Mikoriza Arbuskuler Meningkatkan Toleransi Tanaman

advertisement
Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013
Mikoriza Arbuskuler Meningkatkan Toleransi Tanaman
TerhadapTanah Serpentin
Badruzsaufari1,a), Akhmad Rizali Saidy2), dan Noor Faiqoh Mardatin3)
Program Studi Biologi, FMIPA, UNLAM, Banjarbaru
Program Ilmu Tanah, FAPERTA, UNLAM, Banjarbaru
Puslit Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi IPB
[email protected]
Abstrak. Tanah serpentin terdapat di Kalimantan Selatan, merupakan hasil pelapukan
batuan ultramafik sehingga banyak mengandung logam berat, seperti Cr, Mn, Ni, Co, Fe, dan
Mg. Rendahnya rasio Ca dan Mg menyebabkan tanaman sulit tumbuh di tanah tersebut.
Cendawan mikoriza arbuskuler (CMA) banyak mengkolonisai perakaran Ischaemum
barbatum yang tumbuh pada tanah serpentin. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa mikoriza
arbuskuler memiliki peranan dalam adaptasi tanaman terhadap tanah serpentin. Dua isolat
cendawan tersebut diisolasi berdasarkan metode ekstraksi dengan penyaringan bertingkat.
Kedua isolat tersebut beserta inolukum komersial dinokulasikan pada I. barbatum yang
berasal dari tanah serpentin dan non-serpentin dan tanaman penutup tanah non-serpentin
Pueraria japanica, dan kedua tanaman tersebut ditumbuhkan pada tanah serpentin. Inokulasi
dengan CMA mampu meningkatkan berat kering tanaman dan serapan logam berat Cr dan
Ni. Inokulum komersil berisi beragam spesies CMA mampu meningkatkan berat kering dan
serapan logam berat sama seperti atau lebih baik daripada isolat asal tanah serpentin. Hal
tersebut menunjukan bahwa mikorizsa arbuskuler mempunyai peranan penting dalam
toleransi tanaman terhadap kondisi ekstrim tanah serpentin.
Kata Kunci. serpentin, mikoriza arbuskuler, logam berat, toleransi
PENDAHULUAN
Tanah serpentin merupakan hasil
pelapukan batuan ultramafik yang dicirikan
oleh tingginya kandungan unsur krom (Cr),
mangan (Mn), kobal (Co), nikel (Ni),
magnesium (Mg), dan besi (Fe) tetapi
kandungan unsur esensial lainnya seperti
kalsium (Ca), nitrogen (N), dan fosfor (P)
rendah. Miskinnya unsur hara dan tingginya
kandungan logam berat pada tanah tersebut
menyebabkan hanya tumbuhan tertentu
yang dapat beradaptasi. Selain itu, logam
berat seperti pada lahan serpentin
berpotensi menjadi polutan tanah dan air
yang dapat menimbulkan bahaya bagi
kesehatan dan lingkungan.
Eksplorasi
pertambangan pada lahan serpentin
berpotensi
menimbulkan pencemaran
terhadap lingkungan di sekitarnya. Usaha
untuk mengatasi atau paling tidak
mengurangi masalah di atas, diantaranya
dapat dilakukan dengan melakukan
pengurangan kadar logam berat dalam
tanah yang tercemar melalui fitoremediasi.
Selain itu, pilihan lain adalah melakukan
revegetasi dengan tanaman yang mampu
beradaptasi (toleran)
terhadap tanah
serpentin.
Mekanisme toleransi tumbuhan terhadap
tanah serpentin meliputi toleransi tumbuhan
terhadap rasio kalsium-magnesium yang
sangat rendah dan toksisitas magnesium,
serta
kemampuan
tumbuhan
mengakumulasi logam berat. Selain itu
tanaman serpentin mempunyai potensi
mekanisme seluler dalam mentoleransi
logam berat seperti dengan pengkelatan
logam dalam sitosol dan eksudasi
ekstraseluler,
mengurangi
uptake
pemompaan logam pada membran plasma
serta berasosiasi dengan fungi mikoriza.
Semirata 2013 FMIPA Unila |111
Badruzsaufari: Mikoriza Arbuskuler Meningkatkan Toleransi Tanaman
TerhadapTanah Serpentin
Tumbuhan
Ischaemum
barbatum
merupakan rumput yang mendominasi
lahan serpentin, seperti yang terdapat di
Desa Mandiangin, Kabupaten Banjar,
Kalimantan Selatan dan mempunyai
kemampuan dalam mengakumulasi logam
Cr dan Ni dalam jaringannya. Tumbuhan
tersebut mempunyai laju pertumbuhan,
produksi biomasa yang
tinggi, dan
perakaran yang kuat . Karakter di atas
menunjukan bahwa I. barbatum tersebut
merupakan tumbuhan yang toleran terhadap
tanah serpentin dan mempunyai potensi
untuk digunakan dalam upaya revegetasi
atau reklamasi lahan.
Sampai saat ini
belum diketahui dengan jelas faktor yang
mempengaruhi toleransi tumbuhan tersebut
terhadap tanah serpentin.
Perakaran tumbuhan I. barbatum yang
tumbuh pada berbagai vegetasi di lahan
serpentin
Mandiangin
dikolonisasi
sebanyak 40 – 65% oleh cendawan
mikoriza arbuskuler (CMA). Kolonisasi
tersebut berkorelasi positif
dengan
banyaknya logam Cr dan Ni yang
diakumulasi di akar. CMA termasuk dalam
kelas Glomeromisetes dan merupakan fungi
yang membentuk berbagai struktur seperti
arbuskuler
dan
beberapa
spesies
mempunyai vesikel serta hifa internal dan
eksternal
akar.
Hifa
eksternal
membentukan jaringan ekstramatrikal yang
luas dan memiliki berbagai fungsi seperti
absorpsi air dan fosfor. Karena itu, CMA
memiliki beragam efek positif terhadap
pertumbuhan tanaman, produktivitas, dan
melawan cekaman lingkungan. Adanya
hubungan simbiotik dengan cendawan
mikoriza tersebut diduga menjadi hal yang
membantu tanaman dalam mentoleransi
tanah serpentin. Untuk itu, isolat CMA dari
tanah serpentin diuji kemampuannya
mengkolonisasi akar dan mengakumulasi
logam Cr dan Ni serta meningkatkan
pertumbuhan I. barbatum asal tanah nonserpentin dan tanaman penutup tanah,
Pueraria javanica, yang ditanam pada tanah
serpentin.
112|Semirata 2013 FMIPA Unila
METODE PENELITIAN
BAHAN DAN ALAT
Bahan tanaman yang digunakan adalah I.
barbatum asal tanah inceptisol (sepertin)
Mandiangin (IBMD), I. barbatum asal tanah
non-serpentin Lianganggang (IBLA), dan
P. javanica.
Inokulum lainya yang
digunakan adalah inokulum mikoriza
komersil (‖Techno‖) dan inokulum CMA
yang diisolasi dari tanah non-serpentin
Lianganggang (LA). Bahan kimia yang
digunakan untuk mewarnai spora adalah
larutan Melzer‘s, PVLG, pewarna trypan
blue 0,05%, gliserol 50%, KOH 10%, HCl
1%. Larutan sukrosa 30% dan 60%
digunakan untuk memisahkan spora dalam
larutan gradien sukrosa dengan sentrifus
(Celement
2000).
Kultur
tabung
menggunakan zeolit aktif 2 mm asal Bogor.
Kultur tabung menggunakan lampu 75 watt
(200 – 300 µmol m-2 s-1 ) yang diukur
dengan Qantum meter. Larutan hara yang
digunakan untuk memelihara kultur adalah
Hyponex merah (25-5-20).
ISOLASI SPORA
Spora CMA diisolasi dari perakaran I.
barbatum yang tumbuh di tanah tersebut
dengan metode yang dikembangkan oleh
International
(Vescicular)
Arbuscular
Mychorrhizae (INVAM). Campuran akar
tanaman dan tanah di aduk merata, lalu
disaring bertingkat dengan saringan 2mm,
1mm, 500m, 250m, 125m dan 53m.
Hasil saringan berupa lapisan hancuran akar
dan spora dipisahkan dengan sentrifus
gradien sukrosa 20-60% pada kecepatan
960 x g selama 2 – 3 menit. Supernatant
disaring dengan kertas saring dan dicuci
dengan akuades, lalu spora dikoleksi
dengan menggunakan pipet pasteur ujung
sangat lancip.
Spora diwarnai dengan larutan Melzer‘s
dan direkatkan pada gelas objek dengan
larutan PVLG serta diamati dengan
mikroskop binokuler. Spora yang diperoleh
dikelompokan menjadi dua isolat, yakni
Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013
MD1 dan MD2, yang berbeda diameter,
bentuk skutelum, dan dinding sporanya.
KULTUR SPORA TUNGGAL DAN UJI
EFEKTIVITAS KOLONISASI
Spora yang didapat diuji efektivitasnya
mengkolonisasi akar P. javanica melalui
kultur spora tunggal media zeolit steril
dalam tabung reaksi. Biji P. javanica
disterilsasi permukaan dengan 5% NaOCl
dan dikecambahkan pada zeolit steril. Akar
benih P. javanica yang berdaun dua,
berumur 7 – 10 hari, diinokulasi dengan
satu spora yang berasal dari isolat MD1
atau MD2. Selain itu, satu benih lainnya
diinokulasi secara bersama (ko-inokulasi)
oleh isolat MD1 dan MD2. Masing-masing
inokulasi dilakukan terhadap 50 benih
tanaman. Benih tersebut dikultur dalam
tabung reaksi berukuran 2 cm x 15 cm yang
berisi 50 g zeolit steril. Kultur tersebut
dipelihara di dalam ruangan dengan suhu
konstan 24OC dan pencahayaan 200 – 300
µmol.m-2.s-1. Tanaman diperlihara selama
dua bulan dengan menyiram tiap tabung
sebanyak 10 ml air dan seminggu sekali
diberi hara Hyponex merah (1 g.L-1).
Setelah berumur 2 bulan, sepuluh
tanaman dipilih secara acak dari masingmasing perlakuan untuk diamati jaringan
hifa pada permukaan akar (persentase
infektivitas) dan kolonisasi hifa. Kolonisasi
hifa diamati dengan mewarnainya dengan
trifan biru.
Persentase kolonisasi dan
panjang akar terkolonisasi mikoriza pada
akar P. javanica dan I. barbatum dihitung
dengan menggunakan metode ―Grid Line
Intersect‖.
PEMBUATAN INOKULUM
Empat puluh tanaman pada kultur
percobaan di atas ditanam dengan metode
kultur pot terbuka yang berisi 100 g tanah
serpentin dan 300 g zeolit. Kultur tersebut
dipelihara dengan menyiraminya dengan air
sesuai keperluan dan dengan larutan hara
Hyponex merah (1g.L-1) setiap minggu
sebanyak 20 mL, sampai berumur dua
bulan.
Setelah itu jumlah air yang
disiramkan dikurangi secara bertahap untuk
memicu pembentukan spora sampai
tanaman menguning. Kerapatan spora
dalam inokulum dihitung secara langsung
dengan mengekstrak spora dari 100 g tanah
(INVAM).
UJI EFEKTIVITAS ASOSIASI CMA
ISOLAT MD1
Untuk mengetahui efektivitas asosiasi
isolat MD1 dengan tanaman adalah dengan
melihat peranannnya dalam pertumbuhan
dan akumulasi logam Cr dan Ni tanaman I.
barbatum asal tanah serpentin (IBMD) dan
I. barbatum asal tanah non-serpentin
(IBLA), serta tanaman penutup tanah, P.
javanica. Spora isolat MD1 diisolasi dari
inokulum MD1 dengan metode sama
seperti percobaan di atas. Sebanyak 10
spora isolat MD1 diinokulasikan pada akar
benih tanaman I. bartatum yang tingginya
15 cm dan P. javanica yang berdaun dua.
Tanaman itu dikulturkan dan dipelihara
sebagaimana
kultur
spora
tunggal.
Percobaan ini dilakukan tiga ulangan
dengan menggunakan rancangan split-plot
dengan tanaman sebagai petak utama dan
perlakuan inokulasi serta kontrol sebagai
anak petak.
Setelah berumur satu bulan, efektivitas
kolonisasinya, yakni infektivitas, persen
kolonisasi, dan panjang akar terkolonisasi
diperiksa dengan metode yang sama dengan
uji efektivitas kolonisasi di atas.
Selanjutnya tanaman tersebut dipindahkan
ke dalam pot yang telah disterilisasi
permukaan dan berisi 500g tanah serepentin
yang telah disterilisasi pada suhu 120 0C,
tekanan 1 atm, selama 15 menit. Tanaman
dipelihara selama dua bulan di rumah kaca
dan diperlakukan sama seperti pembuatan
inokulum, kecuali tidak ada perlakuan
cekaman air. Setelah itu tanaman dipanen
dan berat kering dan kandungan logam Cr
Semirata 2013 FMIPA Unila |113
Badruzsaufari: Mikoriza Arbuskuler Meningkatkan Toleransi Tanaman
TerhadapTanah Serpentin
dan Ni dalam jaringan diukur. Pengukuran
kandungan logam tersebut dilakukan
dengan menggunakan spektrofotometer
serapan atom (AAS) di Laboratorium
Badan
Lingkungan
Hidup
(BLH),
Kabupaten Banjar.
UJI
EFEKTIVITAS
ASOSIASI
KOMBINASI ISOLAT MD1 DAN MD2
Uji efektivitas kolonisasi ko-inokulasi
isolat MD1 dan MD2 menunjukan inokulasi
tersebut menghasilkan efekvitas kolonisasi
yang lebih baik daripada inokulasi tunggal
masing-masing isolat.
Pengujian ini
menggunakan metode yang dimodifikasi
dari metode trapping untuk isolasi spora.
Sebanyak 80 g zeolit steril diletakan di
dasar pot berukuran 220 ml, lalu
ditambahkan 80 g inokulum MD1+2 (berisi
isolat MD1 dan MD2) yang mengandung
sekitar 100 spora, kemudian diletakan benih
tanaman yang sama seperti uji efektivitas
isolat MD1, dan terakkhir ditutup dengan
zeolit steril 60 g. Perlakuan lainnya adalah
inokulasi dengan inokulum ―Techno‖, yang
berisi spora berbagai spesies CMA, serta
inokulasi dengan spora CMA isolat LA
yang diisolasi dari perakaran I. barbartum
asal tanah spodosol (non-serpentin)
Lianganggang.
Tanaman diletakan di
rumah kaca dan dipelihara sama dengan
percobaan sebelumnya. Setelah berumur 1
bulan, tanaman dipindah ke pot berukuran
660 ml yang telah disterilisasi permukaan
dan berisi 500 g tanah serpentin steril.
Percobaan menggunakan rancangan splitplot dengen tiga ulangan. Pengamatan yang
dilakukan sama dengan yang dilakukan
pada percobaan uji efektivitas asosiasi
isolat MD.
yakni MD1 dan MD2.
Kedua isolat
tersebut mempunyai karakter fisik yang
berbeda (Gambar 1). Spora isolat MD1
berukuran 80-135 µm, berwarna coklat
kehitaman, berbentuk bulat dengan
skutelum kurang tampak dan dinding spora
lebih tebal. Spora isolat MD2 berukuran
70-95 µm, berwarna kekuningan, berbentuk
lonjong dengan terlihat jelas skutelum dan
dinding spora lebih tipis.
Efektivitas inokulasi suatu isolat dapat
dinilai dari infektivitas dan derajat
kolonisasi (persen kolonisasi dan panjang
akar terkolonisasi) akar tanaman inang.
Infektivitas isolat MD1 dan MD2 berkisar
50 % merupakan nilai yang setara dengan
infektivitas inokulum mikoriza komersial.
Isolat MD1
Isolat MD2
Gambar 4. Spora cendawan mikoriza arbuskuler
isolat MD1 dan MD2 yang diisolasi
dari tanah serpentin.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Isolasi spora pada daerah perakaran I.
barbatum yang tumbuh di tanah serpentin
Mandiangin mendapatkan dua macam spora
yang dikelompokan menjadi dua isolat
114|Semirata 2013 FMIPA Unila
Gambar 5. Infektivitas dan derajat kolonisasi
akar P. javanica oleh CMA isolat
MD1 dan MD2, serta inokulum
MD1+2 (Ko-inokulasi MD1 dan
MD2).
Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013
Uji efektivitas inokulasi menunjukan
inokulasi secara bersama (ko-inokulasi)
oleh isolat MD1 dan MD2 menghasilkan
persen kolonisasi dan panjang akar
terkolonisasi yang lebih baik daripada
inokulasi oleh isolat tunggalnya. Kedua
isolat tersebut berinteraksi secara sineristik
dalam mengkolonisasi akar I. barbatum,
yang
mana
kondisi
ini
juga
kemungkinannya terjadi di alam. Interaksi
sinerggisitik ini menjadi hal yang sangat
penting bagi CMA untuk meningkatkan
biomasa dan daya tahan hidup bagi tanaman
di lahan tambang emas. Tanaman yang
diinfeksi secara bersama oleh Glomus
versiforme dan
Paraglomus occultum
mempunyai luas daun spesifik, rasio area
daun, dan volume akar yang lebih baik
daripada tanaman yang diinokulasi oleh
salah satu CMA tersebut.
Inokulasi
sinergistik juga bisa terjadi antara CMA
dengan berbagai fungi dan bakteri termasuk
fungi safrofitik. Antagonistik antar isolat
dalam mengeksploitasi nutrisi tidak ditemui
pada tipe strategi kolonisasi Glomus namun
ditemui beberapa pada tipe Gigaspora.
Gambar 1 mengindikasikan bahwa kedua
isolat berasal dari genera Glomus atau
Paraglomus.
Efektivitas inokulasi isolat MD1
terhadap tanaman I. barbatum asal tanah
serpentin (IBMD), I. barbatum asal tanah
non-serpentin (IBLA), dan P. javannica
tidak menunjukan
perbedaan yang
signifikan. Infektivitas isolat MD1 pada
ketiga tanaman berkisar 70 sampai 90 %,
yang tampak lebih tinggi dibandingkan
dengan percobaan uji efektivitas kolonisasi
(Gambar 2). Perbedaan ini karena jumlah
spora yang digunakan untuk inokulasi
berbeda.
Inokulasi isolat MD1 secara signifikan
mampu meningkatkan berat kering tajuk
tanaman pada I. barbatum asal tanah nonserpentin (IBLA) namun tidak mampu pada
dua tanaman lainnya. (Gambar 3). Hal ini
menunjukan isolat MD1 efektif berasosiasi
dengan IBLA namun tidak terjadi pada
tanaman lainnya, sedangkan inokulum
―Techno‖ bisa efektif berasosiasi dengan
tanaman PJ dan IBLA. Hasil tersebut
mengindikasikan dua hal, pertama asosiasi
antara tanaman IBMD dengan isolat MD1
tidak
memberikan
kontribusi
pada
pertumbuhan. Tanaman IBMD merupakan
tanaman yang sudah beradaptasi dengan
lingkungan serpentin yang rendah rasio CaMg dan toksisitas logam beratnya tinggi,
sehingga dalam kondisi kultur yang nutrisi
yang mencukupi peranan mikoriza menjadi
berkurang. Efektivitas asosiasi (mikoriza)
tergantung kepada ketersediaan hara,
terutama unsur fosfor (P). Tanaman IBLA
adalah tanaman non-serpentin yang belum
beradaptasi dengan lingkungan serpentin
sehingga tetap memerlukan mikoriza untuk
mengatasi efek negatif rendahnya rasio CaMg dan mendetoksifikasi logam berat.
CMA mengsekresi protein Glomalin yang
dapat mengkelat logam tersebut sehingga
menjadi tidak toksik. Kedua, tanaman P.
javanica (PJ) tidak menunjukan respon
positif terhadap inokulasi satu jenis CMA
(isolat MD1) namun sangat signifikan
terhadap inokulum multi spesies seperti
―Techno‖. Hal ini mengindikasikan bahwa
rendahnya spesifisitas antara PJ dengan
isolat MD1.
Tanaman yang diinokulasi dengan CMA
mengandung logam berat Cr dan Ni
konsentrasi yang lebih tinggi daripada
tanaman kontrol (Gambar 4). Mikoriza
yang terbentuk oleh inokulasi tersebut
membentuk jaringan hifa yang sangat luas
sehingga memungkinkan penyerapan logam
berat dari volume tanah yang lebih besar.
Tanaman bermikoriza menyerap logam
berat tersebut melalui protein transporter
logam spesifik atau non-spesifik yang
terdapat pada akar maupun hifa lalu
menyimpan
dalam
vakuola
atau
mentransportasikannya melalui hifa masuk
ke korteks akar, kemudian dapat diedarkan
melalui sistem pembuluh. Inokulum
―Techno‖ mengandung spora yang bukan
berasal dari tanah serpentin yang
Semirata 2013 FMIPA Unila |115
Badruzsaufari: Mikoriza Arbuskuler Meningkatkan Toleransi Tanaman
TerhadapTanah Serpentin
kemungkinannya spora tersebut tidak
toleran terhadap logam berat. Namun pada
percobaan ini, tanaman diinokulasi dulu
dengan CMA pada media zeolit setelah
kolonisasi terbentuk lalu dipindah ke tanah
serpentin, sehingga CMA sudah tidak
sensitif lagi terhadap logam. Spora CMA
dapat mentoleransi dengan kehadiran logam
berat namun sifat toleransi ini merupakan
plastisitas fenotipe bukan karena perubahan
genetik, karena sifat itu akan hilang pada
generasi berikutnya ketika logam berat
tidak ada.
Gambar 6. Berat kering tajuk tanaman I. barbatum asal tanah serpentin (IBMD), I. barbatum asal
tanah non-serpentin (IBLA), dan P. javanica yang diinokulasi dengan isolat MD1,
inokulum Techno, dan tanpa inokulasi (K). Keterangan: Kolom yang diikuti oleh
huruf yang sama, tidak berbeda nyata dengan uji BNT (LSD) pada taraf 0.05%; Bar
pada kolom menunjukkan standar deviasi.
Gambar 7. Kandungan logam berat kromium (Cr) dan nikel (Ni) pada jaringan berbagai tanaman
yang diinokulasi dengan isolat MD1, inokulum Techno, dan Kontrol (tanpa inokulasi).
Gambar 8. Kandungan logam berat jaringan I. barbatum asal tanah serpentin (IBMD), I. barbatum
asal tanah non-serpentin (IBLA), dan P. javanica yang diinokulasi oleh CMA isolat
MD1 dan inokulum ―Techno‖.
116|Semirata 2013 FMIPA Unila
Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013
Logam berat seperti Cr dan Ni dapat
bersifat toksik bagi tanaman namun
beberapa tanaman tertentu diketahui bisa
mengakumulasi logam berat. Kemampuan
tersebut bisa dibantu oleh inokulasi CMA
yang dapat meningkatkan metabolisme
asam amino prolin sehingga bisa
melindungi dari logam berat kromium.
Tanaman I. barbatum asal tanah serpentin
(IBMD) mengakumulasi logam Cr dan Ni
lebih tinggi daripada tanaman lainnya
(Gambar 5). Kemampuan tanaman IBMD
mengakumulasi logam tersebut tampaknya
tidaklah semata-mata karena adanya
mikoriza tapi adanya mekanisme seluler
yang diatur secara genetik atau plastisitas
fenotipe. Pertama adalah induksi asam
organik, seperti asam oksalat, dan protein
pengkelat logam, seperti fitokelatin dan
metallotionien, yang mengkelat logam
tersebut di vakuola. Kedua adalah induksi
protein kejutan panas (heat-shock) yang
dapat melindungi membran dan protein dari
kerusakan seperti yang ditimbulkan kejutan
panas. Protein pengkelat dan kejutan panas
diatur oleh gen tertentu. Gen CAD pada
Arabidopsis menyandikan protein PC
sintase yang terlibat dalan sintesis
fitokelatin.
Selain itu Arabidopsis
memiliki gen MT1 dan MT2 yang
menyandikan gen metallotionien. Tanaman
IBLA mampu mengakumulasi lebih baik
daripada PJ, hal ini mengindikasikan bahwa
I. barbatum mempunyai daya adaptasi yang
lebih baik daripada tanaman PJ. Untuk
beradaptasi itu tanaman mengembangkan
jaringan kompleks mekanisme homeostatis
yang sangat efektif untuk mengendalikan
masukan (uptake), akumulasi, peredaran,
dan detoksifikasi logam.
Untuk mengkonfirmasi bahwa asosiasi
CMA isolat MD1 dengan tanaman I.
barbatum asal tanah serpentin (IBMD)
adalah tidak efektif seperti pada uji
efektivitas asosiasi isolat MD1, maka
tanaman tersebut dan
dan P.javanica
diinokulasi dengan inokulum MD1+2 yang
mengandung spora isolat MD1 dan MD2,
inokulum LA yang mengandung spora
CMA dari perakaran I. barbatum tanah
non-serpentin, dan inokulum ―Techno‖.
Hasil percobaan menunjukan bahwa semua
tanaman yang diinokulasi mempunyai berat
kering yang nyata lebih tinggi daripada
tanaman kontrol kecuali tanaman IBMD
yang diisolasi dengan isolat MD (Gambar
6). Hal ini karena tingginya berat kering
tanaman kontrol yang mengindikasikan
bahwa tanaman tersebut tidak tergantung
pada mikoriza dalam memacu pertumbuhan
sedangkan
tanaman
lainnya
adalah
tergantung pada mikoriza. Tanaman PJ
yang diinokulasi CMA mempunyai berat
kering yang nyata lebih tinggi daripada
tanaman kontrol. Ini berarti bahwa tanaman
merespon baik kolonisasi inokulum MD
yang berisi isolat MD1 dan MD2, hal ini
berbeda dengan percobaan sebelumnya
(Gambar 3). Hasil ini memperkuat indikasi
bahwa tanaman PJ mempunyai efektitivitas
asosiasi yang spesifik terhadap isolat atau
spesies CMA. Adanya respon pada tanaman
yang spesifik untuk spesies CMA juga
diamati pada rumput-rumputan. Respon
spesifik-spesies tersebut kemungkinannya
dimediasi oleh kombinasi kompleks sinyal
tanaman dan CMA oleh bahan yang
dikendalikan secara genetik.
Percobaan terakhir ini (Gambar 6) juga
menunjukan bahwa kolonisasi oleh isolat
CMA yang berasal bukan dari tanah
serpentin mampu meningkatkan secara
signifikan berat kering tanaman uji. Hal ini
mengkonfirmasi hasil sebelumya bahwa
spora yang telah membentuk kolonisasi
dengan tanaman tidak lagi sensitif terhadap
tanah serpentin. Peristiwa ini bisa menjadi
pertimbangan dalam melakukan revegetasi
yang melibatkan mikoriza pada tanah
serpentin, dimana inokulasi dilakukan
terlebih dahulu sebelum benih ditanam di
tanah serpentin. Hasil percobaan ini
menunjukan bahwa mikorizsa arbuskuler
mempunyai peranan penting dalam
toleransi tanaman terhadap kondisi ekstrim
tanah serpentin.
Semirata 2013 FMIPA Unila |117
Badruzsaufari: Mikoriza Arbuskuler Meningkatkan Toleransi Tanaman
TerhadapTanah Serpentin
Gambar 9. Berat kering tajuk tanaman I. barbatum asal tanah serpentin (IBMD), I. barbatum asal
tanah non-serpentin (IBLA), dan P. javanica yang diinokulasi oleh CMA isolat
MD1+2 (MD), CMA isolat asal tanah non-serpentin (LA) dan inokulum ―Techno‖,
serta kontrol. Keterangan: Kolom yang diikuti oleh huruf yang sama, tidak berbeda
nyata dengan uji BNT (LSD) pada taraf 0.05%; Bar pada kolom menunjukkan standar
deviasi.
KESIMPULAN
Asosiasi yang efektif antara cendawan
mikoriza arbuskuler dengan tanaman I.
barbatum dan P. javanica mampu
meningkatkan berat kering tanaman dan
juga serapan logam berat kromium (Cr) dan
nikel (Ni) yang ditanam di tanah serpentin.
CMA non-serpentin dapat membentuk
asosiasi yang efektif dengan tanaman di
tanah serpentin setelah kolonisasi terbentuk.
Interaksi antara CMA dengan jenis tanaman
mengindikasikan adanya respon spesfikspesies, untuk itu perlu ditelaah efektivitas
inokulasi dan assosiasi isolat MD2 dengan
tanaman pada tanah serpentin.
UCAPAN TERIMA KASIH
Tulisan ini berdasarkan sebagian data
dari Penelitian Fundamental dari ketiga
penulis di atas yang didanai oleh Dikti pada
tahun 20009 dan 2010. Penulis berterima
kasih dan memberikan penghargaan
118|Semirata 2013 FMIPA Unila
setinggi-tingginya kepada Dwi Purno
Widekdo yang membantu dalam isolasi
isolat MD1 dan MD1 serta pembuatan
inokulum, Hidayatun Mutia untuk isolasi
spora LA, Adityawarman untuk menguji
isolat MD1, dan Deviana Ayu Aresma
untuk menguji inokulum MD1+MD2.
Penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada Kepala Sub-laboratorium Biologi
beserta seluruh staf yang telah mendukung
dan memfasilitasi kegiatan penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Ross, S., (1994). Sources and Forms of
Potentially Toxic Metals in Soil-Plant
System. Brisbane: John Wiley & Sons.
Kayama, M., A.M. Quoreshi, S. Uemura,
and T. Koike, (2005). Differences in
growth characteristics and dynamics of
elements absorbed in seedlings of three
spruce species raised on serpentine soil
in northern Japan. Ann Bot, Vol. 95,
issue 4, p. 661-72.
Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013
Brady, K.U., A.R. Kruckeberg, and H.D.
Bradshaw.J,
(2005).
Evolutionary
Ecology
of
Plant Adaptation to
Serpentine Soils. Annual Review of
Ecology, Evolution, and Systematics,
Vol. 36, issue p. 243-266.
Garcia, G., A.L. Zanuzzi, and A. Faz,
(2005). Evaluation of heavy metal
availability prior to an in situ soil
phytoremediation
program.
Biodegradation, Vol. 16, issue 2, p.
187-94.
Visoottiviseth, P., K. Francesconi, and W.
Sridokchan, (2002). The potential of
Thai indigenous plant species for the
phytoremediation
of
arsenic
contaminated land. Environ Pollut, Vol.
118, issue 3, p. 453-61
mycorrizal fungi in young seedling.PhD
Dissertation University of Kent at
Canterbury, Kent.
Phillips, J.M. and D.S. Hayman, (1970).
Improved procedures for clearing roots
and
staining
parasitic
and
vesiculararbuscular mycorrhizal fungi
for rapid assessment of infection. . Trans
Br. Mycol. Soc., Vol. 55, issue p. 158161.
Giovannetti, M. and B. Mosse, (1980). An
Evolution of Techniques to Measure
VAM Infection in Roots New
Phytologist Vol. 84, issue 489-500.
Brundrett, M.C., L. Melville, and L.
Peterson, (1994). Practical Methods in
Mycorrhiza Research. . Ontario, Canada.
: Mycologue Publications.
Odjegba, V.J. and I.O. Fasidi, (2004).
Accumulation of trace elements by Pistia
stratiotes:
implications
for
phytoremediation. Ecotoxicology, Vol.
13, issue 7, p. 637-46.
Biermann,
B.,
(1981).
Quantifying
vesicular-arbuscular mychorrizhae :
proposed
method
toward
standardization. New Phytologist, Vol.
87, issue p. 63-67.
Hall, J.L., (2002). Cellular mechanisms for
heavy metal detoxification and tolerance.
J Exp Bot, Vol. 53, issue 366, p. 1-11.
Corkidi, L., B. Allen, D. Merhaut, M.
Allen, J. Downer, J. Bohn, and M.
Evans, (2004). Assessing the Infectivity
of Commercial Mycorrhizal Inoculants
in Plant Nursery Conditions. J. Environ.
Hort. , Vol. 22 issue 3, p. 149-154.
Norliana. (2007). Kolonisasi mikoriza pada
rumput Ischaemum barbatum Retz yang
tumbuh pada berbagai vegetasi di tanah
serpentin.Skripsi Program Studi Biologi
Lambung Mangkurat, Banjarbaru.
Orlowska, E., D. Orlowski, J. MesjaszPrzybylowicz, and K. Turnau, (2011).
Role of mycorrhizal colonization in plant
establishment on an alkaline gold mine
tailing. Int J Phytoremediation, Vol. 13,
issue 2, p. 185-205.
Bradshaw, H.D., Jr., (2005). Mutations in
CAX1 produce phenotypes characteristic
of plants tolerant to serpentine soils. New
Phytol, Vol. 167, issue 1, p. 81-8.
Mansur, I. (2000). Diversity of rhizobia
nodulating the tree legumes Acacia
mangium and Paraserianthes falcataria
and their interaction with arbuscular
Tian, Y., Y. Lei, Y. Zheng, and Z. Cai,
(2013). Synergistic effect of colonization
with arbuscular mycorrhizal fungi
improves growth and drought tolerance
of Plukenetia volubilis seedlings. Acta
Physiologiae Plantarum, Vol. 35, issue
March 2013, 3, p. 687-696
Albrechtova, J., A. Latr, L. Nedorost, R.
Pokluda, K. Posta, and M. Vosatka,
(2012).
Dual
inoculation
with
mycorrhizal and saprotrophic fungi
applicable in sustainable cultivation
improves the yield and nutritive value of
onion. ScientificWorldJournal, Vol.
2012, issue p. 374091.
Semirata 2013 FMIPA Unila |119
Badruzsaufari: Mikoriza Arbuskuler Meningkatkan Toleransi Tanaman
TerhadapTanah Serpentin
Cano, C. and A. Bago, (2005). Competition
and substrate colonization strategies of
three polyxenically grown arbuscular
mycorrhizal fungi. Mycologia, Vol. 97,
issue 6, p. 1201-14.
Gohre, V. and U. Paszkowski, (2006).
Contribution
of
the
arbuscular
mycorrhizal symbiosis to heavy metal
phytoremediation. Planta, Vol. 223,
issue 6, p. 1115-22.
Taylor, D.L., T.D. Bruns, J.R. Leake, and
D.J.
Read,
(2002).Mycorrhizal
Specificity and Function in Mycoheterotrophic Plants, in Mycorrhizal
Ecology, M.G.A. van der Heijden and I.
Sanders, Editors. Springer-Verlag Berlin
Heidelberg. p. 375-411.
Shalaby, A.M., (2003). Responses of
Arbuscular Mycorrhizal Fungal Spores
Isolated from Heavy Metal-polluted and
Unpolluted Soil to Zn, Cd, Pb and Their
Interactions in vitro. Pakistan Journal of
Biological Sciences, Vol. 6 issue 16 p.
1416-1422.
Memon, A.R., D. Aktoprakligul, A.
Zdemur, and A. Vertii, (2001). Heavy
Metal Accumulation and Detoxification
Mechanisms in Plants. Turk J Bot, Vol.
25, issue p. 111-121.
120|Semirata 2013 FMIPA Unila
Ruscitti, M., M. Arango, M. Ronco, and J.
Beltrano, (2011). Inoculation with
mycorrhizal fungi modifies proline
metabolism and increases chromium
tolerance in pepper plants (Capsicum
annuum L.). Brazilian Society of Plant
Physiology, Vol. 23, issue 1, p. 15-25.
Yang, Z. and C. Chu, (2011).Towards
Understanding Plant Response to Heavy
Metal Stress, in Towards Understanding
Plant Response to Heavy Metal Stress,
Abiotic Stress in Plants - Mechanisms
and Adaptations,, A. Shanker, Editor.
InTech Europe: Rijeka, Croatia.
Wilson, G.W.T. and D.C. Hartnett, (1998).
Interspecific variation in plant responses
to mycorrhizal colonization in tallgrass
prairie. American Journal of Botany,
Vol. 85, issue 12, p. 1732-1738.
Gianinazzi-Pears, V., S. Gianinazi, J.P.
Guillemian, A. Trouvelot, and G. Duc,
(1991).Genetic and cellular analysis of
resistance of vesicular arbuscular (VA)
mycorrhizal fungi in pea mutants., in
Advances in moleculargenetics of plantmicrobe interactions, . ,, H. Hennecke
and D.l.S. Verma, Editors. Kluwer
Acedetnic Publishers: Dordrecht p. 275294.
Download