BAB V PEMBAHASAN Berdasarkan Tabel 4.9 menujukan bahwa terdapat beberapa faktor yang berhubungan dengan kejadian pneumonia pada anak Balita, antara lain disebabkan karena faktor Balita yang tinggal di rumah bersama orang tua yang merokok, status gizi anak Balita yang buruk, jenis bahan bakar memasak, jenis lantai dan ventilasi. Namun pada status imunisasi dan kepadatan hunian tidak menunjukkan ada hubungan yang nyata. Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak dengan penyakit pneumonia tinggal dengan orang tua perokok (55.09%) lebih banyak daripada anak dengan pneumonia tinggal dengan orang tua tidak merokok (20.00%). Hasil uji statistik Chi-Square menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang nyata (p = 0.002) antara anak yang tinggal dengan orang tua perokok dengan kejadian pneumonia tabel 4.10. Hasil dari uji regression logisitic didapatkan nilai OR = 4.35 artinya anak Balita yang tinggal dengan orang tua yang merokok memiliki risiko 4.35 kali lebih besar ternjadi pneumonia dibandingkan dengan anak Balita yang tinggal di rumah dengan orang tua tidak merokok. Hal ini terjadi karena anak yang tinggal dengan orang tua perokok akan menjadi perokok pasif, yang akan menghirup asap rokok dari anggota keluarganya yang merokok di rumah. Hasil tersebut juga sejalan dengan penelitian Sugihartono (2012) menunjukkan bahwa ada hubungan signifikan antara keberadaan anggota keluarga merokok dalam rumah dengan kejadian pneumonia. Hasil analisis regresi logistik diperoleh nilai (OR = 5.743, p = 0.002). Hal ini dapat dikatakan bahwa ada hubungan keberadaan anggota keluarga merokok dalam rumah dengan kejadian pneumonia pada anak Balita. Berdasarkan Tabel 4.10 menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara Balita dengan status gizi kurang dan riwayat pemberian ASI eksklusif yang kurang dari enam bulan dengan kejadian pneumonia. Hasil yang diperoleh dari uji statistik Regresion logistic diperoleh nilai OR = 3.75, artinya Balita dengan gizi kurang dan Balita yang mendapatkan ASI eksklusif kurang dari enam bulan berisiko 3.75 kali lebih besar terkena pneumonia dibandingkan Balita yang dengan gizi baik dan Balita yang mendapatkan ASI ekskusif lebih atau sama dengan enam bulan. sedangkan nilai p = 0.007 menunjukkan ada hubungan antara riwayat pemberian ASI dan status gizi Balita dengan kejadian pneumonia. Ini sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hannah (2010), yang menyatakan bahwa lamanya pemberian ASI berhubungan dengan kejadian pneumonia (OR = 7.954). Hal ini disebabkan karena ASI mengandung komponen-komponen yang memiliki efek perlindungan seperti sitokin, laktoferin, lisozim, musin dan imunogobulin yang akan melindungi bayi dari infeksi saluran pernafasan (Munasir, 2008). Anak dengan status imunisasi yang lengkap dapat meningkatkan kekebalan tubuh, sehingga anak yang tidak mendapatkan imunisasi lengkap dapat menjadi salah satu faktor rentan terkena penyakit, salah satunya adalah penyakit pneumonia. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar anak yang menderita pneumonia mendapatkan imunisasi tidak lengkap sebesar 60.00%, sedangkan anak mendapatkan imunisasi lengkap hanya 35.80%. Namun Hasil analisis Regresion logistic menunjukkan bahwa tidak ada hubungan nyata (p = 0.075) antara status imunisasi anak dengan kejadian pneumonia. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian Marhamah (2013) yang membuktikan bahwa terdapat hubungan antara status imunisasi tidak lengkap dengan kejadian pneumonia pada anak Balita dengan nilai OR = 1.4. Walaupun penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan yang nyata antara status imunisasi dengan kejadian pneumonia tetapi bila dilihat dengan besar risiko status imunisasi tidak lengkap mempengaruhi kejadian pneumonia OR = 2.69 hal ini dapat disimpulkan bahwa anak dengan status imunisasi tidak lengkap dapat meningkatkan risiko 2.69 kali lebih besar terkena pneumonia dibandingkan anak dengan status imunisasi lengkap. Hasil uji statistik menunjukkan simpulan bahwa jenis bahan bakar yang digunakan mempunyai hubungan yang bermakna secara statistik dengan kejadian pneumonia (p = 0.004). Besar risiko menderita pneumonia dapat dilihat dari nilai OR = 11.29 artinya anak Balita yang tinggal di rumah menggunakan jenis bahan bakar kayu dan arang memiki risiko terjadinya pneumonia sebesar 11.29 kali lebih besar dibandingkan anak Balita yang tingal di rumah dengan menggunakan jenis bahan bakar minyak tanah atau gas. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian Tulus (2008) yang membuktikan bahwa ada hubungan yang bermakna antara jenis bahan bakar memasak dengan kejadian pneumonia dengan besar risiko (OR = 2.7 dan p = 0.011). Hal ini bisa terjadi karena jenis bahan bakar kayu dan arang lebih banyak mengeluarkan asap dibandingkan gas. Banyaknya asap yang dihasilkan dari pembakaran di ruang dapur, apabila asap tersebut tidak mudah keluar maka akan mengganggu sistem pernapasan seseorang terutama Balita yang berada di ruangan dapur tersebut. Dengan demikian seseorang terutama Balita akan mudah terjadinya sesak napas. Sehingga bisa dinyatakan bahwa jenis bahan bakar memasak berhubungan dengan kejadian pneumonia pada anak Balita. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis lantai dengan kejadian pneumonia pada anak Balita (p = 0.205). Namun bila melihat besarnya risiko terkena pneumonia bisa dilihat dari nilai OR = 4.50 aritnya anak Balita yang tinggal di rumah dengan jenis lantai terbuat dari tanah atau sebagian dari tanah mempunyai kecenderungan terkena pneumonia 4.50 kali lebih besar dibandingkan anak Balita yang tinggal di rumah dengan jenis lantai ubin maupun keramik. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian oleh Sugihartono (2012) yang membuktikan bahwa anak yang tinggal di rumah dengan lantai tanah memiliki risiko 10.51 kali lebih besar terjadi pneumonia dibandingkan dengan anak yang tinggal di rumah dengan lantai keramik/ubin, dengan standart signifikan p = 0.001. Hal ini disebabkan oleh karena lantai tanah tidak kedap air yang dapat mempengaruhi kelembaban di dalam rumah dan kelembaban tersebut dapat mempengaruhi berkembangbiaknya kuman penyebab pneumonia. Sehingga dapat dinyatakan bahwa jenis lantai tertentu berhubungan dengan kejadian pneumonia pada anak Balita. Tingkat kepadatan hunian yang padat disebabkan karena ketidakseimbangan antara luas rumah yang sempit dengan jumlah penghuni yang banyak. Kepadatan penghuni ini dapat menyebabkan mudahnya terjadi penularan bakteri maupun virus melalui pernapasan di antara penghuni rumah yang satu dan yang lainnya. Namun pada hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan yang nyata antara kepadatan huni (p = 0.625) dengan kejadian pneumonia pada anak Balita. Besar risikonya OR = 0.79. Hal ini berbeda dengan penelitian Tulus (2008) yang mengatakan bahwa ada hubungan yang signifikan (p = 0.028) antara kejadian pneumonia dengan tingkat kepadatan hunian, dengan besar risikonya 2.7 kali lebih besar. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa tidak ada hubungan yang nyata antara ventilasi rumah yang buruk (p = 0.147) dengan kejadian pneumonia pada anak Balita. Namun bila dilihat dari OR = 2.205 artinya anak yang tinggal di rumah dengan ventilasi buruk memiliki risiko terkena penyakit pneumonia 2.205 kali lebih besar dibandingkan anak yang tinggal di rumah dengan ventilasi baik. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Hidayat (2005) yang menyatakan bahwa ventilasi rumah berkaitan dengan kelembaban rumah, yang mendukung daya hidup virus maupun bakteri. Sinar matahari dapat membunuh bakteri atau virus, sehingga dengan pencahayaan yang memadai akan mengurangi risiko terjadinya pneumonia. Dalam penelitian ini variabel orang tua perokok juga dideskripsikan menjadi empat kategori yaitu perokok berat, perokok sedang, perokok ringan dan tidak perokok. Namun pada analisis statistik dijadikan menjadi dua kategori yaitu orang tua perokok dan tidak perokok. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa di antara semua variabel penelitian yang dominan berhubungan dengan kejadian pneumonia dan mempengaruhi kejadian pneumonia pada anak Balita adalah orang tua perokok, jenis bahan bakar memasak, dan status gizi anak dengan nilai p < 0.05. Dan besar risiko masing-masing adalah orang tua perokok OR = 4.35, jenis bahan bakar memasak OR = 11.29 dan status gizi anak OR = 3.75.