perda no. 6_edit - Pemerintah Kota Denpasar

advertisement
PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR
NOMOR 6 TAHUN 2002
TENTANG
PAJAK PENERANGAN JALAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
WALIKOTA DENPASAR,
Menimbang
:
a. bahwa dengan telah diberlakukannya Undang – undang
Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan
Undang – undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan
atas Undang – undang Nomor 18 tahun 1997 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah, maka guna lebih berdaya guna
dan berhasil guna pemungutan pajak penerangan jalan
dipandang perlu mengadakan peninjauan kembali Peraturan
Daerah Kota Denpasar Nomor 4 Tahun 1998 tentang Pajak
Penerangan Jalan ;
b. bahwa untuk melaksanakan penyesuaian sebaga imana
dimaksud huruf a diatas maka, Pajak Penerangan Jalan perlu
diatur dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kota
Denpasar.
Mengingat
:
1. Undang – undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum
Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 nomor 76,
Tambahan Lembaran Negara nomor 3209);
2. Undang – undang Nomor 1 Tahun 1992 tentang
Pembentukan Kota Denpasar (Lembaran Negara Tahun 1992
nomor 9, Tambahan Lembaran Negara nomor 3465);
3. Undang – undang Nomor 17 Tahun 1997 tentang Badan
Penyelesaian Sengketa Pajak (Lembaran Negara Tahun 1997
nomor 40, Tambahan Lembaran Negara nomor 3684);
4. Undang – Undang No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 1997 nomor
41, Tambahan Lembaran Negara nomor 3685);
5. Undang – undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan
Pajak dan Surat Paksa (Lembaran Negara Tahun 1997 nomor
42, Tambahan Lembaran Negara nomor 3686);
6. Undang – undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara tahun 1999 nomor
60, Tambahan Lembaran Negara nomor 3839);
7. Undang – undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan
atas Undang – Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 2000
nomor 246, Tambahan Lembaran Negara nomor 4048);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang
Pelaksanaan Undang – undang nomor 8 tahun 1981 tentang
Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1983 nomor
6, Tambahan Lembaran Negara nomor 3258);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak
Daerah (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 118;
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4158);
10. Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 1999 tentang Teknik
Penyusunan Keputusan Peraturan Perundang – undangan dan
bentuk Rancangan Undang – undang, Rancanga n Peraturan
Pemerintah, dan Rancangan Keputusan Presiden);
11. Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 22 Tahun 1995
tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil di lingkungan
Pemerintah Kota Denpasar (Lembaran Daerah Kota Denpasar
Tahun 1996 Nomor 14 Seri C Nomor 3).
Memperhatikan
:
Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Denpasar
Tanggal 14 Nopember 2002 Nomor 18 Tahun 2002 tentang
Persetujuan Penetapan 14 (empat belas) Rancangan Peraturan
Daerah Kota Denpasar menjadi Peraturan Daerah Kota
Denpasar.
Dengan Persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA DENPASAR
M E M U T U S K A N:
Menetapkan
:
PERATURAN
DAERAH
KOTA
DENPASAR
TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
a.
Kota Denpasar adalah Daerah Kota Denpasar;
b.
Pemerintah Kota Denpasar adalah Pemerintah Daerah Kota Denpasar;
c.
Walikota adalah Kepala Daerah Kota Denpasar;
d.
Dewan Perwakilan Daerah Kota Denpasar selanjutnya disebut DPRD Kota
Denpasar adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Denpasar;
e.
Pejabat adalah Pegawai yang diberikan tugas tertentu dibidang Perpajakan
Daerah sesuai dengan peraturan perundang – undangan yang berlaku;
f.
Dinas pendapatan Daerah adalah Dinas Pendapatan Kota Denpasar;
g.
Penerangan Jalan adalah penggunaan tenaga listrik untuk menerangi jalan
umum yang rekeningnya dibayar oleh Pemerintah Kota Denpasar;
h.
Pajak Penerangan Jalan yang selanjutnya disebut Pajak adalah pungutan
Daerah atas penggunaan tenaga listrik;
i.
PLN adalah Perusahaan Listrik Negara (PERSERO);
j.
Surat Pemberitahuan Pajak Daerah dan selanjutnya disingkat SPPD adalah
surat yang digunakan oleh wajib pajak untuk melaporkan perhitungan dan
pembayaran pajak yang terhutang menurut Peraturan Perundang – undangan
Perpajakan Daerah;
k.
Surat Setoran Pajak Daerah dan selanjutnya disingkat SSPD adalah surat
yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melakukan pembayaran atau
penyetoran pajak yang terhutang menurut Peraturan Perundang-undang yang
berlaku;
l.
Surat Ketetapan Pajak Daerah dan selanjutnya SKPD adalah surat keputusan
yang menentukan besarnya jumlah pajak yang terhutang;
m. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar yang selanjutnya disingkat
SKPDKB adalah surat keputusan yang menentukan besarnya jumlah pajak
yang terhutang, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok
pajak, besarnya sanksi administrasi dan jumlah yang masih harus dibayar;
n.
Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan yang selanjutnya
disingkat SKPDKBT adalah surat keputusan yang menentukan jumlah
kelebihan atas jumlah yang telah ditetapkan;
o.
Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar yang selanjutnya disingkat
SKPDLB adalah surat keputusan yang menentukan jumlah kelebihan
pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar dari pajak yang
terhutang atau tidak seharusnya terhutang;
p.
Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil yang selanjutnya disingkat SKPDN
adalah surat keputusan yang menentukan jumlah pajak yang terhutang sama
besarnya jumlah kredit pajak atau pajak tidak terhutang dan tidak ada kredit
pajak;
q.
Surat Tagihan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat STPD adalah surat
untuk melakukan tagihan pajak atau sanksi administrasi berupa bunga dan
atau denda.
BAB II
NAMA OBYEK DAN SUBYEK PAJAK
Pasal 2
(1)
(2)
(3)
Dengan nama Pajak Penerangan Jalan dipungut pajak kepada setiap
pengguna tenaga listrik.
Obyek Pajak adalah setiap penggunaan tenaga listrik.
Tenaga listrik sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah tenaga listrik berasal
dari PLN maupun bukan PLN.
Pasal 3
Dikecualikan dari obyek pajak adalah:
a.
Penggunaan tenaga listrik oleh instansi Pemerintahan Pusat dan
Pemerintahan Daerah;
b.
Penggunaan tenaga listrik pada tempat – tempat yang dipergunakan oleh
Kedutaan, Konsulat, Perwakilan Asing dan Lembaga – lembaga
Internasional dengan asas timbal balik;
c.
Penggunaan tenaga listrik yang berasal bukan dari PLN dengan kapasitas
tertentu yang tidak memerlukan izin dari instansi teknis terkait;
d.
Penggunaan tenaga listrik yang berlaku khusus untuk tempat ibadah.
Pasal 4
(1)
(2)
Subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan tenaga
listrik.
Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan tenaga
listrik
BAB III
DASAR PENGENAAN DAN TARIF PAJAK
Pasal 5
(1)
(2)
(3)
Dasar pengenaan pajak adalah nilai jual tenaga listrik.
Nilai jual tenaga listrik sebagaimana dimaksud ayat (1) ditetapkan:
a. Dalam hal tenaga listrik berasal dari PLN dan bukan PLN dengan
pembayaran nilai jual tenaga listrik adalah besarnya tagihan biaya
penggunaan listrik / rekening listrik
b. Dalam hal tenaga listrik berasal bukan PLN dengan tidak dipungut
bayaran nilai jual tenaga listrik dihitung dari kapasitas tersedia,
penggunaan listrik atau tafsiran penggunaan listrik, serta harga satuan
listrik yang berlaku di kota Denpasar.
Harga satuan lsitrik sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf b ditetapkan oleh
walikota dengan berpedoman pada harga satuan listrik yang berlaku unt uk
PLN.
Pasal 6
Tarif pajak yang menggunakan tenaga listrik yang berasal dari PLN dan bukan PLN,
untuk industri dan bukan industri ditetapkan sebesar 5 % ( lima prosen ).
BAB IV
WILAYAH PEMUNGUTAN DAN CARA PENGHITUNGAN PAJAK
Pasal 7
(1)
(2)
Pajak yang terhutang dipungut di Kota Denpasar.
Besarnya pajak terhutang dengan cara mengalikan tarif sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5
BAB V
MASA PAJAK, SAAT PAJAK TERUTANG DAN
SURAT PEMBERITAHUAN PAJAK DAERAH
Pasal 8
Masa pajak adalah jangka waktu yang lamanya 1 (satu) bulan takwin.
Pasal 9
Pajak terutang dalam masa pajak terjadi pada saat diterbitkannya SKPD.
Pasal 10
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
Setiap Wajib Pajak yang menggunakan tenaga listrik wajib mengisi SPTPD.
SPTPD sebagaimana dimaksud ayat (1) harus diisi dengan jelas, benar dan
lengkap serta ditandatangani oleh Wajib Pajak atau kuasanya.
Untuk pelanggan listrik PLN, daftar rekening listrik yang diterbitkan oleh PLN
merupakan SPTPD.
SPTPD sebagaimana dimaksud ayat (1) harus disampaikan kepada walikota
selambat – lambatnya 15 (lima belas) hari setelah berakhirnya masa pajak.
Bentuk, isi dan tata cara pengisian SPTPD ditetapkan oleh walikota
BAB VI
TATA CARA PENGHITUNGAN DAN PENETAPAN PAJ AK
Pasal 11
Dalam pemeriksaan Pembukuan Perpajakan dan atau kegiatan Auditing, walikota
menunjuk Konsultan Pajak / Auditor.
Pasal 12
(1)
(2)
(3)
Berdasarkan SPTPD sebagaimana dimaksud pasal 11 ayat (1) Walikota
menetapkan pajak terhutang dengan menerbitkan SKPD.
Apabila pungutan pajak kerjasama dengan PLN rekening listrik dipersamakan
dengan SKPD.
Apabila SKPD sebagaimana dimaksud ayat (1), tidak atau kurang dibayar
setelah lewat waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak SKPD diterima,
dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua prosen) sebulan
dan ditagih dengan menerbitkan STPD.
Pasal 13
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
Wajib pajak yang membayar sendiri, SPTPD sebagaimana dimaksud pasal 11
ayat (1) digunakan untuk menghitung, memperhitungkan dan menetapkan pajak
sendiri yang terhutang
Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terhutangnya pajak walikota
dapat menerbitkan:
a. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPDKB);
b. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan (SKPDKBT);
c. Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil (SKPDN).
SKPDKB sebagaimana dimaksud ayat (2), huruf a diterbitkan:
a.
Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang
terutang tidak atau kurang bayar, dikenakan sanksi administrasi berupa
bunga sebesar 2 % (dua prosen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang
atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh
empat) bulan dihitung sejak saat terhutangnya pajak.
b.
Apabila SPTPD tidak disampaikan dalam jangka waktu yang ditentukan
dan telah ditegur secara tertulis, dikenakan sanksi administrasi berupa
kenaikan sebesar 25% (dua puluh lima prosen) dari pokok pajak ditambah
sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua prosen) sebulan
dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu
paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung saat terutangnya pajak.
c.
Apabila kewajiban mengisi SPTPD tidak dipenuhi pajak yang terutang
dihitung secara jabatan dan dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan
sebesar 25% (dua puluh lima prosen) dari pokok pajak ditambah sanksi
administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dihitung dari
pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama
24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terhutangnya pajak.
SKPDKBT sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf b diterbitkan apabila
ditemukan data baru atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan
penambahan jumlah pajak yang terhutang akan dikenakan sanksi administrasi
berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan jumlah
pajak tersebut.
SKPDN sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf c diterbitkan apabila jumlah
pajak yang terhutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak tidak terutang
dan tidak ada kredit pajak.
Apabila kewajiban membayar pajak terutang SKPDKB dan SKPDKBT
sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf a dan b tidak atau tidak sepenuhnya
dibayar dalam jangka waktu yang telah ditentukan, ditagih dengan menerbitkan
(7)
STPD ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga 2% (dua prosen)
sebulan.
Penambaha n jumlah pajak yang terutang sebagaimana yang dimaksud ayat (4)
tidak dikenakan apabila wajib pajak melaporkan sendiri sebelum dilakukan
tindakan pemeriksaan.
BAB VII
TATA CARA PEMBAYARAN
Pasal 14
(1)
(2)
(3)
Pembayaran pajak dilakukan di Kas Daerah atau tempat lain yang ditunjuk oleh
walikota sesuai waktu yang ditentukan dalam SPTPD, SKPD, SKPDKB,
SKPDKBT dan STPD;
Apabila pembayaran pajak dilakukan ditempat lain yang ditunjuk, hasil
penerimaan pajak harus disetor ke Kas Daerah selambatnya 1 x 24 jam atau
dalam waktu yang ditentukan oleh walikota;
Pembayaran pajak sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2) dilakukan
dengan menggunakan SSPD.
Pasal 15
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
Pembayaran pajak harus dilakukan sekaligus atau lunas
Walikota dapat memberikan persetujuan kepada Wajib Pajak untuk mengangsur
pajak terutang dalam kurun waktu tertentu.
Angsuran pembayaran pajak sebagaimana dimaksud ayat (2) harus dilakukan
secara teratur dan berturut – turut dengan dikenakan bunga sebesar 2% (dua
persen) sebulan dari jumlah pajak yang belum dibayar.
Walikota dapat memberikan persetujuan kepada wajib pajak untuk menunda
pembayaran pajak sampai batas waktu yang ditentukan setelah memenuhi
persyaratan yang ditentukan dengan bunga 2% (dua persen) sebulan dari jumlah
pajak yang belum atau kurang dibayar.
Persyaratan untuk dapat mengangsur dan menunda pembayaran serta tata cara
pembayaran angsuran dan penundaan sebagaimana dimaksud ayat (2) dan ayat
(4) ditetapkan oleh walikota.
Pasal 16
(1)
(2)
Setiap pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pasal 14 diberikan tanda bukti
pembayaran dan dicatat dalam buku penerimaan.
Bentuk, jenis, isi, ukuran tanda bukti pembayaran dan buku penerimaan pajak
sebagaimana dimaksud ayat (1) ditetapkan oleh walikota.
BAB VIII
TATA CARA PEM BUKUAN DAN PELAPORAN
Pasal 17
Tata cara Pembukuan dan Pelaporan pelaksanaannya sesuai dengan Peraturan
Perundang – undangan yang berlaku.
BAB IX
TATA CARA PENAGIHAN PAJAK
Pasal 18
(1)
(2)
(3)
Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis sebagai awal tindakan pelaksanaan
penagihan pajak dikeluarkan 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pembayaran.
Dalam jangka 7 (tujuh) hari setelah tanggal Surat peringatan atau surat lain yang
sejenis, wajib pajak harus melunasi pajak yang terhutang
Surat peringatan atau surat lain yang sejenis sebagaimana dimaksud ayat (1)
dikeluarkan oleh walikota atau pejabat yang ditunjuk
Pasal 19
(1)
(2)
Apabila jumlah pajak yang belum dibayar tidak dilunasi dalam jangka waktu
sebagaimana ditentukan dalam surat peringatan atau surat lain yang sejenis,
ditagih dengan surat paksa.
Pejabat menerbitkan surat paksa setelah melewati 21 (dua puluh satu) hari sejak
surat peringatan atau surat lain yang sejenis diterima oleh wajib pajak.
Pasal 20
Apabila pajak yang harus dibayar tidak dilunasi dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari
sesudah tanggal pemberitahuan surat paksa, pejabat segera menerbitkan surat perintah
melaksanakan penyitaan.
Pasal 21
Setelah dilakukan penyitaan dan wajib pajak belum juga melunasi pajaknya, maka
lewat 10 (sepuluh) hari sejak tanggal pelaksanaan surat perintah melaksanakan
penyitaan, pejabat mengajukan permintaan penetapan tanggal pelelangan kepada
kantor Lelang Negara.
Pasal 22
Setelah Kantor Lelang Negara menetapkan hari, tanggal, jam dan tempat pelaksanaan
lelang, juru sita memberitahukan dengan segera secara tertulis kepada Wajib Pajak.
Pasal 23
Penunjukan juru sita ditetapkan dengan Keputusan Walikota
Pasal 24
Bentuk, jenis dan formulir yang dipergunakan untuk melaksanakan penagihan pajak
Daerah ditetapkan oleh Walikota.
BAB X
PENGURANGAN, KERINGANAN DAN PEMBEBASAN PAJAK
Pasal 25
(1)
(2)
Walikota berdasarkan permohonan wajib pajak dapat memberikan pengurangan,
keringanan dan pembebasan pajak
Tata cara pemberian pengurangan, keringanan dan pembebasan pajak
sebagaimana dimaksud ayat (1) ditetapkan oleh walikota.
BAB XI
TATA CARA PEMBETULAN, PEMBATALAN, PENGURANGAN
KETETAPAN DAN PENGHAPUSAN ATAU PENGURANGAN SANKSI
ADMINISTRASI
Pasal 26
(1)
(2)
(3)
Walikota karena jabatan atau atas permohonan wajib pajak dapat:
a.
Membetulkan SKPD atau SKPDKB atau SKPDKBT atau STPD yang
dalam penerimaannya terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung dan atau
kekeliruan dalam penerapan Peraturan Perundang – undangan perpajakan
Daerah;
b.
Membatalkan atau mengurangkan ketetapan pajak yang tidak benar;
c.
Mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga,
denda dan kenaikan pajak yang terutang dalam hal sanksi tersebut
dikenakan karena kehilapan wajib pajak atau bukan karena kesalahan
Permohonan pembetulan, pembatalan, pengurangan ketetapan dan penghapusan
atau pengurangan sanksi administrasi atas SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, dan
STPD sebagaimana dimaksud ayat (1) harus disampaikan secara tertulis oleh
Wajib Pajak kepada Walikota atau Pejabat yang ditunjuk selambat – lambatnya
30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterima SKPD, SKPDKBT atau STPD
dengan memberikan alasan yang jelas.
Walikota atau pejabat yang ditunjuk paling lama 3 (tiga) bulan sejak surat
permohonan sebagaimana dimaksud ayat (2) diterima, sudah harus memberikan
jawaban.
(4)
Apabila setelah lewat waktu 3 (tiga) bulan sebagaimana dimaksud ayat (3)
Walikota atau Pejabat yang ditunjuk tidak memberikan keputusan, permohonan
pembetulan, pembatalan, pengurangan ketetapan dan penghapusan atau
penguranga n sanksi administrasi dianggap dikabulkan.
BAB XII
KEBERATAN DAN BANDING
Pasal 27
(1)
Wajib pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Walikota atau pejabat
yang ditunjuk atas suatu:
a.
Surat Keterangan Pajak Daerah (SKPD)
b.
Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPDKB)
c.
Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan (SKPDKBT)
d.
Surat Ketetapan Daerah Lebih Bayar (SKPDLB)
e.
Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil (SKPDN)
(2)
Permohonan keberatan sebagaimana dimaksud ayat (1) harus disampaikan
secara tertulis dalam bahasa Indonesia paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal
SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, SKPDLB dan SKPDN diterima oleh Wajib
Pajak.
Walikota dan Pejabat yang ditunjuk dalam waktu paling lama 12 (dua belas)
bulan sejak tanggal surat permohonan keberatan sebagaimana dimaksud ayat (2)
diterima, sudah memberikan keputusan.
Apabila setelah lewat waktu 12 (dua belas) bulan sebagaimana dimaksud ayat
(3) walikota atau pejabat tidak memberikan keputusan, permohonan keberatan
dianggap dikabulkan.
Pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud ayat (1) tidak menunda kewajiban
membayar pajak
Pasal 28
(3)
(4)
(5)
(1)
(2)
Wajib pajak dapat mengajukan banding kepada Badan Penyelesaian Sengketa
Pajak dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah diterimanya keputusan
keberatan.
Pengajuan banding sebagaimana dimaksud ayat (1) tidak menunda kewajiban
membayar pajak.
Pasal 29
Apabila pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 24 atau banding
sebagaimana dimaksud dalam pasal 25 dikabulkan sebagian atau seluruhnya,
kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar
2% (dua prosen) sebulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan
BAB XIII
PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK
Pasal 30
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
Wajib pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian kelebihan
pembayaran pajak kepada Walikota atau Pejabat yang ditunjuk secara tertulis
dengan menyebutkan sekurang – kurangnya:
a.
Nama dan alamat Wajib pajak;
b.
Masa pajak;
c.
Besarnya kelebihan pembayaran pajak;
d.
Alasan yang jelas.
Walikota atau pejabat yang ditunjuk dalam jangka waktu paling lama 12 (dua
belas) bulan sejak diterimanya permohonan pengembalian kelebihan
pembayaran pajak sebagaimana dimaksud ayat (1) harus memberikan
keputusan.
Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud ayat (2) dilampaui walikota atau
pejabat tidak memberikan keputusan, permohonan pengembalian kelebihan
pembayaran pajak dianggap dikabulkan dan SKPDLB harus ditertibkan dalam
waktu paling lama 1 (satu) bulan.
Apabila wajib pajak mempunyai utang lainnya, kelebihan pembayaran pajak
sebagaimana dimaksud ayat (2) langsung diperhitungkan untuk melunasi
terlebih dahulu utang pajak dimaksud
Pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan dalam waktu paling lama
2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKPDLB dengan menerbitkan surat perintah
membayar kelebihan pajak
Apabila pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan setelah lewat 2
(dua) bulan sejak diterbitkannya SKPDLB, walikota atau pejabat yang ditunjuk
memberikan imbalan bunga sebesar 2% sebulan atas keterlambatan pembayaran
kelebihan pajak
Pasal 31
Apabila kelebihan pembayaran pajak diperhitungkan dengan hutang pajak lainnya
sebagaimana dimaksud pasal 27 ayat (4), pembayarannya dilakukan dengan cara
pemindah bukuan dan bukti pemindah bukuan dan bukti pemindah bukuan juga
berlaku sebagai bukti pembayaran.
BAB XIV
KEDALUWARSA PENAGIHAN
Pasal 32
(1)
Hak untuk melakukan penagihan pajak, kedaluwarsa penagihan setelah
melampaui jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak saat terhutangnya pajak,
kecuali apabila wajib pajak melakukan tindak pidana dibidang perpajakan
daerah.
(2)
Kedaluwarsa penagihan pajak sebagaimana dimaksud ayat (1) tertangguh
apabila:
a.
Diterbitkan Surat Peringatan dan Surat paksa atau ;
b.
Ada pengakuan utang pajak dari wajib pajak baik langsung maupun tidak
langsung.
BAB XV
KETENTUAN PIDANA
Pasal 33
(1) Wajib pajak karena kealpaannya tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi
dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak
benar sehingga merugikan keuangan Daerah dapat dipidana dengan pidana
kurungan paling lama1 (satu) tahun dan atau denda paling banyak 2 (dua) kali
jumlah pajak yang terutang.
(2) Wajib pajak yang dengan sengaja tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi
dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak
benar sehingga merugikan Keuangan Daerah dapat dipidana dengan pidana
penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling banyak 4 (empat) kali
jumlah pajak yang terutang
Pasal 34
Tindak pidana sebagaimana dimaksud pasal 33 tidak dituntut setelah melampaui
jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa
pajak.
BAB XVI
PENYIDIKAN
Pasal 35
(1)
Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu dilingkungan Pemerintah Kota Denpasar
diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak
pidana dibidang Perpajakan Daerah.
(2)
Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah:
a.
Menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan
berkenaan dengan tindak pidana dibidang perpajakan daerah agar
keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas
b.
Meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi
atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan
dengan tindak pidana Perpajakan daerah tersebut
c.
Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan
sehubungan dengan tindak pidana dibidang perpajakan daerah
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
3.
Memeriksa buku – buku, catatan – catatan dan dokumen – dokumen lain
yang berkenaan dengan tindak pidana dibidang Perpajakan Daerah
Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan,
pencatatan dan dokumen – dokumen lain serta melakukan penyitaan
terhadap bahan bukti tersebut
Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan
tindak pidana dibidang Perpajakan Daerah
Menyuruh berhenti, melarang seseorang meninggalkan ruangan atau
tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas
orang dan atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e
Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana perpajakan
daerah
Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai
tersangka atau saksi
Menghentikan penyidikan
Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak
pidana dibidang Perpajakan Daerah menurut hukum yang dapat
dipertanggung jawabkan.
Penyidik sebagaimana dimaksud ayat (1) memberitahukan dimulainya
penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum,
sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang – undang Nomor 8 Hukum
Acara Pidana yang berlaku.
BAB XVII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 36
Hal – hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai
pelaksanaannya diatur lebih lanjut denga n Keputusan Walikota.
Pasal 37
Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini maka Peraturan Daerah Kota Denpasar No.
4 tahun 1998 tentang Pajak Penerangan Jalan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 38
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memrintahkan pengundangan
Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Denpasar.
Disahkan di Denpasar
Pada tanggal 14 Nopember 2002
WALIKOTA DENPASAR
ttd
PUSPAYOGA
Diundangkan di Denpasar
Pada tanggal 18 Nopember 2002
SEKRETARIS DAERAH KOTA DENPASAR
ttd
MADE WESTRA
LEMBARAN DAERAH KOTA DENPASAR
TAHUN 2002 NOMOR 6
PENJELASAN ATAS
PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR
NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG
PAJAK PENERANGAN JALAN
I
UMUM
Bahwa dengan semakin meningkatnya pelaksanaan tugas pemerintahan
pembangunan serta pelayanan kepada masyarakat maka menuntut tersedianya dana
yang lebih memadai. Oleh karenanya sumber pembiayaan untuk pelaksanaan kegiatan
tersebut diatas dapat digali dari Pendapat Asli Daerah dimana salah satunya adalah
berasal dari Pajak Penerangan Jalan yang merupakan potensi pajak yang cukup besar
di Kota Denpasar
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka dipandang perlu menetapkan
Peraturan Daerah Kota Denpasar tentang Pajak Penerangan Jalan
II.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Pasal 2
Pasal 3
Pasal 4
Pasal 5
Pasal 6
Pasal 7
Pasal 8
Pasal 9
Pasal 10
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
Pasal 12
:
Pasal 13 ayat (3) hrf c :
Pasal 14
Pasal 15
Pasal 16
Pasal 17
Pasal 18
Pasal 19
Pasal 20
Pasal 21
Pasal 22
Pasal 23
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
cukup jelas
cukup jelas
cukup jelas
cukup jelas
cukup jelas
cukup jelas
cukup jelas
cukup jelas
cukup jelas
Audit dalam hal ini tidak termasuk penetapan dan
penagihan pajak
cukup jelas
Yang dimaksud dengan Penetapan Pajak secara
jabatan adalah Penetapan besarnya pajak terutang
yang dilakukan oleh Kepala Daerah atau Pejabat
yang ditunjuk berdasarkan data yang ada atau
keterangan lain yang dimiliki oleh Kepala Daerah
atau Pejabat yang ditunjuk.
cukup jelas
cukup jelas
cukup jelas
cukup jelas
cukup jelas
cukup jelas
cukup jelas
cukup jelas
cukup jelas
cukup jelas
Pasal 24
Pasal 25
Pasal 26
Pasal 27
Pasal 28
Pasal 29
Pasal 30
Pasal 31
Pasal 32
Pasal 33
Pasal 34
Pasal 35
Pasal 36
Pasal 37
Pasal 38
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
cukup jelas
cukup jelas
cukup jelas
cukup jelas
cukup jelas
cukup jelas
cukup jelas
cukup jelas
cukup jelas
cukup jelas
cukup jelas
cukup jelas
cukup jelas
cukup jelas
cukup jelas
Download