2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Berdasarkan Fishbase Fis (2007); Kottelat et al. (1993), klasifikasi ikan ttilan (Gambar 1) adalah sebagai berikut : Kingdom Filum Subfilum Superkelas Kelas Subkelas Infrakelas Ordo Subordo Famili Genus Species Sinonim Nama daerah Nama umum : : : : : : : : : : : : : : : : Animalia Chordata Vertebrata Osteichthyes Actinopterygii Neopterygii Teleostei Perciformes Mastacembeloidei Mastacembelidae Mastacembelus Mastacembelus erythrotaenia Bleeker, 1850 Mastacembelus argus Günther, 1861 Macrognathus erythrotaenia Bleeker, 1850 Iwak tilan (Palembang) Ikan tilan (Indonesia), Fire spiny eel (Inggeris) Gambar 1. Ikan tilan (Mastacembelus ( erythrotaenia Bleeker 1850 1850) Famili Mastacembelidae yang tersebar di Asia Tenggara terdiri atas dua genera yaitu Genus Macrognathus (12 spesies) dan Genus Mastacembelus (13 spesies), (Berra 2001). Mastacembelus erythrotaenia merupakan jenis ikan yang memiliki tubuh yang paling panjang dari semua jenis ikan dari famili Mastacembelidae dengan panjang maksimum 90 cm (Rainboth 1996 dalam Berra 2001). Di Indonesia terdapat tujuh jenis ikan tilan-tilanan yang berasal dari genus Mastacembelus dan Genus Macrognathus (Kottelat et al. 1993). Jenis-jenis tersebut yaitu Mastacembelus unicolor, Mastacembelus erythrotaenia, Mastacembelus armatus, Mastacembelus notopthalmus. Macrognathus aculeatus, Macrognathus keithi dan Macrognathus maculatus. 2.2 Habitat Ikan tilan (Mastacembelus erythrotaenia) merupakan jenis ikan air tawar yang hidup di sepanjang sungai mulai dari bagian hilir sampai ke bagian hulu sungai. Ikan tilan ditemui di sungai-sungai besar, danau dan waduk di Semenanjung Malaysia (Ng dan Tan 1999; Fishbase 2007), Thailand (Vidthayanon dan Premcharoen 2002; Saowakoon et al. 2005; Tannil 2006), Vietnam (Hoa et al. 2006) dan Kamboja (Lim et al. 1999). Di Indonesia ikan tilan menghuni sungai sungai besar di Sumatera dan Kalimantan antara lain Sungai Batanghari, Sungai Barito dan Sungai Kapuas (Robert 1989; Nurdawati dan Said 1995; Dudley 1996; Utomo dan Asyari 1999; Rupawan et al. 2005;), anak sungai (Hadiaty 2001; Yustina 2001), sungai-sungai kecil yang berada pada ketinggian 150-300 m di atas permukaan laut (Haryono 2006). Beberapa tipe habitat yang dihuni oleh ikan tilan adalah tipe sungai (Samuel et al. 2003), anak sungai (Yustina 2001; Gaffar dan Fatah 2006), danau banjiran dan hutan rawa air tawar (Dudley 1996); waduk (Nastiti et al. 2006) . Selanjutnya Rachmatika (2001) mengemukakan bahwa habitat ikan tilan di DAS Mendalam di Kalimantan Barat terdapat di sekitar Desa Nanga Hovat yang airnya lebih dalam dan arusnya tidak begitu deras. Di Sungai Musi ikan tilan merupakan jenis ikan yang hidup di perairan sungai (Samuel et al. 2003), di Sungai Lempuing yang merupakan anak sungai Komering yang terdapat rawa banjiran (Utomo et al. 2001) dan hutan rawa air tawar (Sunarno et al. 2003) namun populasinya lebih banyak tertangkap bagian hilir sungai (Aida et al. 2007). di 2.3 Makanan Kebiasaan makanan ikan mencakup kualitas dan kuantitas makanan yang dimakan oleh ikan sedangkan kebiasaan makan adalah cara ikan mendapatkan makanannya. Dengan mengetahui kebiasaan makanan ikan dapat dilihat hubungan ekologi diantara organisme di perairan misalnya bentuk-bentuk pemangsaan, saingan dan rantai makanan. Jadi makanan dapat merupakan faktor yang menentukan bagi populasi, pertumbuhan dan kondisi ikan sedangkan macam makanan satu spesies ikan biasanya bergantung kepada umur, tempat dan waktu (Effendie 1979). Keberadaan ikan tilan di Sungai Tonle Sap di Kamboja sampai ke Danau Besar (Great Lake) yang merupakan rawa banjiran dan tidak dipengaruhi oleh pasang surut, makanannya adalah serangga, cacing dan tanaman air (Lim et al. 1999). Menurut Tannil (2006) komposisi makanan ikan tilan di hilir sungai Tapee Thailand adalah 56,9% ketam, 32% udang, 6% detritus, 4,8% larva serangga dan 0,3% moluska. Makanan ikan tilan berbeda dengan ikan lainnya meski dari genus yang sama yaitu Mastacembelus armatus yang memiliki makanan utama berupa udang dan ikan (Serajuddin dan Mustafa 1994). Selanjutnya jenis ikan yang masih satu famili dengan ikan tilan, Macrognathus pancalus, memakan larva serangga air yang didominasi oleh diptera sebagai makanan utamanya (Suresh et al. 2006). Oleh sebab itu berdasarkan makanannya ikan-ikan dari famili Mastacembelidae tergolong jenis ikan karnivora. Ikan yang bentuknya sama dengan ikan tilan yaitu ikan sidat (Anguilla marmorata), makanannya terdiri dari ikan, udang, hewan moluska, serangga dan hancuran tumbuhan (debris tumbuhan). Dari nilai indeks bagian terbesar (IP), terlihat bahwa kelompok makanan yang berasal dari ikan merupakan makanan utama ikan sidat dengan IP berkisar antara 88,58-97,30% (Juli) dan antara 86,2194,81% (Oktober) (Samuel 2007). Makanan ikan sidat (Anguilla anguilla) di Danau Dutch di Netherland adalah invertebrata dan ikan (Lammens and Visser 1989). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ikan karnivora yang hidup di perairan tawar pada umumnya memangsa oganisme yang hidup di perairan tersebut. Ikan sembilang (Plotossus alblabris) di Sungai Musi dan ikan betutu (Oxyeleotris marmorata) di rawa Jombor Klaten memanfaatkan udang sebagai makanan utamanya (Aida 2008; Gufriani et al. 2008). Ikan Catfish Schilbe mystus yang hidup di danau dan Mystus gulio yang hidup di perairan estuaria memakan insekta sebagai makanan utamanya (Ayoade et al. 2008; Begum et al. 2008). Ikan-ikan karnivora yang hidup di rawa banjiran Danau Arang-Arang memanfaatkan makanan yang tersedia di perairan antara lain ikan toman (Channa micropeltes), ikan gabus (Channa striata) dan ikan baung (Mystus nemurus) yang hidup di Sungai Batanghari, memangsa ikan sebagai makanan utamanya dan makanan tambahan berupa insekta (Samuel et al. 1995; 2002; Makmur dan Prasetyo 2006). 2.4 Reproduksi Reproduksi merupakan mata rantai dalam siklus yang berhubungan dengan mata rantai yang lain untuk menjamin kelangsungan hidup suatu spesies (Nikolsky, 1963). Reproduksi merupakan aspek yang penting dalam pengelolaan sumberdaya perikanan. Keberhasilan suatu spesies ikan dalam daur hidupnya ditentukan dari kemampuan anggotanya untuk bereproduksi di lingkungan yang berfluktuasi dan menjaga keberadaan populasinya (Moyle dan Cech, 2004). Beberapa aspek biologi reproduksi antara lain rasio kelamin, tingkat kematangan gonad (TKG), indeks kematangan gonad (IKG), fekunditas dan musim pemijahan. Pemijahan sebagai salah satu bagian dari reproduksi, merupakan mata rantai daur hidup yang menentukan kelangsungan hidup spesies (Effendie 2002). Tingkat kematangan gonad dapat dipergunakan sebagai penduga status reproduksi ikan, ukuran dan umur pada saat pertama kali matang gonad, proporsi jumlah stok yang secara produktif matang dengan pemahaman tentang siklus reproduksi bagi suatu populasi atau spesies (Nielson, 1983 in Sulistiono et al. 2001). Nisbah kelamin adalah perbandingan antara ikan jantan dan ikan betina dan berpengaruh terhadap kestabilan suatu populasi di alam dimana rasio 1: 1 merupakan kondisi yang ideal. Berdasarkan Nikolsky (1969) Dari segi tingkah laku pemijahan, perbandingan rasio kelamin dapat berubah menjelang dan selama pemijahan. Pada ikan yang melakukan ruaya untuk memijah terjadi perubahan nisbah kelamin secara teratur. Pada awalnya ikan jantan dominan dari pada ikan betina, kemudian nisbah kelamin berubah menjadi 1:1 diakhiri dengan dominasi ikan betina. Fekunditas merupakan salah satu fase yang memegang peranan penting untuk kesinambungan suatu populasi ikan dengan dinamikanya (Effendie, 1979). Ikan-ikan dari famili Mastacembelidae pada umumnya memilki fekunditas yang kecil yaitu berkisar antara 227-8310 butir untuk jenis Macrognathus pancalus (Suresh et al. 2006); 1517-27944 butir untuk jenis Mastacembelus simack (Eroglu dan Sen 2007); 1125 – 5150 butir untuk jenis ikan Mastacembelus erythrotaenia (Tannil 2006). Indeks kematangan gonad merupakan perbandingan antara berat gonad dengan berat tubuh yang nilainya dinyatakan dalam persen. Pertambahan berat gonad akan semakin bertambah dengan bertambahnya ukuran gonad dan diameter telur. Berat gonad akan mencapai maksimum sesaat sebelum ikan memijah, kemudian menurun dengan cepat selama pemijahan berlangsung hingga selesai (Effendie, 1979). Pada ikan belanak, IKG ikan betina berkisar antara 0,8112,79%, sedangkan pada ikan jantan IKG berkisar antara 0,21-1,31% (Sulistiono et al. 2001). Selanjutnya, dijelaskan bahwa nilai IKG ikan tersebut tergantung dari nilai kematangan gonadnya. Dewantoro dan Rachmatika (2004) dari penelitiannya terhadap ikan paray (Rasbora aprotaenia) di beberapa sungai kawasan Taman Nasional Gunung Halimun mengungkapkan bahwa secara keseluruhan dilihat dari IKG, ikan paray yang ada di setiap sungai memiliki IKG yang relatif tinggi, jantan (12,2-22,46%) dan betina (10,47-13,48%), demikian pula persentase ikan yang dalam keadaan matang gonad relatif tinggi, untuk jantan (0-28,57%) dan betina (0-33,33%). Untuk ikan Macrognathus pancalus yang masih satu famili dengan ikan tilan, nilai IKG berkisar antara 0,33-7,31 untuk ikan betina dan 0-1,89 untuk ikan jantan (Suresh et al. 2006). Demikian juga dengan ikan Mastacembelus simack yang masih satu genus dengan ikan tilan memiliki IKG berkisar antara 0,012 -21,48% untuk ikan betina dan 0,06 – 3,65% untuk ikan jantan (Eroglu dan Sen 2007).