BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jakarta merupakan tujuan utama bagi penduduk untuk berurbanisasi karena mereka pada umumnya melihat kehidupan kota yang lebih modern dan memiliki lebih banyak lapangan pekerjaan. Hal tersebut menyebabkan penduduk Jakarta terus berkembang dan menjadi semakin padat. Fasilitas yang tidak setara dengan jumlah penduduk mengakibatkan keberadaan permukiman mendesak keberbagai arah. Daerah-daerah yang seharusnya menjadi daerah resapan berubah menjadi tempat tingal bagi para penduduk baru, seperti di bantaran kali maupun di daerah pesisir. Sementara wilayah pesisir sensitif dengan kenaikan muka air laut, penurunan tanah dan juga rentan terhadap bencana rob atau banjir air laut. Rob adalah banjir yang diakibatkan oleh air laut pasang yang menggenangi daratan. Rob terjadi setiap bulan (berulang setiap 28 hari) karena pengaruh gaya tarik (gravitasi) bulan dan matahari terhadap bumi yang mengakibatkan naiknya air laut. Dampak utama dari banjir rob adalah terganggunya aktivitas keseharian rumah tangga, dan akibat selanjutnya penduduk pantai akan kehilangan tempat tinggal dan mata pencaharian. Contohnya adalah kawasan Muara Angke yang terletak di Kelurahan Kapuk Muara, Kecamatan Penjaringan, Kotamadya Jakarta Utara. Muara Angke dikenal sebagai kampung nelayan yang dihuni sebagian besar oleh para nelayan yang berpenghasilan sangat rendah. Permukiman tersebut merupakan permukiman liar yang padat dan tidak layak huni. Berada di daerah rawa dan tidak memiliki drainase yang mengakibatkan hampir setiap hari wilayah tersebut tergenang air setinggi trotoar karena curah hujan maupun luapan air laut (rob) yang sudah tidak bisa dibendung oleh tanggul. Karena merupakan lingkungan padat, maka kampung nelayan tidak memiliki ruang terbuka untuk anak-anak bermain, maka dari itu banyak anak-anak yang bermain di jalan utama yang dapat dilalui 2 mobil ini. Tumpukan sampah di Muara Angke juga sangat memprihatinkan. Gunungan sampah ini selain mengganggu kesehatan, juga mencemari lingkungan sekitarnya. Walaupun padat dan tidak layak huni penduduk setempat tidak mau apabila mereka dipindahkan ke rumah susun sewa yang sudah disiapkan oleh pemerintah. 1 2 Alasannya karena mereka tidak biasa hidup vertikal dan harus mengeluarkan uang lebih untuk membayar sewa. Gambar 1.1 Kondisi Permukiman Kampung Nelayan, Muara Angke Sumber : Dokumentasi pribadi Menurut peraturan daerah khusus Ibukota Jakarta nomor 1 tahun 2012 pasal 127 mengenai rencana pengembangan kawasan perumahan dan fasilitasnya, berupa arahan untuk melakukan peremajaan lingkungan di kawasan permukiman kumuh berat, pengembangan kawasan perumahan vertikal untuk penyediaan perumahan bagi masyarakat golongan menengah-bawah yang dilengkapi prasarana dan sarana yang memadai, pengembangan permukiman nelayan yang bernuansa wisata dan berwawasan lingkungan di kawasan pantai lama, serta pembangunan perumahan vertikal atau rumah susun sederhana di kawasan permukiman kumuh berat sekitar Pelabuhan Tanjung Priok, Kamal, Kalibaru, Koja, Cilincing, Pademangan, Penjaringan dan melengkapi penataan RTH yang berfungsi ekologis dan sosial. Menurut Bapak Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama pada tempo.co (2013), relokasi tempat tinggal masyarakat akan dilakukan bertahap setelah rampungnya pengerukan untuk perluasan pelabuhan Muara Angke. Dalam penelitian ini saya membahas mengenai rumah susun dengan peremajaan kawasan kampung nelayan di Muara Angke yang dapat beradaptasi dengan bencana rob serta karkteristik penduduk kampung nelayan. Adaptasi merupakan suatu strategi penyesuaian diri yang digunakan manusia selama hidupnya untuk merespon perubahan-perubahan lingkungan dan social (Alland, dkk, dalam Gunawan, B, 2008). Tidak hanya manusia saja yang harus beradaptasi, tetapi bangunanpun terutama tempat tinggal harus bisa beradaptasi dengan perbedaan keadaan dan cuaca 3 untuk dapat bertahan lebih lama. Adaptasi tersebut dapat mengurangi kerugian yang dihasilkan oleh bencana rob. 1.2 Rumusan Masalah Dari uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Kawasan kampung nelayan yang seperti apakah yang dapat beradaptasi terhadap permasalahan Rob di wilayah Muara Angke? 2. Bangunan tempat tinggal vertikal seperti apakah yang sesuai dengan karakteristik penduduk kampung nelayan? 1.3 Tujuan Penelitian 1. Mengidentifikasi bagaimana cara-cara menangani dan beradaptasi dengan bencana rob serta kekumuhan pada sebuah kawasan perkotaan. 2. Mengidentifikasi karakteristik penduduk kampung nelayan dan jenis bangunan tempat tinggal yang sesuai dengan karakteristik tersebut. 1.4 Ruang Lingkup Adapun ruang lingkup materi studi yang akan dikaji dalam penyusunan laporan ini dibatasi mengenai identifikasi dan analisis aspek-aspek sebagai berikut : 1. Sebab dan akibat bencana rob Menjelaskan hal-hal yang menjadi penyebab utama terjadinya bencana rob serta dampak atau pengaruh rob terhadap lingkungan permukiman di kawasan kampung nelayan, Muara Angke. 2. Karakteristik penduduk kampung nelayan Menganalisis kondisi sosial dengan mengidentifikasi jenis pekerjaan mereka yang mempengaruhi kondisi tempat tinggal dan melihat kepadatan penduduk status hunian dan kepemilikan serta jumlah penghuni yang tinggal di kawasan kampung nelayan yang berpengaruh terhadap kondisi lingkungan. Juga menganalisis kondisi perekonomian masyarakat dalam memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari. 4 3. Karakteristik hunian kampung nelayan Menganalisis dan mengidentifikasi fungsi dan kegiatan yang terjadi di dalam hunian dan sekitar hunian. Mengidentifikasi bentuk bangunan, bahan bangunan, dan luasan bangunan dengan jumlah penghuninya. 4. Studi lokasi Muara Angke, penjaringan, Jakarta utara. Menganalisa dan mengidentifikasi karakteristik lingkungan Muara Angke untuk mengetahui kondisi permukiman kampung nelayan baik aktifitas yang terjadi di dalam lingkungan kampung nelayan maupun di sekitar kawasan tersebut yang dapat mempengaruhi kondisi lingkungan permukiman. Serta melihat ketersediaan sarana dan prasarana penunjang dalam kawasan kampung nelayan. Gambar 1.2 Kampung Nelayan di Muara Angke, Penjaringan Sumber : maps.google.com. Diakses pada : 13Mei 2014 Wilayah Muara Angke, Penjaringan berbatasan dengan laut jawa di sebelah utara, kawasan penjemuran ikan di sebelah selatan, kawasan konservasi hutan bakau dan permukiman Pantai Indah Kapuk di sebelah barat, dan pelabuhan serta tempat pelelangan ikan di sebelah timurnya. 5. Hunian vertikal Mengidentifikasi prasarana dan sarana yang dibutuhkan pada hunian vertikal, ukuran unit dan pengembangan jenis hunian vertikal. 1.5 State of the art (Tinjauan Pustaka) Berbagai kajian tentang banjir rob telah banyak dilakukan oleh peneliti-peneliti terdahulu. Penelitian-penelitian tersebut sebenarnya mempunyai satu tujuan yaitu 5 sebagai landasan dalam penanganan banjir rob. Penelitian-penelitian banjir rob yang telah dipelajari oleh penulis memberikan kesimpulan tentang penyebab, ancaman dan risiko dari daerah yang terdampak, dan penanganannya. Dalam penelitiannya, Bayu Trisna Desmawan (2012) menyebutkan bahwa dampak dari bencana rob adalah terjadinya kerusakan pada bangunan tempat tinggal karena selain mengenangi permukaan lantai dan halaman, banjir rob bersifat korosi dan merusak bangunan, buruknya kualitas air tanah disebabkan banjir rob semakin luas dan lama genangan banjir rob, kehilangan lahan disebabkan banjir rob yang semakin tinggi sehingga banyak lahan di pesisir pantai tenggelam dan tidak dapat lagi dimanfaatkan dan kerusakan pada kendaraan / peralatan kerja disebabkan karena banjir rob bersifat korosi. Menurut Bayu T. D (2012) cara untuk menyelesaikan permasalahan tersebut adalah dengan membuat tanggul, meninggikan rumah dan atapnya, meninggikan lantai rumah dengan cara mengurug, membuat saluran air disekitar rumah. Masyarakat membutuhkan air bersih layak konsumsi yang diperoleh dan dipasok dari daerah lain, baik dari PAM maupun dari truk tangki air bersih, untuk hal tersebut masyarakat harus mengeluarkan biaya lebih. Menurut Anggara Dwi Putra dan Wiwandari Handayani (2013), perlu adanya tindakan adaptasi melalui strategi protektif dengan cara membangun bangunan fisik seperti tanggul atau talut, atau alat pemecah ombak (APO). Perluasan wilayah pembudidayaan mangrove di Kelurahan Tanjung Mas. Tindakan ini perlu dilakukan sebagai barrier alami disepanjang kawasan dekat laut. Dian Rasmana Putra (2012) menuliskan bahwa dampak utama dari bencana rob ada pada kondisi air bersih dan sampah, prasarana dan sarana, serta rumah dan bangunan. Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut dapat dilakukan dengan menambahkan kedalam pipa akibat pengurugan lahan, air tanah rasanya berubah jadi asin / payau, dan peralatan air bersih cepat rusak terkena korosi. Septik Tank atau cubluk (SPAL) perlu di perhatikan seperti penambahan ketinggian dinding tangki atau cubluk 1,5 m - 2,00 m dan dikuras setiap 2 tahun sekali. peninggian TPS dan perawatan gerobak sampah. Badan jalan lingkungan dan jalan penghubung harus ditinggikan untuk menghindari agar aktifitas perkotaan tidak terhenti karena genangan air pasang. Lantai rumah rumah terpaksa harus ditinggikan setiap 5 tahun 6 sekali, rata-rata peninggian sebesar 10 - 50 cm, rumah atau bangunan diurug sampai habis, dan di atas lahan urugan dibangun rumah yang sama sekali baru, dan pada bagian depan rumah dipasang bendung penahan air atau bagian teras rumah ditinggikan. Menurut M. Ibrahim Mohamad, M. Ali Nekooie1 dan Zulhilmi Bin Ismail (2012), harus ada perbedaan strategi untuk mencegah atau mengurangi banjir di perkotaan karena lebih baik kita menghadapi bencana tersebut daripada kita harus melawan keadaan alam. Rumah amphibi yang dapat mengapung adalah strategi yang berpotensi tinggi untuk mitigasi kerentanan banjir. Keuntungan dari rumah amphibi ini adalah efiensi biaya, ramah lingkungan, konstruksi yang mudah, memiliki daya tahan, dan Sedangkan menurut Samuel D. Brody, Sarah P., Bernhardt, Sammy Zahran dan Jung Eun Kang (2012). Pendekatan struktural melibatkan konstruksi proyek untuk secara aktif mengamankan permukiman manusia, seperti seawalls, tanggul, saluran, dan dinding pantai. Pendekatan ini untuk pengelolaan banjir biasanya melibatkan investasi keuangan yang besar, lama waktu-frame, dan dapat menimbulkan signifikan dampak pada lingkungan alam. Dari beberapa jurnal yang ada dapat disimpulkan bahwa masalah utama yang dihadapi di daerah pesisir adalah bencana rob. Hal tersebut diperparah dengan adanya pemanasan global yang membuat permukaan air laut menjadi semakin tinggi. Karena bencana rob tersebut tidak dapat dihindari, maka salah satu cara menanganinya adalah dengan beradaptasi. Jenis adaptasi jangka pendek yang dapat dilakukan karena waktu pengerjaan yang tidak panjang dan biaya yang relatif lebih murah adalah dengan melakukan pengerugan lantai dengan tanah dan menaikan dinding serta atap pada rumah, perbaikan sistem drainase serta peninggian badan jalan lingkungan dan jalan penghubung untuk menghindari agar aktifitas perkotaan tidak terhenti karena genangan air. Adaptasi jangka panjang yang dilakukan dengan lingkungan sekitar adalah dengan membangun tanggul disepanjang pesisir, tetapi pembangunan tanggul tersebut mengeluarkan dana yang tidak sedikit dan pengerjaan yang relatif lebih lama.