BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Karakteristik

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Karakteristik Pembelajaran IPA
Pendidikan IPA memiliki peran yang sangat penting dalam pembentukan
kepribadian dan perkembangan intelektual siswa.Perkembangan psikologis anak usia
SD merupakan masa dimana mereka mempunyai rasa keingintahuan yang
besar.Menurut
aliran
behavioristik,
Darsono
dalam
Hamdani
(2010:24),
mengemukakan bahwa pembelajaran adalah usaha guru membentuk tingkah laku
yang diinginkan dengan menyediakan lingkungan atau stimulasi.Aliran kognitif
mendefisinikan pembelajaran sebagai cara guru memberikan kesempatan kepada
siswa untuk berfikir agar mengenal dan memahami sesuatu yang sedang
dipelajari.Adapun humanistik mendeskripsikan pembelajaran sebagai kebebasan
kepada siswa untuk memilih bahan pelajaran dan cara mempelajarinya sesuai dengan
minat dan kemampuanya .
Menurut H.W Fowler dalam Trianto ( 2010: 136), IPA adalah pengetahuan yang
sistematis dan dirumuskan, yang berhubungan dengan gejala-gejala kebendaan dan
didasarkan terutama atas pengamatan dan dedukasi. Sedangkan Wahyana dalam
Trianto ( 2010: 136) mengatakan bahwa IPA adalah suatu kumpulan pengetahuan
tersusun secara sistematik, dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada
gejala-gejala alam. Perkembangannya tidak hanya ditandai oleh adanya kumpulan
fakta, tetapi oleh adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah.
Berdasarkan uraian tentang pembelajaran IPA, maka Trianto (2010 :143)
mengemukakan tentang hakikat dan tujuan pembelajaran IPA diharapkan dapat
memberikan antara lain sebagai berikut:
a. Kesadaran akan keindahan dan keteraturan alam untuk meningkatkan keyakinan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa
b. Pengetahuan, yaitu pengetahuan tentang dasar dari prinsip dan konsep, fakta yang
ada di alam, hubungan saling ketergantungan, dan hubungan atara sains dan
7
8
teknologi
c. Ketrampilan dan kemampuan untuk menangani peralatan, memecahkan
masalah dan melakukan observasi
d. Sikap ilmiah, antara lain skeptis, kritis, sensitive, obyektif, jujur terbuka,
benar, dan dapat bekerja sama
e. Kebiasaan mengembangkan kemampuan berfikir analisis induktif dan
deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip sains untuk menjelaskan
berbagai peristiwa alam
f. Apresiatif terhadap sains dengan menukmati dan menyadari keindahan
keteraturan perilaku alam serta penerapannya dalam teknologi
Dengan demikian, proses mengajar IPA lebih ditekankan pada pendekatan
ketrampilan proses, sehingga siswa dapat menemukan fakta-fakta, membangun
konsep-konsep, teori-teori dan sikap ilmiah
siswa itu sendiri yang dapat
berpengaruh positif terhadap kualitas proses pendidikan maupun produk
pendidikan.
Pembelajaran IPA dilakukan untuk menumbuhkan kemampuan berpikir,
bekerja, dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting
kecakapan hidup.Oleh karena itu pembelajaran IPA di SD/MI menekankan pada
pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan
pengembangan ketrampilan proses dan sikap ilmiah.
2.1.2 Hakikat Belajar
Belajar meru`pakan proses manusia untuk mencapai berbagai macam
kompetensi, ketrampilan, dan sikap. Usaha untuk mencapai kepandaian atau ilmu
merupakan usaha manusia untuk memenuhi kebutuhannya, mendapatkan ilmu
atau kepandaian yang belum dipunyai sebelumnya.Sehingga dengan belajar
manusia menjadi tahu, memahami, mengerti, dapat melaksanakan dan memiliki
tentang sesuatu. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah kegiatan
belajar mengajar merupakan kegiatan paling pokok. Hal ini berarti bahwa
keberhasilan atau tidaknya pencapaian tujuan pendidikan bergantung pada proses
9
belajar yang dilakukan siswa sebagai anak didik.
Slameto ( 2003: 13) menyatakan “ belajar merupakan suatu proses usaha
yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang
baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamanya sendiri dalam interaksi
dengan lingkungannya.”Untuk mendapatkan sesuatu seseorang harus melakukan
usaha agar apa yang di inginkan dapat tercapai. Uasaha tersebut dapat berupa
kerja mandiri maupun klompok dalam suatu intraksi.
Belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk
memperoleh suatu perubahan yang baru sebagai hasil pengalamannya sendiri
dalam intraksi dengan lingkungannya. Belajar berhubungan dengan perubahan
tingkah laku seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang disebabkan oleh
pengalamanya yang berulang-ulang dalam suatu situasi.
Selain itu belajar merupakan cara atau praktik untuk memecahkan masalah
dalam kehidupan sehari-hari berkenan dengan proses pemahaman materi ajar
yang melibatkan keseluruhan indra sebagai alat penangkap dan penerima
sekaligus pemproses hingga menimbulkan kesan mendalam yang berakibat pada
perubahan tingkat kognitif, efektif, dan psikomotorik. Perubahan yang terjadi
sebagai pengaruh langsung pada intraksi belajar antara siswa, guru, dan bahan
ajar. Siswa sebagai peserta belajar, sedangkan guru dan bahan ajar merupakan
komponen sumber belajar dan didalam proses belajar terdapat berbagai kondisi
yang dapat menentukan keberhasilan belajar.
Beberapa pendapat tentang devinisi belajar adalah sebagai berikut:
a. Menurut Gage dan Berliner dalam Hamdani ( 2010:21), belajar adalah suatu
proses perubahanperilaku yang muncul karena pengalaman.
b. Menurut Hilgard dan Bower dalam bukunya Theories Of Learning yang
dikutip oleh
Ngalim Purwanto ( 1990: 84), belajar berhubungan dengan
perubahan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang
disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam suatu situasi.
Berdasarkan pendapat para ahli tentang belajar, dapat disampaikan bahwa
belajar merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan, dengan
10
serangkaian
keegiatan.
Misalnya,
dengan
membaca,
mengamati,
mendengarkan, meniru, dan sebagainya.Selain itu, belajar akan lebih baik jika
subjek belajar mengalami ataumelakukannya secara langsung.
Ada beberapa cirri-ciri belajar seperti dikutip oleh Darsono dalam Hamdani(
2010: 22) adalah sebagai berikut:
a. Belajar merupakan pengalaman sendiri, tidak dapatndiwakilkan kepada
orang lain. Jadi, belajar bersifat individual
b.Belajar merupakan proses intraksi antara individual dan lingkungan. Hal ini
berarti individu harus aktif apabila dihadapkan pada lingkungan tertentu.
Keaktifan ini dapat terwujud karena individu memiliki berbagai potensi
untuk belajar.
c. Belajar mengakibatkan terjadinya perubahan pada diri orang yang belajar.
Perubahan tersebut bersufat integral, artinya perubahan dalam aspek
kognitif,afektif, dan psikomotor yang terpisahkan satu dengan yang lainnya.
Belajar yang efektif dapat membantu siswa untuk meningkatkan
kemampuan yang diharapkan sesuai dengan tujuan instruksional yang ingin
dicapai.Untuk men, guru harus memperhatikan ingkatkan hasil bealar, guru
harus memperhatikan kondisi internal dan eksternal siswa.Kondisi internal
adalah kondisi atau situasi yang ada dalam diri siswa, seperti kesehatan,
ketrampilan, kemampuan, dan sebagainnya.Kondisi eksternal adalah kondisi
yang ada di luar diri pribadi siswa, misalnya ruang belajar yang bersih,
sarana dan prasarana belajar yang memadai, dan sebagainya.
2.1. 3 Hasil Belajar
Menurut Gagne dalam Purwanto (2008: 42), hasil belajar adalah
terbentuknya konsep, yaitu kategori yang kita berikan pada stimulus yang ada di
lingkungan, yang menyediakan skema yang terorganisasi untuk mengasimilasi
stimulus-stimulus baru dan menentukan hubungan di dalam dan di antara kategorikategori.Selain itu hasil belajar seringkali digunakan sebagai ukuran untuk
mengetahui seberapa jauh seseorangmenguasai bahan yang di ajarkan .
11
Menurut Bloom dalam Sudjana ( 2010: 22), hasil belajar mencakup 3 ranah
yaitu ranah kognitif, afektif,psikomotorik.Ranah kognitif berkenaan dengan hasil
belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yaitu pengetahuan atau ingatan,
pemahaman, aplikasi, sisntesis, dan evaluasi.Ranah afektif berkenaan dengan sikap
yang terdiri dari lima aspek, yaitu penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian,
organisasi, dan internalisasi.Ranah psikomotorik berkenaan dengan hasil belajar
ketrampilan dan kemampuan bertindak yang terdiri dari enam aspek, yaitu gerakan
reflek, ketrampilan gerakan dasar, kemampuan perceptual, keharmonisan atau
ketepatan,
gerakan
ketrampilan
kompleks,
dan
gerakan
ekspresif
dan
interpretatife.Dari ketiga ranah tersebut, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai
karena berkaitan dengan mengemukakan bahwa hasil pembelajaran meliputi
kecakapan, informasi, pengertian, dan sikap.
Berdasarkan pendapat para ahli tentang hasil belajar dapat disimpulkan bahwa
hasil belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya salah satu
aspek potensi kemanusiaan saja.Hasil belajar bergantung bukan hanya lingkungan
atau kondisi belajar, tetapi juga pada pengetahuan awal siswa. Belajar melibtakan
pembentukan makna dari apa yang mereka lakukan, lihan dan dengar. Pembentukan
makna merupakan suatu proses aktif yang terus berlanjut. Jadi siswa memiliki
tanggung jawab atas belajar mereka sendiri.
2.1.4 Proses Pembelajaran
Pembelajaran merupakan proses yang di dalamnya terdapat kegiatan interaksi
antara guru siswa dan komunikasi timbal balik yang berlangsung dalam situasi
eduktif untuk mencapai tujuan belajar ( Rustaman,2001: 461)
Dalam proses pembelajaran, guru dan siswa merupakan dua komponen yang
tidak bias dipisahkan.Antara dua komponen tersebut harus terjalin interaksi yang
saling menunjang agar hasil belajar siswa dapat tercapai secara optimal.Menurut
pendapat Bafadal ( 2005: 11), pembelajaran dapat diartikan sebagai “ segala usaha
atau proses belajar mengajar dalam rangka terciptanya proses belajar mengajar yang
efektif dan efisien “.Sejalan dengan itu, Jogiyanto ( 2007 : 12) juga berpendapat
12
bahwa pembelajaran dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang mana suatu
kegiatan berasal atau berubah lewat reaksi suatu situasi.Yang dihadapi dan
karakteristik-karakteristik dari perubahan aktivitas tersebut, tidak dapat dijelaskan
berdasarkan kecenderungan-kecenderungan reaksi asli, kematangan atau perubahanperubahan sementara.
Pengertian proses pembelajaran antara lain menurut Rooijakkers (1991:114)”
proses pembelajaran merupakan suatu kegiatan belajar mengajar menyangkut
kegiatan peserta didik, pola dan proses interaksi tenaga pendidikan dan peserta didik
dan sumber belajar dalam suatu lingkungan belajar dan kerangka keterlaksanaan
program pendidikan”
Pendapat yang hamper sama dikemukakan oleh Winkel (1991:200)” Proses
pembelajaran adalah suatu aktivitas psikis atau mental yang berlangsung dalam
interaksi aktif dalam lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan,
pengetahuan, pemahaman, ketrampilan dan nilai sikap”.
Dari beberapa pendapat
tersebut
dapat
disimpulkan bahwa proses
pembelajaran adalah segala upaya bersama antara guru dan siswa untuk berbagi dan
mengelola informasi, dengan harapan pengetahuan yang diberikan bermanfaat
dalam diri siswa dan menjadi landasan belajar yang berkelanjutan serta diharapkan
adanya perubahan-perubahan yang lebih baik untuk mencapai sesuatu.Sebuah
proses pembelajaran yang baik akan membentuk kemampuan intelektual,berfikir
kritis dan munculnya kreatifitas serta perubahan perilaku atau pribadi seseorang
berdasarkan praktik atau pengalaman tertentu.
2.1.5 Model Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar
Model pembelajaran merupakan petunjuk bagi strategi mengajar yang digunakan,
yang didesain untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dengan menggunakan model
dapat didefinisikan dengan jelas mengenai tahap-tahap perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi dalam pembelajaran.Dengan demikian dapat dikatakan bahwa model
pembelajaran mempunyai fungsi penting dalam proses pembelajaran sebagai pola
atau acuan yang digunakan untuk menyusun materi pembelajaran. Model
13
pembelajaran dapat membantu guru menentukan apa yang akan di ajarkan dan
bagaimana cara mengajarkannya. Guru adalah jabatan dan pekerja profesional,
kehadiran seorang sebagai guru dikelas selalu dinantikan siswa.( Sugiyanto, 2008)
selain tugas professional tersebut guru juga berperan sebagai sumber belajar,
fasilitator, pengelola, demostraktor, pembimbing, motivator dan evaluator. Jika peran
ini dijalankan dengan baik dan benar maka usaha memberikan pembelajaran yang
optimal kearah pembelajaran yang berkualitas yaitu pembelajaran yang menarik,
menentang, dan menyenangkan.
2.1.6 Model Pembelajaran Kooperatif tipe Make A Match
2.1.6.1 Konsep Dasar Pembelajaran Kooperatif
Menurut Suprijono (2009: 54), pembelajaran kooperatif adalah konsep yang
lebih luas meliputi sama jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih
dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. Secara umum pembelajaran kooperatif
di anggap lebih diarahlan oleh guru, dimana guru menetapkan tugas dan pertanyaanpertannaanserta menyediakan bahan-bahan dan informasi yang dirancang untuk
membantu peserta dalam menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi.
Selain itu pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar
dan sengaja mengembangkan intraksi yang silih asuh untuk menghindari
ketersinggungan dan kesalahpahaman yang dapat menimbulkan permusuhan,
sebagai latihan hidup di masyarakat.Pembelajaran kooperatif ini merupakan salah
satu bentuk bentuk pembelajaran yang berdasarkan paham kontruktivis.Dalam
pembelajaran kooperatif diterapkan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai
anggota
kelompok
kecil
yang
tingkat
kemampuannya
berbeda.
Dalam
menyelesaikan tugas kelompoknya, anggota kelompok harus saling bekerja sama
dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran dalam pembelajaran ini,
belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman daam kelompok belum
menguasai bahan pelajaran.
14
2.1.6.2 Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif adalah suatu sistem yang didalamnya terdapat
elemen-elemen yang saling terkait. Elemen-elemen pembelajaran kooperatif
menurut Lie dalam Mulyono (2011: 31) adalah sebagai berikut :
a.
Saling ketergantungan positif
Pembelajaran kooperatif, guru menciptakan susana yang mendorong agar siswa
meras saling membutuhkan. Hubungan yang saling membutuhkan inilah yang
dimaksud dengan saling memberikan motivasi untuk meraih hasil belajar yang
optimal. Saling ketergantungan tersebut dapat dicapai melalui: (1) saling
ketergantungan
pencapaian
tujuan,
(2)
saling
ketergantungan
dalam
menyelesaikan tugas, (3) saling ketergantungan bahan atau sumber, (4) saling
ketergantungan peran, dan (5) saling ketergantungan hadiah.
b.
Interaksi tatap muka
Interaksi tatap muka menutut para siswa dalam kelompok dapat saling bertatap
muka sehingga mereka dapat melakukan dialog, tidak hanya dengan guru,
tetapi juga dengan sesame siswa. Interaksi semacam itu memungkinkan para
siswa dapat saling menjadi sumber belajar sehingga sumber belajar lebih
bervariasi.
c. Akuntabilitas individual
Pembelajaran
kooperatif
menampilkan
wujudnya
dalam
belajar
kelompok.Meskipun demikian, penilaian ditujukan untuk mengetahuai penguasaan
siswa terhadap materi pelajaran secara individual.Hasil penilaian secara individual
tersebut selanjutnaya disampaiakan oleh guru kepada kelompok agar semua anggota
kelompok mengetahui siapa anggota kelompok yang memerlikan bantuan dan siapa
anggota kelompok yang dapat memberikan bantuan.Nilai kelompok didasarkan atas
rata-rata hasil belajar semua anggotanya, karena itu tiap anggota kelompok harus
memberikan iyuran demi kemajuan kelompok.Penilaian kelompok secara individual
inilah yang dimaksudkan dengan akuntabilitas individual.
d. Ketrampilan menjalin hubungan antar pribadi
Ketrampilan social seperti tenggang rasa, sikap sopan terhadap teman,
15
mengkritik ide dan bukan mengkritik teman, berani mempertahankan pikiran logis,
tidak mendominasi orang lain, mandiri, dan berbagai sifat lain yang bermanfaat
dalam menjalin hubungan antar pribadi ( interpersonal relationship) tidak hanya
diasumsikan tetapi secara sengaja diajarkan. Siswa yang tidak dapat menjalin
hubungan antar pribadi tidak hanya memperoleh teguran dari guru tetapi juga dari
sesama siswa.
2.1.6.3 Pembelajaran Kooperatif Make A Match
Bentuk diskusi dengan mencari pasangan adalah bentuk pembelajaran yang
dilaksanakan di dalam kelas sambil bermain dengan teman, pada suasana yang
menyenangkan tetapi mengena dan sampai pada sasaran, karena siswa berkompetisi
untuk lebih cepat menemukan pasanganya dari kartu atau jawaban yang dibawa
masing-masng siswa. Peserta didik yang mendapat kartu soal mencari peserta didik
yang mendapat kartu jawaban yang cocok, demikian pula sebaliknya.
Model pembelajaran Make A Match atau mencari pasangan, guru menyiapkan kartu
yang berisi persoalan atau permasalahan dan kartu yang berisi jawaban dari
persoalan tersebut. Kemudian guru membagikan kartu tersebut kepada siswa. Bagi
siswa yang mendapatkan kartu soal maka dia harus memikirkan apa jawabannya
sedangkan yang mendapat kartu yang berisi jawaban maka dia harus memikirkan
soal apa yang jawabanya ada di kartu itu. Setelah siswa diberi waktu untuk berfikir
siswa mencari pasangannya dengan waktu yang di tentukan guru. Siswa yang
berhasil mencocokan dengan cepat dan benar akan mendapat poin atau nilai, kartu
dikumpulkan lagi dan dikocok untuk bapak berikutnya. Pembelajaran seperti babak
pertama, kemudian penyimpulan, evaluasi, dan refleksi.
Model Make A Match atau mencari pasangan ini merupakan salah satu
alternatif yang dapat diterapkan kepada siswa. Penarapan model ini dimulai dari
teknik yaitu siswa disuruh mencari pasangan kartu yang merupakanjawaban atau
soal sebelum batas waktunya, siswa yang dapat mencocokan kartunya diberi
poin.Salah satu keunggulan model ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar
mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan.
16
2.1.6.4 Teori yang Mendasari
Teori yang melandasi model pembelajaran Make A Match adalah teori
Vygotski didasarkan pada tiga ide utama
1. Bahwa intelektual berkembang pada saat individu menghadapi ide-ide baru dan
sulit mengaitkan ide-ide tersebut dengan apa yang mereka telah ketahui
2. Bahwa interaksi dengan orang lain memperkaya perkembangan intelektual
3. Peran utama guru adalah bertindak sebagai seorang pembantu dan mediator
pembelajaran peserta didik ( Nur, 200:10)
Jadi kesimpulanya dalam teori Vygotski menurut peneliti bahawa ada
hubungan secara langsung antara bermain kognitif dengan sosio budaya. Kualitas
berfikir peserta didik dibina dan aktifitas social peserta didik di kembangkan dalam
bentk kerja sama antara peserta didik dengan peserta didik lainnya yang lebih
mampu di bawah bimbingan orang dewasa dan guru.
2.1.7 Langkah –langkah Penerapan Model Make A Match
Model pembelajaran mencari pasangan ini dikembangkan oleh Curran tahun
1994
dalam
Asikin
(2009:24)
yang
mempunyai
langkah-langkah
dalam
pembelajarannya. Langkah-langkah penerapan model mencari pasangan ( Make A
Match ) dalam Mulyatiningsih ( 2011: 233) adalah sebagai berikut :
a.
Guru menyiapkan kartu soal dan kartu jawaban
b.
Setiap siswa mendapat satu buah kartu
c.
Tiap siswa memikirkan jawaban atau soal dari kartu yang di pegang
d.
Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocock dengan
kartunya ( soal jawaban)
e.
Setiap siswa yang dapat mencocockan kartunya sebelum batas diberi poin.
f.
Setelah satu babak kartu di kocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang
berbeda dalam sebelumnya, demikian seterusnya
g.
Kesimpulan / penutup
2.1.8 Keunggulan Dan Kelemahan Model Pembelajaran Tipe Make A Match
17
Model Make A Match atau mencari pasangan dapat digunakan untuk
membangkitkan aktifitas peserta didik dan cocok digunakan dalam bentuk permainan
karena didalam pembelajaran peserta didik ikut aktif dalam proses pembelajaran
mengenai materi yang diajarkan. Selain itu, siswa menjadi lebih senang dan tertarik
untuk belajar. Tidak ada model yang sempurna, keunggulan dari model Make A
Match adalah :
a. Suasana kegembiraan akan tumbuh dalam proses pembelajaran
b. Kerjasama antar sesame terwujud dengan dinamis
Kelemahan dari model Make A Match adalah jika kelas gemuk ( lebih dari 30
orang /kelas) berhati-hatilah. Karena jika kurang bijaksana, maka yang muncul adalah
suasana seperti pasar dengan keramaian yang tidak terkendali. Tentu saja kondisis ini
akan mengganggu ketenangan belajar kelas di kiri kanan atau sampingnya.
Sedangkan sisi kelemahan yang lain ialah memerlukan waktu lama dalam membuat
RPP karena peneliti harus membuat kartu-kartu yang berisi topik yang akan dibahas
Solusi dari kelemahan Model Make A Match adalah:
a. Sebelum melakukan model ini guru membuat kesepakatan dengan siswa supaya
siswa tertip dan tidak ramai
b. Guru menguasai kelas dan pandai mengatur situasi ( missal siswa masih ramai
guru memotivasi/mengatur siswa menjadi kembali, setelah tertib pelajaran
dimulai lagi)
c. Peneliti meluangkan waktu untuk mempersiapkan kartu-kartu yang berisi topik
yang akan di bahas dulu sebelum pertemuan.
2.2 Hasil Penelitian Yang Relevan
Penelitian ini didasarkan pada hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Sri
Rejeki yang berjudul, “Penerapan Model Pembelajaran Make A Match Pada Mata
Pelajaran IPA Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas V Di SDN 2
Sengonwetan Semester II Tahun Ajaran 2009/2010,”menyimpulkan bahwa
pembelajaran kooperatif Make A Match mampu meningkatkan hasil belajar siswa.
Pada ulangan harian awal rata-rata hasil belajar siswa mencapai 66, siklus I rata-rata
78, dan siklus II rata-rata 88. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Edi Sukirso
18
yang berjudul, “Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar PKN melalui Teknik Pada
Siswa Kelas IV SD Negeri
I Kradenan Semester II Tahun Pelajaran
2010/2011,”hasilnya menunjukkan bahwa prestasi belajar PKN meningkat yang pada
awal sebelum menggunakan Teknik Make A Match nilai rata-rata hanya 54,5. Pada
siklus I nilai rata-rata naik menjadi 77 atau sebesar 41% dari kondisi awal, dan siklus
II nilai rata-rata menjadi 83,86 atau naik 3 % dari siklus I.
Beberapa hasil penelitian diatas menunjukkan bahwa pembelajaran dengan
menggunakan tipe Make A Match akan dapat meningkatkan hasil belajar IPA. Namun
demikian, perlu dibuktikan lagi pada penelitian tindakan kelas ini.
2.3 Kerangka Berfikir
Pembelajaran IPA yang berlangsung selama ini adalah pembelajaran yang
berpusat pada guru .Guru lebih mendominasi dalam pembelajaran yaitu melalui
ceramah. Sehingga siswa hanya duduk diam mendengarkan penjelasan dari guru jadi
siswa cenderung pasif dalam proses pembelajaran.Padahal dalam karakteristik maple
IPA tidak hanya berupa penugasan tetapi juga berupa penemuan atau percobaan
terhadap suatu objek.Kondisi ini menyebabkan proses pembelajaran kurang
maksimal dan hasil belajar siswa yang di peroleh kurang dari KKM 75. Siswa
menjadi kurang antusias dalam mengikuti pembelajaran untuk itu ada hasil belajar
siswameningkat adalah dengan menerapkan model pembelajaran yang bervariatif
dan inovatif.Salah satunya yaitu model pembelajaran Kooperatif Tipe Make A
Match.
Penerapan model pembelajaran koopertif tipe Make A Match ini dapat
mengkondisikan suasana belajar lebih menyenangkan dan mampu menumbuhkan
motivasi serta semangat belajar siswa. Siswa menjadai lebih aktif dalam
pembelajaran sehingga mempegaruhi proses dan hasil belajarnya. Model
pembelajaran kooperatif tipe Make A Match ini menekankan pada keaktifan siswa,
sehingga proses pmebelajaran dan hasil belajar meningkat.
Adapun skema kerangka berpikir penerapan model pembelajaran kooperatif
tipe Make A Match untuk meningkatkan proses dan hasil belajar IPA siswa kelas 4
semester II SD Negeri 2 Kedu Tahun Pelajaran 2015/2016 adalah sebagai berikut:
19
Pembelajaran
konvesional
Pembelajaran berpusat
pada
Guru
hanya
menggunakan metode
ceramah
Siswa
kurang
memperhatikan penjelasan
dari
guru
karena
jenuh,materi
yang
di
sampaikan kurang dikuasai.
Hasil belajar kurang
optimal (< KMM)
Pembelajaran
IPA
Model
pembelajaran
kooperatif
tipe Make A
Match
Guru sebagai fasilitator
1. Orientasi masalah terhadap
siswa
2. Mempersiapkan siswa
untuk belajar
3. Membantu investigasi baik
secara individu ataupun
kelompok
4. Diskusi dengan cara
mencari pasangan
5. Mempresentasikan hasil
kerja berpasangan
6. Menganalisis dan
mengevaluasi proses
pemecahan masalah
1. Rasa ingin tahu siswa besar atau
meningkat
2. Siswa menjadi berikir kritis terhadap
suatu masalah
3. Siswa terampil dalam pemecahan
masalah
Proses
Pembelajaran
IPA
meningkat sehingga hasil belajar
siswa optimal (> KKM)
Gambar 2.3
Kerangka Berpikir Pembelajaran IPA Menggunakan Make A Match
20
2.4 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan landasan teori dan kerangka pikir yang telah dikemukakan,
maka hipotesis penelitian tindakan kelas yang dirumuskan adalah sebagai berikut
1. Penerapan model kooperatif tipe Make A Match dalam pembelajaran IPA pokok
bahasan gaya dapat meningkatkan proses pembelajaran IPA pada siswa kelas 4
SD Negeri 2 Kedu semester II tahun ajaran 2015/2016 secara signifikan minimal
10 %
2. Peningkatan proses pembelajaran melalui model kooperatif tipe Make A Match
dapat meningkatan hasil belajar IPA pokok bahasan gaya siswa kelas 4 SD
Negeri 2 Kedu semester II tahun ajaran 2015/2016 secara signifikan mengalami
ketuntasan belajar individual dengan nilai hasil belajar IPA ≥ 75 dan mengalami
ketuntasan belajar secara klasikal dengan nilai rata-rata hasil belajar IPA
meningkat minimal 5 nilai dari KKM ≥ 75 yang ditentukan atau ketuntasan
belajar klasikal sebesar ≥80 % dari 30 siswa.
Download