“kecenderungan isi program berita kriminal “buser” di sctv”

advertisement
“KECENDERUNGAN ISI PROGRAM BERITA
KRIMINAL “BUSER” DI SCTV”
(Analisis Isi Terhadap Periode Bulan Mei 2008)
Disusun Oleh :
Nama
: Stevanus Agung
NIM
: 04103 – 002
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS MERCU BUANA
JAKARTA
2009
UNIVERSITAS MERCU BUANA
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
PROGRAM STRATA 1 BROADCASTING KOMUNIKASI
ABSTRAKSI
Stevanus Agung (04103-002)
Judul: Kecenderungan Isi Program Berita Kriminal “BUSER” di SCTV
( Analisis Terhadap Bulan Mei 2008)
99 halaman + 15 tabel + 4 lampiran
Banyak stasiun televisi yang memandang perlu menyiarkan berita kriminal
karena menurut pendapat mereka, kriminalitas merupakan musuh masyarakat.
Masyarakat perlu diberi tahu tentang bahaya yang sedang atau akan mengancam
mereka. Namun, terdapat banyak keluhan bahwa program berita kriminal selalu
mengeksploitasi pelaku kejahatan maupun korban sebagai bagian dari peristiwa
yang layak dikonsumsi oleh masyarakat, oleh karena itu perhatian terhadap
masyarakat yang menonton tayangan berita kriminal perlu ditingkatkan. Program
berita kriminal Buser yang ditayangkan di SCTV berisikan berita. Dalam
penelitian ini, ingin mengetahui kecenderungan berita-berita kriminal pada
tayangan program Buser SCTV yang dilihat dari perspektif Pedoman Perilaku
Penyiaran dan Standar Program Siaran.
Berita-berita yang termasuk dalam berita-berita kejahatan adalah
pembunuhan, penodongan, pencopetan, perampokan, pencurian, perkosaan,
narkoba, dan lain sebagainya yang melanggar undang-undang. Adapun yang
menjadi konsep inti penelitian ini adalah isi berita kriminal yang menyangkut
gambar, naskah, suara, dan identitas,
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan pendekatan
deskriptif , sedangkan pendekatan yang dipergunakan adalah kuantitatif, dimana
data-data diperoleh dengan melakukan rekaman (taping) pada sampel yang telah
ditentukan, untuk kemudian analisis terhadap tayangan tersebut.
Dalam penelitian ini diperoleh hasil bahwa tema berita yang paling banyak
adalah berita pembunuhan dan penganiayaan, kategori gambar sesuai sebesar
90%, kategori suara netral sebesar 70%, kategori naskah tidak mengadili sebesar
95%, kategori identitas sesuai sebesar 81%. Dapat disimpulkan bahwa
pemberitaan tayangan berita kriminal Buser SCTV peride bulan Mei 2008
cenderung sesuai dengan kaidah pemberitaan berita kriminal, yang dalam hal ini
adalah pedoman perilaku penyiaran dan standar program siaran.
Kata Pengantar
Puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah Bapa di surga yang
senantiasa mencurahkan anugrahnya, karena dengan tuntunan dan bimbinganNya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Madah dan pujian penulis haturkan
pula kepada Jesus Crist, yang selalu menyediakan apa yang dibutuhkan penulis.
Penulis menyadari sepenuhnya behwa selesainya skripsi ini tidak lepas
dari doa, dukungan, semangat serta bimbingan dari berbagai pihak, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Maka dalam kesempatan ini, penulis tidak lupa
menyampaikan ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :
1.
Ibu Feni Fasta, SE, M.Si, selaku dosen pembimbing I, atas kesediaan dan
kesabarannya membimbing penulis. Terima kasih pula atas dukungan,
semangat, koreksi dan kritik yang sangat membantu dalam menyelesaikan
penyusun skripsi ini.
2.
Bapak Heri Budianto, S. Sos, M.Si, selaku pembimbing II atas kesediaan
waktu untuk konsultasi, koreksi, kritik serta saran yang sangat membantu
penulus menyelesaikan skripsi ini.
3.
Ibu Dra.Diah Wardhani, M.si selaku Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi
Universitas Mercu Buana.
4.
Bapak Ponco Budi Sulistyo, S.Sos, M.Comm, selaku Kaprodi Broadcasting
Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana.
5.
Bapak Drs. Riswandi, selaku Pembimbing Akademik.
6.
Bapak Drs. Andi Fachrudin, M.Si selaku koder, atas kesediaan waktunya
meneliti tayangan dan mengisi lembar pengkodingan.
7.
Bapak Afdal Makuraga, S.Sos, MM, selaku koder, atas kesediaan waktunya
meneliti dan mengisi lembar pengkodingan.
8.
Kedua orang tua tercinta, Mom and Dad yang senantiasa memberikan
dukungan dan motivasi, serta adikku yang sangat aku sayangi. Love you all.
9.
Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana.
Khususnya Dosen bidang studi Broadcasting yang telah memberikan ilmu
serta pengalaman yang berharga kepada penulis.
10.
My Love, Nunung Nuryani, yang tiada hentinya memberikan semangat,
doa, dan dorongan kepada penulis.
12.
Kepada sahabat-sahabatku Adul, Cumy, Jaun, Ablak, Dika, Yadi, Asep,
Ares, Susi, yang selalu memberikan motivasi, dan keceriaan.
11.
Kepada teman-teman seperjuangan angkatan 2003: Christian Cahyadi, Acul,
Aji, Ipul, Yoris, Bayu, Dancok, Agus, Indri, Risma, Black, Bim-bim, Fahmi,
Obie, Dsong, Manay, serta rekan-rekan Broadcasting yang lain, yang tidak
dapat disebutkan satu persatu, atas bantuan, semangat, dukungan serta
kebersamaan kalian. Senang bisa mengenal kalian.
12.
Kepada seluruh staf TU dan Karyawan Fakultas Ilmu Komunikasi.
13.
Serta semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini.
Akhir kata dengan segala kerendahan hati, peneliti mohon maaf yang
sebesar-besarnya atas kekurangan yang terdapat dalam skripsi ini. Dan untuk itu
semua, saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat diharapkan demi
kesempurnaan skripsi ini. Besar harapan peneliti semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.
Jakarta, 24 Juli 2009
Penulis
DAFTAR ISI
COVER
LEMBAR PERSETUJUAN SIDANG
LEMBAR TANDA LULUS SIDANG SKRIPSI
LEMBAR PENGESAHAN PERBAIKAN SKRIPSI
ABSTRAKSI....................................................................................... i
KATA PENGANTAR......................................................................... ii
DAFTAR ISI....................................................................................... v
DAFTAR TABEL............................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN....................................................................... xi
BAB I : PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah....................................................... 1
1.2. Pokok Permasalahan............................................................. 7
1.3. Tujuan Penelitian.................................................................. 7
1.4. Manfaat Penelitian................................................................ 8
1.4.1. Manfaat akademis........................................................ 8
1.4.2. Manfaat Praktis............................................................ 8
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Komunikasi....................................................... 9
2.2. Pengertian Komunikasi Massa............................................ 11
2.3. Televisi Sebagai Media Komunikasi Massa....................... 15
2.4. Program Televisi................................................................. 18
2.5. Program Berita Televisi...................................................... 20
2.6. Program Berita Kriminal.....................................................22
2.7. Gambar Dalam Berita Kriminal.......................................... 24
2.8. Suara Dalam Berita Kriminal..............................................26
2.9 Naskah Dalam Berita Kriminal........................................... 26
2.10. Identitas Dalam Berita Kriminal......................................... 28
2.11. Kaidah dan Etika Pemberitaan Televisi.............................. 29
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Sifat Penelitian...................................................................... 32
3.2. Metode Penelitian................................................................. 32
3.3. Populasi dan Sampel............................................................. 33
3.3.1. Populasi........................................................................ 33
3.3.2. Sampel..........................................................................33
3.4. Teknik Pengumpulan Data.................................................... 35
3.5. Definisi Konsep dan Operasionalisasi Kategorisasi............. 36
3.5.1. Definisi Konsep........................................................... 36
3.5.2. Operasionalisasi Kategorisasi...................................... 37
3.5.2.1. Kategori Gambar.............................................. 41
3.5.2.2. Kategori Suara................................................. 42
3.5.2.3. Kategori Naskah...............................................43
3.5.2.4. Kategori Identitas............................................. 44
3.6. Uji Reliabilitas...................................................................... 50
3.7. Analisa Data.......................................................................... 53
BAB IV : HASIL PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum Tentang Objek Penelitian........................ 55
4.1.1. Sejarah dan Perkembangan SCTV............................... 55
4.1.2. Program SCTV............................................................ 57
4.1.3. Program Buser SCTV.................................................. 58
4.2. Hasil Penelitian..................................................................... 59
4.2.1. Kategori Gambar.......................................................... 61
4.2.1.1. Kategori Gambar Sesuai.................................. 63
4.2.1.2. Kategori Gambar Tidak Sesuai........................ 66
4.2.2. Kategori Suara............................................................. 68
4.2.2.1. Kategori Suara Sesuai...................................... 70
4.2.2.2. Kategori Suara Tidak Sesuai............................ 72
4.2.2.3. Kategori Suara Netral...................................... 75
4.2.3. Kategori Naskah...........................................................77
4.2.3.1. Kategori Naskah Dengan Gaya Bahasa
Mengadili......................................................... 79
4.2.3.2. Kategori Naskah Dengan Gaya Bahasa
Tidak Mengadili............................................... 81
4.2.4. Kategori Identitas......................................................... 84
4.2.4.1. Kategori Identitas Sesuai................................. 86
4.2.4.2. Kategori Identitas Tidak Sesuai....................... 89
4.3. Analisa dan Pembahasan.......................................................91
BAB V : PENUTUP
5.1. Kesimpulan........................................................................... 97
5.2. Saran..................................................................................... 98
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 3.5.2.a Operasionalisasi kategorisasi tema berita
Tabel 3.5.2.b Operasionalisasi kategorisasi isi berita
Tabel 4.2
Jumlah Pemberitaan Kriminal pada Tayangan “BUSER” di SCTV
periode Bulan Mei 2008
Tabel 4.2.1
Jumlah Gambar pada Tayangan “BUSER” di SCTV periode Bulan
Mei 2008
Tabel 4.2.1.1 Jumlah Gambar Sesuai pada Tayangan “BUSER” di SCTV periode
Bulan Mei 2008
Tabel 4.2.1.2 Jumlah Gambar Tidak Sesuai pada Tayangan “BUSER” di SCTV
periode Bulan Mei 2008
Tabel 4.2.2
Jumlah Suara pada Tayangan “BUSER” di SCTV periode Bulan
Mei 2008
Tabel 4.2.2.1 Jumlah Suara Sesuai pada Tayangan “BUSER” di SCTV periode
Bulan Mei 2008
Tabel 4.2.2.2 Jumlah Suara Tidak Sesuai pada Tayangan “BUSER” di SCTV
periode Bulan Mei 2008
Tabel 4.2.3
Jumlah Naskah pada Tayangan “BUSER” di SCTV periode Bulan
Mei 2008
Tabel 4.2.3.1 Jumlah Naskah Mengadili pada Tayangan “BUSER” di SCTV
periode Bulan Mei 2008
Tabel 4.2.3.2 Jumlah Naskah Tidak mengadili pada Tayangan “BUSER” di
SCTV periode Bulan Mei 2008
Tabel 4.2.4
Jumlah Identitas pada Tayangan “BUSER” di SCTV periode Bulan
Mei 2008
Tabel 4.2.4.1 Jumlah Identitas Sesuai pada Tayangan “BUSER” di SCTV
periode Bulan Mei 2008
Tabel 4.2.4.2 Jumlah Identitas Sesuai pada Tayangan “BUSER” di SCTV
periode Bulan Mei 2008
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Lembar Koding I dan II ( koder 1 )
Lampiran 2.
Lembar Koding I dan II ( koder 2 )
Lampiran 3.
Standar Program Siaran
Lampiran 4.
Curricullum Vitae Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Masalah
Media massa merupakan jembatan informasi bagi masyarakat, yang tak
dapat dipungkiri telah menjadi kebutuhan mendasar, dimana masyarakat dapat
mengetahui apa yang terjadi di luar lingkungannya. Media massa televisi dapat
menceritakan berbagai macam peristiwa, baik itu berita yang dikategorikan
bersifat keras (hard news) maupun yang bersifat lunak (soft news).
Perkembangan teknologi pertelevisian saat ini sudah berkembang
sedemikian pesat sehingga dampak siarannya menyebabkan seolah-olah tidak ada
lagi batas antara satu tempat dengan tempat lainnya, terlebih setelah digunakannya
satelit untuk memancarkan signal televisi.
Maraknya industri pertelevisian di Indonesia saat ini, membuat pihak
stasiun televisi bersaing dalam menghasilkan program-program yang berkualitas.
Saat ini Indonesia mempunyai sepuluh stasiun televisi swasta dan satu televisi
nasional. Televisi banyak menyajikan program-program yang bersaing, program
tersebut bisa berupa hiburan ataupun berita. Saat ini stasiun televisi banyak
menyajikan bentuk program yang hampir serupa, sehingga membuat para
pemirsanya menjadi lebih selektif untuk bisa memilih program yang sesuai
dengan selera dan kebutuhannya. Sajian gandanya, gambar dan suara telah
mengantarkan media televisi pada posisinya yang khas dan menarik. Hal ini
menjadikan para pemilik stasiun televisi dituntut untuk lebih kreatif dalam
menciptakan dan menghasilkan program acara bagi pemirsanya.
Banyak stasiun televisi menyajikan berbagai paket program berita dengan
bermacam-macam karakter yang berbeda, ada paket berita yang bersifat umum
(general news) yang menyiarkan berita-berita umum seperti berita politik,
ekonomi, sosial misalnya Liputan6 (SCTV), Seputar Indonesia (RCTI),
Cakrawala (ANTV), Reportase (TransTV), Sidik (TPI), atau berita yang khusus
memberitakan masalah kriminal seperti Buser (SCTV), Patroli (INDOSIAR),
Sergap (RCTI). Munculnya program-program acara tersebut memberikan bukti
bahwa saat ini telah terjadi persaingan diantara stasiun televisi. Program-program
televisi terkesan bentuk dan jenisnya sama, hanya saja dikemas dalam kemasan
yang berbeda. Pihak stasiun televisi harus mampu menyajikan tayangan yang
menarik bagi pemirsanya, sehingga tayangan-tayangan tersebut dapat bersaing
dengan tayangan serupa di stasiun televisi lainnya.
Khusus untuk medium televisi, berdasarkan pengamatan beberapa ahli di
bidang pertelevisian menyebutkan bahwa informasi yang diperoleh melalui siaran
televisi dapat mengendap dalam daya ingatan menusia lebih lama jika
dibandingkan dengan perolehan informasi yang sama tetapi melalui membaca.
Hal tersebut dikarenakan gambar (visualisasi) bergerak yang berfungsi sebagai
tambahan dan dukungan informasi penulisan narasi penyaiar atau reporter
memiliki kemampuan untuk memperkuat daya ingat manusia dan memanggilnya
(recall) kembali.1
1
Deddy Iskandar Muda, Jurmalistik Televisi, ROSDA, 2003, hal 27
Medium televisi juga mampu memindahkan situasi apapun yang terjadi di
suatu tempat kepada penontonnya secara faktual. Hal ini pula yang menyebabkan
televisi dinilai memiliki daya rangsang yang kuat dibandingkan medium yang
lainnya. Pihak pengelola stasiun televisi hendaknya menyiapkan program
tayangan yang benar-benar berkualitas dan layak untuk dikonsumsi oleh khalayak.
Kualitas berita yang dihasilkan sebuah media televisi harus bisa
memberikan informasi yang berguna bagi pemirsanya, untuk itu diperlukan
adanya keeksklusifan tayangan yang disiarkan oleh televisi tersebut. Artinya,
berita yang ditayangkan merupakan berita yang terbaru dan memiliki kualitas
gambar yang bagus. Gambar dan berita yang bagus serta dikemas dengan menarik
dapat membuat pemirsa menyenangi tayangan tersebut, karena gambar dalam
sebuah tayangan dapat menceritakan situasi yang sedang terjadi kepada
pemirsanya.
Dalam mencari berita wartawan berdasarkan penegakan kode etik
jurnalistik dan praktek jurnalistik yang profesional menjadi benteng utama.
Artinya apabila wartawan dan insan pers dalam menjalankan tugasnya selalu
mentaati ketentuan code of ethics maupun ketentuan hukum serta profesional
seperti meneliti kebenaran informasi, melakukan chek and recheck, sumber
beritanya kredibel dan akurat serta tidak memihak (cover both side).2
Unsur visual dalam sajian berita mengandung peranan yang sangat
penting, dalam artian hasil liputan audio visual yang dilakukan oleh reporter dan
kameramen menjadi bahan utama dalam penyusunan sebuah berita. Berita sendiri
2
Hari Adiwidjaja, Wartawan Provesionalisme dan Kemandirian, Mimbar, 2002, hal-x
berarti suatu fakta atau ide atau opini aktual yang menarik dan akurat, serta
dianggap penting bagi sejumlah besar pembaca, pendengar, maupun penonton.
Tujuan utama penyajian berita adalah menginformasikan peristiwa penting
sebagai upaya untuk memberikan daya tarik agar orang mau membaca,
mendengar atau menonton sajian berita tersebut.3
Berkembangnya tayangan berita kriminal di televisi mendorong para
perencana program siaran televisi berusaha untuk membuat tayangan berita
kriminal yang dapat menarik perhatian penonton televisi dan mampu bersaing
dengan program acara sejenis di stasiun televisi lain. Semakin bertambah popular
acara kriminal tersebut, makin meningkat pula kecenderungan perencana program
untuk memasukkan adegan-adegan yang menunjukkan kebrutalan seperti adegan
tersangka dipukuli habis-habisan oleh massa.
Keberadaan televisi memang seperti pisau bermata dua, dimana satu pihak
memberi banyak informasi dan membuka mata kita tentang apa yang terjadi di
dunia, sementara pihak lain juga membawa dampak negatif, misalnya kecemasan
dan ketakutan akan tindak kriminal setelah menyaksikan berita-berita kriminal di
televisi. Selain itu, perencana program karena terlalu mengacu pada pembuatan
program acara kriminal yang mampu menarik perhatian penonton dengan
menampilkan adegan-adegan kekerasan terhadap para pelaku kejahatan,
dikhawatirkan akan mengabaikan penerapan asas praduga tak bersalah dalam
memberikan perlindungan terhadap tersangka dan korban kejahatan. Oleh karena
3
Deddy Iskandar Muda, ibid, hal 22
itu, selain membawa banyak fungsi, kehadiran televisi juga menimbulkan
beberapa disfungsi bagi khalayaknya.4
Berita–berita mengenai bencana dan kriminal merupakan berita yang
menyangkut masalah keselamatan manusia. Dalam pendekatan psikologi,
keselamatan adalah menempati urutan pertama bagi kebutuhan dasar manusia
(Basic Needs), sehingga tak heran apabila berita tersebut memiliki daya rangsang
tinggi bagi pemirsanya. Berita-berita yang memuat informasi mengenai tindak
kriminal menjadi kian menarik, karena saat ini hampir semua stasiun televisi
memiliki program dan waktu tayangan khusus untuk menampilkan informasi
berita kriminal.
Banyak stasiun televisi yang memandang perlu menyiarkan berita kriminal
karena menurut pendapat mereka, kriminalitas merupakan musuh masyarakat.
Masyarakat perlu diberi tahu tentang bahaya yang sedang atau akan mengancam
mereka. Kegiatan para penjahat harus di exposed supaya mereka mendapat
tekanan dan jera, setidaknya kegiatan mereka berkurang.5
Menurut Dja’far H. Assegaff, penggolongan berita kejahatan termasuk
segala kejadian yang melanggar peraturan dan undang-undang negara. Jadi
dapatlah disebutkan bahwa yang termasuk dalam berita-berita kejahatan adalah
pembunuhan, penodongan, pencopetan, perampokan, pencurian, perkosaan, dan
lain sebagainya, yang melanggar undang-undang.6
4
Dedy Djamlldin Malik, Dari Konstruksi ke Dekonstruksi: Refleksi atas Pemberitaan Televisi
Kita, dalam Wanita dan Media, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1997, hal 69
5
Soewardi Idris, Jurnalistik Televisi, Remadja Karya, 1987, hal 101
6
Dja’far H. Assegaff, Jurnalistik Masa Kini, Pengantar ke Praktek Kewartawanan, Ghalia
Indonesia, 1991, hal 44
Selama ini banyak keluhan bahwa program berita kriminal selalu
mengeksploitasi pelaku kejahatan maupun korban sebagai bagian dari peristiwa
yang layak dikonsumsi oleh masyarakat, oleh karena itu perhatian terhadap
masyarakat yang menonton tayangan berita kriminal perlu ditingkatkan. Dari sisi
gambar juga terdapat ketentuan yang menyebutkan bahwa adegan kekerasan tidak
boleh disajikan secara eksplisit, gambar luka-luka yang diderita oleh korban
kekerasan, kecelakaan, dan bencana tidak boleh disorot secara close up. Program
berita kriminal Buser yang ditayangkan di SCTV berisikan lintasan peristiwa yang
terjadi di masyarakat seperti kecelakaan, kebanjiran dan kebakaran. Namun dalam
program tersebut berita kriminal dari mulai berita tentang pencurian,
pembunuhan, narkoba, pemerkosaan, penipuan, serta berita-berita kriminal
lainnya lebih mendominasi.
Program Buser SCTV ditayangkan pertama kali pada bulan April 2002
dengan jam tayang pukul 11.30 WIB hingga pukul 12.00 WIB, meskipun pernah
tayang sebanyak dua kali sehari yaitu pada pukul 11.30 WIB dan pukul 17.30
WIB.
Alasan mengapa Buser SCTV dijadikan objek penelitian adalah karena
Program Buser SCTV merupakan program berita yang mengkhususkan liputannya
pada berita-berita kriminal, sesuai dengan tujuan penelitian yang ingin
mengetahui kecenderungan berita-berita kriminal pada tayangan program Buser
SCTV yang dilihat dari perspektif Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar
Program Siaran.
Alasan lainnya adalah karena program berita kriminal Buser SCTV mudah
diakses oleh anak-anak, sehingga dikhawatirkan merusak proses pembentukan
kedewasaan mereka.7
Sedangkan waktu penelitian adalah periode Mei 2008 dimaksudkan agar
penelitian lebih aktual karena periode tersebut belum begitu lama terjadi.
Beranjak dari latar belakang inilah penulis ingin melakukan penelitian
mengenai analisis isi berita kriminal dalam program Buser SCTV, yaitu suatu
analisis isi terhadap tayangan berita kriminal dilihat dari penayangan gambar dan
isi naskah periode 1 Mei 2008-31 Mei 2008.
1.2.
Pokok Permasalahan
Berdasarkan latar belakang diatas, maka pokok permasalahan dalam
penelitian ini adalah ”Bagaimana kecenderungan berita kriminal dilihat dari jenis
tindakan kriminal, penayangan gambar, suara, naskah dan identitas pelaku
kriminal dalam program Buser yang ditayangkan di SCTV periode 1 Mei 2008-31
Mei 2008 yang dilihat dari perspektif Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar
Program Siaran ?”.
1.3
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kecenderungan berita kriminal
dilihat dari jenis tindakan kriminal, penayangan gambar, suara, naskah, dan
identitas pelaku kriminal dalam program Buser yang ditayangkan di SCTV
7
Angelina P.P.sondakh, Kapanlagi.com
periode 1 Mei 2008-31 Mei 2008 yang dilihat dari perspektif Pedoman Perilaku
Penyiaran dan Standar Program Siaran..
1.4
Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat Akademis.
Dapat memberikan sumbangan pengetahuan dan pemahaman bagi
kalangan mahasiswa dan akademis mengenai isi dan penanyangan gambar berita
kriminal sebagai bagian dari isi media massa elektronik terutama televisi.
1.4.2
Manfaat Praktis
Memberikan
kontribusi
pemikiran
sebagai
masukan
bagi
pihak
penyelenggara program berita kriminal Buser SCTV dalam proses penayangan
beritanya, khususnya menyangkut tayangan gambar berita kriminal.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pengertian Komunikasi
Komunikasi merupakan prasyarat kehidupan manusia. Kehidupan manusia
akan tampak hampa atau tiada kehidupan sama sekali apabila tidak ada
komunikasi, karena tanpa adanya komunikasi, maka interaksi antar manusia, baik
itu secara perorangan, kelompok, maupun organisasi tidak mungkin akan dapat
terjadi. Interaksi sendiri dapat terjadi apabila terdapat aksi dan reaksi dari manusia
yang sedang berkomunikasi, yang dalam ilmu komunikasi dapat dikatakan
sebagai tindakan komunikasi.
Kata atau istilah komunikasi ( dari bahasa Inggris “communication”)
berasal dari “communicatus” dalam bahasa latin yang artinya “berbagi” atau
“menjadi milik bersama”. Dengan demikian, menurut Lexicographer (ahli kamus
bahasa), merujuk pada suatu upaya yang bertujuan berbagi untuk mencapai
kebersamaan. Sementara itu, dalam Webster’s News Collegiate Dictionary edisi
tahun 1997 antara lain dijelaskan bahwa komunikasi adalah “suatu proses
pertukaran informasi antara individu melalui sistem lambang-lambang, tandatanda, atau tingkah laku”.8
Komunikasi pada dasarnya adalah merupakan suatu proses yang
menjelaskan siapa, mengatakan apa, dengan saluran apa, kepada siapa? Dan
8
Sasa Djuarsa Sendjaja, Pengantar Ilmu Komunikasi, Pusat Penerbitan Universitas Terbuka,
Jakarta, 2003, hal 1.10
dengan akibat atau hasil apa? (Who? Says what? In which channel? To whom?
With what effect?).9
Setiap informasi yang disampaikan pada khalayak melalui media massa
pada hakikatnya adalah sebuah proses, dimana dalam proses tersebut ada beberapa
unsur
yang
membuat
sebuah
informasi
atau
pesan
tersebut
dapat
ditransformasikan menjadi sebuah komunikasi yang utuh. Secara sederhana proses
komunikasi tersebut terjadi bila ada sumber yang mengirimkan pesan melalui
suatu saluran agar sampai kepada khalayaknya.
Komunikasi merupakan sebuah proses artinya bahwa komunikasi
merupakan serangkaian tindakan atau peristiwa yang terjadi secara berurutan serta
berkaitan satu sama lainnya dalam kurun waktu tertentu. Sebagai suatu proses,
komunikasi tidaklah statis, tetapi dinamis dalam arti akan mengalami perubahan
dan akan berlangsung terus-menerus. Proses komunikasi melibatkan banyak
faktor atau unsur. Faktor-faktor atau unsur-unsur yang dimaksud antara lain dapat
mencakup pelaku atau peserta, pesan, saluran apa yang digunakan untuk
menyampaikan pesan, waktu, tempat, hasil atau akibat yang terjadi, serta situasi
atau kondisi pada saat berlangsungnya proses komunikasi.
Wilson (1989) mengartikan komunikasi sebagai suatu proses yang
menunjukkan kegiatan seorang individu membagi dan mempertukarkan informasi,
ide-ide, serta sikapnya dengan pihak lain.10 Sedangkan Schramm mendefinisikan
komunikasi sebagai proses saling berbagi informasi, gagasan, atau sikap.11 Dari
9
Ibid, hal 1.11
Aloliliweri, MS., Memahami Peran Komunikasi Massa Dalam Masyarakat, Citra aditya bakti,
Bandung, 1991, hal 21
11
ibid, hal 22
10
definisi tersebut dapat ditarik sebuah kesimpulan sederhana bahwa komunikasi
adalah sebuah proses penyampaian informasi dari komunikator kepada
komunikan yang menggunakan suatu saluran. Bila saluran yang digunakan adalah
media massa, maka disebut dengan komunikasi massa.
2.2
Pengertian Komunikasi Massa
Menurut Bittner dalam bukunya Mass Communication: An Introduction
(1980), komunikasi massa adalah pesan-pesan yang dikomunikasikan melalui
media massa pada sejumlah besar orang. Definisi ini memberikan batasan pada
komponen-komponen
dari
komunikasi
massa.
Komponen-komponen
itu
mencakup adanya pesan-pesan, media massa (Koran, majalah, TV, radio, dan
film), dan khalayak. Dalam konteks penelitian ini, maka komunikasi massa adalah
pesan-pesan dalam berita Buser yang dikomunikasikan melalui media massa
stasiun televisi SCTV pada sejumlah besar orang yang menonton.
Menurut Defleur dan Dennis dalam bukunya “Understanding Mass
Communication” (1985), komunikasi massa adalah suatu proses dalam mana
komunikator-komunikator menggunakan media untuk menyebarkan pesan-pesan
secara luas, dan secara terus menerus menciptakan makna-makna yang diharapkan
dapat mempengaruhi khalayak yang besar dan berbeda-beda dengan melalui
berbagai cara.12 Definisi ini menekankan pada bagaimana sumber informasi
(media massa) mengemas dan menyajikan isi pesan. Dengan cara dan gaya
12
Sasa Djuarsa Sendjaja, dkk. Pengantar Ilmu Komunikasi, Pusat Penerbitan Universitas Terbuka,
Jakarta, 2003, hal 7.3
tertentu
menciptakan
makna
terhadap
suatu
peristiwa,
sehingga
dapat
mempengaruhi khalayak.
Komunikasi massa itu sendiri mempunyai empat fungsi sosial menurut
Lasswell dan Wright (1975), yaitu:13
1. Pengawas Lingkungan : Merujuk pada upaya pengumpulan dan penyebaran
informasi mengenai berbagai peristiwa yang terjadi di dalam dan di luar
lingkungan suatu masyarakat.
2. Korelasi antara bagian dalam masyarakat untuk menanggapi lingkungannya:
Meliputi interpretasi terhadap informasi perskripsi (memberi petunjuk)
untuk mencapai konsensus dalam upaya mencegah konsekuensi yang tidak
diinginkan terjadi, karena adanya informasi tentang lingkungan tersebut.
3. Sosialisasi atau pewarisan nilai-nilai : Menunjuk pada upaya transmisi dan
pendidikan nilai-nilai serta norma-norma dari suatu generasi ke generasi
berikutnya atau dari satu kelompok masyarakat terhadap anggota kelompok
yang baru.
4. Hiburan : Menunjuk pada upaya-upaya komunikatif yang bertujuan
memberikan hiburan kepada khalayak.
Komunikasi massa yang kita adopsi dari istilah bahasa Inggris, Mass
Comunication, kependekan dari Mass Media Comunication (komunikasi media
massa). Artinya komunikasi yang menggunakan media massa atau komunikasi
yang “mass mediated”.
13
Ibid, hal 7.22
Sementara itu, menurut Dennis Mc Quail tujuan media dalam masyarakat
yaitu:
1. Informasi
a. Menyediakan informasi tentang peristiwa dan kondisi di dalam
masyarakat dan dunia.
b. Memudahkan inovasi, adaptasi, dan kemudahan.
2. Korelasi
a. Menjelaskan, menafsirkan, mengomentari makna dan informasi.
b. Menunjang otoritas dan norma-norma yang mapan.
c. Melakukan sosialisasi.
3. Hiburan
a. Meredakan ketegangan sosial
b. Menyediakan hiburan, pengalihan perhatian, dan sarana rekreasi.
4. Mobilisasi
a. Sebagai sarana untuk mengeluarkan ide dan pendapat masyarakat.
b. Mengampanyekan tujuan masyarakat dalam berbagai bidang.14
Selanjutnya komunikasi massa menurut Dennis Mc Quail (1975) dalam
sosiologi komunikasi massa, sebagai berikut:
1. Biasanya membutuhkan organisasi formal yang kompleks untuk operasinya.
Produksi suatu surat kabar, atau penyiaran televisi, menyangkut penggunaan
sumber modal dan kemungkinan pengendalian keuangan, juga memerlukan
pengembangan personal yang berketerampilan tinggi, lalu manajemen
14
Zulkarnaein Nasution, Sosiologi Komunikasi Massa, Universitas Terbuka, Jakarta, 1993, hal 7
penerimaan dan pengawasan penerapan normatif, dan untuk itu, mekanisme
akuntabilitas atau pertanggungjawaban terhadap otoritas eksternal dan
khalayak yang dilayani.
2. Komunikasi massa ditujukan kepada khalayak yang luas. Hal ini merupakan
lanjutan dari penerapan teknologi yang dimaksudkan untuk produksi massa
dan disemenasi yang luas, serat ekonomi komunikasi massa. Kekuasaan ini
bukan saja merupakan suatu dimensi sosiopsikologis, tetapi juga berkaitan
dengan kecenderungan kearah standarisasi dan stereotifikasi dalam media.
3. Komunikasi massa bersifat publik, dalam arti isi terbuka bagi semua orang
dan distribusinya relatif tidak berstuktur serta bersifat informal.
4. Komposisi khalayak masyarakat bersifat heterogen.
5. Media massa dapat melakukan kontak yang stimultan dengan orang dalam
jumlah yang besar dan jauh dari sumber, serta amat terpisah-pisah antara
satu sama lain.
6. Dalam komunikasi massa hubungan antara komunikator dengan masyarakat
adalah bersifat impresional, karena khalayak yang anonim dituju oleh
komunikator yang dikenal hanya dalam peran publiknya.
7. Khalayak komunikasi massa merupakan suatu kolektivitas yang merupakan
komunikan masyarakat modern dengan beberapa sifatnya yang disnatif.15
Pusat dari studi menenai komunikasi massa adalah media. Media
merupakan organisasi yang menyebarkan informasi, media merupakan suatu
15
Ibid, hal 10
sistem tersendiri yang merupakan bagian dari sistem kemasyarakatan yang lebih
luas.
Pengertian media massa secara garis besar dapat dibagi dalam dua
kelompok: media massa cetak dan media massa elektronika. Media massa cetak
antara lain meliputi surat kabar, majalah dan bulletin. Sedangkan media massa
elektronika mencakup media audio (suara) seperti radio, dan media audio visual
(suara dan gambar) yaitu televisi dan film. Karakteristik komunikasi massa
dibatasi pada lima jenis media massa yang dikenal sebagai “the big five of mass
media” yakni koran, majalah, radio, televisi, dan film.
2.3
Televisi Sebagai Media Komunikasi Massa
Tidak diragukan lagi bahwa informasi sangat dibutuhkan untuk berbagai
kepentingan yang sifatnya sangat mendasar, karena itu peranannya sangat luar
biasa. Sejak munculnya Acta diurnal (Pengumuman Pemerintah) dan Acta Senata
( Pengumuman Senat ) di Kerajaan Romawi Kuno saat Pemerintahan Julius
Caesar, tahun 50 sebelum masehi, para ahli menilai bahwa hal tersebut merupakan
cikal bakal adanya penyebaran informasi melalui tulisan.16
Perkembangan televisi bagi media massa elektronik pada awalnya dimulai
dengan hadirnya kamera televisi yang diketemukan oleh Vladimir Zworykin pada
tahun 1923-1948, kehadiran televisi dianggap diperuntukkan bagi masyarakat elit.
Baru pada tahun 1946 televisi berwarna mulai diperkenalkan oleh BCS dan NBC.
Kemudian pada tahun 1948 televisi mulai menyiarkan berita dan hiburan secara
16
Deddy Iskandar Muda, Jurmalistik Televisi, ROSDA, 2003, hal 3
teratur maka perkembangan televisi sebagai media komunikasi massa memasuki
tahap populer sampai dengan tahun 1987.17
Pada dasarnya televisi merupakan alat elektronik, namun televisi
mempunyai fungsi yang amat berbeda, bahkan sampai kegunaannya sangat
dibutuhkan dalam kehidupan manusia. Dengan perannya yang amat besar dalam
membentuk pola dan pendapat umum, disamping itu televisi memiliki kelebihan,
antara lain sifatnya yang audiovisual mampu menyiarkan secara langsung maupun
dilakukan secara rekaman.
Menurut Schram televisi telah digunakan secara efektif untuk mengajarkan
hampir segala macam subjek, baik yang teoritis maupun yang praktis. Televisi
telah digunakan untuk mendidik orang hampir diseluruh kelompok umur dan
seluruh tingkat pendidikan, baik disekolah maupun luar sekolah, dengan bantuan
seorang guru yang terlatih maupun tidak, dengan hasil yang mengesankan.18
Selain itu, televisi juga dapat dipakai untuk memberitahukan masyarakat tentang
beberapa hal yang menyangkut apa saja seperti pembangunan nasional, mendidik
agar memiliki pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan.
Dalam prakteknya penulis berita televisi tidak lepas dari kaidah yang
berlaku dalam ilmu jurnalistik, hanya bentuk disesuaikan dengan sifat dari media
televisi itu sendiri.
17
Aloliliweri, MS., Memahami Peran Komunikasi Massa Dalam Masyarakat, Citra aditya bakti,
Bandung, 1991, hal 15
18
Amri Jahi, Komunikasi Massa dan Pembangunan Pedesaan di Negara-negara Dunia Ketiga,
Gramedia, Jakarta, 1993, hal 40
Sifat media televisi sangat berlainan dangan sifat dari media cetak maupun
seperti media elektronik yang lain seperti radio dan film. Sifat media televisi
antara lain:
1. Menggunakan kata-kata sederhana sehingga mudah diterima dan dimengerti
oleh pemirsa atau penonton.
2. Tidak menggunakan kalimat majemuk.
3. Tidak menggunakan kata-kata asing, tetapi untuk lebih dimengerti oleh
penonton, kata-kata asing yang ada diperjelas maksudnya.
4. Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.19
Sedangkan menurut Amri Jahi ada beberapa sifat televisi sebagai generasi
baru dalam media elektronik yang dapat menyampaikan pesannya secara audio
dan visual secara serempak, yaitu:
1. Dapat mencapai khalayak yang sangat besar, dan mereka itu tetap dapat
mengambil manfaatnya, sekalipun tidak bisa membaca.
2. Televisi dapat dipakai untuk mengajarkan banyak subjek dengan baik.
3. Televisi dapat bersifat otoritatif dan bersahabat.20
Dalam dewasa ini, media penyiaran mempunyai pengaruh yang sangat
besar dalam membentuk persepsi dan perilaku masyarakat, namun pada
kenyataannya dunia pertelevisian kita saat ini telah bergeser kearah industri yang
menggiurkan, itu sebabnya mengapa para perancang program dari pihak stasiun
19
20
J.B. Wahyudi, Jurnalistik Televisi Tentang dan Sekitar Siaran Berita, hal 40
Amri Jahi, Ibid
televisi lebih memilih untuk mengabaikan fungsi dasar dari televisi itu sendiri,
yaitu sebagai sarana pendidikan, informasi dan hiburan.
.
2.4
Program Televisi
Program siaran televisi di Indonesia pada umumnya diproduksi oleh
stasiun televisi yang bersangkutan. Di Amerika, sebuah stasiun televisi tidak
memproduksi sendiri semua program siarannya. Mereka hanya membeli atau
memesan dari Production Company yakni kalau di Indonesia lebih dikenal dengan
sebutan Production House. Cara seperti ini akan dapat lebih menguntungkan
kedua belah pihak.21 Sementara itu, stasiun televisi dapat memilih program yang
menarik dan memiliki nilai jual kepada pemasang iklan, sementara perusahaan
produksi acara televisi dapat meraih keuntungan dari produksinya.
Isi siaran televisi dapat diwujudkan dalam berbagai program. Diotak-atik
apapun namanya, diberi rubrik label apapun, seluruh materi media massa pada
dasarnya dapat digolongkan dalam dua macam, yaitu program faktual dan
program fiksional. Organisasi kerja untuk mengolah dan menyiarkan materi ini
biasanya disesuaikan dengan sifatnya meskipun mungkin saja pemilahannya
tumpang tindih. Kedua materi ini dapat diwujudkan dalam berbagai format.
Materi faktual berasal dari dunia empiris dan bersifat obyektif, sedangkan
materi fiksional berasal dari dunia humanisties psikologis dan bersifat subyektif.
Materi faktual ini ada yang bersifat keras, terikat dengan aktualitas, dan ada yang
lunak, lebih menekankan pada nilai human interest. Meskipun sifat materi faktual
21
Deddy Iskandar Muda, Jurmalistik Televisi, ROSDA, 2003, hal 7
dan fiksional berbeda, dengan berbagai format, masing-masing dapat berfungsi
dalam dua macam, yaitu sosial (informasional) dan psikologis (hiburan).
Reportase atas peristiwa atau fenomena digolongkan sebagai materi faktual,
sedangkan musik dan cerita digolongkan sebagai fiksional.
Pada umumnya isi program siaran di televisi meliputi acara-acara sebagai
berikut, yang tentunya menggunakan nama yang berbeda sesuai dengan keinginan
stasiun televisi yang bersangkutan.
1. News Reporting (Laporan Berita)
2. Talk Show
3. Call in Show
4. Documentair
5. Magazine/Tabloid
6. Rural Program
7. Advertising
8. Educational/Instructional
9. Art & Culture
10. Music
11. Soap Operas/Sinetron/Drama
12. TV Movies
13. Game Show
14. Comedy/Situation Comedy, dll22
22
Ibid, hal 9
Berbagai jenis program siaran tersebut bukanlah sesuatu yang mutlak
harus ada semuanya. Acara-acara tersebut sangat bergantung dari kepentingan
masing-masing stasiun penyiaran televisi yang bersangkutan.
2.5
Program Berita Televisi
Program berita pada stasiun televisi pada saat sekarang merupakan sesuatu
yang dianggap sebagai sesuatu yang wajib ada, karena selain memberikan
informasi kepada pemirsanya, program berita juga dinilai dapat meningkatkan
kredibilitas dan kepercayaan pemirsanya pada stasiun televisi tersebut.
Banyak para ahli mendefinisikan arti berita, diantaranya adalah:
Berita adalah pernyataan yang bersifat umum dan aktual, disiarkan oleh
media massa, dibuat oleh wartawan untuk kepentingan pembaca, pemirsanya, dan
lainnya.23
Berita juga dapat diartikan sebagai laporan tentang fakta atau ide yang
termassa, yang dipilih oleh staf redaksi atau harian untuk disiarkan, yang dapat
menarik perhatian pembaca ataupun pemirsanya.24
Berita adalah uraian tentang peristiwa, fakta dan atau pendapat yang
mengandung nilai berita, dan yang sudah disajikan melalui media massa
periodik.25
Sedangkan pengertian berita menurut Soewardi Idris adalah apa yang
disebut sebagai actuallevet atau biasa disebut aktualitas. Aktualitas adalah
23
Soenarjo dan Djoenaesih, Himpunan Istilah Komunikasi, hal 45
Dja’far H. Assegaf, Jurnalistik Masa Kini, hal 27
25
J.B. Wahyudi, Dasar Dasar Jurnalistik, Graffiti, Jakarta, 1996, hal 26
24
rentetan gambar-gambar sebuah peristiwa yang direkam. Rangkaian gambar
mampu bercerita lebih banyak ketimbang sederetan kata-kata dalam beberapa
kalimat, serta naskah berita umumnya disesuaikan dengan gambar, bukan gambar
yang disesuaikan dengan naskah. Aktualitas dan cerita merupakan dimana gambar
mampu membantu menerangkan cerita mengenai suatu peristiwa dan sebaliknya
gambar itu sendiri membutuhkan beberapa penjelasan.
Berita sendiri mempunyai beberapa unsur. Unsur berita tidaklah harus
seluruhnya dalam berita dari A sampai Z, akan tetapi ia terdapat secara tercampur
baur. Kadang-kadang dalam sebuah unsur berita hanya terdapat dua unsur saja,
tetapi dapat juga seluruh unsur berita terdapat dalam satu berita.
Unsur-unsur berita tersebut adalah sebagai berikut:
1. Berita itu haruslah termasa (baru)
yaitu suatu berita yang masih hangat. Berita yang baru dan masih hangat
akan menarik perhatian, daripada berita yang sudah agak lama.
2. Jarak lingkungan yang terkena oleh berita.
Jarak terjadinya suatu berita dengan tempat dimana berita itu dipublisir
mempunyai arti yang penting. Berita tentang suatu kejadian di Jakarta, akan
lebih menarik perhatian masyarakat di Jakarta daripada masyarakat di
Papua.
3. Penting (ternama)
Dalam hubungan ini segi penting atau terkenal tidaknya seseorang,
mempunyai pengaruh terhadap nama itu.
4. Keluarbiasaan dari berita
Sesuatu yang aneh, sesuatu yang luar biasa akan selalu menarik perhatian
orang.
5. Bencana dan Kriminal
Berita tentang bencana dan kriminal akan selalu menarik perhatian
penonton, karena berita tersebut adalah menyangkut keselamatan manusia.
Terdapat pula beberapa jenis berita, diantaranya adalah:
1. Hard News
Merupakan berita tentang peristiwa yang dianggap penting bagi masyarakat,
baik sebagai individu, kelompok maupun organisasi.
2. Soft News
Seringkali juga disebut dengan feature yaitu berita yang tidak terikat dengan
aktualitas, namun memiliki daya tarik bagi pemirsanya.
3. Investigative Reports
Disebut juga laporan penyelidikan, yaitu jenis berita yang eksklusif. Datanya
tidak bisa diperoleh di permukaan, tetapi harus dilakukan berdasarkan
penyelidikan.26
2.6
Program Berita Kriminal
Berita kriminal yaitu berita atau laporan mengenai kejahatan yang
diperoleh dari polisi.27 Pada penelitian ini pengertian berita kriminal adalah berita
26
Deddy Iskandar Muda, Jurmalistik Televisi, ROSDA, 2003, hal 40-42
atau laporan Buser SCTV mengenai kejahatan yang diperoleh dari pihak
kepolisian, yang juga dapat diperoleh dari hasil liputan reporter ke lapangan.
Berita kriminal juga dapat diartikan sebagai segala kejadian yang melanggar
peraturan dan undang-undang negara. Berita-berita yang termasuk dalam beritaberita kejahatan adalah pembunuhan, penodongan, pencopetan, perampokan,
pencurian, perkosaan, narkoba, dan lain sebagainya yang melanggar undangundang.28
Indikator berita kriminal adalah informasi atau kabar tentang segala tindak
kejahatan yang melanggar hukum dan dapat dihukum sesuai undang-undang
pidana. Yang dikategorikan kedalam jenis berita tindak kriminal29 adalah:
1.
Berita Pencurian
Suatu berita dikategorikan sebagai berita pencurian jika isinya
mengenai perbuatan mengambil barang kepunyaan orang lain
disertai maksud untuk memiliki secara tidak sah.
2.
Berita Narkoba dan Miras
Suatu berita dikategorikan sebagai berita narkoba dan miras jika
isinya mengenai penyalahgunaan barang-barang psikotropika dan
minuman keras sebagai pemakai maupun pengedar.
27
Anton M. Moeliono, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
RI, Jakarta, 1990, hal 108
28
Dja’far H. Assegaff, loc.cit
29
S. Wojowasito,kamus Besar Bahasa Indonesia, Penerbit Shinta Dharma, Bandung hal 75
3.
Berita Penipuan
Suatu berita dikategorikan sebagai berita penipuan jika isinya
mengenai perbuatan hendak menguntungkan diri sendiri dengan
memakai nama palsu atau keadaan palsu.
4.
Berita Kejahatan Susila
Suatu berita dikategorikan sebagai berita kejahatan susila jika isi
beritanya mengenai perbuatan susila terhadap hal-hal yang
menyangkut exes sexual seperti perzinahan, pelacuran, pemerkosaan,
termasuk masalah kesopanan dan pornografi.
5.
Berita Tindak Kriminal Terhadap Ketertiban Umum
Suatu berita dikategorikan sebagai berita Tindak kriminal terhadap
ketertiban umum jika isinya mengenai perbuatan yang dapat
meresahkan dan mengganggu masyarakat seperti perkelahian,
kerusuhan, perjudian, dll.
6.
Berita Pembunuhan dan Penganiayaan
Suatu
berita
dikategorikan
sebagai
berita
penbunuhan
dan
penganiayaan jika isinya mengenai tindak kriminal terhadap nyawa
atau badan seseorang baik yang disengaja ataupun tidak.
2.7
Gambar Dalam Berita Kriminal
Liputan
berita
dengan
menggunakan
kamera
elektronik
dapat
menghasilkan gambar fakta atau data, yang merupakan gambar dari suatu
peristiwa dan berbagai akibatnya. Berita kriminal jika disiarkan melalui media
televisi akan berpengaruh lebih kuat jika dibandingkan melalui media cetak. Ini
disebabkan media televisi dilengkapi dengan gambar visual.
Gambar yang disajikan melalui siaran televisi merupakan pemindahan
bentuk, warna, ornamen dan karakter yang sesungguhnya dari objek yang
divisualkan, bahkan suara asli, cara mereka berjalan ataupun gerakan-gerakan
yang biasa dilakukan oleh mereka dapat dipindahkan secara akurat melalui
rekaman gambar, sehingga apa yang disajikan didalam gambar televisi benarbenar merupakan pemindahan dari bentuk aslinya. Sementara itu pada tayangan
berita kriminal seringkali ditampilkan gambar-gambar dramatis ketika tersangka
pelaku kejahatan seperti pembunuhan, penodongan, pencopetan, perkosaan,
perampokan yang sedang dipukuli habis-habisan oleh massa bahkan ditelanjangi
akan terekam kamera sesuai kenyataan yang ada di tempat kejadian perkara.
Pemberitaan kriminal juga menayangkan gambar korban kejahatan sebagai
pelengkap berita.
Televisi tidak bisa menyiarkan dengan seenaknya terhadap korban-korban
manusia yang tampak sadis, misalnya tubuh korban yang hancur tanpa kepala,
darah segar yang berceceran termasuk gambar-gambar yang menjijikkan.30
Dengan demikian pemberitaan televisi memerlukan etika. Etika itu dimaksudkan
agar pemirsa tidak memiliki rasa takut atau trauma yang amat besar setelah
menyaksikan tayangan berita di televisi.
30
Dedy Iskandar Muda, loc.cit, hal 37
2.8
Suara Dalam Berita Kriminal
Pemberitaan kriminal jika disiarkan ditelevisi akan memiliki daya tarik
yang kuat selain dengan menayangkan gambar dramatis sesuai realita kamera dan
disertai atmosphere sound, yang juga dilengkapi oleh narasi naskah yang
dibacakan oleh penyiar, serta rekaman suara narasumber baik itu tersangka, saksi,
korban, ataupun pihak lain yang sedang memberikan keterangan lengkap dengan
gambar narasumber.
Sementara itu, dalam kaitannya dengan kode etik siaran, Buser SCTV
kiranya perlu memberikan perlindungan terhadap para tersangka pada umumnya
dan para korban, termasuk didalamnya kejahatan dibawah umur. Selama ini juga
berlaku ketentuan bahwa para tersangka yang belum jelas terbukti kesalahannya
disamarkan suaranya dengan cara menayangkan suara tidak seperti suara aslinya
dengan asumsi hal ini dilakukan sebagai bentuk perlindungan terhadap hak asasi
manusia, sampai ada putusan hakim yang berkekuatan tetap kecuali pelaku
kejahatan tersebut telah tertangkap basah ataupun sudah diketahui secara luas oleh
publik.
2.9
Naskah Berita Kriminal
Teknik penulisan berita melalui media elektronik berbeda dengan cara
penulisan berita untuk media cetak, karena pada media elektronik sifatnya hanya
sekilas yang berarti informasi yang disampaikan hanya bisa di lihat atau didengar
sepintas saja. Karena karakter media elektronik adalah spesifik yaitu audiovisual,
maka diperlukan cara penulisan yang tepat agar mudah dimengerti dan dipahami
oleh pendengar atau penontonnya yang terdiri dari berbagai lapisan masyarakat
dengan latar belakang yang berbeda.
Pada media cetak, kita mengenal rumusan 5W + 1H. Rumusan tersebut
juga digunakan untuk penulisan pada media elektronik, namun perlu ditambah
lagi dengan suatu formula lain agar memudahkan pengertian bagi pemirsa televisi.
Pendekatan tersebut disebut juga dengan easy listening formula.
Penyusunan naskah untuk media televisi haruslah tepat, ringkas, jelas,
sederhana, serta dapat dipercaya. Jika hal tersebut dipenuhi, maka akan tersusun
kalimat yang memenuhi formula easy listening, yaitu suatu susunan kalimat yang
jika diucapkan akan enak didengar dan mudah dimengerti pada pendengaran
pertama.
Dalam menyusun naskah pada berita kriminal, selain memperhatikan
pendekatan 5W + 1H dan pendekatan easy listening formula, media televisi
hendaknya memiliki sikap seimbang antara sikapnya terhadap hukum dan sifatnya
terhadap tersangka agar tidak dikatakan melakukan trial by the press
(penghakiman oleh pers). Redaksi Buser SCTV perlu memperhatikan penggunaan
kata-kata yang bersifat mengadili seperti pembunuh, pencopet, pemerkosa,
pencuri, penodong, perampok, pengedar, ataupun pelaku tindak kejahatan dan
kekerasan lainnya sedangkan orang yang diduga melakukan kejahatan tersebut
tidak tertangkap basah dan tidak ada barang bukti. Oleh karena itu untuk
menghindari anggapan bahwa media telah menghakimi orang yang ditangkap
polisi maka media harus menggunakan gaya bahasa yang tidak mengadili seperti
”tersangka”, dan ”diduga” kecuali orang tersebut tertangkap basah dan ada barang
bukti atau telah divonis oleh hakim pengadilan.
2.10
Identitas Dalam Berita Kriminal
Berdasarkan pedoman penulisan tentang hukum, pers dapat saja menyebut
nama lengkap tersangka atau tertuduh, jika hal itu demi kepentingan umum.
Tetapi hal ini haruslah memperhatikan prinsip adil dan berimbang, meskipun
dalam mengadakan peliputan penulisan identitas nama tersangka atau terdakwa
diserahkan kepada wartawan dengan segala kebijaksanaan.
Disebutkan dalam Standar Program Siaran (SPS) pasal 33 ayat 5, bahwa
lembaga penyiaran tidak boleh menayangkan langsung gambar wajah korban
perkosaan kepada publik. Sementara itu dalam pasal 41 ayat 5 dan 6, disebutkan
pula bahwa dalam pemberitaan kasus kriminalitas dan hukum, lembaga penyiaran
harus menyamarkan identitas (termasuk menyamarkan wajah) tersangka, kecuali
identitas tersangka memang sudah terpublikasi dan dikenal secara luas.
Lain halnya dengan orang yang sudah tidak mempunyai nama baik, orang
yang ditakuti masyarakat, hingga ditahan dan diajukan ke hakim pidana, pers
untuk menentramkan publik dapat mengungkapkan nama dari pelaku kejahatan
yang ditakuti dan meresahkan masyarakat. Persoalan perlu tidaknya disebut nama
lengkap dari tersangka atau terdakwa dipublisir, mengembalikannya pada faktor
kepentingan umum yang menjadi ukuran apakah nama lengkap itu akan disebut
atau tidak dalam publikasi.
Menurut Prof. Oemar Seno Adji, bahwa nama, identitas dan gambar dari
seorang yang tersangka dalam suatu perkara pidana dilakukan dengan
pertimbangan yang diajukan, yang umumnya tidak perlu untuk menyebut nama
dan identitas dan penyebutan nama tersebut dimungkinkan dalam keadaan
tertentu, seperti seseorang yang telah menjadi public person ataupun seseorang
yang mempunyai nama jahat ataupun dikemukakan pentingnya perkara yang
dapat menarik perhatian masyarakat.31
Pada umumnya tidak ada keberatan untuk menyebut nama lengkap dalam
keadaan tertentu, baik apabila orang itu telah dikenal sebagai public person
ataupun orang yang sudah terkenal jahat, yang disebut sebagai orang yang
ditahan, maupun beberapa kategori delik yang menarik dari masyarakat.
Sedangkan jika faktor kepentingan umum menghendaki adanya publikasi,
penyebutan nama atau identitas tampaknya tidak memenuhi keberatan. Umumnya
ada suatu kecenderungan untuk tidak menyebut nama, bahkan ada yang
menjauhkan inisial.
2.11
Kaidah dan Etika Pemberitaan Televisi
Lembaga penyiaran harus memperhatikan keseimbangan antara kebutuhan
untuk memperlihatkan realitas dan pertimbangan efek negatif yang dapat
ditimbulkan. Karena itu, penyiaran adegan kekerasan, kecelakaan, dan bencana
dalam program faktual harus mengikuti peraturan sebagai berikut:
31
Oemar Seno Adji, Perkembangan Delik Pers di Indonesia (Profesi Wartawan),,Erlangga, 1991
1. Adegan kekerasan tidak boleh disajikan secara eksplisit, berlebihan, dan
vulgar.
2. Gambar luka-luka yang diderita korban kekerasan, kecelakaan, dan bencana
tidak boleh disorot dari dekat (close Up, medium close up, Extreme close
up).
3. Gambar penggunaan senjata tajam dan senjata api tidak boleh disorot dari
dekat (close Up, medium close up, Extreme close up).
4. Gambar korban kekerasan tingkat berat, serta potongan organ tubuh korban
dan genangan darah yang diakibatkan tindak kekerasan, kecelakaan, dan
bencana, harus disamarkan.
5. Durasi dan frekuensi penyorotan korban yang eksplisit harus dibatasi.
6. Dalam siaran radio, penggambaran kondisi korban kekerasan, kecelakaan,
dan bencana tidak boleh disiarkan secara rinci.
7. Saat-saat kematian tidak boleh disiarkan.
8. Adegan eksekusi hukuman mati tidak boleh disiarkan.
9. Demi memberi informasi yang lengkap kepada pubik, lembaga penyiaran
dapat menyajikan rekaman aksi kekerasan perorangan maupun kolektif
secara eksplisit. Namun rekaman tersebut tidak dapat disiarkan diluar pukul
22.00-03.00 dan tidak boleh menimbulkan rasa ngeri dan trauma bagi
khalayak.32
Dalam pasal 41, disebutkan bahwa dalam pemberitaan kasus kriminal dan
hukum, setiap saksi harus diberitakan sebagai saksi, tersangka harus diberitakan
32
Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran tahun 2007, pasal 33
sebagai tersangka, terdakwa sebagai terdakwa, dan terpidana sebagai terpidana.
Dalam pemberitaan kasus kriminal dan hukum, lembaga penyiaran harus
menyamarkan identitas (termasuk menyamarkan wajah) tersangka, kecuali
identitas tersangka memang sudah terpublikasi dan dikenal secara luas. Dalam
pemberitaan kasus kriminal yang terkait dengan pemerkosaan, lembaga penyiaran
harus manyamarkan identitas korban atau keluarga korban.
Sedangkan dalam pasal 46, disebutkan bahwa lembaga penyiaran harus
menyamarkan identitas anak yang terkait permasalahan dengan polisi atau proses
peradilan, terlibat kejahatan seksual atau korban kejahatan seksual.
Sementara itu dalam pasal 36 ayat (5) UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang
Penyiaran dinyatakan bahwa isi siaran dilarang:
1. Bersifat fitnah, menghasut, manyesatkan dan/atau bohong.
2. Menonjolkan unsur kekerasan, cabul, perjudian dan penyalahgunaan obat
terlarang dan narkotika.
3. Mempertentangkan suku, agama, ras, dan antar golongan.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Sifat Penelitian
Dalam penelitian ini yang dipergunakan adalah dengan pendekatan
deskriptif, yaitu penelitian yang menggambarkan secara sistematis fakta atau
karakteristik populasi atau bidang tertentu secara faktual dan cermat. Penelitian
deskriptif hanya melaporkan situasi atau peristiwa dan tidak menjelaskan
hubungan, tidak menguji hipotesis ataupun membuat prediksi.33
Sedangkan pendekatan yang dipergunakan adalah kuantitatif. Kuantitatif
berarti hasil analisa isi diperlihatkan dalam bentuk tabel, distribusi frekuensi,
prosentase, atau dalam bentuk lain.34
3.2
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis isi.
Analisis isi merupakan salah satu teknik penelitian yang berusaha memehami data
bukan sebagai kumpulan peristiwa fisik, tetapi sebagai gejala simbolik.35 Analisis
isi adalah teknik penelitian yang bertujuan mendeskriptifkan isi yang nyata dari
komunikasi secara objektif, sistematis, dan kuantitatif. Objek penelitian adalah isi
33
Jalalludin Rahmat, Metode Penelitian Komunikasi, Remadja Rosda Karya, Bandung, 1996,
hal 24
34
Bernard Barelson, Content Analysis Communication Research. (Newyork: Hafner; Publishing,
1997) hal 18
35
Klaus Krippendorf, Analisis Isi Pengantar dan Metodologi, Citra Niaga Rajawali Pers, Jakarta,
1993
pesan yang disampaikan oleh suatu media komunikasi.36 Pada metode analisis isi
yang menjadi objek penelitian adalah gambar, suara, isi naskah dan identitas
pelaku pada tayangan berita kriminal Buser SCTV periode Mei 2008 ditinjau dari
Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Progam Siaran..
3.3
Populasi dan Sampel
3.3.1
Populasi
Populasi adalah jumlah keseluruhan unit analisa yang menjadi sasaran
penelitian. Pada penelitian ini yang menjadi sasaran penelitian adalah gambar,
suara dan isi naskah pada tayangan berita kriminal Buser SCTV yang ditayangkan
dari hari senin sampai dengan minggu selama periode Mei 2008, sebanyak 31
tayangan.
Penayangan program berita kriminal Buser SCTV
selama ini tidak
memiliki penekanan berita misalnya pada hari tertentu kasus pembunuhan lebih
banyak daripada hari yang lain, sehingga penulis tidak menggunakan teknik
purposive sampling yang berdasarkan kriteria sampling tertentu.
3.3.2
Sampel
Sampel didefinisikan sebagai unit observasi yang memberikan keterangan
atau data yang diperlukan oleh suatu studi.37 Dengan sendirinya sample
36
37
Wawan Ruswanto, Penelitian Komunikasi, Universitas Terbuka, Jakarta, 1995, hal 26
I Gusti Ngurah Agung, Metode Penelitian Komunikasi, PT. Gramedia Utara, Jakarta, 1993
merupakan himpunan bagian dari populasi yang selalu mempunyai ukuran yang
kecil jika dibandingkan dengan ukuran populasi yang bersangkutan.
Sekedar ancar-ancar, maka apabila subyeknya kurang dari 100, maka lebih
baik diambil semua, sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi.
Selanjutnya jika subyeknya besar, dapat diambil antara 10 hingga 15%, atau 20
hingga 25 % atau lebih setidak-tidaknya tergantung dari:
1. Kemampuan peneliti dari waktu, tenaga, dan dana.
2. Sempit luasnya wilayah pengamatan dari setiap obyek, karena hal ini
banyak sedikitnya data.
3. Besar kecilnya resiko yang ditanggung peneliti. Penelitian yang
resikonya besar, tentu saja jika sampelnya banyak akan lebih baik.
Melalui pendapat tersebut, penulis mengambil sampel sebesar 20 % dari
jumlah populasi, karena pengambilan sampel minimal 10 %, maka penulis
memilih 20 % dan hal tersebut dianggap sudah cukup mewakili populasi, yaitu:
31 x 20 % = 6 episode tayangan
Jadi, jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 6 episode tayangan. 38
Penulis menentukan sample secara acak atau random, yaitu kesempatan
yang sama untuk dipilih lagi setiap individu atau unit dalam keseluruhan
populasi.39 Sampling acak sederhana dilakukan dengan cara undian, yaitu menulis
semua unsur populasi dalam secarik kertas, kemudian mengundinya sampai
38
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Pdieka Cipta, Jakarta,
hal 120.
39
S. Nasution, Metode Research, Bumi Aksara, Jakarta 1996, hal 87
diperoleh jumlah yang dikehendaki. Unsur-unsur yang jatuh itulah yang menjadi
sampel.
Pengambilan sampel dilakukan dengan cara menulis dalam secarik kertas
semua tanggal dan hari selama bulan Mei 2008. Kemudian diundi hingga
mendapatkan jumlah sampel sebanyak 6 tayangan. Jumlah sempel ditentukan
sesuai aturan sepersepuluh, jadi minimal 10 % dari jumlah populasi,40 sehinggga
jumlah sampel yang dikehendaki sebanyak 6 episode tayangan dianggap cukup
respresentatif.
Adapun setelah diundi, periode berita kriminal Buser SCTV yang menjadi
sampel penelitian adalah yang jatuh pada hari dan tanggal:
1. Sabtu, 10 Mei 2008
2. Kamis, 15 Mei 2008
3. Sabtu, 17 Mei 2008
4. Minggu, 18 Mei 2008
5. Selasa, 20 Mei 2008
6. Jum’at, 23 Mei 2008
3.4
Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian analisis ini, pengumpulan data dilakukan dengan cara:
1. Data Primer
Melakukan analisis isi pesan media massa, dimana peneliti melakukan
rekaman tayangan berita kriminal Buser, yang dalam penelitian ini
40
Ibid, hal 101
adalah kecenderungan isi pesan berita kriminal Buser SCTV periode1
Mei 2008-31 Mei 2008.
2. Data Sekunder
Data sekunder dalam penelitian ini merupakan literatur-literatur yang
digunakan penulis yakni buku-buku, internet, dan data lainnya yang
dapat mendukung penelitian ini.
3.5
Definisi Konsep dan Operasionalisasi Kategorisasi
3.5.1 Definisi Konsep
1. Kecenderungan isi merupakan sesuatu hal yang ingin diketahui oleh
peneliti mengenai kesesuaian penayangan gambar, suara, naskah, dan
identitas dalam kaitannya dengan kode etik jurnalistik dan standar
program siaran pada program berita kriminal Buser di SCTV.
2. Program adalah sesuatu yang ditampilkan di stasiun penyiaran untuk
memenuhi kebutuhan audiensnya.
3. Berita adalah uraian tentang fakta/peristiwa dan atau pendapat, yang
mengandung nilai berita, dan yang sudah disajikan melalui media
massa periodik.
4. Berita yang menjadi penelitian peneliti merupakan jenis berita
kejahatan atau berita kriminal yang bersangkutan dengan kejahatan
(pelanggaran hukum), yang dapat dihukum dengan undang-undang,
pidana. Dalam penggolongan berita-berita kejahatan termasuk segala
kejadian yang melanggar peraturan dan undang-undang negara. Jadi
dapatlah disebutkan bahwa yang termasuk dalam berita-berita
kejahatan adalah pembunuhan, penodongan, perampokan, pencurian,
perkosaan, narkoba, kerusuhan dan lain sebagainya, yang melanggar
undang-undang.
3.5.2 Operasionalisasi Kategorisasi
Pada penelitian ini, akan dilihat berdasarkan tema berita yang
dikategorisasikan menurut jenis berita kejahatan yaitu berita pencurian,
berita narkoba dan miras, berita penipuan, berita kejahatan susila, berita
tindak kriminal terhadap ketertiban umum, dan berita pembunuhan dan
penganiayaan.
Jenis berita kejahatan yang menjadi penelitan adalah berupa:
1. Berita Pencurian
Suatu berita dikategorikan sebagai berita pencurian jika isinya
mengenai perbuatan mengambil barang kepunyaan orang lain
disertai maksud untuk memiliki secara tidak sah.
2. Berita Narkoba dan Miras
Suatu berita dikategorikan sebagai berita narkoba dan miras
jika
isinya
mengenai
penyalahgunaan
barang-barang
psikotropika dan minuman keras sebagai pemakai maupun
pengedar.
3. Berita Penipuan
Suatu berita dikategorikan sebagai berita penipuan jika isinya
mengenai perbuatan hendak menguntungkan diri sendiri
dengan memakai nama palsu atau keadaan palsu.
4. Berita Kejahatan Susila
Suatu berita dikategorikan sebagai berita kejahatan susila jika
isi beritanya mengenai perbuatan susila terhadap hal-hal yang
menyangkut exes sexual seperti perzinahan, pelacuran,
pemerkosaan, termasuk masalah kesopanan dan pornografi.
5. Berita Tindak Kriminal Terhadap Ketertiban Umum
Suatu berita dikategorikan sebagai berita Tindak kriminal
terhadap ketertiban umum jika isinya mengenai perbuatan yang
dapat meresahkan dan mengganggu masyarakat seperti
perkelahian, kerusuhan, perjudian, dll.
6. Berita Pembunuhan dan Penganiayaan
Suatu berita dikategorikan sebagai berita penbunuhan dan
penganiayaan jika isinya mengenai tindak kriminal terhadap
nyawa atau badan seseorang baik yang disengaja ataupun tidak.
Operasionalisasi kategorisasi tema berita dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 3.5.2.a
Operasionalisasi kategorisasi Tema Berita
No
1.
KATEGORI
Berita Pencurian
INDIKATOR
Suatu berita dikategorikan sebagai berita
pencurian jika isinya mengenai perbuatan
mengambil barang kepunyaan orang lain
disertai maksud untuk memiliki secara
tidak sah.
2.
Berita Narkoba dan Miras
Suatu berita dikategorikan sebagai berita
narkoba dan miras jika isinya mengenai
penyalahgunaan
barang-barang
psikotropika dan minuman keras sebagai
pemakai maupun pengedar.
3.
Berita Penipuan
Suatu berita dikategorikan sebagai berita
penipuan jika isinya mengenai perbuatan
hendak
menguntungkan
diri
sendiri
dengan memakai nama palsu atau keadaan
palsu.
4.
Berita Kejahatan Susila
Suatu berita dikategorikan sebagai berita
kejahatan susila jika isi beritanya
mengenai perbuatan susila terhadap halhal yang menyangkut exes sexual seperti
perzinahan, pelacuran, pemerkosaan,
termasuk masalah kesopanan dan
pornografi.
5.
Berita
Tindak
Kriminal Suatu berita dikategorikan sebagai berita
Terhadap Ketertiban Umum
Tindak
kriminal
terhadap
ketertiban
umum jika isinya mengenai perbuatan
yang dapat meresahkan dan mengganggu
masyarakat
seperti
perkelahian,
kerusuhan, perjudian, dll.
6.
Berita Pembunuhan dan
Suatu berita dikategorikan sebagai berita
Penganiayaan
penbunuhan dan penganiayaan jika isinya
mengenai tindak kriminal terhadap nyawa
atau badan seseorang baik yang disengaja
ataupun tidak
Penelitian ini akan melihat isi berita kriminal pada tayangan
Buser SCTV periode Mei 2008 berdasarkan empat jenis kategori,
yaitu :
1. Kategori gambar yang terbagi atas gambar sesuai dan gambar
tidak sesuai.
2. Kategori suara yang terbagi
sesuai dan suara netral.
atas suara sesuai, suara tidak
3. Kategori naskah, yang terbagi atas gaya bahasa mengadili dan
gaya bahasa tidak mengadili.
4. Kategori identitas, yang terbagi atas sesuai dan tidak sesuai.
3.5.2.1 Kategori Gambar
Kategori gambar akan dilihat dari segi kecenderungan
berita kriminal Buser SCTV yang menyangkut kategori gambar
dalam kaitannya dengan
kode etik jurnalistik, selama periode
pemberitaan bulan Mei 2008. Dengan demikian atribut yang
digunakan untuk mengukur kecenderungan kategori gambar adalah
sesuai dan tidak sesuai.
Atribut :
Sesuai
Tidak sesuai
Indikator :
1.
Pemberitaan Buser SCTV yang cenderung sesuai jika
menyamarkan gambar wajah tersangka kejahatan pada
umumnya dan gambar wajah tersangka dan korban kejahatan
asusila serta kejahatan di bawah umur dengan cara
diburamkan.
2.
Pemberitaan Buser SCTV yang cenderung tidak sesuai jika
tidak menyamarkan gambar wajah tersangka kejahatan pada
umumnya dan gambar wajah tersangka dan korban kejahatan
asusila serta kejahatan di bawah umur dengan cara
menayangkan secara jelas.
3.5.2.2 Kategori Suara
Kategori suara akan dilihat dari segi kecenderungan berita
kriminal Buser SCTV yang menyangkut kategori suara dalam
kaitannya dengan
kode etik jurnalistik, selama periode
pemberitaan bulan Mei 2008. Dengan demikian atribut yang
digunakan untuk mengukur kecenderungan kategori suara adalah
sesuai, tidak sesuai dan netral.
Atribut :
Sesuai
Tidak sesuai
Netral
Indikator :
1. Pemberitaan Buser
SCTV yang cenderung sesuai jika
menyamarkan suara tersangka kejahatan pada umumnya dan
suara tersangka dan korban kejahatan asusila serta kejahatan di
bawah umur, dengan cara tidak memperdengarkan kepada
publik suara tersangka dan korban sebagaimana aslinya.
2. Pemberitaan Buser yang cenderung tidak sesuai jika tidak
menyamarkan suara tersangka kejahatan pada umumnya dan
suara tersangka dan korban kejahatan asusila serta kejahatan di
bawah umur, dengan cara memperdengarkan kepada publik
suara tersangka dan korban sebagaimana aslinya.
3. Pemberitaan Buser SCTV yang cenderung netral, jika tidak
ada suara tersangka suara tersangka kejahatan pada umumnya
dan suara tersangka dan korban kejahatan asusila serta
kejahatan di bawah umur.
3.5.2.3 Kategori Naskah
Kategori naskah akan dilihat dari segi kecenderungan berita
kriminal Buser SCTV yang menyangkut kategori naskah dalam
kaitannya dengan kode etik jurnalistik, selama periode pemberitaan
bulan Mei 2008. Atribut yang digunakan untuk mengukur
kecenderungan kategori naskah adalah mengadili dan tidak
mengadili.
Atribut :
Mengadili
Tidak mengadili
Indikator :
1. Pemberitaan Buser SCTV yang cenderung menggunakan gaya
bahasa mengadili, yaitu gaya bahasa dalam berita Buser SCTV
yang menggunakan kata-kata yang memberi kesan bahwa
orang yang ditangkap polisi atau berurusan dengan aparat
penegak hukum dianggap bersalah telah melakukan kejahatan
maupun perbuatan tindak pidana sebelum dijatuhkan keputusan
hukum yang berkekuatan tetap. Gaya bahasa dalam berita
Buser SCTV dikatakan mengadili jika menggunakan kata-kata
pembunuh,
penodong,
pencopet,
perampok,
pencuri,
pemerkosa dan pengedar serta jika dari orang yang melakukan
kejahatan tidak ada barang bukti atau tidak tertangkap basah.
2. Pemberitaan Buser SCTV yang cenderung menggunakan gaya
bahas tidak mengadili, yaitu gaya bahasa dalam berita Buser
SCTV
yang
menggunakan
kata-kata
yang
dapat
menggambarkan bahwa orang yang ditangkap polisi atau
berurusan dengan aparat penegak hukum tidak bersalah dan
juga untuk menghindari kesan atau anggapan bahwa media
telah menghakimi orang-orang yang ditangkap polisi. Gaya
bahasa dalam berita Buser SCTV dikatakan tidak mengadili
jika menggunakan kata-kata tersangka, terdakwa dan diduga
serta jika dari orang yang melakukan kejahatan ada barang
bukti atau tertangkap basah.
3.5.2.4 Kategori Identitas
Kategori identitas akan dilihat dari segi kecenderungan
berita kriminal Buser SCTV yang menyangkut identitas pelaku
kejahatan ataupun korban. Dengan demikian atribut yang
digunakan untuk mengukur kategori identitas adalah sesuai dan
tidak sesuai.
Atribut:
Sesuai
Tidak sesuai
Indikator:
1. Pemberitaan Buser
SCTV yang cenderung sesuai jika
menyamarkan identitas tersangka kejahatan dan korban
kejahatan di bawah umur, dengan cara tidak memberitahukan
identitas secara detail kepada publik
2. Pemberitaan Buser yang cenderung tidak sesuai jika tidak
menyamarkan identitas tersangka kejahatan dan korban
kejahatan
di bawah umur, dengan cara memberitahukan
identitas pelaku ataupun korban kejahatan di bawah umur
secara detail kepada publik.
Operasionalisasi kategorisasi isi berita dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 3.5.2.b
Operasionalisasi kategorisasi Isi Berita
No.
1.
KATEGORI
Gambar
INDIKATOR
1. Pemberitaan Buser SCTV yang
cenderung sesuai jika
menyamarkan gambar wajah
tersangka kejahatan pada
umumnya dan gambar wajah
tersangka dan korban kejahatan
ATRIBUT
S
TS
asusila serta kejahatan di bawah
umur dengan cara diburamkan.
2. Pemberitaan Buser SCTV yang
cenderung tidak sesuai jika tidak
menyamarkan
tersangka
umumnya
gambar
wajah
kejahatan
pada
dan
gambar
wajah
tersangka dan korban kejahatan
asusila serta kejahatan di bawah
umur dengan cara menayangkan
secara jelas.
2.
Suara
1. Pemberitaan Buser SCTV yang
cenderung
sesuai
menyamarkan
suara
jika
tersangka
kejahatan pada umumnya dan
suara
tersangka
dan
korban
kejahatan asusila serta kejahatan di
bawah umur, dengan cara tidak
memperdengarkan kepada publik
suara
tersangka
dan
korban
sebagaimana aslinya.
2.
Pemberitaan
Buser
yang
S
TS
N
cenderung tidak sesuai jika tidak
menyamarkan
suara
tersangka
kejahatan pada umumnya dan
suara
tersangka
dan
korban
kejahatan asusila serta kejahatan di
bawah
umur,
dengan
cara
memperdengarkan kepada publik
suara
tersangka
dan
korban
sebagaimana aslinya.
3. Pemberitaan Buser SCTV yang
cenderung netral, jika tidak ada
suara tersangka suara tersangka
kejahatan pada umumnya dan
suara
tersangka
dan
korban
kejahatan asusila serta kejahatan di
bawah umur.
3.
Naskah
1. Pemberitaan Buser SCTV yang
cenderung
bahasa
menggunakan
mengadili,
yaitu
gaya
gaya
bahasa dalam berita Buser SCTV
yang menggunakan kata-kata yang
memberi kesan bahwa orang yang
M
TM
ditangkap polisi atau berurusan
dengan aparat penegak hukum
dianggap bersalah telah melakukan
kejahatan
maupun
perbuatan
tindak pidana sebelum dijatuhkan
keputusan
hukum
yang
berkekuatan tetap. Gaya bahasa
dalam
berita
dikatakan
Buser
SCTV
mengadili
jika
menggunakan
kata-kata
pembunuh, penodong, pencopet,
perampok, pencuri, pemerkosa dan
pengedar serta jika dari orang yang
melakukan kejahatan tidak ada
barang bukti atau tidak tertangkap
basah.
2. Pemberitaan Buser SCTV yang
cenderung
menggunakan
gaya
bahasa tidak mengadili, yaitu gaya
bahasa dalam berita Buser SCTV
yang menggunakan kata-kata yang
dapat
menggambarkan
bahwa
orang yang ditangkap polisi atau
berurusan dengan aparat penegak
hukum tidak bersalah dan juga
untuk menghindari kesan atau
anggapan
bahwa
menghakimi
media
telah
orang-orang
yang
ditangkap polisi. Gaya bahasa
dalam
berita
Buser
SCTV
dikatakan tidak mengadili jika
menggunakan kata-kata tersangka,
terdakwa dan diduga serta jika dari
orang yang melakukan kejahatan
ada barang bukti atau tertangkap
basah.
4.
Identitas
1. Pemberitaan Buser SCTV yang
cenderung
sesuai
jika
menyamarkan identitas tersangka
kejahatan dan korban kejahatan di
bawah umur, dengan cara tidak
memberitahukan identitas secara
detail kepada publik
2.
Pemberitaan
Buser
yang
cenderung tidak sesuai jika tidak
S
TS
menyamarkan identitas tersangka
kejahatan dan korban kejahatan di
bawah
umur,
dengan
cara
memberitahukan identitas pelaku
ataupun
korban
kejahatan
di
bawah umur secara detail kepada
publik.
3.6
Uji Reliabilitas
Reliabilitas menurut Budd, Thorp dan Donohew adalah suatu hasil
perhitungan yang dilakukan berulangkali oleh para peneliti, dimana dicari suatu
hasil dengan tingkat konsistensi tinggi. Reliabilitas merupakan indeks yang
menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur (kategorisasi) dapat dipercaya atau
diandalkan bila dipakai lebih dari satu kali untuk mengukur gejala yang sama.41
Reliabilitas merupakan bagian yang sangat penting dalam analisis isi untuk
menguji kategori yang telah dibuat, sehingga kategori yang dibuat harus tepat,
benar dan mudah dipahami oleh pelaku koding (koder) untuk memberikan
penilaian.
Reliabitas
berarti
konsistensi
klasifikasi,
konsistensi
dalam
mengklasifikasi dapat diketahui dengan meminta bantuan penilaian pada koder.
Dalam penelitian ini penulis mengambil dua orang pelaku koding. Untuk
menghitung kesepakatan dari hasil penilaian para koder.
41
Burhan Bungin, Metode Penelitian Kuantitatif, Rajawali Pers, Jakarta, 1993, hal. 159
Cara yang digunakan untuk menghitung hasil penilaian para koder, penulis
menggunakan cara Holsti, dengan formulanya :
M Coefisien Re liability =
2M
N1 + N 2
Keterangan :
M
: Jumlah pernyataan yang disetujui oleh pengkoding (koder)
N1, dan N2
: Jumlah pernyataan yang diberi kode oleh pengkoding dan
periset.42
Hasil uji reliabilitas harus dapat membuktikan bahwa alat ukur yang
digunakan ternyata reliabel. Bila para koder memiliki hasil penilaian yang sama
terhadap hal yang sama dalam mengukur unit analisis dalam kategori yang sudah
ditetapkan, maka kategori tersebut dapat dikatakan reliabel.
Dalam penelitian ini, penulis meminta bentuan dua orang koder untuk
mengisi tabel reliabilitas gambar, suara, naskah, dan identitas untuk tayangan
berita kriminal Buser di SCTV pada tanggal 10, 15, 17, 18, 20 dan 23 Mei 2008.
koder dalam penelitian ini adalah Drs.Andi Fachrudin, M.Si (praktisi TVRI) dan
Afdal Makurraga, S.Sos, MM (dosen mata kuliah Hukum dan Etika Penyiaran).
Peneliti menganggap kedua koder memiliki pengetahuan tentang kode etik
jurnalistik, khususnya menyangkut pedoman perilaku penyiaran dan standar
42
Glen M. Broom-David M. Dozier, Using Research in Public Relations Applications to Progam
Management, Prentice Hall New Jersey, hal. 142
program siaran pada pemberitaan berita kriminal dan memiliki kemampuan untuk
melakukan pengkodean.
Reliabilitas pertama yang digunakan adalah isi berita, yang menyangkut
penayangan gambar, suara, naskah, dan identitas pada tayangan berita kriminal
Buser SCTV periode bulan Mei 2008. Reliabilitas kedua adalah tema berita, yang
dilihat dari jenis berita kejahatan yang terdiri dari 41 item berita, yaitu: 9 item
beerita pencurian, 3 item berita narkoba dan miras, 4 item berita penipuan, 0 item
berita kejahatan asusila, 11 item berita tindak kriminal terhadap ketertiban umum,
dan 14 item berita pembunuhan dan penganiayaan yang diuji berdasarkan 9 sub
kategori yaitu, gambar sesuai, gambar tidak sesuai, suara sesuai, suara tidak
sesuai, suara netral, naskah sesuai, naskah tidak sesuai, identitas sesuai, dan
identitas tidak sesuai.yang diuji oleh dua orang koder, dan berikut ini adalah uji
reliabilitas:
I.
Kategori Isi Berita
Reliabilitas =
2M
N1+N2
=
2 ( 38 )
41+41
=
76
82
=
0,92 x 100%
=
92%
II.
Kategori Tema Berita
Reliabilitas =
2M
N1+N2
=
2 ( 151 )
164+164
=
302
328
=
0,92 x 100%
=
92%
Menurut Lasswell, menulis reliabilitas dalam analisis isi pemberitaan,
angkanya harus menunjukkan kesamaan sebanyak 70 sampai 80 persen antara
atau diantara pelaksanaan koding, jika demikian hasil analisis dapat diterima
sebagai keterpercayaan yang memadai.43 Maka sesuai dengan hasil penghitungan
diatas maka hasil uji kategori diatas adalah reliabel. Reliabilitas dilakukan untuk
menguji dan memperkuat tingkat reliabilitas dari alat pengukur (kategorisasi)
yang harus dapat diandalkan bila dipakai lebih dari satu kali pengujian untuk
mengukur gejala yang sama, sehingga hasil penelitian ini dapat dipercaya.
3.7
Analisa Data
Dalam penelitian ini, terdapat langkah-langkah yang dilakukan,
43
Don Michael, Analisa Isi Surat Kabar Indonesia, Penerjemah: Akhmadsyah Naina, Gajah Mada
University, Yogyakarta, 1989, hal 129.
1. Merumuskan masalah penelitan dan hipotesisnya dimana peneliti ingin
mengetahui kecenderungan isi program berita kriminal Buser SCTV
menyangkut gambar, suara, naskah dan identitas dalam kaitannya
dengan kode etik jurnalistik dan standar program siaran.
2. Melakukan sampling, dimana dalam penelitian ini teknik sampling
yang digunakan adalah random sampling dengan pertimbangan dalam
program kriminal Buser tidak terdapat penekanan bahwa pada hari
tertentu kasus yang satu lebih banyak daripada kasus yang lain.
4. Menentukan kategorisasi penelitian berdasarkan pada pertanyaan atau
rumusan masalah penelitian yaitu penayangan gambar, suara, naskah
dan identitas dalam kaitannya dengan kode etik jurnalistik dan standar
program siaran.
5. Membuat sampel dokumen, dimana dalam penelitian ini dokumen
yang dibuat adalah rekaman tayangan Buser SCTV (taping) pada
sampel yang telah ditentukan.
6. Melakukan koding data dengan menggunakan lembar koding yang
sudah dipersiapkan. Koding adalah suatu proses dimana data mentah
secara sistematis diubah dan dikelompokkan kedalam unit-unit yang
memungkinkan membuat deskripsi karakteristik isi yang relevan.
7. Data diolah dengan menggunakan tabel-tabel dan mendeskripsikannya.
Analisa data dilakukan dengan pendekatan kuantitatif. Dengan analisa
deskriptif
berdasarkan data-data yang telah diperoleh, maka akan
dijadikan dasar untuk mengambil kesimpulan hasil penelitian.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1
Gambaran Umum Tentang Objek Penelitian
4.1.1 Sejarah dan Perkembangan SCTV
SCTV yang semula merupakan kepanjangan dari Surabaya
Centra Televisi telah memulai siarannya pada Agustus 1990 dari Jl.
Darmo Permai dengan jangkauan terbatas untuk wilayah Gerbang
Kertosusilo
(Gresik,
Bangkalan,
Surabaya,
Sidoarjo
dan
Lamongan). Satu tahun kemudian pancaran siaran SCTV meluas
mencapai Pulau Dewata, Bali dan sekitarnya.
Pada tahun 1993 SCTV mendapatkan ijin siaran secara
nasional dengan SK Menteri Penerangan No.111/1992 dan
kemudian berganti nama menjadi Surya Citra Televisi.
Untuk mengantisipasi perkembangan industri televisi dan
juga dengan mempertimbangkan Jakarta sebagai pusat kekuasaan
maupun ekonomi, secara bertahap mulai tahun 1993 sampai
dengan
1998,
SCTV
memindahkan
basis
operasi
siaran
nasionalnya dari Surabaya ke Jakarta. Pada tahun 1999 SCTV
melakukan siarannya secara nasional dari Jakarta.
Pada tahun 1999 SCTV melakukan siarannya secara
nasional dari Jakarta. Sementara itu, mengantisipasi perkembangan
teknologi informasi yang kian mengarah pada konvergensi media
SCTV
mengembangkan
meluncurkan
situs
potensi
multimedianya
dengan
http://www.liputan6.com,
dan
http://www.liputanbola.com. Melalui ketiga situs tersebut, SCTV
tidak lagi hanya bersentuhan dengan masyarakat Indonesia di
wilayah Indonesia, melainkan juga menggapai seluruh dunia.
Dalam perkembangan berikutnya, melalui induk perusahaan PT.
Surya Citra Media tbk (SCM), SCTV mengembangkan potensi
usahanya hingga mancanegara dan menembus batasan konsep
siaran tradisional menuju konsep industri media baru.
Melalui 47 stasiun transmisi, SCTV mampu menjangkau
240 kota dan menggapai sekitar lebih dari 175 juta potensial
pemirsa. Dinamika ini terus mendorong SCTV untuk selalu
mengembangkan profesionalisme sumber daya manusia agar dapat
senantiasa menyajikan layanan terbaik bagi pemirsa dan mitra
bisnisnya.
SCTV telah melakukan transisi ke platform siaran dan
produksi digital, yang merupakan bagian dari kebijakan untuk
secara konsisten mengadopsi kecanggihan teknologi dalam
meningkatkan kinerja dan efsiensi operasional. Dalam semangat
yang sama, kebijakan itu telah meletakkan penekanan yang kokoh
pada pembinaan kompetensi individu di seluruh aspek untuk
mempertajam
basis
pengetahuan
seraya memupuk
talenta,
kreativitas dan inisiatif. Inilah kunci untuk memperkuat posisi
SCTV sebagai salah satu dari stasiun penyiaran terkemuka di
Indonesia.
4.1.2 Program SCTV
Program siaran yang dihadirkan di stasiun televisi SCTV
secara umum dapat diketegorikan sebagai berikut:
1. Program News
2. Gala Sinetron
3. Gala Hollywood
4. Gala Bollywood
5. Gala Mandarin
6. Gala Keluarga
7. Gala Sinema
8. Variety Show
9. Telenovela
10. Infotainment dan Reality Show
11. Kuis
SCTV menyadari bahwa eksistensi industri televisi tidak
dapat dipisahkan dari dinamika masyarakat. SCTV menangkap dan
mengekspresikannya melalui berbagai program berita dan fature
produksi Divisi Pemberitaan seperti Liputan 6 (Pagi, Siang, Petang,
Malam), Buser, Topik Minggu ini, Sigi, dan sebagainya.
4.1.3 Program Buser SCTV
Program berita kriminal Buser yang ditayangkan di SCTV
berisikan lintasan peristiwa yang terjadi di masyarakat seperti kecelakaan,
kebanjiran dan kebakaran. Namun dalam program tersebut berita kriminal
dari mulai berita tentang pencurian, pembunuhan, narkoba, pemerkosaan,
penipuan, serta berita-berita kriminal lainnya lebih mendominasi.
Program Buser SCTV ditayangkan pertama kali pada bulan April
2002 dengan jam tayang pukul 11.30 WIB hingga pukul 12.00 WIB,
meskipun pernah tayang sebanyak dua kali sehari yaitu pada pukul 11.30
WIB dan pukul 17.30 WIB.
Adapun tim redaksi Buser sebagai berikut:
1. Pimpinan Redaksi
: Rosianna Silalahi
2. Wakil pimpinan Redaksi : Eko Wahyu Tawantoro
3. Kepala Program Khusus : Zaenal Bhakti
4. Produser Eksekutif
: Tris Wijayanto
5. Produser
: Joy Astro
Tris Wijayanto
6. Kepala Peliputan
: Djarot Suprayitno
7. Kepala Biro Surabaya
: Ign. Ismoyo Herdono
8. Korlip. Daerah
: Roy Ahmad
Kholik M
9. Pengarah Teknik
: Gunawan
M. Istanto
10. Pengarah Program
: Irwan. A, Ancha
11. Presenter
: David Silahooij
Nastiti Lestari
4.2
Hasil Penelitian
Pada bab ini, penulis akan melakukan analisis terhadap gambar, suara,
naskah, dan identitas pelaku kriminal dalam tayangan program berita kriminal
Buser di SCTV periode bulan Mei 2008. Analisis isi pemberitaan pada tanggal 10,
15, 17, 18, 20, dan 23 Mei 2008 yang berjumlah 41 item berita kriminal dilakukan
oleh dua orang koder. Hal ini dilakukan untuk menguji sejauhmana alat pengukur
(kategorisasi) dapat diandalkan jika dipakai lebih dari satu kali untuk mengukur
gejala yang sama.
Seperti yang telah ditulis pada bab I, pokok permasalahan yang diteliti adalah
bagaimana kecenderungan isi program berita kriminal Buser SCTV yang
menyangkut gambar, suara, naskah, dan identitas pelaku kriminal yang dilihat dari
perspektif Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran.
Dalam hasil pembahasan ini, penulis telah membuat tabel jenis
pemberitaan kriminal pada tayangan Buser SCTV periode Mei 2008 dan jumlah
jenis pemberitaan kriminal dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 4.2
Jumlah Pemberitaan Kriminal pada Tayangan “BUSER” di SCTV Periode
Bulan Mei 2008
Jenis Pemberitaan
Berita Pencurian
Berita Narkoba dan Miras
Berita Penipuan
Berita Kejahatan Susila
Berita Tindak Kriminal Terhadap
Ketertiban Umum
Berita pembunuhan dan
Penganiayaan
Jumlah
Jumlah (∑)
Persen (%)
9
3
4
0
11
22%
7%
10%
0%
27%
14
34%
41
100%
Dari keterangan diatas, dapat dilihat bahwa dari 41 item berita kriminal
sebagai total keseluruhan sampel yang diteliti yaitu tanggal 10, 15 17, 18, 20 dan
23 Mei 2008, penulis melakukan analisis isi berita berdasarkan jenis-jenis
pemberitaan kriminal dan diketahui bahwa ternyata berita kriminal Buser
berisikan 9 item berita pencurian atau sebanyak 22%, 3 item berita narkoba dan
miras atau sebanyak 7%, 4 item berita penipuan atau sebanyak 10%, 0 item berita
kejahatan susila atau sebanyak 0%, 11 item berita tindak kriminal terhadap
ketertiban umum atau sebanyak 27%, 14 item berita pembunuhan dan
penganiayaan atau sebanyak 34%.
Sedangkan frekuensi atau jumlah jenis berita kriminal pada tayangan
Buser SCTV periode Mei 2008 yang paling banyak terjadi dan terkesan lebih
mendominasi adalah jenis berita pembunuhan dan penganiayaan yang mencapai
14 item atau sebanyak 34% dari seluruh jumlah populasi.
Melalui pemberitaan berita kriminal Buser SCTV diharapkan bahwa
masyarakat mendapatkan pengetahuan dan informasi terhadap berbagai aksi
kejahatan yang terjadi dan menjadi kian waspada terhadap tindakan kriminal di
daerah-daerah yang rawan akan tindak kriminal.
4.2.1
Kategori gambar
Pada tayangan berita kriminal seringkali ditampilkan gambar-gambar
dramatis ketika tersangka pelaku kejahatan seperti pembunuhan, penodongan,
pencopetan, perkosaan, perampokan yang sedang dipukuli habis-habisan oleh
massa bahkan ditelanjangi akan terekam kamera sesuai kenyataan yang ada di
tempat kejadian perkara. Pemberitaan kriminal juga menayangkan gambar korban
kejahatan sebagai pelengkap berita.
Televisi tidak bisa menyiarkan dengan seenaknya terhadap korban-korban
manusia yang tampak sadis, misalnya tubuh korban yang hancur tanpa kepala,
darah segar yang berceceran termasuk gambar-gambar yang menjijikkan. Dengan
demikian pemberitaan televisi memerlukan etika. Etika itu dimaksudkan agar
pemirsa tidak memiliki rasa takut atau trauma yang amat besar setelah
menyaksikan tayangan berita di televisi.
Pada kategori penelitian ini, hasil analisis akan dilihat dari segi
kecenderungan berita kriminal Buser SCTV yang menyangkut penayangan
gambar selama periode bulan Mei 2008.
Kategori gambar terdiri dari gambar sesuai dan tidak sesuai.
Kategori gambar dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Pemberitaan Buser SCTV yang cenderung sesuai jika menyamarkan gambar
wajah tersangka kejahatan pada umumnya dan gambar wajah tersangka dan
korban kejahatan asusila serta kejahatan di bawah umur dengan cara
diburamkan.
2. Pemberitaan Buser SCTV yang cenderung tidak sesuai jika tidak
menyamarkan gambar wajah tersangka kejahatan pada umumnya dan gambar
wajah tersangka dan korban kejahatan asusila serta kejahatan di bawah umur
dengan cara menayangkan secara jelas.
Dalam hasil pembahasan ini, penulis telah membuat tabel kategori gambar
yang sesuai dan tidak sesuai pada tayangan berita kriminal Buser SCTV periode
bulan Mei 2008 dan jumlah kategori gambar yang sesuai dan tidak sesuai, yang
diuraikan dalam tabel berikut:
Tabel 4.2.1
Jumlah Gambar Pada Tayangan “BUSER” di SCTV Periode Bulan Mei
2008
Jumlah( ∑ )
Persen (%)
Sesuai
37
90%
Tidak Sesuai
4
10%
41
100%
Gambar
Jumlah
Dari keterangan tabel diatas, dapat dikatakan bahwa gambar yang ditayangkan
cenderung sesuai jika dilihat dari perspektif Pedoman Perilaku Penyiaran dan
Standar Program Siaran, hal ini terbukti dengan lebih banyak tayangan berita yang
menyamarkan gambar mayat atau potongan tubuh korban kejahatan, seperti pada
contoh tayangan berita Buser hari Sabtu, 10 Mei 2008 sebagai berikut:
”Kakek 70 tahun tewas ditumpukan sampah”
Seorang kakek warga Bintara Jaya Bekasi Barat / ditemukan tewas di
tempat pembuangan sampah di pojok kampung // Sebelum meyatnya ditemukan
/ kakek yang berusia 70 tahun itu dinyatakan hilang oleh keluarganya //
VTR
Wanita ini berusaha dibawa pulang ke rumahnya oleh warga / sebab ia
tak kuasa menyaksikan jasad ayahnya / Encu Harianto ditemukan tewas diantara
tumpukan sampah // Warga menuturkan bila sore hari tiba / Encu sering terlihat
membuang sampah // Namun selama lima hari terakhir warga tidak lagi
menyaksikan kebiasaan Encu itu / dan selama lima hari itu pula / putri Encu
terus mencari ayahnya // Guna pengusutan lebih lanjut / jasad Encu alias
Herianto dibawa aparat polsek Bekasi Barat ke rumah sakit RSUD Bekasi //
Dalam contoh berita tersebut, gambar jenasah korban disamarkan. Hal ini
sesuai dengan etika penyiaran dan standar program siaran yang menyebutkan
bahwa gambar yang membawa dampak traumatis kepada pemirsa harus
disamarkan.
4.2.1.1 Kategori Gambar Sesuai
Kategori gambar sesuai pada tayangan berita kriminal Buser SCTV
periode bulam Mei 2008 berarti berita-berita Buser yang menayangkan gambar
potongan tubuh, darah ataupun hal lain yang menjijikkan dan juga gambar wajah
tersangka kejahatan pada umumnya ataupun korban kejahatan asusila, serta
kejahatan dibawah umur dengan cara diburamkan atau disamarkan.
Dalam pembahasan ini, penulis telah membuat tabel gambar sesuai pada
tayangan Buser SCTV periode bulan Mei 2008 dan jumlah kategori gambar sesuai
pada tayangan berita kriminal Buser SCTV dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 4.2.1.1
Jumlah Gambar Sesuai Pada Tayangan “BUSER” di SCTV Periode Bulan
Mei 2008
Jumlah ( ∑ )
Persen ( % )
Pencurian
9
25%
Narkoba dan Miras
1
2%
Penipuan
4
11%
Tindak Kriminal Terhadap Ketertiban
11
30%
12
32%
37
100%
Gambar
Umum
Pembunuhan dan Penganiayaan
Jumlah
Dari tabel jumlah gambar sesuai diatas, jelas terlihat bahwa pada tayangan
berita kriminal Buser SCTV seluruh berita pencurian sebanyak 9 item atau sebesar
25% menayangkan gambar sesuai dengan pedoman perilaku penyiaran dan
standar program siaran, sedangkan berita narkoba dan miras sebanyak 1 item atau
sebesar 2%, Berita penipuan sebanyak 4 item atau sebesar 11% sesuai dengan
pedoman perilaku penyiaran dan standar program siaran, berita tindak kriminal
terhadap ketertiban umum sebanyak 11 item atau sebesar 30%, dan berita
pembunuhan dan penganiayaan sebanyak 12 item atau sebesar 32% sesuai dengan
pedoman perilaku penyiaran dan standar program siaran dengan cara
menyamarkan gambar potongan tubuh ataupun jenasah korban.
Dalam
pelaksanaannya,
redaksi
Buser
SCTV
juga
memberikan
perlindungan terhadap remaja yang terkait permasalahan dengan polisi atau proses
peradilan, dengan cara menyamarkan gambar wajah pelaku kejahatan di bawah
umur, seperti dapat dilihat pada contoh berita pada tanggal 17 Mei 2008 sebagai
berikut:
” Remaja penodong ditangkap usai beraksi”
Penodongan diatas angkutan umum kembali terjadi // Dua tersangka
yang masih remaja ditangkap aparat polres metro Jakarta Pusat di tempat
persembunyiannya / usai menodong dua pelajar SMP // Selain sebilah clurit /
polisi juga menyita sejumlah uang sebagai barang bukti //
VTR
Sound Up: ML dan AD
Tersangka
Dalih yang diajukan ML dan AD tidak serta merta meluluhkan polisi
yang meringkus keduanya bersembunya di sebuah gedung di jalan Kramat Raya
// Sepanjang jalan / kedua remaja itu menjadi tontonan warga yang penasaran
akan penangkapan itu // ML dan AD dilaporkan dua orang pelajar SMP dalam
kasus penodongan // Korban menyatakan / niat berangkat ke sekolah dengan
menumpang metro mini terhambat setelah bertemu dengan kedua tersangka //
Berbekal sebuah clurit / mereka menodong kedua korban // Kedua tersangka
kabur setelah seorang warga memergoki aksinya //
Sound Up: Yuda
Korban
Kini kedua tesangka harus mendekam di sel tahanan polisi guna
mempertanggungjawabkan ulahnya sendiri // Bercermin dari kejadian ini / para
pelajar yang kerap menggunakan angkutan umum diharapkan lebih mewaspadai
kemungkinan terjadinya tindak kejahatan saat perjalanan berangkat maupun
pulang sekolah //
Pada pemberitaan ini, redaksi Buser SCTV memberikan perlindungan
terhadap tersangka yang masih remaja dengan cara menyamarkan gambar wajah
tersangka, meskipun terdapat barang bukti berupa sebuah clurit. Hal ini dilakukan
untuk melindungi masa depan tersangka yang masih di bawah umur, tentunya
setelah mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pemberitaan tersebut sesuai
dengan pedoman perilaku penyiaran dan standar program siaran, dengan
menyamarkan gambar wajah tersangka di bawah umur, meskipun wajah dan
identitas korban ditayangkan secara jelas, untuk menambah faktualitas tayangan.
4.2.1.2 Kategori gambar tidak sesuai
Kategori gambar tidak sesuai pada tayangan berita kriminal Buser SCTV
periode bulam Mei 2008 berarti berita-berita Buser yang menayangkan gambar
potongan tubuh, darah ataupun hal lain yang menjijikkan dan juga gambar wajah
tersangka kejahatan pada umumnya ataupun korban kejahatan asusila, serta
kejahatan dibawah umur dengan cara ditayangkan secara jelas.
Dalam pembahasan ini, penulis telah membuat tabel gambar tidak sesuai
pada tayangan Buser SCTV periode bulan Mei 2008 dan jumlah kategori gambar
tidak sesuai pada tayangan berita kriminal Buser SCTV dapat dilihat dalam tabel
berikut:
Tabel 4.2.1.2
Jumlah Gambar Tidak Sesuai Pada Tayangan “BUSER” di SCTV Periode
Bulan Mei 2008
Jumlah ( ∑ )
Persen ( % )
Narkoba dan Miras
2
50%
Pembunuhan dan Penganiayaan
2
50%
4
100%
Gambar
Jumlah
Dari tabel diatas, dapat digambarkan bahwa pada tayangan berita kriminal
Buser SCTV periode bulan Mei 2008 terdapat 3 item berita yang tidak sesuai
dengan pedoman perilaku penyiaran dan standar program siaran. Pada berita
narkoba dan miras terdapat 2 item berita atau sebesar 50% gambar tidak sesuai,
dan pada berita pembunuhan dan penganiayaan terdapat 2 item berita atau sebesar
50% gambar tidak sesuai. Berita-berita yang menayangkan gambar tidak sesuai
dapat di lihat seperti pada contoh berita hari Kamis,15 Mei 2008 sebagai berikut:
”Bapak dipenjara, anak jadi kurir narkoba”
Anak memang kadang meniru perbuatan orang tuanya // Sayangnya
yang terjadi di Malang Jawa Timur / justru perbuatan keliru orang tuanya yang
ditiru // seorang pemuda ditangkap beserta barang bukti dua puluh gram sabusabu senilai tiga puluh juta rupiah // tersangka diduga melanjutkan profesi
ayahnya yang kini ditahan di lapas Madiun juga karena narkoba //
VTR
Yuananto tak berkutik ketika polisi menggrebek rumah kostannya //
Iapun pasrah ketika polisi menemukan paket dua puluh gram sabu-sabu di
kamarnya //
VTR
Sound Up: Yuananto
Tersangka
Polisi curiga perbuatan Yuananto ini tidak terlepas dari perbuatan
bapaknya yang saat ini masih ditahan di lapas Madiun / namun Yuananto
mengelak tuduhan itu //
VTR
Sound Up: Yuananto
Tersangka
Yuananto boleh saja mmembantah / namun polisi tetap curiga ada
kerjasama antara anak dan bapak kandungnya untuk mengedarkan sabu-sabu //
Yuananto akhirnya ditangkap // Polisi rencananya juga akan berkoordinasi
dengan lapas Madiun untuk memmeriksa ayah kandung Yuananto // Jika
terbukti menjalankan bisnis narkoba dari dalam penjara / tersangka akan
terancam hukuman berlapis //
Dari contoh berita diatas, gambar wajah tersangka tidak diburamkan. Hal
ini tidak sesuai dengan pedoman perilaku penyiaran dan standar program siaran.
Namun karena ditemukan barang bukti sabu-sanu seberat 20 gram di kamar
kostannya, dan dengan pertimbangan bahwa ayahnya merupakan tahanan lapas
Madiun dengan kasus narkoba, maka gambar wajah tersangka tetap di perlihatkan
dengan harapan masyarakat memperoleh informasi tersebut secara lengkap.
4.2.2
Kategori suara
Pemberitaan kriminal jika disiarkan ditelevisi akan memiliki daya tarik
yang kuat selain dengan menayangkan gambar dramatis sesuai realita kamera dan
disertai atmosphere sound, yang juga dilengkapi oleh narasi naskah yang
dibacakan oleh penyiar, serta rekaman suara narasumber baik itu tersangka, saksi,
korban, ataupun pihak lain yang sedang memberikan keterangan lengkap dengan
gambar narasumber.
Pada kategori penelitian ini, hasil analisis akan dilihat dari segi
kecenderungan berita kriminal Buser SCTV yang menyangkut penayangan suara
dilihat dari pedoman perilaku penyiaran dan standar program siaran.
Kategori suara terdiri dari suara sesuai, suara tidak sesuai, dan suara netral
Kategori suara dibagi menjadi tiga yaitu:
1. Pemberitaan Buser SCTV yang cenderung sesuai jika menyamarkan suara
tersangka kejahatan pada umumnya dan suara tersangka dan korban kejahatan
asusila serta kejahatan di bawah umur, dengan cara tidak memperdengarkan
kepada publik suara tersangka dan korban sebagaimana aslinya.
2. Pemberitaan Buser yang cenderung tidak sesuai jika tidak menyamarkan suara
tersangka kejahatan pada umumnya dan suara tersangka dan korban kejahatan
asusila serta kejahatan di bawah umur, dengan cara memperdengarkan kepada
publik suara tersangka dan korban sebagaimana aslinya.
3. Pemberitaan Buser
SCTV yang cenderung netral, jika tidak ada suara
tersangka suara tersangka kejahatan pada umumnya dan suara tersangka dan
korban kejahatan asusila serta kejahatan di bawah umur.
Dalam hasil pembahasan ini, penulis telah membuat tabel kategori suara
sesuai, suara tidak sasuai, dan suara netral pada tayangan berita kriminal periode
bulan Mei 2008. Jumlah kategori suara sesuai, suara tidak sasuai, dan suara netral
pada tayangan berita kriminal Buser SCTV periode bulan Mei 2008 dapat dilihat
dalam tabel berikut:
Tabel 4.2.2
Jumlah Suara Pada Tayangan “BUSER” di SCTV Periode Bulan Mei 2008
Jumlah( ∑ )
Persen (%)
Sesuai
6
15%
Tidak Sesuai
6
15%
Netral
29
70%
41
100%
Suara
Jumlah
Dari keterangan tabel diatas, dapat digambarkan bahwa pada kategori
suara terdapat 6 item berita yang menayangkan suara sesuai atau sebesar 15%,
sedangkan suara tidak sesuai terdapat 6 item atau sebanyak 15% dan suara netral
sebanyak 29 item atau sebanyak 70% dari keseluruhan pemberitaan. Pada kategori
suara, jumlah suara netral merupakan yang paling banyak, hal ini dikarenakan
banyak item berita yang tidak menayangkan suara korban ataupun pelaku
kejahatan.
4.2.2.1 Kategori Suara Sesuai
Kategori suara sesuai pada tayangan berita kriminal Buser SCTV periode
bulan Mei 2008 berarti berita-berita Buser yang menayangkan suara tersangka
kejahatan pada umumnya ataupun korban kejahatan asusila, serta kejahatan
dibawah umur dengan cara disamarkan atau ditayangkan tidak seperti aslinya.
Dalam pembahasan ini, penulis telah membuat tabel suara sesuai pada
tayangan Buser SCTV periode bulan Mei 2008 dan jumlah kategori suara sesuai
pada tayangan berita kriminal Buser SCTV dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 4.2.2.1
Jumlah Suara Sesuai Pada Tayangan “BUSER” di SCTV Periode Bulan Mei
2008
Jumlah ( ∑ )
Persen ( % )
Pencurian
3
50%
Penipuan
1
17%
Pembunuhan dan Penganiayaan
2
33%
6
100%
Suara
Jumlah
Dari keterangan tabel diatas, terlihat bahwa pada kategori suara sesuai
terdapat 3 item berita pencurian atau sebesar 50% jumlah suara sesuai, pada item
berita penipuan terdapat 17%, pada item pembunuhan dan penganiayaan terdapat
2 item atau sebesar 33%. Item berita kriminal dengan kategori suara sesuai dapat
dilihat dalam tayangan berita hari Kamis, 15 Mei 2008 seperti pada contoh
berikut:
”Misya Siregar Shok Menghadapi penjahat”
Pengalaman pahit berhadapan dengan pelaku tindak kejahatan biasanya
diawali oleh kelalaian atau kecerobohan korbannya sendiri // pengalaman ini
pula pernah menimpa artis dan model cantik Misya Siregar // Saat menunggu
dalam kendaraan ketika bertandang ke rumah teman / dua orang penjahat
mengendarai sepeda motor menjarah tas di dalam kendaraan // bagaimana
kisahnya / berikut Kriminal dan Selebritis / KriTis //
VTR
Wajah cantik wanita ini pasti telah banyak dikenal baik oleh publik /
terutama penggemar sinetron maupun infotainment // Ya / dialah Misya Siregar
// Wajah wanita kelahiran Bandung initidak hanya kerap muncul dalam berbagai
jenis info komersial atau iklan / namun kemampuan aktingnya di depan kamera
tidak diragukan lagi // Sejumlah sinetron telah dibintanginya // Berkarir di
hiburan tanah air memang impian istri penyanyi dan pencipta lagu Baby Romeo
ini sejak dulu // Berkat dorongan sang ibu dan kakak perempuannya / karir
Misyana Jelina Siregar beranjak dari model sampul majalah remaja // Seperti
kebanyakan artis lainnya / waktu Misya kerap dihabiskan dilokasi syuting //
Namun tak lupa ia menyisihkan waktu berkumpul dengan kakak atau sejumlah
teman // Pengalaman pahit pernah menghampiri saat mengisi waktu luang
bersama mereka //
Saat itu Misya bertiga hendak bertamu ke rumah seorang teman di
kawasan Panglima Polim Jakarta Selatan // Saat menunggu pintu tuan rumah
dibuka / tangan jahil mendatangi mereka //
VTR
Sound Up: Misya Siregar
Bak tersihir / Misya dan sang kakak di dalam kendaraan tidak mampu
berbuat apa-apa hingga pelaku kabur dengan barang jarahan // mereka menduga
para pelaku telah mempelajari dengan seksama setiap detail aktivitas dan
kebiasaan korbannya //
VTR
Sound Up: Misya Siregar
Refleks sang teman langsung tancap gas mengejar dua pria bersepeda
motor itu // Langkah mereka sia-sia / karena pelaku telah jauh meninggalkan
Misya // Misya beserta kakak dan temannya hnaya bisa pasrah / karena tas berisi
uang dan barang-barang berharga lainnya raib dilarikan pencuri //
VTR
Sound Up: Misya Siregar
Banyak pelajaran yang dipetik ibunda Lirik Shabila Musyakina dari
kejadian ini // Baginya kelalaian atau kecerobohan kita sendirilah yang kerap
mengundang aksi para penjahat //
VTR
Sound Up: Misya Siregar
Sejak itu / istri penyanyi dan pencipta lagu Baby Romeo ini tak pernah
lupa mengingatkan sopir atau keluarganya untuk tetap waspada dimanapun
berada / bahkan di tempat yang dianggap aman sekalipun / karena tindak
kejahatan selalu mengintai / dimanapun dan kapanpun //
VTR
Sound Up: Misya Siregar
Tindak kejahatan tak pernah mamilih korbannya dan akan datang dengan
tiba-tiba // Namun kerap kali tindak kejahatan muncul seiring kelalaian atau
kecerobohan korbannya sendiri // Bertindak waspada lebih bijak untuk
menghindari kemungkinan menjadi korban tindak kejahatan //
Pada pemberitaan ini, terdapat gambar artis Misya Siregar yang sedang
diwawancarai memberikan keterangan tentang pengalamannya berhadapan
dengan penjahat. Hal ini sesuai dengan pedoman perilaku penyiaran dan standar
program siaran karena wajah tersebut telah dikenal oleh banyak orang, juga
suaranya juga sesuai, meskipun tidak disamarkan dengan anggapan bahwa publik
atau masyarakat umum telah mengetahui profil dan identitas Misya Siregar.
4.2.2.2 Kategori Suara Tidak sesuai
Kategori suara tidak sesuai pada tayangan berita kriminal Buser SCTV
periode bulan Mei 2008 berarti berita-berita Buser yang menayangkan suara
tersangka kejahatan pada umumnya ataupun korban kejahatan asusila, serta
kejahatan dibawah umur dengan cara tidak disamarkan atau ditayangkan secara
jelas sebagaimana aslinya.
Dalam pembahasan ini, penulis telah membuat tabel suara tidak sesuai
pada tayangan Buser SCTV periode bulan Mei 2008 dan jumlah kategori suara
tidak sesuai pada tayangan berita kriminal Buser SCTV dapat dilihat dalam tabel
berikut:
Tabel 4.2.2.2
Jumlah Suara Tidak Sesuai Pada Tayangan “BUSER” di SCTV Periode
Bulan Mei 2008
Jumlah ( ∑ )
Persen ( % )
Pencurian
1
17%
Narkoba dan Miras
2
33%
Tindak Kriminal Terhadap Ketertiban
2
33%
1
17%
6
100%
Suara
Umum
Pembunuhan dan Penganiayaan
Jumlah
Dari keterangan tabel diatas, terlihat bahwa pada kategori suara tidak
sesuai terdapat 1 item berita pencurian atau sebesar 17% jumlah suara sesuai, pada
berita narkoba dan miras terdapat 2 item atau sebesar 33%, pada pemberitaan
tindak kriminal terhadap ketertiban umum terdapat 2 item atau sebesar 33%, dan
pada pemberitaan pembunuhan dan penganiayaan terdapat 1 item atau sebesar
17%. Item berita kriminal dengan kategori suara tidak sesuai dapat dilihat dalam
tayangan berita hari Sabtu, 17 Mei 2008 seperti pada contoh berikut:
” Remaja penodong ditangkap usai beraksi”
Penodongan diatas angkutan umum kembali terjadi // Dua tersangka
yang masih remaja ditangkap aparat polres metro Jakarta Pusat di tempat
persembunyiannya / usai menodong dua pelajar SMP // Selain sebilah clurit /
polisi juga menyita sejumlah uang sebagai barang bukti //
VTR
Dalih yang diajukan ML dan AD tidak serta merta meluluhkan polisi
yang meringkus keduanya bersembunya di sebuah gedung di jalan Kramat Raya
// Sepanjang jalan / kedua remaja itu menjadi tontonan warga yang penasaran
akan penangkapan itu // ML dan AD dilaporkan dua orang pelajar SMP dalam
kasus penodongan // Korban menyatakan / niat berangkat ke sekolah dengan
menumpang metro mini terhambat setelah bertemu dengan kedua tersangka //
Berbekal sebuah clurit / mereka menodong kedua korban // Kedua tersangka
kabur setelah seorang warga memergoki aksinya //
Sound Up: Yuda
Korban
Kini kedua tesangka harus mendekam di sel tahanan polisi guna
mempertanggungjawabkan ulahnya sendiri // Bercermin dari kejadian ini / para
pelajar yang kerap menggunakan angkutan umum diharapkan lebih mewaspadai
kemungkinan terjadinya tindak kejahatan saat perjalanan berangkat maupun
pulang sekolah //
Pada pemberitaan diatas gambar wajah tersangka disamarkan, hal ini
dilakukan untuk melindungi masa depan tersangka yang masih remaja. Sementara
itu penayangan suara tersangka tidak sesuai, karena menayangkan suara tersangka
secara jelas seperti suara aslinya. Kategori suara pada contoh pemberitaan diatas
tidak sesuai dengan pedoman perilaku penyiaran karena suara tersangka yang
masih dibawah umur tidak disamarkan.
4.2.2.3 Kategori Suara Netral
Kategori suara netral pada tayangan berita kriminal Buser SCTV periode
bulan Mei 2008 berarti pemberitaan Buser SCTV yang cenderung netral, yaitu
tidak ada suara tersangka kejahatan pada umumnya dan suara tersangka ataupun
korban kejahatan asusila serta kejahatan di bawah umur.
Dalam pembahasan ini, penulis telah membuat tabel suara netral pada
tayangan Buser SCTV periode bulan Mei 2008 dan jumlah kategori netral pada
tayangan berita kriminal Buser SCTV dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 4.2.2.3
Jumlah Suara Netral Pada Tayangan “BUSER” di SCTV Periode Bulan Mei
2008
Jumlah ( ∑ )
Persen ( % )
Pencurian
5
17%
Narkoba dan Miras
1
3%
Penipuan
3
10%
Tindak Kriminal Terhadap Ketertiban
9
32%
11
38%
29
100%
Suara
Umum
Pembunuhan dan Penganiayaan
Jumlah
Dari keterangan yang telah dibuat diatas dapat dilihat bahwa terdapat 5
item berita pencurian atau sebesar 17% menayangkan suara netral dari semua
jumlah suara netral, sebanyak 1 item berita narkoba dan miras atau sebesar 3%
menayangkan suara netral dari semua jumlah suara netral, sebanyak 3 item berita
penipuan atau sebesar 10% menayangkan suara netral dari semua jumlah suara
netral, sebanyak 9 item berita kriminal terhadap ketertiban umum atau sebesar
32% menayangkan suara netral dari semua jumlah suara netral, sebanyak 11 item
berita pembunuhan dan penganiayaan atau sebesar 38% menayangkan suara netral
dari semua jumlah suara netral. Berita kriminal Buser SCTV yang tidak
menayangkan suara tersangka ataupun korban dapat dilihat seperti pada contoh
berita hari Selasa, tanggal 20 Mei 2008 sebagai berikut:
”Cemburu, suami aniaya istri”
Di Cianjur Jawa Barat / saudara / diduga karena cemburu buta seorang
suami tega menganiaya istrinya sendiri hingga mengalami luka serius // Akibat
tindakan kekerasan itu / sang istri bahkan harus kehilangan salah satu tangannya
//
VTR
Neli Susilowati hanya bisa menangis menahan sakit / saat rumah sakit
umum Cianjur berupaya mengobati luka di tangan kanannya // Neli mengalami
luka serius akibat dianiaya Luki / suaminya sendiri // Menurut ibu korban
peristiwa memilukan itu berlangsung sangat cepat // Saat itu korban yang
sedang tidur di kamarnya tiba-tiba diserang oleh tersangka yang diduga
cemburu terhadap korban //
VTR
Sound Up: Iin
Ibu korban
Karena rumah sakit cianjur tidak memiliki peralatan lengkap / korban
terpaksa dirujuk ke rumah sakit Hasan Sadikin Bandung // Sementara tersangka
yang berprofesi sebagai satpam / kini masih diperiksa di polres Cianjur //
Pada tayangan pemberitaan ini, gambar wajah korban ditayangkan secara
jelas, identitas korban juga disebutkan secara jelas ”Neli Susilowati”, sementara
identitas tersangka yang merupakan suaminya sendiri juga disebutkan. Namun
baik tersangka ataupun korban tidak diberikan hak untuk memberikan pernyataan,
dan hanya ibu korban yang memberikan keterangan menyangkut kejadian tersebut
sehingga penayangan suara pemberitaan diatas adalah netral.
4.2.3
Kategori Naskah
Media televisi hendaknya memiliki sikap seimbang antara sikapnya
terhadap hukum dan sifatnya terhadap tersangka agar tidak dikatakan melakukan
trial by the press (penghakiman oleh pers). Redaksi Buser SCTV perlu
memperhatikan penggunaan kata-kata yang bersifat mengadili seperti pembunuh,
pencopet, pemerkosa, pencuri, penodong, perampok, pengedar, ataupun pelaku
tindak kejahatan dan kekerasan lainnya sedangkan orang yang diduga melakukan
kejahatan tersebut tidak tertangkap basah dan tidak ada barang bukti. Oleh karena
itu untuk menghindari anggapan bahwa media telah menghakimi orang yang
ditangkap polisi maka media harus menggunakan gaya bahasa yang tidak
mengadili seperti ”tersangka”, dan ”diduga” kecuali orang tersebut tertangkap
basah dan ada barang bukti atau telah divonis oleh hakim pengadilan.
Pada kategori penelitian ini, hasil analisa akan dilihat dari segi
kecenderungan penayangan berita kriminal Buser SCTV yang menyangkut
penulisan naskah selama periode pemberitaan bulan Mei 2008.
Kategori naskah terdiri dari mengadili dan tidak mengadili
Kategori naskah dibagi menjadi dua yaitu:
1. Pemberitaan Buser SCTV yang cenderung menggunakan gaya bahasa
mengadili, yaitu gaya bahasa dalam berita Buser SCTV yang menggunakan
kata-kata yang memberi kesan bahwa orang yang ditangkap polisi atau
berurusan dengan aparat penegak hukum dianggap bersalah telah melakukan
kejahatan maupun perbuatan tindak pidana sebelum dijatuhkan keputusan
hukum yang berkekuatan tetap. Gaya bahasa dalam berita Buser SCTV
dikatakan mengadili jika menggunakan
kata-kata pembunuh, penodong,
pencopet, perampok, pencuri, pemerkosa dan pengedar serta jika dari orang
yang melakukan kejahatan tidak ada barang bukti atau tidak tertangkap basah.
2. Pemberitaan Buser SCTV yang cenderung menggunakan gaya bahas tidak
mengadili, yaitu gaya bahasa dalam berita Buser SCTV yang menggunakan
kata-kata yang dapat menggambarkan bahwa orang yang ditangkap polisi atau
berurusan dengan aparat penegak hukum tidak bersalah dan juga untuk
menghindari kesan atau anggapan bahwa media telah menghakimi orangorang yang ditangkap polisi. Gaya bahasa dalam berita Buser SCTV dikatakan
tidak mengadili jika menggunakan kata-kata tersangka, terdakwa dan diduga
serta jika dari orang yang melakukan kejahatan ada barang bukti atau
tertangkap basah.
Dalam hasil pembahasan ini, penulis telah membuat tabel kategori naskah
mengadili dan tidak mengadili pada tayangan berita kriminal Buser SCTV periode
bulan Mei 2008 dan jumlah kategori naskah mengadili dan tidak mengadili
diuraikan dalam tabel berikut:
Tabel 4.2.3
Jumlah Naskah Pada Tayangan “BUSER” di SCTV Periode Bulan Mei 2008
Jumlah( ∑ )
Persen (%)
Mengadili
2
5%
Tidak Mengadili
39
95%
Jumlah
41
100%
Naskah
Dari keterangan tabel diatas, terdapat 2 item berita atau sebesar 5% dari
jumlah seluruh naskah yang bersifat mengadili, sementara itu terdapat 39 item
berita atau sebesar 95% item berita yang bersifat tidak mengadili.
4.2.3.1 Kategori Naskah Dengan Gaya Bahasa Mengadili
Pada pembahasan ini yang dimaksud gaya bahasa mengadili adalah gaya
bahasa dalam berita Buser SCTV yang menggunakan kata-kata yang memberi
kesan bahwa orang yang ditangkap polisi atau berurusan dengan aparat penegak
hukum dianggap bersalah telah melakukan kejahatan maupun perbuatan tindak
pidana sebelum dijatuhkan keputusan hukum yang berkekuatan tetap. Gaya
bahasa dalam berita Buser SCTV dikatakan mengadili jika menggunakan katakata pembunuh, penodong, pencopet, perampok, pencuri, pemerkosa dan
pengedar serta jika dari orang yang melakukan kejahatan tidak ada barang bukti
atau tidak tertangkap basah.
Dalam pembahasan ini pula, penulis telah membuat tabel naskah dengan
gaya bahasa mengadili pada tayangan Buser SCTV periode bulan Mei 2008 dan
jumlah kategori gambar sesuai pada tayangan berita kriminal Buser SCTV dapat
dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 4.2.3.1
Jumlah Naskah Mengadili Pada Tayangan “BUSER” di SCTV Periode
Bulan Mei 2008
Naskah
Tindak Kriminal Terhadap Ketertiban
Umum
Jumlah ( ∑ )
Persen ( % )
1
50%
Pembunuhan dan Penganiayaan
Jumlah
1
50%
2
100%
Dari keterangan diatas menggambarkan bahwa berita kriminal Buser
SCTV menayangkan 2 item berita dengan gaya bahasa mengadili yaitu pada tema
berita tindak kriminal terhadap ketertiban umum sebanyak 1 item atau sebesar 50
% dan pada tema berita pembunuhan dan penganiayaan berjumlah 1 item atau
sebesar 50%. Berita kriminal Buser SCTV yang menayangkan berita dengan gaya
bahasa mengadili dapat dilihat seperti pada contoh berita hari Kamis, tanggal 23
Mei 2008 sebagai berikut:
”Usai Beraksi, perampok lukai teman sendiri”
Seorang pelaku perampokan teluka parah setelah diserang tiga
kawanannya sendiri karena disangka sebagai warga yang memergoki aksi mereka
// Meski sempat melarikan diri / seluruh pelaku akhirnya ditangkap berdasarkan
pengakuan perampok yang terluka //
VTR
Mengendaraiperahu motor / aparat polisi air polda Kalimantan Selatan
mencari tempat persembunyian seorang perampok di bantaran sungai tabat, barito
pualam // Benar saja / di sebuah rumah di tepi sungai / polisi menemukan Anang /
perampok yang dicari // tetapi kondisi Anang sungguh memprihatinkan / ia
terbaring lemah dengan tubuh penuh luka // kepada polisi Anang mengaku di
serang ketiga temannya sendiri hanya karena kesalahpahaman //
VTR
Suond Up: AKBP Sunaryo
Dirpolair Polda KalSel
Berdasarkan nyanyian Anang / polisi akhirnya menangkap tiga perampok
lainnya Amat Ipul dan Abdul // Ketiganya mengaku tidak membawa Anang ke
rumah sakit karena takut ditangkap polisi // tetapi tentu saja meski sudah
merencanakan secara matang / satu kesalahan kecil jelas bias berakibat fatal //
Pada contoh pemberitaan diatas dapat dilihat bahwa berita kriminal Buser
SCTV menyajikan berita dengan gaya bahasa mengadili. Hal ini dapat diihat
dalam penggunaan kata-kata mengadili yaitu perampok, sementara orang yang
ditangkap dan melakukan kejahatan tidak tertangkap basah
4.2.3.2 Kategori Naskah Dengan Gaya Bahasa Tidak Mengadili
Kategori naskah dengan gaya bahsa tidak mengadili berarti pemberitaan
Buser SCTV yang cenderung menggunakan gaya bahasa tidak mengadili, yaitu
gaya bahasa dalam berita Buser SCTV yang menggunakan kata-kata yang dapat
menggambarkan bahwa orang yang ditangkap polisi atau berurusan dengan aparat
penegak hukum tidak bersalah dan juga untuk menghindari kesan atau anggapan
bahwa media telah menghakimi orang-orang yang ditangkap polisi. Gaya bahasa
dalam berita Buser SCTV dikatakan tidak mengadili jika menggunakan kata-kata
tersangka, terdakwa dan diduga serta jika dari orang yang melakukan kejahatan
ada barang bukti atau tertangkap basah.
Dalam hasil pembahasan ini, penulis telah membuat tabel kategori naskah
tidak mengadili pada tayangan berita kriminal Buser SCTV periode bulan Mei
2008 dan jumlah kategori naskah mengadili dan tidak mengadili diuraikan dalam
tabel berikut:
Tabel 4.2.3.2
Jumlah Naskah Tidak Mengadili Pada Tayangan “BUSER” di SCTV
Periode Bulan Mei 2008
Suara
Pencurian
Jumlah ( ∑ )
Persen ( % )
9
23%
Narkoba dan Miras
2
5%
Penipuan
4
10%
Tindak Kriminal Terhadap Ketertiban
11
29%
13
33%
39
100%
Umum
Pembunuhan dan Penganiayaan
Jumlah
Dari keterangan tabel diatas penayangan berita kriminal Buser SCTV
bcenderung menggunakan gaya bahasa tidak mengadili terbukti dengan adanya 39
item gaya bahasa tidak mengadili dari 41 item berita yang ada. Terdapat 9 item
berita pencurian dengan gaya bahasa tidak mengadili atau sebesar 23% dari semua
naskah berita dengan gaya bahasa tidak mengadili, terdapat 2 item berita narkoba
dan miras dengan gaya bahasa tidak mengadili atau sebesar 5% dari semua naskah
berita dengan gaya bahasa tidak mengadili, terdapat 4 item berita penipuan
dengan gaya bahasa tidak mengadili atau sebesar 10% dari semua naskah berita
dengan gaya bahasa tidak mengadili, Terdapat 11 item berita tindak criminal
terhadap ketertiban umum dengan gaya bahasa tidak mengadili atau sebesar 29%
dari semua naskah berita dengan gaya bahasa tidak mengadili, terdapat 13 item
berita pembunuhan dan penganiayaan dengan gaya bahasa tidak mengadili atau
sebesar 33% dari semua naskah berita dengan gaya bahasa tidak mengadili.
Sementara itu berita kriminal Buser SCTV yang menggunakan gaya bahasa tidak
mengadili dapat dilihat pada contoh tayangan berita tanggal 20 Mei berikut ini:
”Aniaya warga, anggota kelompok pemuda ditangkap”
Seorang anggota kelompok pemuda di Makassar Sulawesi Selatan
ditangkap polisi / karena diduga terlibat pengeroyokan seorang warga yang
masih kerabatnya sendiri // kasus ini diduga dilatarbelakangi dendam antar
keluarga //
VTR..
Dari keterangan ini polisi menangkap Isra dan Aris Febri / dua pelaku
pengeroyokan terhadap Rusli Gani / di jalan Monginsidi Makassar // Kedua
tersangka yang sempat membantah akhirnya tidak bisa mengelak //
VTR..
Sound Up: Aris Febri
Tersangka Pengeroyokan
Kedua tersangka dan korban yang masih bertetangga dan masih
memiliki hubungan kerabat ini / selanjutnya di bawa ke Mapolresta Makassar
Barat untuk menjalani pemeriksaan // Tersangka Isra mengaku melakukan
pemukulan karena kesal / korban sering kebut-kebutan di lingkunan perumahan
mereka //
Sound Up: Isra
Tersangka pengeroyokan
Namun keterangan itu dibantah korban // Menurut Rusli / tersangka yang
merupakan anggota kelompok pemuda di Makassar itu / memang sudah lama
memiliki dendam pada dirinya //
Sound Up: Rusli Gani
Korban pengeroyokan
Apapun alasannya / kedua tersangka tetap diperiksa dengan tuduhan
melakukan penganiayaan // Polisi juga masih mengejar dua pelaku
pengeroyokan lainnya / Sigit dan Syarifudin yang kabur usai kejadian //
Pada contoh berita diatas, dapat dilihat penayangan berita kriminal Buser
SCTV yang menggunakan gaya bahasa tidak mengadili, karena pada contoh berita
tersebut menggunakan kata-kata tidak mengadili yaitu kata-kata diduga dan katakata tersangka.
4.2.4
Kategori Identitas
Pada kategori penelitian ini, hasil analisis akan dilihat dari segi
kecenderungan berita kriminal Buser SCTV periode bulan Mei 2008 berdasakan
penayangan identitas nama jika dilihat dari perspektif pedoman perilaku penyiaran
dan standar program siaran. Berdasarkan pedoman penulisan tentang hukum, pers
dapat saja menyebut nama lengkap tersangka atau tertuduh, jika hal itu demi
kepentingan umum. Tetapi hal ini haruslah memperhatikan prinsip adil dan
berimbang, meskipun dalam mengadakan peliputan penulisan identitas nama
tersangka
atau
terdakwa
diserahkan
kepada
wartawan
dengan
segala
kebijaksanaan.
Disebutkan bahwa dalam pemberitaan kasus kriminalitas dan hukum,
lembaga penyiaran harus menyamarkan identitas (termasuk menyamarkan wajah)
tersangka, kecuali identitas tersangka memang sudah terpublikasi dan dikenal
secara luas. Persoalan perlu tidaknya disebut nama lengkap dari tersangka atau
terdakwa dipublisir, mengembalikannya pada faktor kepentingan umum yang
menjadi ukuran apakah nama lengkap itu akan disebut atau tidak dalam publikasi.
Pada umumnya tidak ada keberatan untuk menyebut nama lengkap dalam
keadaan tertentu, baik apabila orang itu telah dikenal sebagai public person
ataupun orang yang sudah terkenal jahat, yang disebut sebagai orang yang
ditahan, maupun beberapa kategori delik yang menarik dari masyarakat.
Sedangkan jika faktor kepentingan umum menghendaki adanya publikasi,
penyebutan nama atau identitas tampaknya tidak memenuhi keberatan. Umumnya
ada suatu kecenderungan untuk tidak menyebut nama, bahkan ada yang
menjauhkan inisial.
Kategori identitas yang akan diteliti terdiri dari kategori sesuai dan
kategori tidak sesuai.
Kategori identitas dibagi menjadi dua yaitu:
1. Pemberitaan Buser SCTV yang cenderung sesuai jika menyamarkan identitas
tersangka kejahatan dan korban kejahatan di bawah umur, dengan cara tidak
memberitahukan identitas secara detail kepada publik
2. Pemberitaan Buser yang cenderung tidak sesuai jika tidak menyamarkan
identitas tersangka kejahatan dan korban kejahatan di bawah umur, dengan
cara memberitahukan identitas pelaku ataupun korban kejahatan di bawah
umur secara detail kepada publik.
Dalam hasil pembahasan ini, penulis telah membuat tabel kategori
identitas yang sesuai dan identitas tidak sesuai pada tayangan berita kriminal
Buser SCTV periode bulan Mei 2008 dan jumlah kategori identitas yang sesuai
dan tidak sesuai, yang diuraikan dalam tabel berikut:
Tabel 4.2.4
Jumlah Identitas Pada Tayangan “BUSER” di SCTV Periode Bulan Mei
2008
Jumlah( ∑ )
Persen (%)
Sesuai
33
81%
Tidak Sesuai
8
19%
41
100%
Identitas
Jumlah
Dari keterangan tabel diatas, dapat diketahui bahwa dalam tayangan berita
kriminal Buser SCTV cenderung sesuai dengan pedoman perilaku penyiaran dan
standar program siaran hal ini terbukti dengan terdapat 33 item berita yang
termasuk ketegori sesuai atau sebesar 81% dari semua item berita pada kategori
sesuai dan hanya terdapat 8 item berita atau sebesar 19% item berita yang tidak
sesuai dengan pedoman perilaku penyiaran dan standar program siaran.
4.2.4.1 Kategori Identitas Sesuai
Pemberitaan Buser
SCTV yang cenderung sesuai jika menyamarkan
identitas tersangka kejahatan dan korban kejahatan di bawah umur, dengan cara
tidak memberitahukan identitas secara detail kepada publik
Berdasarkan pedoman penulisan tentang hukum, pers dapat saja menyebut
nama lengkap tersangka atau tertuduh, jika hal itu demi kepentingan umum dan
hal ini haruslah memperhatikan prinsip adil dan berimbang.
Disebutkan dalam pasal 41 ayat 5 dan 6, disebutkan pula bahwa dalam
pemberitaan
kasus
kriminalitas
dan
hukum,
lembaga
penyiaran
harus
menyamarkan identitas (termasuk menyamarkan wajah) tersangka, kecuali
identitas tersangka memang sudah terpublikasi dan dikenal secara luas.
Lain halnya dengan orang yang sudah tidak mempunyai nama baik, orang
yang ditakuti masyarakat, hingga ditahan dan diajukan ke hakim pidana, pers
untuk menentramkan publik dapat mengungkapkan nama dari pelaku kejahatan
yang ditakuti dan meresahkan masyarakat. Persoalan perlu tidaknya disebut nama
lengkap dari tersangka atau terdakwa dipublisir, mengembalikannya pada faktor
kepentingan umum yang menjadi ukuran apakah nama lengkap itu akan disebut
atau tidak dalam publikasi. Identitas dan penyebutan nama tersebut dimungkinkan
dalam keadaan tertentu, seperti seseorang yang telah menjadi public person
ataupun seseorang yang mempunyai nama jahat ataupun dikemukakan pentingnya
perkara yang dapat menarik perhatian masyarakat.
Dalam hasil pembahasan ini, penulis telah membuat tabel kategori
identitas sesuai pada tayangan berita kriminal Buser SCTV periode bulan Mei
2008 dan jumlah kategori identitas sesuai diuraikan dalam tabel berikut:
Tabel 4.2.4.1
Jumlah Identitas Sesuai Pada Tayangan “BUSER” di SCTV Periode Bulan
Mei 2008
Jumlah ( ∑ )
Persen ( % )
Pencurian
9
28%
Narkoba dan Miras
1
3%
Penipuan
2
6%
Tindak Kriminal Terhadap Ketertiban
11
33%
10
30%
33
100%
Identitas
Umum
Pembunuhan dan Penganiayaan
Jumlah
Dari keterangan tabel yang telah dibuat terlihat bahwa pada tayangan
berita kriminal Buser SCTV terdapat 9 item berita pencurian atau sebesar 28%
dari seluruh kategori identitas sesuai, 1 item berita narkoba dan miras atau sebesar
3% dari seluruh kategori identitas sesuai, 2 item berita penipuan atau sebesar 6%
dari seluruh kategori identitas sesuai, 11 item berita tindak kriminal terhadap
ketertiban umum atau sebesar 33% dari seluruh kategori identitas sesuai, 10 item
berita pembunuhan dan penganiayaan atau sebesar 30% dari seluruh kategori
identitas sesuai. Tayangan berita kriminal buser SCTV dengan kategori identitas
sesuai dapat dilihat pada contoh berita tanggal 15 Mei 2008 sebagai berikut:
”Remaja dikeroyok puluhan preman”
Tidak terima kekasihnya digoda pria lain / seorang remaja di Makassar
Sulawesi Selatan nekat mendatangi sekelompok preman yang membawa senjata
tajam // Tapi naas justru ia yang babak belur dikeroyok puluhan preman //
VTR
Perempuan paruh baya ini tidak keberatan saat polisi membawa K-C /
putranya yang diduga terlibat kasus penganiayaan terhadap Rais / seorang
remaja di jalan Dirgantara Makassar // K-C yang tidak membantah tuduhan
tersebut / mengaku ia tidak sendirian melakukan aksinya //
VTR
Sound Up: K-C
Tersangka
Dari keterangan K-C / polisi langsung mencari para pelaku pengeroyok
lainnya //
VTR
Tetapi tersangka yang berjumlah lebih dari sepuluh orang itu diduga
telah melarikan diri // Kejadian ini bermula saat Rais mengantarkan kekasihnya
pulang // namun ditengah jalan sekelompok pemuda mengganggu sang kekasih
// Rais yang tidak terima perlakuan tersebut mengeluarkan sebuah pisau / tetapi
karena kalah jumlah iapun babak belur menjadi bulan-bulanan para preman //
Rais kini terbaring tak berdaya di rumah sakit Ibnu Sina Makassar / sementara
polisi masih mengejar tersangka lain / yang sudah diketahui identitasnya //
Pada contoh pemberitaan diatas, gambar wajah korban dan juga ibu
tersangka disamarkan. Sedangkan identitas nama tersangka menggunakan inisial
sehingga penayangan identitasnya sesuai dengan pedoman perilaku penyiaran dan
standar program siaran. Meskipun tersangka tidak membantah tuduhan tersebut,
namun nama baik tersangka dan keluarganya patut diperhatikan mengingat
tersangka belum menjalani proses hukum yang berlaku.
4.2.4.2 Kategori Identitas tidak sesuai
Pada penelitian ini, kategori identitas tidak sesuai berarti pemberitaan
Buser yang tidak menyamarkan identitas tersangka kejahatan dan korban
kejahatan di bawah umur, dengan cara memberitahukan identitas pelaku ataupun
korban kejahatan di bawah umur secara detail kepada publik.
Pada umumnya tidak ada keberatan untuk menyebut nama lengkap dalam
keadaan tertentu, baik apabila orang itu telah dikenal sebagai public person
ataupun orang yang sudah terkenal jahat, yang disebut sebagai orang yang
ditahan, maupun beberapa kategori delik yang menarik dari masyarakat.
Dalam hasil pembahasan ini, penulis telah membuat tabel kategori
identitas tidak sesuai pada tayangan berita kriminal Buser SCTV periode bulan
Mei 2008 dan jumlah kategori identitas tidak sesuai diuraikan dalam tabel berikut:
Tabel 4.2.4.2
Jumlah Identitas Tidak Sesuai Pada Tayangan “BUSER” di SCTV Periode
Bulan Mei 2008
Jumlah ( ∑ )
Persen ( % )
Narkoba dan Miras
2
25%
Penipuan
2
25%
Pembunuhan dan Penganiayaan
4
50%
8
100%
Identitas
Jumlah
Dari
keterangan tabel diatas, dapat digambarkan bahwa dalam
penayangan identitas tidak sesuai terdapat
2 item berita narkoba dan miras atau
sebesar 25 % dari seluruh jumlah kategori identitas tidak sesuai, terdapat pula 2
item berita penipuan atau sebesar 25% dari seluruh jumlah kategori identitas
tidak sesuai dan 4 item berita atau sebesar 50% dari seluruh jumlah kategori
identitas tidak sesuai. Penayangn berita kriminal Buser SCTV yang menggunakan
identitas dapat dilihat pada contoh berita tanggal 15 Mei 2008 sebagai berikut:
”Mabuk, paman keponakan saling serang”
Kelebihan mengkonsumsi alkohol memang bisa berbahaya // di Kupang
Nusa Tenggara Barat / seorang pamam dan keponakan baku hantam setelah
keduanya menghabiskan minuman bersama // polisipun mengamankan parang
yang nyaris digunakan untuk saling membunuh //
VTR
Elias Lucy terus memberontak saat sejumlah warga berusaha
menenangkan dirinya // Elias tidak terima atas sikap polisi yang hanya menangkap
dirinya / sedangkan Matias yang tak lain adalah pamannya sendiri tidak ditangkap
// Semua berawal dari teguran Matias terhadap Nona Lucy / adik Elias yang baru
pulang berpacaran // Tidak terima ditegur / Nona Lucy justru melapor ke
kakaknya Elias Lucy // Mendengar cerita adiknya / Elias yang mesih terpengaruh
alkohol langsung naik pitam // iapun baku hantam dengan sang paman / padahal
Elias dan Matias baru saja mabuk miras bersama // Polisi akhirnya menangkap
keduanya berikut parang yang diduga akan digunakan untuk saling serang //
Meski sudah ditangkap / polisi sulit meminta keterangan keduanya karena masih
terpengaruh alkohol //
Pada contoh berita diatas, identitas pelaku menggunakan nama jelas yaitu
Matias, Nona Lucy, juga Elias Lucy. Namun hal tersebut perlu dilakukan
mengingat keduanya dianggap meresahkan masyarakat karena mengkonsumsi
alkohol.
4.3
Analisa dan Pembahasan
Penelitian ini memfokuskan kajiannya pada tayangan berita kriminal.
Program berita kriminal Buser yang ditayangkan di SCTV berisikan lintasan
peristiwa kriminal yang terjadi di masyarakat mulai berita tentang pencurian,
pembunuhan, narkoba, pemerkosaan, penipuan, ataupun berita tentang tindakan
yang mengganggu ketertiban umum serta berita-berita kriminal lainnya.
Terdapat
banyak keluhan bahwa program berita kriminal selalu
mengeksploitasi pelaku kejahatan maupun korban sebagai bagian dari peristiwa
yang layak dikonsumsi oleh masyarakat, oleh karena itu perhatian terhadap
masyarakat yang menonton tayangan berita kriminal perlu ditingkatkan. Oleh
karena itu di butuhkan suatu landasan untuk menjadi pedoman dalam penayangan
berita kriminal.
Standar program siaran merupakan panduan tentang batasan-batasan apa
yang boleh dan yang tidak boleh dalam penayangan program siaran44
Kriteria yang digunakan dalam proses seleksi berita untuk menentukan
terpilihnya suatu peristiwa menjadi sebuah berita yang ditayangkan tergantung
pada kebijakan yang dianut oleh stasiun televisi yang bersangkutan, termasuk
yang berkaitan dengan penayangan gambar, suara, naskah, ataupun identitas baik
pelaku ataupun yang menjadi korban kejahatan.
Pihak media memang memiliki hak untuk memutuskan visualisasi dan halhal apa saja yang akan ditampilkan an tidak ditampilkan. Ini menunjukkan
bahwa media memiliki kekuasaan penuh untuk memutuskan fakta apa
ayng boleh dihadirkan atau tidak, berarti yang hadir di media tidak
sepenuhnya merupakan realitas sosial yang terjadi di masyarakat. Tetapi
44
Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran pasal 1
lebih seperti pealitas semu yang dibentuk dan dipilih tampilannya oleh
pihak media.45
Lembaga penyiaran harus memperhatikan keseimbangan antara kebutuhan
untuk memperlihatkan realitas dan pertimbangan efek negatif yang dapat
ditimbulkan. Gambar-gambar luka yang diderita korban kekerasan, potongan
tubuh korban, genangan darah ataupun hal yang menjijikkan lainnya jika
ditayangkan dengan jelas, dikhawatirkan akan membawa dampak buruk bagi
pemirsa termasuk traumatis dan kondisi psikis. Pada penayangan gambar wajah,
suara, naskah dan identitas juga berpengaruh dalam penerapan asas praduga tak
bersalah dalam melindungi hak asasi manusia, baik itu pelaku ataupun korban
kejahatan.
Maka berdasarkan penelitian, dapat diketahui hasilnya sebagai berikut:
1. Kategori Gambar
Pada kategori gambar, penayangan berita krimunal Buser SCTV
cenderung sesuai dengan pedoman perilaku penyiaran dan standar progarm siaran
karena menayangkan gambar potongan tubuh, jenasah yang telah membusuk, juga
pelaku kejahatan di bawah umur dengan cara diburamkan. Jumlah gambar sesuai
pada tayangan berita kriminal Buser SCTV sebanyak 37 item atau sebesar 90%
dari total berita. Sementara itu berdasarkan tema berita, terdapat 12 item berita
pembunuhan dan penganiayaan yang sesuai, hal ini berkaitan dengan penayangan
gambar potongan tubuh, jenasah yang telah membusuk dengan cara diburamkan.
Gambar luka-luka yang diderita korban kekerasan, kecelakaan, dan
bencana tidak boleh disorot dari dekat (close Up, medium close up,
Extreme close up).
45
Drs.Deddy Djamalludin Malik, M.S, loc.cit hal 68
Gambar korban kekerasan tingkat berat, serta potongan organ tubuh
korban dan genangan darah yang diakibatkan tindak kekerasan,
kecelakaan, dan bencana, harus disamarkan.46
Pada pemberitaan kriminal yang menyangkut anak dibawah umur, gambar
wajah, suara, ataupun identitasnya harus disamarkan dengan pertimbangan
perlindungan terhadap masa depan mereka. Hal ini dijelaskan dalam pedoman
penulisan tentang hukum bagi wartawan indonesia
Nama, identitas dan potret gadis/wanita yang menjadi korban perkosaan,
begitu juga para remaja yang tersangkut dalam perkara pidana, terutama
yang menyangkut susila dan yang menjadi korban narkotika, tidak dimuat
lengkap/jelas.
Sementara dalam penerapan asas praduga tak bersalah, para tersangka juga
diberikan hak bicara untuk membela diri terhadap tuduhan polisi terhadap diri
mereka.
2. Kategori Suara
Pada dasarnya suara juga merupakan identitas seseorang, namun pada
tayangan berita di televisi, terkadang suara pelaku ataupun korban tidak ada dalam
suatu pemberitaan. Pada kategori suara, tayangan berita kriminal Buser SCTV
cenderung netral. Sebanyak 29 item berita atau sebanyak 70% dari seluruh item
suara, tidak memperdengarkan suara tersangka ataupun korban kejahatan. Jumlah
suara netral paling banyak terdapat pada tema berita pembunuhan yaitu sebanyak
11 item berita atau sebesar 38%.
Pada kategori suara sesuai, terdapat 6 item atau sebesar 15% berita yang
meskipun memperdengarkan suara tersangka ataupun korban kejahatan, namun
46
Standar Program Siaran pasal 30
dengan alasan bahwa identitas tersebut telah dikenal oleh banyak orang, maka
kategori suaranya cenderung sesuai meskipun tidak disamarkan dengan anggapan
bahwa publik atau masyarakat umum telah mengetahui identitas korban. Kategori
suara sesuai paling banyak terdapat pada tema berita pencurian, yaitu sebanyak 3
item atau sebesar 50% dari seluruh kategori suara sesuai.
Sedangkan pada kategori suara tidak sesuai, terdapat 6 item atau 15%
berita yang tidak sesuai dengan memperdengarkan suara pelaku ataupun korban
kejahatan seperti apa adanya dan tidak di samarkan.
3. Kategori Naskah
Pada kategori naskah, tayangan berita kriminal Buser SCTV cenderung
tidak mengadili dengan menggunakan gaya bahasa tidak mengadili seperti katakata diduga, dan tersangka jika dari pelaku kejahatan ditemukan adanya barang
bukti. Jumlah gaya bahasa yang tidak mengadili terdapat 39 item atau sebesar
95% dari total 41 item tayangan yang ada. Berdasarkan tema berita, berita
pembunuhan yang paling banyak menggunakan gaya bahasa tidak mengadili,
yaitu sebanyak 13 item atau sebesar 33%.
Sedangkan tayangan berita kriminal Buser SCTV yang menggunakan gaya
bahasa mengadili dengan penggunaan kata-kata perampok, pencuri, penodong,
pemerkosa dan jika dari pelaku kejahatan tidak ditemukan adanya barang bukti
berjumlah 2 item berita atau sebesar 5% yang terdapat pada tema berita tindak
kriminal terhadap ketertiban umum dan pembunuhan dan penganiayaan.
Media televisi hendaknya memiliki sikap seimbang antara sikapnya
terhadap hukum dan sifatnya terhadap tersangka agar tidak dikatakan melakukan
trial by the press (penghakiman oleh pers.
Dalam pemberitaan kasus kriminal dan hukum, setiap saksi harus
diberitakan sebagai saksi, tersangka harus diberitakan sebagai tersangka,
terdakwa sebagai terdakwa, dan terpidana sebagai terpidana.47
Untuk menghindarkan trial by the press pers hendaknya memperhatikan
sikap terhadap hukum dan sikap terhadap tertuduh. Jadi hukum atau proses
peradilan harus berjalan dengan wajar dan tertuduh jangan sampai dirugikan
posisinya berhadapan dengan penuntut hukum, juga harus diperhatikan bahwa
tertuduh kelak bisa kembali dengan wajar ke masyarakat. Selain itu
menghindarkan trial by the press nada dan gaya tulisan atau berita jangan sampai
ikut menuduh, membayangkan bahwa tertuduh adalah orang yang jahat dan
jangan menggunakan kata-kata yang mengandung opini.
4. Kategori Identitas
Pada kategori identitas, tayangan berita kriminal Buser SCTV cenderung
sesuai dengan pedoman perilaku penyiaran, ini terbukti dengan adanya 33 item
berita atau sebesar 81% berita dengan kategori identitas sesuai. Jumlah tema
berita yang menayangkan identitas sesuai adalah berita tindak kriminal terhadap
ketertiban umum dengan 11 item berita atau sebesar 33%.
Disebutkan bahwa dalam pemberitaan kasus kriminalitas dan hukum,
lembaga penyiaran harus menyamarkan identitas (termasuk menyamarkan wajah)
47
Standar Program Piaran pasal 41
tersangka, kecuali identitas tersangka memang sudah terpublikasi dan dikenal
secara luas. Persoalan perlu tidaknya disebut nama lengkap dari tersangka atau
terdakwa dipublisir, mengembalikannya pada faktor kepentingan umum yang
menjadi ukuran apakah nama lengkap itu akan disebut atau tidak dalam publikasi.
Dalam pemberitaan kasus kriminal dan hukum, lembaga penyiaran harus
menyamarkan identitas (termasuk menyamarkan wajah) tersangka, kecuali
identitas tersangka memang sudah terpublikasi dan dikenal secara luas.
Dalam pemberitaan kasus kriminal yang terkait dengan pemerkosaan,
lembaga penyiaran harus manyamarkan identitas korban atau keluarga
korban.48
Sementara itu, dalam tayangan berita kriminal Buser SCTV terdapat 8
item berita atau sebesar 19% yang tidak sesuai dengan pedoman perilaku
penyiaran dan standar program siaran. Berdasarkan tema berita, berita
pembunuhan adalah yang paling banyak menayangkan identitas pelaku maupun
korban kejahatan dengan 4 item berita atau sebesar 25%.
48
Ibid.
BAB V
PENUTUP
5.1
Kesimpulan
Setelah melakukan penelitian dengan melakukan analisis terhadap
tayangan program berita kriminal Buser SCTV, maka dapat diperoleh hasilnya
sebagai berikut:
1. Pada tema berita, item berita yang paling banyak ditayangkan adalah
berita pembunuhan dan penganiayaan dengan jumlah 14 item berita atau
sebanyak 34% dari seluruh berita yang diteliti.
2. Pada kategori gambar, penayangan program berita kriminal Buser
SCTV cenderung sesuai dengan pedoman perilaku program siaran dan
standar program siaran dengan kategori gambar sesuai sebanyak 37 item
atau sebesar 90% dari 41 item berita yang ada, sedangkan gambar sesuai
paling banyak adalah berita pembunuhan dan penganiayaan dengan
jumlah 12 item atau sebesar 32% dari total gambar sesuai.
3. Pada kategori suara, penayangan program berita kriminal Buser SCTV
cenderung netral dengan kategori suara sesuai sebanyak 29 item atau
sebesar 70% dari 41 item berita yang ada, sedangkan suara netral paling
banyak adalah berita pembunuhan dan penganiayaan dengan jumlah 11
item atau sebesar 38% dari total suara netral.
4. Pada kategori naskah, penayangan program berita kriminal Buser SCTV
cenderung tidak mengadili menurut pedoman perilaku program siaran
dan standar program siaran dengan kategori naskah dengan gaya bahasa
tidak mengadili sebanyak 39 item atau sebesar 95% dari 41 item berita
yang ada, sedangkan naskah tidak mengadili paling banyak adalah berita
pembunuhan dan penganiayaan dengan jumlah 13 item atau sebesar 33%
dari total naskah tidak mengadili.
5. Pada kategori identitas, penayangan program berita kriminal Buser
SCTV cenderung sesuai dengan pedoman perilaku program siaran dan
standar program siaran dengan kategori identitas sesuai sebanyak 33
item atau sebesar 81% dari 41 item berita yang ada, sedangkan identitas
sesuai paling banyak adalah berita tindak kriminal terhadap ketertiban
umum dengan jumlah 11 item atau sebesar 33% dari total gambar sesuai.
Maka dalam penelitian ini dapatlah disimpulkan bahwa secara keseluruhan
penayangan program berita kriminal Buser SCTV cenderung sesuai dengan
pedoman perilaku program siaran dan standar program siaran.
5.2
Saran
Setelah melakukan penelitian, ada beberapa hal yang ingin disampaikan
sebagai suatu saran dan masukan kepada program berita kriminal Buser SCTV
sebagi berikut:
1. Kesesuaian pemberitaan Buser SCTV dengan pedoman perilaku
penyiaran dan standar program siaran sudah bagus, hendaknya
dipertahankan, terutama yang berkaitan dengan cover both side dan asas
praduga tak bersalah.
2. Program berita kriminal Buser SCTV sebaiknya perlu menambah
jumlah gambar tersangka dan pelaku kejahatan, meskipun hanya sesaat,
untuk lebih menjaga keseimbangan materi tayangan.
3. Dalam pembuatan naskah berita, sebaiknya tidak terlalu mendramatisir
berita dengan kata-kata yang tidak diperlukan
DAFTAR PUSTAKA
Adiwidjaja, Hari, Wartawan Provesionalisme dan Kemandirian, Mimbar, 2002
Adji, Oemar Seno, Perkembangan
Wartawan),,Erlangga, 1991
Delik
Pers
di
Indonesia
(Profesi
Agung, I Gusti Ngurah, Metode Penelitian Komunikasi, PT. Gramedia Utara,
Jakarta, 1993
Aloliliweri, MS., Memahami Peran Komunikasi Massa Dalam Masyarakat, Citra
aditya bakti, Bandung, 1991
Arikunto, Suharsimi, Posedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Pdieka
Cipta,Jakarta
Assegaff, Dja’far H., Jurnalistik Masa Kini, Pengantar ke Praktek Kewartawanan,
Ghalia Indonesia, 1991
Barelson, Bernard, Content Analysis Communication Research. (Newyork:
Hafner; Publishing, 1997)
Broom, Glen M. dan David M. Dozier, Using Research in Public Relations
Applications to Progam Management, Prentice Hall New Jersey
Bungin, Burhan, Metode Penelitian Kuantitatif, Rajawali Pers, Jakarta, 1993
Idris, Soewardi, Jurnalistik Televisi, Remadja Karya, 1987
Jahi, Amri, Komunikasi Massa dan Pembangunan Pedesaan di Negara-negara
Dunia Ketiga, Gramedia, Jakarta, 1993
Krippendorf, Klaus, Analisis Isi Pengantar dan Metodologi, Citra Niaga Rajawali
Pers, Jakarta, 1993
Malik, Dedy Djamlldin, Dari Konstruksi ke Dekonstruksi: Refleksi atas
Pemberitaan Televisi Kita, dalam Wanita dan Media, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 1997
Moeliono, Anton M., Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan RI, Jakarta, 1990
Muda, Deddy Iskandar, Jurmalistik Televisi, ROSDA, 2003
Nasution, Zulkarnaein, Sosiologi Komunikasi Massa, Universitas Terbuka,
Jakarta, 1993
Nasution, S, Metode Research, Bumi Aksara, Jakarta 1996
Rahmat, Jalalludin, Metode Penelitian Komunikasi, Remadja Rosda Karya,
Bandung, 1996
Ruswanto, Wawan, Penelitian Komunikasi, Universitas Terbuka, Jakarta, 1995
Sendjaja, Sasa Djuarsa. Ph.D.,dkk. Pengantar Ilmu Komunikasi, Pusat Penerbitan
Universitas Terbuka, Jakarta, 2003
Wahyudi, J.B., Jurnalistik Televisi Tentang dan Sekitar Siaran Berita,
------------------- Dasar Dasar Jurnalistik, Graffiti, Jakarta, 1996
Soenarjo dan Djoenaesih, Himpunan Istilah Komunikasi
Wojowasito S, kamus Besar Bahasa Indonesia, Penerbit Shinta Dharma, Bandung
Sumber lain:
Angelina P.P.sondakh, Kapanlagi.com
Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran tahun 2007
www.sctv.co.id
Download