islam dan kristen di pedesaan jaw a

advertisement
ISLAM DAN KRISTEN DI PEDESAAN JAWA
Kajian Konflik Sosial Keagamaan dan Ekonomi Politik
di Kasimpar dan Karangkobar
Oleh:
M. Alie Humaedi
NIM. 023326/83
DISERTASI
Diajukan kepada Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri
Sunan Kalijaga untuk Memenuhi Syarat guna Mencapai Gelar Doktor
dalam Ilm~ Agama Islam
YOGYAKARTA
2007
ISLAM DAN KRISTEN DI PEDESAAN JA WA
Kajian Konflik Sosial Keagamaan dan Ekonomi Politik
di Kasimpar dan Karangkobar
Oleh:
M. Alie Humaedi
NIM. 023326/83
DISERTASI
Diajukan kepada Program Pascasarjana Univenitas Islam Negeri
Sunan Kalijaga untuk Memenuhi Syarat guna Mencapai Gelar Doktor
dalam Ilmu Agama Islam
YOGYAKARTA
2007
PERNYATAAN KEASLIAN
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama
NIM.
Program
: M. Alie Humaedi, S.Ag, M.Ag, M.Hum
: 023326/83
: Doktor
Menya~ bahwa disertasi secara keseluruhan adalah basil penelitian/karya
saya sendiri, kecuali pada bagian-bagian yang dirujuk sumbemya.
Yogyakarta, 7 Agustus 2007
Saya yang menyatakan,
M. Alie Humaedi, S.Ag, M.Ag, M.Hum
ii
DEl'ARTEMEN AGAMA
trNn·•:RSITAS ISLAM Nt:G•:RI
PROGl~AM
Pro motor
Pro motor
Sl'NA~
"Al.IJAGA
PASCASAIUANA
Prof. Dr. H. Abdul Munir Mulkhan, S.U.
: Prof. Dr. Bernard Adeney Risakotta
v
C:\l>Jta\S3\nota dinas\Thk.rlf
)
NOTADINAS
Kepada Yth.
Direktur Program Pascasarjana
UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta
Assalamu 'alaikum, wr. wb.
Disampaikan dengan hormat, setelah melakukan koreksi dan penilaian terhadap
naskah disertasi berjudul:
ISLAM DAN KRISTEN DI PEDESAAN JAWA
Kajian Kontlik Sosial Keagamaan dan Ekonomi Politik
di Kasimpar dan Karangkobar
Yang ditulis oleh:
Nama
NIM.
Program
: M. Alie Humaedi, S.Ag, M.Ag, M.Hum
: 023326/83
: Dok.tor
Sebagaimana yang disarankan dalam Ujian Pendahuluan (Tertutup) pada tanggal
7 Februari 2007, saya berpendapat bahwa disertasi tersebut sudah dapat diajukan
kepada Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga
Yogyakarta untuk diujikan dalam Ujian Terbuka Promosi Dok.tor (S3) dalam
rangka memperoleh gelar Dok.tor dalam bidang Ilmu Agama Islam.
Wassalamu 'alaikum wr. wb.
vi
NOTADINAS
Kepada Yth.
Direktur Program Pascasarjana
UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta
Assalamu 'alaikum, wr. wb.
Disampaikan dengan hormat, setelah melakukan koreksi dan penilaian terhadap
naskah disertasi berjudul:
ISLAM DAN KRISTEN DI PEDESAAN JAWA
Kajian Konflik Sosial Keagamaan dan Ekonomi Politik
di Kasimpar dan Karangkobar
Yang ditulis oleh:
Nama
NIM.
Program
: M. Alie Humaedi, S.Ag, M.Ag, M.Hum
023326/S3
: Doktor
Sebagaimana yang disarankan dalam Ujian Pendahuluan (Tertutup) pada tanggal
7 Februari 2007, saya berpendapat bahwa disertasi tersebut sudah dapat diajukan
kepada Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga
Yogyakarta untuk diujikan dalam Ujian Terbuka Promosi Doktor (S3) dalam
rangka memperoleh gelar Doktor dalam bidang Ilmu Agama Islam.
Wassalamu alaikum wr. wb.
Yogyakarta, 16 Agustus 2007
____,,,
Promotor,
Prof. Dr. H. Abdul Munir Mulkhan, SU
vii
NOTADINAS
Kepada Yth.
Direktur Program Pascasarjana
UIN Sunan Kalijaga
Y ogy~k;irt~
Dengan hormat,
Disampaikan dengan hormat, setelah melakukan koreksi dan penilaian terhadap
naskah disertasi berjudul:
ISLAM DAN KRISTEN DI PEDESAAN JAWA
Kajian Konflik Sosial Keagamaan dan Ekonomi Politik
di Kasimpar dan Karangkobar
Yang ditulis oleh:
Nama
NIM.
Program
: M. Alie Humaedi, S.Ag, M.Ag, M.Hum
: 023326
: Doktor (S3)
Sebagaimana yang disarankan dalam Ujian Pendahuluan (Tertutup) pada tanggal
7 Februari 2007, saya berpendapat bahwa disertasi tersebut sudah dapat diajukan
kepada Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga
Y9SY!l:~~.rt!l !IE~~
g!HEJ~~!.! ~!~ !Jj!~!! T~r!>~!5~ :r:r~!!!~~! !>~~t~r {~~> 2-~!~!2!
rangka memperoleh gelar Doktor dalam bidang Ilmu Agama Islam.
Hormat kami,
Yogyakarta, 13 Agustus 2007
Promotor,
-~,;?
Prof. Dr. Bernard Adeney-Risakotta
viii
NOTADINAS
Kepada Yth.
Direktur Program Pascasarjana
UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta
Assalamu 'alaikum, wr. wb.
Disampaikan dengan hormat, setelah melakukan koreksi dan penilaian terhadap
naskah disertasi berjudul:
ISLAM DAN KRISTEN DI PEDESAAN JAWA
Kajian Konflik Sosial Keagamaan dan Ekonomi Politik
·
di Kasimpar dan Karangkobar
Yang ditulis oleh:
Nama
NIM.
Program
: M. Alie Humaedi, S.Ag, M.Ag, M.Hum
: 023326/83
: Doktor
Sebagaimana yang disarankan dalam Ujian Pendahuluan (Tertutup) pada tanggal
7 Februari 2007, saya berpendapat bahwa disertasi tersebut sudah dapat diajukan
kepada Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga
Yogyakarta untuk diujikan dalam Ujian Terbuka Promosi Doktor (S3) dalam
rangka memperoleh gelar Doktor dalam bidang Ilmu Agama Islam.
Wassalamu alaikum wr. wb.
Yogyakarta,
Agustus 2007
Anggota Penilai,
Prof. Dr. H. Djoko Sttryo
ix
NOTADINAS
Kepada Yth.
Direktur Program Pascasarjana
UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta
Assalamu 'alaikum, wr. wh.
Disampaikan dengan hormat, setelah melakukan koreksi dan penilaian terhadap
naskah disertasi berjudul:
ISLAM DAN KRISTEN DI PEDESAAN JAWA
Kajian
Konflik Sosial Keagamaan
dan Ekonomi Politik
di Kasimpar dan Karangkobar
Yang ditulis oleh;
Nama
NIM.
Program
: M. Alie Humaedi, S.Ag, M.Ag, M.Hum
: 023326/S3
: Doktor
Sebagaimana yang disarankan dalam Ujian Pendalmluan (Tertutup) pada-tanggal
7 Februari 2007, saya berpendapat bahwa disertasi tersebut sudah dapat diajukan
kepada Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga
Yogyakarta untuk diujikan dalam Ujian Terbuka Promosi Doktor (S3) dalam
rangka memperoleh gelar Doktor dalam bidang Ilmu Agama Islam.
Wassalamu alaikum wr. wb.
Yogyakarta, Agustus 2007
Anggota Penilai,
"'
Prof. Dr. H. lrwan Abdullah
x
NOTADINAS
Kepada Yth.
Direktur Program Pascasarjana
VIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta
Assalamu 'alaikum, wr. wb.
Disampaikan dengan hormat, setelah melakukan koreksi dan penilaian terhadap
naskah disertasi berjudul:
ISLAM DAN KRISTEN DI PEDESAAN JAWA
Kajian Konflik Sosial Keagamaan dan Ekonomi Politik
di Kasimpar dan Karangkobar
Yang ditulis oleh:
Nama
NIM.
Program
: M. Alie Humaedi, S.Ag, M.Ag, M.Hum
: 023326/83
: Doktor
Sebagaimana yang disarankan dalam Ujian Pendahuluan (Tertutup) pada tanggal
7 Februari 2007, saya berpendapat bahwa disertasi tersebut sudah dapat diajukan
kepada Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga
Y9gy~~~n~ rim!!~
4!!1.i!!~~ ~!~!!! Yi!~!! !~!°~~~~ :?r9!!!e>~~ !>e>~to!" c~~> ~!<i!!!
rangka memperoleh gelar Doktor dalam bidang Ilmu Agama Islam.
Wassalamu alaikum wr. wb.
Yogyakarta, to Agustus 2007
Anggota Penilai
,--• Dr. H. Djam'annuri, M.A.
xi
~.fo .J .~I .li ".lll ~I ~...fo .J ~ W.o selfvalidating wfo ~WI c.-!1b
~
• ~
. ' - ~ ~·
-:tt ~J....
• .:tt ~I
~
." -": I (..)~
• _<. • \..lA
.. _,,.....
..
..
~
tl...1:..··t"' r-t-..
~.,;.)l:j1\
.J ...
tt...1:..1
.
la Js...:i ~ wl~I ~ ~\...)- W.o J=b.:l.J antropologi, etnografi ,sosiologi"
o 'Jiii J.J\.a.: ".ll\ thick description .J Denys Lombard ~.;~ u_;a,i ".ll\annales
wfo ,live in .J ,~I,~ J~I ~~I~ 1!111.lli .Clifford Geertz y
1~_, .d..) - t 41 ~ ~ ~ ~ "i ~I o~
yl...a.JI oJc. W.o ~._;6..JI ~t.._,1-ll
~ ~ ~Karangkobar .J Kasimpar l,,.,,J ... .JI .J ~'jl ~4 ~ ~' ~
.Jt tJUlll ~ o~~'I ~UJ'.,,.JI wfo ~.J, model of wfo:. wl ~ tJtLll ~
• "~' ~"i.J ~ ~1_,.... ~"iW mode/for
»
ABSTRACT
Christian-Muslim inter-relation within political sociology perspective and sociohistorical analysis is rare~y studied. Most of prior studies are focused on political· party
affairs nationally. This study comes to reveal the relationship among religious politic,
politic of party, and local potent of village including various legitimacies specially in
controlling political economy resources when facing outsiders interest in terms of
proselytizing or religious mission, Islamic path of mystic (ketarekatan), religious sect
tenet (kepahaman), party affairs, and distribution of political economy results. Based on
the Kasimpar and Karangkobar rural context, there are at least four questions proposed.
First, how do the religious groups of Islam and Christian meet and conflict each other
within the rural context? Second, why are religious symbols designed to interpret the
social fact> and myth in the struggle for political economy resources? Third, how does the
history of trauma inheritance for ex-Pkl followers influence social religious group
relationship? Four, how is the social conflict as the impact of the operating religious
radicalism in the life of rural society?
The results. of this study are as follow. First, the relationship between Islam and
Christian in Dieng village is related to social religious and political economy aspect of the
society. These two aspects are related obviously by the history of the opening religious
and economy area excluding Karangyoso did by Sadrach in 1883. As the passing time,
the struggle of religious social myth for controlling political economy resources, the
conversion of ex-PK.I followers to Christian, inter-religious marriage, Christianization and
Islamization become the source of latent internal social conflict as resistance of naluri and
pisah tradition. The conflict becomes obviously and inclusively when the external source
as Wonopringgo system and main church present among the Kasimpar and Karangkobar
society. Second, the human and oppositional contextual religious interpretation of Islam
and Christian group is effective in order to struggle and defend the religious social aspect
and the control of political economy resources. Third, the conversion of ex-PK.I followers
to Christian has influenced the social religious relationship between Islamic and Christian
society at one side, and caused their unclear social function among the rural society at the
other side. Four, the social conflict such as religious radicalism is not latent, but has been
inclusive to various forms, from silent protest to hardness. There is a linear spatial pattern
resulted from religious radicalism encounter, namely city-village-city, or the conception
of''village attacking city".
The results above are self validating from the method and approach used in this
research. The approach used is socio-historic. The sociology used in this research tends to
the French science tradition, including the conception of anthropology, ethnography, and
soc\ology. In analyzing the field data, the researcher uses the la annals model introduced
by Denys Lombard; and thick description of Geertz. Therefore, despite field research by
in-depth interview, observation, and live in, the documentation is also used to collect the
data. In this way, the case of Islam and Christian relationship in Kasimpar and
Karangkobar that tends to the fabrication of conflict could be not only model of, but also
considerations of conflict resolution; or model for the same cases in the other area.
XU
TRANSLITERASI
ARAB - INDONES.IA
Berdasarkan SKB Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Republlk
Indonesia tertanggal
22 Januari
1988, Nomor: 15811987 dan
0543. b/U/1987.
I. Konsonan Tunggal
. . J!R~AJ:l!~·~· J'!!\ja •.• ~l!!!.~ti!!~-·~·~~~!k~r,.;,~·j
y
ba
b
~,I
w
ta
t
te
l!J
sa
<::
jim
J
Je
c
t
ha
ha (dengan titik di bawah)
kha
~
kh
..i
dal
d
de
j
zal
..)
ra
r
er
Zat
z
zet
sm
s
es
sym
sy
es dan ye
j
es (dengan titik di atas)
zet (dengan titik di atas)
sad
es (dengan titik di bawah)
dad
de (dengan titik di bawah)
ta
te (dengan titik di bawah)
za
t
u
----
- --
~
z
'ain
t
---
-
--- -
ka dan ha
zet (dengan titik di bawah)
koma terbalik (di atas)
gam
g
ge
fu
f
d
-----~~~- ----- j
-- -
---~-- ---·----'---·------~-------------·--·'
k"
--- -
xiii
~
kaf
k
ka
J
lam
1
el
m1m
m
em
nun
n
en
wau
w
we
.A
ha
h
ha
hamzah
•
.......
apostrop (dipakai awal kata)
~
ya
y
ye
~
u
-'
'-i
2. Vokal Panjang
a. fathah + alif, ditulis a
b. kasrah + ya mati, ditulis T
c. dammah + wawu mati, ditu1is ii
3. Kata Sandang alif + lam
a. bi la diikuti huruf qamariyyah ditulis al-: al-Baqi
b. bila dikiuti huruf syamsiyyah, ditulis dengan menggandakan huruf syamsiah
yang mengikutinya serta menghilangkan hurufl nya, seperti: as-sama
4. Penulisan kata-kata dalam rangkaian kalimat, seperti:
a. ~wil-fi'irud atau zawi al-filrud
b. ahlussunnah atau ahl as-sunnah
xiv
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah atas petunjuk dan inayah Allah swt penelitian dan
penulisan disertasi yang berjudul: ISLAM DAN KRISTEN DI PEDESAAN
JAWA: Kajian Konflik Sosial Keagamaan dan Ekonomi Politik di Kasimpar
dan Karangkobar, sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program
Doktor di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta telah dapat
diselesaikan secara maksimal. Sejak proses penelitian, penulisan, ujian, dan
perbaikan disertasi telah banyak pihak yang ikut membantu, membimbing,
mendiskusikan, dan memfasilitasi
penulis, agar tetap bersemangat dan
bersungguh-sungguh untuk menyelesaikan sebuah tulisan yang bermutu.
Beberapa masukan dan kritikan para promotor dan dewan penguji pada
Ujian Pendahuluan (Tertutup), 7 Februari 2007 menjadi pompaan semangat baru
untuk memperbaiki disertasi ini. Di samping itu, beberapa forum akademik yang
diselenggarakan Netherland lnstituute voor Oorlogs Documentatie Belanda
sedikit banyak membantu penajaman dan komprehensivitas kajian. Diakui atau
tidak, langsung atau tidak langsung, penelitian dan penulisan disertasi ini tetap
terlaksana
atas
pembiayaan
Program
Indonesia
Across
Orders:
The
Reorganisation of Indonesian Society dari Ministerie van Volkshuisvesting,
Welzijn en Cultuur (Kementerian Kesehatan, Olahraga, dan Kebudayaan) Belanda
XVI
yang dikoordinasikan pelaksanaannya oleh Netherland Jnstituute voor Oorlogs
Documentatie dan Pusat Penelitian Masyarakat dan Budaya (PMB) Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Dalam kesempatan ini pula penulis mengucapkan terima kasih kepada
perseorangan dan lembaga-lembaga:
1. Bapak Prof. Dr. H. Abdul Munir Mulkhan, SU selaku promotor. Prof. Munir
adalah sosok maha guru yang betul-betul mengenalkan tentang kejernihan
berfikir dan semangat kehati-hatian dalam menulis. Tanpa beliau, apalah
jadinya disertasi ini, mungkin seperti sang pengelana yang berada di tengah
hutan, tidak jelas arah dan tujuan. Semoga penyampaian ilmunya dapat
menjadi suluh dalam kehidupan pribadi dan sosial penulis, sekaligus semangat
memperjuangkan action research di Indonesia.
2. Bapak Prof. Dr. Bernard Adeney Risakotta selaku promotor. Prof. Bernie,
demikian sebutan terkenal buat beliau adalah seorang maha guru mumpuni
dalam keilmuan filsafat etika sosial dan sosiologi agama. Bagaimanapun Islam
yang penulis gambarkan dari kasus dua desa ini, beliau selalu menyarankan
agar tetap berhati-hati dan bersikap obyektif atas apa yang terjadi dalam
pembahasaan yang halus, jemih, dan tidak provokatif. Sifat kerendahan hati,
familiar, dan penghargaan kepada siapa pun, tanpa kecuali kepada penulis
yang bisa jadi sangat minim dalam berbagai pengetahuan akademik, telah
mendidik penulis untuk tidak angkuh dalam keilmuan. Kehangatan keluarga
beliau pun telah menggugah dan menjaga semangat penulis untuk tetap maju
menyelesaikan penulisan disertasi ini.
xvii
3. Bapak Prof. Dr. H. Amin Abdullah selaku Rektor UIN Sunan Kalijaga yang
memberikan kesempatan Ujian Terbuka Promosi Doktor bagi penulis.
4. Bapak Prof. Dr. H. Iskandar Zulkamain selaku Direktur Program Pascasarjana
UIN Sunan dan ketua sidang yang telah memberi bantuan dan memfasilitasi
semua proses pelaksanaan Ujian Tertutup dan Ujian Terbuka.
5. Bapak Prof. Dr. Djoko Suryo, Prof. Dr. H. Djam'annuri, dan Prof. Dr. H.
Irwan Abdullah selaku anggota dewan penguji pada Ujian Pendahuluan
(Tertutup); dan Prof. Dr. H. Abd. Salam Arief selaku sekretaris sidang.
6. Departemen Agama RI dan UIN Sunan Kalijaga terkhusus kepada Program
Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga beserta segenap pimpinan dan para
karyawan di Sekretariat Pascasarjana; juga kepada seluruh komponen di
perpustakaan UPT dan Perpustakaan Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga.
7. Ministerie van Volkshuisvesting, Welzijn en Cultuur (Kementerian Kesehatan,
Olahraga, dan Kebudayaan) Belanda yang telah menyetujui pencangkokan
dana Program Indonesia Across Orders: The Reorganisation of Indonesian
Society melalui Netherland Instituute voor Oorlogs Documentatie dan Pusat
Penelitian Masyarakat dan Budaya (PMB) Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI) untuk pembiayaan penelitian dan penulisan disertasi.
8. Guru-guru selama perjalanan akademik dan profesi ilmuan-peneliti. Mereka
adalah Prof. Dr. H. Taufik Abdullah, Dr. lgnas Kleden, Prof. Dr. M. Hisyam,
Prof. Dr. Amin Abdullah, Prof. Dr. Safri Sairin, Prof. Dr. Teuku Ibrahim
Alfian (Alm.), Prof. Dr. Pudjo Semedi, Dr. Thamrin Amal Tomagola, Dr.
John Haba, Prof. Dr. Azyumardi Azra, Prof. Dr. Ketut Ardana, Prof. Dr. AB
xviii
Lapian, Prof. Dr. Burhanuddin Daja, Prof. Dr. Machasin, MA, Prof. Dr. H.
Djam'annuri, Dr. Yekti Meunati, Dr. Malik Ikhsan, Prof. Dr. Susanto Zuhdi,
Dr. Alef Theria Wasim, MA, Dr. Roosmalawati Rusman, Dr. St. Sunardi,
Dr. B. Herry Priyono, SJ, Dr. G. Budi Subanar, SJ, Dr. Haryatmoko, SJ, Prof.
Dr. H. Shri Heddy Ahimsa Putra, Prof. Dr. Sapardi Djoko Damono, Prof. Dr.
Soeryanto Poespowardoyo, Prof. Dr. Ayat Rosyidi, Prof. Dr. Ayif Rosyidi,
Prof. Dr. Amri Marzali, Kang Entjeng Shobirin Nadj, MA, Kang Munim DZ,
dan Ir. Puji Winarni A.S. Hikam, MA, dan kepada semua kolega dan guru luar
negeri Dr. Anton Lucas, Dr. Freek Colombijn, Dr. Robert Cribb, Dr. Fridus
Steijlen, Dr. Jim Schiller, Dr. Nico Kaptein, Dr. Anthony Reid, Dr. Roger Tol,
dan Dr. Thomas Lindblad, serta para guru dari SD sampai S3 yang tidak dapat
disebutkan satu persatunya diucapkan banyak terima kasih. Semoga ilmu yang
disampaikan dapat bermanfaat dan menjadi modal penulis di masa depan.
9. Teman-teman. Sebagai seorang anak nelayan miskin, mencari ilmu dan
menempuh jenjang pendidikan lebih tinggi adalah hal yang tidak dapat
dibayangkan sebelumnya. Berbagai kendala keuangan menjadi bumbu-bumbu
keseharian. Apalah artinya berjualan telur asin, seprei, dan pakaian dalam
skala kecil untuk membeli buku-buku yang sudah melangit harganya, sekadar
menafkahi anak dan isteri. "Interupsi perut" merupakan rangkaian kendala
yang kerap dihadapi penulis. Selain ikhtiar bergerak, apa pula jadinya bila
tidak mendapat sentuhan-sentuhan ''malaikat" dan dukungan-dukungan dari
pihak lain. Dukungan sangat berarti yang harus penulis ingat dan hargai
sepanjang hidup adalah jasa dari Ibu Els Bogaert, M.A dan keluarga, Maria
xix
Plompp, Ph.D, J. Victor Rembeth, M.Div, M.A, M.Hum, Alan Foulkes, dan
Dr. Jazuni, S.H, M.Hum.
10. Tiada kata akhir yang terucap, selain sembah sungkem kepada Ibunda
Tusrinah dan Ayahanda Ma'mun Alie. Meskipun kedulnya tidak banyak
membantu secara materi, tetapi doa-doa mereka telah menembus ruang dan
waktu, sehingga terbukalah pintu-pintu rezeki untuk perjuangan ilmu dan
kehidupan anaknya yang telah lama meninggalkan tanah kelahiran. Terima
kasih juga kepada Bapak dan Thu Mertua, H. Hamzah dan Hj. Masdurah, di
sebuah pulau yang jauh dari Tanah Jawa ini. Terkhusus kepada keluarga kecil
penulis di Yogyakarta, seorang isteri, U swatun Hasanah, yang mendampingi
perjalanan akademik dan kehidupan pribadi penuh kegembiraan, kesabaran
dan keprihatinan luar biasa. Seringkali ia ditinggal pergi berbulan-bulan
lamanya bersama si buah hati Lautan Hesychia Hayes Usha dan Aliena Anaqu
Arung Pasisir, demi urusan mencari sesuap nasi dengan pekerjaan-pekerjaan
berat di lapangan. Mereka adalah lautan kegembiraan dan pantai keberhasilan
dalam perjalanan bersama pencarian ilmu dan penyusunan generasi lebih baik
dari sebelumnya di Yogyakarta. Untuk merekalah disertasi ini menjadi
pelajaran berarti sebagai ikatan tradisi religiusitasnya.
Pada akhimya, disertasi ini adalah "karya bersama" dari kerja banyak
orang dari lintas negeri, lintas identitas, lintas keagamaan, dan lintas keilmuan.
Tidak dimungkiri, gerak kerjanya telah melakukan praktik-praktik sosial yang
mendasarkan diri pada prinsip ''untuk kebaikan umat manusia" berwawasan
pluralisme, gender, demokrasi, dan keterbukaan. Namun, sebagai karya ilmiah,
xx
suatu kekeliruan besar bila disertasi ini tidak mendapat kritik dan masukan dari
para pembaca. Apapun yang tidak enak dilihat, tidak mudah dicerna pikiran, dan
membuat pembaca menjadi pusing saat membaca paparan tulisan ini, sepenuhnya
merupakan tanggung jawab penulis.
Dengan ketulusan hati dalam ikut memajukan dunia ilmu pengetahuan,
penulis memohon kepada pakar, teman sejawat, masyarakat, dan pembaca umum
untuk dapat memberi kritik, diagnosa, dan resep metodologi yang membangun
dan menyembuhkan kepada penulis. Semua kritik dapat disampaikan secara
langsung, telpon 08157901576, dan email [email protected]. Semoga
resep dan nasihat yang diberikan menjadi rujukan penulis dalam membersihkan
diri dari segala penyakit kesombongan intelektual.
Yogyakarta-Aceh, 23 Agustus 2007
M. Alie Humaedi
xxi
DAFTARISI
HALAMAN JUD UL . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . .. . . .. . . . . . . . . .. . . . .. . . .. . . . . . . . .. .. . . . .
1
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN . . ........................ .........
11
PENGESAHAN REKTOR . . . . . . . . . . . . .. .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. .
111
DEWAN PENGUJI..............................................................
iv
PENGESAHAN PROMOTOR . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ...
v
NOTA DINAS .... . . . . . . . . . .. . .. . .. .. . . . . . .. . . .. . .. . . . . . . . . . . . . .. .. . . . .. .. .. . . . . ..
VI
ABSTRAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
xii
PEDOMAN TRANSLITERASI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ........
xiv
KATA PENGANTAR..........................................................
xvi
DAFTAR ISi ............... ...... ...... ............ ......... .....................
xxii
DAFTAR TABEL ...............................................................
xxv
DAFTARSINGKATAN .......................................................
xxvi
DAFTAR ISTILAH........................................................... .. xxviii
DAFTARLAMPIRAN .........................................................
xxx
BABI
: PENDAHULUAN .......................................... .
A. Latar Belakang Masalah ................................ .
B. Rumusan Masalah ....................................... .
C. Tujuan clan Kegunaan Penelitian ....................... .
D. Kajian Pustaka ........................................... .
1. Hubungan Antar Agama ............................ .
2. Perebutan Sumber-sumber Ekonomi Politik ..... .
3. Dialektika Konflik ................................... .
4. Trauma Sejarah Orang-orang PKI ................ .
E. Kerangka Teori ......................................... ..
1. Pembakuan Agama Pasca Pembukaan ........... .
2. Dampak Anomi (Kesenjangan) .................... .
3. Persenyawaan Tradisi dan Mitos ................. .
4. Konflik Sosial Keagamaan Berujud Radikalisme
5. Penyebab clan Bentuk Radikalisme ............... ..
6. Menghegemonikan Ideologi ....................... .
F. Metode Penelitian ........................................ .
1. Alasan Pemilihan Lokasi dan Periode Penelitian
2. Pendekatan dan Metode Analisis ................. .
3. Teknik Pengumpulan Data ........................ .
4. Proses clan Mekanisme Analisis .................. ..
G. Sistematika Pembahasan ............................... .
xxii
1
1
6
7
8
10
14
17
20
22
25
26
28
33
36
41
45
45
52
56
59
60
BAB II
: KONDISI SOSIAL KEAGAMAAN DAN EKONOMI
POLITIK ....................................................... .
62
A. Kondisi Sosial ............................................. ..
62
1. Pewacanaan Mitos dan Fakta ........................ .
62
2. Pendidikan ............................................. ..
69
3. Kesehatan .............................................. ..
72
B. Kondisi Keagamaan ....................................... .
77
1. Perebutan Mitos Keagamaan .......................... .
77
2. Komunitas Kristen Zending dan Komunitas Sadrach 81
3. Kehidupan Komunitas Muslim ....................... .
86
4. Interaksi Sosial Penganut Islam-Kristen ............ ..
93
C. Kondisi Ekonomi Politik ................................. ..
97
1. Distribusi Pekerjaan dan Perdagangan ............. ..
97
2. Distribusi Penguasaan atau Pemilikan Tanah ...... . 109
3. Partisipasi Politik ...................................... . 116
BAB III
: PERSENYAWAAN SOSIAL KEAGAMAAN DAN
EKONOMI POLITIK ...................................... .
A. Pembakuan Mitos ....................................... ..
1. Legitimasi Spiritual .................................. .
2. Legitimasi Sosial ..................................... .
3. Legitimasi Ekonomi .................................. .
4. Legitimasi Politik .................................... ..
B. PKI dan Konversi Keagamaan .......................... .
C. Varian-varian Internal Kelompok Keagamaan ........ .
D. Praktik Produksi Ekonomi Politik ...................... .
1. Akses dan Distribusi Ekonomi ...................... .
2. Partisipasi ke Politik Nasional ..................... ..
3. Suksesi Lokal ......................................... ..
BAB IV
: TAFSffi KEAGAMAAN KONTEKS SOSIAL:
PABlllKASI KONFLIK ................................... .
A. Tafsir Keagamaan Lokal ................................ .
1. Kelompok Islam ...................................... .
a. Doa Qunut ......................................... .
b. Tahlilan ................................................. .
128
128
130
134
139
143
155
172
191
191
201
214
224
224
225
225
229
c. Slametan ................................................ . 234
d. Pemurtadan Orang Islam PKI ................... .
248
2. Kelompok Kristen .................................... .
254
a. Selasa Selapanan ..................................... .. 254
b. Benda-benda Keramat ............................. . 257
c. Pengurusan dan Penghiburan Jemaat Meninggal 260
d. Slamatan Damian Omah ........................... .. 264
e. Konversi Orang-orang PKI ...................... .
266
xxiii
B. Tafsir Ekonomi Politik Lokal .............................
271
1. Permukiman . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
272
2. Waris dan Perkawinan .................................
281
3. Harl Besar Keagamaan (Badaan-Natal).............
294
4. Sumbangan Tenaga (Sambatan dan Kerjabakti)...
297
5. Aktivitas Organisasi (Banser, Putra Altar dan PP)
299
C. Politisasi Tafsir Pembakuan Radikalisme...............
302
1. Hubungan Sosial . . . . . . . . .. .. .. . .. . .. . . . . .. . .. .. . . . . . .. .
303
2. Patron Kepemimpinan . .. . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . .. . . ..
306
3. Pewacanaan Tradisi .................................... 309
4. Kepentingan Dakwah ....................................
312
5. Kepahaman Religi . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . ... 316
BABV
BAB VI
: POLITIK DAN KONFLIK KEAGAMAAN. .. .. . . .. . . .
A. Pembakar Semangat, Dari Politik Nasional ke
Politik Keagamaan . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . .
B. Pola Persemaian Ide . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
C. Pemicu Utama Konflik . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
324
: PENUTUP . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
A. Kesimpulan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
B. Saran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
379
379
385
DAFTARPUSTAKA ............................................................
LAl\fPIRAN-LAl\fPIRAN .....................................................
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
xxiv
324
339
360
388
424
DAFTAR TABEL
Tabel 1
Tabel 2
Tabel 3
Tabel 4
Tabel 5
Aktivita Perdagangan Satu Minggu di Bulan Agustus 2005
Perbandingan Jumlah Penduduk dan Luas Tanah, 1850-2004
Keturunan Waris Kekristenan dan Waris Tanah Orang Kristen
Hubungan Sosial Keagamaan
Posisi Oposisional Penafsiran Kelompok Kristen dan Islam
xxv
107
112
113
377
378
DAFTAR SINGKATAN
ABRI
All
ANRI
BANS ER
BNI
BNZ
BPS
BTN
BFMMEC
CCA
CHCS
CHH
CNZC
DAS
DGI
DHKP
DITII
DLNH
DZV
EACC
EBTA
FPI
GK
GKI
GKJ
GMIT
GZ
IBJM
IDT
INIS
KITLV
KODM
KPR
KRT
KTP
KUA
KUD
KVLRI
Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
Angkatan Islam Indonesia
Arsip Nasional Republik Indonesia
Barisan Serba Guna
Bank Negara Indonesia
Batak-Nias Zending
Badan Pusat Statistik
Bank Tabungan Negara
Board ofForeign Mission ofthe Methodist
Episcopal Church
Christian Conference ofAsia
Christelijke Hollands Chinese School
Chung Hwa Hui
Comite voor Nederlandsche Zending Conferentien
Daerah Aliran Sungai
Dewan Gereja Indonesia
Daftar Himpunan Ketetapan Pajak Pembayaran
Darul Islam Tentara Islam Indonesia
Departement van Landbouw, Nijverheid en Handel
Utrechtsche Doopsgezinde Zendingsvereeniging
East Asia Christian Conference
Evaluasi Be/ajar Tahap Akhir
Front Pembela Islam
Gereja Kerasulan
Gereja Kristen Indonesia
Gereja Kristen Jawa
Gereja Misi Indonesia Timur
Gereformeerde Zending
lnlandsche Bevolking op Java en Madoera
lntens Desa Tertinggal
Indonesian-Netherlands Cooperation in Islamic
Studies
Koninklijk lnstituut voor Taal-, Land- en
Volkenkunde
Komandan Operasional Distrik Militer
Kredit Perumahan Rakyat
Kanjeng Raden Temenggung
Kartu Tanda Penduduk
Kantor Urusan Agama
Koperasi Unit Desa
Veteran Legiun Republik Indonesia
XXVl
LJ
LMS
MAI
MI
MMI
MO
NBG
NGZV
NIOD
NU
NZG
NZV
PA
PDI
PGA
PGI
PKB
PKI
PKS
PNI
pp
PPA
PPKDTU
PPP
PSII
REC
RMG
SBM
SD
SDA
SDS
SDI
SI
Sii
SMP
SRI
SRPMI
SS
THKTKH
UIN
UKM
UPT
WARC
wee
YPI
YPK
Laskar Jihad
London Missionary Society
Madrasah Arrabithah Jslamiah
Madrasah lbtidaiyyah
Maje/is Mujahidin Indonesia
Memorie van Overgave
Nederlands Bijbelgenootschap
Nederlands Gereformeerde Zendings Vereeniging
Netherland lnstituute voor Oorlog Documentatie
Nahdhatul Ulama
Nederlands Zendelinggenootschap
Nederlandsche Zendingsvereeniging
Pengajaran al-Kitab
Partai Demokrasi Indonesia
Pendidikan Guru Agama
Persekutuan Gereja Indonesia
Partai Kebangkitan Bangsa
Partai Komunis Indonesia
Partai Keadilan Sejahtera
Partai Nasionalisme Indonesia
Persekutuan Pemuda
Petugas Penyuluh Agama
Pusat Pendidikan Kristen-Tata Laksana Umum
Partai Persatuan Pembangunan
Partai Syarikat Islam Indonesia
Reformed Ecumenical Council
Rheinische Mission Gesselschaft
Swiss Basler Mission
Sekolah Dasar
Sumber Daya Alam
Serajoedal Stoomtrammaatschappij Archives
Syarikat Dagang Islam
Sarekat Islam
Syarikat Islam Indonesia
Sekolah Menengah Pertama
Sekolah Rakyat Islam
Sekolah Rakyat Partikelir Ma 'had Islam
Staatsspoorwegen
Tiong Hoa Kie Tok Kau Hwee
Universitas Islam Negeri
Usaha Kecil Menengah
Unit Perpustakaan Terpadu
World Aliance ofReformed Churches
W~rld Council of Churches
Yayasan Pendidikan Islam
Yayasan Pendidikan Kristen
xxvn
DAFTAR ISTILAB
abah
afdeling
ajengan
babad (t) alas
bagen
banjar
barzanzian
belijelas
bid'ah
ciblek
Cina lole
dandanomah
dedemit
dipendet kaya babi
gembel-wedus
gilingpitu
gotrok
guyuprukun
haqqul yakin
ibtidaiyah
idul milad mubarak
jihad fl sabilillah
kali asat
kekehagama
klasir
kolekte
koral
laku
langgar
larangan
lulungan 7 macam
malik kelasa
maruh/paruhan
manutan
mutawatir
ngabei
Bapak
Kecamatan/sewilayah di bawah karesidenan
Kiai (biasa digunakan untuk masyarakat Sunda)
Penebangan dan pembukaan hutan
Sistem keuntungan dari pembagian hasil dalam
jumlah tertentu
Persawahan
Pembacaan manakib majmua' syarifdi kaum NU
Tidakjelas
Hal-hal yang baru dan menyesatkan
Gadis kecil berprofesi semacam pelacur
Penjulukan untuk Cina yangjelek
Memperbaiki rumah
Hantu/siluman
Ditarik seperti babi
Rambut gimbal
Bunga setaman yang dicampur untuk ritual
Sejenis lori tak berdinding
Damai dalam hidup berkelompok
Sangat yakin
Pennulaan, sebuahjenjang pendidikan madrasah
Harl natal, seperti Kristen ortodok
Berjuang di jalan Allah, prinsip keislaman
Sungai kering
Kuat beragama
Belanda, petugas pemungut pajak
Uang persembahan
Batu pecahan dari gunung untuk bangunanrumah
Perilaku, tindakan terus menerus ritual kejawen
Mushalla, tempat shalat kaum muslim
Wilayah pesisir
Tujuh jenis macam makanan
Upacara membalik tikar, sebagai tanda selesainya
ritual
Sistem ekonomi yang menitip dan membagi hasil
keuntungan
Penurut dan patuh terhadap orang lain
Benar yang bersambung dalam transfer
penyampaian berita
Patih dari suatu wilayah
xxviii
ngelmu
nyai
nyanya
ojodumeh
pangrehpraja
paseban
Pehcun
penatua
pepantan
petua (suhu)
pisah
puputan
rabbi raiyya
rahmatan lil alamin
raman
rente
samadya
selasa salapanan
serbaneka
seunukan
sicli
sungkem
tahlil
talqin
tataran
tayub
tawasul
trah
tumpehg ingkung
UJungan
walandang
wingit
wulangmaca
wawoan
Mencarl dan mendalami ilmu dalam kejawen
Julukan wanita simpanan (gundik) atau selir
Sangkaan
Tidak menyombongkan diri dan tidak kaget
Pamongpraja, aparat pemerintahan lokal
Tempat pertemuan abdi dalem
Harl raya yang berhubungan dengan air
Sesepuh dalam sistem majelis gereja
Cabang suatu majelis gereja yang hampir mancliri
dan dipersiapkan untuk menjadi majelis gereja
Sesepuh dalam kelompok Cina
Tradisi memisahkan diri
Upacara tujuh hari kelahiran bayi
Tuhan maha melihat, Yesus K.ristus
Ralunat bagi alam semesta
Jumlah atau hasil penjualan awal suatu komoditas
Hutang berbunga, dan kadang bunga dihitung
berbunga lagi
Menerima apa adanya, realistis, tidak ambisius
Harl Selasa dalam putaran 35 harl sekali dalam
kelompok Sadrach
kapur untuk menulis tataran
Sebukit atau sederetan perkampungan bergunung
Keanggotaan Kristen yang telah dibaptis
Setengah bersujud, wujud penghormatan
Mengucapkan doa-doa dan puji-pujian
Mendoakan mayit
Papan tempat untuk menulis, seperti buku
Seni Pertunjukan sejenis ronggeng, hiburan yang
membawa wanita
penghibur
Menjadikan sesuatu menjadi perantara
Garis keturunan darl keluarga besar
Daging ayam muda yang dipanggang untuk ritual
Upacara meminta hujan
Anak buah, biangkerok dan juru pukul
Penuh misteri karena keangkeran dan bahaya
Mengajar baca tulis ·
Berdamai dengan mengaitkan masing-masih ibu jarl
xxix
DAFfAR LAMPIRAN
Lampiran I Sembilan Keturunan Inti Kristenisasi Sadrach di Pedesaan
Lampiran II Murid dan Anak Murid Sadrach di Kasimpar
xxx
424
433
I
BABI
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia Indonesia adalah produk agama, modernitas, dan adat istiadat
1
nenek moyangnya, bukan sekadar produk sejarah, lingkungan sosial, dan alam
semesta. Aspek-aspek kehidupan manusia dalam masyarakat selalu berhubungan
dengan tiga bahasa itu. Pendapat lbnu Khaldun tentang hubungan erat antara
pribadi dan budaya seseorang di masyarakat amat relevan untuk membahasakan
posisi bipolar dan siklus kebudayaannya. 2 Karena itu, perkembangan kepribadian
seseorang tidak pernah lepas dari "budaya lingkungan" yang dihasilkan oleh
pergumulan tiga bahasa di tempat ia berada, sebagaimana pendapat Ralp Linton. 3
Apabila budaya di sini dipahami sebagai suatu konstruksi kombinasi yang
multidimensi, yaitu latar belakang suku, agama, lingkungan sosial budaya, dan
alam, maka proses keragaman pemahaman atas sesuatu dapat dicirikan pada
proses integrasi berbagai budaya yang dimiliki dan dibawa oleh tiap-tiap anggota
1
Bernard T Adeney-Risakotta, Etika Sosial Lintas Budaya (Yogyakarta: Kanisius, 2002),
him. 125-140.
2
Muhammad A.S Hikam, "Epilog" dalam Gus Dur Menjawab Perubahan Zaman:
Kumpu/an Pemikiran KH Abdurrahman Wahid Presiden ke-4 Republik Indonesia (Jakarta:
Kompas, 1999), him. 5-7.
3
Ralp Linton, The Study of Man (New York: Appleton-Century-Crofts, 1976), him. 24.
Hampir sama dengan teori Linton, Sheldon menyatakan bahwa kepribadian individu sangat
dipengaruhi oleh kepribadian sosial pada umumnya. Hal seperti ini diwariskan dari kebiasaan yang
sama saat penyapihan ibu kepada anaknya. W.H Sheldon, The Varieties of Temperament: A
Psychology ofConstitutional Differences (New York: Harper and Brother, 1942).
1
2
masyarakat. Dengannya, sistem sosial4 masyarakat akan terbentuk sesuai
kesepakatan tidak tertulis yang dipegang dan dijalankan secara bersama-sama. 5
Termasuk di dalamnya saat mencermati hubungan antar penganut agama dalam
sebuah konteks ruang wilayah.
Hubungan antar penganut agama pada tiap-tiap konteks ruang niscaya
berkaitan erat dengan keunikan masing-masing tradisi budaya, dimana kaitan itu
bersumber pada dua persoalan. Pertama, sejauhmana nilai agama dan budaya
dihayati secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama, dan bagaimana
realitas keduanya diimplementasikan dalam pola pemahaman dan penafsiran
keagamaan. Kedua, bagaimana agama dalam berbagai pahamnya menjadi driving
integrating motive yang dapat memberi semangat bagi tumbuhnya partisipasi
sosial pada masyarakat yang sedang berubah, khususnya saat pengaruh-pengaruh
modernitas dari gerakan keagamaan, lembaga pendidikan, ekonomi pasar, dan
institusi politik telah masuk. Penerimaan masyarakat atas unsur luar itu banyak
ragam dan cara. Semuanya menjurus pada konsep dinamika perubahan sosial.6
Perubahan sosial tidak melulu dimulai dari pola integrasi, di dalamnya
memungkinkan pula pola-pola konflik lebih condong menghiasi interaksi anggota
4
Sistem sosial (social system), pengertian sederhana dari Parson, semua aktivitas tingkah
laku berpola yang telah membudaya dalam interaksi manusia dalam suatu masyarakat. Talcott
Parson, The Social System (Glencoe: Free Press, 1951), him, 16-18.
5
6
Ibid., him. 21.
Perubahan sosial (social change), perubahan pada lembaga sosial dalam suatu masyarakat
yang mempengaruhi sistem sosialnya, nilai-nilai, sikap-sikap, dan pola-pola perilaku individu dan
kelompok-kelompok. Faktor internal yang mungkin menyebabkan terjadinya perubahan adalah: l)
bertarnbah atau berkurangnya penduduk; 2) penemuan-penemuan barn; 3) konflik dalam
masyarakat, seperti terjadinya pemberontakan atau revolusi. Adapun sebab-sebab ekstemal antara
lain: perang, pengaruh kebudayaan dan keagamaan masyarakat lain, dan sebab-sebab yang berasal
dari lingkungan fisik. Ibid, hlm. 59-68. Juga diambil dari Anidal Hasjir, dkk., Kamus Istilah
Sosiologi (Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2003), hlm. 81.
3
masyarakat. Konflik tidak harus diartikan dalam bentuk kekerasan nyata secara
fisik, tetapi juga praktik-praktik mental dan budaya dari kesenjangan atau anomi
terhadap partisipasi sosial keagamaan dan ekonomi politik pun merupakan bagian
tidak terpisahkan dari konflik itu sendiri. Dalam perjalanannya, ada konflik yang
bisa diselesaikan melalui pendekatan-pendekatan basis sosial yang dimiliki seperti
tradisi, mitos, ideologi, dan agama. Ada juga dari peran serta atau keterlibatan
pihak-pihak berkuasa dan patron kepemimpinannya. Namun, banyak juga konflik
yang tidak dapat diselesaikan melalui dua cara di atas, tetapi sekadar didiamkan
atau diendapkan sedemikian rupa, sehingga menjadi akar potensial dari konflik
kekerasan berikutnya, bila di saat-saat kemudian ada faktor dan komponen pemicu
yang mengotak-atik endapan potensi konflik di masyarakat itu.
Fenomena dan model konflik di atas sedikit banyak mewarnai hubungan
antar penganut Islam Kristen di pedesaan Dieng, khususnya di Kasimpar dan
Karangkobar. Perebutan sumber-sumber ekonomi politik begitu terasa mengikuti
persaingan dan konflik sosial keagamaan. Dalam lintasan sejarahnya, ketegangan
kerap terjadi tidak hanya dilakukan oleh dua kelompok penganut keagamaan
berbeda itu, tetapi juga di dalam kelompok keagamaannya masing-masing, baik
berupa paham dan organisasi keagamaan maupun varian-varian internal. Konflik
dapat saja terjadi secara spontan tanpa alasan jelas, lalu mereda oleh sebab yang
tidak jelas pula. Secara praktis, masyarakat memendam konflik beserta penyebabpenyebab sebelumnya ke suatu titik di persimpangan jalan interaksi sosial mereka.
Beberapa praktik pisah diambil sebagai kompensasi dari pemendaman konflik itu.
4
Meskipun, ada juga beberapa individu dan kelompok masyarakat dan keagamaan
yang terus menerus mempromosikan indahnya kehidupan bersama di pedesaan.
Perebutan dan persaingan sumber-sumber ekonomi politik di masyarakat
adalah sesuatu yang lumrah terjadi, karena aktivitas ini adalah bagian pergulatan
kehidupan manusia sebagai homo economicus dan homo politicus. Kelumrahan itu
dianggap wajar bila tidak menimbulkan pertentangan sengit yang mengganggu
7
interaksi dan solidaritas sosia1 masyarakat. Lebih-lebih, bila tafsir-tafsir dan
kepentingan keagamaan pun dipaksa-paksa masuk untuk memuluskan pencapaian
kepentingan ekonomi politik kelompok tertentu di dalam masyarakat.
Beberapa desa di sepanjang pegunungan Dieng-Slamet Jawa Tengah,
seperti Kasimpar dan Karangkobar, sumber-sumber ekonomi politik masyarakat
lebih banyak dikuasai orang-orang Kristen. Fenomena semacam ini tentu berbeda
dengan fenomena di pedesaan Jawa pada umumnya, di mana sumber-sumber
ekonomi politik kebanyakan dikuasai orang-orang Islam. Hal ini tentu
berhubungan dengan soal Islam sebagai agama mayoritas penduduk di Indonesia,
khususnya Jawa. Adalah hal luar biasa bila orang Kristen, sebagai minoritas,
mampu menguasai sumber-sumber ekonomi politik, sekalipun hanya di satu atau
tiga pedesaan saja termasuk Kasimpar.
Penguasaan sumber-sumber ekonomi politik oleh orang-orang Kristen di
Kasimpar berkaitan erat dengan legitimasi-legitimasi yang didapatinya dari mitos
dan fakta sosial para pem-babad alas. Pem-babad alas ini adalah Kiai Sadrach
dan beberapa orang muridnya. Mereka membuka permukiman baru bagi
7
Solidaritas sosial, rasa bersatu antara warga masyarakat dalam hal pendapat, perhatian,
dan tujuan. Koentjaraningrat, Kamus /stilah Antropologi (Jakarta: Diknas, 2003), him. 221.
5
kelompok "Wong Kristen Kang Mardika" atau Kerasulan Jawa selain di
Karangyoso, setelah kasus penangkapan Sadrach di Bagelen tahun 1881.
Pembukaan beberapa desa di pegunungan Dieng sedikit banyak membantu
program kebijakan tanam paksa Belanda untuk memenuhi permintaan pasar
melalui pelabuhan Cilacap. 8 Pembukaan wilayah Kasimpar berarti membuka
kawasan atau enclave keagamaan dari para pembuka, yaitu Kristen. Merekalah
yang pertama kali berhak mendapatkan fasilitas atas sumber-sumber ekonomi
politik, beserta pembakuan dan penguasaan mitos-mitos sosial dan legitimasinya.
Status quo atau nilai dominan dalam banyak aspek tentu dipertahankan
sebagai bagian tidak terpisahkan dari kehidupan generasi berikutnya, tanpa
terkecuali ketika Kristen Kerasulan harus diakuisisi menjadi Gereja Kerasulan
Jawa (GKJ). Akuisisi ini adalah bentuk pengakuan orang Kristen Kerasulan atas
"modernitas" seperti bahasa Bernard Adeney Risakotta. Bagaimanapun berbeda,
antara ''tradisi" Kristen Kerasulan dengan "modernitas" Kristen GKJ, tidak begitu
menimbulkan polemik dan potensi konflik hebat. Beberapa varian internal
memang muncul dari perjumpaan semacam ini, tetapi tiap-tiap varian tidak begitu
bersebelahan karena masih terikat dalam identitas kekristenan. Karena itu, mereka
masih bisa berbagi sumber-sumber ekonomi politik dalam interaksi sosialnya.
Sikap seperti di atas jauh berbeda dengan sikap orang Kristen terhadap
orang-orang Islam, demikian pula sebaliknya. Ketidakadilan dalam akses dan
distribusi sumber-sumber ekonomi politik yang dirasakan orang-orang Islam telah
memicu potensi konflik berkepanjangan. Selain picuan internal masyarakat,
Susanto Zuhd~ Cilacap: Bangkit dan Runtuhnya Suatu Pe/abuhan di Jawa, 1830-1942
(Jakarta: KPG, 2002), him. 3-9.
8
6
kehadiran sistem9 Pesantren Wonopringgo Pekalongan yang mengusung isu-isu
sosial keagamaan sebagai komponen luar semakin memperkeruh suasana konflik
masyarakat. Tidak hanya konsep islamisasi dalam arti internal berupa revitalisasi,
sistem Wonopringgo juga telah membawa muatan dan kepentingan politik
kepartaian (PKB),
ketarekatan (Naqsyabandiyah),
serta kepahaman dan
keorganisasian keagamaan (NU) yang mengarah pada konsep islamisasi ekstemal
bersifat revivalisme dalam bentuk radikalisme keagamaan. Konsep ini sedikit
banyak mengganggu kristenisasi dalam dua makna (internal dan ekstemal),
tradisi-tradisi sosial Kristen seperti naluri, juga status qua atas kepemilikan
dominan sumber-sumber ekonomi politiknya. Karena itu, pembuktian teoritis
bahwa konflik tidak melulu didorong oleh picuan kondisi internal masyarakat,
tetapijuga dipicu oleh kondisi ekstema1 10 begitu terasa dalam fenomena dan fakta
sosial yang terjadi di masyarakat Kasimpar dan Karangkobar ini.
B. Rumusan Masalah
Riset disertasi ini terdiri dari empat permasalahan. Pertama, bagaimana
kelompok-kelompok keagamaan Kristen dan Islam dalam dinamika sejarahnya
saling berjumpa dan berkonflik dalam konteks pedesaan Kasimpar dan
Karangkobar? Kedua, mengapa simbol-simbol keagamaan dikemas untuk
menafsirkan fakta-fakta sosial dan mitos baku dalam perebutan sumber-sumber
ekonomi politik? Ketiga, bagaimana sejarah pewarisan trauma mantan orang9
Menunjuk makna pada ketercakupan dari semua aspek di dalam pesantren, baik bersifat
fisik material maupun non fisik (immaterial).
w Dewi Fortuna Anwar, dkk. (ed.), Konflik Kekerasan Internal. Tinjauan Sejarah, Ekonomi
Politik, dan Kebijakan di Asia Pasifik (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, LIPI, Laserna CNRS,
KITLV, 2005), him. xii.
7
orang PK.I 1965 mempengaruhi hubungan sosial kelompok keagamaan? Keempat,
bagaimana konflik sosial dari bekerjanya radikalisme keagamaan dalam
kehidupan masyarakat di pedesaan?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Penelitian ini mempunyai beberapa tujuan. Pertama, menjelaskan
hubungan sosial keagamaan para penganut Islam dan Kristen di pedesaan
Kasimpar dan Karangkobar dalam lintasan sejarah sosial. Aspek keagamaan tidak
pemah lepas dari faktor-faktor di luar dirinya Proses dialektika berlangsung dari
hasil gerakan keagamaan dan sosial di masa lalu. Tan.pa kecuali ditemukannya
alat negosiasi dan legitimasi masyarakat berupa pembakuan tradisi dan mitos.
Kedua, menemukan hubungan antara aspek ekonomi politik dengan konflik sosial
keagamaan. Bentuk penafsiran agama terhadap fakta-fakta sosial dan mitos baku
menjadi wujud revitalisme keagamaan. Saat itulah penguraian hubungan faktorfaktor eksternal dengan konflik internal masyarakat dimungkinkan terjadi. Ketiga,
menjelaskan "budaya kekerasan" melalui pewarisan trauma peristiwa sapu bersih
orang-orang PK.I dan persoalan konversi mereka ke Kristen. Keempat, memetakan
pola dan bentuk, serta menjelaskan bekerjanya radikalisme keagamaan dalam
aktivitas perebutan sumber-sumber ekonomi politik dan paham keagamaan.
Selain itu, hasil penelitian ini secara praktis dapat memberikan model for
bagi konflik keagamaan semacam di wilayah-wilayah lain di Indonesia.
Argumentasi model of dalam diskursus thick description Clifford Geertz dari
kasus konflik di pedesaan ini menjadi terobosan dan temuan potensial bagi
pengembangan studi sosiologi politik keagamaan di Indonesia Selama ini kajian
8
semacam tersebut lebih banyak disentuh oleh ilmuan-ilmuan Barat. Penelitian ini
adalah satu upaya pemetaan mendalam atas kecenderungan-kecenderungan politik
keagamaan Islam. Karena itu, bukan sekadar argumentasi dakwah atau islamisasi
saja yang ditemukan, tetapi prinsip mutualisme berbagai kepentinganpun begitu
kentara di dalam pergumulan dan hubungan antar agama di tingkat lokal.
D. Kajian Pustaka
Pada awalnya, penelitian ini hampir mirip dengan penelitian Sumartana I I
Kecocokan soal Kiai Sadrach menjadi semacam argumentasi dasar sambungan
kajian seperti yang telah diusahakannya. Sumartana dan kajian ini sama-sama
berpijak pada pribumisasi Kristen Komunitas Sadrach beserta pembauran yang
dilakukan aktivitas organisasi-organisasi keagamaan. Aspek kesejarahan lokal
menjadi unsur analisis hubungan antar agama. Perbedaan paling nyata terletak
pada konsepsi hubungan antar agama dalam kaitannya dengan unsur ekonomi
politik dan beberapa mitos, fakta sosial, serta trauma orang-orang PKI.
Masalah ekonomi politik beserta pergulatan di dalamnya penting diajukan
sebagai bahan analisis pokok dari hubungan komunitas keagamaan Islam dan
Kristen. Istilah ekonomi politik mencakup semua hal dalam dua pengertian itu.
Implikasinya bahwa aspek ekonomi dan politik lebih penting daripada faktorfaktor lain, memang dimaksudkan demikian. Kajian aspek di bidang ekonomi
tertumpu pada masalah kepemilikan tanah dan distribusi produksi. Sebaliknya,
aspek politik meliputi persoalan partisipasi politik lokal dan nasional, juga
11
Sumartana, Mission at the Crossroads: Indigeneous Churches, European Missionaries,
Islamic Association and Socio-Religious Change in Java I 8 I 2-1936 (Jakarta: Inside, 1993).
9
mencakup pengertian politik keagamaan. Ruang lingkup ekonomi politik pernah
diterapkan Hefner12 saat penelitian di pegunungan Tengger. Ada kecenderungan
Hefner mengikuti pola yang dilakukan Clifford Geertz 13 sebelumnya. Bagi
keduanya, kepemilikan tanah sebagai upaya memetakan status sosial dan
partisipasi politik kepartaian. 14 Tanpa dimungkiri, disertasi ini mempunyai
kemiripan dalam pijakan etnografi dan model penghubungan aliran keagamaan
dengan involusi pertanian. Tetapi, ada satu langkah lebih maju yang hendak
ditawarkan, yaitu mempertemukan tanah, simbol agama, dan politik kepartaian
dalam gerak radikalisme keagamaan.
Unsur penguasaan sumber-sumber ekonomi politik yang berpengaruh pada
aspek keagamaan dikuatkan melalui pembakuan mitos dan fakta sosial. Dinamika
pergulatan sosial dan keagamaannya sangat kentara dalam kehidupan masyarakat
Kasimpar dan Karangkobar. Rangkaian pemenangan dalam perebutan aspekaspek itu dilakukan secara unik oleh kelompok Islam atas nama agama Pola
gerakannya berbeda dengan pola islamisasi dalam konsepsi learning processes
yang ditawarkan Siebert, 15 atau islamisasi berpola penguatan lembaga Islam
12
Robert W. Hefuer, Geger Tengger: Perubahan Sosial dan Perkelahian Politik
(Yogyakarta: LKiS, 1999).
13
Clifford Geertz, The Religion ofJava (Glenceo: The Free Press, 1960).
14
Hefuer menghubungkan partisipasi politik dengan peran para pemilik tanah terhadap para
penggarapnya. Ada semacam kesepakatan tidak tertulis bahwa afiliasi politik penggarap sama
dengan tuannya. Karena itu, keragaman pilihan politik tergantung kepada tuan tanah. Tuan tanah
pun menentukan pilihannya berdasarkan aspek keuntungan, atau juga paksaan dari struktur lebih
atasnya, yaitu pemerintah melalui KUD setempat. Geertz juga melihat involusi pertanian
berpengaruh terhadap partisipasi politik tuan tanah dan para penggarapnya. Di samping itu,
kelebihan Geertz juga berusaha menghubungkan masalah kepemilikan tanah dengan aliran-aliran
keagamaan, khususnya melalui sistem nilai dan tipe ideal yang ditawarkannya. Ibid hlm. 120-126.
15
Rudolf J. Siebert, The Critical Theory of Religion the Frankfort School, From Universal
Paradigmatic to Political Theology (New York: Mouton Publisher, 1985), him. 47-49.
10
seperti Riaz Hassan, 16 gerakan pemurnian Islam seperti penelitian Abdul Munir
Mulkhan/ 7 atau tradisionalisme radikal NU yang dipopulerkan Nakamura; 18
Proses persaingan untuk memenangkan perebutan semua aspek dalam penelitian
ini mengarah kepada "zero sum game", yaitu konsep kekuasaan sebagai terbatas
dan dibagi, sehingga kalau satu kelompok maju, berarti kelompok lain rugi.
Garis besarnya, penelitian dengan konsepsi zero sum game di atas berbeda
dengan kajian-kajian yang pemah dilakukan. Beberapa kajian perlu dipaparkan
dalam pemerian kasus berikut ini.
1. Hubungan Antar Agama
Rangkaian gerakan keagamaan kerap berujung pada penyebaran agama,
usaha mendialogkan (antar) agama, dan dialog agama dengan kehidupan sosial
setempat. Penyebaran agama dapat dipahami dan dilakukan secara tradisional.
Dalam arti agar orang belum beragama dan beragama lain dapat mengikuti agama
yang disebarkan pihak tertentu. Dialog agama selain diartikan memahami
perbedaan, juga dapat diartikan sebagai "proses penyelamatan, perlindungan diri,
dan bahkan pencarian massa baru dengan menunjukkan aspek kehidupan yang
baik." 19 Sebaliknya, mendialogkan agama dengan aspek sosial melahirkan ban.yak
ragam konsep. Ada pribumisasi, akomodasi, akulturasi, asimilasi dan lainnya.
Masalah semakin berkembang bila di daerah tertentu ada sekelompok komunitas
16
Riaz Hassan; Islam dari Konservatisme sampai Fundamentalisme, terj, Ahmad Haikal
dan Amin Rais (Jakarta: Rajawali, 1985).
17
Abdul Munir Mulkhan, Islam Murni di Masyarakat Petani (Yogyakarta: Bentang, 2000).
18
Greg Fealy dan Barton, Jjtihad Politik Ulama, Sejarah Nahdlatul Ulama 1952-1967
(Yogyakarta: LKiS, 2003). Koleksi lain: Mitsuo Nakamura, Bulan Sabit Muncul dari Balik Pohon
Beringin, terj. Khunaefi (Yogyakarta: Universitas Gajah Mada Press, 1983).
19
Hans Kung (ed.), Islam: A Challenge for Christianity (London: SCM, 1994), hlm. 66.
11
keagamaan yang mampu dan lebih dahulu menguasai aspek-aspek sosial
khususnya dalam hal sumber-sumber ekonomi politik.20 Ada pula argumen bahwa
nenek moyang mereka yang Kristen menjadi cikal bakal pendiri desa. Meskipun,
mereka mayoritas di desa, tetapi secara nasional mereka bagian dari minoritas.
Dalam kondisi pedesaan semacam ini, masihkah diperlukan dialog dan pola baru
keagamaan seperti kristenisasi terhadap massa Islam, atau sebaliknya?
Kristenisasi di pedesaan Jawa oleh zending dan Komunitas Sadrach telah
banyak dikaji. Gulliot (1985) misalnya, ditekankan pada perjuangan pengabar
pribumi di masa penjajahan yang berdiri pada dua pilihan budaya berbeda, Eropa
dan Jawa. Sinkretisme diberi ruang kebebasan dalam Kerasulan dengan tidak
menggunakan dogmatisme ketat. Dalam kajian Gulliot, kegagalan kristenisasi
zending Eropa menjadi argumen dasar munculnya pengabar pribumi. Kehadiran
pengabar pribumi Sadrach dipaparkan secara antusias sebagai pelopor gerakan,
berikut perbedaan ajaran yang dibawa. 21 Waiau berbeda ajaran, Sadrach tetaplah
"bibit yang tumbuh" seperti kesimpulan penelitian yang diambil Partonadi.22
20
Max Weber, The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism (New York: Scribners,
1958), him. 78-82.
21
Penelitian Gulliot tidak memaparkan secara jelas jejak langkah dan penerimaan
masyarakat terhadap Sadrach di berbagai daerah dalam rentang kesejarahan berbeda. Gulliot hanya
tertarik pada kasus Karangyoso Bagelen dan Keresidenan Pati, kurun waktu tahun 1820-1900. C.
Gultiot, Sadrach: Riwayat Kristenisasi di Jawa, terj. Rahadi Rinduan (Jakarta: Grafiti, 1985).
22
Menindaklanjuti penelitian Gulliot, Partonadi meneliti perbandingan sejarah zending
pribumi dengan zending asing. Ia sering menyebut pengabar pribumi dengan "bibit yang tumbuh".
Secara detail dijelaskan akar sejarah sosok Sadrach dan jemaatnya, baik ciri khas, isu-isu maupun
sumbangan kontekstual terhadap gereja Kristen secara umum. Kedalaman kajian tentang gereja
seringkali melupakan aspek hubungan dengan budaya lokal dan agama lain. Tulisan ini terjebak
dalam wajah keberagamaan Kristen dengan berusaha mencari kejelekan Islam. Argumen ini
tampak jelas saat ia menerangkan salah satu sebab mengapa Radin keluar dari Islam dan menjadi
Sadrach Suryopranoto (Partonadi, him. 52-54). Penelitian inijuga berada pada subyektivitas tinggi
yang "rnengkultuskan" pribadi dan keluarga Radius Prawiro dan Yayasan Kinasih. Soetarman
Soedirnan Partonadi, Komunitas Sadrach dan Akar Kontekstualnya, Suatu Ekspresi Kekristenan
Jawa pada Abad XIX, terj. Widi Herjati Rahadi (Yogyakarta: Taman Pustaka Kristen-BPK, 2001).
12
Sebagai bibit tum.huh, Kerasulan Sadrach mengakomodasi berbagai unsur sosial
yang dianggap baik oleh masyarakat setempat seperti diungkap Sumartana.23Bagi
Sumartana, tarik menarik pembauran antara agama dan budaya lokal terjadi juga
pada gerakan sosial keagamaan organisasi-organisasi Islam. Dampak dari
pembauran ini menjadi stimulus hubungan antar agama di lokal-lokal tertentu. 24
Islamisasi untuk kasus pedesaan Dieng menjadi efek balik atas berlakunya
kristenisasi. Islamisasi dalam pengertian ini dapat bermakna ganda, seperti dalam
penelitian Riaz Hassan, yaitu mengislamkan orang non-Islam dan pembentukan
masyarakat Islam dalam arti penguatan dan perluasan lembaga keagamaan. 25
Hassan meneliti bahwa pemilikan tanah yang luas dan persekutuan politik antara
organisasi Islam dengan negara di Pakistan menjadikan pemimpin agama Islam
sebagai kekuatan ekonomi politik di masyarakat. Posisi struktural itu berpengaruh
besar bagi aksessibilitas ekonomi, politik, dan keagamaan di pedesaan.
26
Hassan
telah berhasil menghubungkan islamisasi dengan aspek politik kebangsaan;
Sebaliknya, dalam sudut pertemuan agama dengan entitas lokal, maka penelitian
Mark Woodward mendapatkan porsinya.
Islamisasi, bagi Woodward, adalah proses keberlangsungan penyebaran
agama di Nusantara dari jalur perdagangan dan pertemuannya dengan kondisi
23
Th. Sumartana, Mission at the Crossroads, him. 39.
24
Proses islamisasi organisasi sosial dan keagamaan berupa perdagangan dan pendidikan SI
dan Mlihafilfuadiyah meiijadi rujliklin pula dari strategi pembauran (aktilturasi) kekristenan dan
pribumi. Harns diakui bahwa kekaryaanjemaat Kristen berjalan lebih dahulu. Ibid, him. 104-109.
25
Riaz Hassan, Islam dari Konservatisme sampai Fundamentalisme, terj. Baikal H (Jakarta:
Rajawali, 1985), him. 5-11.
26
Dengan sistem biradari atau trah luas menandai organisasi kekerabatan Muslim, sanak
keluarga menjadi ahli waris dari status ekonomi politiknya. Melalui perkawinan dengan anggota
keluarga dekat dan persekutuan sosial dengan kaum Zamidar, mereka menjadi inti masyarakat
Muslim yang menduduki posisi berpengaruh dalam struktur sosial masyarakat, ibid, him. 64-65.
13
internal masyarakat yang dilewati.27 Dalam perkembangannya, akulturasi atau
biasa disebut akomodasi28 Islam dengan budaya lokal mewarnai pencitraan
keberagamaan Islam. Kekuatan ekonomi dan kerinduan kelompok elite
masyarakat pasca Hindu untuk tetap berada di struktur penguasa memberi
kemudahan bagi proses islamisasi. Proses islamisasi seperti ini terkondisikan
melalui pertemuan antar budaya Jawa-Hindu, Islam, dan Cina seperti dalam
penelitian Lombard. 29 Karenanya, islamisasi berkaitan dan berjalan selaras antara
dinamika sejarah dengan fungsi sosial yang ada di masyarakat.
Islamisasi dalam arti kedua seperti ditawarkan Riaz Hassan dapat terwakili
melalui penelitian Munir Mulkhan mengenai pemumian Islam masyarakat petani
oleh aktivitas organisasi Muhammadiyah. Dalam beberapa segi, Munir Mulkhan
setuju dengan Riaz Hassan dalam proses urbanisasi dan politik kekuasaan, tetapi
mengenai learning processes30 ia membalikkan bahwa learning processes tidak
mesti membawa pada gerakan islamisasi3 1 atau pemumian Islam petani
27
Mark R Woodward, Islam in Java: Normative Piety and Mysticism in the Sultanate of
Yogyakarta (New York: Henry Schuml, 1989). Beserta terjemahannya, Islam Jawa: Kesalehan
Normative versus Kebatinan, terj. Saiful Hadi (Yogyakarta: LKiS, 1989).
28
Akomodasi adalah suatu proses ke arah tercapainya persepakatan sementara yang dapat
diterima kedua belah pihak yang tengah bersengketa. Prosesnya melalui cara pemaksaan
(coercion), kompromi (compromise), perantaraan (mediation), penengahan (abritate), peradilan
(adjudication), pertenggangan (toleranation), dan perimbangan kekuatan (stalemate). J. Owi
Narwoko dan Bagong Suyanto (ed.), Sosiologi: Teks Pengantar dan Terapan (Jakarta: Kencana,
2004), him. 59-61. Di kalangan NU, sifat akomodatif sangat tampak. Hasyim Muz.adi, Nahdlatul
Ulama di Tengah Agenda Persoalan Bangsa (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999).
29
Denys Lombard, Nusa Jawa: Silang Budaya, terj. Winarsih Partaningrat Arifin (Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama; Forum Jakarta Paris; dan Ecole fran~aise d'Extreme-Orient; 200.S).
30
Rudolf J. Siebert, The Critical Theory, him. 51-55. Peter L. Berger, Langit Suci: Agama
sebagai Realitas Sosial, terj. M. Fanani (Jakarta: LP3ES, 1991), him. 22.
31
Mitsuo Nakamura, Bulan Sabit, him. 112; dan Riaz Hassan, Islam dari Konservatisme,
him. 24-27.
14
Muhammadiyah.32 Bagi Kuntowijoyo, Munir Mulkhan telah berani memetakan
anggota Muhammadiyah dan pribumisasi Islam ke dalam empat varian, Varian itu
adalah Islam mumi (kelompok al-lkhlas), Islam mumi yang tidak mengerjakan
tetapi toleran atas praktik TBC (kelompok Kiai Dahlan), neotradisionalis
(kelompok Munu, Muhammadiyah-NU), dan neosinkretis (kelompok Munas,
Muhammadiyah-Nasionalis disebut Marmud, Marhaenis-Muhammadiyah). 33
Namun demikian, kecenderungan Muhammadiyah pada umumnya bersifat
purifikatif. 34 Dalam konsepsi yang hampir sama, SI juga menempatkan "unsur
tradisi nenek moyang" sebagai sesuatu yang harus dicurigai saat praktik-praktik
ritual keagamaan Islam. SI dalam gerak islamisasi menggunakan tiga prinsip,
yaitu sebersih-bersihnya tauhid, setinggi-tingginya ilmu, dan sepandai-pandainya
siyasah (politik).35 Ketegangan antara organisasi Islam berpaham akomodatif dan
purifikatif sangat kentara dalam proses islamisasi di pedesaan Dieng. Penafsiran
atas fakta sosial dan simbol keagamaan diwarnai oleh prinsip-prinsip utaman.ya.
2. Perebutan Sumber-sumber Ekonomi Politik
Penelitian Riaz
Hassan yang menghubungkan
islamisasi
dengan
penguasaan sumber-sumber ekonomi politik di atas umumn_ya menjadi model dari
penelitian-penelitian sosiologi materialisme seperti Marxian, Gramscian, dan
32
Bryan R. Wilson, Magic and the Millennium: A Sociological Study of Religious
Movements of Protest Among Tribal and Third-World Peoples (New York, Evanston: Harper &
Row Publisher, 1973); dan Djoko Suryo, dkk; Agama dan Perubahan Sosial: Studi tentang
Hubungan Antara Islam, Masyarakat, dan Struktur Sosia/Poltik Indonesia (Yogyakarta: Pusat
Antar Universitas-Studi Sosial UGM, 1993).
33
AbduJ Munir MuJkhan, Islam Murni, him. xi-xii.
34
Andi M. Ramli, "Dialog Agama dalam Paradigma Inklusif-Transformatif' dalam
Kornpas, 19 Desetnbet 2000, hlnt 4.
35
M.A. Gani, Cita Dasar Perjuangan Syarikat Islam (Jakarta: Bintang, 1982), him. 17.
15
Weberian. Dua peneliti yang mengikuti model tersebut dalam konteks Indonesia
adalah Clifford Geertz (1960; 1983; dan 1986) dan Robert Hefner (2000).
Keduanya menawarkan model yang dapat digunakan untuk memahami proses
sosial, ekonomi, dan politik pada skala nasional. Pertikaian politik menjadi basil
konflik antara kelompok-kelompok primordial, proses pemiskinan masyarakat
petani sawah, dan peran Islam modernis sebagai motor penggerak perkembangan
sektor ekonomi pribumi menjadi pijakan penelitian Geertz. 36 Kepercayaan,
upacara, dan paham keagamaan tradisional tidak sekadar dilihat dalam konteks
sosial budaya setempat. Tetapi, proses linear dari kehidupan ekonomi kota dan
desa, interaksi antara apa yang terjadi di tingkat nasional, termasuk peristiwa
politik dan kebijakan ekonomi, dengan proses perubahan agama, budaya,
ekonomi, dan sikap hidup di daerah. 37
Penekanan dimensi sejarah merupakan latar yang diterangkan secara
menarik oleh Geertz. Berbeda tipis dengan Geertz, Hefner juga melihat
perkembangan ekonomi dan semua perubahan sosial yang berkaitan dengannya,
termasuk soal partisipasi politik kepartaian. Hefner mengkaji perkembangan sosial
ekonomi masyarakat petani pegunungan Tengger dari zaman kolonial sampai
tahun 1980-an. Pewacanaannya memuat unsur PKI. Aspek ini diletakkan sebagai
"politik perhatian" dalam analisis pertumbuhan ekonomi politik di pegunungan. 38
36
Clifford Geertz, The Religion ofJava, him. 98-123.
37
Ignas Kleden, Sistem Budaya Clifford Geertz: Metodologi dan Praksis (Jakarta: LP3ES,
1982), him. 63.
38
Robert W. Hefner, "Islamizing Java? Religion and Politics in Rural East Java" dalam The
Journal ofAsian Studies 46, 1987.
16
Rangk:aian hubungan antara ekonomi, politik, dan agama yang dicontohkan
Hefuer dan Geertz inilah yangjuga dikaji dalam disertasi ini.
Hefuer berusaha membuat pengutuban antara ekonomi yang disebutnya
kapitalisme modem dengan Islam sebagai budaya Masalahnya adalah bahwa
pengutuban identik pendekatan dikotomis yang bersifat a-historis.39 Betulkah
dalam perkembangannya ekonomi menjadi kapitalisme modem seperti yang
dimaksud Hefuer, apak:ah juga kapitalisme sama sekali tidak: berinterak:si dengan
agama (Islam)? Dengan kata lain, apak:ah betul Islam sama sekali tidak:
mempunyai and.ii dalam proses pembentukan kapitalisme modem seperti yang
tampak: sekarang? Perbenturan antar kekuatan ekonomi dan militer penjajah Eropa
dengan kekuatan dagang Islam, sampai ke pendekatan ala Samuel Huntington40
yang mempertentangk:an peradaban Islam dengan Barat ak:hir abad XX,
menunjukkan bahwa Islam dan kapitalisme telah lama saling membentuk, dan
juga telah lama sama-sama berubah bentuk.
Proses interak:si antara ekonomi dan agama dikelola secara baik melalui
media politik. Tujuannya untuk merebut sumber-sumber produksi dan distribusi
pasar. Keduanya menjadi sarana pelencang kekuasaan. Perebutan sumber-sumber
ekonomi tidak: selalu identik dengan cara memotong jalur produksi dan pasar.
Bolehjadi penguasaan atas media-media produksi dan legitimasi seperti tanah dan
kepartaian, menjadi rujukan berarti dalam proses interak:si ini. Seperti halnya
Geertz dengan konsepsi involusi pertanian sebagai unsur ekonomi telah mampu
39
40
Alexander Irwan, "Islam dan Kapitalisme" dalam Prisma, No. 8. 1987, him. x.
Samuel Huntington, The Clash ofCivilizations and the Remarking of Worlds Order (New
York: Liveright, 1993); Benturan Antar Peradaban, terj. Hamdani D (Yogyakarta: Qalam, 1999).
17
memetakan struktur sosial dan paham aliran keagamaan beserta kepartaian
masyarakat setempat. 41 Sinergitas antara ekonomi politik terhadap paham-paham
keagamaan dan kepartaian merupakan dinamika sosial yang mengaitkan apresiasi
dan pemaknaan penganut keagamaan terhadap agamanya. 42
3. Dialektika Konflik
Sinergitas ekonomi politik dan keagamaan dapat berjalan sejajar bila
semua kepentingan dapat diakomodasi dalam aspek-aspek yang dikemas secara
berimbang. Masalahnya, pencapaian akomodasi dan aspek berimbang sulit
ditentukan ukurannya. Tidak mustahil, bukan sinergitas atau dinamika yang
didapat, tetapi sebaliknya, kon:flik menyeruak hebat saat pencapaian itu. Dalam
arti ini, kon:flik dan sinergitas atau kerjasama seringkali diibaratkan dua sisi mata
uang yang sama. Lewis A. Coser misalnya, mengukur kon:flik dengan merujuk ke
suatu keadaan di man.a sekelompok orang dengan identitas yang jelas terlibat
pertentangan secara sadar dengan satu atau lebih kelompok lain. Kelompok ini
mengejar atau berusaha mencapai tujuan yang bertentangan dari kelompok lain.
Pertentangan itu dapat berupa pertentangan nilai atau klaim terhadap status,
kekuasaan, dan sumber-sumber daya yang terbatas. Dalam prosesnya, kon:flik
ditandai oleh adanya upaya pihak-pihak terlibat untuk saling menetralisasi,
mencederai hingga mengeliminasi posisi/eksistensi lawan. 43
41
Clifford Geertz, The Religion of Java, him. 160-163; dan Involusi Pertanian: Proses
Perubahan Ekologi di Indonesia (Jakarta: Bharatara Karya Aksara, 1983), him. 12-15.
42
Peter L Berger, langit Suci: Agama sebagai Rea/itas Sosial, terj. M. Fanani (Jakarta:
LP3ES, 1991), him. 4; dan Abdul Munir Mulkhan, Islam Murni, him. 18.
43
Tamrin Amal Tomagola, "Konflik Sosial dan Agama" dalam Jurnal Dinamika
Masyarakat (Jakarta: KRT dan Adeneur Stiftung, 2003), him. 17.
18
Konflik mewujud dalam bentuk ketidaksukaan, ketidaksepakatan, ketidaksetujuan, perseteruan, persaingan, permusuhan, oposisi, kontak fisik, dan bahk:an
perang terbuka.44 Bentuk varian konflik dapat merupakan kombinasi dari tiga
faktor utama, yaitu aktor, ketidaksepahaman dan tindakan. Varian pertama adalah
siapa yang terlibat. Jawabannya dapat saja kelompok sosial versus kelompok
sosial, kelompok keagamaan Kristen versus kelompok keagamaan Islam,
kelompok sosial versus negara, atau kelompok keagamaan versus negara45 Bagi
Juergenmeyers; varian lain berupa sumber ketidaksepahaman berasal dari
kekuasaan atas sumber-sumber ekonomi politik, pembakuan mitos-mitos tertentu,
serta pengakuan-pengakuan dan tafsir atas fakta-fakta sosial. 46 Varian terakhir
meliputi varian tindakan ekspresi konflik seperti lunak; terbuka, dan kekerasan.
Dari ketiga faktor utama konflik, aspek paling banyak menjadi perhatian adalah
sumber konflik. Sumber konflik dapat berdimensi perebutan sumber ekonomi,
politik, budaya, dan ideologi. 47 Aktualitasnya dapat memecah dengan satu
dimensi atau merangkai beberapa dimensi melalui bumbu atau isu bersifat lokal.
Pemahaman mekanisme konflik atas nama agama dalam jalinan dinamika
sejarah diperlukan untuk mengungkap rasionalitas dari kekerasan yang dilakukan
para pelaku dalam memahami ajaran dan nilai suci agama. 48 Secara intemasional,
44
Johan Galtung, The True Worlds: A Transnational Perspective {Michigan: Rapids, 2000).
45
Freek Colombijn dan J. Thomas Lindblad {ed.), Roots of Violence in Indonesia:
Contemporary Violence in Historical Perspective {Leiden: KiTLV, 2002), him. 12.
46
Mark Juergensmeyer, Terorisme Para Pembela Agama, terj. Nurhadi S {Yogyakarta:
Terawang, 2002), him. 36-38.
47
48
Tamrin Amal Tomagola, Konflik Sosial, him. 17.
Sharon Begley, "Alternative Peer Groups May Offer Way to Deter Some Suicide
Bombers" dalam Asian Wall Street Journal 29 (29): A7, 2004, him. 19.
19
penelitian Marc Gaborieau (1972) yang mengupas konflik berlarut-larut antar
kaum Muslim dan Hindu di India menjadi penting adanya. Perhatiannya berada
pada garis sebab akibat dan kontroversi antara apa yang disebut primordialis
dengan artifisial. 49 Konteks warisan sejarah menjadi analisis menarik Gaborieau
dalam merunut peristiwa kekerasan aktual.
Dalam konteks Indonesia, konflik Maluku merupakan kasus yang
mempunyai multi-wajah. Lambang Trijono misalnya, memetakan konflik Maluku
dalam dimensi agama, tradisi budaya, dan ekonomi politik. Konflik bermula dari
terjadinya ketimpangan dan ketidak:adilan penguasaan sumber-sumber ekonomi
politik tertentu, khususnya partisipasi dalam pemerintahan. Trijono melihat
adanya hubungan antar agama, ekonomi, dan fungsi sosial dalam masyarak:at.
Dari keseluruhan fak:ta kronologis dan analisis konflik yang berlangsung,
disimpulkan bahwa terjadi politisasi agama untuk menciptakan konflik horizontal.
Hal ini dilak:ukan sebagai upaya mendorong perubahan sosial, perebutan
hegemoni dan ekonomi, serta separatis dengan cara-cara kekerasan. 50
49
Kekerasan komunal di India kerap dianggap cara sah menjalankan politik dalam konteks
pemerintahan pusat. Kritik ditujukan atas mereka yang melihat konflik komunal India sebagai
konflik ideologi; ekonomi; dan budaya. Konflik sebagai ciptaan politisi dan kelompok penekan.
Marc Gaborieau, "Muslim in the Hindu Kingdom of Nepal" dalam Contributions to Indian
Sociology 6, 1972, hlm. 84-105. Identitas komunal tidak ''tanpa waktu, tidak mobil, primordial"
dan bukan "ciptaan sekarang ini oleh negara kolonial", dan optimis bagi hubungan Hindu-Muslim
selama tekanan diberikan pada apa yang sama daripada apa yang berbeda.
50
Kajian ini mirip penelitian Hotman Siahaan, Koriflik Tapat Kuda (Surabaya: Unair,
2001), bersangkut paut dengan mekanisme konflik berdimensi ekonomi, politik, dan agama.
Pengkhususan penelitian di wilayah ''tapal kuda" Jawa Timur. Penelitiannya dapat dikatakan
sebagai kelanjutan dari penelitian "Geger Tengger" Hefuer (1999). Konfliknya terpetakan ke lima
wilayah. Pertama, Banyuwangi: pembunuhan dukun santet. Kedua, di Situbondo: konflik dan
tindakan kekerasan bemuansa SARA. Ketiga, Pasuruan: rebutan lahan antara rakyat vs tentara,
antara rakyat dengan industri, dan pencemaran limbah pabrik. Keempat, Malang Selatan: rebutan
lahan rakyat dengan tentara, antara rakyat dengan perkebunan negara, dan antara rakyat dengan
perkebunan, swasta. Ke/ima, Sampang: kasus waduk Nipah dan konflik petani dengan PT Garam.
Lambang Trijono, Konjlik Agama dan Sosial di Jawa Timur (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999).
20
Sumber-sumber kon:flik yang murni berasal dari kepentingan agama masih
sulit ditemukan dari kajian-kajian di atas. Kon:flik mulan_ya bersumber dari soal
ekonomi, selanjutnya berbau agama bila propaganda atau pompaan semangat para
pelaku menggunakan simbol-simbol agama beserta tafsir yang disesuaikan dengan
fakta sosial setempat. Demikian sebaliknya, kepentingan atau penyebaran paham
agama dapat saja menjadi sum.her kon:flik bila dikemas oleh realitas sosial, dan
atas nama pemberontakan terhadap sistem sosial baku. Bila learning process
keagamaan dan aspek semisal pendidikan belum begitu menyentuh, atau
sebaliknya telah ada dan sengaja menjadi pendorong sarirasa si pelaku dan si
korban di pedesaan, niscaya kon:flik dalam berbagai varian tetap berlangsung.
4. Trauma Sejarah Orang-orang PKI
Peristiwa G 30 S di tahun 1965 bagi sebagian besar pengkaji kekerasan
konteks Indonesia, merupakan titik tolak dari suatu "budaya kekerasan" pasca
kemerdekaan51 yang tidak hanya bersifat politis, tetapi juga pertemuan dari aspek
politik, ekonomi, sosial, budaya, dan agama. Sebelum tahun itu, keadaan nasional
dipenuhi intrik kekuasaan dan tarik menarik politik antara kubu nasionalis, agama,
dan komunis (Nasakom). Berbagai isu dikembangkan sedemikian rupa untuk
saling menjatuhkan, tanpa terkecuali masalah pelekatan komunisme anti-agama,
nasionalisasi aset Belanda yang kebanyakan dikuasai militer, dan tuduhan
keterlibatan Masjumi dalam aktivitas DI TII. 52
51
Elizabeth Collins Fuller; "Indonesia Sebuah Budaya Kekerasan," terj. Nico Harjanto dan
Putut Widjanarko dalam Asian Survey, Vol. XIII, No. 4, Juli/Agustus 2002, him. 582-604; Freek
Colombijn dan J. Thomas Lindblad (ed.), Roots of Violence; dan Robert B. Cribb, The Indonesian
Killings 1965-1966: Studies from Java and Bali (Clayton, Australia: Monas University, Center of
Southeast Asian Studies, 1990).
52
Robert B. Cribb, The Indonesian Killings, him. 51.
21
Beberapa penelitian memaparkan bagaimana usaha dan pnns1p saling
menjatuhkan itu terbawa sampai di tingkat lokal pedesaan. Benih-benih kebencian
bersemai dengan baik sampai meletusnya peristiwa G 30 S yang menjadikan
partai dan orang-orang PKI sebagai "yang tertuduh" atau "dalang" tragedi itu.
Ratusan ribu orang PKI, dalam versi angka berbeda53 diburu, dipenjara, dan
dibunuh tanpa proses pengadilan yang memadai. Selain militer sebagai pelaku,
komponen-komponen masyarakat dan laskar-laskar keagamaan Islam, khususnya
partai dan orang NU terlibat dalam gerakan "sapu bersih" orang-orang PKI. 54
Untuk menghindari perburuan dan pembunuhan di atas, banyak orang PKI
yang berlindung di bawah naungan gereja dan memilih masuk atau konversi ke
dalam Kristen seperti penelitian Singgih Nugroho di Boyolali. 55 Secara konteks
lokal, "baptisan massal" semacam ini berdampak pada pola-pola hubungan antar
kelompok-kelompok keagamaan. Berbagai tafsir agama dan sosial dikerahkan
untuk melihat peristiwa ini. Ketakutan dan trauma mantan orang-orang PKI kerap
mewamai sarirasa kemanusiaan dan keagamaan dalam proses pergaulannya di
masyarakat. Dalam bahasa berbeda, atas dasar ingatan dan trauma "peristiwa 65'',
Budiawan dalam disertasinya telah memetakan sikap masyarakat kepada empat
faham, yaitu: (1) memaafkan dan melupakan; (2) memaafkan jangan melupakan;
(3) tidak memaafkan dan melupakan; dan (4) tidak memaafkan jangan
53
Ibid., him. 8, Elizabeth Collins Fuller, Indonesia, him. 2; Asvi Warman Adam, "Mereka
yang Terlindas Sejarah" dalam Kompas, 29 September 2005; Bonnie Triyana, Pembantaian di
Grobogan Jawa Tengah (Semarang: Universitas Diponegoro, 2003), him. 19.
54
Robert Bridson Cribb, Gejolak Revolusi di Jakarta 1945-1949 (Jakarta: Grafiti, 1990),
him. 10; Elizabeth Collins Fuller, Indonesia, him. 5; Candra Apriyanto, Rusuh Massa di
Perkebunan Jember (Jember: Universitas Jember, 2000).
55
Singgih Nugroho, Dinamika Politik Keagamaan Pasca PK/ Tahun 1965 (Yogyakarta:
Magister Religi dan Budaya Universitas Sanata Dharma, 2005).
22
melupakan. 56 Pilihan atas sikap ini masih tergambar dengan sangat jelas di dalam
interaksi sosial masyarakat di pedesaan Dieng.
Akhimya, paparan mengenai pola-pola keagamaan terlihat dalam tafsir
atas mitos, fakta sosial, dan simbol keagamaan. Semua aspek ini dibingkai oleh
kekuasaan sumber-sumber ekonomi politik, sehingga terbuka peluang bagi
radikalisme keagamaan berbagai bentuk sesuai kekhasan pedesaan. Analisis
dinamika sejarahnya mampu memetakan bentuk dan pemicu dari pola
radikalisme. Hal ini dapat meajawab adanya kecenderungan radikalisme dalam
sistem sel dan pola desa menyerang kota seperti pada kasus Amrozi. Di samping
itu, kurun dan area berbeda menjadikan permasalahan disertasi ini mempunyai
tempat tersendiri dalam khazanah intelektual.
E. Kerangka Teori
Penelitian ini unik karena didasari pada empat kerangka teori. Pertama,
dinamika hubungan dan konflik sosial komunitas Islam dan Kristen yang terjadi
merupakan warisan sejarah masuk dan meluasnya pengaruh Sadrach. 57 Kedua,
rasionalitas ekonomi politik kerap mengarah pada kapitalisasi dan ketidakadilan58
°
atau segregasi ekonomi 59 melahirkan konflik sosial atas nama agama. 6 Ketiga,
---- ----------------------------------- ------ - - - - -
56
Budiawan, Mematahkan Pewarisan Ingatan (Jakarta: Elsam, 2004), him.xx.
57
Gulliot, Sadrach; Partonadi, Komunitas Sadrach; Sumartana, Mission at the Crossroads.
58
Roy A Rappaport, Pigs for the Ancestors: Ritual in· the Ecology of a New Guinea People
(New Haven: Yale University, 1984); R. B. Ferguson dan Neil L. Whitehead (ed.), War in Tribal
Zone: Expanding States and Indigenous Warfare (Santa Fe: School of American Research, 1999).
59
Scott Atran, "The Strategic Threat from Suicide Terror" dalam Technical Report 03-33
(Washington: AEI-Brookings Joint Center for Regulatory Studies, 2003), him. 57; Juga dalam
http://jeannicod. ccsd.cnrs.fr/documents/disk0/00/00/04/35.
60
Riaz Hassan, Islam dari Konservatisme, hlm.11; Mitsuo Nakamura, Bulan Sabit, him. 28.
23
tradisi, mitos, sejarah, dan ikatan darah yang dibakukan menjadi alat legitimasi
dan negosiasi dalam tindakan sosial61 yang berujung pada pribumisasi62 dan
pemunculan ide Ratu Adil.
63
Keempat, penguasaan sumber ekonomi politik.
menjadi fasilitas pemberlakuan hegemoni. 64 Prosesnya menumbuhkan kelompok
yang mengusung paham politik dan keagamaan tertentu.
Tujuan dari
penghimpunan partisipasi dan kepentingan65 dihadirkan melalui pola-pola gerak:an
radikalisme agama 66
Jalinan semua aspek ekonomi; politik; sosial; dan keagamaan di atas
berkutat pada masalah kristenisasi dan islamisasi, beserta penyebaran pahampaham keagamaannya. Usaha seperti menjadikan non-Kristen menjadi bagian
Kerajaan Allah dan non-Islam meajadi Islam67 merupakan isu keagamaan yang
kerap dilekatkan dalam posisi binner dengan perebutan sumber-sumber ekonomi
politik. Bisa jadi, dorongan untuk itu pada awalnya berasal dari rasa tulus
61
Max Weber, The Sociology of Religion (Boston: Beacon Press, 1972), him. 79-82;
Clifford Geertz, The Religion ofJava, him. 14; Elizabeth Collins Fuller, Indonesia, him. 22-23.
62
63
Djoko Suryo, dkk, Agama dan Perubahan Sosial, him. 36-42.
Sartono Kartodirjo, Ratu Adil (Jakarta: Gramedia, 1973).
64
Antonio Gramsci, "The Revolution Againt Capital" dalam Q. Hoare (ed.), Antonio
Gramsci: Selections from Political Writings (1910-1920) (New York: International Publishers,
1977), him. 11-19; Haryatmoko, Etika Politik Kekuasaan (Jakarta: KPG, 2004), him. 36-37;
Talcott Parson, The System of Modern Societies (Englewood Cliffs, N.J.: Prentice-Hall, 1971);
Robert W. Hefuer, Geger Tengger, him. 267-269.
65
Abdul Munir Mulkhan; Islam Murni; Wilson; Magic and the Millennium, him. 141-142;
Clifford Geertz, The Religion ofJava, him. 78; Greg Fealy dan Barton, Ijtihad Politik, him. 57-65.
66
Sartono Kartodirjo, Laporan-laporan tentang Gerakan Protes di Jawa Abad AX (Jakarta:
ANRI, 1981 ), him. 8; Peter L Berger, Langit Suci, him. 22-25.
67
Riaz Hassan, Islam dari Konservatisme, him. 5.
24
keagamaan, truth claim dan nilai suci,68 ikatan sosia169 dalam garis trah, dan
kepentingan mobilisasi massa untuk partisipasi politik kepartaian dan kepahaman~
Rangkaian ini menyiratkan hubungan dialektika agama dengan dinamika sosial
yang berlangsung dalam tiga tahap, 70 yaitu eksternalisasi ketika agama sebagai
ekspresi duniawi; Obyektivikasi ketika agama menjadi fakta atau referensi
tindakan; dan internalisasi ketika agama diberi makna oleh penganutnya. 71
Saat ditemukan data baru mengenai kehadiran dan keberlangsungan
jemaat Sadrach dalam pepantan Gereja Kerasulan di Kasimpar dan Purbo, saat itu
terungkap pula soal-soal hubungan an.tar agama dan soal ekonomi politik dalam
kehidupan sosial mereka. Orang-orang Kristen yang memegang prinsip-prinsip
Sadrach masih mempraktikkan beberapa tradisi dan ritual Kerasulan. Salah satu
tradisi yang masih bertahan sampai tahun 2004 adalah perjalanan selasa
selapanan ke Karangyoso. Padahal, berbagai penelitian, buku, dan naskah Sinode
menyebutkan bahwa Kerasulan hanya bertahan sampai tahun 1939. Waktu itu,
Kerasulan diakuisisi oleh Pesamoehan-pesamoehan Gereformeerd Kelangsungan
Kerasulan di Kasimpar dan pedesaan Dieng lain dapat dikatakan terlupakan oleh
pihak agamawan, sejarawan, dan akademisi Kristen.
Mengapa Kerasulan dapat bertahan? Soal ini dapat dijawab melalui
pengemukaan fakta-fakta lapangan sebagai self validating masalah. Tradisi dan
mitos baku masyarakat Kasimpar dan sebagian pedesaan Dieng mendasarkan diri
68
Sharon Begley, Alternative Peer Groups, him. 8.
69
Marc Sageman, Understanding Terror Networks (Philadelphia: UP Press, 2004), him. 37.
70
Peter L Berger, Langit Suci, him. 4.
71
Abdul Munir Mulkhan, Islam Murni, him. 18.
25
pada jejak langkah kristenisasi Sadrach clan zending. 72 Praktik hidup keseharian
melebur dalam pola tradisi naluri clan pisah; khususnya ketika dihadapkan dengan
kelompok berbeda agama. Bila dirunut, pembakuan tradisi itu akibat pembukaan
wilayah. Beberapa fakta sosial pada aspek konflik bersifat internal dan ekstemal
kelompok-kelompok keagamaan semakin memperkuat proses pembakuan itu.
1. Pembakuan Agama Pasca Pembukaan Wilayah
Saat dirunut ke belakang, keyakinan, ritual, dan posisi kristenisasi
Komunitas
Sadrach
adalah
pos1s1
jalan
tengah
antara
etika
Jawa
berkecenderungan Hindu, Kristen, clan Islam. 73 Sebaliknya, tradisi dan komunitas
Cina yang mengumpul ke THKTKH misalnya dapat dikategorikan dalam paham
Kristen. Sadrach berusaha mengumpulkan segala segi yang baik dari berbagai
agama, khususnya Kristen. Kelemahannya terletak pada sikap buru-burunya
mengakses modernitas, sehingga menjadikan ia terperosok dalam ruang
ketidakjelasan, mengikuti tradisi Kristen atau ngelmu Jawa. 74
Kristenisasi dan islamisasi adalah hasil pertemuan berbagai kepentingan
produk-produk sosial yang menguntungkan individu clan kelompok. Fenomenanya
persis, jika boleh menggunakan panclangan 3 G (Gospel, Gold, Glory) dari tiga
72
Kristenisasi di pedesaan ini telah berlangsung sejak tahun 1881 sampai 2004. Puncakpuncak penyusunan ~disi berlangsung dalam rentang tahun yang panjang. Sejak dari babad alas
sampai Gereja Kerasulan tidak diakui lagi oleh GKJ. Di tahun-tahun selanjutnya, mitos dan tradisi
digunakan sebagai fasilitas komunikasi dan legitimasi spiritµal, sosial, dan ekonomi politik orangorang Kristen. Secara langsung, konflik internal varian-varian Kristen juga berdampak eksternal
terhadap keiompok Islam, demildan juga sebaliknya. Pengaruh tradisi budaya naluri dan pisah
terletak pada keterpisahan kantong-kantong penduduk, perilaku, dan sikap sosial berdasarkan
perbedaan identitas agama.
73
Model seperti ini pemah digambarkan Umar Kayam, Para Priyayi (Jakarta: Depdikbud,
1999). Perilaku priyayi mempunyai kecenderungan mencari aman, selamat, dan suka mencari-cari
sesuatu yang dianggap baik. Fenomena Tunggul Wulung di Kediri yang digambarkan Gulliot dan
priyayi yang digambarkan Geertz di Mojokuto pun sedikit banyak membenarkan argumentasi ini.
74
C. Gulliot, Sadrach, him. 7.
26
unsur pokok kekristenan abad lalu. 75 Gospel (lnjil-berita suka cita), gold (aspek
ekonomi, kesejahteraan), dan glory (kemuliaan nama Tuhan dan bangsa)
seringkali bersinergi satu sama lainnya. Tidak dimungkiri, ada pula yang benarbenar dilandasi semangat keagamaan dan niat tulus kemanusiaan atas dasar
toleransi dan kerjasama. Efek balik dari dinamika ini biasanya adalah gerakan
keagamaan lain untuk menangkis laju gerakan sebelumnya.
Aspek-aspek di atas membuktikan adanya hubungan pembukaan wilayah
dan agama seperti yang dikemukakan Lombard, 76 beserta hubungan agama
dengan dinamika sosial, khususnya aspek ekonomi politik. Karenanya, apakah
tidak mungkin dikembangkan wacana ilmiah melalui data historis-etnografis
tentang pembukaan wilayah tak tersentuh dan jalur transportasi, berarti juga
penyiaran dan pengembangan agama, khususnya agama para pembuka wilayah
dan jalur tersebut. Seperti kasus ketika kedatangan Muslim di Pasai, mereka
membuat Pasai ramai, dan kemudian dibukalah pelabuhan Pasai. Akhirnya
mayoritas penduduk Pasai beragama Islam karena sang pelopor pelabuhan dan
permukiman berasal dari orang-orang beragama Islam.
2. DampakAnomi (Kesenjangan)
Sebagian besar konflik atau ketegangan masyarakat disebabkan oleh
pertarungan memperebutkan sumber-sumber daya. 77 Latar belakangnya adalah
situasi aspirasi yang sedang meningkat diikuti oleh harapan yang menipis. 78
75
Chris Hartono, Gerakan Ekumenis di Indonesia (Yogyakarta: UKDW, 1984), him. 21.
76
Denys Lombard, Nusa Jawa, jilid I, him. 69-73.
77
Dewi Fortuna Anwar, dkk. (ed.), Konflik Kekerasan Internal. hlm. 5- 7.
78
Scott Atran, The Strategic Threat, him. 11.
27
Konflik umumnya memberi kepada pemenang bagian lebih besar atas bagian
tanah, modal, clan pengaruh dalam jangka pendek atau jangka panjang. Konsepsi
ini barangkali dapat menjelaskan mengapa perang dan kekerasan di masyarakat
banyak disebabkan oleh masalah sumber-sumber daya ekonomi politik. 79 Konflik
juga merupakan kombinasi berbagai aspek kepentingan ekonomi politik, budaya;
ras, clan ideologi seperti agama dan aliran sosial yang dianut. Pemetaan motivasi
dari masing-masing kelompok clan perorangan diperlukan saat potensi konflik
muncul. Kadang-kadang alasannya berujung pada penancapan hegemoni yang
bersifat ideologi keagamaan atau paham kepartaian di masyarakat, seperti dalam
konsepsi Gram.sci. 80
Beberapa kasus konflik yang didasari masalah sumber-sumber ekonomi
politik, khususnya soal kepemilikan tanah, tidak selalu dianggap sebagai
radikalisme agraria dalam pengertian Sartono Kartodirjo. 81 Demikianjuga dengan
kategori pemberontakan kaum tani di pedesaaan yang secara definitif karena
79
Carol R Ember and Melvin Ember, Cultural Anthropology (New York: Appleton-Century
Crofts, 1962), hlm. 119- I 22; Roy A Rappaport, Pigs for the Ancestors, him. 88.
80
Peter Beilharz, Teori-teori Sosial, Observasi Kritis terhadap Para Filosof Terkemuka
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), hlm. 202-204.
lladikalisme agraria diartikan gerakan sosial y~g menolak seluruh tertib sosial yang
sedang berlaku. Hal ini ditandai oleh kejengkelan moral yang kuat unruk menentang dan
bermusuhan dengan kaum yang punya hak istimewa atau berkuasa. Gerakan ini menarik
pengikutnya kebanyakan dari kaum tani, Sartono Kartodirjo, The Peasant's Revolt of Banten in
1928, It Condition, Course and Sequel, A Case Study of Social Movement in Indonesia ('sGravenhage: Martinus Nijhof, 1996), hlm. 14. Perlu ditekankan di sini bahwa radikalisme agraria
adalah bagian dari gerakan Ratu Adil yang bersifat revolusioner, Sartono Kartodirjo, Ratu Adil,
hlm. 7; Sindhunata, "Ratu Adil dalam Gerakan Sosial" dalam Basis, Vol. II (Yogyakarta:
Kanisius, 1998), hlm. 4-8. Dalam kasus ini, radikalisme keagamaan mengarah pada usaha dan
tujuan dari radikalisme agraria dalam konsepsi Sartono Kartodirdjo. Walaupun gerakan dalam
pengertian di atas tidak sepenuhnya terjadi dalam kondisi masyarakat Kasimpar dan Karangkobar.
81
28
semata-mata bersifat kepercayaan atas ide Ratu Adil. 82 Meskipun gerak:an sosial
di Jawa dalam dimensi ekonomi politik kerap dirangkaikan dengan ide Ratu AdiL
Sering pula ditambah bahwa ideologi gerak:an radikalismenya tetap diliputi oleh
simbol-simbol atau lambang keagamaan. 83 Sejauh perebutan sumber-sumber
ekonomi politik; baik pemilikan
~
perdagangan, dan kepartaian terns diberi
bentuk dan lambang keagamaan serta dilengkapi pembak:uan-pembak:uan atau
klaim-klaim legitimasi sosial, mak:a efektivitas gerak:an dan ak:si politik selalu
bersifat massal. 84 Bisa dikatak:an, ide Ratu Adil beserta fungsi sosialnya tetap
tidak: ak:an melemah dalam sejarah sosial pedesaan di Jawa.
3. Persenyawaan Tradisi dan Mitos
Tradisi yang ada di masyarak:at pedesaan Dieng adalah naluri dan pisah.
Dua tradisi ini dipegang dan dijadikan adat kebiasaan bagi kelompok sosial.
Tradisinya memberi respon bagi kristenisasi dan islamisasi dengan pertimbangan
ekonomi politik, khususnya dalam hal kepemilikan tanah. Pergumulan antara
tradisi dan gerak:an organisasi keagamaan seperti itu membawa kecenderungan
pada dua varian besar, yaitu purifikatif dan ak:omodatif. 85 Lebih khusus lagi antara
kelompok Islam murni dengan Islam sinkretis. Varian-varian tersebut saling
82
Tipe protes keagrariaan Iebih berbau politik, dengan pengertian bahwa keluhan petani dan
merosotnya nilai budaya memberikan petunjuk untuk memanfaatkan rangkaian tradisi gerakan
Ratu Adil, kepribumian; dan perang sebagai titik tolak ideologi perlawanan. Selain pemberontakan
petani di Banten, contoh lain gerakan protes bersifat politis adalah peristiwa Kiai Nurhakim dan
peristiwa Cimareme tahun 1919 yang dipimpin Haji Hasan. Ibid, him. 5; dan Sartono Kartodirjo,
Sejarah Perlawanan-perlawanan terhadap Ko/onialisme (Jakarta: Pusat Sejarah, 1973), him. 178.
83
Sartono Kartodirjo, The Peasant's Revolt, him. 17.
84
Max Weber, Economy and Society (New York: Bedminster, 1968), hlm. 49-52.
85
Abdurrahman Wahid, "Islam, Pluralisme dan Demokratisasi" dalam Arief Affandi (ed.),
Islam Demokrasi Atas-Bawah: Polemik Strategi Perjuangan Umat Model Gus Dur dan Amien
Rais (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997), him. 57; Hasyim Muzadi, Nahdlatul Ulama, him. 40.
29
berkonflik secara internal maupun ekstemal, meskipun masing-masing tetap
menyesuaikan dinamika sejarah pembentuk kondisi sosial setempatnya
Masyarakat pada lokalitas tertentu cenderung mempunyai kesamaan dalam
latar kepribadian, perilaku, dan sejarahnya. 86 Keunikan secara sosiologis terjadi
pada wilayah Karangkobar yang dilintasi jalur transportasi tengah-utara-selatan
dan Kasimpar yang mempunyai tradisi naluri dan pisah. Pemberian batasan
permukiman antara wilayah Islam yang ada di pinggir dengan wilayah Kristen
yang di tengah, juga terlihat pada sikap dasar tindakan sosial 87 yang menjadi
pedoman hidup mereka. Tradisinya tidak sekadar memuat aspek keagamaan, juga
mengatur aspek kehidupan pribadi, kehidupan bermasyarakat, pemeliharaan diri,
fasilitas publik, putaran roda ekonomi, sosial, dan politik.
Tradisi seringkali dibungkus berbagai kepentingan, baik ekonomi politik
maupun agama, 88 khususnya dari pihak pemegang legitimasi sosial. Pemegang
legitimasi mengusahakan ide-ide tradisinya menjadi mitos baku masyarakat atau
suprastruktur dalam bahasa Marx sampai memunculkan angan-angan sosial89
sepanjang zaman. Akibatnya, muncul pengakuan betapa penting mitos dan angan86
W.R. Sheldon, The Varieties a/Temperament, him. 19.
87
Talcott Parson, Social Structure, him. 44.
88
Ichsan Malik, Menyeimbangkan Kekuatan (Jakarta: Kemala, 2003), hlm. 214-217.
89
Pemikiran ini banyak dipengaruhi oleh Foucault dan Gramsci. Mereka mengidealkan
masyarakat imajiner dalam ruang suprastruktur, seperti yang dibayangkan Karl Marx. Berawal dari
angan-angan individu dan kolektif terhadap masyarakat yang dipolakan dalam bentuk budaya dan
tradisi. Dalam batas ini, ada keinginan untuk melihat masyarakat dua pedesaan itu saat
membakukan social imaginer yang disesuaikan dengan akar kesejarahan keagamaan. Jika hanya
berdiri pada akar kemanusiaan dan kemasyarakatan saja, masalah ketegangan tipe ideal tidak akan
tumbuh. Tetapi, adanya tantangan dalam-luar, maka kelompok-kelompok di dalam masyarakat itu
akan berusaha mengidealkan strukur dan sistem sosialnya masing-masing. Muhammad Arkoun,
Islam Agama Sekuler: Penelusuran Sekularisme dalam Agama-agama di Dunia (al- 'Almanah wa
al-Din: al-Islam, al-Masih, al-Gharb), terj. M. Firdausi (Yogyakarta: Belukar, 2003), him. 21-22.
Seperti juga pendapat Talcott Parson mengenai struktur dan sistem sosial di masyarakat.
30
angan sosial dalam berbagai fungsi sosial dan fakta sosial di dalam masyarakat.
Pengakuan atasnya membawa dampak pada interaksi sosial yang harmonis, rukun,
bersahabat, dan bisa jadi penuh konflik. Anggota masyarakat senantiasa "dipaksa"
atau tunduk pada aspek mitis melalui tradisi dan penggelapan realitas. 90
Adapun bagi mitos; oleh hegemoni intelektual Barat diperhadapkan
dengan sejarah, seharusnya ditampilkan sebagai interpretasi yang bertujuan
membentuk dasar mental masyarakat budaya dan agama. Sebagai hikayat
pembakuan, yakni wacana lisan atau tulisan, seharusnya mitos mampu mengubah
perjalanan sejarah masyarakat kepada nilai-nilai utama yang orisinil, juga kepada
model-model pemikiran dan perilaku ideal yang lebih tinggi. Pada gilirannya
mitos dapat mengubah momentum pendasaran dan pembakuan kemampuan
kolektif.91 Secara langsung, mitos, tanpa kecuali tradisi mempunyai peran dalam
memfun:gsikan berbagai kepentingan kelompok-kelompok dalam masyarakat.
Tidak dimungkiri, aktivitas organisasi keagamaan dapat menghancurkan
sistem masyarakat luar golongannya yang telah ada dan baku. Kondisi internal
berupa tradisi masyarakat sebenamya dapat menyelaraskan berbagai kepentingan
dan menyelesaikan konflik. Masing-masing masyarakat, khususnya di pedesaan
Jawa memiliki kepribadian lokal dalam nuansa kejawaan yang menganjurkan
90
91
H.D Duncan, Symbols in Society (New York: Oxford University Press, 1968), him. 52-54.
Secara antropologis, mitos menumbuhkan kesadaran kolektif dalam wajah masyarakat
ideal. Secara kelompok, pembakuan itu disesuaikan dengan pandangan atas lima hal hubungan,
yaitu l) hakikat dari hidup manusia; 2) hakikat dari karya manusia; 3) hakikat dari kedudukan
manusia dalam ruang dan waktu; 4) hakikat manusa dengan alam sekitar; 5) hakikat dari hubungan
manusia dengan sesama (interaksi dan kohesi sosial). Jika kelima ini dimiliki secara personal dan
disepakati secara kolektif, maka akan menghasilkan kemampuan sosialnya seperti yang
dikemukakan Florence Clyde Kluckholm dan F.L. Strodbeck, Variations in Value Orientation
(New York: Meridian Books, 1961), hlm. 71; Ralp Linton, The Study ofMan, him. 55.
31
interaksi hannonis. 92 Analisis Lombard misalnya, memerikan hubungan simultan
antara tradisi; kekuasaan; dan pembukaan hutan. Ketiga aspek tersebut membawa
pada persoalan sikap hidup yang disesuaikan dengan mandala (sari pati kehidupan
berupa tanah dan air). Di samping harmonisasi di dalamnya, pergulatan dan
interaksi berbagai kekuatan dan legitimasi ala Weberian tidak dapat dihindari.93
Frans Magnis Suseno mencatat bahwa etika Jawa ditimbulkan dari
kesadaran mikrokosmos terhadap makrokosmos. Toleransi atau tepase/iro
diartikan penahanan diri atas segala kehendak bersifat individual demi
kepentingan luas. Gagasan dan sikapnya dapat tertuang melalui simbol-simbol
sosial yang hanya dapat dimengerti dalam kondisi dan oleh komunitas tertentu.
Inilah sarirasa kehidupannya. 94 Kemampuan menangkap dan memahami gagasan
tersembunyi di balik suatu gejala peristiwa ataupun kata, memang hanya dimiliki
oleh orang atau kelompok terbatas. Jika hanya kalangan terbatas yang (kebetulan)
mengendalikan kekuasaan, maka sangat sering terlihat banyaknya kebijaksanaan
dan tindakan kurang bisa dimengerti atau dipahami oleh lingkungan luar.
Kondisi di atas dalam penelitian Karl D. Jackson disebut sebagai the
propagation of political symbols (perambatan simbol-simbol politik) barn yang
tidak dipahami oleh orang luar, karena seolah-olah tampak memiliki kontradiksi
internal. Dalam artikelnya, The Political Implication of Structure and Culture in
Indonesia, Jackson menyatakan bahwa dalam masyarakat, khususnya Jawa,
92
Denys Lombard, Nusa Jawa, him. 103; dan Frans Magnis Suseno, Etika Jawa: Sebuah
Analisa Filsafat tentang Kebijaksanaan Hidup Orang Jawa (Jakarta: Gramedia, 1984), him. 35.
93
Dennis Wrong, The Problem of Order: What Unites and Divides Society (New York:
Free Press, 1994), him. 54-63.
94
Frans Magnis Suseno, Etika Jawa, him. 4 7.
32
kecakapan menggunakan dan memanipulasikan simbol merupakan pengetahuan
esoterik, yaitu hanya diketahui oleh orang-orang tertentu saja, di mana tandatanda tradisional orang itu mempunyai kekuatan besar atau legitimasi-legitimasi
sosial. Karena itu, Jackson seperti halnya Bennedict Anderson95 menawarkan cara
memahami simbol-simbol masyarakat pribumi dalam konteks kekuasaan; dengan
melihat politik sebagai drama yang diritualisasikan, menutupi distribusi hasil
kepada kelompok-kelompok tertentu, daripada alat untuk mencapai tujuan-tujuan
yang konkrit untuk. bagian masyarakat yang lebih luas.96
Kegagalan
memahami
cara
pandang
masyarakat
di
atas
akan
menggagalkan pula kemampuan pemahaman atas tradisi. Bahkan, seperti yang
dikemukakan Jackson, mereka gagal memahami struktur atau pelapisan sosialnya.
Struktur ini didominasi oleh sistem yang relatif otonom, pengelompokan sosial
yang sangat bersifat pribadi, tetapi terikat bersama oleh tanggung jawab personal.
Tampak pada terciptanya hubungan bapak pelindung dan anak buah (patronclient
relationship). Tiap-tiap kelompok atau lingkaran terdiri dari sistem dua sisi, tidak
sederajat, tetapi mempunyai kewajiban berbalasan antara pemimpin dan
pengikut. 97 Lingkaran ini secara sosial cenderung bersifat majemuk, dalam hal
kaya-miskin, terdidik atau buta huruf. Bahkan kelompok masyarakat yang secara
etnik dan punya latar belakang berbeda satu sama lain dapat dipertemukan
bersama dalam mata rantai horizontal melalui tradisi lokal, seperti naluri dan
95
Benedict R. O'G Anderson, Kuasa Kata: Jelajah Budaya-budaya Politik di Indonesia
(Yogyakarta: Matabangsa, 2000), him. 72.
96
Karl D Jackson, Kewibawaan Tradisiona/, Islam, dan Pemberontakan: Kasus Darul
Islam Jawa Barat, terj. M. Maksun (Jakarta: Grafiti, 1990), hlm. 12.
97
Benedict R. O.G Anderson, Kuasa Kata, him. 72-74.
33
pisah. Mata rantai yang bersifat vertikal, yaitu berdasarkan ikatan darah, seperti
hubungan bapak clan anak buah dalam lingkar tradisi sangat bennanfaat bagi
proses pemisahan atau penyatuan kelompok-kelompok keagamaan masyarakat.98
4. Kontlik Sosial Keagamaan Berwujud Radikalisme
Konflik antar agama kerap terjadi dalam perjalanan sejarah. Konflik
menunjukkan perselisihan dan ketegangan akibat pengalaman diskriminasi,
ketidakadilan ekonomi politik, kemiskinan, kepartaian, clan kesalahpahaman
berkaitan dengan distribusi yang tidak sama, serta pembagian kekuatan atau status
yang tidak sah dalam masyarakat. Bahkan, paling spesifik adalah ketegangan dari
pelaksanaan clan operasionalisasi paham, tarekat, dan teologi yang diwujudkan
dalam ritual clan pengembangan keagamaan, baik kristenisasi atau islamisasi
dalam pengertian ekstemal dan internal di berbagai dimensi kehidupan.
Tidak adanya konflik di masyarakat bukan berarti bahwa masyarakat yang
majemuk itu berada dalam kondisi saling hormat, menerima, dan damai. Konflik
dan integrasi dalam masyarakat berada dalam hubungan dialektis, tidak selalu
bertentangan. Keduanya merupakan aspek dari realitas sosial yang sama dengan
sebab atau pemicu yang kaclang sama atau kadang berbeda. Adanya konflik di
masyarakat sebagai hal penting dalam eksistensi sosial, khususnya umat
beragama. Hal ini berkaitan dengan pencarian clan pemenuhan ''jati diri" manusia.
Konflik dapat berfungsi negatif maupun positif, juga berfungsi sebagai faktor
integratif atau disintegratif di dalam masyarakat. 99
98
Fachry Ali, Go/ongan Agama dan Etika Kekuasaan: Keharusan Demokratisasi dalam
Islam Indonesia (Surabaya: Risalah, 1996), him. 293.
99
lchsan Malik, Menyeimbangkan Kekuatan, him. 16.
34
Perlu disadari bahwa konflik berakibat destruktif, tetapi di sisi lain
berfungsi sebagai kontrol dan perubahan sosial. Franklin Dukes misalnya
mengatakan dalam masyarakat demokratis, konflik merupakan basis perubahan
sosial. Kalau harus ada hubungan yang adil, kalau perubahan harus terjadi maka
konflik laten harus selalu tampak pada semua golongan. 100 Dalam banyak situasi,
konfrontasi ini yang memaksa pengakuan saling ketergantungan yang membuat
negosiasi dan dialog menjadi mungkin. Bagaimana kemudian bila negosiasi dan
dialog menjadi buntu karena kondisi ekstemal dari gerakan paham keagamaan?
Kebuntuan negosiasi dan dialog sebagai akibat dari kondisi internal dan
didorong oleh kondisi ekstemal menciptakan kondisi-kondisi radikalisme dari
para penganut agama yang terjepit oleh legitimasi internal masyarakat. Legitimasi
tidak sekadar dipakai untuk kepentingan kebutuhan ekonomis atau kekuasaan
semata, tetapi menjadi fasilitas dalam membentuk pencapaian hegemoni
ideologis, seperti paham keagamaan masyarakat. Kebuntuan semakin menjadijadi, bila kondisi internal masyarakat belum begitu berada di tiga faktor sosiologis
dari sebuah proses islamisasi, seperti yang digambarkan Riaz Hassan. IOI Tiga
faktor itu adalah: (a) meningkatnya jumlah orang yang melek huruf, di mana
kapasitas ini masih dikuasai orang Kristen dengan ajaran al-Kitabnya; (b)
urbanisasi (semata-mata dilakukan para pelaku dari kondisi ekstemal seperti
sistem Wonopringgo); dan (c) pembagian kerja secara sosial, di mana kelompok
Islam masih diperosokkan dalam unit kerja non-pertanian yang miskin.
100
Franklin Dukes, Resolving Public C01iflict: Transforming Community and Governance
(Manchester: Manchester University Press, 1996), him. 55.
101
Riaz Hassan, Islam dari Konservatisme, him. 31-32.
35
Bila kondisi radikalisme di atas dikemas oleh ruh keagamaan dan
kepentingan
kepartaian
PKB
misalnya,
maka
ada
kemiripan
usaha
fundamentalisme versi Kristen, yaitu "menyerukan agama untuk kembali kepada
penafsiran Injil secara harfiah dalam konteks Kristen". 102 Radikalisme dalam
konteks keagamaan lebih mengarah usaha revitalisme berupa "pengkristenan
kembali" dan "pengislaman kembali," atau "ekstremisme Islam" seperti apa yang
disebut Kepel, 103 daripada memakai istilah fundamentalisme Islam. Dalam soal
radikalisme agama, penulis lebih memilih menggunakan istilah Islam radikal atau
radikalisme Islam dalam pengertian Emmanuel Sivan. 104 Radikalisme diartikan
upaya dan gerakan pengembangan paham keagamaan dalam arti harfiah, dan ideidenya diusahakan masuk dalam pembentukan lembaga-lembaga di masyarakat.
Perlu dicatat bahwa radikalisme Islam dalam latar pedesaan Dieng dapat
dikaitkan dengan perebutan sumber ekonomi politik. Prosesnya sama seperti
islamisasi di Pakistan dengan penguatan di bidang kepemilikan tanah. 105 Masalah
ini juga yang membuat sebagian besar orang Islam masuk ke PKI di tahun 19551965. Mereka kemudian konversi ke Kristen, meskipun tidak juga mendapatkan
jaminan tanah atas pilihan itu. Karenanya, menurut Sartono Kartodirjo, konflik di
102
Fundamentalisme seperti ini merebak di tahun 2000, saat pemerintahan George Bush.
103
Gilles Kepel, Muslim F.xtremism in Egypt: The Prophet and Pharaoh, terj. John Rothschild
(Berkeley: University of California Press, 1993), him. 13.
104
Emmanuel Sivan, Radical Islam: Medieval Theology and Modern Politics (New Haven
and London: Yale University Press, 1990), him. 30-37.
105
Riaz Hassan, Islam dari Konservatisme, him. 81-87.
36
pedesaa.n Jawa terjadi seiring perkembangan kondisi ekonomi politik dan sosial.
Secara langsung terjadi pula perubahan sifat dan pola ideologi dalam gerakan. 106
Salah satu bentuk gerakan politik di desa adalah mobilitas kelompok yang
disebabkan kasus kepemilikan tanah yang dianggap tidak distributif. Jika pada
masa silam, sejarah gerakan sosial selalu mengandung sifat religius dan bertujuan
melenyapkan orang asing dengan segala akibat yang ditimbulkan, maka gerakan
sosial akhir abad XIX dan XX lebih dilatarbelakangi oleh keadaan sistem
kepemilikan tanah yang dirasakan tidak adil. 107 Jadi, sifat ekonomi politik lebih
menonjol dibandingkan sifat paham keagamaan yang sekadar sebagai pelengkap
atau alat legitimasi. Akhirnya, agama kerap dilekatkan kepada kepentingankepentingan ekonomi.
5. Penyebab dan Bentuk Radikalisme
Satu varian dari bentuk dan tindakan konflik adalah radikalisme.
Radikalisme bisa disejajarkan secara bersamaan dengan revitalisme dan resistensi.
Munculnya istilah Islam radikal yang dihubungkan dengan pola kerja yang
menentang "kepentingan dan unsur dari Barat" termasuk terhadap agama Kristen
pada akhir abad ke-20 adalah produk Barat dalam dinamika sejarahnya. Sama
persis dengan pandangan Huntington yang menganggap Islam sebagai ancaman,
juga produk Barat. Penelitian Alexander lrwan pernah menanyakan persoalan
apakah perlu pengutuban Islam dan kapitalisme, sehingga radikalisme dapat
muncul dari pergulatan keduanya. Bagi Irwan, lokal Indonesia adalah Islam, juga
106
Karya-karya Sartono Kartodirjo memaparkan persoalan ini secara tegas. Lihat juga
Comelis van Dijk, Darul Islam: Sebuah Pemberontakan (Jakarta: Grafiti, 1995).
107
Putri Agus Wijayati, Tanah dan Sistem Perpajakan, Masa Kolonia/ Inggris (Yogyakarta:
Terawang Press, 2001), hlm. 4, 116.
37
produk dari kapitalisme. 108 Dari kesimpulan semacam ini, radikalisme Islam tetap
muncul di Indonesia seiring hadimya pergulatan itu, apalagi bila terjadi
ketidakadilan dalam aspek kapitalismenya
Karenanya, pola konsumsi dan jaringan kapitalisme yang ada di Indonesia
JUga ikut dibentuk oleh Islam. Yang disebut Islam dalam berbagai bentuk
sekarang sebetulnya merupakan bentukan kapitalisme, dan yang disebut
kapitalisme temyata juga dibentuk oleh Islam. Karena itu, pendekatan one side
embeddedness, yaitu bahwa kapitalisme tertanam (embedded) atau beroperasi
melalui hubungan-hubungan sosial lokal, tetapi Islam tidak dipandang sebagai
embedded dalam kapitalisme, adalah a-historis. Islam radikal sangat mungkin
disebabkan oleh pola kapitalisme ekonomi dalam sebuah struktur masyarakat.
Istilah radikalisme menurut pengertian kamus mengacu kepada keadaan
atau orang dan gerakan tertentu yang menginginkan perubahan sosial dan politik
secara cepat dan menyeluruh. Tidak jarang untuk mencapai tujuan itu, penciptaan
keadaan dilakukan dengan menggunakan cara-cara tanpa kompromi dan bahkan
kekerasan, bukan cara-cara damai. Antonim radikal adalah reaksioner. 109
Pengertian ini mengacu pada keadaan, orang atau gerakan tertentu yang tidak
menginginkan perubahan, ingin mempertahankan status quo. Radikalisme selalu
dihubungkan dengan tingkat praksis seperti kekerasan agama. Padahal di tingkat
wacana dan sikap pun, selalu terbuka pengertian itu masuk. Istilah revitalisme dan
fundamentalisme dapat mewakili pengertian terakhir dari radikalisme itu.
108
109
Alexander Irwan, Islam dan Kapitalisme, hlm. 17.
Makna reaksioner berbanding terbalik dengan radikalisme. Makna lebih halus cenderung
dipahami dengan resistensi. Paparan lebih lanjut ditegaskan Azyumardi Azra, Konjlik Baru Antar
Peradaban: Globalisasi, Radikalisme & Pluralitas (Jakarta: Rajawali Press, 2002), hlm. 112.
38
Berdasarkan paham keagamaan, atas prinsip purifikatif, Muhammacliyah
pada dasarnya bersifat radikal. Muhammadiyah bertujuan melakukan perubahan
menyeluruh terhadap berbagai bentuk kepercayaan dan praktik keislaman yang
sudah tidak murni lagi, tercampur TBC seperti penelitian Munir Mulkhan. Tetapi,
radikalisme pada tingkat paham keagamaan Muhammadiyah dalam banyak kasus
tidak diwujudkan sampai pada tingkat praksis berupa gerakan yang membuat
konflik di masyarakat. Tindakan terakhir lebih banyak cliambil polanya oleh
gerakan-gerakan Islam yang mempunyai kecenderungan salafi-jihadi, 110 seperti
Hizbut Tahrir Indonesia dan Majelis Mujahidin Indonesia.
Umumnya Muhammadiyah menggunakan pendekatan dan cara damai
untuk mencapai aktualisasi radikalisme ideologi melalui usaha pendidikan,
dakwah, dan penyantunan sosial. m Fenomena semacam ini berbeda dalam
dataran wacana yang mengarah ke tindakan praksis yang dilakukan organisasi
NU. Dalam bentuk pergulatan NU dengan politik, khususnya saat menjatuhkan
pilihan ikut ke politik praktis atau "kembali ke khittah 1926" dan sikapnya atas
penerimaan asas tunggal Pancasila ada kecenderungan NU menjadi organisasi
radikalis. Sampai-sampai Nakamura mempopulerkan istilah ''tradisionalisme
radikalis NU". 112 Radikalisme berbentuk praksis NU, dalam sejarahnya tidak bisa
110
Sa/aft Jihadi adalah ide dan gerakan salafi yang mengusung kewajiban tindakan jihad.
International Crisis Group, Al-Qaeda in Southeast Asia: The Case of the Ngruki Network in
Indonesia, Asia Briefing 8 Agustus (Jakarta/Brussels: International Crisis Group; 2002); Juga
terdapat pada www.crisisweb.org.
111
Azyumardi Azra, Konjlik Baru, him. l 15. Belum ditemukan catatan sejarah mengenai
kasus radikalisme Muhammadiyah dalam bentuk praksis.
112
Mitsuo Nakamura, "Krisis Kepemimpinan NU dan Pencarian ldentitas Awai 80-an: Dari
Muktamar Semarang 1979 hingga Muktamar Situbondo 1984" dalam Greg Fealy dan Greg Barton
(ed.), Tradisionalisme Radikal: Persinggungan NU - Negara (Yogyakarta: LKiS, 1997), hlm. 59.
39
lepas dari persaingan dan pertarungan kekuasaan, khususnya antar golongan
tradisionalis dan modernis.
Tindak praksis radikalisme kerap diungkapkan melalui jalan kekerasan
atau rasa permusuhan. Karenanya, kekerasan agama sering disebut radikalisme
agama Secara etimologis, radikalisme berasal dari kata radix, berarti akar. Orang
radikal adalah orang yang menginginkan perubahan atas situasi yang ada dengan
menjebol sampai ke akarnya. "Seorang radikal, seorang yang menyukai perubahan
cepat dan mendasar dalam hukum dan metode pemerintahan." Radikalisme dapat
dipahami sebagai sikap yang mendambakan perubahan atas status quo dengan
jalan penghancuran total, dan menggantinya dengan sesuatu yang baru, yang sama
sekali berbeda. Cara yang digunakan bersifat revolusioner, menjungkirbalikkan
nilai-nilai yang ada secara drastis lewat kekerasan dan aksi ekstrem. 113
Secara sosiologis, radikalisme kerap muncul ketika masyarakat mengalami
anomi atau kesenjangan antara nilai-nilai dengan pengalaman. Di samping itu,
warga masyarakat merasa tidak lagi mempunyai daya untuk mengatasi
kesenjangannya, sehingga radikalisme dapat muncul ke permukaan. 114 Banyak
faktor
yang
mendorong
munculnya
radikalisme.
Sosiolog
Max
Rudd
mengingatkan fungsi politik yang konprontatif dapat mendorong proses
radikalisme. 115 Weber melihat radikalisme pada konteks politik massa.
113
Amin Rais, "Islam dan Perubahan Sosial Politik di Negara Sedang Berkembang:.Suatu
Pengantar'' dalam John L. Esposito (ed.), Islam dan Perubahan Sosial-Politik di Negara Sedang
Berkembang (Yogyakarta: PLP2M, 1993), him. 132.
114
Roland Robertson, Agama dalam Analisa dan Interpretasi Sosiologis (Jakarta: LP3ES,
1988), him. 39.
115
Ibid., him 4 7.
40
Kapitalisme yang mula-mula begitu optimis terhadap masa depan manus1a,
kemudian telah menimbulkan suasana rutinitas-ritualistis yang sangat monoton
dan fatalisme, dan telah menyeret manusia ke penjara besi (iron cage) yang tanpa
jiwa, tanpa nurani. Kapitalisme telah menyebabkan manusia teralienasi (terasing),
meminjam istilah Karl Marx, dan mendorong godaan-godaan radikalisme sebagai
solusi utopis. 116
Pudarnya ikatan kelompok primer dan komunitas lokal, tergusurnya ikatan
parokial menurut Daniel Bell dalam The End of Ideology juga dapat mendorong
munculnya radikalisme. 117 Sigmund Freud menyatakan faktor yang mendorong
munculnya gagasan radikalisme adalah apa yang disebut melancholia, yaitu
kejengkelan mendalam yang menyakitkan (a profoundly pairifUl dejection). ll 8
Pada akhimya, radikalisme menjadi pergulatan antara pengorbanan manusia
dengan harapan-harapan keduniawian yang didorong oleh magisme atau
religiusme. Dengan kata lain, pengorbanan yang dilakukan oleh manusia ''yang
mengandung unsur kekerasan itu "diperintah oleh agama atau magis. 119
Bila kesimpulan di atas dipegang, berarti ada semacam pembenaran bahwa
aspek politik dan ideologi kerap mengotori agama, meskipun agama menempati
tempat suci yang merupakan entitas di luar manusia. 120 Ajaran agama di negara
berkembang masih amat potensial sebagai sumber tindakan praktis dalam
116
Max Weber, The Protestant Ethic, him. 50.
117
Daniel Bell, The End ofIdeology (London: Pluto, 2003), him. 117.
118
Erich Fromm, Akar Kekerasan: Analisis Sosio-Psikologis atas Watak Manusia, terj.
Imam Muttaqin (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), him. 189.
119
Max Weber,
120
Haryatmoko, Etika Politik Kekuasaan (Jakarta: KPG, 2004), him. 41.
The Sociology of Religion (Boston:
Beacon Press, 1972), him. 22.
41
hubungan individu dengan kelompok. Oleh sebab itu, agama menjadi dasar
terbentuknya dari apa yang disebut Donald E. Smith sebagai "Religio political
system" atau "Religions mindedness" dalam kacamata Geertz. Bentuk ini adalah
suatu proses tercapainya ideologisasi agama. 121 Agama memiliki kekuatan
potensial untuk membakar fanatisme; serta mengobarkan pergolakan dan
kekerasan di kala ada kesempatan untuk diletuskan. Agama dengan posisi itu,
mempunyai fungsi ganda, yakni sebagai pembentuk integritas dan pembentuk
konfik kekerasan, berupa radikalisme agama.
6. Menghegemonikan Ideologi
Pemahaman proses politik yang melahirkan radikalisme atas nama agama
di tingkat desa, perlu dilihat dari latar belakang masyarakat yang kebanyakan
bertumpu di sektor pertanian. Analisis radikalismenya memperhitungkan susunan
dan hierarki nilai-nilai pedesaan, karakteristik lambang, beserta tujuan dan pola
tindakan dari ekonomi politik pertanahan plus sektor pendukung seperti
perdagangan dan pasar. 122 Diakui bahwa konflik pada awalnya sebatas perebutan
ekonomi politik pertanahan dan perdagangan. Selanjutnya diikutkan kepada
gerakan keagamaan Islam yang diperhadapkan dengan kelompok Kristen. Dalam
perjalanan aktivitas, gerakan sosialnya tidak dipimpin oleh seorang individu,
tetapi
diserahkan
melalui
keputusan
kolektif
yang
difasilitasi
sistem
Wonopringgo. Bila diperhatikan lebih jeli, beberapa faktor telah mendekati
fenomena radikalisme agraria dalam bingkai paham keagamaan. Identitas budaya
121
Donald Eugene Smith, Agama dan Modernisasi Politik, terj. Muhammad Ridwan
(Jakarta: Rajawali Press, 1985), him. 39.
122
Robert W Hefuer, Geger Tengger, him. 85-94, 193; dan Budaya Pasar: Masyarakat dan
Moralitas dalam Kapitalisme Asia Baru (Jakarta: LP3ES, 1999), him. 202.
42
pertanian, meski tidak bekerja di pertanian karena ketiadaan tanah, terikat secara
tidak terpisahkan dengan agama mereka. Ada kecenderungan mempertahankan
identitas tersebut, khususnya bila ada ancaman dari nilai-nilai asing. 123
Pemertahanan identitas termasuk pada aspek kelas atau stratifikasi sosial
masyarakat. Pada masa-masa pra dan pasca kemerdekaan, kelas sosial di Jawa
umumnya didasarkan pada kepemilikan tanah, di samping jabatan pemerintahan
(ambtenaar), dan jabatan keagamaan seperti penghulu. 124 Khusus untuk
stratifikasi atas dasar kepemilikan tanah terdiri dari dua golongan besar; yaitu: 1)
kelompok wuwungan atau tuan tanah, dan 2) kelompok buruh. 125 Dalam konteks
lokal, kelompok wuwungan terdiri dari keturunan para pembuka hutan yang taat
beragama versi Sadrach, dan bangsawan yang biasanya kurang taat beragama.
Kelompok buruh berasal dari kaum penggarap, dan kerap berusaha mendekatkan
diri dengan agama. Kelompok wuwungan di saat-saat kemudian secara politik
banyak diangkat menjadi pejabat sipil atau pengurus-pengurus partai.
Kebijakan di atas dimaksudkan untuk memecah belah atau memperhebat
antagonisme antara elite priyayi abangan (birokrat tradisional) dengan masyarakat
(santri) yang dianggap berbahaya bagi hegemoni jajahan, 126 atau kelompok
penguasa. Harapan dari diskriminasi yang dilakukan Belanda dan Orde Baru itu,
123
Koentjaraningrat, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia (Jakarta: Djambatan, 1987),
him. 78-82.
124
Muhamad Hisyam, Caught Between Three Fires: The Javanese Pangulu Under the
Dutch Colonial Administration I882-I942 (Jakarta: INIS, 2001), him. 13.
125
Fachry Ali, Golongan Agama dan Etika Kekuasaan: Keharusan Demokratisasi dalam
Islam Indonesia (Surabaya: Risalah, 1996), him. 112.
126
Hal ini dilakukan oleh pemerintah Belanda dan penguasa Orde Baro, Clifford Geertz,
The Religion ofJava, him. 98.
43
bahwa kelompok buruh mendukung kelompok wuwungan khususnya bangsawan.
Dalam praktiknya, ban.yak kelompok buruh malah berbalik memusuhi kelompok
wuwungan, seperti kasus keterlibatan orang-orang desa ke partai PK.I di tahun
1960-an. 127 Stratifikasi sosial seperti ini terjadi juga dengan sendirinya di
masyarakat; sehingga menciptakan permusuhan antar kelompok warga. Salah satu
akibatnya adalah timbul radikalisme di kalangan wong cilik atau kawula alit.
Bagaimana bila wong cilik atau kawula alit-nya berasal dari kelompok masyarakat
beragama Islam? Meski demikian, konflik dan radikalisme keagamaan tidaklah
selalu dari bawah ke atas karena rasa ketidakadilan sumber-sumber ekonomi
politik, melainkan juga dari atas ke bawah. Biasanya tampak dari kelompokkelompok politik kepartaian. Mereka memutarbalikkan atau memainkan mitos
baku dan perbedaan legitimasi atau dominasi yang dimiliki suatu kelompok sosial.
Gramsci 128 berpandangan bahwa pembakuan mitos, sejarah, dan fakta
sosial seperti aspek ekonomi politik adalah rangkaian fasilitas komunikasi
kekuasaan untuk menghegemoni struktur bawah. Baginya, politik bukanlah
aktivitas otonomi dalam konteks perkembangan material. Politik adalah pusat
aktivitas manusia dan melalui aktivitas ini kesadaran tiap pribadi diangkat dalam
kontak dunia di luar dirinya melalui berbagai manifestasi. Karenanya, kelas yang
dianggap berkuasa tidak hanya membenarkan dan mempertahankan dominasinya,
127
128
Robert W Hefuer, Geger Tengger, him. 56.
Sedikit berbeda dengan pandangan Marx yang lebih menekankan analisis semata atas
kekuatan ekonomi politik sebagai kekuatan konflik dalam memahami civil society. Marx melihat
bahwa struktur masyarakat berakar pada kondisi material yang diukur secara ekonomis, Daniel L
Pals, The Seven Theories of Religion (New York: Douglas, 1997), him. 91. Teori Gramsci
merupakan perkembangan lebih lanjut dari teori Karl Marx dan sama-sama tertumpu pada akar
pemikiran materialisme, Haryatmoko, Etika Politik, hlm. 4.
44
tetapi juga berusaha agar dapat memenangkan konsensus atas kelas yang
diperintah. 129 Jika dilihat dari rangkaian ini, Gramsci mengartikan hegemoni
sebagai sebuah organisasi konsensus. Di dalamnya terjadi hubungan persetujuan
menggunakan kepemimpinan politik ideologis dan bukan hubungan dominasi
dengan menggunakan kekerasan. Dengan kata lain, hegemoni merupakan
hubungan antar kelas dengan kekuatan sosial lain. Kelas hegemonik, kelas yang
mendapat persetujuan kelas dan kekuatan sosial lain dengan menciptakan dan
mempertahankan sistem aliansi melalui perjuangan dan ideologi. 130 Sistem aliansi
tercipta karena asas persamaan ideologi keagamaan dan praktik kapitalisme. 131
Kelas lebih rendah akan mendapat persetujuan dan dukungan dari kelas
dan kekuatan sosial lain apabila melampaui fase korporasi, di mana kepentingan
kelas dan kelompok lain diperhatikan. Kepentingan yang ada tidak terbatas pada
perjuangan lokal berupa economic-corporate struggle. Mereka harus siap
membuat berbagai konsensus agar bisa mewakili semua kelompok sosial yang
129
Ibid., him. 65.
130
Jonathan Turner, The Structure ofSociology Theory (The Dorsey Press, 1978), him. 42.
131
Dalam kaitan dengan konsep kekuasaan, Gramsci membedakan tiga fase perkembangan
kesadaran politik kolektif dan organisasi. Fase pertama, terjadi ketika seorang pedagang merasa
perlu berdiri sejajar dengan pedagang lain, pengusaha dengan pengusaha lain. Belum ada
solidaritas dari pengusaha terhadap pedagang. Telah ada kesadaran kepentingan bersama antara
para professional dan perlunya mereka bersatu, namun belum menyadari kebutuhan bergabung
dengan kelompok lain dalam kelas yang sama. Serikat dagang mulai dibentuk. Fase kedua, fase
kesadaran akan kepentingan bersama semua kelas tumbuh, masih di bidang ekonomi. Masalah
masyarakat mulai diperhatikan, sebatas keinginan memperoleh persamaan hukum dan politik
dengan kelompok yang berkuasa Mereka masih berada di kerangka kapitalisme. Fase pertamakedua ini disebut sebagai fase ekonomi-korporasi (fase korporasi). Fase ketiga, fase hegemoni.
Fase ini merupakan fase dimana kelas pekerja mulai bergerak menentang hegemoni kelas kapitalis.
Semakin banyak pekerja yang sadar akan perlunya memperhatikan kepentingan kelompok dan
kelas sosial lain, agar mereka dapat menemukan cara menggabungkan kepentingannya dengan
kepentingan kelas dan kekuatan sosial lain. Mereka mulai mengembangkan kesadaran politik
sebagai pengganti kesadaran korporasi. Ibid., him. 34-35. Lihat juga Carl Boggs, Gramsci's
Marxism (London: Pluto, 1976), him. 29-37.
45
besar, fase hegemoni. Hegemoni memiliki dimensi nasional-kerakyatan sebab
menggabungkan perjuangan clan gagasan kekuatan sosial lain dengan kepentingan
kelas. Tujuannya adalah meraih posisi kepemimpinan dari struktur masyarakat. 132
Teori hegemoni Gramsci sebenarnya hampir sama prinsipnya dengan teori
dominasi Karl Marx clan Weber. Dominasi diukur secara ekonomi politik dari
struktur atas (penguasa-pemilik) terhadap struktur bawahnya dengan cara aktif.
Dalam hal ini, struktur paling aktif melakukan gerakan adalah struktur bawah.
Tujuan mereka untuk merebut dominasi dari berbagai fasilitas kelas yang ada
untuk kepentingan bersama. Struktur atas juga tetap melakukan perjuangan untuk
mempertahankan dominasi. Caranya adalah dengan pemaksaan, pembakuan, clan
unsur kekerasan lain, tanpa rasa kesadaran adanya kepentingan kelas sosial lain.
Dominasi dalam pengertian disertasi ini cenderung mengarah pada pengertian
hegemoni Gramsci. Dominasi ekonomi politik pemilikan tanah misalnya, berarti
fasilitas komunikasi berlakunya kekuasaan di berbagai legitimasi spiritual, sosial,
ekonomi, clan politik yang dimiliki kelompok Kristen di pedesaan Dieng.
F. Metode Penelitian
1. Alasan Pemilihan Lokasi dan Periode Penelitian
Kegiatan penelitian ini dikhususkan untuk melihat dua desa utama:
Karangkobar di Banjarnegara dan Kasimpar di Pekalongan. Kedua desa tersebut
terletak di sepanjang garis atau kaki pegunungan Dieng. Areanya dipilih dengan
132
Kelas hegemonik yang berhasil membangun blok kekuatan sosial dan mampu bertahan
sepanjang periode sejarah disebut Gramsci sebagai historic block. Historic block dalam konteks
lokal berupa legitimasi keturunan dan spiritual yang memungkinkan tertam:apnya hegemoni bagi
generasi berikutnya. Dengan demikian, hubungan antar dua kelas utama, yakni kelas pemodal
(pemilik) dan kelas pekerja (akar rumput) bukanlah hubungan pertentangan yang sederhana antara
dua kelas, melainkan hubungan kompleks karena melibatkan kelas dan kekuatan sosial lain.
Haryatmoko, Etika Politik, him. 77-82.
46
dua alasan: Pertama, Karangkobar dikenal sebagai wilayah pertemuan dagang
antar desa di sepanjang pegunungan Dieng, 133 dan desa Kasimpar betul-betul
sebuah wilayah yang menjadi sentra produksi pertanian dan perkebunan di
pegunungan. 134 Di zaman Belanda sampai sekarang, dua desa ini terkenal sebagai
wilayah endemik penyakit pes. 135 Kedua, dua desa itu di samping desa-desa lain
yang berada di sepanjang pegunungan Dieng merupakan daerah pertemuan antara
pelayanan atau pengabaran kelompok Kristen Sadrach non-Karangyoso dengan
133
Di zaman Belanda Karesidenan Banyumas terletak dibagian barat Bagelen dan
berbatasan langsung dengan pantai selatan Jawa. Di tahun 1879, Karesidenan Banyumas adalah
daerah paling luas terkena proyek pembuatan jalur kereta api SS Yogyakarta-CilaGap, SDS,
Verslag van Een Dienstreis Naar Batoer, 20-23 Juni 1917, Koleksi Arsip W. Morpey. Juga arsip
SDS, Nota van Een Reis van Banjarnegara Naar Karangkobar, Batoer, Dieng, Wonosobo,
Parakan en Ngadirejo van 5-17 November 1898. Koleksi Arsip J. Hillen, him. 71. Wilayah ini
memiliki luas 5.500 km persegi dengan penduduk 1.468.000 jiwa pada tahun 1905, termasuk
1.100 orang Eropa. Mereka terdiri dari zending, misionaris, clan administratur perkebunan clan
pelabuhan; 6.800 orang Cina serta Timur asing lain. Di sebelah barat, sungai Citandui, pembatas
Banyumas dengan Priangan (Ptiangan Regentschappen). Karesidenan Cirebon juga menjadi
wilayah perbatasan di bagian barat Banyumas, di sebelah utara berbatasan dengan Pekalongan
khususnya desa Kasimpar, sebelah timur dengan Bagelen, dan selatan dibatasi Samudera Hindia.
Wouter de Jong dan Frank van Steenbergen, Town and Hinterland in Central Java (Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press, 1987), him. 143.
134
Kasimpar, dalam peta Belanda dan bahasa keseharian orang Petungkriono biasa disebut
Derma. Wilayah pedesaannya berada di ujung selatan Pekalongan clan bersentuhan langsung
dengan garis perbatasan wilayah Banjarnegara. L.V. Joekes, "Het Gedeelte Batang-Weleri van den
Grooten Postweg op Java" dalam Bijdragen, deel 104, Tweede en Derde Atlevering (Jakarta:
KITLV, 1940), hlm. 31. Di wilayah ini terdapat sebuah gereja induk yang dahulu dikenal sebagai
Gereja Kerasulan yang sengaja didirikan Sadrach. Melalui muridnya, gereja induk kemudian
mengembangkan pepantan-nya ke Cemiring, Karangkobar, Purbo, dan Katembelan. Perimbangan
jumlah penduduk pada tahun 1930, 68% Kristen dan 26% Islam, dan 8% Hindu (Catatan GK
1976) clan 62% Kristen dan 38% Islam di tahun 2003 (Petungkriono dalam Angka tahun 2004).
Keadaan wilayah lebih angker clan "berhantu" dari pedesaan Karangkobar. Karenanya, Sadrach
clan murid-muridnya yang membuka pedesaan ini dianggap sebagai orang sakti clan wingit
setingkat Ratu Adil.
135
ANRI, Memorie van Overgave Jawa und Madura 1922-1935 (Jakarta: Tim Penerjemah
Manuskrip Belanda ANRI, 1992), him. 161-163. Di dalam koleksi itu meliputi laporan L. Homans,
l Mei 1922; M. Zandveld, 4 Juli 1922; J.C. Jaspers, 5 Juni 1926; J.J. van Helsdiengen, 14 Mei
1928; M.J. Pauwert, 13 Agustus 1928; de March (1930); V. de Leeuw (1932); W.C. Adriaans
(1933); clan H.G.F. van Huls (1937); Kabupaten Pekalongan, Kabupaten Pekalongan Tahun 2000
(Pekalongan: BPS, 2002), him. 22.
47
Kristen zending, 136 Cina dengan kelompok SI, an.tar berbagai tarekat, NU dan
Muhammadiya.14 beberapa politik kepartaian; dan tentu antara kristenisasi 137 dan
136
Berdasarkan naskah-naskah Sinode GKJ Salatiga dan Sinode Nederlands Gerejormeerde
Zendings Vereeniging (NGZV) Semarang dari tahun-tahun yang mendekati pembukaan dan
penyelesaian jalur kereta api (1879-1934) dan jalan raya (1911-1960); kasus kristenisasi di
sepanjang pegunungan Dieng terbagi atas dua kelompok, masing-masing tetap dipengaruhi
zending Belanda. Kelompok pertama, kelompok zending yang mendapatkan satu majelis di
Banyumas kota dan enam majelis di wilayah Banyumas, yaitu tiga majelis di Karang Anyar, satu
majelis di Purbalingga, dua majelis di Pekalongan, satu majelis di Banjarnegara, dan satu majelis
Patuguran. Kelompok kedua, kelompok Sadrach mempunyai empat majelis di Banjarnegara,
delapan majelis di Purwokerto, dua majelis di Sumpiuh, dua majelis Singamarta, 19 majelis di
wilayah Dieng, terdiri dari tiga majelis di Karangkobar, enam majelis di Batur, lima majelis di
Wonosobo, dan lima majelis di Pekalongan bagian atas, C. Gullot, Sadrach, him. 45-48, 198-210;
J. Weitjens, "Pastur van Lith Mengenai Kiai Sadrach" dalam Orientasi, Vol. VI, No. 8
(Yogyakarta: Kanisius, 1974), hlm. 14; I. Sumanto, Kiai Sadrach: Seorang Pencari Kebenaran
(Jakarta: BPK, 1974), hlm. 8. Seiring pertumbuhan infrastruktur ekonomi, penyebaran Kristen
melalui kedua kelompok Kristen di atas berlangsung baik yang memungkinkan bertambahnya
jumlah orang Kristen. Tahun 1889 orang Kristen di Banjarnegara awalnya berjumlah 334 jiwa
yang tersebar di sekitar 34 desa, P. Heyting, Rapport van Zendeling A-D (Utrecht: C.H.E. Breijer,
1891 ), hlm. C; dan pada tahun 1900 menjadi 729 jiwa dengan jumlah desa 44 dan 36 penatua atau
pepantan, Tb. Sumartana, Mission at the Crossroads, hlm. 179.·Kedua kelompokjemaat: zending
dan Sadrach masing-masing bekerja sendiri-sendiri, meski kadang satu sama lainnya bekerjasama
dalam suatu momen atau daerah seperti kasus zending Bieger, guru lnjil Wilhelm, dan Sadrach
dengan bantuan mevr. Philips ketika melakukan kristenisasi di Bagelen. Tahun 1899, Karesidenan
Banyumas terpetakan atas tiga penginjilan zending; wilayah kristenisasi Vermeer dan Uhlenbusch;
wilayah Kristen Mevr. Philips; dan wilayah Kristen Sadrach, J.D. Wolerbeek, Babad Zending ing
Tanah Jawi (Purwakarta: t.p, 1939), him. 74-83. Tahun itu secara kronologis menjadi latar
pembukaan wilayah besar-besaran oleh Belanda. Tujuannya untuk mewujudkan kebijakan
ekonomi yang bersifat efektif atas distribusi produksi. Penggandengan zending dilakukan untuk
kristenisasi di wilayah yang dibuka sebagai perkebunan teh, gula, dan tembakau, serta pembukaan
jalur transportasi tengah-timur. Tahun 1899-1929 menjadi latar kristenisasi kelembagaan formal
zending dan informal pengabar pribumi. Berbeda di kisaran tahun 1930-1967 dan 1970-2000 lebih
tertuju pada kristenisasi mantan jemaat Sadrach melalui GKJ dan Salatiga zending.
137
Kristenisasi yang terjadi di wilayah Karangkobar dan Kasimpar sama-sama dimulai
tahun 1880-1935, dekade 1960-an sebagai kristenisasi berbasis politik ideologi (baptisan massal)
pasca PKI, dan dekade tahun 1990-2004 adalah puncak hubungan antar agama dari rentetan
kesejarahan sebelumnya. Kristenisasi dalam sejarah sosial pedesaan menggunakan empat pola
berbeda. Pertama, pola kristenisasi yang dilancarkan zending Belanda lebih ditekankan aspek
fasilitas dan kekuatan ekonomi politik. Pola ini digunakan di tahun 1880-1925. Kedua, pola
kristenisasi yang dilakukan komunitas Sadrach dengan mengakomodasi filsafat kejawaan dan
ngelmu dalam mengembangkan Kristen. Pola ini digunakan kisaran tahun 1887-1935. Ketiga,
kristenisasi yang berbasis kepentingan ideologi politik khususnya saat fenomena konversi mantan
orang-orang PKI ke Kristen. Keempat. Kristenisasi atas nama harmoni hubungan masyarakat yang
dibingkai legitimasi sosial, berupa penguasaan sumber-sumber ekonomi politik dan tradisi yang
diperoleh dari generasi sebelumnya terhadap kelompok Islam. Pola ini berlangsung mulai tahun
1990-2004 dan memunculkan tanda-tanda dinamika konflik berupa radikalisme agama dan
radikalisme agraria.
48
islamisasi. 138 Di samping itu terjadi pula praktik-praktik radikalisme agama dalam
konsep perebutan kepemilikan tanah. Ada tanda semacam "desa menyerang kota"
dalam pola radikalismenya.
Fenomena sosial di pedesaan Karangkobar dan Kasimpar makin menarik
saat beberapa konflik keagamaan dan interaksi sosial saling mengait dengan
dinamika sejarah sebelumnya. Secara kronologis dapat digambarkan di bawah ini:
Bagian pertama, bisa disebut periode pembentukan mitos dan pembuatan
bahan-bahan pewarisan sejarah sosial bagi hubungan antar varian Kristen maupun
bagi hubungan kelompok-kelompok keagamaan. Periode ini terbagi ke dalam dua
rentang, yaitu: 1) periode 1860-1882 atau sezaman Sadrach beserta komunitas
keagamaan yang berkembang juga di Karangkobar dan Kasimpar. Ada tiga
peristiwa penting yang menjadi awal tersebarnya Komunitas Sadrach. Tiga
peristiwa itu, seperti ditangkapnya Sadrach, diawasinya Karangyoso, dan
138
Proses islamisasi di Karangkobar dan Kasimpar dilakukan oleh para aktivis organisasi SI
dan organisasi Islam lain seperti NU dan Muhammadiyah dari Surakarta, Wonosobo, clan
Pekalongan. Aktivitas SI misalnya dimulai sejak tahun 1912 hingga politik pasca kemerdekaan;
walau SI di Surakarta sendiri telah kehilangan pamor organisasinya sejak tahun 1927-an. Sebagai
efek balik dari kristenisasi, tahun 1920-1942 gerakan SI (dengan nama-nama berbeda) telah secara
aktif melakukan islamisasi terhadap para mantan jemaat Sadrach yang tidak terakomodasi oleh
GKJ. Tahun-tahun kemudian disusul oleh organisasi lain. Pola islamisasinya mempunyai
kemiripan, yaitu sama-sama dibungkus kepentingan ekonomi politik yang memberi benturan clan
pengbadapan dengan komunitas Kristen dan Cina THKTKH. Sebelumnya mereka telah lebih
dahulu menguasai distribusi produksi dan kepemilikan tanah jauh sebelum kedatangan SI. Masa
tahun 1942-1990 dianggap masa koordinasi dan pembesaran jemaah publik Islam SI di
Karangkobar. Beberapa orang komunis beragama Kristen (kelompok merah) bergabung dengan SI
seperti halnya yang terjadi di Semarang. Hal ini mendapat tentangan keras di kalangan Islam SI
dan organisasi tarikat di Banjarnegara. Tahun-tahun itu pertentangan antara kelompok Islam
dengan Kristen dan komunitas Cina mengalami puncak, seperti rentetan peristiwa anti Cina
(Kristen) di Kudus tahun 1918, Wonosobo tahun 1926, juga terjadi di Banjamegara, meski dalam
skala kecil. Puncak pertentangan yang berdarah-darah antara kelompok SI dan Cina (Kristen GKI)
dalam berbagai biclang terjadi di tahun 1955-1960. Sugiyanto, Abdul Fatah, clan Tajri merupakan
ilustrasi pemimpin kekerasan sosial era 1950-1967-an.
49
dilarangnya kebaktian di masjid. Di wilayah-wilayah Kedungtawon, Batang,
Yogyakarta, Wonosobo, dan Kutoarjo terjadi dua konflik di tiap wilayahnya. 139
2) Periode 1883-1957, yaitu sejak Sadrach dan murid-muridnya hams
melakukan babad alas di Karangyoso dan wilayah lain di pegunungan Dieng
sampai diakuisisinya jemaat Kerasulan Sadrach secara formal ke tubuh GKJ. Di
rentang tahun ini pula tercatat 23 peristiwa konflik yang berhubungan dengan
fenomena keagamaan bersifat internal dan ekstemal, serta aspek ekonomi politik.
Pergulatan konflik ekstemal keagamaan di tahun-tahun ini lebih sering dilakukan
antara organisasi Islam SI dengan kelompok Cina THKTKH dan Kristen zending.
Konflik bersifat fisik dalam arti pemukulan, penganiayaan, pembunuhan,
perusakan, pembakaran, dan pengusiran. 140 Periode ini menjadi analisis historis
sampingan atas berbagai peristiwa yang terjadi di periode berikutnya.
Bagian kedua, bisa disebut periode pergumulan dan tafsir ulang secara
radikal atas mitos, fakta sosial, dan simbol keagamaan. Pergumulan dan tafsir
ulang ini berpengaruh bagi hubungan antara varian-varian (prinsip dan normatif)
Kristen dan Islam, maupun hubungan antar kelompok-kelompok keagamaan yang
dikemas dalam legitimasi spiritual dan ekonomi politik, serta bermainnya
kepentingan ideologi kepartaian atas nama agama. Periode ini terbagi ke dalam
tiga rentang waktu, yaitu:
139
Konflik internal kekristenan antara komunitas ·Sadrach dengan komunitas Kristen
zending seperti yang tennuat secara lengkap dalam laporan pejabat pengawas Kristen de Wolf van
Westerrode di Karangkobar. Beberapa manuskrip Karangyoso dimuat Soetarman Soediman
Partonadi, Komunitas Sadrach, him. 320-344.
140
Peristiwa-peristiwa konflik dan interaksi sosial ini diteliti secara tajam untuk program
penelitian Indonesia Across Orders, Netherland lnstituute voor Oorlogsdocumenatie Belanda, M.
Alie Humaedi, Garong: Gaboengan Romusha Ngamoek, 1942-1957 (Jakarta-Amsterdam: NIODKITLV& LIPI, 2005).
50
1) Periode tahun 1957-1965, sesaat komunitas Sadrach masih kaget clan
meraba-raba jalan clan prinsip semacam apa yang akan dianut ketika barn saja
diakuisisi oleh GKJ. Secara politik nasional, pergolakan politik yang berpaham
nasionalis, Islam, clan komunis semakin runyam clan tidak terkendali. Isu-isu
nasionalisasi aset Belanda dimanfaatkan juga untuk propaganda-propaganda
partai. Hasil pemilu tahun 1955 menjadi pijakan mendasar untuk merebutkan
lebih banyak lagi pundi-pundi suara di tingkat lokal. Pertentangan antara partai
Islam seperti Masjumi dan NU dengan PK.I semakin tajam.
Beberapa keresahan sosial berupa amuk: massa clan aktivitas 3 B (bawa,
bakar, bunuh) semakin meningkat di tingkat lokal Karangkobar. Dapat diajuk:an
contoh aktivitas ini seperti bentrokan 1NI clan laskar rakyat dengan sisa-sisa
pemberontak DI TII dan Bambu Runtjing, perampok dan garong kelompok
Maling Suci Tjondro Soeroso, Bengseng Suci Suhadi, clan Orang Jobong Sudarto
c.s. yang terjadi di sepanjang pegunungan Dieng, mulai dari garis Purbalingga,
Wanadadi, Karangkobar, Wanayasa, sampai Batur yang menewaskan sekitar
1.000 orang. Belum ditambah oleh pengejaran dan pembakaran yang dilakukan
orang-orang SI dan NU melalui Laskar Hizbullah terhadap pendeta Osborn yang
melakukan kristenisasi dan fitnah di pedesaan Dieng. 141 Di tingkat lokal
Kasimpar, pemikahan beda agama yang memaksa seorang anak murid Sadrach
untuk konversi ke Islam menjadi bibit permulaan tradisi pisah yang dilakukan
orang-orang Kristen.
141
Keterangan didapatkan secara jelas dalam artikel berjudul besar "Djawa Tengah Kotor"
dalam Pewarta Soerabaia, Nomor 6 Tahun 1957, Nomor 3 Tahun 1960, dan artikel rahasia
perjalanan pasukan kaveleri KODM di tahun 1957-1976.
51
2) Periode tahun 1965-1986, memanasnya hubungan sosial dan ekonomi
politik lebih sering diakibatkan dari perbedaan partisipasi politik dan identitas
keagamaan. Pada tahun-tahun ini terjadi peristiwa berdarah, yaitu saat terjadinya
perburuan dan pembunuhan orang-orang PKI yang dicap anti agama oleh orangorang Islam, khususnya yang berasal dari kelompok NU. Dari peristiwa berdarah
itu yang memunculkan fenomena konversi ke Kristen secara besar-besaran, atau
biasa disebut "baptisan massal". Kristenisasi yang berhubungan dengan proses
penyelamatan dan pengayoman orang-orang PKI ini dikemas dan ditafsirkan
secara berbeda oleh orang Islam. Akibatnya suasana makin memanas. Peristiwa
pisah kedua kembali dimunculkan untuk memisahkan orang Islam dan Kristen.
Belum ditambah merebaknya isu pembakaran gereja di Kasimpar dan Purbo.
3) Periode tahun 1987-2006, hampir sama kasusnya dengan periode kedua,
kemasan paham keagamaan dan ideologi kepartaian sangat kentara pada periode
ini. Dalam paham keagamaan, kehadiran dan perintah pendeta Kristian yang
kharismatik lagi purifikatif yang mengecap kafir orang-orang Kristen dan Islam
yang melakukan bid'ah atas tradisi-tradisi dan keyakinan nenek moyang membuat
suasana semakin panas. Di kelompok Kristen hanya memunculkan varian-varian
internal yang didasarkan pada penilaian normatif. Tidak demikian halnya dengan
kelompok Islam, mereka kembali menguatkan pisah dan bersikap untoleran yang
dipraktikkan secara "radikal" terhadap orang Kristen, belum ditambah masuknya
jaringan santri Wonopringgo di tahun-tahun berikutnya yang memainkan fungsi
paham ke NU-an, Tarekat Naqsyabandiyah, dan kepartaian PKB-nya.
52
Ketegangan antar kelompok varian besar clan varian internal keagamaan,
kepartai~
clan pelaku ekonomi tampak nyata dalam periode tahun 1987-2006.
NU dengan Muhammadiyah, SI dengan Cina atau antara kelompok Islam dengan
kelompok Kristen secara umum. Pola kon:flik mengarah pada pemunculan sikap
radikal dari kelompok Islam yang dianggap tradisional, akomodatif, clan selalu
patuh pada tradisi bersama masyarakat. Kemunculan sikap radikal dari
sebelumnya yang toleran dari kelompok Islam tidak berdiri pada dimensi
keagamaan saja, tetapi juga dimensi-dimensi sosial yang tertumpu pada perebutan
aspek ekonomi politik. Tafsir ulang atas mitos clan tradisi lokal semacam naluri
clan pisah dilakukan, demikian juga tafsir atas simbol-simbol keagamaan
diletakkan pada pergulatannya dengan kelompok varian internal Islam maupun
kelompok Kristen. Akhirnya, periode tahun 1965-1986 clan tahun 1987-2006
inilah yang menjadi latar kesejarahan yang diambil dalam penelitian ini.
2. Pendekatan dan Metode Analisis
Penelitian disertasi ini menggunakan deskripsi kualitatif melalui cara
pandang historis-sosiologis. Pengertian sosiologi di sini lekat dalam tradisi
keilmuan Perancis yang merangkai segi-segi di biclang etnografi dan antropologi,
baik antropologi agama maupun budaya. Di samping khazanah sosiologinya
sendiri.
142
Meskipun dalam paparan data-datanya meniru penulisan model sejarah
sosial dalam tradisi keilmuan Belanda. Adapun analisis kajian terhadap fenomena-
142
Norman K. Denzin dan Y'vonna S. Lincoln (ed.), Handbook of Qualitative Research,
(London: Sage Publisher, 1994), him. 23-45.
53
fenomena di lapangan yang ditemukan didekati dengan paradigma sejarah la
annales dan metode thick description. 143
Paradigma la annales dikenalkan pertama kali oleh Denys Lombard dalam
penelitian sejarah terhadap fakta-fakta sosial di masa lalu. Dalam praktiknya,
Lombard lebih mengutamakan aspek oral tradition, sebaliknya, teks bersifat
sebatas membantu tradisi oral. 144 Sejalan dengan la annales, penggunaan thick
description seperti yang dikenalkan Clifford Geertz sangat diperlukan untuk
pengungkapan tanda dan simbol yang tampak dalam perilaku masyarakat. 145
143
Bagi Ignas Kleden, thick description mempunyai ciri-ciri: pertama, jika biasanya
kualitas eksplanasi diukur berdasarkan tingkat generalisasi yang dicapai, yaitu keluasan universe
tercakup oleh penjelasannya; maka kualitas suatu deskripsi mendalam diukur berdasarkan
keberanian dugaan-dugaan yang diajukan, sebagai ketajaman persepsi. Ini sangat berguna sekali
ketika sampai pada pembahasan agama sebagai sistem budaya. Karena suatu eksplanasi dianggap
semakin berhasil, bila ia mampu menjelaskan lebih banyak gejala sejarah dokumentasi ataupun
gejala lapangan. Kedua, jika biasanya suatu eksplanasi mengandalkan kekuatan deduktif
(melahirkan banyak hipotesis dideduksikan dari teori induk), thick description mengandalkan
kekuatan keaslian, memunculkan perspektif intuitif dari perkenalannya dengan obyek. Nilai
analisis berdasarkan tajam tumpulnya perspektif cenderung menjadi mikroskopis. Ketiga,
eksplanasi umumnya lebih cenderung mencari unsur-unsur yang sama dalam berbagai gejala, dan
kemudian berusaha menyusun keterangan umum tentang gejala-gejala itu. Sebaliknya, suatu
deskripsi mendalam berusaha mengungkap hal-hal khusus dalam peristiwa atau kelompok tertentu,
membuat peristiwa atau kelompok tertentu mendapat watak yang khas. Secara teknis dikatakan
eksplanasi bersifat nomotetis, maka deskripsi mendalam akan bersifat ideografis, karena
sasarannya cenderung interpretasi terhadap makna dan nilai. Keempat, suatu cara generalisasi yang
berbeda dari generalisasi dalam eksplanasi. la tidak melampaui data hanya terbatas pada datanya
(to generalize within cases), sehingga tidak dapat meramal suatu kasus lain, tetapi sekadar
mendapatkan pengetahuan lebih mendalam, Ignas Kleden, Thick Description: Monografi Clifford
Geertz (Jakarta: LP3ES, 1986), him. 12-24. Khusus pada penelitian mengenai sejarah agama
sebagai sistem budaya, generalisasi ini justru memungkinkan melihat hubungan antar unsur-unsur
sistem budaya, khususnya menemukan simbol-simbol inti (core symbols) yang menjadi dasar
organisasi seluruh sistem budaya. Generalisasi seperti ini tidak memperluas pengetahuan, ia tidak
bersifat ektensifmelainkan intensif, Daniel L Pals, The Seven Theories, hlm. 240-243; Norman K.
Denzin dan Y'vonna S. Lincoln (ed.), Handbook, hlm. 105-124, 254-258, 502-521.
144
145
Denys Lombard, Nusa Jawa, him. vii.
Seperti metodologi riset Geertz yang dilakukan saat meneliti persoalan agama, sosial,
dan ekonomi di masyarakat Mojokuto, Bali, dan Maroko. Dengan satu langkah, ia dapat
menghasilkan banyak karya: the Religion of Java; Ritual and Social Change; Islam Observed,
Religious Development in Marocco and Indonesia, dan sebagainya. Metode thick description-nya
sendiri dapat dilihat dan diterapkan dalam berbagai riset yang berhubungan dengan masyarakat
danagama.
54
Thick description dapat diamati melalui pandangan, ad.at, sikap, dan
perilaku para pemberi simbol. Persoalan kajian petanda dan penanda diperlukan,
karenanya pelibatan semiotika sejarah146 yang menjadi bagian dan syarat dari
thick description merupakan keniscayaan metodologis. Analisis thick description
mengusahakan pada pencucian persepsi, menyaring, dan menggodok berbagai
fenomena dari peristiwa dan pelaku kesejarahan, memberi tekanan tepat dengan
indikator yang sesuai kebutuhan data. Proses analisis dilakukan secara kritis dan
tidak terhenti pad.a proses eksplanasi belaka, sampai pad.a deskripsi mendalam. 147
Pad.a akhimya, penelitian ini akan melihat semua gejala kesejarahan dalam
dua fungsi. Pertama, menjelaskan, menampilkan, dan mendirikan kesadaran
kolektif untuk mengukir proyek tindakan sejarah baru di dalam kisah pendirian.
Kedua, melestarikan, menghasilkan kembali pembakuan, bahkan pemistik
manakala digunakan kembali oleh kelompok dominan atas wacana kekuasaan.
Awalnya, pembakuan ini bertujuan untuk memberi pembenaran dan pertahanan
hirarki ideologi kelompok sosial dan keagamaan yang telah terlembagakan. 148
146
Dengan latar linguistik de Saussurian, Barthes melihat sistem tanda dan gabungan
petanda-petanda, pada gilirannya akan menjadi penanda dalam suatu "sistem semiotik tingkat
dua". Sistem seperti itu yang kemudian disebut mitos, seperti Roland Barthes, The Semiotic
Challenge (New York: Hill and Wang, 1988). Ricouer melihat mitos sebagai simbol sekunder
yang menceritakan simbol primer. Bahasa mitos berbicara tentang dan dengan simbol, tidak
seperti bahasa rasional yang berbicara tentang ide-ide. Berlatar belakang sastra, Frey melihat mitos
tidak dimaksudkan untuk memerikan suatu keadaan khusus, tetapi untuk memuatnya dengan cara
yang tidak membatasi maknanya pada keadaan yang satu itu, Paul Ricouer, The Interpretation
Theory: Discourse and the Surplus of Meaning (Texas: The Texas Christian University Press,
1998), hlm. 98. Seluruh teks dengan demikian narasinya adalah mitos, pengertiannya tidak sekadar
karya historis deskriptif, seperti termuat pada tulisan Mohammad Arkoun, Min Faysal a/-Tafriqah
ila Fas/ al-Maqal: Ayna Huwa al-Fikr al-Islam al-Muasir (Beirut: Dar al-Saqi, 1997), hlm. 16.
147
Clifford Geertz, After the Fact, Dua Negeri, Empat Dasawarsa Satu Antropolog, terj.
Landung Simatupang (Yogyakarta: LKiS, 1999), hlm. 12.
148
Mohammad Arkoun, Min Faysal al-Tafriqah, him. 18.
55
Pemaknaan thick description di atas bukan sekadar pengakuan omong
kosong, tetapi menjadi semangat dan kebiasaan lapangan bagi peneliti historissosiologi-antropologis. Keterampilan dan kreativitas menemukan, memisahkan,
dan menghubungkan dengan dan antar fakta fenomena merupakan prasyarat
penelitian ini. Dari konteks lapangan, peneliti dapat menarik model of, sesuatu
jalinan yang berkembang khas atas lokalitasnya. Kekhasan ini menjadi model for
atau semacam penjawab dan penganalisis bagi fenomena sejenis di wilayah lain.
Secara otomatis, tuntutan dari metode di atas adalah live in untuk
menemukan pemaknaan symbol, icon, dan tanda. Kasus pembukaan wilayah tidak
tersentuh, zending, Sadrach, aktivis SI, NU, Muhammadiyah, pedagang Arab,
tradisi naluri dan pisah, legitimasi-legitimasi sosial, ekonomi, spiritual, politik,
pembakuan mitos, konversi orang PKI, fakta sosial lain, tafsir sosial, dan simbol
agama yang sarat muatan ekonomi politik dan sosial harus dipahami sebagai
sebuah proses signifikansi pelaku di dalamnya. Pendekatan historis-sosiologisantropologis diarahkan atas obyek teks dan tradisi (lisan dan perilaku) yang
mengungkap mitologi pedesaan. 149 Dua paradigma analisis dapat bertemu dalam
149
Di kalangan post-positivis seiring maraknya teori kritis era tahun 70-an, teks sebagai
obyek kajian penyelidikan sosial tampil dalam berbagai bentuk: dari prasasti yang mengandung
pesan linguistik sampai realitas sosial (sosio-semiotik), Mark Gottdiener, Postmodern Semiotics:
Material Culture and the Forms of Postmodern Life (Oxford: Blackwell, 1999). Teks suci, naskah
pidato atau dokumentasi gereja sinode dapat berfungsi sama. Demikian halnya dengan sikap dan
perilaku secara emik dan etik atau "dalam-luar" selalu menunjuk pada nilai unik hubungan antar
manusia, K. Pike, Language in Relation to a Unified Theory of the Structure of Human Behavior
(The Hague: Mouton, 1967), hlm. 46; R. Harre, Social Being: A Theory for Individual Psychology
(Totowa, New Jersey: Rowan & Littlefield, 1980), hlm. 135-137; dan Norman K. Denzin dan
Y'vonna S. Lincoln (ed.), Handbook, him. 26. Karena itu, melalui catatan pendeta dan orang tua
atau kitab suci beserta pemahamannya masing-masing yang tidak hanya diartikan sebagai doktrin
sakral, tetapi juga dikaji dalam kandungan unsur ekonomis, politis, agama, dan nilai-nilai yang
membangun social imaginare yang dicita-citakan, Mohammad Arkoun, Min Faysal al-Tafriqah,
him. 32. Perlu disadari sikap, perilaku, dan pandangan kristenisasi dan islamisasi di sepanjang
pegunungan Dieng tidak sekadar diartikan sebagai imajinasi prarasional atau antirasional,
melainkanjuga sesuatu yang rasional, positif, dan fundamental dalam masyarakatnya.
56
menghadapi fenomena dan bukti kesejarahan sosial yang ada dalam rentang
waktu-waktu tertentu.
3. Teknik Pengumpulan Data
Analisis di atas akan sia-sia bila peneliti dalam pengumpulan datanya
keliru. Pengumpulan data dilakukan secara penuh kesadaran melalui relasi
pembacaan dokumentasi naskah (arsip) kesejarahan, sebagai sumber-sumber
tertulis, dan data-data di lapangan. Data lapangan diperoleh dengan melihat
(observasi), bertanya (interview), keterlibatan langsung (live in dan partisipasi),
serta pembulatan segala aspek kognitif, evaluatif, dan simbolik yang berhubungan
dengan peristiwa lokal dan global yang terjadi pada rentang tahun 1965-2006 di
pedesaan Dieng: Karangkobar dan Kasimpar. Penelitian lapangan dilakukan liina
kali tahap dengan waktu 24 minggu dalam rentang waktu tiga tahun.
Tahap pertama, tiga minggu (Juli 2002) memetakan wilayah, variabel, dan
sampel-sampel informan. Dalam tahap ini, peneliti mampu memetakan aspek
geografi dan demografi masing-masing pedesaan, termasuk wilayah-wilayah yang
menjadi
titik pusat kegiatan masyarakat,
seperti
perkebunan
Jolotigo,
Paninggaran, dan hutan; juga termasuk wilayah pasar Karangkobar, tempattempat gereja, dan pesantren sekitar. Pedesaan Purbo, Talun, Doro, Batur,
Kalibening, Balun, Karangyoso, dan Dieng sendiri telah dipetakan dengan baik.
Wawancara masih bersifat lintas atau sambil lalu dilakukan terhadap 27 orang
yang dianggap paling tahu atas masalah riset ini. Mak.sud dari wawancara ini
untuk mengumpulkan bah.an awal saat akan mengejar informan-informan kunci,
seperti aktivis SI, NU, Muhammadiyah, santri Wonopringgo, mantan murid
57
Sadrach, orang Kristen GK, GKJ, Cina THKTKH, dan mantan orang PKI yang
konversi ke Kristen. Wawancara langsung dituliskan dalam catatan lapangan.
Tahap kedua, lima minggu (November-Desember 2003), fokus pencarian
data di Kasimpar. Selain melanjutkan pengamatan, wawancara sudah mulai
diarahkan kepada informan-informan kunci, baik yang berasal dari kelompok
Kristen maupun Islam, seperti anggota majelis gereja, santri-santri Wonopringgo,
aktivis Muhammadiyah, mantan orang-orang Sadrach, anak cucu murid Sadrach,
aparatur desa dan kecamatan, KPLP, orang-orang PKI konversi Kristen. Informan
yang diwawancarai mencapai jumlah 25 orang. Di antara informan, ada pula yang
pernah diwawancarai pada tahap pertama. Fokus dari tahap ini melihat fenomena
sosial dan keagamaan orang-orang Kasimpar, beserta pengamatan, penelusuran,
dan penyelidikan atas kepemilikan tanah dan garis turun temurun.
Tahap ketiga, empat minggu (Februari-Maret, November 2004) fokus
pencarian data di Karangkobar, Wonosobo, Purbalingga, dan Banyumas. Di
lapangan, peneliti melebarkan area yang mempunyai hubungan serius dengan
Karangkobar, khusus dalam perdagangan, komunitas Cina THKTKH, pepantan
Kerasulan, GKJ, gereja Hevromd, islamisasi SI, pabrik-pabrik gula, dan beberapa
pelaku kekerasan di tahun 1950-1980an. Tahap ini mewawancarai 33 informan.
Tahap keempat, enam minggu (Juli-Agustus 2004) di Kasimpar dan
Petungkriono. Peneliti sengaja kembali ke wilayah ini dengan maksud
mengonfirmasikan kembali data sebelumnya, dan mengejar data khusus tentang
hubungan sistem Wonopringgo dengan Tarekat Naqsyabandiyah dan politik
kepartaian PKB, serta trauma sejarah mantan orang-orang PKI. Pada tahap ini,
58
peneliti mewawancarai sebanyak 22 orang. Sebanyak 13 di antaranya pemah
diwawancarai, dan sembilan lain merupakan informan baru.
Tahap kelima, empat minggu (Agustus 2005 dan Januari 2006) di seluruh
area riset. Tahap ini pada awalnya untuk menggenapkan kembali data-data
sebelumnya di Karangkobar, khususnya mengenai perkembangan terbaru orangorang SI. Tetapi kemudian, Kasimpar dan Petungkriono kembali dikunjungi untuk
mendapatkan informasi tambahan mengenai mitos, tafsir sosial, dan simbolsimbol keagamaan yang dilekatkan pada konsepsi radikalisme keagamaannya. Di
dua tempat ini, peneliti dapat mewawancarai 42 orang. 35 adalah informan lama
dan tujuh orang lainnya adalah informan baru. Riset lapangan terakhir juga
bertajuan memastikan dan mengklarifikasi kembali seluruh data yang telah
diperoleh dan memungkinkan adanya data baru. Dengan demikian, analisis
historis antropologis-sosiologis melalui la annales dan thick description menjadi
tanda akhir pemaknaan yang dihasilkan melalui akomodasi teknik pengumpulan
datanya. Persepsi peneliti tentu tidak bisa membantah apa yang disimbolkan para
pelaku fakta sosial dalam kesejarahannya (self validating).
Seiring pengamatan dan wawancara, pencarian arsip kerap dilakukan di
bulan-bulan selain di lapangan. Data-data khusus dan pendukung mengenai soalsoal di atas dilakukan di Arsip Nasional dan Perpustakaan Nasional. Perpustakaan
universitas, lembaga, dan daerah yang banyak menyimpan data sejarah menjadi
tempat pencarian data yang tidak kalah penting seperti UPT dan koleksi khusus
A.J. Verhaar Universitas Sanata Dharma, Kolese Ignatius Kotabaru, Seminari
Teologi Tinggi Wedhabakti, UPT UIN Sunan Kalijaga, UPT Universitas Duta
59
Wacana, Perpustakaan Sinode GKJ dan NGZV di Salatiga dan Semarang,
Sonobudoyo, Perpustakaan Daerah Yogya dan Jawa Tengah, Museum Pers di
Solo, dan Perpustakaan Widya Pustaka Keraton Surakarta. Seluruh penelitian
arsip dengan kritik sumbemya memakan waktu 20 bulan.
4. Proses dan Mekanisme Analisis
Peneliti selalu memberikan pemaknaan dan penafsiran lebih lanjut dalam
suatu peristiwa, informasi ataupun simbol sebagai penanda. Hal itu sah-sah saja
selagi tidak keluar dari penanda simbol itu sendiri. Kerangka pemikiran peneliti
betul-betul orisinil dengan mengalirkan segala peristiwa dan pemaknaan
°
kesejarahan dan fakta sosial yang terjadi. 15 Kedalaman peajelasan atas peristiwa
membawa penelitian ini seolah-olah sedang menyusun suatu roman yang
kronologis dan sistematis persis la annales Lombard. 151
150
Jika proses di atas dapat terwujud akan mencapai hasil seperti yang diharapkan oleh
Geertz, yaitu: Pertama, dalam anggapan Geertz tugas penelitian bukanlah terutama menegakkan
sebuah bangunan teori yang besar; melainkan berusaha memahami lapangan penelitiannya. Jika
suatu uraian terlalu sistematis mengenai lapangannya justru hams dicurigai, karena ia hanya
mengekor dengan memformulasikan pada teori-teori besar, mengabaikan lapangan yang
memberinya ilusi-ilusi logis dan akademis. Kedua, rnetode interpretasi yang digunakan tidaklah
sangat mengutamakan keketatan suatu kerangka. Pendekatan yang terlampau hermetic tidaklah
cocok untuk mernahami gejala kebudayaan yang berkembang rnenurut "the informal logic of
actual life". Karenanya, harus ditangkap menurut gejala itu sendiri dan bukan menurut tuntutan
dalil logika. Suatu dasar deskripsi kesejarahan dan budaya tidak menuntut koherensi bukan ukuran
validitas, tapi interpretasi telah rnernbuktikan dirinya sendiri (self validating) rnelalui deskripsi
mendalam terhadap kesejarahan dan sistem budayanya. Clifford Geertz, Hayat dan Karya:
Antropolog sebagai Penulis dan Pengarang (Yogyakarta: LKiS, 2002), hlm. 142-144. Semangat
dan kebiasaan lapangan terbentuk berdasarkan pengalamannya terhadap berbagai teori dan data
dari pembacaan dokumen-dokumen arsip. Karena analisisnya bersifat akomodasi, pemaknaan dan
penafsiran atas symbol, icon, dan tanda dihadapkan pada suatu teori yang telah menjadi
pengalaman. Meskipun ada ruang khusus untuk pemaknaan yang murni berdasarkan pembicaraan
keterhubungan atas berbagai unsur fieldwork. Tidak selalu menunjukkan pemaknaan
keterhubungan, tetapi ada juga arah yang menjadi "kediriannya" atas beberapa fenomena, tanda,
dan simbol. Kedirian harus diartikan apa adanya hingga dalam kediriannya dituntut suatu arah
hermeneutik pada dirinya, bukan berdasarkan pada arah hermeneutik atas atau kepada teori lain,
Ignas Kleden, Sistem Budaya, him. 24.
151
Teeuw dalam Denys Lombard, Nusa Jawa, him. 14.
60
Data-data empiris melalui observasi dan wawancara, serta data yang
berasal dari arsip mengenai pedesaan Karangkobar dan . Kasimpar segera
diinterpretasi untuk kemudian dicari keterhubungan atas data lain atau atas
kediriannya. Semua indikator dan variabel penelitian yang ditemukan diarahkan
pada mekanisme analisis ekonomi politik dan radikalisme Islam pedesaan. Jalinan
ini dapat ditemukan setelah melalui rangkaian analisis terhadap proses
kristenisasi, islamisasi, dan berbagai konflik di masyarakat yang dapat terpetakan
dalam empat konsepsi interaksi sosial yang dikemukakan Djoko Suryo. Konsepsi
itu mencakup islamisasi atau keagamaan umum, pribumisasi (gerakan keagamaan)
negosiasi (posisi tradisi), dan konflik (radikalisme agama dan ekonomi politik).
G. Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan disertasi ini terdiri dari enam bah. Bab pertama
sebagai pendahuluan. Uraiannya meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan
dan kegunaan penelitian, kajian pustaka dikhususkan pada soal hubungan an.tar
agama, perebutan sumber ekonomi politik, dialektika konflik, dan trauma sejarah
orang PKI. Selaajutnya, kerangka teori diisi bahasan mengenai pembakuan agama
pasca pembukaan wilayah, dampak anomi (kesenjangan), persenyawaan mitos
dan tradisi, konflik sosial berwujud radikalisme keagamaan, soal penyebab dan
bentuk radikalisme. Adapun sub metode penelitian mencakup alasan pemilihan
lokasi dan periode, pendekatan dan metode analisis, teknik pengumpulan data,
serta proses dan mekanisme analisis. Terakhir, terurai sistematika pembahasan.
Bab dua mengenai kondisi sosial keagamaan dan ekonomi politik. Terdiri
dari kondisi sosial pewacanaan mitos dan fakta, pendidikan, dan kesehatan.
61
Dilanjutkan dengan kondisi keagamaan yang meliputi perebutan mitos sosial Kiai
Sadrac~
Komunitas Kristen zending (GKJ) dan Komunitas Sadrach, kehidupan
Komunitas Muslim, beserta interaksi sosial penganut Islam Kristen. Sub ketiga
tentang kondisi ekonomi politik terdiri dari distribusi pekerjaan dan perdagangan,
distribusi penguasaan dan pemilikan
~
dan partisipasi politik. Bahasan ini
memungkinkan pemetaan atas obyek dan prioritas masalah yang dikaji.
Bab tiga adalah persenyawaan sosial keagamaan dan ekonomi politik,
meliputi sub pembakuan mitos dari legitimasi spiritual, sosial, ekonomi, dan
politik, sub PKI dan konversi keagamaan, varian internal kelompok keagamaan,
dan praktik produksi ekonomi politik akses dan distribusi ekonomi, partisipasi
politik nasional, dan suksesi lokal. Bab ini merunut akar sejarah konflik sosial.
Bab empat difokuskan pada masalah tafsir keagamaan konteks sosial: akar
konflik. Bab ini meliputi sub tafsir keagamaan lokal kelompok Islam dan Kristen
tentang doa qunut, tahlilan, slametan, pemurtadan orang Islam PKI, selasa
selapanan, benda-benda keramat, pengurusan dan penghiburan jemaat meninggal,
slametan dandan omah, dan konversi orang-orang PKI. Sub kedua mengenai
tafsir ekonomi politik lokal yang terdiri dari permukiman, waris dan perkawinan,
peringatan hari besar keagamaan, gotong royong, dan aktivitas organisasi. Sub
terakhir, politisasi tafsir pembakuan radikalisme. Bab ini menjawab ulang alik
penafsiran keagamaan atas soal perebutan sumber-sumber ekonomi politik. Bab
lima mencakup politik dan konflik keagamaan, meliputi pembakar semangat: dari
politik nasional ke politik keagamaan, pola persemaian ide, dan pemicu utama.
Bab ini adalah analisis kasusnya. Dilanjutkan bah terakhir sebagai kesimpulan.
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan pada bab-bab terdahulu, mengenai permasalahan yang
dikemukakan pada bah I, dapat diberikan kesimpulan bahwa pemetaan hubungan
Islam dan Kristen di pedesaan Dieng tidak terlepas dari aspek sosial keagamaan
dan ekonomi politik masyarakat. Kedua aspek global itu dihubungkan secara
nyata oleh sejarah pembukaan wilayah keagamaan dan ekonomi non-Karangyoso
yang dilakukan Sadrach di tahun 1883. Dalam jalinan kesejarahan semacam ini,
perbedaan tingkat penguasaan dan interaksi ekonomi politik dan sosial keagamaan
masyarakat disesuaikan dengan paham keagamaan. Penerimaan yang bersifat
kaku atau setengah beku terhadap kelompok Islam oleh kelompok Kristen di
tahun 1987-2006 misalnya, didasari oleh fatwa Kiai Sadrach dan muridnya serta
beberapa mitos sosial Ki Ageng Panderesan dan Ki Cerbon Purbojati. Fatwa
ketiga sosok untuk menerima berbagai kelompok berbeda dalam masyarakat
dicercap sebagai petunjuk harus menerima kelompok Islam yang datang ke
daerahnya, meskipun diiringi rasa curiga dan kewaspadaan.
Pengakuan-pengakuan sepihak atas pendiri desa atau pem-babad alas oleh
masing-masing kelompok bertujuan untuk saling menguatkan legitimasi dan
pembakuan mitos dominan, atau sebaliknya sebagai sarana penggangguan mitos
dominan. Ketika mitos dominan yang telah dibakukan goyah, secara otomatis
379
380
rangkaian legitimasi spiritual, sosial, ekonomi, dan politik dalam jejaring delapan
trah, beserta konsep-konsep khusus yang melekat pada tradisi-tradisi yang
dilahirkan akan mudah digoyahkan pula. Dalam arti ini, memperebutkan aspek
material ekonomi politik, berarti harus lebih dahulu merebut atau menghancurkan
mitos baku dalam aspek sosial keagamaan dominan, dan tidak mustahil berbagai
usaha kemudian muncul menggantikannya dengan mitos atau paham l;>aru.
Berbagai tradisi naluri dan pisah pun dilahirkan dari mitos-mitos ini. Perebutan
mitos sosial keagamaan untuk pemertahanan atau perolehan sumber-sumber
ekonomi politik, dan beberapa peristiwa lokal seperti konversi orang-orang PK.I
ke Kristen, perkawinan beda agama, serta kristenisasi dan islamisasi dalam arti
internal dan eksternal, sebagai picuan internal masyarakat inilah yang membawa
hubungan penganut Islam Kristen di Kasimpar dan Karangkobar diwarnai konflik
sosial. Konflik dari picuan internal pada awalnya bersifat laten karena
ketertundukan kelompok Islam atas mitos dan fakta sosial yang berkembang.
Konflik di atas semakin nyata ketika picuan eksternal hadir di tengahtengah masyarakat Kasimpar dan Karangkobar yang sebelumnya telah memiliki
dan menyimpan potensi dan akar konflik, beserta peristiwa-peristiwa konflik yang
diendapkan karena belum segera diselesaikan. Picuan eksternal, berupa kondisi
dan wacana yang diciptakan oleh gerakan sosial politik dan organisasi formal
keagamaan terhadap kondisi internal masyarakat memicu ketegangan dalam
hubungan dialektik antar aspek sosial keagamaan dan aspek ekonomi politik.
Berdasarkan kondisi itu, organisasi keagamaan Kristen yang berasal dari
jaringan Sadrach (Kerasulan Jawa) dan GKJ kemudian dapat pula dipetakan ke
381
dalam Kristen konservatif, Kristen moderat, dan Kristen toleran. Konsepsi lokal
dikemas secara normatif melalui Kristen taat yang cenderung purifikatif, Kristen
naluri yang cenderung akomodatif, dan Kristen beli jelas (KTP) yang malas
beribadah (anonymus). Demikian sebaliknya, keterlibatan organisasi keagamaan
Islam konservatif, moderat, dan toleran seperti SI, Muhammadiyah, dan NU
beserta organisasi sayap seperti Tarekat Naqsyabandiyah, Badan Syiarul Islam,
MI Abdullah Hinduan, dan Pesantren Wonopringgo ikut serta meramaikan
kondisi internal masyarakat. Kemasan konsepsi lokalnya hampir mirip dengan
varian Kristen, yaitu Islam taat (nyantri), Islam naluri, dan Islam KTP.
Salah satu dari sekian organisasi Islam yang meramaikan kondisi internal
masyarakat pedesaan Dieng, maka Pesantren Wonopringgo yang paling
mendapatkan peran dan posisi strategis di hadapan masyarakat Islam di pedesaan
itu. Sistem Wonopringgo, demikian sebutan untuk mencakup semua komponen
struktur dan kepentingan keagamaan Islam, kepentingan kepahaman dan
keorganisasian NU, kepentingan Tarekat Naqsyabandiyah, serta kepentingan
ekonomi politik kepartaian PKB dan orang-orang kota Pekalongan, demikian juga
peran serta atau keterlibatan gereja induk dan sinode bagi kelompok Kristen,
menjadikan konflik sosial penganut Islam Kristen yang bersifat laten sebelumnya
tampil ke permukaan, terbuka dalam berbagai kontestasi politik lokal di bidang
sosial keagamaan. Rasionalisasi bertujuan (zweckrationale) adalah merebut
penguasaan sumber-sumber ekonomi politik dari kelompok Kristen.
Selanjutnya, individu-individu di masyarakat Jawa khususnya, tanpa
memandang agama, etnis, tingkat ekonomi politik, dan sosial biasanya dapat
382
berintegrasi dengan berbagai pola solidaritas sosial. Mereka biasanya dipersatukan
dengan mitos yang disepakati bersama, angan-angan, dan kepentingan sosial.
Pemaknaan atau penafsiran dari unsur-unsur tersebut biasanya tidak beragam. Ada
semacam kesepakatan tidak tertulis dari praktik wacana dan praktik tindakan itu.
Kalaupun ada, pihak-pihak berbeda dapat memberi kompensasi-kompensasi demi
terjaganya keseimbangan di dalam masyarakat. Pola umum secara sosiologis
seperti itu tidak dapat dibuktikan dari kasus hubungan sosial dan agama Islam
Kristen di Kasimpar dan Karangkobar. Masing-masing kelompok sosial
keagamaan telah berdiri pada posisi oposisional, dari the self terhadap the other.
Penegasan oposisional ini dilakukan melalui tafsir-tafsir keagamaan berkonteks
sosial yang di dalamnya sarat dengan muatan ekonomi politik. Beberapa
rasionalitas keberagamaan dan penjagaan kekuatan ekonomi politik tetap
digunakan misalnya saat partisipasi politik kepartaian nasional maupun suksesi di
tingkat lokal. Secara keagamaan, rasionalitas semacam ini melahirkan konflik
berupa radikalisme yang bersifat eksternal.
Untuk mengaitkan hubungan-hubungan di atas, patron otoritas baik
kharismatik dan tradisional dari kelompok keagamaan Islam dan Kristen beserta
tokoh varian internalnya kerap melakukan penafsiran-penafsiran internal dan
eksternal atas simbol sosial dan agama, seperti soal qunut, talqin, tahlil, slametan,
pemurtadan mantan orang PKI, selasa selapanan, benda-benda keramat,
pengurusan dan penghiburan jemaat meninggal, slametan dandan omah, dan
konversi mantan orang PKI. Persepsi, tafsir, dan praktik tindakan masyarakat
yang dilakukan dalam hidup keseharian sekarang merupakan proses akhir
383
pengkondisian dan pembakuan upaya itu. Selain bertujuan revitalisme keagamaan
(islamisasi dan kristenisasi internal), juga ada upaya radikalisme keagamaan yang
bersifat keluar secara progressif, dan sangat cocok sebagai bahan bakar
pertarungan ekonomi politik di tengah masyarakat. Tafsir bisa saja didirikan atas
mitos maupun simbol-simbol keagamaan dan kepahaman tertentu. Dalam hal ini
penafsir hendak dan berusaha membakukan rangkaian kepahaman yang didirikan
atas legitimasinya, tetapi bisa jadi tafsir itu sebaliknya hendak mencairkan atau
mematahkan dasar-dasar kepahaman dan legitimasi-legitimasi yang melekat di
dalam kelompok lain. Inilah ulang alik tafsir keagamaan berkonteks sosial.
Ada aspek terpenting bahwa sistem Wonopringgo mengusahakan secara
maksimal islamisasi internal dan eksternal ke masyarakat melalui pola kemasan
perebutan sumber-sumber ekonomi politik dari kelompok Kristen. Anggapan NU
identik tradisional, akomodatif, ndesa, dan tidak modern kadang tidak terbukti
saat-saat menghadapi kelompok Kristen, lebih khusus dari mantan PK.I. Peristiwa
G 30 S tahun 1965 yang membuat orang-orang PKI berlindung dan konversi ke
Kristen atau disebut "baptisan massal", akibat penangkapan dan pembunuhan
yang dilakukan kelompok-kelompok paramiliter NU, menjadi jalinan pewarisan
trauma dalam hubungan sosial di kemudian hari. Di dalamnya juga menjadi salah
satu amunisi penguatan (Ii al-taukid) dari tafsir keagamaan berkonteks sosial yang
cenderung radikal dan pisah yang dianut kelompok Islam.
Demikian juga nasib yang menimpa orang mantan PKI saat berhubungan
sosial keagamaan, tidak kalah problematis dan dilematis. Dari pihak Kristen pun
tidak sedikit yang menentang keputusan konversi mereka. Ketakutan dari usaha
384
penggerogotan kekuatan ekonomi politik k:hususnya soal kepemilikan tanah
kelompok Kristen, seperti tujuan awal keterlibatan orang-orang PKI di tahun
1955-1965 pun menjadi alasan kuat atas sikap itu. Sebaliknya, bagi mereka yang
menerima konversi orang PKI dari momentum "baptisan massal" lebih didasarkan
pada alasan luhur kemanusiaan dan keagamaan seperti yang disampaikan dalam
khutbah fenomenal guru lnjil Priyoharsono di GKJ Kasimpar. Walaupun tidak
menutup mata, pilihan itu didasarkan pada soal politik keagamaan yang
berhubungan dengan pembesaran jumlah penganut melalui kristenisasi, dan tarik
menarik politik di tingkat nasional yang pengaruhnya sampai ke tingkat pedesaan.
Aspek konversi mantan orang PKI di atas adalah salah satu pemicu tumbuhnya
radikalisme keagamaan di dua pedesaan itu.
Radikalisme di atas dalam berbagai bentuk dan alasannya telah
menciptakan pasang surut hubungan Islam dan Kristen di pedesaan Kasimpar dan
Karangkobar. Hampir semua peristiwa sosial merupakan basil akhir dari
rangkaian sebuah konflik sosial. Meskipun di sana sini juga ada upaya untuk
integrasi sosial dari masing-masing kelompok. Negosiasi melalui pihak-pihak
ketiga seperti pemerintah, pemegang legitimasi pinggiran (wong saget), maupun
varian-varian internal kelompok keagamaan yang bersifat akomodatif atas tradisi
lokal juga kerap dilakukan demi terciptanya integrasi itu.
Namun, secara keseluruhan dapat dinyatakan bahwa interaksi sosial di dua
pedesaan ini penuh diwamai konflik. Konflik yang ada tidak selalu identik
bersifat terbuka, ketegangan atau perang urat syaraf juga dapat dimasukkan dalam
kategori konflik ini. Peristiwa konflik dan pembekuan integrasi yang ditampakkan
385
dalam proses bekerjanya radikalisme di masa sekarang merupakan warisan sejarah
yang tid.ak terpisahkan dari proses pembakuan mitos clan fakta-fakta sosial yang
ditafsirkan melalui simbol-simbol keagamaan, seperti terurai dalam dua tabel pada
bab V. Meskipun kemudian tidak dapat dinyatakan bahwa masalah ini hanya
berawal dari masalah sosial keagamaan semata, unsur ekonomi politik yang
kurang distributif dan berbagai kepentingan politik kepartaian telah menjadikan
radikalisme keagamaan khususnya radikali~me Islam terkesan sebagai gerakan
politik kepartaian dan kepahaman saja.
Kajian yang perlu mendapatkan perhatian serius adalah kecenderungan
radikalisme keagamaan yang mengambil pola spasial "desa menyerang kota'',
sebagai akibat dari masuknya kekuatan modernitas keagamaan model kota dengan
kepentingan-kepentingan politik kepartaian yang ada di dalamnya. Walau begitu,
pola ini tid.ak sepenuhnya harus diamati dari pengaruh luar kekuatan kota itu
sendiri. Tetapi juga aspek-aspek sosial keagamaan yang berhubungan dengan
masalah ekonomi, seperti kepemilikan tanah dan tertutupnya akses partisipasi
politik di tingkat lokal pedesaan, perlu menjadi perhatian serius dari sebuah kajian
akademik clan kajian kebijakan politik nasional. Artinya, unsur yang memicu pola
radikalisme ini harus segera diatasi bersama. Mengatasi kemiskinan dalam arti
sesungguhnya merupakan salah satu pilihan terbaik untuk meredakan potensi
radikalisme keagamaan yang bersifat eksternal.
B. Saran
Temuan-temuan di atas akan sia-sia, bila tid.ak diikuti dengan hasil luaran
yang berguna bagi realitas sosialnya. Fenomena radikalisme keagamaan di
386
pedesaan semacam K.asimpar dan Karangkobar, sesungguhnya dapat diatasi dalam
empat pendekatan. Pertama, pendekatan ekonomi, yaitu mengusahakan pola
distribusi
sumber-sumber
ekonomi
secara
berkeadilan.
Dalam
arti
ini,
mengentaskan dan menyejahterahkan orang miskin merupakan pilihan terbaik
daripada memiskinkan orang lain. Pendekatan ini dapat dilakukan oleh semua
elemen, baik masyarakat, pemerintah, LSM, maupun patron sosial keagamaan dan
ekonomi politik. Kedua, pendekatan politik, yaitu pencarian pundi-pundi suara
dan
pencerdasan partisipasi
simpatisan
dilarang
menggunakan
konsepsi
keagamaan atau menempel pada lembaga agama. Pendekatan semacam ini harus
diatur tegas oleh pemerintah, dan dibicarakan kepada para tokoh masyarakat dan
pemimpin partai politik, khususnya soal batasan-batasan "modernitas kota" yang
diperbolehkan masuk ke kawasan pedesaan.
Ketiga, pendekatan agama, yaitu dakwah atau misi tidak bersifat
"mempribadi" (the se/j), tetapi menyertakan dan mempertimbangkan personalitas
komponen the other sebagai analisis sosialnya. Konsepsi ini mencegah
radikalisme keagamaan dalam arti ekstemal yang biasanya dimulai dari tafsirtafsir internal, khususnya radikalisme yang berbentuk terorisme dan kekerasan
lain yang kerap dilekatkan dengan atas nama jihad. Aktivitas dakwah dan pelaku
yang terlibat di dalamnya harus terus menerus melakukan tafsir sosial yang
menyejukkan rasa kemanusiaan semua pihak. Akhimya, muncul upaya-upaya
keagamaan untuk mengenalkan semangat 'jihad berbentuk kekerasan atas nama
agama, sama artinya jahat terhadap kemanusiaan."
387
Pendekatan terakhir, pendekatan budaya, berupa demokrasi keintiman
dalam keluarga. Bilamana pergaulan sosial tidak lagi merekat karena perbedaan
identitas keagamaan, bilamana harmoni masyarakat tidak lagi dapat ditegakkan,
berarti ada yang salah dalam pola budaya yang diterapkan pada tiap-tiap keluarga
di masyarakat. Jangan-jangan konflik besar atau munculnya bentuk-bentuk
radikalisme ekstemal di dalam masyarak:at lahir dari ketidakharmonisan antara
satu keturunan. Bisa jadi awal penyebabnya adalah kepentingan ekonomi politik
keluarga, seperti waris tanah dan kawin campur.
Keluarga di sini menjadi penting karena ia merupakan unit terkecil dalam
masyarakat. Semua tradisi dan budaya masyarakat terserap dalam tata pergaulan
di dalam keluarga. lkatan darah sesungguhnya dapat diarahkan untuk merekatkan
kembali tali-temali yang putus antar anggota masyarak:at. Tidak kalah cerdas
adalah mencoba menyusun kembali kesejatian diri individu-individu itu dalam
identitas keagamaan yang toleran, keterbukaan, dan penuh persaudaraan.
Karenanya, bila budaya di dalam keluarga bersifat demokratis, pastilah individu
yang lahir dari keluarga itu akan menerima berbagai keanekaragaman yang
berbeda di dalam masyarakat. Akhirnya, sangat dimungkinkan munculnya para
mediator dan fasilitator yang menjaga hubungan sosial di dalam masyarakat.
Konflik bukan suatu barang najis atau haram, tetapi mempabrikasi konflik untuk
kebaikan bersama masyarakat tanpa memandang agama, etnis, tingkat sosial, dan
partisipasi ekonomi politik merupakan langkah terbaik bagi terciptanya
masyarak:atmadani.
388
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, M. Amin, "Keimanan Universal di tengah Pluralisme Budaya: Tentang
Klaim Kebenaran Agama dan Masa Depan Ilmu Agama" dalam
Ulumul Qur'an, No. 1 Vol. N, 1993, him. 88-96.
--------------, Falsafah Ka/am di Era Postmodernisme, Yogyakarta: Pustak:a
Pelajar. 1993.
--------------, Studi Agama: Normativitas atau Historisitas?, Yogyakarta: Pustak:a
Pelajar, 1996.
Abdullah, Taufik, Islam dan Masyarakat, Pantulan Sejarah Indonesia, Jakarta:
LP3ES, 1987.
--------------, "Konflik dan Integrasi Agama dan Masyarakat di Mojokuto" dalam
Islam di Indonesia, Jakarta: Tintamas, 1974. him. 72-115.
--------------, "Sebuah Klasik dan Sebuah Tragedi" dalam Tempo, IO Juni 2001,
him. 30-37.
--------------, dan Sharon Siddique (ed.), Tradisi dan Kebangkitan Islam di Asia
Tenggara, Jakarta: LP3ES, 1988.
Abdurrahman, Moeslim, Semarak Islam Semarak Demokrasi?, Jakarta: Pustak:a
Firdaus, 1996.
---------------, "Setangkai Pemikiran Islam" dalam Islam Pribumi: Mendia/ogkan
Agama, Membaca Realitas. Jakarta: Erlangga, 2003.
Abduh, Muhammad dan Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir al-Manlir, Kairo: Dar
al-Manar, 1367H.
Abineno, Ch, Sejarah Apostolat di Indonesia, Jakarta: BPK, 1978.
Aboe Bakar, Hadi, Riwayat Hidup K.HA. Wahid Hasjim dan Karangan Tersiar,
Djakarta: Panitia Peringatan K.H.A Wahid Hasjim, 1957.
Addison, T. dan S. Mansoob Murshed, Why Some Countries Avoid Coriflict while
Others Fail, Helsinki: Wider, 2000.
389
Adeney-Risakotta, Bernard, Etika Sosial Lintas Budaya, Yogyakarta: Kanisius,
2002.
Adriaanse, L, Sadrach Kring, Leiden: Donner, 1899.
Aflaq, Michel, "Kepribadian Arab Dulu dan Sekarang" dalam John J. Donohue
dan John L. Esposito (ed.), Islam dan Pembaharuan: Ensildopedi
Masalah-Masalah, terj. Sukisno, Jakarta: LP3ES, 1987.
Alexander, Jeniffer, "Pasar di Jawa" dalam Robert Hefner (ed.), Budaya Pasar.
Jakarta: LP3ES, 1999.
Ali, Fachry, Golongan Agama dan Etika Kekuasaan: Keharusan Demokratisasi
dalam Islam Indonesia, Surabaya': Risalah, 1996.
--------------, Refleksi Faham Kekuasaan Jawa dalam Indonesia Modern, Jakarta:
Gramedia, 1986.
Amalados, Michael,"Dialogue as Conflict Resolution" dalam VJTR, Vol. I/XVII,
Januari 1999.
Amelz, Tjokroaminoto: Hidup dan Perjuangan, Jakarta: Bulan Bintang, 1952.
Amin, Darori, Islam dan Kebudayaan Jawa, Yogyakarta: Gama Media, 2000.
ANRI, Banyoemas verslag 1830. Bendel Arsip Banyumas 1c,1830.
--------------, Resolutie 22 Agustus 1831 No. l Bendel Arsip Banyumas I e, 1831.
--------------, Topografische Kaart van der Residentie van Pekalongan, 1857.
--------------, Algemeen Verslag van der Residentie van Pekalongan, 1863-1865.
--------------, Boepati Bandjarnegara 1830-1938. Arsip Banyumas 1 e, 1940.
--------------, "Surat kepala Arsip Nasional Tanggal 2 April 1981 Nomor KN.02/
18/1981 Perihal Banjamegara", Jakarta: ANRl, 1981.
--------------, Syarikat Islam Lokal. Jakarta: Tim Manuskrip Belanda, 1987.
--------------, Memorie van Overgave Jawa und Madura 1922-1935, Jakarta: Tim
Penerjemah Manuskrip Belanda ANRl, 1992. Meliputi: L. Homans, 1
Mei 1922; M. Zandveld, 4 Juli 1922; J.C. Jaspers, 5 Juni 1926; J.J. van
Helsdiengen, 14 Mei 1928; M.J. Pauwert, 13 Agustus 1928; de March
(1930); V. de Leeuw (1932); W.C. Adriaans (1933); dan H.G.F. van
Huls (1937).
390
Anderson, Benedict R. O'G, Kuasa Kata: Jelajah Budaya-budaya Politik di
Indonesia, Yogyakarta: Matabangsa, 2000.
Andrain, Charles F, Kehidupan Politik dan Perubahan Sosial, Yogyakarta: Tri
Wacana, 1992.
Anonymous, Central Sarekat Islam (Kongres Nasional ..QI 7-24/06 Bandung,
1916.
--------------, Central Sarekat Islam (Kongres Nasional l..Q, 20-27/10, Batavia,
1917.
--------------,Central Sarekat Islam (Kongres Nasional 11..Q, di Soerabaja, 1918.
"'
--------------, Perkara Boemipoetra jang Bersangkoetan dengan lgama Islam,
Weltevreden: Balai Poestaka, 1928.
--------------, Sejarah Bank Rakyat Indonesia (Mimeographic Manuscript), Jakarta:
Kantor Pusat Bank Rakyat Indonesia, 1991.
--------------, www.milestone/GKl/CentraUavaAreaSynod, 2004.
--------------, www.suaramerdeka. jawatengah. banjarnegara/pekalongan, 2005.
-------------, www.google.kabbani naqsyabandy/pekalonganlwonopringgo. 2006.
Antlov, Hans, "Elite Desa dan Orde Baru" dalam Hans Antlov dan Sven
Cederroth (ed.). Kepemimpinan Jawa, Jakarta: Yayasan Obor, 2000.
Anwar, Dewi Fortuna, dkk. (ed.), Konflik Kekerasan Internal. Tinjauan Sejarah,
Ekonomi Politik, dan Kebijakan di Asia Pasifik, Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, LIPI, Laserna CNRS, KITLV, 2005.
Apriyanto, Candra, Rusuh Massa di Perkebunan Jember, Skripsi, Jember:
Universitas Jember, 2000.
ARA Den Haag, Afdeling Statistiek, 1880; Bestuur Verslag Pekalongan 19471949.
Aritonang, Jan S (ed.), Gereja di Abad 21: Konsili untuk Keadilan Perdamaian
dan Keutuhan Ciptaan, Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan
Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia, 2000.
Arkoun, Mohammad, Min Faysal al-Ta.friqah ila Fas/ al-Maqal: Ayna Huwa alFikr al-Islamu al-Muasir, Beirut: Dar al-Saqi, 1997.
391
--------------, Islam Agama Sekuler: Penelusuran Sekularisme dalam Agamaagama di Dunia (al- 'Almanah wa al-Din: al-Islam, al-Masih, alGharb), terj. Muhammad Firdausi, Yogyakarta: Belukar, 2003.
As, Sumiyati (ed.), Manusia dan Dinamika Budaya: Dari Kekerasan sampai
Baratayuda, Yogyakarta: BPPD Sastra UGM, 2001.
Asqalani, lbnu Hajar al-, Bulug al-Maram, Mesir: Dar al-Ma'arif, 1964.
Atran, Scott, "The Strategic Threat from Suicide Terror" dalam Technical Report
03-33, Washington: AEI-Brookings Joint Center for Regulatory
Studies, 2003. http://jeannicod.ccsd.cnrs.fr/documents/disk0/00/00/04.
al-Attas, Syed Muhammad Naquib, /slain dalam Sejarah dan Kebudayaan
Melayu, Bandung: Mizan, 1990.
Azra, Azyumardi, Konflik Baru Antar Peradaban: Globalisasi, Radikalisme &
Pluralitas, Jakarta: Rajawali Press, 2002.
-----------, Jaringan Ulama: Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad
XVII dan XVIII, Bandung: Mizan, 1994.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Banjarnegara, Buku Saku
Banjarnegara 2002, Banjarnegara: Sekwilda, 2003.
Kabupaten
--------------, Buku Saku Kabupaten Banjarnegara 2003, Banjarnegara: Setda,
2004.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Pekalongan, Buku Saku Kabupaten Pekalongan
2002, Pekalongan: Mafaza, 2003.
Bakti, Ilcrar Nusa, "Peta Politik Kepemimpinan" dalam Kompas, 12 Juli 2004.
Baird, Forrest E, dan Walter Kaufmann, Medieval Philosophy, New Jersey:
Prentice Hall, 1997.
Banawiratma, J.B. dan J. Muller, Berteologi Sosial Lintas Ilmu, Yogyakarta:
Kanisius, 1995.
Barker, Joshua, "State of Fear: Controlling the Criminal Contagion in Suharto's
New Order" dalam Benedict Anderson (ed.), Violence and the State in
Suharto's Indonesia, Ithaca: Cornell University Press, 2001.
Banton, Michael, Antropological Approaches to the Study of Religion, London:
Travistock Publication, 1996.
392
Bappeda Kabupaten Banjamegara, Atlas Kabupaten Banjarnegara, Banjamegara:
Dutasarana, 2003.
Bamouw, Victor, An Introduction to Anthropology, Illinois: Dorsey Press, 1971.
Barthes, Roland, The Elements ofSemiology, New York: Hill and Wang, 1981.
--------------, The Semiotic Challenge, New York: Hill and Wang, 1988.
Barton, Greg, Biogra.fi Gus Dur: The Authorized Biography of Abdurrahman
Wahid, Yogyakarta: LKiS, 2003.
--------------, Gagasan Islam Liberal di Indonesia: Pemikiran Neo-Modernisme
Nurcholish Madjid, Djohan Effendi, Ahmad Wahib, dan Abdurrahman
Wahid 1968-1980, Jakarta: Paramadina, 1999.
Begley, Sharon, "Alternative Peer Groups May Offer Way to Deter Some Suicide
Bombers" dalamAsian Wall Street Journal 29 (29): A7, 2004.
Beilharz, Peter, Teori-teori Sosial, Observasi Kritis terhadap Para Filosof
Terkemuka, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003.
Belasting Accountantsdienst, Het Chineese Zakenleven in Nederlandsch-lndies,
Amsterdam: Weltevreden, 1986.
Bell, Daniel, The End ofIdeology, London: Pluto, 2003.
Bell~
Robert, Beyond Belief: Essay on Religion in a Post-Traditional World,
San Fransisco: Harper, 1967.
Benda, Harry J., Bulan Sabit dan Matahari Terbit; Islam Indonesia Masa
Pendudukan Jepang, Jakarta: Pustaka Jaya, 1980.
Berg, L.W.C. van Den, Hadramaut dan Koloni Arab di Nusantara, Jakarta: INIS,
1989
Berger, Peter L, Langit Suci: Agama sebagai Realitas Sosial, terj. M. Fanani,
Jakarta: LP3ES, 1991.
--------------, Kabar Angin dari Langit: Makna Teologi dalam Masyarakat
Modern, terj. Salihin, Jakarta: LP3ES, 1992.
Bloom, Irene dan Wayne L Proudfoot, Religious Diversity and Human Rights,
New York: Columbia University Press, 1996.
Boggs, Carl, Gramsci 's Marxism, London: Pluto, 1976.
393
Boomgaard, Peter, "Gevolgen van de Introductie van Niuwe Landbouwgewassen
(1600-1900)" in Spiegel Historiael. Vol. 32. No 10/11, 1995.
Bourdieu, Pierre, The Field of Cultural Production: Essays on Art and Literature
Pierre Bourdieu, Randall Johnson (ed.), Columbia: Columbia
University Press, 1993.
Brandes, J.L.A., Oud Javaansche Oorkonden, Batavia: Marinus, 1913.
Breman, Jan, Menjinakkan Sang Kuli, Politik Kolonia/ pada Awai Abad ke-20,
terj. Koesalah Soebagyo, Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1997.
Broek, Jan 0.M, Economic Development of the Netherlands Indies, Hawai:
Institute of Pacific Relation, 1940.
Broeze, Frank (ed.), Brides of the Sea: Port Cities of Asia from the l61h-2dh
Centuries, Kinsington: New South Wales University Press, 1989.
Bruinessen, Martin van, Kitab Kuning Pesantren dan Tarekat: Tradisi-tradisi
Islam di Indonesia, Bandung: Mizan, 1995.
--------------, NU· Tradisi, Relasi-relasi Kuasa, Pencarian Wacana Baru,
Yogyakarta: LKiS, 1997.
-------------, "Perjuangan Meraih Kekuasaan dan Keprihatinan Sosial: Catatan
Muktamar Krapyak" dalam Greg Fealy dan Greg Barton (ed.).
Tradisionalisme Radikal: Persinggungan Nahdhatul Ulama-Negara,
Yogyakarta: LKiS, 1997.
Budiawan, Mematahkan Pewarisan Ingatan, terj. Hersri S, Jakarta: Elsam, 2004.
Budiarjo, Miriam, Aneka Pemikiran tentang Kuasa dan Wibawa, Jakarta: Sinar
Harapan, 1986.
Burger, D.H, De Ontsluiting van Java's Binnenland voor Het Wered-Verkeer,
Wageningen: Venman en Zoonen, 1939.
-------------, Laporan Mengenai Desa Pekalongan dalam Tahun 1868 dan 1928,
Jakarta: Bhrarata, 1971.
--------------,Sociologische Geschiedenis van Indonesia,Amsterdam: KITLV, 1975
Cachet, Lion, Een Jaar op Reis in Dienst der Zending, Batavia: Macedonier, 1889
Cannon, Dale, Six Ways of Being Religious: A Frame Work for Comparative
Studies ofReligions, New York: Wadsworth Publisher, 1996.
394
Carey, Peter B.R, Babad Dipanegoro, Art Printing, Kuala Lumpur: Works Sein
Bhd, 1981.
Colombijn, Freek dan J. Thomas Lindblad (ed.), Roots of Violence in Indonesia:
Contemporary Violence in Historical Perspective, Leiden: KITLV
Press (Verhandelingen 194), 2002.
----------------, Patches of Padang, The History of an Indonesian Town in the
Twentieth Century and the Use of Urban Space, Leiden: CNWS
Publication, 1994.
Comite voor Nederlandsche Zending-Conferentien, Lichtstralen op Den Akk:er der
Wereld, Denhag: Hoenderloo, 1958 .
,
.
Cooley, F., dan F. Ukur, Jerih dan Juang: Laporan Nasional Survei Menyeluruh
Gereja di Indonesia, Jakarta: Lembaga Penelitian-Studi DOI, 1979.
Coolsma, S, De Zendingseeuw voor Nederlandsch Oost-Indie, Utrecht: C.H.E.
Breijer, 1901.
Corteaso, Armando (ed.), Suma Oriental of Tome Pires: An Account of the East,
London: Hakluyt Society, 1977.
Coward, Harold, Pluralism: Challenge to World Religion, NY: Orbis Books, 1985
Cribb, Robert B., Gejolak Revolusi di Jakarta 1945-1949, Jakarta: Grafiti, 1990.
--------------, The Indonesian Killings 1965-1966: Studies from Java and Bali,
Monas Paper on Southeast Asia, no. 21. Clayton, Viet., Australia:
Monas University, Center of Southeast Asian Studies, 1990.
Damami, Muhammad, Simbol-simbol Agama, Yogyak:arta: Pustak:a Pelajar, 2002.
Davavony, Marisusay, Fenomenologi Agama, Yogyak:arta: Pustak:a Pelajar, 1997.
Denzin, Norman K. dan Y'vonna S. Lincoln (ed.), Handbook of Qualitative
Research, London: Sage Publisher, 1994.
Departement van Landbouw, Nijverheid en Handel, Onderwijs-Statistiek 1928
No. 72, Batavia: Mededeelingen van het Centraal Kantoor voor de
Statistiek, 1929.
DOI, Yesus Kristus Membebaskan dan Mempersatukan, Notulen Sidang Raya
VIII DOI, Salatiga 1-12 Juli 1976 (1978).
395
Dhofier, Zamakhsyari, Tradisi Pesantren: Studi Pandangan Hidup Kiai, Jakarta:
LP3ES, 1994.
Dijk, Comelis van, Darul Islam: Sebuah Pemberontakan, Jakarta: Gra:fiti, 1995.
Djamil, Abdul, Perlawanan Kiai Desa: Pemikiran dan Gerakan Islam Ahmad
Rifai Kalisalak, Yogyakarta: LKiS, 2001.
------------,K.H Ahmad Rifai: Pemikiran Gerakan Islam Abad XVIII,
Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga, 1994.
Djojopoespito, Soewarsih, Siluman Karangkobar, Jakarta: Pembangunan, 1953.
Dokumen Prolega, Pendapat Akhir Fraksi PD/ DPR RI terhadap RUU Peradilan
Agama, 14Desember1989, Jakarta: Sekjend DPR-MPR, 1990.
Douwes, Dick, dan Nico Kaptein (ed.), Indonesia dan Haji, Jakarta: INIS, 1997.
Dubbeldam, C. W. Th. Baron van Boetzelaer van Asperen en, De Protestansche
Kerk in Nederlandsch-lndie: Haar Ontwikkeling van 1620-1939, 'sGravenhage: Martinus Nijhoff, 1947.
Dukes, Franklin, Resolving Public Conflict: Transforming Community and
Governance, Manchester: Manchester University Press, 1996.
Duncan, H.D., Symbols in Society, New York: Oxford University Press, 1968.
Durkheim, Emile, The Elementary Forms ofReligious Life, NY: Collier, 1970.
--------------, From Mandeville to Marx: The Genesis and Triumph of Economy
Ideology, Chicago: University of Chicago Press, 1977.
Effendi, Djohan, Dinamika Kerukunan Beragama Menurut Perspektif Agamaagama, Bingkai Teologi Kerukunan, Jakarta:Departemen Agama, 2000
Eliade, Mircea, The Sacred and the Profane: The Nature of Religion. Harcourt:
Brace & World Inc, 1959.
Elliot, Charless, Patterns of Poverty in the World, New York: Praeger, 1975.
Ember, Carol R. and Melvin Ember, Cultural Anthropology, New York:
Appleton-Century Crofts, 1962.
Esposito, John L. dan John 0. Voll, Demokrasi di Negara-negara Muslim:
Problem dan Prospek, Bandung: Mizan, 1999.
396
------------, Islam dan Perubahan Sosial Politik di Negara-negara Sedang
Berkembang, Yogyakarta: PLP2M, 1985.
Evans, C. Stephen, Philosophy of Religion. Thinking about Faith, Leicester,
England: Inter Varsity Press, 2001.
Fauzi, Noer, Petani dan Penguasa, Yogyakarta: INSIST, KPA, dan Pustaka
Pelajar, 1999.
Fealy, Greg, ljtihad Politik Ulama, Sejarah Nahdlatul Ulama 1952-1967,
Yogyakarta: LKiS, 2003.
Feillard, Andree, NU vis-a-vis Negara, Yogyakarta: LKiS, 1999.
Fernando, M.R, Peasant and Plantation Economy: The Social Impacts of
European Plantation Economy in Cirebon Residency from the
Cultivation System to the End of First Decade of the Tenth Century,
Thesis Monas University, 1982.
Ferguson, R. Brian, Yanomami Warfare: A Political History, Santa Fe: School of
American Research Press, 1995.
-------------- dan Neil L. Whitehead (ed.), War in Tribal Zone: Expanding States
and Indigenous Warfare, Santa Fe: School of American Research
Press, 1999.
Foucault, Michel, The Archeology ofKnowledge, London: Tavistok Puhl., 1972.
--------------,Discipline and Punish: The Birth ofthe Prison, NY: Penguin, 1977
Fromm, Erich, Akar Kekerasan. Analisis Sosio-Psikologis atas Watak Manusia,
terj. Imam Muttaqin, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002.
Fuller-Collins, Elizabeth, "Indonesia Sebuah Budaya Kekerasan," terj. Nico
Harjanto dan Putut Widjanarko, Asian Survey, Vol. XIII No. 4, Juli/
Agustus 2002, hal. 582-604.
Gaborieau, Marc. (ed.), Islam and Society in South Asia, Paris: EHESS, 1986.
--------------, "Muslim in the Hindu Kingdom of Nepal" dalam Contributions to
Indian Sociology 6, 1972, him. 84-105.
Galtung, Johan, The True Worlds: A Transnational Perspective, Michigan: Grand
Rapids, 2000.
--------------, Peace by Peaceful Means, London: Sage, 1996.
397
--------------, dan C.G.K. Jacobsen, Searching/or Peace, London: Pluto, 2000.
Gani, M.A, Cita Dasar Perjuangan Syarikat Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1982.
Garaudy, Roger, Islam Fundamentalisme dan Fundamentalisme Lainnya,
Bandung: Pustaka, 1993.
Geertz, Clifford, The Religion ofJava, Glenceo: The Free Press, 1960.
--------------,Islam Observed, Religious Development in Marocco and Indonesia,
Chicago: University of Chicago Press, 1968.
-------------, Islam yang Saya Amati: Perkembangan di Maroko dan Indonesia,
terj. Saifullah Zamzami, Jakarta: Yayasan Ilmu-ilmu Sosial, 1982.
--------------, Involusi Pertanian: Proses Perubahan Ekologi di Indonesia, Jakarta:
Bharatara Karya Aksara, 1983.
--------------, Mojokuto: Dinamika Sosial Sebuah Kota di Jawa, Jakarta: GP, 1986.
--------------,After the Fact, Dua Negeri, Empat Dasawarsa Satu Antropolog, terj.
Landung Simatupang, Yogyakarta: LKiS, 1999.
--------------, Hayat dan Karya: Antropolog sebagai Penulis dan Pengarang,
Yogyakarta: LKiS, 2002.
Gellner, Ernest, Muslim Society, Cambridge: Cambridge University Press, 1981.
Giddens, Anthony dan David Held, Classes, Power, and Conflict: Classical and
Contemporary Debates, New York: LSE Press, 1998.
Goode, William J. dan Paul K. Hatt, Methods in Social Research, New York:
McGraw-Hill Books, 1952.
Gottdiener, Mark, Postmodern Semiotics: Material Culture and the Forms of
Postmodern Life, Oxford: Blackwell, 1999.
Gramsci, Antonio, "The Revolution Againt 'Capital"' dalam Q. Hoare (ed.),
Antonio Gramsci: Selections from Political Writings (1910-1920).
New York: International Publishers, 1977.
Gus Dur (Abdurrahman Wahid), Gus Dur Menjawab Perubahan Zaman:
Kumpulan Pemikiran KH. Abdurrahman Wahid Presiden ke-4
Republik Indonesia, Jakarta: Kompas, 1999.
398
Gulliot, C., Sadrach: Riwayat Kristenisasi di Jawa, terj. Rahadi Rinduan, Jakarta:
Grafiti, 1985.
Hadiwijono, Harun, Sari Sejarah Filsafat Barat I, Yogyakarta: Kanisius, 1999.
Haikal, Husein, "Ustadz Abdullah Hinduan dan Ma'had Islam Pekalongan" dalam
Kumpulan Makalah Seminar Sejarah Nasional JV, Jakarta: Depdikbud,
12-13 Juli, 1985.
Hamzah, Imron dan Choirul Anam, Gus Dur Diadili Kiai-kiai: Sebuah Dialog
Mencari Kejelasan, Surabaya: Jawa Pos, 1999.
Hanifah, Abu, Renungan Perjuangan Bangsa Dulu dan Sekarang, Jakarta: Idayu,
1978.
'
Harre, R, Social Being: A Theory for Individual Psychology, Totowa, New Jersey:
Rowan & Littlefield, 1980.
Harris, Marvin, Culture, People, Nature: An Introduction to
Anthropology, USA: Longman Inc, 1997.
General
---------------- "Cultural Materialism" dalam Theories of Culture in Postmodern
Times. USA: Altamira Press, 1999.
Harsojo, Pengantar Antropologi, Bandung: Binacipta, 1972.
Hartono, Chris, Gerakan Ekumenis di Indonesia, Yogyakarta: PPIP-UKDW, 1984
Haryatmoko, Etika Politik Kekuasaan, Jakarta: KPG, 2004.
Harvey, David W, Social Justice in the City, London: Edward Arnold, 1973.
Hasjir, Anidal, Kamus Istilah Sosiologi, Jakarta: Pusat Bahasa Departemen
Pendidikan Nasional, 2003.
Hassan, Riaz, Islam dari Konservatisme sampai Fundamentalisme, terj. Haikal H,
Jakarta:Rajawali, 1985.
Muhammad Kamal Hassan, Modernisasi Indonesia: Respon Cendekiawan
Muslim, terj. Ahmadie Thaha, Jakarta: Lingkar Studi Indonesia, 1987.
Hazairin, Tinjauan UU Perkawinan Nomor 1-1974, Jakarta: Tintamas, 1986.
Hefuer, Robert W, Geger Tengger. Perubahan Sosial dan Perkelahian Politik,
Yogyakarta: LKiS, 1990.
399
-------------, Budaya Pasar. Masyarakat dan Moralitas dalam Kapitalisme Asia
Baru, Jakarta: LP3ES, 1999.
--------------, "Islamizing Java? Religion and Politics in Rural East Java" dalam
The Journal ofAsian Studies 46, 1987.
Heyting, P, Rapport van Zendeling A-D, Utrecht: C.H.E. Breijer, 1891.
Hikam, Muhammad A.S, "Epilog" dalam Gus Dur Me-rifawab Perubahan Zaman:
Kumpulan Pemikiran KH Abdurrahman Wahid Presiden ke-4 Republik
Indonesia, Jakarta: Kompas, 1999.
Hisyam, Muhamad, Caught Between Three Fires: The Javanese Pangulu Under
the Dutch Colonial Administration 1882-1942, Jakarta: INIS, 2001.
Hohnholz, Jiirgen H, Geografi Pedesaan. Masalah Pengembangan Pangan,
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1986.
Humaedi, M. Alie, Budaya Penjara dan Pesantren: Semiotika Struktur Ruang
Penjara-penjara Nusakambangan Cilacap dan Pesantren Lirboyo
Kediri terhadap Intertekstualitas Pembentukan Budaya dan Moralitas,
Yogyakarta: IRB-USD dan RISTEK, 2006.
-------------, Garong: Gaboengan Romusha Ngamoek, 1942-1957, JakartaAmsterdam: NIOD, KITLV, LIPI, 2003-2005.
--------------, "Ketidaknormalan Berbudaya dan Pembentuk.an Modus Operandi"
dalam Bentara Budaya Kompas, Jakarta: Kompas Media, 2005.
------------, Re/igiusitas Budaya Pesisir Pantura: Dombret Blanakan, Jakarta:
Erlangga, 2007.
--------------, Dari Tradisionalisme Santri ke Kapitalisme Tanda. Struktur Ruang
Kota Kudus, 1990-2004, Tesis. Yogyakarta: Magister Ilmu Religi dan
Budaya Universitas Sanata Dhanna dan Ford Foundation, 2004.
--------------, Jihad Atas Nama Agama. Penelitian. Jakarta: Ford Foundation, 2004
--------------, Budaya Dombret dan Komunitas Laut. Tinjauan Antropologis Peran
dan Tanggapan Islam Kebe/ah dan Islam Petani dalam Penghayatan
Keberagamaan di Blanakan, Subang, Jakarta: RISTEK-BPPT, 2003.
--------------, "Teknologi Produksi Budaya" dalam .Jurnal Dinamika Masyarakat
Vol. 11/Mei/2003, Jakarta: KRT dan Adeneur Stiftung Jerman, 2003.
400
--------------, Teologi Kemiskinan Katolik dan Islam. Studi Analisis Gerakan Misi
dan Dakwah, Yogyakarta: Tesis IAIN Kalijaga, 2001.
Huntington, Samuel, The Clash of Civilizations and the Remarking of Worlds
Order, New York: Liveright, 1993. Juga terjemahannya, Benturan
Antar-Peradaban, terj. Hamdani D, Yogyakarta: Qalam, 1999.
Hurgronje, Snouck, Kumpulan Karangan Snouck Hurgronje, terj. Soedarso
Soekarno,jilid XIV, Jakarta: INIS, 2000.
Ihromi, T.O, Pokok-PokokAntropologi Budaya, Jakarta: Obor Indonesia, 1999.
Indisch Verslag, Verslag Over de Staatsspoorwegen in Nederlandsche lndie Over
Het Jaar 1888, Batavia: Ogilvie, 1890.
--------------, lndisch Verslag 1940, Batavia: Landsdrukkerij, 1940.
Inlandsche Bevolking op Java en Madoera (IBJM), Adatregelingen: lnlandsche
Kristengemeenten op Java, Batavia: G. Kolff & co., 1911.
------------, Voor Statistieken: Nederlandsch Zendingsjaarboek, Batavia: Uit van
de Zending Studieraad, 1939.
International Crisis Group, Al-Qaeda in Southeast Asia: The Case of the Ngruki
Network in Indonesia, Asia Briefing 8 Agustus, Jakarta/Brussels:
International Crisis Group, 2002. juga di www.crisisweb.org.
IPO, Overzicht van de lnlandsche en Maleisch-Chineesch Pers, Batavia, 1941.
Iqbal, Muhammad, Membangun Kembali Pikiran dalam Islam, Djakarta:
Tintamas, 1966.
lrwan, Alexander, "Islam dan Kapitalisme" dalam Prisma, No. 8. 1987.
Jaarverslag, Jaarverslag 1932 Provincie Midden Java, Batavia: Kantoor
Statistiek, 193 7.
Jackson, Karl D., Kewibawaan Tradisional, Islam dan Pemberontakan: Kasus
Darul Islam Jawa Barat, terj. M. Maksun, Jakarta: Grafiti, 1990.
Jadjadiningrat, Hoesein, "Local Traditions and the Study of Indonesian History"
dalam Sudjatmoko (ed.), An Introduction to Indonesian
Historiography, Ithaca, New York: Cornell University Press, 1965.
James, William, The Principles ofPsychology, Cambridge: Harvard Univ., 1981.
401
Jappen-Comite voor de Rijnstreek, Nederlandsch Zendingsjaarboek voor 19371939, Batavia: Martinus-Nijhoff, 1944.
Jaspan, M.A., "Mencari Hukum Baru Sinkretisme Hukum di Indonesia yang
Membingungkan" dalam Mulyana W. Kusumah dan Paul S. Baut
(ed.), Hukum, Politik dan Perubahan Sosial, Jakarta: Yayasan
Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, 1998.
Java Comite, Geillustreerd Zendingsblad voor Het Huisgezin, Amsterdam 18691931, Amsterdam: Nijverdal, 1937.
Java Instituut, "Tabellarisch Overzicht van de Inheemsche Beroeps Begferaars of
Java en Madurese", dalam Djawa, d. XX, 1938, him. 182-183.
--------------, "Residentie Banyumas 1925-1935" dalam Djawa dXIX, Yogyakarta:
Marinus-Nijhop, 1939.
Jay, Robert R, "Religion and Politics in Rural Central Java" dalam Cultural
Report Series No. 12, Yale: Southeast Asia Studies Yale Univ., 1963.
Jaya, Tamar, "Asas Syarikat Islam" dalam Assiyasah, No. 5 Tahun II April,
kolom 2, Solo: Al-Waqf, 1974.
Jazuni, Legislasi Hukum Islam di Indonesia. Pasang Surut Legislasi Hukum Islam
Sejak UU Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan sampai dengan
UU Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi
Daerah Istimewa Aceh Sebagai Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam,
Disertasi, Jakarta: Universitas Indonesia, 2004.
Joekes, L. V, "Het Gedeelte Batang-Weleri van den Grooten Postweg op Java"
dalam Bijdragen, deel 104 (Tweede en Derde Aflevering), Jakarta:
KITLV, 1940.
Johns, A.H., "Tentang Kaum Mistik Islam dan Penulisan Sejarah" dalam Taufik
Abdullah (ed.), Islam di Indonesia, Jakarta: Tintamas, 1974.
Jones, Antoinette M. Barret, Early Tenth Century Java from the Inscriptions: A
Study of Economic, Social and Administrative Conditions in the First
Quarter ofthe Century, Dordrecht: Foris Publications, 1984.
Jong, Wouter de dan Frank van Steenbergen, Town and Hinterland in Central
Java, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1987.
.
Jongeling, M.C, Het Zendingsconsulaat in Nederlands-Indie 1906-1942, Arnhem:
van Loghum Slaterus, 1966.
402
Jongmans, D.G. dan P.C.W. Gutkind (ed.), "Antropologist in the Field" dalam
Non-European Societies, Vol. 6. Assen: Van Gorcum, 1997.
Jourard, S.M, Healthy Personality: An Approach from the Viewpoint of
Humanistic Psychology, New York: MacMillan, 1974.
Juergensmeyer, Mark, Terorisme Para Pembela Agama, terj. Nurhadi S,
Yogyakarta: Terawang, 2002.
Kanisius Tim, Ensiklopedi Agama, Yogyakarta: Kanisius, 2000.
Kantor Statistik Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Banjarnegara: Selayang
Pandang Tahun 1999, Banjarnegara: BPS, 2000.
Kantor Statistik Kabupaten Pekalongan, Kabupaten Pekalongan dalam Anglea
Tahun 2000, Pekalongan: BPS, 2002.
Kaplan, David, dan A. Manners, Teori Budaya, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999.
Kartodirjo, Sartono, Sejarah Perlawanan-perlawanan terhadap Kolonialisme,
Jakarta: Departemen Pertahanan dan Keamanan Pusat Sejarah, 1973.
--------------, Ratu Adil, Jakarta: Gramedia, 1973.
----------, Laporan-laporan tentang Gerakan Protes di Jawa Abad XX, Jakarta:
ANRI, 1981.
--------------, "Suatu Tinjauan Fenomenologis tentang Folklor Jawa" dalam
Kumpulan Makalah Seminar Kebudayaan Jawa di Proyek Javanologi,
23-26 Januari. Yogyakarta: Depdikbud, 1991.
-------------, Pesta Demokrasi di Pedesaan: Studi Kasus Pemilihan Kepala Desa
di Jawa Tengah dan DIY, Yogyakarta: Adytia, 1992.
--------------, The Peasant's Revolt of Banten in 1928, It Condition, Course and
Sequel, a Case Study ofSocial Movement in Indonesia, 's-Gravenhage:
Martinus Nijhof, 1996.
Kayam, Umar, Para Priyayi, Sebuah Roman, Jakarta: Dinas P dan K, 1997.
Kepel, Gilles, Muslim Extremism in Egypt: The Prophet and Pharaoh, terj. Jon
Rothschild, Berkeley: University of California Press, 1993.
Khalidy, Mustafa dan Omar A. Farrukh, Misi Kristen dan Pendjadjahan,
Surabaya: Faizan, 1969.
403
Khuluq, Lathiful, "Syarikat Islam di Indonesia" dalam al-Jamiah, Nomor. VI.
Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga, 2002.
KITLV, Bijdragen Tot de Taal-, Land- en Volkenkunde. Journal of the
Humanities and Sciences of Southeast Asia and Oceania. Vol. 158.1-4
sampai 160.1-4. Jakarta: KITLV, 2002-2004.
Kleden, Ignas, Sistem Budaya Clifford Geertz: Metodologi dan Praksis, Jakarta:
LP3ES, 1982.
------------, Thick Description: Monografi Clifford Geertz, Jakarta: LP3ES, 1986.
-------------, "Legislasi Antikomunisme atau Antikeadilan?" dalam Kompas, 23
Aprill999.
'
Kluckholm, Florence Clyde, dan F.L. Strodtbeck, Variations in Value
Orientation, New York: Meridian Books, 1961.
KODM, Arsip SWKS I C-Banjarnegara, Perintah Harian untuk Mengambil
Tindakan kepada Kelompok Garong, Grayak, dan Strategi
Menghadapi Belanda, SWKS IC tanggal 10 Februari 1949
--------------, Perintah Harian Penangkapan Garong, 2 Januari 1949.
-------------,Perintah Harian Patroli Kecamatan Bawang dan Karangkobar, 6
Januari 1949.
--------------, Perintah Harian Penunjukan Petugas Hukuman Tembak bagi
Garong, 19 Maret 1949. Arsip SWKS IC dan Salinan ke Wakil
Gubemur Jawa Tengah.
--------------, Perintah Harian Vonis Hukuman Mati bagi Perampok, 12-03-1949.
--------------, Perintah Pengejaran Bengseng Suci Suhadi, 2 Februari 1949.
--------------, Perintah Harian Mengambil Tindakan pada Kelompok Soderi yang
Menyendiri. 29 Maret 1949. IC.
--------------, Perintah Harian Pembentukan Seksi Gembong Singoyudho, SWKS I
C, 12 Desember 1948
Koentjaraningrat, Masyarakat Desa Masa Ini, Jakarta: Fak. Ekonomi UI, 1964.
.
--------------, Pengantar Antropologi, Jakarata: P.D. Aksara, 1969.
--------------, Kebudayaan Mentalitet dan Pembangunan, Jakarta: Gramedia, 1975.
404
-----------, Kebudayaan Jawa, Yogyakarta: Gadjah Mada University, 1986.
-------------, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia, Jakarta: Djambatan, 1987.
-------------, Kamus Istilah Antropologi, Jakarta: DIKNAS, 2003.
Korver, A.P.E., Sarekat Islam 1912-1916, Amsterdam: Universiteit van
Amsterdam, 1982.
Kristiadi, J. "Peta Politik Islam" dalam Kompas, 24 Agustus 2004.
Krom, R.O.M. Verbek Guden van Java N.J, Raaporten van den Oudheidkundigen
Dienst in Nederlands Indie: Inventaris der Hindoe-Oudhaden 1914,
Batavia: Genootschan van Kunstan en Wetenschaveppan, 1915.
Kruger, T. Muller, Sejarah Gereja di Indonesia, Church History of Indonesia,
Jakarta: BPK, 1966.
Kfulg, Hans, Global Responbility: Jn Search of A New World Ethics, trans. John
Bowden, New York: Crossroad, 1991.
--------------, Moltmann, Islam: A Challenge for Christianity, London: SCM, 1994.
Kuntowijoyo, "Menjadikan Dua Strategi Saling Komplementer" dalam Arief
Affandi (ed.), Islam Demokrasi Atas-Bawah: Polemik Strategi
Perjuangan Umat Model Gus Dur dan Amin Rais, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 1997.
---------------,Muslim Tanpa Masjid, Bandung: Mizan, 2001.
---------------, Strategi Dakwah Muhammadiyah dan Persoalan Kebudayaan
Lokal. Yogyakarta: Panitia Seminar "Pengembangan Pemikiran
Keislaman dalam Muhammadiyah: Antara Purifikasi dan Dinamisasi"
PP Majelis Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Islam, 1996.
Kusworo, Pamswakarsa dalam Pergulatan Politik Nasional, Bali: JAi-ff, 2002.
Kutanegara, Pande, "Krisis dan Kemiskinan di Pedesaan: Sriharjo di Masa Krisis"
dalam Kumpulan Makalah Seminar Dampak Krisis di Pedesaan,
Yogyakarta: IPADI dan PPK UGM, 1999.
Landis, Paul H, Rural Life in Process, Toronto: McGraw Company, 1982.
Langer, Susanne K, Philosophical Sketches: A Study of the Human Mind in
Relation to Feeling, Explored Through Art, Language, and Symbol,
New York: New American Library of World Literature, 1964.
405
Liddle, R. William, Islam, Politik, dan Modernisasi, Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan, 1997.
Liem Twan Djie, De Distribueerde Tus Scheenhandel der Chineezen op Java, 'sGravenhage: Martinus Nijhof, 1952.
Linton, Ralp, The study ofMan, New York: Appleton-Century-Crofts, 1976.
Lith, A. van, "Berbicara dengan Kiai Sadrach," dalam Kumpulan Makalah
Seminar Agama dan Perubahan Sosial, Yogyakarta ,17-20 Juli 1994.
Lombard, Denys, Nusa Jawa: Silang Budaya, terj. Winarsih Partaningrat Arifm,
dlck, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, Forum Jakarta Paris, dan Ecole
fran~aise d'Extreme-Orient, 2005'.
Lowie, Robert.H, The History ofEthnological Theory, New York: Liveright, 1966
Lyon, Margo L, Bases of Conflict in Rural Java, Barkeley: Center for South and
Southeast Asia Studies University of California, 1970.
Ma'arif, Ahmad Syafii, Islam dan Politik: Teori Be/ah Bambu Masa Demokrasi
Terpimpin (1959-1965), Jakarta: Gema Insani Press, 1996.
Madjid, Nurcholish, Bilik-bilik Pesantren: Sebuah Potret Perjalanan, Jakarta:
Yayasan Paramadina, 1997.
--------------, Islam Agama Kemanusiaan: Membangun Tradisi dan Visi Baru
Islam Indonesia, Jakarta: Paramadina, 1997.
Magdalena, Pietertje, Regering en Zending in Nederlandsch-Indii!, Amsterdam:
Kruyt, 1923.
Makruf, M. Multikulturalisme di Indonesia, Bali: JAI-UI-Ford Foundation, 2002.
Malik, Ichsan, Menyeimbangkan Kekuatan, Jakarta: Kemala, 2003.
Mangunkusumo, Daliso, Tradisi Kekerasan di Indonesia, Jakarta: Prosfek, 1999.
Mas'ud, Abdurrahman, lntelektual Pesantren: Perhelatan Agama dan Tradisi,
Yogyakarta: LKiS, 2004.
Masyhuri, Konjlik Sosial di Kudus 1918: Terlibatnya Syarikat Islam di Kudus
dalam Konjlik Sosial Ekonomi, Yogyakarta: UGM, 1984.
Mavrodes, George, Belief in God, New York: Random House Inc., 1970.
406
Maya H.T. Liem, The Turning Wheel of Time. Roda Zaman Berputar, Modernity
and Writing Identity in Bali 1900-1970, Proefschrift, Leiden: Leiden
University, 2003.
Melina, Politik Otonomi Daerah: Antara Keberagamaan Lokal dengan Kebijkan
Desentralisasi Pusat di Samosir, Tesis, Y ogyak:arta: Magister llmu
Religi dan Budaya USD, 2004.
Moedjanto, The Concept ofPower in Javanese Culture, Yogyakarta: UGM, 1986.
Moeleong, Lexy J, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Rosda Karya,
1989
Moore, F, Readings in Cross-Cultural Methodology, New Haven: HRAF, 1966.
Muchsin, Misri A., Pemikiran Ulama Aceh, Tarikat Sidziliyah, Yogyakarta:
Disertasi IAIN Sunan K.alijaga, 2004.
Mulkhan, Abdul Munir, Islam Murni di Masyarakat Petani, Yogyakarta: Bentang,
2000.
--------------, Syekh Siti Jenar. Pergumulan Islam, Yogyakarta: Bentang, 2001.
Muzadi, Hasyim, Nahdhatul U/ama di tengah Agenda Persoalan Bangsa, Jakarta:
Logos Wacana Ilmu, 1999.
Nagtegaal, Luc, "Diamonds are Regent Best Friends" dalam Schutte, G.J (ed.),
State and Trade in the Indonesian Archipelago, Leiden: K.ITLV, 1994.
Nakamura, Mitsuo, Bulan Sabit Muncul dari Balik Pohon Beringin, terj. Khunaefi
Yogyakarta: Universitas Gajah Mada Press, 1983.
--------------, "Krisis Kepemimpinan NU dan Pencarian ldentitas Awal 80-an: Dari
Muktamar Semarang 1979 hingga Muktamar Situbondo 1984" dalam
Greg Fealy dan Greg Barton (ed.). Tradisionalisme Radikal:
Persinggungan Nahdhlatul U/ama-Negara, Yogyakarta: LKiS, 1997.
Naroll, R. dan R. Cohen (eds.), A Handbook of Method in Cultural Anthropology,
Garden City New York: Natural History Press, 1970.
Narwoko, J. Dwi dan Bagong Suyanto (ed.), Sosiologi: Teks Pengantar dan
Terapan, Jakarta: Kencana, 2004.
Nas, Peter J.M, Issues in Urban Development. Case Studies from Indonesia,
Leiden: Research School CNWS, 1995.
407
-----------, Modernization, Leadership, and Participation. Theoretical Issues in
Development Sociology, Leiden: Leiden University Press, 1999.
--------------, The Indonesian Town Revisited, Singapore: LIT, 2002.
Nastiti, Surti, "Pasar: Studi Pendahuluan Kegiatan Ekonomi Masyarakat Desa di
Jawa pad.a Abad ke-9 sampai 15 Masehi" dalam Kumpulan Paper
Pertemuan llmiah Arkeologi, Jakarta: Proyek Penelitian Purbakala
Pusat Penelitian dan Kebudayaan Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, 1994.
Ngadhimah, Mambaul, Dinamika Jama 'ah Lil-Muqarrabin: Tarekat Syattariyah
Tanjung Anom, Nganjuk, Jawa Timur, Yogyakarta: Disertasi UIN
Sunan Kalijaga, 2007.
'
van Niel, Robert, "Measurement of Change under the Cultivation System in Java,
1837-1857" dalam Indonesia, No. 14 Tahun 1972.
Noer, Deliar, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, Jakarta: LP3ES,
1996.
--------------, Partai Islam di Pentas Nasional, 1945-1965, Jakarta: Graffiti, 1987.
Nortier, C.W, van Zendingsarbeid tot Zelfstandige Kerk in Oost Java, Den Haag:
tp, 1939.
Nottingham, Elizabet K, Agama dan Masyarakat, terj. Baron Wardaya, Jakarta:
Grafindo Persada, 1993.
Nugroho, Singgih, Dinamika Politik Keagamaan Pasca PK.I Tahun 1965,
Yogyakarta: Magister Religi dan Budaya USD, 2005.
Pals, Daniel L, The Seven Theories ofReligion, New York: Douglas, 1997.
Palte, Jan G.L, The Development of Java's Rural Uplands in Response to
Population Growth, Utrecht: Dept. Geography Univ. of Utrecht, 1984.
Para Waligereja Regio Jawa, Statuta Keuskupan Regio Jawa, Yogyakarta:
Kanisius, 1995.
Parson, Talcott, The Social System, Glencoe, III: Free Press, 1951.
--------------, Social Structure and Personality, New York: Free Press, 1970.
--------------,The System ofModern Societies, Englewood Cliffs: Prentice, 1974.
408
Partonadi, Soetannan Soediman, Komunitas Sadrach dan Akar Kontekstualnya,
Suatu Ekspresi Kekristenan Jawa pada Abad XIX, terj. Widi Herijati
Rahadi, Yogyakarta: Taman PustakaKristen-BPK, 2001.
--------------, Sadrach 's Community and Its Contextual Roots: A Nineteenth
Century Javanese Expression of Christianity, Atlanta: Rodv, 1990.
Patmono, Sadrach Sang Pamong, Purwokerto: Kinansih, 1988.
Patton, Michael Quinn, Qualitative Data Analysis: A Sourcebook of New
Methods, Beverly Hills: Sage Publication, 1987.
Peacock, James L, PurifYing the Faith: The Muhammadiyah Movement in
Indonesian Islam, Menlo Park California: The Benjamin-Cummings
Publish, 1978.
van Peursen, Strategi Kebudayaan, Yogyakarta: Kanisius, 1988.
PGI, Jejak Langkah Gerakan Oikumene di Indonesia, Dokumen Historis
Pembentukan DGI dan Sidang Lengkap DGI I-III (1950-1956),
Jakarta: Sekretariat Umum PGI, 1996.
Pike, K, Language in Relation to a Unified Theory of the Structure of Human
Behavior, The Hague: Mouton, 1967.
Poerwanto, Harl, Kebudayaan dan Lingkungan dalam Perspektif Antropologi,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000.
Polak, J.J, The National Income of the Netherlands Indie, 1921-1939, New York:
Tp, 1943.
Pratiwo, Landscape Permukiman Surabaya, Surabaya: Unair-LIPI-NIOD, 2005.
Prins, W.J.M, Urban Growth and Housing Delivery Past and Present. A
Comparative Analysis of Nineteenth-Century London and
Contemporary Delhi. Proefschrift, Leiden: Leiden Development
Studies, 1994.
Pritchard, E.E. Evans, Theories ofPrimitive Religion, New York: Harper T, 1965.
Purnomo, Hadi dan M. Suprihadi Sastrosupono, GKJ: Gereja-gereja Kristen
Jawa: Benih yang Tumbuh dan Berkembang di Tanah Jawa, Jakarta:
BPK, 1982.
·
PusdEP, Laporan Penelitian Kekerasan di Bali, 1965-1969, Yogyakarta, 2006.
409
Quthuby, Sumanto, Arus Cina Islam Jawa: Bongkar Sejarah Alas Peranan
Tionghoa dalam Penyebaran Agama Islam di Nusantara Abad XV dan
XVI, Yogyakarta: Inspeal, 2004.
Rahardjo, Pengantar Sosiologi Pedesaan dan Pertanian, Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press, 1991.
Rahman, Asjmuni A, Qaidah-qaidah Fiqh, Jakarta: Bulan Bintang, 1976.
Rahman, Fazlur, Islam, Bandung: Pustaka, 1984.
Rahman, Fazlur, Islam dan Modernitas: Tentang Transformasi lntelektual (Islam
&Modernity, Transformation of an Intellectual Tradition), Bandung:
Pustaka, 1995.
Rais, Amin, Tauhid Sosial, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1994.
-------------, "Islam dan Perubahan Sosial Politik di Negara Sedang Berkembang
Suatu Pengantar" dalam John L. Esposito (ed.), Islam dan Perubahan
Sosial-Politik di Negara Sedang Berkembang, Yogyakarta: PLM, 1992
Ramli, Andi M, "Dialog Agama dalam Paradigma Inklusif-Transformatif' dalam
Kompas, 19 Desember 2000.
-------------, "Masyarakat Multikularisme" dalam Kompas, 10 Pebruari 2002.
Rappaport. Roy A, Pigs for the Ancestors: Ritual in the Ecology of a New Guinea
People, New Haven: Yale University Press, 1984.
Rasjidi, H, Islam dan Kebatinan, Jakarta: Bulan Bintang, 1967.
Ricklefs, M.C, A History ofModern Indonesia, London: McMillan Edu., 1981.
--------------, "lslamization in Java" dalam R. Israeli and A. Johns (eds.) Islam in
Asia, Colo: Southeast and East Asia, Boulder, West View Press, 1984.
Ricouer, Paul, The Interpretation Theory: Discourse and the Surplus of Meaning,
Texas: The Texas Christian University Press, 1998.
Ridwan, Nur Kholik, Islam Borjuis dan Islam Proletar: Konstruksi Baru
Masyarakat Islam Indonesia, Yogyakarta: Galang Press, 2002.
Ritzer, George dan Douglas J. Goodman, Teori ·sosiologi Modern, Jakarta:
Kencana, 2005.
410
Robertson, Roland, Agama dalam Analisa dan Interpretasi Sosiologis, Jakarta:
LP3ES, 1988.
Robinson, Geofiley, The Dark Side ofParadise: Political Violence in Bali, Ithaca,
N.Y.: Cornell University Press, 1995.
Rogers,
Everett M, Modernization among Peasants,
Communication, New York: Rinehard, 1969.
the
Impact
of
Romly, A.M, Agama Menentang Komunisme, Jakarta: Bina Rena Pariwara, 1999.
Roosa, John, Ayu Ratih, dan Hilmar Farid, Tahun yang Tidak Pernah Berakhir:
Memahami Pengalaman Korban 1965: Esai-esai Sejarah Lisan.
Jakarta: Elsam, Tim Relawan unfuk Kemanusiaan, dan Institut Sejarah
Sosial Indonesia, 2003.
Sageman, Marc, Understanding Terror Networks, Philadelphia: University of
Pennsylvania Press, 2004.
Sairin, Safri, The Javanese Trah, Yogyakarta: UGM Press, 1983.
--------------, Pendekatan Formal dan Substantif dalam Antropologi Ekonomi,
Yogyakarta: UGM, 1992.
Salam, Zarkasyi Abdus, dan Oman Fathurohman, Pengantar Rmu Fiqh Ushul
Fiqh, Yogyakarta: Lembaga Studi Filsafat Islam, 1994.
Sanit, Arbi, Badai Revolusi: Sketsa Kekuatan Politik PKJ di Jawa Tengah dan
Jawa Timur, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000.
Santoso, S, Babad Tanah Jawa: Galuh-Mataram, Surakarta: Citrajaya, 1979.
Sayogyo, Sosiologi Pedesaan dan Sosiologi Pertanian, Yogyakarta: UGM, 1999.
van Schaik, Arthur, Colonial Control and Peasant Resources in Java,
Amsterdam: Instituut voor Sociale Geografie Universiteit van
Amsterdam, 1986.
van Schendel, Fiona, Djolotigo. Ontginning en Exploitatie van Een Particuliere
Koffie-OndernemingopJava 1875-1898, Amsterdam: NEHA, 2000.
Schumann, Olap, Dialog Antar Umat Beragama. Dari Manakah Kita Bertolak?
Jakarta: Departemen Litbang DGI, 1982.
Scott, James C, Moral Ekonomi Petani, Jakarta: LP3ES, 1994.
411
SDS, Verslag van Een Dienstreis Naar Batoer, 20-23 Juni, Koleksi Arsip W.
Morpey, 1917.
--------------, Nota van Een Reis van Banjarnegara Naar Karangkobar, Batoer,
Dieng, Wonosobo, Parakan en Ngadirejo van 5-17 November, Koleksi
Arsip J. Hillen, 1898.
Sekretaris Daerah, Banjarnegara dalam Anglea, Banjarnegara: BPS, 1998.
Semedi, Pudjo, Close to the Stone, Far From the Throne. The Story of a Javanese
Fishing Community, 1820s-1990s, Disertasi, Amsterdam: Universitiet
van Amsterdam, 2001.
-------------, "Petungkriono: Mitos Wilayah Terisolir" dalam TPL 2001, Tangan-
tangan Negara di Desa: Studi Kasus di Desa Yosorejo, Kecamatan
Petungkriono, Kabupaten Pekalongan, Yogyak.arta: Fakultas Ilmu
Budaya UGM, 2002.
Sheldon, W.H, The Varieties of Temperament: A Psychology of Constitutional
Differences, New York: Harper & Brother, 1942.
Shihab, Alwi, Islam Inklusif: Menuju Sikap Terbuka dalam Beragama, Bandung:
Mizan dan Anteve, 2001.
Shinert, G, "The Relation of Ethnocentric Attitudes to Intensity of Religious
Practice" dalam Journal ofEducational Sociology, 32, 1958.
Shiraishi, Tak.ashi, An Age in Motion: Popular Radicalism in Java, 1912-1926,
Ithaca: Cornell University Press, 1990.
Siahaan, Bisuk, Industrialisasi di Indonesia: Sejak Hutang Kehormatan sampai
Banting Stir, Jakarta: Pustak.a Data, 1997.
Siahaan, Hotman, Konflik Tapal Kuda, Surabaya: UNAIR, 2001.
Siebert, Rudolf J, The Critical Theory of Religion the Franifurt School, From
Universal Paradigmatic to Political Theology, New York: Mouton
Publisher, 1985.
Sihbudi, Riza, "Kekerasan Politik Agama" dalam Kompas, 27 Desember 2006.
Simatupang, R.O, Tamasya Djawa Tengah, Jakarta: Keng Po, 1951.
Sindhunata, "Ratu Adil dalam Gerak.an Sosial" dalam Basis, Vol. II, Yogyakarta:
Kanisius, 1998.
412
Sinode GKJ, Pesamoehan-pesamoehan Christen Gereformeerd ing Djawi Tengah
Sisih Kidoel, Salatiga: Sinode GKJ, 1932.
Sinode Salatiga, Kawontenanipun Synode Ingkang Sapisan ing Pesamoean
Gereformeerd Djawi Tengah Wonten ing Keboemen. Februari 1931.
------------, Parepatan Synode Ingkang Kaping Kalih Wonten ing Geredja
Sawokembar Ngajogja, Tanggal 1-2 Juni 1932.
--------------, Pengetan Synode Soerakarta, Tanggal 23-24 Juli 1934.
--------------, Acta Synode Magelang, Tanggal 23-25 Juli 1935.
--------------, Acta Synode Djawi ing Poerwokerto, Tanggal 20-22 Juli 1936.
--------------, Acta Kekantjingan Ian Pantjasanipoen Rembag-rembag Synode
(Rapat Agoeng) Pesamoean-2 Christen Djawi ing Djawi TengahKidoel ing Magelang, Tanggal 29 - 31 Juli 1940.
--------------, Pelapoeran Lampahing Synode ing Poerworedjo, 5-6 Juni 1942.
--------------, Synode Ngajogjakarta, Tanggal 7 - 8 Maret 1945.
--------------, Synode Kaping X Nalika Wonten ing Gondokusuman Ngajogjakarta,
Tanggal 29-30 Oktober 1946.
-------------, Aleta Sinode G.KD. I di Salatiga, Tanggal 5 - 6 Juli 1949.
--------------, Aleta Sidang Klasis Banyumas Utara Ke X¥ 17-18 Juli 1961.
Sinode Salatiga dan UKSW, Laporan Sinode tentang Jemaat Gereja Kristen
Indonesia di Wonosobo dan Banjarnegara: Suatu Laporan Sosiologis
tentang Kedudukan Jemaat dalam Rangka Usaha Pelayanan pada
Masyarakat, Salatiga: UKSW Press, 1972.
Sivan, Emmanuel, Radical Islam: Medieval Theology and Modern Politics, New
Haven and London: Yale University Press, 1990.
Sjahrir, Perjoengan Kita, Jakarta: Tp, 28 Oktober 1946.
Skorupski, J, Symbol and Theory a Philosophical Study of Theories of Religion in
Social Anthropology, Cambridge: Cambridge University, 1976.
Smart, Ninian, The Religious Experience ofMankind, London: Mac Millan, 1974.
--------------, The Worlds Religion, Cambridge UK: Cambridge University, 1998.
413
Smith, Donald Eugene, Agama dan Modernisasi Politik, terj. Muhammad
Ridwan, Jakarta: Rajawali Press, 1985.
Smith, Huston, Agama-agama Manusia, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2001.
Smith, Linda dan William Raeper, A Beginner's Guide to Ideas, Oxford: Lion
Publishing, 1991.
Smith, T. Lynn dan Paul E. Zopf, Principles of Inductive Rural Sociology,
Philadelphia: Davis, 1970.
Soemarwoto, Otto, "Ekologi Kependudukan" dalam Emil Salim (ed.), Ekologi,
Lingkungan Hidup dan Pembangunan, Jakarta: Djambatan, 1994.
Sofwan, Ridin, dkk, Islamisasi di Jawa. Walisongo, Penyebar Islam di Jawa,
Menurut Penuturan Babad, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000.
Soto, Hernando de, The Mystery ofCapital: Why Capitalism Triumphs in the West
and Fails Everywhere Else, New York: Black Well, 1998.
Stewart, Pamela J. dan Andrew Strathern, Violence: Theory and Ethnography
London: dan New York: Continuum, 2002.
Stibbe, D.G, Encyclopedie van Nederlands-Indie, 's-Gravenhage: Matius-Nijhoff,
1935.
Stoeffler, F.E, The Rise ofEvangelical Pietism, Leiden: E.J. Brill, 1971.
Strauss, C. Levi, Structural Anthropology, New York: Basic Books, 1967.
Subanar, Budi G, Kesaksian Revolusioner Seorang Uskup di Masa Perang,
Yogyakarta: Galang Press, 2003.
Sudiarja, A, Dialog Antar Agama, Yogyakarta: Kanisius, 1999.
Suhadi, Machi, "References to Tax System in Old Javanese Inscriptions" dalam
Kumpulan Makalah Aspek-aspek Arkeologi Indonesia, No 6. Jakarta:
Pusat Penelitian Purbakala dan Peninggalan Nasional, 1978.
Suhartono, Bandit-bandit Sosial, Yogyakarta: UGM Press, 2000.
Sujadi, Abdurrahman, Tanya Jawab tentang SJ, Banjarnegara: Pribadi, 1984
Sukatno, Otto CR, Dieng Poros Dunia, Menguak Jejak Peta Surga yang Hilang,
Yogyakarta: Ircisod, 2003
414
Sulistyo, Hermawan, Palu Arit di Ladang Tebu: Sejarah Pembantaian Massa!
yang Terlupakan, 1965-1966, Jakarta: KPG, 2000.
Sumanto, I, Kiai Sadrach: Seorang Pencari Kebenaran, Jakarta: BPK, 1974.
Sumartana, Th, Mission at the Crossroads: Indigeneous Churches, European
Missionaries, Islamic Association and Socio-Religious Change in Java
1812-1936, Jakarta: Ins, 1993.
Suryadinata, Leo, Politik Tionghoa Peranakan di Jawa, Jakarta: SH, 1994.
Suryo, Djoko, Sejarah Sosial Pedesaan Karesidenan Semarang 1830-1900,
Yogyakarta: Pusat Antar Universitas Gajah Mada, 1989.
--------, Agama dan Perubahan Sosial: Studi tentang Hubungan Antara
Islam, Masyarakat, dan Struktur Sosial Poltik Indonesia, Yogyakarta:
Pusat Antar Universitas-Studi Sosial UGM, 1993.
Suseno,
Frans Magnis, Etika Jawa: Sebuah Analisa Filsafat tentang
Kebijaksanaan Hidup Orang Jawa, Jakarta: Gramedia, 1984.
--------------, Kuasa dan Moral, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2000.
Susetiawan, Konflik Sosial. Kajian Sosiologis Hubungan Buruh, Perusahaan dan
Negara di Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002.
Sutadi, D, "Sekilas tentang Gereja Jawa Purwokerto" dalam Manuskrip Tata
Ibadah dan Acara Pentahbisan, Purwokerto: t.p., 22 September 2003.
Suttie, I.D, "Religion: Racial Character, Metal and Social Health" dalam British
Journal ofMedical Psychology, Nomor 1 1932, hlm. 289-314.
Tanja, Victor I, Pluralisme Agama dan Problema Sosial, Jakarta: Cides, 1998.
--------------, "Mendialogkan Pluralitas Kepemimpinan Agama" dalam Maksum
(ed.), Mencari Pemimpin Umat: Polemik tentang Kepemimpinan Islam
di Tengah Pluralitas Masyarakat, Bandung: Mizan, 1999.
Tax, S, The Evolution ofMan: Mind, Culture and Society, Chicago: UCP, 1960.
Taylor, David dan Malcom Yapp (eds), Political Identity in South Asia, London:
SOAS, 1979.
Thoha, Zainal Arifin dan M. Aman Mustofa (ed.), Membangun Budaya
Kerakyatan: Kepemimpinan Gus Dur dan Gerakan Sosial NU, Jakarta:
Titian Ilahi Press, 1997.
415
Tirtoprojo, Susanto, Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia, Jakarta: Bintang,
1968.
Tjondronegoro, Sediono, Sistem Kepemilikan Tanah di Indonesia, Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia, 1982.
Tomagola, Tamrin Amal, "Tragedi Maluku Utara" dalam Majalah Masyarakat
LIPI25 (2), 1999.
---------------, "Konflik Sosial dan Agama" dalam Jurnal Dinamika Masyarakat,
Jakarta: KRT dan Adeneur Stiftung, 2003.
TPL (Tim Penelitian Lapangan) UGM, Masyarakat Petani Desa Yosorejo,
Yogyakarta: Antropologi-UGM, 1986.
--------------, Laporan Penelitian Antropologi Arkeologi di Petungkriono,
Yogyakarta: Jurusan Antropologi, UGM, 1987.
--------------, Masyarakat Petani Desa Kayupuring, Yogyakarta: Kemank, 1987.
Triyana, Bonnie, Pembantaian di Grobogan Jawa Tengah, Skripsi, Semarang:
Universitas Diponegoro, 2003.
Trijono, Lambang, Konjlik Agama dan Sosial di Jawa Timur, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 1999.
Twikromo, Dwi, Politik Lokal di Nusa Tenggara, Surabaya: Ombak, 2000.
Turner, Jonathan H., The Structure ofSociology Theory, Tk: Dorsey Press, 1978.
Ufford, P.H. Quarles van, "Mengapa Anda Tidak Duduk: Sadrach dan
Pergumulan untuk Kemerdekaan Agama dalam Phase Gereja Jawa
Tengah, 1861-1899" dalam Peninjau, vol. 111/1982.
Ven, J.A van Der, Metode Empiris dalam Teologi Praktis, Yogyakarta: Pusat
Pastoral Bidang Pembangunan Jemaah, 1997.
Verhandelingen XIV, Raffles Ideas on the Land Rent System in Java and the
McKenzie Land, 's-Gravenhage: Mautrius Nijhoff, 1954.
Vredenbregt, Jacob, Bawean dan Islam, terj. A.B. Lapian, Jakarta: INIS, 1990.
Wahid, Abdurrahman, "Islam, Pluralisme clan Demokratisasi" dalam Arief
Affandi (ed.), Islam Demokrasi Atas-Bawah: Polemik Strategi
416
Perjuangan Umat Model Gus Dur dan Amien Rais, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 1997.
--------------, Kiai Nyentrik Membela Pemerintah, Yogyakarta: LK.iS, 1997.
Wach, Joachim, Types of Religious Experience: Christian and Non-Christian,
Chicago: University of Chicago Press, 1972.
Weber, Max, The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism, New York:
Scribners, 1958.
------------, Economy and Society, New York: Bedminster, 1968.
-------------, The Sociology ofReligion, Boston: Beacon Press, 1972.
Weitjens, J, "Pastur van Lith Mengenai Kiai Sadrach", dalam Orientasi, Vol. VI,
No. 8, Yogyakarta, 1974.
Wertheim, W.F, Indonesian Society in Transition: A Study of Social Change, 'sGravenhage: Van Hoeve, 1959.
--------------, "Gerakan-gerakan Pembaharuan Agama di Asia Selatan dan Asia
Tenggara" dalam Taufik Abdullah, Islam di Indonesia, Jakarta:
Tintamas, 1987.
Wijayati, Putri Agus, Tanah dan Sistem Perpajakan, Masa Kolonia/ Inggris,
Yogyakarta: Terawang Press, 2001.
Wilhelm, J, "Verslag van Den Toestand de Verspreiding Enz Der Inlandsche
Christenen in de Residentie Begelan en Aangrezende Gewesten"
dalam Memoar to the Governor-General of the Dutch Indies, April
1883 dan To the Board ofthe Indische Kerk in Batavia, May 1887.
Williams, T.R, Field in the Study of Culture, New York: Holt, Rinehart and
Winston, 1967.
Wilson, Bryan R., Magic and the Millennium: A Sociological Study of Religious
Movements of Protest Among Tribal and Third-World Peoples, New
York, Evanston: Harper & Row Publisher, 1973.
Windhu, Marsana, Kekuasaan dan Kekerasan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1992.
Wojowasito, S, Kamus Umum Belanda Indonesia, Jakarta: Ichtiar Baru van
Hoeve, 200 I.
Wolerbeek, J.D, Babad Zending ing Tanah Jawi, Purwakarta: t.p, 1939.
417
Woodward, Mark R, Islam in Java: Normative Piety and Mysticism in the
Sultanate of Yogyakarta, New York: Henry Schuml, 1989. Beserta
terjemahannya Islam Jawa: Kesalehan Normatif versus Kebatinan,
terj. Saiful Hadi, Yogyakarta: LKiS, 1989.
Wrong, Dennis, The Problem of Order: What Unites and Divides Society, New
York: Free Press, 1994.
Yayasan van Hoeve, Kamus Bahasa Belanda Indonesia, Jakarta: van Hoeve,
1984.
Yudhokusumo, Makhlani, Banjarnegara Berjuang, Banjamegara: Cab.119, 1989.
Yunus, Hadi Sabari, Struktur Tata Ruang Kota, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2001.
Yunus, Muhammad, "Perdamaian dalam Perspektif Ekonomi Politik" dalam
www.microcredit/summits/07/noble/prizes/yunus/worldbank.org.
Zebiri, Kate, Muslim and Christian: Face to Face, Oxford: One World, 1997.
Zuhdi, Susanto, Cilacap: Bangkit dan Runtuhnya Suatu Pelabuhan di Jawa,
1830-1942, Jakarta: KPG, 2002.
Surat Kabar dan Selebaran
1. Bendera Islam (Yogyakarta), 1925-1927.
2. Berita Nadhlatoel Oelama (Surabaya), 1938-1939.
3. Che Hwa (Purbalingga), 1937, 1939.
4. Damai (Solo), 1938-1940.
5. Darmokondo (Solo), 1921, 1922.
6. Diwan Rasmi PPDP (Solo), 1940-1941.
7. Hoedaja (Solo) 1932-1942.
8. Islam Bergerak (Solo), 1918-1921.
9. Islam Raja (Solo), 1939-1942.
10. MedanBergerak(Solo), 1919.
418
11. Medan Moes/imin (Solo), 1923.
12. Pandji Islam (Bandung), 1940.
13. Pantja Indra (Cilacap), 1916.
14. Sinar Djawa (Semarang), 1915, 1915, 1917, 1918.
15. Sinar Hindia, (Semarang), 1918.
16. Sinar Islam, (Surabaya), 1917, 1918.
17. Sin Po (Jakarta), 1932.
18. Soeara PSII (Bandung), 1937, September 193 7 pindah ke Jakarta.
19. Sri Diponegoro (Yogyakarta), 1918.
20. al-Waf (Banjamegara), 1940, 1943.
21. Soera Rakyat Merdeka (Semarang), 1953.
22. Penjebar Semangat (Surabaya), 1938, 1952.
23. Pradjoerit (Jakarta), 1946.
24. Angakatan Bersendjata (Jakarta), 1960-1966.
25. Pewarta Soerabaia (Surabaya), 1949-1957.
26. Kung Yung Pao (Jakarta), 1944.
27. Selebaran Komando Garuda II (Banjamegara), 1949.
28. Harian Suara Merdeka (Semarang) 1994-2004.
29. Kompas (Jakarta), 1997-2006.
30. Suara Merdeka (Semarang), 2000-2005.
31. Kedaulatan Rakyat (Yogyakarta), 1980-1990.
32. Buletin Pemerintah Daerah Propinsi Jawa Tengah (Semarang), 1980-2005.
33. Naskah-naskah Sinode di Salatiga (1930-2000)
•
419
DAFTAR INFORMAN
1. Informan Kelompok Islam (Sistem Wonopringgo dan Masyarakat)
No Nama
01
02
03
04
05
06
07
08
09
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
Ahmad,H
Ahmad Fauzan
Ahmad Ismail
Ahmadi
Aisyah, Siti
Bambang
Bagya
Bima Susanto
Budi Haryadi
Burhanuddin
Cahyadi
Cahyo
Dalijan
Darmanto
Dannin
Darmo
Dasiman Tikno
Endang Nikmahtul
Fatimah
Fauzi
Fauzan
Fikri Gusti
Giyono
Haryati
Haryono
Hazima
Hindun
Ikhlas Hartoto
Irmayanti Gusti
Isnawati
Jumadi
Karyadi
Karyono
K.asmanto
Kasno
Usia Aktivitas
52
34
56
26
46
30
62
29
18
16
41
30
69
74
59
72
61
32
36
27
25
17
39
22
38
25
15
21
17
19
34
38
19
51
59
Pedagang Klontong
Pegawai PPA KUA
Pedagang-Muhammadiyah
Supir
Istri Pedagang Ahmad
Penambang Batu
Petani
Pedagang Pakaian
Pencari Rumput
Pelajar
Belantik
Penambang Pasir
Petani
Pinisepuh
Penderes
Petani
Belantik
Pedagang Sayur
Ibu Rumah Tangga
Santri Wonopringgo
Petani
Tukang Ojek
Penderes'
Fatayat
Pemecah Batu
Muslimat
Fatayat
Banser
Fatayat
Fatayat
Pemangku Hutan
Tukang
Banser/Anshor
WongSaget
Petani
Tempat
Wawancara
K.asimpar
Petungkriono
Petungkriono
Katembelan
Kasimpar
K.asimpar
K.asimpar
Karngkobar
Kasimpar
Karangkobar
K.asimpar
Kasimpar
K.asmipar
Karangkobar
K.asimpar
Karangkobar
Karangkobar
Kasimpar
Kasimpar
K.asimpar
K.asimpar
Kasimpar
Kasimpar
Kasimpar
Kasimpar
K.asimpar
Kasimpar
K.asimpar
K.asimpar
Kasimpar
Kasimpar
K.asimpar
Petungkriono
K.asimpar
Karan!!kobar
420
36
37
38
39
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
Karno
Maryati
Maryam.ah
Mulyadi
Mungammad
Muzib
Pamoto
Rusydi
Restu Adijaya
Sagiman
Samiyati
Sholeh
Sukarno
Sukirno
Sukriyanto
Tajri
Tirta
Totok Gunadi
Wahyudi
Zainal
Zubaidah
Zuhdi
23
17
18
17
38
29
38
30
18
51
23
32
78
64
66
79
82
42
27
19
52
24
Supir
Fatayat
Fatayat
Banser/Anshor
Takmir Masjid
Santri Wonopringgo
Petani
Pencari kayu Hutan
Banser/Pelajar
Pencari kayu Hutan
Fatayat/Muslimat
Santri Wonopringgo
Pinisepuh
PinisepUh
Pinisepuh
Ex. Ketua Partai NU
Pinisepuh
Pengrajin gula
Petemak
Banser/Anshor
Ketua Muslimat
Ketua Banser
Karangkobar
Kasimpar
Karangkobar
Karangkobar
Kasimpar
Kasimpar
Petungkriono
Petungkriono
Kasimpar
Kasimpar
Petungkriono
Petungkriono
Kasimpar
Karangkobar
Petungkriono
Petungkriono
Purbo Talun
Kasimpar
Katembelan
Karangkobar
Petungkriono
Petungkriono
2. lnforman Kelompok Kristen
No
Nama
Usia Aktivitas
Tempat
Wawancara
01
02
03
04
05
Agung Ariyanto
Arfi Iswanto
Budiharjo
Danurejo
Dakonah
Dhaniel Tri Handoko
EkaDeddi
Karyam.ah
Kasturi
Kram.a Kasmuni
Krida
Kristian
Margo Yuwono
Martanto
Maryanto
Naryaka Setyaharton
27
32
41
89
77
31
19
65
71
78
31
21
83
57
59
19
Kasimpar
Kasimpar
Karangkobar
Kasimpar
Kasimpar
Petungkriono
Kasimpar
Kasimpar
Petungkriono
Kasimpar
Kasimpar
Petungkriono
Karangkobar
Kasimpar
Kasimpar
Kasimpar
06
07
08
09
10
11
12
13
14
15
16
Pemuda al-Kitab
Pemusik gereja
Be/antik
Pinisepuh
Pinisepuh
Pegawai Kecamatan
Pemuda al-Kitab
Petani
Mantan PKI
Pinisepuh
Petemak
Pegawai koperasi BKK.
Pinisepuh
Majelis GKJ
Majelis GKJ
Pemuda al-Kitab
421
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
Notoredjo
Notosardi
OsraA Tanya
Pamiah
Piter Hadisuswanto
Pristi Hadiyati
Purworejo
Rasminati
Retno Suskandari
Rini Istanti
Sadrana
Sahono
Santari
SantyR
Sastrodimedjo
Setio
Siwi Ariyanti
Sisworo
Sudarjo
Sudibyo
Suhamingsih
Sukardi
Sumadi
Sumenggelo A Tjarum
Sunata
Supriyanto
Suryanto
Suryono
Suskandari Koni
Sutinah
SuyonoDwi
Tamirah
Tarsanto
Titus Mega
Yasarejo
YoeramA
Wamo
Wintoro
Wignyo
Wirahadi
WirawanDop
Wisman
75
63
82
76
22
16
78
17
34
23
74
62
70
18
79
25
20
54
63
66
43
66
69
74
49
44
21
30
47
60
29
65
28
20
84
87
38
17
72
72
36
79
Petani
MantanPKI
Pinisepuh
Pengarjin gula
PutraAltar
Pemuda Kitab/Pelajar
Pinisepuh
Pemuda Kitab/pelajar
Guru SD
Guru SD
Petani
Penderes/petani
Petani/penderes
Pemuda al-Kitab
PinisepuWpetani
Penderes
Pemuda al-Kitab
Penderes
Peternak
Peternak
Pengrajin gula
Penderes
Tokoh Kristen naluri
MantanPKJ
Penderes
Petemak
Petemak
Belantik
Pengrajin gula
MantanPKI
PegawaiBKK
Pengerajin gula
Supir
Supir
Pinisepuh
MantanPKI
Penderes
Pemuda al-Kitab
MantanPKI
Veteran Perang
Pedagang
MantanPKI
Kasimpar
Kayupuring
Katembelan
Kasimpar
Kasimpar
Kasimpar
Karangkobar
Kasimpar
Kasimpar
Kasimpar
Karangkobar
Karangkobar
Kasimpar
Kasimpar
Kasimpar
Kasimpar
Kasimpar
Karangkobar
Karangkobar
Kasimpar
Kasimpar
Kasimpar
Kasimpar
Petungkriono
Karangkobar
Batur
Kasimpar
Karangkobar
Kasimpar
Kalibening
Petungkriono
Kasimpar
Kasimpar
Karangkobar
Kasimpar
Petungkriono
Kasimpar
Banjamegara
Petungkriono
Petungkriono
Petungkriono
Kayupuring
422
3. Informan Khusus
No.
01
02
03
04
05
06
07
08
09
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
Nama
Aang Sunhadji
Abdul Malik
Abdullah
Abdurrahman Sujadi
Ahmad Sangidah
Ahmad Sungadji
Ahmad Is Rahmat
Ahmad Kasiin
Aseriah
Bagiah
Broto Sumedi
Chambali
Cholid Yasin
Gali
Gayong
Han Yuan
Manno Wiyoto
Ma'munAlie
Ny. Nikmatullah
Nurma Ali Ridwan
Obun
Raswah
Rawelah
Rudyanto
Safri
Santo
Sastrodiinedjo
Sholikhul Hadi
Slamet
Sukarno
Sunhadji
Sundjaya
Syuhada
Taufik
Tikno
Tri Purnomo
Triyono
Untung Priyono
Yatmo
Yekni
Yen Lie
Yohanes
Usia
Th.
73
67
81
76
76
85
57
82
91
89
70
90
86
82
56
87
88
69
63
34
47
89
73
62
-
58
90
87
84
89
82
79
82
89
79
88
57
91
85
83
79
81
Pengalaman
seiarah
Tarikat Naqsyabandi
Darul Ma'arif-SI
All-SI
AII-SI-penulis
Dai SI
Mantan SI dan MI
Ketua SI 2005
Darul Ma'arif-SI
Kesepuhan-GKJ
Pepantan GK
PendetaGKJ
Darul Ma'arif-SI
Pengurus SI
Mantan Garong
THKTKHbaru
THKTKH-CHH
Kesepuhan GK
Laskar Hizbullah
Darul Ma'arif-SI
KPUD-BNJ
Cina-OKI
Assainering
Pamongpraja
PendetaGKJ
MalingSuci
OKI
PepantanGK
Hizbullah-SI-MI
Pedagang
Jatuh Dosa dari GKJ
Mantan Petani
Kop Gotong-RY
Mantan Guru All
BrigadeTP
Mantan pamong
Murtad dr GKJ
Mantan YPI
Sipir Penjara
Polisi ambtenaar
Pedagang Cina
THKTKH-CHH
PendetaGKJ
Tempat
Wonopringgo
Parakancanggah
Wanadadi
Pasir-Rakit
Karangkobar-PKL
Paweden
BNJ-Kota
BNJ-Wanadadi
Klampok
Batur
Salatiga
BNJ-Kota
BNJ-Kota
Seger-Purbalingga
Purbalingga
Karangkobar
Karangkobar
Cirebon
BNJ-Kota
Madiraja
Karangkobar
Kalibening
Wanayasa
Klampok
Dieng
Pagarpelah
Kasimpar
Wanadadi
Karangkobar
Kasimpar
Karangkobar
Karangkobar
Kalibening-Santren
Karangkobar
Balen-Kalibening
Salatiga
Pejawaran
Kalibening
Pagentan
Karangkobar
Karangkobar-PBL
BNJ-Kota
423
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
Yudhok:uswno
Yung
Wagimin
Wahidi
Wek
Wiyono
Wiyoto
Waluyo
Zainuddin
Zaini
Zwnarni
Zwnlzzah
Z. Giyatno
Zulngaid
Zulkarnaini
Dan lain-lain
83
74
49
44
69
88
91
79
62
81
90
83
70
92
86
Kmd. Gembong
CHH
PendetaGKJ
PendetaGKJ
Hoo-Hap
Kesepuhan GKJ
Cucu murid Sadrach
TNipejuang
Laskar Hizbullah
KVLRI-TP
Perawat SWKS
Pedagang
Opsir Kereta api
Mantan Lurah Batur
Mantan Sipir
BNJ-Kota
Karangkobar
Wanayasa
Kasimpar
Purbalingga
Dieng-Krangkobar
Karangkobar
Karangkobar
Karangkobar
Joho
Bawang
Purwanegara
Sigaluh
Batur
Nusakambangan
LAMPIRAN I
.•
424
Sembilan Keturunan Inti Kristenisasi Kiai Sadrach di Pedesaan Dieng
I. Silsilah Kasdan
1. Garis Andriyas dengan Tintah dan Jemi
I Andriyas
c.O
(1) Ti.mah
c.O
(2) Jemi
2-08-1880
•
!
~ !~~--------.....,.
GK
l. Priyoharsonoc.O Suliyah (Sastradimejo) 2. W.Hartayac.O Karminah 3. Sutikno Sm Kartinah 4. Karyono Sc.0 1) Tuminah (Krama) 2) Tuwari 5. Supadmoc.0 Warsumi
22-08-1922
18-07-1929
28-08-1932
18-06-1936
8-08-1938
6-06-1933
17-04-1942
"
GK
GK
GKJ!
GK!
GK!
GKJ
~
6'
~
a
~a
~a
)] Sukarti c.O Sungkowo
1-12-1953
[1] Gunarso c.O Marsiti
24-10-1958
[ 1] Wijayanti
2-09-1966
2] Martanto
5-05-1957
[2] Gunawan
15-10-1960
[2] Sri Wanti c.OSukrisno [2] Endro P c.O Retno S
15-06-1969
29-09-1966
J] Sulasih
[3] Winarsih
27-09-1965
[3] Raharjo
9-05-1977
4] Kristianto c.O Rasminiati
22-03-1962
[4] Winarso
13-03-1968
[4] Dwi Priyono
8-04-1985
5] Wiyoto c.O Th. K. Widiastusti
27-09-1967
[5] Winardi
15-06-1969
6] Edi Suyitno
13-11-1973
[6] Kunidi
7-06-1973
5-04-1960
[7] Tarmonah c.O Mugiyono
19-03-1975
[8] Sulasno c.O Eni Widiastuti
16-05-1977
[ 1] Widiana
20-08-1960
l
~a
Ibid (Yosorejo)
425
2.
Garis keturunan Kasilah dan Sastraradas
II. Kasilah
cb
Sastraradas
~1~07-1869
.~------------~
1. Mitareja cb Rawen 2. Ariyarejo cb Minah (Atmo)
20-03-1910
24-02-1914 24-04-1918
GK!
~
[1] Artini cb Sumarto
GK
a
!a
~
[1] Ramadi Sm Surtinah
18-06-1936
20-03-1939
Jatuh Dosa-Islam
1) Nuriyanto (1961) ~
3. Arsoprayitno cb Ratinah
20-12-1916
GK
!
~a
[ 1] Akiriyahcb Setyo H
1-07-1948
1) Siti Sularsih
a
~GG~k------------~.
4. Sarminah cb Hadisutresna (Caleksana) 5. Musrinah cb Sucipto
20-05-1920 23-01-1915
6-07-1926 17-08-1920
GK!
~a
[ 1] Purwoto H cb Marsuti
18-10-1939
!
GK
~a
[ 1] Suyonocb
12-02-1949
1) Dwi Mulyanto (1961) ~
[2] Sulastri
6-09-1941
Jatuh Dosa-Islam
[2] Naryaka S cb Akiriyah (Arso/3) [2] Arumniwi cb Sugito
16-05-1938 1-07-1948
6-07-1950
[2] Arwati cb Sutama Eka
18-12-1947
[2] Suhamo cb Suharti
[3] SubagyocbArimah
17-08-1947
[3] Piter H cb Sumarti
25-03-1942
[3] Arimah cb Harjo
15-9-1953
[3] Sunawa cb Swi Hartini
29-05-1951
[3] Rustinah cb Wasirn
15-04-1956
[4] Sugyandi SW cb Sukarti
26-10-1947
[4] Atuti cb Ismana
27-01-1959
[4] Suroso
18-12-1953
[4] Marsiti cb Gunarso
21-04-1961
[5] Aniyah
9-10-1949
[5] Wasiyati K cb Sahana
27-09-1968
[5] Rasminiati cb Kristiyanto
20-11-1965
[6] Siswiati cb Kristian
24-02-1954
[6] Sutiah cb Rasean
27-04-1963
[7] Mardiyana
28-03-1958
426
3. Garis keturunan Martarejo dan Kastimah
cb
1. Mariyah cb Subadi (Rejo L) 2. Nuriyah cb Winata
9-09-1921 22-03-1921
28-09-1929
GK
a
[1] Tariyah cb Suparno
~
7-09-1947
GK!
~
Kastimah (Satu Saminah)
2-04-1910
3. Solana S cb Ruminati 4. Sunarti cb Sismanto 5. Ranurejo cb Warsumi 6. Karyamah cb Suhadi (Sadrana)
18-11-1938
20-0f,1944
15-5-1928
1925
a
[1] Kariyah P cb Suwardi
GK
K
a
[ 1] Mulari
~
!GK
a
[ 1] Darsono
~
GK
~la
[1] Sulewi
6-03-1955
12-02-1957
2-04-1964
[2] Suharsih cb Tasekan
17-12-1952
[2] Kasriati Kartini
24-11-1962
[2] Margoyuwono
9-02-1967
[2] Buang Sugi cb Dayuni
(3] Tursinah
22-09-1959
[3] Kaliri
18-02-1968
[3] Slamet Pamuji
17-04-1971
[3] Mulyati cb Sukardi
1950
[4] Kayasno
19-12-1972
[4] Murwati cb Mulyanto
1953
[4] Ruswanto cb Sundari
23-10-1960
[5] Yonatan
27-01-1964
[6] Wipama
3-08-1967
[7] Sumarti cb Hadisuharto
1-01-1950
4-12-1953
[5] Soyah
24-01-1958
[6] Suatri
[7] Moharal cl> Sri Hartati
3-09-1964
[8] Ruliyah
22-03-1968
[9] Rudiyati
17-01-1972
l. Sriyati
8-6-1950
ratuh dosa
427
4. Silsilah Kasdan dari Garis keturunan Partarejo
Dianggap MURTAD DALAM KELUARGA
(TIDAKADA DATA-DIHILANGKAN)
Partarejo
15-5-1901
GK
428
II. Silsilah Nakiyem dengan garis keturunan Kramarejo, Marsinah, dan Misih
1. Garis keturunan Kramarejo
I. Kramarejo
(1) Walls (2 anak)
(2) Tayem (Tawen)
7-11-1905
30-11-1913
(menikah 8-04-1942
punya 1 anak)
GK
l. Ratinah ro Arsoprayitno (Sastraradas)2. Tuminah ro K. Sunanto (Andriyas)
28-01-1925
6-06-1933 8-08-1938
GK
~!a
GK
~!a ro
3. Sumana Hadi W. ro Dasti
25-05-1948
GK
~!a
)] Aron ro Siti Rahayu
1-02-1956
1) Siwiari Kridatin ( 1977)
[1] Sunaryo Marsiti
27-08-1963
[1] Rianto
1-05-1974
2] Arsiningsih
13-12-1962
[2] Asiami
14-09-1969
[2] Ani Budiarti
22-08-1980
ro
3] Apiyem Sahono
5-07-1967
4. Tumini ro Sukamto
25-06-1951
\?la
[ 1] Eko Bari S
27-04-1975
ro Margono
ro Suryanto
[2] Eni Budi Kristanti
12-09-1982
429
2.
Marsinah
Garis keturunan Marsinah
cb
Sastradimejo (Wasijan)
25-03-1901
1-08-1901
GK
GK
2-08-1922
ro
L. Suginah
24-01-1923
Mulyareja
GK!
~
:1] Sukarno M cb Wastiyah Y
12-01-1939
GK
a
2] Sugito cb Aruniwi
12-05-1943
GK
J] Sukisno
24-10-1946
Jatuh dosa-Islam
4] Sumamo
13-11-1952
:S] Sumami # Suyono
3-04-1956
6] Sudibyo
23-03-1962
(MURTAD)
2. Suliyah cb Priyoharsono
18-07-1929 22-08-1922
GK!
~
ibid I
a
3. Warsinah cb Danurejo (Sumarejo)
la
26-08-1932 9-07-1922
GK
~
[1] Tamirah cb Supriyanto
19-10-1949
GK
[2] Tarmiati cb Budiwinarto
19-10-1949
GK
4. Suganda cb Carmuki
19-03-1939
~r:
[1] Retno Suskandari
31-01-1966
ro Endro
[2] Retno Tri B.N cb Maryono untung
13-12-1969
[3] Didik Baryanto
25-10-1971
430
3. Garis keturunan Misih
cb
1. Joyoleksono cb Tanni
16-09-1914
GK!
a
~
[ 1] Sukamto cb Tumini
2. Rawen cb Mitorejo
30-04-1920
GK!
~
a
cb Sumarto
16-07-1947
[ 1] Artini
20 -03-1939
GK
GK
[2] Suwandi cb Suprati
13-02-1954
[2] Sulastri cb Hadimartaya
6-09-1941
Jatuh dosa-lslam
1) Sunardo (GKJ)
[3] Sudiro Bodi W cb Tanniyati
3-03-1943
[4] Suyanto
11-06-1954
[5] Kuswati cb Subagya
4-06-1961
(3] Subagyo Harjo cb Arimah
17-08-1947
GKJ
Rejaleksono
3. Subadi cb Mariyah (Martarejo)
22-03-1921
GK!
~
a
[l] Tariyah cb Supamo
7-09-1947
4. Kartoleksono cb (1) Raswi cb (2) Kasti
GK!
~
a
[l] Taslani Kristian cb Siswiati
13-10-1942
GK
[2] Dakanah cb Sudarto
[2] Cartamab cb Siswo
1) Saryati cb Wahid
2) Rasmi cb Sabari
(3] Wajlam Karsono cb Warsiti
14-03-1934
1) Rasmadi cb Mursiningsih
[4] Dasmi cb Suwitra
1) Tasekan
2) Sumini (1962)
3) Dasari (1963)
4) Muijah (1968)
431
III. Silsilah Nototaruno berpasangan dengan Kasiyem
Nototaruno
Kasiyem
GK
l. Tarml ci> Joyoleksono (Rejoleksono) 2. Kastama Pranata ci> Tamirah (Yosorejo)
29-07-1922
GK!
~
a
16-09-1914
5-06-1927
26-08-1932
GK !
~
a
:1) Sukamto ro Tumini
16-07-1947
[ 1] Dakimah Dasti cb Hadiwahana
22-11-1955
:2] Marsiti ci> Sunaryo
21-07-1964
[2] Taruni cb Sumarno
7-01-1959
J] Puji Slamet
5-03-1969
[3] Sutrisno
12-04-1961
GK
[4] Dakonah cb Sutomo
20-08-1965
[5] Maryono U. ci> Retno T
3-10-1968
[6] Ristiyah
27-03-1972
MURTAD
432
IV. Silsilah Yosorejo dari Yosorejo berpasangan Tasimah
Yosorejo
5-11-1889
GK
Yosorejo
17-03-1910
cb
l)Tasimah
G
2) Dasiyem
[1] Sunarto cb Warsiti
1) Kusrini
2)Rujiah
1. Tamirah cb Kastama 2. Warsiticb Karsono 3. Wastiyahcb Sukarno 4. RakonahcbMartaya S. Subagya cb 6. Warsumi 1adrno 7 Sunaryo 8 Sarkawi 9.Martinah
26-08-1932 5-06-1927 22-09-1933
25-05-1942!
23-09-1945 !
22-12-1947! 5-12-1951
21-06-59! 14-05-62 16-12-54
GK
GK!
GK
GK
GK
GK
Ibid (Nototaruno)
[I] Suyadi
[1] Sukorini cb Suryantoko [1] Nurtiasih
[1] Rutindri ning [1] B.Astuti cbHary [1] AnikP
30-10-19 8
28-05-1968
11-07-1962
25-07-1978
29-10-1969
1987
[2] Carti
7-07-1961
[3] Supardi cb Wati
26-04-1963
[2] Sukorudatingtyas cb
Wahidi
10-06-1970
[3] Sukotri H. cb Widi.
14-08-1976
[2] Sukrisno
28-10-1965
[3] Suciari cbTasiyan 3] Triningsih
23-07-1967
[4] Tasiyan cb Suciari
3-11-1965
[4] Nuryati
30-07-1969
[5] Sarwiyah
10-09-1968
[5] Ristianto
9-02-1972
[6) Waris
10-09-1970
[6] Ragil Gunarto
8-09-1986
[7] Surti cb A. Mujiono
7-09-1977
[8] Arimi 16-07-1979
[2] Kristiono
17-10-1984
[2] Bambang P
30-11-1971
[3] Soni Tri Adi N
20-02-1986
[2] Siwi L.
1994
433
Lampiran II
••
Murid dan Anak Murid Sadrach di Kasimpar
Kasdan
Kramarejo
(Kerasulan)
Andriyas
Sastraradas
Nototaruno
(Kerasulan)
Martarejo Partarejo
(GKke GKJ)
(Posisi: Guru lnjil, majelis, guru SD Kristen)
(Murtad)
Kramarejo
Sastradimedjo
(Kerasulan)
Rejaleksono
Nototaruno Yosorejo
(GKkeGKJ)
(GKkeGKJ)
(Usahawan: Sponsor kegiatan gereja)
(Elite: Dukuh, Lurah, Dukun)
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
A. ldentitas Diri
Nama
Tempat/Tgl 'Lahir
Pekerjaan
Alamat Rumah
Alamat Kantor
NamaAyah
Nama Ibu
Nama Istri
NamaAnak
: M. Alie Humaedi, S.Ag, M.Ag, M.Hum
: Babakan-Cirebon, 20 Juli 1976
: Perumahan Boko Permata Asri, A4, RT 08, Bokoharjo,
Prambanan, Sleman, Yogyakarta;
Telp.0274-6992178,08157901576,0231-662151
[email protected]
: Ma'mun Alie
: Tusrinah
: Uswatun Hasanah
: I. Lautan Hesychia Hayes Usha (6 Tahun)
2. Aliena Anaqu Arung Pasisir ( 1 Tahun)
B. Riwayat Pendidikan
1. Pendidikan Formal
a. SD Negeri I Gebang Kulon, Babakan, Cirebon, I 989
b MTs Negeri Babakan-Ciledug, Cirebon, 1991
c. MA N egeri I Cirebon, Cirebon, 1994
d. SI Jurusan Tafsir Hadits, Fakultas Ushulluddin, IAIN Sunan Kalijaga,
1998
e. S2 (Magister) Hubungan Antar Agama, Pascasarjana IAIN Sunan
Kalijaga, 200 I
f. S2 (Magister) Ilmu Budaya, Universitas Sanata Dharma, 2004
g. Program S3 (Doktor) Ilmu Agama Islam, Pascasarjana UIN Sunan
Kalijaga, 2007
2. Pendidikan Non Formal
a. Pelatihan Spesialisasi Peneliti, Universitas Indonesia (9 bulan), 1999
b. Pelatihan Peneliti Sejarah, Netherland lnstituute voor Oorlogs
Documentatie (NIOD)-KNA W Belanda dan LIPI (2,5 Tahun), 20032006;
C. Riwayat Pekerjaan Penelitian
1. Profesi Peneliti
a. Peneliti Utama Program Penulisan Buku lntemasional Zed Book dari
Murdoch University dan Flinders University Australia, bersama Anton
Lucas, Ph.D, Kontrak 3 bulan, Februari, April dan Agustus 2007;
b. Peneliti Utama Program ASRE51 Christian Aid dan Yayasan Tanggul
Bencana di Indonesia (YTBI), Kontrak 3 bulan (Mei-Juni-Juli);
c. Special Investigator for Livelihood Program, Kontrak 2 Bulan, 2007;
d. Peneliti Utama (Kontrak 3 Tahun), Program RUKK Kementerian Ri~d
dan Teknologi, 2004-2006;
e. Peneliti Sejarah (Kontrak 2 Tahun), NIOD Belanda dan LIPI, 20042005
f. Peneliti Budaya Perkotaan (Kontrak I Tahun), Ford Foundation, 2003
g. Peneliti Utama (Kontrak 3 Tahun), Program Riset Unggulan Terpadu
(RUT) Kementerian Negara Riset dan Teknologi, 2000-2002;
h. Peneliti Budaya Pesisir (Kontrak 6 Bulan), Direktorat Jenderal
Pengembangan Wilayah-wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Terpencil,
Departemen Kelautan dan Perikanan, 2000;
I;
Peneliti Media (Kontrak 3 Bulan), AC Nielsen, 2000
J. Staf Peneliti (Kontrak I tahun) Departemen Seni dan Pariwisata, 1999;
k. Staf Monitoring (Kontrak I Tahun) Catholic Relief Services Jakarta,
1998
I. Peneliti Tafsir Klasik (Kontrak 1 Tahun), Festival Kerajaan Nusantara
Malaysia, 1997;
2. Profesi Pengajaran dan Lainnya
a. Dosen Luar Biasa Mata Kuliah Struktur Sosial, Sistem Sosial dan
Sosiologi Politik, Fakultas Ushuluddin, UIN Sunan Kalijaga,_ 20042007;
b. Konsultan dan Fasilitator Rebana Indonesia (Kontrak 9 bulan), 2006;
D. Prestasi/Penghargaan
1. Pelajar terbaik se-wilayah III Cirebon, 1994;
2. Mahasiswa Tercepat Peringkat 10 Besar, Cumlaude, IAIN Sunan Kalijaga,
1998;
3. Pencanang Penanaman 1.000 Hektar Pohon Bakau di Pantai Utara Jawa,
Dewan OceanoJogi Badan Pengkajian dan Penerapan TeknoJogi, I 999;
4. Juara II PeneJiti Muda Lembaga IJmu Pengetahuan Indonesia, 2002;
5. Peserta Terbaik II, NIOD BeJanda, 2004.
E. Pengalaman Organisasi
1. Research Manager Ikhtiar Madani Anak Negeri (IMAN), 2006 s.d.
sekarang;
2. Volunteer Rebana Indonesia, 2006-2007;
3. Anggota Masyarakat Sejarah Indonesia (MSI), 2006 s.d. sekarang;
4. Ketua "Kampoeng Tritip Cirebon", 2000-2004;
5. WakiJ Ketua Institute Karatedo Indonesia (INKAJ), 1997.
F. Kary a Ilmiah
1. Buku
a. Religiusitas Budaya Pesisir (ErJangga Jakarta, Naik Cetak 2007)
b. Budaya Normal (LP3ES Jakarta, Uji KeJayakan Cetak 2007)
2. Artikel
a. "Nelayan Tidak Hanya Bermodalkan Jaring", Kompas, 17 April 2001;
b. "Konflik Mewamai Kehidupan Nelayan PANTURA", Kompas, 12 Juni
2001;
c. "Peran Pesantren Bangil Menghadapi Kejahatan Ekonomi Korporasi
dan Kekuatan Politik Keagamaan'', Majalah Perspektif, Vol. 12. 2001;
d. "Seni Tradisional dalam Wajah Budaya Modern", Majalah Akar,
Oktober 2002;
e. "Dombret: Konflik dan Harmoni Teknologi Budaya Lokal",
www.ristek.go.id Desember 2002;
f. "Dombretisasi di Pesisir Pantura: Pereproduksian Teknologi Budaya",
Jurnal Dinamika Masyarakat. Vol 1, No. 3, Desember 2002;
g. "Thick Description : "Naluri" Lapangan mengakumulasi Metodologi",
Jurnal LIP, 02NI/2003;
h. "Bila Kuburan pun menjadi Etalase", Kompas, Oktober 2005;
1.
"Kuburan Menyempit", Kompas, November 2005;
J. "Intelejen (sia) kita Dihantui Klenik", RNW Belanda, Desember 2005;
k. "Pemenjaraan: Penormalan Budaya atau Pembentukan Modus
Operandi", Bentara Budaya Kompas, 2005;
1. "Candi Ratu Boko: Nasibmu Kini", Kompas, Januari 2006
m. "Pak Ogah: Opsir Penyeberang Jalan", Kompas, Maret 2006;
n. "Pohon lklan di Taman Terpanjang", Kompas, Juni 2006;
o. "Tiga Ilustrasi Kajian Poskolonial'', Humaniush, Agustus 2006;
p. "Penjara: Pe (ab) normalan Budaya dan Moralitas", Jurnal Masyarakat
dan Budaya, Lembaga I/mu Pengetahuan Indonesia, Oktober 2006;
q. "Garong: Gaboengan Romusha Ngamoek, 1942-1957", Jurnal KITLV,
2006 (Pengantar: Taufik Abdullah);
r. "Religious Texts and Nation Contexts: Jihad Yes, Crime No", Forum
Journal International Counter Terrorisme, ICT, Israel, Maret 2007.
3. Penelitian
a. Riset Akademik
1) Studi Tematik atas Dabbah, Skripsi, Sponsor Departemen Agama,
1998;
2) Teologi Kemiskinan Islam dan Katolik: Merunut Strategi Dakwah
dan Misi beserta Latar Sosiologis Hubungan Antar Agama di
Indonesia, Tesis IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Sponsor CRSJakarta, 2000;
3) Dari Tradisionalisme Santri ke Kapitalisme Tanda: Sosio Struktur
Ruang Kora Kudus, 1990-2004, Tesis Universitas Sanata Dharma,
Sponsor Ford Foundation Jakarta, 2004;
4) Islam Kristen di Pedesaan Jawa: Kajian Konflik Sosial Keagamaan
dan Ekonomi Politik di Kasimpar dan Karangkobar, Disertasi UIN
Yogyakarta, Sponsor: Ministerie van Volkshuisvesting, Welzijn en
Cu/tuur, Belanda, 2007
: I
b. Riset Umum non-Tugas Khusus:
1) Kitab Tafsir Kuno Kecirebonan dan Perannya alas Pembelajara1.
Agama di Pesantren Buntet, Sponsor Y ayasan Ki tab Malaysia,
1999;
2) Budaya Dombret dan Komunitas Laut: Tinjauan Antropologis
Peran Antara Islam Kebe/ah dan Islam Petani dalam Penghayatan
Keberagamaan/Religious Experiences di Desa Blanakan,
Kecamatan Blanakan Kah. Subang, Sponsor Kementerian Negara
Riset dan Teknologi, 2000-2002;
3) Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) di Pu/au
Nusakambangan, Sponsor Sariboga dan Departemen Kelautan dan
Perikanan, 2002;
4) Milos Sinder Pemberdaya Perkebunan Teh Jolotigo~· Studi
Antropologi Budaya, Mandiri, 2003;
5) Resah Massa Sepanjang Masa di Pedesaan Merbabu-PerahuDieng: Atas dasar Keagamaan dan Kepemilikan Tanah, 19301960, Sponsqr NIOD Amsterdam- PMB LIPI, 2004
6) Djawa Tengah Kotor: Aktivitas Militer dan Radikalisme Sarekat
Islam alas Orang Cina Chung Hwa Hui-THKTKH di
Banjarnegara, 1942-1967, Sponsor KNAW-Open Science Meeting
III, 2005;
7) Garong: Gaboengan Romusha Ngamoek 1942-1957, Sponsor
NIOD-PMB LIPI, 2006;
8) Budaya Penjara dan Pesantren: Semiotik Struktur Ruang Penjara
Nusakambangan dan Pesantren Lirboyo Kediri terhadap
lntertekstualitas Pembentukan Budaya dan Moralitas, Sponsor
Kementerian Riset dan Teknologi, 2004-2006;
9) Sertifikasi Tanah atas Nama Perempuan: Upaya Reformasi
Administrasi dan Hukum Pertanahan di Klaten Utara, Sponsor
Kemitraan Australia Indonesia, 2007;
10) Riset Strategi Kebijakan-Advokasi Pemberdayaan Sosial Ekonomi
Masyarakat Karban Bencana Alam dan bencana Kemanusiaan
Pasca Tsunami, ACT-YTBI, 2007;
I I )Si Raja Jalanan: Budaya Abnormal Berlalu Lintas di antara
Kebaruan Mentalitas dan Kepentingan Ekonomi Politik Moda
Transportasi di Kora Yogyakarta, Jakarta, Surabaya, dan Medan,
Program Insentif Kementerian Negara Riset dan Teknologi, 20082010.
Yogyakarta, 23 Agustus 2007
M. Alie Humaedi, S.Ag, M.Ag, M.Hum
Download