PERLUNYA PROFESI GEOLOGI PADA PERENCANAAN PENGEMBANGAN WILAYAH Masalah yang sering muncul berkaitan dengan pengembangan wilayah adalah benturan kepentingan antar pengguna lahan. Di dunia pertambangan misalnya, seringkali wilayah ijin kuasa pertambangan (KP) yang dimiliki perusahaan pertambangan ternyata berada pada kawasan konservasi hutan atau berada pada kawasan perkebunan sawit. Dengan demikian investasi yang dikeluarkan oleh perusahaan pertambangan tersebut baik untuk perijinan KP maupun untuk kegiatan eksplorasi terpaksa tidak dapat kembali karena barang tambangnya tidak dapat dimanfaatkan. Pembangunan yang dilakukan oleh pengembang seringkali juga belakangan digugat karena ternyata terletak di kawasan resapan air tanah. Atau tidak jarang terjadi, penduduk yang tinggal di suatu pemukiman ternyata berada pada zona bencana geologi yang membahayakan. Benturan kepentingan semacam ini akan menimbulkan proses adu kekuatan, proses negoisasi dan proses ‘bawah meja’ lainnya, supaya masing-masing bisa mempertahankan kepentingannya. Hasil proses tersebut dapat ditebak; bahwa yang benar belum tentu yang dimenangkan. Dan ujung-ujungnya, tidak jarang masyarakat umum yang dirugikan. Kejadian ini bukanlah semata-mata kesalahan mereka yang berebut kepentingan, karena di dalam dunia bisnis kepentingan yang utama adalah menyelamatkan investasi yang telah ditanamkan. Lantas kesalahan siapa ? Kesalahan pantas ditimpakan kepada para pemberi ijin usaha dan para pembuat perencanaan pengembangan wilayah. Di Indonesia, penataan ruang telah ditetapkan melalui UU No.26/2007 yang kemudian diikuti dengan penetapan berbagai Peraturan Pemerintah (PP) untuk operasionalisasinya. Pada prakteknya kejadian yang digambarkan di atas yaitu konflik antar sektor dan antar wilayah serta konflik yang terjadi karena kerugian yang timbul karena degradasi lingkungan hingga saat ini masih terjadi. Konflik semacam ini tidak bisa diatasi hanya dengan memberikan himbauan kepada para pelaku usaha melainkan juga harus dilakukan dengan membuat perencanaan yang baik yang melibatkan berbagai sektor terkait. Dan, sektor yang masih belum diperhatikan dengan baik pada saat ini adalah sektor sumberdaya geologi. Pengembangan wilayah yang baik adalah yang dibuat dengan mempertimbangkan kondisi di bawah permukaan. Struktur geologi dan kondisi geomorfologi perlu diperhatikan sehubungan dengan potensi bencana wilayah tersebut. Kandungan sumberdaya mineral, batubara maupun minyak dan gas bumi di wilayah juga harus menjadi pertimbangan penataan wilayah. Karena bagaimanapun ketatnya rencana konservasi di suatu wilayah kalau ternyata sumberdaya mineral yang ada di bawahnya mempunyai nilai strategis, niscaya rencana konservasi dan pertambangan akan berbenturan di suatu hari nanti. Dan ini sudah banyak contohnya. Dan, yang mempunyai tanggung jawab untuk memberikan masukan mengenai potensi sumberdaya geologi ini sudah seharusnya adalah para ahli geologi. Para geolog seharusnya terlibat mulai dari proses perencanaan tata ruang wilayah yang menghasilkan rencana tata ruang wilayah (RTRW), pada proses pemanfaatan ruang yang merupakan wujud operasionalisasi rencana tata ruang atau pelaksanaan pembangunan itu sendiri, serta pada proses pengendalian pemanfaatan ruang yang terdiri atas mekanisme perizinan dan penertiban terhadap pelaksanaan pembangunan agar tetap sesuai dengan RTRW dan tujuan penataan ruang wilayahnya. (Agus Kuswanto, anggota IAGI no. 1981)