PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DENPASAR, Menimbang : a. bahwa dengan telah diberlakukannya Undang – undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang – undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang – undang Nomor 18 tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, maka guna lebih berdaya guna dan berhasil guna pemungutan pajak penerangan jalan dipandang perlu mengadakan peninjauan kembali Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 4 Tahun 1998 tentang Pajak Penerangan Jalan ; b. bahwa untuk melaksanakan penyesuaian sebaga imana dimaksud huruf a diatas maka, Pajak Penerangan Jalan perlu diatur dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kota Denpasar. Mengingat : 1. Undang – undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 nomor 76, Tambahan Lembaran Negara nomor 3209); 2. Undang – undang Nomor 1 Tahun 1992 tentang Pembentukan Kota Denpasar (Lembaran Negara Tahun 1992 nomor 9, Tambahan Lembaran Negara nomor 3465); 3. Undang – undang Nomor 17 Tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (Lembaran Negara Tahun 1997 nomor 40, Tambahan Lembaran Negara nomor 3684); 4. Undang – Undang No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 1997 nomor 41, Tambahan Lembaran Negara nomor 3685); 5. Undang – undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dan Surat Paksa (Lembaran Negara Tahun 1997 nomor 42, Tambahan Lembaran Negara nomor 3686); 6. Undang – undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara tahun 1999 nomor 60, Tambahan Lembaran Negara nomor 3839); 7. Undang – undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang – Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 2000 nomor 246, Tambahan Lembaran Negara nomor 4048); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Undang – undang nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1983 nomor 6, Tambahan Lembaran Negara nomor 3258); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 118; Tambahan Lembaran Negara Nomor 4158); 10. Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 1999 tentang Teknik Penyusunan Keputusan Peraturan Perundang – undangan dan bentuk Rancangan Undang – undang, Rancanga n Peraturan Pemerintah, dan Rancangan Keputusan Presiden); 11. Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 22 Tahun 1995 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah Kota Denpasar (Lembaran Daerah Kota Denpasar Tahun 1996 Nomor 14 Seri C Nomor 3). Memperhatikan : Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Denpasar Tanggal 14 Nopember 2002 Nomor 18 Tahun 2002 tentang Persetujuan Penetapan 14 (empat belas) Rancangan Peraturan Daerah Kota Denpasar menjadi Peraturan Daerah Kota Denpasar. Dengan Persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA DENPASAR M E M U T U S K A N: Menetapkan : PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan: a. Kota Denpasar adalah Daerah Kota Denpasar; b. Pemerintah Kota Denpasar adalah Pemerintah Daerah Kota Denpasar; c. Walikota adalah Kepala Daerah Kota Denpasar; d. Dewan Perwakilan Daerah Kota Denpasar selanjutnya disebut DPRD Kota Denpasar adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Denpasar; e. Pejabat adalah Pegawai yang diberikan tugas tertentu dibidang Perpajakan Daerah sesuai dengan peraturan perundang – undangan yang berlaku; f. Dinas pendapatan Daerah adalah Dinas Pendapatan Kota Denpasar; g. Penerangan Jalan adalah penggunaan tenaga listrik untuk menerangi jalan umum yang rekeningnya dibayar oleh Pemerintah Kota Denpasar; h. Pajak Penerangan Jalan yang selanjutnya disebut Pajak adalah pungutan Daerah atas penggunaan tenaga listrik; i. PLN adalah Perusahaan Listrik Negara (PERSERO); j. Surat Pemberitahuan Pajak Daerah dan selanjutnya disingkat SPPD adalah surat yang digunakan oleh wajib pajak untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak yang terhutang menurut Peraturan Perundang – undangan Perpajakan Daerah; k. Surat Setoran Pajak Daerah dan selanjutnya disingkat SSPD adalah surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terhutang menurut Peraturan Perundang-undang yang berlaku; l. Surat Ketetapan Pajak Daerah dan selanjutnya SKPD adalah surat keputusan yang menentukan besarnya jumlah pajak yang terhutang; m. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar yang selanjutnya disingkat SKPDKB adalah surat keputusan yang menentukan besarnya jumlah pajak yang terhutang, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi dan jumlah yang masih harus dibayar; n. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan yang selanjutnya disingkat SKPDKBT adalah surat keputusan yang menentukan jumlah kelebihan atas jumlah yang telah ditetapkan; o. Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar yang selanjutnya disingkat SKPDLB adalah surat keputusan yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar dari pajak yang terhutang atau tidak seharusnya terhutang; p. Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil yang selanjutnya disingkat SKPDN adalah surat keputusan yang menentukan jumlah pajak yang terhutang sama besarnya jumlah kredit pajak atau pajak tidak terhutang dan tidak ada kredit pajak; q. Surat Tagihan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat STPD adalah surat untuk melakukan tagihan pajak atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda. BAB II NAMA OBYEK DAN SUBYEK PAJAK Pasal 2 (1) (2) (3) Dengan nama Pajak Penerangan Jalan dipungut pajak kepada setiap pengguna tenaga listrik. Obyek Pajak adalah setiap penggunaan tenaga listrik. Tenaga listrik sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah tenaga listrik berasal dari PLN maupun bukan PLN. Pasal 3 Dikecualikan dari obyek pajak adalah: a. Penggunaan tenaga listrik oleh instansi Pemerintahan Pusat dan Pemerintahan Daerah; b. Penggunaan tenaga listrik pada tempat – tempat yang dipergunakan oleh Kedutaan, Konsulat, Perwakilan Asing dan Lembaga – lembaga Internasional dengan asas timbal balik; c. Penggunaan tenaga listrik yang berasal bukan dari PLN dengan kapasitas tertentu yang tidak memerlukan izin dari instansi teknis terkait; d. Penggunaan tenaga listrik yang berlaku khusus untuk tempat ibadah. Pasal 4 (1) (2) Subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan tenaga listrik. Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan tenaga listrik BAB III DASAR PENGENAAN DAN TARIF PAJAK Pasal 5 (1) (2) (3) Dasar pengenaan pajak adalah nilai jual tenaga listrik. Nilai jual tenaga listrik sebagaimana dimaksud ayat (1) ditetapkan: a. Dalam hal tenaga listrik berasal dari PLN dan bukan PLN dengan pembayaran nilai jual tenaga listrik adalah besarnya tagihan biaya penggunaan listrik / rekening listrik b. Dalam hal tenaga listrik berasal bukan PLN dengan tidak dipungut bayaran nilai jual tenaga listrik dihitung dari kapasitas tersedia, penggunaan listrik atau tafsiran penggunaan listrik, serta harga satuan listrik yang berlaku di kota Denpasar. Harga satuan lsitrik sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf b ditetapkan oleh walikota dengan berpedoman pada harga satuan listrik yang berlaku unt uk PLN. Pasal 6 Tarif pajak yang menggunakan tenaga listrik yang berasal dari PLN dan bukan PLN, untuk industri dan bukan industri ditetapkan sebesar 5 % ( lima prosen ). BAB IV WILAYAH PEMUNGUTAN DAN CARA PENGHITUNGAN PAJAK Pasal 7 (1) (2) Pajak yang terhutang dipungut di Kota Denpasar. Besarnya pajak terhutang dengan cara mengalikan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 BAB V MASA PAJAK, SAAT PAJAK TERUTANG DAN SURAT PEMBERITAHUAN PAJAK DAERAH Pasal 8 Masa pajak adalah jangka waktu yang lamanya 1 (satu) bulan takwin. Pasal 9 Pajak terutang dalam masa pajak terjadi pada saat diterbitkannya SKPD. Pasal 10 (1) (2) (3) (4) (5) Setiap Wajib Pajak yang menggunakan tenaga listrik wajib mengisi SPTPD. SPTPD sebagaimana dimaksud ayat (1) harus diisi dengan jelas, benar dan lengkap serta ditandatangani oleh Wajib Pajak atau kuasanya. Untuk pelanggan listrik PLN, daftar rekening listrik yang diterbitkan oleh PLN merupakan SPTPD. SPTPD sebagaimana dimaksud ayat (1) harus disampaikan kepada walikota selambat – lambatnya 15 (lima belas) hari setelah berakhirnya masa pajak. Bentuk, isi dan tata cara pengisian SPTPD ditetapkan oleh walikota BAB VI TATA CARA PENGHITUNGAN DAN PENETAPAN PAJ AK Pasal 11 Dalam pemeriksaan Pembukuan Perpajakan dan atau kegiatan Auditing, walikota menunjuk Konsultan Pajak / Auditor. Pasal 12 (1) (2) (3) Berdasarkan SPTPD sebagaimana dimaksud pasal 11 ayat (1) Walikota menetapkan pajak terhutang dengan menerbitkan SKPD. Apabila pungutan pajak kerjasama dengan PLN rekening listrik dipersamakan dengan SKPD. Apabila SKPD sebagaimana dimaksud ayat (1), tidak atau kurang dibayar setelah lewat waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak SKPD diterima, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua prosen) sebulan dan ditagih dengan menerbitkan STPD. Pasal 13 (1) (2) (3) (4) (5) (6) Wajib pajak yang membayar sendiri, SPTPD sebagaimana dimaksud pasal 11 ayat (1) digunakan untuk menghitung, memperhitungkan dan menetapkan pajak sendiri yang terhutang Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terhutangnya pajak walikota dapat menerbitkan: a. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPDKB); b. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan (SKPDKBT); c. Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil (SKPDN). SKPDKB sebagaimana dimaksud ayat (2), huruf a diterbitkan: a. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak atau kurang bayar, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua prosen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terhutangnya pajak. b. Apabila SPTPD tidak disampaikan dalam jangka waktu yang ditentukan dan telah ditegur secara tertulis, dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 25% (dua puluh lima prosen) dari pokok pajak ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua prosen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung saat terutangnya pajak. c. Apabila kewajiban mengisi SPTPD tidak dipenuhi pajak yang terutang dihitung secara jabatan dan dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 25% (dua puluh lima prosen) dari pokok pajak ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terhutangnya pajak. SKPDKBT sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf b diterbitkan apabila ditemukan data baru atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terhutang akan dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan jumlah pajak tersebut. SKPDN sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf c diterbitkan apabila jumlah pajak yang terhutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak. Apabila kewajiban membayar pajak terutang SKPDKB dan SKPDKBT sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf a dan b tidak atau tidak sepenuhnya dibayar dalam jangka waktu yang telah ditentukan, ditagih dengan menerbitkan (7) STPD ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga 2% (dua prosen) sebulan. Penambaha n jumlah pajak yang terutang sebagaimana yang dimaksud ayat (4) tidak dikenakan apabila wajib pajak melaporkan sendiri sebelum dilakukan tindakan pemeriksaan. BAB VII TATA CARA PEMBAYARAN Pasal 14 (1) (2) (3) Pembayaran pajak dilakukan di Kas Daerah atau tempat lain yang ditunjuk oleh walikota sesuai waktu yang ditentukan dalam SPTPD, SKPD, SKPDKB, SKPDKBT dan STPD; Apabila pembayaran pajak dilakukan ditempat lain yang ditunjuk, hasil penerimaan pajak harus disetor ke Kas Daerah selambatnya 1 x 24 jam atau dalam waktu yang ditentukan oleh walikota; Pembayaran pajak sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2) dilakukan dengan menggunakan SSPD. Pasal 15 (1) (2) (3) (4) (5) Pembayaran pajak harus dilakukan sekaligus atau lunas Walikota dapat memberikan persetujuan kepada Wajib Pajak untuk mengangsur pajak terutang dalam kurun waktu tertentu. Angsuran pembayaran pajak sebagaimana dimaksud ayat (2) harus dilakukan secara teratur dan berturut – turut dengan dikenakan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dari jumlah pajak yang belum dibayar. Walikota dapat memberikan persetujuan kepada wajib pajak untuk menunda pembayaran pajak sampai batas waktu yang ditentukan setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan dengan bunga 2% (dua persen) sebulan dari jumlah pajak yang belum atau kurang dibayar. Persyaratan untuk dapat mengangsur dan menunda pembayaran serta tata cara pembayaran angsuran dan penundaan sebagaimana dimaksud ayat (2) dan ayat (4) ditetapkan oleh walikota. Pasal 16 (1) (2) Setiap pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pasal 14 diberikan tanda bukti pembayaran dan dicatat dalam buku penerimaan. Bentuk, jenis, isi, ukuran tanda bukti pembayaran dan buku penerimaan pajak sebagaimana dimaksud ayat (1) ditetapkan oleh walikota. BAB VIII TATA CARA PEM BUKUAN DAN PELAPORAN Pasal 17 Tata cara Pembukuan dan Pelaporan pelaksanaannya sesuai dengan Peraturan Perundang – undangan yang berlaku. BAB IX TATA CARA PENAGIHAN PAJAK Pasal 18 (1) (2) (3) Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan pajak dikeluarkan 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pembayaran. Dalam jangka 7 (tujuh) hari setelah tanggal Surat peringatan atau surat lain yang sejenis, wajib pajak harus melunasi pajak yang terhutang Surat peringatan atau surat lain yang sejenis sebagaimana dimaksud ayat (1) dikeluarkan oleh walikota atau pejabat yang ditunjuk Pasal 19 (1) (2) Apabila jumlah pajak yang belum dibayar tidak dilunasi dalam jangka waktu sebagaimana ditentukan dalam surat peringatan atau surat lain yang sejenis, ditagih dengan surat paksa. Pejabat menerbitkan surat paksa setelah melewati 21 (dua puluh satu) hari sejak surat peringatan atau surat lain yang sejenis diterima oleh wajib pajak. Pasal 20 Apabila pajak yang harus dibayar tidak dilunasi dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari sesudah tanggal pemberitahuan surat paksa, pejabat segera menerbitkan surat perintah melaksanakan penyitaan. Pasal 21 Setelah dilakukan penyitaan dan wajib pajak belum juga melunasi pajaknya, maka lewat 10 (sepuluh) hari sejak tanggal pelaksanaan surat perintah melaksanakan penyitaan, pejabat mengajukan permintaan penetapan tanggal pelelangan kepada kantor Lelang Negara. Pasal 22 Setelah Kantor Lelang Negara menetapkan hari, tanggal, jam dan tempat pelaksanaan lelang, juru sita memberitahukan dengan segera secara tertulis kepada Wajib Pajak. Pasal 23 Penunjukan juru sita ditetapkan dengan Keputusan Walikota Pasal 24 Bentuk, jenis dan formulir yang dipergunakan untuk melaksanakan penagihan pajak Daerah ditetapkan oleh Walikota. BAB X PENGURANGAN, KERINGANAN DAN PEMBEBASAN PAJAK Pasal 25 (1) (2) Walikota berdasarkan permohonan wajib pajak dapat memberikan pengurangan, keringanan dan pembebasan pajak Tata cara pemberian pengurangan, keringanan dan pembebasan pajak sebagaimana dimaksud ayat (1) ditetapkan oleh walikota. BAB XI TATA CARA PEMBETULAN, PEMBATALAN, PENGURANGAN KETETAPAN DAN PENGHAPUSAN ATAU PENGURANGAN SANKSI ADMINISTRASI Pasal 26 (1) (2) (3) Walikota karena jabatan atau atas permohonan wajib pajak dapat: a. Membetulkan SKPD atau SKPDKB atau SKPDKBT atau STPD yang dalam penerimaannya terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung dan atau kekeliruan dalam penerapan Peraturan Perundang – undangan perpajakan Daerah; b. Membatalkan atau mengurangkan ketetapan pajak yang tidak benar; c. Mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda dan kenaikan pajak yang terutang dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kehilapan wajib pajak atau bukan karena kesalahan Permohonan pembetulan, pembatalan, pengurangan ketetapan dan penghapusan atau pengurangan sanksi administrasi atas SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, dan STPD sebagaimana dimaksud ayat (1) harus disampaikan secara tertulis oleh Wajib Pajak kepada Walikota atau Pejabat yang ditunjuk selambat – lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterima SKPD, SKPDKBT atau STPD dengan memberikan alasan yang jelas. Walikota atau pejabat yang ditunjuk paling lama 3 (tiga) bulan sejak surat permohonan sebagaimana dimaksud ayat (2) diterima, sudah harus memberikan jawaban. (4) Apabila setelah lewat waktu 3 (tiga) bulan sebagaimana dimaksud ayat (3) Walikota atau Pejabat yang ditunjuk tidak memberikan keputusan, permohonan pembetulan, pembatalan, pengurangan ketetapan dan penghapusan atau penguranga n sanksi administrasi dianggap dikabulkan. BAB XII KEBERATAN DAN BANDING Pasal 27 (1) Wajib pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Walikota atau pejabat yang ditunjuk atas suatu: a. Surat Keterangan Pajak Daerah (SKPD) b. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPDKB) c. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan (SKPDKBT) d. Surat Ketetapan Daerah Lebih Bayar (SKPDLB) e. Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil (SKPDN) (2) Permohonan keberatan sebagaimana dimaksud ayat (1) harus disampaikan secara tertulis dalam bahasa Indonesia paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, SKPDLB dan SKPDN diterima oleh Wajib Pajak. Walikota dan Pejabat yang ditunjuk dalam waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal surat permohonan keberatan sebagaimana dimaksud ayat (2) diterima, sudah memberikan keputusan. Apabila setelah lewat waktu 12 (dua belas) bulan sebagaimana dimaksud ayat (3) walikota atau pejabat tidak memberikan keputusan, permohonan keberatan dianggap dikabulkan. Pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud ayat (1) tidak menunda kewajiban membayar pajak Pasal 28 (3) (4) (5) (1) (2) Wajib pajak dapat mengajukan banding kepada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah diterimanya keputusan keberatan. Pengajuan banding sebagaimana dimaksud ayat (1) tidak menunda kewajiban membayar pajak. Pasal 29 Apabila pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 24 atau banding sebagaimana dimaksud dalam pasal 25 dikabulkan sebagian atau seluruhnya, kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua prosen) sebulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan BAB XIII PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK Pasal 30 (1) (2) (3) (4) (5) (6) Wajib pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak kepada Walikota atau Pejabat yang ditunjuk secara tertulis dengan menyebutkan sekurang – kurangnya: a. Nama dan alamat Wajib pajak; b. Masa pajak; c. Besarnya kelebihan pembayaran pajak; d. Alasan yang jelas. Walikota atau pejabat yang ditunjuk dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak diterimanya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud ayat (1) harus memberikan keputusan. Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud ayat (2) dilampaui walikota atau pejabat tidak memberikan keputusan, permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dianggap dikabulkan dan SKPDLB harus ditertibkan dalam waktu paling lama 1 (satu) bulan. Apabila wajib pajak mempunyai utang lainnya, kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud ayat (2) langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang pajak dimaksud Pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan dalam waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKPDLB dengan menerbitkan surat perintah membayar kelebihan pajak Apabila pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan setelah lewat 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKPDLB, walikota atau pejabat yang ditunjuk memberikan imbalan bunga sebesar 2% sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan pajak Pasal 31 Apabila kelebihan pembayaran pajak diperhitungkan dengan hutang pajak lainnya sebagaimana dimaksud pasal 27 ayat (4), pembayarannya dilakukan dengan cara pemindah bukuan dan bukti pemindah bukuan dan bukti pemindah bukuan juga berlaku sebagai bukti pembayaran. BAB XIV KEDALUWARSA PENAGIHAN Pasal 32 (1) Hak untuk melakukan penagihan pajak, kedaluwarsa penagihan setelah melampaui jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak saat terhutangnya pajak, kecuali apabila wajib pajak melakukan tindak pidana dibidang perpajakan daerah. (2) Kedaluwarsa penagihan pajak sebagaimana dimaksud ayat (1) tertangguh apabila: a. Diterbitkan Surat Peringatan dan Surat paksa atau ; b. Ada pengakuan utang pajak dari wajib pajak baik langsung maupun tidak langsung. BAB XV KETENTUAN PIDANA Pasal 33 (1) Wajib pajak karena kealpaannya tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga merugikan keuangan Daerah dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama1 (satu) tahun dan atau denda paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak yang terutang. (2) Wajib pajak yang dengan sengaja tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga merugikan Keuangan Daerah dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak yang terutang Pasal 34 Tindak pidana sebagaimana dimaksud pasal 33 tidak dituntut setelah melampaui jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak. BAB XVI PENYIDIKAN Pasal 35 (1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu dilingkungan Pemerintah Kota Denpasar diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana dibidang Perpajakan Daerah. (2) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah: a. Menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana dibidang perpajakan daerah agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas b. Meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana Perpajakan daerah tersebut c. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana dibidang perpajakan daerah d. e. f. g. h. i. j. k. 3. Memeriksa buku – buku, catatan – catatan dan dokumen – dokumen lain yang berkenaan dengan tindak pidana dibidang Perpajakan Daerah Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen – dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana dibidang Perpajakan Daerah Menyuruh berhenti, melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana perpajakan daerah Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi Menghentikan penyidikan Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana dibidang Perpajakan Daerah menurut hukum yang dapat dipertanggung jawabkan. Penyidik sebagaimana dimaksud ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang – undang Nomor 8 Hukum Acara Pidana yang berlaku. BAB XVII KETENTUAN PENUTUP Pasal 36 Hal – hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai pelaksanaannya diatur lebih lanjut denga n Keputusan Walikota. Pasal 37 Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini maka Peraturan Daerah Kota Denpasar No. 4 tahun 1998 tentang Pajak Penerangan Jalan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 38 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memrintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Denpasar. Disahkan di Denpasar Pada tanggal 14 Nopember 2002 WALIKOTA DENPASAR ttd PUSPAYOGA Diundangkan di Denpasar Pada tanggal 18 Nopember 2002 SEKRETARIS DAERAH KOTA DENPASAR ttd MADE WESTRA LEMBARAN DAERAH KOTA DENPASAR TAHUN 2002 NOMOR 6 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN I UMUM Bahwa dengan semakin meningkatnya pelaksanaan tugas pemerintahan pembangunan serta pelayanan kepada masyarakat maka menuntut tersedianya dana yang lebih memadai. Oleh karenanya sumber pembiayaan untuk pelaksanaan kegiatan tersebut diatas dapat digali dari Pendapat Asli Daerah dimana salah satunya adalah berasal dari Pajak Penerangan Jalan yang merupakan potensi pajak yang cukup besar di Kota Denpasar Berdasarkan hal tersebut diatas, maka dipandang perlu menetapkan Peraturan Daerah Kota Denpasar tentang Pajak Penerangan Jalan II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal 2 Pasal 3 Pasal 4 Pasal 5 Pasal 6 Pasal 7 Pasal 8 Pasal 9 Pasal 10 : : : : : : : : : : Pasal 12 : Pasal 13 ayat (3) hrf c : Pasal 14 Pasal 15 Pasal 16 Pasal 17 Pasal 18 Pasal 19 Pasal 20 Pasal 21 Pasal 22 Pasal 23 : : : : : : : : : : cukup jelas cukup jelas cukup jelas cukup jelas cukup jelas cukup jelas cukup jelas cukup jelas cukup jelas Audit dalam hal ini tidak termasuk penetapan dan penagihan pajak cukup jelas Yang dimaksud dengan Penetapan Pajak secara jabatan adalah Penetapan besarnya pajak terutang yang dilakukan oleh Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk berdasarkan data yang ada atau keterangan lain yang dimiliki oleh Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk. cukup jelas cukup jelas cukup jelas cukup jelas cukup jelas cukup jelas cukup jelas cukup jelas cukup jelas cukup jelas Pasal 24 Pasal 25 Pasal 26 Pasal 27 Pasal 28 Pasal 29 Pasal 30 Pasal 31 Pasal 32 Pasal 33 Pasal 34 Pasal 35 Pasal 36 Pasal 37 Pasal 38 : : : : : : : : : : : : : : : cukup jelas cukup jelas cukup jelas cukup jelas cukup jelas cukup jelas cukup jelas cukup jelas cukup jelas cukup jelas cukup jelas cukup jelas cukup jelas cukup jelas cukup jelas