216 Lilik Slamet S / Potensi Curah Hujan Tipe Monsun Untuk Sumber Energi Listrik Terbarukan Dan Berkelanjutan Potensi Curah Hujan Tipe Monsun Untuk Sumber Energi Listrik Terbarukan Dan Berkelanjutan Lilik Slamet S Pusat Sains Dan Teknologi Atmosfer - LAPAN Jl. dr. Djundjunan 133 Bandung 40173 [email protected] Abstrak – Telah dilakukan analisis data untuk mengkaji potensi dari curah hujan tipe monsunal untuk sumber energi listrik yang bersifat terbarukan dan berkelanjutan. Energi listrik pada makalah ini bersumber dari intensitas butir air hujan yang diubah menjadi energi listrik. Teknologi ini mungkin dapat diterapkan pada lokasi terpencil (skala komunal) yang bergunung-gunung dan belum terjangkau pelayanan oleh perusahaan listrik negara. Lokasi kajian curah hujan tipe monsunal yang diambil sebagai sampel adalah tiga lokasi di Jawa Barat yaitu Montaya, Sukawana, dan Cisondari. Data yang digunakan adalah data curah hujan dan hari hujan selama 10 tahun (2001-2010). Metode analisis yang digunakan pada tulisan ini adalah perubahan dari energi kinetik butir air hujan menjadi energi listrik. Hasil analisis menunjukkan (dari tiga lokasi) dari intensitas butir air hujan sebesar 6-18 mm/jam dapat menghasilkan energi listrik yang setara dengan 500 Joule sampai 6000 Joule. Kata kunci: butir, hujan, energi, listrik, berkelanjutan Abstract – It was carried out a study the potential the type rainfall monsoon for the source electric energy that was renewable and sustainable. Electricity energy on this paper come from the rainfall particle intensity that changed into electric energy by the analysis of data. This technology could be applied to location was isolated (the communal scale) such as remote area and not yet reached by the service of the electricity company. The location study of rainfall monsoon type was taken for example was three locations in West Java that is Montaya, Sukawana, and Cisondari. The used data was rainfall height data and rainfall during data for 10 years (2001-2010). The method used this paper was energy convertion from kinetic energy of rain water to electric energy. The result show that from intensity of the rain water for 6 mm/hour until 18 mm/hour could produce electric energy of 500 Joule 6000 Joule. Key words: particle, rainfall, energy, electric, sustainable I. PENDAHULUAN Saat ini kebutuhan energi listrik terutama di pedesaan dan daerah pedalaman adalah sangat diperlukan. Energi listrik adalah energi yang cepat disalurkan, mudah dalam penggunaan, dan bermanfaat bagi masyarakat pedesaan. Adanya energi listrik mengakibatkan kawasan pedesaan yang semula gelap gulita menjadi terang, meningkatkan produktivitas hasil barang masyarakat pedesaan, meningkatkan semangat belajar, mengurangi pengangguran, dan mencegah urbanisasi. Sementara pada sisi lain Perusahaan Listrik Negara (PLN) selaku BUMN (Badan Usaha Milik Negara) yang bergerak pada instalasi listrik di Indonesia belum dapat menjangkau daerah tersebut. Hal ini disebabkan tingginya biaya instalasi transmisi yang tidak seimbang dengan permintaan energi listrik di pedesaan. Supriatin [2] menyatakan bahwa kendala belum terjangkaunya listrik di pedesaan disebabkan belum tersedianya sarana jalan dan instalasi yang harus berurutan dari satu titik ke titik lain, faktor topografi alam seperti bukit, dataran berlereng terjal, sungai, daerah berawa turut memperlambat pengembangan jaringan listrik di pedesaan. Energi listrik yang dihasilkan oleh PLN sebagian besar bersumberkan dari PLTA (Pembangkit Listrik Tenaga Air). Pembangunan pembangkit listrik tenaga air membutuhkan lahan yang luas untuk pembuatan waduk dan memakan biaya besar. Seringkali pada pembebasan tanah untuk dibuat waduk terdapat konflik antara pengembang waduk dengan masyarakat setempat yang akan direlokasi tempat tinggalnya. Pembangkit listrik tenaga air pada saat musim kemarau bersifat tidak berkelanjutan dan tidak ramah lingkungan. Saat musim kemarau sebagian besar PLTA menggunakan bahan bakar minyak jenis solar untuk menggerakan turbin generator listrik. Hal ini disebabkan tinggi muka air waduk turun dan rendah yang tidak mampu memutar turbin generator listrik. Saat musim kemarau panjang debit air sungai mengecil dan akan menyebabkan kapasitas terpasang PLTA menurun sampai 60% atau setara dengan daya listrik sebesar 1260 megawatt [3]. Bahan bakar solar yang digunakan untuk memutar turbin generator menghasilkan emisi polutan udara berupa CO (karbon monooksida), SO2 (sulfurdioksida), dan bau yang tidak sedap. Kekurangan yang lain adalah waduk mendapatkan air dari beberapa aliran sungai yang kualitas airnya tidak terkontrol. Air waduk yang tercemar memiliki daya korosi pada instalasi pembangkit listrik yang dapat memperpendek umur efektif suatu waduk. Iklim tropis Indonesia yang banyak dianugerahi hujan sepertinya belum dimanfaatkan secara maksimal. Malahan curah hujan banyak dikambinghitamkan sebagai penyebab banjir dan tanah longsor. Anugerah berupa curah hujan yang tinggi harus dapat dipanen, disimpan, dan dimanfaatkan. Debit aliran air hujan yang ditampung dalam waduk baru dimanfaatkan untuk pembangkit/pemutar turbin Prosiding Pertemuan Ilmiah XXVIII HFI Jateng & DIY, Yogyakarta, 26 April 2014 ISSN : 0853-0823 Lilik Slamet S / Potensi Curah Hujan Tipe Monsun Untuk Sumber Energi Listrik Terbarukan Dan Berkelanjutan II. METODE PENELITIAN Data curah hujan tipe monsunal yang digunakan untuk mengetahui potensi butir air hujan sebagai sumber energi listrik adalah data tinggi hujan dan lama hujan dari tiga lokasi di Jawa Barat. Tabel 1 menyajikan lokasi pengambilan sampel data curah hujan. Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa ke tiga lokasi penelitian terletak pada dataran tinggi dengan kondisi medan yang sulit. Data yang digunakan adalah data curah hujan harian dan hari hujan selama 10 tahun (2001-2010). Penelitian ini berlandaskan pada teori Hukum Termodinamika I (Hukum Kekekalan Energi) yang diciptakan oleh seorang ahli fisika berkebangsaan Inggris, James Prescott Joule (1818-1889) dan Hukum Faraday yang dicetuskan oleh Michael faraday (17911867), seorang ilmuwan berkebangsaan Inggris. Hukum Termodinamika I berbunyi bahwa ”energi tidak dapat diciptakan dan tidak dapat dimusnahkan, tetapi energi dapat berubah dari satu bentuk ke bentuk energi lain”. Perubahan energi terjadi ketika sebuah benda bergerak, pada benda diam tidak akan terjadi perubahan energi. Kondisi yang sama ini terjadi pada butir-butir air dalam awan-awan hujan yang terapung dalam atmosfer yang tidak memiliki energi. Ketika butir air dalam awan tersebut turun sebagai hujan akan memiliki energi potensial. Ketika telah sampai di permukaan energi potensial akan berubah menjadi energi kinetik ( ) sebesar : (1) dengan : m = massa, V = kecepatan. Pada butir air hujan, mengukur massa butir air hujan adalah sulit sehingga massa (m) diketahui dengan mengalikan antara massa jenis air hujan (ρ) dengan volume butir air hujan (v). Massa jenis air hujan diasumsikan sama dengan massa jenis air sebesar 1 gr/cm3 atau 1000 kg/m3, (2) Jika tiap butir air hujan diasumsikan berbentuk bola, maka persamaan 1 (energi kinetik tiap satu butir air hujan) akan menjadi : (3) dengan : π = 3.14, d = diameter butir air hujan. Potensi besar energi listrik dari butir air hujan akan diketahui dengan menggunakan persamaan 3. Gambar 1 akan menyajikan alur kerja dari penelitian ini. Intensitas hujan adalah rasio antara tinggi hujan terhadap lama hujan. Persamaan regresi 1 adalah persamaan yang menghubungkan intensitas hujan (x) sebagai peubah bebas dengan diameter butir air hujan sebagai peubah terikat (y). Persamaan regresi 1 ini dibuat berdasarkan data dari Arsyad [1] yang oleh peneliti dibuat model persamaan regresinya. Data dan persamaan regresi 1 seperti tersaji pada Gambar 2. Tabel 1. Lokasi Pengambilan Data Curah Hujan Stasiun Penakar Koordinat Geografi Elevasi Hujan (m dpl) Montaya 7027’ LS, 107031’BT 1089 Sukawana 607’ LS, 107059’BT 653 Cisondari 7091’LS, 107048’BT 836 Intensitas hujan Lama hujan Persamaan regresi 1 Kecepatan jatuh butir air hujan Tinggi hujan Volume Hujan Diameter butir hujan Volume Butir Hujan Persamaan regresi 2 Jumlah Butir Hujan Ek Satu Butir Hujan Potensi Energi Listrik Gambar 1. Alur kerja penelitian. diameter butir hujan (mm) yang dihubungkan dengan generator listrik (PLTA). Oleh karena itu melalui tulisan ini akan dikaji potensi butir air hujan dari curah hujan tipe monsun untuk sumber energi listrik. Berdasarkan pola curah hujan bulanan di Indonesia terbagi ke dalam pola curah hujan tipe monsunal, tipe equatorial, dan tipe lokal. Sebagian besar pola curah hujan di pulau Jawa adalah tipe monsunal. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis potensi dari butir air hujan tipe monsunal untuk dijadikan sumber energi listrik. 217 4 y = 0.013x + 1.396 R² = 0.825 3 2 1 0 0 50 100 150 200 intensitas hujan (mm/jam) Gambar 2. Hubungan intensitas dan diameter butir hujan. Persamaan regresi 2 adalah persamaan yang menghubungkan diameter butir air hujan (peubah bebas x) dengan kecepatan jatuh butir hujan pada ketinggian 20 m (peubah terikat y). Persamaan regresi 2 ini dibuat berdasarkan data dari Arsyad [1], yang oleh peneliti dibuat model persamaan regresinya. Data dan persamaan regresi 2 seperti tersaji pada Gambar 3. Konsep alur kerja dari butir air hujan sampai menjadi energi listrik seperti tersaji pada Gambar 4. Berdasarkan Gambar 4. dapat dijelaskan bahwa butir air hujan yang jatuh pada salah satu sisi sebuah tuas akan mengakibatkan tuas dapat bergerak ke atas dan ke bawah. Tuas ini pada ke dua ujungnya dihubungkan dengan sebuah logam penghantar listrik. Logam penghantar listrik ini akan bergerak ke luar-masuk ke dalam sebuah magnet yang berbentuk lingkaran. Menurut Hukum Faraday yang berbunyi ”jika sebuah penghantar Prosiding Pertemuan Ilmiah XXVIII HFI Jateng & DIY, Yogyakarta, 26 April 2014 218 Lilik Slamet S / Potensi Curah Hujan Tipe Monsun Untuk Sumber Energi Listrik Terbarukan Dan Berkelanjutan 15 y = 0.947x + 4.408 R² = 0.878 10 5 bahwa sebagian besar ukuran butir air hujan berukuran 1 - 4 mm. Kowal dan Kasam [4] juga menyatakan bahwa rata-rata diameter butir air hujan di daerah beriklim tropis adalah sekitar 3 - 4,4 mm. Semakin besar ukuran butir hujan, maka semakin besar intensitas hujannya. Pada penelitian ini tidak terjadi pernyataan seperti tersebut. Pada intensitas hujan yang berbeda, ternyata di lokasi penelitian ukuran butir air hujan adalah sama. Hal ini disebabkan pada penelitian ini ukuran butir air hujan tidak diukur langsung, tetapi menggunakan persamaan regresi saja dengan nilai koefisien korelasi (r) antara intensitas hujan dengan ukuran butir air hujan diperoleh sebesar 0,9. 0 0 2 4 6 8 Diameter butir hujan (mm) Gambar 3. Hubungan diameter hujan dan kecepatan jatuh. Butir air hujan Curah hujan (mm) kecepatan jatuh (m/s) memotong garis-garis gaya dari suatu medan magnetik (flux) yang konstan, maka pada penghantar tersebut akan timbul tegangan induksi dan arus listrik”. Arus listrik yang dihasilkan pada logam penghantar listrik dapat digunakan langsung atau disimpan dalam komponen sejenis baterai yang dapat dipergunakan sewaktu-waktu ketika hujan tidak turun atau memasuki musim kemarau. 400 350 300 250 200 150 100 50 0 Cisondari Sukawana Montaya Tuas jungkatjungkit Gambar 5. Curah hujan lokasi penelitian. Medan magnet Penghantar Listrik Arus listrik Dipergunakan langsung Disimpan dalam baterai Dipergunakan sewaktu-waktu Gambar 4. Alur kerja perubahan dari butir air hujan menjadi energi listrik. III. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengolahan data curah hujan rata-rata selama 10 tahun (2001-2010) menghasilkan bahwa curah hujan di tiga lokasi adalah tipe monsun. Gambar 5 menyajikan tipe curah hujan monsun di tiga lokasi penelitian. Berdasarkan Gambar 5. dapat diketahui bahwa curah hujan pada tiga lokasi penelitian adalah berpola tipe monsun. Ciri-ciri pola curah hujan tipe monsun adalah puncak curah hujan terjadi pada awal dan akhir tahun (2 puncak curah hujan) dengan musim kering jatuh antara bulan Juni-Agustus. Hasil pengolahan data curah hujan dan lama hujan menghasilkan intensitas hujan seperti tersaji pada Tabel 2. Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa besarnya intensitas hujan untuk setiap bulan adalah berbeda-beda. Intensitas hujan tertinggi dari tiga lokasi adalah sebagian besar terjadi pada bulan Oktober sampai dengan April. Intensitas hujan terendah terjadi sekitar bulan Juli – September. Berdasarkan intensitas hujan, maka butir air hujan yang jatuh ke permukaan memiliki rata-rata berukuran 1,4 mm. Kowal dan Kasam [4] menyatakan Tabel 2. Intensitas hujan dan ukuran butir air hujan. Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Butir Air (mm) Intensitas Hujan (mm/hari) Cisondari Sukawana Montaya 11,98 15,57 15,41 9,89 15,23 13,58 13,81 12,4 15,84 11,76 14,15 17,26 9,85 10,69 12,78 8,86 11,76 17,27 6,29 8,65 4,15 6,64 9,1 11,68 9,16 11,14 9,72 11,68 15,36 17,61 12,9 16,32 13,77 12,63 18,66 12.04 1,4 1,4 1,4 Potensi energi listrik yang dihasilkan seperti tersaji pada Gambar 6. Berdasarkan Gambar 6. dapat diketahui bahwa potensi energi listrik yang dihasilkan dari butir air hujan adalah antara 1000 sampai dengan 6000 Joule untuk lokasi Sukawana, 500 – 5000 Joule untuk Montaya, dan 500 – 4800 Joule untuk Cisondari. Jika dihubungkan dengan ketinggian topografi, maka lokasi Sukawana yang memiliki ketinggian lebih rendah dari 2 lokasi lain memiliki potensi energi listrik yang paling besar. Lokasi Montaya yang berada pada ketinggian 1089 m dari permukaan laut (paling tinggi diantara 2 lokasi lainnya) memiliki potensi energi listrik malahan terkecil. Besar potensi energi listrik ini juga dipengaruhi oleh faktor curah hujan lokasi Sukawana yang lebih besar daripada 2 lokasi lainnya. Selain curah hujan tipe monsunal, Indonesia masih memiliki dua tipe curah hujan lain yaitu Prosiding Pertemuan Ilmiah XXVIII HFI Jateng & DIY, Yogyakarta, 26 April 2014 Lilik Slamet S / Potensi Curah Hujan Tipe Monsun Untuk Sumber Energi Listrik Terbarukan Dan Berkelanjutan 8000 6000 4000 2000 0 Cisondari Sukawana Montaya Januari Maret Mei Juli September November Potensi energi listrik (Joule) tipe equatorial dan tipe lokal. Pada makalah ini karena keterbatasan data lama hujan tipe equatorial dan tipe lokal, maka hanya akan membandingkan curah hujan tipe equatorial dengan tipe monsunal. Gambar 7 menyajikan perbandingan besar curah hujan tipe monsunal yang diwakili oleh lokasi Cisondari) dengan tipe equatorial yang diwakili oleh lokasi Pontianak. Gambar 6. Potensi energi listrik dari 3 lokasi penelitian. Curah Hujan (mm) Berdasarkan Gambar 7 dapat diketahui bahwa curah hujan tipe equatorial untuk setiap bulan cenderung lebih besar daripada tipe monsunal. Implikasi dari besarnya curah hujan tipe equatorial ini lebih berpotensi dimanfaatkan untuk sumber energi listrik tenaga butir air hujan daripada curah hujan tipe monsunal. Curah hujan tipe lokal dapat dibagi menjadi dua jenis yang berbeda yaitu curah hujan tipe lokal basah dan tipe lokal kering. Curah hujan tipe lokal basah cenderung dimiliki oleh wilayah dengan curah hujan yang dipengaruhi oleh adanya gunung (hujan orografis) seperti curah hujan di kota Bogor yang dipengaruhi oleh keberadaan gunung Gede dan gunung Pangrango sehingga Bogor dikenal dengan sebutan Kota Hujan. Kawasan curah hujan tipe lokal basah lain adalah daerah Batu Raden (Banyumas) yang dipengaruhi oleh gunung Slamet. Batu Raden memiliki curah hujan tertinggi di Indonesia. 219 Curah hujan tipe lokal kering lebih banyak dipengaruhi oleh daerah bayang-bayang hujan (rain shadow) dan jenis vegetasi (sabana dan stepa) seperti daerah Nusa Tenggara Timur. Sabana adalah padang rumput yang luas sedangkan stepa adalah padang rumput yang diselingi oleh pohon-pohon. IV. KESIMPULAN Berdasarkan analisis potensi butir air hujan tipe curah hujan monsunal sebagai sumber energi listrik (micro hydro electric) akan menghasilkan energi listrik yang setara dengan 500-6000 Joule. Potensial energi listrik yang dihasilkan ini memang tergolong kecil dan harus dikaji ulang untuk lokasi dengan tipe curah hujan yang lain (tipe equatorial dan tipe lokal). UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada PT. Indonesia Power atas data curah hujan dan lama hujan yang diberikan sehingga makalah ini dapat dirampungkan. PUSTAKA [1] S. Arsyad, Konservasi Tanah Dan Air, IPB Press, Bogor, 1989. [2] L. S. Supriatin, Pemanfaatan Gas Metan Sebagai Sumber Energi, Berita Dirgantara, LAPAN, Jakarta, Vol. 2, No. 1, 2001. [3] L. S. Supriatin, Dampak Sedimentasi Pada Waduk Saguling, Tesis, Program Pasca Sarjana Ilmu Lingkungan, Universitas Indonesia, Jakarta, 2004. [4] J. M. Kowal and A. H. Kassam, Energy Load and Instantaneous Intensity of Rain strorms at Samaru, Nothern Nigeria In: Soil Conservation and Management in the Humid Tropics. Greenland, D. J and R. Lal (eds), John Wiley & Sons, New York, 1976. TANYA JAWAB Arif S., LAPAN ? Apakah telah dibuat desain produk/alat yang dapat mengubah curah hujan menjadi energi listrik? 400 300 200 100 0 Lilik Slamet S, LAPAN @ Untuk alat belum ditemukan, adalah tantangan bagi kita fisikawan untuk bersama-sama membuat alat yang dapat mengubah curah hujan menjadi energi listrik. Sismanto, UGM ? Bagaimana ide konversi energi curah hujan ke energi listrik? Pontianak Cisondari Gambar 7. Perbedaan curah hujan tipe monsunal dan tipe equatorial Lilik Slamet S, LAPAN @ Karena saya melihat curah hujan di Indonesia yang cukup tinggi yang dapat diubah dan dimanfaatkan menjadi energi listrik, kalau untuk alat yang dapat mengubah curah hujan menjadi energi listrik belum didesain. Prosiding Pertemuan Ilmiah XXVIII HFI Jateng & DIY, Yogyakarta, 26 April 2014 ISSN : 0853-0823