BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Sebelumnya Tabel 2.1 State Of Art No. Judul Penelitian & Teori & Metodologi Hasil Peneliti/Lembaga 1 Dampak Positif Narnia Terhadap Kepemimpinan Film Teori yang dicapai Minat Gratification menunjukkan bahwa Studi Film Narnia memberikan Kepada Siswa-Siswi SMPN 228 Jakarta 2014) (Aristoven, Universitas Uses and Hasil Teori Kepemimpinan Bina Pendekatan Nusantara pengaruh (R2) hubungan (r) signifikan dan secara terhadap penelitian minat Kuantitatif pada Siswa-Siswi SMPN Jenis penelitian 228 kepemimpinan Jakarta, memberikan Asosiatif serta pengaruh sebesar sebesar 41,4% dimana 58,6% sisanya dipengaruhi oleh faktor lain. 2 Pengaruh Tayangan Teori Kognitif Besar pengaruh dari Indonesia Lawyers Club di Sosial tayangan TV Lawyers Club” terhadap One Terhadap Kesadaran Hukum Mahasiswa (Christoper Halim, 2012, Universitas Bina Nusantara) Pendekatan Penelitian kesadaran hukum mahasiswa aktif Binus Kuantitatif Jenis “Indonesia University jurusan Penelitian Marketing Korelasional Communication sebesar 29,3%. adalah Ini berarti 70,7% kesadaran 7 8 hukum mahasiswa dalam penelitian tidak dipengaruhi oleh tayangan “Indonesia Lawyers Club” karena terdapat di luar cakupan penelitian. 3 Sikap Masyarakat Surabaya Teori S-O-R Dari 100 responden terhadap masyarakat Surabaya, tayangan Talk Show “Hitam Putih” di Trans 7 (Eddy Susanto, 2014) Universitas Kristen Petra Surabaya Pendekatan sebagian Penelitian responden Kuantitatif Jenis besar acara menerima Hitam Putih Penelitian dengan Deskriptif jumlah dengan responden sebanyak 65 Tabulasi Silang orang atau 65% bersikap positif karena memiliki host yang memiliki kemampuan membaca pikiran belakang dengan latar psikologis, sedangkan sebagian kecil responden bersikap negatif terhadap Tayangan Talk Show “Hitam Putih” di Trans degan jumlah responded sebanyak 15 orang atau 15% dan netralnya ada 20%. 4 Media Influences on social Teori Peluru Jumlah outcomes: The impact of terbesar Pendekatan penonton dapat dilihat 9 MTV’s 16 and pregnant on Kuantitatif teen childnearing (Mellisa S. Kaerney, 2014), University of maryland Jenis melalui Penelitian Deskripstif presentase jumlah jenis kelamin. Yaitu wanita sebesar 59%. Melihat hasilnya, 82% remaja merasa mendapat edukasi melalui media massa televisi, efek afeksi sebesar 78% berperan besar dalam kasus ini, dapat dikatakan acara ini berhasil memberi pengaruh afektif kepada masyarakat melalui media massa. 5 The ‘Event as Event’ and S-O-R Media ‘the Event as News’: The pengaruh khusus bagi signifinance of ‘Consonance’ for Media Pendekatan Kualitatif Effect Research (Elisabeth Jenis memiliki masyarakat. yang Penonton menonton erita memiliki efek Penelitian perang Noelle Neumann, 2014), Eksplanatif keprihatinan yang lebih University of Harvard) tinggi dibanding orang Online Survei yang tidak menonton sama sekali. Disimpulkan bahwa tayangan berita di jam prime memiliki besar. time efek lebih yang 10 2.2 Landasan Teori Dalam menganalisis masalah-masalah yang diteliti dalam penelitian ini, diperlukan teori-teori yang dapat mendasari analisis tersebut, supaya hasil analisis tetap objektif dan dapat dipertanggung jawabkan. Terutama dalam masalah pengaruh tayangan “Late Night Show” terhadap minat menonton. Teori-teori tersebut diperoleh dari para ahli komunikasi. 2.2.1 Komunikasi Massa Definisi komunikasi massa yang paling sederhana dikemukakan oleh Birtner “komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang (mass communication is message communicated through a mass medium to a large number of people)” (Ardianto, Komala, Karlinah, 2007). Komunikasi yang menggunakan media dapat menggunakan media massa maupun media non massa. Media non massa seperti surat, telepon, telegram, dan lain-lain. Media massa pun dapat dibagi lagi menjadi dua jenis yaitu media massa yang periodik (waktu penerbitannya teratur) dan media massa yang non priodik (waktu peneritannya tidak teratur) (Vera, 2008). Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa komunikasi massa itu harus menggunakan media massa. Jadi, sekalipun komunikasi itu disampaikan kepada khalayak yang banyak, seperti rapat akbar di lapangan luas yang dihadiri oleh ribuan orang, bahkan puluhan ribu orang, jika tidak menggunakan media massa, maka itu bukan komunikasi massa. Media komunikasi yang termasuk media massa adalah: radio siaran dan televisi – keduanya dikenal sebagai media elektronik; surat kabar dan majalah – keduanya dikenal sebagai media cetak; serta media film. Film sebagai media komunikasi massa adalah film bioskop (Ardianto, Komala, Karlinah, 2007). 2.2.1.1 Fungsi Komunikasi Massa Fungsi komunikasi massa menurut Dominick terdiri dari surveillance (pengawasan), interpretation (penafsiran), linkage (keteraitan), transmission of values (penyebaran nilai), dan entertainment (hiburan) (Ardianto, Komala, Karlinah, 2007). 11 a. Surveillance (pengawasan) Fungsi pengawasan komunikasi massa dibagi kedalam dua bentuk utama: (a) warning of beware surveillance (pengawasan peingatan); (b) instrumental surveillance (pengawasan instrumental). Fungsi pengawasan peringatan terjadi ketika media massa menginformasikan tentang ancaman bahaya, seperti angin topan, meletusnya gunung merapi, kondisi yang memprihatinkan, tayangan inflasi atau adanya serangan militer. Sebuah stasiun televisi mengelola program untuk menayangkan sebuah peringatan atau menayangkan dalam jangka panjang, sedangkan sebuah surat kabar memuat secara berseri. Fungsi pengawasan instrumental adalah penyampaian atau penyebaran informasi yang memiliki kegunaan atau dapat membantu khalayak dalam kehidupan sehari-hari. Seperti, berita tentang film apa yang sedang dimainkan di bioskop, bagaimana harga-harga saham di bursa efek, produk-produk baru, ide-ide tentang mode, resep masakan dan sebagainya b. Interpretation (Penafsiran) Media massa tidak hanya memasok fakta dan data, tetapi juga memberikan penafsiran terhadap kejadian-kejadian penting. Contoh nyata penafsiran media dapat dilihat pada halaman tajuk rencana (editorial) surat kabar. Penafsiran ini berbentuk komentar dan opini yang ditujukan kepada khalayak pembaca, serta dilengkapi perspektif (sudut pandang) terhadap berita yang disajikan pada halaman lainnya. c. Linkage (Pertalian) Media massa dapat menyarukan anggota masyarakat yang beragam, sehingga membentuk linkage (pertalian) berdasarkan kepentingan dan minat yang sama tentang sesuatu. d. Transmission of value (penyebaran nilai-nilai) Fungsi ini juga disebut sosialisasi. Sosialisasi mengacu pada cara, di mana individu mengadopsi perilaku dan nilai kelompok. Media massa yang mewakili gambaran masyarakat itu ditonton, didengar 12 dan dibaca. Media massa memperlihatkan kepada kita bagaimana mereka bertindak dan apa yang mereka harapkan. Dengan kata lain, media mewakili kta dengan model peran yang kita amati dan harapkan untuk menirunya. e. Entertainment (Hiburan) Sulit dibantah bahwa pada kenyataannya hampir semua media menjalankan fungsi hiburan meskipun ada beberapa stasiun televisi dan radio yang lebih megutamakan tayangan berita. Melalui berbagai macam program acara yang ditayangkan teevisi, khalayak dapat memperoleh hiburan yang dikehendakinya. Melalui berbagai macam acara di radio siaran pun masyarakat dapat menikmati hiburan. Sementara surat kabar dapat melakukan hal tersebut dengan membuat cerpen, komik, teka-teki silang (TTS) dan berita yang mengandung human interest. 2.2.1.2 Komponen Komunikasi Massa Hierbert, Ungurait, dan Bohn (1975) mengemukakan komponen komunikasi massa meliputi : communicators, codes and contents, gatekeepers, the media, regulator, filters, audience, dan feedback (Ardianto, Komala, Karlinah, 2007). a. Communicator (komunikator) Komunikator massa pada media cetak adalah para pegisi rubrik, reporter, redaktur, pemasang iklan, dan lain-lain. Sedagkan pada media elektronik, komunikatornya adalah para pemasok program (rumah produksi), penulis naskah, produser, aktor, presenter, personel teknik, perusahaan periklanan, dan lain-lain. Komunikator dalam media massa bukan seorang individu, melainkan suatu institusi, gabungan dari berbagai pihak. b. Codes and Content Codes adalah sistem simbol yang digunakan untuk menyampaikan pesan komunikasi, misalnya: kata-kata lisan, tulisan, foto, musik, dan film. Content atau isi media merujuk pada makna dari sebuah pesan, bisa berupa informasi mengenai perang Irak atau sebuah lelucon yang dilontarkan seorang 13 Komedian. Dalam komunikasi massa, codes dan content berinteraksi sehingga codes yang berbeda dari jenis media yang berbeda, dapat memodifikasi persepsi khalayak atas pesan, walaupun content-nya sama. c. Gatekeeper Gatekeeper pada media massa menentukan penilaian apakah suatu informasi penting atau tidak. Ia menaikkan berita yang penting dan menghapus informasi yang tidak memiliki nilai berita. Gatekeeper dalam media massa terdiri dari beberapa pihak, diantaranya penerbit majalah, editor surat kabar, manajer stasiun radio siaran, produser berita televisi, produser film, dan lain-lain. d. Regulator Peran regulator hampir sama dengan Gatekeeper, namun regulator bekerja di luar institusi media yang menghasilkan berita. Regulator bisa menghentikan aliran berita dan menghapus suatu informasi, dan bentuknya lebih seperti sensor. Di Indonesia, yang termasuk kategori regulator diantaranya adalah pemerintah dengan perangkat undang-undangnya, khalayak penonton, pemaca, pendengar, asosiasi profesi, Lembaga Sensor Film, Dewan Pers yang mengatur media cetak, dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk media elektronik, dan pengiklan. e. Media Media massa terdiri dari : (1). Media cetak, yaitu surat kabar dan majalah; (2). Media elektronik, yaitu radio siaran, televisi, dan media online (internet). f. Audience (Audien) Audience sebagai sentral komunikasi massa yang secara konstan dibombardir oleh media. Media mendistribusikan informasi yang merasuk pada masing-masing individu. Audience hampir tidak bisa menghindar dari media massa, sehingga beberapa individu menjadi anggota audience yang besar, yang menerima ribuan pesan media massa. 14 g. Filter Pengindraan yang berfungsi sebagai filter komunikasi dipengaruhi oleh tiga kondisi, yaitu cultural, psychological, dan physical. 1. Cultural (Budaya) Budaya adalah kounikasi itu sendiri. Budaya intinya adalah menyangkut kebiasaan-kebiasaan yang berlaku di suatu tempat dengan segala aspeknya. Seringkali, perbedaan budaya mengakibatkan adanya perbedaan persepsi terhadap suatu pesan. Adakalanya sesuatu yang dianggap wajar di suatu budaya tertentu mungkin bisa dianggap tidak wajar dan tidak pantas bagi budaya lainnya. 2. Phychological (Tatanan Psikologi) Individu membentuk persepsi berdasarkan kerangka acuannya (frame of reference) seperti latar belakang, pendidikan, pengalaman, dan lain-lain. Seperti anak-anak yang menganggap acara “Smackdown” itu tidak berbahaya karena filter anak-anak tersebut belum digunakan secara sempurna, bisa dikarenakan tingkat pendidikan yang masih rendah dan pengalaman yang masih minim. 3. Physical (Kondisi Fisik) Kondisi fisik internal berhubungan dengan kesehatan individu anggota audiens. Saat sedang dalam keadaan sakit. Rasa sakit dapat mempengaruhi pengindraan sehingga penglihatan dan pendengaran sedikit terganggu. Kondisi fisik eksternal berhubungan dengan lingkungan tempat seseorang menerima pesan. Ruangan yang teralu panas, terlalu dingin, terlalu bising, dapat mengganggu penyaringan pesan. h. Feedback (Umpan Balik) Komunikasi adalah proses dua arah antara pengirim dan penerima pesan. Proses komunikasi belum lengkap apabila audiens tidak mengirimkan respons atau tanggapan kepada komunikator terhadap pesan yang disampaikan. 15 1. Internal feedback Internal feedback adalah umpan balik yang diterima oleh komunikator bukan dari komunikan, akan tetapi datang dari pesan itu atau menyampaikan dari komunikator itu pesan, komunikator sendiri. menyadari Ketika telah melakukan kesalahan, kemudian ia meminta maaf untuk memperbaiki kesalahan tersebut. 2. External feedback External feedback adalah umpan balik yang diterima oleh komunikator dari komunikan. Feedback pada komunikasi massa cenderung bersifat : a) Representative feedback Karena audiens komunikasi massa berjumlah sangat banyak, tidak mungkin untuk mengetahui feedback dari masing-masing individu. Maka untuk mengukur feedback diambil contoh atau sampel dari sekian persen audiens yang cukup mewakili (representatif), dan hasilnya akan dianggap sebagai feedback dari keseluruhan audiens. b) Indirect feedback Jarang sekali para pengisi acara di televisi atau wartawan surat kabar mendapat feedback langsung. Biasanya respon didapat dari pihak ketiga, misalnya perusahaan rating seperti AC Neilsen. c) Delayed feedback Respons komunikasi massa tertunda, karena respons membutuhkan waktu untuk ditransmisikan dari komunikan kepada komunikator. Seperti rating televisi biasanya baru dipublikasikan dua minggu setelah program tersebut ditayangkan. d) Cumulative feedback Karena respons biasanya tertunda, komunikator mengumpulkan semua respons yang datang dalam satu periode misalnya enam bulan. Data inilah yang akan 16 memengaruhi keputusan dan kebijakan media di masa yang akan datang. e) Institutionalized feedback Institutionalized feedback adalah umpan balik yang terlembagakan, artinya umpan balik yang datang dari lembaga yang langdung mendatangi komunikannya untuk mengumpulkan pendapat. Seperti menyebarkan kuesioner atau wawancara. 2.2.2 Media Massa Media massa adalah alat yang digunakan dalam penyampaian pesan dari sumber kepada khalayak (penerima). Dengan menggunakan alat-alat komunikasi mekanis seperti surat kabar, film, radio, dan televisi (Cangara, 2008). 2.2.2.1 Bentuk Media Massa a. Surat kabar surat kabar merupakan media massa tertua sebelum ditemukan film, radio, dan TV. Surat kabar memiliki keterbatasan karena hanya bisa dinikmati oleh mereka yang melek huruf, serta lebih banyak disenangi oleh orangtua dari pada kaum remaja dan anakanak. Namun surat kabar juga memiliki kelebihan, yaitu informasi yang diberikan lebih lengkap, bisa dibawa kemana-mana, dan terdokumentasi sehingga mudah diperoleh bila diperlukan. b. Film Film adalah penyajian gambar lewat layar lebar, tetapi dalam pengertian yang lebih luas bisa juga termasuk yang disiarkan di TV. Film dengan kemampuan visualnya yang didukung dengan audio yang khas, sangat efektif sebagai media hiburan dan juga sebagai media pendidikan dan penyuluhan. Film ini bisa diputar berulangkali pada tempat dan khalayak yang berbeda. c. Radio Radio memiliki kelebihan sendiri dibanding dengan media yang lainnya, yaitu mudah dibawa ke mana-mana dan dapat dinikmati sambil mengerjakan pekerjaan lain, seperti masak, menulis, 17 menjahit, dan semacamnya. Tak ada tanda-tanda bahwa radio kurang digemari oleh rakyat Indonesia, sebab radio memiliki kemampuan audio yang khas dengan mengandalkan perpaduan antara suara dan bunyi, misalnya dalam siaran olahraga yang dipancarkan langsung dari arena pertandingan, suara announcer bisa meliuk-liuk dan membuat pendengar larut dalam keasyikan. d. Televisi Televsi berasal dari kata tele (bahasa yunani) yang berarti “jarak” dan visi (bahasa latin) yang berarti “citra atau gambar”. Jadi kata televisi berarti suatu sistem penyiaran gambar berikut suaranya dari suatu tempat yang berjarak jauh. 2.2.3 Televisi 2.2.3.1 Karakteristik Televisi Ditinjau dari stimulus alat indra, radio siaran hanya memberikan stimulus pada indra pendengaran, surat kabar dan majalah hanya memberikan stimulus pada indra pendengaran, sedangkan televisi dapat memberikan stimulus pada dua indra sekaligus yaitu penglihatan dan pendengaran. Ini dikarenakan televisi memiliki karakteristik sebagai berikut (Ardianto, Komala, Karlinah, 2007): a. Audiovisual Televisi memiliki kelebihan sendiri jika dibandingkan oleh media massa lainnya yaitu dapat didengar sekaligus dapat dilihat dalam waktu yang bersamaan. Maka dari itu keduanya harus ada kesesuaian secara harmonis sehingga tidak terjadi tumpang tindih antara gambar dan juga suara. b. Berpikir dalam Gambar Dalam televisi memiliki dua tahap yang dilakukan dalam proses berfikir dalam gambar. Pertama, adalah visualisasi (visualization), yaitu menerjemahkan kata-kata yang mengandung sebuah pesan yang menjadi gambar secara individual. Tahap kedia adalah penggambaran (Picturization), yaitu kegiatan merangkai gambar- 18 gambar secara individual sedemikian rupa, sehingga kontinuitasnya mengandung makna tertentu. c. Pengoperasian Lebih Kompleks Dibandingkan dengan radio pengoperasian televisi bisa dikatakan lebih kompleks dan melibatkan banyak orang. Dari segi peralatan yang digunakan lebih banyak dan dalam pelaksanaan operasionalnya pun lebih rumit dan harus dilakukan oleh orangorang yang terampil dan terlatih. Maka dari itu biaya yang dikeluarkan oleh televisi lebih mahal jika dibandingkan dengan surat kabar, majalah dan radio. 2.2.3.2 Jenis Program Televisi Jenis program televisi dibagi menjadi dua bagian besar berdasarkan jenisnya yaitu program informasi dan program hiburan. Untuk program informasi terbagi lagi menjadi dua jenis, yaitu Hard News dan Soft News (Morissan, 2008). a. Program Informasi Program informasi adalah segala jenis siaran yang tujuannya untuk memberikan tambahan pengetahuan (informasi) kepada khalayak audiens. Yang “dijual” dalam program informasi adalah informasi itu sendiri, maka dari itu program informasi tidak melulu menampilkan presenter yang menyampaikan berita, tetapi bisa dalam bentuk lain seperti talk show. Program informasi dibagi menjadi dua bagian, yaitu berita keras (hard news) dan berita lunak (soft news). 1. Berita keras Berita keras atau hard news adalah segala informasi penting dan/atau menarik yang harus segera disiarkan oleh media penyiaran karena sifatnya yang timeless agar secepatnya dapat dketahui oleh khalayak. 2. Berita lunak Berita lunak atau soft news adalah segala informasi penting dan menarik yang disampaikan secara mendalam namun tidak bersifat harus segera ditayangkan. Berita yang masuk 19 kategori ini ditayangkan pada suatu program berita tersendiri di luar program berita. b. Program Hiburan Program hiburan adalah segala bentuk siaran yang bertujuan untuk menghibur audien dalam bentuk musik, lagu, cerita, dan permainan. 2.2.3.3 Segmentasi Demografis Audien Penyiaran Segmentasi audien berdasarkan Demografis terdiri dari usia, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, pendapatan, agama, suku dan kebangsaan. Data demografi digunakan mnentukan media penyiaran yang paling sesuai dengan kebutuhan (Morissan, 2008). a. Usia Audien dibedakan menurut usia, yaitu anak-anak, remaja, dewasa, dan orangtua. Pengelompokkan audien berdasarkan usia ini untuk menjangkau audien yag diinginkan sehingga dapat diketahui program untuk audien anak-anak, remaja, muda, dewasa, dan seterusnya. b. Jenis Kelamin Isi media massa mempengaruhi siapa yang akan menggunakan media itu. Program televisi seperti olahraga biasanya disukai audien laki-laki, infotainment disukai wanita. Selain itu ada program sinetron (wanita), program memasak (wanita), program berita (laki-laki), dan seterusnya. Pada umumnya, wanita lebih banyak menonton televisi dibanding laki-laki. c. Pekerjaan Selera audien dengan jenis pekerjaan tertentu dengan jenis pekerjaan lainnya umumnya berbeda dalam mengonsumsi media massa. Kalangan eksekutif lebih menyukai program yang dapat mendorong daya pikir mereka seperti program berita, diskusi (talk show) atau film-film tertentu di televisi. Sementara kalangan pekerja kasar lebih menyukai musik dangdut atau film komedi. 20 d. Pendidikan Pendidikan dapat menentukan tingkat intelektualitas seseorang, pada gilirannya tingkat intelektualitas ini akan menentukan jenis hiburan, dan program teleisi yang diikutinya. e. Pendapatan Pendapatan seseorang akan menentukan di kelas sosial mana dia berada dan nantinya juga mempengaruhi apa yang ia baca, dengar, dan toton. Kelas sosial dibagi menjadi enam bagian, yaitu : Kelas atas (A+), Kelas atas bagian bawah (A), Kelas menengah atas (B+), Kelas menengah (B), Kelas bawah bagian atas (C+), kelas bawah bagian bawah (C). f. Agama Pada stasiun televisi, segmentasi audien berdasarkan agama telah digunakan untuk membuat program-program tertentu misalnya sinetron bertemakan agama, ceramah atau diskusi agama, dan sebagainya. g. Suku dan Kebangsaan Segmentasi audien berdasarkan suku dan kebangsaan dilakukan jika suku-suku tersebut memiliki perbedaan yang mencolok dalam hal-hal kebiasaan atau kebutuhan-kebutuhannya dibanding suku-suku lainnya. 2.2.4 Program Talk Show Talk show atau perbincangan adalah program yang menampilkan satu atau beberapa orang untuk membahas suatu topik tertentu yang dipandu oleh seorang pemawa acara (host). Dalam talk show selalu mengundang narasumber yang berpengalaman langsung dengan topik atau peristiwa yang akan dibahas (morissan, 2008). WordIQ Dictionary & Encyclopedia mendefinisikan talk show sebagai suatu program televisi atau radio tempat audience berkumpul bersama untuk mendiskusikan bermacam-macam topik yang dibawakan oleh seorang pembawa acara. Pengertian lain tentang talk show adalah program yang mengombinasikan talk dan show, dan materi acara berupa structured conversation (Rose, 1985). Disebut structured conversation karena materi 21 acara tersebut sudah didesain sedemikian rupa, seperti tema yang hendak disampaikan, kapan dan bagaimana cara menyampaikannya (Lusia, 2006). Program mimbar televisi atau biasa disebut talk show program merupakan program dengan sajian mengetengahkan pembicaraan seseorang atau lebih mengenai sesuatu yang menarik atau hangat dibicarakan (Wibowo, 2009). Jenis-jenis talk show antara lain: a. Program Uraian Pendek Program uraian pendek (The Talk Program) adalah program saat penyaji program (MC, presenter, news anchor, dll) membahas suatu topik atau tema seorang diri. Penyajiannya isa bermacam-maca, bisa berbentuk ceramah ala AA GYM pada Kultum, atau narasi berirama khas segmen akhir Mata Najwa di Metro TV. b. Program Vox-pop Vox-pop adalah kepedendekan dari vox-populi yang artinya dalam bahasa Indonesia adalah “suara masyarakat”. Artinya, suatu program yang mengetengahkan pendapat umum tentang suatu masalah. Tujuan vox-pop dibagi emnjadi dua yaitu vox-pop sebagai program dan voxpop sebagai kerangka penelitian. Vox-pop merupakan program yang berdiri sendiri seperti Suara Anda di Metro TV, tetapi seringkali juga menjadi bagian dari program lain dan harus menyesuaikan tema utama dalam program. c. Program Wawancara (Interview) Program Wawancara (Interview) adalah program yang berisi interaksi taya jawab antara host dengan narasumber yang diwawancarai. Berbeda dengan dua jenis talk show sebelumnya, program wawancara ini bisa menjadi program sendiri tanpa “intervensi” jenis program TV lainnya. Hal ini dikarenakan jenis interview melakukan komunikasi dua arah sehingga menimbulkan kedekatan seperti sedang mengobrol. Contoh program wawancara adalah Mata Najwa, Kick Andy, Hitam Putih, Late night Show, Sarah Sechan dan lain-lain. d. Program Diskusi/Panel Program diskusi merupakan pembicaraan dua atau lebih mengenai suatu permasalahan. Dalam program ini masing-masing tokoh yang diundang dapat saling berbicara mengemukakan pendapat dan 22 presenter bertindak sebagai moderator yang kadang-kadang juga melontarkan pendapat atau membagi pembicaraan. Pada program ini uraian tentang suatu permasalahan dilihat dari bidang yang berbeda oleh sejumlah ahli, narasumber, atau tokoh yang ahli di bidang masing-masing.presenter akan mewakili penonton untuk mengajukan pertanyaan kepada narasumber yang sesuai dengan bidangnya tentang suatu permasalahan. Conton program ini adalah Indonesia Lawyers Club di TV One. Hal yang sangat terlihat perbedaannya pada tayangan “Late Night Show” saat mengangkat tema seksualitas dengan tema mistis antara lain tema nya itu sendiri, pemilihan narasumber, dan gimmick yang dilakukan oleh semua pengisi acara. 2.2.4.1 Tema Setiap talk show memiliki tema yang beragam, tidak hanya mengandung unsur aktualitas, talk show biasanya juga menyentuh persoalan-persoalan sosial, budaya, politik, soal-soal yang privat dan sebagainya. Biasanya, tema talk show ditentukan melalui riset. Hasil riset yang dianggap memenuhi kriteria materi acara akan diangkat sebagai topik. Melalui riset pula seorang produser menentukan tokohtokoh yang akan diundang dalam sebuah program talk show. Pada program “Late Night Show” tema yang kini diangkat merupakan pembahasan mengenai seksualitas dan mistis. Namum pada penelitian ini akan lebih fokus kepada tema mistis. Berikut penjelasannya: 2.2.4.2 Tema Mistis Tayangan mistisme dan tahayul ternyata menyedot banyak perhatian, karena pada dasarnya masyarakat konsumen media di Indonesia yang berbasis tradisional lebih menyukai informasiinformasi tahayul dan mistisme sebagai bagian dari konstruksi besar pengetahuan mereka tentang hidup. Mistik dan tahayul disajikan oleh media sesuai dengan apa yang ada dalam konsep masyarakat, yaitu sarat dengan suasana misteri, kengerian, mencekam, horror dan sebagainya. 23 Ketidakmampuan masyarakat menjawab konsep mistis selama ini dalam hidupnyalah sehingga rasa ingin tahu masyarakat terhadap fenomena mistis dan tahayul menjadi sangat besar. Apa yang dilakukan oleh televisi dengan menayangkan hal mistik atau horror adalah sebuah refleksi sosiologis yang digambarkan sebagaimana fenmena itu hidup dalam alam kognitif di berbagai masyarakat. Artinya, tayangan mistis itu adalah sesuatu yang dibutuhkan masyarakat sebagai bentuk petualangan untuk menjawab misteri yang selama ini menjadi problem batiniah dalam masyarakat. Oleh karena itu, tayangan-tayangan mistis begitu berkesan, menarik bahkan menjadi sumber inspirasi seseorang dalam hubungannya dengan orang lain (Bungin, 2006). Sehubungan dengan penjelasan diatas, konsep tayangan (film) mistik dapat dikategorikan dalam beberapa bentuk, seperti : a. Mistik-Semi Sains Merupakan film-film mistik yang berhubungan dengan fiksi ilmiah. Walaupun sebenarnya kadang tidak rasional namun secara ilmiah mengandung kemungkinan kebenaran. Contoh tayangan macam ini adalah Manimal, Manusia Harimau, pertunjukan Deddy Corbuzzer, pertunjukan David Copperfield. b. Mistik-Fiksi Film mistik hiburan yang tak masuk akal, bersifat fiksi, atau hanya sebuah fiksi yang difilmkan untuk menciptakan dan menyajikan misteri, suasana mencekam, dan kengerian kepada pemirsa. Contoh, kartun Scooby Doo, film Batman, Alien, Misteri Gunung Merapi, Nini Pelet, Anglingdharma, dan lain-lain. c. Mistik-horor Film mistik yang lebih banyak mengeksploitasi dunia lain, seperti hubungannya dengan jin, setan, santet, kekuatan supranatural seseorang, kematian tak wajar, dan lain-lain. 24 2.2.4.3 Narasumber/Tamu Jenis program televisi yang mengundang tamu ke studio biasanya adalah bincang-bincang. Tamu yang diundang merupakan narasumber untuk suatu tema yang dibahas. Narasumber sebuah acara bisa terbagi ke dalam tiga jenis, yaitu (Sony, 2007): 1. Artis (public figure) 2. Pakar (expert) 3. Masyarakat umum (common people) Yang dimaksud artis antara lain bintang film, pemain sinetron, penyanyi, pelawak, presenter, pejabat. Mereka biasanya diundang sebagai narasumber lebih karena nilai jual mereka sebagai public figure yang menjadi daya tarik tersendiri bagi acara. Berbeda dengan artis, seorang pakar diundang menjadi narasumber karena keahliannya terhadap suatu masalah. Mereka ingin didengar pendapatnya sehingga bisa menambah lebih banyak masukan/wawasa terhadap sesuatu yang menjadi topik perbincangan di acara tersebut. Yang terakhir adalah masyarakat umum. Mereka diundang justru karena status mereka sebagai masyarakat biasa yang adalah mewakili suara sebagian besar masyarakat umum. Dalam proses komunikasi seroang komunikator (dalam hal ini adalah narasumber) akan sukses apabila ia berhasil menunjukan source credibility yang berarti menjadi sumber kepercayaan bagi komunikan. Komunikator bisa menjadi source of credibility disebabkan adanya “ethos” pada dirinya, yaitu apa yang dikatakan Aristoteles adalah good sense, good moral character, dan goodwill (Effendy, 2003). • Good Sense Etos good sense mewajibkan komunikator untuk mempunyai intelektualitas yang bagus dalam arti cepat dalam memahami, tajam dalam meganalisis, dan jelas dalam menyampaikan. Dengan memiliki good sense ini seseorang komunikator akan memiliki keahlian (expertise) yang menimbulkan kepercayaan. 25 • Good Moral Character Etos ini menghendaki komunikator memiliki karakter moral yang baik. Dalam dunia komunikasi terdapat wise words “he doesn’t communicate what he says, he communicate what he is”. Maka dari itu menjadi seorang komunikator harus memiliki kemauan atau niat baik, cerdas dan peka, serta berperilaku yang jujur dan dapat menjadi panutan. • Good will Good will dalam arti kemauan baik untuk memberikan pesan positif bagi tercapainya komunikasi sehingga komunikan berperilaku sesuai dengan kehendak komunikator. Dengan good will yang komunikatorpun ada akan pada komunikator, memperlihatkan ekspresi kejujuran dan kebenaran yang membuat komunikan dapat menerima pesan yang disampaikan. 2.2.4.4 Gimmick Gimmick adalah trik-trik yang digunakan untuk mendapatkan perhatian penonton dalam bentuk (Naratama, 2006): • Sound effect • Musik ilutstrasi • Adegan suspense • Mimik • Ekspresi dan acting pemain • Jokes (kelucuan) • Teknik editing • Pergerakan kamera. Dalam acara televisi, gimmick menjadi salah satu hal yang tidak boleh dilewatkan karena gimmick dapat membangun emosi penonton, seperti tertawa, sedih, gembira, takut, bahagia dan lain-lain. Gimmick bisa menjadi daya Tarik dalam suatu acara televisi dan berguna agar penonton tidak bosan dan mengganti channel. 26 2.2.5 Minat Beberapa pengertian minat menurut Sarwono dalam bukunya yang berjudul “Psikologi Sosial” antara lain: 1. Suatu sikap yang berlangsung terus menerus yang memberikan pola perhatian seseorang sehingga membuat dirinya selektif terhadap objek minatnya. 2. Perasaan yang menyatakan bahwa satu aktivitas pekerjaan atau objek itu berharga atau berarti bagi individu. 3. Satu keadaan motivasi atau satu set motivasi yang menuntut tingkah laku menuju satu arah tertentu (Sarwono, 2003). Minat berhubungan dengan aspek kognitif, afektif, dan konatif yang merupakan sumber motivasi untuk melakukan apa yang diinginkan (Jahja, 2001). a. Efek kognitif Efek kognitif adalah akibat yang timbul pada diri komunikan yang sifatnya informatif bagi dirinya. Dalam efek kognitif ini media massa dapat membantu khalayak dalam mempelajari informasi yang bermanfaat dan mengembangkan keterampilan kognitifnya. b. Efek afektif Efek ini akarnya lebih tinggi lagi daripada efek kognitif. Tujuan dari komunikasi massa bukan sekadar memberitahu khalayak tentang sesuatu, tetapi lebih dari itu, khalayak diharapkan dapat turut merasakan perasaan iba, terharu, sedih, gembira, marah dan sebagainya. c. Efek Behavioral (konatif) Efek behavioral merupakan akibat yang timbul pada diri khalayak dalam bentuk perilaku, tindakan atau kegiatan (Ardianto, Komala, Karlinah, 2007). Efek konatif tidak langsung timbul sebagai akibat dari terpaan media massa, melainkan didahului oleh efek kognitif dan/atau efek afektif. 27 2.2.6 Teori Uses and Gratification Teori ini memusatkan perhatan pada penggunaan (uses) media untuk mendapatkan pemenuhan (gratification) atas kebutuhan seseorang. Jadi teori ini lebih tertarik pada apa yang dilakukan orang kepada media, bukan apa yang dilakukan media kepada seseorang (Vera, 2008). Yang menjadi permasalahan dalam teori ini adalah bukan bagaimana media mengubah sikap dan perilaku khalayak, tetapi bagaimana media memenuhi kebutuhan pribadi dan sosial khalayak (Effendy, 2003). Pengguna media (khalayak) adalah aktif dalam proses komunikasi, karena mereka berusaha mencari sumber media yang paling baik untuk memenuhi kebutuhannya. Teori ini mengasumsikan pengguna media mempunyai pilihan alternatif untuk memuaskan kebutuhannya (Vera, 2008). Berikut beberapa asumsi dasar mengenai teori Uses and Gratification menurut Katz, Blumler dan Gurevitch (Ardianto, Komala, Karlinah, 2007) : 1. Khalayak dianggap aktif, khalayak sebagai bagian penting dari penggunaan media massa diasumsikan mempunyai tujuan. 2. Dalam proses komunikasi massa, inisiatif untuk mengaitkan pemuasan kebutuhan dengan pemilihan media terletak pada khalayak. 3. Media massa harus bersaing dengan sumber-sumber lain untuk memuaskan kebutuhannya. Kebutuhan ini terpenuhi melalui konsumsi media sangat bergantung pada perilaku khalayak yang bersangkutan. 4. Tujuan pemilih media massa disimpulkan dari data yang diberikan anggota khalayak, artinya orang dianggap mengerti untuk melaporkan kepentingan dan motif pada situasi-situasi tertentu. 5. Penilaian tentang arti kultural dari media massa harus ditangguhkan sebelum diteliti lebih dahulu orientasi khalayak. 28 2.2.7 Kerangka Pemikiran Program “Late Night Show” (X) Minat (Y) Sumber : (Sarwono, 2003) Tema (1) Kognitif (1) Narasumber (2) Afektif (2) Gimmick (3) Konatif (3) Sumber: Sumber: 1. (Bungin, 2006). 1,2,3 (Jahja, 2001) 2. (Sony 2007). 3. (Naratama, 2006) Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran