BAB 2 2.1 Penelitian Sebelumnya Tabel 2.1 State Of

advertisement
BAB 2
KAJIAN PUSTAKA
2.1
Penelitian Sebelumnya
Tabel 2.1 State Of Art
No.
Judul
Penelitian
& Teori & Metodologi
Hasil
Peneliti/Lembaga
1
Dampak
Positif
Narnia
Terhadap
Kepemimpinan
Film Teori
yang
dicapai
Minat Gratification
menunjukkan
bahwa
Studi
Film Narnia memberikan
Kepada Siswa-Siswi SMPN
228 Jakarta
2014)
(Aristoven,
Universitas
Uses
and Hasil
Teori
Kepemimpinan
Bina Pendekatan
Nusantara
pengaruh
(R2)
hubungan
(r)
signifikan
dan
secara
terhadap
penelitian
minat
Kuantitatif
pada Siswa-Siswi SMPN
Jenis
penelitian
228
kepemimpinan
Jakarta,
memberikan
Asosiatif
serta
pengaruh
sebesar sebesar 41,4%
dimana 58,6% sisanya
dipengaruhi oleh faktor
lain.
2
Pengaruh
Tayangan Teori
Kognitif Besar
pengaruh
dari
Indonesia Lawyers Club di Sosial
tayangan
TV
Lawyers Club” terhadap
One
Terhadap
Kesadaran
Hukum
Mahasiswa
(Christoper
Halim, 2012, Universitas
Bina Nusantara)
Pendekatan
Penelitian
kesadaran
hukum
mahasiswa aktif Binus
Kuantitatif
Jenis
“Indonesia
University
jurusan
Penelitian Marketing
Korelasional
Communication
sebesar
29,3%.
adalah
Ini
berarti 70,7% kesadaran
7
8
hukum mahasiswa dalam
penelitian
tidak
dipengaruhi
oleh
tayangan
“Indonesia
Lawyers Club” karena
terdapat di luar cakupan
penelitian.
3
Sikap Masyarakat Surabaya Teori S-O-R
Dari
100
responden
terhadap
masyarakat
Surabaya,
tayangan
Talk
Show “Hitam Putih” di
Trans 7 (Eddy Susanto,
2014) Universitas Kristen
Petra Surabaya
Pendekatan
sebagian
Penelitian
responden
Kuantitatif
Jenis
besar
acara
menerima
Hitam
Putih
Penelitian dengan
Deskriptif
jumlah
dengan responden sebanyak 65
Tabulasi Silang
orang atau 65% bersikap
positif karena memiliki
host
yang
memiliki
kemampuan
membaca
pikiran
belakang
dengan
latar
psikologis,
sedangkan sebagian kecil
responden
bersikap
negatif
terhadap
Tayangan
Talk
Show
“Hitam Putih” di Trans
degan jumlah responded
sebanyak 15 orang atau
15% dan netralnya ada
20%.
4
Media Influences on social Teori Peluru
Jumlah
outcomes: The impact of
terbesar
Pendekatan
penonton
dapat
dilihat
9
MTV’s 16 and pregnant on Kuantitatif
teen childnearing (Mellisa
S.
Kaerney,
2014),
University of maryland
Jenis
melalui
Penelitian
Deskripstif
presentase
jumlah
jenis
kelamin.
Yaitu
wanita
sebesar
59%. Melihat hasilnya,
82%
remaja
merasa
mendapat
edukasi
melalui
media
massa
televisi,
efek
afeksi
sebesar 78% berperan
besar dalam kasus ini,
dapat dikatakan acara ini
berhasil
memberi
pengaruh afektif kepada
masyarakat
melalui
media massa.
5
The ‘Event as Event’ and S-O-R
Media
‘the Event as News’: The
pengaruh khusus bagi
signifinance
of
‘Consonance’ for Media
Pendekatan
Kualitatif
Effect Research (Elisabeth Jenis
memiliki
masyarakat.
yang
Penonton
menonton
erita
memiliki
efek
Penelitian perang
Noelle Neumann, 2014), Eksplanatif
keprihatinan yang lebih
University of Harvard)
tinggi dibanding orang
Online Survei
yang
tidak
menonton
sama
sekali.
Disimpulkan
bahwa
tayangan berita di jam
prime
memiliki
besar.
time
efek
lebih
yang
10
2.2
Landasan Teori
Dalam menganalisis masalah-masalah yang diteliti dalam penelitian ini,
diperlukan teori-teori yang dapat mendasari analisis tersebut, supaya hasil analisis
tetap objektif dan dapat dipertanggung jawabkan. Terutama dalam masalah pengaruh
tayangan “Late Night Show” terhadap minat menonton. Teori-teori tersebut
diperoleh dari para ahli komunikasi.
2.2.1 Komunikasi Massa
Definisi komunikasi massa yang paling sederhana dikemukakan oleh
Birtner “komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui
media massa pada sejumlah besar orang (mass communication is message
communicated through a mass medium to a large number of people)”
(Ardianto, Komala, Karlinah, 2007).
Komunikasi yang menggunakan media dapat menggunakan media
massa maupun media non massa. Media non massa seperti surat, telepon,
telegram, dan lain-lain. Media massa pun dapat dibagi lagi menjadi dua jenis
yaitu media massa yang periodik (waktu penerbitannya teratur) dan media
massa yang non priodik (waktu peneritannya tidak teratur) (Vera, 2008).
Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa komunikasi massa itu
harus menggunakan media massa. Jadi, sekalipun komunikasi itu
disampaikan kepada khalayak yang banyak, seperti rapat akbar di lapangan
luas yang dihadiri oleh ribuan orang, bahkan puluhan ribu orang, jika tidak
menggunakan media massa, maka itu bukan komunikasi massa. Media
komunikasi yang termasuk media massa adalah: radio siaran dan televisi –
keduanya dikenal sebagai media elektronik; surat kabar dan majalah –
keduanya dikenal sebagai media cetak; serta media film. Film sebagai media
komunikasi massa adalah film bioskop (Ardianto, Komala, Karlinah, 2007).
2.2.1.1 Fungsi Komunikasi Massa
Fungsi komunikasi massa menurut Dominick terdiri dari
surveillance
(pengawasan),
interpretation
(penafsiran),
linkage
(keteraitan), transmission of values (penyebaran nilai), dan entertainment
(hiburan) (Ardianto, Komala, Karlinah, 2007).
11
a.
Surveillance (pengawasan)
Fungsi pengawasan komunikasi massa dibagi kedalam dua bentuk
utama: (a) warning of beware surveillance (pengawasan
peingatan);
(b)
instrumental
surveillance
(pengawasan
instrumental).
Fungsi pengawasan peringatan terjadi ketika media massa
menginformasikan tentang ancaman bahaya, seperti angin topan,
meletusnya gunung merapi, kondisi yang memprihatinkan,
tayangan inflasi atau adanya serangan militer. Sebuah stasiun
televisi
mengelola
program
untuk
menayangkan
sebuah
peringatan atau menayangkan dalam jangka panjang, sedangkan
sebuah surat kabar memuat secara berseri.
Fungsi pengawasan instrumental adalah penyampaian atau
penyebaran informasi yang memiliki kegunaan atau dapat
membantu khalayak dalam kehidupan sehari-hari. Seperti, berita
tentang film apa yang sedang dimainkan di bioskop, bagaimana
harga-harga saham di bursa efek, produk-produk baru, ide-ide
tentang mode, resep masakan dan sebagainya
b.
Interpretation (Penafsiran)
Media massa tidak hanya memasok fakta dan data, tetapi juga
memberikan penafsiran terhadap kejadian-kejadian penting.
Contoh nyata penafsiran media dapat dilihat pada halaman tajuk
rencana (editorial) surat kabar. Penafsiran ini berbentuk komentar
dan opini yang ditujukan kepada khalayak pembaca, serta
dilengkapi perspektif (sudut pandang) terhadap berita yang
disajikan pada halaman lainnya.
c.
Linkage (Pertalian)
Media massa dapat menyarukan anggota masyarakat yang
beragam, sehingga membentuk linkage (pertalian) berdasarkan
kepentingan dan minat yang sama tentang sesuatu.
d.
Transmission of value (penyebaran nilai-nilai)
Fungsi ini juga disebut sosialisasi. Sosialisasi mengacu pada cara,
di mana individu mengadopsi perilaku dan nilai kelompok. Media
massa yang mewakili gambaran masyarakat itu ditonton, didengar
12
dan dibaca. Media massa memperlihatkan kepada kita bagaimana
mereka bertindak dan apa yang mereka harapkan. Dengan kata
lain, media mewakili kta dengan model peran yang kita amati dan
harapkan untuk menirunya.
e.
Entertainment (Hiburan)
Sulit dibantah bahwa pada kenyataannya hampir semua media
menjalankan fungsi hiburan meskipun ada beberapa stasiun
televisi dan radio yang lebih megutamakan tayangan berita.
Melalui berbagai macam program acara yang ditayangkan teevisi,
khalayak dapat memperoleh hiburan yang dikehendakinya.
Melalui berbagai macam acara di radio siaran pun masyarakat
dapat menikmati hiburan. Sementara surat kabar dapat melakukan
hal tersebut dengan membuat cerpen, komik, teka-teki silang
(TTS) dan berita yang mengandung human interest.
2.2.1.2 Komponen Komunikasi Massa
Hierbert, Ungurait, dan Bohn (1975) mengemukakan komponen
komunikasi massa meliputi :
communicators, codes and contents,
gatekeepers, the media, regulator, filters, audience, dan
feedback
(Ardianto, Komala, Karlinah, 2007).
a.
Communicator (komunikator)
Komunikator massa pada media cetak adalah para pegisi rubrik,
reporter, redaktur, pemasang iklan, dan lain-lain. Sedagkan pada
media elektronik, komunikatornya adalah para pemasok program
(rumah produksi), penulis naskah, produser, aktor, presenter,
personel
teknik,
perusahaan
periklanan,
dan
lain-lain.
Komunikator dalam media massa bukan seorang individu,
melainkan suatu institusi, gabungan dari berbagai pihak.
b.
Codes and Content
Codes
adalah
sistem
simbol
yang
digunakan
untuk
menyampaikan pesan komunikasi, misalnya: kata-kata lisan,
tulisan, foto, musik, dan film. Content atau isi media merujuk
pada makna dari sebuah pesan, bisa berupa informasi mengenai
perang Irak atau sebuah lelucon yang dilontarkan seorang
13
Komedian. Dalam komunikasi massa, codes dan content
berinteraksi sehingga codes yang berbeda dari jenis media yang
berbeda, dapat memodifikasi persepsi khalayak atas pesan,
walaupun content-nya sama.
c.
Gatekeeper
Gatekeeper
pada media massa menentukan penilaian apakah
suatu informasi penting atau tidak. Ia menaikkan berita yang
penting dan menghapus informasi yang tidak memiliki nilai
berita. Gatekeeper dalam media massa terdiri dari beberapa pihak,
diantaranya penerbit majalah, editor surat kabar, manajer stasiun
radio siaran, produser berita televisi, produser film, dan lain-lain.
d.
Regulator
Peran regulator hampir sama dengan Gatekeeper, namun
regulator bekerja di luar institusi media yang menghasilkan berita.
Regulator bisa menghentikan aliran berita dan menghapus suatu
informasi, dan bentuknya lebih seperti sensor. Di Indonesia, yang
termasuk kategori regulator diantaranya adalah pemerintah
dengan
perangkat
undang-undangnya,
khalayak
penonton,
pemaca, pendengar, asosiasi profesi, Lembaga Sensor Film,
Dewan Pers yang mengatur media cetak, dan Komisi Penyiaran
Indonesia (KPI) untuk media elektronik, dan pengiklan.
e.
Media
Media massa terdiri dari : (1). Media cetak, yaitu surat kabar dan
majalah; (2). Media elektronik, yaitu radio siaran, televisi, dan
media online (internet).
f.
Audience (Audien)
Audience sebagai sentral komunikasi massa yang secara konstan
dibombardir oleh media. Media mendistribusikan informasi yang
merasuk pada masing-masing individu. Audience hampir tidak
bisa menghindar dari media massa, sehingga beberapa individu
menjadi anggota audience yang besar, yang menerima ribuan
pesan media massa.
14
g.
Filter
Pengindraan
yang
berfungsi
sebagai
filter
komunikasi
dipengaruhi oleh tiga kondisi, yaitu cultural, psychological, dan
physical.
1. Cultural (Budaya)
Budaya adalah kounikasi itu sendiri. Budaya intinya adalah
menyangkut kebiasaan-kebiasaan yang berlaku di suatu tempat
dengan segala aspeknya. Seringkali, perbedaan budaya
mengakibatkan adanya perbedaan persepsi terhadap suatu
pesan. Adakalanya sesuatu yang dianggap wajar di suatu
budaya tertentu mungkin bisa dianggap tidak wajar dan tidak
pantas bagi budaya lainnya.
2. Phychological (Tatanan Psikologi)
Individu membentuk persepsi berdasarkan kerangka acuannya
(frame of reference) seperti latar belakang, pendidikan,
pengalaman,
dan
lain-lain.
Seperti
anak-anak
yang
menganggap acara “Smackdown” itu tidak berbahaya karena
filter anak-anak tersebut belum digunakan secara sempurna,
bisa dikarenakan tingkat pendidikan yang masih rendah dan
pengalaman yang masih minim.
3. Physical (Kondisi Fisik)
Kondisi fisik internal berhubungan dengan kesehatan individu
anggota audiens. Saat sedang dalam keadaan sakit. Rasa sakit
dapat mempengaruhi pengindraan sehingga penglihatan dan
pendengaran sedikit terganggu.
Kondisi fisik eksternal berhubungan dengan lingkungan tempat
seseorang menerima pesan. Ruangan yang teralu panas, terlalu
dingin, terlalu bising, dapat mengganggu penyaringan pesan.
h.
Feedback (Umpan Balik)
Komunikasi adalah proses dua arah antara pengirim dan penerima
pesan. Proses komunikasi belum lengkap apabila audiens tidak
mengirimkan respons atau tanggapan kepada komunikator
terhadap pesan yang disampaikan.
15
1. Internal feedback
Internal feedback adalah umpan balik yang diterima oleh
komunikator bukan dari komunikan, akan tetapi datang dari
pesan
itu
atau
menyampaikan
dari komunikator itu
pesan,
komunikator
sendiri.
menyadari
Ketika
telah
melakukan kesalahan, kemudian ia meminta maaf untuk
memperbaiki kesalahan tersebut.
2. External feedback
External feedback adalah umpan balik yang diterima oleh
komunikator dari komunikan. Feedback pada komunikasi
massa cenderung bersifat :
a) Representative feedback
Karena audiens komunikasi massa berjumlah sangat
banyak, tidak mungkin untuk mengetahui feedback dari
masing-masing
individu.
Maka
untuk
mengukur
feedback diambil contoh atau sampel dari sekian persen
audiens yang cukup mewakili (representatif), dan
hasilnya
akan
dianggap
sebagai
feedback
dari
keseluruhan audiens.
b) Indirect feedback
Jarang sekali para pengisi acara di televisi atau wartawan
surat kabar mendapat feedback langsung. Biasanya
respon didapat dari pihak ketiga, misalnya perusahaan
rating seperti AC Neilsen.
c) Delayed feedback
Respons komunikasi massa tertunda, karena respons
membutuhkan
waktu
untuk
ditransmisikan
dari
komunikan kepada komunikator. Seperti rating televisi
biasanya baru dipublikasikan dua minggu setelah
program tersebut ditayangkan.
d) Cumulative feedback
Karena
respons
biasanya
tertunda,
komunikator
mengumpulkan semua respons yang datang dalam satu
periode misalnya enam bulan. Data inilah yang akan
16
memengaruhi keputusan dan kebijakan media di masa
yang akan datang.
e) Institutionalized feedback
Institutionalized feedback adalah umpan balik yang
terlembagakan, artinya umpan balik yang datang dari
lembaga yang langdung mendatangi komunikannya
untuk mengumpulkan pendapat. Seperti menyebarkan
kuesioner atau wawancara.
2.2.2
Media Massa
Media massa adalah alat yang digunakan dalam penyampaian pesan
dari sumber kepada khalayak (penerima). Dengan menggunakan alat-alat
komunikasi mekanis seperti surat kabar, film, radio, dan televisi (Cangara,
2008).
2.2.2.1 Bentuk Media Massa
a. Surat kabar
surat kabar merupakan media massa tertua sebelum ditemukan
film, radio, dan TV. Surat kabar memiliki keterbatasan karena
hanya bisa dinikmati oleh mereka yang melek huruf, serta lebih
banyak disenangi oleh orangtua dari pada kaum remaja dan anakanak. Namun surat kabar juga memiliki kelebihan, yaitu informasi
yang diberikan lebih lengkap, bisa dibawa kemana-mana, dan
terdokumentasi sehingga mudah diperoleh bila diperlukan.
b. Film
Film adalah penyajian gambar lewat layar lebar, tetapi dalam
pengertian yang lebih luas bisa juga termasuk yang disiarkan di
TV. Film dengan kemampuan visualnya yang didukung dengan
audio yang khas, sangat efektif sebagai media hiburan dan juga
sebagai media pendidikan dan penyuluhan. Film ini bisa diputar
berulangkali pada tempat dan khalayak yang berbeda.
c. Radio
Radio memiliki kelebihan sendiri dibanding dengan media yang
lainnya, yaitu mudah dibawa ke mana-mana dan dapat dinikmati
sambil mengerjakan pekerjaan lain, seperti masak, menulis,
17
menjahit, dan semacamnya. Tak ada tanda-tanda bahwa radio
kurang digemari oleh rakyat Indonesia, sebab radio memiliki
kemampuan audio yang khas dengan mengandalkan perpaduan
antara suara dan bunyi, misalnya dalam siaran olahraga yang
dipancarkan langsung dari arena pertandingan, suara announcer
bisa meliuk-liuk dan membuat pendengar larut dalam keasyikan.
d. Televisi
Televsi berasal dari kata tele (bahasa yunani) yang berarti “jarak”
dan visi (bahasa latin) yang berarti “citra atau gambar”. Jadi kata
televisi berarti suatu sistem penyiaran gambar berikut suaranya
dari suatu tempat yang berjarak jauh.
2.2.3 Televisi
2.2.3.1 Karakteristik Televisi
Ditinjau dari stimulus alat indra, radio siaran hanya
memberikan stimulus pada indra pendengaran, surat kabar dan
majalah hanya memberikan stimulus pada indra pendengaran,
sedangkan televisi dapat memberikan stimulus pada dua indra
sekaligus yaitu penglihatan dan pendengaran. Ini dikarenakan televisi
memiliki karakteristik sebagai berikut (Ardianto, Komala, Karlinah,
2007):
a.
Audiovisual
Televisi memiliki kelebihan sendiri jika dibandingkan oleh media
massa lainnya yaitu dapat didengar sekaligus dapat dilihat dalam
waktu yang bersamaan. Maka dari itu keduanya harus ada
kesesuaian secara harmonis sehingga tidak terjadi tumpang tindih
antara gambar dan juga suara.
b.
Berpikir dalam Gambar
Dalam televisi memiliki dua tahap yang dilakukan dalam proses
berfikir dalam gambar. Pertama, adalah visualisasi (visualization),
yaitu menerjemahkan kata-kata yang mengandung sebuah pesan
yang menjadi gambar secara individual. Tahap kedia adalah
penggambaran (Picturization), yaitu kegiatan merangkai gambar-
18
gambar
secara
individual
sedemikian
rupa,
sehingga
kontinuitasnya mengandung makna tertentu.
c.
Pengoperasian Lebih Kompleks
Dibandingkan dengan radio pengoperasian televisi bisa dikatakan
lebih kompleks dan melibatkan banyak orang. Dari segi peralatan
yang
digunakan
lebih
banyak
dan
dalam
pelaksanaan
operasionalnya pun lebih rumit dan harus dilakukan oleh orangorang yang terampil dan terlatih. Maka dari itu biaya yang
dikeluarkan oleh televisi lebih mahal jika dibandingkan dengan
surat kabar, majalah dan radio.
2.2.3.2 Jenis Program Televisi
Jenis program televisi dibagi menjadi dua bagian besar
berdasarkan jenisnya yaitu program informasi dan program hiburan.
Untuk program informasi terbagi lagi menjadi dua jenis, yaitu Hard
News dan Soft News (Morissan, 2008).
a.
Program Informasi
Program informasi adalah segala jenis siaran yang tujuannya
untuk memberikan tambahan pengetahuan (informasi) kepada
khalayak audiens. Yang “dijual” dalam program informasi adalah
informasi itu sendiri, maka dari itu program informasi tidak
melulu menampilkan presenter yang menyampaikan berita, tetapi
bisa dalam bentuk lain seperti talk show. Program informasi
dibagi menjadi dua bagian, yaitu berita keras (hard news) dan
berita lunak (soft news).
1.
Berita keras
Berita keras atau hard news adalah segala informasi penting
dan/atau menarik yang harus segera disiarkan oleh media
penyiaran karena sifatnya yang timeless agar secepatnya
dapat dketahui oleh khalayak.
2.
Berita lunak
Berita lunak atau soft news adalah segala informasi penting
dan menarik yang disampaikan secara mendalam namun
tidak bersifat harus segera ditayangkan. Berita yang masuk
19
kategori ini ditayangkan pada suatu program berita tersendiri
di luar program berita.
b.
Program Hiburan
Program hiburan adalah segala bentuk siaran yang bertujuan
untuk menghibur audien dalam bentuk musik, lagu, cerita, dan
permainan.
2.2.3.3 Segmentasi Demografis Audien Penyiaran
Segmentasi audien berdasarkan Demografis terdiri dari usia,
jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, pendapatan, agama, suku dan
kebangsaan. Data demografi digunakan mnentukan media penyiaran
yang paling sesuai dengan kebutuhan (Morissan, 2008).
a.
Usia
Audien dibedakan menurut usia, yaitu anak-anak, remaja, dewasa,
dan orangtua. Pengelompokkan audien berdasarkan usia ini untuk
menjangkau audien yag diinginkan sehingga dapat diketahui
program untuk audien anak-anak, remaja, muda, dewasa, dan
seterusnya.
b. Jenis Kelamin
Isi media massa mempengaruhi siapa yang akan menggunakan
media itu. Program televisi seperti olahraga biasanya disukai
audien laki-laki, infotainment disukai wanita. Selain itu ada
program sinetron (wanita), program memasak (wanita), program
berita (laki-laki), dan seterusnya. Pada umumnya, wanita lebih
banyak menonton televisi dibanding laki-laki.
c. Pekerjaan
Selera audien dengan jenis pekerjaan tertentu dengan jenis
pekerjaan lainnya umumnya berbeda dalam mengonsumsi media
massa. Kalangan eksekutif lebih menyukai program yang dapat
mendorong daya pikir mereka seperti program berita, diskusi (talk
show) atau film-film tertentu di televisi. Sementara kalangan
pekerja kasar lebih menyukai musik dangdut atau film komedi.
20
d. Pendidikan
Pendidikan dapat menentukan tingkat intelektualitas seseorang,
pada gilirannya tingkat intelektualitas ini akan menentukan jenis
hiburan, dan program teleisi yang diikutinya.
e. Pendapatan
Pendapatan seseorang akan menentukan di kelas sosial mana dia
berada dan nantinya juga mempengaruhi apa yang ia baca,
dengar, dan toton. Kelas sosial dibagi menjadi enam bagian, yaitu
: Kelas atas (A+), Kelas atas bagian bawah (A), Kelas menengah
atas (B+), Kelas menengah (B), Kelas bawah bagian atas (C+),
kelas bawah bagian bawah (C).
f. Agama
Pada stasiun televisi, segmentasi audien berdasarkan agama telah
digunakan untuk membuat program-program tertentu misalnya
sinetron bertemakan agama, ceramah atau diskusi agama, dan
sebagainya.
g. Suku dan Kebangsaan
Segmentasi audien berdasarkan suku dan kebangsaan dilakukan
jika suku-suku tersebut memiliki perbedaan yang mencolok
dalam hal-hal kebiasaan atau kebutuhan-kebutuhannya dibanding
suku-suku lainnya.
2.2.4
Program Talk Show
Talk show atau perbincangan adalah program yang menampilkan satu
atau beberapa orang untuk membahas suatu topik tertentu yang dipandu oleh
seorang pemawa acara (host). Dalam talk show selalu mengundang
narasumber yang berpengalaman langsung dengan topik atau peristiwa yang
akan dibahas (morissan, 2008).
WordIQ Dictionary & Encyclopedia mendefinisikan talk show
sebagai suatu program televisi atau radio tempat audience berkumpul
bersama untuk mendiskusikan bermacam-macam topik yang dibawakan oleh
seorang pembawa acara. Pengertian lain tentang talk show adalah program
yang mengombinasikan talk dan show, dan materi acara berupa structured
conversation (Rose, 1985). Disebut structured conversation karena materi
21
acara tersebut sudah didesain sedemikian rupa, seperti tema yang hendak
disampaikan, kapan dan bagaimana cara menyampaikannya (Lusia, 2006).
Program mimbar televisi atau biasa disebut talk show program
merupakan program dengan sajian mengetengahkan pembicaraan seseorang
atau lebih mengenai sesuatu yang menarik atau hangat dibicarakan (Wibowo,
2009). Jenis-jenis talk show antara lain:
a.
Program Uraian Pendek
Program uraian pendek (The Talk Program) adalah program saat
penyaji program (MC, presenter, news anchor, dll) membahas suatu
topik atau tema seorang diri. Penyajiannya isa bermacam-maca, bisa
berbentuk ceramah ala AA GYM pada Kultum, atau narasi berirama
khas segmen akhir Mata Najwa di Metro TV.
b.
Program Vox-pop
Vox-pop adalah kepedendekan dari vox-populi yang artinya dalam
bahasa Indonesia adalah “suara masyarakat”. Artinya, suatu program
yang mengetengahkan pendapat umum tentang suatu masalah. Tujuan
vox-pop dibagi emnjadi dua yaitu vox-pop sebagai program dan voxpop sebagai kerangka penelitian. Vox-pop merupakan program yang
berdiri sendiri seperti Suara Anda di Metro TV, tetapi seringkali juga
menjadi bagian dari program lain dan harus menyesuaikan tema utama
dalam program.
c.
Program Wawancara (Interview)
Program Wawancara (Interview) adalah program yang berisi interaksi
taya jawab antara host dengan narasumber yang diwawancarai.
Berbeda dengan dua jenis talk show sebelumnya, program wawancara
ini bisa menjadi program sendiri tanpa “intervensi” jenis program TV
lainnya. Hal ini dikarenakan jenis interview melakukan komunikasi
dua arah sehingga menimbulkan kedekatan seperti sedang mengobrol.
Contoh program wawancara adalah Mata Najwa, Kick Andy, Hitam
Putih, Late night Show, Sarah Sechan dan lain-lain.
d.
Program Diskusi/Panel
Program diskusi merupakan pembicaraan dua atau lebih mengenai
suatu permasalahan. Dalam program ini masing-masing tokoh yang
diundang dapat saling berbicara mengemukakan pendapat dan
22
presenter bertindak sebagai moderator yang kadang-kadang juga
melontarkan pendapat atau membagi pembicaraan. Pada program ini
uraian tentang suatu permasalahan dilihat dari bidang yang berbeda
oleh sejumlah ahli, narasumber, atau tokoh yang ahli di bidang
masing-masing.presenter akan mewakili penonton untuk mengajukan
pertanyaan kepada narasumber yang sesuai dengan bidangnya tentang
suatu permasalahan. Conton program ini adalah Indonesia Lawyers
Club di TV One.
Hal yang sangat terlihat perbedaannya pada tayangan “Late Night
Show” saat mengangkat tema seksualitas dengan tema mistis antara lain tema
nya itu sendiri, pemilihan narasumber, dan gimmick yang dilakukan oleh
semua pengisi acara.
2.2.4.1 Tema
Setiap talk show memiliki tema yang beragam, tidak hanya
mengandung unsur aktualitas, talk show biasanya juga menyentuh
persoalan-persoalan sosial, budaya, politik, soal-soal yang privat dan
sebagainya. Biasanya, tema talk show ditentukan melalui riset. Hasil
riset yang dianggap memenuhi kriteria materi acara akan diangkat
sebagai topik. Melalui riset pula seorang produser menentukan tokohtokoh yang akan diundang dalam sebuah program talk show.
Pada program “Late Night Show” tema yang kini diangkat
merupakan pembahasan mengenai seksualitas dan mistis. Namum
pada penelitian ini akan lebih fokus kepada tema mistis. Berikut
penjelasannya:
2.2.4.2 Tema Mistis
Tayangan mistisme dan tahayul ternyata menyedot banyak
perhatian, karena pada dasarnya masyarakat konsumen media di
Indonesia yang berbasis tradisional lebih menyukai informasiinformasi tahayul dan mistisme sebagai bagian dari konstruksi besar
pengetahuan mereka tentang hidup.
Mistik dan tahayul disajikan oleh media sesuai dengan apa
yang ada dalam konsep masyarakat, yaitu sarat dengan suasana
misteri,
kengerian,
mencekam,
horror
dan
sebagainya.
23
Ketidakmampuan masyarakat menjawab konsep mistis selama ini
dalam hidupnyalah sehingga rasa ingin tahu masyarakat terhadap
fenomena mistis dan tahayul menjadi sangat besar.
Apa yang dilakukan oleh televisi dengan menayangkan hal
mistik atau horror adalah sebuah refleksi sosiologis yang digambarkan
sebagaimana fenmena itu hidup dalam alam kognitif di berbagai
masyarakat. Artinya, tayangan mistis itu adalah sesuatu yang
dibutuhkan masyarakat sebagai bentuk petualangan untuk menjawab
misteri yang selama ini menjadi problem batiniah dalam masyarakat.
Oleh karena itu, tayangan-tayangan mistis begitu berkesan, menarik
bahkan menjadi sumber inspirasi seseorang dalam hubungannya
dengan orang lain (Bungin, 2006).
Sehubungan dengan penjelasan diatas, konsep tayangan (film)
mistik dapat dikategorikan dalam beberapa bentuk, seperti :
a. Mistik-Semi Sains
Merupakan film-film mistik yang berhubungan dengan fiksi
ilmiah. Walaupun sebenarnya kadang tidak rasional namun
secara
ilmiah
mengandung
kemungkinan
kebenaran.
Contoh tayangan macam ini adalah Manimal, Manusia
Harimau, pertunjukan Deddy Corbuzzer, pertunjukan David
Copperfield.
b. Mistik-Fiksi
Film mistik hiburan yang tak masuk akal, bersifat fiksi, atau
hanya sebuah fiksi yang difilmkan untuk menciptakan dan
menyajikan misteri, suasana mencekam, dan kengerian
kepada pemirsa. Contoh, kartun Scooby Doo, film Batman,
Alien, Misteri Gunung Merapi, Nini Pelet, Anglingdharma,
dan lain-lain.
c. Mistik-horor
Film mistik yang lebih banyak mengeksploitasi dunia lain,
seperti hubungannya dengan jin, setan, santet, kekuatan
supranatural seseorang, kematian tak wajar, dan lain-lain.
24
2.2.4.3 Narasumber/Tamu
Jenis program televisi yang mengundang tamu ke studio
biasanya adalah bincang-bincang. Tamu yang diundang merupakan
narasumber untuk suatu tema yang dibahas. Narasumber sebuah acara
bisa terbagi ke dalam tiga jenis, yaitu (Sony, 2007):
1. Artis (public figure)
2. Pakar (expert)
3. Masyarakat umum (common people)
Yang dimaksud artis antara lain bintang film, pemain sinetron,
penyanyi, pelawak, presenter, pejabat. Mereka biasanya diundang
sebagai narasumber lebih karena nilai jual mereka sebagai public
figure yang menjadi daya tarik tersendiri bagi acara. Berbeda dengan
artis, seorang pakar diundang menjadi narasumber karena keahliannya
terhadap suatu masalah. Mereka ingin didengar pendapatnya sehingga
bisa menambah lebih banyak masukan/wawasa terhadap sesuatu yang
menjadi topik perbincangan di acara tersebut. Yang terakhir adalah
masyarakat umum. Mereka diundang justru karena status mereka
sebagai masyarakat biasa yang adalah mewakili suara sebagian besar
masyarakat umum.
Dalam proses komunikasi seroang komunikator (dalam hal ini
adalah narasumber) akan sukses apabila ia berhasil menunjukan
source credibility yang berarti menjadi sumber kepercayaan bagi
komunikan. Komunikator bisa menjadi source of credibility
disebabkan adanya “ethos” pada dirinya, yaitu apa yang dikatakan
Aristoteles adalah good sense, good moral character, dan goodwill
(Effendy, 2003).
•
Good Sense
Etos good sense mewajibkan komunikator untuk mempunyai
intelektualitas yang bagus dalam arti cepat dalam memahami,
tajam dalam meganalisis, dan jelas dalam menyampaikan.
Dengan memiliki good sense ini seseorang komunikator akan
memiliki keahlian (expertise) yang menimbulkan kepercayaan.
25
•
Good Moral Character
Etos ini menghendaki komunikator memiliki karakter moral
yang baik. Dalam dunia komunikasi terdapat wise words “he
doesn’t communicate what he says, he communicate what he
is”. Maka dari itu menjadi seorang komunikator harus
memiliki kemauan atau niat baik, cerdas dan peka, serta
berperilaku yang jujur dan dapat menjadi panutan.
•
Good will
Good will dalam arti kemauan baik untuk memberikan pesan
positif bagi tercapainya komunikasi sehingga komunikan
berperilaku sesuai dengan kehendak komunikator. Dengan
good
will
yang
komunikatorpun
ada
akan
pada
komunikator,
memperlihatkan
ekspresi
kejujuran
dan
kebenaran yang membuat komunikan dapat menerima pesan
yang disampaikan.
2.2.4.4 Gimmick
Gimmick adalah trik-trik yang digunakan untuk mendapatkan
perhatian penonton dalam bentuk (Naratama, 2006):
•
Sound effect
•
Musik ilutstrasi
•
Adegan suspense
•
Mimik
•
Ekspresi dan acting pemain
•
Jokes (kelucuan)
•
Teknik editing
•
Pergerakan kamera.
Dalam acara televisi, gimmick menjadi salah satu hal yang
tidak boleh dilewatkan karena gimmick dapat membangun emosi
penonton, seperti tertawa, sedih, gembira, takut, bahagia dan lain-lain.
Gimmick bisa menjadi daya Tarik dalam suatu acara televisi dan
berguna agar penonton tidak bosan dan mengganti channel.
26
2.2.5 Minat
Beberapa pengertian minat menurut Sarwono dalam bukunya yang
berjudul “Psikologi Sosial” antara lain:
1. Suatu sikap yang berlangsung terus menerus yang memberikan
pola perhatian seseorang sehingga membuat dirinya selektif
terhadap objek minatnya.
2. Perasaan yang menyatakan bahwa satu aktivitas pekerjaan atau
objek itu berharga atau berarti bagi individu.
3. Satu keadaan motivasi atau satu set motivasi yang menuntut
tingkah laku menuju satu arah tertentu (Sarwono, 2003).
Minat berhubungan dengan aspek kognitif, afektif, dan konatif yang
merupakan sumber motivasi untuk melakukan apa yang diinginkan (Jahja,
2001).
a. Efek kognitif
Efek kognitif adalah akibat yang timbul pada diri komunikan
yang sifatnya informatif bagi dirinya. Dalam efek kognitif ini
media massa dapat membantu khalayak dalam mempelajari
informasi yang bermanfaat dan mengembangkan keterampilan
kognitifnya.
b. Efek afektif
Efek ini akarnya lebih tinggi lagi daripada efek kognitif.
Tujuan dari komunikasi massa bukan sekadar memberitahu
khalayak tentang sesuatu, tetapi lebih dari itu, khalayak
diharapkan dapat turut merasakan perasaan iba, terharu, sedih,
gembira, marah dan sebagainya.
c. Efek Behavioral (konatif)
Efek
behavioral merupakan akibat yang timbul pada diri
khalayak dalam bentuk perilaku, tindakan atau kegiatan
(Ardianto, Komala, Karlinah, 2007). Efek konatif tidak
langsung timbul sebagai akibat dari terpaan media massa,
melainkan didahului oleh efek kognitif dan/atau efek afektif.
27
2.2.6
Teori Uses and Gratification
Teori ini memusatkan perhatan pada penggunaan (uses) media untuk
mendapatkan pemenuhan (gratification) atas kebutuhan seseorang. Jadi teori
ini lebih tertarik pada apa yang dilakukan orang kepada media, bukan apa
yang dilakukan media kepada seseorang (Vera, 2008).
Yang menjadi permasalahan dalam teori ini adalah bukan bagaimana
media mengubah sikap dan perilaku khalayak, tetapi bagaimana media
memenuhi kebutuhan pribadi dan sosial khalayak (Effendy, 2003).
Pengguna media (khalayak) adalah aktif dalam proses komunikasi,
karena mereka berusaha mencari sumber media yang paling baik untuk
memenuhi kebutuhannya. Teori ini mengasumsikan pengguna media
mempunyai pilihan alternatif untuk memuaskan kebutuhannya (Vera, 2008).
Berikut beberapa asumsi dasar mengenai teori Uses and Gratification
menurut Katz, Blumler dan Gurevitch (Ardianto, Komala, Karlinah, 2007) :
1. Khalayak dianggap aktif, khalayak sebagai bagian penting dari
penggunaan media massa diasumsikan mempunyai tujuan.
2. Dalam proses komunikasi massa, inisiatif untuk mengaitkan
pemuasan kebutuhan dengan pemilihan media terletak pada
khalayak.
3. Media massa harus bersaing dengan sumber-sumber lain untuk
memuaskan kebutuhannya. Kebutuhan ini terpenuhi melalui
konsumsi media sangat bergantung pada perilaku khalayak yang
bersangkutan.
4. Tujuan pemilih media massa disimpulkan dari data yang
diberikan anggota khalayak, artinya orang dianggap mengerti
untuk melaporkan kepentingan dan motif pada situasi-situasi
tertentu.
5. Penilaian tentang arti kultural dari media massa harus
ditangguhkan sebelum diteliti lebih dahulu orientasi khalayak.
28
2.2.7 Kerangka Pemikiran
Program
“Late Night
Show” (X)
Minat (Y)
Sumber : (Sarwono, 2003)
Tema (1)
Kognitif (1)
Narasumber (2)
Afektif (2)
Gimmick (3)
Konatif (3)
Sumber:
Sumber:
1. (Bungin, 2006).
1,2,3 (Jahja, 2001)
2. (Sony 2007).
3. (Naratama, 2006)
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
Download