Perbedaan Kompetensi Interpersonal antara Remaja yang Tinggal

advertisement
PERBEDAAN KOMPETENSI INTERPERSONAL ANTARA
REMAJA YANG TINGGAL DI PANTI ASUHAN
DAN REMAJA YANG TINGGAL
BERSAMA ORANG TUA
OLEH
ANASTASIA MELINDA PUTRI SUWARDI
802009049
TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan
Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2016
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK
KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai citivas akademika Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), saya yang
bertanda tangan dibawah ini:
Nama
: Anastasia Melinda Putri Suwardi
Nim
: 802009049
Program Studi
: Psikologi
Fakultas
: Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana
Jenis Karya
: Tugas Akhir
Demi pengemban Ilmu Pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada UKSW hak
bebas non-ekslusif (non-exclusive royalty freeright) atas karya ilmiah saya yang
berjudul:
PERBEDAAN KOMPETENSI INTERPERSONAL ANTARA REMAJA YANG
TINGGAL DI PANTI ASUHAN DAN REMAJA YANG TINGGAL BERSAMA
ORANG TUA
Dengan hak bebas royalty non-ekslusive ini, UKSW berhak menyimpan,
mengalihmedia/mengalihformatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data, merawat dan
mempublikasikan tugas akhir saya, selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis/pencipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Salatiga
Pada Tanggal: 12 Januari 2016
Yang menyatakan,
Anastasia Melinda. P. S
Mengetahui,
Pembimbing Utama
Ratriana Y.E. Kusumiati, M.Si., Psi
Pembimbing Pendamping
Enjang Wahyuningrum, M.Si., Psi
PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR
Yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama
: Anastasia Melinda Putri Suwardi
Nim
: 802009049
Program Studi
: Psikologi
Fakultas
: Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir, judul:
PERBEDAAN KOMPETENSI INTERPERSONAL ANTARA REMAJA YANG
TINGGAL DI PANTI ASUHAN DAN REMAJA YANG TINGGAL BERSAMA
ORANG TUA
Yang dibimbing oleh:
1. Ratriana Y.E. Kusumiati, M.Si., Psi
2. Enjang Wahyuningrum, M.Si., Psi
Adalah benar karya saya.
Di dalam laporan tugas akhir ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan, gagasan
orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat
atau gambar serta simbol yang saya akui seolah-olah sebagai karya saya sendiri tanpa
memberikan pengakuan pada penulis atau sumber aslinya.
Salatiga, 12 Januari 2016
Yang memberi pernyataan
Anastasia Melinda. P. S
LEMBAR PENGESAHAN
PERBEDAAN KOMPETENSI INTERPERSONAL ANTARA REMAJA YANG
TINGGAL DI PANTI ASUHAN DAN REMAJA YANG TINGGAL BERSAMA
ORANG TUA
Oleh
Anastasia Melinda Putri Suwardi
802009049
TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk
Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Disetujui pada tanggal 12 Januari 2016
oleh :
Pembimbing Utama
Pembimbing Pendamping
Ratriana Y.E. Kusumiati, M.Si., Psi
Enjang Wahyuningrum, M.Si., Psi
Diketahui oleh,
Disahkan oleh,
Kaprogdi
Dekan
Dr. Chr. Hari Soetjaningsih, MS
Prof. Dr. Sutarto Wijono, MA
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2016
PERBEDAAN KOMPETENSI INTERPERSONAL ANTARA
REMAJA YANG TINGGAL DI PANTI ASUHAN
DAN REMAJA YANG TINGGAL
BERSAMA ORANG TUA
Anastasia Melinda Putri Suwardi
Ratriana Y.E. Kusumiati
Enjang Wahyuningrum
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2016
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kompetensi interpersonal antara
remaja yang tinggal di panti asuhan dan remaja yang tinggal bersama orang tua.
Populasi dalam penelitian ini adalah remaja yang tinggal di Panti Asuhan Amanah
Ambarawa dan remaja yang tinggal bersama orang tua yang merupakan siswa-siswi
kelas VII dan VIII SMP Kristen 1 Salatiga. Teknik sampling yang digunakan dalam
penelitian ini adalah teknik sampel jenuh. Penelitian ini menggunakan sampel
berjumlah 72 remaja, yang terdiri dari 35 remaja yang tinggal di panti asuhan dan 37
remaja yang tinggal bersama orang tua. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian
ini adalah skala kompetensi interpersonal. Hasil analisis data penelitian dengan
menggunakan teknik Independent Samples T Test menunjukan bahwa tidak terdapat
perbedaan kompetensi interpersonal antara remaja yang tinggal di panti asuhan dan
remaja yang tinggal bersama orang tua, dengan t = -0,921 dan sig. = 0,361 (p >
0,05).
Kata Kunci : Kompetensi Interpersonal, remaja, panti asuhan
i
Abstract
This research aims to know the difference between interpersonal competence teenagers
who lived in the orphanage and teenagers who live with their parents. The population in
this research are adolescents who live in Orphanages Amanah Ambarawa and
teenagers who live with their parents who are the students in grade VII and VIII SMP
Christians 1 Salatiga. Sampling techniques used in this research is a technique samples
saturated. This research using samples of total 72 teenagers, consisting of 35 teenagers
who lived in the orphanage and 37 teenagers who live with their parents. Measurement
tools used in this research is the scale of interpersonal competence. Data analysis
results of research using the technique of the Independent Samples T Test shows that
there is no difference between the interpersonal competence teenagers who lived in the
orphanage and teenagers who live with their parents, with t = -0,921 and sig. = 0,361
(p > 0.05).
Keyword : interpersonal competence, teenagers, orphanage
ii
1
PENDAHULUAN
Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk yang
sempurna. Kesempurnaan manusia salah satunya memiliki kemampuan dalam
berkomunikasi. Komunikasi dapat berjalan karena adanya interaksi sosial antar
manusia. Seorang individu akan mulai belajar mengembangkan kemampuan menjalin
hubungan yang lebih luas dengan lingkungan sosialnya pada masa remaja.
Masa remaja merupakan masa transisi dari anak menuju dewasa. Banyak tugas
perkembangan yang harus dipenuhi oleh remaja untuk dapat berkembang secara
optimal. Salah satu tugas perkembangan remaja adalah menjalin hubungan dengan
teman-teman sebaya dan penyesuaian diri dengan lingkungan sosial. Remaja
membutuhkan kompetensi interpersonal yang cukup untuk dapat berinteraksi dengan
teman sebaya ataupun lingkungan sosial lain, tak terkecuali para remaja yang tinggal di
panti asuhan. Remaja panti asuhan sangat membutuhkan kemampuan ini, karena
sebagian besar remaja panti asuhan merasa minder dan kurang percaya diri,
menganggap dirinya berbeda dari remaja lainnya yang masih memiliki dan tinggal
bersama orang tuanya (Hartati & Respati, 2012).
Menurut Muralidharan dkk. (2010) kurangnya kompetensi interpersonal
membuat remaja kurang mampu bergaul dengan lingkungan sosial, menarik diri dari
lingkungan sosial, cemas, penuh dengan kecurigaan, kurang mampu berempati, dan
takut akan penolakan dan pengabaian. Dampak dari kurangnya kompetensi
interpersonal pada remaja juga akan menyebabkan remaja lebih mudah mengalami
depresi (Muralidharan dkk., 2010).
Hurlock (2000) menjelaskan bahwa ada beberapa hal yang menjadi kondisi di
mana remaja mampu untuk dapat diterima atau ditolak dalam suatu kelompok.
2
Diantaranya adalah daya tarik interpersonal, sportif, memiliki tanggungjawab, matang
terutama dalam pengendalian emosi, sifat kepribadian, dan status sosial ekonomi.
Remaja yang matang, terutama dalam hal emosional mampu untuk dapat menampilkan
emosi pada saat dan tempat yang tepat dengan cara yang dapat diterima. Remaja yang
emosinya matang memberikan reaksi emosional yang stabil, tidak berubah-ubah dari
emosi atau suasana hati ke suasana hati yang lain.
Keberhasilan remaja dalam membina hubungan dengan teman sebaya dan
menjalankan peran sosialnya dipengaruhi oleh kemampuan yang dimilikinya.
Buhrmester dan Reis (1988) mengistilahkan kemampuan ini sebagai kompetensi
interpersonal. Menurut Buhrmester dan Reis (1988) kompetensi interpersonal adalah
keterampilan atau kemampuan yang dimiliki individu untuk membina hubungan yang
baik efektif dengan orang lain atau antar individu.
Kompetensi Interpersonal menurut Spitzberg dan Cupach (dalam DeVito,
1996) adalah kemampuan melakukan hubungan interpersonal secara efektif, seperti
kemampuan berinisiatif, membuka diri, bersikap asertif, memberikan dukungan
emosional, dan mengatasi konflik.
Kompetensi interpersonal seseorang ditunjukkan dengan terciptanya interaksi
sosial dan komunikasi yang efektif sehingga terjalin hubungan antar pribadi yang
memuaskan. William dan Solano (Baron & Byrne, 1991) mengatakan bahwa individu
dengan kompetensi interpersonal rendah, kurang mampu untuk memulai hubungan
interpersonal dan meskipun sudah memiliki hubungan interpersonal tapi individu tidak
mampu mengembangkan hubungan tersebut menjadi hubungan yang akrab dan
menyenangkan.
3
Penelitian Mpofu, Thomas dan Chan (2004) terhadap siswa kelas tujuh di
Zimbabwe membuktikan bahwa individu yang memiliki kompetensi interpersonal dan
akademik dinilai sebagai individu yang lebih kooperatif, bertanggung jawab, secara
sosial lebih diterima oleh teman sebaya dan guru, dan ramah dibandingkan dengan
teman sebaya yang kurang berkompeten. Penelitian Wentzel (1991) terhadap siswa
kelas enam dan tujuh di Amerika yang mengungkapkan bahwa siswa yang dinilai secara
sosial sangat berkompeten cenderung untuk menjadi high-achiever, sementara siswa
yang tidak dinilai berkompeten secara sosial sering beresiko mengalami kegagalan
akademik.
Kompetensi interpersonal yang kurang cenderung memiliki karakteristik
kepribadian yang dapat mempersulit dirinya dalam menjalin hubungan dengan anak
lain. Elliot & Dweck, (2005) menyatakan bahwa anak yang ditolak teman sebayanya
cenderung memiliki sifat tidak ingin mengalah, kurang yakin pada dirinya, kurang
ramah, lebih agresif, suka mengganggu, dan menarik diri dibanding anak dengan status
rata-rata.
Masa remaja interaksi sosial dengan teman-teman sebaya, termasuk teman
lingkungan sekolah menjadi lebih penting di banding dengan masa kanak-kanak. Bagi
remaja kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain di luar lingkungan keluarga
ternyata sangat besar, terutama kebutuhan interaksi dengan teman-teman sebayanya,
hasil penelitian Larson menemukan fakta bahwa 74,1% waktu remaja dihabiskan
bersama orang lain di luar keluarganya. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat di
katakan bahwa interaksi sosial atau menjalin hubungan dengan orang lain merupakan
kebutuhan yang penting dan mendasar bagi remaja mengingat sebagian besar waktu
mereka dihabiskan bersama orang-orang di luar lingkungan keluarganya (Ling &
4
Dariyo, 2002). Oleh karena itu, seorang remaja sudah tentu mempunyai perasaan ingin
di terima dalam kelompok teman sebaya, sehingga remaja tersebut berusaha
menyesuaikan diri dengan kelompok teman-teman sebayanya. Akibat langsung adanya
penerimaan teman sebaya bagi seorang remaja adalah rasa berharga dan berarti serta di
butuhkan oleh kelompoknya, hal ini yang menimbulkan rasa senang, gembira, puas
serta bahagia sehingga memberi rasa percaya diri yang besar pada remaja (Mappiare,
1982).
Dengan demikian remaja yang di terima oleh kelompok teman sebaya remaja
merasa senang, gembira, puas serta bahagia sehingga memberi rasa percaya diri yang
besar pada remaja, sedangkan remaja yang tidak di terima dalam kelompok teman
sebaya ia akan merasa frustasi, kecewa, bertingkah laku yang bersifat mengundurkan
diri maupun agresif. Pengalaman interaksi sosial dalam keluarga menentukan pula
tingkahlaku terhadap orang lain dalam pergaulan sosial di luar keluarganya, selain itu
peran umum kelompok keluarga sebagai kerangka sosial yang pertama, tempat manusia
berkembang sebagai manusia sosial, terdapat pula peranan-peranan tertentu di dalam
keadaan keluarga yang dapat mempengaruhi perkembangan individu sebagai makhluk
sosial ( Lusiana, 2014).
Salah satu faktor utama yang mempengaruhi perkembangan sosial anak-anak
ialah faktor keutuhan keluarga. Yang dimaksudkan dalam keutuhan keluarga ialah
pertama keutuhan dalam struktur keluarga yaitu bahwa di dalam keluarga itu adanya
ayah atau ibu dan anak-anaknya. Apabila tidak ada ayah atau ibu maka struktur keluarga
tidak utuh lagi selain keutuhan dalam struktur keluarga dimaksud pula keutuhan dalam
interaksi keluarga jadi bahwa di dalam keluarga berlangsung interaksi sosial yang wajar
(harmonis) (Gerungan, 1996). Tetapi saat ini tidak semua remaja menghabiskan
5
waktunya tinggal bersama keluarganya, banyak juga remaja yang tinggal di panti
asuhan kebanyakan dari mereka tidak mempunyai keluarga dan orang tua atau dari
kelahiran yang tidak di inginkan dari kedua orang tuanya sehingga jalan terbaik yaitu
dengan meninggalkan anak di panti asuhan.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kompetensi interpersonal remaja
dipengaruhi oleh lingkungan keluarga dan proses hidup yang dijalaninya sehari-hari.
Penelitian Danardono (1997) menunjukkan bahwa mahasiswa yang aktif dalam kegiatan
pencinta alam memiliki kompetensi interpersonal yang lebih tinggi dibandingkan
mahasiswa yang bukan pencinta alam. Selanjutnya, penelitian Widiastuti & Anggraini
(1998) menunjukkan bahwa ada perbedaan kompetensi interpersonal antara mahasiswa
yang aktif dan tidak aktif dalam organisasi Mahasiswa yang aktif dalam berorganisasi
mempunyai kompetensi interpersonal lebih tinggi daripada mahasiswa yang tidak aktif
dalam berorganisasi. Penelitian Widuri (1995) menunjukkan bahwa ada perbedaan
kompetensi interpersonal antara mahasiswa ilmu sosial dan ilmu eksakta. Mahasiswa
ilmu sosial mempunyai kompetensi interpersonal lebih tinggi daripada mahasiswa ilmu
eksakta. Penelitian Cohen, Sherrad & Clark (1986) menunjukkan bahwa remaja yang
mempunyai kompetensi interpersonal tinggi lebih berhasil membina hubungan kerja dan
rumah tangga dibandingkan dengan remaja yang mempunyai kompetensi interpersonal
rendah.
Menurut Badan Pembinaan Koordinasi dan Pengawasan Kegiatan Sosial, panti
asuhan adalah suatu lembaga untuk mengasuh anak-anak, menjaga dan memberikan
bimbingan dari pimpinan kepada anak dengan tujuan agar mereka menjadi manusia
dewasa yang cakap dan berguna serta bertanggung jawab atas dirinya terhadap
masyarakat kelak di kemudian hari ( Lusiana, 2014).
6
Menurut Shaffer (dalam Togiaratua, 2002) anak-anak yang diasuh dalam panti
asuhan mengalami ketidakmatangan dalam perkembangan sosial. Pada umumnya anakanak ini mengalami kesulitan dalam proses sosialisasi, khususnya dalam memulai
hubungan dan membina hubungan yang dekat dan akrab. Dalam penelitian Hartini
(2001) dijelaskan bahwa adanya hambatan perkembangan psikologis dan sosial anak
panti asuhan, di mana anak asuh lebih kaku dalam hubungan sosial dengan orang lain,
perkembangan dan juga penyesuaian sosialnya kurang memuaskan.
Berdasarkan fenomena yang terjadi di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa
kasih sayang orang tua atau dengan siapa remaja tersebut tinggal sangat berpengaruh
terhadap kompetensi interpersonalnya, dengan begitu peneliti ingin mengetahui lebih
lanjut bagaimana ‘’perbedaan kompetensi interpersonal antara remaja yang tinggal di
panti asuhan dan remaja yang tinggal bersama orang tua’’.
LANDASAN TEORI
Kompetensi Interpersonal
Menurut Buhrmester dan Reis (1988) kompetensi interpersonal adalah
keterampilan atau kemampuan yang dimiliki individu untuk membina hubungan yang
baik efektif dengan orang lain atau antar individu.
Kompetensi Interpersonal menurut Spitzberg dan Cupach (dalam DeVito,
1996) adalah kemampuan melakukan hubungan interpersonal secara efektif, seperti
kemampuan berinisiatif, membuka diri, bersikap asertif, memberikan dukungan
emosional, dan mengatasi konflik.
7
Aspek-aspek Kompetensi Interpersonal
Kompetensi interpersonal pada seseorang terjadi karena aspek yang dimiliki
sebagai karakteristik kepribadian individu. Berkaitan dengan hal ini Buhrmester dan
Reis (1998) mengemukakan lima aspek kompetensi interpersonal :
a.
Kemampuan berinisiatif, yaitu kemampuan untuk memulai suatu bentuk interaksi
dan hubungan dengan orang lain.
b.
Kemampuan untuk bersikap terbuka adalah kemampuan untuk terbuka kepada
orang lain, menyampaikan info yang bersifat pribadi mengenai dirinya dan
memberikan perhatian kepada orang lain sebagai suatu bentuk penghargaan yang
akan memperluas kesempatan untuk terjadinya sharing.
c.
Kemampuan untuk bersikap asertif yaitu kemampuan untuk mempertahankan hakhak pribadi secara tegas, mengemukakan gagasan, perasaan dan keyakinan secara
langsung, jujur, jelas dan dengan cara yang sesuai.
d.
Kemampuan untuk memberikan dukungan emosional adalah kemampuan untuk
memberikan empati dan kemampuan untuk menenangkan serta memberikan rasa
nyaman bagi orang lain.
e.
Kemampuan dalam mengatasi konflik interpersonal adalah upaya agar konflik yang
muncul tidak semakin memanas.
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kompetensi Interpersonal
a. Jenis kelamin. Menurut Hadiyono & Kahn (1997) laki-laki lebih berani untuk
melakukan hubungan interpersonal, bersikap asertif, dan aktif dalam menyelesaikan
konflik yang dihadapi daripada perempuan. Penelitian Danardono (1997)
menunjukkan bahwa mahasiswa laki-laki yang aktif dalam kegiatan pencinta alam
8
lebih tinggi kompetensi interpersonalnya daripada mahasiswa perempuan yang aktif
dalam kegiatan pencinta alam.
b. Kematangan beragama. Penelitian Nashori (2000) menunjukkan bahwa kematangan
beragama berhubungan secara signifikan dengan kompetensi interpersonal remaja.
Remaja yang matang kehidupan beragamanya memiliki kompetensi interpersonal
lebih tinggi dibandingkan remaja yang kurang matang kehidupan beragamanya.
c. Konsep diri. Menurut Brooks (dalam Rakhmat, 2000) konsep diri berpengaruh
terhadap kompetensi interpersonal remaja. Kompetensi interpersonal remaja yang
mempunyai konsep diri positif lebih tinggi dibandingkan remaja yang mempunyai
konsep diri negatif. Hal ini dibuktikan oleh penelitian Nashori (2000) yang
melaporkan bahwa konsep diri berhubungan secara signifikan dengan kompetensi
interpersonal remaja.
d. Kontak anak dengan orang tua. Menurut Hetherington & Parke (1986) kontak anak
dengan orang tua berpengaruh terhadap kompetensi interpersonalnya. Kontak anak
dengan orang tua tersebut menunjang anak untuk belajar dan bersosialisasi dengan
lingkungan sosialnya di luar rumah. Anak-anak yang mempunyai kontak yang baik
dengan orang tuanya menunjukkan perilaku sosial yang baik dengan teman-teman
sebayanya di luar rumah (Hurlock, 1999).
e. Interaksi dengan teman sebaya. Penelitian Kramer & Gottman (1992) menunjukkan
bahwa remaja yang mempunyai kesempatan berinteraksi dengan teman sebayanya
lebih mudah membina hubungan interpersonal. Mereka umumnya mempunyai
teman lebih banyak, lebih aktif, dan lebih menarik dibandingkan remaja yang
kurang mempunyai kesempatan berinteraksi dengan teman sebayanya.
9
Perbedaan Kompetensi Interpersonal antara Remaja yang tinggal di Panti Asuhan
dan Remaja yang tinggal bersama Orang tua
Sering kali masa remaja di definisikan dengan masa peralihan antara anak-anak
menuju dewasa, secara psikologis remaja adalah suatu usia dimana anak tidak merasa
bahwa dirinya di bawah tingkat orang yang lebih tua melainkan merasa sama atau
paling tidak sejajar (Hurlock,1993). Remaja juga sedang mengalami perkembangan
pesat dalam aspek intelektual, Transformasi intelektual dari cara berfikir mereka, remaja
ini memungkinkan mereka tidak hanya mampu mengintegrasikan dirinya ke dalam
masyarakat dewasa, tetapi juga merupakan karakteristik yang paling menonjol dari
semua periode perkembangan (Ali & Asrori, 2012). Remaja pada umumnya memiliki
rasa ingin tahu yang tinggi sehingga seringkali ingin mencoba-coba, menghayal, dan
merasa gelisah, serta berani melakukan pertentangan jika dirinya merasa disepelekan
atau tidak dianggap, untuk itu mereka sangat memerlukan keteladanan, konsistensi,
serta komunikasi yang tulus dan empatik dari orang dewasa.
Berbagai tuntutan-tuntutan yang berlaku di masyarakat membuat mereka mau
tidak mau harus berusaha untuk selalu menyesuaikan diri agar dapat diterima dalam
lingkungan. Tuntutan-tuntutan tersebut akan dapat dipenuhi oleh seorang remaja apabila
ia mempunyai kemampuan untuk memahami berbagai situasi sosial, dan menentukan
perilaku yang sesuai dan tepat dalam situasi sosial tersebut. kemampuan yang dimaksud
adalah kompetensi interpersonal, dengan adanya kompetensi interpersonal yang remaja
menjadi bisa memahami diri sendiri, memahami norma sosial, bersikap penuh
pertimbangan pada orang lain dan mampu mengatur emosi-emosinya (Fasikhah, 1995).
Lingkungan keluarga merupakan lingkungan awal tempat anak berusaha untuk
melakukan aktivitas dalam rangka memenuhi harapan sosial. Dalam aktivitas tersebut
10
terjadi interaksi antara anak dengan orangtua, anak dengan saudara sekandungnya, dan
untuk lingkungan keluarga yang besar (extended family) dapat juga terjadi interaksi
anak dengan anggota keluarga lainnya yang bukan saudara sekandung. Dalam proses
tersebut menurut Brooks (dalam Hamner & Turner, 1996), orang tua akan melakukan
proses pemeliharaan, perlindungan dan mengarahkan anak pada perkembangannya.
Proses pengasuhan memiliki kontribusi yang besar terhadap perkembangan individu
menuju tahap-tahap perkembangan psikologisnya.
Remaja membutuhkan kompetensi interpersonal yang cukup untuk dapat
berinteraksi dengan teman sebaya ataupun lingkungan sosial lain, tak terkecuali para
remaja yang tinggal di panti asuhan. Remaja panti asuhan sangat membutuhkan
kemampuan ini, karena sebagian besar remaja panti asuhan merasa minder dan kurang
percaya diri, menganggap dirinya berbeda dari remaja lainnya yang masih memiliki dan
tinggal bersama orang tuanya (Hartati & Respati, 2012).
Kompetensi interpersonal sebagai bagian dari kompetensi sosial yang memiliki
aspek-aspek seperti kemampuan untuk membentuk persahabatan, kemampuan dalam
berhubungan dengan orang lain, keterlibatan dalam situasi sosial, kemampuan untuk
berinisiatif, mampu berusaha untuk mengatasi permasalahan yang timbul dalam
kehidupan sosial, mampu mengontrol situasi dan memiliki kapasitas untuk berinteraksi
dengan lingkungan (Hurlock, 2000).
Oleh karena itu, berdasarkan beberapa penelitian diatas dapat diasumsikan
bahwa terdapat perbedaan kompetensi interpersonal antara remaja yang tinggal di panti
asuhan dan remaja yang tinggal bersama orang tua.
11
METODE PENELITIAN
Partisipan
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
sampel jenuh. Sedangkan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah remaja
usia antara 12-15 tahun atau dapat digolongkan sebagai remaja awal dan masih
menempuh pendidikan SMP. Dengan jumlah sampel 72 remaja, terdiri dari 35 remaja
yang tinggal di Panti Asuhan Amanah Ambarawa dan 37 remaja yang tinggal bersama
orang tua yang merupakan siswa-siswi kelas VII dan VIII SMP Kristen 1 Salatiga.
Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini berupa
satu skala psikologi yaitu Skala kompetensi interpersonal berdasarkan aspek-aspek
kompetensi interpersonal yang dikemukakan Buhrmaster dan Reis (1988) meliputi
kemampuan berinisiatif, kemampuan untuk bersikap terbuka, kemampuan untuk
bersikap asertif, kemampuan untuk memberikan dukungan emosional, dan kemampuan
dalam mengatasi konflik interpersonal. Item dalam skala ini dikelompokkan dalam
pernyataan favorable dan unfavorable dengan menggunakan 4 alternatif jawaban yang
disusun menggunakan Skala Likert, yaitu: Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju
(TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Keseluruhan data diperoleh dari skala psikologi
yang diberikan kepada subjek.
12
Tabel 1
Blue Print Skala Kompetensi interpersonal
Nomor Item
Favourable
Unfavourable
1*,3*,5*,7*
9*,11,13*,15*
Aspek
Kemampuan berinisiatif
Kemampuan untuk bersikap
terbuka
Kemampuan untuk bersikap
asertif
Kemampuan untuk memberikan
dukungan emosional
Kemampuan dalam mengatasi
konflik interpersonal
Total
Jumlah Item
Valid
1
17*,19*,21,23*
25*,27,29,31
4
33*,35*,37*,39*
2,4*,6*,8*
1
10*,12*,14*,16
18*,20*,22*,24
2
26,28*,30*,32*
34*,36,38*,40*
2
3
7
10
Keterangan: Tanda (*) menunjukkan nomor item yang gugur
HASIL PENELITIAN
Validitas dan Realiitas Uji Coba Alat Ukur
Dalam seleksi item skala Kompetensi Interpersonal terdapat 30 item yang
gugur dari total 40 item soal yang diujikan, karena memiliki nilai koefisien korelasi
yang lebih rendah dari 0,25 (Azwar, 2003). Berdasarkan Pengujian yang dilakukan
sebanyak dua kali di dapatkan koefisien seleksi item yang bergerak antara 0,291 sampai
dengan 0,641 sehingga jumlah item valid yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak
10 item dengan reliabilitas sebesar 0,733.
Tabel 2
Uji Reliabilitas
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha
.733
N of Items
10
13
Uji Normalitas
Variabel Kompetensi Interpersonal memiliki koefisien Kolmogorov-Smirnov
sebesar Z= 0,904 dengan probabilitas (p) atau signifikansi sebesar 0,388. Hal ini
menunjukan data Kompetensi Interpersonal memiliki nilai p > 0,05 dan dapat dikatakan
sebaran nilainya normal sehingga dalam penelitian ini berdistribusi normal.
Tabel 3
Uji Normalitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
VAR00001
N
72
Normal Parameters
a
Most Extreme Differences
Mean
24.24
Std. Deviation
4.796
Absolute
.107
Positive
.107
Negative
-.091
Kolmogorov-Smirnov Z
.904
Asymp. Sig. (2-tailed)
.388
a. Test distribution is Normal.
Uji Homogenitas
Dari uji Levene terlihat nilai signifikasi sebesar 0,314. Oleh karena nilai
signifikansi > 0,05, maka hal ini menunjukan bahwa kedua kelompok homogen.
Tabel 4
Uji Homogenitas
Test of Homogeneity of Variances
Kompetensi interpersonal
Levene Statistic
1.266
df1
df2
7
Sig.
21
.314
14
Analisis Deskriptif
Berdasarkan perhitungan data penelitian yang sudah dilakukan, didapatkan
analisis deskriptif kompetensi interpersonal dengan nilai maksimum 37 dan nilai
minimum 11. Mean atau rata-rata yang diperoleh sebesar 24,24 dengan standar deviasi
4,796.
Tabel 5
Kategori Skor Kompetensi Interpersonal
No
Interval
Kategori
Frekuensi
%
1
34 ≤ x ≤ 40
Sangat Tinggi
1
1,4
2
28 ≤ x ≤ 34
Tinggi
11
15,3
3
22 ≤ x ≤ 28
Sedang
34
47,2
4
16 ≤ x ≤ 22
Rendah
22
30,6
5
10 ≤ x ≤ 16
Sangat Rendah
4
5,5
72
100%
Mean
SD
24,24
4,796
Tabel 6
Kategori Skor KI Remaja Tinggal di Panti Asuhan dan Remaja tinggal Bersama
Orang Tua
Remaja Panti
No
Interval
Kategori
1
34 ≤ x ≤ 40
2
F
%
Sangat Tinggi
0
28 ≤ x ≤ 34
Tinggi
3
22 ≤ x ≤ 28
4
16 ≤ x ≤ 22
5
10 ≤ x ≤ 16
F
%
0
1
2,70
7
20
4
10,8
Sedang
18
51,4
16
43,2
Rendah
8
22,9
14
37,9
2
5,7
2
5,4
35
100
37
100
Sangat
Rendah
Mean
Remaja
24,77
SD
4,750
Mean
SD
23,73
5,009
15
Analisis data menunjukan bahwa secara keseluruhan remaja yang tinggal di
panti asuhan dan remaja yang tinggal bersama orang tua memiliki kompetensi
interpersonal pada kategori sedang, yaitu sebesar 47,2%. Apabila di lihat dari tempat
tinggal, maka remaja yang tinggal di panti asuhan memiliki kompetensi interpersonal
pada kategori sedang sebesar 51,4% dengan mean sebesar 24,77, dan remaja yang
tinggal bersama orang tua yang memiliki kompetensi interpersonal pada kategori
sedang sebesar 43,2%, dengan mean sebesar 23,73.
Independent Sampel T Test
Berdasarkan analisis data, di dapatkan t-hitung sebesar -0,921 dengan nilai
signifikasi sebesar 0,361. Hal ini menunjukan bahwa tidak terdapat perbedaan
kompetensi interpersonal antara remaja yang tinggal di panti asuhan dan remaja yang
tinggal bersama orang tua.
Tabel 7
Uji Independent Sampel T Test
Independent Samples Test
Levene's
Test for
Equality of
Variances
t-test for Equality of Means
95% Confidence
Interval of the
Difference
F
KI
Sig.
t
df
Sig. (2-
Mean
Std. Error
tailed)
Difference
Difference
Lower
Upper
Equal variances
assumed
.291
.592 -.920
70
.361
-1.042
1.132
-3.299
1.216
-.923 69.913
.359
-1.042
1.129
-3.294
1.210
Equal variances
not assumed
16
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil analisis perbedaan kompetensi interpersonal antara remaja
yang tinggal di panti asuhan dan remaja yang tinggal bersama orang tua diperoleh thitung sebesar -0,921 dengan nilai signifikasi sebesar 0,361 (p > 0,05). Hal ini
menunjukan bahwa hipotesis yang diajukan pada penelitian ini ditolak atau tidak
terdapat perbedaan yang signifikan pada kompetensi interpersonal antara remaja yang
tinggal di panti asuhan dan remaja yang tinggal bersama orang tua.
Terdapat beberapa faktor lain yang sekiranya mempengaruhi hasil penelitian
ini. Faktor tersebut adalah keterlibatan remaja panti asuhan dalam kegiatan karang
taruna di lingkungan sekitar tempat tinggal panti. Soekanto (1996) bahwa lingkungan
dan adanya komunikasi merupakan tahap pertama terjadinya suatu interaksi sosial.
Remaja yang terlibat dalam kegiatan ini akan lebih banyak berinteraksi dengan banyak
orang. Hal ini berarti bahwa anak-anak panti asuhan sudah mempunyai kompetensi
interpersonal yang cukup untuk dapat berkomunikasi dengan lingkungannya.
Kompetensi interpersonal dapat diperoleh dari kebiasaan-kebiasaan dan pengalamanpengalaman yang dialami sehari-harinya.
Pada penelitian ini, semua subjek bersekolah di luar panti asuhan. Di sekolah,
anak-anak mempunyai kesempatan yang lebih luas untuk berinteraksi dengan orangorang di luar panti asuhan, khususnya teman sebaya dan guru. Kesempatan tersebut
penting bagi anak karena anak akan belajar berbagai macam pola interaksi dalam
berbagai hubungan interpersonal. Semakin banyak kesempatan yang diberikan pada
anak untuk berinteraksi dengan teman sebayanya, semakin banyak pengenalan terhadap
berbagai macam pola interaksi dalam berbagai hubungan interpersonal. Mussen, dkk
(1984) yang menyatakan, bahwa interaksi dengan teman sebaya akan menyediakan
17
peluang untuk belajar cara berinteraksi dengan teman seusianya, untuk mengontrol
perilaku sosial, untuk mengembangkan ketrampilan dan minat yang sesuai dengan usia
dan untuk saling membagi persoalan atau perasaan yang sama. Dari pendapat Mussen,
dkk., ini dapat dipahami bahwa interaksi yang terjadi antar teman sebaya memberi
peluang bagi individu untuk mengembangkan berbagai ketrampilan dan potensi yang
dimiliki termasuk di dalamnya kompetensi interpersonal individu. Pengalaman tersebut
akan menambah kemampuan anak dalam melakukan hubungan interpersonal yang
efektif.
Remaja yang tinggal bersama orang tua, Bell, Avery & Jenkis (1985)
menyatakan bahwa hubungan yang baik antara remaja dengan keluarga memiliki
pengaruh kuat dalam kompetensi sosial remaja tersebut. Adanya hubungan yang baik
antara orang tua dengan anak, maka akan membantu anak berkembang dengan baik
dalam kompetensi sosialnya. Hal senada disampaikan oleh Priamakova (2010) bahwa
orang tua merupakan faktor penting yang mempengaruhi perkembangan kompetensi
sosial anak, maka dapat membantu anak dalam membangun interaksi sosialnya.
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa secara keseluruhan remaja yang
tinggal di panti asuhan dan remaja yang tinggal bersama orang tua memiliki kompetensi
interpersonal pada kategori sedang. Dari 72 remaja, sebanyak 34 remaja (47,2%)
memiliki kompetensi interpersonal pada kategori sedang. Apabila dilihat dari tempat
tinggal, maka remaja yang tinggal di panti asuhan memiliki kompetensi interpersonal
pada kategori sedang sebesar 51,4% dan remaja yang tinggal bersama orang tua
memiliki kompetensi interpersonal pada kategori sedang sebesar 43,2%.
Adanya fakta bahwa remaja yang tinggal di panti asuhan dan remaja yang
tinggal bersama orang tua memiliki kompetensi interpersonal yang setara. Hal ini
18
dikarenakan mereka sama-sama memiliki kesempatan untuk mengembangkan inisiatif,
keterbukaan diri, asertivitas, dukungan emosional, dan penyelesaian konflik. Proses
pendidikan dan pengasuhan yang diberikan lembaga pendidikan dan orangtua kepada
remaja yang tinggal di panti asuhan dan remaja yang tinggal bersama orang tua relatif
sama. Pendidikan dan pengasuhan yang tidak mendiskriminasi ini menghasilkan buah
berupa keseimbangan mereka dalam berbagai hal, salah satunya adalah kompetensi
interpersonal.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat di simpulkan
bahwa :
1. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada kompetensi interpersonal antara
remaja yang tinggal di panti asuhan dan remaja yang tinggal bersama orang tua.
2. Rerata Kompetensi Interpersonal remaja yang tinggal di panti asuhan adalah 24,77
memiliki kompetensi interpersonal pada kategori sedang sebesar 51,4% sedangkan
rerata Kompetensi Interpersonal remaja yang tinggal bersama orang tua adalah 23,73
memiliki kompetensi interpersonal pada kategori sedang sebesar 43,2%.
19
SARAN
Berdasarkan hasil penelitian ini, peneliti mengajukan beberapa saran, yaitu :
1. Bagi Pihak Panti Asuhan :
Pihak panti asuhan tetap menjaga kondisi yang sudah ada agar anak asuh terus
meningkatkan kompetensi interpersonal mereka dengan cara memfasilitasi anak asuh
supaya dapat tetap berkomunikasi dengan lingkungan mereka. Hal tersebut dapat
meningkatkan kemampuan mereka dalam berhubungan interpersonal, misalnya
mengadakan aktivitas di dalam ataupun di luar panti asuhan yang melibatkan anakanak secara langsung dalam berhubungan interpersonal.
2. Bagi remaja (Subyek) :
Remaja yang tinggal di panti asuhan dan remaja yang tinggal bersama orang tua
diharapkan dapat meningkatkan kompetensi interpersonalnya dan jiwa sosial dalam
kehidupan sehari-hari baik di lingkungan tempat tinggal maupun masyarakat.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya :
Bagi peneliti selanjutnya yang akan mengadakan penelitian mengenai kompetensi
interpersonal, diharapkan untuk memperhatikan alat ukur yang digunakan, seperti
skala yang harus disesuaikan dengan tingkat pemahaman subjek penelitian dan
disusun sedemikian rupa sehingga subjek penelitian dapat memberikan jawaban yang
benar-benar sesuai dengan keadaan dirinya. Disarankan untuk mempertimbangkan
faktor-faktor lain yang berpengaruh pada kompetensi interpersonal, seperti pola asuh,
peran pendidikan dalam keluarga, maupun faktor lain.
20
DAFTAR PUSTAKA
Apollo. (2010). Hubungan Antara Peran Jenis Dengan Kompetensi Interpersonal Pada
Remaja. Widya Warta No. 01 Tahun XXXIV / Januari 2010 ISSN 0854-1981
Amelia .W. E. (2006). Hubungan Antara Kompetensi Interpersonal DenganAfek AnakAnak Panti Asuhan. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta : Universitas Islam
Indonesia
Azwar, S. (2003). Penyusunan Skala Psikologi.Yogyakarta: Pustaka Pelajar
.
Bell, N., Avery, A., & Jenkins, D. (1985). Family relationships and social competence
during late adolescence. Journal of Youth and adolescence, 14 (2).
Buhrmester, D., Furman, W., Wittenberg, M.T., & Reis, D. (1988). Five Domain of
Interpersonal Competence in Peer
Relationships. Journal of Personality and
Social Psychology, Vol. 55, No. 6, 991-1008
Cohen, S., Sherrad, D.R., & Clark, M.S., (1986). Special Skill and the Stress Protective
Role of Social Support. Journal of Personality and Social Psychology, 30: 963973.
Danardono, W.L. (1997). Kompetensi Interpersonal Mahasiswa Ditinjau dari
Keikutsertaan pada Kegiatan Pencinta Alam. Skripsi. Tidak Diterbitkan.
Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM.
DeVito, JA. (1996). The Interpersonal Communication Book. (7th ed). New York:
Harper Collins College Publishers.
Dina, Y. (2010). Hubungan Antara Penerimaan Diri Dengan Kompetensi Interpersonal
Pada Remaja Panti Asuhan. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Surakarta : Universitas
Muhamadiyah Surakarta.
Fasikhah, S.S. (1995). Peran Kompetensi Sosial pada Tingkah Laku Coping Remaja
Akhir. Tesis. Yogyakarta : Program Pasca Sarjana UGM.
Hartati, L., & Winanti. (2012). Kompetensi Interpersonal pada remaja yang tinggal di
Panti Asuhan Asrama dan yang tinggal di Panti Asuhan Conttage. Jurnal
Psikologi Vol. 4 No. 2.
Hetherington, E.M., Parke, R.D. 1986. Child Psychology: A Contemporary View Point.
(2nd ed). Tokyo: McGraw Hill Kogakusha, Ltd.
Hurlock, E., B. (1993). Perkembangan anak Jilid 2. Jakarta: Erlangga. (Edisi Keenam).
___________. (2000). Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan (Terjemahan : Istiwidayati). Jakarta : Erlangga.
Idrus, M. (2009). Kompetensi Interpersonal Mahasiswa. UNISIA, Vol XXXII No. 72:
171-184
21
Kramer, L., & Gottman, J.M. (1992). Becoming a Sabling: With a Little Help From
Friends. Journal of Developmental Psychology, 28: 685-699.
Leny, & Tommy, P. (2006). Keaktifan Berorganisasi Dan Kompetensi Interpersonal.
Jurnal Phronesis Vol. 8, No. 1, 71-99.
Ling, Y & Dariyo, A. (2002). Interaksi sosial di sekolah dan harga diri pelajar sekolah
menengah umum (SMU). PRHONESIS, 25, (35-47).
Lucianus. (2007). Kompetensi interpersonal Remaja Panti Asuhan Putra ditinjau dari
Kepribadian ekstrovert. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Semarang : Universitas
Katolik Soegijapranata
Lusiana. (2014). Interaksi Sosial Antara Remaja Yang Tinggal Bersama Orang Tua
Dan Remaja Yang Tinggal Di Panti Asuhan. Jurnal Psikologi Vol. 02, No. 01,
Thn 2014. (http://ejournal.umm.ac.id)
Maria, L. (2007). Perbedaan Kompetensi Interpersonal Pada Remaja Yang Memiliki
Dan Tidak Memiliki Saudara Kandung. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Semarang
Universitas Katolik Soegijapranata
Muralidharan, A., Sheets, E.S., Madsen, J., Craighead, L.W., & Craighead, W.E.
(2010). Interpersonal competence across domains: relevance to personality
pathology. Journal of Personality Disorders, Vol.25, No.01, 16-27.
Mussen, P.H., Conger, J.J., & Kagan, J..(1984). Child Development and Personality.
New York: Harper & Row Publishers, Inc.
Nainggolan, T. (2002). Kompetensi interpersonal remaja panti asuhan ditinjau dari
konsep diri, peran jenis dan jenis kelamin, Tesis, Universitas Gadjah Mada.
Nashori. (2000). “Hubungan Antara Konsep Diri dengan Kompetensi Interpersonal
Mahasiswa, Anima”, Jurnal Psikologi ,Vol 16 No, I, 32-40.
Nashori. (2003). “Kompetensi Interpersonal Mahasiswa Ditinjau dari Jenis Kelamin”,
Jurnal Psikologi, Vol, 11, No, 1, 26-38.
Priamikova, E. V. (2010). The Social Competence of School Student. Russian
Educational and Society, Vol. 52 (6), 21-34.
Rakhmat, J. 2000. Psikologi Komunikasi. (Cet.13). Bandung: Remaja Rosdakrya.
Santrock, J., W. (2007). Remaja, Jilid 2, edisi 11. Jakata: Erlangga.
Soekanto, S. (1996). Remaja dan masalah-masalahnya. Jakarta: Gunung Mulia.
Susanti, F., Siswanti.,& Prasetyo. (2010). Pengaruh Permainan Tradisional terhadap
Kompetensi Interpersonal dengan
Teman Sebaya pada Siswa SD (Studi
Eksperimental pada Siswa Kelas 3 SDN Srondol Wetan 04-09 dan SDN Srondol
Wetan 05-08). Jurnal Psikologi Undip Vol. 8, No.2
22
Wandon, M. (2012). Perbedaan Kompetensi Sosial Siswa Sekolah Menengah Atas
Sedes Sapientiae Bedono Ditinjau dari Tempat Tinggal Siswa. Skripsi (Tidak
Diterbitkan). Salatiga : Universitas Kristen Satya Wacana
Widiastuti, A., & Anggraini, Z. (1998). Perbedaan Kompetensi Interpersonal antara
Mahasiswa Aktivis dengan Mahasiswa Bukan Aktivis. Laporan Penelitian. Tidak
Diterbitkan. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM.
Widuri, N.F. (1995). Komunikasi Interpersonal pada Mahasiswa Fakultas Teknik dan
Mahasiswa Fisifol. Skripsi. Tidak Diterbitkan. Yogyakarta: Fakultas Psikologi
UGM.
Download