PERBEDAAN KOMPETENSI INTERPERSONAL ANTARA REMAJA YANG TINGGAL DI PANTI ASUHAN DAN REMAJA YANG TINGGAL BERSAMA ORANG TUA OLEH ANASTASIA MELINDA PUTRI SUWARDI 802009049 TUGAS AKHIR Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2016 PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai citivas akademika Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), saya yang bertanda tangan dibawah ini: Nama : Anastasia Melinda Putri Suwardi Nim : 802009049 Program Studi : Psikologi Fakultas : Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana Jenis Karya : Tugas Akhir Demi pengemban Ilmu Pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada UKSW hak bebas non-ekslusif (non-exclusive royalty freeright) atas karya ilmiah saya yang berjudul: PERBEDAAN KOMPETENSI INTERPERSONAL ANTARA REMAJA YANG TINGGAL DI PANTI ASUHAN DAN REMAJA YANG TINGGAL BERSAMA ORANG TUA Dengan hak bebas royalty non-ekslusive ini, UKSW berhak menyimpan, mengalihmedia/mengalihformatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data, merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya, selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di : Salatiga Pada Tanggal: 12 Januari 2016 Yang menyatakan, Anastasia Melinda. P. S Mengetahui, Pembimbing Utama Ratriana Y.E. Kusumiati, M.Si., Psi Pembimbing Pendamping Enjang Wahyuningrum, M.Si., Psi PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR Yang bertanda tangan dibawah ini: Nama : Anastasia Melinda Putri Suwardi Nim : 802009049 Program Studi : Psikologi Fakultas : Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir, judul: PERBEDAAN KOMPETENSI INTERPERSONAL ANTARA REMAJA YANG TINGGAL DI PANTI ASUHAN DAN REMAJA YANG TINGGAL BERSAMA ORANG TUA Yang dibimbing oleh: 1. Ratriana Y.E. Kusumiati, M.Si., Psi 2. Enjang Wahyuningrum, M.Si., Psi Adalah benar karya saya. Di dalam laporan tugas akhir ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan, gagasan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau gambar serta simbol yang saya akui seolah-olah sebagai karya saya sendiri tanpa memberikan pengakuan pada penulis atau sumber aslinya. Salatiga, 12 Januari 2016 Yang memberi pernyataan Anastasia Melinda. P. S LEMBAR PENGESAHAN PERBEDAAN KOMPETENSI INTERPERSONAL ANTARA REMAJA YANG TINGGAL DI PANTI ASUHAN DAN REMAJA YANG TINGGAL BERSAMA ORANG TUA Oleh Anastasia Melinda Putri Suwardi 802009049 TUGAS AKHIR Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi Disetujui pada tanggal 12 Januari 2016 oleh : Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping Ratriana Y.E. Kusumiati, M.Si., Psi Enjang Wahyuningrum, M.Si., Psi Diketahui oleh, Disahkan oleh, Kaprogdi Dekan Dr. Chr. Hari Soetjaningsih, MS Prof. Dr. Sutarto Wijono, MA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2016 PERBEDAAN KOMPETENSI INTERPERSONAL ANTARA REMAJA YANG TINGGAL DI PANTI ASUHAN DAN REMAJA YANG TINGGAL BERSAMA ORANG TUA Anastasia Melinda Putri Suwardi Ratriana Y.E. Kusumiati Enjang Wahyuningrum Program Studi Psikologi FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2016 Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kompetensi interpersonal antara remaja yang tinggal di panti asuhan dan remaja yang tinggal bersama orang tua. Populasi dalam penelitian ini adalah remaja yang tinggal di Panti Asuhan Amanah Ambarawa dan remaja yang tinggal bersama orang tua yang merupakan siswa-siswi kelas VII dan VIII SMP Kristen 1 Salatiga. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik sampel jenuh. Penelitian ini menggunakan sampel berjumlah 72 remaja, yang terdiri dari 35 remaja yang tinggal di panti asuhan dan 37 remaja yang tinggal bersama orang tua. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala kompetensi interpersonal. Hasil analisis data penelitian dengan menggunakan teknik Independent Samples T Test menunjukan bahwa tidak terdapat perbedaan kompetensi interpersonal antara remaja yang tinggal di panti asuhan dan remaja yang tinggal bersama orang tua, dengan t = -0,921 dan sig. = 0,361 (p > 0,05). Kata Kunci : Kompetensi Interpersonal, remaja, panti asuhan i Abstract This research aims to know the difference between interpersonal competence teenagers who lived in the orphanage and teenagers who live with their parents. The population in this research are adolescents who live in Orphanages Amanah Ambarawa and teenagers who live with their parents who are the students in grade VII and VIII SMP Christians 1 Salatiga. Sampling techniques used in this research is a technique samples saturated. This research using samples of total 72 teenagers, consisting of 35 teenagers who lived in the orphanage and 37 teenagers who live with their parents. Measurement tools used in this research is the scale of interpersonal competence. Data analysis results of research using the technique of the Independent Samples T Test shows that there is no difference between the interpersonal competence teenagers who lived in the orphanage and teenagers who live with their parents, with t = -0,921 and sig. = 0,361 (p > 0.05). Keyword : interpersonal competence, teenagers, orphanage ii 1 PENDAHULUAN Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk yang sempurna. Kesempurnaan manusia salah satunya memiliki kemampuan dalam berkomunikasi. Komunikasi dapat berjalan karena adanya interaksi sosial antar manusia. Seorang individu akan mulai belajar mengembangkan kemampuan menjalin hubungan yang lebih luas dengan lingkungan sosialnya pada masa remaja. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak menuju dewasa. Banyak tugas perkembangan yang harus dipenuhi oleh remaja untuk dapat berkembang secara optimal. Salah satu tugas perkembangan remaja adalah menjalin hubungan dengan teman-teman sebaya dan penyesuaian diri dengan lingkungan sosial. Remaja membutuhkan kompetensi interpersonal yang cukup untuk dapat berinteraksi dengan teman sebaya ataupun lingkungan sosial lain, tak terkecuali para remaja yang tinggal di panti asuhan. Remaja panti asuhan sangat membutuhkan kemampuan ini, karena sebagian besar remaja panti asuhan merasa minder dan kurang percaya diri, menganggap dirinya berbeda dari remaja lainnya yang masih memiliki dan tinggal bersama orang tuanya (Hartati & Respati, 2012). Menurut Muralidharan dkk. (2010) kurangnya kompetensi interpersonal membuat remaja kurang mampu bergaul dengan lingkungan sosial, menarik diri dari lingkungan sosial, cemas, penuh dengan kecurigaan, kurang mampu berempati, dan takut akan penolakan dan pengabaian. Dampak dari kurangnya kompetensi interpersonal pada remaja juga akan menyebabkan remaja lebih mudah mengalami depresi (Muralidharan dkk., 2010). Hurlock (2000) menjelaskan bahwa ada beberapa hal yang menjadi kondisi di mana remaja mampu untuk dapat diterima atau ditolak dalam suatu kelompok. 2 Diantaranya adalah daya tarik interpersonal, sportif, memiliki tanggungjawab, matang terutama dalam pengendalian emosi, sifat kepribadian, dan status sosial ekonomi. Remaja yang matang, terutama dalam hal emosional mampu untuk dapat menampilkan emosi pada saat dan tempat yang tepat dengan cara yang dapat diterima. Remaja yang emosinya matang memberikan reaksi emosional yang stabil, tidak berubah-ubah dari emosi atau suasana hati ke suasana hati yang lain. Keberhasilan remaja dalam membina hubungan dengan teman sebaya dan menjalankan peran sosialnya dipengaruhi oleh kemampuan yang dimilikinya. Buhrmester dan Reis (1988) mengistilahkan kemampuan ini sebagai kompetensi interpersonal. Menurut Buhrmester dan Reis (1988) kompetensi interpersonal adalah keterampilan atau kemampuan yang dimiliki individu untuk membina hubungan yang baik efektif dengan orang lain atau antar individu. Kompetensi Interpersonal menurut Spitzberg dan Cupach (dalam DeVito, 1996) adalah kemampuan melakukan hubungan interpersonal secara efektif, seperti kemampuan berinisiatif, membuka diri, bersikap asertif, memberikan dukungan emosional, dan mengatasi konflik. Kompetensi interpersonal seseorang ditunjukkan dengan terciptanya interaksi sosial dan komunikasi yang efektif sehingga terjalin hubungan antar pribadi yang memuaskan. William dan Solano (Baron & Byrne, 1991) mengatakan bahwa individu dengan kompetensi interpersonal rendah, kurang mampu untuk memulai hubungan interpersonal dan meskipun sudah memiliki hubungan interpersonal tapi individu tidak mampu mengembangkan hubungan tersebut menjadi hubungan yang akrab dan menyenangkan. 3 Penelitian Mpofu, Thomas dan Chan (2004) terhadap siswa kelas tujuh di Zimbabwe membuktikan bahwa individu yang memiliki kompetensi interpersonal dan akademik dinilai sebagai individu yang lebih kooperatif, bertanggung jawab, secara sosial lebih diterima oleh teman sebaya dan guru, dan ramah dibandingkan dengan teman sebaya yang kurang berkompeten. Penelitian Wentzel (1991) terhadap siswa kelas enam dan tujuh di Amerika yang mengungkapkan bahwa siswa yang dinilai secara sosial sangat berkompeten cenderung untuk menjadi high-achiever, sementara siswa yang tidak dinilai berkompeten secara sosial sering beresiko mengalami kegagalan akademik. Kompetensi interpersonal yang kurang cenderung memiliki karakteristik kepribadian yang dapat mempersulit dirinya dalam menjalin hubungan dengan anak lain. Elliot & Dweck, (2005) menyatakan bahwa anak yang ditolak teman sebayanya cenderung memiliki sifat tidak ingin mengalah, kurang yakin pada dirinya, kurang ramah, lebih agresif, suka mengganggu, dan menarik diri dibanding anak dengan status rata-rata. Masa remaja interaksi sosial dengan teman-teman sebaya, termasuk teman lingkungan sekolah menjadi lebih penting di banding dengan masa kanak-kanak. Bagi remaja kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain di luar lingkungan keluarga ternyata sangat besar, terutama kebutuhan interaksi dengan teman-teman sebayanya, hasil penelitian Larson menemukan fakta bahwa 74,1% waktu remaja dihabiskan bersama orang lain di luar keluarganya. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat di katakan bahwa interaksi sosial atau menjalin hubungan dengan orang lain merupakan kebutuhan yang penting dan mendasar bagi remaja mengingat sebagian besar waktu mereka dihabiskan bersama orang-orang di luar lingkungan keluarganya (Ling & 4 Dariyo, 2002). Oleh karena itu, seorang remaja sudah tentu mempunyai perasaan ingin di terima dalam kelompok teman sebaya, sehingga remaja tersebut berusaha menyesuaikan diri dengan kelompok teman-teman sebayanya. Akibat langsung adanya penerimaan teman sebaya bagi seorang remaja adalah rasa berharga dan berarti serta di butuhkan oleh kelompoknya, hal ini yang menimbulkan rasa senang, gembira, puas serta bahagia sehingga memberi rasa percaya diri yang besar pada remaja (Mappiare, 1982). Dengan demikian remaja yang di terima oleh kelompok teman sebaya remaja merasa senang, gembira, puas serta bahagia sehingga memberi rasa percaya diri yang besar pada remaja, sedangkan remaja yang tidak di terima dalam kelompok teman sebaya ia akan merasa frustasi, kecewa, bertingkah laku yang bersifat mengundurkan diri maupun agresif. Pengalaman interaksi sosial dalam keluarga menentukan pula tingkahlaku terhadap orang lain dalam pergaulan sosial di luar keluarganya, selain itu peran umum kelompok keluarga sebagai kerangka sosial yang pertama, tempat manusia berkembang sebagai manusia sosial, terdapat pula peranan-peranan tertentu di dalam keadaan keluarga yang dapat mempengaruhi perkembangan individu sebagai makhluk sosial ( Lusiana, 2014). Salah satu faktor utama yang mempengaruhi perkembangan sosial anak-anak ialah faktor keutuhan keluarga. Yang dimaksudkan dalam keutuhan keluarga ialah pertama keutuhan dalam struktur keluarga yaitu bahwa di dalam keluarga itu adanya ayah atau ibu dan anak-anaknya. Apabila tidak ada ayah atau ibu maka struktur keluarga tidak utuh lagi selain keutuhan dalam struktur keluarga dimaksud pula keutuhan dalam interaksi keluarga jadi bahwa di dalam keluarga berlangsung interaksi sosial yang wajar (harmonis) (Gerungan, 1996). Tetapi saat ini tidak semua remaja menghabiskan 5 waktunya tinggal bersama keluarganya, banyak juga remaja yang tinggal di panti asuhan kebanyakan dari mereka tidak mempunyai keluarga dan orang tua atau dari kelahiran yang tidak di inginkan dari kedua orang tuanya sehingga jalan terbaik yaitu dengan meninggalkan anak di panti asuhan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kompetensi interpersonal remaja dipengaruhi oleh lingkungan keluarga dan proses hidup yang dijalaninya sehari-hari. Penelitian Danardono (1997) menunjukkan bahwa mahasiswa yang aktif dalam kegiatan pencinta alam memiliki kompetensi interpersonal yang lebih tinggi dibandingkan mahasiswa yang bukan pencinta alam. Selanjutnya, penelitian Widiastuti & Anggraini (1998) menunjukkan bahwa ada perbedaan kompetensi interpersonal antara mahasiswa yang aktif dan tidak aktif dalam organisasi Mahasiswa yang aktif dalam berorganisasi mempunyai kompetensi interpersonal lebih tinggi daripada mahasiswa yang tidak aktif dalam berorganisasi. Penelitian Widuri (1995) menunjukkan bahwa ada perbedaan kompetensi interpersonal antara mahasiswa ilmu sosial dan ilmu eksakta. Mahasiswa ilmu sosial mempunyai kompetensi interpersonal lebih tinggi daripada mahasiswa ilmu eksakta. Penelitian Cohen, Sherrad & Clark (1986) menunjukkan bahwa remaja yang mempunyai kompetensi interpersonal tinggi lebih berhasil membina hubungan kerja dan rumah tangga dibandingkan dengan remaja yang mempunyai kompetensi interpersonal rendah. Menurut Badan Pembinaan Koordinasi dan Pengawasan Kegiatan Sosial, panti asuhan adalah suatu lembaga untuk mengasuh anak-anak, menjaga dan memberikan bimbingan dari pimpinan kepada anak dengan tujuan agar mereka menjadi manusia dewasa yang cakap dan berguna serta bertanggung jawab atas dirinya terhadap masyarakat kelak di kemudian hari ( Lusiana, 2014). 6 Menurut Shaffer (dalam Togiaratua, 2002) anak-anak yang diasuh dalam panti asuhan mengalami ketidakmatangan dalam perkembangan sosial. Pada umumnya anakanak ini mengalami kesulitan dalam proses sosialisasi, khususnya dalam memulai hubungan dan membina hubungan yang dekat dan akrab. Dalam penelitian Hartini (2001) dijelaskan bahwa adanya hambatan perkembangan psikologis dan sosial anak panti asuhan, di mana anak asuh lebih kaku dalam hubungan sosial dengan orang lain, perkembangan dan juga penyesuaian sosialnya kurang memuaskan. Berdasarkan fenomena yang terjadi di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa kasih sayang orang tua atau dengan siapa remaja tersebut tinggal sangat berpengaruh terhadap kompetensi interpersonalnya, dengan begitu peneliti ingin mengetahui lebih lanjut bagaimana ‘’perbedaan kompetensi interpersonal antara remaja yang tinggal di panti asuhan dan remaja yang tinggal bersama orang tua’’. LANDASAN TEORI Kompetensi Interpersonal Menurut Buhrmester dan Reis (1988) kompetensi interpersonal adalah keterampilan atau kemampuan yang dimiliki individu untuk membina hubungan yang baik efektif dengan orang lain atau antar individu. Kompetensi Interpersonal menurut Spitzberg dan Cupach (dalam DeVito, 1996) adalah kemampuan melakukan hubungan interpersonal secara efektif, seperti kemampuan berinisiatif, membuka diri, bersikap asertif, memberikan dukungan emosional, dan mengatasi konflik. 7 Aspek-aspek Kompetensi Interpersonal Kompetensi interpersonal pada seseorang terjadi karena aspek yang dimiliki sebagai karakteristik kepribadian individu. Berkaitan dengan hal ini Buhrmester dan Reis (1998) mengemukakan lima aspek kompetensi interpersonal : a. Kemampuan berinisiatif, yaitu kemampuan untuk memulai suatu bentuk interaksi dan hubungan dengan orang lain. b. Kemampuan untuk bersikap terbuka adalah kemampuan untuk terbuka kepada orang lain, menyampaikan info yang bersifat pribadi mengenai dirinya dan memberikan perhatian kepada orang lain sebagai suatu bentuk penghargaan yang akan memperluas kesempatan untuk terjadinya sharing. c. Kemampuan untuk bersikap asertif yaitu kemampuan untuk mempertahankan hakhak pribadi secara tegas, mengemukakan gagasan, perasaan dan keyakinan secara langsung, jujur, jelas dan dengan cara yang sesuai. d. Kemampuan untuk memberikan dukungan emosional adalah kemampuan untuk memberikan empati dan kemampuan untuk menenangkan serta memberikan rasa nyaman bagi orang lain. e. Kemampuan dalam mengatasi konflik interpersonal adalah upaya agar konflik yang muncul tidak semakin memanas. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kompetensi Interpersonal a. Jenis kelamin. Menurut Hadiyono & Kahn (1997) laki-laki lebih berani untuk melakukan hubungan interpersonal, bersikap asertif, dan aktif dalam menyelesaikan konflik yang dihadapi daripada perempuan. Penelitian Danardono (1997) menunjukkan bahwa mahasiswa laki-laki yang aktif dalam kegiatan pencinta alam 8 lebih tinggi kompetensi interpersonalnya daripada mahasiswa perempuan yang aktif dalam kegiatan pencinta alam. b. Kematangan beragama. Penelitian Nashori (2000) menunjukkan bahwa kematangan beragama berhubungan secara signifikan dengan kompetensi interpersonal remaja. Remaja yang matang kehidupan beragamanya memiliki kompetensi interpersonal lebih tinggi dibandingkan remaja yang kurang matang kehidupan beragamanya. c. Konsep diri. Menurut Brooks (dalam Rakhmat, 2000) konsep diri berpengaruh terhadap kompetensi interpersonal remaja. Kompetensi interpersonal remaja yang mempunyai konsep diri positif lebih tinggi dibandingkan remaja yang mempunyai konsep diri negatif. Hal ini dibuktikan oleh penelitian Nashori (2000) yang melaporkan bahwa konsep diri berhubungan secara signifikan dengan kompetensi interpersonal remaja. d. Kontak anak dengan orang tua. Menurut Hetherington & Parke (1986) kontak anak dengan orang tua berpengaruh terhadap kompetensi interpersonalnya. Kontak anak dengan orang tua tersebut menunjang anak untuk belajar dan bersosialisasi dengan lingkungan sosialnya di luar rumah. Anak-anak yang mempunyai kontak yang baik dengan orang tuanya menunjukkan perilaku sosial yang baik dengan teman-teman sebayanya di luar rumah (Hurlock, 1999). e. Interaksi dengan teman sebaya. Penelitian Kramer & Gottman (1992) menunjukkan bahwa remaja yang mempunyai kesempatan berinteraksi dengan teman sebayanya lebih mudah membina hubungan interpersonal. Mereka umumnya mempunyai teman lebih banyak, lebih aktif, dan lebih menarik dibandingkan remaja yang kurang mempunyai kesempatan berinteraksi dengan teman sebayanya. 9 Perbedaan Kompetensi Interpersonal antara Remaja yang tinggal di Panti Asuhan dan Remaja yang tinggal bersama Orang tua Sering kali masa remaja di definisikan dengan masa peralihan antara anak-anak menuju dewasa, secara psikologis remaja adalah suatu usia dimana anak tidak merasa bahwa dirinya di bawah tingkat orang yang lebih tua melainkan merasa sama atau paling tidak sejajar (Hurlock,1993). Remaja juga sedang mengalami perkembangan pesat dalam aspek intelektual, Transformasi intelektual dari cara berfikir mereka, remaja ini memungkinkan mereka tidak hanya mampu mengintegrasikan dirinya ke dalam masyarakat dewasa, tetapi juga merupakan karakteristik yang paling menonjol dari semua periode perkembangan (Ali & Asrori, 2012). Remaja pada umumnya memiliki rasa ingin tahu yang tinggi sehingga seringkali ingin mencoba-coba, menghayal, dan merasa gelisah, serta berani melakukan pertentangan jika dirinya merasa disepelekan atau tidak dianggap, untuk itu mereka sangat memerlukan keteladanan, konsistensi, serta komunikasi yang tulus dan empatik dari orang dewasa. Berbagai tuntutan-tuntutan yang berlaku di masyarakat membuat mereka mau tidak mau harus berusaha untuk selalu menyesuaikan diri agar dapat diterima dalam lingkungan. Tuntutan-tuntutan tersebut akan dapat dipenuhi oleh seorang remaja apabila ia mempunyai kemampuan untuk memahami berbagai situasi sosial, dan menentukan perilaku yang sesuai dan tepat dalam situasi sosial tersebut. kemampuan yang dimaksud adalah kompetensi interpersonal, dengan adanya kompetensi interpersonal yang remaja menjadi bisa memahami diri sendiri, memahami norma sosial, bersikap penuh pertimbangan pada orang lain dan mampu mengatur emosi-emosinya (Fasikhah, 1995). Lingkungan keluarga merupakan lingkungan awal tempat anak berusaha untuk melakukan aktivitas dalam rangka memenuhi harapan sosial. Dalam aktivitas tersebut 10 terjadi interaksi antara anak dengan orangtua, anak dengan saudara sekandungnya, dan untuk lingkungan keluarga yang besar (extended family) dapat juga terjadi interaksi anak dengan anggota keluarga lainnya yang bukan saudara sekandung. Dalam proses tersebut menurut Brooks (dalam Hamner & Turner, 1996), orang tua akan melakukan proses pemeliharaan, perlindungan dan mengarahkan anak pada perkembangannya. Proses pengasuhan memiliki kontribusi yang besar terhadap perkembangan individu menuju tahap-tahap perkembangan psikologisnya. Remaja membutuhkan kompetensi interpersonal yang cukup untuk dapat berinteraksi dengan teman sebaya ataupun lingkungan sosial lain, tak terkecuali para remaja yang tinggal di panti asuhan. Remaja panti asuhan sangat membutuhkan kemampuan ini, karena sebagian besar remaja panti asuhan merasa minder dan kurang percaya diri, menganggap dirinya berbeda dari remaja lainnya yang masih memiliki dan tinggal bersama orang tuanya (Hartati & Respati, 2012). Kompetensi interpersonal sebagai bagian dari kompetensi sosial yang memiliki aspek-aspek seperti kemampuan untuk membentuk persahabatan, kemampuan dalam berhubungan dengan orang lain, keterlibatan dalam situasi sosial, kemampuan untuk berinisiatif, mampu berusaha untuk mengatasi permasalahan yang timbul dalam kehidupan sosial, mampu mengontrol situasi dan memiliki kapasitas untuk berinteraksi dengan lingkungan (Hurlock, 2000). Oleh karena itu, berdasarkan beberapa penelitian diatas dapat diasumsikan bahwa terdapat perbedaan kompetensi interpersonal antara remaja yang tinggal di panti asuhan dan remaja yang tinggal bersama orang tua. 11 METODE PENELITIAN Partisipan Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik sampel jenuh. Sedangkan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah remaja usia antara 12-15 tahun atau dapat digolongkan sebagai remaja awal dan masih menempuh pendidikan SMP. Dengan jumlah sampel 72 remaja, terdiri dari 35 remaja yang tinggal di Panti Asuhan Amanah Ambarawa dan 37 remaja yang tinggal bersama orang tua yang merupakan siswa-siswi kelas VII dan VIII SMP Kristen 1 Salatiga. Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini berupa satu skala psikologi yaitu Skala kompetensi interpersonal berdasarkan aspek-aspek kompetensi interpersonal yang dikemukakan Buhrmaster dan Reis (1988) meliputi kemampuan berinisiatif, kemampuan untuk bersikap terbuka, kemampuan untuk bersikap asertif, kemampuan untuk memberikan dukungan emosional, dan kemampuan dalam mengatasi konflik interpersonal. Item dalam skala ini dikelompokkan dalam pernyataan favorable dan unfavorable dengan menggunakan 4 alternatif jawaban yang disusun menggunakan Skala Likert, yaitu: Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Keseluruhan data diperoleh dari skala psikologi yang diberikan kepada subjek. 12 Tabel 1 Blue Print Skala Kompetensi interpersonal Nomor Item Favourable Unfavourable 1*,3*,5*,7* 9*,11,13*,15* Aspek Kemampuan berinisiatif Kemampuan untuk bersikap terbuka Kemampuan untuk bersikap asertif Kemampuan untuk memberikan dukungan emosional Kemampuan dalam mengatasi konflik interpersonal Total Jumlah Item Valid 1 17*,19*,21,23* 25*,27,29,31 4 33*,35*,37*,39* 2,4*,6*,8* 1 10*,12*,14*,16 18*,20*,22*,24 2 26,28*,30*,32* 34*,36,38*,40* 2 3 7 10 Keterangan: Tanda (*) menunjukkan nomor item yang gugur HASIL PENELITIAN Validitas dan Realiitas Uji Coba Alat Ukur Dalam seleksi item skala Kompetensi Interpersonal terdapat 30 item yang gugur dari total 40 item soal yang diujikan, karena memiliki nilai koefisien korelasi yang lebih rendah dari 0,25 (Azwar, 2003). Berdasarkan Pengujian yang dilakukan sebanyak dua kali di dapatkan koefisien seleksi item yang bergerak antara 0,291 sampai dengan 0,641 sehingga jumlah item valid yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 10 item dengan reliabilitas sebesar 0,733. Tabel 2 Uji Reliabilitas Reliability Statistics Cronbach's Alpha .733 N of Items 10 13 Uji Normalitas Variabel Kompetensi Interpersonal memiliki koefisien Kolmogorov-Smirnov sebesar Z= 0,904 dengan probabilitas (p) atau signifikansi sebesar 0,388. Hal ini menunjukan data Kompetensi Interpersonal memiliki nilai p > 0,05 dan dapat dikatakan sebaran nilainya normal sehingga dalam penelitian ini berdistribusi normal. Tabel 3 Uji Normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test VAR00001 N 72 Normal Parameters a Most Extreme Differences Mean 24.24 Std. Deviation 4.796 Absolute .107 Positive .107 Negative -.091 Kolmogorov-Smirnov Z .904 Asymp. Sig. (2-tailed) .388 a. Test distribution is Normal. Uji Homogenitas Dari uji Levene terlihat nilai signifikasi sebesar 0,314. Oleh karena nilai signifikansi > 0,05, maka hal ini menunjukan bahwa kedua kelompok homogen. Tabel 4 Uji Homogenitas Test of Homogeneity of Variances Kompetensi interpersonal Levene Statistic 1.266 df1 df2 7 Sig. 21 .314 14 Analisis Deskriptif Berdasarkan perhitungan data penelitian yang sudah dilakukan, didapatkan analisis deskriptif kompetensi interpersonal dengan nilai maksimum 37 dan nilai minimum 11. Mean atau rata-rata yang diperoleh sebesar 24,24 dengan standar deviasi 4,796. Tabel 5 Kategori Skor Kompetensi Interpersonal No Interval Kategori Frekuensi % 1 34 ≤ x ≤ 40 Sangat Tinggi 1 1,4 2 28 ≤ x ≤ 34 Tinggi 11 15,3 3 22 ≤ x ≤ 28 Sedang 34 47,2 4 16 ≤ x ≤ 22 Rendah 22 30,6 5 10 ≤ x ≤ 16 Sangat Rendah 4 5,5 72 100% Mean SD 24,24 4,796 Tabel 6 Kategori Skor KI Remaja Tinggal di Panti Asuhan dan Remaja tinggal Bersama Orang Tua Remaja Panti No Interval Kategori 1 34 ≤ x ≤ 40 2 F % Sangat Tinggi 0 28 ≤ x ≤ 34 Tinggi 3 22 ≤ x ≤ 28 4 16 ≤ x ≤ 22 5 10 ≤ x ≤ 16 F % 0 1 2,70 7 20 4 10,8 Sedang 18 51,4 16 43,2 Rendah 8 22,9 14 37,9 2 5,7 2 5,4 35 100 37 100 Sangat Rendah Mean Remaja 24,77 SD 4,750 Mean SD 23,73 5,009 15 Analisis data menunjukan bahwa secara keseluruhan remaja yang tinggal di panti asuhan dan remaja yang tinggal bersama orang tua memiliki kompetensi interpersonal pada kategori sedang, yaitu sebesar 47,2%. Apabila di lihat dari tempat tinggal, maka remaja yang tinggal di panti asuhan memiliki kompetensi interpersonal pada kategori sedang sebesar 51,4% dengan mean sebesar 24,77, dan remaja yang tinggal bersama orang tua yang memiliki kompetensi interpersonal pada kategori sedang sebesar 43,2%, dengan mean sebesar 23,73. Independent Sampel T Test Berdasarkan analisis data, di dapatkan t-hitung sebesar -0,921 dengan nilai signifikasi sebesar 0,361. Hal ini menunjukan bahwa tidak terdapat perbedaan kompetensi interpersonal antara remaja yang tinggal di panti asuhan dan remaja yang tinggal bersama orang tua. Tabel 7 Uji Independent Sampel T Test Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Difference F KI Sig. t df Sig. (2- Mean Std. Error tailed) Difference Difference Lower Upper Equal variances assumed .291 .592 -.920 70 .361 -1.042 1.132 -3.299 1.216 -.923 69.913 .359 -1.042 1.129 -3.294 1.210 Equal variances not assumed 16 PEMBAHASAN Berdasarkan hasil analisis perbedaan kompetensi interpersonal antara remaja yang tinggal di panti asuhan dan remaja yang tinggal bersama orang tua diperoleh thitung sebesar -0,921 dengan nilai signifikasi sebesar 0,361 (p > 0,05). Hal ini menunjukan bahwa hipotesis yang diajukan pada penelitian ini ditolak atau tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada kompetensi interpersonal antara remaja yang tinggal di panti asuhan dan remaja yang tinggal bersama orang tua. Terdapat beberapa faktor lain yang sekiranya mempengaruhi hasil penelitian ini. Faktor tersebut adalah keterlibatan remaja panti asuhan dalam kegiatan karang taruna di lingkungan sekitar tempat tinggal panti. Soekanto (1996) bahwa lingkungan dan adanya komunikasi merupakan tahap pertama terjadinya suatu interaksi sosial. Remaja yang terlibat dalam kegiatan ini akan lebih banyak berinteraksi dengan banyak orang. Hal ini berarti bahwa anak-anak panti asuhan sudah mempunyai kompetensi interpersonal yang cukup untuk dapat berkomunikasi dengan lingkungannya. Kompetensi interpersonal dapat diperoleh dari kebiasaan-kebiasaan dan pengalamanpengalaman yang dialami sehari-harinya. Pada penelitian ini, semua subjek bersekolah di luar panti asuhan. Di sekolah, anak-anak mempunyai kesempatan yang lebih luas untuk berinteraksi dengan orangorang di luar panti asuhan, khususnya teman sebaya dan guru. Kesempatan tersebut penting bagi anak karena anak akan belajar berbagai macam pola interaksi dalam berbagai hubungan interpersonal. Semakin banyak kesempatan yang diberikan pada anak untuk berinteraksi dengan teman sebayanya, semakin banyak pengenalan terhadap berbagai macam pola interaksi dalam berbagai hubungan interpersonal. Mussen, dkk (1984) yang menyatakan, bahwa interaksi dengan teman sebaya akan menyediakan 17 peluang untuk belajar cara berinteraksi dengan teman seusianya, untuk mengontrol perilaku sosial, untuk mengembangkan ketrampilan dan minat yang sesuai dengan usia dan untuk saling membagi persoalan atau perasaan yang sama. Dari pendapat Mussen, dkk., ini dapat dipahami bahwa interaksi yang terjadi antar teman sebaya memberi peluang bagi individu untuk mengembangkan berbagai ketrampilan dan potensi yang dimiliki termasuk di dalamnya kompetensi interpersonal individu. Pengalaman tersebut akan menambah kemampuan anak dalam melakukan hubungan interpersonal yang efektif. Remaja yang tinggal bersama orang tua, Bell, Avery & Jenkis (1985) menyatakan bahwa hubungan yang baik antara remaja dengan keluarga memiliki pengaruh kuat dalam kompetensi sosial remaja tersebut. Adanya hubungan yang baik antara orang tua dengan anak, maka akan membantu anak berkembang dengan baik dalam kompetensi sosialnya. Hal senada disampaikan oleh Priamakova (2010) bahwa orang tua merupakan faktor penting yang mempengaruhi perkembangan kompetensi sosial anak, maka dapat membantu anak dalam membangun interaksi sosialnya. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa secara keseluruhan remaja yang tinggal di panti asuhan dan remaja yang tinggal bersama orang tua memiliki kompetensi interpersonal pada kategori sedang. Dari 72 remaja, sebanyak 34 remaja (47,2%) memiliki kompetensi interpersonal pada kategori sedang. Apabila dilihat dari tempat tinggal, maka remaja yang tinggal di panti asuhan memiliki kompetensi interpersonal pada kategori sedang sebesar 51,4% dan remaja yang tinggal bersama orang tua memiliki kompetensi interpersonal pada kategori sedang sebesar 43,2%. Adanya fakta bahwa remaja yang tinggal di panti asuhan dan remaja yang tinggal bersama orang tua memiliki kompetensi interpersonal yang setara. Hal ini 18 dikarenakan mereka sama-sama memiliki kesempatan untuk mengembangkan inisiatif, keterbukaan diri, asertivitas, dukungan emosional, dan penyelesaian konflik. Proses pendidikan dan pengasuhan yang diberikan lembaga pendidikan dan orangtua kepada remaja yang tinggal di panti asuhan dan remaja yang tinggal bersama orang tua relatif sama. Pendidikan dan pengasuhan yang tidak mendiskriminasi ini menghasilkan buah berupa keseimbangan mereka dalam berbagai hal, salah satunya adalah kompetensi interpersonal. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat di simpulkan bahwa : 1. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada kompetensi interpersonal antara remaja yang tinggal di panti asuhan dan remaja yang tinggal bersama orang tua. 2. Rerata Kompetensi Interpersonal remaja yang tinggal di panti asuhan adalah 24,77 memiliki kompetensi interpersonal pada kategori sedang sebesar 51,4% sedangkan rerata Kompetensi Interpersonal remaja yang tinggal bersama orang tua adalah 23,73 memiliki kompetensi interpersonal pada kategori sedang sebesar 43,2%. 19 SARAN Berdasarkan hasil penelitian ini, peneliti mengajukan beberapa saran, yaitu : 1. Bagi Pihak Panti Asuhan : Pihak panti asuhan tetap menjaga kondisi yang sudah ada agar anak asuh terus meningkatkan kompetensi interpersonal mereka dengan cara memfasilitasi anak asuh supaya dapat tetap berkomunikasi dengan lingkungan mereka. Hal tersebut dapat meningkatkan kemampuan mereka dalam berhubungan interpersonal, misalnya mengadakan aktivitas di dalam ataupun di luar panti asuhan yang melibatkan anakanak secara langsung dalam berhubungan interpersonal. 2. Bagi remaja (Subyek) : Remaja yang tinggal di panti asuhan dan remaja yang tinggal bersama orang tua diharapkan dapat meningkatkan kompetensi interpersonalnya dan jiwa sosial dalam kehidupan sehari-hari baik di lingkungan tempat tinggal maupun masyarakat. 3. Bagi Peneliti Selanjutnya : Bagi peneliti selanjutnya yang akan mengadakan penelitian mengenai kompetensi interpersonal, diharapkan untuk memperhatikan alat ukur yang digunakan, seperti skala yang harus disesuaikan dengan tingkat pemahaman subjek penelitian dan disusun sedemikian rupa sehingga subjek penelitian dapat memberikan jawaban yang benar-benar sesuai dengan keadaan dirinya. Disarankan untuk mempertimbangkan faktor-faktor lain yang berpengaruh pada kompetensi interpersonal, seperti pola asuh, peran pendidikan dalam keluarga, maupun faktor lain. 20 DAFTAR PUSTAKA Apollo. (2010). Hubungan Antara Peran Jenis Dengan Kompetensi Interpersonal Pada Remaja. Widya Warta No. 01 Tahun XXXIV / Januari 2010 ISSN 0854-1981 Amelia .W. E. (2006). Hubungan Antara Kompetensi Interpersonal DenganAfek AnakAnak Panti Asuhan. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta : Universitas Islam Indonesia Azwar, S. (2003). Penyusunan Skala Psikologi.Yogyakarta: Pustaka Pelajar . Bell, N., Avery, A., & Jenkins, D. (1985). Family relationships and social competence during late adolescence. Journal of Youth and adolescence, 14 (2). Buhrmester, D., Furman, W., Wittenberg, M.T., & Reis, D. (1988). Five Domain of Interpersonal Competence in Peer Relationships. Journal of Personality and Social Psychology, Vol. 55, No. 6, 991-1008 Cohen, S., Sherrad, D.R., & Clark, M.S., (1986). Special Skill and the Stress Protective Role of Social Support. Journal of Personality and Social Psychology, 30: 963973. Danardono, W.L. (1997). Kompetensi Interpersonal Mahasiswa Ditinjau dari Keikutsertaan pada Kegiatan Pencinta Alam. Skripsi. Tidak Diterbitkan. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM. DeVito, JA. (1996). The Interpersonal Communication Book. (7th ed). New York: Harper Collins College Publishers. Dina, Y. (2010). Hubungan Antara Penerimaan Diri Dengan Kompetensi Interpersonal Pada Remaja Panti Asuhan. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Surakarta : Universitas Muhamadiyah Surakarta. Fasikhah, S.S. (1995). Peran Kompetensi Sosial pada Tingkah Laku Coping Remaja Akhir. Tesis. Yogyakarta : Program Pasca Sarjana UGM. Hartati, L., & Winanti. (2012). Kompetensi Interpersonal pada remaja yang tinggal di Panti Asuhan Asrama dan yang tinggal di Panti Asuhan Conttage. Jurnal Psikologi Vol. 4 No. 2. Hetherington, E.M., Parke, R.D. 1986. Child Psychology: A Contemporary View Point. (2nd ed). Tokyo: McGraw Hill Kogakusha, Ltd. Hurlock, E., B. (1993). Perkembangan anak Jilid 2. Jakarta: Erlangga. (Edisi Keenam). ___________. (2000). Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan (Terjemahan : Istiwidayati). Jakarta : Erlangga. Idrus, M. (2009). Kompetensi Interpersonal Mahasiswa. UNISIA, Vol XXXII No. 72: 171-184 21 Kramer, L., & Gottman, J.M. (1992). Becoming a Sabling: With a Little Help From Friends. Journal of Developmental Psychology, 28: 685-699. Leny, & Tommy, P. (2006). Keaktifan Berorganisasi Dan Kompetensi Interpersonal. Jurnal Phronesis Vol. 8, No. 1, 71-99. Ling, Y & Dariyo, A. (2002). Interaksi sosial di sekolah dan harga diri pelajar sekolah menengah umum (SMU). PRHONESIS, 25, (35-47). Lucianus. (2007). Kompetensi interpersonal Remaja Panti Asuhan Putra ditinjau dari Kepribadian ekstrovert. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Semarang : Universitas Katolik Soegijapranata Lusiana. (2014). Interaksi Sosial Antara Remaja Yang Tinggal Bersama Orang Tua Dan Remaja Yang Tinggal Di Panti Asuhan. Jurnal Psikologi Vol. 02, No. 01, Thn 2014. (http://ejournal.umm.ac.id) Maria, L. (2007). Perbedaan Kompetensi Interpersonal Pada Remaja Yang Memiliki Dan Tidak Memiliki Saudara Kandung. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Semarang Universitas Katolik Soegijapranata Muralidharan, A., Sheets, E.S., Madsen, J., Craighead, L.W., & Craighead, W.E. (2010). Interpersonal competence across domains: relevance to personality pathology. Journal of Personality Disorders, Vol.25, No.01, 16-27. Mussen, P.H., Conger, J.J., & Kagan, J..(1984). Child Development and Personality. New York: Harper & Row Publishers, Inc. Nainggolan, T. (2002). Kompetensi interpersonal remaja panti asuhan ditinjau dari konsep diri, peran jenis dan jenis kelamin, Tesis, Universitas Gadjah Mada. Nashori. (2000). “Hubungan Antara Konsep Diri dengan Kompetensi Interpersonal Mahasiswa, Anima”, Jurnal Psikologi ,Vol 16 No, I, 32-40. Nashori. (2003). “Kompetensi Interpersonal Mahasiswa Ditinjau dari Jenis Kelamin”, Jurnal Psikologi, Vol, 11, No, 1, 26-38. Priamikova, E. V. (2010). The Social Competence of School Student. Russian Educational and Society, Vol. 52 (6), 21-34. Rakhmat, J. 2000. Psikologi Komunikasi. (Cet.13). Bandung: Remaja Rosdakrya. Santrock, J., W. (2007). Remaja, Jilid 2, edisi 11. Jakata: Erlangga. Soekanto, S. (1996). Remaja dan masalah-masalahnya. Jakarta: Gunung Mulia. Susanti, F., Siswanti.,& Prasetyo. (2010). Pengaruh Permainan Tradisional terhadap Kompetensi Interpersonal dengan Teman Sebaya pada Siswa SD (Studi Eksperimental pada Siswa Kelas 3 SDN Srondol Wetan 04-09 dan SDN Srondol Wetan 05-08). Jurnal Psikologi Undip Vol. 8, No.2 22 Wandon, M. (2012). Perbedaan Kompetensi Sosial Siswa Sekolah Menengah Atas Sedes Sapientiae Bedono Ditinjau dari Tempat Tinggal Siswa. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Salatiga : Universitas Kristen Satya Wacana Widiastuti, A., & Anggraini, Z. (1998). Perbedaan Kompetensi Interpersonal antara Mahasiswa Aktivis dengan Mahasiswa Bukan Aktivis. Laporan Penelitian. Tidak Diterbitkan. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM. Widuri, N.F. (1995). Komunikasi Interpersonal pada Mahasiswa Fakultas Teknik dan Mahasiswa Fisifol. Skripsi. Tidak Diterbitkan. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM.