2.9 Glosarium (daftar istilah) dibuat dan diletakkan di

advertisement
2.9 Glosarium (daftar istilah) dibuat dan diletakkan di bagian tugas akhir,
yaitu setelah daftar pustaka.
xx
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berdasarkan klasifikasi populasi penduduk Jepang menurut usia, terdapat
tiga golongan usia, yaitu populasi penduduk usia muda berkisar antara umur 0
tahun sampai 14 tahun, populasi penduduk usia produktif yang berkisar antara
umur 15 tahun sampai 64 tahun, dan populasi penduduk usia lanjut usia atau
lansia yang berusia di atas 65 tahun. Dari tahun ke tahun populasi penduduk lansia
di
Jepang
terus
mengalami
peningkatan
(http://www.denpasar.id.emb-
japan.go.jp/indonesia/konnichiwa%2012/konnichiwa12_11.html).
Pada
tahun
1970 Jepang masuk dalam kategori penduduk menua dengan jumlah persentase
7% dari batasan kategori penduduk lansia yang ditetapkan oleh PBB. 1 Lalu pada
tahun 1994 jumlah persentase penduduk lansia meningkat menjadi 14% dan pada
tahun 2005, meningkat lagi menjadi 21% dari total populasi Jepang (Haryati,
2008:2). Keadaan suatu masyarakat dimana jumlah persentase penduduk lansia
semakin meningkat disebut dengan istilah koureika shakai (Kreasita, 2002:13).
1
PBB menetapkan negara dengan persentase lansia di atas tujuh persen dari total populasinya
masuk dalam kategori ageing society.
1
2
Pembagian jumlah penduduk berusia diatas
65 tahun, berdasarkan negara-negara OECD,
1975-2050
persen
40
30
Jepang
20
Italia
10
Inggris
0
1975
2000
2025
2050
Amerika
tahun
Gambar 1.1 Pembagian penduduk berusia diatas 65 tahun, berdasarkan
negara-negara OECD 2,1975-2050 dalam hitungan persen
Sumber : Lembaga Internasional Analisis Sistem Schlossplatz, Austria 3
Fenomena penduduk menua atau yang lazim disebut dengan istilah
koureika shakai ( 高 齢 化 社 会 ) muncul dalam kehidupan masyarakat Jepang
setelah tahun 1955 (Haryati, 2008:1). Terbentuknya fenomena koureika shakai
terkait erat dengan rendahnya angka kematian serta angka kelahiran suatu negara.
Semakin rendahnya angka kelahiran serta angka kematian maka secara otomatis
akan meningkatkan persentase penduduk lansia di negara yang bersangkutan
(Kreasita, 2002:18). Peningkatan harapan hidup juga menyebabkan persentase
2
Organisation For Economic Co-operation and Development, dalam bahasa Indonesia adalah
Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi, merupakan sebuah organisasi
internasional dengan tiga puluh negara yang menerima prinsip demokrasi perwakilan dan
ekonomi pasar bebas. Keempat negara tersebut adalah anggota OECD yang memiliki tingkat
kelahiran dan kematian rendah.
3
Data tahun 2002 yang diambil dari data World Population Prospect : The 2000 Revision oleh
United Nations yang dipublikasikan oleh Lembaga Internasional Analisis Sistem Schlossplatz
Austria dengan judul Aging in Japan : Causes and Consequences Part 1 : Demographic Issues
3
penduduk lansia di Jepang bertambah. Harapan hidup adalah rata-rata tahun hidup
yang akan dijalani oleh seseorang.
Rata-rata Usia Harapan Hidup Penduduk Jepang
100
Usia
80
67,8
60
54
40
50,1
63,6
72,9
67,7
76,9
80,5
81,3
71,7
74,8
75,5
laki-laki
perempuan
20
0
1947
1955
1965
1975
1985
1988
Gambar 1.2 Rata-rata usia harapan hidup penduduk Jepang
(Haryati, 2008:2)
Dari gambar 1.1 di atas dapat dilihat bahwa penduduk usia 65 tahun di
Jepang terus mengalami kenaikan setiap tahunnya. Diperkirakan pada tahun 2025
sampai 2050, Jepang akan menjadi negara yang memiliki penduduk lansia dengan
persentase tertinggi di dunia. Daisaku Maeda, seorang Direktur Fakultas Sosiologi
di Tokyo Metropolitan Institute of Gerontology mengungkapkan mengenai
masalah-masalah mendasar yang akan dihadapi oleh Jepang di masa mendatang
sehubungan dengan tingginya persentase penduduk lansia, seperti :
a. Menurunnya vitalitas masyarakat yang nantinya akan meningkatkan beban
keuangan pada penduduk golongan usia produktif. 4
4
Penduduk yang berusia 15 tahun sampai 64 tahun
4
b. Beban yang berat juga akan menimpa keluarga-keluarga yang merawat
sendiri anggota keluarga lainnya yang berusia lanjut sampai-sampai mungkin
harus melepaskan pekerjaannya sendiri. 5
c. Dengan bertambahnya penduduk usia lanjut maka angka reproduksi juga akan
semakin menurun (Spacher dan Minai, 1994:13-14)
Salah satu permasalahan yang diungkapkan oleh Daisaku Maeda tersebut
adalah tingginya persentase penduduk lansia, yang berakibat pada beban yang
harus ditanggung oleh keluarganya. Kondisi tersebut semakin berkembang
menjadi suatu permasalahan serius ketika Jepang dihadapkan pada perubahan
struktur dalam keluarga-keluarga Jepang.
Menurut Fumie Kumagai dalam bukunya yang berjudul Unmasking Japan
Today, terjadi perubahan struktur keluarga tradisional Jepang. Keluarga
tradisional Jepang yang dikenal dengan istilah 直径家族 (chokkeikazoku) atau
keluarga besar berangsur-angsur berubah menjadi 核 家 族 (kakukazoku) atau
keluarga inti (Istiqomah, 2012:2). Dalam struktur keluarga chokkeikazoku, orang
tua tinggal bersama anak dan cucunya sehingga terdapat tiga generasi yang tinggal
dalam satu rumah (Istiqomah, 2012:2). Dalam bukunya The Japanese Family
System in Transition, Ochiai menggunakan definisi George P. Murdock untuk
mendefinisikan kakukazoku sebagai unit keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan
anak yang belum menikah (Istiqomah, 2012:3).
5
Biasanya berlaku pada wanita
5
Pada tahun 1955 sampai tahun 1985 persentase kakukazoku meningkat
dari 56,2% menjadi 79,5%. Selain peningkatan persentase kakukazoku, hal yang
perlu diperhatikan adalah persentase tanshin setai pada tahun 1970-an juga
meningkat. Sehingga persentase kakukazoku yang awalnya dominan pada
masyarakat Jepang mulai tergantikan oleh persentase tanshin setai (http://www.estat.go.jp/SGI/estat/Csvdl.do?sinfid=000007741220). Katsuhiko Fujimori dari
Institut Informasi dan Riset Mizuho dalam penelitiannya yang berjudul Tanshin
Setai
No
Zouka
To
Matomerareru
Safety
Network
No
Saikouchiku
mengemukakan bahwa sejak tahun 1970 terjadi perubahan lagi pada struktur
keluarga Jepang yaitu 単身世帯 (tanshin setai) (Fujimori, 2008:2). Tanshin setai
adalah rumah tangga 6 yang hanya terdiri dari satu orang. Bentuk rumah tangga ini
pada umumnya adalah orang berusia 20 tahun-an yang sudah menyelesaikan
sekolah dan hidup sendiri setelah menikah. Akan tetapi, saat ini tanshin setai tidak
hanya terdiri dari kelompok umur 20 tahun-an tetapi juga 30 tahun-an, dan 40
tahun-nan. Bahkan, seiring dengan terjadinya kourekai shakai pada masyarakat
Jepang,
tanshin setai juga terjadi pada kelompok lansia (di atas 65 tahun)
(Istiqomah,
2012:4).
Fenomena
perubahan
struktur
keluarga
tersebut,
memunculkan fenomena masyarakat pada masyarakat golongan usia tua atau
lansia, yaitu kodokushi.
Kodokushi yang dalam bahasa Jepang tertulis 孤 独 死 , dalam bahasa
Inggris bisa diartikan lonely-death, dan dalam bahasa Indonesia adalah mati
kesepian. Kodokushi merupakan fenomena masyarakat di Jepang yang dialami
6
Yang berkenaan dengan urusan kehidupan dalam rumah
6
oleh penduduk lanjut usia yang memilih hidup sendiri dan sampai saat ajal
menjemputnya, ia meninggal tanpa diketahui oleh siapapun. Tak jarang jasad
orang yang mengalami kodokushi baru ditemukan dalam jangka waktu berharihari bahkan sampai berminggu-minggu dari waktu meninggalnya.
Jumlah penduduk lansia yang tinggi yaitu mencapai 29.580.000 jiwa atau
23,1 persen dari jumlah total penduduk Jepang pada tahun 2010 7 dan terus
meningkatnya jumlah lansia yang hidup sendiri (tanshin setai), menyebabkan
kemungkinan terjadinya kodokushi pada lansia akan semakin meningkat
(Istiqomah, 2012:10). Menurut data dari Tokyo Medical Examiner’s Office yang
diterbitkan pada 6 November 2010, jumlah kodokushi di 23 distrik daerah Tokyo
dari tahun ke tahun cenderung mengalami peningkatan, baik pada laki-laki
maupun perempuan.
Tingginya tingkat kejadian kasus kodokushi di Jepang, telah menjadi
perhatian masyarakat, media massa dan pemerintah. Oleh karena itu, penulis
bermaksud untuk mengumpulkan informasi lebih jelas tentang fenomena
kodokushi
tersebut.
Untuk
mendapatkan
gambaran
umum
kodokushi,
pengelompokan penduduk lanjut usia yang mengalami kodokushi, dan penyebab
apa saja yang menimbulkan munculnya fenomena kodokushi, pada tugas akhir ini,
penulis akan mengumpulkan berbagai informasi terkait dengan kodokushi yang
telah terjadi lalu menganalisis dan menyusunnya berdasarkan pokok bahasan yang
telah ditentukan.
7
Jumlah keseluruhan penduduk Jepang pada tahun 2010 adalah 128.600.000 jiwa.
7
1.2 Pokok Bahasan
Pokok bahasan yang akan dibahas dalam Tugas Akhir ini adalah gambaran
umum kodokushi dan penyebab munculnya fenomena tersebut.
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulis dalam penyusunan Tugas akhir ini adalah untuk memberikan
gambaran umum tentang kodokushi dan penyebab munculnya fenomena
kodokushi.
1.4 Tinjauan Pustaka
Fenomena kodokushi sudah menjadi persoalan di Jepang yang masih sulit
diatasi. Maka dari itu banyak ahli dan media massa yang telah mempelajari dan
memberitakan fenomena ini. Tidak hanya menarik perhatian para ahli dari dalam
Jepang sendiri, tapi juga para ahli dari luar Jepang. Di Indonesia pun juga terdapat
skripsi dan makalah yang membahas tentang kodokushi.
Salah satu tulisan yang membahas fenomena kodokushi adalah makalah 8 yang
ditulis oleh Sri Dewi Adriani dari Universitas Bina Nusantara. Makalah tersebut
ditulis pada tahun 2013 dengan judul “Dampak peningkatan jumlah lansia
terhadap munculnya fenomena sosial Kodokushi 孤独死 (dying alone) (studi
kasus pada gempa bumi Kobe 1995)”. Makalah ini membahas tentang
meningkatnya jumlah penduduk lanjut usia pada masyarakat Jepang, yang
menimbulkan masalah kesejahteraan para lansia tersebut, sehingga munculnya
8
Karya tulis ilmiah yang membahas pokok masalah tertentu yang disusun untuk
disajikan dalam pertemuan formal atau untuk diterbitkan
8
fenomena kodokushi. Makalah tersebut mengacu pada hasil studi kasus yang
meneliti jumlah lansia pada bencana gempa bumi di Kobe pada tahun 1995.
Selain tulisan tersebut di atas, terdapat skripsi 9 yang mengangkat topik
kodokushi. Skripsi tersebut disusun oleh Waode Hanifah Istiqomah dari
Universitas Indonesia pada tahun 2012 dengan judul “Hubungan struktur keluarga
Tanshin Setai dan kerenggangan hubungan manusia dengan fenomena kodokushi
pada lansia di masyarakat Jepang kontemporer”. Skripsi ini membahas hubungan
antara strukur Tanshin Setai dan kerenggangan hubungan manusia dengan
fenomena kodokushi pada lansia dalam masyarakat Jepang kontemporer. Melalui
enam studi kasus kodokushi yang terjadi pada lansia di 23-ku Tokyo, penelitian
dalam skripsi ini ditujukan untuk memahami bagaimana struktur Tanshin Setai
mempengaruhi terjadinya kodokushi pada penduduk lanjut usia di Jepang.
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metodologi case study 10. Hasil
dari penelitian ini menunjukkan bahwa struktur keluarga Tanshin Setai
merupakan faktor yang signifikan dalam mempengaruhi terjadinya kodokushi
pada lansia Jepang. Selanjutnya, kerenggangan hubungan yang dialami oleh lansia
dalam struktur keluarga ini turut mempengaruhi terjadinya kodokushi.
Berbeda dengan tulisan-tulisan tersebut diatas, dalam Tugas Akhir 11 penulis
akan menjelaskan gambaran umum kodokushi, dan penyebab-penyebab fenomena
9
Karya tulis ilmiah berupa paparan tulisan hasil penelitian sarjana S1 yang membahas suatu
permasalahan atau fenomena dalam bidang ilmu tertentu dengan menggunakan kaidah-kaidah
yang berlaku
10
Penelitian terinci yang dilakukan peneliti tentang seseorang atau suatu unit selama kurun
waktu tertentu
11
Karya tulis ilmiah yang dijadikan sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan
Program Diploma Tiga (D3)
9
kodokushi pada masyarakat Jepang. Penulis bertujuan agar hasil dari Tugas Akhir
ini bisa bermanfaat bagi pembaca dan dapat menjadi salah satu sumber
pengetahuan tentang fenomena kodokushi pada masyarakat Jepang.
1.5 Metode Penelitian
Pada Tugas Akhir ini penulis menggunakan metode studi pustaka dan
deskriptif. Penulis mengumpulakan data dan bahan yang dapat melengkapi materi
yang berhubungan dengan fenomena kodokushi. Data dan bahan yang didapat
kemudian disusun dan dianalisis sesuai dengan pokok bahasan yang ditentukan.
Data dan bahan yang digunakan pada Tugas akhir ini diperoleh dari buku,
makalah, skripsi, hasil survey, dan internet. Dari sumber-sumber tersebut,
diperoleh data yang menjadi acuan untuk menggambarkan fenomena kodokushi
pada masyarakat Jepang.
1.6 Sistematika Penulisan
Untuk bisa mendapatkan sasaran informasi yang dituju, penulis menggunakan
sistematika sebagai berikut : tugas akhir akan ditulis menjadi empat bab. BAB I
berisikan latar belakang masalah tugas akhir ini, yaitu koureika shakai pada
masyarakat Jepang, perubahan struktur keluarga pada masyarakat Jepang, dan
yang utama pengertian tentang fenomena kodokushi. Pada bab ini, juga akan
dijelaskan pokok bahasan, tujuan penulisan, tinjauan pustaka, metode penulisan,
dan sistematika penulisan.
10
BAB II, berisi tentang gambaran umum fenomena kodokushi. Pada bab ini
dibagi menjadi beberapa sub bab, yaitu kasus-kasus kodokushi, situasi kodokushi,
dan pengelompokan penduduk lansia yang mengalami kodokushi. Pengelompokan
penduduk lansia yang mengalami kodokushi ini dikelompokkan berdasarkan usia,
jenis kelamin, dan jumlah hari ditemukannya jenazah setelah kematiannya.
BAB III berisi tentang penyebab terjadinya kasus kodokushi. Bab ini akan
dibagi menjadi dua sub bab, yaitu perubahan di masyarakat Jepang yang menjadi
penyebab terjadinya kasus kodokushi, dan analisis penyebab kodokushi dalam
beberapa kasus. Pada BAB IV penulis akan menjelaskan kesimpulan dari seluruh
bab sebelumnya.
Download