1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit diare

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit diare merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang
penting karena merupakan penyumbang utama ketiga angka kesakitan dan
kematian anak diberbagai negara termasuk Indonesia. Penyebab utama kematian
akibat diare adalah dehidrasi akibat kehilangan cairan dan elektrolit melalui tinja.
Penyebab kematian lainnya adalah disentri, kurang gizi dan infeksi. Golongan
umur yang paling banyak menderita akibat diare adalah anak-anak karena daya
tahan tubuhnya yang masih rendah (Widoyono, 2009).
Di Dunia, sebanyak 6 juta anak meninggal setiap tahun karena diare,
sebagian kematian tersebut terjadi dinegara berkembang. Menurut WHO, di
negara berkembang diperkirakan 1,87 juta anak balita meninggal karena diare, 8
dari 10 kematian tersebut pada umur kurang dari 2 tahun. Rata-rata anak usia
kurang dari 3 tahun di negara berkembang mengalami episode diare 3 kali dalam
setahun (Kemenkes RI, 2010).
Di Indonesia, hasil Survey Subdit Diare pada Survey Kesehatan Rumah
Tangga angka kesakitan diare semua umur tahun 2003 adalah 374/1000
penduduk, tahun 2006 adalah 423/1000 penduduk. Kematian diare pada
balita75,3/100.000 balita dan semua umur 23,2/100.000 penduduk semua umur,
dan hasil Riskesda (2008) diare merupakan penyebab kematian no 4 (13,2%) pada
2
semua umur dalam kelompok penyakit menular. Proporsi diare sebagai penyebab
kematian no 1 pada bayi postneonatal (31,4%) dan pada anak balita (25,2%)
(Kemenkes RI, 2010).
Hingga saat ini penyakit diare masih menjadi penyebab utama kesakitan
dan kematian pada bayi dan anak-anak. Berbagai sebab diantaranya akibat
pemberian susu formula yang tidak higyenis dan makanan pendamping ASI (MPASI) yang terlalui dini (Depkes RI, 2007).
Jumlah kasus diare di Provinsi Aceh secara keseluruhan mencapai
256.386 penderita dengan Incidence Rate (IR) 31,35%. Sementera itu, kasus diare
pada bayi rata-rata pertahunnya mencapai 13%, hal ini menunjukkan bahwa kasus
diare pada bayi tinggi di Provinsi Aceh. Data dari Dinas Kesehatan Kota Banda
Aceh, jumlah kasus diare 9.484 kasus, kasus diare pada bayi mencapai 11,9%
(Dinkes Provinsi Aceh, 2010). Kecamatan Kuta Raja merupakan salah satu
Kecamatan yang terletak di Kota Banda Aceh. Berdasarkan data yang diperoleh
dari Dinas Kesehatan Kota Banda Aceh jumlah penderita diare anak usia bayi
lebih tinggi dibandingkan Kecamatan lain yang ada di Wilayah Kerja Dinas
Kesehatan Kota Banda Aceh, dimana jumlah penderita diare pada tahun 2011 di
Puskesmas Kopelma mencapai 552 kasus, dan jumlah bayi yang menderita diare
mencapai 132 balita (Laporan Kopelma Banda Aceh, 2011).
Bertambahnya usia bayi mengakibatkan bertambah pula kebutuhan
gizinya. Ketika bayi memasuki usia 6 bulan ke atas, beberapa elemen nutrisi
seperti karbohidrat, protein dan beberapa vitamin serta mineral yang terkandung
3
di dalam ASI atau susu formula tidak lagi mencukupi, oleh sebab itu setelah usia
6 bulan, bayi perlu mulai diberi MP-ASI agar kebutuhan anak terpenuhi. Dalam
pemberian MP-ASI, perlu diperhatikan usia pemberian MP-ASI, frekuensi dalam
pemberian MP-ASI, porsi dalam pemberian MP-ASI, dan cara pemberian MPASI pada tahap awal, pemberian MP-ASI diharapkan tidak hanya dapat
memenuhi kebutuhan gizi bayi, namun juga merangsang keterampilan makan
anak dan rasa percaya dirinya (Depkes RI, 2007).
Pemberian MP-ASI merupakan proses transisi dari asupan yang semata
berbasis susu menuju ke makanan yang semi padat. Untuk proses ini juga
dibutuhkan keterampilan motorik oral. Keterampilan motorik oral berkembang
dari refleks menghisap menjadi menelan makanan yang berbentuk bukan cairan
dengan memindahkan makanan dari lidah bagian depan ke lidah bagian belakang.
Pengenalan dan pemberian MP-ASI harus dilakukan secara bertahap baik bentuk
maupun jumlahnya, sesuai dengan kemampuan pencernaan bayi. Pemberian MPASI yang cukup dalam hal kualitas dan kuantitas penting untuk pertumbuhan fisik
dan perkembangan kecerdasan bayi yang bertambah pesat pada periode ini
(Ariani, 2008).
Pemberian MP-ASI setelah bayi berusia 6 bulan akan memberikan
perlindungan besar pada bayi dari berbagai ancaman penyakit, sehingga
pemberian MP-ASI dini (kurang dari 6 bulan) sama saja dengan membuka pintu
gerbang masuknya berbagai jenis kuman penyakit, dan pemberian MP-ASI
merupakan salah stu faktor yang mempengaruhi kejadian diare. Faktor perilaku
4
juga mempengaruhi kejadian diare, misalnya perilaku tidak mencuci tangan
dengan bersih sebelum makan, tidak memasak air yang akan diminum sampai
mendidih, serta makanan yang sudah lewat masa pakainya (kadarluarsa) dan
terkontaminasi parasit (Widjaja, 2002).
Berdasarkan studi pendahuluan yang peneliti lakukan di Wilayah Kerja
Puskesmas Kopelma Darussalam Banda Aceh, diperoleh data bahwa pada bulan
Mei 2012 terjadinya peningkatan jumlah diare dibandingkan pada bulan-bulan
sebelumnya, dan hasil wawancara terhadap 3 orang ibu diperoleh hasil bahwa
seluruh ibu memberikan MP-ASI pada bayinya sebelum berusia 6 bulan, dengan
frekuensi 3 kali sehari, jenis MP-ASI yang diberikan yang tidak disesuaikan
dengan usia bayi (seperti memberikan makanan lunak pada balita usia 6 bulan,
yang seharusnyalah balita diberi MP-ASI makanan lumat halus, dan ibu kurang
memperhatikan dari cara memasak dan mempersiapkan makanannya untuk
bayinya, sehingga beberapa bayi ibu pernah beberapa kali menderita diare, dan
ibu mengemukakan hal yang dilakukan diatas adalah hal yang wajar.
Berdasarkan survey yang dilakukan oleh penulis di Kopelma Darussalam
Banda Aceh mepunyai wilayah kerja sebanyak 5 desa yaitu Kopelma, Rukoh,
Lamgugob, IMKA, Deah raya. Jumlah bayi di wilayah kerja Puskesmas tersebut
pada periode Desember 2012 sampai dengan Juni 2013 sebanyak 218 bayi yang
berusia 6-12 bulan, terdiri dari 101 (46,33%) bayi laki-laki dan 117 (53,7%) bayi
perempuan.
5
Berdasarkan permasalahan di atas penulis tertarik untuk melihat lebih jauh
“Hubungan Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) Pada Bayi
Usia 6-12 Bulan Dengan Kejadian Diare Di Wilayah Kerja Puskesmas
Kopelma Darussalam Banda Aceh Tahun 2013”.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada
hubungan pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) pada bayi usia 6-12
bulan dengan kejadian diare di Wilayah Kerja Puskesmas Kopelma Darussalam
Banda Aceh tahun 2013?.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI)
pada bayi usia 6-12 bulan dengan kejadian diare di Wilayah Kerja Puskesmas
Kopelma Darussalam Banda Aceh tahun 2013?.
2. Tujuan Khusus
a) Untuk mengetahui hubungan usia pemberian makanan pendamping ASI
(MP-ASI) pada bayi usia 6-12 bulan dengan kejadian diare di Wilayah
Kerja Puskesmas Kopelma Darussalam Banda Aceh tahun 2013.
b) Untuk mengetahui hubungan resiko pemberian makanan pendamping ASI
(MP-ASI) pada bayi usia 6-12 bulan dengan kejadian diare di Wilayah
Kerja Puskesmas Kopelma Darussalam Banda Aceh tahun 2013.
c) Untuk mengetahui hubungan cara pemberian makanan pendamping ASI
6
(MP-ASI) pada bayi usia 6-12 bulan dengan kejadian diare di Wilayah
Kerja Puskesmas Kopelma Darussalam Banda Aceh Tahun 2013.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi peneliti
Diharapkan penelitian ini dapat menambah wawasan pengetahuan dan
pengalaman dalam melaksanakan penelitian yang berhubungan dengan faktorfaktor yang berhubungan dengan pemberian makanan pendamping ASI (MPASI) pada bayi usia 6-12 bulan dengan kejadian diare.
2. Bagi tempat penelitian
Diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi yang signifikan baik
dalam membantu untuk meningkatkan pengetahuan ibu tentang dampak
negatif dari pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) pada bayi usia 612 bulan dengan kejadian diare.
3. Bagi institusi pendidikan
Diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan masukan dalam membimbing
dan menambah pengetahuan mahasiswi kebidanan tentang pemberian
makanan pendamping ASI (MP-ASI) pada bayi usia 6-12 bulan.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)
1. Pengertian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)
Pemberian makanan pendamping ASI (MP ASI) merupakan proses
transisi dari asupan yang semata berbasis susu menuju ke makanan yang semi
padat. Untuk proses ini juga dibutuhkan ketrampilan motorik oral.
Ketrampilan motorik oral berkembang dari reflek menghisap menjadi menelan
makanan yang berbentuk bukan cairan dengan memindahkan makanan dari
lidah bagian depan ke lidah bagian belakang. Makanan pendamping ASI
adalah makanan atau minuman yang mengandung zat gizi, diberikan kepada
bayi atau anak usia 6-24 bulan guna memenuhi kebutuhan gizi selain ASI.
Sedangkan pengertian makanan itu sendiri adalah merupakan suatu kebutuhan
pokok manusia yang dibutuhkan setiap saat dan memerlukan pengelolaan
yang baik dan benar agar bermanfaat bagi tubuh (Irianto dan Waluyo, 2004).
Makanan tambahan berarti memberikan makanan lain selain ASI dimana
selama periode pemberian makanan tambahan seorang bayi terbiasa memakan
maknan keluarga. MP-ASI merupakan proses transisi dari asupan yang semata
berbasis susu menuju ke makanan yang semi padat. Untuk proses ini juga
dibutuhkan
keterampilan
motorik
oral.
Keterampilan
motorik
oral
berkembang dari refleks menghisap menjadi menelan makanan yang
8
berbentuk bukan cairan dengan memindahkan makanan dari lidah bagian
depan ke lidah bagian belakang. Pengenalan dan pemberian MP-ASI harus
dilakukan secara bertahap baik bentuk maupun jumlahnya, sesuai dengan
kemampuan pencernaan bayi. Pemberian MP-ASI yang cukup dalam hal
kualitas dan kuantitas penting untuk pertumbuhan fisik dan perkembangan
kecerdasan anak yang bertambah pesat pada periode ini (Ariani, 2008).
Menurut Irianto dan Waluyo (2004) dalam pemberian makanan
pendamping ASI yang dikonsumsi hendaknya memenuhi kriteria bahwa
makanan tersebut layak untuk dimakan dan tidak menimbulkan penyakit, serta
makanan tersebut sehat diantaranya:
a. Berada dalam derajat kematangan
b. Bebas dari pencemaran pada saat menyimpan makanan tersebut dan
menyajikan hingga menyuapi pada bayi atau anak
c. Bebas dari perubahan fisik, kimia yang tidak dikehendaki, sebagai akibat
dari pengaruh enzim, aktifitas mikroba, hewan pengerat, serangga, parasit
dan kerusakan-kerusakan karena tekanan, pemasakan dan pengerikan
d. Bebas dari mikroorganisme dan parasit yang menimbulkan penyakit yang
dihantarkan oleh makanan (food borne ilnes)
e. Harus cukup mengandung kalori dan vitamin
f. Mudah dicerna oleh alat pencernaan
Selain
melihat
kriteria diatas,
menurut
Departemen Kesehatan
(Depkes)RI (2007) menyatakan bahwa pemberian makanan pendamping ASI
9
hendaknya melihat juga usia pemberian makanan pendamping ASI pada anak,
apakah pemberian makanan pendamping yang diberikan sudah pada usia yang
tepat atau tidak.
2. Usia pemberian makanan pendamping ASI
Arif (2009) mengemukakan bahwa MP-ASI dapat diberikan saat usia
bayi mencapai 6 bulan. Ukuran kecukupan produksi ASI bagi bayi dapat
dilihat dari kenaikan berat badan dan kesehatan bayi. Bila diberikan saat usia
dibawah 6 bulan, sistem pencernaannya belum memiliki enzim untuk
mencerna makanan, sehingga memberatkan kerja pencernaan dan ginjal bayi.
Selain itu, usus bayi belum dapat menyaring protein dalam jumlah besar,
sehingga dapat menimbulkan reaksi batuk, diare, kolik dan diare. Terlalu dini
pemberian MP-ASI akan menyebabkan kebutuhan ASI bayi berkurang.
Sebaliknya, bila terlambat akan sulit mengembangkan keterampilan makan
seperti mengigit, mengunyah, tidak menyukai makanan padat, kekurangan
gizi penting
MP-ASI diberikan pada bayi sejak usia 6 bulan keatas karena pada usia
6 bulan kebutuhan nutrisi bayi sudah tidak bisa dipenuhi hanya oleh ASI. Usia
bayi diatas 6 bulan, syaraf dan otot dimulut bayi sudah mulai berkembang dan
dapat digunakan untuk menggigit atau mengunyah, pada usia tersebut bayi
juga sudah mulai tumbuh gigi dan bisa mengontrol pergerakan lidah, mulai
menaruh barang dimulutnya dan tertarik untuk mencoba rasa yang baru, dan
pencernaan bayi sudah cukup baik untuk mencerna makanan (WVI, 2009).
10
Menurut Departemen Kesehatan (Depkes) RI (2007), usia pada saat
pertama kali pemberian makanan pendamping ASI pada anak yang tepat dan
benar adalah setelah anak berusia enam bulan, dengan tujuan agar anak tidak
mengalami infeksi atau gangguan pencernaan akibat virus atau bakteri.
Berdasarkan usia anak, dapat dikatagorikan menjadi:
a. Pada usia 6 sampai 9 bulan
1) Memberikan makanan lumat dalam tiga kali sehari dengan takaran
yang cukup.
2) Memberikan makanan selingan satu hari sekali dengan porsi kecil.
3) Memperkenalkan bayi atau anak dengan beraneka ragam bahan
makanan
b. Pada usia lebih dari 9 sampai 12 bulan
1) Memberikan makanan lunak dalam tiga kali sehari dengan takaran
yang cukup.
2) Memberikan makanan selingan satu hari sekali.
3) Memperkenalkan bayi atau anak dengan beraneka ragam bahan
makanan
c. Pada usia lebih dari 12 sampai 24 bulan
1) Memberikan makanan keluarga tiga kali sehari.
2) Memberikan makanan selingan dua kali sehari
3) Memberikan beraneka ragam bahan makanan setiap hari.
3. Frekuensi pemberian makanan pendamping ASI
11
Menurut Departemen Kesehatan (Depkes) RI (2007), frekuensi dalam
pemberian makanan pendamping ASI yang tepat biasanya diberikan tiga kali
sehari. Pemberian makanan pendamping ASI dalam frekuensi yang berlebihan
atau diberikan lebih tiga kali sehari, kemungkinan dapat mengakibatkan
terjadinya diare.
Menurut Irianto dan Waluyo (2004), apabila dalam pemberian makanan
pendamping ASI terlalu berlebihan atau diberikan lebih dari tiga kali sehari,
maka sisa bahan makanan yang tidak digunakan untuk pertumbuhan,
pemeliharaan sel, dan energi akan diubah menjadi lemak. Sehingga apabila
anak kelebihan lemak dalam tubuhnya, dimungkinkan akan mengakibatkan
alergi atau infeksi dalam organ tubuhnya dan bisa mengakibatkan kelebihan
berat badan(obesitas).
4. Porsi pemberian makanan pendamping ASI
Menurut Departeman Kesehatan (Depkes) RI (2007), untuk tiap kali
makan, dalam pemberian porsi yang tepat adalah sebagai berikut:
a. Pada usia enam bulan, beri 6 sendok makan
b. Pada usia tujuh bulan, beri 7 sendok makan
c. Pada usia delapan bulan, beri 8 sendok makan
d. Pada usia Sembilan bulan, beri 9 sendok makan
e. Pada usia 10 bulan, diberi 10 sendok makan, dan usia selanjutnya porsi
pemberiannya menyesuaikan dengan usia anak
5. Jenis-jenis MP-ASI
12
Wordvision indonensia (2009) mengemukakan bahwa seiring dengan
bertambahnya umur bayi, pertumbuhan dan aktivitasnya akan bertambah, hal
ini mmbuat ASI tidak lagi mencukupi kebutuhan bayi, timbul perbedaan
antara jumlah makanan yang diperlukan dan makanan yang dapat disediakan
oleh ASI, dimana kekurangan tersebut akan di dapat melalui MP-ASI. Adapun
jenis-jnis MP-ASI, yaitu :
a. Makanan lumat halus, yaitu makanan yang dihancurkan dibuat dari
tepung dan tampak homogen (sama/rata) seperti bubur susu, bubur
sumsum, biskuit ditambah air panas, pepaya saring, pisang saring.
b. Makanan lumat, yaitu makanan yang dihancurkan atau disaring tampak
kurang merata, seperti pepaya dihancurkan dengan sendok, pisang dikerik
dengan sendok, nasi tim pisang, bubur kacang hijau dan kentang rebus.
c. Makanan lunak, yaitu makanan yang dimasak dengan banyak air dan
tampak berair, seperti bubur nasi, bubur ayam, bubur kacang hijau.
d. Makanan padat, yaitu makanan lunak yang tidak nampak air, seperti nasi.
MP-ASI hendaknya berupa makanan alami, yang dibuat sendiri di
rumah. Makanan alami tidajk mengandung bahan tambahan (food additives),
seperti esens dan bahan pewarna yang memberatkan organ pencernaan bayi,
terutama hati (liver) dan ginjal. Walaupun demikian, makanan kemasan untuk
bayi tetap bisa digunakan sesekali pada kondisi darurat, misalnya saat
berpergian, namun bukan sebagai makanan sehari-hari untuk bayi (Arif,
2009).
13
6. Resiko Pemberian MP-ASI Terlalu Dini Pada Bayi
Ariani (2009) mengemukakan bahwa telah diketahui bahwa bayi kurang
dari 6 bulan belum siap untuk menerima makanan semipadat sebelum berusia
6 bulan, adapun resiko yang mungkin dihadapi akibat MP-ASI terlalu dini
pada bayi kurang dari 6 bulan yaitu :
a. Seorang anak belum memerlukan makanan tambahan saat ini. Makanan
tersebut dapat menggantikan ASI, jika makanan diberikan maka anak
akan minum ASI lebih sedikit dan ibu pun akan memproduksi ASInya
lebih sedikit sehingga akan lebih sulit untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
bayi.faktor pelindung dari ASI lebih sedikit sehingga resiko infeksi
meningkat.
b. Resiko diare juga meningkat karena makanan timbagan tidak sebersih
ASI.
c. Makanan yang diberikan sebagai pengganti ASI sering encer, buburnya
berkuah ataupun berupa sup karena mudah dimakan bayi, makanan ini
memang membuat lambung penuh tetapi memberikan nutrisi yang
sedikit.
d. Ibu mempunyai resiko lebih tinggi untuk hamil kembali
Wordvision indonensia (2008) juga mengemukakan bahwa bahaya
pemberian MP-ASI terlalu dini, yaitu :
14
a. Bayi sebenarnya belum terlalu membutuhkan makanan tambahan selain
ASI sehingga bayi tidak mau menyusu lagi, hal ini bisa berpengaruh
terhadap produksi ASI.
b. Bayi kurang mendapat zat antibodi yang ada di dalam ASI sehingga bayi
lebih mudah sakit.
c. MP-ASI tidak sebersih ASI sehingga kemungkinan terkena diare akan
meningkat.
d. MP-ASI akan mengenyangkan bayi tetapi jumlah nutrisi yang mereka
dapatkan tidak sebanyak ASI.
e. Ibu akan beresiko untuk hamil karena frekuensi menyusu berkurang
7. Cara pemberian makanan pendamping ASI
Menurut Departemen Kesehatan Rakyat Indonesia (2007) pemberian
makanan pendamping ASI pada anak yang tepat dan benar adalah sebagai
berikut:
a. Selalu mencuci tangan sebelum mulai mempersiapkan makanan pada bayi
atau anak, terutama bila kontak dengan daging, telur, atau ikan mentah,
dan sebelum memberi makanan pada bayi atau anak. Selain itu, juga
mencuci tangan bayi atau anak.
b. Mencuci bahan makanan (sayuran, beras, ikan, daging, dll) dengan air
mengalir sebelum diolah menjadi makanan yang akan diberikan kepada
bayi atau anak.
15
c. Mencuci kembali peralatan dapur sebelum dan sesudah digunakan untuk
memasak, walaupun peralatan tersebut masih tampak bersih.
d. Peralatan makan bayi atau anak, seperti mangkuk, sendok dan cangkir,
harus dicuci kembali sebelum digunakan oleh bayi atau anak.
e. Dalam pemberian makanan pendamping pada bayi atau anak, hendaknya
berdasarkan tahapan usia.
f. Jangan menyimpan makanan yang tidak dihabiskan bayi atau anak. Ludah
yang terbawa oleh sendok bayi atau anak akan menyebarkan bakteri.
B. Konsep Penyakit Diare
1. Pengertian Penyakit Diare
Diare adalah perubahan frekuensi dan kosistensi tinja. WHO pada
mendefiniskan bahwa diare sebagai berak cair tiga kali atau lebih dalam
sehari semalam (24 jam). Para ibu mungkin mempunyai istilah tersendiri
untuk diare seperti berak lembek, cair, berdarah, berlendir atau dengan
muntah (muntaber) (Widoyono, 2009).
Menurut Hannemann (2005) diare terjadi saat dinding bagian dalam
dari usus terbuka. Tinja menjadi lunak karena zat-zat gizi yang dimakan dan
diminum oleh anak anda tidak dicerna dengan baik atau tidak diserap oleh
usus. Juga, lapisan dinding yang terluka cendrung untuk membocorkan
cairannya.
16
Widoyono (2009) mengemukakan bahwa Diare dapat dibedakan
menjadi dua berdasarkan waktu serangan (onset) yaitu :
a. Diare akut
Diare akut adalah buang air besar yang frekuensinya lebih sering
dari biasanya (pada umumnya 3 kali atau lebih) perhari dengan
konsistensi cair dan berlangsung kurang dari 7 hari. Khusus pada
neonatus yang mendapat ASI, biasanya buang air besar dengan frekuensi
lebih sering (biasanya 5-6 kali perhari) tetapi konsistensi tinjanya baik, ini
bukan diare (Kemenkes RI, 2010).
b. Diare kronik (patologi)
Menurut Kemenkes RI (2010) diare patologi dibagi menjadi :
1) Diare sekretorik, diare ini disebabkan oleh sekresi air dan elektrolit ke
dalam usus halus yang terjadi akibat gangguan absorpsi natrium oleh
villus saluran cerna, sedangkan sekresi klorida tetap berlangsung atau
meningakt. Kedaan ini menyebabkan air dan elektrolit keluar dari
tubuh ssebagai tinja cair.
2) Diare osmotik, yaitu mukosa usus halus adalah epitel berpori yang
dapat
dilalui
oleh
air
dan
elektrolit
dengan
cepat
untuk
mempertahankan tekanan osmotik antara lumen usus dan cairan
ekstrasel, oleh karena itu bila di lumen usus terdapat bahan yang
secara osmotik aktif dan sulit diserap akan menyebabkan diare.
2. Penyebab diare
17
Menurut Mansjoer (2008) diare disebabkan oleh :
a. Infeksi : virus (Rotavirus, adenovirus, Norwalk), bakteri (Shigella,
Salmonella, E.Coli Vibrio), Parasit (protozoa : E. Histolytica, G. Lamblia,
balantidium coli, cacing perut, askariasis, trikuris, strongiloideus dan
jamur : kandida).
b. Mallabsorpsi : karbohidrat (intoleransi laktosa), lemak atau protein.
c. Makanan : makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.
d. Imunodefisiensi.
e. Psikologis : rasa takut dan cemas.
Mansjoer (2008) juga mengemukakan berdasarkan patofisiologinya,
maka penyebab diare dibagi menjadi :
a. Diare sekresi, yang dapat disebabkan oleh infeksi virus, kuman patogen
dan apatogen, hiperperistaltik usus halus akibat bahan kimia atau
makanan, gangguan psikis, gangguan saraf, hawa dingin, alergi, dan
defisiensi imun terutama IgA sekretorik.
b. Diare osmotik, yang dapat disebabkan oleh malabsorpsi makanan,
kekurangan kalori protein (KKP), atau bayi berat badan lahir rendah dan
bayi baru lahir.
Pada diare akan terjadi kekurangan air (dehidrasi), gangguan keseimbangan
asam-basa (asidosis metabolik) yang secara klinis berupa pernafasan
Kussmaul, hipoglikemia, gangguan gizi dan gangguan sirkulsi.
18
3. Tanda dan Gejala Diare
Widoyono (2009) mengemukakan beberapa tanda dan gejala diare
antara lain :
a. Gejala umum
1) Berak cair atau lembek dan sering adalah gejala khas diare
2) Muntah, biasanya menyertai diare ada gastroenteritis akut
3) Demam, dapat mendahului atau tidak mendahului gejala diare
4) Gejala dehidrasi yaitu mata cekung, ketengangan kulit menurun,
apatis bahkan gelisah.
b. Gejala spesifik
1) Vibrio cholera : diare hebat, warna tinja seperti cucian beras dan
berbau amis.
2) Disenteriform : tinja berlendir dan berdarah.
Widoyono (2009) juga mengemukakan, diare yang berkepanjangan
dapat menyebabkan :
a. Dehidrasi (kekurangan cairan), tergantung dari persentase cairan tubuh
yang hilang, dehidrasi dapat terjadi ringan, sedang atau berat.
b. Gangguan sirkulasi, pada diare akut kehilangan cairan dapat terjadi dalam
waktu yang singkat, bila kehilangan cairan ini lebih dari 10% berat badan,
pasien dapat mengalami syok atau presyok yang disebabkan oleh
berkurangnya volume darah (hipovolemia)
19
c. Gangguan asam-basa, hal ini terjadi akibat kehilangan cairan elektrolit
(bikarbonat) dari dalam tubuh, sebagai kopensasinya tubuh akan bernafas
cepat untuk membantu meningkatkan pH arteri.
d. Hipoglikemia, sering terjadi pada anak yang sebelumnya mengalami
malnutrisi (kurang gizi). Hipoglikemia dapat mengakibatkan koma,
penyebab pastinya belum diketahui, kemungkinan karena cairan
eksteseluler menjadi hipotonik dan air masuk ke dalam cairan intraseluler
sehingga menjadi edema otak yang mengakibatkan koma.
e. Gangguan gizi, hal ini terjadi karena asupan makanan yang kurang dan
output yang berlebihan, hal ini akan bertambah berat bila emberian
makanan dihentikan, serta sebelumnya penderita sudah mengalami
kekurangan gizi (malnutrisi).
Widoyono (2009) juga mengemukakan derajat dehidrasi akibat diare
dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu :
a. Tanpa dehidrasi, biasanya anak merasa normal, tidak rewel, masih bisa
berteman seperti biasa. Umumnya karena diarenya tidak berat, anak
masih mau makan dan minum seperti biasa.
b. Dehidrasi ringan atau sedang, menyebabkan anak rewel atau gelisah, mata
sedikit cekung, tugor kulit masih kembali dengan cepat jika dicubit.
c. Dehidrasi cekung, anak apatis (kesadaran berkabut), mata cekung, pada
cubitan kulit tugor kembali lambat, nafas cepat, anak terlihat lemah.
4. Prinsip Penatalaksanaan Diare
20
Kementrian Kesehatan Rakyat Indonesia (2010) mengemukakan
prinsip tatalaksama diare adalah LINTAS diare (Lima Langkah Tuntaskan
Diare), yang terdiri atas :
a. Oralit osmolaritas Rendah
Mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah
dengan memberikan oralit, bila tidak tersedia berikan lebih banyak cairan
rumah tangga yang mempunyai osmolaritas rendah yang dianjurkan
seperti air tajin, kuah sayur dan air matang. Bila terjadi dehidrasi terutama
pada anak, penderita harus segera dibawa ke petugas kesehatan atau
sarana kesehatan untuk mendapatkan pengobatan yang cepat dan tepat
dengan oralit.
Widoyono
(2009)
menyatakan
bahwa
pengobatan
diare
berdasarkan dehidrasinya dibagi menjadi :
1) Tanpa dehidrasi, dapat dilakukan di rumah oleh ibu atau anggota
keluarga lainnya dengan memberikan makanan dan minuman yang
ada di rumah seerti air kelapa, larutan gula garam (LGG), air tajin, air
teh, maupun oralit. Ada tiga cara pemberian cairan yang dapat
dilakukan dirumah yaitu memberikan anak lebih banyak cairan,
memberikan makanan terus menerus, membawa ke petugas kesehatan
bila anak tidak membaik dalam 3 hari.
2) Dehidrasi ringan atau sedang, diare dengan dehidrasi ringan ditandai
dengan hilangnya cairan sampai 5% dari berat badan, sedangkan pada
21
diare sedang terjadi kehilangan cairan 6-10% dari berat badan. Untuk
mengobatinya diperlukan oralit yang disesuaikan dengan umur anak.
3) Dehidrasi berat, diare dengan dehidrasi berat ditandai dengan mencret
yang terus menerus, biasanya lebih dari 10 kali disertai muntah,
kehilangan cairan lebih dari 10% berat badan, perawatan yang
dilakukan adalah pengobatan di Puskesmas atau Rumah Sakit untuk
di infus RL (ringer laktat).
4) Teruskan emberiana makan. Untuk bayi ASI tetap diberikan bila
sebelumnya mendapatkan ASI, namun bila sebelumnya tidak
mendapatkan ASI dapat diteruskan dengan memberikan susu formula.
5) Antiboitik bila perlu, sebagian besar penyebab diare adalah rotavirus
yang tidak memerlukan antibiotik dalam penatalaksanaan kasus diare
karena tidak bermanfaat dan efek sampingnya bahkan merugikan
penderita.
b. Zinc
Dinegara berkembang, umumnya anak sudah mulai mengalami
defisiensi zinc, bila anak diare, kehilangan zinc bersama tinja,
menyebakan defisiensi menjadi lebih berat. Pemberian zinc selama diare
terbukti mampu mengurangi lama dan tingkat keparahan diare,
mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi volume tinja, serta
22
menurunkan kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan berikutnya. Zinc
diberikan pada setia diare dengan dosis, untuk anak berumur kurang daro
6 bulan diberi 10 mg (1/2 tablet) zinc perhari, sedangkan untuk anak
berumur lebih dari 6 bulan diberi 1 tablet zinc 20 mg, pemberian zinc
diteruskan sampai 10 hari walaupun diare sudah membaik (Kemenkes RI,
2010).
c. Pemberian ASI
Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan
gizi pada penderita terutama pada anak agar tetap tumbuh kuat serta
mencegah berkurangnya berat badan. Anak yang masih minum ASI harus
lebih sering diberi ASI. Anak yang minum susu formula diberika lebih
sering dari biasanya. Anak usia 6 bulan atau lebih termasuk bayi yang
telah mendapat makanan padat harus diberikan makanan yang mudah
dicerna sedikit demi sedikit tetapi sering.
d. Pemberian Antibiotik hanya atas indikasi
Antibiotik tidak boleh digunakan secara rutin karena kecilnya
kejadian diare yang memerlukan antibiotik (8,4%). Antibiotik hanya
bermanfaat pada anak dengan diare berdarah, suspek kolera, dan infeksi
di luar saluran pencernaan yang berat seperti pneumonia.
23
C. Landasan Teori
Menurut Depkes RI (2007) :
Usia pemberian MP-ASI
Resiko Pemberian MP-ASI
Kejadian Diare
Pada Bayi Usia
6-12 Bulan
Cara Pemberian MP-ASI
Frekuansi pemberian MP-ASI
Porsi Pemberian MP-ASI
Keterangan :
Variabel yang diteliti
Variabel yang tidak diteliti
24
BAB III
KERANGKA KONSEP
A. Kerangka Konsep
Menurut Departemen Kesehatan (Depkes) RI (2007), bertambahnya usia
bayi mengakibatkan bertambah pula kebutuhan gizinya. Ketika bayi memasuki
usia 6 bulan ke atas, beberapa elemen nutrisi seperti karbohidrat, protein dan
beberapa vitamin serta mineral yang terkandung di dalam ASI atau susu formula
tidak lagi mencukupi, oleh sebab itu setelah usia 6 bulan, bayi perlu mulai diberi
MP-ASI agar kebutuhan anak terpenuhi.
Berdasarkan teori tersebut, maka secara skematis kerangka konsep
penelitian ini dapat dilihat pada bagian di bawah ini.
Variabel Independen
Variabel Dependen
Usia pemberian MP- ASI
Resiko pemberian MP-ASI
Cara pemberian MP-ASI
Kejadian Diare Pada Bayi
Usia 6-12 Bulan
25
Gambar 3. 1 Kerangka Konsep Penelitian
B. Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional
N Variabel
Definisi
o
1
Cara Ukur
Alat Ukur
Operasional
Skala
Hasil
Ukur
Ukur
Dependen
Kejadian
Suatu
Kuesioner sebanyak 1
diare
keadaan
pertanyaan, dengan
dimana
kriteria :
terjadinya
- Diare bila
buang air
besar cair,
berlendir
Kuesioner -
Diare Nominal
Tidak
diare
Ya
- Tidak diare bila
Tidak
dengan
frekuensi
lebih dari
3x/hari
2
Independen
Usia
Usia bayi saat
Kuesioner sebanyak 1
pemberian mendapatkan
pertanyaan, dengan
MP-ASI
kriteria :
MP-ASI
Kuesioner -
Tepat Nominal
Tidak
tepat
26
pertama
-
kalinya
Tepat bila
pemberian ASI
diberikan pada usia
6 bulan keatas
-
Tidak tepat bila
bila pemberian ASI
diberikan pada usia
kurang dari 6 bulan
Resiko
Dampak yang Kuesioner sebanyak 7
Kuesioner -
Beres
pemberia
terjadi dalam
pertanyaan, dengan
n MP-
pemberian
kriteria :
ASI
MP-ASI
-Beresiko bila x ≥ ̅
beresi
-Tidak beresiko
ko
Ordinal
iko
-
Tidak
Bila x < ̅
Cara
Tata cara
Kuesioner sebanyak 7
pemberia
dalam
pertanyaan, dengan
n MP-
memberikan
kriteria
ASI
MP-ASI pada -
Tepat bila
bayi
x≥ ̅
-
Tidak tepat bila
x < ̅
Kuesioner -
Tepat Nominal
Tidak
tepat
27
C. Hipotesa
Ha :
Ada hubungan usia pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI)
pada bayi usia 6-12 bulan dengan kejadian diare di Wilayah Kerja
Puskesmas Kopelma Banda Aceh tahun 2013.
Ha :
Ada hubungan resiko pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI)
pada bayi usia 6-12 bulan dengan kejadian diare di Wilayah Kerja
Puskesmas Kopelma Banda Aceh tahun 2013.
Ha :
Ada hubungan cara pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI)
pada bayi usia 6-12 bulan dengan kejadian diare di Wilayah Kerja
Puskesmas Kopelma Kota Banda Aceh tahun 2013.
28
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat survey analitik dengan pendekatan cross sectional
untuk mengetahui hubungan pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI)
pada anak usia 6-12 bulan dengan kejadian diare di Wilayah Kerja Puskesmas
Kopelma Darussalam Banda Aceh tahun 2013.
B. Populasi Dan Sampel
1. Populasi
Menurut Notoatmodjo (2010) populasi adalah keseluruhan objek
penelitian atau objek yang diteliti. Populasi dalam penelitian ini adalah semua
ibu yang memiliki bayi usia 6-12 bulan dan tinggal Wilayah Kerja Puskesmas
Kopelma Darussalam Banda Aceh tahun 2013, berjumlah 218 orang.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang
diteliti dan dianggap mewakili seluruh dari populasi (Notoatmodjo, 2010).
dengan penetapan jumlah sampel minimum menggunakan rumus Slovin
(Notoatmodjo, 2010), sebagai berikut :
n
N
1  N (d 2 )
29
Keterangan :
N
: Besar populasi
n
: Besar sampel
d
: Tingkat kepercayaan (ketepatan yang diinginkan) sebesar
90%
n
N
1  N (d ) 2
218
1  218(0,12 )
218
n
1  218(0,01)
218
n
1  21,8
218
n
3,18
n  69
n
Dibulatkan menjadi 69 orang ibu
Agar semua Gampong yang ada di Wilayah Kerja Kopelma darusssalam
Banda Aceh terwakili, maka penelitian ini menggunakan teknik purposive random
sampling yaitu pengambilan sampel berdasarkan pada karakteristik tertentu yang
dianggap mempunyai sangkut paut dengan kerakteristik populasi yang sudah di
ketahui sebelumnya yang dianggap dapat mewakili berdasarkan penyelidikan
ataupun kenyataan sebelumnya (Mustafa, 2008). Diambil secara acak disetiap desa
dengan menggunakan rumus sehingga dapat diambil sampel dari desa Kopelma 18
sampel, Rukoh 13 sampel, Lamgugob 11 sampel, IMKA 12 sampel, Deah Raya 14
30
sampel Kriteria sampel yang diharapkan yaitu : ibu-ibu
Bersedia menjadi
respoden, bisa membaca dan menulis.
C. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Penelitian ini telah dilakukan
Di Wilayah Kerja Puskesmas Kopelma
Darussalam Banda Aceh.
2. Penelitian ini telah dilakukan pada tanggal 03 s/d 10 September 2012.
D. Instrumen penelitian
Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
menggunakan kuesioner yang berbentuk pilihan dhichotomous choise untuk
mengukur hubungan pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) pada anak
usia 6-12 bulan dengan kejadian diare di Wilayah Kerja Puskesmas Kopelma
Darussalam Banda Aceh tahun 2013,
Dimana kuesioner berisikan pertanyaan tentang variabel penelitian yang
terdiri dari 1 soal untuk pemberian MP-ASI, 1 soal untuk usia, , 6 soal untuk
resiko pemberian MP-ASI, 7 soal untuk cara pemberian MP-ASI, untuk jawaban
benar diberi skor 1 dan salah diberi
skor 0.
E. Cara Pengumpulan Data
1. Data Primer
Data yang langsung diperoleh dari lapangan dengan cara menyebarkan
kuesioner yang berisi pertanyaan untuk mendapatkan data mengenai variabel
penelitian.
31
2. Data Skunder
Didapat dari bagian KIA Puskesmas Kopelma Darussalam Banda
Acegserta referensi buku-buku perpustakaan yang berhubungan dengan
penelitian serta pendukung lainnya.
F. Pengolahan dan Analisa Data
1. Pengolahan Data
Proses pengolahan data dapat dilakukan melalui beberapa tahap.
Menurut Budiarto (2001) tahap pengolahan data meliputi :
a. Editting, adalah melakukan pemeriksaan data yang telah dikumpulkan
baik berupa daftar pertanyaan, kartu ataupun buku register, yang
dilakukan pada kegiatan pemeriksaan data adalah menjumlahkan data dan
melakukan pengkoreksian, dengan memeriksa apakah semua pertanyaan
telah diisi dan apakah jawaban sesuai dengan pertanyaan.
b. Coding, adalah memberikan kode untuk semua variabel berupa nomor
pada setiap kuesioner yang di isi oleh responden pda saat penelitian.
c. Transfering, adalah memindahan data dari kuesioner kedalam tabel
pengolahan data secara berurutan sesuai dengan variabel penelitian
d. Tabulating, adalah pengorganisasian data sedemikian rupa agar dengan
mudah dapat dijumlahkan, disusun dan ditata untuk disajikan dan
dianalisa.
2. Analisa Data
32
a. Analisa Univariat
Analisis data yang digunakan untuk melihat distribusi frekuensi variabelvariabel yang diteliti, baik variabel independen maupun variabel
dependen. dengan kriteria untuk penilaian masing-masing variabel
penelitian adalah sebagai berikut :
1) Kejadian diare, dengan kriteria :
a) Diare bila x > 3
b) Tidak diare bila x < 3
2) Resiko pemberian MP-ASI, dengan kriteria :
a) Bersiko apabila ada gejala suatu penyakit
b) Tidak beresiko bila tidak ada gejala suatu penyakit
3) Usia pemberian MP-ASI, dengan kriteria :
a) Tepat bila pemberian ASI diberikan pada usia 6 bulan keatas
b) Tidak tepat bila pemberian ASI diberikan pada usia kurang 6
bulan
4) Cara pemberian MP-ASI, dengan kriteria :
a) Tepat bila x  5,33
b) Tidak tepat bila x  5,33
Selanjutnya data dimasukkan dalam tabel distribusi frekuensi, menurut
Sudjana (2005) analisis ini dilakukan untuk mengetahui distribusi
frekuensi dari masing-masing variabel dengan rumus sebagai berikut :
33
P
f1
 100%
n
Keterangan
P
: Persentase
f1
: Frekuensi teramati
n
: Jumlah responden menjadi sampel
b. Analisis data bivariat
Analisis ini digunakan untuk menguji hipotesis, yang diolah dengan
komputer menggunakan SPSS versi 16, untuk menentukan hubungan
antara variabel independen dengan variabel dependen melalui uji ChiSquare Tes (x 2 ), Untuk melihat hasil kemaknaan perhitungan statistik
antara 2 variabel digunakan batas kemaknaan (CI) 0,05 (95%) (Arikunto,
2006), dengan ketentuan bila nilai p < 0,05 maka Ho ditolak dan Ha
diterima, yang menunjukkan ada hubungan bermakna antara variabel
terikat dengan variabel bebas. Untuk menentukan nilai p-value pada ChiSquare Tes (x 2 ) tabel, memiliki ketentuan sebagai berikut :
1) Bila pada tabel 2x2 dijumpai nilai Expected (harapan) kurang dari 5,
maka yang digunakan adalah “Fisher’s Excact test”.
2) Bila pada tabel 2x2 dan tidak dijumpai nilai Expected (harapan)
kurang dari 5, maka nilai yang digunakan adalah “Countinuity
Correction”.
34
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Puskesmas Kopelma Darussalam terletak di dusun sederhana, Desa Kopelma
Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh yang mempunyai jarak 8 km dari pusat
kota dan berbatasan dengan :
1.
Sebelah Barat : Berbatasan dengan wilayah kerja Puskesmas Jeulingke
Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh
2. Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kecamatan Darussalam Kabupaten
Aceh Besar
3. Sebelah Selatan : Berbatasan dengan wilayah kerja Puskesma Ulee Kareng
Kecamatan Ulee Kareng
4.
.Sebelah Utara : Dengan Selat Malaka
Puskesmas Kopelma Darussalam memiliki luas bangunan 150 M
2
dengan
luas tanah 2558 m2 yang terdiri dari : 1 Unit Bangunan induk, 3 Unit Perumahan
dokter, 2 Unit Perumahan paramedis
Wilayah Kerja Puskesmas Kopelma
Darussalam seluas 7,376 Ha, yang meliputi 5 lima) desa dan 23 (dua puluh tiga)
dusun, dengan jumlah penduduk 19,726 jiwa.
35
B. Hasil Penelitian
Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Kopelma Banda Aceh
dengan jumlah responden 69 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan cara
membagikan kuesioner yang berisi 16 pertanyaan, sehingga diperoleh hasil
sebagai berikut :
1. Analisa Univariat
a. Kejadian Diare
Tabel 5.1
Distribusi Frekuensi Kejadian Diare di Puskesmas Kopelma
Darussalam Banda Aceh Tahun 2013
No.
Kejadian Diare
1 Diare
2 Tidak Ada
Total
Sumber : Data Primer (2013)
Frekuensi
36
33
69
Persentase (%)
52,2
47,8
100
Berdasarkan tabel 5.1 dapat dilihat bahwa dari 68 responden mayoritas
berada pada kategori yang ada mengalami kejadian diare yaitu sebanyak 36
responden (52,2 %).
b. Usia Pemberian MP-ASI
Tabel 5.2
Distribusi Frekuensi Usia Pemberian MP-ASI di Puskesmas
Kopelma Darusalam Banda Aceh Tahun 2013
No. Usia Pemberian MP-ASI
1 Tepat
2 Tidak Tepat
Total
Sumber : Data Primer (2013)
Frekuensi
38
31
Persentase (%)
55,1
44,9
69
100
36
Berdasarkan tabel 5.2 dapat dilihat bahwa dari 69 responden mayoritas
berada pada kategori
yang tepat pada usia pemberian MP-ASI yaitu
sebanyak 38 responden (55,1%).
c. Resiko Pemberian MP-ASI
Tabel 5.3
Distribusi Frekuensi Resiko Pemberian MP-ASI di Puskesmas
Kopelma Darusslam Banda Aceh Tahun 2013
No. Resiko Pemberian MP-ASI
1 Beresiko
2 Tidak Beresiko
Total
Sumber : Data Primer (2013)
Frekuensi
Persentase (%)
37
32
53,6
46,4
69
100
Berdasarkan tabel 5.3 dapat dilihat bahwa dari 69 responden mayoritas
berada pada kategori beresiko dalam pemberian MP-ASI yaitu sebanyak 37
responden (53,6 %).
d. Cara Pemberian MP-ASI
Tabel 5.4
Distribusi Frekuensi Cara Pemberian MP-ASI di Puskesmas
Kopelma Darussalam Banda Aceh Tahun 2013
No. Cara Pemberian MP-ASI
1 Tepat
2 Tidak Tepat
Total
Sumber : Data Primer (2013)
Frekuensi
Persentase (%)
34
35
49,3
50,7
69
100
37
Berdasarkan tabel 5.4 dapat dilihat bahwa dari 69 responden mayoritas
berada pada kategori yang tidak cepat dengan cara pemberian MP-ASI yaitu
sebanyak 35 responden (50,7%).
2. Analisa Bivariat
a. Hubungan usia pemberian MP-ASI pada bayi usia 6-12 bulan dengan
kejadian diare
Tabel 5.5
Hubungan usia pemberian MP-ASI pada bayi usia 6-12 bulan
dengan kejadian diare di Puskesmas Kopelma
Darussalam Banda Aceh Tahun 2013
Usia pemberian
No.
MP-ASI
1 Tepat
2 Tidak tepat
Total
Kejadian Diare
Diare
Tidak Diare
f
14
22
36
%
36,8
71
f
24
9
33
%
63,2
29
p
Total
38
31
69
%
100
100
value
0,005
Sumber : Data Primer (2013)
Berdasarkan tabel 5.5 menunjukkan bahwa dari 38 responden yang
tepat pada usia pemberian MP_ASI ternyata sebanyak (63,2%) yang tidak
mengalami kejadian diare, Sedangkan dari 31 responden yang tidak tepat
pada usia pemberian MP-ASI ternyata mayoritas (71%) yang mengalami
kejadian diare.
Hasil analisa statistik menggunakan uji chi-square didapatkan nilai p
value = 0,005. Sehingga didapat kesimpulan bahwa p < 0,05 yang artinya Ha
38
diterima atau terdapat hubungan usia pemberian MP-ASI pada bayi usia 612 bulan dengan kejadian diare.
b. Hubungan resiko pemberian MP-ASI pada bayi usia 6-12 bulan dengan
kejadian diare
Tabel 5.6
Hubungan resiko pemberian MP-ASI pada bayi usia 6-12 bulan
dengan kejadian diare di Puskesmas Kopelma
Darusslam Banda Aceh Tahun 2013
No.
Resiko pemberian
MP-ASI
Kejadian Diare
Diare
Total
Tidak Diare
f
%
f
%
f
%
1 Beresiko
25
67,6
12
32,4
37
100
2 Tidak beresiko
11
34,4
21
65,6
32
10
Total
36
33
p
value
0,006
69
Sumber : Data Primer (2013)
Berdasarkan tabel 5.6 menunjukkan bahwa dari 37 responden yang
beresiko dalam pemberian MP-ASI ternyata sebanyak (67,6%) yang tidak
mengalami kejadian diare, Sedangkan dari 32 responden yang tidak beresiko
dalam pemberian MP-ASI ternyata mayoritas (65,6%) yang tidak mengalami
kejadian diare.
Hasil analisa statistik menggunakan uji chi-square didapatkan nilai p
value = 0,006. Sehingga didapat kesimpulan bahwa p < 0,05 yang artinya Ha
diterima atau terdapat hubungan resiko pemberian MP-ASI pada bayi usia 612 bulan dengan kejadian diare.
39
c. Hubungan cara pemberian MP-ASI pada bayi usia 6-12 bulan dengan
kejadian diare
Tabel 5.7
Hubungan cara pemberian MP-ASI pada bayi usia 6-12 bulan
dengan kejadian diare di Puskesmas Kopelma
Darussalam Banda Aceh Tahun 2013
p
Kejadian Diare
Diare
Tidak Diare
No. Cara pemberian
MP-ASI
Total
1 Tepat
f
12
%
35,3
f
22
%
64,7
f
34
%
100
2 Tidak tepat
24
68,6
11
31,4
35
100
Total
36
33
value
0,006
69
Sumber : Data Primer (2013)
Berdasarkan tabel 5.7 menunjukkan bahwa dari 34 responden yang
tepat dengan cara pemberian MP-ASI ternyata sebanyak (64,7%) yang tidak
mengalami kejadian diare, Sedangkan dari 35 responden yang tidak tepat
dengan cara pemberian MP-ASI ternyata mayoritas (68,6%) yang ada
mengalami kejadian diare.
Hasil analisa statistik menggunakan uji chi-square didapatkan nilai p
value = 0,006. Sehingga didapat kesimpulan bahwa p < 0,05 yang artinya Ha
diterima atau terdapat hubungan cara pemberian MP-ASI pada bayi usia 612 bulan dengan kejadian diare.
40
C. Pembahasan
1. Hubungan usia pemberian MP-ASI pada bayi usia 6-12 bulan dengan
kejadian diare
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan dari 38
responden yang tepat pada usia pemberian MP_ASI ternyata sebanyak (63,2%)
yang tidak mengalami kejadian diare, Sedangkan dari 31 responden yang tidak
tepat pada usia pemberian MP-ASI ternyata mayoritas (71%) yang mengalami
kejadian diare.
Hasil analisa statistik menggunakan uji chi-square didapatkan nilai p
value = 0,005. Sehingga didapat kesimpulan bahwa p < 0,05 yang artinya Ha
diterima atau terdapat hubungan usia pemberian MP-ASI pada bayi usia 6-12
bulan dengan kejadian diare.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nutrisiani (2010) yang
berjudul faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya diare pada anak umur
6 bulan - 2 tahun di wilayah kerja puskesmas Kuta Malaka Aceh Besar tahun
2010 menunjukkan bahwa ada pengaruh usia pemberian MP-ASI pada anak
dengan kejadian diare (p value = 0,016).
Menurut toeri Arif (2009) mengemukakan bahwa MP-ASI dapat
diberikan saat usia bayibayi mencapai 6 bulan. Ukuran kecukupan produksi
ASI bagi bayi dapat dilihat dari kenaikan berat badan dan kesehatan bayi. Bila
diberikan saat usia dibawah 6 bulan, sistem pencernaannya belum memiliki
41
enzim untuk mencerna makanan, sehingga memberatkan kerja pencernaan dan
ginjal bayi.
Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang di sampaikan oleh
Departemen Kesehatan (Depkes) RI (2007), bahwa usia pada saat pertama kali
pemberian makanan pendamping ASI pada anak yang tepat dan benar adalah
setelah usia anak 6 bulan, dengan tujuan agar anak tidak mengalami infeksi atau
gangguan pencernaan akibat virus atau bakteri.
Menurut peneliti, usia yang tepat saat mulai memberikan MP-ASI akan
sangat mempengaruhi kesehatan bayi. Bila MP-ASI diberikan ketika usia bayi
dibawah 6 bulan, maka sistem pencernaan bayi belum siap untuk menerima
makanan tersebut sehingga akan rentang terjadi gangguan pencernaan yang
salah satunya seperti diare. Selain itu, MP-ASI juga harus diberikan pada bayi
yang berusia diatas 6 bulan dikarenakan oleh ketika usia 6 bulan kebutuhan
nutrisi bayi sudah tidak bisa dipenuhi hanya oleh ASI.
2. Hubungan resiko pemberian MP-ASI pada bayi usia 6-12 bulan dengan
kejadian diare
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan dari 37
responden yang beresiko dalam pemberian MP-ASI ternyata sebanyak (67,6%)
yang tidak mengalami kejadian diare, Sedangkan dari 32 responden yang tidak
beresiko dalam pemberian MP-ASI ternyata mayoritas (65,6%) yang tidak
mengalami kejadian diare.
42
Hasil analisa statistik menggunakan uji chi-square didapatkan nilai p
value = 0,006. Sehingga didapat kesimpulan bahwa p < 0,05 yang artinya Ha
diterima atau terdapat hubungan resiko pemberian MP-ASI pada bayi usia 6-12
bulan dengan kejadian diare.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Juraidah (2011) yang
berjudul yang berhubungan dengan kejadian diare di wilayah kerja puskesmas
Kota Panjang Kecamatan Kota Panjang Gayo Lues menunjukkan bahwa ada
hubungan resiko pemberian makanan dengan kejadian diare (p value = 0,009).
Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang disampaikan oleh Ariani
(2009) bahwa bayi kurang dari 6 bulan belum siap untuk menerima makanan
semi padat sebelum berusia 6 bulan, karena resiko yang mungkin dihadapi
akibat MP-ASI terlalu dini pada bayi kurang dari 6 bulan diantaranya adalah
meningkatkan resiko terjadinya diare karena makanan tambahan tidak sebersih
ASI.
Menurut peneliti, resiko dalam pemberian MP-ASI akan timbul apabila
MP-ASI tidak diberikan sesuai dengan prosedur yang seharusnya. Resiko yang
terutama sekali dapat muncul terhadap bayi adalah gangguan kesehatan, salah
satu diantaranya adalah seperti terjadinya diare. Selain itu resiko lainnya yang
dapat timbul adalah bayi kurang mendapatkan zat antibody yang ada didalam
ASI sehingga bayi lebih mudah sakit.
43
3. Hubungan cara pemberian MP-ASI pada bayi usia 6-12 bulan dengan
kejadian diare
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan dari 34
responden yang tepat dengan cara pemberian MP-ASI ternyata sebanyak
(64,7%) yang tidak mengalami kejadian diare, Sedangkan dari 35 responden
yang tidak tepat dengan cara pemberian MP-ASI ternyata mayoritas (68,6%)
yang ada mengalami kejadian diare.
Hasil analisa statistik menggunakan uji chi-square didapatkan nilai p
value = 0,006. Sehingga didapat kesimpulan bahwa p < 0,05 yang artinya Ha
diterima atau terdapat hubungan cara pemberian MP-ASI pada bayi usia 6-12
bulan dengan kejadian diare.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nutrisiani (2010) yang
berjudul faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya diare pada anak umur
6 bulan - 2 tahun di wilayah kerja puskesmas Kuta Malaka Aceh Besar tahun
2010 menunjukkan bahwa ada pengaruh cara pemberian MP-ASI pada anak
dengan kejadian diare (p value = 0,001).
Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang disampaikan oleh Depkes
RI (2007) bahwa cara pemberian makanan pendamping ASI pada anak yang
tepat dan benar akan sangat berpengaruh terhadap kesehatan anak. Adapun cara
memberikan MP-ASI yang benar diantaranya adalah selalu mencuci tangan
sebelum memulai mempersiapkan makanan untuk bayi atau anak, mencuci
44
bahan makanan dengan air mengalir sebelum diolah, mencuci peralatan dapur,
dll.
Menurut peneliti, cara pemberian makanan pendamping ASI yang sesuai
akan mempengaruhi keberhasilan ibu dalam memberikan MP-ASI kepada
bayinya. Pemberian MP-ASI dengan memperhatikan cara-cara tertentu seperti
memperhatikan kebersihan makanan serta wadah yang digunakan akan sangat
berpengaruh terhadap kesehatan bayi. Bila makanan yang diberikan kepada
bayi serta wadah yang digunakan ketika memberikan makanan tidak bersih,
maka efek utama yang dapat timbul pada bayi adalah diare, hal ini disebabkan
oleh bakteri dan virus yang mungkin terbawa pada makanan dan wadah
makanan yang digunakan.
45
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Setelah dilakukan penelitian dan uji statistik tentang hubungan pemberian
makanan pendamping ASI (MP-ASI) pada bayi usia 6-12 bulan dengan kejadian
diare diwilayah kerja Puskesmas Kopelma Banda Aceh,
1. Ada hubungan usia pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) pada bayi
usia 6-12 bulan dengan kejadian diare di wilayah kerja Puskesmas Kopelma
Darussalam Banda Aceh tahun 2013.
2. Ada hubungan resiko pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) pada
bayi usia 6-12 bulan dengan kejadian diare di wilayah kerja Puskesmas
Kopelma Darussalam Banda Aceh tahun 2013.
3. Ada hubungan cara pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) pada bayi
usia 6-12 bulan dengan kejadian diare di wilayah kerja Puskesmas Kopelma
Darussalam Banda Aceh tahun 2013.
B. Saran
1. Bagi Peneliti
Diharapkan dengan adanya penelitian ini, dapat menambah pengetahuan
dan pengalaman peneliti dalam bidang penelitian, khususnya penelitian tentang
hubungan pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) pada bayi usia 6-12
46
bulan dengan kejadian diare sehingga dapat menambah ilmu yang dimiliki
peneliti.
2. Institusi Pendidikan
Diharapkan bagi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan U’Budiyah khususnya
Program Studi D-III Kebidanan, agar hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan
untuk menambah khasanah ilmu kesehatan terutama tentang hubungan
pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) pada bayi usia 6-12 bulan
dengan kejadian diare serta dapat dijadikan bahan bacaan untuk meningkatkan
pengetahuan mahasiswa kebidanan.
3. Bagi Tempat Penelitian
Diharapkan agar hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai tolak ukur
dalam menilai tingkat pelayanan kesehatan dan bahan kajian serta informasi
bagi tenaga kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas pelayanan
kesehatan terutama dalam masalah pemberian makanan pendamping ASI (MPASI).
Download