BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Karakteristik Pembelajaran IPA Pendidikan IPA memiliki peran yang sangat penting dalam pembentukan kepribadian dan perkembangan intelektual siswa.Perkembangan psikologis anak usia SD merupakan masa dimana mereka mempunyai rasa keingintahuan yang besar.Menurut aliran behavioristik, Darsono dalam Hamdani (2010:24), mengemukakan bahwa pembelajaran adalah usaha guru membentuk tingkah laku yang diinginkan dengan menyediakan lingkungan atau stimulasi.Aliran kognitif mendefisinikan pembelajaran sebagai cara guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk berfikir agar mengenal dan memahami sesuatu yang sedang dipelajari.Adapun humanistik mendeskripsikan pembelajaran sebagai kebebasan kepada siswa untuk memilih bahan pelajaran dan cara mempelajarinya sesuai dengan minat dan kemampuanya . Menurut H.W Fowler dalam Trianto ( 2010: 136), IPA adalah pengetahuan yang sistematis dan dirumuskan, yang berhubungan dengan gejala-gejala kebendaan dan didasarkan terutama atas pengamatan dan dedukasi. Sedangkan Wahyana dalam Trianto ( 2010: 136) mengatakan bahwa IPA adalah suatu kumpulan pengetahuan tersusun secara sistematik, dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam. Perkembangannya tidak hanya ditandai oleh adanya kumpulan fakta, tetapi oleh adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah. Berdasarkan uraian tentang pembelajaran IPA, maka Trianto (2010 :143) mengemukakan tentang hakikat dan tujuan pembelajaran IPA diharapkan dapat memberikan antara lain sebagai berikut: a. Kesadaran akan keindahan dan keteraturan alam untuk meningkatkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa b. Pengetahuan, yaitu pengetahuan tentang dasar dari prinsip dan konsep, fakta yang ada di alam, hubungan saling ketergantungan, dan hubungan atara sains dan 7 8 teknologi c. Ketrampilan dan kemampuan untuk menangani peralatan, memecahkan masalah dan melakukan observasi d. Sikap ilmiah, antara lain skeptis, kritis, sensitive, obyektif, jujur terbuka, benar, dan dapat bekerja sama e. Kebiasaan mengembangkan kemampuan berfikir analisis induktif dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip sains untuk menjelaskan berbagai peristiwa alam f. Apresiatif terhadap sains dengan menukmati dan menyadari keindahan keteraturan perilaku alam serta penerapannya dalam teknologi Dengan demikian, proses mengajar IPA lebih ditekankan pada pendekatan ketrampilan proses, sehingga siswa dapat menemukan fakta-fakta, membangun konsep-konsep, teori-teori dan sikap ilmiah siswa itu sendiri yang dapat berpengaruh positif terhadap kualitas proses pendidikan maupun produk pendidikan. Pembelajaran IPA dilakukan untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja, dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup.Oleh karena itu pembelajaran IPA di SD/MI menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan ketrampilan proses dan sikap ilmiah. 2.1.2 Hakikat Belajar Belajar meru`pakan proses manusia untuk mencapai berbagai macam kompetensi, ketrampilan, dan sikap. Usaha untuk mencapai kepandaian atau ilmu merupakan usaha manusia untuk memenuhi kebutuhannya, mendapatkan ilmu atau kepandaian yang belum dipunyai sebelumnya.Sehingga dengan belajar manusia menjadi tahu, memahami, mengerti, dapat melaksanakan dan memiliki tentang sesuatu. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah kegiatan belajar mengajar merupakan kegiatan paling pokok. Hal ini berarti bahwa keberhasilan atau tidaknya pencapaian tujuan pendidikan bergantung pada proses 9 belajar yang dilakukan siswa sebagai anak didik. Slameto ( 2003: 13) menyatakan “ belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamanya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.”Untuk mendapatkan sesuatu seseorang harus melakukan usaha agar apa yang di inginkan dapat tercapai. Uasaha tersebut dapat berupa kerja mandiri maupun klompok dalam suatu intraksi. Belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan yang baru sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam intraksi dengan lingkungannya. Belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamanya yang berulang-ulang dalam suatu situasi. Selain itu belajar merupakan cara atau praktik untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari berkenan dengan proses pemahaman materi ajar yang melibatkan keseluruhan indra sebagai alat penangkap dan penerima sekaligus pemproses hingga menimbulkan kesan mendalam yang berakibat pada perubahan tingkat kognitif, efektif, dan psikomotorik. Perubahan yang terjadi sebagai pengaruh langsung pada intraksi belajar antara siswa, guru, dan bahan ajar. Siswa sebagai peserta belajar, sedangkan guru dan bahan ajar merupakan komponen sumber belajar dan didalam proses belajar terdapat berbagai kondisi yang dapat menentukan keberhasilan belajar. Beberapa pendapat tentang devinisi belajar adalah sebagai berikut: a. Menurut Gage dan Berliner dalam Hamdani ( 2010:21), belajar adalah suatu proses perubahanperilaku yang muncul karena pengalaman. b. Menurut Hilgard dan Bower dalam bukunya Theories Of Learning yang dikutip oleh Ngalim Purwanto ( 1990: 84), belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam suatu situasi. Berdasarkan pendapat para ahli tentang belajar, dapat disampaikan bahwa belajar merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan, dengan 10 serangkaian keegiatan. Misalnya, dengan membaca, mengamati, mendengarkan, meniru, dan sebagainya.Selain itu, belajar akan lebih baik jika subjek belajar mengalami ataumelakukannya secara langsung. Ada beberapa cirri-ciri belajar seperti dikutip oleh Darsono dalam Hamdani( 2010: 22) adalah sebagai berikut: a. Belajar merupakan pengalaman sendiri, tidak dapatndiwakilkan kepada orang lain. Jadi, belajar bersifat individual b.Belajar merupakan proses intraksi antara individual dan lingkungan. Hal ini berarti individu harus aktif apabila dihadapkan pada lingkungan tertentu. Keaktifan ini dapat terwujud karena individu memiliki berbagai potensi untuk belajar. c. Belajar mengakibatkan terjadinya perubahan pada diri orang yang belajar. Perubahan tersebut bersufat integral, artinya perubahan dalam aspek kognitif,afektif, dan psikomotor yang terpisahkan satu dengan yang lainnya. Belajar yang efektif dapat membantu siswa untuk meningkatkan kemampuan yang diharapkan sesuai dengan tujuan instruksional yang ingin dicapai.Untuk men, guru harus memperhatikan ingkatkan hasil bealar, guru harus memperhatikan kondisi internal dan eksternal siswa.Kondisi internal adalah kondisi atau situasi yang ada dalam diri siswa, seperti kesehatan, ketrampilan, kemampuan, dan sebagainnya.Kondisi eksternal adalah kondisi yang ada di luar diri pribadi siswa, misalnya ruang belajar yang bersih, sarana dan prasarana belajar yang memadai, dan sebagainya. 2.1. 3 Hasil Belajar Menurut Gagne dalam Purwanto (2008: 42), hasil belajar adalah terbentuknya konsep, yaitu kategori yang kita berikan pada stimulus yang ada di lingkungan, yang menyediakan skema yang terorganisasi untuk mengasimilasi stimulus-stimulus baru dan menentukan hubungan di dalam dan di antara kategorikategori.Selain itu hasil belajar seringkali digunakan sebagai ukuran untuk mengetahui seberapa jauh seseorangmenguasai bahan yang di ajarkan . 11 Menurut Bloom dalam Sudjana ( 2010: 22), hasil belajar mencakup 3 ranah yaitu ranah kognitif, afektif,psikomotorik.Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yaitu pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, sisntesis, dan evaluasi.Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yaitu penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi.Ranah psikomotorik berkenaan dengan hasil belajar ketrampilan dan kemampuan bertindak yang terdiri dari enam aspek, yaitu gerakan reflek, ketrampilan gerakan dasar, kemampuan perceptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan ketrampilan kompleks, dan gerakan ekspresif dan interpretatife.Dari ketiga ranah tersebut, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai karena berkaitan dengan mengemukakan bahwa hasil pembelajaran meliputi kecakapan, informasi, pengertian, dan sikap. Berdasarkan pendapat para ahli tentang hasil belajar dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya salah satu aspek potensi kemanusiaan saja.Hasil belajar bergantung bukan hanya lingkungan atau kondisi belajar, tetapi juga pada pengetahuan awal siswa. Belajar melibtakan pembentukan makna dari apa yang mereka lakukan, lihan dan dengar. Pembentukan makna merupakan suatu proses aktif yang terus berlanjut. Jadi siswa memiliki tanggung jawab atas belajar mereka sendiri. 2.1.4 Proses Pembelajaran Pembelajaran merupakan proses yang di dalamnya terdapat kegiatan interaksi antara guru siswa dan komunikasi timbal balik yang berlangsung dalam situasi eduktif untuk mencapai tujuan belajar ( Rustaman,2001: 461) Dalam proses pembelajaran, guru dan siswa merupakan dua komponen yang tidak bias dipisahkan.Antara dua komponen tersebut harus terjalin interaksi yang saling menunjang agar hasil belajar siswa dapat tercapai secara optimal.Menurut pendapat Bafadal ( 2005: 11), pembelajaran dapat diartikan sebagai “ segala usaha atau proses belajar mengajar dalam rangka terciptanya proses belajar mengajar yang efektif dan efisien “.Sejalan dengan itu, Jogiyanto ( 2007 : 12) juga berpendapat 12 bahwa pembelajaran dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang mana suatu kegiatan berasal atau berubah lewat reaksi suatu situasi.Yang dihadapi dan karakteristik-karakteristik dari perubahan aktivitas tersebut, tidak dapat dijelaskan berdasarkan kecenderungan-kecenderungan reaksi asli, kematangan atau perubahanperubahan sementara. Pengertian proses pembelajaran antara lain menurut Rooijakkers (1991:114)” proses pembelajaran merupakan suatu kegiatan belajar mengajar menyangkut kegiatan peserta didik, pola dan proses interaksi tenaga pendidikan dan peserta didik dan sumber belajar dalam suatu lingkungan belajar dan kerangka keterlaksanaan program pendidikan” Pendapat yang hamper sama dikemukakan oleh Winkel (1991:200)” Proses pembelajaran adalah suatu aktivitas psikis atau mental yang berlangsung dalam interaksi aktif dalam lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan, pengetahuan, pemahaman, ketrampilan dan nilai sikap”. Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa proses pembelajaran adalah segala upaya bersama antara guru dan siswa untuk berbagi dan mengelola informasi, dengan harapan pengetahuan yang diberikan bermanfaat dalam diri siswa dan menjadi landasan belajar yang berkelanjutan serta diharapkan adanya perubahan-perubahan yang lebih baik untuk mencapai sesuatu.Sebuah proses pembelajaran yang baik akan membentuk kemampuan intelektual,berfikir kritis dan munculnya kreatifitas serta perubahan perilaku atau pribadi seseorang berdasarkan praktik atau pengalaman tertentu. 2.1.5 Model Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar Model pembelajaran merupakan petunjuk bagi strategi mengajar yang digunakan, yang didesain untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dengan menggunakan model dapat didefinisikan dengan jelas mengenai tahap-tahap perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi dalam pembelajaran.Dengan demikian dapat dikatakan bahwa model pembelajaran mempunyai fungsi penting dalam proses pembelajaran sebagai pola atau acuan yang digunakan untuk menyusun materi pembelajaran. Model 13 pembelajaran dapat membantu guru menentukan apa yang akan di ajarkan dan bagaimana cara mengajarkannya. Guru adalah jabatan dan pekerja profesional, kehadiran seorang sebagai guru dikelas selalu dinantikan siswa.( Sugiyanto, 2008) selain tugas professional tersebut guru juga berperan sebagai sumber belajar, fasilitator, pengelola, demostraktor, pembimbing, motivator dan evaluator. Jika peran ini dijalankan dengan baik dan benar maka usaha memberikan pembelajaran yang optimal kearah pembelajaran yang berkualitas yaitu pembelajaran yang menarik, menentang, dan menyenangkan. 2.1.6 Model Pembelajaran Kooperatif tipe Make A Match 2.1.6.1 Konsep Dasar Pembelajaran Kooperatif Menurut Suprijono (2009: 54), pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi sama jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. Secara umum pembelajaran kooperatif di anggap lebih diarahlan oleh guru, dimana guru menetapkan tugas dan pertanyaanpertannaanserta menyediakan bahan-bahan dan informasi yang dirancang untuk membantu peserta dalam menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi. Selain itu pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sengaja mengembangkan intraksi yang silih asuh untuk menghindari ketersinggungan dan kesalahpahaman yang dapat menimbulkan permusuhan, sebagai latihan hidup di masyarakat.Pembelajaran kooperatif ini merupakan salah satu bentuk bentuk pembelajaran yang berdasarkan paham kontruktivis.Dalam pembelajaran kooperatif diterapkan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran dalam pembelajaran ini, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman daam kelompok belum menguasai bahan pelajaran. 14 2.1.6.2 Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif adalah suatu sistem yang didalamnya terdapat elemen-elemen yang saling terkait. Elemen-elemen pembelajaran kooperatif menurut Lie dalam Mulyono (2011: 31) adalah sebagai berikut : a. Saling ketergantungan positif Pembelajaran kooperatif, guru menciptakan susana yang mendorong agar siswa meras saling membutuhkan. Hubungan yang saling membutuhkan inilah yang dimaksud dengan saling memberikan motivasi untuk meraih hasil belajar yang optimal. Saling ketergantungan tersebut dapat dicapai melalui: (1) saling ketergantungan pencapaian tujuan, (2) saling ketergantungan dalam menyelesaikan tugas, (3) saling ketergantungan bahan atau sumber, (4) saling ketergantungan peran, dan (5) saling ketergantungan hadiah. b. Interaksi tatap muka Interaksi tatap muka menutut para siswa dalam kelompok dapat saling bertatap muka sehingga mereka dapat melakukan dialog, tidak hanya dengan guru, tetapi juga dengan sesame siswa. Interaksi semacam itu memungkinkan para siswa dapat saling menjadi sumber belajar sehingga sumber belajar lebih bervariasi. c. Akuntabilitas individual Pembelajaran kooperatif menampilkan wujudnya dalam belajar kelompok.Meskipun demikian, penilaian ditujukan untuk mengetahuai penguasaan siswa terhadap materi pelajaran secara individual.Hasil penilaian secara individual tersebut selanjutnaya disampaiakan oleh guru kepada kelompok agar semua anggota kelompok mengetahui siapa anggota kelompok yang memerlikan bantuan dan siapa anggota kelompok yang dapat memberikan bantuan.Nilai kelompok didasarkan atas rata-rata hasil belajar semua anggotanya, karena itu tiap anggota kelompok harus memberikan iyuran demi kemajuan kelompok.Penilaian kelompok secara individual inilah yang dimaksudkan dengan akuntabilitas individual. d. Ketrampilan menjalin hubungan antar pribadi Ketrampilan social seperti tenggang rasa, sikap sopan terhadap teman, 15 mengkritik ide dan bukan mengkritik teman, berani mempertahankan pikiran logis, tidak mendominasi orang lain, mandiri, dan berbagai sifat lain yang bermanfaat dalam menjalin hubungan antar pribadi ( interpersonal relationship) tidak hanya diasumsikan tetapi secara sengaja diajarkan. Siswa yang tidak dapat menjalin hubungan antar pribadi tidak hanya memperoleh teguran dari guru tetapi juga dari sesama siswa. 2.1.6.3 Pembelajaran Kooperatif Make A Match Bentuk diskusi dengan mencari pasangan adalah bentuk pembelajaran yang dilaksanakan di dalam kelas sambil bermain dengan teman, pada suasana yang menyenangkan tetapi mengena dan sampai pada sasaran, karena siswa berkompetisi untuk lebih cepat menemukan pasanganya dari kartu atau jawaban yang dibawa masing-masng siswa. Peserta didik yang mendapat kartu soal mencari peserta didik yang mendapat kartu jawaban yang cocok, demikian pula sebaliknya. Model pembelajaran Make A Match atau mencari pasangan, guru menyiapkan kartu yang berisi persoalan atau permasalahan dan kartu yang berisi jawaban dari persoalan tersebut. Kemudian guru membagikan kartu tersebut kepada siswa. Bagi siswa yang mendapatkan kartu soal maka dia harus memikirkan apa jawabannya sedangkan yang mendapat kartu yang berisi jawaban maka dia harus memikirkan soal apa yang jawabanya ada di kartu itu. Setelah siswa diberi waktu untuk berfikir siswa mencari pasangannya dengan waktu yang di tentukan guru. Siswa yang berhasil mencocokan dengan cepat dan benar akan mendapat poin atau nilai, kartu dikumpulkan lagi dan dikocok untuk bapak berikutnya. Pembelajaran seperti babak pertama, kemudian penyimpulan, evaluasi, dan refleksi. Model Make A Match atau mencari pasangan ini merupakan salah satu alternatif yang dapat diterapkan kepada siswa. Penarapan model ini dimulai dari teknik yaitu siswa disuruh mencari pasangan kartu yang merupakanjawaban atau soal sebelum batas waktunya, siswa yang dapat mencocokan kartunya diberi poin.Salah satu keunggulan model ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan. 16 2.1.6.4 Teori yang Mendasari Teori yang melandasi model pembelajaran Make A Match adalah teori Vygotski didasarkan pada tiga ide utama 1. Bahwa intelektual berkembang pada saat individu menghadapi ide-ide baru dan sulit mengaitkan ide-ide tersebut dengan apa yang mereka telah ketahui 2. Bahwa interaksi dengan orang lain memperkaya perkembangan intelektual 3. Peran utama guru adalah bertindak sebagai seorang pembantu dan mediator pembelajaran peserta didik ( Nur, 200:10) Jadi kesimpulanya dalam teori Vygotski menurut peneliti bahawa ada hubungan secara langsung antara bermain kognitif dengan sosio budaya. Kualitas berfikir peserta didik dibina dan aktifitas social peserta didik di kembangkan dalam bentk kerja sama antara peserta didik dengan peserta didik lainnya yang lebih mampu di bawah bimbingan orang dewasa dan guru. 2.1.7 Langkah –langkah Penerapan Model Make A Match Model pembelajaran mencari pasangan ini dikembangkan oleh Curran tahun 1994 dalam Asikin (2009:24) yang mempunyai langkah-langkah dalam pembelajarannya. Langkah-langkah penerapan model mencari pasangan ( Make A Match ) dalam Mulyatiningsih ( 2011: 233) adalah sebagai berikut : a. Guru menyiapkan kartu soal dan kartu jawaban b. Setiap siswa mendapat satu buah kartu c. Tiap siswa memikirkan jawaban atau soal dari kartu yang di pegang d. Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocock dengan kartunya ( soal jawaban) e. Setiap siswa yang dapat mencocockan kartunya sebelum batas diberi poin. f. Setelah satu babak kartu di kocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dalam sebelumnya, demikian seterusnya g. Kesimpulan / penutup 2.1.8 Keunggulan Dan Kelemahan Model Pembelajaran Tipe Make A Match 17 Model Make A Match atau mencari pasangan dapat digunakan untuk membangkitkan aktifitas peserta didik dan cocok digunakan dalam bentuk permainan karena didalam pembelajaran peserta didik ikut aktif dalam proses pembelajaran mengenai materi yang diajarkan. Selain itu, siswa menjadi lebih senang dan tertarik untuk belajar. Tidak ada model yang sempurna, keunggulan dari model Make A Match adalah : a. Suasana kegembiraan akan tumbuh dalam proses pembelajaran b. Kerjasama antar sesame terwujud dengan dinamis Kelemahan dari model Make A Match adalah jika kelas gemuk ( lebih dari 30 orang /kelas) berhati-hatilah. Karena jika kurang bijaksana, maka yang muncul adalah suasana seperti pasar dengan keramaian yang tidak terkendali. Tentu saja kondisis ini akan mengganggu ketenangan belajar kelas di kiri kanan atau sampingnya. Sedangkan sisi kelemahan yang lain ialah memerlukan waktu lama dalam membuat RPP karena peneliti harus membuat kartu-kartu yang berisi topik yang akan dibahas Solusi dari kelemahan Model Make A Match adalah: a. Sebelum melakukan model ini guru membuat kesepakatan dengan siswa supaya siswa tertip dan tidak ramai b. Guru menguasai kelas dan pandai mengatur situasi ( missal siswa masih ramai guru memotivasi/mengatur siswa menjadi kembali, setelah tertib pelajaran dimulai lagi) c. Peneliti meluangkan waktu untuk mempersiapkan kartu-kartu yang berisi topik yang akan di bahas dulu sebelum pertemuan. 2.2 Hasil Penelitian Yang Relevan Penelitian ini didasarkan pada hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Sri Rejeki yang berjudul, “Penerapan Model Pembelajaran Make A Match Pada Mata Pelajaran IPA Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas V Di SDN 2 Sengonwetan Semester II Tahun Ajaran 2009/2010,”menyimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif Make A Match mampu meningkatkan hasil belajar siswa. Pada ulangan harian awal rata-rata hasil belajar siswa mencapai 66, siklus I rata-rata 78, dan siklus II rata-rata 88. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Edi Sukirso 18 yang berjudul, “Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar PKN melalui Teknik Pada Siswa Kelas IV SD Negeri I Kradenan Semester II Tahun Pelajaran 2010/2011,”hasilnya menunjukkan bahwa prestasi belajar PKN meningkat yang pada awal sebelum menggunakan Teknik Make A Match nilai rata-rata hanya 54,5. Pada siklus I nilai rata-rata naik menjadi 77 atau sebesar 41% dari kondisi awal, dan siklus II nilai rata-rata menjadi 83,86 atau naik 3 % dari siklus I. Beberapa hasil penelitian diatas menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan tipe Make A Match akan dapat meningkatkan hasil belajar IPA. Namun demikian, perlu dibuktikan lagi pada penelitian tindakan kelas ini. 2.3 Kerangka Berfikir Pembelajaran IPA yang berlangsung selama ini adalah pembelajaran yang berpusat pada guru .Guru lebih mendominasi dalam pembelajaran yaitu melalui ceramah. Sehingga siswa hanya duduk diam mendengarkan penjelasan dari guru jadi siswa cenderung pasif dalam proses pembelajaran.Padahal dalam karakteristik maple IPA tidak hanya berupa penugasan tetapi juga berupa penemuan atau percobaan terhadap suatu objek.Kondisi ini menyebabkan proses pembelajaran kurang maksimal dan hasil belajar siswa yang di peroleh kurang dari KKM 75. Siswa menjadi kurang antusias dalam mengikuti pembelajaran untuk itu ada hasil belajar siswameningkat adalah dengan menerapkan model pembelajaran yang bervariatif dan inovatif.Salah satunya yaitu model pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match. Penerapan model pembelajaran koopertif tipe Make A Match ini dapat mengkondisikan suasana belajar lebih menyenangkan dan mampu menumbuhkan motivasi serta semangat belajar siswa. Siswa menjadai lebih aktif dalam pembelajaran sehingga mempegaruhi proses dan hasil belajarnya. Model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match ini menekankan pada keaktifan siswa, sehingga proses pmebelajaran dan hasil belajar meningkat. Adapun skema kerangka berpikir penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match untuk meningkatkan proses dan hasil belajar IPA siswa kelas 4 semester II SD Negeri 2 Kedu Tahun Pelajaran 2015/2016 adalah sebagai berikut: 19 Pembelajaran konvesional Pembelajaran berpusat pada Guru hanya menggunakan metode ceramah Siswa kurang memperhatikan penjelasan dari guru karena jenuh,materi yang di sampaikan kurang dikuasai. Hasil belajar kurang optimal (< KMM) Pembelajaran IPA Model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match Guru sebagai fasilitator 1. Orientasi masalah terhadap siswa 2. Mempersiapkan siswa untuk belajar 3. Membantu investigasi baik secara individu ataupun kelompok 4. Diskusi dengan cara mencari pasangan 5. Mempresentasikan hasil kerja berpasangan 6. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah 1. Rasa ingin tahu siswa besar atau meningkat 2. Siswa menjadi berikir kritis terhadap suatu masalah 3. Siswa terampil dalam pemecahan masalah Proses Pembelajaran IPA meningkat sehingga hasil belajar siswa optimal (> KKM) Gambar 2.3 Kerangka Berpikir Pembelajaran IPA Menggunakan Make A Match 20 2.4 Hipotesis Tindakan Berdasarkan landasan teori dan kerangka pikir yang telah dikemukakan, maka hipotesis penelitian tindakan kelas yang dirumuskan adalah sebagai berikut 1. Penerapan model kooperatif tipe Make A Match dalam pembelajaran IPA pokok bahasan gaya dapat meningkatkan proses pembelajaran IPA pada siswa kelas 4 SD Negeri 2 Kedu semester II tahun ajaran 2015/2016 secara signifikan minimal 10 % 2. Peningkatan proses pembelajaran melalui model kooperatif tipe Make A Match dapat meningkatan hasil belajar IPA pokok bahasan gaya siswa kelas 4 SD Negeri 2 Kedu semester II tahun ajaran 2015/2016 secara signifikan mengalami ketuntasan belajar individual dengan nilai hasil belajar IPA ≥ 75 dan mengalami ketuntasan belajar secara klasikal dengan nilai rata-rata hasil belajar IPA meningkat minimal 5 nilai dari KKM ≥ 75 yang ditentukan atau ketuntasan belajar klasikal sebesar ≥80 % dari 30 siswa.