BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Dan Fisiologi Paru 2.1.1

advertisement
31
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi Dan Fisiologi Paru
2.1.1. Sistem Pernapasan
Organ pernapasan merupakan organ yang mempunyai peranan penting dalam memenuhi
kebutuhan oksigen di dalam tubuh. Organ pernapasan dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu
bagian penhantar udara dan bagian yang berperan sebagai tempat pertukaran gas. Bagian
penhantar udara terdiri dari hidung, faring, laring, trakea, bronkhi dan bronkioli. Sedangkan
bagian pertukaran gas terdiri dari bronkhiolus respiratorius, duktus alveolaris dan alveoli.
Struktur saluran udara ini berperan dalam mengatur jalannya udara, dengan cara menghangatkan
dan serta menyingkirkan benda-benda asing yang masuk (Plopperdan Adams, 1993; Bergman et
al 1996).
2.1.2. Rongga hidung
Udara dari luar akan masuk lewat rongga hidung (cavum nasalis). Rongga hidung
berlapis selaput lendir, di dalamnya terdapat kelenjar minyak (kelenjar sebasea) dan kelenjar
keringat (kelenjar sudorifera). Selaput lendir berfungsi menangkap benda asing yang masuk
lewat saluran pernapasan. Selain itu, terdapat juga rambut pendek dan tebal yang berfungsi
menyaring partikel kotoran yang masuk bersama udara. Juga terdapat konka yang mempunyai
banyak kapiler darah yang berfungsi menghangatkan udara yang masuk. Di sebelah belakang
rongga hidung terhubung dengan nasofaring melalui dua lubang yang disebut choanae. Pada
permukaan rongga hidung terdapat rambut-rambut halus dan selaput lendir yang berfungsi untuk
menyaring udara yang masuk ke dalam rongga hidung.( Evelyn, Pearce, 1992)
Universitas Sumatera Utara
32
2.1.3. Faring (Tenggorokan)
Udara dari rongga hidung masuk ke faring. Faring merupakan percabangan 2 saluran,
yaitu saluran pernapasan nasofaring pada bagian depan dan saluran pencernaan orofaring pada
bagian belakang.
Pada bagian belakang faring (posterior) terdapat laring (tekak) tempat
terletaknya pita suara (pita vocalis). Masuknya udara melalui faring akan menyebabkan pita
suara bergetar dan terdengar sebagai suara. Makan sambil berbicara dapat mengakibatkan
makanan masuk ke saluran pernapasan karena saluran pernapasan pada saat tersebut sedang
terbuka. Walaupun demikian, saraf kita akan mengatur agar peristiwa menelan, bernapas, dan
berbicara tidak terjadi bersamaan sehingga mengakibatkan gangguan kesehatan. Fungsi utama
faring adalah menyediakan saluran bagi udara yang keluar masuk dan juga sebagi jalan makanan
dan minuman yang ditelan, faring juga menyediakan ruang dengung(resonansi) untuk suara
percakapan ( Evelyn, Pearce, 1992).
2.1.4 Batang Tenggorokan (Trakea)
Tenggorokan berupa pipa yang panjangnya ± 10 cm, terletak sebagian di leher dan
sebagian di rongga dada (torak). Dinding tenggorokan tipis dan kaku, dikelilingi oleh cincin
tulang rawan, dan pada bagian dalam rongga bersilia. Silia-silia ini berfungsi menyaring bendabenda asing yang masuk ke saluran pernapasan. Batang tenggorok (trakea) terletak di sebelah
depan kerongkongan. Di dalam rongga dada, batang tenggorok bercabang menjadi dua cabang
tenggorok (bronkus). Di dalam paru-paru, cabang tenggorok bercabang-cabang lagi menjadi
saluran yang sangat kecil disebut bronkiolus. Ujung bronkiolus berupa gelembung kecil yang
disebut gelembung paru-paru (alveolus).
2.1.5. Pangkal Tenggorokan (Laring)
Laring merupakan suatu saluran yang dikelilingi oleh tulang rawan. Laring berada
diantara orofaring dan trakea, didepan lariofaring. Salah satu tulang rawan pada laring disebut
epiglotis. Epiglotis terletak di ujung bagian pangkal laring. Laring diselaputi oleh membrane
mukosa yang terdiri dari epitel berlapis pipih yang cukup tebal sehingga kuat untuk menahan
Universitas Sumatera Utara
33
getaran-getaran suara pada laring. Fungsi utama laring adalah menghasilkan suara dan juga
sebagai tempat keluar masuknya udara. Pangkal tenggorok disusun oleh beberapa tulang rawan
yang membentuk jakun. Pangkal tenggorok dapat ditutup oleh katup pangkal tenggorok
(epiglotis). Pada waktu menelan makanan, katup tersebut menutup pangkal tenggorok dan pada
waktu bernapas katu membuka. Pada pangkal tenggorok terdapat selaput suara yang akan
bergetar bila ada udara dari paru-paru, misalnya pada waktu kita bicara.
2.1.6. Cabang Batang Tenggorokan (Bronkus)
Tenggorokan (trakea) bercabang menjadi dua bagian, yaitu bronkus kanan dan bronkus
kiri. Struktur lapisan mukosa bronkus sama dengan trakea, hanya tulang rawan bronkus
bentuknya tidak teratur dan pada bagian bronkus yang lebih besar cincin tulang rawannya
melingkari lumen dengan sempurna. Bronkus bercabang-cabang lagi menjadi bronkiolus. Batang
tenggorokan bercabang menjadi dua bronkus, yaitu bronkus sebelah kiri dan sebelah kanan.
Kedua bronkus menuju paru-paru, bronkus bercabang lagi menjadi bronkiolus. Bronkus sebelah
kanan(bronkus primer) bercabang menjadi tiga bronkus lobaris (bronkus sekunder), sedangkan
bronkus sebelah kiri bercabang menjadi dua bronkiolus. Dinding alveolus mengandung kapiler
darah, melalui kapiler-kapiler darah dalam alveolus inilah oksigen dan udara berdifusi ke dalam
darah. Fungsi utama bronkus adalah menyediakan jalan bagi udara yang masuk dan keluar paruparu ( Evelyn, Pierce, 1992).
Universitas Sumatera Utara
34
Gambar 2.1 : Anatomi Paru
Sumber : (Evelyn. Pearce, Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis,
Tahun
1992, Hal 219).
Universitas Sumatera Utara
35
2.1.7. Fisiologi Pernapasan
Paru-paru dan dinding dada adalah struktur yang elastis. Dalam keadaan normal terdapat
lapisan cairan tipis antara paru-paru dan dinding dada sehingga paru-paru dengan mudah
bergeser pada dinding dada. Tekanan pada ruangan antara paru-paru dan dinding dada berada di
bawah tekanan atmosfer. Paru-paru teregang dan berkembang pada waktu bayi baru lahir. Pada
akhir ekspirasi tenang, cenderung terjadi “recoil” dinding dada yang diimbangi oleh
kecenderungan dinding dada berkerut kearah yang berlawanan (Guyton, 2006).
Otot diafragma yang terletak di bagian dalam dan luar interkostalis kontraksinya
bertambah dalam. Rongga toraks menutup dan mengeras ketika udara masuk ke dalam paruparu, diluar muskulus interkostalis menekan tulang iga dan mengendalikan luas rongga toraks
yang menyokong pada saat ekspirasi sehingga bagian luar interkostalis dari ekspirasi menekan
bagian perut. Kekuatan diafragma kearah atas membantu mengembalikan volume rongga pleura
(Guyton, 2006).
Pada waktu menarik napas dalam, maka otot berkontraksi, tetapi pengeluaran
pernapasan dalam proses yang pasif. Ketika diafragma menutup dalam, penarikan napas melalui
isi rongga dada kembali memperbesar paru-paru dan dinding badan bergerak hingga diafragma
dan tulang dada menutup ke posisi semula. Aktivitas bernapas merupakan dasar yang meliputi
gerak tulang rusuk sewaktu bernapas dalam dan volume udara bertambah (Syaifuddin, 2001).
Paru-paru merupakan struktur elastik yang mengempis seperti balon yang mengeluarkan
semua
udaranya
melalui
trakea
bila
tidak
ada
kekuatan
untuk
mempertahankan
pengembangannya, tidak terdapat perlengketan antara paru-paru dan dinding rongga dada. Paruparu mengapung dalam rongga dada dan dikelilingi lapisan tipis berisi cairan pleura yang
menjadi pelumas bagi gerakan paru-paru dalam rongga dada. Ketika melakukan pengembangan
dan berkontraksi maka paru-paru dapat bergeser secara bebas karena terlumas dengan rata
(Ganong, 2005).
Inspirasi merupakan proses aktif kontraksi otot-otot. Inspirasi menaikkan volume
intratoraks. Selama bernapas tenang, tekanan intrapleura kira-kira 2,5mmHg relatif terhadap
atmosfer. Pada permulaan, inspirasi menurun sampai -6mmHg dan paru-paru ditarik ke posisi
yang lebih mengembang dan tertanam dalam jalan udara sehingga menjadi sedikit negatif dan
udara mengalir ke dalam paru-paru. Pada akhir inspirasi, recoil menarik dada kembali ke posisi
Universitas Sumatera Utara
36
ekspirasi dimana tekanan recoil paru-paru dan dinding dada seimbang. Tekanan dalam jalan
pernapasan seimbang menjadi sedikit positif sehingga udara mengalir ke luar dari paru-paru
(Syaifuddin, 2001).
Pada saat inspirasi, pengaliran udara ke rongga pleura dan paru-paru berhenti sebentar
ketika tekanan dalam paru-paru bersamaan bergerak mengelilingi atmosfer. Pada waktu
penguapan, pernapasan volume sebuah paru-paru berkurang karena naiknya tekanan udara untuk
memperoleh dorongan keluar pada sistem pernapasan (Syaifuddin, 2001).
Selama pernapasan tenang, ekspirasi adalah pasif, dalam arti bahwa tidak ada otot-otot
yang menurunkan volume unuk toraks berkontraksi. Pada permulaan ekspirasi, kontraksi ini
menimbulkan kerja yang menahan kekuatan recoil dan melambatkan ekspirasi. Insiprasi yang
kuat berusaha mengurangi tekanan intrapleura sampai 30mmHg sehingga menimbulkan
pengembangan paru-paru dengan derajat yang lebih besar. Bila ventilasi meningkat seluas deflasi
maka paru-paru meningkat dengan kontraksi otot-otot pernapasan yang menurunkan volume
intratoraks (Syaifuddin, 2001).
2.1.9. Uji Faal Paru
Uji faal paru bertujuan untuk mengetahui apakah fungsi paru seseorang individu dalam
keadaan normal atau abnormal. Pemeriksaan faal paru biasanya dikerjakan berdasarkan indikasi
atau keperluan tertentu, misalnya untuk menegakkan diagnosis penyakit paru tertentu, evaluasi
pengobatan asma, evaluasi rehabilitasi penyakit paru, evaluasi fungsi paru bagi seseorang yang
akan mengalami pembedahan toraks atau abdomen bagian atas, penderita penyakit paru
obstruktif menahun, akan mengalami anestasi umum sedangkan yang bersangkutan menderita
penyakit paru atau jantung dan keperluan lainnya.
Secara lengkap uji faal paru dilakukan dengan menilai fungsi ventilasi, difusi gas, perfusi
darah paru dan transport gas O2 dan CO2 dalam peredaran darah. Fungsi pam disebut normal
apabila PaO2 lebih dari 50mmHg dan PaCO2 kurang dari 50mmHg dan disebut gagal napas
apabila PaCO2 kurang dari 50mmHg dan PaCO2 lebih dari 50mmHg. Apabila PaO2 lebih dari
50mmHg dan PaCO2 kurang dari 50mmHg, dikatakan bahwa fungsi difusi gas berlangsung
normal.
Universitas Sumatera Utara
37
Untuk keperluan praktis dan uji skrining, biasanya penilian faal paru seseorang cukup
dengan melakukan uji fungsi ventilasi paru. Apabila fungsi ventilasi nilainya baik, dapat
mewakili keseluruhan fungsi paru dan biasanya fungsi-fungsi paru lainnya juga baik. Penilaian
fungsi ventilasi berkaitan erat dengan penilaian mekanika pernapasan. Untuk menilai fungsi
ventilasi digunakan spirometer untuk mencatat grafik pernapasan berdasarkan jumlah dan
kecepatan udara yang keluar atau masuk ke dalam spirometer (Alsagaff,dkk, 2005).
2.1.10. Spirometri
Spirometri merupakan suatu metode sederhana yang dapat mengukur sebagian terbesar
volume dan kapasitas paru-paru. Spirometri merekam secara grafis atau digital volume ekspirasi
paksa dan kapasitas vital paksa. Volume Ekspirasi Paksa (VEP) atau Forced Expiratory Volume
(FEV) adalah volume dari udara yang dihembuskan dari paru-paru setelah inspirasi maksimum
dengan usaha paksa minimum, diukur pada jangka waktu tertentu. Biasanya diukur dalam 1 detik
(VEP1). Kapasitas Vital paksa atau Forced Vital Capacity (FVC) adalah volume total dari udara
yg dihembuskan dari paru-paru setelah inspirasi maksimum yang diikuti oleh ekspirasi paksa
minimum. Pemeriksaan dengan spirometer ini penting untuk pengkajian fungsi ventilasi paru
secara lebih mendalam. Jenis gangguan fungsi paru dapat digolongkan menjadi dua yaitu
gangguan fungsi paru obstruktif (hambatan aliran udara) dan restriktif (hambatan pengembangan
paru). Seseorang dianggap mempunyai gangguan fungsi paru obstruktif bila nilai VEP1/KVP
kurang dari 70% dan menderita gangguan fungsi paru restriktif bila nilai kapasitas vital kurang
dari 80% dibanding dengan nilai standar (Alsagaff, dkk, 2005).
Prosedur yang paling umum digunakan adalah subyek menarik nafas secara maksimal
dan menghembuskannya secepat dan selengkap mungkin dan Nilai KVP dibandingkan terhadap
nilai normal dan nilai prediksi berdasarkan usia, tinggi badan dan jenis kelamin. Spirometer
menggunakan prinsip salah satu hukum dalam fisika yaitu hukum Archimedes. Hal ini tercermin
pada saat spirometer ditiup, ketika itu tabung yang berisi udara akan naik turun karena adanya
gaya dorong ke atas akibat adanya tekanan dari udara yang masuk ke spirometer. Spirometer juga
menggunakan hukum newton yang diterapkan dalam sebuah katrol. Bandul ini kemudian
dihubungkan lagi dengan alat pencatat yang bergerak diatas silinder berputar. Pemeriksaan
dengan spirometer ini penting untuk pengkajian fungsi ventilasi paru secara lebih mendalam.
Universitas Sumatera Utara
38
Melalui spirometri ini, bisa diketahui gangguan obstruksi ,sumbatan dan restriksi atau
pengembangan paru. (Blondshine,2000 )
Gambar 2.2: Spirometri ( Dewan Asma Nasional Australia)
2.1.11 Faktor yang perlu dipertimbangkan ketika Memilih sebuah spirometer

Mudah digunakan

Penyediaan mudah dibaca menampilkan real-time grafis dari manuver

Pemberian umpan balik langsung tentang kualitas penerimaan termasuk reproduktifitas

Penyediaan laporan spirometri disesuaikan akhir

Harga dan biaya operasional

Keandalan dan kemudahan pemeliharaan

Pelatihan, pelayanan dan perbaikan spirometer disediakan

Kemampuan untuk percobaan spirometer dalam pengaturan Anda sebelum membeli

Penyediaan sensor sekali pakai atau sirkuit pernapasan yang dapat dengan mudah
dibersihkan dan didesinfeksi

Penyediaan sesuai nilai normal dengan batas bawah normal

Penyediaan sebuah manual yang komprehensif yang menjelaskan operasi spirometer itu
pemeliharaan dan kalibrasi
Universitas Sumatera Utara
39

Kalibrasi persyaratan

Kesesuaian dengan standar kinerja spirometri diterima

Sesuai standar keselamatan listrik (Dewan Nasional Asma
Australia).
2.1.12. Sejarah Terciptanya Spirometer
129-200 A.D.: Galen melakukan eksperimen ‘volumetric’ terhadap saluran udara manusia.
Dia menyuruh seorang anak menghirup dan mengeluarkan udara dan
menemukan volum gas,setelah beberapa waktu,tetap. Galen menemukan
ukuran yang mutlak dari ukuran paru-paru.
1681: Borelli mencoba untuk mengukur volume inspirasi dalam satu kali bernafas.
Dia melakukannya dengan menghisap cairan dari tabung silinder. (JPHAS,
Winter 2005)
1718:
Jurin J. meniupkan udara dalam kantung dan mengukur volume udara
menggunakan prinsip arcimedes.Dia mengukur 650 ml volum tidal dan
volume ekspirasi maksimal sebanyak 3610 ml.
1788: Goodwyn E. menghisap air ke dalam bejana berisi udara yang sudah diukur
beratnya dalam skala. Dia menyebutkan bahwa kapasitas vital paru-paru
dapat mencapai 4460 ml. Dia memeriksa temperaturnya, tapi dia tidak
menggunakan nose-clip.
1793: Abernethy mencoba untuk menentukan seberapa jauh kadaluarsa gas yang
dihabiskan oksigen. Dia mengumpulkan gas-gas kadaluarsa di sekeliling
merkuri. Abernethy mengukur kapasitas vital paru-paru adalah 3150 ml.
(JPHAS, Winter 2005)
1796: Menzies R. mencelupkan seorang laki-laki ke dalam air berisi lebih dari satu
barel ke dagunya dan mengukur kenaikan dan penurunan tingkatan sekitar
dagu. Dengan metode ‘body plethysmography’,dia menentukan volume tidal
paru-paru.
Universitas Sumatera Utara
40
1799: Pepys W.H. jun. menemukan volum tidal biasa menjadi 270 ml dengan
menggunakan dua gasometer air raksa dan sebuah gastometer biasa.
1800: Davy H. mengukur kapasitas vital paru-parunya sendiri sebesar 3110 ml.
volume tidal paru-paru sebesar 210 ml menggunakan gasometer dan volume
residu paru-paru sebesar 590-600 ml menggunakan metode pengenceran
hidrogen atau hydrogen dilution method. ( JPHAS,2005)
1813: Kentish E. menggunakan pulmometer yang cukup sederhana untuk
mempelajari volum saluran udara ketika sakit.
1831: Thrackrah C.T. menggambarkan pulmometer mirip dengan
Kentish, tetapi
udara memasuki botol kaca dari bawah. Disana tidak terdapat perbaikan
untuk tekanan, sehingga pengukuran mesin tidak hanya terpaku pada
volume respirasi tetapi juga kekuatan dari otot-otot ekspirasi.
1844: Maddock, A.B. mempublikasikan di Lancet, sebuah surat untuk editor
tentang “Pulmometer” nya. “Penemuan luar biasa yang saya temukan sangat
berguna untuk mengukur kekuatan dari paru-paru di dalam lingkungan dan
kondisi yang berbeda.” Maddock tidak menyebutkan Thrackrah atau
Kentish.
1845: Vierordt mempublikasikan bukunya ‘Physiologie des Athmens mit
besonderer Rücksicht auf die Auscheidung der Kohlensäure’. Walaupun
Vierordt tertarik tentang penentuan penghembusan nafas, dia telah
melakukan penentuan parameter volume dengan seksama. Dalam
percobaannya dia menggunakan ‘expirator’. Vierordt mendeskripsikan
beberapa parameter tersebut masih digunakan dewasa ini dalam spirometer
modern. Sebagai contoh volume residu (‘Rückständige Luft’), kapasitas
vital (‘vitales Atmungsvermögen’)
1852: John Hutchinson mempublikasikan laporannya tentang air di spirometer
yang tetap digunakan sampai hari ini hanya dengan perubahan kecil
(perubahan besar yang terjadi sekarang adalah penambahan alat pengukur
Universitas Sumatera Utara
41
grafik dan waktu dan reduksi masa bel). Hutchinson mencatat kapasitas
vital
paru-paru
4000
orang
dengan
spirometernya.
Dia
mengklasifikasikan manusia, sebagai contoh ‘Paupers’, ‘First Battalion
Grenadier Guards’, ‘Pugilists and Wrestlers’, ‘Giants and Dwarfs’,
‘Girls’, ‘Gentleman’, ‘Deseased cases’. Dia menunjukan bahwa kapasitas
vital paru-paru berbanding lurus dengan tinggi dan dia pun menunjukan
bahwa kapasitas vital paru-paru tidak memiliki kaitan dengan berat
badan. Hutchinson telah memulai pekerjaannya dengan spirometers pada
tahun 1844. (Tissier)
1854: Wintrich mengembangkan spirometer yang sudah diperbaharui, pengunaan
spirometer ini lebih sederhana dibandingkan dengan spirometer
Hutchinson. Wintrich menguji 4000 orang dengan spirometernya.
Terdapat 500 kasus tentang penyakit di paru-paru. Dia menyimpulkan
ada 3 parameter yang menentukan kapasitas vital paru-paru yaitu tinggi
badan, berat badan dan umur. (Tissier)
1859: E.Smith mengembangkan konsep spirometer portabel dan mencoba untuk
mengukur metabolisme gas.
1866: Salter menambahkan kymograph pada spirometer untuk merekam waktu
serta volume yang diperoleh.
1868:
1879:
Bert.P memperkenalkan plethysmography total tubuh.
Gad.J menerbitkan sebuah artikel tentang pneumatography yang
ditambahkan sebagai parameter dar pemeriksaan spirometer dan juga
perubahan volume rongga dada selama inspirasi dan ekspirasi.
1902: Brodie.T.G adalah yang pertama mengunnakan spirometer baji bawah,
pendahulu dari spirometer fleisch yang masih digunakan saat ini.
Universitas Sumatera Utara
42
1904: Tissor memperkenalkan spirometer sirkuit tertutup.
1959: Wright B.M dan McKerrow C.B memperkenalkan peak flow meter.
1974: Campbell memperkembangkan suatu peak flow meter yang ringan dan
murah. (Brockbank)
2.1.13. Indikasi Spirometri
Ada beberapa indikasi-indikasi dari pemeriksaan spirometri seperti:
Diagnostik• Untuk mengevaluasi gejala dan tanda
• Untuk mengukur efek penyakit pada fungsi paru
• Untuk menilai resiko pra-operasi
• Untuk menilai prognosis
• Untuk menilai status kesehatan sebelum memulai aktivitas fisik berat program
Monitoring•
Untuk menilai intervensi terapeutik
•
Untuk menggambarkan perjalanan peyakit yang mempengaruhi fungsi paru-paru
•
Untuk memantau efek samping obat dengan toksisitas paru diketahui
•
Untuk memantau orang terkena agen merugikan
Penurunan Nilai Evaluasi• Untuk menilai pasien sebagai bagian dari program rehabilitasi
• Untuk menilai resiko seb agai bagian dari evaluasi asuransi
Universitas Sumatera Utara
43
2.1.14. Volume Statik Dan Volume Dinamik
Dibawah ini adalah jenis-jenis volume statik dan volume dinamik yang dapat
diukur dengan menggunakan spirometri kecuali Volume Residu, Kapasitas Total paru dan
Kapasitas Residu Fungsional:
Volume Statik• Volume Tidal ( VT )
• Volume Cadangan Inspirasi ( VCI )
• Volume Cadangan Ekspirasi ( VCE )
• Volume Residu ( VR )
• Kapasiti Vital ( KV )
• Kapasiti Vital Paksa ( KVP )
• Kapasiti Residu Fungsional ( KRF )
• Kapasiti Paru Total ( KPT )
Volume Dinamik• Volume Ekspirasi Paksa Detik Pertama ( VEP1 )
• Maximal Voluntary Ventilasi ( MVV )
e)
Vital Capacity (VC): adalah jumlah udara (dalam liter) yang keluar dari paru
sewaktu pernapasan yang normal. Responden diinstruksi untuk menginhalasi dan
mengekspirasi secara normal untuk mendapat ekspirasi yang maksimal. Nilai
normal biasanya 80% dari jumlah total paru. Akibat dari elastisitas paru dan
keadaan toraks, jumlah udara yang kecil akan tersisa didalam paru selepas
ekspirasi maksimal. Volume ini disebut residual volume (RV). (Guyton, 2006)
f)
Forced vital capacity (FVC): Seetelah mengekspirasi secara maksimal, responden
disuruh menginspirasi dengan usaha maksimal dan mengekspirasi secara kuat dan
Universitas Sumatera Utara
44
cepat. KVP adalah volume udara yang diekspirasi ke dalam spirometri dengan usaha
inhalasi yang maksimum
( Ganong, 2005)
g) Forced expiratory volume (FEV: Pada awalnya maneuver KVP diukur dengan
volume udara keluar ke dalam spirometri dengan interval 0.5, 1.0, 2.0, dan 3.0 detik.
Jumlah dari semua nilai itu memberikan ukuran sebanyak 97% dari KVP. Secara
umum, VEP1 digunakkan lebih banyak yaitu volume udara yang diekspirasi ke dalam
spirometri pada 1 saat. Nilai normalnya adalah 70% dari KVP. (Ganong, 2005)
h) Maximal voluntary ventilation (MVV): Responden akan bernapas sedalam dan
secepat mungkin selama 15 detik. Rerata volume udara (dalam liter) menunjukkan
kekuatan otot respiratori. (Guyton, 2006)
2.1.15. Cara Pengunaan Spirometri

Siapkan alat spirometer, dan kalibrasi harus dilakukan sebelum pemeriksaan.

Pasien harus dalam keadaan sehat, tidak ada flu atau infeksi saluran napas bagian atas
dan hati-hati pada penderita asma karena dapat memicu serangan asma.

Pasien harus menghindari memakai pakaian yang ketat dan makan makanan berat
dalam waktu 2 jam.

Pasien juga tidak harus merokok dalam waktu 1 jam dan menkonsumsi alkohol dalam
waktu 4 jam.

Masukkan data yang diperlukan , yaitu umur, jenis kelamin, tinggi badan, berat
badan, dan ras untuk megetahui nilai prediksi.

Beri pentunjuk dan demonstrasikan maneuver pada pasien, yaitu pernafasan melalui
mulut, tanpa ada udara lewat hidung dan celah bibir yang mengatup mouth piece.

Pasien dalam posisi duduk atau berdiri, lakukan pernapasan biaa tiga kali berturutturut, dan langsung menghisap sekuat dan sebanyak mungkin udara ke dalam paruparu, dan kemudian dengan cepat dan sekuat-kuatnya dihembuskan udara melalui
mouth piece.

Manuver dilakukan 3 kali untuk mendapatkan hasil terbaik ( Johns DP, Pierce, 2007).
Universitas Sumatera Utara
45
Gambar 2.3: Cara Melakukan Pemeriksaan Spirometri (British Thoracic Society)
2.1.16. Beberapa Masalah yang berkaitan dengan pemeriksaan spirometri:
1. Submaksimal usaha
2. Kebocoran antara bibir dan mulut
3. Tidak lengkap inspirasi atau ekspirasi (sebelum atau selama manuver paksa)
4. Ragu-ragu pada awal pemeriksaan
5. Batuk (terutama dalam hitungan detik pertama ekspirasi)
6. Penutupan Glotis
7. Obstruksi corong dengan lidah
8. Fokalisasi selama manuver dipaksa
9. Buruknya postur tubuh.
Universitas Sumatera Utara
46
Sekali lagi, demonstrasi prosedur akan mencegah banyak masalah yang berkaitan dengan
pemeriksaan spirometri dan, mengingat bahwa semua upaya pengukuran tergantung akan
variabel pada pasien yang tidak kooperatif atau mencoba untuk menghasilkan nilai-nilai rendah.
Penutupan glotis harus dicurigai jika aliran berhenti tiba-tiba selama tes bukan menjadi halus
terus menerus kurva. Rekaman dengan batuk, terutama jika ini terjadi dalam hitungan detik
pertama, atau ragu-ragu di awal harus ditolak. Fokalisasi selama pengujian akan mengurangi arus
dan tidak bisa melakukan manuver dengan leher diperpanjang sering membantu. Upaya yang
kuat diperlukan untuk spirometri sering difasilitasi dengan menunjukkan tes sendiri. InstrumenTerkait Masalah Ini sangat tergantung pada jenis spirometer yang digunakan. Pada volumeperpindahan spirometer mencari kebocoran pada koneksi selang; pada aliran-sensing spirometer
mencari robekan dan air mata dalam tabung konektor flowhead, di spirometer elektronik sangat
berhati-hati tentang kalibrasi, akurasi dan linearitas. Standar menyarankan memeriksa kalibrasi
setidaknya setiap hari dan diri-tes sederhana spirometer merupakan pemeriksaan, tambahan
sehari-hari berguna bahwa instrumen berfungsi dengan benar. (Johns DP, Pierce R, 2007)
2.1.16. Prediksi Normal
Prediksi Nilai normal Untuk menginterpretasikan tes fungsi ventilasi dalam setiap
individu, bandingkan hasilnya dengan nilai-nilai referensi yang diperoleh dari yang jelas populasi
subyek normal cocok untuk jenis kelamin, umur, tinggi dan asal etnis dan menggunakan tes
serupa protokol, dan instrumen hati-hati dikalibrasi dan divalidasi. Nilai diprediksi Normal untuk
fungsi ventilasi umumnya bervariasi sebagai berikut:
5)
Jenis Kelamin: Untuk ketinggian tertentu dan usia, laki-laki memiliki VEP1, KVP,
FEF25%-75% dan PEF yang lebih besar tetapi memiliki VEP1/KVP yang relatif lebih kecil.
6) Umur: VEP1, KVP, FEF25-75% dan PEF meningkat sementara penurunan VEP1/ KVP
dengan usia sampai sekitar 20 tahun pada wanita dan 25 tahun pada pria. Setelah ini,
semua indeks bertahap turun, meskipun kadar penurunan yang tepat tidak diketahui karena
keterkaitan antara usia dan tinggi badan. Penurunan VEP1/ KVP dengan usia pada orang
dewasa karena penurunan yang lebih besar pada VEP1 dari KVP.
Universitas Sumatera Utara
47
7) Tinggi: Semua indeks selain VEP1/ KVP meningkat.
8) Etnis asal: Polinesia termasuk yang paling rendah memiliki VEP1 dan KVP dari
berbagai kelompok etnis seperti kaukasia dan afrika.
(Miller MR, Hanikinson
JL, 2005)
2.1.17. Interpretasi Fungsi Ventilasi
Pengukuran fungsi ventilasi sangat berguna dalam arti diagnostik dan juga berguna
dalam mengikuti riwayat alami penyakit selama periode waktu, menilai risiko pra operasi dan
dalam mengukur dampak pengobatan. Kelainan ventilasi dapat disimpulkan jika ada VEP1, KVP,
PEF atau VEP1/KVP adalah luar kisaran normal.
•
Normal: KVP≥ 80%, VEP1/KVP≥75%
•
Gangguan Obstruksi: VEP1< 80% nilai prediksi, VEP1/KVP< 70% nilai prediksi
•
Gangguan Restriksi: Kapasitas Vital (KV)< 80% nilai prediksi, KVP<80%
•
Gangguan Campuran: KVP< 80% nilai prediksi, VEP1/KVP< 75% nilai prediksi
(Johns DP, Pierce, 2007).
2.1.18. Cek Kalibrasi
Dari sudut pandang praktis maka perlu melakukan pemeriksaan kalibrasi pada spirometer
jarum suntik kalibrasi biasanya dibutuhkan. Frekuensi melakukan pemeriksaan akan berbeda
dengan setting klinis dan jenis instrumen yang digunakan, dan kebutuhan untuk menyesuaikan
kalibrasi akan tergantung pada apakah itu adalah di luar batas kontrol. Spirometer yang dikenali
sebagai Flow spirometer umumnya memerlukan pemeriksaan kalibrasi sehari-hari. Faktor
penting adalah stabilitas kalibrasi dari waktu ke waktu dan ini hanya dapat dibentuk dengan tabir,
setelah dilakukan pemeriksaan kalibrasi banyak pada instrumen. Semua spirometer harus
dikalibrasi ulang setelah pembersihan atau disinfeksi, atau jika hasil yang tidak biasa atau tidak
diharapkan menunjukkan masalah. Biasanya, spirometer harus akurat (volume ke dalam ± 0,05 L
atau ± 3%, mana yang lebih besar; mengalir ke dalam ± 0,2 L/detik atau ± 5%, mana yang lebih
besar) dan dikalibrasi secara berkala dengan jarum suntik (bersertifikat) yang akurat 3L. Ketika
Universitas Sumatera Utara
48
sebuah spirometer akan dipindahkan ke lingkungan yang lebih dingin atau lebih panas, penting
untuk memberikan waktu untuk itu untuk mencapai baru suhu dan mengukurnya.
Demikian pula, kalibrasi jarum suntik harus pada suhu yang sama seperti spirometer dan
untuk alasan ini biasanya disimpan di dekat spirometer. Untuk mendeteksi perubahan kinerja
spirometer keseluruhan, fungsi ventilasi dari satu atau lebih subyek dengan fungsi pernafasan
yang stabil harus diukur dan dicatat secara teratur sebagai bagian dari kualitas yang sedang
berlangsung mengendalikan program. Rekaman pemeriksaan kalibrasi, kontrol kualitas dan
sejarah pelayanan harus disimpan dengan peralatan. Dalam operasi, menguji diri sendiri (jika
Anda memiliki fungsi stabil) pada spirometer Anda setiap minggu atau dua adalah cara yang
praktis memastikan kontrol kualitas. Sebuah variasi dari> 5% pada VEP1 atau KVP harus
mengingatkan Anda untuk masalah dan kebutuhan untuk memiliki instrumen Anda dengan benar
diperiksa
dan
diservis
Perangkat
pengukuran
aliran
(pneumotachographs
misalnya,
turbinometers) harus diperiksa secara teratur untuk linearitas selama rentang fisiologis arus (0-14
L per detik). Sebuah tes yang baik dari linearitas adalah untuk memberikan volume tertentu
(misalnya dengan jarum suntik 3L) di berbagai arus, memastikan bahwa volume dicatat oleh
instrumen dekat dengan 3,00 L selama rentang seluruh arus. Ketika 3L dilewatkan ke dalam
spirometer harus merekam volume ke dalam ± 3,5%; yaitu, spirometer adalah akurat jika volume
tercatat adalah antara 2,895 L dan 3.105 L. Peak flow meter umumnya dapat diharapkan aus
setelah sekitar 12 sampai 24 bulan penggunaan berat, meskipun ada ini sedikit dipublikasikan
data untuk mendukung ini, sedangkan spirometer volume perpindahan akan biasanya tahun
terakhir jika benar service dan pemeliharaan. (Johns DP, Pierce, 2007)
Universitas Sumatera Utara
Download