Menuju Subsidi Listrik yang Lebih Tepat Sasaran

advertisement
Edisi 22, Vol. I. November 2016
Menuju Subsidi
Listrik yang
Lebih Tepat
Sasaran
Pengelolaan
Subsidi LPG
3 Kg Melalui
Sistem Kartu
Agar Tepat
Sasaran
p. 02
p. 07
Buletin APBN
Pusat Kajian Anggaran
Badan Keahlian DPR RI
www.puskajianggaran.dpr.go.id
ISSN 2502-8685
1
Dewan Redaksi
Penanggung Jawab
Dr. Asep Ahmad Saefuloh, S.E., M.Si.
Pemimpin Redaksi
Slamet Widodo, S.E., M.E.
Redaktur
Robby Alexander Sirait, S.E., M.E.
Dahiri, S.Si., M.Sc
Adhi Prasetyo S. W., S.M.
Dwi Resti Pratiwi, S.T., MPM.
Editor
Marihot Nasution, S.E., M.Si.
Ade Nurul Aida, S.E.
Daftar Isi
Update APBN.......................................................................................................................p.01
Menuju Subsidi Listrik yang Lebih Tepat Sasaran.................................................................p.02
Pengelolaan Subsidi LPG 3 Kg Melalui Sistem Kartu Agar Tepat Sasaran.............................p.06
Terbitan ini dapat diunduh di halaman website www.puskajianggaran.dpr.go.id
Update APBN
Pada bulan Oktober 2016 terjadi inflasi sebesar 3,31 persen (YoY), sedangkan
target inflasi pada APBN Perubahan tahun 2016 sebesar 4 persen.
Untuk nilai tukar rupiah terhadap Dollar AS, nilai rata-rata kurs tengah selama
bulan Oktober 2016 sebesar Rp13.017/USD, sedangkan target nilai tukar rupiah
terhadap Dollar AS pada APBN Perubahan tahun 2016 sebesar Rp13.500/USD.
Sementara untuk harga rata-rata minyak mentah Indonesia (ICP) pada Oktober
2016 sebesar US$46,64 per barel, sedangkan target ICP pada APBN Perubahan
tahun 2016 sebesar US$35 per barel.
Sumber: Data diolah dari Nota Keuangan APBN-P 2016, Kementerian Keuangan; BPS, 2016; BI, 2016;
Kementerian ESDM, 2016
2
Menuju Subsidi Listrik yang Lebih Tepat Sasaran
Marihot Nasution1)
Hingga kini, penyediaan listrik untuk
Indonesia masih mengalami beberapa
kendala. Dari besarnya beban dalam
memproduksi listrik akibat pemilihan bahan
baku penyediaan listrik, hingga listrik yang
tidak dapat menjangkau area terpencil.
Di tengah problematika yang ada, kinerja
PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) selaku
penyedia listrik Indonesia makin membaik.
Pada tahun 2015, PLN mencatatkan laba
bersih sebesar Rp15,6 triliun atau naik 11
persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Kinerja perseroan tersebut didorong
oleh efisiensi biaya usaha yang dibarengi
peningkatan pendapatan usaha di tengah
berkurangnya penerimaan subsidi dari negara
sebesar Rp42,8 triliun. Efisiensi biaya usaha
berasal dari peralihan konsumsi sumber
energi yang menyebabkan konsumsi bahan
bakar minyak turun dari 7,2 kiloliter menjadi
5,2 kiloliter pada 2015. Dari situ diperoleh
penghematan sebesar Rp36,4 triliun. Struktur
keuangan PLN juga semakin menguat dengan
adanya dukungan program revaluasi dimana
nilai aset dan ekuitas meningkat hingga
Rp650 triliun. Penjualan tenaga listrik juga
mencatatkan kenaikan seiring bertambahnya
jumlah pelanggan. Kinerja yang membaik ini
juga dibarengi dengan rasio elektrifikasi yang
terdorong naik.
Subsidi Listrik Tidak Tepat Sasaran
Kinerja PLN yang membaik ternyata
masih memiliki catatan buruk. Sekitar 1,6 juta
rumah tangga miskin dan tidak mampu belum
menikmati sambungan listrik dan 12.000 desa
tidak terjangkau layanan/fasilitas listrik. Rasio
elektrifikasi di Indonesia meskipun tergolong
tinggi yaitu sebesar 88,3 persen (per Desember
2015) namun masih relatif rendah jika
dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya.
Meskipun begitu, dukungan pemerintah dalam
menjamin kinerja PLN sangatlah besar. Untuk
meningkatkan pasokan listrik, pemerintah
mendukung penuh program 35.000 MW; agar
listrik dirasakan oleh rakyat miskin, pemerintah
memberikan subsidi listrik bagi rakyat yang
kurang mampu. Meskipun terus didukung
subsidi listrik bagi rakyat, kebijakan subsidi
mengalami kendala yaitu kurang tepatnya
sasaran penerima subsidi. Selama ini, subsidi
listrik dihitung dari selisih negatif antara harga
jual tenaga listrik rata-rata (Rp/kWh) dari
masing-masing golongan tarif dikurangi Biaya
Pokok Penyediaan (BPP) tenaga listrik (Rp/kWh)
pada tegangan di masing-masing golongan
tarif dikalikan volume penjualan (kWh) untuk
setiap golongan tarif. PLN memerlukan subsidi,
mengingat harga penjualan tenaga listrik
masih berada di bawah rata-rata biaya pokok
penyediaan listrik (sudah termasuk margin).
Namun oleh masyarakat, subsidi tersebut
dimanfaatkan semaksimal mungkin hingga
banyak pelanggan bersubsidi yang sebenarnya
tidak layak untuk mendapatkan subsidi.
Sasaran penerima subsidi listrik saat ini
sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan
(PMK) No. 195/PMK.08/2015 tentang Tata Cara
Penghitungan, Pengalokasian, Pembayaran,
dan Pertanggungjawaban Subsidi Listrik adalah
pelanggan dengan golongan tarif yang tarif
tenaga listrik rata-ratanya lebih rendah dari
kebutuhan pendapatan pada tegangan di
golongan tarif tersebut. Selama ini, pemerintah
telah mengalokasikan anggaran subsidi listrik
tersebut bagi pelanggan yang sebagian besar
(sekitar 85 persen) adalah golongan R1-450
VA dan R1-900 VA. Sebagian pelanggan rumah
tangga R1-450 VA dan R1-900 VA merupakan
pelanggan yang tidak mampu, namun sebagian
yang lain pelanggan tersebut telah mampu
secara ekonomi. Apabila dikaitkan dengan
Undang-undang (UU) Nomor 30 Tahun 2007
Tentang Energi pada Pasal 7, dinyatakan bahwa
subsidi energi diperuntukkan bagi masyarakat
tidak mampu, maka dengan pernyataan di
atas dapat dikatakan bahwa subsidi listrik bagi
pelanggan R1-450 VA dan R1-900 VA saat ini
dinilai belum tepat sasaran. Berdasarkan hasil
evaluasi BKF dengan Deutsche Gesellschaft
für Internationale Zusammenarbeit/German
International Cooperation (GIZ) terhadap
subsidi listrik yang diberikan kepada kelompok
pelanggan R1-450 VA dan R1-900 VA yang
berlaku saat ini menunjukkan subsidi listrik
tidak tepat sasaran, karena 5,9 juta pelanggan
Gambar 1. Kinerja PLN 3 Tahun Terakhir
Sumber: Annual Report PLN, 2013-2015
1) Dewan Redaksi Buletin APBN
1
R1-450 VA dan 14,4 juta pelanggan R1-900
VA adalah kelompok rumah tangga yang telah
mampu karena termasuk dalam pengeluaran
per kapita lebih dari Rp1 juta per bulan
(Susenas, 2014).
Selain belum tepat sasaran, pola subsidi
listrik bagi pelanggan R1-450 VA dan R1-900
VA juga dinilai belum memenuhi prinsip
keadilan, karena kelompok pelanggan R1450 VA dan R1-900 VA yang lebih mampu
mendapat subsidi lebih banyak dibandingkan
kelompok yang tidak mampu. Hasil
pengolahan lebih lanjut dengan data Susenas
(2014) menunjukkan golongan pengeluaran
yang lebih tinggi justru menerima subsidi
listrik per bulan yang lebih tinggi. Sebagai
contoh misalnya, kelompok pelanggan
R1-450 VA dengan pengeluaran terendah
menerima subsidi dengan rata-rata sebesar
Rp48.710/bulan, sedangkan kelompok
dengan pengeluaran tertinggi dari pelanggan
R1-450 VA telah menerima subsidi ratarata sebesar Rp140.835/bulan, hampir 3
kali lipat dari besaran subsidi yang diterima
oleh kelompok yang memiliki pengeluaran
terkecil. Perbedaan ini akan semakin jauh jika
dibandingkan dengan kelompok rumah tangga
miskin lainnya yang belum mempunyai akses
listrik PLN sehingga mereka sama sekali tidak
menikmati subsidi listrik.
Hasil temuan kajian BKF dan GIZ juga
menemukan bahwa kebijakan subsidi listrik
yang ada saat ini mendorong penggunaan
listrik yang boros, karena berdasarkan data
Susenas dan data PLN tahun 2014, konsumsi
listrik rata-rata per bulan mencapai 80-100
kWh (R1-450 VA) dan 140 kWh per bulan
(R1-900 VA). Angka tersebut jauh di atas
kebutuhan listrik yang wajar yang diperkirakan
sekitar 60 kWh.
Untuk menata data penerima subsidi
ini, secara bertahap PLN telah mendata 4
juta pelanggan rumah tangga miskin dan
rentan miskin yang menggunakan daya
900 VA. Kegiatan ini merupakan penugasan
dari Pemerintah melalui Direktorat Jenderal
Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan
Sumber Daya Mineral (KESDM). Pendataan
ini dilakukan dengan mencocokkan data
pelanggan dengan data rumah tangga
pada Basis Data Terpadu (BDT). BDT adalah
basis data yang dikelola oleh Tim Nasional
Percepatan Penanggulangan Kemiskinan
(TNP2K), yang berisi data 40 persen rumah
tangga dengan kesejahteraan sosial ekonomi
terendah di Indonesia. Data yang diserahkan
oleh Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan
kepada PLN pada pertengahan Desember
2015 tersebut belum memiliki Nomor Identitas
Pelanggan (IDPEL). Untuk itu, perlu dilakukan
pencocokkan dengan data pelanggan,
khususnya pelanggan dengan daya 900 VA. Hal
ini ditujukan agar subsidi listrik yang diberikan
Pemerintah tepat sasaran, yaitu untuk rumah
tangga miskin dan rentan saja. Pencocokan
ini dilakukan dari Januari hingga Maret 2016.
Pemilahan data tahap awal dilakukan berbasis
Web Based – Intranet dengan menggunakan
aplikasi yang memuat semua data elektronis
rumah tangga kurang mampu berdasarkan
pemutakhiran data BDT yang dikelola TNP2K.
Selanjutnya, PLN juga melakukan pendataan
langsung ke rumah-rumah pelanggan untuk
mengetahui IDPEL. Dari hasil penataan
data penerima subsidi ini diketahui bahwa
pelanggan yang mengkonsumsi listrik berdaya
450 VA sebanyak 19,1 juta pelanggan dan
berdaya 900 VA sebesar 4,05 juta konsumen,
atau penerima subsidi yang benar-benar
berhak hanyalah sejumlah 23,15 juta
pelanggan. Data TNP2K mencatat selama ini
hanya sekitar 26 persen kelompok miskin
dan rentan yang menerima subsidi listrik dari
pemerintah, sisanya didominasi oleh kelompok
kaya.
Rencana Subsidi Listrik 2017
Subsidi listrik mulai dapat dikendalikan
pada pertengahan 2014, karena pemerintah
tidak lagi memberikan subsidi pada beberapa
pelanggan, seperti industri besar, hotel, mal
dan rumah mewah. Di sisi lain, sejak tahun
Gambar 2.
Sumber: Nota Keuangan APBN 2011-2016, Nota Keuangan RAPBN 2017, Kementerian Keuangan;
BPS, 2016; dan Statistik PLN 2015.
2
2003, pemerintah tidak pernah menaikkan
tarif listrik untuk golongan pelanggan R1-450
VA dan R1-900 VA, meskipun biaya produksi
listriknya sudah meningkat. Akibatnya, subsidi
untuk kedua kelompok tersebut kemudian
bertransformasi menjadi bom waktu,
ditambah dengan persoalan ketepatan dan
efektivitas kelompok pengguna. Menurut
data KESDM, alokasi subsidi listrik tahun 2015
per golongan menunjukkan bahwa alokasi
subsidi listrik untuk golongan R1-450 VA
sebesar Rp27,6 triliun dan R1-900 VA sebesar
Rp27,7 triliun, sangat membebani APBN
dibandingkan alokasi kelompok pelanggan
lainnya (gambar 3).
Penataan subsidi listrik tidak hanya
dilakukan dari segi obyek penerimanya saja.
Formula penghitungan subsidi listrik juga
diubah. Latar belakang perubahan ini adalah
adanya hasil studi yang dilakukan pada tahun
2012 tentang sustainabilitas kondisi keuangan
PLN dalam jangka menengah (5 tahun)
dan jangka panjang (10 tahun) memang
sudah diperkirakan bahwa apabila tidak ada
perubahan kebijakan yang mendasar maka
subsidi listrik per tahun akan menembus
angka di atas Rp100 trilliun. Untuk itu,
perubahan kebijakan dilakukan melalui
perubahan metode perhitungan subsidi yang
lebih memberi insentif kepada PLN agar selalu
meningkatkan efisiensi operasi. Formula
subsidi sebelumnya menggunakan komponen
biaya pokok penyediaan (BPP) listrik +
margin (cost + margin), justru memberikan
return yang lebih tinggi untuk PLN meskipun
biaya produksi lebih tinggi dari sebelumnya
sehingga menjadi “disinsentif” dalam
mencapai efisiensi. Untuk itu formula subsidi
tersebut diubah dengan menggunakan konsep
performance based regulatory (PBR). Formula
PBR ini memperkenalkan adanya parameter
terkendali (mis: biaya operasi bukan bahan
bakar), yang nilainya tetap untuk satu
periode. Parameter terkendali merupakan alat
insentif bagi PLN untuk mencapai efisiensi,
karena setiap pengurangan biaya yang dapat
dicapai akan dinikmati oleh PLN, dan tidak
diperhitungkan sebagai pengurang subsidi.
Parameter terkendali yang diusulkan terdiri:
1) kadar konversi energi (heat rate); 2) biaya
operasi bukan bahan bakar; 3) susut jaringan
dan pemakaian sendiri; 4) faktor penghematan
(x factor); 5) gagal operasi pembangkit PLN.
Penerapan PBR ini telah dimulai sejak kebijakan
subsidi listrik 2015 lalu dengan ditetapkan
PMK No. 195/PMK.08/2015 tentang Tata Cara
Penghitungan, Pengalokasian, Pembayaran dan
Pertanggungjawaban Subsidi Listrik.
Sementara itu, untuk kebijakan fiskal
terkait subsidi listrik tahun 2017 dapat
diuraikan sebagai berikut: (1) meningkatkan
efisiensi anggaran subsidi listrik; (2)
memperbaiki mekanisme penyaluran
penerima subsidi listrik yang lebih tepat
sasaran; (3) memberikan subsidi listrik yang
lebih tepat sasaran kepada rumah tangga
miskin dan rentan untuk pelanggan 900 VA;
(4) meningkatkan rasio elektrifikasi secara
nasional, dan secara bersamaan mengurangi
disparitas antarwilayah; (5) meningkatkan
efisiensi penyediaan tenaga listrik, melalui
optimalisasi pembangkit listrik berbahan
bakar gas dan batu bara, dan menurunkan
komposisi pemakaian BBM dalam pembangkit
tenaga listrik; dan (6) mengembangkan energi
baru dan energi terbarukan yang lebih efisien
khususnya di pulau-pulau terdepan yang
berbatasan dengan negara lain dan daerah
terpencil namun memiliki potensi energi baru
dan energi terbarukan, serta mensubstitusi
PLTD di daerah-daerah terisolasi.
Badan Anggaran (Banggar) DPR RI
memutuskan bahwa subsidi listrik tahun 2017
adalah sebesar Rp44,98 triliun, lebih rendah
dari usulan pemerintah Rp48,56 triliun.
Keputusan itu diambil setelah Banggar menilai
pemerintah berkomitmen mencabut subsidi
pada pelanggan golongan R1-900 VA. Sehingga,
subsidi listrik selanjutnya hanya akan diberikan
kepada 23,15 juta pelanggan. Pelanggan
subsidi listrik tersebut merupakan pelanggan
berdasarkan data TNP2K yang disepakati
Banggar. PLN sendiri menegaskan, pencabutan
subsidi listrik akan dilakukan secara bertahap
bagi pelanggan rumah tangga R1-900 VA agar
tidak terjadi gejolak ekonomi yang besar di
masyarakat.
Pencabutan subsidi listrik untuk pelanggan
R1-900 VA tentunya akan berdampak pada
kenaikan tarif dasar listrik (TDL). Kepala Divisi
Gambar 3. Alokasi Subsidi Listrik Tahun 2015 per Golongan Pelanggan
Sumber: Kementerian ESDM, 2016
3
Gambar 4. Formula Penghitungan Subsidi Listrik
Sumber: Pengaturan Berbasis Kinerja (Performance Based Regulatory/PBR) pada Subsidi Listrik, Badan
Kebijakan Fiskal. 2014
Niaga PLN, Benny Marbun mengatakan, saat
disubsidi ta‎rif listrik golongan 900 VA sebesar
Rp605 per kilo Watt hour (kWh). Setelah
dicabutnya subsidi maka ada dua golongan
R1-900 VA. Pertama, golongan R1-900 VA
yang disubsidi. Kedua, golongan rumah
tangga R1-900 VA yang tarif listriknya non
subsidi (RTM). ‎Dengan dicabutnya subsidi
listrik, maka pelanggan R1-900 VA yang
masuk kategori RTM tarif listriknya naik. Pada
tahap pertama, kenaikan tarif dari Rp605 per
kWh menjadi Rp791 per kWh pada periode
Januari-Februari 2017. Kemudian, periode
berikutnya pencabutan subsidi akan dilakukan
pada Maret- April 2017. Tarif listrik kembali
naik menjadi Rp1.034 per kWh. Tahap ketiga,
pencabutan subsidi dilakukan pada Mei-Juni
2017, kenaikan tarifnya menjadi Rp1.352
per kWh. Dari rencana ini maka seluruh
subsidi listrik pada golongan RTM R1-900
VA akan dicabut‎ seluruhnya pada Juni 2017.
Dengan begitu maka tarif golongan tersebut
nantinya mengikuti skema tarif penyesuaian
(adjustment), yang akan berubah setiap bulan.
Tarif penyesuaian itu mengikuti parameter
pembentukan tarif berdasarkan kurs dolar
Amerika Serikat, harga minyak Indonesia
(Indonesian Crude Price/ICP) dan inflasi.
Sementara itu, penataan subsidi listrik bagi
pelanggan golongan R1-450 VA nantinya akan
dilakukan dengan 4 tahap.
Dampak Pencabutan Subsidi Listrik
Dampak pertama dari penataan subsidi
listrik ini tentunya berkurangnya jumlah
pelanggan listrik bersubsidi dan bertambahnya
pelanggan non-subsidi. Dari kondisi tersebut,
dimungkinkan pendapatan PLN dari penjualan
listrik akan meningkat, dengan catatan
tidak ada pembayaran tagihan listrik yang
tertunda oleh pelanggan. Seiring dengan
itu, tarif listrik juga akan meningkat. Seperti
pernyataan PLN di atas, bahwa tarif listrik
akan bertahap naik menjadi Rp1.352 per kWh
tanpa subsidi dari sebelumnya Rp605 per kWh
dengan subsidi (223 persen) bagi pelanggan
R1-900VA. Tentunya kenaikan tarif ini akan
menambah pendapatan PLN dari penjualan
tenaga listrik. Dengan pemanfaatan sumber
daya yang efisien, peningkatan pendapatan ini
diharapkan dapat memberi kontribusi positif
bagi PLN, misalkan peningkatan pasokan listrik
di daerah dengan penambahan pembangkit
tenaga listrik baru, atau dapat dimanfaatkan
untuk meningkatkan bauran energi PLN dan
pemanfaatan energi baru dan terbarukan (EBT)
lebih optimal.
Namun, Enny Sri Hartati2 menyatakan
bahwa rencana pencabutan subsidi listrik
golongan R1-900 VA akan menimbulkan inflasi.
Hal ini dikarenakan pencabutan subsidi listrik
yang nantinya menyebabkan kenaikan tarif
listrik akan berkontribusi sebagai komponen
inflasi. Meskipun belum terukur secara jelas
dampak dari kenaikan tarif listrik, Badan Pusat
Statistik (BPS) menyatakan bahwa bobot biaya
listrik bagi masyarakat sebagai komponen
inflasi adalah sebesar lebih dari 3 persen.
Selain itu, Direktur Indef tersebut juga
menyatakan bahwa langkah pemerintah
mengencangkan ikat pinggang justru tidak
menguntungkan bagi masyarakat karena
akan menggerus daya beli masyarakat.
Kenaikan tarif listrik akan mempengaruhi
harga kebutuhan pokok. Hal ini disebabkan
kenaikan tarif listrik sering dijadikan alasan
para produsen/pengusaha kecil untuk
menaikkan harga. Kondisi ini akan merugikan
masyarakat terutama yang memiliki ekonomi
menengah ke bawah. Harga kebutuhan pokok
yang tinggi akan membuat masyarakat tidak
mampu memenuhi kebutuhan dasar lain
seperti rumah tinggal. Kementerian Pekerjaan
Umum mencatat banyak masyarakat yang
berpenghasilan di bawah Rp2 juta tidak
mampu membeli rumah meski telah bekerja
dalam kurun waktu 10 hingga 15 tahun. Hal
tersebut disebabkan 70 persen penghasilan
digunakan untuk kebutuhan sehari-hari
seperti makanan, listrik, air serta transportasi.
Sementara itu, Ketua Yayasan Lembaga
Konsumen Indonesia (YLKI) menyarankan
agar pemerintah hanya memangkas subsidi
2) Direktur Eksekutif Indonesia Development of Economics and Finance (Indef)
4
listrik untuk golongan R1-900 VA. Pasalnya,
listrik berkapasitas R1-900 VA cenderung
dimanfaatkan masyarakat kecil sehingga jika
tarifnya dinaikan akan semakin membebani
mereka.
Tidak seperti penerapan kebijakan terkait
tarif listrik sebelumnya, dimana dampak
kenaikan tarif terhadap inflasi relatif kecil
atau hanya sebesar 0,3-0,5 persen disebabkan
oleh penerima kenaikan tarif adalah
golongan rumah tangga mampu dan industri.
Penerapan kebijakan pencabutan subsidi kali
ini dapat memberi efek yang cukup berat bagi
inflasi dan daya beli masyarakat mengingat
penerima kebijakan ini tergolong masyarakat
ekonomi menengah ke bawah.
Catatan Redaksi
Pencabutan subsidi listrik yang akan
dilaksanakan pada 2017 nanti tentunya
membawa dampak bagi masyarakat
Indonesia. Dampak tersebut dapat bersifat
positif, terutama bagi PLN pada periode
jangka panjang, namun dampak tersebut
dapat bersifat negatif pada periode jangka
pendek. Dampak negatif ini dapat dirasakan
oleh masyarakat karena dengan adanya
pencabutan subsidi listrik bagi pelanggan
yang tidak berhak maka pelanggan tersebut
akan mendapati kenaikan tarif listrik yang
cukup signifikan. Hal ini memberi pukulan
bagi pengeluaran rutin masyarakat yang
nantinya dapat berdampak pada kenaikan
harga komoditas lain. Meskipun belum jelas
terukur efek kenaikan tarif tersebut, namun
hendaknya pemerintah mengantisipasi
kenaikan tarif tersebut agar tidak
mempengaruhi inflasi nasional.
Meskipun begitu rencana kebijakan
ini bertujuan baik yaitu untuk penertiban
penerima subsidi listrik agar diterima oleh
masyarakat yang memang memerlukan.
Dengan makin meningkatnya alokasi subsidi
listrik tiap tahunnya, subsidi listrik dapat
membebani ruang fiskal Indonesia. Selain
itu, secara tidak langsung kebijakan ini dapat
menjadi pendorong prestasi bagi PLN selaku
produsen listrik utama Indonesia. Dengan
makin membaiknya kinerja PLN saat ini, dan
penerapan formula penghitungan subsidi
yang baru, sudah sepatutnya subsidi listrik
ditertibkan dan dikurangi, sehingga PLN dapat
fokus untuk meningkatkan efisiensinya dalam
memproduksi energi listrik. Jika efisiensi
meningkat, maka PLN dapat meningkatkan
kinerjanya yang nantinya berdampak pada
bertambahnya rasio elektrifikasi nasional.
Daftar Pustaka
Joko Tri Haryanto.2016. Subsidi Listrik Tepat
Sasaran. Working Paper
Badan Kebijakan Fiskal dan Deutsche
Gesellschaft für Internationale
Zusammenarbeit/German International
Cooperation (GIZ). 2015. Mekanisme Kebijakan
Subsidi Listrik Yang Lebih Tepat Sasaran.
Kementerian Keuangan RI. Diakses dari http://
www.fiskal.kemenkeu.go.id/dw-konten-view.
asp?id=20151230092250435820332
Investor Daily. 2015. PLN Verifikasi Data
Penerima Subsidi Listrik. 23 Oktober 2015.
Diakses dari http://listrik.org/news/plnverifikasi-data-penerima-subsidi-listrik/
Safyra Primadhyta. 2016. Pemerintah Pangkas
Jumlah Pelanggan Penerima Subsidi Listrik.
CNN Indonesia Selasa, 20 September 2016.
Diakses dari http://www.cnnindonesia.com/
ekonomi/20160920183824-85-159788/
pemerintah-pangkas-jumlah-pelangganpenerima-subsidi-listrik/
Badan Kebijakan Fiskal. 2013. Laporan Akhir
Kajian Efektifitas Penugasan Public Service
Obligation (PSO) kepada BUMN Sektor Energi:
Implementasi Performance-Based Regulatory
(PBR) Pada PT PLN (Persero). Pusat Pengelolaan
Risiko Fiskal, Badan Kebijakan Fiskal,
Kementerian Keuangan RI
Badan Kebijakan Fiskal. 2014. Pengaturan
Berbasis Kinerja (Performance Based
Regulatory/PBR) pada Subsidi Listrik.
Disampaikan di Bali, 20 Maret 2014.
Kementerian Keuangan RI
PLN. 2013. Dampak Penyesuaian Tarif Tenaga
Listrik terhadap Inflasi diprediksi 0,3 – 0,5%.
Diakses dari http://www.pln.co.id/2013/01/
dampak-penyesuaian-tarif-tenaga-listrikterhadap-inflasi-diprediksi-03-05/
Redaksi Geotimes.2016. Ini Dampak
Pencabutan Subsidi Listrik. Diakses dari http://
geotimes.co.id/ini-dampak-pencabutan-subsidilistrik/
CNN Indonesia. 2016. Daya beli terancam,
pemangkasan subsidi listrik 2017 dikritik.
Diakses dari http://www.cnnindonesia.com/
ekonomi/20161027162059-78-168468/dayabeli-terancam-pemangkasan-subsidi-listrik2017-dikritik/
PLN. 2016. PLN cocokkan data 4 juta rumah
tangga daya 900 VA. Diakses dari http://www.
pln.co.id/2016/01/pln-cocokkan-data-4-jutarumah-tangga-daya-900-va/
TNP2K. 2016. Pencocokan data pelanggan
PLN daya 900va-dengan-basis-data-terbaru.
Diakses dari http://www.tnp2k.go.id/id/artikel/
pencocokan-data-pelanggan-pln-daya-900vadengan-basis-data-terbaru/
Berita Dunia. 2015. Resiko Besar, Efek Dahsyat
Saat Subsidi Listrik Dicabut Jokowi Tahun
Depan. Diakses dari http://www.beritadunia.
net/berita-dunia/asia-tenggara/resiko-besar,efek-dahsyat-saat-subsidi-listrik-dicabut-jokowitahun-depan
5
Pengelolaan Subsidi LPG 3 Kg Melalui Sistem
Kartu Agar Tepat Sasaran
Adhi Prasetyo1)
Abstrak
Alokasi pemberian subsidi Liquefied Petroleum Gas (LPG) ukuran 3 kilogram (kg) di
tahun 2017 telah ditetapkan sebesar Rp20 triliun, turun Rp22,31 triliun dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara – Perubahan (APBN-P) 2016 yang dialokasikan
sebesar Rp42.31 triliun. Subsidi LPG 3 kg tersebut akan diberikan kepada 26 juta rumah
tangga miskin dan 2,3 juta pelaku Usaha Kecil dan Menengah (UKM), jumlah tersebut
berdasarkan data dari Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K).
Agar penyaluran distribusi tepat sasaran, distribusi subsidi LPG 3 kg akan dilakukan
secara tertutup.
Harga minyak mentah dunia terus
pendistribusian LPG 3 kg dilakukan oleh
mengalami kenaikan, dari USD60,45 per
eks agen dan pangkalan minyak tanah
barel di tahun 2005, menjadi USD68,28
yang diubah menjadi agen dan pangkalan
per barel di tahun 2006. Kemudian di
LPG 3 Kg. Program ini ditugaskan kepada
2007 harga minyak mentah kembali
Pertamina, berkoordinasi dengan
menguat menjadi USD72,99 per barel, dan departemen terkait, dan direncanakan
kembali melambung tinggi menyentuh
pelaksanaannya secara bertahap antara
level tertingginya yakni USD100,01
tahun 2007-2016. Khusus tahun 2016,
per barel pada 2008. Kondisi ini makin
wilayah Indonesia bagian timur menjadi
membebani APBN dan memperbesar
prioritas perluasan konversi minyak tanah
defisit anggaran. Oleh karena itu sebagai
ke LPG 3 kg. Konversi minyak tanah ke LPG
alternatif guna mengalihkan pemakaian
3 kg sendiri bertujuan untuk: melakukan
minyak tanah sebagai bahan bakar rumah
diversifikasi pasokan energi untuk
tangga maka diperlukan konversi energi
mengurangi ketergantungan terhadap
dari minyak tanah ke LPG 3 kg. Ini dipicu
BBM, melakukan efisiensi anggaran
karena beberapa rentetan kelangkaan
pemerintah, mengurangi penyalahgunaan
minyak tanah di berbagai daerah baik
minyak tanah bersubsidi, menyediakan
di kota besar maupun di pedesaan.
bahan bakar yang praktis, bersih dan
Kebijakan pemerintah tentang konversi
efisien.
minyak tanah ke LPG 3 kg merupakan
Gas Bersubsidi Dijual Bebas
sebuah kebijakan yang cukup tepat. Hal
Konsumsi LPG 3 kg semakin meningkat
itu karena cadangan gas di Indonesia jauh
setiap
tahun. Kenaikan yang cukup besar
lebih banyak dibandingkan minyak bumi,
ini
dapat
terlihat dari konsumsi LPG 3 kg
meski sebagian besar sudah dikonsesikan
hanya
sebesar
0.02 juta metric ton (mton)
pada pihak asing.
pada tahun 2007, sementara pada tahun
Program Konversi Minyak Tanah ke
2015 melonjak cukup besar menjadi
LPG 3 kg merupakan program pemerintah
5.57 juta mton. Ini dikarenakan selain
yang bertujuan untuk mengurangi
suksesnya program konversi minyak tanah
subsidi BBM, dengan mengalihkan
ke LPG 3 kg bersubsidi, juga disebabkan
pemakaian minyak tanah ke LPG 3 kg.
distribusi LPG 3 kg yang tidak tepat
Program ini diimplementasikan dengan
sasaran. Awalnya program subsidi LPG 3
membagikan paket berupa tabung LPG
kg hanya dikhususkan bagi masyarakat
3 kg beserta isinya, kompor gas dan
miskin dan usaha mikro, namun pada
perlengkapannya kepada rumah tangga
kenyataannya saat ini gas bersubsidi dijual
dan usaha mikro pengguna minyak
bebas di lapangan. Terlihat dari jumlah
tanah. Untuk mengurangi dampak
tabung LPG 3 kg lebih mudah ditemukan
sosial atas diberlakukannya program ini,
daripada tabung LPG 12 kg, sehingga
1) Analis APBN, Pusat Kajian Anggaran, Badan Keahlian DPR RI. e-mail: [email protected]
6
Gambar 1. Kronologis Konversi Minyak Tanah ke LPG 3 Kg
Sumber: Kebijakan LPG 3 Kg, oleh IGN Wiratmaja, Direktur Jenderal Minyak & Gas Bumi, KESDM, 2016
digunakan pula oleh mereka yang mampu
bahkan digunakan pula oleh beberapa
restoran karena harga LPG 3 kg cukup
murah, hanya Rp20.000,- per tabung.
Terdapat selisih yang cukup jauh jika
dibandingkan dengan harga LPG 12 kg
sebesar Rp.129.000,- per tabung. Di
samping itu dengan murahnya harga LPG
3 kg juga memancing oknum-oknum yang
tidak bertanggung jawab untuk berbuat
curang dan menarik keuntungan besar
dengan memanfaatkan disparitas harga
melalui cara memindahkan isi gas LPG
3 kg ke dalam tabung LPG non subsidi
12 kg lalu kemudian dijual dengan harga
normal. Kegiatan ilegal ini menyebabkan
kelangkaan dan meningkatnya harga
jual LPG 3 kg di masyarakat. Hal ini
terjadi karena Peraturan Presiden Nomor
104 tahun 2007 tentang Penyediaan,
Pendistribusian, dan Penetapan Harga
LPG Tabung 3 Kg tidak mengatur kriteria
kelompok masyarakat yang berhak
membeli LPG tabung 3 kg. Peraturan itu
hanya menyebutkan, penyediaan dan
pendistribusian LPG tabung 3 Kg hanya
diperuntukkan bagi rumah tangga dan
usaha mikro.
Dalam Peraturan Presiden Nomor 104
tahun 2007 yang disebut sebagai rumah
tangga ialah konsumen yang mempunyai
legalitas penduduk, menggunakan minyak
tanah untuk memasak dalam lingkup
rumah tangga dan tidak mempunyai
Gambar 2. Subsidi dan Konsumsi LPG 3 Kg
Sumber: Kementerian ESDM, 2016
7
kompor gas. Mereka dialihkan
menggunakan LPG 3 kg termasuk tabung,
kompor gas beserta peralatan lainnya.
Sedangkan yang termasuk usaha mikro
adalah konsumen dengan usaha produktif
milik perorangan yang mempunyai
legalitas penduduk, menggunakan minyak
tanah untuk memasak dalam lingkup
usaha mikro dan tidak mempunyai
kompor gas. Mereka juga dialihkan
menggunakan LPG 3 kg termasuk tabung,
kompor gas beserta peralatan lainnya.
Kebijakan Pemerintah untuk Gas
Bersubsidi
Pemerintah dalam APBN 2017 telah
mengeluarkan pokok-pokok kebijakan
subsidi LPG tabung 3 kg antara lain: (1)
subsidi selisih harga untuk minyak tanah
dan LPG tabung 3 kg; (2) melaksanakan
efisiensi dan efektivitas subsidi LPG
tabung 3 kg melalui pilot project subsidi
langsung; (3) melanjutkan program
konversi minyak tanah ke LPG tabung 3
kg, perluasan di wilayah Indonesia Timur;
(4) mengurangi konsumsi LPG tabung
3 kg antara lain melalui peningkatan
dan pengembangan pembangunan
jaringan gas kota untuk rumah tangga,
meningkatkan penggunaan energi baru
dan energi terbarukan untuk transportasi;
dan (5) meningkatkan peranan
pemerintah daerah dalam pengendalian
dan pengawasan LPG tabung 3 kg.
Kebijakan subsidi energi yang
dikeluarkan pemerintah dalam APBN
2017 merupakan program kebijakan
yang hampir sama dengan tahun-tahun
sebelumnya, artinya ada beberapa
masalah yang sama tiap tahun dan
belum mampu di atasi oleh kebijakan
pemerintah tahun lalu. Sebagai contoh
kebijakan pengendalian dan pengawasan
LPG 3 kg pada tahun 2009 telah dilakukan
pilot project distribusi sistem tertutup
di Malang pada 2009. Uji coba tersebut
dilanjutkan pada 2010 ke wilayah Solo,
Purbalingga, Sumedang, dan Pekanbaru.
tindak lanjut dari uji coba tersebut adalah
sistem distribusi tertutup ditargetkan
sudah bisa diterapkan di seluruh Indonesia
tahun 2014, namun hingga tahun 2016
kebijakan ini belum benar-benar dapat
terealisasikan karena kesiapan pemerintah
terkait kebijakan ini belum matang.
Uji coba distribusi secara tertutup
rencananya kembali akan dilakukan
bertahap di seluruh Indonesia hingga akhir
2017, pemerintah sendiri masih mencari
format yang tepat dalam mendistribusikan
LPG 3 kg dan menyiapkan tiga opsi.
Pertama, masyarakat akan diberikan
kartu khusus (smart card). Kedua, dengan
memberikan uang tunai. Ketiga, dengan
pembelian terbatas memakai pengenalan
sidik jari. Pemerintah sepertinya akan
mengambil opsi disitribusi tertutup
dengan menggunakan kartu khusus.
Hal ini dapat terlihat dari uji coba yang
dilakukan pemerintah selama ini selalu
menggunakan kartu khusus. Skema ini
bekerjasama dengan beberapa bank
BUMN. Nantinya masyarakat yang sudah
terdata dalam TNP2K akan diberikan
kartu untuk membeli LPG 3 kg sebanyak 3
tabung per bulan untuk rumah tangga dan
sembilan tabung per bulan untuk usaha
mikro di agen penjual resmi yang telah
terpasang Electronic Data Capture (EDC).
Rekomendasi
Penataan kebijakan subsidi LPG 3 kg perlu
didorong dengan melakukan beberapa
langkah. Pertama, diharapkan revisi
atas Perpres Nomor 104 tahun 2007
tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan
Penetapan Harga LPG Tabung 3 kg yang
mengatur kriteria kelompok masyarakat
yang berhak membeli gas bersubsidi
segera dapat dikeluarkan agar dapat
menjadi payung hukum atas kebijakan
pendistribusian LPG 3 kg mengingat
rencana revisi ini sudah berlangsung lama
sejak tahun 2013.
Kedua, diperlukan persiapan dalam hal
infrastruktur (kartu dan EDC), pelatihan
tenaga pelaksana, perijinan dan kordinasi
dengan stakeholder dari tingkat pusat
dan daerah serta pengawasan yang
berkesinambungan agar program ini dapat
berjalan dengan baik.
Ketiga, sosialisasi sejak jauh hari
sebelum diberlakukan kebijakan,
merupakan sebuah kewajiban. Hal ini
supaya masyarakat miskin memahami
perubahan kebijakan penyaluran LPG
3 kg dan mengetahui berapa batasan
jumlah tabung gas yang dapat dibeli setiap
bulannya.
Keempat, sistem pembelian LPG
8
3 kg distribusi tertutup memerlukan
pengawasan penyaluran, dalam hal ini
agen penjual dan pengurus rumah tangga
(RT) menjadi ujung tombak keberhasilan
program distribusi tertutup gas LPG
3 kg. Pengurus RT harus benar-benar
serius dalam pendataan dan penyaluran
kartu pembelian gas bersubsidi agar
jatuh di tangan yang tepat. Agen penjual
juga harus mampu membantu dalam
mengawasi penjualan gas LPG 3 kg supaya
tidak terjadi pengalihan kartu kepada
masyarakat yang tidak memiliki kartu.
Kelima, Pertamina sudah
mengeluarkan varian produk gas non
subsidi Bright Gas 5,5 kg untuk mengisi
kekosongan produk antara 3 kg dengan
LPG 12 kg yang dirasa bagi sebagian orang
harganya cukup mahal. Dengan produk ini
diharapkan masyarakat kelas menengah
ke atas tidak lagi menggunakan LPG
3 kg dan beralih menggunakan LPG
non subsidi 5,5 kg seharga Rp57.500,per tabung. Namun alangkah baiknya
pemerintah dapat meminta pertamina
sebagai Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) untuk menurunkan margin
keuntungan dari LPG 12 kg dan 5,5 kg,
dengan demikian disparitas harga jual
LPG 3 kg-5,5 kg-12 kg tidak terlalu jauh
sehingga masyarakat yang sudah terbiasa
memakai gas bersubsidi tidak merasa
kenaikan harga beli gas yang terlalu besar.
Daftar Pustaka
Wiratmaja, IGN. 2016. Kebijakan LPG
3 Kg. Diambil kembali dari http://
www.tnp2k.go.id/images/uploads/
downloads/2016_01_29%20Bahan%20
LPG%20Subsidy%20Dirjen-edit.pdf
Girindra Anggoro P., Firmanto Hadi, S.T.,M.
Sc. (2016). Perencanaan Sistem Distribusi
LPG 3 Kilogram : Studi Kasus Kalimantan
Timur. Diambil kembali dari http://digilib.
its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-176434106100034-Paper.pdf
Hesa Laras Cemerlang. 2013. Laporan
Akhir Implementasi Sistem Pendistribusian
Tertutup LPG Tertentu Wilayah Kabupaten
Malang. Diakses kembali dari https://
id.scribd.com/doc/127477122/
Laporan-Akhir-Implementasi-SistemPendistribusian-Tertutup-LPG-tertentuwilayah-Kabupaten-Malang
9
Buletin APBN
Pusat Kajian Anggaran
Badan Keahlian DPR RI
www.puskajianggaran.dpr.go.id
Telp. 021-5715635/5715528, Fax. 021-5715528
e-mail [email protected]
10
Download