KUALITAS UDARA DALAM RUANG KELAS BER-AC DAN KELUHAN KESEHATAN SISWA Indoor Air Quality and Health Complaints among Elementary School Students Corie I. Prasasti, Sudarmaji, dan Retno Adriyani Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga [email protected] Abstract: Sick Building Syndrome hasn’t got serious attention yet. Children have high risk to get bad effect from poor indoor air quality caused by less-cleaning household equipments, office tools, and air conditioner. It will decrease indoor air quality then caused sick building syndrome. Objectives of this study were to identify physical and chemical air quality in classroom and identify the students’ health impairment. This was an observational study with cross-sectional approach. Interview, measurements of air temperature, relative humidity, dust concentration, gas of CO and NO2 in the classroom of 6th grader were used in this study. Number of samples in two locations was 65 students, collected using inclusion criteria. Data collected were analyzed descriptively. Result of this study showed that dust concentration, CO and NO2 level were within the standards, while temperature and humidity had exceeded the standards. Complaints received from students were nasal, eye and skin irritation, sore throat, and nausea respectively. It is suggested that the air conditioner should be maintained at regular intervals, teachers and student should participate in keeping the classroom clean and checking indoor air quality periodically (Including: physical, chemical and microbiology parameter) so, health impairment can be minimized. Keywords: physical and chemical air quality, classroom, air conditioner, health impairment Abstrak: Pencemaran udara di perkotaan disebabkan oleh industri dan asap kendaraan bermotor yang jumlahnya semakin hari semakin bertambah. Udara luar ruangan yang tercemar akan menyebabkan udara dalam ruangan juga tercemar. Keberadaan perabot rumah tangga dan peralatan kantor akan memberikan sumbangan pencemaran udara di dalam ruangan. Air Conditioner (AC) adalah suatu alat yang dimaksudkan untuk menciptakan dan menjaga kenyamanan dalam ruang kelas. Penggunaan AC sebagai alternatif untuk mengganti ventilasi alami dapat meningkatkan kenyamanan dan produktivitas kerja, namun AC yang jarang dibersihkan akan mengakibatkan kualitas udara dalam ruangan menurun dan dapat menimbulkan keluhan kesehatan yang disebut Sick Building Syndrome. Tujuan penelitian adalah mengidentifikasi kualitas kimia dan fisik udara dalam ruang kelas ber-AC dan keluhan kesehatan siswa. Penelitian ini menggunakan metode penelitian observasional dan rancang bangun cross-sectional. Populasi penelitian yaitu semua siswa SMA Wachid Hasyim 2 Taman yang menempati ruang kelas ber-AC dan jumlah sampel yang diambil dengan purposive sampling sebanyak 71 orang. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan, kadar debu, CO dan NO2 yang diukur masih berada pada standar baku mutu, kadar debu dan kelembapan udara melebihi baku mutu dan suhu ruang kelas XI IPS 2 yang diukur melebihi baku mutu. Keluhan kesehatan siswa yang teridentifikasi adalah iritasi hidung, mata dan kulit, tenggorokan kering dan mual. Saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian adalah melakukan perawatan AC baik teknis maupun non-teknis secara rutin, menjaga kebersihan kelas, terutama dari debu yang berasal dari perabotan kelas dan pemeriksaan kualitas udara dalam ruang secara berkala agar tercipta lingkungan belajar yang sehat. Kata kunci: kualitas fisik dan kimia udara, ruang kelas, air conditioner PENDAHULUAN Kondisi fisik lingkungan bangunan sekolah juga dapat memengaruhi kesehatan siswa. Kondisi bangunan yang tidak baik dapat menyebabkan Sick Building Syndrome (SBS) yang merupakan kumpulan gejala akibat adanya gangguan sirkulasi udara di dalam gedung. Gejala ini dapat berupa batuk-batuk kering, sakit kepala, iritasi di mata, hidung dan tenggorokan, kulit kering dan gatal, badan lemah, dan lain-lain. Kualitas udara ruangan yang buruk menyebabkan gangguan kesehatan yang serius bahkan dapat mematikan. Manusia menghabiskan kurang lebih 90% waktunya di dalam ruangan sehingga memiliki risiko gangguan kesehatan lebih besar daripada di luar ruangan yang hanya sesaat karena adanya peningkatan jumlah kontaminasi polutan. Hal ini mendapat cukup perhatian dari pemerintah Amerika karena bahan kimia seperti radon, asbestos, dan formaldehyde diketahui telah terdapat di beberapa rumah warga, tempat kerja dan belajar atau sekolah (Cross, 1990). 14 15 C I Prasasti, Sudarmadji, dan R Adriyani, Kualitas Udara dalam Ruang Kelas ber-AC Alergi dan asma adalah salah satu akibatnya dan keduanya telah menyebabkan lebih dari 130 juta siswa kehilangan hari belajarnya dan 13,5 juta tenaga kerja kehilangan hari kerja tiap tahunnya (Bas, 2004). Berdasarkan uraian pada latar belakang, tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi karakteristik ruang kelas, meliputi: luas kelas, jendela, plafon, dinding, lantai, perabotan kelas, AC, dan ventilasi, mengukur kualitas fisik udara, meliputi: suhu dan kelembapan dan kualitas kimia udara, meliputi: debu, CO, dan NO2 di dalam ruang kelas serta mengidentifikasi keluhan kesehatan yang dialami siswa. saat dilaksanakannya penelitian; Siswa kelas 6 (enam) SD; dan tidak menderita asma. Variabel penelitian adalah keluhan kesehatan yang dialami siswa SD, karakteristik siswa, karakteristik ruang kelas, kualitas fisik dan kimia udara dalam ruang kelas. Pengumpulan data terbagi dalam dua (2) tahap, yaitu: Pengumpulan data sekunder, meliputi: profil sekolah dan catatan kesehatan siswa responden. Pengumpulan data primer, meliputi: pengamatan kondisi lingkungan fisik kelas dengan bantuan lembar observasi, pengukuran suhu, kelembapan, dan kualitas udara kimia (CO2, debu, NO2) dilakukan oleh Laboratorium BBTKL dan PPM Surabaya. Sedangkan wawancara kepada seluruh responden dengan bantuan kuesioner. Data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan tabulasi silang kemudian dianalisis secara deskriptif. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian lapangan dan observasional menggunakan pendekatan waktu cross-sectional yang dianalisis secara deskriptif. Penelitian dilakukan di SD Ta’miriyah dan SD Muhammadiyah 4 di Surabaya. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Mei–Oktober 2009. Populasi penelitian adalah semua siswa yang tercatat sebagai siswa SD Ta’miriyah dan SD Muhammadiyah 4 di Surabaya. Sampel penelitian diambil berdasarkan kriteria inklusi sebagai berikut: Dapat ditemui dan diwawancarai HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Siswa Siswa yang menjadi responden penelitian berjumlah 65 orang terdiri dari 38 siswa SD Ta’miriyah dan 27 siswa SD Muhammadiyah 4. Mayoritas siswa berjenis kelamin laki-laki dengan Tabel 1. Distribusi Siswa Menurut Umur dan Jenis Kelamin di SD Ta’miriyah (1) dan Muhammadiyah 4 (2) Surabaya Tahun 2009 SD Jenis Kelamin Umur (Tahun) L % P % 10 % 11 % 12 % (1) 22 57,89 16 42,11 11 28,94 21 55,26 6 15,8 (2) 15 55,56 12 44,44 2 7,4 17 62,9 8 29,7 Total 37 28 13 38 14 Tabel 2. Distribusi Siswa Menurut Lama Belajar dan Frekuensi Keluar Masuk Kelas di SD Ta’miriyah dan Muhammadiyah 4 Surabaya Tahun 2009 Karakteristik Siswa Lama belajar di ruang ber-AC (tahun) ≥5 SD Ta’miriyah % <5 Frekuensi keluar masuk kelas (kali) 27 <5 71,1 % 29 76,3 SD Muhammadiyah 4 % <5 % ≥5 % 11 5–10 28,9 % 27 <5 100 % 0 5–10 0 % 9 23,7 16 59,25 11 40,75 16 Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 7, No. 1 Juli 2013: 14–20 kelompok umur terbanyak 11 tahun. Siswa di dua sekolah mayoritas memiliki lama belajar di ruang kelas ber-AC ≥ 5 tahun. Lama belajar di ruang kelas ber-AC merupakan waktu yang digunakan oleh siswa untuk belajar di ruang kelas ber-AC sampai saat penelitian dilakukan. Data tersebut dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2. Seseorang yang terpapar polutan udara dalam ruang dengan jangka waktu yang lama akan mengalami keluhan kesehatan lebih besar jika dibandingkan dengan seseorang yang terpapar kurang dari 2 jam per hari (Balukh, 2003). Menurut Cross (1990), manusia yang berada di ruangan dalam jangka waktu lama memiliki risiko gangguan kesehatan lebih besar daripada yang hanya sesaat karena adanya peningkatan jumlah kontaminasi polutan. Pemakaian AC sebagai pengatur suhu mengakibatkan udara dalam ruangan tidak mengalami pertukaran udara segar sehingga berpotensi meningkatkan jumlah kontaminasi polutan. Hal ini memengaruhi kesehatan siswa karena semakin sering terpapar AC, risiko mengalami gangguan kesehatan akibat buruknya kualitas udara dalam ruangan akan semakin besar. Sebagian besar siswa mempunyai kebiasaan keluar masuk kelas dengan frekuensi < 5 kali dalam sehari. Frekuensi keluar masuk siswa yang tertinggi yaitu < 5 kali sehari, untuk SD Ta’miriyah sebanyak 76,3% sedangkan SD Muhammadiyah 4 sebanyak 59,25%. Frekuensi keluar masuk ruang kelas yang terlalu sering dapat memengaruhi kualitas udara dalam ruangan. Menurut Aditama (2002), pencemaran dari luar gedung merupakan salah satu penyebab SBS dengan persentase 11%. Berdasarkan suatu penelitian pada tahun 1990-an di Indonesia pernah menyebutkan bahwa pencemaran udara dalam ruang yang berasal dari luar gedung sebesar 11% (Hendrawati, 2005). Besarnya frekuensi keluar masuk siswa memungkinkan pencemar udara (debu dan gas) masuk ke dalam ruang kelas. Hal ini yang menyebabkan adanya kandungan debu, CO dan NO2 pada udara dalam ruang kelas. Karakteristik Ruang Kelas Tabel 3 merupakan hasil observasi mengenai kondisi fisik kelas SD Muhammadiyah 4 dan SD Ta’miriah Surabaya. Menurut Hardin (2003), banyak faktor yang memengaruhi polusi udara ruangan termasuk aktivitas pemeliharaan gedung, tipe material bangunan, perabotan dan peralatan, kontaminasi dari luar ruangan, iklim, kelembapan, temperatur dan jumlah ventilasi. SD Ta’miriyah Surabaya berada dekat dengan jalan raya, hal ini dapat meningkatkan risiko penurunan kualitas udara di lingkungan sekolah, terutama ruang kelas. Polutan yang berasal dari jalan raya, yang dapat berupa asap ataupun gas buangan kendaraan, dapat ikut masuk ke dalam ruang kelas dan memengaruhi kualitas Tabel 3. Karakteristik Ruang Kelas SD Ta’miriyah Surabaya dan SD Muhammadiyah 4 Surabaya Tahun 2009 Karakteristik Ruang Kelas Luas Kelas Jendela Plafon Dinding Lantai Perabotan kelas AC : a. Tipe b. Daya c. Jumlah d. Merk Sistem ventilasi Jumlah Siswa SD Muhammadiyah 4 5 × 5 meter ada Beton Dari pasangan bata dengan cat tembok dan keramik yang masih baik. Keramik berwarna putih Meja dan bangku siswa terbuat dari kayu dan dilapisi dengan pelitur, whiteboard, meja guru, dan almari. SD Ta’miriyah 5 × 8 meter Tidak ada Beton Dari pasangan bata dengan cat tembok dan keramik yang masih baik. Keramik berwarna putih Meja dan bangku siswa terbuat dari kayu dan dilapisi dengan pelitur, whiteboard, pengeras suara, meja guru, almari. a. Split b. 1 pk c. 2 buah d. Panasonic Sistem ventilasi buatan dan alami 39 Siswa a. Split b. 1 pk c. 2 buah d. Panasonic Sistem ventilasi buatan 40 Siswa 17 C I Prasasti, Sudarmadji, dan R Adriyani, Kualitas Udara dalam Ruang Kelas ber-AC udara ruang kelas. Sesuai dengan pendapat Aditama (2002), bahwa pencemaran dari luar gedung dapat juga masuk ke dalam ruangan (11%). Perencanaan yang baik mengenai kualitas udara ruang kelas dapat meminimalkan terpaparnya siswa dengan polutan yang terdapat dalam kelas. Karena dengan mengetahui sumber polutan dan faktor yang memengaruhi kualitas udara dalam ruang kelas dapat dihindari pemakaian barang yang dapat menjadi sumber pencernaan maupun meminimalkan faktor pengaruh buruknya kualitas udara. Usaha untuk meminimalkan pencemaran udara di lingkungan SD Ta’miriyah salah satunya dengan mengeluarkan aturan kawasan bebas rokok, melaksanakan pemeliharaan AC yang dilakukan rutin tiap 3 bulan. Sedangkan usaha untuk meminimalkan pencemaran udara di lingkungan sekolah SD Muhammadiyah 4 dengan adanya jadwal rutin untuk membersihkan lingkungan sekolah terutama ruang kelas. Jadwal membersihkan ruang kelas adalah setelah kegiatan belajar mengajar selesai, saat sore hari dengan menggunakan jasa pihak ketiga (outsourcing). Karakteristik ruang kelas yang diamati meliputi luas kelas, jendela, plafon, dinding, lantai, perabotan kelas, AC, dan ventilasi. Karakteristik dua ruangan kelas yang diambil sebagai lokasi penelitian banyak memiliki kemiripan, yang membedakan hanyalah tentang ada tidaknya jendela dan sistem ventilasi yang digunakan. Ruangan kelas pada SD Ta’miriyah tidak memiliki jendela dan menggunakan sistem ventilasi buatan, sedangkan SD Muhammadiyah 4 menggunakan sistem ventilasi buatan dan alami karena masih terdapat jendela yang kadang-kadang digunakan sebagai ventilasi. Dinding pada dua kelas tersebut hampir sama kondisinya. Dinding terlihat kotor karena banyak sekali hiasan, hasil karya, ataupun poster yang ditempel hampir memenuhi permukaan dinding kelas tetapi tidak diperhatikan penataan dan kebersihannya. Namun syarat dinding harus dari tembok dilapisi semen dan kedap air telah terpenuhi. Selain itu berbagai macam bahan yang digunakan sebagai hasil karya siswa, poster dan gambar yang ditempel di dinding kelas dapat berpotensi menjadi sumber polutan karena dapat mengeluarkan uap bahan kimianya karena menurut Aditama (2002), pencemaran bahan bangunan (3%) meliputi pencemaran formaldehyde, lem, asbes, fiberglass, dan bahan lain yang merupakan komponen pembentuk gedung tersebut. Kualitas Udara Kualitas Fisik Udara Pengukuran kualitas fisik udara dalam kelas dilakukan 1 titik pengambilan sampel dan dilakukan pengulangan 2 kali di masing-masing kelas. Kualitas fisik udara kedua sekolah yaitu kelembapan dan suhu dalam ruang kelas tidak memenuhi syarat baku mutu Keputusan Menteri Kesehatan No. 1405 Tahun 2002, hal ini terlihat pada Tabel 4. Pengukuran parameter kualitas fisik udara dalam kelas dilakukan pada 1 titik sampling dengan 2 kali pengukuran pada setiap ruang kelas untuk diambil nilai rata-rata tiap parameter yang kemudian dibandingkan dengan baku mutu Keputusan Menteri Kesehatan No. 1405 Tahun 2002. Parameter suhu dan kelembapan udara dalam ruang kelas melebihi baku mutu sehingga dapat meningkatkan risiko terjadinya keluhan kesehatan pada siswa. Menurut Cicilia, 2009 penyebab SB S (Sick Building Syndrome) adalah udara yang terkontaminasi oleh temperatur dan kelembapan udara yang buruk. Suhu yang relatif rendah dapat menyebabkan beberapa keluhan seperti pembuluh darah menyempit, leher atau tengkuk terasa kaku, kesemutan, hidung tersumbat, kembung dan pegal linu, serta sering buang air kecil yang Tabel 4. Kualitas Fisik Udara Ruang Kelas di SD Ta’miriyah dan SD Muhammadiyah 4 Surabaya Tahun 2009 SD Ta’miriyah Variabel 1 2 Pukul Pukul (07.30–08.00) (13.30–14.00) SD Muhammadiyah 4 rerata 1 2 Pukul Pukul (09.00–9.30) (11.30–12.00) rerata Baku Mutu Kepmenkes No. 1405 Tahun 2002 Suhu 29° C 30° C 29° C 29° C 31° C 30° C 18–28° C Kelembapan 67% 65% 66% 67% 59% 63% 40–60% 18 Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 7, No. 1 Juli 2013: 14–20 Kualitas Kimia Udara mengakibatkan metabolisme terganggu (Anonim, 2009). Sedangkan suhu udara yang tinggi atau panas dapat mengakibatkan kram pada tungkai kaki dan lengan. Selain itu suhu udara yang tinggi juga dapat mengakibatkan kelelahan, pingsan, mual dan pusing (Anonim, 2008). Kualitas fisik udara untuk parameter kelembapan tidak memenuhi syarat baku mutu sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan mikroorganisme sesuai dengan pendapat Pudjiastuti dkk (1998), bahwa kelembapan udara yang lebih rendah dari 70% dapat menyebabkan kekeringan selaput lendir membran sedangkan kelembapan yang tinggi dapat meningkatkan pertumbuhan mikroorganisme. Menurut Mukono (2000), kelembapan udara ruang merupakan salah satu faktor yang memengaruhi suhu ruangan sehingga jika kelembapan tinggi suhu udara akan turun, sebaliknya jika kelembapan rendah, suhu udara naik. Hal ini dapat memengaruhi kesehatan penghuni ruangan sehingga perlu diperhatikan. Kelembapan udara yang kurang dari 65–95%, udara terasa lebih kering, timbul rasa seret di tenggorokan, kulit menjadi kering, dan hidung tersumbat (Anonim, 2009). Kenyamanan manusia terkait dengan temperatur dan kelembapan udara dalam ruang dipengaruhi oleh beberapa variabel seperti pakaian, tingkat aktivitas, usia, dan psikologis yang sangat beragam. The American Society of Heating, Refrigerating and Air-Conditioning Engineers, Inc (ASHRAE) standard 55 berusaha menentukan temperatur dan kelembapan yang nyaman untuk sebagian besar pekerja agar tidak memicu stres (Hardin, 2003). Pemeriksaan kualitas kimia udara dalam kelas dilakukan 2 kali di masing-masing kelas dan tiap kelas 1 titik pengambilan sampel. Hasil pengambilan sampel udara kemudian diberikan kepada Laboratorium Udara BBTKL dan PPM Surabaya untuk dianalisis lebih lanjut. Kualitas kimia udara kedua sekolah untuk parameter debu, NO2 dan CO dalam ruang kelas memenuhi syarat baku mutu Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1405 tahun 2002 dan Peraturan Gubernur Jatim No. 10 Tahun 2009. Hasil pengukuran debu di SD Ta’miriyah lebih tinggi daripada SD Muhammadiyah 4. Parameter kualitas kimia udara dalam kelas yang diukur adalah debu CO dan NO2 yang diukur pada 1 titik sampling dengan 2 kali pengukuran pada setiap ruang kelas untuk diambil nilai rata-rata. Berdasarkan hasil pengukuran kualitas kimia udara yang telah dilakukan di BBTKL & P2M Surabaya, untuk parameter debu, CO dan NO2 masih berada di bawah baku mutu Peraturan Gubernur Jawa Timur No. 10 Tahun 2009 maupun Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1405 Tahun 2002. Berdasarkan data primer diperoleh bahwa siswa berpendapat sumber debu berasal dari perabotan kelas (meja, almari, dan bangku) dan dari luar ruangan. Menurut Haryanto (2009), sumber debu berasal dari debu yang menempel pada perabotan, barang atau kertas yang tidak tersentuh banyak beredar karena saluran udara atau AC yang jarang dibersihkan. Debu ini juga membawa partikel yang bisa mengganggu kesehatan. Pengaruh debu terhadap kesehatan sangat tergantung kepada ukurannya. Partikulat debu yang membahayakan kesehatan umumnya Tabel 5. Kualitas Kimia Udara Ruang Kelas di SD Ta’miriyah dan SD Muhammadiyah 4 Surabaya Tahun 2009 SD Ta’miriyah Parameter 1 2 Pukul Pukul (7.30–08.00) (13.30–14.00) SD Muhammadiyah 4 rerata 1 2 Pukul Pukul (09.00–09.30) (11.30–12.00) Baku Mutu (ppm) Per Gub Kepmenkes rerata Jatim No. 10/ No. 1405/ 2009 2002 NO2 (satuan) 6.10-4 19.10-4 12.10-4 30.10-4 18.10-4 24.10-4 0.05 ppm 5,6 mg/m3 Debu (satuan) 76.10-3 98.10-3 87.10-4 40.10-3 54.10-3 47.10-4 0.26 mg/m3 0,15 mg/m3 CO (satuan) <Limitd deteksi <Limitd deteksi <Limitd deteksi <Limitd deteksi 20.0 ppm 25,0 ppm 19 C I Prasasti, Sudarmadji, dan R Adriyani, Kualitas Udara dalam Ruang Kelas ber-AC siswa. Sehingga keluhan kesehatan yang paling sedikit dialami oleh siswa yaitu keluhan yang berupa mual. Keluhan kesehatan paling banyak dialami oleh siswa pada SD Ta’miriyah. Hal tersebut dikarenakan posisi sekolah yang berada di pinggir jalan raya dan kurangnya ventilasi alami yang menghambat sirkulasi udara bersih dalam ruangan. Debu dapat mengakibatkan keluhan kesehatan yang berupa gangguan saluran pernapasan bagian atas, iritasi saluran pernapasan dan iritasi pada mata (Anonim, 2007). Sedangkan menurut Haryanto (2009), paparan debu dalam waktu yang singkat dapat mengakibatkan gangguan pernapasan dan efek yang buruk pada sistem cardiovascular. Gas CO di dalam udara ruang kelas menurut Anonim (2007), dapat mengakibatkan badan mudah lelah, pusing dan gangguan sistem saraf pusat. Meskipun kadar CO dalam ruang kelas masih di bawah baku mutu, namun banyak siswa yang mengeluhkan keluhan kesehatan tersebut. Meskipun kadar debu, NO2 dan CO pada dua ruang kelas tersebut masih di bawah baku mutu Peraturan Gubernur Jatim No. 10 Tahun 2009 dan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1405 Tahun 2002, siswa penghuni kelas tersebut masih memiliki risiko untuk mengalami gangguan kesehatan tersebut, terlihat dari sakit kepala dan lelah/cepat capek termasuk keluhan kesehatan tertinggi yang dialami oleh siswa. berkisar antara 0,1–10 mikron karena partikulat tersebut dapat langsung masuk ke dalam paru-paru dan mengendap di alveoli. Selain itu partikulat debu juga dapat mengganggu saluran pernapasan bagian atas, iritasi saluran pernapasan dan iritasi pada mata (Anonim, 2007). Menurut Aditama (2002), pencemaran dari dalam gedung dapat berasal dari bahan kimia seperti asap rokok, pestisida, alat atau bahan pembersih ruangan dan lain-lain. Bahan polutan udara yang mungkin ada dalam ruangan dapat berupa formaldehyde, gas NO 2, O 3, NH 3 dan beberapa gas lain. Keluhan Kesehatan Berdasarkan hasil wawancara melalui kuesioner, keluhan kesehatan siswa saat berada di dalam kelas yang berhubungan dengan kualitas udara dalam ruang kelas dapat dilihat pada Tabel 6. Mayoritas (63,2%) keluhan kesehatan yang dialami siswa SD Ta’miriyah adalah bersinbersin sama dengan siswa SD Muhammadiyah 4 (74,1%). Siswa yang menjadi responden penelitian sebagian besar mengalami keluhan kesehatan. Keluhan kesehatan yang paling sedikit dialami siswa yaitu sesak nafas. Jika 14 macam keluhan kesehatan yang dialami siswa dikelompokkan berdasarkan organ tubuh maka diperoleh 6 macam keluhan kesehatan yang dialami oleh Tabel 6. Keluhan Kesehatan Siswa di SD Ta’miriyah dan SD Muhammadiyah 4 Surabaya Tahun 2009 SD Jenis Keluhan Ta’miriyah Muhammadiyah 4 Ya % Tidak % Ya % Tidak % Bersin-bersin 24 63,2 14 36,8 20 74,1 7 25,9 Sakit kepala 18 47,4 20 52,6 18 66,7 9 33,3 Kulit gatal 12 31,6 26 68,4 3 11,1 24 88,9 Kulit kering 6 15,8 32 84,2 6 22,2 21 77,8 21 55,3 17 44,7 9 33,3 18 66,7 Tenggorokan kering & gatal Lelah/cepat capek 23 60,5 15 39,5 24 88,9 3 11,1 Mata pedih 17 44,7 21 55,3 7 25,9 21 74,1 Hidung berair 12 31,6 26 68,4 7 25,9 21 74,1 Sesak napas 2 5,3 36 94,7 4 14,8 23 85,2 Hidung gatal 11 28,9 27 71,1 7 25,9 21 74,1 Hidung buntu 15 39,5 23 60,5 11 40,7 16 59,3 Mual 16 42,1 22 57,9 9 33,3 18 66,7 8 21,1 30 78,9 4 14,8 23 85,2 20 52,6 18 47,4 12 44,4 17 55,6 Mata merah Mata gatal 20 Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 7, No. 1 Juli 2013: 14–20 KESIMPULAN DAN SARAN Disimpulkan bahwa kualitas fisik udara dalam ruang kelas SD Ta’miriyah dan Muhammadiyah 4 Surabaya untuk parameter kelembapan dan suhu tidak memenuhi baku mutu Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1405/Menkes/SK/ XI/2002. Sedangkan kualitas kimia udara dalam ruang kelas untuk parameter debu, NO2, dan CO masih memenuhi baku mutu Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1405/Menkes/SK/ XI/2002 maupun Peraturan Gubernur Jatim No. 10 Tahun 2009. Serta berdasarkan organ tubuh, keluhan kesehatan yang dialami oleh responden terbanyak adalah iritasi hidung sedangkan keluhan paling sedikit adalah mual. Disarankan bahwa untuk pencemaran udara dalam ruangan dapat diatasi dengan menjaga kebersihan kelas terutama dari debu yang berasal dari perabotan kelas, pemeriksaan kualitas udara dalam ruang secara berkala agar tercipta lingkungan belajar yang sehat. DAFTAR PUSTAKA Adhitama, Chandra. 2002. Pencemaran Udara dan Kesehatan. Jakarta: Arcan. Anonim. 2007. Parameter Pencemar Udara dan Dampaknya terhadap Kesehatan. Diakses dari: http://www.kpbb.org (sitasi 4 Juli 2009). Anonim. 2008. Tips Mengatasi Efek Udara Panas. Diakses dari: http://makhrus. jagakarsa.ac.id/2008/tipsmengatasi-efek-udara-panas.mac. (sitasi 17 Juli 2009). Anonim. 2009. Ternyata Kamar Ber-Ac Tetap Butuh Ventilasi Udara. Diakses dari: http://iklanku.net/ iklan/ac-mesin-cuci-kulkas-freezer-dll.html. (sitasi 6 Juli 2009). Bas, Ed. 2004. Indoor Air Quality: A Guide for Facility Managers. Lilburn, Georgia: The Fairmont Press, Inc. Balukh, Benyamin. 2003. Hubungan Kualitas Udara di Ruangan Ber-AC dengan Gangguan dan Keluhan Karyawan di Dinas Lingkungan Hidup Kota Surabaya. Skripsi. Universitas Airlangga, Surabaya: Cicilia, Sanny. 2009. Awas, Udara Kantor Bikin Tumbang! Diakses dari http://properti.kompas.com/read/ xml/2009/03/19/22210951/awas.udara.kantor.bikin. tumbang (sitasi 6 Juli 2009). Cross, Frank B. 1990. Legal Responses to Indoor Air Pollution. New York: Qurom Book. Hardin, Tim. 2003. School Indoor Air Quality Best Management Practices Manual. Safety Washington State Department of Health. Olympia, Washington. Diakses dari www.doh.wa.gov/ehp/ts/iaq.htm. (sitasi 10 November 2008). Haryanto, Budi. 2009. Mana Lebih Berbahaya: Terpapar Asap atau AC?. Diakses dari http://www.arthazone. com/article_detail.php?nid=2297. (sitasi 6 juli 2009). Hendrawati. 2005. Lebih Berbahaya Polusi di dalam Rumah. Diakses dari http://belair.blogsome.com/ (sitasi 6 Juli 2009). Mukono. 2000. Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan. Surabaya: Airlangga University Press. Pudjiastuti, Lily, Septa, R., Happy, R.S. 1998. Kualitas Udara Dalam Ruangan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1405/Menkes/SK/ XI/2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri. Peraturan Gubernur Jawa Timur No. 10 Tahun 2009 tentang Baku Mutu Udara Ambien dan Emisi Sumber tidak Bergerak di Jawa Timur.