BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Biaya Biaya adalah kas atau setara kas yang dikorbankan untuk mendapatkan barang atau jasa yang diharapkan memberi manfaat saat ini atau dimasa datang bagi organisasi (Hansen & Mowen, 2005 : 36). Biaya (expense) adalah kas sumber daya yang telah atau akan dikorbankan untuk mewujudkan tujuan tertentu (Mulyadi, 2007 : 4). Biaya dalam arti luas adalah pengorbanan sumber ekonomi, yang diukur dalam satuan uang, yang telah terjadi atau yang kemungkinan akan terjadi untuk tujuan tertentu (Mulyadi, 2009 : 8). Menurut Supriyono (1999;16), biaya adalah harga perolehan yang dikorbankan atau digunakan dalam rangka memperoleh penghasilan atau revenue yang akan dipakai sebagai pengurang penghasilan. 8 Menurut Hendri Simamora (2002;36), biaya adalah kas atau nilai setara kas yang dikorbankan untuk barang atau jasa yang diharapkan memberi manfaat pada saat ini atau di masa mendatang bagi organisasi. 2.1.2 Penggolongan Biaya Penggolongan biaya adalah merupakan proses pengelompokan secara sistematis atas keseluruhan elemen-elemen biaya sehingga nantinya dapat memberikan informasi yang tepat mengenai biaya. Biaya tersebut dalam akuntansi biaya terdapat berbagai cara penggolongan biaya. Menurut Mulyadi (2005:13) biaya dapat digolongkan sebagai berikut. 1) Penggolongan biaya menurut objek pengeluaran Dalam cara penggolongan ini, nama objek pengeluaran merupakan dasar penggolongan biaya, misalkan nama objek pengeluaran adalah bahan bakar, maka semua pengeluaran yang berhubungan dengan bahan bakar disebut “biaya bahan bakar”. Contoh penggolongan biaya atas dasar objek pengeluaran dalam perusahaan kertas adalah sebagai berikut : biaya merang, biaya jerami, biaya gaji dan upah, biaya soda, biaya depresiasi mesin, biaya asuransi, biaya bunga, dan biaya zat warna. 2) Penggolongan biaya sesuai dengan fungsi pokok dari kegiatan atau aktivitas perusahaan ( Cost Classified According to the Function of Business Activity) Dalam perusahaan manufaktur, ada tiga fungsi pokok yaitu fungsi produksi, fungsi pemasaran, dan fungsi administrasi dan umum. Oleh karena ini dalam perusahaan manufaktur, biaya dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok (Mulyadi, 2009 : 13) sebagai berikut. 9 (1) Biaya produksi, yaitu biaya-biaya yang terjadi untuk mengolah bahan baku menjadi produk jadi yang siap untuk dijual. Contohnya adalah biaya depresiasi mesin dan equipmen, biaya bahan baku, biaya bahan penolong, dan biaya gaji karyawan yang bekerja dalam bagian-bagian baik yang langsung maupun tidak langsung berhubungan dengan proses produksi. Menurut obyek pengeluaran biaya produksi ini dibagi menjadi : biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung disebut juga istilah biaya utama (prime cost) sedangkan biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik disebut dengan biaya konversi (conversion cost) yang merupakan biaya untuk mengkonversi (mengubah) bahan baku menjadi produk jadi. (2) Biaya pemasaran, yaitu biaya-biaya yang terjadi untuk melaksanakan kegiatan pemasaran produk. Contohnya adalah biaya iklan, biaya promosi, biaya angkutan dari gudang perusahaan ke gudang pembeli, dan gaji karyawan bagian-bagian yang melaksanakan kegiatan pemasaran. Menurut Mulyadi (2005:487), biaya pemasaran dalam arti sempit dibatasi artinya sebagai biaya penjualan, yaitu biaya-biaya yang dikeluarkan untuk menjual produk ke pasar, sedangkan biaya pemasaran dalam arti luas meliputi semua biaya yang terjadi sejak saat produk selesai diproduksi dan disimpan dalam gudang sampai dengan produk tersebut diubah kembali dalam bentuk uang tunai. Menurut Hansen & Mowen (2005:47), biaya pemasaran adalah biaya-biaya yang diperlukan untuk memasarkan produk atau jasa, meliputi biaya gaji 10 dan komisi tenaga jual, biaya iklan, biaya pergudangan dan biaya pelayanan pelanggan. Menurut Henry Simamora (2002:37), biaya pemasaran atau penjualan (Marketing Cost) meliputi semua biaya yang dikeluarkan untuk mendapat pesanan pelanggan dan menyerahkan produk atau jasa ke tangan pelanggan. (3) Biaya administrasi dan umum, yaitu biaya-biaya yang mengkoordinasikan kegiatan produksi dan pemasaran produk. Contoh biaya ini adalah biaya gaji karyawan bagian keuangan, akuntansi, personalia dan hubungan masyarakat, biaya pemeriksaan akuntan dan biaya photocopy. 3) Penggolongan biaya atas dasar jangka waktu manfaat. Menurut Mulyadi ( 2009 : 16) atas dasar jangka waktu manfaatnya, biaya dapat dibagi menjadi dua sebagai berikut. (1) Pengeluaran modal (capital expenditures) Pengeluaran modal (capital expenditures) adalah biaya yang mempunyai manfaat lebih dari satu periode akuntansi (biasanya periode akuntansi satu tahun kalender). Pengeluaran modal ini pada saat terjadinya dibebankan sebagai kos aktiva, dan dibebankan dalam tahun-tahun yang menikamati manfaatnya dengan cara didepresiasi, diamortisasi atau di deplesi. Contoh pengeluaran modal adalah pengeluaran untuk pembelian aktiva tetap, untuk reparasi besar terhadap aktiva tetap, untuk promosi besar-besaran, pengeluaran untuk riset dan pengembangan suatu produk karena pengeluaran untuk keperluan tersebut biasanya melibatkan jumlah yang besar dan memiliki masa manfaat lebih dari satu tahun, maka 11 pada saat pengeluaran tersebut dilakukan, pengorbanan tersebut diperlakukan sebagai pengeluaran modal dan dicatat sebagai kos aktiva (misalnya sebagai kos aktiva tetap atau beban yang ditangguhkan). Periode akuntansi yang menikmati manfaat pengeluaran modal tersebut dibebani sebagai pengeluaran modal tersebut dibebani sebagai pengeluaran modal tersebut berupa biaya depresiasi, biaya amortisasi, atau biaya deplesi. (2) Pengeluaran pendapatan (revenues expenditures) Pengeluaran pendapatan (revenues expenditures) adalah biaya yang hanya mempunyai manfaat dalam periode akuntansi terjadinya pengeluaran tersebut. Pada saat terjadinya, pengeluaran pendapatan ini dibebankan sebagai biaya dan di pertemukan dengan pendapatan yang diperoleh dari pengeluaran biaya tersebut. Contoh pengeluaran pendapatan antara lain biaya iklan, biaya telex, dan biaya tenaga kerja. 4) Penggolongan biaya menurut perilakunya dalam hubungannya dengan perubahan volume kegiatan Penggolongan biaya sesuai dengan tendensi perubahannya terhadap aktivitas terutamauntuk tujuan perencanaan dan pengendalian biaya serta pengambilan keputusan. Tendensi perubahan biaya terhadap kegiatan dapat dikelompokkan menjadi (Mulyadi, 2009 : 15) sebagai berikut. (1) Biaya tetap (fixed cost) Biaya tetap memiliki karakteristik sebagai berikut. 12 a) Biaya yang jumlah totalnya tetap konstan tidak dipengaruhi dengan perubahan volume kegiatan atau aktivitas sampai dengan tingkatan tertentu. b) Pada biaya tetap, biaya satuan (unit cost) akan berubah berbanding terbalik dengan perubahan volume kegiatan, semakin tinggi volume kegiatan semakin rendah biaya satuan, semakin rendah volume kegiatan semakin tinggi biaya satuan. (2) Biaya variabel (variable cost) Biaya variabel memiliki karakteristik sebagai berikut. a) Biaya yang jumlah totalnya akan berubah secara sebanding dengan perubahan biaya volume kegiatan, semakin besar volume kegiatan semakin tinggi jumlah total biaya variabel, semakin rendah volume kegiatan semakin rendah jumlah total biaya variabel. b) Pada biaya variabel, biaya satuan tidak dipengaruhi oleh perubahan volume kegiatan jadi biaya satuan konstan. (3) Biaya semi variabel (semi variable cost) Biaya semi variabel memiliki karakteristik sebagai berikut. a) Biaya yang jumlah totalnya akan berubah sesuai dengan perubahan volume kegiatan, akan tetapi sifat perubahannya tidak sebanding. Semakin tinggi volume kegiatan semakin besar jumlah biaya total, semakin rendah biaya volume kegiatan semakin rendah biaya, tetapi perubahannya tidak sebanding. b) Pada biaya semi variabel, biaya satuan akan berubah terbalik dihubungkan dengan perubahan volume kegiatan tetapi sifatnya tidak sebanding. Sampai dengan tingkatan kegiatan tertentu 13 semakin tinggi volume kegiatan semakin rendah biaya satuan, semakin rendah volume kegiatan semakin tinggi biaya satuan. 5) Penggolongan biaya menurut hubungan biaya dengan sesuatu yang dibiayai Sesuatu yang dibiayai dapat berupa produk atau departemen. Dalam hubungannya sesuatu yang dibiayai, biaya dapat dikelompokkan menjadi dua golongan (Mulyadi, 2009 : 14) sebagai berikut. (1) Biaya langsung (direct cost) Biaya langsung adalah biaya yang terjadi yang penyebab satu-satunya adalah adanya sesuatu yang dibiayai. Jika sesuatu yang dibiayai itu tidak ada, maka biaya langsung tidak akan terjadi. Dengan demikian biaya langsung akan mudah diidentifikasi dengan sesuatu yang dibiayai. Biaya produksi langsung terjadi dari biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung. Biaya langsung departemen adalah semua biaya yang terjadi di dalam departemen tertentu. Contohnya: biaya tenaga kerja yang bekerja dalam departemen pemeliharaan merupakan biaya langsung bagi departemen pemeliharaan dan biaya depresiasi mesin yang dipakai dalam departemen tersebut, merupakan biaya langsung bagi departemen tersebut. (2) Biaya tidak langsung (indirect cost) Biaya tidak langsung adalah biaya yang terjadinya tidak hanya disebabkan oleh sesuatu yang dibiayai. Biaya tidak langsung dalam hubungannya dengan produk disebut dengan istilah biaya produksi tidak langsung atau biaya overhead pabrik biaya ini tidak mudah diidentifikasikan dengan produk tertentu. Gaji mandor yang mengawasi pembuatan produk A, B maupun C, merupakan biaya tidak 14 langsung bagi baik produk A, B, maupun C, karena gaji mandor tersebut terjadi bukan hanya karena perusahaan memproduksi salah satu produk tersebut, melainkan karena produksi ketiga jenis produk tersebut. Dalam hubungannya dengan biaya departemen, biaya tidak langsung adalah biaya yang terjadi di suatu departemen, tetapi manfaatnya dinikmati lebih dari satu departemen. Contohnya adalah biaya yang terjadi di departemen pembangkit tenaga listrik. Biaya ini dinikmati oleh departemen-departemen lain dalam perusahaan, baik untuk penerangan maupun untuk menggerakkan mesin yang mengkonsumsi listrik, biaya listrik yang diterima dari alokasi biaya departemen pembangkit tenaga listrik marupakan biaya tidak langsung departemen. 2.1.3 1) Sistem Akuntansi Biaya Konvensional Definisi sistem akuntansi biaya konvensional Sistem akuntansi biaya konvensional sering pula disebut dengan sistem akuntansi biaya tradisional. Akuntansi biaya konvensional adalah akuntansi biaya yang didesain untuk perusahaan manufaktur dan yang berorientasi ke penentuan kos produk dengan fokus biaya pada tahap produksi. Akuntansi biaya konvensional dibagi menjadi dua tipe: (1) akuntansi biaya dengan fokus ke perhitungan kos produk dan (2) akuntansi pertanggungjawaban (Mulyadi, 2007 : 100). Kedua tipe akuntansi biaya tersebut dikembangkan pada waktu pengolahan data akuntansi secara manual (tulis tangan). Akuntansi biaya konvensional di desain untuk perusahaan manufaktur yaitu perusahaan yang kegiatan pokoknya mengolah bahan baku menjadi produk jadi dan menjual 15 produk jadi tersebut kepada customer. Pada awal perkembangannya, akuntansi biaya hanya difokuskan pada perhitungan kos produk yang dihasilkan oleh perusahaan manufaktur. Pada perkembangan selanjutnya, akuntansi biaya difokuskan pada pengendalian biaya melalui akuntansi pertanggungjawaban. Dalam akuntansi pertanggungjawaban ini, biaya dihubungkan dengan manajer yang memiliki wewenang atas biaya tertentu, agar manajer tersebut dapat merencanakan dan mengendalikan biaya yang menjadi tanggung jawabnya. Biaya–biaya yang terlibat dalam system secara tradisional biasanya hanya biaya langsung saja, yaitu biaya tenaga kerja dan biaya material. Namun seiring dengan berjalannya waktu muncul biaya–biaya yang bisa di golongkan kedalam biaya langsung. Biaya–biaya tersebut seperti biaya reperasi, perawatan, utilitas, dan lain sebagainya. Sistem biaya akan membebankan biaya tidak langsung kepada basis alokasi yang tidak representatif. Terdapat beberapa karakteristik yang dapat digunakan sebagai petunjuk untuk mengetahui apakah system biaya suatu organisasi membutuhkan perbaikan, sebagai berikut. (1) Presentase dari biaya tak langsung menjadi bagian besar dari total biaya, atau biaya overhead meningkat terus menerus beberapa tahun terakhir. Kecenderungan yang terjadi pada tahun–tahun terakhir dari suatu perusahaan adalah penggantian yan gberulang oleh tenaga kerja dengan teknologi. Biaya teknologi semakin besar, biaya buruh yang diperlukan menjadi semakin rendah. Hasil akhirnya adalah biaya yang lebih besar akan dialokasikan kepada basis yang lebih kecil (2) Operasi-operasi yang menggunakan tenaga kerja langsung telah digantikan oleh mesin-mesin otomatis. Penambahan peralatan yang 16 mampu berjalan tanpa bantuan tenaga kerja langsung dapat menyebabkan distorsi pada distribusi biaya tak langsung, jika tenaga kerja langsung tetap digunakan sebagai basis alokasi oleh perusahaan. (3) Banyak operasi yang dapat dilakukan dengan sedikit intervensi manusia. Banyak operasi memiliki waktu siklus yang signifikan, dimana hal ini dapat dilihat dengan hanya sedikit perhatian yang diperlukan dari pekerja dan pada saat seperti itulah biaya tidak didasarkan pada proses, tetapi pada set up dan tenaga kerja langsung, maka akan terjadi kesalahan pada distribusi biaya. (4) Adanya manusia menggunakan mesin dan mesin menggunakan manusia. Pada banyak fasilitas terdapat beberapa operasi dimana pekerja dibantu peralatan dalam melaksanakan aktivitasnya dan pekerja memegang kendali, selain itu juga ada operasi dimana pekerja melakukan aksi sederhana sebagai material handling untuk peralatan yang sedang bekerja. Dua situasi yang berbeda ini memerlukan distribusi biaya dengan pendekatan yang berbeda. Jika hanya satu metoda yang digunakan maka akan terjadi kesalahan dalam pembebanan biaya. Pada sistem biaya tradisional, dalam mengalokasikan biaya pabrik tidak langsung ke unit produksi, tetapi ditempuh cara sebagai berikut: yaitu pertama dilakukan alokasi biaya keseluruh unit organisasi yang ada, setelah itu biaya unit organisasi dialokasikan lagi kesetiap unit produksi. Unsur-unsur biaya bersama dialokasikan secara proporsional dengan menggunakan suatu indikator atau faktor pembanding yang sesuai, sedangkan unsur-unsur biaya yang lainnya dialokasikan secara langsung, sesuai dengan perhitungan langsungnya masing-masing. Pada perusahaan 17 industri yang menghasilkan beberapa jenis produk, biasanya terjadi berbagai jenis unsur biaya gabungan yang harus dialokasikan kesetiap produk gabungan yang bersangkutan pada titik pisahnya masing-masing. 2) Akuntansi biaya dengan fokus ke perhitungan kos produk Akuntansi biaya konvensional ini berfokus ke biaya produksi. Biaya produksi adalah biaya yang berkaitan dengan proses pengelolaan bahan baku menjadi produk jadi. Biaya produksi dibagi menjadi dua golongan yaitu (1) biaya produksi langsung dan (2) biaya produksi tidak langsung. Biaya produksi inilah yang diperhitungkan ke dalam kos produk. Perhitungan kos produk disajikan dalam dua laporan : (1) laporan kos produk yang diproduksi dan (2) laporan kos produk yang dijual (Mulyadi, 2007 : 100) 3) Akuntansi pertanggungjawaban: akuntansi biaya yang berfokus ke pengendalian biaya Akuntansi biaya yang berfokus ke pengendalian biaya ini lebih dikenal dengan nama Akuntansi Pertanggungjawaban. Akuntansi biaya ini mulai mengalihkan orientasi pengolahan data biaya dari perhitungan kos produk ke pengendalian biaya. Akuntansi pertanggungjawaban mengolah data biaya melalui dua tahap: (1) pengolahan data biaya menurut pusat pertanggungjawaban dan (2) pengolahan data untuk penentuan kos produk. Pengolahan data biaya menurut pusat pertanggungjawaban dijadikan prioritas utama dalam akuntansi pertanggungjawaban menyajikan informasi biaya menurut pusat pertanggungjawaban, untuk memungkinkan manajer pusat pertanggungjawaban mempertanggungjawabkan realisasi biaya dianggarkan oleh manajer pusat yang bersangkutan (Mulyadi, 2007 : 111) 18 yang 4) Langkah-langkah penentuan harga pokok dengan metode akuntansi biaya konvensional Harga pokok dengan system konvensional ditentukan dalam dua tahap (Henry Simamora, 2005 : 109) sebagai berikut. (1) Tahap pertama, penelusuran biaya departemen. Biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja dibebankan secara langsung ke masing-masing produk. (2) Tahap kedua Biaya overhead dibebankan ke produk sesuai tarif overhead yang dihitung dengan cara total cost overhead dibagi dengan basis tertentu, jam mesin, jam tenaga kerja, biaya tenaga kerja langsung, dan sebagainya. Sedangkan overhead yang dibebankan = tarif overhead x unit cost driver yang digunakan dalam metode konvensional. 5) Kelemahan-kelemahan sistem akuntansi biaya konvensional Sistem akuntansi biaya tradisional tidak baik untuk memasuki lingkungan bisnis yang kompetitif, turbulen, dan yang di dalamnya customer memegang kendali bisnis. Berikut ini diuraikan kelemahan sistem akuntansi biaya tradisional (Mulyadi, 2005 : 681). (1) Akuntansi biaya tradisional menggunakan allocation intensive dalam memperlakukan biaya overhead pabrik sehingga cost produk yang dihasilkan tidak akurat, karena alokasi menggunakan dasar yang bersifat sembarang (tanpa hubungan sebab-akibat). (2) Dalam lingkungan bisnis yang di dalamnya customer dominant, biayabioaya yang berkaitan dengan pilihan customer menjadi meningkat, seperti setup mesin karena bervariasinya pesanan dari customer, biaya perubahan 19 desain karena semakin pemulihannya sifat customer. Penggunaan hanya volume-related driver dalam membebankan biaya overhead pabrik kepada produk menjadikan perhitungan biaya overhead yang dibebankan kepada produk tidak akurat. (3) Akuntansi biaya tradisional tidak fit untuk menghadapi lingkungan bisnis yang kompleks dan kompetitif, karena hanya mampu menghasilkan laporan biaya dengan dimensi tunggal (single dimensional cost report). Lingkungan bisnis sekarang memerlukan mulitidimensional cost report. (4) Akuntansi biaya tradisional didesain pada jaman pengolahan data akuntansi masih manual, maka informasi akuntansi hanya dapat dimanfaatkan oleh manajemen puncak dan pihak luar perusahaan melalui laporan akuntansi yang disajikan oleh fungsi akuntansi. Ada tiga faktor yang menyebabkan sistem biaya tradisional tidak mampu membebankan BOP secara teliti pada produk sebagai berikut. (1) Produk yang dihasilkan beberapa jenis. Ketepatan pembebanan biaya overhead pabrik pada produk tidak menghasilkan beberapa jenis produk. Namun jika perusahaan menghasilkan beberapa jenis produk dengan menggunakan fasilitas yang sama (common products) maka biaya overhead pabrik merupakan biaya bersama untuk seluruh produk yang dihasilkan. Kondisi ini menghasilkan manajemen untuk mengidentifikas jumlah biaya overhead pabrik uang ditimbulkan atau dikonsumsi oleh masing-masing produk. Dalam lingkungan pemanufakturan maju, system biaya tradisional tidak dapat digunakan dengan baik karena menimbulkan distorsi biaya. Masalah ini dapat diselesaikan dengan menggunakan Activity Based Costing System, 20 karena sistem ini menentukan driver-driver biaya untuk mengidentifikasi biaya overhead pabrik yang dikonsumsi oleh masing-masing produk. (2) BOP berlevel non unit jumlahnya relatif besar. Sistem biaya konvensional dengan mendasarkan tarif tunggal biaya overhead pabrik dan departemental. Biaya overhead pabrik hanya cocok jika sebagian besar biaya overhead pabrik didominasi oleh biaya overhead pabrik berlevel unit. Dalam lingkungan pemanufakturan maju, pada umumnya biaya overhead pabrik berlevel non unit jumlahnya besar sehingga pemakaian system tradisional untuk kondisi ini menimbulkan distorsi biaya. (3) Diversitas produk-produk relatif tinggi. Biaya berlevel non unit yang berjumlah besar belum tentu mengakibatkan distorsi pada sistem biaya tradisional. Jika berbagai jenis produk mengkonsumsi aktivitas-aktivitas overhead non unit dalam proporsi yang sama maka pembebanan biaya berdasarkan unit tidak menimbulkan distorsi. Namun jika diversitas produk-produk, maka pembebanan biaya overhead pabrik berdasarkan unit menimbulkan distorsi biaya. 6) Faktor-faktor yang menyebabkan akuntansi biaya tradisional tidak mampu menyediakan informasi tentang fakta. Akuntansi biaya tradisional tidak dapat menyediakan fakta yang dibutuhkan oleh manajemen untuk pengelolaan terhadap operasi perusahaan. Ada tiga faktor penyebab mengapa akuntansi biaya tradisional tidak mampu menyediakan informasi tentang fakta (Mulyadi, 2007 : 195) sebagai berikut. (1) Akuntansi biaya tradisional hanya menyajikan informasi biaya, namun kurang atau sedikit sekali menyediakan informasi operasi. 21 (2) Akuntansi biaya tradisional menyediakan informasi biaya berdasarkan pusat pertanggungjawaban. (3) Akuntansi biaya tradisional menyediakan informasi tentang kos produk yang tidak akurat. 2.1.4 1) Metode Activity Based Costing System (ABC System) Pengertian ABC System ABC System adalah suatu pendekatan penentuan biaya produksi yang membebankan biaya ke produk atau jasa berdasarkan konsumsi sumber daya disebabkan karena aktivitas (Kamaruddin, 2005 : 15). ABC System adalah sistem informasi biaya yang berbasis aktivitas yang didesain untuk memotivasi personel dalam melakukan pengurangan biaya dalam jangka panjang melalui pengelolaan aktivitas (Mulyadi, 2007 : 96) Pengertian akuntansi aktivitas menurut Amin Widjaja (1992; 27) adalah “Bahwa ABC Sistem tidak hanya memberikan kalkulasi biaya produk yang lebih akurat, tetapi juga memberikan kalkulasi apa yang menimbulkan biaya dan bagaimana mengelolanya, sehingga ABC System juga dikenal sebagai sistem manajemen yang pertama.” sedangkan menurut Mulyadi (1993:34) memberikan pengertian ABC yaitu “ABC merupakan metode penentuan harga pokok produksi (product costing) yang ditujukan untuk menyajikan informasi harga pokok secara cermat bagi kepentingan manajemen, dengan mengukur secara cermat konsumsi sumber daya alam setiap aktivitas yang digunakan untuk menghasilkan produk.” Pengertian ABC Sistem yang lain juga dikemukakan oleh Hansen and Mowen (1999: 321) 22 adalah “Suatu sistem kalkulasi biaya yang pertama kali menelusuri biaya ke aktivitas kemudian ke produk.” Menurut Walker (1999 : 18) dalam Komang Ayu Krisnadewi, ABC System merupakan metode kosting yang membebankan biaya ke aktivitasaktivitas dan objek biaya berdasarkan arbitrer, misalnya tenaga kerja langsung seperti dalam pendekatan kosting tradisional. ABC memungkinkan perusahaan untuk menganalisis biaya sumber daya dalam aktivitas dan objek biaya. Definisi lain dikemukakan oleh Garrison dan Norren (2006:441), ABC system merupakan metode costing yang dirancang untuk menyediakan informasi biaya bagi manajer untuk keputusan strategik dan keputusan lainnya yang mungkin akan mempengaruhi kapasitas dan juga biaya tetap. 2) Pengertian aktivitas Aktivitas adalah setiap kejadian atau transaksi yang merupakan pemicu biaya (cost driver) yakni bertindak sebagai faktor penyebab (causal factor) dalam pengeluaran biaya dalam organisasi (Henry Simamora, 2005 : 144). Aktivitas adalah peristiwa, tugas, atau satuan pekerjaan dengan tujuan tertentu. Aktivitas menunjukkan bagaiman waktu dimanfaatkan dalam suatu departemen atau pusat biaya. Aktivitas menghasilkan keluaran untuk memenuhi kebutuhan customer, intern, dan ekstern. Aktivitas diyakini sebagai penyebab timbulnya biaya, oleh karena itu, fokus pengelolaan diarahkan ke aktivitas yang menjadi penyebab timbulnya biaya tersebut. Aktivitas dijadikan sebagai cost objek yang penting untuk menyediakan informasi activity cost bagi pengambil keputusan, sehingga informasi tersebut memampukan pengambil keputusan dalam pengelolaan aktivitasnya (Mulyadi, 2007 :10). 3) Klasifikasi aktivitas 23 Sesuai dengan levelnya, aktivitas-aktivitas dapat digolongkan menjadi (Mulyadi, 2007 : 14) sebagai berikut. (1) Unit-level activity merupakan jenis aktivitas yang dikonsumsi oleh fitur produk atau jasa berdasarkan unit yang dihasilkan oleh aktivitas tersebut. Sebagai contoh adalah aktivitas tersebut, oleh karena itu biaya aktivitas produksi dibebankan kepada fitur produk berbasis jumlah unit produk yang dihasilkan, jam mesin atau jam tenaga kerja langsung. Menurut Nurhayati pada penelitiannya mengenai ABC System pada tahun 2004, aktivitas berlevel unit adalah aktivitas yang dikerjakan setiap kali satu unit produk diproduksi, besar kecilnya aktivitas ini dipengaruhi oleh jumlah unit produk yang diproduksi. Biaya yang timbul karena aktivitas berlevel unit ini dinamakan biaya aktivitas berlevel unit, contoh biaya overhead untuk aktivitas ini adalah biaya listrik dan biaya operasi mesin. Biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung juga termasuk ke dalam biaya aktivita berlevel unit, namun tidak termasuk kedalam biaya overhead. (2) Batch-related activity merupakan aktivitas yang dikonsumsi oleh fitur produk atau jasa berdasarkan jumlah batch (sekelompok produk atau jasa yang dikonsumsi dalam satu kali proses) produk yang diproduksi. Menurut Nurhayati pada penelitiannya mengenai ABC System pada tahun 2004, aktivitas-aktivitas berlevel batch adalah aktivitas yang dikerjakan setiap kali suatu batch produk diproduksi, besar kecilnya aktivitas ini dipengaruhi oleh jumlah batch produk yang diproduksi. Contoh aktivitas yang termasuk kedalam kelompok ini adalah aktivitas setup, aktivitas penjadwalan produksi, aktivitas pengelolaan bahan (gerak bahan dan order pembelian), aktivitas inspeksi. Biaya yang timbul akibat dari aktivitas ini 24 adalah biaya aktivitas berlevel batch, biaya ini bervariasi batch produk yang diproduksi, namun bersifat tetap jika dihubungkan dengan jumlah unit produk yang diproduksi dalam setiap batch. (3) Product-sustaining activity adalah aktivitas yang dikonsumsi oleh fitur produk atau jasa berdasarkan jenis fitur produk yang dihasilkan oleh aktivitas tersebut. Sebagai contoh adalah aktivitas desain dan pengembangan produk konsumsi oleh fitur produk berdasarkan jenis fitur produk yang dihasilkan oleh aktivitas tersebut. Nurhayati pada penelitiannya mengenai ABC System pada tahun 2004, aktivitas-aktivitas berlevel produk disebut juga sebagai aktivitas penopang produk yaitu aktivitas yang dikerjakan untuk mendukung berbagai produk yang diproduksi oleh perusahaan. Aktivitas ini mengkonsurnsi masukan untuk mengembangkan produk atau memungkinkan produk diproduksi dan dijual. Aktivitas ini dapat dilacak pada produk secara individual, namun sumber-sumber yang dikonsumsi oleh aktivitas tersebut tidak dipengaruhi oleh jumlah produk atau batch produk yang diproduksi. Contoh aktivitas yang termasuk kedalam kelompok ini adalah aktivitas penelitian dan pengembangan produk, perekayasaaan proses, spesifikasi produk, perubahan perekayasaan, dan peningkatan produk. Biaya yang timbul akibat dari aktivitas ini disebut dengan biaya aktivitas berlevel produk. (4) Facility-sustaining activity adalah jenis aktivitas yang dikonsumsi oleh fitur produk yang diproduksi. Contoh facility-sustaining activity cost adalah biaya depresiasi, biaya asuransi. Menurut Nurhayati pada penelitiannya mengenai ABC System pada tahun 2004 aktivitas berlevel fasilitas disebut juga sebagai aktivitas penopang fasilitas adalah meliputi 25 aktivitas untuk menopang proses manufaktur secara umum yang diperlukan untuk menyediakan fasilitas atau kapasitas pabrik untuk memproduksi produk, namun banyak sedikitnya aktivitas ini tidak berhubungan dengan volume atau bauran produk yang diproduksi. Aktivitas ini dimanfaatkan secara bersama oleh berbagai jenis produk yang berbeda, atau dengan kata lain aktivitas ini dilakukan untuk mempertahankan eksistensi perusahaan. Contoh aktivitas ini mencakup misalnya: manajemen pabrik, pemeliharaan bangunan, keamanan, pertamanan (landscaping), penerangan pabrik, kebersihan, pajak bumi dan bangunan (PBB), serta depresiasi pabrik. Aktivitas manajemen pabrik bersifat administratif, misalnya aktivitas pengelolaan pabrik, karyawan, dan akuntansi untuk biaya. Biaya untuk aktivitas ini disebut dengan biaya aktivitas berlevel fasilitas (facility-level activities cost). 4) Konsep-konsep dasar Activity Based Costing Activity Based Costing System adalah suatu sistem akuntansi yang terfokus pada aktivitas-aktifitas yang dilakukan untuk menghasilkan produk/jasa. Activity Based Costing menyediakan informasi perihal aktivitasaktivitas dan sumber daya yang dibutuhkan untuk melaksanakan aktivitasaktivitas tersebut. Aktivitas adalah setiap kejadian atau transaksi yang merupakan pemicu biaya (cost driver) yakni, bertindak sebagai faktor penyebab dalam pengeluaran biaya dalam organisasi. Aktivitas-aktivitas ini menjadi titik perhimpunan biaya. Dalam sistem ABC, biaya ditelusur ke aktivitas dan kemudian ke produk. ABC System mengasumsikan bahwa aktivitas-aktivitaslah yang mengkonsumsi sumber daya dan bukannya produk. 5) Langkah – langkah penentuan harga pokok dengan metode ABC System 26 Terdapat dua tahap atau prosedur sistem ABC, (Hansen & Mowen, 2005 : 148) sebagai berikut. (1) Tahap pertama : a) Langkah pertama pengidentifikasian dalam prosedur tahap pertama aktivitas. Aktivitas adalah pekerjaan adalah yang dilaksanakan dalam organisasi. Berbagai aktivitas diklasifikasikan mempunyai hubungan fisik yang jelas dan mudah ditentukan. b) Biaya-biaya dibebankan ke aktivitas. Setelah mengidentifikasi aktivitas, maka langkah kedua adalah menghubungkan berbagai biaya dengan setiap kelompok aktifitas berdasarkan pelacakan langsung dengan driver-driver sumber. c) Aktivitas yang berkaitan dikelompokkan untuk membentuk kumpulan sejenis (homogen). Setelah menghubungkan biaya dengan aktivitas maka dilanjutkan langkah ketiga yaitu kelompok-kelompok biaya yang homogen. Kelompok biaya homogen adalah kumpulan biaya overhead yang terhubung secara logis penentuan kelompok-kelompok biaya homogen dengan tugas-tugas yang dilaksanakan dan berbagai macam biaya tersebut dapat diterangkan oleh cost driver tunggal. Jadi, agar dapat dimasukkan ke dalam suatu kelompok biaya yang homogen, aktivitas-aktivitas overhead harus dihubungkan secara logis dan mempunyai rasio konsumsi yang sama untuk semua produk. Rasio konsumsi yang sama menunjukkan eksistensi dari sebuah cost driver. Cost driver tentunya harus dapat diukur sehingga overhead dapat dibebankan ke berbagai produk. 27 d) Biaya aktivitas yang dikelompokkan di jumlah mendefinisikan kelombok yang sejenis. Jika kelompok-kelompok yang sejenis telah ditentukan, maka langkah keempat adalah menjumlahkan biaya aktivitas yang telah dikelompokkan sesuai dengan cost driver atau pemicu biayanya. e) Penentuan tarif kelompok. Tarif kelompok adalah tarif biaya overhead perunit cost driver yang dihitung untuk suatu aktivitas. Tarif kelompok dihitung untuk suatu aktivitas. Tarif kelompok dihitung dengan rumus total biaya overhead untuk kelompok aktivitas tersebut. Perhitungan tarif kelompok ini merupakan langkah terakhir tahap pertama. (2) Tahap kedua : Pada tahap kedua, biaya pada setiap kelompok overhead ditelusuri ke berbagai jenis produk dengan menggunakan tarif kelompok yang dikonsumsi oleh setiap produk. Pembebanan biaya overhead pabrik pada produk dihitung dengan rumus tarif kelompok dikalikan dengan unit cost driver yang dkonsumsi oleh produk. 6) Manfaat ABC System Manfaat-manfaat ABC System (Kamaruddin Ahmad, 2005 : 18) sebagai berikut. (1) Menyajikan biaya produk lebih akurat dan informat, yang mengarahkan pengukuran protabilitas produk lebih akurat terhadap keputusan stratejik, tentang harga jual, lini produk, dan pengeluaran modal. (2) Pengukuran yang lebih akurat tentang biaya yang dipicu oleh aktivitas, sehingga membantu manajemen meningkatkan nolai produk (product value) dan nilai proses (process value). 28 (3) Memudahkan memberikan informasi tentang biaya relevan untuk pengambilan keputusan. Menurut Mulyadi (2007:93) manfaat yang dijanjikan oleh ABC System sebagai berikut. (1) Menyediakan informasi berlimpah tentang aktivitas yang digunakan oleh perusahaan untuk menghasilkan produk atau jasa bagi customer. (2) Menyediakan fasilitas untuk menyusun dengan cepat anggaran berbasis aktivitas. (3) Menyediakan informasi biaya untuk memantau implementasi rencana pengurangan biaya. (4) Menyediakan secara akurat dan multidimensi kos produk dan jasa yang dhasilkan oleh perusahaan. Menurut penelitian Nurhayati, 2004 manfaat sistem biaya Activity-based Costing (ABC) bagi pihak manajemen perusahaan sebagai berikut. (1) Suatu pengkajian sistem biaya ABC dapat meyakinkan pihak manajemen bahwa mereka harus mengambil sejumlah langkah untuk menjadi lebih kompetitif. Sebagai hasilnya, mereka dapat berusaha untuk meningkatkan mutu sambil secara simultan fokus pada pengurangan biaya yang memungkinkan. Analisis biaya ini dapat menyoroti bagaimana benarbenar mahalnya proses manufakturing, hal ini pada gilirannya dapat memacu aktivitas untuk mengorganisasi proses, memperbaiki mutu, dan mengurangi biaya. (2) Pihak manajemen akan berada dalam suatu posisi untuk melakukan penawaran kompetitif yang lebih wajar. 29 (3) Sistem biaya ABC dapat membantu dalam pengambilan keputusan (management decision making) membuat-membeli yang manajemen harus lakukan, disamping itu dengan penentuan biaya yang lebih akurat maka maka keputusan yang akan diambil oleh phak manajemen akan lebih baik dan tepat. Hal ini didasarkan bahwa dengan akurasi perhitungan biaya produk yang menjadi sangat penting dalam iklim kompetisi dewasa ini. (4) Mendukung perbaikan yang berkesinambungan (continius improvement), melalui analisa aktivitas, sistem ABC memungkinkan tindakan eleminasi atau perbaikan terhadap aktivitas yang tidak bernilai tambah atau kurang efisien. Hal ini berkaitan erat dengan masalah produktivitas perusahaan. (5) Memudahkan Penentuan biaya-biaya yang kurang relevan (cost reduction), pada sistem tradisional, banyak biaya-biaya yang kurang relevan yang tersembunyi. Sistem ABC yang transparan menyebabkan sumber-sumber biaya tersebut dapat diketahui dan dieliminasi. (6) Dengan analisis biaya yang diperbaiki, piliak manajemen dapat melakukan analisis yang lebih akurat mengenai volume produksi yang diperlukan untuk mencapai impas (break even) atas produk yang bervolume rendah. Menurut Sujana (2006 : 284), manfaat penerapan sistem ABC, sebagai berikut. (1) Penerapan ABC akan menghasilkan langkah-langkah yang lebih kompetitif sehingga dapat meningkatkan kualitas produk/jasa sambil mengurangi biaya overhead. (2) ABC akan membawa manajemen kepada suatu posisi dimana manajemen dapat melakukan penawaran yang lebih kompetitif dan wajar. (3) ABC akan membantu pembuatan keputusan dalam memproduksi dan membeli produk dan jasa. 30 (4) Penerapan ABC akan membantu manajemen dalam memperbaiki suatu proses manufakturing agar lebih efisien dan berkualitas. 7) Kelemahan–kelemahan ABC System Menurut Kamaruddin Ahmad (2005 : 18) sebagai berikut. (1) Alokasi, beberapa biaya dialokasikan secara sembarangan karena sulitnya menemukan aktivitas biaya tersebut. (2) Mengabaikan biaya, biaya tertentu yang diabaikan dari analisis. Contohnya iklan, riset, pengembangan, dan sebagainya. (3) Penelurusuran dan waktu yang dikonsumsi, disamping memerlukan biaya yang mahal dan memerlukan waktu yang cukup lama. Menurut Supriyono ( 1999 : 41), kelemahan-kelemahan Activity Based Costing, sebagai berikut. (1) Sistem penentuan harga pokok produk berbasis aktivitas mensyaratkan bahwa perusahaan memproduksi berbagai macam produk dan berada di dalam suatu lingkungan persaingan tertentu. Kondisi ini tidak selalu dapat dipenuhi oleh setiap perusahaan, akibatnya sistem penentuan harga pokok berbasis aktivitas kurang ekonomis apabila diterapkan pada perusahaan yang tidak memenuhi persyaratan tersebut. (2) Sistem penentuan harga pokok produk berbasis aktivitas lebih menekankan pada permasalahan pembebanan biaya-biaya manufaktur, pemasaran, penelitian, dan pengembangan serta lain-lainnya namun tidak menjelaskan bagaimana komposisi produk yang paling optimal. (3) Sistem penentuan harga pokok produk berbasis aktiitas tidak dapat menunjukan biaya-biaya yang dapat dihindarkan jika suatu produk, jasa, atau segmen organisasi tertentu dieliminasi. 31 Sedangkan menurut Arbiandi (2008 : 5), mengungkapkan bahwa kelemahan ABC sistem terletak pada bentuk ABC sistem yang tergantung pada lingkungan manufaktur perusahaan. Sistem ini tidak bersifat umum seperti pendekatan tradisional, karena ABC sistem harus disesuaikan dengan kondisi manufaktur setiap perusahaan. 8) Keunggulan dari sistem biaya activity-based costing (ABC) Beberapa keunggulan dari sistem biaya activity based costing (ABC) dalam penentuan biaya produksi adalah sebagai berikut. (1) Biaya produk yang lebih realistik, khususnya pada industri manufaktur teknologi tinggi dimana biaya overhead adalah merupakan proporsi yang signifikan dari total biaya. (2) Semakin banyak overhead dapat ditelusuri ke produk. Dalam pabrik yang modern, terdapat sejumlah akrivitas non lantai pabrik yang berkembang. Analisis sistem biaya ABC itu sendiri memberi perhatian pada semua aktivitas sehingga biaya aktivitas yang non lantai pabrik dapat ditelusuri. (3) Sistem biaya ABC mengakui bahwa aktivitaslah yang menyebabkan biaya (activities cause cost) bukanlah produk, dan produklah yang mengkonsumsi aktivitas. (4) Sistem biaya ABC memfokuskan perhatian pada sifat riil dari perilaku biaya dan membantu dalam mengurangi biaya dan mengidentifikasi aktivitas yang tidak menambah nilai terhadap produk. (5) Sistem biaya ABC mengakui kompleksitas dari diversitas produksi yang modem dengan menggunakan banyak pemacu biaya (multiple cost drivers), banyak dari pemacu biaya tersebut adalah berbasis transaksi (transaction-based) dari pada berbasis volume produk. 32 (6) Sistem biaya ABC memberikan suatu indikasi yang dapat diandalkan dari biaya produk variabel jangka panjang (long run variabel product cost) yang relevan terhadap pengambilan keputusan yang strategik. (7) Sistem biaya ABC cukup fleksibel untuk menelusuri biaya ke proses, pelanggan, area tanggungjawab manajerial, dan juga biaya produk. Kekuatan sesungguhnya ABC System di desain sebagai sistem informasi biaya untuk menyediakan informasi tentang fakta (informing) dan memberdayakan (empowering) manajemen dan karyawan dalam pengurangan biaya dan perkiraan biaya secara handal. Kekuatan sesungguhnya ABC System terletak pada dua fungsi ( Mulyadi, 2007: 195 ) sebagai berikut. (1) Informing yaitu kemampuan ABC System dalam menyediakan informasi untuk memantau kinerja personel dalam mewujudkan rencana. (2) Empowering yaitu kemampuan ABC System dalam menghasilkan informasi untuk memberdayakan manajemen dan karyawan dalam pengurangan biaya dan memperkirakan biaya secara handal. 2.1.5 Perbedaan antara Metode Konvensional dan ABC System Akuntansi manajemen konvensional hanya menggunakan penggerak berdasarkan unit, cenderung lebih intensif alokasi, perhitungan harga pokok produk yang sempit dan baku, memusatkan pada pengendalian biaya, menyediakan sedikit informasi aktivitas, menekankan pada kinerja unit organisasi individual, dan menggunakan ukuran kinerja keuangan. Akuntansi manajemen kontemporer menggunakan penggerak berdasarkan unit dan non unit, intensif dalam penelusuran, perhitungan harga pokok produk yang luas dan fleksibel,memusatkan pada pengendalian aktivitas, menyediakan informasi aktivitas secara rinci, menekankan kinerja sistem secara 33 keseluruhan, dan menggunakan ukuran kinerja keuangan serta non keuangan (Hansen & Mowen, 2005 : 60). 2.1.6 Pengertian Rumah Sakit Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 528/MENKES/SK/VI/1997 rumah sakit adalah sarana kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara merata dengan mengutamakan upaya penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit dalam suatu tahanan rujukan serta dimanfaatkan untuk pendidikan tenaga penelitian. Rumah sakit umum menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 983/MENKES/SK/XI/1992 (1992:2) adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan yang bersifat dasar, spesialistik, dan subspesialistik. Rumah sakit umum mempunyai misi memberikan pelayanan yang bermutu dan terjangkau kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Rumah sakit mempunyai tugas melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan dan pemulihan yang serta melaksanakan upaya rujukan. Untuk menyelenggarakan tugas tersebut rumah sakit mempunyai tugas sebagai berikut. 1) Menyelenggarakan pelayanan medis. 2) Menyelenggarakan pelayanan penunjang 3) Menyelenggarakan pelayanan dan asuhan perawatan 4) Menyelenggarakan pelayanan rujukan 5) Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan 6) Menyelenggarakan penelitian dan pengembangan 34 7) Menyelenggarakan administrasi dan umum 2.1.7 Perbedaan dan Persamaan Hasil Penelitian Sebelumnya 1) Winasa (2000) yang meneliti tentang analisis penentuan HPP metode konvensional dengan ABC System pada perusahaan pengalengan ikan PT. Indo Bali Negara. Adapun yang menjadi pokok permasalahan adalah bagaimanakah perhitungan HPP berdasarkan sistem biaya konvensional dengan sistem akuntansi berdasarkan sistem akuntansi biaya berdasarkan ABC System serta membandingkan mana yang lebih efisien dari kedua metode tersebut. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis kualitatif dan kuantitatif . Dari hasil perhitungan harga pokok per unit dengan metode konvensional seperti yang digunakan di perusahaan, dengan menggunakan ABC System menimbulkan selisih. Selisih tersebut disebabkan karena dengan metode konvensional pembebanan BOP tidak dihitung secara proporsional dengan aktivitas yang dkonsumsi oleh masing-masing produk. Penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan Winasa (2000) adalah samasama meneliti tentang metode konvensional dan ABC System. Sedangkan perbedaannya terletak pada obyek yang diteliti dan jenis usahanya. Penelitian ini bergerak dalam bidang jasa Rumah Sakit sedangkan penelitian yang dilakukan Winasa bergerak dalam bidang produksi pengalengan ikan. 2) Dewi Laksmi (2004) meneliti tentang analisis implementasi Activity Based Costing System dalam penentuan unit cost tarif pelayanan rawat inap pada RSUD Sanjiwani Gianyar. Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah berapakah besarnya selisih unit cost yang dihitung dengan mengunakan metode ABC System dan tarif peraturan daerah. Teknik analisis deskriptif komparatif. Hasil penelitian ini adalah terdapat selisih yang bernilai cukup 35 besar antara unit yang dihitung menggunakan ABC system dengan tarif peraturan daerah, sehingga tarif yang diterapkan oleh perusahaan belum merupakan tarif yang akurat.Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu sama-sama menggunakan ABC System untuk menentukan unit cost jasa rawat inap dan perusahaan yang diteliti merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang pelayanan jasa kesehatan. Perbedaannya terletak pada lokasi, dan teknik analisis data yang digunakan. 3) Rai Suma Anggara Dewi (2005) meneliti tentang analisis Activity Based Costing dalam penentuan unit cost tarif pelayanan rawat inap pada Badan RSU Tabanan. Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah berapakah unit cost jasa sarana untuk pasien rawat inap yang dihitung dengan metode ABC System pada BRSU Tabanan. Penelitian ini menganalisis data yang bersifat kuantitatif dan kualitatif dalam bentuk data primer dan sekunder yang dkumpulkan melalui wawancara dan observasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa unit cost per tempat tidur rawat jasa sarana untuk pasien rawat inap pada BRSU Tabanan yang dihitung dengan metode ABC, untuk kelas III, kelas I, kelas madyatama, dan kelas utama adalah lebih besar daripada tarif yang berlaku sesuai dengan SK Bupati. Sedangkan Kelas II dan kelar pratama, unit cost jasa sarana untuk pasien rawat inap berdasarkan metode ABC adalah lebih kecil daripada tarif berdasarkan SK Bupati. Selisih dari hasil perbandingan unit cost berdasarkan metode ABC dengan tarif yang berlaku untuk perhitungan tersebut menunjukkan belum akuratnya tarif pelayanan yang diterapkan pada BRSU Tabanan. Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah sama-sama meneliti tentang metode ABC dan menggunakan jenis usaha yang sama yaitu 36 bergerak dalam bidang rumah sakit. Sedangkan perbedaan penelitian ini menggunakan metode konvensional dan ABC System sedangkan penelitian sebelumnya hanya menggunakan metode ABC System. 4) I. A. Tri Adnyani Manuaba (2006) meneliti tentang unit cost jasa pelayanan untuk pasien rawat inap dengan metode Activity Based Costing pada RSUD Karangasem. Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah berapakah besarnya tarif unit cost yang dihitung menggunakan metode ABC System.Teknik analisis data yang digunakan adalah menggunakan analisis biaya yang berdasarkan aktivitas yaitu ABC system yang terdiri dari menelusuri biaya pada berbagai aktivitas dan membebankan biaya ke produk (jasa). Hasil penelitian ini adalah ABC system menghasilkan informasi biaya yang lebih akurat karena tarif yang ditetapkan perusahaan berada dibawah unit cost, sehingga tarif yang berlaku selama ini tidak akurat dimana tidak dapat mencukupi biaya operasional rumah sakit. Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu sama-sama menggunakan ABC system untuk menentukan unit cost dan menggunakan teknik analisis yang sama. Perbedaannya terletak pada lokasi penelitian dan waktu penelitian. 5) Luh Putu Sutramawati (2009) meneliti tentang pendekatan metode konvensional dan Activity Based Costing System dalam menentukan biaya rawat inap serta laba usaha di RSU Dharma Yadnya Denpasar. Adapun yang menjadi pokok permasalahan adalah berapakah besarnya selisih biaya rawat inap dan laba usaha berdasarkan metode konvensional dan activity based costing system. Analisis yang digunakan adalah teknik analisis kuantitatif dan teknik analisis kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa selisih antara rawat inap berdasarkan masing-masing tipe kelas berbeda-beda. Perhitungan 37