Deteksi Molekuler Cemaran Daging Babi pada Bakso – Sari, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 4 p.1294-1301, September 2015 DETEKSI MOLEKULER CEMARAN DAGING BABI PADA BAKSO SAPI DI PASAR TRADISIONAL KOTA MALANG MENGGUNAKAN PCR (POLYMERASE CHAIN REACTION) Molecular Detection of Pork Contamination in Beef Meatballs in Malang Traditional Market Using PCR Method (Polymerase Chain Reaction Agustin Krisna Wardani1*, Elok Puji Kurnia Sari1 1) Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, FTP Universitas Brawijaya Malang Jl. Veteran, Malang 65154 *Penulis Korespondensi, Email: [email protected] ABSTRAK Kehalalan merupakan isu penting dalam indutri makanan terutama cemaran daging babi pada produk olahan. Metode PCR adalah salah satu teknik analisis molekuler untuk mendeteksi cemaran daging babi pada produk olahan misal bakso. Optimasi Suhu annealing merupakan faktor penting dalam proses PCR. Penelitian ini bertujuan untuk mencari kondisi optimum suhu annealing pada metode PCR dengan menggunakan primer gen leptin dan cytochrome b untuk mendeteksi ada atau tidaknya cemaran daging babi pada bakso sapi di pasar tradisional wilayah Malang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa primer gen Leptin dengan kontrol negatif daging ayam mampu mengamplifikasi DNA sampel bakso pada kondisi optimum PCR suhu annealing 440C dalam 37 siklus dengan konsentrasi gel agarosa 3%. Primer gen Cytochrome b tidak mampu mengamplifikasi DNA sampel bakso menggunakan PCR karena tidak terlihat pita DNA pada hasil elektroforesis. Penggunaan primer gen Leptin tidak direkomendasikan untuk deteksi cemaran daging babi karena pada penelitian ini gen leptin juga mengamplifikasi DNA sapi. Kata kunci: Annealing, Cemaran Babi, Gen Leptin, PCR ABSTRACT Halal authenticity is an important issue in the food industry mainly to the porcine contamination in processed products. PCR is one of the techniques of molecular analysis to detect pork contamination of processed products such as meatballs. Annealing temperature is an important factor in the process of PCR. This study aims to find optimum conditions annealing temperature using leptin and cytochrome b gene primer to detect presence or absence of pork contamination in beef meatballs in Malang Traditional Market. The results showed that the leptin gene with chicken negatif control able to amplify DNA sample in PCR optimum condition annealing temperature of 440C in 37 cycles with agarose concentration 3%. Cytochrome b gene is not able to amplify DNA samples using PCR because no visible DNA bands on the electrophoresis results. Leptin gene primers not recommended for detection of pork contamination because in this study also amplify Cow DNA. Keywords: Annealing, Leptin Gene, Pork Contamination, PCR PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara dengan penduduk beragama Islam terbesar di dunia yakni 89% dari jumlah penduduk yaitu 237,6 juta jiwa [1] telah ditunjuk menjadi Pusat Halal Dunia 1294 Deteksi Molekuler Cemaran Daging Babi pada Bakso – Sari, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 4 p.1294-1301, September 2015 pada tahun 2011. Hal ini mendorong LPPOM MUI untuk menyusun Sistem Sertifikasi Halal dan Sistem Jaminan Halal yang digunakan untuk menjamin hak konsumen muslim di Indonesia, yang mana sistem ini juga telah diadopsi lembaga sertifikasi halal Internasional. Namun hingga saat ini, di Indonesia masih banyak ditemukan kasus pangan tercemar bahan tambahan yang haram seperti bakso babi oplosan di wilayah Jakarta (2012), kandungan bactosoytone dari babi pada produk penyedap masakan [2], daging dendeng tercemar daging babi [3] dan masih banyak kasus lain diberbagai wilayah Indonesia. Beberapa metode analisis yang telah diusulkan untuk analisis daging babi dan atau lemak babi, seperti e-nose GC-MS [4], spektrofotometri FTIR [5], ELISA [6], dan Gold Nanoparticle [7][8], telah digunakan. Beberapa metode tersebut memerlukan waktu dan biaya yang banyak, sehingga perlu adanya suatu teknik analisis yang cepat dan reliable terhadap analisis daging babi di dalam produk bakso. Salah satu metode yang cukup akurat untuk mendeteksi cemaran daging babi pada produk pangan adalah dengan menggunakan metode PCR (Polymerase Chain Reaction). Teknik PCR dipilih sebagai alat identifikasi karena mempunyai akurasi tinggi dalam mendeteksi ada tidaknya campuran daging babi dalam daging segar maupun produk daging olahan. PCR merupakan teknik amplifikasi potongan DNA yang diinginkan secara in vitro pada daerah spesifik yang dibatasi oleh dua buah primer oligonukleotida dengan bantuan enzim polymerase. Salah satu tahap dalam PCR adalah annealing yaitu proses penempelan primer pada DNA template yang menentukan spesifisitas dan banyaknya DNA yang dihasilkan. Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan isolasi dan amplifikasi DNA template pada tahap annealing adalah suhu, jika suhu terlalu tinggi maka akan menyebabkan gagalnya proses amplifikasi sedangkan jika suhu terlalu rendah maka DNA yang terbentuk memiliki spesifisitas rendah. Optimasi suhu annealing pada proses PCR ini penting untuk dilakukan agar amplifikasi DNA dapat berjalan secara optimal. Berdasarkan paparan diatas maka dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mencari kondisi optimum suhu annealing pada metode PCR dengan menggunakan primer gen leptin dan primer gen cytochrome b. Primer LEP dengan panjang 18 bp (primer LEP forward) dan 21 bp (Primer LEP reverse) mengamplifikasi 152 bp fragmen gen leptin babi sementara primer gen cytochrome b mengamplifikasi 130 bp DNA babi. BAHAN DAN METODE Bahan Bahan sampel pada penelitian ini adalah bakso merk serta bakso curah. Bahan untuk analisis meliputi Ethanol Absolut, Sterile Water / aquabides steril, Aquades, Proteinase-K (20mg/ml), DNA Ladder, Master mix Go Tag Green merk Promega yang diperoleh dari CV Gamma Scientific Biolab , Primer Spesifik Gen Leptin yang diperoleh dari CV Gamma Scientific Biolab , bubuk agarose merk MERCK, TBE Buffer 1x pH 8, loading dye, Ethidium Bromide (EtBr), larutan TNES, SDS 10%, fenol, kloroform, isoamil alkohol, Na-asetat, etanol 70%. Alat Alat-alat yng digunakan dalam penelitian ini adalah mikro pipet merk Finpipette,Thinwall, sentrifus dingin , waterbath merk lokal, yellow tip, blue tip, white tip, microtube 1,5 ml, aluminium foil, gunting, plastik, erlenmeyer, timbangan digital, kompor listrik , pinset steril, autoklaf merk All american, tabung reaksi dan rak, mesin PCR merk Gene Amp, satu set alat elektroforesis (Bio-Rad), 1 set alat visualisasi gel merk Digidoc PRO dan BioRad, Spektrofotometer Nano Drop merk ND-1000, tisu, sarung tangan, masker, spidol dan gelas ukur merk Pyrex. 1295 Deteksi Molekuler Cemaran Daging Babi pada Bakso – Sari, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 4 p.1294-1301, September 2015 Tahapan Penelitian Metodologi penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif yang dilakukan dengan dua tahap yaitu : Tahap 1. Survei dan Pengambilan Sampel Tahap 2. Identifikasi Gen Babi Pada Produk Wilayah pengambilan sampel penelitian dilakukan di Kota Malang dengan menggunakan metode populasi terjangkau (accessible population, source population). Survei dilakukan dibeberapa Pasar Tradisional dan swalayan di Kota Malang yaitu Pasar Merjosari, Pasar Besar, Pasar Tawangmangu, Hypermart Malang Town Square, Carrefour Malang Store dan salah satu Rumah Makan di Kota Malang. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 8 sampel bakso curah, 5 sampel bakso merk dan 3 sampel daging segar. Daging segar yang digunakan adalah daging segar babi, ayam dan sapi, sehingga total jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 16 sampel. Deteksi cemaran daging babi pada bakso curah dan bakso merk yang beredar di wilayah Kota Malang dilakukan melalui 3 tahapan yaitu : a) Isolasi DNA Sampel b) Optimasi PCR c) Visualisasi DNA Dari Sampel Bakso HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Survei Pengambilan Sampel Survei dilakukan dibeberapa Pasar Tradisional dan swalayan di Kota Malang yaitu Pasar Merjosari, Pasar Besar, Pasar Tawangmangu, Hypermart Malang Town Square, Carrefour Malang Store dan salah satu Rumah Makan di Kota Malang. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 8 sampel bakso curah, 5 sampel bakso merk dan 3 sampel daging segar. Daging segar yang digunakan adalah daging segar babi, ayam dan sapi, sehingga total jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 16 sampel. 2. Deteksi Cemaran Daging Babi Pada Bakso Curah Dan Bakso Merk a. Isolasi DNA Sampel dan Pengukuran Konsentrasi – Kuantitas DNA Isolat DNA pada penelitian ini didapatkan dari 3 sampel daging segar (ayam,sapi dan babi), 5 sampel bakso bermerk dan 8 sampel bakso curah yang didapat dari Pasar Tradisional dan Swalayan di wilayah Kota Malang. Pada dasarnya prinsip dari isolasi DNA terdiri dari melisiskan sel dan memurnikan asam nukleat (DNA). Lisis merupakan perusakan dinding dan melepaskan DNA, hal ini bisa dilakukan dengan cara fisik maupun kimia. Pemurniaan DNA merupakan proses untuk memisahkan DNA dari lisat sel (protein, karbohidrat, lipid) dan kontaminan lain [9]. Metode Isolasi DNA yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode isolasi DNA yang dimodifikasi dari Ilhak (2007). Keberadaan DNA pada penelitian ini dapat diketahui dengan 2 cara yaitu secara kuantitatif dan kualitatif. Hasil isolasi DNA secara kuantitatif dapat diukur kemurnian dan konsentrasinya menggunakan alat nanodrop spectrophotometer. Hasil pengukuran kuantitatif Isolasi DNA dapat dilihat pada Tabel 1. Hasil pengukuran nilai kemurnian isolasi DNA daging segar dan bakso dengan menggunakan alat nanodrop spectrophotometer pada Tabel 4.1 berkisar antara 1.52-2.02. Menurut Thermo Fisher Scientific (2008), kemurnian DNA (A260/A280) tergolong baik jika memiliki nilai berkisar antara 1.8-2.0. DNA yang memiliki nilai kemurnian dibawah 1.8 menunjukkan adanya kontaminasi protein, sedangkan yang memiliki nilai kemurnian diatas 2.0 menunjukkan adanya kontaminasi RNA. Sampel bakso yang tergolong memiliki kemurnian DNA baik yaitu sampel dengan kode A5, B2, B4, B6, B7, B8 dan daging babi. 1296 Deteksi Molekuler Cemaran Daging Babi pada Bakso – Sari, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 4 p.1294-1301, September 2015 Tabel 1. Konsentrasi dan Kemurnian DNA Hasil Isolasi Sampel No Sampel Kemurnian Konsentrasi (ng/uL) 1 A1 1.52 121.52 2 A2 1.57 30.26 3 A3 2.01 475.67 4 A4 2.02 310.59 5 A5 1.98 75.81 6 B1 2.02 260.48 7 B2 1.88 64.91 8 B3 1.78 41.49 9 B4 1.99 135.02 10 B5 1.58 67.81 11 B6 1.80 69.43 12 B7 1.94 104.11 13 B8 1.82 46.17 14 Daging Babi (K+) 1.89 26.15 15 Daging Ayam (K-) 1.60 198.87 16 Daging Sapi (K-) 1.78 105.32 Sampel yang memiliki kemurnian dibawah 1.8 menunjukkan adanya kontaminasi oleh protein pada isolat DNA sampel. Kontaminasi pada DNA sampel diduga kurang maksimalnya pada saat presipitasi DNA sampel dengan menggunakan phenol-chloroform-isoamyl alkohol (PCI). Phenol berfungsi untuk membersihkan sisa-sisa protein yang masih terdapat pada isolat DNA sementara pemberian senyawa kimia kloroform dapat menyebabkan lisisnya membran sel serta terdenaturasinya protein-protein seperti endonuklease. Isoamil alkohol digunakan untuk mengurangi pembusaan ketika ekstraksi berlangsung [10]. Sampel yang kemurniannya diatas 2.0 menunjukkan adanya kontaminasi RNA. Hal ini disebabkan karena tidak adanya penambahan enzim RNAse yang berfungsi untuk mendegradasi RNA. Konsentrasi DNA hasil ekstraksi bervariasi antara 30.26 ng/uL sampai 475.67 ng/uL. Hal ini disebabkan sampel yang diekstraksi berasal dari sumber yang berbeda yaitu daging segar dan produk olahan (bakso). Adanya bahan campuran dalam suatu produk mempengaruhi konsentrasi DNA yang diperoleh. Bahan dan bumbu-bumbu yang ditambahkan dalam produk olahan menyebabkan DNA yang diekstraksi masih tercampur dengan senyawa kontaminan seperti oligopeptide, polisakarida, protein dan bahan-bahan organik lainnya [11]. b. Optimasi PCR Daging Segar Dengan Primer Gen Leptin dan Cyt-b Primer yang digunakan pada penelitian ini adalah primer gen leptin dan primer Cytochrom b. Penggunaan 2 jenis primer pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui spesifitas dari masing-masing primer dalam mendeteksi adanya cemaran daging babi pada sampel. Primer gen Leptin sering digunakan untuk deteksi spesies hewan tertentu dengan panjang 18 bp (Primer LEP forward) dan 21 bp (Primer LEP reverse) karena memiliki ukuran fragmen 152 bp [12]. Meyer [13] dan Alaraidh [14] menggunakan primer LEP untuk analis DNA babi dengan PCR konvensional. Hasil penelitian Matsunaga et al., [15] menunjukkan bahwa sejumlah daging (mentah ataupun telah dipanaskan pada suhu 100oC dan 120oC selama 30 menit) dapat diidentifikasi secara spesifik dengan menggunakan sebuah campuran primer yang dikembangkan dari gen Cytochrom b mitokondria. Sampel DNA yang digunakan pada proses optimasi PCR penelitian kali ini adalah sampel DNA daging segar ayam, sapi dan babi. Kespesifikan penempelan primer dipengaruhi oleh ketepatan penggunaan suhu annealing [16]. Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan isolasi dan amplifikasi DNA template pada tahap annealing adalah suhu, jika suhu terlalu tinggi maka akan menyebabkan 1297 Deteksi Molekuler Cemaran Daging Babi pada Bakso – Sari, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 4 p.1294-1301, September 2015 gagalnya proses amplifikasi sedangkan jika suhu terlalu rendah maka DNA yang terbentuk memiliki spesifisitas rendah. Optimasi suhu annealing merupakan salah satu kriteria parameter yang penting untuk keberhasilan PCR. Optimasi suhu annealing bertujuan untuk menghindari misspriming yang terjadi bila suhu anneaaling terlalu tinggi, dan meningkatkan spesifitas produk PCR. Suhu annealing dapat ditentukan dengan menghitung TM dimana biasanya suhu annealing dibawah 50C di bawah Tm primer yang sebenarnya [17]. Penentuan suhu annealing optimasi PCR pada penelitian ini adalah menggunakan Tm (temperature of melting ) primer gen Leptin dan Gen Cytochrom b yang sudah tertera pada sheet primer Gamma Scientivic Biolab. Tm primer untuk primer forward 490C dan primer reverse 530C. Apabila Tm terendah 490C, maka suhu Tm yang digunakan untuk suhu annealing yaitu 440C. Suhu annealing 440C tersebut dinaikkan menjadi 20C hingga mencapai suhu Tm tertinggi 530C. Berdasarkan hal tersebut, maka didapatkan rentang suhu optimasi annealing 440C, 460C, 480C, 500C, 520C. Gambar 1. Hasil Optimasi Suhu Gambar 2. Hasil Optimasi Suhu Annealing Primer Gen Leptin Babi Annealing Primer Gen Cytochrome b Keterangan: 1 = Suhu optimasi 44oC 4 = Suhu optimasi 50oC o 2 = Suhu optimasi 46 C 5 = Suhu optimasi 52oC o 3 = Suhu optimasi 48 C Gambar 1 menunjukkan bahwa, hasil visualisasi optimasi suhu annealing terlihat pita DNA yang jelas pada suhu annealing 440C. Pada Gambar 2 menunjukkan bahwa tidak terlihat pita DNA hasil elektroforesisnya, sehingga Primer yang digunakan untuk penelitian ini adalah primer Gen Leptin dengan suhu 440C. Running elektroforesis dilakukan pada konsentrasi gel agarosa 3%, yang dijalankan pada tegangan 70 volt selama 50 menit. Hasil Visualisasi amplifikasi DNA PCR Bakso Curah pada Gambar 3 menunjukkan bahwa kontrol positif tidak teramplifikasi dengan baik oleh primer gen leptin. Hal ini dikarenakan sampel kontrol positif yang digunakan adalah bakso babi yang memiliki konsentrasi rendah yaitu 26,15 ng/µl. Konsentrasi DNA berpengaruh pada hasil visualisasi amplifikasi DNA. Semakin rendah konsentrasi DNA yang digunakan, maka intensitas pita DNA juga akan semakin rendah bahkan tidak terlihat. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kesmen et al., [18] yang menyatakan bahwa intensitas DNA dari produk PCR pada gel agarosa berbanding lurus dengan konsentrasi DNA. Lajur sampel dari B1 sampai B8 menunjukkan adanya pita DNA yang terbentuk dengan intensitas DNA yang berbeda. Lajur sampel A1 sampai A5 juga menunjukkan adanya pita DNA yang terbentuk dengan intensitas yang berbeda pada ukuran 152 bp. Lajur kontrol negatif (K-) pada Gambar 3 dan Gambar 4, terbentuk pita 1298 Deteksi Molekuler Cemaran Daging Babi pada Bakso – Sari, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 4 p.1294-1301, September 2015 DNA pada hasil visualisasi amplifikasi DNA. Oleh karena itu, hasil amplifikasi DNA pada Gambar 3 dan Gambar 4 ini tidak dapat digunakan sebagai dasar untuk menentukan bakso curah dan bakso merk yang beredar di Kota Malang positif tercemar daging babi. Gambar 3. Hasil Amplifikasi DNA Bakso Curah Dengan Kontrol Negatif Daging Sapi Gambar 4. Hasil Amplifikasi DNA PCR Bakso Merk Dengan Kontrol Negatif Daging Sapi Hasil amplifikasi DNA bakso curah Gambar 5 menunjukkan adanya amplifikasi pita DNA ukuran 152 bp. Hal ini menunjukkan bahwa gen leptin mampu mengamplifikasi DNA sampel bakso curah dengan baik. Lajur sampel dengan kode B1 sampai B8 terlihat adanya pita DNA ukuran 152 bp dengan intensitas warna pita DNA yang berbeda. Intensitas warna pita DNA yang paling terang berada pada lajur B3 dan B8. Gambar 6 juga menunjukkan terbentuknya pita DNA amplifikasi ukuran 152 bp. Lajur sampel A1, A2 dan A5 memiliki pita DNA sejajar dengan pita DNA kontrol positif yang terbentuk. Sementara untuk lajur A3 terbentuk smear pada hasil visualisasinya. Lajur A4 dan lajur kontrol negatif pada Gambar 5 dan Gambar 6 tidak menunjukkan adanya pita DNA yang terbentuk. Kontrol negatif yang digunakan yaitu sterile water tanpa DNA sampel. Kontrol negatif tanpa DNA ini dilakukan untuk mengetahui spesifikasi primer dan mengetahui ada tidaknya kontaminasi pada primer yang digunakan. Munculnya pita DNA dibawah dan diatas ukuran amplifikasi, yaitu sekitar 80 bp dan 180 bp pada Gambar 5 dan Gambar 6 diduga disebabkan oleh rendahnya spesifitas primer yang digunakan. Hal ini menyebabkan terjadinya misspriming (penempelan primer ditempat lain yang tidak diinginkan) dan menghasilkan pita DNA dengan ukuran yang bervariasi [19]. Berdasarkan analisis hasil amplifikasi DNA yang dilakukan, Gambar 5 semua sampel diindikasikan adanya cemaran daging babi pada bakso curah yang beredar di Pasar Tradisional wilayah Kota Malang. Gambar 6 pada lajur A1, A2 dan A5 juga diindikasikan masih adanya cemaran daging babi pada bakso merk yang beredar di swalayan wilayah Kota Malang. Kontrol negatif pada Gambar 7 dan Gambar 8 tidak menunjukkan adanya pita DNA yang terbentuk. Hal ini menunjukkan bahwa primer gen leptin tidak mengkode gen yang ada pada daging ayam. Amplifikasi DNA pada Gambar 7 menggunakan PCR mix yang sama dengan penelitian sebelumnya, yang membedakan hanya pada penggunaan template DNA sampel. Gambar 7 menunjukkan semua sampel teramplifikasi dengan baik oleh primer gen leptin pada ukuran 152 bp namun intensitas pita DNA lebih rendah dibandingkan dengan penelitian sebelumnya. Sementara untuk Gambar 8 menunjukkan bahwa pita DNA yang terbentuk intensitasnya sangat rendah bahkan tidak terlihat. Hal ini diduga terjadi karena beberapa faktor 1299 Deteksi Molekuler Cemaran Daging Babi pada Bakso – Sari, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 4 p.1294-1301, September 2015 yang diantaranya adalah konsentrasi template DNA yang terlalu tinggi yaitu 15 µl. DNA tidak keluar sama sekali karena sampel terkontaminasi protein atau polisakarida dan komponen fenolik [20]. Gambar 5. Hasil Amplifikasi DNA PCR Bakso Curah Dengan Kontrol Negatif Sterile Water Gambar 7. Hasil Amplifikasi DNA PCR Bakso Curah Dengan Kontrol Negatif Daging Ayam Gambar 6. Hasil Amplifikasi DNA PCR Bakso Merk Dengan Kontrol Negatif Sterile Water Gambar 8. Hasil Amplifikasi DNA PCR Bakso Merk Dengan Kontrol Negatif Daging Ayam SIMPULAN Amplifikasi DNA menggunakan primer gen Leptin dapat dilakukan dengan metode PCR sebanyak 37 siklus dengan kondisi optimasi suhu annealing 440C selama 1 menit. Amplifikasi DNA menggunakan primer gen Cytochrome b tidak dapat dilakukan karena tidak terlihatnya pita DNA hasil elektroforesis. Primer Gen Leptin tidak direkomendasikan untuk digunakan sebagai deteksi cemaran daging babi. Hal ini dikarenakan pada penelitian yang telah dilakukan, gen leptin juga mengamplifikasi DNA sapi. 1300 Deteksi Molekuler Cemaran Daging Babi pada Bakso – Sari, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 4 p.1294-1301, September 2015 DAFTAR PUSTAKA 1) Badan Pusat Statistik (BPS).2010.Hasil Sensus Penduduk 2010.Jakarta. 2) Jusuf E. 2009. Produk Berlabel Halal. Online at http://www.ahmadheryawan.com [diakses tanggal 13 April 2014]. 3) Muzdalifah. 2009. Harga Abon Campur Babi Lebih Murah. On line at http://riaubisnis. com [diakses tanggal 20 April 2014]. 4) Nurjuliana M, Che Man YB, Mat Hashim and Mohamad AKS. 2011. Rapid identification of pork for halal authentication using the electronic nose and gas chromatography mass spectrometer with headspace analyser. Meat Science. 88: 638-644. 5) Rohman A.,Sismindari, Erwanto, Y.and Che Man, Y.B., 2011, Analysis of pork adulteration in beef meatball using Fourier transform infrared (FTIR)Spectroscopy. Meat Sci. 88, 91-95. 6) Asensio, L., González, I., García, T., & Martín, R. 2008. Determination of food authenticity by enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA). Food Control, 19(1), 1–8 7) Ali, M. E. Hashim, U. Mustafa, S. Che Man, Y. B. and Islam, Kh. N. 2012. Gold Nanoparticle Sensor for the Visual Detection of Pork Adulteration in Meatball formulation. Journal of Nanomaterials Volume 2012, Article ID 103607 (7) 8) Ali, M. E. Hashim, U. Mustafa, S. Che man, Y.B. 2011. Swine-specific CRRFLP assay targeting mitochondrial cytochrome b gene for semiquantitative detection of pork in commercial meat products, Food Analytical Methods.doi: 10.1007/s12161- 12011-1929012165 9) Peccia, J. dan Hernadez, M. (2006). Incorporating Polymerase Chain Reaction-Based identification Population Characterization, and Quantification of Microorganisms into Aerosol: A Review. Atmospheric Environment. 40: 3941-`3961. 10) Sambrook, J.S.&D.W.Russel.2001. Molecular Cloning, A labolatory Manual. Volume 1-3.3rd ed. Cold Spring Harbour Laboratory Press,New York:xxvii+18.136+A.14.1+R.22+I.44 hlm. 11) Nuraini, H. 2004. Pengembangan Sekuen Porcine Repetitive Element-1 (PRE-1) Sebagai Penanda Molekuler untuk Mendeteksi Material Babi pada Produk Daging Olahan. Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. 12) Farouk., A., Batcha, M. F., Griner, R., Salleh H. M., Salleh, M. R. and Sirajudin, A. R. 2006. The use of a molecular technique for the detection of porcine ingredients in the Malaysian food market. Saudi Med J. 27: 447-450. 13) Meyer, R., Hofelein, C., Luthy, J.and Candrian, U. 1995. Polymerase chain reactiorestriction fragment length polymorphism analysis: A simple method for specific identification in food. J Assoc Off. Anal. Chem. 78: 1542-1551. 14) Alaraidh, Ibrahim Abdullah. 2008. Improved DNA Extraction Method for Porcine Contaminants, Detection in Imported Meat to The Saudi Market. Saudi Journal of Biological Sciences 15 (2): 225-229 15) Matsunaga, T., K. Chikuni, R. Tanabe, S. Muroya, K. Shibata, J. Yamada, & Y.Shinmura. 1999. A quick and simple method for the identification of meat species and meat products by PCR assay. Meat Science 51: 143-148. (15) 16) Henegariu,O.,N.A.Heerema,S.R.Dlouhy,G.H.Vance,&P.H.Vogt.1997. MultiplexPCR:Critical parameters and step-by-step protocol.Bio Techniques 23:504-511 17) Muladno, 2010. Teknologi Rekayasa Genetik Edisi Kedua. Bogor : IPB Press 18) Kesmen, Z., H. Yetim, & F. Şahin. 2010. Identification of different meat species used in sucuk production by PCR assay. GIDA. 35 (2): 81-87. (18) 19) Rahmawati. 2011. Identifikasi Gen Transgenik Pada Kedelai Impor Dan Tempe Di Kota Malang.Universitas Brawijaya 20) Pierroton.2008.Gel Agarose Trouble Shooting. http://www.pierroton.inra.fr/genetics/labo/protocol.html. Diaksess tanggal 19 maret 2014 1301