ANATOMI SKELET TUNGKAI KAKI BADAK SUMATERA

advertisement
1
ANATOMI SKELET TUNGKAI KAKI BADAK SUMATERA
(Dicerorhinus sumatrensis)
ENI PUJI LESTARI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
2
Populasi badak Sumatera kini semakin berkurang...
Lestarikan satwa asli Indonesia…
- SAVE OUR RHINO -
3
PERNYATAAN MENGENAI SUMBER SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Anatomi Skelet Tungkai Kaki
Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) adalah karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, September 2009
Eni Puji Lestari
NIM B04050587
4
ABSTRAK
ENI PUJI LESTARI. Anatomi Skelet Tungkai Kaki Badak Sumatera (Dicerorhinus
sumatrensis). Dibimbing oleh NURHIDAYAT dan CHAIRUN NISA’.
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari struktur anatomi skelet tungkai
kaki badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) yang berusia sekitar 26 tahun,
dibandingkan dengan struktur skelet tungkai kaki hewan domestik lain yang
berdekatan secara filogenetik, anatomis dan perilakunya. Anatomi skelet tungkai
kaki badak Sumatera diamati dan dipelajari secara mendetail, dilakukan
pengukuran pada bagian tulang terpanjang dan terlebar, serta dibandingkan
dengan hewan domestik lain. Hasil penelitian menunjukkan bahwa skelet
tungkai kaki badak Sumatera relatif pendek dan kokoh. Struktur tulang kaki yang
pendek dan kokoh ini ditunjang dengan penjuluran yang panjang dan bungkul
yang besar, permukaan yang relatif kasar serta legok yang lebih dalam, sebagai
tempat bertautnya otot-otot kaki yang kuat dan tebal. Konstruksi kaki depan
membentuk sudut persendian siku yang lebih kecil disertai bidang tumpuan yang
lebih lebar. Hal ini diduga terkait dengan fungsi kaki depan sebagai penahan
dan penumpu beban tubuh badak Sumatera yang besar. Adapun pada kaki
belakang, sudut persendian lutut dan tarsus relatif sempit, untuk dapat
menghasilkan tenaga dorong yang kuat. Oleh karena itu, konstruksi tungkai kaki
badak Sumatera relatif pendek, dengan bungkul-bungkul yang besar dan
penjuluran-penjuluran yang relatif panjang serta bidang tumpu yang lebih luas
untuk mendukung beban tubuh yang berat dalam melakukan aktivitasnya.
Kata kunci : Skeleton, tungkai kaki, badak
5
ABSTRACT
ENI PUJI LESTARI. The Appendicular Skeleton of Sumatran Rhinoceros. Under
direction by NURHIDAYAT and CHAIRUN NISA’.
A complete skeleton of 26 years old Sumatran rhinoceros (Dicerorhinus
sumatrensis) was studied with aim to describe the gross anatomy and
morphometry of its appendicular skeleton. The appendicular skeleton of the
Sumatran rhinoceros was relatively short and firm when compared to those of the
domestic animals such as horse, buffalo and pigs. The bones of the forelimb and
hindlimb were equipped with long processes and large tubercles. Furthermore,
the bones also showed rough surface and deep grooves. These structures might
reflect sturdier and thicker appendicular muscles in the Sumatran rhinoceros.
The angles of elbow joint the forelimb and the stifle and hock joints of the
hindlimb of the Sumatran rhinoceros were narrow and the soles of foot were
wide. In overall, the appendicular skeleton of the Sumatran rhinoceros seemed
to provide a suitable adaptation and structure to support both the heavy body
weight and the dynamic movement of the body.
Key word: Skeleton, appendicular, rhinoceros
6
ANATOMI SKELET TUNGKAI KAKI BADAK SUMATERA
(Dicerorhinus sumatrensis)
ENI PUJI LESTARI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan pada
Fakultas Kedokteran Hewan
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
7
Judul Skripsi
: Anatomi Skelet Tungkai Kaki Badak Sumatera
(Dicerorhinus sumatrensis)
Nama
: Eni Puji Lestari
NIM
: B04050587
Disetujui
Dr. Drh. Chairun Nisa’, MSi
Pembimbing II
Dr. Drh. Nurhidayat, MS
Pembimbing I
Diketahui
Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan IPB
Dr. Nastiti Kusumorini
NIP. 19621205 1987 032 001
Tanggal Lulus :…………………..
8
PRAKATA
Segala puji syukur penulis panjatkan hanya bagi Allah SWT yang telah
memberikan nikmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang
berjudul “Anatomi Skelet Tungkai Kaki Badak
Sumatera
(Dicerorhinus sumatrensis)” ini.
Proses penyusunan skripsi ini merupakan sebuah proses dan perjalanan
panjang yang tidak lepas dari dukungan banyak pihak, penulis mengucapkan
terima kasih kepada:
1.
2.
Allah SWT
Dr. Drh. Nurhidayat, MS dan Dr. Drh. Chairun Nisa’, MSi selaku dosen
pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan dan nasehat
dengan penuh kesabaran dan rasa semangat selama penelitian dan
penyusunan skripsi ini.
3.
Drh. Supratikno, MS sebagai moderator dalam seminar hasil penelitian
atas masukan dan penjelasan untuk perbaikan tulisan ini.
4.
Drh. Srihadi Agungpriyono, Ph.D sebagai dosen penilai dalam seminar
hasil penelitian atas masukan dan arahan untuk perbaikan tulisan ini.
5.
Dr.
Drh.
Ligaya
ITA
Tumbelaka,
SpMP,
MSc
dan
Drh. Titiek Sunartatie, MS selaku dosen penguji yang telah memberikan
banyak saran dan pengarahan untuk perbaikan tulisan ini.
6.
Drh. Bambang Pontjo Priosoeryanto, MS, Ph.D sebagai pembimbing
akademik yang telah banyak memberi nasehat dan bimbingannya selama
perkuliahan di FKH IPB.
7.
Yayasan Suaka Rhino Sumatera (SRS) yang telah membantu dalam
penyediaan preparat tulang Badak Sumatera, Yayasan Badak Indonesia
(YABI), terutama Mas Yangky dan Puslitbang Biologi LIPI Bagian Zoologi,
Cibinong Bogor yang telah memberikan banyak informasi.
8.
Seluruh staf Dosen dan Karyawan Bagian Anatomi yang telah membantu
penulis dalam penyusunan skripsi ini.
9.
Keluarga tercinta (Bapak, Mama, Ummi, Bi Jijah, A’ Wawan, De’ Asep,
De’ Nisa) atas segala dukungan moril dan materiil, doa, perhatian dan
cinta yang tanpa batas selama penulis menempuh hidup ini.
9
10. Sahabat sepenelitian yang tiada duanya (Desna) yang telah banyak
memberikan dukungan dengan penuh kesabaran dan semangat selama
penyusunan skripsi ini.
11. Sahabat-sahabatku Goblet ´42, penulis ucapkan terima kasih, terutama
Uthe, Teh Zeni, Iga, Acil, Dephil, Rista, Nisa, Eva, Citra, Sari, Rezi, Denik,
Mbak Iyax, Agus, Ferdi, Hage, Charjo, Fatri, Dicky PE atas dukungan dan
kebersamaannya selama di FKH IPB.
12. Seseorang yang senantiasa memberikan dukungan dan perhatian
kepada penulis.
13. Keluarga HMI Komisariat Fakultas Kedokteran Hewan IPB, terutama Ka
Kuga, Ka Tio, Ka Bama, Novi, Anggun, Okta, Yevi, Icha, Tommy, Umar
yang senantiasa memberi motivasi kepada penulis,
14. Keluarga Himpro Satwa Liar (SATLI), terutama Cipie, Tatha, Lia, Firda,
Alen, Melon, Ka Uwi, Ka Combo atas dukungan dan arahannya kepada
penulis.
15. Tim fotokopi Tri Mulya, terutama Mas Yongkru yang telah banyak
membantu penyusunan skripsi ini secara teknis.
Penulis sadar tulisan ini sangat jauh dari kesempurnaan, namun penulis
berharap tulisan ini dapat bermanfaat untuk kemajuan ilmu pengetahuan.
Bogor, September 2009
ENI PUJI LESTARI
10
Tulisan ini ku persembahkan untuk ayah dan
bunda yang sangat ku cintai dan ku sayang…
11
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 03 September 1987 dari ayah
Nana Suryana dan ibu Kokom Komariah. Penulis merupakan putri kedua dari
empat bersaudara.
Penulis menyelesaikan jenjang pendidikan di TK Pertiwi, Parung Bogor
pada tahun 1993, lalu melanjutkan ke Sekolah Dasar Negeri Duren Seribu 04,
Sawangan Depok. Pada tahun 1999, penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah
Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 06 Bogor dan melanjutkan pendidikan di
Sekolah Menengah Umum Negeri 06 Bogor. Pada tahun 2005, penulis diterima
di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk (USMI).
Penulis memilih program studi Kedokteran Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif menjadi anggota Himpunan
Minat Profesi (HIMPRO) Satwa Liar (SATLI) periode 2007-2009, Sekretaris
Departemen Kebijakan Publik Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) periode 20062007, Sekretaris Umum Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) periode 2007-2008,
Ketua Korps HMI Wati Komisariat FKH IPB periode 2008-2009.
12
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ...................................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................
xi
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ....................................................................................
1.2 Tujuan.................................................................................................
1.3 Manfaat ...............................................................................................
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ordo Perissodactyla ............................................................................
2.2 Badak Sumatera .................................................................................
2.2.1 Klasifikasi dan Distribusi .............................................................
2.2.2 Evolusi Kerangka .......................................................................
2.2.3 Ciri Morfologi ..............................................................................
2.2.4 Struktur Tubuh ...........................................................................
2.2.5 Habitat dan Perilaku ...................................................................
2.3 Skelet Appendiculare ..........................................................................
2.3.1 Ossa Membri Thoracici (Tulang kaki depan) ..............................
2.3.1.1 Cingulum Membri Thoracici ............................................
2.3.1.1.1 Os scapula .......................................................
2.3.1.1.2 Os clavicula......................................................
2.3.1.2 Skeleton Brachii..............................................................
2.3.1.2.1 Os humerus .....................................................
2.3.1.3 Skeleton Antebrachii .......................................................
2.3.1.3.1 Os radius..........................................................
2.3.1.3.2 Os ulna ............................................................
2.3.1.4 Skeleton Manus ..............................................................
2.3.1.4.1 Ossa carpi ........................................................
2.3.1.4.2 Ossa metacarpalia ...........................................
2.3.1.4.3 Ossa digitorum manus .....................................
2.3.2 Ossa Membri Pelvini (Tulang kaki belakang)
2.3.2.1 Cingulum Membri Pelvini ................................................
2.3.2.1.1 Os ilium ............................................................
2.3.2.1.2 Os pubis ...........................................................
2.3.2.1.3 Os ischii ...........................................................
2.3.2.2 Skeleton Femoris ............................................................
2.3.2.2.1 Os femoris........................................................
2.3.2.2.2 Os patella .........................................................
2.3.2.3 Skeleton Cruris ...............................................................
2.3.2.3.1 Os tibia .............................................................
2.3.2.3.2 Os fibula ...........................................................
2.3.2.4 Skeleton Pedis................................................................
2.3.2.4.1 Ossa tarsi ..........................................................
2.3.2.4.2 Ossa metatarsalia ..............................................
1
2
2
3
3
3
4
6
7
8
10
12
12
12
13
13
14
15
15
16
16
17
18
18
19
20
20
20
21
21
22
22
23
23
23
24
24
13
3
4
5
6
2.3.2.4.3 Ossa digitorum pedis .........................................
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat ...............................................................................
3.2 Bahan dan Alat .....................................................................................
3.3 Metode .................................................................................................
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil .....................................................................................................
4.1.1 Karakteristik Skelet Tungkai ......................................................
4.1.1.1 Skelet Tungkai Kaki Depan (Ossa membri thoracici)........
4.1.1.1.1 Gelang Bahu (Cingulum membri thoracici) ........
4.1.1.1.2 Tulang Lengan Atas (Skeleton brachii) .............
4.1.1.1.3 Tulang Lengan Bawah (Skeleton antebrachii)....
4.1.1.1.4 Tulang Telapak Kaki Depan (Skeleton manus). .
4.1.1.2 Skelet Tungkai Kaki Belakang (Ossa membri pelvini) ......
4.1.1.2.1 Gelang Panggul (Cingulum membri pelvini) .......
4.1.1.2.2 Tulang Paha (Skeleton femoris) .......................
4.1.1.2.3 Tulang Kaki Bawah (Skeleton cruris) .................
4.1.1.2.4 Tulang Telapak Kaki (Skeleton pedis) ..............
4.2 Pembahasan ........................................................................................
KESIMPULAN ..........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................
25
26
26
26
27
27
28
28
30
32
34
37
37
39
42
44
47
52
53
14
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1
Proses evolusi kerangka ekstremitas pada skeleton manus................
5
2
Morfologi tubuh badak Sumatera ........................................................
7
3
Kerangka badak Sumatera..................................................................
8
4
Perbandingan panjang tungkai kaki belakang dari beberapa hewan ... 11
5
Skeleton manus pada ordo Artiodactyla dan Perissodactyla ............... 17
6
Morfologi
skelet
tungkai
kaki
badak
Sumatera,
skelet
ossa membri thoracici kiri tampak lateral (A), dan ossa membri pelvini
kiri tampak lateral (B) .......................................................................... 27
7
Morfologi os scapula kiri tampak lateral (A), medial (B), dan
inset B (B1) .......................................................................................... 29
8
Morfologi os humerus kiri tampak dorsal (A), volar (B), inset A
tampak dorsal (A1), dan inset B tampak cranial (B1) ............................ 31
9
Morfologi tulang-tulang penyusun skeleton antebrachii tampak lateral
(A),
medial
(B),
inset
B
tampak dorsal (B1), dan inset B
tampak cranial (B2) .............................................................................. 33
10 Morfologi tulang-tulang penyusun regio manus kiri tampak dorsal (A),
volar (B), medial (C), dan lateral (D) .................................................... 35
11 Morfologi tulang-tulang penyusun ossa digitorum manus kiri tampak
dorsal .................................................................................................. 36
12 Morfologi os coxae tampak dorsal (A), inset tuber coxae tampak
lateral (A1) dan inset facies acetabuli dari acetabulum tampak
lateral (A2) ........................................................................................... 38
13 Morfologi os femoris tampak dorsal (A) dan plantar (B) ...................... 41
14 Morfologi os patella kanan tampak cranial (A) dan caudal (B) ............. 42
15 Morfologi os tibia-fibula kiri tampak plantar (A), dorsal (B), dan inset
B (B1) .................................................................................................. 43
Morfologi ossa tarsi tampak dorsal (A), plantar (B), lateral (C),
dan medial (D) .................................................................................... 45
16 Morfologi ossa digitorum pedis kanan tampak dorsal .......................... 46
1
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Populasi badak di dunia dewasa ini semakin berkurang, salah satunya
adalah badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis), sehingga hewan ini
dikategorikan sebagai hewan langka yang dilindungi. Dalam kurun waktu 10
tahun terakhir, angka penurunan populasi badak Sumatera meningkat hingga
mencapai 50%. Populasi badak Sumatera yang ada di Taman Nasional Gunung
Lauser dan Bukit Barisan, diperkirakan tinggal sekitar 250 sampai 300 ekor
(Antara 2008). Badak Sumatera yang tinggal di Sabah, Malaysia diperkirakan
hanya 12-15 ekor (IRF 2002).
Berdasarkan daftar merah (red list) badan
konservasi dunia IUCN (International Union for Conservation of Nature and
Natural Resource), badak Sumatera termasuk dalam kategori sangat terancam
(critically endangered) dan berada dalam Appendix 1 CITES (Convention on
International Trade in Endangered Species),
yang
berarti tidak boleh
diperdagangkan karena jumlahnya yang sangat sedikit dan hampir punah.
Selain itu, menurut Mitteirmeir et al. (1997), badak Sumatera dinyatakan sebagai
satu dari 12 hewan kategori kritis di dunia. Oleh karena itu, upaya perlindungan
dan pelestarian hewan ini telah banyak dilakukan pemerintah bersama
masyarakat yang diatur dalam Undang-Undang No.5/1990 tentang Konservasi
Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya serta Peraturan Pemerintah
No.7/1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.
Badak Sumatera merupakan hewan herbivora yang termasuk ke dalam
ordo Perissodactyla dan famili Rhinocerotidae.
Semua anggota famili
Rhinocerotidae mempunyai tiga jari kaki dengan struktur kuku yang lunak dan
berlapis (Van Strien 1974). Selain itu, ordo Perissodactyla termasuk ke dalam
kelompok ungulata yaitu hewan yang menggunakan kuku untuk menumpu
sewaktu bergerak, digit tengah menjadi poros penyangga tungkai yang
menyangga tubuh (Van Hoeve 2003). Pada ordo ini, digit ketiga merupakan digit
yang paling berkembang, sedangkan digit kedua dan keempat berukuran relatif
lebih kecil, bahkan pada kuda tidak berkembang (De Blasé dan Martin 1981).
Berat tubuh badak Sumatera bisa mencapai 1.000 kg (Van Strien 1974).
Walaupun badak Sumatera memiliki ukuran tubuh yang relatif besar, tetapi
spesies ini merupakan spesies paling kecil dan primitif dalam famili
Rhinocerotidae (Van Strien 1974). Untuk menunjang tubuhnya yang berat, kaki
badak Sumatera relatif pendek dan menumpu pada ketiga kuku jarinya. Secara
umum, kaki depan memiliki kekuatan yang lebih besar dibandingkan dengan kaki
2
belakang karena berperan menahan berat leher dan kepala, sehingga bidang
tumpu kaki depan lebih lebar (De Blasé dan Martin 1981).
Kehidupan badak Sumatera sering mengalami ancaman yang diakibatkan
oleh perburuan liar dan perambahan hutan serta illegal logging yang merusak
habitat alami badak tersebut. Untuk memperbaiki status hidup satwa ini dan
mencegah penurunan angka populasi secara terus-menerus, maka upaya
konservasi baik in-situ dan ex-situ menjadi sangat penting dilakukan.
Informasi mengenai anatomi skelet yang terkait kebiasaan dan pola
aktivitas keseharian serta perilaku hewan sangatlah diperlukan. Dengan
mengetahui perilakunya, dapat diketahui bagaimana cara mengendalikan
(restrain) hewan tersebut dan penerapan tingkah laku alaminya (animal
behaviour) dalam menunjang upaya konservasi yang dilakukan.
Bolen dan
Robinson (1995) menyatakan bahwa pengetahuan tentang perilaku hewan
merupakan komponen yang esensial dalam manajemen populasi satwa liar.
1.2. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari struktur skelet tungkai kaki
badak Sumatera dibandingkan dengan struktur skelet hewan domestik lain yang
berdekatan secara filogenetik, anatomis dan perilakunya.
1.3. Manfaat
Hasil
dari
penelitian
ini
diharapkan
memberikan
manfaat
yaitu
memberikan informasi mengenai struktur anatomis skelet tungkai kaki badak
Sumatera, diharapkan dapat menjadi dasar dalam mempelajari fisiologi, perilaku
dan adaptasi badak terhadap lingkungan hidupnya dan sebagai dokumentasi
kekayaan fauna Indonesia untuk kepentingan ilmu pengetahuan.
3
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Ordo Perissodactyla
Ordo Perissodactyla yaitu bangsa hewan yang memiliki jumlah kuku ganjil
(De Blasé dan Martin 1981). Ordo Perissodactyla ini tercatat telah hidup di bumi
sejak 58 juta tahun yang lalu (Foead 2005). Menurut Nowak (1999), ordo ini
terdiri dari tiga famili, enam genus dan 17 spesies yang hidup di Eropa Timur,
Asia Tengah dan Selatan, sebagian India Timur, dan Meksiko Selatan hingga
Argetina. Simpson (1945), mengklasifikasikan ordo Perissodactyla ini menjadi
dua sub ordo yaitu sub ordo Hippomorpha dan Ceratomorpha.
Sub ordo
Hippomorpha hanya memiliki satu famili yaitu Equidae (kuda), sedangkan sub
ordo Ceratomorpha terdiri dari famili Tapiridae (tapir) dan Rhinocerotidae
(badak).
Ketiga famili ini bukan keluarga besar, Equidae hanya memiliki 7
spesies, Tapiridae terdiri dari empat spesies dan Rhinocerotidae mempuyai lima
spesies. Ordo ini dikelompokkan berdasarkan cara bergerak, sejarah kehidupan
dan morfologinya (Feldhamer et al. 1999).
Selain itu, seluruh hewan yang
termasuk ordo Perissodactyla merupakan hewan herbivora (De Blasé dan Martin
1981; Vaughan 1986).
2.2. Badak Sumatera
2.2.1. Klasifikasi dan Distribusi
Badak Sumatera merupakan hewan herbivora dengan klasifikasi sebagai
berikut (IRF 2002):
Kelas
: Mamalia
Ordo
: Perissodactyla
Family
: Rhinocerotidae
Genus
: Dicerorhinus
Spesies
: Dicerorhinus sumatrensis
Di dunia hanya terdapat lima spesies badak yang berhasil bertahan hidup
sampai sekarang. Tiga spesies diantaranya berada di benua Asia yaitu badak
India (Rhinoceros unicornis) yang bercula satu, badak Jawa (Rhinoceros
sondaicus) yang bercula satu, dan badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis)
yang bercula dua. Sedangkan dua jenis lainnya yang hidup di benua Afrika yaitu
badak hitam Afrika (Diceros bicornis) yang bercula dua, badak putih Afrika atau
badak bibir lebar (Rhinoceros simus) yang bercula dua (Parker dan Haswell
1949; Van Hoeve 2003).
4
Fischer (1814) memberi nama ilmiah badak Asia cula dua, yaitu
Dicerorhinus sumatrensis (sumatranus), dengan berbagai sinonim Ceratorhinus
sumatrensis
(sumatranus),
Didermocerus
sumatrensis
(sumatranus),
Ceratorhinus crosii, Rhinoceros crosii, Ceratorhinus lasiotis, Ceratorhinus niger,
Ceratorhinus blythii.
Menurut Van Strien (1974), Dicerorhinus sumatrensis memiliki 3
subspesies yaitu D. s. sumatrensis, tersebar di Sumatera dan Semenanjung
Malaya, D. s. horrissoni, ditemukan di Kalimantan, dan D. s. lasiotis, daerah
distribusinya di Burma Selatan sampai Asia dan Pakistan.
Subspesies yang
terakhir (D. s. lasiotis) dianggap telah punah sehingga tinggal dua spesies yang
masih bertahan hidup sampai saat ini (IRF 2002).
2.2.2. Evolusi Kerangka
Proses evolusi terjadi dalam waktu yang panjang dengan melewati
seleksi alam.
Setiap proses yang terjadi memiliki karakteristik yang
berkelanjutan sesuai dengan kegunaan dan kebutuhan setiap hewan pada masa
itu. Sejak jenis badak pertama ada, sekitar 50 juta tahun yang lalu, keluarga
badak sebenarnya menjadi jenis mamalia yang penyebarannya paling luas
(Hildebrand dan Goslow 2001).
Menurut Vaughan (1986), Perissodactyla berkembang dari herbivora ordo
Condylartha, famili Phenacodentidae. Ordo ini muncul pada akhir Paleocene di
Amerika Utara dan mengalami pengelompokkan famili dengan cepat, delapan
dari 12 famili muncul pada zaman Eocene.
Pada masa awal Eocene, ordo
Perissodactyla terbagi menjadi 5 garis evolusi famili utama yaitu famili Equidae,
Rhinocerotidae, Tapiridae, Titanotheroidae dan Chalicotheroidea (Parker dan
Haswell 1949)
Evolusi famili Rhinocerotidae yang ada sekarang berasal tiga genus
badak yaitu Hyracodon, Balutchitherium dan Coelodonta.
Pada awal zaman
Tertiary, terdapat dua genus yang mengalami perkembangan dengan baik yaitu
Hyracodon dan Balutchitherium. Hyracodon (Hyracodontidae) adalah badak
pelari yang hidup pada zaman Oligocene di Amerika Utara. Hewan ini memiliki
kaki yang langsing, tridactyl dan memiliki kemampuan yang sama dengan kuda
zaman Oligocene. Hyracodon punah pada akhir Oligocene, hal ini dikarenakan
mengalami kompetisi dengan kuda zaman Oligocene. Pada zaman Oligocene,
di Asia muncul Baluchiterium (Rhinocerotidae) yang merupakan mamalia
terbesar dengan tinggi badan dari bahu sekitar 6,0 m, bentuk kaki tridactyl yaitu
digit medial berukuran terbesar dan digit lateral berukuran terkecil dibandingkan
badak lainnya, serta memiliki panjang kepala sekitar 1,3 m. Selain itu, hewan ini
5
memiliki leher yang panjang sehingga diduga sebagai hewan yang makan
dengan memilih pakan yang disukai pada ranting pohon, seperti jerapah.
Baluchiterium mengalami kepunahan pada dunia baru zaman Pliocene, tetapi
masih ada yang bisa bertahan hidup dan mengalami perkembangan pada zaman
Eurasia hingga Pleistocene.
Kemudian pada zaman Pleistocene, muncul
Coelodonta yaitu badak yang memiliki bulu tebal seperti wool yang mengalami
adaptasi pada iklim dingin (Vaughan 1986).
Badak yang hidup sekarang berukuran besar, memiliki bobot badan
sekitar 2.800 kg dan kaki depan tersusun dari tiga atau empat jari sedangkan
kaki belakang terdiri dari tiga jari. Selain itu, memiliki os nasale yang tebal dan
sering meluas ke os premaxilare, sehingga dapat menopang cula (Vaughan
1986). Badak terdiri dari empat genus dan lima spesies yang hidup di Afrika
(Selatan Sahara), Afrika Utara, Asia Selatan, dan Asia Tenggara (Nowak 1999).
A
B
C
D
Gambar 1 Proses evolusi kerangka ekstremitas pada skeleton manus
A. Ancestor, B. Eocene (Hyracotherium), C.Miocene Horse (Miohippus),
D. Kuda Sekarang (Equus) (Hildebrand dan Goslow 2001).
Dalam perkembangan evolusi, digit-digit kaki hewan yang termasuk ordo
Perissodactyla sedikit atau banyak mengalami kemunduran. Perissodactyla
termasuk ke dalam kelompok ungulata yaitu hewan yang menggunakan kuku
untuk menahan berat badannya sewaktu bergerak, digit tengah menjadi poros
penyangga tungkai dan menjadi penyangga tubuh (Van Hoeve 2003). Kuda,
zebra, tapir dan badak memiliki struktur tubuh yang mesaxonic, yaitu memiliki
kuku besar sebagai pusat penahan bagian terbesar dari berat/beban hewan.
Perkembangan kaki setiap hewan terjadi secara berbeda. Perkembangan yang
terjadi pada kuda sangat baik, sehingga memungkinkan kuda untuk menjadi
pelari cepat dan kuat dalam jarak yang relatif jauh (Nowak 1999). Struktur kaki
6
dari kuda telah berevolusi menjadi monodactyl yaitu hanya satu digit yang
fungsional pada setiap kaki. Meskipun secara anatomis famili ini memiliki tiga
digit, namun digit kedua dan keempat tidak berkembang (Gambar 1) (Ricci
1985). Tetapi pada kaki tapir dan badak tidak mengalami perkembangan hingga
sedemikian baik seperti halnya pada kuda, sehingga badak dan tapir dapat
berlari dengan cepat hanya dalam jarak terbatas. Hewan yang tergolong dalam
ordo Perissodactyla ini, kebanyakan merupakan pelari yang cepat dikarenakan
jumlah jari yang ganjil dan sedikit (Nowak 1999).
2.2.3. Ciri Morfologi
Dicerorhinus berasal dari bahasa Yunani yaitu di berarti "dua", cero
berarti "cula" dan rhinus berarti "hidung", serta Sumatrensis, merujuk pada
habitat hidupnya yaitu Pulau Sumatera.
Oleh karena itu, Dicerorhinus
sumatrensis sering dikenal dengan sebutan badak Sumatera bercula dua (Borner
1979). Hewan ini merupakan badak terkecil dan paling primitif diantara kelima
spesies badak yang ada di dunia dengan tubuh yang pendek dan relatif
membulat (Van Strien 1974).
Badak Sumatera mempunyai kepala yang besar dengan dua buah cula
dan bentuk mata yang kecil dengan panjang kepala 70-80 cm (Van Strien 1974).
Cula ini dibentuk dari serat berkeratinisasi yang kompak, kokoh dan struktur yang
padat. Cula berkembang dari dasar epidermis, yang terus tumbuh dan tidak
mudah patah (Hildebrand dan Goslow 2001).
Cula merupakan derivat dari
papiladermal epidermis dengan folikel-folikel rambut yang berfungsi sebagai
senjata untuk menghadapi musuh (Hildebrand dan Goslow 2001; Van Hoeve
2003).
Cula
anterior
memiliki
ukuran
tinggi
antara
10-31
inci
(25-79 cm), berukuran lebih besar dibandingkan dengan cula posterior yang
tingginya hanya 3 inci (± 10 cm). Badak jantan memiliki ukuran cula yang lebih
besar dibandingkan dengan badak betina (IRF 2002).
Cula badak tidak
berhubungan langsung dengan tulang tengkorak, walaupun tulang tengkorak
menjadi dasar landasannya. Cula ini terus tumbuh selama hidupnya dan akan
segera diganti bila patah atau dipotong. Secara umum, cula badak Sumatera
memiliki warna yang sama dengan warna tubuhnya yaitu keabuan gelap atau
hitam (Van Strien 1974).
7
Gambar 2 Morfologi tubuh badak Sumatera (Huffman 1999).
Badak Sumatera mempunyai daya penciuman dan pendengaran yang
sangat
tajam
dan
sensitif,
tetapi
daya
penglihatannya
kurang
baik.
Keistimewaan lain badak Sumatera adalah kulit yang licin terlihat garis-garis
berbentuk polygonal dan ditumbuhi rambut halus (Gambar 2). Rambut banyak
ditemukan di dalam liang telinga, garis tengah punggung, bagian bawah flank
dan bagian dorsal paha dan bagian kulit yang melipat tidak didapatkan rambut.
Badak Sumatera yang masih muda mempunyai rambut yang banyak dan lebat
dengan warna coklat kemerahan. Bila dibandingkan dengan badak Asia lainnya,
badak Sumatera memiliki kulit yang lebih lembut dan tipis dengan ketebalan kulit
hanya 16 mm dengan rambut panjang berwarna lumpur (Van Strien 1974).
2.2.4. Struktur Tubuh
Badak Sumatera memiliki ukuran tubuh paling kecil dan paling primitif dari
famili Rhinocerotidae, dengan tinggi antara 1,0-1,5 m dan panjang relatif
2,0-2,3 m.
Badak Sumatera jantan memiliki tinggi badan 1,2-1,37 m
dibandingkan badak betina, sekitar 1,2-1,44 m (Van Strien 1974; IRF 2002).
Sebagai hewan ungulata yang berjalan dan menumpukan tubuhnya pada
kuku, kaki badak Sumatera relatif pendek (Gambar 3). Pada ordo Perissodactyla
ini, digit ketiga merupakan digit yang paling berkembang. Kaki depan memiliki
kekuatan yang lebih besar dibandingkan dengan kaki belakang karena untuk
menahan berat badan serta menahan berat leher dan kepala, sehingga bidang
tumpu kaki depan lebih lebar (De Blasé dan Martin 1981).
8
Gambar 3 Kerangka badak Sumatera (Anonim 2008).
Secara umum, bentuk kaki depan dan kaki belakang sebetulnya hampir
sama, yang membedakan keduanya hanyalah lebar dan besarnya serta lebar
kukunya sebagai landasan tubuh (Gambar 3) (Van Strien 1985).
2.2.5. Habitat dan Perilaku
Badak Sumatera hidup di hutan primer, hutan hujan tropis, dataran
rendah sampai di pegunungan, dan berbukit-bukit dengan semak-semak yang
rimbun oleh pohon-pohon muda. Hewan ini lebih menyukai daerah-daerah yang
bertanah kering atau tanah liat.
Sering pula badak hidup di pertemuan-
pertemuan sungai dengan sungai-sungai kecil di sekitarnya. Kebanyakan badak
bergerak di lintasan yang dibuat sendiri (Borner 1979). Mereka menerobos
seperti kendaraan tank untuk membuat jalan, menembus tumbuhan yang lebat
dan sering berduri. Semua badak mempunyai kulit yang tebal seperti baju baja
sehingga dapat memberi perlindungan pada waktu terjadi perkelahian antar
badak, terhadap serangan singa atau macan dan pada waktu berjalan melewati
semak-semak berduri (Van Hoeve 2003).
Badak Sumatera merupakan hewan yang bersifat soliter. Sangat kecil
kemungkinan dua ekor badak berjalan bersamaan pada lintasan yang sama,
kecuali pada saat induk mengasuh anaknya serta pada saat badak jantan
mendatangi badak betina untuk kawin (Durrel 1984). Hewan ini memiliki daerah
jelajah yang jauh. Dalam sehari badak dapat menempuh perjalanan antara
2-10 km (Nowak 1999). Hewan ini berjalan diantara semak, hutan belantara
ataupun hutan lebat, dapat mencapai puncak-puncak gunung sampai ketinggian
9
kira-kira 2.000 m di atas permukaan laut dan juga di daerah pantai. Kemampuan
badak melewati tanah-tanah terjal sangatlah baik (Borner 1979).
Aktivitas rutin terpenting badak Sumatera adalah mandi dan berkubang.
Hewan ini biasa menghabiskan waktunya pada siang atau waktu panas dan
tengah malam untuk berkubang atau berteduh, kemudian aktif kembali pada sore
dan pagi hari dengan kulit penuh lumpur untuk mencari makan (Penny 1987).
Lumpur yang menempel di kulit badak ini berfungsi untuk membantu pengaturan
suhu tubuhnya, mempertahankan kelembaban kulitnya sekaligus sebagai lapisan
pelindung dari gigitan serangga hutan (Van Hoeve 2003; Foead 2005). Aktivitas
ini pada umumnya dilakukan satu sampai dua kali sehari, dengan letak kubangan
di daerah yang relatif sejuk dan tersembunyi (Siswandi 2005).
Hewan ini
melakukan aktivitas berkubang antara 2-3 jam dalam sehari (Kurniawanto 2007).
Aktivitas lain yang dilakukan badak adalah menggosokkan bagian kepala
atau wajah ke pohon dan biasanya dilakukan berulang. Aktivitas ini merupakan
salah satu cara lain untuk mengusir ektoparasit di tubuhnya, biasanya dilakukan
saat makan di hutan, jalan dan ketika bangun dari berkubang (Borner 1979).
Badak Sumatera tergolong satwa browser yaitu mencari pakan yang
disukai sambil melewati lintasan yang menjadi daerah jelajah atau membuka
jalan di hutan (Van Strien 1985). Makanannya bervariasi terdiri dari berbagai
jenis semak dan pohon, tetapi badak tidak menyukai rumput, walaupun menyukai
bambu dan rotan. Badak Sumatera memakan 108 jenis daun, 17 jenis buah,
7 jenis kulit kayu, dan 2 jenis bunga. Pohon yang sangat disukai badak Sumatera
yaitu pohon yang mengandung gum atau getah seperti nangka (Artocarpus
integra) dan semak mania (Urophyllum spp). Hewan ini menyukai hutan alam,
dan jika makanannya cukup tersedia akan tinggal cukup lama sampai dengan
satu bulan, setelah itu baru bergerak untuk pindah tempat (Hoogerwerf 1970).
Di daerah tropis seperti Indonesia, ketersediaan mineral di alam seperti
Natrium sangatlah rendah dan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pakan
hewan herbivora (Van Strien 1985). Untuk melengkapi kebutuhan mineralnya,
badak-badak ini mencari tempat-tempat sumber garam yang relatif sukar
ditemukan (Borner 1979).
10
Badak Sumatera berdefekasi di tanah maupun di dalam air (Van Strien
1974). Selain itu, defekasi terkadang dilakukan pada tempat-tempat tertentu,
umumnya dekat daerah air, kubangan, rawa atau daerah becek, dan kadang
pada tempat defekasi sebelumnya.
Aktivitas mengeluarkan kotoran dimulai
dengan menggali tanah di sekitar tempat mereka akan berdefekasi dengan kaki
belakangnya (Penny 1987).
Kadang-kadang disertai dengan perilaku seperti
menyibak-nyibakkan kotoran dengan kaki belakang, kepala menyibak-nyibakkan
semak-belukar dan cula memilin-milin pohon kecil (Borner 1979).
Setiap
tumpukan kotoran badak Sumatera terdiri lebih dari 10 bolus dengan diameter 7
sampai 9 cm dan berat 2,5 sampai 6,5 kg.
Feses segar badak Sumatera
berwarna kuning kecoklatan atau seperi warna kulit kerbau (Van Strien 1985).
Sedangkan urinasi biasanya diikuti dengan perilaku-perilaku tertentu, seperti
menyemburkan urin ke belakang berupa percikan-percikan kecil dan semburan.
Tetapi terkadang, urin dibiarkan jatuh mengalir ke bawah (Borner 1979).
1.3. Skelet Appendiculare
Skeleton adalah susunan tulang yang membentuk rangka keras dari
seekor hewan yang saling berhubungan pada berbagai sendi, mempunyai
peranan dalam menunjang tubuh, sebagai alat gerakan pasif, melindungi
jaringan yang lunak seekor hewan, tempat asal (origo) dan tempat melekatnya
(insersio) otot-otot rangka serta sebagai tempat deposit kalsium (Montagua 1963;
Getty 1975; Laksana et al. 2003).
Skelet appendiculare secara keseluruhan terdiri dari beberapa susunan
tulang yang terbagi antara ossa membri thoracici (kaki depan) dan ossa membri
pelvini (kaki belakang) (Getty 1975; WAVA 2005).
Secara umum, susunan tulang pada spesies tertentu memiliki variasi
sesuai umur dan jenis kelamin hewan (Getty 1975).
Perbedaan bentuk kaki
beserta ototnya pada setiap hewan secara keseluruhan mengalami modifikasi
sesuai dengan perilaku, fungsi dan kebiasaan hewan tersebut (Hildebrand 1960).
Adaptasi hewan terhadap lingkungannya dipengaruhi oleh motorik dan modifikasi
struktur skeletonnya (Scott 1958).
Perubahan struktur tulang setiap hewan
secara evolusinya sesuai dengan posisi otot dan pergerakan hewan (Walker
1987).
11
A
B
C
Gambar 4 Perbandingan panjang tungkai kaki belakang dari beberapa hewan
A. Plantigradi, B. Digitigradi dan C. Unguligradi (Hildebrand 1960; Vaughan
1986).
Hewan pelari dengan kecepatan yang tinggi berkaitan dengan tulang
yang panjang, cara menapak pada bidang tanah (Gambar 4) dan tingkat
melangkah yang tinggi (Hildebrand 1960). Tenaga-tenaga kekuatan pada tulang
berasal dari kontraksi otot yang bertaut padanya ataupun dari berat tubuh hewan
(Soesetiadi 1977a).
Menurut Soesetiadi (1977a), faktor yang mempengaruhi struktur dan cara
bergerak serta berjalan hewan adalah ukuran dan bobot tubuh hewan. Pada
hewan besar, tenaga otot yang dikeluarkan relatif kecil dibandingkan tenaga
yang dikeluarkan untuk menunjang tubuh. Agar dapat menunjang pergerakan,
maka skelet tubuh hewan besar ditunjang dengan kontruksi khusus seperti skelet
dan ligamentum yang berkembang subur, penjuluran dan bungkul pada tulang
yang lebih panjang, sehingga memperpanjang batang tenaga pada sistem tuas,
serta tegak kaki yang hampir lurus pada tanah.
12
1.3.1. Ossa Membri Thoracici (Tulang kaki depan)
Tulang-tulang kaki depan dibagi menjadi beberapa bagian yaitu cingulum
membri thoracici (gelang bahu), skeleton brachii (lengan atas), skeleton
antebrachii (lengan bawah) dan skeleton manus (tulang telapak kaki depan)
(Getty 1975; WAVA 2005). Ossa membri thoracici berfungsi sebagai penunjang
tubuh, penahan bobot badan dan sebagai alat gerak pasif (Soesetiadi 1977c).
Salah satu tugas ossa membri thoracici pada waktu hewan berjalan adalah untuk
menerima kembali beban tubuh secara elastis dan tanpa guncangan keras
di tanah (Dyce et al. 1996).
1.3.1.1. Cingulum Membri Thoracici
Cingulum membri thoracici terdiri dari os scapula dan os clavicula (Getty
1975; WAVA 2005). Persendian yang terjadi pada daerah ini yaitu antara cavitas
glenoidalis dari os scapula dan caput humeri dari os humerus disebut persendian
bahu. Persendian ini dihubungkan oleh cairan synovial dan kapsula persendian
yang tipis dan luas. Kapsula ini bersatu dengan tendo m. supraspinatus, tendo
m. infraspinatus dan tendo m. subscapularis. Pada karnivora, kapsula ini juga
bersatu dengan tendo origo m. biceps brachii. Pergerakan yang terjadi pada
persendian ini meliputi pergerakan fleksio, ekstensio, sedikit pergerakan abduksi,
adduksi dan memungkinkan pergerakan rotasi (Skerritt dan Lelland 1984).
1.3.1.1.1. Os scapula
Os scapula merupakan tulang kaki depan yang berada paling proksimal,
tulang ini berbentuk datar, dan bagian distalnya mengadakan persendian dengan
os humerus (Getty 1975; Colville 2002).
Bagian yang berbatasan dengan
dinding dada memiliki bentuk yang telah diadaptasikan sesuai dengan
permukaan dinding dada yaitu sedikit membengkok dan membentuk cekungan
(Getty 1975). Menurut Vaughan (1986), pergerakan os scapula dan collumna
vertebralis sangat mempengaruhi tingkat kelebaran langkah dan total pergerakan
kecepatan kaki setiap hewan. Os scapula menempati permukaan lateral dari
bahu, dengan permukaan kasar pada persendian yang bertaut dengan dinding
dada (Smith 1999). Pada sapi, posisi dan kemiringan tulang ini dapat ditentukan
dengan palpasi di bagian cranial, angulus caudalis dan spinae scapulae
(Dyce et al. 2002). Pada bagian dorsal tulang ini terdapat tulang rawan yaitu
cartilago scapulae yang merupakan insersio dari m. rhomboideus (Way and Lee
1983). Cartilago ini akan terus mengalami perkembangan kalsifikasi dan akan
menjadi rigid sesuai dengan perkembangan usia (Dyce et al. 2002).
13
Permukaan lateral os scapula terbagi menjadi dua lekuk yaitu fossa
supraspinata dan fossa infraspinata (Getty 1975; Dyce et al. 2002).
supraspinata
dan
fossa
infraspinata
merupakan
tempat
Fossa
bertautnya
m. supraspinatus dan m. infraspinatus. Pada anjing, fossa supraspinata dan
fossa infraspinata memiliki ukuran yang sama lebar.
Sedangkan fossa
supraspinata pada kuda, pemamah biak dan babi lebih sempit dibandingkan
dengan fossa infraspinata (Colville 2002; Getty 1975).
Permukaan medial
os scapula disebut juga facies medialis scapulae atau facies costalis. Facies ini
memiliki sebuah lekuk yang dangkal yaitu fossa subscapularis, merupakan
tempat origo m. subscapularis. Pada hewan domestik, seperti kuda, kerbau dan
karnivora, fossa ini diapit oleh permukaan yang kasar yaitu facies serrata yang
merupakan tempat bertautnya m. serratus ventralis (Getty 1975).
Setiap hewan memiliki ukuran os scapula yang berbeda, babi memiliki
ukuran os scapula yang sangat lebar, berbentuk segitiga, ditunjang oleh angulus
caudalis yang meluas ke kaudad dan memiliki tuber spinae scapulae yang besar,
namun acromionnya mengalami rudimenter. Hal ini berlainan dengan keadaan
acromion pada kerbau yang sangat berkembang.
Acromion pada kucing
berbentuk datar dan pada bagian caudal mengalami peninggian. Sedangkan
kuda tidak memiliki acromion (Getty 1975).
1.3.1.1.2. Os clavicula
Tulang ini merupakan tulang yang mengalami rudimenter menjadi
jaringan fibrosa yang bertaut pada m. brachiocephalicus (Dyce et al. 2002). Hal
ini terjadi pada karnivora dan ungulata, dengan tidak adanya tulang ini, maka
dapat menunjang pergerakan dan panjang langkah hewan.
Selain itu,
os scapula dan persendian bahu dapat dibebaskan dari pertautan tulang dengan
os sternum dan os scapula, sehingga dapat merubah posisi pergerakan dan
perputaran tulang menjadi lebih luas (Vaughan 1986). Menurut Hildebrand dan
Goslow (2001), os clavicula dimiliki oleh monyet ekor panjang yang
menyebabkannya tidak dapat berlari cepat dengan keempat kakinya.
1.3.1.2. Skeleton Brachii
Skeleton brachii merupakan tulang lengan atas yang disusun oleh
os humerus.
Tulang ini merupakan satu-satunya tulang lengan atas yang
tergolong tulang panjang (Getty 1975).
Persendian yang terbentuk pada
skeleton brachii adalah articulatio humeri dan articulatio cubiti (WAVA 2005).
Persendian ini dihubungkan oleh synovial, merupakan sendi engsel pada
14
articulatio humeroulnaris dan articulatio humeroradialis.
Pada anjing, poros
persendian ini terletak pada proksimal articulatio radioulnaris. Ligamentum yang
bertaut pada skeleton brachii adalah ligamentum collaterale cubiti mediale,
ligamentum collaterale cubiti laterale, ligamentum coracohumerale, ligamentum
glenohumerale dan ligamentum olecrani yang hanya ada pada anjing.
Pergerakan yang terjadi pada persendian ini adalah pergerakan fleksio dan
ekstensio, sedangkan anjing dapat melakukan pergerakan rotasi (pronasio dan
supinasio) (Skerritt dan Lelland 1984).
1.3.1.2.1. Os humerus
Menurut Getty (1975), os humerus terdiri dari corpus humeri dan dua
ekstremitates. Corpus humeri berbentuk silinder dan memiliki empat permukaan,
yaitu facies cranialis, facies caudalis, facies lateralis, dan facies medialis. Facies
cranialis memiliki permukaan yang lebar dan aspek halus (bagian proksimal)
serta aspek kasar (bagian distal). Facies ini terpisahkan dengan permukaan
lateral oleh perbatasan yang jelas yaitu crista humeri, dimana pada crista ini
terdapat bungkul yang merupakan tempat bertautnya otot deltiodeus yaitu
tuberositas deltoidea. Bungkul ini hampir tidak kelihatan pada kucing dan babi.
Facies caudalis memiliki aspek halus dan berbentuk melingkar. Facies lateralis
membentuk spiral dengan permukaan yang halus, merupakan lekukan
berjalannya m. brachialis disebut juga lekuk musculospiral.
Facies medialis
memiliki bentuk yang relatif tegak lurus, terdapat suatu bungkul yaitu tuberositas
teres major yang merupakan tempat bertautnya tendo m. latissimus dorsi dengan
m. teres major (Getty 1975).
Extremitas proximalis merupakan ujung proksimal yang terdiri dari caput,
collum dan beberapa bungkul yaitu tuberculum majus, tuberculum minus dan
tuberculum intermedium. Caput humeri merupakan bagian yang berbentuk
hampir hemispherical, seperti tiang yang menghadap ke kaudad dan melakukan
persendian dengan cavitas glenoidalis dari os scapula (Smith 1999). Collum
humeri merupakan leher os humerus, hanya tampak di caudal.
Tuberculum
majus et minus terdiri dari dua bungkul yaitu pars cranialis et caudalis.
Tuberculum intermedium terdapat di antara tuberculum majus et minus. Diantara
ketiga bungkul ini terdapat suatu sulcus yaitu sulcus intertubercularis. Sulcus ini
tidak dimiliki oleh babi dan karnivora. Extremitas distalis merupakan ujung distal
tulang ini.
Pada bagian ini terdapat dua buah bungkul yang melakukan
15
persendian dengan os radius-ulna, yaitu condylus lateralis et medialis. Condylus
medialis memiliki ukuran lebih besar dari condylus lateralis.
bungkul
ini
terdapat
suatu
lekuk
yaitu
fossa
radialis,
Di proksimal
sedangkan
di proksimovolar masing-masing bungkul tersebut terdapat suatu penebalan yaitu
epicondylus lateralis et medialis. Di bagian distal diantara kedua epicondylus ini
terdapat suatu lekuk yang melakukan persendian dengan olecranon dari os ulna
yaitu fossa olecrani.
1.3.1.3. Skeleton Antebrachii
Os radius bersama os ulna membentuk skeleton antebrachii. Pergerakan
yang terjadi pada skeleton antebrachii sangat sedikit karena kedua tulang ini
membentuk kesatuan persendian yang kuat oleh ikatan sendi. Pada karnivora,
pergerakan yang terjadi memungkinkan pergerakan rotasi yaitu terjadi pada
extremitas proximalis dan extremitas distalis dari os radius yang bersatu dengan
os ulna. Sedangkan pada ungulata, seperti babi, kerbau, dan kuda, pergerakan
yang terjadi antara kedua tulang ini hampir tidak ada (Dyce et al. 2002).
1.3.1.3.1. Os radius
Tulang ini disebut juga tulang pengumpil, terdiri dari corpus dan dua
ekstremitates.
Pada ungulata, tulang ini lebih kokoh dibandingkan os ulna,
sedangkan pada karnivora tulang ini lebih berperan besar (Dyce et al. 2002).
Corpus radii memiliki bentuk yang membulat dan langsing, menyerupai tangkai.
Facies cranialis tulang ini memiliki bentuk yang sedikit konveks, bulat dengan
aspek halus, bagian distal facies ini terdapat sebuah lekuk untuk bertautnya
tendo m. extensorius.
Sedangkan facies caudalis, lebih konkaf dengan
permukaan yang kasar dan melakukan persendian dengan facies cranialis dari
os ulna.
Extremitas proximalis mempunyai bidang persendian dengan
os humerus yaitu facies articularis humeralis yang kemudian disilang oleh suatu
crista yang berjalan sagital. Ujung anterior dari crista ini menjulur ke kraniad
menjadi processus coronoideus.
bungkul, tuberositas radii.
Di dorsomedial tulang ini ditemukan suatu
Di medial dan lateral ekstremitas ini terdapat dua
bungkul yaitu tuberculum proximalis medialis et
lateralis.
mempunyai tiga bidang persendian dengan ossa carpi.
Extremitas distalis
Permukaan dorsal
ekstremitas ini terdapat tiga sulci untuk perjalanan otot ekstensor carpus dan jari
(Getty 1975).
16
Pada hewan karnivora dengan posisi normal yang benar, os radius
dan os ulna terletak saling menyilang pada pertengahan lengan
bawah.
Pemamah biak, karnivora dan babi, memiliki os ulna dengan ukuran jauh lebih
panjang dari os radius hingga mencapai bagian distal os radius (Getty 1975).
Kuda memiliki os radius yang lebih besar dibandingkan os ulna (Way dan Lee
1983).
1.3.1.3.2. Os ulna
Os ulna disebut juga tulang hasta, bersatu dengan os radius
di laterovolar.
Diantara os radius dan os ulna terdapat suatu lekah yang
membatasi kedua tulang ini yaitu spatium interosseum antebrachii.
Pada
karnivora lekah ini panjang, sedangkan pada babi dan kuda lekah ini sangat
sempit. Persendian yang sempit antara os ulna dengan os radius meyebabkan
ketidakmungkinan terjadinya pergerakan supinasio dan pronasio pada kuda dan
babi (Dyce et al. 2002). Pada kerbau terdapat dua buah spatium interosseum
antebrachii yaitu di proksimal (spatium interosseum antebrachii proximale) dan
di distal (spatium interosseum antebrachii distale).
Extremitas proximalis tulang ini memiliki suatu bungkul kasar yang
merupakan pusat persendian siku, disebut olecranon. Bagian ini adalah tempat
insersio m. triceps brachii yang kuat.
Ekstremitas ini melakukan persendian
dengan condylus medialis et lateralis dari os humerus yaitu pada lekukan yang
licin berbentuk setengah lingkaran, incisura trochlearis (incisura semilunaris).
Bagian dorsal lekukan ini mengalami suatu penjuluran runcing yaitu processus
anconeus (Getty 1975).
Extremitas distalis os radius-ulna bersendi dengan
ossa carpi, sisi medial ossa carpi bersendi pada distal os radius (Getty 1975).
1.3.1.4. Skeleton Manus
Menurut WAVA (2005), skeleton manus tersusun atas ossa carpi,
ossa metacarpalia I-V dan ossa digitorum manus. Modifikasi skeleton manus
biasanya melibatkan peleburan tulang.
Modifikasi yang jelas terjadi yaitu
pengurangan jumlah digit yang terjadi pada ungulata, karena terkait dengan
kebutuhan hewan untuk bisa berlari cepat (Dyce et al. 2002). Hewan unguligradi
berjalan pada empat, tiga, dua atau bahkan hanya satu jari pada setiap kaki
dengan pergelangan tangan dan mata kaki terangkat di atas tanah (Gambar 5)
(Kent dan Miller 1997).
17
Rusa
Unta
A
Badak
Kuda
B
Gambar 5 Skeleton manus pada ordo Artiodactyla (A) dan Perissodactyla (B)
(Kent dan Miller 1997).
1.3.1.1.1. Ossa carpi
Ossa carpi tersusun atas dua baris, terdiri dari os carpi radiale
(os scaphoideum), os carpi
intermedium (os lunatum), os carpi ulnare
(os triquetrum), os carpi accessorium (os pisiforme), os carpale I (os trapezium),
os carpale II (os trapezoideum), os carpale III (os capitatum), os carpale IV
(os hamatum), atau gabungan tulang-tulang carpi yaitu os carpi intermedioradiale
(os scapholunatum), os carpale II et III (os trapezoideocapitatum), dan
ossa sesamoidea palmaria (Getty 1975; WAVA 2005).
Meskipun terdapat variasi ossa carpi antar spesies, pada umumnya tetap
memiliki os carpi radiale, os carpi ulnare, dan beberapa spesies selalu memiliki
os carpi intermedium (Colville 2002). Setiap tulang memiliki struktur, fungsi, dan
ciri khas tersendiri. Ossa carpi pada kuda terdapat tujuh atau delapan tulang,
tersusun menjadi dua baris.
Kerbau hanya memiliki enam buah tulang
ossa carpi, os carpale I tidak ada, sedangkan os carpale II dan os carpale III
bersatu menjadi tulang yang bentuknya segi empat (os trapezoideocapitatum)
sedangkan pada babi terdapat delapan buah tulang. Anjing memiliki ossa carpi
sebanyak tujuh buah tulang, os carpi radiale dan os carpi intermedium bersatu
(Getty 1975).
18
Pergerakan yang terjadi pada ossa carpi memungkinkan terjadinya
pergerakan fleksio dan ekstensio. Permukaan dorsal dan palmar ossa carpi
diselubungi oleh kapsula persendian yang tebal dan halus, ligamentum tendo
m. flexor digitalis profundus et superfiscialis.
Susunan ini membentuk suatu
saluran yang disebut canalis carpale, saluran ini berfungsi dalam pergerakan
fleksio sehingga dapat mengurangi kemungkinan terjepitnya pembuluh darah
dan syaraf yang berjalan dari distal skeleton antebrachii dan mencegah
terjadinya pergerakan ekstensio yang berlebihan (Skerritt dan Lelland 1984;
Dyce et al. 2002).
1.3.1.1.2. Ossa metacarpalia
Ossa metacarpalia merupakan tulang panjang dan penamaan tulang ini
sesuai dengan penomoran tulang yang dihitung mulai dari mediad ke laterad,
yaitu os metacarpale I-V.
Menurut Dyce et al. (1996), os metacarpale
mempunyai bentuk dan struktur yang tidak jauh berbeda dengan os metatarsale.
Perbedaannya terletak pada bentuk corpus (badannya).
Os metatarsale
mempunyai bentuk corpus yang lebih bulat dibandingkan os metacarpale.
Pada kuda, ossa metacarpalia terdiri dari tiga tulang yaitu os metacarpale
II, III, dan IV dengan bentuk silindris, untuk menahan sebagian besar berat tubuh
kuda.
Os metacarpale III kuda merupakan os metacarpale yang paling
berkembang, fungsional dan kuat sehingga bentuknya lebih besar dibanding
yang lain. Pada anjing terdapat lima ossa metacarpalia yaitu os metacarpale I
berukuran paling kecil, os metacarpale III et IV berbentuk kotak dan berukuran
terbesar dan diapit oleh os metacarpale II et V. Os metacarpale V berukuran
paling lebar dan lebih pendek dari os metacarpale II.
Babi memiliki empat
ossa metacarpalia, yaitu os metacarpale II et V lebih kecil dan os metacarpale III
et IV berukuran besar. Ossa metacarpalia pada pemamah biak berjumlah tiga
tulang. Os metacarpale III et IV menyatu, sedangkan os metacarpale V memiliki
ukuran sangat kecil dan terletak lebih lateral (Getty 1975; Dyce et al. 2002).
1.3.1.1.3. Ossa digitorum manus
Ossa digitorum manus dibentuk oleh tiga tulang yaitu os phalanx
proximalis/os compedale (tulang pergelangan), os phalanx media/os coronale
(tulang tajuk), dan os phalanx distalis/os unguiculare (tulang kuku) (Getty 1975;
WAVA 2005).
Tulang ini akan meregangkan ikatan persendian pada saat
menumpu berat badan hewan (Vaughan 1986).
19
Anjing memiliki lima ossa digitorum manus, sama halnya dengan jumlah
ossa metacarpalia, digit ke I terdiri dari dua ossa phalanges, os phalanx
proximale menyatu dengan os phalanx media.
Digit ke II hingga ke V
masing-masing terdiri dari tiga ossa phalanges (Getty 1975; Smith 1999). Setiap
articulatio metacarpophalangeae anjing terdapat dua ossa sesamoidea proximale
yang bersendi pada ossa metacarpalia dan proksimal masing-masing os phalanx
proximalis.
ossa
Babi memiliki empat digit, masing-masing terdiri dari tiga
digitorum
manus,
tiga
ossa
sesamoidea
pada
articulatio
metacarpophalangeae III dan IV serta dua ossa sesamoidea pada articulationes
interphalangeae distales manus.
Pemamah biak mempunyai dua digit pada
setiap kakinya, digit ke III dan IV tumbuh subur dan masing-masing terdiri atas
tiga ossa phalanges.
Sedangkan digit ke II dan V berukuran sangat kecil,
masing-masing terdiri atas satu atau dua tulang-tulang kecil yang tidak
mengadakan hubungan dengan tulang-tulang skelet lainnya.
Kuda hanya
memiliki satu digit dengan struktur yang homolog dengan digit ke III karnivora
(Getty 1975; Skerritt dan Lelland 1984).
1.3.2. Ossa Membri Pelvini (Tulang kaki belakang)
Menurut WAVA (2005), ossa membri pelvini terdiri dari beberapa bagian
yaitu cingulum membri pelvini (gelang panggul), skeleton femoris (daerah paha),
skeleton cruris (daerah kaki bawah) dan skeleton pedis (tulang telapak kaki
belakang). Pada kuda, ossa membri pelvini berfungsi sebagai pendorong saat
berjalan dan berlari (Dyce et al. 1996). Oleh karena itu, otot-otot kaki belakang
kuda lebih subur dan kuat dari otot kaki muka. Persendian di kaki belakang
dapat lebih bebas begerak seperti gerakan mempertahankan diri, menggaruk
kulit dan sebagainya.
Kaki belakang sebagai tenaga pendorong disalurkan
melalui pelvis ke sumbu badan (collumna vertebralis). Sudut antara collumna
vertebralis dan os ilium harus sekecil mungkin, sehingga penyaluran tenaga dari
kaki belakang ke sumbu badan dapat berlangsung efektif (Soesetiadi 1977a).
1.3.2.1. Cingulum Membri Pelvini
Cingulum membri pelvini secara langsung berkaitan dengan skeleton
aksial melalui articulatio sacroiliaca membentuk panggul dengan tulang
belakang. Os ilium, os pubis dan os ischii sepenuhnya membentuk os coxae,
dipadukan ke dalam cingulum membri pelvini pada bagian ventral oleh
persendian tulang rawan yaitu pada symphysis pelvis (Montagua 1963; Colville
2002).
20
1.3.2.1.1. Os ilium
Os ilium merupakan tulang yang paling besar, bersendi dengan
os sacrum (Montagua 1963; Getty 1975; Colville 2002). Tulang ini berfungsi
sebagai tempat insersio m. gluteus profundus yang tebal yang berjalan menuju
os femoris (Romer 1956). Os ilium terdiri dari dua permukaan (facies pelvina
dan facies glutea) dan tiga tepi (cranial, medial dan lateral).
Facies pelvina
berbentuk konveks, mempunyai bidang yang kasar untuk pertautan dengan
os sacrum (facies auricularis).
Facies glutea merupakan permukaan yang
mengarah ke dorsolaterad dan ke kaudad. Facies ini lebar dan konkaf, disilang
oleh linea gluteae.
Facies glutea merupakan tempat bertautnya m. gluteus
medius et profundus (Getty 1975).
1.3.2.1.2. Os pubis
Os pubis merupakan tulang tebal, berukuran paling kecil diantara dua
tulang lainnya. Tulang ini terletak di medial dan membentuk sisi cranial pada
dasar pelvis. (Getty 1975; Colville 2002). Os pubis terdiri dari dua facies (facies
pelvina dan facies ventralis) dan dua margo (margo anterior dan margo
posterior).
Facies pelvina merupakan permukaan yang menghadap ruang
panggul, konveks pada kuda jantan, dan konkaf serta licin pada kuda betina.
Facies ventralis merupakan permukaan yang konveks dan kasar, untuk tempat
pertautan otot-otot. Margo anterior membentuk penebalan pada bagian tengah,
disebut pecten ossis pubis. Margo posterior menjadi tepi cranial dari foramen
obturatorium. Foramen obturatorium terletak di antara os pubis dan os ischii.
Lubang
ini
berbentuk
ke kraniolaterad.
oval
dengan
sumbu
memanjang
mengarah
Pada bagian lateral tulang ini terdapat suatu lekuk yaitu
acetabulum. Acetabulum adalah tempat pertemuan dari os ilium, os ischii dan os
pubis.
Selain itu, acetabulum mengadakan persendian dengan os femoris,
melalui ligamentum intrakapsular yang bertaut pada caput ossis femoris,
membentuk articulatio coxae. Acetabulum kerbau memiliki ukuran yang lebih
kecil dari kuda. Pada babi, letak acetabulum berada lebih ke arah punggung
dibandingkan pada kerbau (Getty 1975).
1.3.2.1.3. Os ischii
Os ischii adalah tulang duduk, terletak paling caudal dari cingulum
membri pelvini (Getty 1975; Colville 2002).
Os ischii mempunyai dua
permukaan, yaitu facies pelvina, facies ventralis, serta empat tepi (margo
anterior, margo posterior, margo medialis, margo lateralis).
Facies pelvina
21
merupakan permukaan yang menghadap ruang panggul, berbentuk konkaf dan
licin. Facies ventralis memiliki permukaan yang kasar untuk pertautan otot-otot.
Margo lateralis adalah tepi yang berbentuk tebal dan membulat, pada tepi ini
terdapat incisura ischiadica minor. Incisura ini terletak di antara tuber ischii dan
spina ischiadica. Margo medialis, bersendi dengan os ischii pada symphysis
pelvis.
Margo anterior memiliki bentuk yang tipis pada sisi medial, dan
merupakan tepi posterior dari foramen obturatorium. Margo posterior ini memiliki
permukaan yang kasar dan tebal, miring dan mengarah ke kraniomediad. Pada
sudut lateral dari margo posterior terdapat suatu bungkul yaitu tuber ischiadicum.
Pada pemamah biak, bungkul ini berbagi menjadi tiga (Getty 1975).
1.3.2.2. Skeleton Femoris
Skeleton femoris terdiri dari os femoris (os femur), ossa sesamoidea
m. gastrocnemii, os sesamoideum m. poplitei, dan os patella (Getty 1975; WAVA
2005). Pada hewan domestik, seperti anjing, kuda dan kerbau, hanya terdiri dari
os femoris dan os patella (Getty 1975).
1.3.2.2.1. Os femoris
Tulang paha disebut juga os femoris, merupakan tulang panjang yang
paling kokoh, memiliki kemiripan bentuk dengan os humerus pada kaki depan
(Dyce et al. 2002). Perbedaan ukuran antara os humerus dan os femoris adalah
ukuran os femoris yang lebih besar dan bentuknya mendekati spherical seperti
tiang. Corpus ossis femoris berbentuk lurus dan memanjang hingga ke distad,
os femoris membentuk sendi lutut belakang (stifle joint) bersama os tibia dan
os patella (Colville 2002). Trochanter major adalah suatu bungkul besar yang
terletak di proksimolateral os femoris.
Pada domba, trochanter major hanya
sedikit lebih tinggi dari caput ossis femoris, sedangkan pada anjing dan babi
bungkul ini ketinggiannya melebihi caput ossis femoris. Pada kuda bungkul ini
terdiri atas dua bagian yaitu pars cranialis dan pars caudalis sedangkan pada
kerbau hanya mempunyai satu bungkul saja dan memiliki fossa trochanterica
yang dalam, tetapi tidak terlalu ke distad seperti pada kuda (Getty 1975; Smith
1999).
Margo lateralis tulang ini memiliki suatu bungkul yaitu trochanter tertius,
yang hanya terdapat pada kuda, merupakan tempat bertautnya tendo m. gluteus
superficialis.
Bungkul ini tak terdapat pada pemamah biak, anjing dan babi.
Bagian distal bungkul ini terdapat suatu peninggian yaitu crista supracondylaris
lateralis yang membatasi dari sebelah lateral suatu lekuk, fossa supracondylaris
22
(fossa plantaris). Fossa ini merupakan origo dari m. flexor digitalis superfiscialis.
Fossa ini tidak terdapat pada babi dan anjing. Sedangkan margo medialis tulang
ini mempunyai bungkul tebal berupa rigi yang terletak di proksimal yaitu
trochanter minor. Trochanter minor sapi terletak lebih proksimal dibandingkan
di kuda. Bungkul ini merupakan tempat bertautnya tendo m. iliopsoas (Getty
1975; Dyce et al. 2002).
1.3.2.2.2. Os patella
Tempurung lutut atau os patella merupakan os sesamoideum terbesar,
bersendi dengan trochlea ossis femoris dari os femoris. Bentuk os patella kuda
dan sapi menyerupai prismatik, segi empat seperti layang-layang dengan empat
sudut. Os patella kerbau berukuran panjang dan sangat tebal. Pada kambing,
os patella lebih panjang dari kerbau.
Sedangkan pada anjing, tulang ini
berbentuk menyerupai bulat telur (Dyce et al. 2002). Tulang ini dibentuk pada
bagian distal tendo m. quadriceps femoris yang besar, tepatnya bagian depan
dari sendi lutut belakang (Colville 2002). Os patella terdiri dari apeks, basis,
serta dua facies, yaitu facies cranialis dan facies articularis.
Apex patellae
berada pada bagian distal mempunyai sudut yang tumpul. Basis patellae adalah
sudut dorsal os patella, sudut ini lebih tumpul dibandingkan dengan apeks yang
terletak di ventral. Sudut medial lebih kecil dibandingkan dengan sudut lateral.
Facies cranialis merupakan permukaan bebas berbentuk konveks, menghadap
kraniad dengan permukaan yang kasar sebagai tempat pertautan m. biceps
femoris dan mm. quadriceps femoris (m. rectus femoris, m. vastus lateralis,
m. vastus medialis, m. vastus intermedius) dan ligamentum (ligamentum patellae
laterale, ligamentum patellae intermedium, ligamentum patellae mediale, dan
ligamentum femoropatellae) (Getty 1975; Soesetiadi 1977b; WAVA 2005).
Facies articularis merupakan bidang persendian dengan trochlea ossis femoris
yang berbentuk konkaf (Getty 1975).
1.3.2.3. Skeleton Cruris
Skeleton cruris adalah tulang daerah kaki bawah, dibentuk oleh os tibia
dan os fibula (Getty 1975; WAVA 2005).
Os tibia berada di sisi medial,
sedangkan os fibula berada di lateral. Persedian yang terjadi pada skeleton ini
adalah articulatio tibiofibularis proximalis et distalis.
Pada hewan domestik,
persendian ini terjadi pada karnivora (Skerritt dan Lelland 1984).
23
1.3.2.3.1. Os tibia
Os tibia adalah tulang kering yang termasuk tulang panjang, terdiri atas
corpus dan dua ekstremitates. Pada bagian proksimal corpus tibiae terdapat
suatu tepi yaitu margo cranialis tibiae. Extremitas proximalis mempunyai dua
bungkul yaitu condylus lateralis et medialis.
Bungkul lateral mempunyai tepi
yang menjulur ke distad yaitu margo lateralis (margo interosseus).
Margo
lateralis bersama-sama dengan os fibula membentuk lekah yaitu spatium
interosseum. Di anterior dari margo ini terdapat suatu bungkul yaitu tuberositas
tibiae, sedangkan di sebelah distalnya terdapat bidang persendian dengan
os fibula. Extremitas distalis memiliki bidang persendian dengan trochlea dari
os talus yaitu cochlea tibiae.
Di sebelah lateral dan medial ekstremitas ini
terdapat dua bungkul yaitu maleoli lateralis et medialis, ukuran maleolus medialis
lebih besar dibandingkan yang lateral. Pada anjing, os tibia memiliki panjang
yang sama dengan os femoris dan os fibula relatif lebih panjang dan lebih besar.
Pada babi, os fibula memiliki panjang yang sama dengan os tibia, bersendi dari
proksimal hingga ke distad os tibia (Getty 1975).
1.3.2.3.2. Os fibula
Os fibula disebut juga tulang betis, merupakan tulang yang langsing.
Pada karnivora, tulang ini panjang dan besar, tetapi tidak memiliki peran besar
dalam menyokong berat tubuh hewan, melainkan berperan sebagai tempat
bertautnya m. fibularis longus, m. soleus, m. fibularis brevis, dan m. extensor
digitorum lateralis (Colville 2002; Skerritt dan Lelland 1984). Pada babi, tulang
ini relatif panjang sedangkan pada kuda, tulang ini berbentuk langsing, di distal
corpus meruncing kira-kira pada setengah sampai dua pertiga distal os tibia.
Pada sapi, tulang ini terdiri atas dua ekstremitates, lebih panjang dibandingkan
os fibula kuda. Caput fibulae bersatu dengan margo lateralis tibiae sedangkan
extremitas distalis turut membentuk maleolus lateralis (Getty 1975).
1.3.2.4. Skeleton Pedis
Skeleton pedis (tulang telapak kaki belakang) tersusun atas ossa tarsi,
ossa metatarsalia I-V, dan ossa digitorum pedis (Getty 1975; WAVA 2005).
Pada kuda, sumbu jari di kaki belakang membentuk sudut dengan bidang tumpu
sebesar 60º, lebih curam dibandingkan pada sudut kaki muka. Pada sapi dan
babi, ossa phalanges kaki belakangnya mirip dengan skeleton manus kaki muka.
Pada anjing, digit I berukuran kecil dan sering tidak ada, sehingga hanya
ditemukan empat digit. Bila digit I ini ditemukan, biasanya hanya terdiri atas satu
24
atau dua ossa digitorum pedis. Anjing besar kadang-kadang memiliki enam digit
yang disebut jari serigala, tetapi digit ke VI ini tidak mengadakan persendian
dengan ossa metatarsalia, tetapi melekat pada suatu tenunan pengikat fibrosa
(Getty 1975).
1.3.2.4.1. Ossa tarsi
Ossa tarsi terdiri os talus (os tarsi tibiale), os calcaneus (os tarsi fibulare),
os tarsi centrale (naviculare), os tarsale I (os cuneiforme mediale), os tarsale II
(os cuneiforme intermedium), os tarsale III (os cuneiforme laterale), os tarsale IV
(os cuboideum), os tarsale I et II (os cuneiforme mediointermedium), os tarsale II
et
III
(os
cuneiforme
entermediolaterale),
os
centroquartale
dan
ossa metatarsalia I-V (WAVA 2005). Ossa tarsi yang memiliki ukuran terbesar
adalah os talus (os tarsi tibiale) dan os calcaneus (os tarsi fibulare) (Colville
2002). Pada kuda, ossa tarsi terdiri atas enam tulang yang tersusun dalam tiga
baris sedangkan pada pemamah biak terdapat lima tulang, os tarsi centrale
bersatu dengan os tarsale IV dan os tarsale II bersatu dengan os tarsale III.
Pada babi dan anjing, ossa tarsi terdiri atas tujuh tulang, dua tulang tersusun
pada baris proksimal, empat tulang pada baris distal (Getty 1975).
Ossa tarsi membentuk suatu persendian yaitu articulatio tarsi, sendi ini
berupa sendi engsel (Skerritt dan Lelland 1984; Dyce et al. 2002). Ruang antar
tulang pada persendian ini berisi cairan synovial yang berfungsi sebagai pelumas
dan pemberi nutrisi bagi cartilago articularis (tulang rawan persendian)
(Dyce et al. 1996).
Persendian ini tersusun atas dua baris, seperti pada
ossa carpi, penamaan tulang yang berada di bagian proksimal sesuai nama
tulang,
sedangkan pada bagian distal berdasarkan penomoran tulang.
Pergerakan articulatio tarsi meliputi pergerakan fleksio dan ekstensio. Pada kuda
dan kerbau, trochlea yang berada pada distal os talus memungkinkan terjadinya
gerakan fleksio dengan derajat tingkatan yang besar dan terjadi pada proksimal
articulationes intertarseae (Skerritt dan Lelland 1984).
1.3.2.4.2. Ossa metatarsalia
Ossa metatarsalia, terletak di bagian distal ossa tarsi.
Struktur dan
bentuk ossa metatarsalia memiliki kesamaan dengan ossa metacarpalia (Getty
1975; Colville 2002). Kuda memiliki tiga ossa metatarsalia, os metatarsale III
berukuran paling besar dan berada di tengah, diapit oleh os metatarsale II dan
os
metatarsale
IV,
sedangkan
pemamah
biak
mempunyai
tiga
buah
ossa metatarsalia yaitu os metarsale III, IV dan V. Pada babi ditemukan 4 buah
25
ossa metatarsalia yaitu os metatarsale II, III, IV dan V.
Sedangkan pada
karnivora terdapat lima ossa metatarsalia, os metatarsale I berukuran sangat
kecil, bersendi dengan os tarsale I dan merupakan tempat insersio m. tibialis
cranialis, os metatarsale II memiliki ukuran lebih pendek dari os metatarsale III et
IV sedangkan os metatarsale III-V memiliki ukuran yang lebih panjang dari
ossa metacarpalia (Getty 1975).
1.3.2.4.3. Ossa digitorum pedis
Ossa digitorum pedis mirip dengan ossa digitorum manus, terdiri atas
os phalanx proximalis, os phalanx media, dan os phalanx distalis (Colville 2002).
Pada kuda, os phalanx distalis memiliki permukaan lebih sempit, facies plantaris
berbentuk lebih konkaf dibandingkan dengan facies volaris di kaki muka. Pada
sapi dan babi, ossa phalanges kaki belakang ini mirip dengan tulang jari pada
kaki muka. Pada anjing, hanya ditemukan empat jari, karena digit I sering tidak
ada. Bila jari ke I ini ditemukan, hanya terdiri dari satu atau dua tulang jari. Pada
anjing besar, kadang-kadang bisa ditemukan enam jari yang disebut jari serigala,
tetapi jari ini tidak mengadakan persendian dengan ossa metatarsalia, tetapi
melekat pada suatu tenunan pengikat fibrosa (Getty 1975).
26
3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan pada bulan September 2008 sampai Februari
2009 bertempat di Laboratorium Riset Anatomi, Bagian Anatomi, Histologi, dan
Embriologi,
Departemen
Anatomi
Fisiologi
dan
Farmakologi,
Fakultas
Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
3.2. Bahan dan Alat
Pada penelitian digunakan satu set preparat tulang tungkai kaki depan
dan belakang badak Sumatera betina yang berusia sekitar 26 tahun, diperoleh
atas sumbangan Yayasan Suaka Rhino Sumatra (SRS), Propinsi Lampung dan
preparat tulang tungkai kaki hewan domestik lain sebagai pembanding. Satu set
preparat tulang tungkai kaki depan terdiri dari os scapula, os humerus, os radius,
os ulna, ossa carpi, ossa metacarpalia, dan ossa digitorum manus. Preparat
tulang tungkai kaki belakang terdiri dari os coxae, os femoris, os tibia, os fibula,
ossa metatarsalia, ossa tarsi, dan ossa digitorum pedis. Adapun alat-alat yang
digunakan yaitu kamera digital Canon EOS 400D, alat tulis, dan penggaris.
3.3. Metode
Penelitian dilakukan dengan mengamati dan mempelajari morfologi setiap
bagian skelet tungkai kaki badak Sumatera secara mendetail.
Pengamatan
preparat skelet tungkai kaki meliputi pengamatan bentuk umum, bagian skelet
yang khas, kemudian dilakukan pengukuran pada bagian tulang terpanjang dan
terlebar, serta dibandingkan dengan hewan domestik lainnya, terutama kuda,
kerbau, dan babi.
Selanjutnya dilakukan pemotretan menggunakan kamera
digital (Canon EOS 400D) dengan lensa makro. Gambar yang diperoleh diolah
menggunakan Photoshop (Adobe Photoshop CS3), lalu dianalisa mengenai
bentuk khas dan dugaan fungsi dari tulang beserta bagian-bagiannya. Kemudian
dilakukan penamaan setiap bagian tulang berdasarkan Nomina Anatomica
Veterinaria (2005).
27
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
4.1.1. Karakteristik Skelet Tungkai
Badak Sumatera memiliki struktur skelet tungkai yang kokoh dan kompak.
Karena itu, hewan ini dapat melakukan aktivitasnya secara optimal seperti
melangkah, berlari, dan menerobos hutan meskipun memiliki badan yang besar.
Kaki
badak
Sumatera
A
relatif
pendek
(Gambar
6).
B
1
8
9
2
10
3
4
11
12
5
13
6
6
7
7
14
Gambar 6 Morfologi skelet tungkai kaki badak Sumatera, skelet ossa membri
thoracici kiri tampak lateral (A), dan ossa membri pelvini kiri tampak
lateral (B)
1. os scapula, 2. os humerus, 3. os radius, 4. os ulna, 5. ossa carpi,
6. ossa metacarpalia, 7. ossa digitorum manus, 8. os femoris, 9. os patella,
10. os tibia, 11. os fibula, 12. ossa tarsi, 13. ossa metatarsalia,
14. ossa digitorum pedis (bar: 5 cm).
28
4.1.1.1. Skelet Tungkai Kaki Depan (Ossa membri thoracici)
Struktur kaki depan badak Sumatera membentuk konstruksi yang kuat
dan kokoh dengan permukaan kasar. Tulang-tulang kaki depan disusun oleh
berbagai tulang, yaitu cingulum membri thoracici/gelang bahu (os scapula),
skeleton brachii/lengan atas (os humerus), skeleton antebrachii/lengan bawah
(os radius dan os ulna) dan skeleton manus/tulang telapak kaki depan (ossa
carpi, ossa metacarpalia, dan ossa digitorum manus).
4.1.1.1.1. Gelang Bahu (Cingulum membri thoracici)
Tulang gelang bahu badak Sumatera hanya memiliki os scapula.
Os scapula badak Sumatera kokoh dan kompak, menyerupai kipas yang melebar
ke kaudolaterad. Os scapula Badak Sumatera memiliki tinggi 36,5 cm, dengan
lebar 20,6 cm. Tulang ini terletak di ujung proksimal kaki muka dan berada di
bagian anterior dinding lateral thorax, membentuk sudut kurang dari 90º saat
bertaut dengan os humerus. Caput humeri dari os humerus bersendi pada
cavitas glenoidalis dari os scapula. Cavitas glenoidalis pada badak Sumatera
membentuk lekukan yang luas dan relatif dangkal.
Margo cranialis memiliki permukaan yang relatif tipis dan kasar, dua
pertiga bagian proksimal berbentuk konveks, sedangkan pada sepertiga distal
berbentuk konkaf (Gambar 7B1).
Margo dorsalis melengkung ke dorsad dan
menyatu dengan cartilago scapulae.
Margo caudalis, pada bagian proksimal
berbentuk konveks mengalami penebalan dan penjuluran ke kaudolaterad, serta
membentuk sudut menyerupai segitiga, sedangkan pada dua pertiga distal
berbentuk konkaf (Gambar 7A dan B).
Angulus cranialis, merupakan sudut anterior, relatif tipis dengan
permukaan kasar sedangkan angulus caudalis mengalami penebalan dan
memiliki bentuk menyerupai segitiga.
Angulus ventralis, merupakan ujung
ventral yang mengadakan persendian dengan os humerus. Pada angulus ini
terdapat suatu bungkul yang terletak pada sisi anterior yaitu tuberculum
supraglenoidale, permukaannya kasar dan memiliki ukuran yang relatif besar.
Pada bagian medial bungkul ini memiliki suatu penjuluran yaitu processus
coracoideus, pada badak Sumatera processus ini kurang subur.
29
A
B
9
2
3
1
8
4
5
6
7
7
5
B1
5
7
6
Gambar 7 Morfologi os scapula kiri badak Sumatera tampak lateral (A) dan
medial (B)
Inset: angulus ventralis dari os scapula kanan (B1)
1. fossa supraspinatus, 2. fossa infraspinatus, 3. tuber spinae,
4. spina scapulae, 5. tuberculum supraglenoidale, 6. processus
coracoideus, 7. cavitas glenoidalis, 8. fossa subscapularis, 9. facies serrata
(bar: 2 cm).
Facies lateralis dibagi oleh spina scapulae membentuk dua lekukan yaitu
fossa supraspinata dan fossa infraspinata. Fossa supraspinata badak Sumatera
memiliki permukaan yang bergelombang sedangkan fossa infraspinata menjulur
ke kaudad dan banyak ditemukan foramina nutrien.
Pada spina scapulae
30
terdapat suatu bungkul yaitu tuber spinae scapulae yang berukuran besar,
mengarah ke kaudolaterad dan berbentuk menyerupai segitiga. Di bagian distal
spinae scapulae terdapat suatu garis syaraf yang besar dan tebal (Gambar 7A).
Facies medialis (facies costalis) memiliki fossa subscapularis dengan permukaan
yang halus dan bergelombang. Di bagian dorsal fossa ini terdapat facies serrata
dengan permukaan yang kasar dan bergerigi (Gambar 7B).
4.1.1.1.2. Tulang Lengan Atas (Skeleton brachii)
Skeleton brachii merupakan tulang penyusun lengan atas yaitu
os humerus. Pada badak Sumatera, tulang ini merupakan tulang yang kompak,
besar dan pendek. Caput humeri berbentuk konveks, dengan permukaan yang
luas dan mempunyai penjuluran ke dorsodistad (Gambar 8A).
Os humerus
badak Sumatera berbentuk silindris dengan panjang 33,0 cm (Gambar 8B).
Bagian proksimal tulang ini mengadakan persendian dengan cavitas glenoidalis
dari os scapula sedangkan di distal mengadakan persendian dengan fovea
capitis radii dari os radius (Gambar 6A). Corpus tulang ini terdiri dari empat
facies yaitu facies lateralis, medialis, cranialis, dan caudalis. Facies lateralis
humerus memiliki aspek halus membentuk suatu lekukan spiral yang berjalan
miring, disebut sulcus m. brachialis (Gambar 8A). Pada facies ini terdapat suatu
rigi yang subur dan menajam yaitu crista humeri, rigi ini kemudian menjulur
ke laterodistad menjadi suatu bungkul yaitu tuberositas deltoidea. Bungkul ini
memiliki
ukuran
yang
besar
dan
menjulur
lebih
panjang
mengarah
ke kaudolaterad, dengan permukaan yang kasar pada bidang lateral (Gambar
8A). Facies medialis memiliki permukaan yang kasar, kira-kira di pertengahan
corpus humeri terdapat sebuah bungkul yaitu tuberositas teres major yang hanya
membentuk tonjolan kecil (Gambar 8B). Facies cranialis, membentuk permukaan
yang datar dan kasar, facies ini dipisahkan dari facies lateralis oleh crista humeri
sedangkan facies caudalis memiliki permukaan yang halus.
31
B
A
A
3
5
2
3
1
4
6
6
7
8
9
8
9
16
16
11
10
14
15
13
A1
2
12
12
B1
4
5
5
2
4
3
1
Gambar 8 Morfologi os humerus kiri badak Sumatera tampak dorsal (A) dan
volar (B)
Inset: extremitas proximalis os humerus tampak dorsal (A1) dan
cranial (B1)
1. caput humeri, 2. tuberculum majus pars cranialis , 3. tuberculum majus
pars caudalis, 4. sulcus intertubercularis, 5. tuberculum minus,
6. crista humeri, 7. tuberositas deltoidea, 8. sulcus m. brachialis,
9. tuberositas teres major, 10. fossa olecrani, 11. fossa radialis,
12. trochlea humeri, 13. condylus humeri medialis, 14. epicondylus medialis,
15. epicondylus lateralis, 16. crista epicondylus lateralis (bar: 2 cm ).
32
Extremitas proximalis dari os humerus badak Sumatera memiliki
beberapa bungkul dengan ukuran yang besar yaitu tuberositas deltoidea,
tuberculum humeri majus pars cranialis et caudalis dan tuberculum humeri
minus. Tuberculum humeri majus dan tuberculum humeri minus badak Sumatera
berkembang baik, memiliki tinggi yang sama yaitu sedikit melebihi tinggi caput
humeri (Gambar 8B1). Tuberculum humeri majus terdiri dari dua bagian menjadi
pars cranialis et caudalis. Tuberculum humeri majus pars cranialis memiliki
bentuk yang meninggi dan melengkung ke kraniomediad, sedangkan tuberculum
humeri pars caudalis memiliki bentuk yang melebar ke proksimolaterad.
Sedangkan tuberculum humeri intermedium badak Sumatera tidak ada, sehingga
sulcus intertubercularis cukup melebar (Gambar 8A1). Extremitas distalis tulang
ini, pada tepi condylus humeri lateralis et medialis terdapat suatu bungkul yaitu
epicondylus lateralis et medialis. Epicondylus lateralis badak Sumatera memiliki
ukuran yang besar dengan permukaan kasar bergerigi dan pada bagian
proksimalnya terdapat suatu peninggian yang menajam ke kaudolaterad yang
disebut crista epicondylus lateralis (Gambar 8A). Fossa radialis badak Sumatera
hanya berupa permukaan yang dangkal dan kasar bergerigi.
Fossa olecrani
badak Sumatera dengan permukaan konkaf yang dalam dan melebar, fossa ini
akan mengadakan persendian dengan tuber olecrani dari olecranon os ulna.
4.1.1.1.3. Tulang Lengan Bawah (Skeleton antebrachii)
Skeleton antebrachii terdiri atas os radius dan os ulna. Os radius badak
Sumatera memiliki ukuran panjang 27,5 cm dan bentuk yang membulat, dengan
bagian distal membesar dan melebar. Tulang ini relatif lebih kecil dan pendek
dibandingkan os ulna. Os ulna hewan ini memiliki ukuran panjang 37,0 cm.
Extremitas proximalis os ulna menjulur dan membesar ke kaudad membentuk
olecranon. Os radius dan os ulna dipisahkan oleh suatu lekah yaitu spatium
interosseum antebrachii yang membentang dari proksimal sampai ke sepertiga
distal os radius-ulna (Gambar 9A).
Os radius memiliki corpus dan dua ekstremitates. Corpus radii badak
Sumatera berukuran panjang, besar dan membulat. Facies cranialis membentuk
permukaan yang melengkung sedangkan facies caudalis memiliki permukaan
yang datar dan kasar, facies ini kemudian akan bersendi dengan facies cranialis
dari os ulna.
Extremitas
proximalis melakukan persendian dengan trochlea
humeri dari os humerus. Pada dorsomedial extremitas proximalis, terdapat suatu
bungkul yaitu tuberositas radii dengan permukaan yang kasar dan lebih melebar
33
mengelilingi ujung proksimal os radius (Gambar 9B1).
Extremitas distalis
A
memiliki
permukaan yang B
lebih konkaf, melakukan B1
persendian dengan
ossa carpi.
A
B1
B
3
3
2
2
3
4
4
2
5
7
7
B2
a
b
a
b
4
1
5
6
9
8
9
8
Gambar 9 Morfologi tulang-tulang penyusun skeleton antebrachii badak
Sumatera tampak lateral (A) dan medial (B)
B1
Inset: olecranon tampak dorsal (B1) dan extremitas proximalis
os radius tampak cranial (B2)
a. os radius, b. os ulna, 1. spatium interosseum antebrachii,
2. olecranon, 3. tuber olecrani, 4. processus anconeus, 5. incisura
trochlearis, 6. fovea capitis radii, 7. tuberositas radii, 8. extremitas distalis
os radius, 9. extremitas distalis os ulna (bar: 2 cm).
Os ulna tidak bersatu dengan os radius tetapi mengadakan persendian di
proksimal dan distal, tepatnya pada facies caudalis dari os radius. Extremitas
proximalis os ulna badak Sumatera memiliki olecranon dengan tuber olecrani
yang besar, lebar dan terbagi dua, yaitu ke laterad dan mediad. Ekstremitas ini
memiliki permukaan lateral kasar dan konveks, sedangkan permukaan
34
medialnya konkaf dan halus. Pada bagian ini terdapat suatu penjuluran yang
subur dan runcing ke kraniad yang terletak di tepi dorsal yaitu processus
anconeus (Gambar 9B1).
Pada bagian distal penjuluran ini terdapat lekukan
yang beraspek halus berbentuk setengah lingkaran yaitu incisura trochlearis atau
disebut juga incisura semilunaris. Permukaan bagian lateral lekukan ini meluas
dan melebar ke dorsolaterad, pada ujung lateral permukaan ini terdapat suatu
rigi yang kasar.
Incisura trochlearis dan fovea capitis radii mengadakan
persendian dengan trochlea humeri dari os humerus (Gambar 9B1).
4.1.1.1.4. Tulang Telapak Kaki Depan (Skeleton manus)
Ossa carpi badak Sumatera terdiri dari delapan buah dengan
os carpale I et II yang terpisah sedangkan os carpale IV et V bersatu. Ossa carpi
tersusun dalam dua baris, proksimal dan distal.
membentuk penjuluran ke kaudodistad.
Bagian volar umumnya
Ossa carpi bagian distal yaitu
os carpale III, memiliki bentuk penjuluran yang lebih panjang dan lebih mengarah
ke distad (Gambar 10B). Pada baris proksimal, terdapat empat buah ossa carpi,
dari medial yaitu os carpi radiale (os scaphoideum), os carpi intermedium
(os lunatum), os carpi ulnare (os triquetrum) dan os carpi accessorium
(os pisiforme) (Gambar 10A). Pada baris distal terdapat lima buah ossa carpi,
dari medial ke lateral yaitu os carpale I (os trapezium), os carpale II
(os trapezoideum), os carpale III (os capitatum), os carpale IV
et V
(os hamatum) (Gambar 10B).
Badak Sumatera memiliki ossa metacarpalia sebanyak empat buah,
terdiri dari os metacarpale II, os metacarpale III, os metacarpale
IV, dan
os metacarpale V. Os metacarpale II et IV memiliki bentuk yang lebih pendek,
masing-masing tulang memiliki panjang yaitu 13,0 cm dan 11,5 cm, terletak
di bidang mediovolar dan laterovolar dari os metacarpale III. Os metacarpale III,
terletak di tengah dan mempunyai ukuran terbesar yaitu dengan panjang 15,0 cm
dan berbentuk lebih pipih (Gambar 10A).
Sedangkan os metacarpale V
mengalami rudimenter dengan ukuran terkecil dibanding ossa metacarpalia
lainnya, terletak di lateral dengan tinggi 2,2 cm dan lebar 2,8 cm (Gambar 10B).
35
A
1
B
2
2
1
11
7
3
4
5
3
5
4
9
8
9
10
7
8
6
12
14
13
14
13
12
D
C
1
2
11
3
5
9
9
10
7
12
B1
13
14
Gambar 10 Morfologi tulang-tulang
badak Sumatera
B penyusun regio manus kiriB1
tampak dorsal (A),volar (B), medial (C) dan lateral (D)
1. os radius, 2. os ulna, 3. os carpi ulnare, 4. os carpi intermedium,
5. os carpi radiale, 6. facies articularis os carpale I, 7. os carpale II,
8. os carpale III, 9. os carpale IV et V, 10. os metacarpale V,
11. os carpi accessorium, 12. os metacarpale II, 13. os metacarpale III,
14. os metacarpale IV (bar: 2 cm).
36
Ossa digitorum manus badak Sumatera terdiri dari tiga digit, yaitu digit II,
digit III, dan digit IV. Setiap digit memiliki tiga buah tulang pada masing-masing
jari yaitu os phalanx proximalis (os compedale), os phalanx media (os coronale),
dan os phalanx distalis (os unguiculare, os ungulare) (Gambar 11). Os phalanx
proximalis memiliki bentuk yang panjang dibandingkan os phalanx media. Kedua
tulang ini memiliki bentuk yang relatif kubus. Sedangkan os phalanx distalis,
merupakan tulang kuku yang mempunyai tiga facies, tiga margo, dan dua sudut
(Gambar 11). Digit II memiliki panjang 7,1 cm, digit III dengan panjang 7,5 cm,
sedangkan digit IV dengan panjang 7,6 cm.
Selain itu, terdapat dua ossa
sesamoidea proximalia yang bersendi di masing-masing pada bagian caudal
ossa metacarpalia.
A
B
C
1
1
1
2
2
3
3
2
3
Gambar 11 Morfologi tulang-tulang penyusun ossa digitorum manus kiri badak
Sumatera tampak dorsal
A. Digit II, B. Digit III, C. Digit IV, 1. os phalanx proximalis (os compedale),
2. os phalanx media (os coronale), 3. os phalanx distalis (os unguiculare)
(bar: 2 cm).
37
4.1.1.2. Skelet Tungkai Kaki Belakang (Ossa membri pelvini)
Struktur kaki belakang badak Sumatera membentuk sudut yang curam
bahkan hampir tegak lurus. Secara keseluruhan, tulang penyusun kaki belakang
memiliki bentuk yang kokoh, kompak, dan silindris sehingga dapat menunjang
pergerakan kaki belakang sebagai tenaga pendorong.
Tulang kaki belakang
tersusun atas empat bagian yaitu cingulum membri pelvini (gelang panggul),
skeleton femoris (paha), skeleton cruris, dan skeleton pedis (telapak kaki).
4.1.1.2.1. Gelang Panggul (Cingulum membri pelvini)
Gelang panggul badak Sumatera merupakan tulang besar yang kokoh
terdiri dari os coxae (tulang panggul) kanan dan kiri yang menyatu pada
symphysis pubis (Gambar 12). Pada bagian proksimal, facies sacropelvina dari
os coxae memiliki permukaan yang kasar, bersendi dengan os sacrum,
membentuk bangun pelvis yang kokoh (Gambar 12A). Os coxae terdiri dari tiga
tulang, yaitu os ilium, os ischii, dan os pubis. Tempat pertemuan dari os ilium,
os ischii dan os pubis adalah acetabulum (Gambar 12 A2). Acetabulum badak
Sumatera memiliki permukaan yang konkaf dan membulat, serta akan
mengadakan persendian dengan caput ossis femoris dari os femoris.
Tepi
lateral acetabulum memiliki suatu permukaan yang halus dan luas, disebut facies
lunata, sedangkan pada tepi medial terdapat lekuk yang kasar dan sempit,
disebut fossa acetabuli (Gambar 12 A2).
Os ilium badak Sumatera berbentuk pipih dan melebar.
Tulang ini
memiliki dua permukaan yaitu facies glutea dan facies sacropelvina.
Facies
glutea merupakan permukaan sayap yang menghadap ke dorsolaterad, dengan
permukaan yang kasar dan banyak terdapat garis tempat berjalannya pembuluh
darah. Facies sacropelvina adalah permukaan alae yang menghadap ke ventrad
(ruang panggul), dengan permukaan yang kasar dan mengadakan persendian
dengan facies articularis pada bagian dorsal alae sacralis dari os sacrum.
Bagian cranial tulang ini melebar, membentuk seperti sayap yang kokoh, disebut
ala ossis ilii yang melebar dengan arah kaudodorsolaterad. Dorsomedian sayap
ini memiliki sebuah bungkul yaitu tuber sacrale yang mengarah ke kaudodorsad
dengan permukaan yang kasar, bagian dorsalnya mengalami peninggian
(Gambar 12A). Pada sayap yang mengarah ke laterad terdapat suatu bungkul
yaitu tuber coxae. Tuber coxae badak Sumatera terbagi menjadi dua bagian
yaitu mengarah ke mediad dan laterad (Gambar 12 A2). Selain itu, margo cranial
tulang ini membentuk rigi disebut crista iliaca, pada badak Sumatera crista ini
berbentuk konveks, tebal dengan permukaan yang kasar.
38
A
3
3
a
2
1
7
9
10
4
b
11
13
c
12
A2
A1
4
6
1
5
Gambar 12 Morfologi os coxae badak Sumatera tampak dorsal (A)
Inset: tuber coxae tampak lateral (A1) dan facies acetabuli dari
acetabulum tampak lateral (A2)
a. os ilium, b. os pubis, c. os ischium, 1. tuber coxae, 2. alae ossis ilii,
3. tuber sacrale, 4. acetabulum, 5. fossa acetabuli, 6. facies lunata
7. incisura ischiadica major, 8. incisura ischiadica minor, 9. eminentia
iliopubica, 10. pecten ossis pubis, 11. tuber ischiadicum,
12. symphysis pubis, 13. arcus ischiadicus (bar: 3 cm).
39
Os ischii merupakan tulang duduk yang terletak di bagian caudal dari
os coxae. Os ischii memiliki dua permukaan, yaitu facies pelvina, merupakan
permukaan yang konkaf, licin dan menghadap ke ruang panggul serta facies
ventralis, merupakan permukaan yang kasar. Pada sudut caudolateral tulang ini
tepatnya di sudut lateral dari margo posterior, terdapat sebuah bungkul yaitu
tuber ischiadicum.
Tuber ischiadicum badak Sumatera bercabang tiga, yaitu
cabang ke kraniad, laterad dan kaudad (Gambar 12A).
Os pubis adalah tulang kemaluan yang berbentuk pipih dan tebal, terletak
sebelah cranial dari os ischii. Tulang ini mempunyai dua permukaan yaitu facies
pelvina dan facies ventralis.
Facies pelvina merupakan permukaan yang
mengarah ke ruang pelvis, berbentuk lebih mendatar dan agak kasar (Gambar
12A). Facies ventralis berbentuk konveks dengan permukaan kasar bergerigi
(Gambar 12 A1).
4.1.1.2.2. Tulang Paha (Skeleton femoris)
Skeleton femoris dibentuk oleh os femoris (femur) dan os patella.
Os femoris merupakan tulang panjang dengan tinggi 38,0 cm. Kekhasan dari
os femoris badak Sumatera adalah bentuk trochanter major yang kurang subur
sehingga lekukan yang dibentuk antara caput ossis femoris dengan trochanter
major menjadi dangkal dan sempit (Gambar 13A).
Os femoris terdiri dari dua ekstremitates dan corpus ossis femoris
(badan). Extremitas proximalis terdiri atas caput (kepala), collum (leher) dan
trochanter major. Caput ossis femoris memiliki bentuk spherical dan permukaan
yang halus dan luas, terletak di sisi medial. Collum ossis femoris terlihat jelas di
bidang anteromedial dengan ukuran yang lebar. Trochanter major merupakan
bungkul yang terletak di lateral, dengan bentuk yang mendatar dan memiliki
permukaan yang kasar pada bidang lateralnya (Gambar 13A).
Extremitas
distalis memiliki trochlea di anterior dan dua condyli di posterior. Trochlea ossis
femoris adalah dua buah bungkul dengan bagian tengahnya melekuk seperti
katrol yang mempunyai bidang persendian dengan os patella.
Pada badak
Sumatera trochlea ossis femoris sedikit melebar, rigi medial berukuran lebih
besar dan lebar dibandingkan rigi lateral.
Condylus lateralis et medialis,
dipisahkan oleh suatu lekuk yaitu fossa intercondylaris.
Kedua condyli ini
melakukan persendian dengan condyli dari os tibia. Bagian proksimal kedua
condyli ini memiliki suatu fossa yang disebut fossa condylaris (fossa plantaris).
40
Fossa ini pada badak Sumatera kurang subur, hanya terlihat sebagai suatu
permukaan kasar mendatar (Gambar 13B).
Bagian tepi kedua condyli ini
membentuk bungkul yang disebut epicondylus lateralis et medialis. Epicondylus
lateralis badak Sumatera berkembang baik dengan bentuk yang lebih besar
dibandingkan epicondylus medialis.
Corpus ossis femoris memiliki dua tepi yaitu margo medialis dan margo
lateralis. Margo medialis mempunyai bungkul yang terletak di sepertiga proksimal
yaitu trochanter minor. Pada badak Sumatera, trochanter minor ini lebih subur
dengan bentuk memanjang, memiliki permukaan yang kasar serta mengarah
ke mediad (Gambar 13). Margo lateralis memiliki suatu bungkul yaitu trochanter
tertius. Pada badak Sumatera bungkul ini sangat subur dengan bentuk yang
menyerupai kubus dengan bagian lateralnya menjulur ke laterad (Gambar 13B).
Os patella adalah tulang tempurung lutut, termasuk tulang sessamoid,
berbentuk seperti segiempat, dengan panjang 7,0 cm (Gambar 14). Os patella
melakukan persendian dengan trochlea ossis femoris dari os femoris. Facies
cranialis memiliki permukaan yang kasar sedangkan facies articularis merupakan
permukaan yang halus, konkaf dan bergelombang, merupakan
persendian dengan trochlea ossis femoris (Gambar 14B).
bidang
Sudut dorsal
merupakan basis patellae, dengan sudut lebih tumpul dibandingkan apex
patellae yang terletak di ventral. Pada badak Sumatera, apex dan basis patellae
berkembang dengan subur.
41
B
A
1
1
3
6
7
2
2
4
4
5
5
10
12
8
11
13
9
14
Gambar 13 Morfologi os femoris badak Sumatera tampak dorsal (A) dan
plantar (B)
1. caput, 2. collum, 3. trochanter major, 4. trochanter minor,
5. trochanter tertius, 6. crista intertrochanterica, 7 fossa trochanterica,
8. condylus lateralis, 9. condylus medialis, 10. fossa supracondylaris,
11. trochlea ossis femoris, 12. epicondylus lateralis, 13. fossa
intercondylaris, 14. fossa extensoria (bar: 3 cm).
42
1
A
B
5
6
3
4
2
2
Gambar 14 Morfologi os patella kanan badak Sumatera tampak cranial (A) dan
caudal (B)
1. basis patellae, 2. apex patellae, 3. margo medialis 4. margo lateralis,
5. facies cranialis, 6. facies articularis (bar: 2 cm).
4.1.1.2.3. Tulang Kaki Bawah (Skeleton cruris)
Skeleton cruris terdiri dari dua tulang yaitu os tibia dan os fibula.
Os tibia (tulang kering) badak Sumatera berukuran relatif pendek, dengan
panjang 28,0 cm. Os tibia terdiri dari corpus tibiae dan dua ekstremitates. Pada
bagian proksimal sebelah anterior tulang ini, terdapat suatu peninggian yaitu
crista tibiae, merupakan rigi yang kasar.
Extremitas proximalis tulang ini
mengadakan persendian dengan condylus lateralis et medialis dari os femoris
yaitu pada facies articularis proximalis dengan permukaan yang melebar dan
mendatar (Gambar 15C). Di bagian anterior ekstremitas ini terdapat suatu
bungkul yaitu tuberositas tibiae yang berukuran besar dengan permukaan kasar
sebagai kelanjutan margo cranialis ke proksimal (Gambar 15A).
Bagian
proksimal tungkai ini mempunyai dua bungkul yaitu condylus lateralis dan
condylus medialis.
Condylus medialis berukuran lebih besar dan lebar dari
condylus lateralis. Bagian medial condylus ini mengalami peninggian ke dorsad.
Condylus
lateralis
memiliki
permukaan
yang
mengalami
penjuluran
ke kaudodistad, bagian lateral bungkul ini akan mengadakan persendian dengan
caput fibulae dari os fibula. Extremitas distalis tulang ini memiliki cochlea tibiae
yang melakukan persendian dengan trochlea tali dari os talus. Di sebelah lateral
dan medial ekstremitas ini terdapat dua bungkul yaitu malleoli lateralis et
medialis, ukuran malleolus medialis lebih besar dibandingkan yang lateral.
43
B
A
2
3
4
1
5
7
6
7
b
b
a
a
8
B1
3
10
9
Gambar 15 Morfologi os tibia-fibula kiri badak Sumatera tampak plantar (A) dan
dorsal (B)
Inset: facies articularis proximalis dari os tibia (B1)
a. os tibia, b. os fibula, 1. condylus lateralis tibia, 2. condylus medialis
tibia, 3. tuberositas tibiae, 4. sulcus lig. patellae mediale, 5. caput fibulae,
6. sulcus muscularis tibiae, 7. margo cranialis, 8. maleolus lateralis,
9. facies articularis condylus lateralis, 10. facies articularis condylus
medialis (bar: 3 cm).
44
Os fibula (tulang betis), terletak di sebelah lateral os tibia, dengan
panjang 24,5 cm. Ujung proksimal dan distal tulang ini membentuk persendian
dengan os tibia disebut articulatio tibiofibularia proximalis et distalis, sehingga
terbentuk suatu lekah yaitu spatium interosseum.
Corpus fibulae badak
Sumatera berbentuk langsing dan panjang (Gambar 15). Extremitas proximalis
mengalami penjuluran ke kaudolaterad. Pada extremitas proximalis ini terdapat
caput fibulae dengan ukuran besar dan bagian anteriornya mengalami penjuluran
ke dorsad dengan ujung yang relatif tajam. Sedangkan pada extremitas distalis,
tulang ini bersatu dengan os tibia, tidak turut membentuk maleolus lateralis
tibialis, tetapi mengadakan persendian dengan os talus dan os calcaneus.
4.1.1.2.4. Tulang Telapak Kaki (Skeleton pedis)
Tulang telapak kaki terdiri dari tulang-tulang pangkal kaki (ossa tarsi),
tulang-tulang
tapak
kaki
(ossa
metatarsalia),
dan
tulang-tulang
jari
(ossa digitorum pedis). Ossa tarsi badak Sumatera terdiri dari tujuh buah tulang
yang tersusun dalam tiga baris. Susunan ossa tarsi bagian proksimal dari medial
yaitu os talus dan os calcaneus. Baris tengah dari arah yang sama yaitu os tarsi
centrale (os naviculare). Baris distal dari medial yaitu os tarsale I (os cuneiforme
mediale), os tarsale II (os cuneiforme mediointermedium), os tarsale III
(os cuneiforme laterale), dan os tarsale IV (os cuboideum) (Gambar 16A).
Os tarsale I dan os tarsale II pada badak Sumatera terpisah utuh (Gambar 16D).
Bagian caudal os tarsale I dan os tarsale IV mengalami penjuluran
ke mediovolad (Gambar 16B). Os calcaneus merupakan ossa tarsi terbesar,
mengalami penjuluran yang memanjang ke proksimoplantad kemudian menjadi
suatu bungkul yaitu tuber calcanei (Gambar 16A). Bidang proksimal tuber ini
memiliki permukaan yang kasar dengan bentuk yang kokoh.
Os talus
merupakan tulang pangkal kaki yang memiliki bentuk tidak beraturan, bagian
dorsal tulang ini membentuk bungkul seperti katrol, disebut trochlea tali.
Ossa metatarsalia badak Sumatera terdiri dari tiga buah tulang, yaitu
os metatarsale II, III, dan IV.
Os metatarsale yang terpanjang dan terbesar
adalah os metatarsale III, dengan panjang 13,8 cm (Gambar 16A). Bagian distal
ossa metatarsalia melakukan persendian dengan ossa phalanges.
Badak
Sumatera memiliki tiga buah ossa digitorum pedis pada masing-masing jari, yang
terdiri atas os phalanx proximalis, os phalanx media dan os phalanx distalis.
Os phalanx proximalis et media memiliki bentuk menyerupai kubus, os phalanx
proximalis lebih panjang dari os phalanx media (Gambar 17).
Os phalanx
distalis, merupakan tulang kuku yang mempunyai tiga facies, tiga margo dan dua
sudut. Rangkaian ossa phalanges pada digit II memiliki panjang 7,0 cm, digit III
memiliki panjang 7,9 cm sedangkan panjang digit IV adalah 7,2 cm.
45
B
A
1
b
2
3
1
b
7
5
3
7
6
4
8
10
9
10
9
8
g
D
C
a
1
1
2
2
c
3
4
5
7
10
Gambar 16
6
8
8
9
Morfologi ossa tarsi tampak dorsal (A), plantar (B), lateral (C),
medial (D)
1. os calcaneus, 2. os talus, 3. os tarsi centrale (os naviculare),
4. os tarsale I (os cuneiforme mediale), 5. os tarsale II (os cuneiforme
intermedium), 6. os tarsale III (os cuneiforme laterale), 7. os tarsale IV
(os cuboideum), 8. os metatarsale II, 9. os metatarsale III,
10. os metatarsale IV, a. tuber calcanei, b. trochlea tali, c. sustentaculum
tali (bar: 2 cm).
46
A
1
2
3
B
C
1
1
2
2
3
3
Gambar 17 Morfologi ossa digitorum pedis kanan badak Sumatera tampak dorsal
A. Digit IV, B. Digit III, C. Digit II, 1. os phalanx proximalis, 2. os phalanx
media, 3. os phalanx distalis (bar: 2 cm)
47
4.2. Pembahasan
Skeleton tungkai kaki badak Sumatera memiliki struktur yang kokoh,
kompak, dan relatif pendek.
Secara umum, morfologi skeleton tungkai kaki
hewan ini mirip dengan tungkai kaki babi dan kerbau, dibandingkan dengan
hewan domestik lainnya (Getty 1975). Perubahan stuktur dan fungsi kerangka
setiap hewan merupakan hasil adaptasi hewan terhadap lingkungan dan perilaku
hidup hewan tersebut (Romer 1956).
Skelet tungkai kaki berfungsi menjaga
sikap tubuh, menahan beban tubuh, dan bekerja sebagai tuas dalam pergerakan
(Montagua 1963, Dyce et al. 1996).
Badak Sumatera memiliki sistem skelet tungkai kaki yang kuat dengan
konstruksi tegak kaki relatif landai terhadap bidang tumpu dan tapak kaki yang
relatif lebar.
Hal ini diduga merupakan hasil adaptasi tungkai kaki dalam
menahan beban tubuh badak Sumatera yang dapat mencapai 1.000 kg (Van
Strien 1974). Tapak kaki badak Sumatera yang lebar diperlukan untuk menumpu
tubuhnya yang besar dan berat, sehingga dalam pergerakannya hewan ini
memerlukan otot-otot penggantung tubuh yang berkembang baik dan kuat
pertautannya. Otot penggantung tubuh yang utama adalah m. serratus ventralis
dan m. pectorales superficiales. Musculus serratus ventralis bertaut pada facies
serrata dari os scapula. Berbeda dengan hewan domestik, facies serrata pada
badak Sumatera memiliki permukaan yang kasar, bergerigi dan melebar
di sepertiga proksimal os scapula tanpa dibagi oleh adanya fossa subscapularis
(Gambar 7B). Musculus pectorales superficiales yang berinsersio di tuberositas
deltoidea dari os humerus, diduga juga relatif berkembang. Hal ini ditunjang oleh
adanya tuberositas deltoidea yang berukuran besar, menjulur dan mengarah
kaudolaterad, dengan permukaan yang kasar pada bidang lateral (Gambar 8A).
Selain ditunjang oleh otot-otot penggantung tersebut, kaki muka dihubungkan
dengan badan oleh m. trapezius dan m. rhomboideus. Otot ini juga berperan
dalam mencegah penguakan os scapula ke laterad. Musculus trapezius diduga
relatif berkembang karena sepertiga proksimal spina scapulae yang menjadi
tempat insersionya meninggi dengan permukaan yang lebar dan kasar (Gambar
7A).
Begitu juga m. rhomboideus yang berinsersio pada medial cartilago
scapulae diduga berkembang baik.
Os scapula badak Sumatera memiliki bentuk yang lebar menyerupai
kipas dan meluas ke kaudolaterad pada angulus caudalis (Gambar 7A). Dengan
ukuran os scapula yang lebar, diduga pergerakan bahu hewan ini menjadi
48
terbatas tetapi kokoh sehingga hewan ini mampu berjalan dengan kuat dalam
jarak yang relatif jauh. Menurut Borner (1979), badak Sumatera digolongkan
sebagai hewan penjelajah, karena dapat menempuh perjalanan antara 2-10 km
dalam sehari. Bagian distal os scapula pada hewan ini yaitu cavitas glenoidalis,
memiliki permukaan yang relatif dangkal dan luas. Bagian ini bersendi dengan
caput humeri dari os humerus. Permukaan caput humeri berukuran besar, luas,
berbentuk konveks dan mengalami penjuluran ke dorsodistad. Kedua tulang ini
membentuk persendian gelang bahu, berupa persendian peluru (articulatio
sphaeroideus) yang memungkinkan terjadinya gerakan fleksio dan ekstensio
tetapi gerakan abduksi dan adduksi yang sangat terbatas. Gerakan bahu yang
terbatas diduga menyebabkan pergerakan melangkah hewan ini relatif kaku.
Pergerakan melangkah badak Sumatera jarang terjadi secara zig-zag (berbelokbelok) melainkan pergerakan lurus ke depan yaitu menerobos seperti kendaraan
tank (Van Hoeve 2003). Bila akan berbelok maka pergerakan bahu akan diikuti
pergerakan kepala dan leher secara keseluruhan. Selain itu, pergerakan lurus
badak Sumatera ini juga diduga terkait dengan persendian yang relatif sempit
antara os radius dan os ulna, membentuk lekah yang hanya membentang dari
proksimal ke sepertiga os radius-ulna. Persendian ini merupakan persendian
syndesmose, sehingga tidak memungkinan pergerakan supinasio dan pronasio
kaki depan (Soesetiadi 1977a; Dyce et al. 2002). Struktur lekah ini mirip pada
pemamah biak dan babi, sedangkan pada karnivora lekah ini luas sehingga
dapat melakukan pergerakan melangkah secara maksimal dan berbelok-belok
(Getty 1975; Skerritt dan Lelland 1984). Selain itu, pergerakan lurus ke depan
diduga dipengaruhi juga oleh eksistensi ekor badak Sumatera yang pendek
dengan bentuk yang semakin mengecil ke kaudad, sehingga ekor badak
Sumatera relatif kurang berperan penting dalam menjaga keseimbangan.
Os humerus badak Sumatera memiliki beberapa bungkul yang berukuran
besar yaitu tuberculum humeri majus pars cranialis et caudalis, tuberculum
humeri minus, dan tuberositas deltoidea (Gambar 8A).
Tuberculum humeri
majus dan tuberculum humeri minus memiliki ukuran tinggi yang sama yaitu
sedikit melebihi tinggi caput humeri.
Tuberculum humeri majus merupakan
tempat insersio dari m. supraspinatus et infraspinatus yang berperan dalam
gerakan ekstensor dan fiksator persendian bahu dari sisi lateral. Tuberculum
humeri minus merupakan insersio m. subscapularis, diduga fungsi utamanya
sebagai fiksator persendian bahu.
Persendian bahu dari sebelah anterior
49
difiksasi oleh tendo m. biceps brachii. Tendo otot ini diduga berukuran besar
dengan adanya sulcus intertubercularis yang relatif lebar (Gambar 8B1). Tendo
ini di proksimal berinsersio pada tuberculum supraglenoidale dari os scapula.
Oleh karena itu, persendian bahu badak Sumatera yang mempunyai caput
humeri yang lebar dan luas dengan cavitas glenoidalis os scapula yang lebar
dapat difiksasi dengan baik dengan adanya tendo-tendo fiksator persendian
bahu tersebut.
Musculus biceps brachii, selain berfungsi sebagai fiksator
persendian bahu juga sebagai ekstensor persendian bahu. Otot ini bersamasama dengan m. brachiocephalicus yang berinsersio di tuberositas deltoidea
berperan dalam protaktor kaki depan. Tuberositas deltoidea badak Sumatera
berukuran besar dan menjulur ke kaudolaterad sehingga dapat memberikan
kemampuan gerak maju bagi badak Sumatera terutama saat mendaki tanah
yang curam, disamping kemampuan tenaga dorong dari kaki belakang. Aktivitas
ini juga didukung oleh keberadaan telapak kaki depan badak Sumatera yang
relatif lebar, sehingga telapak kaki depan dapat mencengkeram tanah dengan
kuat.
Pada waktu badak Sumatera menuruni tanah yang terjal, kaki depan
diluruskan maksimal ke depan disertai dengan melebarkan telapak kaki. Hal ini
diduga melibatkan kontraksi mm. biceps brachii dan mm. triceps brachii, masingmasing berfungsi mengekstensio persendian bahu dan siku. Menurut Borner
(1979), badak Sumatera hidup di hutan primer, hutan hujan tropis, dataran
rendah, di tanah dengan permukaan yang curam dan tanah berbukit.
Kemampuan badak Sumatera mendaki dan menuruni tanah yang curam dan
tanah berbukit walaupun tubuhnya berat dan besar (Borner 1979), juga ditunjang
oleh struktur tungkai kaki yang pendek. Dengan struktur tubuh seperti ini, titik
berat tubuh badak Sumatera tetap berada di dalam garis proyeksi dari keempat
kakinya (Soesetiadi 1977a).
Sistem tuas kaki depan dan kaki belakang badak Sumatera relatif
panjang dan kokoh, selain itu juga ditunjang oleh sudut persendian yang relatif
kecil terutama persendian bahu, siku dan paha, lutut dan tarsus (Gambar 6).
Kedua faktor di atas diduga menjadi faktor penentu bagi badak Sumatera untuk
dapat berlari relatif cepat dalam jarak terbatas (Nowak 1999). Pada kaki depan,
penjuluran olecranon dari os ulna berukuran relatif besar dan panjang, sehingga
penjuluran ini berfungsi sebagai sistem tuas untuk gerak maju kaki depan
sebagai akibat dari berkontraksinya otot-otot ekstensor persendian siku terutama
mm. triceps brachii yang berinsersio pada bungkul tersebut.
Disamping itu,
50
keadaan yang sama ditemukan juga pada kaki belakang, yaitu persendian paha,
lutut dan tarsus yang membentuk sudut relatif kecil dibandingkan pada sapi
(Getty 1975) serta penjuluran dari tuber calcanei dari os calcaneus yang relatif
panjang dan besar (Gambar 6). Aktivitas kedua persendian ini sangat berperan
sebagai penghasil tenaga dorong utama bagi kaki belakang yang disalurkan
melalui persendian sacroiliaca yang kaku untuk mendorong tubuh ke depan.
Dengan keadaan persendian dan penjuluran tuber calcanei tersebut, diduga
otot-otot
utama
fleksor
persendian
lutut
yaitu
m.
biceps
femoris,
m. semitendinosus, dan m. semimembranosus berkembang baik dan juga
didukung dengan adanya penjuluran tuber ischiadicum ke laterad dan kaudad
sebagai origo dari ketiga otot diatas. Tuber calcanei, selain sebagai insersio
m. semitendinosus juga sebagai insersio m. gastrocnemius caput laterale et
mediale. Musculi gastrocnemii ini merupakan otot utama ekstensor persendian
tarsus.
Gabungan aktivitas dari persendian siku, lutut, dan tarsus disertai
dengan fleksio persendian paha akan memberikan daya dorong yang sangat
besar bagi badak Sumatera untuk dapat melakukan aktivitas berlari.
Dalam kesehariannya, badak Sumatera juga melakukan aktivitas
berkubang dan kawin, terutama pada badak jantan dengan cara menaiki badak
betina (Zahari et al. 2004). Aktivitas berkubang hewan ini, dimulai dengan
menjulurkan kaki depan ke depan dengan cara memindahkan bobot tubuhnya
ke kaki belakang.
Setelah itu, badak memindahkan bobot tubuhnya ke kaki
depan dan menumpukan tubuhnya pada persendian siku.
Selanjutnya
persendian lutut dan tarsus ditekukkan, sehingga tubuh badak bertumpu pada
keempat kakinya.
Sedangkan pada aktivitas kawin, sewaktu badak jantan
menaiki badak betina didukung oleh kaki belakang yang kuat untuk menumpu
seluruh beban tubuh. Pada aktivitas ini, kekuatan kaki belakang badak diduga
dibebankan pada persendian lutut dan tarsus, terutama aktivitas ekstensor
persendian lutut dan tarsus. Untuk itu, otot-otot ekstensor persendian tarsus
diduga berkembang baik yang ditunjukkan adanya os patella dengan permukaan
yang kasar dan lebar pada badak Sumatera sebagai insersio dari m. quadriceps
femoris, demikian juga keadaannya pada mm. gastrocnemii, diduga berkembang
dengan baik.
Selain itu, otot-otot ekstensor persendian tarsus diduga ikut berperan
dalam pergerakan kaki belakang ke kaudad saat badak Sumatera mengais-ngais
kotorannya untuk menggali tanah ketika akan berdefekasi dan menyemprotkan
51
urin ke kaudad berupa percikan-percikan kecil dan semburan (Borner 1979).
Aktivitas urinasi berupa semburan berguna untuk menandakan daerah wilayah
kekuasaannya (territorial) (Siswandi 2005). Pergerakan ini diduga ditunjang juga
oleh tendo m. gluteus superficialis yang berperan dalam ekstensor persendian
panggul, abduktor dan retraktor kaki belakang.
Otot ini berinsersio pada
trochanter tertius dari os femoris. Trochanter tertius badak Sumatera sangat
subur, berbentuk seperti kubus, bagian lateralnya melengkung sedikit ke mediad.
Sedangkan pada hewan domestik, bungkul ini hanya terdapat pada kuda (Getty
1975).
Jadi, struktur skelet tungkai kaki badak Sumatera dengan konstruksi
khusus, disertai penjuluran yang lebih panjang dan bungkul yang lebih besar
dengan permukaan kasar diduga dapat meningkatkan efisiensi badak Sumatera
dalam
menggunakan
tenaganya.
Hal
ini
sangat
membantu
dalam
pergerakannya, akan tetapi pergerakannya relatif terbatas. Sehingga kehidupan
hewan ini hanya terisolasi pada suatu wilayahnya terlebih adanya batasan
geografis.
52
5. KESIMPULAN
Struktur skelet kepala, tubuh dan tungkai kaki badak Sumatera memiliki
bentuk yang kokoh dan kompak.
Pada umumnya, badak Sumatera memiliki
konstruksi skelet tungkai kaki yang mirip pada babi dan kerbau.
Badak
Sumatera memiliki skelet tungkai kaki dengan konstruksi khusus, disertai
penjuluran yang lebih panjang dan bungkul yang lebih besar dengan permukaan
kasar yang membentuk sistem tuas yang baik.
Kondisi ini diduga dapat
meningkatkan efisiensi badak Sumatera dalam menggunakan tenaganya.
53
6. DAFTAR PUSTAKA
[Anonim]. 2008. Ungulata. http://id.wikipedia.org/wiki/ungulata. [16 Februari 2009]
Antara.
2008. Badak Sumatera Berkurang 50%
www.kompas.com/read/xml/. [ 16 Februari 2009]
dalam
5
Tahun.
Bolen EG and WL Robinson. 1995. Wildlife Ecology and Management. New
Jersey: Prentice-Hall.
Borner M. 1979. A Field Study of the Sumatran Rhinoceros (Dicerorhinus
sumatrensis, Fischer 1814), Ecology and Behaviour Conservation
Situation in Sumatera. [disertasi]. Netherland: Universitat Basel.
Colville T. 2002. The Skeletal System. In: Colville, T and JM Bassert. Clinical
Anatomy & Physiology for Veterinary Technicians. Philadelphia: Mosby.
page: 95-118.
De Blasé AF and RE Martin. 1981. A Manual of Mammalogy with Keys of
Families of the World. 2nd Ed. United State of America: Wm. C. Brown.
Durrel G. 1984. Longmann Illustrated Animal Encyclopedia. England. Longmann
Group.
Dyce KM, WO Sack, and CJG Wensing. 1996. Textbook of Veterinary Anatomy.
2nd Ed. Philadelphia: W.B. Saunders.
Dyce KM, WO Sack, and CJG Wensing. 2002. Textbook of Veterinary Anatomy.
3rd Ed. Philadelphia: W.B. Saunders.
Feldhamer GA, LC Drickamer, SH Vessey and JF Merrit. 1999. Mammalogy;
Adaptation, Diversity and Ecology. Boston: McGraw Hill.
Fischer. 1814. In: Van Strien, NJ. 1974. Dicerorhinus sumatrensis (Fischer), the
Sumatran or Two-Horned Asiatic Rhinoceros. The Netherlands:
Wageningen. page: 6-7.
Foead N. 2005. Badak Sumatera Terunik di Dunia Namun Paling Terancam.
www.warsi.or.id/Bulletin/AlamSumatera/ASP_Edisi10/asp10_13.htm.
[18 Agustus 2008].
Getty R. 1975. Sisson and Grossman the Anatomy of the Domestic Animal.
5th Ed. Philadelphia: W. B Saunders.
Hildebrand M and GE Goslow, Jr. 2001. Analysis of Vertebrate Structure. 5th Ed.
United State of Amerika: John Willey and Sons.
Hildebrand M. 1960. How Animals Run. In: Hildebrand, Milton and G.E Goslow,
Jr. 2001. Analysis of Vertebrate Structure. 5th Ed. United State
of Amerika: John Willey and Sons. page: 31-37.
54
Hoogerwerf A. 1970. Ujung Kulon: the Land of the Last Javan Rhinocheros.
Leiden: E. J. Brill.
Huffman
B.
1999.
Order
Perissodactyla
Odd-Toed
http://www.ultimateungulate.com [14 Desember 2008]
[IRF]
Ungulates.
International
Rhino
Foundation.
2002.
Taxonomy.
http://www.rhinosirf.org/education/rhinofacilities/rhinofact/sumateran/taxon
omy.htm. [21 Desember 2008]
Kent GC and L Miller. 1997. Comparative Anatomy of the Vertebrate. 8th Ed.
United State of America: The Mc Graw-Hill.
Kurniawanto A. 2007. Studi Perilaku Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis
Fischer, 1814) di Suaka Rhino Sumatera Taman Nasional Way Kambas,
Lampung. [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor:
Bogor.
Laksana HT, A Ramali, and Pamoentjak. 2003. Kamus Kedokteran. Ed rev.
Jakarta: Djambatan.
Mitteirmeir RA, PR Gil, and CG Mittermeier. 1997. Megadiversity Earth’s
Biologically Wealthiest Nations. Canada : Quebecor.
Montagua W. 1963. Comparative Anatomy. United State of America: John Willey
and Sons.
Nowak RM. 1999. Walker’s Mammals of the World. 6th Ed. Volume II. Baltimore
and London: The Johns Hopkins University.
Parker TJ and WA Haswell. 1949. Textbook of Zoology. 6th Ed. Volume II.
London: Mac Millan and Co.
Penny M. 1987. Rhinos Endangered Species. London: Christoper Helm.
Ricci
P.
1985.
About
this
issue
and
the
http:www.ncseweb.org/book/export/html/2663 [12 Mei 2009]
next.
Romer AS. 1956. The Vertebrate Body. 2nd Ed. Philadelphia: W.B. Saunders.
Scott JP. 1958. Animal Behaviour. United State of America: University
of Chicago.
Simpson. 1945. Order Perissodactyla. In: Nowak, RM. 1999. Walker’s Mammals
of The World. 6th Ed. Volume II. Baltimore and London: The Johns
Hopkins University. page: 1007
Skerritt GC, and J Mc Lelland. 1984. An introduction to the Functional Anatomy
of the Limbs of the Domectic Animals. England: John Wright & Sons.
Smith BJ. 1999. Canine Anatomy. Philadelphia: A Wolters Kluwer.
55
Siswandi R. 2005. Pola Aktivitas Harian Badak Sumatera (Dicerorhinus
sumatrensis) di Suaka Rhino Sumatera, Taman Nasional Way Kambas.
[skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Soesetiadi D. 1977a. Alat Gerak. Bogor: Laboratorium Anatomi, Departemen
Zoologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Soesetiadi D. 1977b. Miologi (Uraian Otot) dan Teknik Bekerja.
Bogor: Laboratorium Anatomi, Departemen Zoologi, Fakultas Kedokteran
Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Soesetiadi D. 1977c. Osteologi. Bogor : Laboratorium Anatomi, Departemen
Zoologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Van Hoeve BV. 2003. Ensiklopedi Indonesia Seri Fauna Mammalia 2. Jakarta:
PT. Ikrar Mandiriabadi.
Van Strien NJ. 1974. Dicerorhinus sumatrensis (Fischer), the Sumatran or TwoHorned Asiatic Rhinoceros. The Netherlands: Wageningen.
Van Strien NJ. 1985. The Sumatran Rhinoceros in the Gunung Leuser National
Park, Sumatera, Indonesia. The Netherlands: Wageningen.
Vaughan TA. 1986. Mammalogy. 3rd Ed. United State of America: Saunders
College.
Way R and DG Lee. 1983. The Anatomy of Horse. New York: Breakthrough.
Walker WF Jr. 1987. Functional Anatomy of the Vertebrates An Evolutionary
Perspective. United State of America: Saunders College University.
[WAVA]. World Association of Veterinary. 2005. Nomina Anatomica Veterinaria.
5th Ed. Hannover: Editorial Committee.
Zahari ZZ, Y Rosnina, H Wahid, KC Yap, MR Jainudeen. 2004. Reproductive
behaviour of captive Sumatran rhinoceros (Dicerorhinus sumatrensis).
Anim Reprod Sci 85: 327–335.
Download