bahwa diare - Universitas Sumatera Utara

advertisement
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Diare
2.1.1. Definisi Diare
Berdasarkan definisi dari WHO (World Health Organization), bahwa diare
adalah suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan konsistensi lembek
atau cair, bahkan dapat berupa air saja dan frekuensinya lebih sering dari biasanya
(tiga kali atau lebih dalam satu hari), (Kemenkes RI, 2011). Ngastiyah (2005)
mendefinisikan diare sebagai salah satu gejala dari suatu penyakit system
gastrointestinal atau penyakit lain diluar saluran pencernaan. Dikarenakan frekuensi
buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih dari 3 kali pada anak konsistensi
feses encer, dapat bewarna hijau atau dapat pula bercampur lendir atau darah, atau
lendir saja.
Menurut Noerasid, dkk (2003), diare adalah defekasi encer lebih dari 3 kali
sehari dengan atau tanpa darah atau lendir dalam tinja. Menurut Suradi dan Rita
(2001) diare diartikan suatu keadaan dimana terjadinya kehilangan cairan dan
elektrolit secara berlebihan yang terjadi karena frekuensi buang air besar satu kali
atau lebih dengan bentuk encer atau cair. Sedangkan sesuai dengan definisi
Hipocrates (dalam Suharyono, 2012) maka diare adalah buang air besar dengan
frekuensi yang tidak normal ( meningkat) dan konsistensi tinja yang lebih lembek
atau cair.
8
Universitas Sumatera Utara
Dari beberapa definisi dari para ahli, Jadi diare dapat diartikan suatu kondisi buang
air besar yang tidak normal yaitu lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja yang
encer dapat disertai darah atau lendir sebagai akibat dari terjadinya proses inflamasi
pada lambung atau usus, dapat juga terjadi karena pergerakan yang cepat dari materi
tinja sepanjang usus besar.
2.1.2. Penyebab Diare
Menurut Noerasid (2003) 70-90% penyebab diare sudah dapat diketahui
dengan pasti. Penyebab dari diare ini dapat dibagi menjadi 2 bagian penyebab
langsung atau faktor -faktor yang mempermudah terjadinya diare, jika ditinjau dari
sudut patofisiologi, penyebab diare dapat dibagi menjadi 2 golongan :
1.
Diare sekresi (secretory diarrhea) disebabkan oleh :
1) Infeksi virus, kuman –kuman pathogen dan apatogen seperti shigella,
salmonella, E coli, golongan vibrio, B Cereus, clostridium
perfringes,
staphylococcus aureus.
2) Hiperpristaltik usus halus yang dapat disebabkan bahan-bahan kimia
makanan (misalnya
keracunan makanan, makanan yang pedas, terlalu
asam), gangguan psikis, (ketakutan, gugup), gangguan hawa dingin, alergi
dan sebagainya.
3) Defiesiensi imun terutama SIGA (immunoglobulin secretory A) yang
mengakibatkan terjadinya berlipat gandanya bakteri / flora usus dan jamur
terutama candida.
Universitas Sumatera Utara
2.
Diare osmotik (osmotic diarrhea) disebabkan oleh :
1) Malabsorbsi makanan seperti : karbohidrat, lemak (LCT), protein, vitamin
dan mineral.
2) Kurang kalori protein (KKP)
3) Bayi berat badan lahir rendah (BBLR) dan bayi baru lahir.
Menurut Suratun dan Lusianah (2010)
1) Diare juga dapat disebabkan oleh obat-obatan seperti replacement hormone
tiroid, laksatif, antibiotik, asetamenopen, kemoterapi dan antasida.
2) Penyakit seperti gangguan metabolik dan endokrin ( diabetes, Addison,
tirotoksikosis, ca tyroid, sehingga terjadi pengelepasan calsitonin, gangguan
nutrisi dan malabsorbsi usus (colitis ulceratife, syndrome usus peka,penyakit
seliaka), paralitik ileus dan obstruksi usus.
Sedangkan menurut menurut Ngastiyah (2005) penyebab diare dapat dibagi
dalam beberapa faktor :
1) Faktor Infeksi
a) Infeksi enteral
Merupakan penyebab utama diare pada anak, yang meliputi : infeksi bakteri,
infeksi virus (entero virus, poliomyelitis, virus echo coxsackie). Adeno virus (rota
virus, asto virus dll). Dan infeksi parasit : cacing, (ascaris, trichuris, oxyuris,,
strongloides). Protozoa (entamoeba histolytica, giardia lamblia, trichomonas
homunis,) jamur (canida albicous).
Universitas Sumatera Utara
Infeksi parenteral adalah infeksi diluar alat pencernaan seperti otitis media
akut (OMA), tonsillitis/tonsilopharingitis, bronkopneumonia, encephalitis dan
sebagainya. Keadaan ini biasanya pada anak berumur dibawah (2 ) tahun.
b) Faktor malabsorbsi
Malabsorbsi karbohidrat, lemak dan protein
c) Faktor makanan dan
d) Faktor psikologis
2.1.3. Penularan Diare
Widoyono, (2008) mengatakan bahwa penularan penyakit diare dapat terjadi,
antara lain adalah sebagai berikut :
Sebagian besar (75%) disebabkan oleh kuman seperti virus dan bakteri. Penularan
penyakit diare melalui orofekal terjadi dengan mekanisme berikut :
1. Melalui air yang merupakan media penularan utama
Diare dapat terjadi bila seseorang menggunakan air minum yang sudah
tercemar, baik tercemar dari sumbernya, tercemar selama perjalanan sampai
kerumah-rumah, atau tercemar pada saat disimpan dirumah. Pencemaran dirumah
terjadi bila tempat penyimpan tidak tertutup atau apabila tangan yang tercemar
meyentuh air pada saat mengambil air dari tempat penyimpanan.
2. Melalui tinja terinfeksi
Tinja yang sudah terinfeksi mengandung virus ataupun bakteri dalam jumlah
besar. Bila tinja tersebut dihinggapi binatang, kemudian binatang tersebut hinggap di
makanan dapat menularkan diare ke orang yang memakannya.
Universitas Sumatera Utara
3. Faktor-faktor yang meningkatkan terjadinya diare yaitu :
a. Pada usia 4 bulan bayi sudah tidak diberi ASI Eksklusif lagi. Hal ini bisa
meningkatkan angka kesakitan, dan kematian karena diare, karena ASI banyak
mengandung zat-zat kekebalan terhadap infeksi.
b. Memberikan susu formula dalam botol kepada bayi. Pemakaian botol akan
meningkatkan resiko pencemaran kuman, dan susu akan terkontaminasi oleh
kuman dari botol. Kuman akan cepat berkembang bila susu tidak segera
diminum.
c. Menyimpan makanan pada suhu kamar. Kondisi tersebut akan menyebabkan
permukaan makanan akan kontak dengan peralatan makan yang merupakan
media yang sangat baik bagi perkembangan mikroba.
d.
Tidak mencuci tangan pada saat memasak, makan, atau sesudah buang air besar
(BAB) akan memungkinkan kontaminasi langsung. berinteraksi dengan
perilaku
manusia. Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar
kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku yang tidak sehat pula, yaitu
melalui makanan dan minuman, maka dapat menimbulkan kejadian diare.
2.1.4. Patofisiologi Diare
Pada orang sehat, makanan di cerna sehingga menjadi bubur (chymus),
kemudian diteruskan ke usus halus untuk diuraikan lebih lanjut oleh enzim-enzim.
Setelah terjadi proses resorpsi, sisa chymus yang terdiri atas 90% air dan sisa-sisa
makanan yang sulit di cernakan didorong masuk ke usus besar. Dengan bantuan
bakteri pengurai yang terdapat di usus besar sebagian besar sisa makanan masih dapat
Universitas Sumatera Utara
diserap dan air diresopsi kembali. Dengan demikian isi usus besar menjadi suatu
massa yang padat, sedangkan pada diare, terjadi karena perjalanan chymus terlalu
cepat dan resorpsi air di dalam usus besar terganggu ( Dewi, 2012).
Mekanisme dasar yang menyebabkan diare adalah pertama gangguan osmotik,
akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan
tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan
elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang
usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare. Kedua akibat rangsangan
tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekali air dan
elektrolit dalam rongga usus dan selanjutnya diare timbul karena terdapat
peningkatan isi rongga usus. Ketiga, gangguan motilitas usus, terjadinya
hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap
makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan
mengakibatkan bakteri timbul berlebihan yang selanjutnya dapat menimbulkan diare
pula. Selain itu diare juga terjadi akibat masuknya mikroorganisme ke dalam usus
halus setelah berhasil melewati rintangan asam lambung, mikroorganisme tersebut
berkembang biak, kemudian mengeluarkan toksin. Akibat toksin, terjadi hipersekresi
yang selanjutnya akan menimbulkan diare (Wijayaningsih, 2013).
Universitas Sumatera Utara
Bakteri /virus/sebab lain dari gastroenteritis
Reaksi peradangan pada gaster dan usus
Bakteri produksi toksin
Toxin merusak mukosa usus (nekrosis dan ulcerasi
Peningkatan sekresi mukus ke lumen usus
Peningkatan motilitas usus gangguan diare
Pengeluaran cairan dan Elektolit
DEHIDRASI
ASIDOSI METABOLIK
HIPOKALEMIA
SYOK HIPOVOLEMIK
Gambar 2.1. Patofisiologi Gastroenteritis (Suratun dan Lusianah, 2010)
2.1.5. Tanda dan Gejala Diare
Beberapa gejala dan tanda diare menurut Widoyono (2008) adalah :
1. Gejala umum
a. Buang air besar cair atau lembek dan sering
Universitas Sumatera Utara
b. Muntah, biasanya menyertai diare pada gastroenteritis akut
c. Demam, dapat mendahului atau tidak di dahului gejala diare
d. Gejala dehidrasi, yaitu mata cekung, ketegangan kulit menurun, apatis dan
bahkan gelisah.
3. Gejala khusus
a. Vibrio cholera : diare hebat, warna tinja seperti cucian beras dan berbau amis
b. Disentiform tinja berlendir dan berdarah
Sedangkan menurut Wijayaningsih (2013) manifestasi klinis diare adalah :
a. Mula-mula anak/ bayi gelisah, suhu tubuh mungkin meningkat, nafsu makan
berkurang.
b. Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer, kadang disertai
wial dan wiata.
c. Warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan karena bercampur empedu
d. Anus dan sekitarnya lecet karena seringnya defekasi dan tinja menjadi lebih asam
akibat banyaknya asam laktat.
e. Terdapat tanda dan gejala dehidrasi, turgor kulit jelas (elastisistas kulit menurun),
ubun-ubun dan mata cekung, membran mukosa kering dan disertai penurunan
berat badan.
f. Perubahan tanda-tanda vital, nadi dan respirasi cepat, tekanan darah turun, pasien
sangat lemas, kesadran menurun (apatis, samnolen, sopora komatus) sebagai
akibat hipovolemik
g. Diuresis berkurang (oliguria sampai anuria)
Universitas Sumatera Utara
h. Bila terjadi asidosis metabolic, klien akan tampak pucat dan pernafasan cepat dan
dalam (kusmaul).
Tabel 2.1. Simptom, Gejala Klinis dan Sifat Tinja Penderita Diare Akut
karena Infeksi Usus
Simtom
dan
Gejala
Mual,
muntah
panas
Sakit
Rotavirus
Dari
permulaan +
Tenesm
us
Gejala lain
Sifat tinja:
-Volume
E. Coli
Enterotoxigenik
-
E.Coli
Enteroinvasiv
Konsistensi
- Mukus
- Darah
- Bau
Berair
Jarang
-
Warna
Leukosit
Sifat lain
Hijau
kuning
-
V. Cholera
+
Jarang
Jarang
Kadangkadang
Sering
distensi
abdomen
Tenesmus,
kolik
+
Tenesmus,
kolik,pusing
Bakterimia,toks
emia
Sistemik
+
Tenesmus
Kolil,
pusing,
dapat ada
kejang
Kolik
Banyak
Sedikit
Sedikit
Sangat
banyak
Hampir
terus
menerus
Berair
Flacks
Hipotensi
Sedikit
Sering
Sampai
10/lebi
h
Shigella
+
Sedang
-Frekuensi
Salmonella
Sering
Sering
Berair
+
Bau tinja
Tidak
bewarna
-
Kental
+
+
Tidak spesifik
Hijau
Berlendir
+
Kadang-kadang
Bau telur busuk
+
Hijau
Sering
Sekali
Kental
Sering
Sering
Tidak
berbau
Hijau
+
+
Berbau
anyir
Tinja
seperti
cucian
beras
air
Sumber : Gray, dkk,1979 dalam P.O Asnil, dkk (2003)
2.1.6. Akibat yang Ditimbulkan Diare
1. Kehilangan air (dehidrasi)
Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output) lebih banyak dari pemasukan
(input), merupakan penyebab terjadinya kematian.
2. Gangguan keseimbangan asam basa (metabolic asidosis)
Universitas Sumatera Utara
Hal ini terjadi karena kehilangan Na - bicarbonate bersama tinja. Metabolisme
lemak tidak sempurna sehingga benda kotor tertimbun dalam tubuh, terjadinya
penimbunan asam laktat karena adanya norexia jaringan. Produk metabolisme yang
bersifat asam meningkat karena adanya anorexia jaringan. Produk metabolisme yang
bersifat asam meningkat Karena tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi
oliguria/anuria) dan terjadi pemindahan ion Na dari cairan extraseluler ke dalam
cairan intraseluler.
3. Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi pada 2-3% anak yang menderita diare, lebih sering pada
anak yang sebelumnya telah menderita KKP, hal ini terjadi karena adanya gangguan
penyimpanan / penyediaan glikogen dalam hati dan adanya gangguan absorbs
glukosa. Gejala hipoglikemia akan muncul jika kadar glukosa menurun hingga 40%
pada bayi dan 50 % pada anak-anak.
4. Gangguan gizi
Terjadi karena penurunan berat badan dalam waktu singkat, hal ini
menyebabkan oleh makanan yang sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare
atau muntah. Gangguan sirkulasi Sebagai akibat diare dapat terjadi renjatan (shock)
hipovolemik, akibatnya perfusi jaringan berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis
bertambah berat, dapat mengakibatkan perdarahan otak, kesadaran menurun dan bila
tidak segera ditangani klien akan segera meninggal.
Universitas Sumatera Utara
2.1.7. Penatalaksanaan Diare
Menurut Depkes RI 2005, dalam Sembiring, 2014 penanggulangan diare
antara lain:
1. Pengamatan intensif dan pelaksanaan SKD (Sistem Kewaspadaan Dini)
Pengamatan yang dilakukan untuk memperoleh data tentang jumlah penderita dan
kematian serta penderita baru yang belum dilaporkan dengan melakukan
pengumpulan data secara harian pada daerah fokus dan daerah sekitarnya yang
diperkirakan mempunyai risiko tinggi terjangkitnya penyakit diare. Sedangkan
pelaksanaan SKD merupakan salah satu kegiatan dari surveilance epidemiologi
yang kegunaanya untuk mewaspadai gejala akan timbulnya KLB (Kejadian Luar
Biasa) diare.
2. Penemuan kasus secara aktif
Tindakan untuk menghindari terjadinya kematian di lapangan karena diare pada
saat KLB di mana sebagian besar penderita berada dimasyarakat.
3. Pembentukan pusat rehidrasi
Tempat untuk menampung penderita diare yang memerlukan perawatan dan
pengobatan pada keadaan tertentu misalnya lokasi KLB jauh dari puskesmas atau
rumah sakit.
4. Penyediaan logistik saat KLB
Tersedianya segala sesuatu yang dibutuhkan oleh penderita pada saat terjadinya
KLB diare.
Universitas Sumatera Utara
5. Penyelidikan terjadinya KLB
Kegiatan yang bertujuan untuk pemutusan mata rantai penularan dan intensif baik
terhadap penderita maupun terhadap faktor risiko.
6. Pemutusan rantai penularan penyebab KLB
Upaya pemutusan rantai penularan penyakit diare pada saat KLB diare meliputi
peningkatan kualitas kesehatan lingkungan dan penyuluhan kesehatan.
Menurut Kemenkes RI (2011) prosedur penatalaksanaa diare
pada anak
berdasarkan derajat dehidrasi, dimana dehidrasi dibagi menjadi 3 derajat, yaitu :
1.
Tanpa dehidrasi, dengan terapi A
Pada keadaan ini, keadaan umum baik, sadar, mata tidak cekung, minum biasa,
tidak haus, Cubitan kulit perut/turgor kembali segera. Terapi A adalah sebagai
berikut :
a. Beri cairan lebih banyak dari biasanya
b. Teruskan ASI lebih sering dan lebih lama
Anak yang mendapat ASI eksklusif, beri oralit atau air matang sebagai
tambahan.
c.
Anak yang tidak mendapat ASI eksklusif, beri susu yang biasa diminum dan
oralit
cairan rumah tangga sebagai tambahan (kuah sayur, air tajin, air
matang, dsb)
d. Beri oralit sampai diare berhenti. Bila muntah, tunggu 10 menit dan
dilanjutkan sedikit demi sedikit, Umur < 1 tahun diberi 50-100 ml setiap kali
berak, Umur > 1 tahun diberi 100-200 ml setiap kali berak. Anak harus diberi
Universitas Sumatera Utara
6 bungkus oralit (200 ml) di rumah bila:Telah diobati dengan rencana Terapi
B atau C, tidak dapat kembali kepada petugas kesehatan jika diare memburuk,
ajari ibu cara mencampur dan memberikan oralit.
e. Beri obat zinc
f. Beri zinc 10 hari berturut-turut walaupun diare sudah berhenti,Dapat diberikan
dengan cara dikunyah atau dilarutkan dalam 1 sendok air matang atau
ASI.Umur < 6 bulan diberi 10 mg (1/2 tablet) per hari, Umur > 6 bulan diberi
20 mg (1 tablet) per hari.
g. Beri anak makanan untuk mencegah kurang gizi :
a) Beri makan sesuai umur anak dengan menu yang sama pada waktu anak
sehat
b) Tambahkan 1-2 sendok teh minyak sayur setiap porsi makan
c) Beri makanan kaya Kalium seperti buah segar, pisang, air kelapa hijau.
d) Beri makan lebih sering dari biasanya dengan porsi lebih kecil (setiap 3-4
jam).
e) Setelah diare berhenti, beri makanan yang sama dan makanan tambahan
selama 2 minggu.
h. Antibiotik hanya diberikan jika perlu, misalnya pada disentri, kolera dll
i.
Nasihat untuk ibu / pengasuh
Universitas Sumatera Utara
Untuk membawa anak kembali ke petugas kesehatan bila :
a) Berak cair lebih sering, muntah berulang, sangat haus, makan dan minum sangat
sedikit.
b) Timbul demam, berak berdarah, tidak membaik dalam 3 hari.
1. Diare dehidrasi Ringan /Sedang/ terapi B
a. Bila terdapat dua tanda atau lebih yaitu : Gelisah, rewel, mata cekung,
ingin minum terus, ada rasa haus, Cubitan kulit pertu/turgor kembali
lambat.
b. Jumlah oralit yang diberikan 3 jam pertama di sarana kesehatan oralit
yang diberikan = 75 ml x berat badan anak., Bila berat badan tidak
diketahui berikan oralit sesuai ketentuan di bawah ini:
a) Umur sampai < 4 bulan 4-12 bulan 12-24 bulan 2-5 tahun
b) Berat Badan < 6 kg 6-10 kg 10-12 kg 12-19 kg
c) Jumlah cairan 200-400 400-700 700-900 900-1400
c. Bila anak menginginkan lebih banyak oralit, berikanlah
d. Bujuk ibu untuk meneruskan ASI Untuk bayi < 6 bulan, tunda pemberian
makan selama 3 jam kecuali ASI
dan oralit
e. Beri obat zink selama 10 hari berturut-turut
f. Amati anak dengan seksama dan bantulah ibu memberikan oralit:
g. Tunjukkan jumlah cairan yang harus diberikan
h. Berikan sedikit demi sedikit tapi sering dari gelas
i. Periksa dari waktu ke waktu bila ada masalah
Universitas Sumatera Utara
Bila kelopak mata anak bengkak, hentikan pemberian oralit dan berikan
air masak atau ASI.
j. Beri oralit sesuai rencana terapi A bila pembengkakan telah hilang
Setelah 3-4 jam, nilai kembali anak, menggunakan bagan penilaian,
kemudian pilih rencana terapi A, B atau C untuk melanjutkan terapi. Bila
tidak ada dehidrasi, ganti ke rencana terapi A. Bila dehidrasi telah hilang,
anak biasanya kencing kemudian mengantuk dan tidur. Bila tanda
menunjukkan dehidrasi ringan/sedang, ulangi rencana terapi B.
k. Anak mulai diberi makanan, susu dan sari buah.
l. Bila tanda menunjukkan dehidrasi berat, ganti dengan Rencana Terapi C
m. Bila ibu harus pulang sebelum selesai rencana terapi B
n. Tunjukkan jumlah oralit yang harus dihabiskan dalam Terapi 3 jam di
rumah
o. Berikan oralit 6 bungkus untuk persediaan di rumah
p. Jelaskan 5 langkah Rencana Terapi A untuk mengobati anak di rumah
2. Rencana terapi dehidrasi berat / Terapi C
a. Beri cairan Intravena segera.
Ringer Laktat atau NaCl 0,9% (bila RL tidak tersedia) 100 ml/kg BB,
dibagi sebagai berikut:
1. Diulangi lagi bila denyut nadi masih lemah atau tidak teraba
Universitas Sumatera Utara
2. Nilai kembali tiap 15-30 menit. Bila nadi belum teraba, beri tetesan
lebih cepat. Juga beri oralit (5 ml/kg/jam) bila penderita bisa minum,
biasanya setelah 3-4 jam (bayi) atau 1-2 jam (anak).
3. Berikan obat zinc selama 10 hari berturut-turut
4. Setelah 6 jam (bayi) atau 3 jam (anak) nilai lagi derajat dehidrasi.
Kemudian pilihlah rencana terapi yang sesuai (A, B atau C) untuk
melanjutkan terapi.
5. Rujuk penderita untuk terapi Intravena. Bila penderita bisa minum,
sediakan oralit dan tunjukkan cara memberikannya selama di
perjalanan. Mulai rehidrasi dengan oralit melalui Nasogastrik/
Orogastrik. Berikan sedikit demi sedikit, 20 ml/kg BB/jam selama 6
jam. Nilai setiap jam, Bila muntah atau perut kembung berikan cairan
lebih lambat.
6. Bila rehidrasi tidak tercapai setelah 3 jam rujuk untuk terapi Intravena.
7. Setelah 6 jam nilai kembali dan pilih rencana terapi yang sesuai (A, B
atau C).
8. Mulai rehidrasi dengan oralit melalui mulut. Berikan sedikit demi
sedikit, 20 ml/ kg BB/jam selama 6 jam. Nilai setiap 1-2 jam Bila
muntah atau perut kembung, berikan cairan lebih lambat.
9. Bila rehidrasi tidak tercapai setelah 3 jam, rujuk untuk terapi Intravena.
Setelah 6 jam nilai kembali dan pilih rencana terapi yang sesuai.
Catatan: Bila mungkin amati penderita sedikitnya 6 jam,
setelah
Universitas Sumatera Utara
rehidrasi untuk memastikan bahwa ibu dapat menjaga mengembalikan
cairan yang hilang dengan memberi oralit, bila umur anak di atas 2
tahun dan kolera baru saja berjangkit di daerah Saudara, pikirkan
kemungkinan kolera dan beri antibiotika yang tepat secara oral begitu
anak sadar.
2.1.8. Pencegahan Diare
Menurut Widoyono (2008) Penyakit diare dapat dicegah dengan melalui
promosi kesehatan yaitu :
1. Menggunakan air bersih, tanda - tanda air bersih adalah 3 “Tidak” yaitu tidak
berwarna, tidak berasa dan tidak berbau.
2. Memasak air sampai mendidih sebelum diminum untuk mematikan sebagian besar
kuman penyakit.
3. Mencuci tangan dengan sabun pada waktu sebelum makan, sesudah makan, dan
sesudah buang air besar ( BAB).
4. Meberikan ASI pada anak sampai berusia 2 tahun.
5. Menggunakan jamban yang sehat.
6. Membuang tinja bayi dan anak dengan benar.
7. Menanamkan hyegine pribadi.
8. Menjaga kebersihan lingkungan (WC dan SPAL)
Universitas Sumatera Utara
2.2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Penyakit Diare
2.2.1. Sosio Demografi
1. Umur
Umur merupakan hal yang sangat penting, karena semua rate morbiditas dan
rate mortalitas yang di laporkan hampir semua berkaitan dengan umur, walaupun
secara umum kematian dapat terjadi setiap golongan umur, tetapi dari berbgai catatan
diketahui bahwa frekuensi kematian pada setiap golongan umur berbeda, yaitu
kematian tertinggi pada golongan umur 0-5 tahun dan terendah
terletak pada
golongan umur 15-25 dan akan meningkat lagi pada umur 40 tahun keatas, hubungan
umur dan penyakit tidak hanya pada frekuensinya, tetapi pada tingkat beratnya
penyakit, misalnya stapilococcus dan escheria coli akan menjadi berat bila menyerang
bayi daripada golongan umur lain karena bayi masih sangat rentan terhadap infeksi.
Gambaran diatas tersebut dapat dikatakan bahwa secara umum kematian akan
meningkat dengan meningkatnya umur. Hal ini disebabakan berbagai faktor, yaitu
pengalaman terpapar oleh faktor penyebab penyakit, faktor pekerjaan, kebiasaan
hidup atau terjadinya perubahan dalam kekebalan, atau terjadinya perubahan dalam
kekebalan. Hubungan umur dengan morbiditas dimana pada hakekatnya suatu
penyakit dapat menyerang setiap orang pada semua golongan umur, tetapi ada
penyakit-penyakit tertentu yang lebih banyak menyerang golongan umur tertentu.
Penyakit-penyakit kronis mempunyai kecendrungan meningkat dengan
bertambahnya umur, sedangkan penyakit-penyakit akut tdak mempunyai suatu
kecendrungan yang jelas (Budiarto dan Anggraeni, 2003).
Universitas Sumatera Utara
2. Pendidikan
Tingkat pendidikan berhubungan dengan kemampuan menerima informasi
kesehatan dari media massa dan petugas kesehatan, banyak kasus kesakitan dan
kematian masyarakat diakibatkan oleh rendahnya tingkat pendidikan pendududuk
(Widoyono, 2008).
Tingginya angka kesakitan dan kematian (morbiditas dan mortalitas) karena
diare di Indonesia disebabkan oleh faktor kesehatan lingkungan yang belum
memadai, keadaan gizi, kependudukan, pendidikan, keadaan sosial ekonomi dan
perilaku masyarakat yang secara langsung ataupun tidak langsung mempengaruhi
keadaan penyakit diare (Sembiring 2014).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Erial, B. et all, 1994, ditemukan
bahwa kelompok ibu dengan status pendidikan SLTP ke atas mempunyai
kemungkinan 1,6 kali memberikan cairan rehidrasi oral dengan baik pada balita
dibanding dengan kelompok ibu dengan status pendidikan SD ke bawah ( Sembiring
2014).
3. Pengetahuan
Pengalaman atau pengetahuan yang dimiliki seseorang merupakan faktor
yang sangat berperan dalam menginterpretasikan suatu rangsangan yang diperoleh.
Pengalaman masa lalu akan memyebabkan terjadinya perbedaan dalam interpretasi
(Notoadmojo, 2005). Sebelum seseorang mengadopsi prilaku baru harus tahu terlebih
dahulu apa arti atau manfaat prilaku bagi dirinya dan keluarganya (Notoadmojo,
2003).
Universitas Sumatera Utara
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang
terhadap objek melalui indera yang dimilikinya. Dengan sendirinya pada waktu
penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh
intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Secara garis besar dibagi 6 tingkat
Pengetahuan yaitu :
1. Tahu
Tahu di artikan sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada sebelumnya
setelah mengamati sesuatu
2. Memahami
Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak sekedar
benar tentang objek yang diketahui tersebut.
3. Aplikasi
Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek memahami objek
yang dimaksud dan dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang
diketahui tersebut pada situasi yang lain.
4. Analisis (Analysis)
Kemampuan seseorang untuk menjabarkan kemudian mencari hubungan antara
komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang
diketahui.
5. Sintesis (Synthesis)
Kemampuan untuk merangkum atau meletakkan dalam suatu hubungan yang logis
dari komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki.
Universitas Sumatera Utara
6. Evaluasi (Evaluation)
Berkaitan denganKemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi
atau
penilaian terhadap suatu objek tertentu (Notoadmojo, 2010).
Pengetahuan sebagai parameter keadaan sosial dapat menentukan kesehatan
masyarakat. Masyarakat dapat terhindar dari penyakit asalkan pengetahuan tentang
kesehatan dapat ditingkatkan, sehingga prilaku dan keadaan sosialnya menjadi sehat
(Hamdani, 2009).
Pengetahuan kesehatan akan berpengaruh kepada prilaku sebagai hasil jangka
menengah (intermediate impact) dari pendidikan kesehatan. Untuk selanjutnya
prilaku kesehatan akan berpengaruh pada meningkatnya indikator kesehatan
masyarakat sebagai keluaran (outcome) pendidikan kesehatan (Notoadmojo, 2011).
4. Keadaan sosial ekonomi
Hal ini mempunyai pengaruh langsung terhadap hal-hal penyebab diare,
kebanyakan anak mudah menderita diare berasal dari keluarga besar dengan daya beli
yang rendah dan buruk. Tidak mempunyai penyediaan air bersih yang memenuhi
syarat kesehatan, pendidikan orang tuanya yang rendah serta sikap dan kebiasaan
berperan dalam pencegahan dan penanggulangan diare (Suharyono, 2012). Keadaan
sosial ekonomi juga menjadi faktor yang mempengaruhi penyakit-penyakit tertentu,
misalnya TBC, infeksi akut gastrointestinal, ISPA, anemia, malnutrisi, dan penyakit
parasit yang banyak terdapat pada penduduk golongan sosial ekonomi rendah,
penyakit jantung koroner, obesitas, kadar kolesterol tinggi, dan infark miokard yang
Universitas Sumatera Utara
banyak terdapat pada penduduk golongan sosial ekonomi tinggi ( Budiarto dan
Anggraeni, 2003).
2.2.2. Status Gizi
Konsumsi makanan sangat berpengaruh terhadap status gizi seseorang, Status
gizi baik ataupun optimal itu terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang
digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan
otak, kemampuan kerja, dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin.
Status gizi kurang terjadi tubuh mengalami kekurangan atau lebih zat-zat
esensial, status gizi lebih terjadi bila tubuh memperoleh zat-zat gizi dalam jumlah
yang berlebihan., sehingga menimbulkan efek toksik yang membahayakan. Baik pada
status gizi kurang, maupun status gizi lebih terjadi gangguan gizi. Gangguan gizi bisa
disebabkan faktor primer dan faktor sekunder. faktor primer terjadi bila susunan
makanan seseorang salah dalam kualitas dan kuantititas yang disebabkan oleh
kurangnya penyediaan pangan, distribusi pangan, kemiskinan, ketidaktahuan
kebiasaan makan yang salah dan sebagainya. Faktor sekunder meliputi semua faktor
yang menyebabkan zat-zat gizi tidak sampai ke sel-sel tubuh setelah makanan di
konsumsi, misalnya faktor-faktor yang menyebabkan gangguan pencernaan, seperti
gigi geligi yang tidak baik, kelainan struktur saluran cerna dan kekurangan enzim.
Faktor – faktor yang mengganggu absorbsi zat-zat gizi adalah adanya parasit,
penggunaaan obat laksan/cuci perut, faktor-faktor yang mempengaruhi ekskresi
sehingga menyebabkan banyak kehilangan zat-zat gizi adalah banyak kencing
(polyuria) , banyak keringat dan penggunaan obat.
Universitas Sumatera Utara
Akibat dari kurang gizi proses proses tubuh jadi terganggu, pertumbuhan
terganggu, otot-otot jadi lembek dan rambut mudah rontok, kurangnya tenaga untuk
bergerak, beraktivitas, malas, lemah dan produktivitas menurun. Daya tahan tubuh
terhadap stress dan tekanan menurun, sisitim imunitas dan antibodi berkurang,
sehingga orang mudah terserang infeksi, seperti batuk, pilek, dan diare. Pada anakanak ini bisa membawa kematian (Almatsier, 2009).
2.2.3. Sarana Sanitasi
1. Jamban keluarga
Pengalaman di beberapa negara membuktikan bahwa upaya penggunaan
jamban mempunyai dampak yang besar dalam penurunan risiko terhadap penyakit
diare. Keluarga yang tidak mempunyai jamban harus membuat jamban dan keluarga
harus buang air besar di jamban. Tinja atau kotoran manusia merupakan media
tempat berkembang dan berinduknya bibit penyakit menular (misal kuman / bakteri,
virus dan cacing). Apabila tinja dibuang disembarang tempat, misalnya kebun, kolam,
sungai dll, maka bibit penyakit tersebut akan menyebar luas ke lingkungan, dan
akhirnya akan masuk kedalam tubuh manusia dan beresiko menimbulkan penyakit
pada seseorang dan bahkan menjadi wabah penyakit pada masyarakat yang lebih luas.
Setiap anggota rumah tangga harus menggunakan jamban untuk buang air
besar/kecil. Penggunaan jamban akan bermanfaat menjaga lingkungan bersih, sehat
dan tidak berbau. Jamban mencegah pencemaran sumber air yang ada disekitarnya.
Jamban juga tidak mengundang datangnya lalat atau serangga yang dpat menularkan
Universitas Sumatera Utara
diare, kolera, disentri, typus, kecacingan, penyakit saluran pencernaan, penyakit kulit
dan keracunan. Syarat jamban yang sehat adalah sebagai berikut :
1) Tidak mencemari sumber air minum (jarak antara sumber air minum dengan
lubang penampungan minimal 10 meter)
2) Tidak berbau
3) Kotoran tidak dapat dijamah oleh serangga dan tikus
4) Tidak mencemari tanah sekitarnya
5) Mudah dibersihkan dan aman digunakan
6) Dilengkapi dinding dan atap pelindung
7)
Penerangan dan ventilasi yang cukup
8) Lantai kedap air dan luas ruangan memadai
9) Tersedia air, sabun dan alat pembersih (Rahmawati, 2011)
Pembuangan tinja yang tidak saniter
dapat menyebabkan penyebaran
berbagai penyakit. Hal ini dimulai dari tinja yang terinfeksi mencemari air tanah atau
air permukaan yang terkontaminasi bibit penyakit dari tinja, dan diminum manusia.
Bisa juga tinja yang terinfeksi dihinggapi lalat atau kecoak, kemudian lalat atau
kecoak merayap atau hinggap di makanan atau tempat meletakkan makanan seperti
piring, sendok untuk makan (Sutomo, dkk 2013).
2. Pengelolaan sampah
Setiap keluarga harus mempunyai tempat pembuangan sampah agar sampah
rumah tangga dapat dikelola lebih lanjut. Sampah dapat menjadi tempat
perkembangbiakan vektor dan rodent yang dapat menyebarkan penyakit atau bibit
Universitas Sumatera Utara
penyakit. Oleh kare itu sampah yang dihasilkan rumah tangga harus dikelola dengan
baik, misalnya dengan membuat kompos dan 3 R: reuse, reduce, recycle
(mengurangi, memanfaatkan kembali, mendaur ulang) misal dengan membuat pupuk
kompos.
Kuman dapat disebarkan oleh lalat, kecoa dan tikus yang memakan sisa-sisa
makanan, kulit buah dan sayuran. Pemeliharaan kebersihan rumah tangga
dan
sekitarnya yang bebas dari tinja, sampah dan air limbah dapat membantu pencegahan
penyakit seperti diare, demam berdarah dan malaria. Sampah padat yang tidak
dikelola dengan baik , asal buang saja akan menjadi masalah bagi kesehatan
masyarakat. Hal ini bisa terjadi karena sampah tersebut akan dapat menjadi sarang
vektor-vektor penyakit (Depkes, 2010).
Menurut Mulia (2005) Limbah padat dapat mengakibatkan gangguan
kesehatan, terutama bila dalam limbah padat tersebut terdapat mikrooorganisme
pahogen ataupun bahan berbahaya dan beracun. Disamping itu, proses pembusukan,
pembakaran, dan pembuangan limbah padat biasanya menghasilkan gas - gas yang
dapat mengganggu kesehatan, estetika. Penguraian limbah padat organik akan
menghasilkan cairan yang disebut lindi. Lindi ini dapat menyerap zat-zat pencemar di
sekitarnya, sehingga di dalam lindi bisa terdpat mikroba pathogen, logam berat, dan
zat lainnya yang berbahaya. Lindi juga dapat menembus lapisan tanah dan
mengakibatkan kontaminasi pada air tanah. Sebagai akibatnya akan terjadi gangguan
kesehatan bagi masyarakat yang mengkonsumsi air tersebut. Syarat-syarat tempat
sampah adalah sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
a.
Terbuat dari bahan yang kuat, tidak berkarat
b.
Tertutup (untuk mencegah masuknya serangga)
c.
Tidak bocor
d.
Disimpan 2-3 hari (Suyono, 2012)
3. Saluran pembuangan air limbah (SPAL)
Air limbah atau air buangan adalah sisa air yang dibuang yang berasal dari
rumah tangga, industri maupun tempat-tempat umum lainnya. Umumnya
mengandung bahan - bahan atau zat-zat yang berbahaya bagi kesehatan manusia serta
mengganggu lingkungan hidup. Air limbah baik limbah pabrik atau limbah rumah
tangga harus dikelola sedemikian rupa agar tidak menjadi sumber penularan penyakit.
Sarana pembuangan air limbah yang tidak memenuhi syarat akan menimbulkan bau,
mengganggu estetika dan dapat menjadi tempat perindukan nyamuk dan
bersarangnya tikus, kondisi ini dapat berpotensi menularkan penyakit seperti
leptospirosis, filariasis untuk daerah yang endemis filaria. Bila ada saluran
pembuangan air limbah di halaman, secara rutin harus dibersihkan, agar air limbah
dapat mengalir, sehingga tidak menimbulkan bau yang tidak sedap dan tidak menjadi
tempat perindukan nyamuk.
Air limbah yang tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan dampak
buruk bagi makhluk hidup dan lingkungan. Air limbah yang tidak dikelola dengan
baik dapat menjadi sarang vektor penyakit (misalnya lalat, nyamuk, kecoa,dll) Mulia
(2005).
Syarat - syarat saluran pembuangan air limbah (SPAL) yang baik adalah :
Universitas Sumatera Utara
a. Air limbah kamar mandi dan dapur tidak boleh tercampur dengan air dari jamban
b. Tidak boleh menjadi tempat perindukan vektor
c. Tidak boleh menimbulkan bau
d. Tidak boleh ada genangan yang menyebabkan lantai licin dan rawan kecelakaan
e. Terhubung dengan saluran limbah umum/got atau sumur resapan (Permenkes, RI
2014).
4. Konstruksi Fisik Sumur
Menurut Chandra (2007), Sumur merupakan sumber utama persediaan air
bersih bagi penduduk yang tinggal di daerah pedesaan maupun sumber air yang
berasal dari resapan air hujan diatas permukaan bumi terutama di daerah dataran
rendah. Jenis sumur ini banyak terdpat di Indonesia dan mudah sekali terkontaminasi
air kotor yang berasal dari kegiatan mandi- cuci - kakus (MCK) sehingga persyaratan
sanitasi yang ada perlu sekali di perhatikan.
Menurut Depkes RI (1992) persyaratan kesehatan sumur gali adalah sebagai
berikut :
1. Lokasi
a. Apabila sumber pencemaran terletak lebih tinggi dari sumur gali dan
diperkirakan air tanah mengalir ke sumur gali, maka jarak ke sumur gali
terhadap sumber pencemaran adalah 11 meter.
b. Jika jarak sumber pencemaran sama / lebih rendah dari sumur gali maka jarak
minimal sumur gali terhadap sumber pencemaran adalah 9 meter.
Universitas Sumatera Utara
c. Sumber pencemaran adalah jamban, air kotor/comberan, tempat pembuangan
sampah, kandang ternak, dan sumber / saluran resapan
2. Lantai
Lantai harus kedap air minimal harus 1 meter dari sumur dan air kotor, mudah
untuk dibersihkan, tidak menyebabkan genangan air, kemiringan minimal 1-5 °
3. SPAL
SPAL harus kedap air, tidak menimbulkan genangan air dan kemiringannya
minimal 2°
4. Bibir sumur
Bibir sumur minimal 80 cm dari lantai, bahan kuat dan kedap air
5. Dinding sumur
Dinding sumur harus kedap air, secara vertikal, minimal 3 meter dari permukaan
tanah.
6. Tutup sumur
Jika pengambilan air dengan pompa tangan dan listrik sumur harus ditutup.
7. Timba (ember tali)
Jika pengambilan dengan timba maka harus di sediakan timba khusus untuk
mencegah pencemaran, timba harus di gantung dan tidak boleh di letakkan di
lantai.
Universitas Sumatera Utara
2.2.4. Cuci Tangan Pakai Sabun
Prilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) merupakan cerminan pola hidup
keluarga yang senantiasa memperhatikan dan menjaga kesehatan seluruh anggota
keluarga atau keluarga dapat menolong dirinya sendiri dibidang kesehatan dan dapat
berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan kesehatan . Jumlah PHBS sangat banyak,
yang salah satu adalah PHBS dalam rumah tangga , dalam PHBS rumah tanggga
terdapat salah satu program yaitu cuci tangan pakai sabun (CTPS). Cuci tangan pakai
sabun merupakan cara mudah dan tidak perlu biaya mahal. Karena itu membiasakan
CTPS sama dengan mengajarkan anak - anak dan seluruh keluarga hidup sehat sejak
dini. Kedua tangan kita adalah salah satu jalur masuknya kuman penyakit kedalam
tubuh. Sebab, tangan adalah anggota tubuh yang paling sering berhubungan langsung
dengan mulut dan hidung. Penyakit-penyakit yang umumnya timbul karena tangan
yang berkuman, antara lain : diare, kolera, ISPA, cacingan, flu dan hepatitis (
Rahmawati, 2011).
Waktu yang tepat untuk mencuci tangan adalah :
1. Setiap kali tangan kita kotor (setelah memegang uang, memegang binatang,
berkebun,dll)
2. Setelah buang air besar
3. Setelah mencebok bayi atau anak
4. Sebelum makan dan menyuapi anak
5. Sebelum memegang makanan
6. Sebelum menyusui bayi
Universitas Sumatera Utara
7. Sebelum menyuapi anak
8. Setelah bersin, batuk, membuang ingus, setelah pulang dari bepergian dan sehabis
bermain/member makan/memegang hewan peliharaan ( Rahmawati, 2011)
Jika ditinjau dari aspek kesehatan masyarakat khususnya pola penyebaran
penyakit menular, cukup banyak penyakit yang dapat dicegah melalui kebiasan atau
perilaku higienes dengan cuci tangan pakai sabun (CTPS), seperti penyakit diare,
typhus perut, kecacingan, flu burung, dan bahkan flu babi yang kini cukup
menghebohkan dunia. Seperti halnya perilaku buang air besar sembarangan, perilaku
cuci tangan, terlebih cuci tangan pakai sabun merupakan masih merupakan sasaran
penting dalam promosi kesehatan, khususnya terkait perilaku hidup bersih dan sehat.
Hal ini disebabkasn perilaku tersebut masih sangat rendah, dimana baru
12%
masyarakat yang cuci tangan pakai sabun setelah buang air besar, hanya 9% ibu-ibu
yang mencuci tangan pakai sabun setelah membersihkan tinja bayi dan balita, hanya
sekitar 7% masyarakat yang cuci tangan pakai sabun sebelum memberi makan kepada
bayi,baru 14% masyarakat cuci tangan pakai sabun sebelum makan. Dengan perilaku
cuci tangan yang benar, yaitu pakai sabun dan menggunakan air bersih bisa
menurunkan angka kejadian diare. Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan
perorangan yang penting dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan.
Mencuci tangan dengan sabun, terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang
tinja anak, sebelum menyiapkan makanan, sebelum menyuapi makan anak dan
sebelum makan, mempunyai dampak dalam kejadian diare, bisa menurunkan angka
kejadian diare sebesar 47% (Kemenkes RI, 2011).
Universitas Sumatera Utara
2.2.5.
Air bersih
Penularan kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui dapat ditularkan
bila masuk ke dalam mulut melalui makanan, minuman atau benda yang fecal oral
kuman tersebut tercemar dengan tinja, misalnya jari-jari tangan, makanan
atau
tempat makan-minum yang dicuci dengan air tercemar. Masyarakat yang terjangkau
oleh penyediaan air yang benar-benar bersih mempunyai risiko menderita diare lebih
kecil dibanding dengan masyarakat yang tidak mendapatkan air bersih. Masyarakat
dapat mengurangi risiko terhadap serangan diare yaitu dengan menggunakan air yang
bersih dan melindungi air tersebut dari kontaminasi mulai dari sumbernya sampai
penyimpanan di rumah
Sumber air bisa berasal dari air hujan atau air angkasa, air permukaan dan
air tanah. Air yang dikonsumsi manusia harus bersih yaitu bebas dari bahan pencemar
kimiawi maupun biologis/ bakteriologis. Mutu atau kualitas air minum, merupakan
syarat mutlak untuk air agar dapat diminum dengan aman tanpa mengganggu
kesehatan. Standar kualitas air bersih diatur oleh Keputusan Menteri kesehatan
republik Indonesia, Nomor : 416/MENKES/PER/IX/1990. Adapun syarat kualitas air
bersih meliputi :
a. Syarat fisika
Secara fisika air minum harus jernih, tidak bewarna, tidak berasa dan tidak
berbau. Suhu dibawah suhu udara diluarnya sehingga dalam kehidupan sehari-hari
cara mengenal air yang memenuhi persyaratan fisik ini tidak sukar.
Universitas Sumatera Utara
b. Syarat kimia
Air yang sehat harus mengandung zat-zat tertentu didalam jumlah yang
tertentu pula. Kekurangan atau kelebihan salah satu zat kimia didalam air akan
menyebabkan gangguan fisiologis pada manusia. Sesuai dengan prinsip teknologi
tepat guna di pedesaan maka air minum yang berasal dari mata air dan sumur dalam
adalah dapat diterima sebagai air yang sehat dan memenuhi persyaratan asalkan tidak
tercemar oleh kotoran, terutama kototan manusia dan binatang. Oleh karena itu mata
air atau sumur di pedesaan harus mendapatkan pengawasan dan perlindungan agar
tidak di cemari oleh penduduk yang menggunakan air tersebut.
c. Syarat bakteriologis
Air untuk keperluan air bersih yang sehat harus bebas dari segala bakteri,
terutama bakteri patogen. Cara untuk mengetahui apakah air minum terkontaminasi
oleh bakteri pathogen adalah dengan memeriksa sampel (contoh) air tersebut. Dan
bila dari pemeriksaan 100 cc air tidak boleh ada bakteri/virus kuman berbahaya
(pathogen dalam air), bakteri yang tidak berbahaya, namun menjadi indikator
pencemaran (coliform bacteria) harus negatif , atau dalam 100 ml air total koliform
(MPN) adalah 0.Mengapa E.coli ini dijadikan standar, karena :
a.
Bakteri ini selalu terdpat dalam tinja manusia
b.
Tinja
manusia
merupakan
media
penyebaran
beberapa
jenis
bakteri
pathogen terutama bila tinja berasal dari karier penyakit tertentu.
c.
E. coli paling tahan terhadap pemananasan biasa
d.
Syarat radio aktifitas
Universitas Sumatera Utara
Air juga tidak boleh mengandung bahan-bahan radioaktifitas yang dapat
memberikan emisi atau radiasi demikian rupa sehingga membahayakan kesehatan
(Sutomo,dkk 2013).
Air di dalam tubuh manusia, berkisar antara 50-70% dari seluruh berat badan.
Air terdapat diseluruh badan, ditulang terdapat air sebanyak 22% berat tulang,
didarah dan diginjal sebanyak 83%. Pentingnya air bagi kesehatan dapat dilihat
jumlah air yang ada di dalam organ, seperti 80% dari darah terdiri atas air, 25% dari
tulang, 75 % dari urat syaraf 80% dari ginjal, 70% dari hati, dan 75 % dari otot adalah
air..Kehilangan air untuk 15% dari berat badan dapat mengakibatkan kematian.
Karena orang dewasa perlu minum minimum 1,5-2 liter sehari (Soemirat, 2007).
Kebutuhan manusia akan air sangat kompleks antara lain untuk minum,
masak, mandi, mencuci. Menurut perhitungan WHO di negara-negara maju tiap
orang memerlukan air antara 60-120 liter per hari.Sedangkan di negara-negara
berkembang, termasuk indonesia tiap orang memerlukan air antara 30-60 liter per
hari (Suyono, 2012).
Beberapa penyakit menular yang dapat ditularkan melalui air :
a.
Diare adalah penyakit yang ditandai dengan defekasi encer lebih dari 3 x sehari,
dengan/tanpa dan/atau lendir dalam tinja yang bisa disebabkan oleh bakteri
ataupun virus, parasit, malabsobrsi, alergi dan imunodefiesiensi.
b.
Cholera adalah
penyakit usus halus yang akut dan berat. Penyakit cholera
disebabkan oleh bakteri vibrio cholera. Masa tunasnya berkisar beberapa jam
Universitas Sumatera Utara
sampai beberapa hari. Gejala utamanya adalah muntaber, dehidrasi dan kolaps.
Gejala khasnya adalah tinja yang menyerupai air cucian beras.
c. Typhus abdominalis juga merupakan penyakit yang menyerang usus halus dan
penyebabnya adalah salmonella typi. gejala utamanya adalah panas yang terus
menerus dengan taraf kesadaran menurun. Salmonella typi tumbuh dalam
suasana yang cocok bagi dirinya yaitu usus manusia dan hewan berdarah panas.
Namun bila tinja seseorang yang sakit mengandung bakteri masuk ke air, maka
bakteri ini dapat hidup beberapa hari sebelum mati. Bila air tersebut diminum,
salmonella typi akan masuk ke usus manusia dan berkembang biak hingga
menyebabkan sakit.
d. Hepatitits A disebabkan oleh virus hepatitis A dengan gejala utama demam akut
dengan perasaan mual dan muntah, hati membengkak dan sclera mata menjadi
kuning.
e. Dysentrie amoeba disebabkan protozoa bernama Entamoebe hystolitica gejala
utamanya adalah tinja yang bercampur darah dan lendir (Slamet, 2002 dalam
Mulia 2005).
f. Tularemia oleh pasteurella tularensis.
g. Poliomielitis akuta oleh virus polio
h. Guiena worm disesase (dracuntias) disebabkan Disentri basiler oleh shygella
dysentriae, shygella flexneri, shygella boydii, shygella sonnei.
i. Oleh cacing gelang dracunculus medimensis Disentri amoeba disebabkan oleh
protozoa bernama entamoeba hystolitica
Universitas Sumatera Utara
j. Toksik sianobakteria, keracunan akibat toksin yang dihasilkan bakteri dalam air.
k. Melalui kulit adalah karena kontak langsung dengan kulit yaitu scabies
disebabkan oleh sarcoptes sbcabiei dan penyakit mata oleh virus ( Suyono, 2012).
2.3. Landasan Teori
Berdasarkan tinjauan kepustakaan yang telah dibahas maka yang menjadi
landasan teori dalam penelitian ini adalah bahwa diare adalah suatu kondisi dimana
seseorang buang air besar dengan konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat berupa
air saja dan frekuensinya lebih sering dari biasanya (tiga kali atau lebih dalam satu
hari), (Kemenkes RI, 2011).
Widoyono, (2008) mengatakan bahwa penularan penyakit diare dapat terjadi
karena
sebagian besar (75%) disebabkan oleh kuman seperti virus dan bakteri.
Penularan penyakit diare melalui orofekal terjadi dengan mekanisme melalui air yang
merupakan media penularan utama. Diare dapat terjadi bila seseorang menggunakan
air minum yang sudah tercemar, baik tercemar dari sumbernya, tercemar selama
perjalanan sampai kerumah-rumah, atau tercemar pada saat disimpan dirumah.
Pencemaran dirumah terjadi bila tempat penyimpan tidak tertutup atau apabila tangan
yang tercemar meyentuh air pada saat mengambil air dari tempat penyimpanan. Bisa
juga melaui tinja terinfeksi, tinja yang sudah terinfeksi mengandung virus ataupun
bakteri dalam jumlah besar. Bila tinja tersebut dihinggapi binatang, kemudian
binatang tersebut hinggap di makanan dapat menularkan diare ke orang yang
memakannya.
Universitas Sumatera Utara
2.4. Kerangka Teori
Kuman penyebab daire :
Bakteri, Virus dan
Parasit
Karakteristik :
1.
2.
3.
4.
Umur
Pendidikan
Pengetahuan
Keadaan sosial
ekonomi
5. Status Gizi
Kejadian Diare
Sarana Sanitasi
1. Jamban keluarga
2. Pengelolaan
sampah
3. SPAL
4. Konstruksi Fisik
sumur
Pencegahan diare
1. Cuci tangan pakai
sabun
2. Pengelolaan air
bersih
PP
Gambar 2.2. Landasan Teori
Universitas Sumatera Utara
2.5. Kerangka Konsep
Variabel Independen
Variabel Dependen
Karakteristik Ibu
a. Pendidikan
b. Pekerjaan
c. Keadaan sosial ekonomi
Sarana Sanitasi
a. Jamban keluarga
b. Pengelolaan Sampah
c. Saluran pembuangan
air limbah (SPAL)
d. Konstruksi fisik sumur
Kejadian Diare
Pencegahan diare
a. Sarana dan prilaku Cuci
tangan pakai sabun
(CTPS)
b. Pengelolaan air bersih
Gambar 2.3. Kerangka Konsep Penelitian
Universitas Sumatera Utara
Download