1 pengaruh berkebun terhadap infeksi plasmodium falciparum pada

advertisement
PENGARUH BERKEBUN TERHADAP INFEKSI PLASMODIUM FALCIPARUM PADA
PENDERITA MALARIA DI DAERAH ENDEMIS KABUPATEN PENAJAM PASER
UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR
Farming Effect Of Plasmodium falciparum Infection in Malarial Endemic Areas in Penajam
Paser Utara District, East Kalimantan, Indonesia
Muhammad Habibi
ABSTRAK
Malaria merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia dan juga di Indonesia. Infeksi
Plasmodium falciparum menyebabkan malaria berat dan kematian di seluruh dunia. Di kawasan
Penajam Paser Utara, Provinsi Kalimantan Timur, Indonesia, malaria masih tetap menjadi masalah
kesehatan masyarakat. Obat anti malaria dan resistensi insektisida telah ditemukan di Provinsi
Kalimantan Timur. Faktor pekerjaan berkontribusi kejadian malaria. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk menganalisis pengaruh pekerjaan terhadap infeksi Plasmodium falciparum di daerah
endemis malaria di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Studi cross-sectional dilakukan di
daerah endemis malaria di Kabupaten Penajam Paser Utara. 61 pasien malaria gejala direkrut oleh
informed consent dan bersedia untuk berpartisipasi untuk diwawancarai. Secara total 38 pasien
penderita malaria dengan diagnosis dikonfirmasi mikroskop di Laboratorium Malaria, Institut
Penyakit Tropis, Universitas Airlangga, dan Plasmodium falciparum infeksi diidentifikasi. Data
wawancara dianalisis dengan SPSS. Kebanyakan pasien malaria yang lebih dari 10 tahun (97,4%,
37/38) dan laki-laki (86,2%, 33/38). Sebagian besar dari mereka tinggal di kawasan hutan (52,6%,
20/38), dan dominan terinfeksi P. falciparum (85,7%, 18/21). Tidak ada perbedaan signifikan antara
malaria falciparum dan malaria non falciparum antara pekerjaan dengan kejadian malaria (P≥ 0,05,
uji Chi square dan uji Fisher). Namun, sebagian besar pasien malaria falciparum memiliki pekerjaan
berkebun (90,5%, 19/21). Hal ini menunjukkan bahwa penduduk berkebun berpengaruh untuk
menderita infeksi P. falciparum di daerah endemis malaria di Kabupaten Penajam Paser Utara.
Dengan demikian, perlu untuk melakukan pendidikan kesehatan malaria dan pencegahannya secara
teratur oleh petugas kesehatan dan untuk mendistribusikan insektisida kelambu untuk orang-orang
yang tinggal dan bekerja di kawasan hutan.
ABSTRACT
Malaria is a public health problem in the world and also in Indonesia. Plasmodium falciparum
infection causes severe malaria and death worldwide. In the area of Penajam Paser Utara, East
Kalimantan Province, Indonesia, malaria remains a public health problem. Anti-malarial drugs and
insecticide resistance has been found in the province of East Kalimantan. Factors contributing to
the incidence of malaria work. The aim of this study was to analyze the effect of the work against
Plasmodium falciparum infection in malaria-endemic areas in North Penajam Paser, East
Kalimantan. Cross-sectional study conducted in malaria-endemic areas in North Paser Penajam. 61
patients with symptoms of malaria were recruited by informed consent and willing to participate to
be interviewed. In total 38 patients with a confirmed diagnosis of malaria microscopy in Malaria
Laboratory, Institute of Tropical Disease, Airlangga University, and Plasmodium falciparum
infection is identified. Interview data were analyzed with SPSS. Most patients with malaria are more
than 10 years (97.4%, 37/38) and men (86.2%, 33/38). Most of them live in the forest area (52.6%,
20/38), and infected with P. falciparum dominant (85.7%, 18/21). No significant differences between
the malaria falciparum and non-falciparum malaria between work and the incidence of malaria (P≥
0.05, chi square test and Fisher's exact test). However, most patients had a job gardening
falciparum malaria (90.5%, 19/21). This indicates that the population of gardening influential to
infection with P. falciparum in malaria-endemic areas in North Paser Penajam. Thus, it is
necessary to conduct health education and prevention of malaria regularly by health workers and to
distribute insecticide bed nets to people who live and work in the forest area.
Key Word: Effect, Plasmodium falciparum infection, Penajam Paser Utara district, East
Kalimantan, Indonesia
1
PENDAHULUAN
Malaria adalah penyakit yang disebabkan
oleh parasit Plasmodium. Dengan gejala dan
tanda klinis berupa panas badan, menggigil,
anemia, dan pembesaran limpa. Hingga saat
ini diketahui Ada lima jenis parasit malaria
pada manusia, yaitu P. falciparum, P. vivax,
P. malariae, P. ovale, dan P. knowlesi jenis
malaria baru yang selama ini hanya terdapat
pada monyet ekor panjang (Macaca
fascicularis), ditemukan pula pada manusia.
Parasit ini ditularkan kepada manusia melalui
gigitan nyamuk Anopheles yang terinfeksi
(Kemenkes RI, 2013). Malaria merupakan
masalah kesehatan masyarakat di dunia
termasuk
di
Indonesia
yang
dapat
menyebabkan kematian terutama pada
kelompok risiko tinggi yaitu bayi, anak kecil
dan perempuan hamil, pengungsi, turis, dan
pengembara serta orang-orang yang sering
berpindah
tempat,
misalnya
pekerja
penebangan hutan. 15 dari 33 provinsi
mempunyai prevalensi malaria di atas angka
nasional, sebagian besar berada di Indonesia
Timur. Mulai dari tahun 1973 telah
ditemukan kasus resistensi Plasmodium
falciparum pertama kalinya di Kalimantan
Timur (Direktorat Jenderal Pengendalian
Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan
Departemen Kesehatan RI, 2008; Badan
Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan
Kementerian Kesehatan RI, 2013).
Pengendalian dan pengobatan malaria
menjadi lebih sulit dengan menyebarnya galur
(strain) parasit malaria yang kebal terhadap
obat anti malaria. Selain itu galur nyamuk
Anopheles mulai banyak yang resisten
terhadap insektisida. Daerah berhutan
berhubungan dengan tingginya jumlah
vektor/nyamuk
yang
efisien
dalam
menularkan malaria oleh banyak vektor,
memungkinkan masa penularan berlangsung
lama, dan adanya P. falciparum yang resisten.
Hal ini menjadikan kawasan hutan merupakan
kawasan yang sering menjadi daerah epidemi
penyakit
malaria
(Soedarto,
2011).
Berdasarkan angka API Provinsi Kalimantan
Timur (Kaltim) tiga daerah yang tertinggi
pada tahun 2012 terdapat di Penajam Paser
Utara (PPU) yaitu 11/1000, Kutai Barat
7/1000, dan Kutai Timur 4/1000 penduduk
kasus malaria (Dinas Kesehatan Provinsi
Bidang P2PL, 2013).
Jumlah kasus malaria yang terjadi pada
penduduk
Kabupaten
PPU, dari 11
Puskesmas terdapat 3 Puskesmas dengan
angka insiden > 1 /1000 penduduk.
Peningkatan kasus berdasarkan wilayah yaitu
Puskesmas Waru pada tahun 2013 dari 15
orang dan tahun 2014 menjadi 34 orang
(peningkatan 127 %) dengan API 1,7/1000
penduduk, Puskesmas Sepaku III tahun 2013
dari 60 orang dan tahun 2014 menjadi 70
orang (peningkatan 16 %) dengan API
7,9/1000 penduduk, dan Puskesmas Sotek
tahun 2013 dari 206 orang dan tahun 2014
menjadi 233 orang (peningkatan 13 %)
dengan
API
17,7/1000
penduduk.
Berdasarkan hasil survei Dinas Kesehatan
(Dinkes) Kabupaten PPU yang dilakukan
bahwa sumber basis malaria di Kabupaten
PPU adalah perusahaan yang bergerak di
bidang reboisasi (Dinas Kesehatan Kabupaten
PPU Bidang Pengendalian Penyakit Malaria,
2014).
Berdasarkan
hasil penelitian
oleh
Ernawati dkk. (2011) faktor risiko individu
dan lingkungan rumah berpengaruh terhadap
infeksi Plasmodium di Kabupaten Pesawaran
Provinsi Lampung tahun 2010. Priyandina
(2011) kebiasaan memakai kelambu (OR =
3,514) memiliki faktor risiko terhadap malaria
di Puskesmas Sanggau Kecamatan Kapuas
Kabupaten Sanggau tahun 2011. Andriani
dkk. (2013) perilaku dan kepergian baik
untuk bekerja maupun pergi ke luar desa
berhubungan dengan infeksi Plasmodium di
Kabupaten Purbalingga tahun 2010. Salim
dkk (2012) menyatakan faktor risiko
pekerjaan berhubungan terhadap kejadian
malaria (P= 0,002 ; OR= 3,94) di Kecamatan
mandor Kabupaten Landak Kalimantan tahun
2011. Hasil penelitian Bigoga dkk (2012)
menyatakan di Niete Kamerun terjadi
perubahan distribusi vektor dan dinamika
penularan malaria di daerah ini diakibatkan
modifikasi lingkungan karena kegiatan
industri agro pada tahun 2010. Sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Guerra dkk.,
(2006) menyatakan bahwa deforestasi dapat
meningkatkan risiko malariadi Afrika,
Amerika dan Asia Tenggara. Jenis mata
pencaharian juga mempunyai hubungan
dengan infeksi Plasmodium (p<0,005),
dimana petani, nelayan dan buruh memiliki
tingkat kepekaan yang lebih tinggi terhadap
infeksi Plasmodium dibanding jenis pekerjaan
2
lainnya. Petani disini termasuk orang-orang
yang bekerja di perkebunan (Saikhu, 2011).
Hingga saat ini belum pernah terkaji masalah
faktor risiko terhadap infeksi Plasmodium
falciparum pada penderita malaria di
Kecamatan Waru, Sepaku, dan Penajam,
Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU)
Provinsi Kaltim. Sehingga perlu dilakukan
penelitian tentang faktor risiko infeksi
Plasmodium falciparum pada penderita
malaria di daerah endemis Kabupaten PPU
Provinsi Kaltim.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan adalah
deskriptif yang bertujuan untuk memperoleh
gambaran
tentang
jenis
Plasmodium
falciparum dan faktor risiko yang berkaitan
dengan penyakit malaria yang berada di
daerah endemis malaria yaitu di Puskesmas
Waru, Sepaku III dan Sotek yang terdapat di
Keterangan :
Level of significance (%) (α)
Power of the test (%) (1-β)
Anticipated population proportion 1
Anticipated population proportion 2
Sampel size (n)
= 27
Kecamatan Waru, Sepaku, dan Penajam
Kabupaten PPU, sebagai tempat melakukan
wawancara, pengisian kuesioner, dan
observasi kelokasi untuk pengambilan sampel
darah, pembuataan sediaan tetes tebal dan
tipis. Untuk pemeriksaan Plasmodium secara
mikroskopis dilakukan oleh tenaga ahli
Laboratorium malaria Lembaga Penyakit
Tropis Universitas Airlangga Surabaya yang
telah mengikuti pelatihan di Jepang. Sampel
penelitian adalah masyarakat yang positif
Plasmodium yang tinggal di daerah
penelitian, yaitu di wilayah Puskesmas Waru,
Sepaku III dan Sotek yang terdapat di
Kecamatan Waru, Sepaku dan Penajam
Kabupaten PPU. Ukuran sampel dihitung
berdasarkan
aplikasi
Sampel
Size
Determination In Health Studies A Practical
Manual dari WHO dengan rumus besar
sampel :
=5%
= 80
= 0,85
= 0,50
Pemeriksaan Plasmodium secara mikroskopis
dalam darah pasien dilakukan sebagai berikut,
untuk pengambilan sampel tetes darah
responden, pembuatan tetes tebal dan tipis
dengan menggunakan finger prick, serta
pemeriksaan dilakukan oleh tenaga teknis
Puskesmas
dengan
mikroskop
untuk
menyatakan masyarakat klinis malaria positif
atau negatif Plasmodium. Masyarakat klinis
malaria yang negatif Plasmodium dilakukan
pengobatan sesuai dengan penyakitnya oleh
pihak Puskesmas sedangkan masyarakat yang
positif Plasmodium diberikan penjelasan
tentang tujuan penelitian agar masyarakat
yang positif Plasmodium memahami dan
menyetujui untuk menjadi responden
penelitian dengan menandatangani lembar
persetujuan.
Pengulangan
pemeriksaan
mikroskopis dilakukan oleh tenaga ahli
malaria di Lembaga Penyakit Tropis
Universitas Airlangga.
Pengolahan dan analisis data yang
digunakan adalah metode analitik, yaitu
menggambarkan jenis Plasmodium malaria
pada penduduk. Data yang telah dientry siap
dilakukan analisis dengan menggunakan
Software program analisis data. Data
dianalisis dengan tahapan yaitu analisis
deskriptif. Analisis deskriptif digunakan
untuk mendapatkan gambaran distribusi
frekwensi dan proporsi kasus dari berbagai
variabel independen dan dependen penelitian
serta dengan melihat nilai ;
1. Koefisien Phi untuk mengukur besar
pengaruh antara dua variable;
a. 0 – 0.20
: Sangat lemah
b. 0,21 – 0,40
: Lemah
c. 0,41 – 0,60
: Cukup
3
d. 0,61 – 0,80
: Kuat
e. 0.8 – 1.00
: Sangat kuat
2. Nilai PR (Prevalen Risk) / RR (Relative
Risk).
Nilai RR yaitu ; { a/(a+b) } / {c/(c+d)}
a. RR = 1 artinya faktor risiko bersifat
netral
b. RR > 1 ; Confident interval (CI) > 1
artinya faktor risiko menyebabkan sakit
c. RR < 1 ; Confident interval (CI) < 1
artinya faktor risiko mencegah sakit
HASIL PENELITIAN
Karakteristik Responden Malaria
Karakteristik
Kelompok Umur
< 10 tahun
> 10 tahun
Jenis Kelamin
Perempuan
Laki – laki
Pendidikan
Tidak sekolah
Tamat SD
Tamat SLTP
Tamat SMA
Geografi
Pinggir jalan
Tengah hutan
Perkebunan
Pinggir sungai
Mobilitas
Pernah
Tidak Pernah
Gejala malaria
Demam, menggigil
Mual
Nyeri
Tidak ada keluhan
Demam, menggigil,
mual, muntah
Riwayat Pengobatan
Klorokuin
Obat demam
Kina
Obat tradisional
ACT
Diagnosis konfirmasi secara mikroskopis
dilakukan di Laboratorium Malaria, Lembaga
Penyakit Tropis (LPT) Universitas Airlangga
Surabaya dan menghasilkan 56% (28/50) dari
50 penderita dan 100% dari 11 penderita
dinyatakan positif terdapat parasit malaria.
97,3 % penderita malaria berumur lebih dari
10 tahun, 86,2 % laki – laki, 47,4 %
pendidikan tamat SLTP, 52,6 % letak
geografis penderita tengah hutan, 97,4 %
pernah pergi ke daerah endemis malaria, 52,0
% gejala yang dialami demam, menggigil,
mual dan muntah, 95,0% tidak ada riwayat
pengobatan.
Tabel 1. Karakteristik Responden Penderita Malaria
Lokasi
Puskesmas
PT.Fajar
Rumah Sakit
Klinik
(n=15) (%)
(n=12) (%)
(n=4) (%)
(n=7) (%)
Total
(n=38) (%)
0 (0,0)
15 (100,0)
0 (0,0)
12 (100,0)
1 (25,0)
3 (75,0)
0 (0,0)
7 (100,0)
1 (2,7)
37 (97,3)
2 (13,3)
13 (86,7)
1 (8,3)
11 (91,7)
1 (25,0)
3 (75,0)
1 (14,3)
6 (85,7)
5 (13,2)
33 (86,2)
1 (7,0)
4 (27,0)
7 (46,0)
3 (20,0)
0 (0,0)
1 (8,3)
5 (41,7)
6 (50,0)
2 (50,0)
0 (0,0)
2 (50,0)
0 (0,0)
0 (0,0)
2 (28,6)
4 (57,1)
1 (14,3)
3 (7,9)
7 (18,4)
18 (47,4)
10 (26,3)
4 (27,0)
5 (33,0)
6 (40,0)
0 (0,0)
0 (0,0)
12 (100,0)
0 (0,0)
0 (0,0)
1 (25,0)
0 (0,0)
2 (50,0)
1 (25,0)
2 (28,6)
3 (42,8)
2 (28,6)
0 (0,0)
7 (18,4)
20 (52,6)
10 (26,3)
1 (2,63)
15 (100,0)
0 (0,0)
11 (91,7)
1 (8,3)
4 (100,0)
0 (0,0)
7 (`100,0)
0 (0,0)
37 (97,4)
1 (2,6)
0 (0,0)
0 (0,0)
0 (0,0)
0 (0,0)
1 (8,3)
2 (16,7)
1 (8,3)
6 (50,0)
2 (50,0)
0 (0,0)
0 (0,0)
0 (0,0)
7 (100,0)
0 (0,0)
0 (0,0)
0 (0,0)
9 (23,7)
2 (5,3)
1 (2,6)
6 (15,8)
15 (100)
3 (25.0)
2 (50.0)
0 (0,0)
20 (52,6)
0 (0,0)
0 (0,0)
0 (0,0)
0 (0,0)
0 (0,0)
0 (0,0)
1 (8,3)
0 (0,0)
0 (0,0)
0 (0,0)
0 (0,0)
0 (0,0)
0 (0,0)
0 (0,0)
0 (0,0)
0 (0,0)
0 (0,0)
0 (0,0)
0 (0,0)
0 (0,0)
0 (0,0)
1 (2,6)
0 (0,0)
0 (0,0)
0 (0,0)
240
Tidak tahu
Anti biotic
Tidak
1 (6,7)
0 (0,0)
14 (93,3)
0 (0,0)
0 (0,0)
11(91,7)
0 (0,0)
0 (0,0)
4 (100,0)
0 (0,0)
0 (0,0)
7 (100,0)
1 (2,6)
0 (0,0)
36 (95,0)
Identifikasi Faktor Agent Di Daerah Endemis Di Kabupaten Penajam Paser Utara
Tabel 2. Penderita Malaria Falciparum dan Bukan Falciparum di Kabupaten Penajam Paser Utara
Tahun 2015
Lokasi
Penderita Malaria
Total
(n= 38) (%)
Falciparum
Bukan Falciparum
(n=21) (%)
(n=17) (%)
Puskesmas
6 (28,6)
9 (53,0)
15 (39,5)
PT. Fajar
12 (57,1)
0 (0,0)
12 (31,6)
Rumah Sakit
0 (0,0)
4 (23,5)
4 (10,5)
Klinik
3 (14,3)
4 (23,5)
7 (18,4)
Pengaruh Berkebun Terhadap Kejadian Malaria Falciparum Di Kabupaten Penajam Paser
Utara
Tabel 3. Hubungan Pekerjaan Penderita Dan Malaria Falciparum di Kabupaten Penajam Paser
Utara Tahun 2015
Pekerjaan
Penderita malaria
Total
Phi* (PR)**
(n= 38) (%)
Falciparum
Bukan Falciparum
(n=21) (%)
(n=17) (%)
Tidak berkebun
Berkebun
2 (9,5)
19 (90,5)
* Phi: 0 -0,20 berarti hubungannya sangat
lemah, 0,21 – 0,40 berarti hubungannya
lemah, 0,41-0,60 berarti hubungannya cukup,
0,61 – 0,80 berarti hubungannya cukup, 0,81
– 1.00 berarti hubungannya cukup
** PR : = 1 Artinya faktor risiko bersifat
netral, > 1 Faktor risiko menyebabkan sakit. <
1 faktor risiko mencegah sakit
PEMBAHASAN
Penderita Malaria Berumur Lebih Dari 10
Tahun Dan Memiliki Gejala Demam Di
Kecamatan Penajam Tahun 2015
Penderita malaria di Kecamatan Penajam
banyak ditemukan berumur lebih dari 10
tahun dan memiliki gejala demam, menggigil,
mual dan muntah. Hal ini sesuai dengan teori
yang menyatakan bahwa keluhan utama pada
malaria
adalah
demam,
menggigil,
berkeringat dan dapat disertai sakit kepala,
mual, muntah, diare dan nyeri otot atau
pegal-pegal. (Kemenkes, 2013). Usia
responden termasuk usia produktif dan
dominan jenis kelamin laki-laki, tingginya
angka kejadian pada usia produktif
dikarenakan pekerjaan mereka sebagai petani,
2 (11,8)
15 (88,2)
4 (10,5)
34 (89,5)
0,036 (0,895)
pekerja kebun dan pekerja hutan yang
merupakan habitat nyamuk, sehingga sering
kontak dengan nyamuk serta perilaku
penderita malaria tidak menggunakan
repellent dan kelambu di saat tidur yang
menyebabkan terjadinya infeksi malaria
falciparum. Hasil penelitian Nawangsasi
(2012) menyatakan bahwa kejadian malaria
tertinggi pada usia lebih dari 10 tahun
(61,3%) dan pada jenis kelamin laki-laki
(52,8%) lebih tinggi dibandingkan jenis
kelamin perempuan di wilayah kerja
Puskesmas Rowokele Kabupaten Kebumen
pada tahun 2011. Sejalan dengan penelitian
Shaiku (2011) menyatakan terdapat hubungan
antara umur responden dengan kejadian
malaria (p <0,000) di Provinsi Sumatera
Selatan pada tahun 2007.
Penularan malaria yang terjadi di daerah
endemis dapat berlangsung secara terus
menerus sepanjang tahun jika vektor malaria
dapat dijumpai sepanjang tahun dan banyak
penderita malaria tidak menunjukkan gejala
klinis yang jelas, termasuk jarang demam dan
hanya
menyebabkan
kematian
pada
kelompok umur di bawah 10 tahun.
241
Sebaliknya jika vektor malaria ditemukan di
waktu/musim tertentu, kondisi ini terjadi di
daerah meso dan hipoendemis. Di daerah ini
sering ditemukan penderita malaria berat dan
komplikasi dengan kematian di semua
kelompok
umur
(Soedarto,
2011).
Berdasarkan data yang diperoleh, di
Kecamatan Penajam penderita malaria
mayoritas memiliki kelompok umur diatas 10
tahun sehingga Kecamatan Penajam termasuk
kedalam golongan daerah meso dan
hipoendemis.
Geografi dan Kejadian Malaria
Penderita malaria di Kecamatan Penajam
terbanyak terdapat di daerah hutan karena
penderita sebagian besar memiliki pekerjaan
berlokasi di hutan yang merupakan tempat
perindukan nyamuk. Hal tersebut sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh
Meselli dkk., (2014) yang menyatakan bahwa
penderita malaria di hutan Sao Paulo di
negara Brazil memiliki prevalensi rasio P.
falciparum 16.11 (95% CI 5.87-44.21) lebih
besar dari pada prevalensi rasio P. vivax 0.47
(95% CI 0.2-1.12) tahun 2014. Perlu upaya
pencegahan terhadap para pekerja agar tidak
kontak dengan nyamuk berupa penyuluhan
tentang perilaku pencegahan malaria serta
penggunaan
kelambu
berinsektisida,
berkoordinasi dengan tenaga Puskesmas atau
Dinas Kesehatan setempat.
Mobilitas Terkait Dengan Kejadian
Malaria
Mobilitas penderita malaria pernah pergi
ke daerah endemis malaria. Karena para
pekerja berasal dari luar daerah, dan
merupakan pekerja kontrak sehingga setiap
enam bulan sekali mereka pulang ke daerah
asal mereka. Hal ini sejalan dengan penelitian
Andriyani dkk (2013) diperoleh nilai Odds
Ratio (OR) yaitu 0,536 (OR <1) maka diduga
bahwa kepergian responden berasosiasi
negatif dengan kejadian malaria, akan tetapi
untuk nilai PR ada pengaruh mobilitas
terhadap jenis Plasmodium yang diderita
responden terutama mobilitas lebih banyak
risikonya terkena Plasmodium falciparum di
Desa Sidereja Kabupaten Purbalingga pada
tahun 2010. Perlunya koordinasi pihak
perusahaan
dengan
Dinas
Kesehatan
mengenai asal para pekerja sehingga para
pekerja tercatat jumlahnya dan mengetahui
daerah asal apakah
endemis malaria.
merupakan
daerah
Malaria Falciparum Pada PT. Fajar
Penyakit malaria adalah salah satu
penyakit yang penularannya melalui gigitan
nyamuk Anopheles betina. Penyebabnya
adalah genus Plasmodium dan famili
Plasmodiidae yang ditandai dengan demam,
hepatosplenomegali dan anemia (Kemenkes
RI, 2013). Penderita malaria Falciparum di
Kecamatan Penajam banyak terdapat di
lokasi PT. Fajar yang merupakan perusahaan
kayu HTI (hutan tanaman industri) dengan
luas wilayah 1,207,37 km2. dengan tenaga
kerja + 3500 tenaga kerja kontraktor.
Kegiatan perubahan hutan alami menjadi
hutan tanaman industri yang dilaksanakan di
perusahaan meliputi pembersihan hutan
dengan cara penebangan pohon di wilayah
kerja perusahaan, kegiataan pembibitan
pohon dan penanaman pohon oleh para
pekerja, yang merupakan tempat hidup
nyamuk terutama dalam menghisap darah
untuk perkembangbiakan nyamuk.
Hasil penelitian Bigoga dkk (2012)
menyatakan di Niete Kamerun terjadi
perubahan distribusi vektor dan dinamika
penularan malaria di daerah ini diakibatkan
modifikasi lingkungan karena kegiatan
industri pada tahun 2010. Sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Guerra dkk
(2006) menyatakan bahwa perubahan hutan
alami menjadi hutan buatan/industri dapat
meningkatkan risiko malaria di Afrika,
Amerika dan Asia Tenggara tahun 2006.
Berdasarkan penelitian diatas bisa dikatakan
PT. Fajar merupakan sumber lokasi
penyebaran malaria falciparum akibat
merubah hutan alami menjadi hutan tanaman
industri di wilayah Kecamatan Penajam.
Perlu upaya pencegahan terhadap para
pekerja agar tidak kontak dengan nyamuk
berupa
penyuluhan
tentang
perilaku
pencegahan malaria serta penggunaan
kelambu berinsektisida, Dinas Kesehatan dan
tenaga
Puskesmas
perlu
melakukan
koordinasi dengan pihak perusahaan untuk
melakukan penyuluhan dan pembagian
kelambu berinsektisida.
Pekerjaan dan Malaria Falciparum
Pekerjaan penderita malaria adalah
sebagai petani, tanaman hutan industri/hutan,
242
kebun yang termasuk kategori bekerja di
kebun. Pekerjaan berpengaruh lemah
terhadap malaria falciparum, akan tetapi
penderita malaria yang memliki pekerjaan
berkebun memiliki risiko terhadap malaria
falciparum. Hutan merupakan tempat hidup
nyamuk terutama dalam menghisap darah
untuk perkembangbiakan nyamuk. Pekerjaan
seseorang sesuai dengan teori yang ada
merupakan faktor risiko terjadinya infeksi
Plasmodium terutama seseorang yang
memiliki pekerjaan yang berkaitan dengan
wilayah hutan.
Hasil penelitian Shaiku (2011)
di
Sumatera Selatan pada tahun 2007
menyatakan jenis mata pencaharian juga
mempunyai hubungan dengan infeksi
Plasmodium (p < 0,005), dimana bekerja
diperkebunan memiliki tingkat kepekaan
yang lebih tinggi
terhadap infeksi
Plasmodium dibanding jenis pekerjaan
lainnya. Sejalan dengan penelitian Salim
(2012) menyatakan faktor risiko pekerjaan
berhubungan terhadap kejadian malaria (P =
0,002 ; OR = 3,94) di Kecamatan mandor
Kabupaten Landak tahun 2011. Pekerja
berkebun hendaknya melakukan upaya
pencegahan malaria berupa menggunakan
pakaian
berlengan
panjang
apabila
beraktivitas di malam hari dan menggunakan
kelambu berinsektisida di saat tidur dengan
berkoordinasi kepada pihak Puskesmas
setempat.
Sebagai Ringkasan untuk pertama kalinya
ditemukan bahwa berkebun pada penderita
malaria tidak ada perbedaan yang bermakna
antara penderita malaria falciparum dan
bukan penderita malaria falciparum di
Kecamatan Penajam Kabupaten Penajam
Paser Utara tahun 2015. Walaupun demikian
pekerjaan berkebun terhadap malaria dimiliki
oleh penderita malaria falciparum, dan telah
diketahui bahwa infeksi malaria falciparum
menyebakan
keganasan
malaria
dan
kematian. Maka, perlu dilakukan penyuluhan
tentang malaria dan pencegahannya yang
intensif kepada masyarakat Kecamatan
Penajam sehingga masyarakat mampu
melakukan upaya pencegahan malaria yang
diperlukan untuk distribusi kelambu agar
mereka dapat menggunakan kelambu sesuai
fungsinya.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan dalam
penelitian ini, dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut:
1. Karakteristik
responden
malaria
falciparum di Kabupaten Penajam Paser
Utara yaitu umur lebih dari 10 tahun 97,4
%, pendidikan terbanyak SLTP 47,4 %,
dan jenis kelamin di dominasi laki – laki
86,8 %.
2. Kejadian malaria di Kabupaten Penajam
Paser Utara yaitu 55, 3 % dengan jenis
malaria falcifarum.
3. Pengaruh pekerjaan berkebun terhadap
malaria falciparum di Kabupaten Penajam
Paser Utara adalah berpengaruh dan
memiliki risiko 0,895 kali dari pada tidak
berkebun terhadap malaria falciparum.
SARAN
Saran yang dapat diberikan dalam
penelitian ini sebagai berikut:
1. Penyuluhan
tentang
malaria
dan
pencegahannya perlu diberikan oleh
tenaga kesehatan secara terus menerus,
dan pembagian kelambu berinsektisida
kepada masyarakat terutama pada pekerja
di hutan,
2. Pekerja di hutan hendaknya menggunakan
kelambu di waktu tidur agar terhindar dari
gigitan nyamuk.
3. Perusahaan yang berada di wilayah
Penajam
Paser
Utara
hendaknya
melakukan koordinasi dengan pihak Dinas
Kesehatan mengenai upaya pencegahan
malaria dan memberikan arahan terhadap
pekerja dalam upaya pencegahan seperti
penggunaan kelambu berinsektisida yang
dapat diperoleh dari Dinas Kesehatan
DAFTAR PUSTAKA
Andriyani, D. P, B. Heriyanto, W.
Trapsilowati, A. Septia, Widiarti.
(2013). Faktor Risiko Dan
Pengetahuan, Sikap, Perilaku (PSP)
Masyarakat Pada Kejadian Luar Biasa
Malaria Di Kabupaten Purbalingga.
Buletin Penelitian Kesehatan ,Vol (41),
p 84-102.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
(2013). Riset Kesehatan Dasar Badan
Penelitian
Dan
Pengembangan
243
Kesehatan Kementerian Kesehatan, Jakarta.
Babba, I. (2007). Faktor-Faktor Risiko Yang
Mempengaruhi Kejadian Malaria (Studi
Kasus Di Wilayah Kerja Puskesmas
Hamadi
Kota Jayapura). Tesis.
Universitas Diponegoro, Semarang.
Dinas Kesehatan Kabupaten Penajam Pasir
Utara. (2014). Intensifikasi Kegiatan
Pengendalian
Malaria
Kabupaten
Penajam
Pasir
Utara.
Bidang
Pengendalian
Penyakit
Malaria,
Penajam Paser Utara.
Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur.
(2013). Kebijakan
dan
Strategi
Pengendalian Malaria. Dinas Kesehatan
Provinsi Bidang Pengendalian Penyakit
dan
Penyehatan
Lingkungan,
Kalimantan Timur.
Ernawati, K., B. Soesilo, A. Duarsa,
Rifqatussa'adah. (2011). Hubungan
Faktor Risiko Individu Dan Lingkungan
Rumah Dengan Malaria Di Punduh
Pedada Kabupaten Pesawaran Provinsi
Lampung Indonesia 2010. Makara
Kesehatan , Vol(15):2, p 51-57.
Lefaan, A. M., I. L. M. Thaha, Wahiduddin.
(2011).
Faktor
Risiko
Yang
Berhubungan Dengan Kejadian Malaria
Pada Ibu Hamil Di Puskesmas Tawiri
Kecamatan Baguala Kota Ambon
Provinsi Maluku Periode 2009-2011.
Tesis. Universitas Hasanudin, Makasar.
Ma'ruf, A. (2014). Gambaran Perilaku
Masyarakat Tentang Penyakit Malaria
Di Desa Tunggulo Kecamatan Limboto
Barat Kabupaten Gorontalo. Tesis.
Universitas Gorontalo, Gorontalo.
Notoatmodjo. (2007). Promosi Kesehatan dan
ilmu Perilaku. Rineka Cipta, Jakarta.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
(2013). Pedoman Tatalaksana Malaria.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia no.05 tahun 2013.
Kabupaten Penajam Paser Utara (2014).
Rencana Kerja Pembangunan Daerah
(RKPD) 2014. Peraturan Bupati
Penajam Paser Utara No 13 tahun 2013.
Priyandina, A. N. (2011). Pengaruh
Lingkungan Dan Perilaku Terhadap
Kejadian Malaria Di Wilayah Kerja
Puskesmas Sanggau Kecamatan Kapuas
Kabupaten
Sanggau.
Skripsi.
Universitas Tanjungpura Pontianak,
Pontianak.
Rahmadiliyani, N., dan Noralisa. (2013).
Hubungan
penggunaan
kelambu
berinsektisida dan kejadian malaria di
Desa teluk Kepayang Kecamatan Kusan
Hulu Kabupaten Tanah Bumbu. Jurnal
Epidemiologi dan Penyakit Bersumber
Binatang , Vol(4):3, p 128-132.
Salim, S. (2012). Faktor-Faktor Yang
Berhubungan Dengan Kejadian Malaria
Di Wilayah Pertambangan Emas Tanpa
Izin (PETI) Kecamatan Mandor
Kabupaten Landak Provinsi Kalimantan
Barat. Kesehatan Lingkungan Indonesia
, II.
Santy, A. Fitriangga, dan D. Natalia. (2014).
Hubungan
Faktor
Individu dan
Lingkungan Dengan Kejadian Malaria
Di Desa Sungai Ayak 3 Kecamatan
Blitar Hilir, Kabupaten Sekadau. eJKI.
Vol(2), p 265-272.
Soedarto.
(2011).
Refensi
Mutakhir
Epidemiologi Global Plasmodium
Anopheles Penatalaksanaan Penderita
Malaria. Sagung Seto, Jakarta.
World Health Organization. (2013). World
malaria report. Geneva, Switzerland
244
245
Download