5 BAB I PERMASALAHAN KAWASAN DARI SUDUT - USU-IR

advertisement
BAB I
PERMASALAHAN KAWASAN
DARI SUDUT PANDANG MASYARAKAT
Dalam pelaksanakan suatu proyek perancangan arsitektur diperlukan
adanya pedoman pelaksanaan yang sesuai dengan tujuan perancangan. Pedoman
pelaksanaan ini biasanya berupa kerangka acuan kerja (KAK). KAK ini
merupakan petunjuk bagi perancang yang memuat masukan, azas, kriteria,
keluaran dan proses yang harus dipenuhi dan diperhatikan serta diinterpretasikan
ke dalam pelaksanaan tugas perancangan.
KAK pada kasus proyek perancangan arsitektur 6 dilatarbelakangi oleh
permasalahan revitalisasi kawasan muka sungai yang kumuh dan terlantar di pusat
kota. Revitalisasi yang telah banyak dilakukan belum menemukan model
penerapan ideal yang dianggap berhasil dalam mengakomodasi berbagai
kepentingan dari pihak-pihak pemangku kepentingan yang terkait. Maka dari itu,
pihak Pemerintah Kota (Pemko) Medan sebagai pemilik bekerja sama dengan PT
Twin Rivers Development dalam pembangunan rumah susun pada kawasan tepi
Sungai Deli segmen jalan Ir. H. Juanda - Jalan Multatuli (Gambar 1.1) dan telah
menunjuk Studio PA6 Design Group sebagai konsultan perencana yang
mengerjakan rancangan arsitektural proyek revitalisasi kawasan tepi Sungai Deli.
Perancangan arsitektural yang dilakukan konsultan perencana dalam prosesnya
tetap mendapat arahan dan pengawasan dari konsultan ahli yang merupakan
representasi dari pihak pemilik.
5
Universitas Sumatera Utara
6
Gambar 1.1. Peta Lokasi Proyek
Sumber: KAK PA6 Kasus Proyek E (2014)
Untuk tahap awal perancangan, pemilik proyek telah memiliki studi
pendahuluan terhadap kawasan proyek. Beberapa hal ini harus dipertimbangkan
dalam pembuatan rancangan revitalisasi kawasan tepi Sungai Deli. Hasil studi
lapangan ini menyangkut pihak-pihak yang memiliki kepentingan pada proyek.
Penghuni lama menjadi prioritas pada kepemilikan unit hunian yang baru dengan
harga sesuai perhitungan ekonomis dan ganti rugi yang ditetapkan oleh
pengembang. Fungsi hunian yang direncanakan berbentuk rumah susun dengan
besaran fungsi dan harga unit mengacu pada perhitungan ekonomis serta tingkat
ekonomi calon pemilik. Fungsi-fungsi baru dirancang dengan memperhitungkan
Universitas Sumatera Utara
7
kelayakan nilai ekonomi dengan tidak membebani keuangan Pemko Medan.
Beberapa fungsi yang dianggap sebagai karakteristik kawasan akan tetap
dipertahankan.
Dalam rangka mewujudkan suatu rancangan arsitektur ada beberapa
tahapan yang harus dilalui oleh seorang perancang atau arsitek. Begitu juga kasus
Perancangan Arsitektur 6 ini, dalam mewujudkan model penataan kawasan
permukiman tepi sungai, perancang harus melalui berbagai tahap perancangan.
Pada kasus ini tahap-tahap perancangan tersebut terdiri dari studi lapangan,
inventarisasi data, pemrograman, pengembangan tema dan konsep, rancangan
konseptual, rancangan skematik, pengembangan rancangan, dan presentasi akhir
(Gambar 1.2).
.
Studi
Lapangan
Inventarisasi
Data
Pemrograman
Rancangan
Skematik
Rancangan
Konseptual
Pengembangan
Tema dan Konsep
Pengembangan
Rancangan
Presentasi
Akhir
Gambar 1.2. Skema proses perancangan arsitektur 6
Sumber: Dok. Penulis (2014)
Untuk memahami permasalahan yang ada, perancang membutuhkan datadata yang berkaitan dengan kondisi realitas kawasan. Data ini dapat diperoleh
dalam dua cara, yaitu studi lapangan, dan studi literatur.
Universitas Sumatera Utara
8
Studi lapangan sangat penting dilakukan untuk mengumpulkan data dalam
lingkup permukiman, Loeckx menganjurkan agar melakukan kunjungan ke lokasi
secara intensif (Loeckx, 1988 dalam
Rudito, 2008). Selanjutnya Loeckx
menambahkan bahwa kunjungan ke lokasi dibedakan dalam dua macam kegiatan,
yaitu: pertama, berjalan menyusuri kawasan permukiman untuk mengenal
kawasan secara sistematik, melakukan pengamatan, dan mencatat berbagai
elemen yang dijumpai dalam jaringan/jalinan beberapa jalan yang membentuk
konfigurasi yang spesifik. Kedua, identifikasi secara sistematik, sekali lagi
melakukan pengamatan dan mencatat dan melihat adanya keterkaitan dalam
jaringan/jalinan beberapa jalan dengan diikuti beberapa kunjungan tempat tinggal
secara komprehensif. Hal ini menjadi dasar kegiatan studi lapangan yang
dilakukan perancang dalam memulai proses perancangan (Gambar 1.3).
Gambar 1. 3. Studi Lapangan
Sumber: Dok. Penulis (2014)
Studi lapangan dilakukan dengan cara bergerak di dalam kawasan
layaknya masyarakat setempat sambil memetakan kondisi yang dialami dalam
pikiran maupun rekaman foto (Gambar 1.3). Kegiatan ini sejalan dengan Lynch
Universitas Sumatera Utara
9
dalam
bukunya
yang
berjudul
"Managing
the
Sense
of
a
Region",
memperkenalkan beberapa cara yang dilakukan dalam mengupas arti sebuah
kawasan atau lingkungan (Lynch, 1975). Teknik pengumpulan data ini merupakan
kegiatan yang sekuensial dengan cara bergerak di dalam satu kawasan atau
lingkungan. Dalam buku yang sama, Lynch juga membahas pemahaman arti
sebuah kawasan sebagai awal dari proses pengumpulan data. Perancang berperan
sebagai anggota masyarakat yang mendiami kawasan. Dengan cara ini perancang
dapat melihat kondisi realitas kawasan melalui sudut pandang masyarakat
penghuni suatu kawasan.
1.1. Sungai Deli
Sungai Deli merupakan salah satu sungai yang melewati Kota Medan.
Sungai Deli mengalir melalui tiga wilayah daerah aliran sungai (DAS) yaitu,
Kabupaten Karo dan Simalungun di hulu, Deli Serdang dan Sergai di tengah serta
Kota Medan di hilir hingga bermuara ke laut Belawan (Gambar 1.4). Sayangnya,
sepanjang DAS, sungai ini sudah tercemar. Dimulai dari hulu, air yang keruh
menandakan sungai tercemar tanah dan unsur hara yang erosi, tergerus dari hutan
dan lahan-lahan di sepanjang DAS. Selain itu, kini limbah mencemari sungai. Di
tengah dan di hilir, limbah industri dan rumah tangga menambah kadar kerusakan
ekosistem air sungai.
Universitas Sumatera Utara
10
Gambar 1.4. Aliran Sungai Deli
Sumber: http://pudeliserdang.com (2014)
Perlahan namun pasti, eksploitasi DAS tanpa terkendali dan tanpa
mempertimbangkan dampak lingkungan mulai merambah ke tengah dan hulu.
Pencemaran sungai meluas, seiring meningkatnya aktivitas yang mendukung
perkembangan wilayah dan pertambahan jumlah penduduk. Penebangan hutan di
wilayah penyangga dan sumber air di DAS, memperburuk kondisi sungai dan
mencemari sungai mulai dari wilayah hulu.
Universitas Sumatera Utara
11
Gambar 1.5. Kondisi Sungai Deli
Sumber: Dok. Penulis (2014)
Pencemaran Sungai Deli ini sudah terlihat saat perancang melakukan studi
lapangan di wilayah Kelurahan Hamdan melalui airnya yang kecokelatan
(Gambar 1.5). Pencemaran Sungai Deli, diantaranya diakibatkan limbah padat dan
cair. Dengan tebaran sampah yang menumpuk, dari bagian pinggir sampai ke
aliran sungai yang bisa diketahui dari pendangkalan yang terjadi di beberapa titik.
Pada kondisi normal, menurut warga setempat, ketinggian muka air sungai hanya
mencapai lima puluh sentimeter. Saat perancang melakukan studi lapangan pada
kondisi cuaca hujan lebat, ketinggian muka air sungai mencapai satu setengah
meter. Dalam kondisi musim hujan antara bulan September-Desember muka air
sungai dapat mencapai
ketinggian tiga meter. Hal ini yang menyebabkan
terjadinya banjir di wilayah Kelurahan Hamdan.
Kondisi masyarakat yang tinggal di bantaran Sungai Deli bisa dikatakan
memprihatinkan, karena sejumlah warga melakukan aktivitas MCK ( mandi, cuci,
kakus) di sungai, padahal air sungai tersebut sudah tercemar (Gambar 1.6).
Masyarakat yang tinggal di bantaran sungai ini memiliki pola hidup yang kurang
bersih dan sehat, dimana susunan dari pemukiman mereka sangat rapat dan lahan
Universitas Sumatera Utara
12
di sekitarnya yang semakin sempit menjadikan mereka kekurangan sarana untuk
membuang sampah pada tempatnya, sehingga mereka lebih memilih untuk
membuangnya ke sungai.
Gambar 1.6. Aktivitas MCK Di Sungai
Sumber: Dok. Penulis (2014)
Apabila air sungai telah tercemar maka kehidupan manusia akan
terganggu. Ini merupakan bencana besar. Karena hampir semua makhluk hidup di
muka bumi ini memerlukan air, tanpa air tiada kehidupan di muka bumi ini.
Dampak pencemaran air dapat berupa air tidak menjadi bermanfaat lagi dan
menjadi timbulnya penyakit. Pencemaran air di sungai yang diakibatkan oleh
limbah, tidak dapat dibiarkan berlarut-larut. Sebab jika hal ini tidak ditangani
dengan segera maka limbah-limbah yang ada di sungai akan memberikan dampak
negatif yang sangat fatal bagi kelangsungan hidup manusia.
Pencemaran air Sungai Deli dan Belawan diakibatkan oleh kegiatan
industri, lingkungan pemukiman, pasar, rumah sakit dan berbagai kegiatan lain
disepanjang sungai tersebut. Saat ini, rendahnya kesadaran lingkungan dan
kebiasaan buruk warga serta pengusaha yang membuang limbah di sungai, kian
Universitas Sumatera Utara
13
memperburuk kondisi sungai. Sampah rumah tangga dan limbah industri, hotel,
rumah sakit dan limbah lain, campur aduk (Gambar 1.7).
Gambar 1. 7. Pembuangan Limbah Padat Pada Tepi Sungai
Sumber: Dok. Penulis (2014)
Pemukiman liar yang tumbuh di sepanjang DAS terutama pada bagian
pusat kota Medan, termasuk wilayah Kelurahan Hamdan juga menyebabkan lebar
sungai mengalami pengurangan. Hal ini disebabkan tidak sedikit pemukiman liar
ini yang mengambil badan sungai sebagai lahan pemukiman. Menurut warga
setempat, lebar Sungai Deli saat ini hanya sekitar sepuluh meter, padahal lebar
Sungai Deli dulunya sekitar 15-27 m.
Pemerintah dari struktur terendah hingga pemerintah pusat tak mampu
menegakkan supremasi hukum dalam melindungi lingkungan di sekitar DAS.
Penebangan hutan yang dilakukan dengan berbagai alasan tanpa diikuti tindakan
konservasi, atau bahkan kebijakan yang dengan sengaja memberi efek buruk bagi
lingkungan, mempercepat proses kerusakan ekosistem Sungai Deli.
Universitas Sumatera Utara
14
1.2. Kelurahan Hamdan
Lokasi proyek terletak di jalan Ir. H. Juanda - Jalan Multatuli, Kelurahan
Hamdan, Kecamatan Medan Maimun, Kota Medan. Aktivitas pada tapak
kebanyakan berupa hunian dan komersial. Fungsi hunian dan komersial ini
tersebar pada tapak secara tidak beraturan. Area tepian tapak yang berbatasan
langsung dengan jalan Multatuli dan Ir. H. Juanda berfungsi sebagai area
komersial sekaligus hunian (Gambar 1.8). Pada wilayah tapak bagian tengah
sampai ke tepi Sungai Deli merupakan hunian dan beberapa diantaranya juga
berfungsi sebagai komersial.
Gambar 1.8. Fungsi Hunian Dan Komersial Di Tepian Jalan
Sumber: Dok. Penulis (2014)
Demi mendapatkan data yang rinci mengenai kondisi kawasan, studi
lapangan dilakukan dalam beberapa waktu yang berbeda. Studi lapangan yang
dilakukan berulang menghasilkan pemahaman yang mendalam mengenai arti
kawasan dalam sudut pandang masyarakat, yang nantinya berkaitan dengan
rancangan yang akan di usulkan.
Universitas Sumatera Utara
15
1.2.1. Aspek Fisik
Kondisi kawasan Kelurahan Hamdan secara keseluruhan merupakan
kawasan dengan kepadatan penduduk sedang (Gambar 1.9), terlihat dari jarak
antar rumah yang sangat berdekatan tanpa adanya pagar pembatas, bahkan tidak
jarang ditemukan rumah-rumah yang menempel satu sama lain. Sehingga tipologi
rumah yang ada pada kawasan adalah rumah deret, rumah tunggal dan rumah
kopel. Rumah deret merupakan deretan beberapa rumah yang menempel satu
sama lain (Gambar 1.12). Rumah tunggal adalah rumah yang berdiri sendiri,
terpisah dengan bangunan di sampingnya (Gambar 1.11). Sedangkan rumah kopel
adalah dua rumah yang menempel satu sama lain (Gambar 1.10). Tipe rumah
permanen bervariasi antara tipe 50, 75, dan 100.
Gambar1. 9. Peta Kepadatan Penduduk
Sumber: RTRW Kota Medan
Universitas Sumatera Utara
16
Gambar 1. 10. Rumah Kopel
Gambar 1.11. Rumah Tunggal
Sumber: Dok. Penulis (2014)
Sumber: Dok. Penulis (2014)
Gambar 1.12. Rumah Deret
Sumber: Dok. Penulis (2014)
Material yang digunakan setiap bangunan bervariasi, untuk konstruksi
rumah banyak menggunakan beton dan kayu, dinding bangunan menggunakan
batu bata dan kayu, untuk bahan atap menggunakan seng sebagai penutup
bangunan (Gambar 1.13). Pada kawasan proyek terlihat kondisi rumah
berdasarkan kenyamanan termal tidak memenuhi standar rumah yang seharusnya.
Akibat rumah-rumah yang menempel satu sama lain, sirkulasi udara dan cahaya
pada rumah tidak baik.
Universitas Sumatera Utara
17
Gambar 1.13. Material Bangunan Pada Tapak
Sumber: Dok. Penulis (2014)
Kondisi utilitas pada tapak belum memadai. Kondisi saluran drainase yang
berupa selokan tidak memiliki penutup, sehingga menjadi tempat menumpuknya
sampah. Hal ini menyebabkan pemandangan pada tapak tidak menyenangkan dan
dapat berdampak negatif bagi kesehatan warga setempat. Kondisi yang
mengkhawatirkan juga terlihat dari kebiasaan warga yang menggunakan kabel
listrik sebagai tempat menjemur pakaian. Beberapa penerangan jalan dibuat
sendiri oleh warga dengan menggantung lampu pada kabel listrik (Gambar 1.14).
Gambar 1.14. Penerangan Jalan
Sumber: Dok. Penulis (2014)
Gambar 1.15. Tumpukan Sampah Pada
Tapak
Sumber: Dok. Penulis (2014)
Universitas Sumatera Utara
18
Kondisi yang sama mengkhawatirkannya juga terlihat pada tapak yang
tidak memiliki tempat pembuangan sementara (TPS) sehingga di beberapa titik
pada tapak menjadi tempat menumpuknya sampah warga (Gambar 1.15) termasuk
di pinggiran Sungai Deli, bahkan ironisnya tidak hanya di pinggiran tetapi badan
sungai juga menjadi tepat pembuangan sampah warga sekitar.
Akses menuju tapak hanya bisa melalui jalan Multatuli dan Ir. H. Juanda.
Sirkulasi pada tapak yang tidak beraturan dan memiliki banyak gang-gang kecil
menjadi karakteristik tapak. Sirkulasi pada tapak umumnya hanya bisa dilalui oleh
pejalan kaki, kendaraan roda dua dan kendaraan roda tiga. Kondisi koridor jalan
cukup memprihatinkan karena lebar jalan yang terlalu kecil dan tidak adanya
pemisah antara jalur pejalan kaki dengan kendaraan bermotor (Gambar 1.17).
Trotoar yang terdapat di pinggiran tapak berubah fungsi menjadi tempat usaha.
Sehingga tidak jarang pejalan kaki mengambil badan jalan untuk jalur sirkulasi
yang tentunya hal ini sangat membahayakan keselamatan (Gambar 1.16).
Gambar 1.16. Kondisi Jalur Pejalan
Kaki Sumber: Dok. Penulis (2014)
Gambar 1.17. Kondisi Sirkulasi Pada
Tapak
Sumber: Dok. Penulis (2014)
Universitas Sumatera Utara
19
1.2.2. Aspek Sosial-Ekonomi
Pengamatan langsung terhadap perilaku sosial masyarakat juga dilakukan
dalam studi lapangan. Hal ini dilakukan karena masalah sosial yang muncul pada
kawasan tidak dapat dipahami dari sudut pandang perancang dari luar masyarakat.
Rubito dan Famiola (2013) menyebutkan bahwa untuk dapat memahami pola-pola
yang berupa sosial dalam masyarakat perlu bagi orang luar (dalam hal ini
khususnya perancang) untuk dapat hidup dan tinggal bersama masyarakat yang
ditelitinya (pada kawasan proyek) agar makna dari sosial yang berlaku dapat
dipahami dengan mudah.
Kehidupan sosial merupakan bagian kebudayaan, di mana kehidupan
sosial meliputi interaksi sosial yakni kelakuan manusia dengan manusia lain di
sekelilingnya yang akan menghasilkan tingkatan-tingkatan sosial tertentu dan
stratifikasi sosial. Kegiatan sosial pada tapak tidak dapat dipisahkan dengan
kegiatan ekonomi, karena kebanyakan interaksi sosial yang dilakukan bersamaan
dengan kegiatan ekonomi. Hal ini terlihat di beberapa warung kopi dan warungwarung jajanan yang tersebar pada tapak kebanyakan menjadi tempat berkumpul
warga (Gambar 1.18).
Gambar 1.18. Tempat Interaksi Sosial
Sumber: Dok. Penulis (2014)
Universitas Sumatera Utara
20
Pada kegiatan studi lapangan yang dilakukan perancang, terlihat suasana
tapak yang tidak begitu ramai. Interaksi sosial banyak dilakukan di teras rumah
yang saling berhadapan. Warga saling berkomunikasi dari teras rumah masingmasing tanpa meninggalkan pekerjaan rumah tangganya. Hal ini dapat terjadi
karena tidak adanya pagar pembatas antar rumah dan jarak rumah-rumah yang
saling berdekatan (Gambar 1.19). Sungai juga menjadi tempat interaksi sosial
warga, mulai dari pinggiran sampai badan sungai. Warga melakukan aktivitas
mencuci, memancing bersama-sama di pinggiran sungai, sedangkan anak-anak
bermain di daerah badan sungai yang dangkal. Untuk kegiatan olahraga, warga
menggunakan lahan kosong pada malam hari karena menghindari panas sinar
matahari (Gambar 1.20).
Gambar 1. 19. Interaksi Sosial
Sumber: Dok. Penulis (2014)
Gambar 1. 20. Kegiatan Olahraga Di
Malam Hari
Sumber: Dok. Penulis (2014)
Pola- pola kehidupan warga yang masih menganut pola perkampungan
menjadikan wilayah tapak ini menjadi sebuah perkampungan yang berada di kota
yang disebut sebagai Kampung Kota. Menurut Heryati (2011), Kampung kota
Universitas Sumatera Utara
21
merupakan suatu bentuk pemukiman perkotaan yang memiliki ciri khas Indonesia
dengan sifat dan perilaku kehidupan pedesaan yang terjalin dalam ikatan
kekeluargaan yang erat,kondisi fisik bangunan dan lingkungan kurang baik dan
tidak beraturan, kerapatan bangunan dan penduduk tinggi, sarana pelayanan dasar
serba kurang, seperti air bersih, saluran air limbah dan air hujan, pembuangan
sampah dan lainnya.
1.2.3. Aspek Manusia
Manusia dalam kasus perancangan arsitektur merupakan pertimbangan
utama yang sangat menentukan hasil rancangan. Begitu juga dalam kasus proyek
rancangan rumah susun ini, manusia menjadi penentu dalam rancangan.
Banyaknya jumlah penduduk yang berada pada tapak proyek menentukan berapa
unit hunian rumah susun yang akan dibangun. Perancang berusaha melakukan
pendataan penduduk melalui instansi pemerintah yang berwenang yaitu Kantor
Kelurahan Hamdan. Tetapi dikarenakan berbagai hal teknis, data kependudukan
tidak berhasil didapatkan sehingga perancang berusaha mengambil solusi lain
dengan melakukan perhitungan unit rumah pada lokasi proyek. Jumlah unit rumah
disumsikan sebanyak seratus unit. Dengan perhitungan ini jumlah keluarga pada
tapak proyek berjumlah seratus keluarga dengan jumlah masing-masing anggota
keluarga berkisar antara dua sampai enam orang.
Mayoritas dari agama warga sekitar adalah agama islam. Tingkat sosial
ekonomi warga rata-rata menengah ke bawah. Kebanyakan warga berprofesi
sebagai pedagang. Hal ini yang menyebabkan banyaknya unit-unit usaha
komersial yang tersebar pada tapak.
Universitas Sumatera Utara
22
1.3. Kasus proyek sejenis
Data-data mengenai kasus proyek sejenis diperoleh melalui studi literatur.
Pencarian studi literatur dilakukan untuk mendapatkan perbandingan gambaran
kondisi proyek sejenis yang sudah terlaksana sebagai bahan acuan dalam
perumusan konsep yang direncanakan. Hal ini diharapkan dapat menambah
wawasan pengetahuan dalam merancang kasus proyek sejenis. Studi literatur yang
dilakukan ialah mengenai rumah susun yang telah dibangun dan program
pengembangan kawasan pinggir sungai. Studi literatur dilakukan melalui proyek
yang telah terlaksana di dalam maupun luar negeri dengan menggunakan media
internet dalam pencarian kasus proyek.
Data studi literatur dipelajari dengan melihat kondisi-kondisi yang sesuai
dengan kasus proyek, lalu melihat permasalahan-permasalahan yang ada dan
solusi pemecahan masalah melalui perancangan arsitektur. Studi literatur dengan
proyek rumah susun di kota besar seperti Jakarta, yang sudah banyak dibangun
rumah susun untuk solusi pemukiman yang kumuh dan padat penduduk. Dari
proyek ini diperoleh pengetahuan bagaimana rancangan bangunan rumah susun
yang baik, yang mampu memenuhi segala kebutuhan penghuni yang terdiri dari
berbagai macam ras, agama dan kepercayaan (Gambar 1.21). Dari studi literatur
ini juga diperoleh bagaimana cara menyatukan berbagai macam perbedaan dalam
satu bangunan rumah susun sehingga tidak terjadi masalah antar warga.
Universitas Sumatera Utara
23
Gambar 1.21. Rumah Susun
Sumber: http://kolomrumah.com (2011)
Desain bangunan sangat menentukan bagaimana nantinya kehidupan
warga setelah dipindahkan ke bangunan rumah susun. Hal ini dapat dipelajari dari
studi literatur mengenai kehidupan warga setelah berada di bangunan rumah
susun. Apabila kehidupan warga semakin meningkat, maka rancangan bangunan
dinilai berhasil dan bisa diaplikasikan kembali. Apabila kehidupan warga semakin
menurun maka, rancangan bangunan dinilai tidak berhasil dan tidak bisa dijadikan
acuan dalam merancang.
1. 4. Revitalisasi Pemukiman Tepi Sungai
Pengetahuan rancangan juga diperoleh dari jurnal-jurnal yang terkait
dengan kasus proyek. Jurnal-jurnal ini diharapkan dapat membantu dalam
memperoleh ide perancangan yang akan diterapkan sebagai tema pada kasus
proyek ini. Dari pemahaman mengenai jurnal akan membuka wawasan akan
permasalahan-permasalahan yang sering terjadi pada kasus proyek sejenis. Jurnal
Universitas Sumatera Utara
24
ini memberikan gambaran permasalahan-permasalahan yang sering muncul dan
menjadi permasalahan yang layak diangkat sebagai dasar ide perancangan
kawasan. Permasalahan-permasalahan ini sering timbul dari, kondisi pemukiman,
kondisi sosial, kondisi ekonomi maupun kondisi lingkungan sekitar yang
mempengaruhi keadaan kawasan.
Wawasan dan pengetahuan yang diperoleh dari jurnal akan mempengaruhi
pemikiran dalam penentuan tema. Pengetahuan mengenai permasalahan
pemukiman tepi sungai yang ditemukan dalam salah satu jurnal antara lain
memaparkan secara umum beberapa permasalahan sungai di kota-kota besar
yaitu:

Pemukiman yang dibangun di sepanjang sungai umumnya mengambil
bagian bantaran sungai sehingga alur sungai semakin menyempit dan tidak
dapat lagi menampung deras aliran air sehingga setiap kali hujan deras di
pegunungan, air meluap menggenangi pemukiman.

Kondisi kawasan pada umumnya pemukiman padat dan kumuh, sarana
dan prasarana tidak tertata dan tidak memadai.

Air yang mengalir melalui sungai-sungai tidak langsung dialirkan ke laut
karena
tertahan
di
kawasan
reklamasi.
Kondisi
ini
senantiasa
mengakibatkan terbentuknya genangan-genangan air.

Pembuangan limbah padat maupun cair ke badan air dan bantaran sungai
di berbagai ruas sungai mencemari air dan menghambat aliran air sungai.

Orientasi terhadap sungai masih menjadikan "river back".
Universitas Sumatera Utara
25
Dengan adanya permasalahan-permasalahan ini, maka didapat solusi
penyelesaian masalah dengan suatu pendekatan menggunakan model penataan
kawasan tepi sungai, seperti:

Menghidupkan kawasan atau vitalisasi yaitu: pendekatan penanganan
dengan meningkatkan kinerja dan dinamika fungsi kawasan, baik melalui
optimasi pemanfaatan potensi dan sumberdaya lokal, menambahkan
sarana
dan
prasarana
kawasan
maupun
membuka
akses
dan
mengintegrasikan kawasan terhadap pusat-pusat pelayanan/kegiatan kota
yang telah berkembang.

Menghidupkan kembali kawasan yang surut atau revitalisasi yaitu:
ditujukan pada kawasan yang menurun fungsi sosial ekonominya melalui
usaha menghidupkan kembali aktivitas perkotaan dan vitalitas kawasan
untuk mewujudkan kawasan yang layak huni, mempunyai daya saing
pertumbuhan dan stabilitas ekonomi lokal serta terintegrasi dalam
kesatuan sistem kota.

Pembangunan kembali atau redevelopment yaitu: pendekatan penanganan
melalui cara membangun kembali kawasan dengan fungsi baru yang
dinilai memiliki potensi dan prospek yang lebih baik lagi dari fungsi
sebelumnya.

Peningkatan Kualitas Lingkungan melalui peremajaan atau renewal yaitu:
pendekatan menata kembali kawasan dengan mengganti sebagian atau
seluruh unsur-unsur lama dengan unsur-unsur baru untuk tujuan
Universitas Sumatera Utara
26
mendapatkan nilai tambah yang lebih memadai sesuai dengan potensi dan
nilai ekonomi kawasan tersebut.

Intensifikasi Pembangunan
yaitu: pendekatan penanganan dengan
memanfaatkan ruang-ruang yang tersedia seoptimal mungkin.

Rehabilitasi Kawasan yaitu: pendekatan penanganan dengan cara
memperbaiki lingkungan kawasan yang telah terjadi degradasi sehingga
dapat berfungsi kembali seperti sedia kala.

Peningkatan kualitas lingkungan melalui peningkatan sarana dan
prasarana.1
Dari jurnal ini diperoleh pengetahuan mengenai solusi atas permasalahan-
permasalahan pemukiman tepi sungai, sehingga informasi ini dapat digunakan
dalam proses perancangan kawasan pada kasus proyek ini. Informasi-informasi
yang diperoleh dari berbagai jurnal memudahkan untuk dilakukan analisa
permasalahan yang ada pada kawasan perancangan.
Tahap selanjutnya adalah inventarisasi data yaitu pengumpulan data yang
berkaitan dengan tema dan kasus proyek. Penyusunan data dilakukan setelah data
yang dibutuhkan benar-benar mencukupi. Inventarisasi data dilakukan dengan
menyusun data-data yang berkaitan terhadap rancangan. Data yang telah diperoleh
dari observasi dan dari peraturan-peraturan yang berlaku serta jurnal-jurnal terkait
kasus proyek dikumpulkan dan disusun dengan format penyajian laporan data
proyek yang baik. Penyajian laporan data proyek juga disertai dokumentasi hasil
1
Rahmadi, D.K., Pemukiman Bantaran Sungai: Pendekatan Penataan Kawasan Tepi Air. Staf
Perencanaan Teknis dan Pengaturan Direktorat Pengembangan Pemukiman Ditjen. Cipta Karya.
Universitas Sumatera Utara
27
observasi lapangan yang memperlihatkan keadaan tapak proyek. Inventarisasi data
ini dilakukan untuk memudahkan proses perancangan.
Penyusunan data hasil observasi lapangan dibuat dalam format penyajian
data proyek. Informasi yang didapat dari observasi lapangan adalah mengenai data
kondisi lingkungan tapak proyek yang mencakup hal-hal mengenai batas-batas
tapak, kondisi jalan di sekitar tapak, tipologi rumah pada kawasan, kondisi sarana
dan prasarana yang tersedia, kondisi sosial masyarakat,dll. Dari data-data ini
nantinya akan dianalisis permasalahan-permasalahan ataupun potensi yang
terdapat pada kawasan. Dalam penyajian data observasi lapangan, banyak
menggunakan media gambar untuk memperlihatkan kondisi pada tapak proyek.
Universitas Sumatera Utara
Download