BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap warga negara memiliki hak untuk memperoleh pendidikan, termasuk anak berkebutuhan khusus. Bagi anak-anak berkebutuhan khusus berhak memperoleh pendidikan berupa pendidikan khusus/luar biasa. Pendidikan khusus/luar biasa merupakan bentuk pendidikan yang dirancang khusus bagi anak-anak berkelainan, salah satunya yaitu anak tunagrahita. Sebagai warga negara, anak tunagrahita mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan. Pada Undang – Undang No. 20 tahun 2003 pasal 5 ayat 2 menyatakan bahwa “Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual dan atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus”. Penjelasan dari pasal tersebut disebutkan bahwa anak tunagrahita / berkelainan mental berhak memperoleh pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang dialami. Anak tunagrahita merupakan anak yang memiliki kemampuan berfikir di bawah rata-rata anak normal, sehingga mereka memiliki kemampuan belajar dan adaptasi sosial dibawah anak-anak normal pada umumnya. Seperti pendapat Munawir Yusuf (2009: 6) yang menyatakan bahwa, “Tunagrahita adalah anak yang secara nyata mengalami hambatan dan keterbelakangan mental-intelektual di bawah rata-rata, sehingga mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tugastugasnya serta memerlukan layanan pendidikan khusus”. Ada beberapa klasifikasi anak tunagrahita antara lain :tunagrahita ringan, tunagrahita sedang, tunagrahita berat dan sangat berat. Anak tunagrahita ringan sering disebut debil, mereka masih mampu untuk belajar membaca, menulis, dan berhitung sederhana. Kemampuan berfikir anak tunagrahita ringan paling tinggi hampir sama dengan kemampuan anak normal usia sekolah dasar kelas 6. Hal ini sesuai pendapat Putranto (2015: 210) yaitu anak tunagrahita ringan merupakan anak tunagrahita mampu didik, masih 1 2 bisa belajar menulis, berhitung dan membaca serta mereka mampu menyelesaikan pendidikan setara dengan kelas IV pada sekolah dasar regular. Fungsi-fungsi perkembangan pada anak tunagrahita ringan lebih lambat dari anak-anak pada umumnya. Anak tunagrahita ringan memiliki ketertinggalan pada aspek kecerdasan , bahasa, sosial, kepribadian dan kemampuan fisik dan motorik. Anak tunagrahita cenderung bergaul dengan anak-anak yang memiliki usia yang lebih muda, mereka kurang dapat memimpin diri sendiri maupun orang lain. Mereka memiliki kesulitan dalam berkonsentrasi Bahasa merupakan salah satu aspek penting bagi setiap manusia dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa diperlukan dalam berkomunikasi, menyampaikan fikiran dan pendapat. Berkaitan dengan keterampilan berbahasa, Tarigan (2008: 1) memberikan penjelasan tentang bahasa yang dimiliki seseorang mencerminkan pikirannya, semakin terampil mereka dalam berbahasa maka semakin jelas pula jalan pikirannya . Berdasarkan penjelasan diatas keterampilan berbahasa sangat berpengaruh dalam kehidupan sehari-hari. Bromley dalam Dieni (2014: 3.15) menyebutkan empat aspek bahasa, yaitu : menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Hal tersebut dapat dikaitkan dengan simpulan dari Tarigan (2008: 3) yang menjelasakan tentang keteramplan berbicara adalah suatu keterampilan berbahasa yang berkembang pada kehidupan anak, yang hanya didahului oleh kemampuan menyimak, dan pada masa tersebutlah kemampuan berbicara atau berujar dipelajari. Kegiatan bercerita termasuk didalam kemampuan berbicara yang merupakan salah satu dari aspek berbahasa. Hal tersebut sesuai dengan kesimpulan dari Tompkins dan Hoskisson (1995) bahwa ada berbagai jenis kegiatan dalam proses berbicara, yaitu (a) percakapan, (b) berbicara estetik (bercerita/mendongeng), (c) berbicara untuk menyampaikan informasi atau untuk mempengaruhi, (d) kegiatan dramatik (Slamet, 2012 : 89). Bercerita merupakan kegiatan yang bertujuan untuk memberikan informasi kepada orang lain (Tarigan, 2009:15). Melalui bercerita, seseorang dapat menyampaikan berbagai macam informasi yang berupa cerita, ungkapan perasaan sesuai dengan apa yang dialami, dirasakan, dilihat, dibaca dan ungkapan kemauan dan membagikan pengalaman yang diperoleh. Berdasarkan 3 penjelasan tersebut maka kemampuan bahasa anak tunagrahita khususnya kemampuan bercerita perlu dikembangkan. Anak tunagrahita memiliki ketertinggalan dalam aspek bahasa khususnya pada aspek bercerita. Hal ini dikarenakan kemampuan berabstraksi dan berimajinasi yang rendah. Kemampuan menyimak dan memahami kata juga dapat mempengaruhi kemampuan bercerita. Anak tunagrahita memiliki kesulitan dalam menyimak dan memahami kata yang mereka dengar, hal itu juga mempengaruhi kemampuan bercerita mereka. Pembelajaran yang monoton membuat anak tunagrahita mudah bosan dan kurang berminat untuk belajar. Metode dan media pembelajaran yang menarik dan inovatif diperlukan untuk meningkatkan kemampuan anak tunagrahita ringan dalam bercerita. Media pembelajaran merupakan alat untuk mempermudah guru dalam menyampaikan pembelajaran. menyenangkan dapat Penggunaan mempermudah siswa media dalam pembelajaran memahami yang materi pembelajaran, disamping itu juga dapat meningkatkan minat siswa dalam belajar. Terdapat bermacam-macam media pembelajaran antara lain : media visual, media audio dan media audio visual. Proses pembelajaran akan lebih efektif bila menggunakan media pembelajaran, Anitah (2012: 7-56) mengelompokkan jenis media pembelajaran meliputi, media visual, media audio, media audiovisual dan multimedia . Upaya untuk meningkatkan kemampuan bercerita anak tunagrahita diperlukan media yang sesuai bagi mereka. Salah satu cara untuk meningkatkan kemampuan bercerita anak tunagrahita yaitu dengan Puppet Show sesuai dengan hasil penelitian dari Setyarini (2010) yang menerangkan dalam temuannya bahwa Puppet Show sesuai untuk meningkatkan keterampilan berbicara dalam Bahasa Inggris anak kelas V SD. Hasil penelitian Remer dan Tzuriel (2015: 363) dalam American Journal of Educational Research menyebutkan bahwa : “The integration of the puppet enabled mediators to combine playful dialogue and humor, which increased enjoyment. The childish language that characterizes the use of puppet, allowed for conversations with the children "in their language", thus gaining their trust. Difficulties and failures that were expressed by the puppet gave legitimization to the children not to be afraid of making mistakes. Because of the children's 4 identification with the puppet, they tried to imitate her and in this way, the mediator promoted adaptive behavior “. Dapat diartikan bahwa :Integrasi media wayang boneka digunakan untuk menggabungkan dialog lucu dan humor, yang meningkatkan kenikmatan. Bahasa kekanak-kanakan yang mencirikan penggunaan wayang boneka, memungkinkan untuk percakapan dengan anak-anak "dalam bahasa mereka", sehingga mendapatkan kepercayaan mereka. Kesulitan dan kegagalan yang diungkapkan oleh boneka memberi legitimasi kepada anak-anak untuk tidak takut membuat kesalahan. Anak-anak dapat mengidentifikasi wayang boneka, mereka mencoba untuk meniru dan dengan cara ini, media ini dapat meningkatkan perilaku adaptif. Puppet show merupakan media pempelajaran yang sudah dikenal tetapi belum banyak yang menggunakan untuk pembelajaran Bahasa Indonesia khususnya di SDLB. Puppet show disajikan seperti pertunjukkan wayang boneka dengan karakter yang dapat menarik perhatian dan minat siswa kelas V SDLB C Setya Darma Surakarta hal tersebut sesuai dengan pendapat Rachmajanti dalam Setyarini (2010: 2) yang menjelaskan bahwa cerita yang disampaikan akan lebih efektif apabila disajikan dengan menggunakan media ajar karena anak-anak senang akan sesuatu yang bersifat visual seperti Big Books atau Puppet. Dengan menggunakan puppet show dalam bercerita dapat menambah daya abstraksi dan imajinasi siswa tunagrahita ringan. Sambil menggerakkan Puppet, guru menyuarakan suara sesuai karakter saat pembelajaran bercerita. Cerita akan lebih efektif jika disajikan dengan media puppet. Penggunaan puppet show dalam pembelajaran bercerita diharapkan dapat meningkatkan minat siswa tunagrahita ringan sehingga dapat meningkatkan kemampuan bercerita mereka. Berdasarkan Dari uraian di atas maka peneliti melakukan penelian dengan judul “Efektivitas Media Puppet Show untuk Meningkatkan Kemampuan Bercerita pada Anak Tunagrahita Ringan Kelas V di SDLB-C Setya Darma Surakarta Tahun 2015/2016” 5 B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, dapat diidentifikasi beberapa masalah antara lain : 1. Anak tunagrahita memiliki kesulitan dalam belajar karena mereka memiliki kemampuan berfikir/IQ dibawah rata-rata. 2. Anak tunagrahita memiliki kesulian dalam beradaptasi dengan lingkungan sosial dikarenakan fungsi-fungsi perkembangan yang lebih lambat dari anak pada umumnya. 3. Anak tunagrahita memiliki daya abstraksi yang rendah sehingga kesulitan dalam menerima pengetahuan baru. 4. Anak tunagrahita memiliki kesulitan dalam memahami kata dan kalimat sehingga mereka memiliki kemampuan berbahasa yang rendah khususnya kemampuan bercerita. 5. Anak tunagrahita mengalami kesulitan dalam melakukan kegiatan-kegiatan akademik. 6. Anak tunagrahita mengalami kesulitan berkonsentrasi saat proses pembelajaran berlangsung terlebih kalau proses pembelajaran yang monoton. C. Pembatasan Masalah Masalah yeng telah diidentifikasi tidak semua akan diteliti karena agar masalah dapat dikaji secara mendalam. Fokus permasalahan yang akan diteliti adalah sebagai berikut : 1. Subjek dalam penelitian ini adalah anak Tunagrahita ringan V di SDLB C Setya Darma Surakarta tahun 2015/2016. 2. Media yang digunakan pada penelitian ini adalah puppet show yang penyajiannya disesuaikan dengan materi pembelajaran bahasa indonesia. 3. Pembelajaran yang diajarkan yaitu materi bercerita . 4. Aspek belajar yang dinilai dalam penelitian ini adalah kemampuan anak dalam bercerita. 6 D. Rumusan Masalah Berdasarkan batasan masalah yang telah diuraikan maka permasalahan yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut : “Apakah media Puppet Show efektif untuk meningkatkan kemampuan bercerita pada anak tunagrahita ringan kelas V di SDLB-C Setya Darma Surakarta tahun ajaran 2015/2016?” E. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas media Puppet Show terhadap peningkatan kemampuan bercerita pada anak tunagrahita ringan kelas V SDLB-C Setya Darma Surakarta tahun ajaran 2015/2016. F. Manfaat Penelitian Penelitian yang dilakukan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis. Manfaat dari penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Secara Teoritis Menambah wawasan bagi pembaca tentang media puppet show dan penggunaan dalam bercerita pada mata pelajaran Bahasa Indonesia bagi anak tunagrahita ringan. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Siswa 1) Memberikan kesempatan siswa untuk belajar Bahasa Indonesia materi bercerita dengan menggunakan media puppet show. 2) Memberikan pengalaman bagi siswa pada pembelajaran Bahasa Indonesia aspek bercerita dengan menggunakan media puppet show. b. Bagi Guru Memberikan suasana baru pada guru dalam pembelajaran bercerita untuk anak tunagrahita ringan dengan menggunakan media puppet show. 7 c. Bagi Peneliti Memberikan pengalaman pada peneliti melakukan penelitian tentang media puppet show kaitannya dengan kemampuan bercerita anak tunagrahita ringan.