KADAR TROPONIN T PADA PENDERITA DEMAM

advertisement
KADAR TROPONIN T PADA PENDERITA DEMAM BERDARAH DENGUE
THE TROPONIN T LEVEL IN DENGUE HEMORHAGIC FEVER PATIENTS
Juherinah, Burhanuddin Iskandar, A. Dwi Bahagia Febriani
Departemen Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin, Makassar
Alamat Korespondensi :
dr. Juherinah
Departemen Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin
Makassar
HP 081342638880
ABSTRAK
Infeksi virus Demam Berdarah Dengue (DBD), seperti infeksi virus pada umumnya dapat memicu timbulnya
kelainan jantung antara lain miokarditis yang dapat dideteksi dengan pemeriksaan troponin T. Tujuan
penelitian ini adalah untuk menilai kadar troponin T pada penderita Demam Berdarah Dengue dengan
Renjatan (DBD-R) dan Demam Berdarah Dengue Tanpa Renjatan (DBD-TR). Telah dilakukan penelitian
cross sectional study tentang kadar troponin T pada penderita DBD yang dilakukan di Bagian Ilmu
Kesehatan Anak RS Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar sejak Juli 2012 s/d Oktober 2012. Populasi
penelitian adalah pasien anak yang menderita DBD. Populasi terjangkau adalah populasi yang datang ke RS
dr Wahidin Sudirohusoado, RS Ibnu Sina dan RS Islam Faisal. Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Jumlah sampel yang memenuhi kriteria adalah 70
penderita DBD terdiri dari 35 penderita DBD-R dan 35 penderita DBD-TR. Dengan analisis multivariat
diperoleh kadar troponin T ≥ 0,007 ng/ml terhadap kelompok diagnosis DBD-R dengan nilai p = 0,000,
sensitivitas 97,1%, spesifitas 88,6%, NPP 89,5%, NPN 96,9%, OR 18,7 (95% CI 15,3 – 1417,5).
Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa kadar troponin T lebih tinggi pada DBD-R dibandingkan
penderita DBD-TR. Titik potong ≥ 0,007 ng/ml adalah titik terbaik untuk membedakan antara DBD-R dan
DBD-TR dengan nilai p = 0,000, OR 18,7; 95% CI 15,3 – 1417,5.
Kata kunci : kadar troponin T, Demam Berdarah Dengue, Anak
ABSTRACT
Viral infection like Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) can induce cardiac disorder such as myocarditis to
detection with troponin T examination. The objective of this study is to evaluate troponin T level in children
with Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) and Dengue Shock Syndrome (DSS). The cross-sectional study had
been conducted in Child Health Department of dr Wahidin Sudirohusodo General Hospital, Makassar, from
July 2011 to October 2011. The population recruited from children with DHF whom had attended dr
Wahidin Sudirohusodo General hospital, Ibnu Sina Hospital and Faisal Moeslim Hospital. Diagnosis of
DHF was established based on anamnesis, physical and laboratory examination. The number of samples
which met the criteria were 70 patients, consisted of 35 patients of DSS and 35 patients of DHF. The statistic
analysis used was multivariate analysis and we obtained the troponin T level ≥ 0,007 ng/ml to DHF
diagnosis group with p = 0,000, sensitivity 97,1%, specificity 88,6%, positive predictive value 89,5%,
negative predictive value 96,9%,OR 18,7; 95% CI 15,3 – 1417,5. We can concluded that troponin T level was
higher on DSS group than DHF group. The cut off point of ≥ 0,007 ng/ml is the best level to distinguish
between DHF and DSS.
Keywords : Troponin T level, Dengue Hemorrhagic Fever, Children
PENDAHULUAN
Infeksi virus dengue merupakan penyakit infeksi dengan manifestasi klinis yang
bervariasi antara penyakit yang paling ringan, demam dengue, demam berdarah dengue
(DBD) sampai demam berdarah dengue disertai syok (dengue shock syndrome = DSS)
(Sutaryo, 2004; Soedarmo dkk, 2008; Satari, 2011, WHO, 2005; Rajapakse S, 2011).
Meskipun kejadian syok pada DSS diperkirakan karena berkurangnya volume
intravaskuler akibat kebocoran plasma ke dalam ruang interstitial, tapi beberapa
penelitian terbaru melaporkan bahwa hal tersebut terjadi oleh karena kelainan jantung
(Gupta V K dkk 2010).
Kelainan jantung pada DBD belum diketahui penyebabnya, namun diduga terjadi
akibat hipoperfusi, invasi langsung otot jantung atau akibat respon imunologis yang
memproduksi sitokin (Supachokchaiwattana dkk, 2007). Umumnya sitokin terutama
tumor necrosis factor-alpha (TNF-α) dan interleukin 1 menyebabkan peningkatan
permeabilitas vaskuler dan syok. TNF-α dan interleukin juga menyebabkan depresi fungsi
miokard (Baratwidjaya KG, 2006; Abbas AK dkk, 2005; Soegiyanto, 2004).
Beberapa penelitian melaporkan adanya kelainan jantung pada pasien infeksi
dengue (Goh PL, 2011). Pada penelitian yang dilakukan di New Delhi melaporkan bahwa
pada pasien DBD yang dilakukan pemeriksaan echokardiografi terdapat 16,7% anak yang
mengalami disfungsi ventrikuler kiri (Gupta V K dkk, 2010). Kelainan jantung pada
DBD bersifat ringan dan sementara, namun potensial menyebabkan kematian
(Chaundary SC dkk, 2010; Howes 2010).
Manifestasi kelainan jantung yang sering dilaporkan pada penderita DBD yaitu
bradikardi relatif, disfungsi miokard, gangguan konduksi jantung dan miokarditis
(George, 1999; Arif, 2009, Alam, 2010; Lee IK, 2010; Wichman dkk, 2009). Kelainan
jantung pada penderita DBD dapat diprediksi dari manifestasi klinik, pemeriksaan
elektrokardiografi (EKG), pemeriksaan echokardiografi serta pemeriksaan enzim jantung
seperti enzim Creatinin Kinase (CK), Isoenzim MB dari CK (CK-MB), Laktat
Dehidrogenase (LDH) dan troponin T (TnT) dalam sirkulasi (Fogoros RN, 2008;
Kaushik J S, dkk, 2010). Namun yang lebih spesifik dan sensitif untuk mengetahui
kelainan miokard adalah troponin T karena troponin T merupakan protein regulator yang
berperan dalam kontraktilitas miokard (Samsu N dkk, 2007; Nawawi dkk, 2006; Finsterer
dkk, 2007, Anonymus, 2002). Troponin T akan dilepaskan ke sirkulasi bila terjadi
kerusakan miokard sehingga troponin T merupakan estimasi kerusakan miokard (Samsu
N dkk, 2007; Kemp dkk, 2004). Dan bila kerusakan miokard tersebut terlambat dalam
diagnosis dan berlanjut menjadi berat dapat menyebabkan kematian. Oleh karena itu
penting untuk mengetahui kadar troponin T pada penderita DBD.
Penelitian tentang kelainan jantung pada DBD dengan melihat kadar troponin T
pada penderita DBD, hasilnya masih kontroversial. Penelitian oleh Gupta V K dkk di
New Delhi melaporkan bahwa 42,8% pasien DBD menunjukkan serum troponin T yang
positif. Sedangkan oleh Supachokchaiwattana dkk di Thailand menunjukkan bahwa
serum troponin T tidak terdeteksi pada pasien demam dengue, demam berdarah dengue
dan sindrom dengue syok. Berdasarkan kontroversi hasil penelitian tersebut, maka perlu
dilakukan penelitian untuk mengetahui kadar troponin T pada penderita DBD.
METODE PENELITIAN
Lokasi dan rancangan penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli sampai Oktober 2012 di instalasi rawat
inap Bagian Ilmu Kesehatan Anak RS Dr. Wahidin Sudirohusodo, RS Ibnu Sina dan RS
Islam Faisal pada penderita DBD. Desain penelitian ini adalah studi cross sectional.
Populasi dan sampel
Populasi adalah semua penderita yang dirawat dengan demam berdarah dengue
yang didiagnosis kerja berdasarkan kriteria WHO 1997 serta yang dikonfirmasi dengan
pemeriksaan serologi secara ELISA. Secara klinis penderita dibedakan menurut beratnya
penyakit ke dalam empat derajat, yaitu derajat I, II, III dan IV berdasarkan kriteria WHO
1997.
Kemudian sampel tersebut dikelompokkan menjadi 2 yaitu demam berdarah
dengue tanpa renjatan (DBD-TR) yaitu derajat I dan II dan yang mengalami renjatan
(DBD-R) yaitu derajat III dan IV. Sampel sebanyak 70 penderita DBD yang memenuhi
kriteria inklusi yaitu penderita demam berdarah dengue, umur 1 sampai 15 tahun dan
bersedia menjadi sampel penelitian (mendapat izin dari orang tua dan menandatangani
persetujuan informed consent) dengan kriteria eksklusi adalah menderita penyakit infeksi
virus atau bakteri lain berdasarkan pemeriksaan klinis dan laboratorium, pasien demam
berdarah dengue yang disertai penyakit jantung sebelumnya, menderita penyakit otot.
Sampel terbagi atas 35 penderita DBD-TR dan 35 penderita DBD-R.
Metode pengumpulan data
Semua penderita yang memenuhi kriteria dicatat nama, umur, jenis kelamin,
status gizi, tanda vital (suhu badan, nadi, tekanan darah, pernapasan) serta lama demam.
Selanjutnya menentukan derajat DBD dan dikelompokkan menjadi 2 kelompok yaitu
DBD-TR dan DBD-R kemudian dilakukan pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan
kadar troponin T.
Penelitian ini dinyatakan memenuhi persyaratan etik untuk dilaksanakan oleh
Komisi Etik Penelitian Biomedis pada Manusia, Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin.
Analisis data
Data yang terkumpul diolah menggunakan SPSS 15. Untuk menilai hubungan
jenis kelamin dan status gizi terhadap kelompok diagnosis DBD (DBD-R dan DBD-TR)
digunakan uji X2 (Chi square), sedangkan untuk nilai rerata umur, lama demam, suhu
badan dan kadar troponin T terhadap kelompok diagnosis DBD (DBD-R dan DBD-TR)
digunakan uji Mann-Whitney. Tiga variabel yang bermakna yaitu suhu badan, lama
demam dan kadar troponin T terhadap kelompok diagnosis DBD dilanjutkan ke analisis
multivariat. Selanjutnya dibuat titik potong (cut off point) kadar troponin T sebagai titik
pemisah yang optimal antara DBD-R dan DBD-TR dan dihitung nilai p, odds ratio (OR),
sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi positif dan nilai prediksi negatifnya.
HASIL
Tabel 1 memperlihatkan karakteristik subyek penelitian. Total subyek penelitian
adalah 70 subyek yang terdiri dari 41(58,6%) subyek laki-laki dan 29 (41,4%) subyek
perempuan. Subyek yang mengalami renjatan sebanyak 20 subyek (28,6%) pada jenis
kelamin laki-laki dan 15 subyek (21,4%) pada perempuan. Berdasarkan status gizi, 3
(4,3%) mempunyai status gizi overweight, 31 (44,3%) mempunyai status gizi baik dan 36
(51,4%) mempunyai status gizi kurang. Subyek yang mengalami renjatan sebanyak 2
(2,9%) berstatus gizi overweight, 17 (24,3%) berstatus gizi baik dan 16 (22,9%) berstatus
gizi kurang. Nilai rentangan umur pada penelitian 1,08 – 14,16. Pada kelompok DBD-R
mempunyai rentangan 1,08 – 14,16, mean 7,01 , median 5,67 dan standar deviasi 3,96.
Pada kelompok DBD-TR mempunyai rentangan 1,08 – 12,75, mean 7,38, median 8,16
dan standar deviasi 3,70. Nilai rentangan suhu badan 36,3o C – 39,2o C. Pada kelompok
DBD-R mempunyai rentangan 36,3 – 36,6, mean 36,46, median 36,50 dan standar
deviasi 0,08. Pada kelompok DBD-TR mempunyai rentangan suhu 37,8 – 39,2, mean
38,40, median 38,40, dan standar deviasi 0,35. Nilai rentangan lama demam 4 – 6 hari.
Pada kelompok DBD-R mempunyai rentangan 5 - 6, mean 5,26, median 5,00, dan standar
deviasi 0,443. Pada kelompok DBD-TR mempunyai rentangan 4 - 6, mean 4,54, median
4,00, dan standar deviasi 0,611. Nilai rentangan kadar troponin T (ng/ml) pada penelitian
ini 0,003 – 0,066. Pada kelompok DBD-R mempunyai rentangan 0,006 – 0,066, mean
0,018, median 0,011 dan standar deviasi 0,015. Pada kelompok DBD-TR mempunyai
rentangan 0,003 – 0,008, mean 0,004, median 0,004, dan standar deviasi 0,002.
Gambar 1 memperlihatkan grafik Receiver Operating Curve (ROC) titik potong
kadar troponin T sebagai pemisah antara kelompok DBD-R dan DBD-TR adalah 0,007
ng/ml.
Tabel 2 memperlihatkan sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi positif dan nilai
prediksi negatif masing-masing titik potong kadar troponin T terhadap kelompok
diagnosis DBD. Titik potong kadar troponin T ≥ 0,007 ng/ml sebagai diagnostik terhadap
terjadinya renjatan mempunyai sensitivitas 97,1%, spesifisitas 88,6%, nilai prediksi
positif 89,5% dan nilai prediksi negatif 96,9%.
Tabel 3 memperlihatkan analisis multivariat kadar troponin T terhadap kelompok
diagnosis DBD (DBD-TR dan DBD-R). Kadar troponin T ≥ 0,007 ng/ml memiliki risiko
18,7 kali mengalami renjatan dengan nilai p = 0,000 dengan IK 95% 15,3 – 1417,5.
PEMBAHASAN
Penelitian ini menunjukkan kadar troponin T lebih tinggi pada DBD-R dibanding
DBD-TR. Analisis dilakukan terhadap efek faktor jenis kelamin, umur, status gizi, lama
demam, suhu penderita dan kelompok DBD terhadap kadar troponin T.
Perbandingan jenis kelamin laki-laki dan perempuan terhadap kelompok
diagnosis DBD tidak didapatkan perbedaan bermakna dengan nilai p = 0,808 (p>0.05)
yang berarti bahwa jenis kelamin tidak berpengaruh terhadap kelompok diagnosis DBD.
Hal ini dapat disebabkan oleh karena tidak ada perbedaan antara jenis kelamin laki-laki
dan perempuan terhadap produksi sitokin yang berperan terhadap patogenesis terjadinya
DBD. Tidak ada perbedaan bermakna jenis kelamin antara kelompok DBD-R dan DBD-
TR yang berarti bahwa jenis kelamin tidak memberikan bias hasil pada analisis kadar
troponin T antara kelompok DBD-R dan DBD-TR.
Status gizi pada penelitian ini adalah overweight, gizi baik dan gizi kurang.
Frekwensi terjadinya renjatan pada status gizi overweight (66,7%) lebih tinggi dibanding
status gizi baik (54,8%) dan status gizi kurang (44,4%). Namun, pada analisis statistik
status gizi terhadap kelompok diagnosis DBD didapatkan bahwa tidak terdapat perbedaan
bermakna status gizi terhadap kelompok diagnosis DBD dengan nilai p = 0,586 (p>0,05),
yang berarti bahwa baik pada overweight, gizi baik maupun pada gizi
kurang
mempunyai respon imun yang sama
terhadap infeksi virus dengue yang memicu
produksi TNF-α selanjutnya terjadi
ekspresi molekul adhesi (ICAM-1, VCAM-1,
selektin, integrin) dan menyebabkan permeabilitas vaskuler meningkat hingga terjadi
perembesan cairan pada penderita DBD. Tidak adanya gizi buruk pada penelitian ini
kemungkinan disebabkan oleh karena mekanisme imunologis diduga terlibat dalam
patogenesis DBD dengan adanya hubungan yang kuat antara respons imun dengan DBD,
yang pada gizi buruk respon imunnya terganggu.
Tidak terdapat perbedaan bermakna status gizi antara kedua kelompok diagnosis DBD
berarti bahwa status gizi tidak akan memberikan bias hasil pada analisis kadar troponin T
terhadap kelompok diagnosis DBD.
Pada penelitian ini, juga tidak didapatkan perbedaan bermakna hubungan umur
terhadap kelompok diagnosis DBD dengan nilai p = 0,418 yang berarti bahwa umur tidak
berpengaruh terhadap kelompok diagnosis DBD, sehingga dapat disimpulkan bahwa
umur tidak akan memberikan bias pada hasil analisis kadar troponin T terhadap
kelompok diagnosis DBD.
Nilai rerata suhu badan penderita pada penelitian ini menunjukkan adanya
perbedaan yang sangat bermakna antara kelompok diagnosis DBD-R dan DBD-TR
dengan nilai p = 0,000 (p<0,01). Hal ini terjadi karena pada keadaan syok atau pada
kelompok DBD-R terjadi penurunan suhu badan bahkan hipotermi sebagai akibat dari
hipoperfusi.
Setelah dilakukan uji statistik ke analisis multivariat, peran suhu badan tidak
bermakna terhadap kelompok diagnosis DBD dengan nilai p = 0,998. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa suhu badan tidak memberikan bias hasil pada analisis kadar troponin
T antara kelompok DBD-R dan DBD-TR.
Rerata lama demam pada penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan sangat
bermakna antara kelompok DBD-R dan DBD-TR dengan nilai p = 0,000 (p <0,01). Hal
ini disebabkan oleh karena renjatan yang terjadi sebagai akibat dari pelepasan mediatormediator inflamasi dalam jumlah besar terjadi pada hari ke-5 atau lebih.
Setelah dilakukan uji statistik ke analisis multivariat, peran lama demam tidak lagi
nampak, yang berarti bahwa lama demam tidak memberikan bias hasil pada analisis
kadar troponin T antara kelompok DBD-R dan DBD-TR.
Dengan demikian, pada penelitian ini baik jenis kelamin, status gizi, umur, suhu badan
maupun lama demam tidak memberikan bias pada analisis kadar troponin T terhadap
kelompok diagnosis DBD.
Nilai rerata kadar troponin T pada kelompok DBD-R lebih tinggi dibanding
dengan kelompok DBD-TR yaitu pada kelompok DBD-R reratanya 0,018 ng/ml dan pada
kelompok DBD-TR reratanya 0,005 ng/ml. Hasil analisis statistik rerata kadar troponin T
pada kedua kelompok menunjukkan nilai p = 0,000 (p<0,01). Disimpulkan bahwa
terdapat perbedaan yang sangat bermakna kadar troponin T antara kelompok DBD-R dan
kelompok DBD-TR. Hal ini terjadi karena pada kelompok DBD-R, terjadi pelepasan
mediator-mediator inflamasi lebih besar. Infeksi virus dengue dan keadaan hipoksia yang
terjadi pada renjatan juga menyebabkan terjadinya pelepasan mediator-mediator
inflamasi. Pelepasan mediator inflamasi antara lain pelepasan TNF-α dalam jumlah lebih
besar dapat menyebabkan penurunan tekanan darah atau syok serta hipoperfusi. Pada
keadaan hipoperfusi akan menyebabkan terjadinya pelepasan troponin T sitosol yang
jumlahnya sekitar 6-8%. Pada keadaan hipoperfusi, terjadi penghambatan proses
transportasi yang dipengaruhi ATP dalam membran sel menimbulkan hilangnya
integritas membran sel. Keadaan inilah yang menyebabkan pelepasan troponin T bebas
(sitosol). Pada saat hipoperfusi tidak berlanjut karena renjatan teratasi maka membran sel
bersifat reversibel sehingga kadar troponin T saat itu masih dalam batas normal. Dari 70
sampel penderita DBD yang ikut dalam penelitian ini, semua penderita tersebut pulang
dengan keadaan membaik.
Bila hipoperfusi berlangsung lama dan berat, maka sel lisis dan membran sel seluruhnya
pecah serta terjadi peningkatan kadar laktat intra sel disebabkan proses glikolisis
sehingga menurunkan pH yang diikuti oleh pelepasan dan aktifasi enzim-enzim
proteolitik lisosom mengakibatkan terjadinya disintegrasi struktur intra seluler dan
degradasi troponin kompleks dan hal tersebut menyebabkan pelepasan troponin T secara
besar-besaran dalam sirkulasi sehingga kadar troponin T dalam darah meningkat (lebih
dari normal).
Meskipun terdapat perbedaan bermakna kadar
troponin T antara kelompok
penderita DBD-R dan DBD-TR, namun kadar troponin T pada kedua kelompok masih
dalam batas normal yaitu <0,1 ng/ml. Oleh karena itu ditentukan nilai titik potong (cut off
point) kadar troponin T yang dapat digunakan sebagai pemisah antara kelompok DBD-R
dan DBD-TR.
Nilai titik potong kadar troponin T berdasarkan nilai titik potong tertinggi pada
persentil 95 kadar troponin T pada DBD-TR berada pada nilai 0,005 ng/ml dan nilai titik
potong terendah pada persentil 5 dari kadar troponin T pada DBD-R berada pada nilai
0,013, maka pada grafik ROC didapatkan bahwa nilai Area Under Curve (AUC) terbesar
berada pada titik 0,007 ng/dl dengan sensitifitas 97,1%, spesifitas 88,6%, NPP 89,5% dan
NPN 96,9%. Batas kadar troponin T ≥0,007 ng/ml memiliki nilai p= 0,000 (p<0,01).
Sensitivitas 97,1% artinya kadar troponin T ≥0,007 ng/ml mampu mendeteksi 97,1%
terjadinya renjatan, spesifitas 88,6% yang berarti kadar troponin T <0,007 ng/ml mampu
mendeteksi 88,6% tidak terjadi renjatan, NPP 89,5% artinya jika kadar troponin T ≥
0,007 ng/dl maka probabilitas seseorang mengalami renjatan 89,5% dan NPN 96,9%
artinya jika kadar troponin T <0,007 ng/ml maka probabilitas seseorang tidak mengalami
renjatan 96,9%.
Pada analisis multivariat, kadar troponin T ≥ 0,007 ng/ml terhadap kelompok
diagnosis DBD-R memberikan nilai p = 0,000 (p<0,01), Odds Ratio (OR) 18,7; 95% CI
(15,3 – 1417,5), yang berarti kadar troponin T ≥ 0,007 ng/ml pada penderita DBD
beresiko 18,7 kali terjadinya renjatan.
Hasil penelitian ini sama dengan penelitian oleh Supachokchaiwattana P, dkk
pada tahun 2005 di Thailand yang menemukan bahwa kadar troponin T pada 10 penderita
DBD yang terdiri dari 2 penderita DF, 6 penderita DHF dan 2 pada DSS masih dalam
batas normal.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa kadar troponin T pada DBD-R
lebih tinggi dibandingkan pada penderita DBD-TR, namun kadar troponin T pada kedua
kelompok masih dalam batas normal. Batas nilai kadar troponin T ≥ 0,007 ng/ml
merupakan nilai yang paling optimal untuk memprediksi terjadinya renjatan dengan
sensitivitas 97,1%, spesifitas 88,6%, nilai prediksi positif 89,5%, nilai prediksi negatif
96,9 dan OR 18,7; 95% CI (15,3 – 1417,5).
Berdasarkan penelitian ini maka disarankan penelitian lebih lanjut dengan desain
penelitian yang lebih baik (kohort) untuk melihat kadar troponin T pada penderita DBD
sebelum dan sesudah renjatan dan penelitian dengan cakupan derajat DBD yang lebih
kompleks (DBD derajat I – IV) sehingga kemungkinan didapatkan kadar troponin T yang
lebih tinggi serta kekuatan korelasi derajat DBD terhadap kadar troponin T lebih jelas.
DAFTAR PUSTAKA
Abbas A K, Lichtman A H, Pillai S. (2005). Cytokine, 5th ed, update,
Philadelpia,Pennsylvania: Elseiver Saunders : 243-53, 281
Alam K, Sulaiman SAS, Shafie AA, Yusuf Eddy. (2010). Clinical Manifestation an
Laboratory Profile of Dengue Fever among the Patien’s General Hospital, Penang.
Archives of Pharmacy Practice Vol.1 pp 25-29
Anonymus. (2002). Pemeriksaan Troponin T. Available from Majalah Kedokteran
Andalas No.1. Vol. 26. Januari – Juni 2002.
Anonymus. (2002). Cardiac Troponin T (cTnT). Available from Oulu University Library
Arif SM, Ahmed H, Khokon KZ, Azad AK, Faiz MA. (2009). Dengue Haemorrhagic
Fever with bradycardia. J Medicine: 10: 36-37
Baratawidjaya, K.G. (2006). Imunologi Dasar, edisi 7, Jakarta : Balai Penerbit FK-UI:
124-6
Chaundhary SC, Avasthi R, Mohanty D. (2010). Dengue Shock Syndrome-An Unusual
Manifestation. JIACM 2010; 11(4): 309-11
Finsterer J, Stollberger C, Kruglugers W. (2007). Cardiac and Noncardiac, Particularly
Neuromuscular, Disease With Troponin-T Positivity. The jurnal Of Medicine
Netherlands vol 65 no 8.
Fogoros RN. (2008). Cardiac Enzymes and Heart Attacks. About.com. Heart Health
Center.
George R. (1999). Unusual Manifestations of Dengue Virus Infections. JPOG 1999.
Gupta V K, Gadpayle AK. (2010). Subclinical Cardiac Involvement in Dengue
Hemorrhagic Fever. Journal Indian Academy of Clinical Medicine Vol. II No 2 :
107-11
Goh PL. 2010. Dengue Perimyocarditis : a Case Report. Hong Kong Journal of
Emergency Medicine, Vol 17 (1).
Howes DS. (2010). Myocarditis in Emergency Medicine. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/759212-overview
Kemp M, Donovon J, Higham H, Hooper J. (2004). Biochemical Markers of Myocardial
Injury : British Journal of Anaesthasia 93 : 63-73
Kaushik J S, Gupta P, Rajpal S, Bhatt S. (2010). Spontaneous Resolution of Sinoatrial
Exit Block and Atrioventricular Dissociation in a Child with Dengue Fever.
Singapore Med J 51 (8): el 46-el 48
Lee IK, Lee WH, Liu JW, Yang KD. (2010). Acute Myocarditis in Dengue Hemorrhagic
Fever : A Case Report and Review of Cardiac Complication in Dengue-Affected
Patients. Elseiver
Nawawi RA, Fitriani, Rusli B, Hardjoeno. (2006). Nilai Troponin T (cTnT) Penderita
Sindrom Koroner Akut (SKA). Indonesian Journal of Clinical Pathology and
Medical Laboratory, Vol. 12, No. 3, Juli 2006: 123-126
Rajapakse S. (2011). Dengue Shock, J Emerg Trauma Shock. Available from:
http://www.onlinejets.org/text.asp?2011/4/1/120/76835
Samsu N, Sargowo D. (2007). Sensitivitas dan Spesifitas Troponin T dan I pada
Diagnosis Infark Miokard Akut. Majalah Kedokteran Indonesia, Volume 57,
Nomor 10
Satari HI. (2011). Pitfalls pada Demam Berdarah Dengue. Ikatan Dokter Anak Indonesia,
Cabang DKI Jakarta. 57-69
Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS, Satari HI. (2008). Buku Ajar Infeksi dan
Pediatri Tropis, Edisi 2. Ikatan Dokter Anak Indonesia: Jakarta
Soegiyanto S. (2004). Aspek Imunologi Penyakit Demam Berdarah Dengue : Tinjauan
dan Temuan Baru di Era 2003. Surabaya : Airlangga Universitas Press : 11-25
Supachokchaiwattana P, La-orkhum V, Arj-ong S, Sirichonkolthong B, Lertsapcharoen
P, Khongphatthanayothin A. (2007). Reversible Impairment of Global Cardiac
Function during Toxic Stage of Dengue Hemorrhagic Fever and Dengue Shock
Syndrome. Thai heart J 2007; 20: 180-187
Sutaryo. (2004). Dengue. Yogyakarta : Medika Fakultas Kedokteran Universitas Gajah
Mada : 1 – 242
WHO. (2005). Regional guidelines on Dengue / DHF Prevention And Control. Available
from : http:// www.whosea.org/en/section 10/section 332/section
554.htm.
accesed September 2005
Wichmann D, Kularatne S, Ehrhardt S, wijesinghe S, Bratting NW, Abel W, Buchard
GD. (2009). Cardiac Involvement In Dengue Virus Infections During The
2004/2005 Dengue Fever Season in Sri Langka
Tabel 1. Karakteristik subyek penelitian
Kelompok Diagnosis DBD
P
Karakteristik Pasien
Jenis kelamin
Laki-laki
Perempuan
Status gizi
Overweight
Gizi baik
Gizi kurang
Umur (tahun)
Maksimal
Minimal
Mean
Median
Suhu badan (oC)
Maksimal
Minimal
Mean
Median
Lama demam (hari)
Maksimal
Minimal
Mean
Median
Troponin T (ng/ml)
Maksimal
Minimal
Mean
Median
DBD-TR
n (%)
DBD-R
n (%)
21 (30)
14 (20)
20 (28,6)
15 (21,4)
1 (1,4)
14 (20 )
20 (28,6)
2 (2,9)
17 (24,3)
16 (22,9)
12,75
1,08
7,38
8,16
14,16
1,08
7,01
5,67
39,2
37,8
38,40
38,40
36,6
36,3
36,46
36,50
6
4
4,54
4,00
6
5
5,26
5,00
0,008
0,003
0,004
0,004
0,066
0,006
0,018
0,011
0,808
0,586
0,418
0,000
0,000
0,000
ROC Curve
Source of the Curve
1.0
lebiatausama05
lebihatausama06
lebihatausama07
lebihatausama08
lebihatausama09
lebihatausama10
lebihatausama11
lebihatausama12
lebihatausama13
Reference Line
Sensitivity
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
1 - Specificity
Diagonal segments are produced by ties.
Gambar 1. Receiver Operating Curve (ROC) kadar troponin T
Tabel 2. Sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi positif dan nilai prediksi
negatif dari masing-masing nilai titik potong kadar troponin T
Kadar
Troponin T
Sensitivitas
(%)
Spesifisitas
(%)
NPP
(%)
NPN
(%)
AUC
(%)
P
0,005
97,1
60
70,8
95,5
0,814
0,000
0,006
100
74,3
79,5
100
0,871
0,000
0,007
97,1
88,6
89,5
96,9
0,929
0,000
0,008
88,6
94,2
93,9
89,1
0,914
0,000
0,009
71,4
100
100
77,8
0,857
0,000
0,010
60
100
100
71,4
0,800
0,000
0,011
60
100
100
71,4
0,800
0,000
0,012
48
100
100
66
0,743
0,000
0,013
45,7
100
100
64,8
0,729
0,000
NPP : Nilai Prediksi Positif
NPN : Nilai Prediksi Positif
Tabel 3. Analisis Multivariat Hubungan Kadar Troponin T Terhadap
Kelompok Diagnosis DBD
Troponin T
Kelompok Diagnosis DBD
(ng/ml)
DBD-R
DBD-TR
≥0,007
34
4
≤ 0,007
1
31
P
0,000
OR
18,7
95% CI
15,3 – 1417,5
Download