STUDI AMBLESAN DAERAH RAWAN GERAKAN TANAH DI DESA NGAWEN MUNTILAN MAGELANG MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK Skripsi disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Progam Studi Fisika oleh Eva Setyawati 4211412058 JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2016 i ii iii iv MOTTO DAN PERSEMBAHAN Motto: Sukses bukan sebuah kebetulan melainkan ia adalah hasil dari doa dan kerja keras. Allah tidak akan membebani seseorang, melainkan sesuai dengan kesanggupannya (Q.S. Al Baqarah:286). Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan, maka apabila engkau telah selesai (dari sesuatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain). Dan hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap (QS. Al-Insyirah,6-8). Skripsi ini kupersembahkan kepada: 1. Bapak Sumaeri dan Ibu Rinawati, terimakasih atas cinta, kasih sayang, limpahan doa dan pengorbanan; 2. Adek Hera Setyawati dan Irvan Ade Setyawan, terima kasih atas doa, semangat dan dukunganmu; 3. Mas Nasrul Fauzan, terimakasih atas doa, cinta dan motivasi yang selalu mengiringi setiap langkahku, serta menghibur ketika penulis merasakan jenuh; 4. Rekan seperjuangan (Rosi, Tri, Dian, Hendri, Junaedi, Khoiru, Rizal) terimakasih atas semangat dan bantuannya; 5. Kelompok Studi Geofisika (KSGF) Unnes 2012 yang telah menyemangati penulis; 6. Teman-teman Jurusan Fisika 2012 terima kasih atas kebersamaan dan semangat yang kalian berikan. v PRAKATA Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat melaksanakan penelitian dan menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Studi Amblesan Daerah Rawan Gerakan Tanah di Desa Ngawen Muntilan Magelang menggunakan Metode Geolistrik”. Serangkaian proses yang dimulai dari penyusunan proposal, seminar proposal, penelitian, dan penyusunan skripsi merupakan penerapan ilmu yang telah dipelajari selama menempuh perkuliahan. Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan terselesaikan dengan baik tanpa adanya partisipasi dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum., selaku Rektor Universitas Negeri Semarang; 2. Prof. Dr. Zaenuri, S.E, M.Si, Akt., selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Semarang; 3. Dr. Suharto Linuwih, M.Si., selaku Ketua Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Semarang; 4. Dr. Mahardika Prasetya Aji, M.Si., selaku Kepala Program Studi Fisika Jurusan Fisika Universitas Negeri Semarang; 5. Dr. Khumaedi, M.Si., selaku dosen pembimbing 1 yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, arahan, saran dan motivasi dalam penyusunan skripsi maupun pelaksanaan penelitian. vi 6. Dr. Agus Yulianto, M.Si., selaku selaku dosen pembimbing 2 yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, arahan, saran dan motivasi dalam penyusunan skripsi; 7. Dr. Ngurah Made Darma Putra, M.Si., selaku dosen wali dan Kepala Laboratorium Fisika Universitas Negeri Semarang atas izin peminjaman alat penelitian serta seluruh dosen Jurusan Fisika Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan bekal ilmu kepada penulis selama menempuh studi; 8. Sekretaris dan TU Jurusan Fisika maupun Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam yang telah membantu kelancaran dalam administrasi penyusunan skripsi. 9. Bapak, Ibu, dan adek tercinta atas doa dan dukungannya. 10. Sahabat Fisika 2012 yang telah membantu pelaksanaan penelitian serta keluarga besar Kelompok Studi Geofisika (KSGF) Universitas Negeri Semarang, atas semangat dan dukungannya. 11. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi, yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca dalam menambah wawasan dan pengetahuan. Penelitian lanjutan diharapkan dapat menyempurnakan skripsi ini dengan berbagai perbaikan. Semarang, 25 Mei 2016 Penulis vii ABSTRAK Setyawati, E. 2016. Studi Amblesan Daerah Rawan Gerakan Tanah di Desa Ngawen Muntilan Magelang menggunakan Metode Geolistrik. Skripsi, Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Utama Dr. Khumaedi, M.Si. dan Pembimbing Pendamping Dr. Agus Yulianto, M.Si. Kata Kunci: geolistrik, amblesan, resistivitas, konfigurasi Dipole-Dipole Gempa Yogyakarta 5,9 Skala Richter pada 27 Mei 2006 telah memicu pergerakan tanah dan mengakibatkan kerusakan pondasi pada keempat perwara Candi Ngawen, Muntilan Magelang. Struktur pondasi Candi Ngawen ini mengalami amblesan sedalam 30 cm. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan gambaran struktur bawah permukaan dan indikasi zona lemah amblesan. Metode Geolistrik konfigurasi Dipole-Dipole digunakan untuk studi amblesan di lokasi penelitian. Pengambilan data dilakukan sebanyak enam lintasan yaitu tiga lintasan sejajar arah Utara-Selatan dan tiga lintasan sejajar arah Timur-Barat, dengan panjang masing-masing 75 m. Pengolahan data dilakukan menggunakan Res2dinv dan Surfer 10.0. Berdasarkan hasil pengolahan data didapatkan nilai resistivitas 9.94-2045 Ωm dan bidang diskontinu penampang kontur nilai resistivitas fungsi kedalaman. Nilai resistivitas yang tidak kontinu ditafsirkan sebagai zona lemah yang mengindikasikan adanya struktur bawah permukaan yang patah (ambles). Bidang diskontinu pada keenam lintasan terletak pada satu garis lurus yaitu pada jarak 30-50 m terhadap titik awal pengukuran. viii DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ....................................................................... i PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................... ii PERNYATAAN .............................................................................. iii PENGESAHAN .............................................................................. iv MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................... v PRAKATA ...................................................................................... vi ABSTRAK ...................................................................................... viii DAFTAR ISI ................................................................................... ix DAFTAR TABEL ........................................................................... xii DAFTAR GAMBAR ....................................................................... xiii DAFTAR LAMPIRAN .................................................................... xiv BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ........................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ...................................................................... 4 1.3 Batasan Masalah ........................................................................ 5 1.4 Tujuan Penelitian ....................................................................... 6 1.5 Manfaat Penelitian ..................................................................... 6 1.6 Penegasan Istilah ....................................................................... 7 1.7 Sistematika Penulisan Skripsi ..................................................... 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Geologi Daerah Sekitar .............................................................. 9 2.2 Gerakan Tanah ........................................................................... 11 2.3 Amblesan ................................................................................... 13 2.4 Geolistrik Tahanan Jenis ............................................................ 16 2.5 Sifat-Sifat Keistrikan Batuan ...................................................... 19 2.6 Persamaan Dasar Listrik ............................................................. 21 ix 2.7 Aliran Listrik di Dalam Bumi ..................................................... 22 2.8 Potensial di Sekitar Titik Arus di Permukaan Bumi .................... 25 2.9 Faktor Geometri ......................................................................... 26 2.10 Konfigurasi Dipole-Dipole ....................................................... 26 2.11 Resistivitas ............................................................................... 30 2.11.1 Resistivitas Batuan ........................................................... 30 2.11.2 Resistivitas Semu ............................................................. 31 2.12 Program Komputer Res2DinV ................................................... 32 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................... 34 3.1.1 Lokasi Penelitian ............................................................... 34 3.1.2 Waktu Penelitian ............................................................... 36 3.2 Peralatan .................................................................................... 36 3.3 Diagram Alir Penelitian ............................................................. 37 3.4 Prosedur Pengukuran ................................................................. 38 3.5 Pengolahan Data ........................................................................ 39 3.5.1 Interpretasi Data Res2Dinv ................................................ 40 3.5.2 Interpretasi Data Software Surfer 10.0 ................................ 40 3.5.3 Interpretasi Data Software Rockworks 15............................ 41 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian .......................................................................... 42 4.1.1 Penampang Melintang ....................................................... 44 4.1.1.1 Lintasan 1 .............................................................. 44 4.1.1.2 Lintasan 2 .............................................................. 46 4.1.1.3 Lintasan 3 .............................................................. 47 4.1.1.4 Lintasan 4 .............................................................. 49 4.1.1.5 Lintasan 5 .............................................................. 50 4.1.1.6 Lintasan 6 .............................................................. 52 x 4.1.1.7 Interpretasi Amblesan ............................................. 55 4.1.2 Penampang Vertikal .......................................................... 61 4.1.3 Penampang Horizontal ...................................................... 63 4.2 Pembahasan ............................................................................... 65 BAB 5 PENUTUP 5.1 Simpulan .................................................................................... 71 5.2 Saran .......................................................................................... 71 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................... 73 LAMPIRAN .................................................................................... 77 xi DAFTAR TABEL Tabel Halaman 2.1 Nilai Resistivitas Batuan ............................................................ 31 4.1 Citra Warna dan Resistivitas ...................................................... xii 43 DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman 2.1 Peta Geologi Kecamatan Muntilan ............................................. 10 2.3 Garis arus listrik dan medan potensial yang timbul karena adanya dua sumber arus .................................................. 17 2.4 Silinder Konduktor .................................................................... 21 2.5 Medium Homogen Isotropis Dialiri Arus Listrik ........................ 22 2.6 Potensial di Sekitar Titik Arus Pada Permukaan Bumi ............... 25 2.7 Susunan Elektroda konfigurasi Dipole-Dipole ............................ 27 2.8 Variasi Harga n terhadap kedalaman pengukuran ........................ 28 2.10 Konsep Resistivitas Semu ........................................................ 32 3.1 Lintasan Pengukuran dilihat dari Google Map ............................ 35 3.2 Alat Resistivity Multi-Channel ................................................... 36 3.3 Diagram Alir Pelaksanaan Penelitian ......................................... 37 4.1 Penampang Resistivitas Hasil Inversi 2-D Lintasan 1 ................. 45 4.2 Penampang Resistivitas Hasil Inversi 2-D Lintasan 2 ................. 47 4.3 Penampang Resistivitas Hasil Inversi 2-D Lintasan 3 ................. 48 4.4 Penampang Resistivitas Hasil Inversi 2-D Lintasan 4 ................. 49 4.5 Penampang Resistivitas Hasil Inversi 2-D Lintasan 5 ................. 51 4.6 Penampang Resistivitas Hasil Inversi 2-D Lintasan 6 ................. 52 4.7 Kesamaan lapisan batuan pada lintasan 1, 2 dan 3 ...................... 53 4.8 Kesamaan lapisan batuan pada lintasan 4, 5 dan 6 ...................... 54 4.9 Gambar Kondisi Candi Ngawen ................................................. 56 4.10 Penampang Vertikal dan 3-D Lintasan 1, 2, dan 3 .................... 57 4.11 Penampang Vertikal dan 3-D Lintasan 4, 5, dan 6 .................... 59 4.12 Penampang Vertikal 3-D di lokasi penelitian ............................. 61 4.13 Penampang Kontur Resistivitas Fungsi Kedalaman ................. 63 xiii DAFTAR LAMPIRAN Lampiran Halaman Lampiran 1. Hasil Akuisis Data Geolistrik Konfigurasi Dipole-Dipole ... 77 Lampiran 2. Data Inputan Res2dinv ........................................................ 89 Lampiran 3. Data Pengolahan Software Surfer 10.0 ................................ 93 Lampiran 4. Peta Geologi Lembar Yogyakarta ....................................... 97 Lampiran 5. Peta Prakiraan Zona Rawan Gerakan Tanah Kota dan Kabupaten Magelang .......................................................... 98 Lampiran 6. Foto Akuisis Data Geolistrik .............................................. 100 Lampiran 7. Surat Izin Penelitian ........................................................... 101 Lampiran 8. SK Pembimbing ................................................................. 104 xiv BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Magelang secara geografis termasuk dalam Propinsi Jawa Tengah yang berada pada posisi 7019‟33”–7042‟13” LS dan 110002‟41”– 110027‟8” BT. Topografi Magelang merupakan dataran tinggi yang berbentuk menyerupai cawan (cekungan) karena dikelilingi oleh 5 (lima) gunung yaitu Gunung Merapi, Merbabu, Andong, Telomoyo, Sumbing, dan Pegunungan Menoreh. Kabupaten Magelang termasuk wilayah perbukitan dengan kondisi tanah yang labil, termasuk dalam wilayah erupsi gunung berapi, dan rawan gempa bumi karena wilayahnya termasuk dalam lempeng selatan, yakni lempeng Indo-Australia yang selalu bergerak ke arah utara sekitar 4–6 cm per tahun. Wilayah Magelang, Jawa Tengah termasuk dalam zona rawan bencana pergerakan tanah. Berdasarkan data peta perkiraan potensi gerakan tanah PVMBG (Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi) bulan Februari 2015, terdapat 32 daerah rawan pergerakan tanah di Jawa Tengah. Potensi gerakan tanah menengah-tinggi Kabupaten Magelang yaitu Kajoran, Pakis, Windusari, Kaliangkrik, Salaman, Borobudur, Dukun, Sawangan, Secang, Ngablak, Grabag, Candimulyo, Tempuran, Mertoyudan, Mungkid, Muntilan, 1 2 Ngluwar, Salaman, Srumbung dan potensi gerakan tanah menengah adalah daerah Bandongan, Tempuran, Salam (Riswan, 2015). Gerakan tanah dapat terjadi di mana saja dengan kecepatan bervariasi dari sangat perlahan (<6cm/th) sampai sangat cepat (>3 m/detik). Waktu terjadinya sangat sulit diprediksi karena banyaknya faktor pemicu proses tersebut akan tetapi dibandingkan dengan bencana lainnya bencana ini relatif lebih mudah diramalkan (Setyaningsih, 2010). Goncangan gempa bumi yang terasa tergantung pada besarnya kekuatan gempa dan kondisi material yang dilaluinya. Getaran akibat gempa dapat memicu terjadinya bencana gerakan tanah seperti longsor dan amblesan tanah yang dapat merusak infrastruktur lingkungan. Tingkat kerusakan tergantung pada kualitas infrastruktur, kondisi geologi dan geotektonik, besarnya percepatan tanah maksimum (Edwiza & Novita, 2008) serta indeks kerentanan seismik (Susilo & Wiyono, 2012). Gempa tektonik 5,9 Skala Richter melanda kawasan Yogyakarta, Klaten dan beberapa kota lain di Jawa Tengah. Gempa terjadi pada hari Sabtu tanggal 27 Mei 2006 pukul 05.55 WIB dan berlangsung selama 57 detik. Sekitar 70.000 bangunan roboh dan rusak parah, sementara korban jiwa mencapai 6.234 orang meninggal dan lebih dari 50.000 orang mengalami luka-luka. Gempa tektonik ini disebabkan oleh gerakan lempeng bumi di laut Selatan Yogyakarta ( Adi et al., 2009: 161-168 ). Aktivitas gempa tersebut diduga memicu pergerakan tanah dan mengakibatkan tanah ambles di Ngawen, Muntilan tepatnya di lokasi berdirinya Candi Ngawen. Kondisi ini 9 3 ditandai dengan kerusakan candi dan amblesnya struktur pondasi Candi Ngawen. Struktur pondasi bangunan candi yang dibangun sekitar abad VIII-IX Masehi ini mengalami penurunan sekitar 25-30 centimeter. Petugas Pelaksana Lapangan Pemugaran Candi Ngawen, dari Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Jawa Tengah, Semi mengatakan penurunan terjadi pada empat Candi Perwara dari total sebanyak lima candi yang ada. Penurunan Candi Ngawen ini disebabkan karena banyak batu candi bergeser. Sebagian besar runtuh diakibatkan penurunan pondasi. Sedangkan penyebab kerusakan candi karena pengaruh gempa bumi di Bantul tahun 2006 lalu dan gunung meletus. Selain itu lokasi candi terletak di cekungan dan muncul mata air sehingga tanah sekitar candi menjadi lembek dan labil (Huda, 2011). Hampir semua kota besar di dunia yang duduk di atas lapisan sedimen akan mengalami amblesan. Cepat lambatnya amblesan tanah ini sangat bergantung pada kondisi konsolidasi lapisan sedimen itu sendiri dan besarnya beban bangunan di atasnya. Menurut Yulianti & Indrayani (2013), konsolidasi adalah suatu peristiwa pemampatan (compression), karena mendapat beban dari atasnya secara tetap atau kontinyu yang diakibatkan oleh suatu konstruksi atau timbunan tanah sehingga terjadi proses pengeluaran air dari pori-porinya. Desa Ngawen, Muntilan merupakan salah satu wilayah di Kabupaten Magelang dengan kondisi tanah endapan/aluvial dari endapan merapi muda, yang sangat rawan akan pergeseran dan penurunan. Tingkat resiko terkena dampak gempa vulkanik atau tektonik tinggi sehingga menambah rawan 4 terjadinya pergeseran dan penurunan tanah. Berdasarkan gambaran tersebut maka perlu dilakukan kajian untuk mengetahui struktur geologi bawah permukaan lokasi penelitian. Kajian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran struktur bawah permukaan dan identifikasi zona lemah amblesan di lokasi penelitian melalui interpretasi profil anomali penampang 2-D dan 3-D. Menurut Mala et. al., (2015), informasi mengenai struktur perlapisan tanah sangat penting dalam menganalisa respon tanah. Metode yang cocok dan umum digunakan adalah metode geolistrik resistivitas. Metode geolistrik merupakan salah satu metode geofisika yang mempelajari sifat aliran listrik di dalam bumi dan bagaimana cara mendeteksinya di permukaan bumi. Metode ini pada dasarnya adalah pengukuran harga resistivitas batuan (Yaqin & Supriyadi, 2014). Melalui analisis struktur perlapisan batuan berdasarkan nilai resistivitas, dapat diketahui jenis-jenis tanah atau batuan yang menyusun perlapisan tersebut. Hal inilah yang mendorong penulis untuk melakukan penelitian mengenai “Studi Amblesan Daerah Rawan Gerakan Tanah di Desa Ngawen, Muntilan, Magelang menggunakan Metode Geolistrik” 1.2 Rumusan Masalah Sesuai dengan latar belakang, maka dapat dirumuskan suatu permasalahan, bagaimana gambaran struktur geologi bawah permukaan daerah penelitian melalui nilai resistivitas tanah yang terukur menggunakan metode geolistrik resistivitas konfigurasi Dipole-Dipole dalam studi amblesan daerah rawan gerakan tanah di desa Ngawen, Muntilan, Magelang? 5 1.3 Batasan Masalah Batasan masalah pada penelitian ini adalah: 1. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode geolistrik tahanan jenis konfigurasi Dipole-Dipole. 2. Lokasi penelitian di Candi Ngawen, Muntilan, Magelang. Tiga lintasan sejajar arah Utara-Selatan (lintasan 1, lintasan 2, lintasan 3) dan tiga lintasan sejajar arah Timur-Barat (lintasan 4, lintasan 5, lintasan 6). Lintasan pertama dengan titik awal (titik 0 meter) berada pada koordinat 110°16‟20.62”BT dan 7°36‟13.67”LS, titik akhir (75 meter) berada pada koordinat 110°16‟19.77”BT dan 7°36‟15.85”LS. Lintasan kedua dengan titik awal (titik 0 meter) berada pada koordinat 110°16‟21.21”BT dan 7°36‟13.87”LS, titik akhir (75 meter) berada pada koordinat 110°16‟20.26”BT dan 7°36‟16.08”LS. Lintasan ketiga dengan titik awal (titik 0 meter) 7°36‟14.20”LS, berada titik akhir pada (75 koordinat meter) 110°16‟21.83”BT berada pada dan koordinat 110°16‟20.75”BT dan 7°36‟16.28”LS. Lintasan keempat dengan titik awal (titik 0 meter) 7°36‟14.91”LS, berada titik akhir pada (75 koordinat meter) 110°16‟20.04”BT berada pada dan koordinat 110°16‟22.16”BT dan 7°36‟15.70”LS. Lintasan kelima dengan titik awal (titik 0 meter) 7°36‟14.26”LS, berada titik akhir pada (75 koordinat meter) 110°16‟20.33”BT berada pada dan koordinat 110°16‟22.16”BT dan 7°36‟15.21”LS. Lintasan keenam dengan titik awal (titik 0 meter) berada pada koordinat 110°16‟20.03”BT dan 6 7°36‟15.43”LS, titik akhir (75 meter) berada pada koordinat 110°16‟21.76”BT dan 7°36‟16.96”LS. 3. Unsur yang diteliti adalah identifikasi amblesan berdasarkan interpretasi nilai resistivitas yang diperoleh di lokasi penelitian. 1.4 Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui informasi gambaran struktur geologi bawah permukaan di daerah penelitian berdasarkan data resistivitas dalam studi amblesan daerah rawan gerakan tanah di desa Ngawen, Muntilan, Magelang. 1.5 Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang keadaan lingkungan di daerah penelitian khususnya di lokasi berdirinya Candi Ngawen. 2. Untuk memberikan informasi bagi pemerintah dan masyarakat setempat mengenai struktur bawah permukaan dangkal yang berpotensi menimbulkan bencana amblesan, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai literatur pendukung dalam merenovasi pondasi Candi Ngawen yang ambles dan rusak, yang diduga akibat gempa tektonik 2006. 3. Sebagai bahan masukan bagi peneliti dalam mengembangkan penelitian tentang pergerakan tanah. 7 1.6 Penegasan Istilah Pada penelitian ini untuk menghindari penafsiran yang berbeda terhadap beberapa istilah yang digunakan, maka diperlukan penegasan istilah sebagai berikut: 1. Resistivitas menyatakan sifat khas dari suatu bahan, yaitu besarnya hambatan suatu bahan yang memiliki panjang dan luas penampang tertentu dengan satuan m. Resistivitas menunjukkan kemampuan bahan tersebut untuk menghantarkan listrik. 2. Geolistrik merupakan salah satu metode dalam geofisika yang mempelajari sifat aliran listrik di dalam bumi dengan cara mengalirkan arus listrik DC (Direct Current) yang mempunyai tegangan tinggi ke dalam tanah (Broto & Afifah, 2008:120). 3. Amblesan (penurunan) menunjukkan amblesnya suatu bangunan akibat kompresi dan deformasi lapisan tanah di bawah bangunan (Yulianti & Indrayani, 2013). 1.7 Sistematika Penulisan Skripsi Sistematika penulisan skripsi adalah ini sebagai berikut: 1. Bagian Awal Skripsi Bagian ini berisi halaman judul, persetujuan pembimbing, halaman pengesahan, pernyataan, motto dan persembahan, kata pengantar, abstrak, daftar isi, daftar tabel, daftar gambar dan daftar lampiran. 2. Bagian Isi Skripsi Bagian ini terdiri dari lima bab yang meliputi: 8 a. Bab I Pendahuluan Bab ini memuat alasan pemilihan judul yang melatarbelakangi masalah,perumusan masalahan, penegasan istilah, tujuan penelitian, manfaatpenelitian, penegasan istilah dan sistematika penulisan skripsi. b. Bab II Landasan Teori Bab ini berisi landasan teori yang mendasari penelitian. c. Bab III Metode Penelitian Bab ini berisi uraian tentang waktu dan tempat pelaksanaan penelitian, alat penelitian, diagram alir penelitian, prosedur penelitian, metode analisis dan interpretasi data. d. Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab ini berisi uraian tentang hasil penelitian dan pembahasan. e. Bab V Penutup Bab ini berisi tentang kesimpulan hasil penelitian dan saran-saran sebagai implikasi dari hasil penelitian. 3. Bagian Akhir Skripsi Bagian ini berisi daftar pustaka dan lampiran-lampiran. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Geologi Daerah Sekitar Penelitian dilakukan di desa Ngawen, Kecamatan Muntilan yang secara administratif terletak di Kabupaten Magelang. Dari aspek geologi, lokasi penelitian terdiri dari endapan Gunungapi Merapi Muda (Qmi) terdiri dari tuf, abu, breksi aglomerat dan leleran lava tak terpisahkan dan aluvium (Qa) terdiri dari kerakal, pasir dan lanau serta endapan Gunungapi Merapi tua (Qmo) yang terdiri dari breksi, aglomerat dan leleran lava termasuk andesit dan basal mengandung olivin seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.1. Menurut Adawiyah (2008: 42-43), dikarenakan susunan batuan yang terdiri atas tuf, abu, dan leleran lava tak terpisahkan ini, maka jenis batuan ini memiliki struktur batuan yang lemah dan mudah lepas. Kondisi batuan seperti inilah menjadikan wilayah tersebut memiliki tingkat bahaya likuifaksi sangat tidak aman. Likuifaksi merupakan salah satu faktor utama penyebab kerusakan bangunan dari suatu peristiwa gempa bumi. Batuan tuf adalah batuan piroklastik yang terbentuk dari hasil erupsi gunung api. Erupsi gunung api pada umumnya mengeluarkan magma yang dilemparkan (explosive) ke udara melalui kepundan dan membeku dalam berbagai ukuran mulai dari debu (ash) hingga bongkah. Tuf terbentuk dari kombinasi debu, batuan dan fragmen mineral yang dilemparkan ke udara dan 9 10 kemudian jatuh ke permukaan bumi sebagai suatu endapan campuran. Sedangkan batuan lava memiliki ciri dengan warna kelabu, hitam bercorak cokelat kemerahan dan kehijauan, dengan struktur sisipan melidah dengan tebal puluhan meter, dan umumnya padat. Batu lanau adalah batuan sedimen klastik yang berukuran lanau dan batu pasir adalah batuan sedimen yang berukuran pasir (Noor, 2009:78-99). Secara umum, Kecamatan Muntilan tergolong dataran, di mana teorinya menyebutkan bahwa sungai yang ada di daerah dataran akan berbentuk meander. Peta geologi daerah penelitian ditunjukkan pada gambar 2.1 berikut. Gambar 2.1 Peta geologi kecamatan Muntilan, Magelang skala 1: 100.000 (Rahardjo et. al., 1995) 11 Kecamatan Muntilan merupakan daerah yang rawan bencana. Wilayah tersebut terletak di kaki Gunung Merapi yang sewaktu-waktu dapat mengeluarkan material vulkanik. Daerah di sekitar Gunung Merapi dapat tersapu oleh lava panas ketika gunung tersebut meletus. Material-material hasil letusan Gunung Merapi dapat terbawa oleh arus sungai yang menyebabkan banjir dan berbahaya bagi daerah sekitar yang dilalui sungai tersebut. Aktivitas vulkanisme juga dapat memicu timbulnya gempa vulkanik. Gempa yang cukup besar dapat memporak porandakan pemukiman manusia. Selain itu, daerah di Pulau Jawa juga rawan tsunami apabila terjadi gempa besar yang bersumber dari laut atau dari tumbukan antar lempeng. 2.2 Gerakan Tanah Wilayah Jawa Tengah sangat rentan terhadap pergerakan tanah. Gambar 2.2 adalah peta prakiraan zona pergerakan tanah Magelang Jawa Tengah (lampiran 5). Berdasarkan peta tersebut Magelang termasuk dalam zona kerentanan gerakan tanah menengah ( Zone of Moderate succeptibility to landslide ). Daerah ini mempunyai tingkat kerentanan menengah untuk terkena gerakan tanah. Pada zona ini dapat terjadi gerakan tanah terutama pada daerah yang berbatasan dengan sungai, gawir, tebing, jalan atau jika lereng mengalami gangguan. Gerakan tanah lama dapat aktif kembali akibat curah hujan yang tinggi dan erosi kuat. Gerakan tanah adalah perpindahan massa tanah atau batuan pada arah tegak, datar, atau miring dari kedudukannya semula, yang terjadi bila ada gangguan kesetimbangan pada saat itu. Gerakan tanah merupakan suatu 12 konsekuensi fenomena dinamis alam untuk mencapai kondisi baru akibat gangguan keseimbangan terhadap tanah yang terjadi, baik secara alamiah maupun akibat ulah manusia. Pergerakan tersebut meliputi perpindahan material tanah, berupa batuan, bahan timbunan, tanah atau material campuran tersebut. Dalam keadaan tidak terganggu (alamiah), tanah atau batuan umumnya berada dalam keadaan seimbang terhadap gaya-gaya yang timbul dari dalam. Apabila mengalami perubahan keseimbangan maka tanah atau batuan itu akan berusaha untuk mencapai keadaan keseimbangan yang baru secara alamiah. Cara ini berupa proses degradasi atau pengurangan beban, terutama dalam bentuk longsoran atau gerakan lain sampai tercapai keadaan keseimbangan yang baru. Tanah mempunyai sifat kemampatan yang sangat besar jika dibandingkan bahan konstruksi seperti baja atau beton. Hal ini disebabkan tanah mempunyai rongga pori yang besar, sehingga apabila dibebani melalui pondasi maka akan mengakibatkan perubahan struktur tanah (deformasi) dan terjadi penurunan pondasi. Jika penurunan yang terjadi terlalu besar maka dapat mengakibatkan kerusakan pada konstruksi di atasnya. Berbeda dengan bahan-bahan konstruksi yang lain, karakteristik tanah ini didominasi oleh karakteristik mekanisnya seperti kekuatan geser dan permeabilitas (kemampuan mengalirkan air) (Yulianti & Indrayani, 2013). Menurut Varnes sebagaimana dikutip oleh Suhendra (2005:1-5), gerakan tanah adalah suatu produk dari proses gangguan kesetimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya masa tanah dan batuan ketempat atau daerah yang lebih rendah. Gerakan masa ini dapat terjadi pada lereng-lereng yang hambat 13 geser tanah atau batuan lebih kecil dari berat masa tanah atau batuan itu sendiri. Gerakannya lamban, pada umumnya berbentuk napal kuda dengan gerakan memutar. Klasifikasi gerakan tanah didasarkan pada mekanisme gerakan dan jenis material yang bergerak. Klasifikasi tersebut adalah, jatuhan (falls), robohan (topples), rayapan tanah (soil creep), longsoran (slides), aliran (flows) dan gabungan (complex). Pada jenis jatuhan (falls), mekanisme gerakan massa tidak mengalami geseran dan umumnya bergerak melalui udara mencakup gerak jatuh bebas, loncatan atau menggelinding. Jatuhan dan robohan umumnya terjadi pada lereng batuan dan yang lainnya terjadi pada lereng yang material pembentuknya tanah. Rayapan tanah (soil creep), gerakan tanah yang sangat lambat dan sulit diamati secara langsung dan biasanya terjadi pada lereng landai. Longsoran (slides), gerakan massa mengalami geseran sepanjang satu atau beberapa bidang permukaan. Tipe ini geserannya melalui bidang gelincir yang dapat berupa kurva lengkung atau bentuk planar. Aliran (flow), pada jenis ini umumnya material longsoran berupa campuran tanah dan batu berupa lumpur dan bergerak sangat cepat. 2.3 Amblesan Fenomena amblesan tanah yang secara perlahan-lahan namun pasti dikenal dengan istilah land subsidence. Hampir semua kota besar di dunia yang duduk di atas lapisan sedimen akan mengalami amblesan. Cepat lambatnya amblesan tanah ini sangat bergantung pada kondisi konsolidasi lapisan sedimen itu sendiri dan besarnya beban bangunan di atasnya. 14 Amblesan (subsidence) adalah gerakan ke bawah di permukaan bumi dari suatu datum, sehingga elevasi muka tanahnya berkurang atau menjadi lebih rendah dari semula. Kebalikannya adalah pengangkatan (uplift) yang menghasilkan naiknya permukaan atau elevasi permukaan tanahnya bertambah. Amblesan dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain ekstraksi cairan (seperti air tanah, minyak termasuk gas dan geotermal), tambang bawah permukaan, proses pelarutan batuan-batuan seperti batu garam, gipsum, batu gamping, dolomit, kompaksi, dan tektonik. Hilangnya cairan akibat ekstraksi menyebabkan konsolidasi pori-pori yang kosong. Artinya pori-pori tersebut sebelumnya terisi cairan memadat karena beban material di atasnya, sehingga volume tanah berkurang dan menimbulkan amblesan. Amblesan lain disebabkan oleh tambang bawah permukaan, sehingga permukaannya menjadi ambles atau ambruk. Amblesan dapat pula disebabkan oleh pengurangan volume endapan sedimen lunak disertai dengan proses kompaksi yang terjadi secara alamiah maupun kegiatan oleh manusia. Amblesan yang terjadi akibat tektonik umumnya berasosiasi dengan gempa bumi berkekuatan besar (Sudarsono & Sudjarwo, 2008:1-9). Amblesan tanah sering disebut penurunan. Istilah penurunan menunjukkan amblesnya suatu bangunan akibat kompresi dan deformasi lapisan tanah di bawah bangunan. Penurunan (settlement) akan terjadi jika suatu lapisan tanah mengalami pembebanan. Penurunan juga dipengaruhi oleh sebaran tanah lunak atau lempung yang terdapat di bawah permukaan pada dataran aluvial (Yulianti & Indrayani, 2013). 15 Di daerah Ngawen Muntilan, amblesan diduga terjadi karena pengaruh gempa tektonik Yogyakarta 5,9 skala Ritcher tahun 2006. Aktivitas gempa ini memicu pergerakan tanah dan mengakibatkan tanah ambles sedalam 30 cm sehingga pondasi candi mengalami penurunan. Amblesan sangat mudah terjadi dikarenakan daerah penelitian termasuk dalam zona rawan gerakan tanah menengah tinggi. Selain itu, banyaknya sumber air di lokasi penelitian juga diprediksi memicu terjadinya amblesan. Menurut Yulianti & Indrayani (2013), penurunan akibat beban adalah jumlah total penurunan segera (immediate settlement) dan penurunan konsolidasi (consolidation settlement). Secara umum, penurunan pada tanah akibat beban yang bekerja pada fondasi dapat diklasifikasikan dalam dua jenis penurunan, yaitu: 1. Penurunan seketika, yaitu penurunan yang langsung terjadi begitu pembebanan bekerja atau dilaksanakan, biasanya terjadi berkisar antara 0 – 7 hari dan terjadi pada tanah lanau, pasir dan tanah liat yang mempunyai Sr (derajat kejenuhan) < 90%. 2. Penurunan konsolidasi, yaitu penurunan yang diakibatkan keluarnya air dalam pori tanah akibat beban yang bekerja pada pondasi yang besarnya ditentukan oleh waktu pembebanan dan terjadi pada tanah jenuh (Sr = 100%) atau yang mendekati jenuh (Sr = 90% – 100%) atau pada tanah berbutir halus. 16 2.4 Geolistrik Tahanan Jenis Metode tahanan jenis adalah salah satu dari kelompok metode geolistrik yang digunakan untuk menyelidiki keadaan bawah permukaan dengan cara mempelajari sifat aliran listrik batuan di bawah permukaan bumi. Penyelidikan ini meliputi pendeteksian besarnya medan potensial, medan elektromagnetik yang diakibatkan oleh aliran arus listrik secara alamiah maupun secara buatan. Geolistrik merupakan salah satu metode dalam geofisika yang mempelajari sifat aliran listrik di dalam bumi dengan cara mengalirkan arus listrik DC (Direct Current) yang mempunyai tegangan tinggi ke dalam tanah. Injeksi arus listrik ini menggunakan dua buah elektroda arus A dan B yang ditancapkan ke dalam tanah dengan jarak tertentu. Semakin panjang jarak AB akan menyebabkan aliran arus listrik bisa menembus lapisan batuan lebih dalam. Sedangkan dua elektroda potensial yang berada di dalam konfigurasi digunakan untuk mengukur beda potensialnya (Broto & Afifah, 2008:120). Menurut Damtoro sebagaimana dikutip oleh Effendy (2012), penggunaan metode geolistrik pertama kali digunakan oleh Conrad Schlumberger pada tahun 1912. Geolistrik merupakan salah satu metode geofisika untuk mengetahui perubahan resistivitas lapisan batuan di bawah permukaan tanah dengan cara mengalirkan arus listrik DC (Dirrect Current) yang mempunyai tegangan tinggi ke dalam tanah. Injeksi arus listrik ini menggunakan 2 buah elektroda arus A dan B yang ditancapkan ke dalam tanah dengan jarak tertentu. Semakin panjang jarak elektroda AB akan menyebabkan aliran arus listrik bisa menembus lapisan batuan lebih dalam. Adanya aliran arus listrik tersebut akan 17 menimbulkan tegangan listrik di dalam tanah. Tegangan listrik yang ada di permukaan tanah diukur dengan menggunakan multimeter yang terhubung melalui dua buah elektroda tegangan M dan N dimana jaraknya lebih pendek dari pada jarak elektroda AB. Ketika jarak elektroda AB diubah menjadi lebih besar maka akan menyebabkan tegangan listrik yang terjadi pada elektroda MN ikut berubah sesuai dengan informasi jenis batuan yang ikut terinjeksi arus listrik pada kedalaman yang lebih besar, seperti ditunjukkan pada Gambar 2.3 berikut. Gambar 2.3 Garis arus listrik dan medan potensial yang timbul karena adanya dua sumber arus (Reynolds, 1997) Berdasarkan gambar 2.3, asumsinya adalah kedalaman lapisan batuan yang bisa ditembus oleh arus listrik ini sama dengan separuh dari jarak AB atau lebih dikenal dengan AB/2, sehingga dapat diperkirakan pengaruh dari injeksi aliran arus listrik ini akan berbentuk setengah bola dengan jari-jari bola AB/2. Umumnya metode geolistrik yang sering digunakan adalah yang menggunakan 4 buah elektroda yang terletak dalam satu garis lurus serta simetris terhadap titik tengah, yaitu 2 buah elektroda arus (AB) di bagian luar dan 2 buah elektroda tegangan (MN) dibagian dalam. 18 Metode geolistrik lebih efektif jika digunakan untuk eksplorasi yang sifatnya dangkal, jarang memberikan informasi lapisan di kedalaman lebih dari 1000 atau 1500 kaki. Oleh karena itu metode ini jarang digunakan untuk eksplorasi minyak tetapi lebih banyak digunakan dalam bidang geologi teknik seperti penentuan kedalaman batuan dasar, pencarian reservoir air, juga digunakan dalam eksplorasi panas bumi (geothermal). Keunggulan secara umum adalah harga peralatan relatif murah, waktu yang dibutuhkan relatif sangat cepat, bisa mencapai 4 titik pengukuran atau lebih per hari, beban pekerjaan ; peralatan yang kecil dan ringan sehingga mudah untuk mobilisasi, kebutuhan personal sekitar 5 orang, dan analisis data secara global bisa langsung diprediksi saat di lapangan ( Broto & Afifah, 2008: 121 ). Berdasarkan letak (konfigurasi) elektroda-elektroda potensial dan arus, dikenal beberapa jenis metode geolistrik resistivitas antara lain: metode Schlumberger, metode Wenner dan metode Dipole-Dipole. Menurut Waspodo berdasarkan tujuannya, sebagaimana dikutip oleh Nurhidayah (2011:14) , cara pengukuran resistivitas terdiri dari dua yaitu: 1. Metode Resistivitas Sounding (Pendugaan Secara Vertikal) Metode ini bertujuan untuk mempelajari variasi resistivitas batuan secara vertikal. Pada praktiknya, spasi elektroda (arus dan potensial) diperbesar secara bertahap sesuai dengan konfigurasi elektroda yang digunakan. Semakin panjang bentangan jarak elektrodanya, maka semakin dalam pula batuan yang dapat diditeksi, walaupun masih dalam batas-batas tertentu. 19 2. Metode Resistivitas Mapping (Pendugaan Secara Horizontal) Metode ini bertujuan untuk mempelajari variasi resistivitas batuan secara horizontal. Pada praktiknya, spasi elektroda (arus dan potensial) dibuat sama untuk semua titik di permukaan bumi. Hasil dari pengukuran ini biasa dijadikan sebagai peta kontur berupa sebaran nilai resistivitasnya. 2.5 Sifat Kelistrikan Batuan Aliran arus listrik di dalam batuan dan mineral dapat digolongkan menjadi tiga macam, yaitu konduksi secara elektronik, konduksi secara elektrolit, dan konduksi secara dielektrik, besarnya dipengaruhi oleh porositas batuan dan juga dipengaruhi oleh jumlah air yang terperangkap dalam pori-pori batuan (Telford et al., 1990). 1. Konduksi Elektronik Konduksi ini terjadi jika batuan atau mineral mempunyai banyak elektron bebas sehingga arus listrik dialirkan dalam batuan atau mineral oleh elektronelektron bebas tersebut. Aliran listrik ini juga dipengaruhi oleh sifat atau karakteristik masing-masing batuan yang dilewatinya. Salah satu sifat atau karakteristik batuan tersebut adalah resistivitas (tahanan jenis) yang menunjukkan kemampuan bahan tersebut untuk menghantarkan arus listrik. Semakin besar nilai resistivitas suatu bahan maka semakin sulit bahan tersebut menghantarkan arus listrik, begitu pula sebaliknya. Resistivitas memiliki pengertian yang berbeda dengan resistansi (hambatan), dimana resistansi tidak hanya bergantung pada bahan tetapi juga bergantung pada 20 faktor geometri atau bentuk bahan tersebut, sedangkan resistivitas tidak bergantung pada faktor geometri. 2. Konduksi Elektrolitik Sebagian besar batuan merupakan konduktor yang buruk dan memiliki resistivitas yang sangat tinggi, tetapi pada kenyataannya batuan biasanya bersifat porus dan memiliki pori-pori yang terisi oleh fluida, terutama air. Akibatnya batuan-batuan tersebut menjadi konduktor elektrolitik, dimana konduksi arus listrik dibawa oleh ion-ion elektrolitik dalam air. Konduktivitas dan resistivitas batuan porus bergantung pada volume dan susunan poriporinya. Konduktivitas akan semakin besar jika kandungan air dalam batuan bertambah banyak, dan sebaliknya resistivitas akan semakin besar jika kandungan air dalam batuan berkurang. 3. Konduksi Dielektrik Konduksi pada batuan atau mineral bersifat dielektrik terhadap aliran listrik, artinya batuan atau mineral tersebut mempunyai elektron bebas sedikit, bahkan tidak ada sama sekali. Tetapi karena adanya pengaruh medan listrik dari luar maka elektron dalam bahan berpindah dan berkumpul terpisah dari inti, sehingga terjadi polarisasi. Berdasarkan harga resistivitas listriknya, batuan dan mineral digolongkan menjadi tiga macam yaitu: 1. Konduktor baik : 10-8Ωm < < 1 Ωm 2. Konduktor pertengahan : 1 Ωm < <107 Ωm 3. Isolator : >107 Ωm 21 2.6 Persamaan Dasar Listrik Dalam metode geolistrik untuk mendeteksi batuan penyusun di suatu daerah berdasarkan sifat kelistrikan batuan penyusunnya, definisi-definisi yang sering digunakan adalah: 1. Resistansi R = V/I dalam 2. Resistivitas = E/J dalam m 3. Konduktivitas = I/ dalam (m)-1 dengan V : beda potensial 2 buah titik (volt) I : besar arus listrik yang mengalir (ampere) E : medan listrik (volt/meter) J : rapat arus listrik (arus listrik persatuan luas) Ditinjau dari suatu silinder dengan panjang L, luas penampang A, dan resistansi R, maka dapat dirumuskan dan digambarkan seperti Gambar 2.4 berikut: 𝑅= 𝜌 𝐿 𝐴 (1.1) Gambar 2.4 Silinder konduktor (Telford et al., 1990:448) Secara fisis rumus tersebut dapat diartikan jika panjang silinder konduktor (L) dinaikkan, maka resistansi akan meningkat, dan apabila diameter silinder 22 konduktor diturunkan yang berarti luas penampang (A) berkurang maka resistansi juga meningkat. Di mana ρ adalah resistivitas (tahanan jenis) dalam Ωm. Sedangkan menurut hukum Ohm, resistansi R dirumuskan: 𝑉=𝐼𝑅 (1.2) Sehingga didapatkan nilai resistivitas (𝜌) 𝜌= 𝑉𝐴 (1.3) 𝐼𝐿 Namun banyak orang lebih sering menggunakan sifat konduktivitas (σ) batuan yang merupakan kebalikan dari resistivitas (ρ) dengan satuan mhos/m. 1 𝐼𝐿 𝜍 = 𝜌 = 𝑉𝐴 = 𝐼 𝐿 𝐴 𝑉 = 𝐽 𝐸 (1.4) Di mana J adalah rapat arus (ampere/m²) dan E adalah medan listrik (volt/m). 2.7 Aliran Listrik Di Dalam Bumi Jika ditinjau suatu medium homogen isotropik yang dialiri arus listrik searah I (diberi medan listrik E) seperti yang terlihat pada Gambar 2.5 berikut. Gambar 2.5 Medium homogen isotropis dialiri arus listrik 23 Dimana dA adalah elemen luasan permukaan dan J adalah rapat arus listrik dalam ampere/meter², maka besarnya elemen arus listrik dI yang melalui elemen luasan permukaan dA dengan kerapatan arus J tersebut adalah: 𝑑𝐼 =𝐽 ∙ 𝑑𝐴 (1.5) Sesuai dengan hukum Ohm, rapat arus 𝐽 dan medan listrik 𝐸 yang ditimbulkannya yaitu: 𝐽 = 𝜍𝐸 (1.6) Medan listrik merupakan gradien potensial (V): 𝐸 = −∇𝑉 (1.7) 𝐽 = −𝜍∇𝑉 (1.8) maka: Jika diasumsikan muatannya tetap, berarti tidak ada arus yang keluar atau arus yang masuk dalam suatu volume tertutup dengan luas permukaan 𝑑𝐴maka dapat ditulis ∞ 𝐽 𝐴 ∙ 𝑑𝐴 = 0 (1.9) Menurut teorema Gauss, divergensi arus yang keluar dari volume yang disamakan dengan luas permukaan A adalah sama dengan jumlah total muatan yang terdapat di permukaan A sehingga berlaku: ∞ (∇ ∙ 0 𝐽)𝑑𝑉𝑣𝑜𝑙 = 0 (1.10) Sehingga diperoleh hukum Kekekalan Muatan: ∇ ∙ 𝐽 = −∇ ∙ ∇ 𝜍𝑉 = 0 (1.11) −𝜍∇ ∙ ∇𝑉 = −𝜍∇²𝑉 = 0 (1.12) 24 Karena konduktivitas listrik medium (𝜍) bernilai konstan sehingga diperoleh bentuk persamaan Laplace untuk potensial yaitu: ∇2 𝑉 = 0 (1.13) Persamaan diferensial Laplace yang digunakan berupa persamaan untuk koordinat bola karena medan equipotensial dalam bumi berupa simetri bola. Persamaan tersebut dapat dituliskan sebagai berikut: 1 𝜕 𝑟2 𝜕𝑟 𝜕𝑉 1 𝑟 2 𝜕𝑟 + 𝑟 2 𝑠𝑖𝑛 ∅ 𝜕 𝜕∅ 𝜕𝑉 1 𝑠𝑖𝑛∅ 𝜕∅ + 𝑟 2 𝑠𝑖𝑛 2 ∅ 𝜕2𝑉 𝜕 ∅2 =0 (1.14) Dengan mengasumsikan bumi homogen isotropis dan simetri bola, maka potensial V merupakan fungsi r saja (V = V(r)), akibatnya solusi umum persamaan Laplace dalam sistem koordinat bola adalah: 𝑑 𝑑𝑉 ∇2 𝑉 = 𝑑𝑟 𝑟 2 𝑑𝑟 = 0 (1.15) Integrasi dua kali berturut-turut terhadap persamaan 1.15 menghasilkan: 𝑑𝑉 𝑟 2 𝑑𝑟 𝑑𝑟 = 0 𝑑𝑉 𝑟 2 𝑑𝑟 = 𝐶1 𝑑𝑉 𝑑𝑟 (1.16) (1.17) 𝐶 = 𝑟 12 (1.18) 𝐶 𝑑𝑉 = 𝑟 12 𝑑𝑟 𝑑𝑉 = 𝐶1 𝑉 𝑟 = 𝐶1 𝑉 𝑟 =− 𝐶1 𝑟2 𝑟2 𝑟 (1.19) 𝑑𝑟 (1.20) 𝑑𝑟 (1.21) + 𝐶2 (1.22) dengan 𝐶1 dan 𝐶2 adalah konstanta. 25 Bila diterapkan syarat batas untuk potensial yaitu pada jarak r = , maka potensial di tempat itu adalah nol, sehingga diperoleh 𝐶2 = 0 membuat persamaan (1.22) menjadi: 𝑉=− 2.8 𝐶1 𝑟 (1.23) Potensial di Sekitar Titik Arus di Permukaan Bumi Permukaan yang dilalui arus I adalah permukaan setengah bola dengan luas 2𝜋𝑟 2 seperti Gambar 2.6 sehingga: 𝐽 = 𝜍𝐸 𝐼 𝐴 (1.24) 𝐼 𝑉 =𝜌𝑟 𝐼 2𝜋 𝑟 2 = (1.25) 𝐼 𝑉 𝜌 𝑟 𝐼𝜌 𝑉 𝑟 = 2𝜋𝑟 𝑉 𝜌 = 2𝜋𝑟 𝐼 (1.26) (1.27) (1.28) Jika suatu elektroda arus ditempatkan dipermukaan bumi, dimana konduktivitas udara nol, maka garis equipotensial yang terjadi akan membentuk permukaan setengah bola seperti pada Gambar 2.6 berikut: Gambar 2.6 Potensial di sekitar titik arus pada permukaan bumi (Telford et al.,1990:524) 26 2.9 Faktor Geometri Besaran koreksi letak kedua elektroda potensial terhadap kedua elektroda arus disebut faktor geometri. Pada permukaan bumi diinjeksikan dua sumber arus yang berlawanan polaritasnya, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.3. Maka besarnya potensial disuatu titik M adalah: 𝜌𝐼 𝜌𝐼 𝜌𝐼 𝑉M = 2𝜋𝑟 − 2𝜋 𝑟 = 2𝜋 1 2 1 𝑟1 1 −𝑟 (1.29) 2 dengan, r1: Jarak dari titik M ke sumber arus positif r2: Jarak dari titik M ke sumber arus negative 𝜌𝐼 𝜌𝐼 𝜌𝐼 𝑉N = 2𝜋𝑟 − 2𝜋 𝑟 = 2𝜋 3 4 1 𝑟3 1 −𝑟 (1.30) 4 dengan, r3: Jarak dari titik N ke sumber arus negatif r4: Jarak dari titik N ke sumber arus positif Jika ada dua titik yaitu M dan N yang terletak di dalam bumi tersebut, maka besarnya beda potensial antara titik M dan titik N adalah: 𝑉MN = 𝑉M − 𝑉N = 𝜌𝐼 1 1 − 2𝜋 𝑟1 𝑟2 𝜌𝐼 = 2𝜋 1 𝑟1 − 𝜌𝐼 1 1 − 2𝜋 𝑟3 𝑟4 1 1 1 2 3 4 −𝑟 −𝑟 +𝑟 (1.31) 2.10 Konfigurasi Dipole - Dipole Metode geolistrik resistivitas konfigurasi dipole-dipole dapat diterapkan untuk tujuan mendapatkan gambaran bawah permukaan pada obyek yang 27 penetrasinya relatif lebih dalam dibandingkan dengan metode sounding lainnya seperti konfigurasi wenner dan konfigurasi schlumberger. Metode ini sering digunakan dalam survei-survei resistivitas karena rendahnya efek elektromagnetik yang ditimbulkan antara sirkuit arus dan potensial (Loke, 1999). Konfigurasi Dipole-Dipole pada prinsipnya menggunakan 4 buah elektroda yaitu pasangan elektroda arus (C1-C2) yang disebut „Current Dipole‟ dan pasangan elektroda potensial (P1-P2) yang disebut „Potential Dipole‟. Pada konfigurasi Dipole-Dipole elektroda arus dan elektroda potensial bisa terletak tidak segaris dan tidak simetris. Penyelidikan dengan konfigurasi elektroda dipole-dipole dapat dilakukan dengan mapping, untuk mempelajari variasi resistivitas bawah permukaan bumi secara horizontal, dan sounding untuk mempelajari variasi resistivitas bawah permukaan bumi secara vertikal. Mapping dilakukan dengan jarak antara dipole potensial (P1-P2) dan dipole arus (C1-C2) tetap yakni a, seperti pada Gambar 2.7. Dengan perkataan lain, bahwa konfigurasi elektroda- elektroda menggunakan jarak yang tetap. Pada cara sounding jarak (a) diperbesar sesuai dengan kedalaman tembus yang diinginkan (Wahid, 2011). Demikian pula jarak untuk masing-masing dipole diperbesar bila medan listrik pada daerah pengukuran terlalu lemah untuk dideteksi. Susunan elektroda dipole-dipole ditunjukkan pada Gambar 2.8 berikut. Gambar 2.7 Susunan elektroda dipole-dipole (Loke,1999) 28 Menurut Ningtyas (2013), jarak antara elektroda a dan n adalah kelipatan bilangan bulat, didapat titik di bawah permukaan yang terdeteksi yakni kedalaman pengukuran. Data biasanya ditampilkan seperti pada Gambar 2.8. Sebuah titik data pada plot ini terdapat pada perpotongan garis yang ditarik dari pusat dipole elektroda, 45o terhadap horisontal. Ini berdasarkan asumsi bumi homogen. Besarnya kedalaman pengukuran bergantung pada harga n yang memberikan harga penyeimbang antara elektroda arus dan elektroda potensial. Untuk beberapa macam harga n dapat dilihat seperti pada Gambar 2.8. Setiap susunan elektroda memiliki harga sensitivitas yang menunjukkan keakuratan data yang terukur berkenaan dengan besarnya faktor “n” yang digunakan. Harga sensitivitas terbesar umunya terletak antara pasangan elektroda arus dan pasangan elektroda potensial. Ini menunjukkan bahwa susunan ini sangat sensitif terhadap perubahan resistivitas di bawah elektroda pada setiap pasang. Seiring membesarnya faktor “n” harga sensitivitas tinggi semakin terkonsentrasi di bawah pasangan elektroda arus dan potensial, sedangkan harga sensiivitas di bawah elektoda arus potensial terdalam semakin mengecil. Variasi harga n terhadap kedalaman pengukuran ditunjukkan pada Gambar 2.8. Gambar 2.8 Variasi harga n terhadap kedalaman pengukuran 29 Menurut Wahid (2011), apabila jarak antara dipole arus C1-C2 sejauh a, jarak antara dipole potensial P1-P2 sejauh a serta jarak antara dipole arus dan dipole potensial (C1-P1) sejauh a, jika jarak antara dipole diperpanjang sejauh na, maka resistivitas semu dan faktor geometri untuk konfigurasi dipole-dipole dapat ditentukan. Untuk memperoleh faktor geometri pemasangan elektrode dipole-dipole tersebut adalah dengan memasukkan persamaan (1.32), (1.33), (1.34) dan (1.35) ke dalam persamaan (1.36) sebagai berikut: C1P2 = a + na = a(n+1) (1.32) C1P1 = na (1.33) C2P2 = a + na + a = a(n+2) (1.34) C2P1 = na+a = a(n+1) (1.35) 1 1 1 1 k 2 C2 P1 C1 P1 C2 P2 C1 P1 1 (1.36) Sehingga diperoleh harga: 1 1 1 1 k 2 a(n 1) na a(n 2) a(n 1) 2 1 1 k 2 a(n 1) na a(n 2) 1 (1.37) 1 2( )(n 2) (n 1)(n 2) (n)(n 1) k 2 a(n)(n 1)(n 2) (1.38) 1 (1.39) 30 2n 2 4n n 2 3n 2 n 2 n k 2 a(n)(n 1)(n 2) 2 k 2 a(n)(n 1)(n 2) 1 (1.40) 1 k a(n)(n 1)(n 2) (1.41) (1.42) Jadi untuk pemasangan elktroda dipole-dipole diperoleh hubungan antara resistivitas, beda potensial dan arus sebagai berikut: a an(n 1)(n 2) V I (1.43) 2.11 Resistivitas 2.11.1 Resistivitas Batuan Dari semua sifat fisika batuan dan mineral, resistivitas memperlihatkan variasi harga yang sangat banyak. Pada mineral-mineral logam, harganya berkisar pada 10−8 Ωm hingga 107 Ωm. Begitu juga pada batuan-batuan lain, dengan komposisi yang bermacam-macam akan menghasilkan range resistivitas yang bervariasi pula. Range resistivitas maksimum yang mungkin adalah dari 1,6 x 10−8 Ωm (perak asli) hingga 1016 Ωm(belerang murni). Resistivitas yang terukur pada material bumi utamanya ditentukan oleh pergerakan ion-ion bermuatan dalam pori-pori fluida. Harga resistivitas batuan tergantung macam-macam materialnya, densitas, porositas, ukuran dan bentuk pori-pori batuan, kandungan air, kualitas dan suhu. Variasi resistivitas material bumi ditunjukkan dalam tabel 2.1 31 Tabel 2.1 Nilai Resistivitas Batuan (Telford et al., 1990) Bahan Resistivitas (𝛀𝒎) Udara (dimuka bumi) Air Distilasi Permukaan Tambang Laut Tembaga Murni Bijih Mineral Kalsit Magnetit Pirit Kwarsa Batu garam Belerang Batuan Granit Gabro Gneis Andesit Basal Batugamping Batupasir Serpih Konglomerat Alluvium dan pasir Tufa Lempung Tanah 2 x 104 – 5 x 105 2x105 30 s/d 3x103 0.4 s/d 6x102 0.21 1.7 x 10-8 0.001 5.5 x1013 8 x 10-5 – 0.005 2x10-5 s/d 9x10-2 4 x1010 102- 105 1012 - 1015 3x102 s/d 3x106 103 - 106 6.8 x 104 – 106 1.7 x 10 – 4.5 x 104 10 – 1.3 x 107 50 s/d 107 1 s/d 103 20 s/d 2x103 2x103 - 104 10 – 800 20 – 200 3 – 20 1s/d 104 2.11.2 Resistivitas Semu Dalam pengukuran resistivity, dapat diasumsikan bahwa bumi mempunyai sifat homogen isotropik. Dengan asumsi ini resistivity yang terukur merupakan 32 nilai resistivity sebenarnya dan bergantung pada spasi elektroda. Pada kenyataannya bumi terdiri dari lapisan-lapisan dengan nilai resistivity yang berbeda-beda karena memiliki sifat heterogen-anisotropik, sehingga potensial yang terukur bukan merupakan nilai resistivity untuk satu lapisan saja dan bukan true resistivity melainkan apparent resistivity (resistivitas semu). Resistvitas semu merupakan resistivitas dari suatu medium fiktif homogen yang ekivalen dengan medium berlapis yang ditinjau. Konsep resistivitas semu ditunjukkan pada gambar 2.9 berikut. Gambar 2.9 Konsep resistivitas semu Anggapan medium berlapis yang ditinjau misalnya terdiri dari dua lapis dan mempunyai resistivitas berbeda (1 dan 2). Dalam pengukuran medium ini dianggap medium satu lapis homogen yang memiliki satu harga resistivitas yaitu resistivitas semu (a). Resistivitas semu ini merepresentasikan secara kualitatif distribusi resistivitas di bawah permukaan (Paulus, 2012: 13-14). 2.12 Program Komputer Res2Dinv Program komputer Res2DinV adalah program komputer yang secara otomatis menentukan model resistivi 2 dimensi (2-D) untuk bawah permukaan dari data hasil survei goelistrik. Model 2-D menggunakan program inversi 33 dengan teknik optimasi least-square non linier dan subroutine dari permodelan maju digunakan untuk menghitung nilai resistivitas semu (Geotomo, 2008:1). Data hasil survey geolistrik di simpan dalam bentuk file *.dat dengan data dalam file tersebut tersusun dalam order sebagai berikut : Line 1_Nama tempat dari garis survey Line 2_Spasi elektroda terpendek Line 3_Tipe Pengukuran (Wenner = 1, Pole-pole = 2, Dipole-dipole = 3, Pole-dipol = 4, Schlumberger = 7) Line 4_Jumlah total datum point Line 5_Tipe dari lokasi x datum point. Masukkan 0 bila letak elektroda pertama diketahui.Gunakan 1 jika titik tengahnya diketahui. Line 6_Ketik 1 untuk data IP dan 0 untuk data resistivitas. Line 7_Posisisi x, spasi elektroda, (faktor pemisah elektroda (n) untuk dipole-dipole, pole-pole, dan wenner-schlumberger) dan harga resistivitas semu terukurpada datum point pertama. Line 8_Posisisi x, spasi elektroda dan resistivitas semu yang terukur untuk datumpoint kedua. Dan seterusnya untuk datum point berikutnya.Setelah itu diakhiri dengan empat angka 0. BAB 5 PENUTUP 5.1 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Struktur bawah permukaan daerah penelitian tersusun oleh empat lapisan batuan. Lapisan pertama merupakan endapan aluvium pada kedalaman 0.85-6.79 m dengan kisaran nilai resistivitas 9.94-446 Ωm, lapisan kedua merupakan lapisan batuan breksi pada kedalaman 6.79-9.18 m dengan kisaran nilai resistivitas 447-955 Ωm, lapisan ketiga dan keempat berada pada kedalaman 9.18-11.81 m merupakan lapisan batuan andesit dengan kisaran nilai resistivitas 956-2045 Ωm dan basal dengan nilai resistivitas >2045 Ωm. 2. Adanya bidang diskontinu mengindikasikan bahwa terdapat struktur bawah permukaan yang patah (ambles). Amblesnya struktur pondasi pada empat perwara Candi Ngawen, Muntilan Magelang diduga karena pengaruh gempa Yogyakarta tahun 2006. 5.2 Saran Saran untuk penelitian selanjutnya antara lain: 1. Hasil penelitian ini belum dapat digunakan untuk menentukan kedalaman amblesan sehingga perlu dilakukan penelitian dengan menggunakan metode geofisika lain misalnya metode Gaya Berat (Gravity) dan metode Seismik. 7134 72 2. Perlu dilakukan penelitian yang berkelanjutan yaitu dengan penambahan panjang lintasan yang berasosiasi dengan penambahan target kedalaman sehingga dapat diperoleh gambaran bawah permukaan lebih luas karena hasil penelitian ini hanya memberikan gambaran struktur bawah permukaan dangkal. 73 DAFTAR PUSTAKA Adawiyah, R. 2008. Pola Wilayah Likuifaksi Di Provinsi D.I. Yogyakarta (Studi Kasus Gempabumi Yogyakarta 27 Mei 2006). Skripsi. Jakarta: FMIPA Universitas Indonesia. Adi, H. P. , S. I. Wahyudi & E. Santoso. 2009. Studi tentang Kerusakan Infrastruktur Keairan Akibat Gempa Tektonik di Kabupaten Klaten. Jurnal Teknik Sipil dan Perencanaan, 2 (11): 161-168. Semarang. Aizebeokhai, A. P. & A. I. Olayinka. 2011. Anomaly Effects of Orthogonal Paired-Arrays for 3D Geolectrical Resistivity Imaging. Environ Earth Sci, 64: 2141-2149. Broto, S. & R.S. Afifah. 2008. Pengolahan Data Geolistrik Dengan Metode Schlumberger. Teknik, 29(2): 120-128. ISSN: 0852-1697. Chumairoh I., A. Susilo, A.M. Juwono.2014. Identifikasi Litologi dan Indikasi Patahan pada Daerah Karangkates Malang Selatan dengan Menggunakan Metode Geolistrik Konfigurasi Dipol-Dipol. Physics Student Journal, 2(1): 145-151.Jurusan Fisika, FMIPA Universitas Brawijaya Edwiza, D. & S. Novita. 2008. Pemetaan Percepatan Tanah Maksimum dan Intensitas Seismik Kota Padang Panjang Menggunakan Metode Kanai. Teknik A, 29(2). ISSN: 0854-8471. Effendy, V. N. A. 2012. Aplikasi Metode Geolistrik Konfigurasi DipoleDipole untuk Mendeteksi Mineral Mangan (Physical Modeling).Skripsi. Jember: FMIPA Universitas Jember. Geotomo. 2008. Rapid 2-D Resistivity & IP Inversion Using The LeastSquares Method. Penang: Geolectrical. Hidayatullah, F.S. 2010.Identifikasi Patahan Pada Lapisan Sedimen Menggunakan Metode Seismik Refleksi 2-D Di Barat Sumatera.Skripsi. Jakarta: Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Huda, M. 2011. Candi Ngawen Ambles 30 Centimeter. Tribungjateng. Sabtu, 18 Juni 2011. Tersedia dihttp://jateng.tribunnews.com/2011/06/18/ candi-ngawen-ambles-30-centimeter [ diakses 25-08-2015] 73 74 Mala, H. U., A. Susilo & Sunaryo. 2015. Kajian Mikrotermor dan Geolistrik Resistivitas di Sekitar Jalan Arteri Primer Trans Timor untuk Mitigasi Bencana. Natural B, 3(1). Ningtyas, R. I., Khumaedi. & H. Susanto. 2013. Survei Sebaran Air Tanah dengan Metode Geolistrik Konfigurasi Dipole-Dipole di Desa Jatilor Kecamatan Godong Kabupaten Grobogan. Unnes Physics Journal, 2 (2). ISSN 2252-6978. Noor, D. 2009. Pengantar Geologi. (1st ed.), Pakuan: Pakuan University Press. Nurhidayah. 2011. Aplikasi Metode Geolistrik Untuk Mengetahui Pencemaran Limbah di Sekitar Sungai di Daerah Genuk. Skripsi. Semarang: FMIPA Universitas Negeri Semarang. Loke M. H., 1999. Electrical Imaging Surveys for Environmental. Malaysia:Penang. Margaworo, P. A. 2009. Identifikasi Batuan Dasar di Desa Kroyo, Karangmalang Kabupaten Sragen menggunakan Metode Geolistrik Konfigurasi Dipole-Dipole. Skripsi. Surakarta: FMIPA Universitas Sebelas Maret. Pramatasari, R. W., Khumaedi, S. Linuwih. 2015. Aplikasi Metode Geolistrik Resistivitas untuk Mengetahui Potensi Longsor dan Ambles di Jalan Weleri-Sukorejo Kabupaten Kendal. Unnes Physics Journal, 4 (2). ISSN: 2252-6978. Paulus. 2012. Pemodelan 3D Cavity Daerah “X” dengan menggunakan Metode Resistivity Konfigurasi Dipole-Dipole.Skripsi. Depok: FMIPA Universitas Indonesia. Rahardjo, W., Sukandarrumidi & H.M.D Rosidi. 1995. Peta Geologi Lembar Yogyakarta. Bandung: Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi (P3G). 1 lembar. Raspini, F., C. Loupasakis, D. Rozos & S. Moretti. 2013. Advanced Interpretation of Land Subsidence by Validating Multiinterferometric SAR data: the case study of the Anthemounts Basin (Northern Greece). ISSN: 2425-2440. Published by Copernicus Publication on behalf of the European Geosciences Union. Reynold, J.M. 1997. An Introduction to Apllied and Environtmental Geophysics. England: Jhon Wiley & Sons, Ltd. 75 Riswan, O. 2015. Ini Lokasi Rawan Gerakan Tanah di Jateng & DIY. Okezone. Senin, 2 Februari 2015. Tersedia di http://news.okezone.com/read/2015/02/02/340/1100132/ini-lokasirawan-gerakan-tanah-di-jateng-diy-4 [diakses 25-08-2015] Setyaningsih,W. 2010. Pemetaan Daerah Rawan Bencana Gerakan Tanah di Wilayah Grabag Kabupaten Magelang Propinsi Jawa Tengah. 8 (1):UNNES Soebowo, E., A. Tohari & D. Sarah. 2009. Potensi Likuifaksi Akibat Gempabumi Berdasarkan Data CPT dan N-SPT di Daerah Patalan Bantul, Yogyakarta. Jurnal Riset Geologi dan Pertambangan, 19 (2): 85-97. Sophian, R.I. 2010. Penurunan Muka Tanah di Kota-Kota Besar Pesisir Pantai Utara Jawa (Studi Kasus : Kota Semarang). Bulletin of Scientific Contribution, 8 (1): 41-60. Sudarsono, U. & I. B. Sudjarwo. 2008. Amblesan di Daerah Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Jurnal Geologi Indonesia, 3 (1): 1-9. Suhendra. 2005. Penyelidikan Daerah Rawan Gerakan Tanah dengan Metod Geolistrik Tahanan Jenis (Studi Kasus: Longsoran di Desa Cikukun). Jurnal Gradien, 1(1):1-5. Susilo, A & S. H. Wiyono. 2012. Frequency Analysis and Seismic Vulnerability Index by using Nakamura Methods at a New Artery Way in Porong, Sidoarjo, Indonesia. International Journal of Applied Physics and Mathematics, 2(4). Telford, M. W., L. P. Geldard, R. E. Sheriff, & D. A. Keys. 1990. Applied Geophysics. London: Cambridge University Press. Wahid, A. 2011. Aplikasi Geolistrik Resistivitas untuk Melihat Struktur Perlapisan Batuan Daerah Longsor. Media Exacta 11 (1). Yaqin, F. N. & Supriyadi. 2014. Lapisan Tanah di Ruas Jalan SampanganBanaran Kecamatan Gunungpati Semarang Berdasarkan Data Geolistrik. Unnes Physics Journal, 3(2). ISSN 2251-6978. Yuill, B., D. Lavoie & D. J. Reed. 2009. Understanding Subsidence Processes in Coastal Louisiana. Journal of Coastal Research, SI (54) : 23-35. West Palm Beach (Florida), ISSN 0749-0208. 76 Yulianti, E. & Indrayani. 2013. Studi Gerakan Tanah Akibat Pemancangan Tiang Fondasi ( Square Pile ) Studi Kasus pada Pembangunan Terminal Penumpang Bandara Supadio Pontianak. Jurnal Teknik Sipil Untan, 13 (2).