.3.2 Net Operating After Tax (NOPAT)
Definisi NOPAT menurut G. Bennet Stewart dalam The Quest for Value
adalah sebagai berikut : “NOPAT is the total pool of profits available to provide a
cash return to all financial provider of capital to the firm.” (1990:86)
Jadi laba bersih dari operasi setelah pajak atau NOPAT adalah laba yang
didapat dari operasi-operasi perusahaan setelah pajak tetapi sebelum membiayai
biaya-biaya (costs) dan masukan –masukan pembukuan yang bukan tunai.
Dengan demikian NOPAT adalah jumlah laba yang tersedia untuk memberikan
pengembalian (return) tunai kepada semua penyedia dan untuk modal
perusahaan.
Perhitungan NOPAT ini dilakukan melalui income statement perusahaan.
Income Statament merupakan suatu accounting report yang menyajikan suatu
18
kesimpulan dari perusahaan (revenues) dan pengeluaran (expenses) perusahaan
untuk suatu periode tertentu. Pentingnya income statement adalah menyajikan
laporan hasil-hasil operasi perusahaan dan memberikan alasan-alasan terhadap
keuntungan atau kerugian yang dialami perusahaan.
Income statement ini dapat dibuat secara bulanan, triwulanan (3
bulanan), atau tahunan. Income statement yang bulanan atau tiga bulanan
biasanya dibuat untuk tujuan internal seperti memperkirkan penjualan target
profit, mengontrol pengeluaran, dan memonitor kemajuan dari target jangka
panjang. Berikut disajikan komponen-komponen yang terdapat dalam income
statement dan cara perhitungan NOPAT yang diambil dari income statement
tersebut.
Income available to common
XXX
+ Interest expense after tax
+ Minority interest provision
XXX
Increase (decrease) in equity equivalents (EE) :
+ Defferes tax reserves
XXX
+ LIFO reserves
+ Goodwill amortization
+ (net) capitalized intangible
XXX
+ Full cost reserves
+ Unusual gain (loss) fixed asset
Other Reserves, such as:
+ Pension fund
XXX
+ Bad debt reserves
NOPAT
XXX
XXX
XXX
XXX
XXX
XXX
XXX
Untuk mendapatkan nilai NOPAT dalam menghitung EVA, harus dilakukan
penyesuaian-penyesuaian sebagai berikut :
19
1. Penghapusan Pengungkitan (Deleverage the rate of return )
Penyesuaian
pertama
dilakukan
dengan
menghilangkan
efek
peningkatan struktur modal adalah menambahkan struktur dengan
kewajiban. Karena itu, semua kewajiban yang dibebani bunga harus
ditambahkan ke dalam modal saham (common equity) dan beban
bunga atas kewajiban ditambahkan ke laba bersih, dalam laporan
akuntansi. Sebelum dilakukan penyesuaian, pada saat beban bunga
(yang bersih dari pengurangan pajak) dikurangi dari laba maka
dihasilkan pendapatan yang seolah-olah semua kapital perusahaan
dibiayai oleh modal saham saja. Maka pengembalian modal NOPAT
akan sama dengan pengembalian modal saham jika diasumsikan
hanya digunakan modal saham.
Ia merupakan pengembalian bersih dari akibat uang, tetapi bukan
berarti
pengungkitan
tidak
penting
dalam
penilaian
kinerja
perusahaan. Hutang melindungi laba operasi akan dikenakan pajak
sepenuhnya. Keuntungan ini diperoleh dalam biaya modal rata-rata
tertimbang. Meskipun terjadi pengungkitan, NOPAT tidak berubah dan
tingkat pengembalian juga tidak berubah.
2. Penghapusan Distorsi Finans ial lain
Langkah selanjutnya untuk memperbaiki tingkat pengembalian adalah
denga menghilangkan distorsi finansial yang lain. Ini dapat dilakukan
dengan menambahkan modal saham yang disediakan oleh pemegang
saham preferen (preferen stock) dan investor minoritas ke modal dan
mengembalikan
pendapatan
yang
didistribusikan
pada
sumber
tersebut ke NOPAT.
20
Dengan dilakukannya penyesuaian tersebut dapat diperhatikan bahwa
untuk setiap komponen kapital terdapat pencatatan pula pada NOPAT.
NOPAT adalah jumlah pengembalian yang dapat dibagikan kepada
semua penyedia dana perusahaan. Dengan demikian, pengembalian
NOPAT tidak dipengaruhi oleh komp osisi financial dari capital.
3. Penghapusan Distorsi Akuntansi (Equity Equivalents)
Langkah terakhir adalah dengan menghilangkan distorsi akuntansi
dari tingkat pengembalian dengan menambahkan equity equivalent ke
modal dan perusahaan periodic ke NOPAT.
Equity equivalents menjadikan nilai buku akuntansi mendekati nilai
ekonomis. Nilai buku ekonomis merupakan ukuran yang lebih baik
untuk mengukur uang tunai yang ditanamkan oleh investor. Dengan
demikian,
investor
menanggung
resiko
dan
mengharapkan
pengembalian atas investasi tersebut.
Selain sebagai koreksi terhadap neraca, Equity Equivalents juga
menghilangkan cara-cara pandang akuntan yang menyebabkan
distorsi terhadap pengukuran laba ekonomis perusahaan yang
sebenarnya. Penambahan perubahan dalam Equity Equivalents ke
laba yang dilaporkan mengembalikan aliran tunai yang berulang
terjadi dan timbunan nilai yang ditinggalkan oleh akuntan untuk
akumulasi di tempat lain.
2.3.3 Rate of Return
Sebagai pengganti ROE, rate of return atau tingkat pengembalian ini
dihitung dengan membagi laba bersih dari operasi setelah pajak (NOPAT) dengan
total modal yang digunakan dalam operasi perusahaan. Menurut konsep EVA,
21
rate of return mengukur produktifitas dari modal yang digunakan tanpa
memperhatikan metode pembiayaan dan tingkat pengembalian ini bebas dari
distorsi Standar Akuntansi Keuangan yang timbul dari pencatatan akuntansi
accrual, dan biasanya Laporan Laba Rugi dan kecenderungan untuk menilai
modal terlalu rendah dengan dihapuskannya unsuccessful efforts. Definisi rate of
return sendiri adalah : “ Rate of return on total capital is the return that should
be used to assess corporate performance. It is savings account equivalent, after
tax, cash on cash yield earned in the business.” (G. Bennet Stewart, 1990:85).
Rate of
return ini dapat
dibandingkan secara langsung dengan
keseluruhan biaya modal perusahaan untuk menunjukkan apakah perusahaan
telah berhasil menciptakan suatu nilai tambah atau tidak, perumusannya adalah
sebagai berikut
R
=
NOPAT
Capital
(The Quest for Value, 1990:85)
2.4
Biaya Modal (cost of capital)
Biaya
modal
secara
teoritis
dapat
didefinisikan
sebagai
tingkat
pengembalian minimum ya ng harus didapatkan oleh perusahaan dari modal yang
diinvestasikan. Van Horne mendefinisikannya sebagai berikut : “The required rate
of return on various type financing. The over all cost of capital is weighted
average of the individual required rate of re turn cost).” (2003:425)
Ada beberapa pandangan mengenai konsep biaya modal itu sendiri yang
mengacu pada konsep yang sama. Dalam hal ini Stewart membedakan biaya
modal ke dalam empat kelompok, yaitu :
22
1. Biaya modal atas resiko bisnis (the cost of capital for business risk) atau
ditulis dengan symbol ’c’, yaitu tingkat pengembalian yang diharapkan
investor sebagai kompensasi atas berubah-ubahnya nilai NOPAT (net
operating after tax).
2. Biaya modal pinjaman (cost of borrowing), yaitu tingkat pengembalian
yang diharapkan atas resiko kredit.
3. Biaya modal saham (cost of equity), yaitu tingkat pengembalian yang
diharapkan investor sebagai kompensasi atas niali dari bottom-line profit
(laba terbawah dalam struktur perhitungan rugi laba) yang berubah-ubah
atau dengan kata lain terhadap adanya resiko.
4. Rata-rata tertimbang biaya modal atau weighted average cost of capital
(c* ), yaitu merupakan penjumlahan dari biaya modal pinjaman (hutang)
dan biaya modal saham.
(1990:136).
2.4.1 Biaya Hutang (Cost of Debt)
Cara menghitung biaya hutang sebelum pajak (cost of debt before tax)
dapat dirumuskan sebagai berikut :
Kb
=
Interest
Pr incipal
....%
Karena bunga bersifat
dibutuhkan penyesuaian pajak
mengurangi pajak (tax deductible),
maka
(tax adjustment), sehingga Kb dikonversikan
menjadi biaya hutang setelah pajak ( cost of debt after tax) :
Kd
= Kb[1-t]
Dimana :
2.4.2
t
= tingkat pajak perusahaan Kb
Kb
= biaya hutang sebelum pajak
Kd
= biaya hutang setelah pajak
Biaya Modal Ekuitas (Cost of Equity)
Diantara biaya modal yang lain, tingkat biaya modal ekuitas lebih sulit
ditentukan secara pasti. Oleh karena itu terdapat berbagai pendekatan yang
dapat digunakan untuk memperhitungkan biaya modal ekuitas, dengan rumus :
23
1. Constanst Growth Valuation (Gordon) Model
Expected rate of return dari suatu saham tergantung pada deviden dari
saham yang dibayarkan. Pada tingkat keseimbangan, rate of return yang
diinginkan oleh pemegang saham adalah sama dengan rate of return dari
investasi baru. Jika diperkirakan deviden tumbuh dengan rate yang konstan,
kita dapat menggunakan Gordon model, yaitu :
Po =
D1
Ks g
Dimana :
Po = harga jual saham
D1 = deviden yang diperkirakan dibayar pada akhir periode 1
Ks = tingkat pengembalian yang diharapkan
g
= tingkat pertumbuhan deviden
Persamaan diatas dapat dirubah menjadi:
Ks =
Di
P0
g
Dari persamaan diatas menyatakan bahwa investor mengharapkan akan
menerima deviden sebesar D/Po (percent) dan capital gain sebesar g dengan
expected return sebesar K s.
2. Pendekatan Price Earning Ratio (PER)
Pendekatan ini dapat digunakan untuk mengestimasi cost of equity
perusahaan bila perusahaan tersebut belum melakukan Go Public, dimana
saham-saham perusahaan tersebut belum diperdagangkan di lantai bursa.
PER ini dihitung dengan cara membagi harga pasar dari saham biasa dengan
pendapatan per lembar saham (EPS). Sehingga untuk menghitung cost of
common stock digunakan rumus :
24
Ks =
Ks
x100%
PER
Diman :
Ks = biaya modal saham
PER= price earning ratio
Pada dasarnya konsep ini sama dengan cost or retained earning. Konsep ini
didasarkan pada argumen bahwa perusahaan menginvestasikan kembali
earning
yang
diperolehnya
pada
hasil
yang
sama
dengan
tingkat
pengembalian saham yang diinginkan oleh pemegang saham. Karenanya
kesejahteraan
pemegang
saham
akan
semakin
meningkat
dengan
diinvestasikannya kembali dana yang berasal dari sisa laba yang ditahan
tersebut.
3. Capital Asset pricing Model (CAPM)
Model ini menggambarkan hubungan antara required rate if return atau cost
of common stock (Ks) dengan resiko non diversible dari perusahaan, yang
dinyatakan dengan koefisien beta (ß).
Dengan rumus :
Ks = Rf + {ßx[Rm-Rf]}
(Schlosser, Corporate Finance – A Model Building Approach, 1992 : 296)
Dimana :
Ks = biaya modal saham
Rf = tingkat bunga investasi be bas resiko
Rm = tingkat bunga investasi rata -rata dari kesleuruhan pasar
ß
= factor resiko yang berlaku spesifik untuk pasar
25
Ks dapat juga didapat dengan rumus market adjusted menurut Gittman
dalam bukunya Principal of Managerial Finance sebagi berikut :
Ks =
exp ectedbenefitduringeachperiod
currentpriceofasset
or Ks =
D
P
(Gitman, 2000:300)
Menurut james C. Van Horne dalam bukunya Fiancial Management Policy
tahun 1995, untuk menghitung beta yang menggambarkan sensitivitas dari
return terhadap perubahan harga pas ar dapat dinyatakan dengan rumus :
( Rm Rf )
n
( Rm Rf )( Ri
ß
=
Rf ) n
t 1
( Rm Rf )2
n
( Ri
Rf )
n
( Rm Rf )
n
Dimana :
Rf = tingkat bunga investasi bebas resiko
Rm = return pasar
Rt = return individu masing -masing saham perusahaan
Asumsi-asumsi yang digunakan di dalam model CAPM Black-JensenScholes adalah sebagai berikut :
1. The intercept term,a 1 , should be significantly different from zero, and the
slope, ß it , is less than the difference between the return on the market
portfolio minus risk-free rate.
2. Version of the model that include a squared beta term or unsystematic risk
find that at the best these expalanatory factors are useful only in a small
number of the time period sampled.
3. The simple linear empirical model fits the data best
4. Factors other than beta are successful in explaining the portion of security
return not captured by beta (Weston and Copeland, 215:2003).
Definisi beta (ß) menurut Dr. Jogiyanto H.M.,MBA.,AKt dalam buku Teori
portfolio dan analisis investasi, Beta (ß) adalah :
26
“Pengukur resiko sistematik dari suatu sekuritas atau portfolio relative
terhadap resiko pasar. Beta pasar dapat diestimasikan dengan
mengumpulkan nilai-nilai histories return sekutritas dan return dari pasar
selama periode tertentu, misalnya 60 bulan untuk return bulanan.” (Dr.
Jogiyanto H.M.,MBA.,AKt,1998)
2.4.3 Biaya Modal saham preferen ( cost of preferred stock)
Definisi biaya modal saham preferen adalah : “Tingkat pengembalian
yang diminta atas investasi pemegang saham pereferen perusahaan.” (van Horne
& Wachowics, 2003)
Saham preferen merupakan kombinasi antara bentuk hutang jangka
panjang (debt) dengan saham biasa. Bagi perusahaan, saham preferen memiliki
resiko
yang lebih besar dari saham biasa dan lebih kecil dari obligasi.
Perhitungan biaya komponen saham preferen yang digunakan adalah sama
seperti menghitung cost of retained earning, yaitu preffered deviden (Dp) dibagi
dengan issuence price (Po) atau harga bersih setelah dikurangi floatation cost.
Kp =
Dp
Pn
(Weston-Brigham,2004:588)
dimana :
Dp
= deviden per lembar saham preferen
Pn
= harga saham preferen per lembar
Kp
= biaya modal saham preferen
Karena deviden saham preferen bukan merupakan tax deductible expense
dan di bebankan dari keuntungan setelah pajak, maka tidak dibutuhkan
penyesuaian pajak (tax adjustment).
27
2.4.4 Biaya Modal Rata- rata Tertimbang ( Weight Average Cost of
Capital / WACC)
Pengertian dari perhitungan biaya modal rata-rata tertimbang adalah
sebagi berikut :
“the WACC is technique that measure required rate of return in term of
the individual components of the firm’s capital structure. The cost of each
debt component and the return of each equity component are separately
identified with a weighted value. By adding together each weight
component, we can determine on overall required return.” (Hampton,
2000:403)
Weighted average cost of capital dihitung dengan mengalikan masingmasing komponen modal dengan biaya masing -masing komponennya.
Rumus :
C* = {(Wd x Kd)+(Ws x Ks)+(Wp x Kp)}
Dimana :
C*
Kd
Wd
Ks
Ws
Kp
Wp
= biaya modal rata-rata tertimbang
= biaya hutang setelah pajak
= bobot pinjaman jangka panjang dalam struktur modal
= biaya modal saham biasa
= bobot saham biasa dalam struktur modal
= biaya modal saham preferen
= bobot saham pereferen dalam struktur modal
Wd + Es + Wp = 1
w d + ws + w p = 1
2.5
Return Saham
Menurut
James C.
Van
Horne
dalam
bukunya
Fundamental
of
Management Financial mengemukakan bahwa return saham adalah :
“ income received on an investment plus any change in market price,
usually expressed as percent of the beginning market price of the
investment.” (1992:2003).
Dapat dirumuskan sebagai berikut :
28
r
=
Dt
(Pt Pt 1)
Pt 1
Sedangkan definisi tingkat pengembalian saham menurut Gittman dalam
buku Pricipal of Management Finance, adalah :
“The retrun on common equity is measured as the total gain or losses
experienced on behalf of its chane in value plus any cash distribution,
epressed as percentage of the beginning of period common equity value.”
(Lawrence Gittman, 2004).
Tingkat pengembalian saham yang dimaksud dalam dua definisi diatas
merupakan
tingkat
pengembalian
untuk
saham
biasa
dan
merupakan
pembayaran kas yang diterima akibat kepemilikan suatu saham ditambah dengan
perubahan harga pasar saham lalu dibagi dengan harga saham pada awal
investasi. Jadi tingkat pengembalian ini berasal dari dua sumber, yaitu
keuntungan yang akan diperoleh pemegang saham adalah dalam bentuk capital
gain dan deviden.
1. Capital gain adalah selisih positif antara harga saham saat membeli
saham yang dibandingkan dengan harga pada saat menjual saham di
lantai bursa. Capital gain/loss merupakan keuntungan atau kerugian
yang didapatkan oleh investor dari selisih antara harga beli dan harga
jual saham. Jika G > 0 (nol) maka disebut sebagai capital gain, jika G
< 0 maka disebut sebagai capital loss. Maka dapat disimpulkan capital
gain adalah keuntungan yang didapat karena harga penjualan lebih
tinggi dari harga pembelian, namun sebaliknya capital loss adalah
kerugian yang diderita karena harga penjualan lebih kecil dari harga
pembelian.
29
2. Cash deviden adalah pendistribusian laba kepada pemegang saham
dalam bentuk tunai. Menurut Robert Ang dalam buku Pasar Modal
Indonesia, deviden dapat didefinisikan sebagai berikut : “Deviden
merupakan
nilai
pendapatan
bersih
perusahaan
setelah
pajak
dikurangi dengan laba ditahan (retained earnings) yang ditahan
sebagai cadangan bagi perusahaan.” (Robert Ang, 2000)
Deviden dibagikan kepada para pemegang saham sebagai keuntungan
dari laba perusahaan. Keputusan mengenai jumlah laba yang ditahan dan
deviden yang akan dibagikan diputuskan dalam rapat umum (RUPS). Biasanya
faktor-faktor yang akan dipertimbangkan dalam memutuskan suatu usulan
deviden oleh Board of Directors (BOD) antara lain :
1. Keuntungan perseroan
2. Prospek pertumbuhan usaha
3. Posisi kas (likuiditas)
4. Aspek Hukum
5. Keadaan Pasar
Deviden dibagikan berdasarkan periode satu tahun buku, yang umumnya
mempunyai hubungan vital dengan pendapatan bersih perseroan.
2.6
Penilaian Harga Saham
Dalam melakukan penilaian terhadap harga saham di bursa dipengaruhi
oleh banyak faktor baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Secara garis
besar faktor-faktor yang mempengaruhi harga saham dapat dikelompokkan
dalam tiga golongan, yaitu:
1. Pengaruh Eksternal
Penawaran dan permintaan
30
Tingkat efisiensi pasar modal
2. Tingkat Resiko
Resiko yang mempengaruhi harga saham di bursa efek ada tiga, yaitu :
Resiko Negara (country risk)
Resiko pasar (market risk)
Resiko perusahaan (company risk)
3. Tingkat inflasi
4. Tingkat pajak
5. Perilaku Investor
2.7
Kerangka Pemikiran dan Model Penelitian
Tanggung jawab dari pihak perusahaan salah satunya adalah untuk
memaksimalkan total return saham bagi para pemegang sahamnya melalui
pembayaran deviden-devidennya dan apresiasi harga saham perusahaan
tersebut. Oleh sebab itu para manajer perusahaan menciptakan kemakmuran
maksimal yang dapat menguntungkan para pemegang sahamnya.
Para investor sendiri selalu berusaha untuk menilai kemampuan keuangan
perusahaan dan kinerja dari perusahaan ditempat mereka menanamkan
investasinya, karena hal ini berkaitan dengan keamanan dana yang mereka
tanamkan di perusahaan serta berkaitan dengan return saham yang diharapkan
oleh pihak investor sendiri.
Wright (1990 : 6) mengemukakan bahwa fungsi keuangan dalam
perusahaan yang well-organized bertanggung jawab atas aktivitas -aktivitas yang
menyangkut aspek finansial dari setiap keputusan manajemen yang dibuat : “It
is the task of those involved within the finance function to plan, raise, and use
fund in an efficient manner to achieve corporation financial objectives.”
31
Kinerja keuangan ini berkaitan dengan sejauh mana prestasi peningkatan,
posisi atau performance dari nilai perusahaan yang diukur melalui Laporan
Keuangan baik itu Neraca maupun Laporan Laba Rugi yang dibutuhkan oleh
pihak-pihak yang berkepentingan.
Adapun yang dimaksud dengan penilaian kinerja menurut Siegel dan
Helen Remanauskas – Marconi dalam bukunya Behavioral Accounting yang
diterjemahkan oleh Mulyadi (1993 : 419) dalam bukunya Akuntansi Manajemen,
Konsep, Manfaat dan Rekayasa menyatakan sebagi berikut : “Penilaian kinerja
adalah penentuan secara periodik efektifitas operasional suatu organisasi, bagian
organisasi, dan karyawannya berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang
telah ditetapkan sebelumnya”.
Konsep-konsep pengukuran kinerja yang sekarang ini banyak digunakan,
adalah dengan alat ukur Akuntansi tradisional, yaitu rasio-rasio keuangan
perusahaan yang meliputi rasio likuiditas (current ratio, quick ratio, cash ratio),
rasio solvabilitas (rasio modal dengan aktiva, rasio hutang dengan modal sendiri)
dan rasio profitabilitas (ROA, ROE, ROI).
Kelemahan rasio-rasio keuangan ini dapat dihitung berdasarkan atas
angka-angka yang ada dalam Neraca saja, dalam Laporan Laba Rugi saja atau
pada Neraca dan Laporan Laba rugi. Setiap analisis keuangan bisa saja
merumuskan rasio-rasio tertentu yang dianggap mencerminkan aspek tertentu.
Rasio-rasio diatas tidak dapat berdiri sendiri dan baru dapat berarti jika ada
perbandingan dengan perusahaan lain yang sejenis yang mempunyai tingkat
resiko yang hampir sama dan adanya analisis kecenderungan (trend) dari setiap
rasio terhadap rasio pada tahun -tahun sebelumnya.
32
Karena adanya kelemahan-kelemahan
dalam
alat
ukur
Akuntansi
tradisonal tersebut maka beberapa tahun terakhir, telah dikembangkan suatu
Konsep yang dikenal dengan sebutan economic value added (EVA) yang
dicetuskan pertama kali oleh G.Bennet Stewart pada tahun 1990. Kelebihannya
konsep ini dapat berdiri sendiri tanpa perlu dibandingkan dengan perusahaan lain
yang sejenis ataupun dengan membuat suatu analisis kecenderungan dengan
tahun-tahun sebelumnya.
Definisi dari economic value added (EVA) sendiri secara sederhana
disebutkan oleh Gregory E. Dess dan Alex L. Miller dalam Manajemen Startegic
(1996 : 122) adalah sebagai berikut : “EVA or the wealth a firm’s creates for its
owners is simply the traditional financial measure of after tax operation profits
minus total cost of capital.”
Yang dapat dirumuskan secara matematis sebagi berikut :
EVA
= Net Profit After Tax –( Capital x The cost of capital )
NOPAT – (Capital x c*)
(Stern Stewart, www.sternstewart.com,2005 )
Dimana :
NOPAT : Net Operating Profit After Tax
Capital
: Total modal yang diinvestasikan
C*
: Total biaya modal
Jadi EVA merupakan laba operasi setelah pajak yang dikurangkan dengan
biaya modal. Menurut G. Bennet Stewart (1990:87).
Jika EVA > 0 (positif) maka tingkat pengembalian yang dihasilkan
perusahaan melebihi tingkat biaya modal atau tingkat pengembalian yang
diharapkan. Dan hal ini menunjukkan bahwa perusahaan berhasil menciptakan
33
nilai tambah bagi perusahaan (create a firm’s value). Sementara jika EVA = 0
(nol) menunjukkan posisi impas perusahaan (break even) karena semua laba
digunakan untuk membayar kewajiban kepada investor. Dan jika EVA < 0
(negatif) menunjukkan bahwa nilai perusahaan berkurang akibat tingkat
pengembalian yang dihasilkan lebih rendah dari tingkat pengembalian yang
diharapkan dan berarti hal ini menunjukkan tidak terjadinya proses nilai tambah
karena laba yang tersedia tidak dapat memenuhi harapan para investor.
Menurut James Van Horne dan John
Fundamental
of
Management
Financial
W. Machowicz dalam bukunya
(2001),
mengemukakan
tingkat
pengembalian saham sebagai berikut :
“Return from holding an investor over some period is simply any cash
payments received due to ownership, plus the change in market price,
devided by the beginning price. Return comes from 2 sources: income
price appreciation (changes).”
Bagi investor, harga saham yang terus bergerak naik akan memberikan
pengaruh yang baik kepada tingkat pengembalian saham. Dan sesuai dengan
definisi EVA diatas maka keuntungan yang akan diperoleh pemegang saham
apabila melakukan investasi dalam bentuk saham adalah capital gain (losses) dan
deviden. Capital gain (losses) adalah selisih positif (negatif) antara harga saham
pada saat pembelian dengan harga saham pada saat penjualan saham tersebut
dilantai bursa. Cash deviden adalah pendistribusian laba ke pemegang saham
dalam bentuk uang tunai.
Untuk saham biasa (preferred stock) menurut Van Horne dan Machowicz,
tingkat retrun saham dapat dirumuskan sebagai berikut :
r=
Dt
(Pt Pt 1)
Pt 1
34
Dimana :
r
t
Dt
Pt
Pt-1
:
:
:
:
:
actual (expected) return
particular time period in the past (future )
the cash deviden at the end of the time period t
stock’s price at the period t
stock’s price at the time period t -1
Menurut Marzuki Usman dalam bukunya ABC Pasar Modal Indonesia
(1990), harga saham yang terbentuk di pasar modal ini dipengaruhi oleh dua
faktor, faktor internal dan eksternal. Faktor internal itu adalah kinerja keuangan;
kondisi perusahaan dan prospektus perusahaan. Sedangkan faktor eksternalnya
adalah kondisi perekonomian Indonesia secara umum, kebijakan pemerintah
serta kondisi permodalan itu sendiri. Tetapi meski demikian, kondisi keuangan
dan kinerja perusahaan tetap merupakan faktor yang sangat dominan terhadap
pembentukan harga saham tersebut. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
kinerja
keuangan
dapat
mempengaruhi
tingkat
pengembalian
saham
perusahaan yang bersangkutan dan seorang investor akan selalu memiliki
harapan untuk memperoleh return dari investasinya. Semakin tinggi tingkat
pengembalian dan investasinya maka semakin baik bagi investor.
Secara lebih jelas kerangka pemikiran yang telah diuraikan dapat dilihat
dalam diagram berikut :
35
Ukuran Kinerja Keuangan Perusahaan
ROA
ROE
ROI
Lantai Bursa
EVA
Kondisi Internal
- Kondisi Perusahaan
Faktor Eksternal
- Kondisi
Perekonomian
Ind
- Kebijakan
Pemerintah
- Kondisi Pasar
modal
- Kinerja Keuangan
Perusahaan
- Prospektus
Perusahaan
Tidak dapat berdiri sendiri
Investor melakukan investasi
Deviden
Capital gain
EVA >
0
EVA = 0
EVA < 0
Tingkat Return Saham
Gambar 2-1
Kerangka Pemikiran
2.8
Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah diuraikan diatas, penulis
mengajukan hipotesa “ Penilaian Kinerja Keuangan dengan
Konsep
Economic value added (EVA) berpengaruh Signifikan terhadap Tingkat
Pengembalian Saham pada Perusahaan di Industri Semen. ”
36
This document was created with Win2PDF available at http://www.daneprairie.com.
The unregistered version of Win2PDF is for evaluation or non-commercial use only.
Download