SIARAN PERS Pusat Hubungan Masyarakat Gd. I Lt. 2, Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta 10110 Telp: 021-3860371/Fax: 021-3508711 www.kemendag.go.id Giatkan Identifikasi Usaha Waralaba, Kemendag Luncurkan Logo Waralaba Jakarta, 30 Januari 2014 – Logo waralaba merupakan instrumen pengawasan penyelenggaraan waralaba, khususnya terhadap penyebaran gerai waralaba dan konsistensi data penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Waralaba (STPW). Selain sebagai instrumen pengawasan, logo waralaba juga akan menjadi identitas bagi pelaku usaha yang melakukan kegiatan usaha dengan sistem waralaba. Menteri Perdagangan Gita Wirjawan mengungkapkan hal itu ketika meresmikan peluncuran Logo Waralaba pada Kamis (30/1), di kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta. Acara peluncuran Logo Waralaba ini menghadirkan lima pelaku usaha waralaba, yaitu PT Top Food Indonesia (Es Teler 77), PT K-24 Indonesia (Apotek K-24), PT Coffee Toffee Indonesia (Coffee Toffee), PT Moz5 Kemitraan (Salon Moz5), PT Rekso Nasional Food (McDonald’s). Mendag Gita Wirjawan melakukan penyematan secara simbolis logo waralaba pada booth Es Teler 77 yang dihadirkan di ruang acara. Setelah penyematan, Mendag menyempatkan diri untuk mencicipi sajian menu Es Teler 77. Es Teler 77 adalah salah satu contoh waralaba lokal yang mampu bertahan dalam kurun waktu yang cukup lama. Sejak tahun 1987, Es Teler 77 merupakan jenis usaha yang berbentuk waralaba asli Indonesia. “Ini bisa menjadi inspirasi bagi usaha waralaba Indonesia lainnya,” tandas Mendag mengapresiasi waralaba lokal yang mampu bertahan begitu lama. Logo waralaba, jelas Mendag, akan diberikan baik kepada Pemberi Waralaba maupun Penerima Waralaba yang telah memiliki STPW. Pemberi Waralaba dan Penerima Waralaba yang telah memiliki STPW wajib menggunakan logo waralaba. Logo waralaba tersebut diletakkan pada tempat terbuka dan mudah dilihat di kantor pusat dan pada setiap gerai/outlet. "Kewajiban pencantuman logo waralaba tidak berlaku bagi outlet/gerai yang dikelola dan dimiliki sendiri oleh Pemberi Waralaba," tambahnya. Ketentuan mengenai logo waralaba ini tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan No. 60/MDAG/PER/10/2013 tentang Kewajiban Penggunaan Logo Waralaba. Peraturan ini melengkapi peraturan waralaba yang telah diterbitkan sebelumnya berupa Permendag No. 53/M-DAG/PER/8/2012 tentang Penyelenggaraan Waralaba, Permendag No. 68/M-DAG/PER/10/2012 tentang Waralaba untuk Jenis Usaha Toko Modern dan Permendag No. 07/M-DAG/PER/2/2013 tentang Pengembangan Kemitraan Dalam Waralaba Untuk Jenis Usaha Makanan dan Minuman. Sebelumnya, Dirjen Perdagangan Dalam Negeri (PDN) Srie Agustina membuka acara diseminasi Permendag 70/M-DAG/PER/12/2013 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern. Pada sesi acara diseminasi tersebut, Dirjen PDN menyatakan bahwa prospek perkembangan usaha ritel dan pusat belanja di Indonesia akan semakin membaik, apabila dilihat dari pertumbuhan ekonomi Indonesia yang mencapai rata-rata 6% per tahun dengan konsumsi domestik mencapai 54,56 % persen dari PDB. Besarnya konsumsi domestik ini didorong oleh besarnya jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 250 juta jiwa dengan struktur penduduk berusia di bawah 39 tahun yang mencapai 60 % serta penduduk kelas menengah yang mencapai 45 juta jiwa pada tahun 2014. Dirjen Srie menjelaskan bahwa pertumbuhan gerai ritel, baik ritel swalayan maupun ritel nonswalayan selama satu dasawarsa atau 10 tahun terakhir tumbuh lebih dari 765 ribu gerai. Pertumbuhan gerai tersebut didominasi oleh ritel tradisional sebanyak 750 ribu gerai atau tumbuh sebesar 42%, dan ritel modern dalam format minimarket dengan pertumbuhan sebanyak 16 ribu gerai atau tumbuh sebesar 400%. Pemerintah akan terus mendorong penguatan daya saing ritel tradisional serta terus mendorong peningkatan kuantitas dan kualitas pengelolaan pasar tradisional. “Kita berharap agar pasar tradisional yang berjumlah lebih dari 9.500 unit itu dapat tumbuh dan berkembang serasi, saling memerlukan, saling memperkuat, serta saling menguntungkan dengan pelaku usaha sejenis lainnya,” ujar Dirjen PDN. Salah satu butir penting dalam Permendag 70/2013 ini adalah kewajiban pelaku usaha untuk memberikan porsi tertentu, minimal 80%, terhadap pemasaran produk dalam negeri di gerai pusat perbelanjaan dan toko modern yang bersangkutan. Porsi sebesar itu diharapkan dapat terisi karena Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk mendorong hal tersebut. Dirjen PDN mengatakan, “Pemerintah secara berkelanjutan melakukan berbagai upaya pembinaan kepada para pemasok dalam negeri. Upaya itu dilakukan dalam bentuk pameran produk unggulan lokal serta fasilitasi kemitraan antara toko modern/pusat perbelanjaan dengan pemasok. Upaya itu dilakukan agar produk dalam negeri dapat memenuhi persyaratan atau standar yang ditetapkan toko swalayan dan pusat perbelanjaan.” Bertindak sebagai pembicara dalam acara tersebut yaitu Suryadi Sasmita dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Handaka Santosa dari Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia, Pudjianto dari Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia, Putri K. Wardhani dari Asosiasi Pemilik Merk Lokal Indonesia, dan sebagai moderator adalah Dirjen PDN. Diseminasi ini antara lain dihadiri oleh pengurus dan anggota Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia, Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia, Pengelola Pasar Indonesia, Aliansi 9 Asosiasi, Forum Komunikasi Pasar, dan para pejabat dari instansi terkait. --selesai-Informasi lebih lanjut hubungi: Ani Mulyati Kepala Pusat Hubungan Masyarakat Kementerian Perdagangan Telp/Fax: 021-3860371/021-3508711 Email: [email protected] Fetnayeti Direktur Bina Usaha Perdagangan Ditjen Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Telp/Fax: 021-3858188 Email: [email protected]