Haluan Sastra Budaya Vol. XXXV No. 68 Oktober 2016: 1-13 DIFERENSIASI ANTARA FRASA DAN KATA MAJEMUK Dewi Untari Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret e-mail: [email protected], Erry Prastya J. Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret e-mail: [email protected] Henry Sani W. Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret e-mail: [email protected] Santi Anggraeni Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret e-mail: [email protected] Abstrak: Frasa dan kata majemuk adalah dua jenis kelompok kata yang sulit untuk dibedakan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara jelas perbedaan antara frasa dan kata majemuk. Sumber data penelitian adalah pada buku-buku referensi, sedangkan data penelitiannya adalah kelompok kata berupa frasa dan kata majemuk yang menimbulkan polemik. Sampelnya terdiri dari 10 data. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data yaitu metode simak dengan teknik pustaka dan teknik catat. Simpulannya adalah ciri-ciri yang paling menonjol bahwa data berstatus sebagai frasa yaitu bersifat renggang/longgar/terbuka, memiliki makna sebenarnya di kedua unsurnya, di antara kedua unsurnya bisa disisipkan oleh unsur lain, dan di setiap unsur mendapatkan jeda, sedangkan ciri-ciri yang paling menonjol bahwa data berstatus sebagai kata majemuk yaitu bersifat rapat/tertutup, memiliki makna yang penuh atau makna baru, di antara kedua unsurnya tidak bisa disisipkan oleh unsur lain, dan ada jeda setelah sampai pada ultima. Kata Kunci: kelompok kata, frasa, kata majemuk PENDAHULUAN Linguistik adalah ilmu tentang bahasa. Dalam linguistik murni/dasar terdapat bidang-bidang kajian, salah satunya adalah sintaksis. Menurut Kridalaksana (2008: 222), sintaksis adalah pengaturan dan hubungan antara kata dengan kata, atau dengan satuan-satuan yang lebih besar, atau satuan-satuan yang lebih besar itu dalam bahasa. Satuan yang lebih besar dari kata tersebut antara lain: frasa, klausa, dan kalimat, sedangkan menurut Ramlan (2001: 18) sintaksis ialah bagian atau cabang dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk-beluk wacana, kalimat, klausa, dan frasa. Dalam analisis linguistik seharihari, sering terjadi tumpang tindih (overlapping) dan sulit untuk dibedakan antara frasa dengan kata majemuk karena keduanya sama-sama kelompok kata yaitu dua kata atau lebih. Konsekuensinya, perbedaan antara keduanya belum bisa dinyatakan secara tegas. Beberapa ahli linguistik juga pernah membahas perbedaan antara dua bentuk ini, namun 1 Diferensiasi Antara Frasa dan Kata Majemuk (Dewi Untari) masih tetap menimbulkan kebingungan karena tidak adanya batas yang jelas antara mana yang termasuk frasa dan mana yang termasuk kata majemuk. Menurut pendapat Sidu (2013:30) bahwa makna yang dikandung oleh frasa terdapat pada tiap-tiap unsurnya, sedangkan kata majemuk, maknanya dikandung oleh seluruh unsurnya. Unsur-unsur kata majemuk membangun satu kesatuan makna. Hal tersebut salah satu pendapat yang menyatakan pembedaan antara frasa dan kata majemuk dilihat dari segi makna. Untuk segi yang lain, belum terlihat jelas perbedaan antara keduanya. Dikarenakan belum terlihat jelas perbedaan antara frasa dengan kata majemuk tersebut, penulis tertarik untuk menganalisis lebih mendalam untuk menyatakan secara jelas dan tegas perbedaan antara frasa dengan kata majemuk. Dalam bukunya, Kridalaksana (2008:66) menyatakan bahwa frasa adalah gabungan dua kata atau lebih S Adik saya Frasa nominal P suka makan Frasa verbal O kacang goreng Frasa nominal Sasangka (2013:139), frasa adalah kelompok kata yang memiliki ciri: (1) derajatnya di antara kata dan klausa, (2) terdiri dari dua atau lebih kata, dan (3) setidaknya terdiri dari inti dan atribut, sedangkan menurut Sidu (2013:2122), frasa adalah satuan gramatikal atau satuan linguistik secara potensial berupa gabungan kata dan bersifat nonpredikatif yang mengisi salah satu fungsi sintaksis dalam kalimat. Frasa juga tidak berstruktur subjek-predikat atau berstruktur predikatobjek. Ciri-ciri frasa antara lain: (1) berupa kelompok kata, (2) tidak predikatif, 2 yang sifatnya tidak predikatif; gabungan itu dapat rapat, dapat renggang. Hampir sama dengan Chaer (2012:222), Chaer menyatakan bahwa frasa adalah satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang bersifat nonpredikatif, atau lazim juga disebut gabungan kata yang mengisi salah satu fungsi sintaksis di dalam kalimat. Letak perbedaanya adalah bahwa Chaer menyatakan frasa itu mengisi salah satu fungsi sintaksis di dalam kalimat. Fungsi-fungsi sintaksis tersebut menurut Chaer (2009:39) ditempati oleh kategorikategori frasa yaitu fungsi S (subjek) dan O (objek) ditempati oleh kategori frasa nominal, fungsi P (predikat) ditempati oleh kategori frasa verbal dan ajektival, fungsi Ket. (keterangan) ditempati oleh kategori frasa preposisional. Maka dari itu, frasa berdasarkan kategorinya terdiri dari frasa nominal, frasa verbal, frasa ajektival, dan frasa preposisional. Misalnya dalam contoh di bawah ini. Ket. di kamar Frasa preposisional dan (3) tidak melampui batas fungsi. Ciri lain yang nampak menurut beliau yaitu antarunsur dalam frasa masih ada kemungkinan dapat diselipi oleh unsur bahasa yang lain. Ahli lain yaitu Baehaqie (2014:5) menyatakan bahwa frasa adalah satuan gramatikal yang terdiri atas dua atau lebih yang keseluruhan unsurnya tidak melebihi batas fungsi atau masingmasing unsurnya tidak menduduki fungsi sintaksis sendiri-sendiri. Hal tersebut sesuai dengan Parera (2009:54-55) yang menyatakan bahwa frasa ialah suatu konstruksi yang dapat dibentuk oleh dua Haluan Sastra Budaya Vol. XXXV No. 68 Oktober 2016: 1-13 kata atau lebih, baik dalam bentuk sebuah pola dasar kalimat maupun tidak. Sebuah frase sekurang-kurangnya mempunyai dua anggota pembentuk. Anggota pembentuk ialah bagian sebuah frase yang terdekat atau langsung membentuk frase itu. Beliau juga berpendapat bahwa frasa bisa mengalami perluasan, digambarkan secara diagramatis dalam bentuk segitiga-segi. Perluasan tersebut yakni: (1) unsur pusat diapit oleh perluasan; (2) unsur pusat didorong ke depan; an (3) unsur pusat digeser ke belakang. Menurut Khairah dan Ridwan (2014:26-27), frasa adalah satuan sintaksis yang tersusun atas dua kata atau lebih. Kontruksi frasa tidak melebihi batas fungsi, bersifat nonpredikatif, sedangkan menurut Arifin dan Junaiyah (2008: 29), frasa adalah satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang bersifat nonpredikatif atau satu konstruksi ketatabahasaan yang terdiri atas dua kata atau lebih. Selain itu, menurut Tarigan (2009:68), frase adalah satuan linguistik yang secara potensial merupakan gabungan dua kata atau lebih, yang tidak mempunyai ciri-ciri klausa atau yang tidak melampaui batas subyek atau predikat, dengan kata lain sifatnya tidak predikatif. Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa frasa adalah satuan lingual yang tatarannya di atas kata dan di bawah klausa yang berupa gabungan dua/lebih kata yang bersifat nonpredikatif dan tidak melebihi batas fungsi dalam tataran sintaksis yang salah satu atau kedua unsur pembentuknya adalah sebagai inti. Ciri lain dari frasa yaitu dapat disisipkan dengan unsur lain di kedua unsur pembentuknya. Selain itu, frasa juga dapat diperluas. Dalam bukunya, Kridalaksana (2008:111) menyatakan bahwa kata majemuk (compound word, compositium) adalah gabungan leksem dengan leksem yang seluruhnya berstatus sebagai kata yang mempunyai pola fonologis, gramatikal, dan semantis yang khusus menurut kaidah bahasa yang bersangkutan; pola khusus tersebut membedakannya dari gabungan leksem yang bukan kata majemuk, sedangkan menurut Chaer (2012:185), komposisi adalah hasil dan proses dari penggabungan morfem dasar dengan morfem dasar, baik yang bebas maupun yang terikat, sehingga terbentuk sebuah kontruksi yang memiliki identitas leksikal yang berbeda, atau yang baru. Komposisi itu ada, untuk mewadahi suatu “konsep” yang belum tertampung dalam sebuah kata. Maka dari itu, proses komposisi ini cukup penting dalam pembentukan dan penganyaan kosakata. Menurut Ramlan (2001:76-81) kata majemuk adalah gabungan kata yang menghasilkan suatu kata baru. Ciri kata majemuk antara lain: (1) salah satu atau semua unsurnya berupa pokok kata, (2) unsur-unsurnya tidak mungkin dipisahkan, tidak disela dengan kata lain, atau tidak mungkin diubah strukturnya. Misalnya: anak buah merupakan kata majemuk, karena jika disisipkan kata “dan”, akan menjadi berbeda dengan arti sebelumnya. Sejalan dengan pendapat Ramlan, Sasangka (2013:105), tembung camboran/kata majemuk adalah dua kata atau lebih yang digabung, membentuk kata baru dan arti baru, sedangkan menurut Verhaar (2012:154-155), komposisi atau pemajemukan adalah proses morfemis yang menggabungkan dua morfem dasar 3 Diferensiasi Antara Frasa dan Kata Majemuk (Dewi Untari) (atau pradasar) menjadi satu kata, yang namanya kata majemuk atau kompaun. Komposisi selalu bersifat derivasional, tidak paradigmatik. Menurut Subroto (2013:17) kata majemuk adalah gabungan dua kata tunggal atau dua morfem dasar yang menghasilkan arti baru. Selain itu, kata majemuk tidak dapat disisipkan kata lain. Ciri lain yaitu ketika memperoleh konfiks, konfiks itu diletakkan di bagian awal dan bagian akhir kata majemuk, sedangkan menurut Subroto, dkk (1991:143), kata majemuk dapat diberi bentuk yang lain, misalnya, diberi penanda milik (-ku, -mu, -nya), afiks, bisa juga diberi kata ‘ini’, ‘tadi’ di awal atau akhir kata majemuk tersebut untuk contoh pada kata majemuk tertentu. Menurut Kridalaksana (1989:104-105), ciri-ciri kata majemuk adalah: (1) ketaktersisipan: artinya, di antara komponen-komponen kompositum tidak dapat disisipkan apa pun; (2) ketakterluasan: artinya, komponen kompositum itu masing-masing tidak dapat diafiksasikan atau dimodifikasikan. Perluasan bagi kompositum hanya mungkin untuk semua komponennya sekaligus; (3) ketakterbalikan: artinya, komponen kompositum tidak dapat dipertukarkan. Kridalaksana (1989:104) membedakan secara jelas antara frasa dan kata majemuk. Frasa merupakan gabungan kata, bukan gabungan leksem. Sedangkan kata majemuk penggabungan dua leksem atau lebih yang membentuk kata. Berbeda dengan Kridalaksana, Parera (2007:1213) menyatakan bahwa jika tidak ada ciri-ciri yang khas yang ditemukan untuk membedakan bentuk majemuk dan frasa, maka bahasa yang bersangkutan tidak mempunyai bentuk majemuk. Ciri bentuk 4 majemuk dapat ditilik dari segi fonologi, sintaksis, dan semantik. Perbedaan antara frasa dan kata majemuk ialah keterpisahan. Bentuk majemuk tidak dapat disisipkan bentuk/kata lain diantara unsur pembentuknya, sedangkan frasa dapat dilakukan penyisipan. Ramlan (2005:138), frasa adalah satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih yang tidak melampaui batas fungsi unsur klausa. Frasa memiliki dua sifat: (1) frase merupakan satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih; (2) frase merupakan satuan yang tidak melebihi batas fungsi unsur klausa, maksudnya frasa itu selalu terdapat dalam satu fungsi untuk klausa, yaitu S (subjek), P (predikat), O (obyek), PEL (pelengkap), atau KET (keterangan). Kata majemuk menurut beliau memiliki ciri: (1) salah satu atau semua unsurnya berupa pokok kata dan (2) unsur-unsurnya tidak mungkin dipisahkan atau tidak mungkin diubah strukturnya. Menurut Sidu (2013:31-33), cara lain untuk membedakan mana bentuk frasa atau bentuk kata majemuk dengan melihat cara penulisannya. Bentuk frasa ditulis terpisah antara kata satu dengan kata yang lain, sedangkan bentuk majemuk ada yang dipisah, ada juga yang dirangkai. Penulisan kata majemuk yang dirangkai sudah dianggap padu benar namun ukuran untuk mengetahui mana kata majemuk yang sudah padu dan yang belum padu tidak ada. Misalnya bentuk matahari dianggap padu, sedangkan bentuk tanggung jawab dianggap belum padu. Jika menurut Subroto (2013:19) kata majemuk yang cenderung membeku, penulisaanya cenderung disatukan atau tidak dipisahkan. Haluan Sastra Budaya Vol. XXXV No. 68 Oktober 2016: 1-13 Baehaqie (2014:17) membedakan antara frasa dan kata majemuk dengan melihat unsur-unsurnya. Unsur-unsur pembentuk pada kata majemuk, salah satu atau keduanya merupakan satuan leksikal terikat, artinya satuan leksikal itu tidak dapat hadir sebagai kata mandiri, tetapi selalu berangkai dengan unsur leksikal lain. No 1. Ciri-ciri Ciri kontruksi 3. Ciri indivisibility 2. 4. Ciri fungsi Ciri suprasegmental Sedangkan frasa, unsur pembentuknya berupa satuan bebas. Jika ada frasa yang salah satu unsurnya mirip satuan terikat, satuan dalam frasa itu adalah klitika seperti –ku dalam frasa klitika tulisanku. Perbedaan frasa dan kata majemuk menurut Adisumarto (1975:79-80) sebagai berikut. Frasa Kontruksi sintaksis; sifatnya longgar Melambangkan lebih dari satu pengertian Bila unsur-unsurnya diuraikan, masih menunjukkan relasi arti dengan kontruksi semula. Setiap unsur mendapatkan jeda Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa kata majemuk adalah penggabungan antara dua leksem yang menghasilkan leksem baru yang berbeda dari unsur-unsurnya atau bersifat derivasional. Kata majemuk tidak dapat disisipi, diperluas, maupun dibalik. Selain itu, dapat disimpulkan pula bahwa perbedaan antara frasa dan kata majemuk adalah dengan melihat ciri-ciri sebagai berikut. • Ciri-ciri frasa: 1. Kelompok kata 2. Kelompok itu terdiri dari inti/D dan bukan inti (atribut)/M, disebut frasa subordinatif dan ada juga yang semuanya inti, disebut frasa koordinatif. 3. Bersifat renggang/longgar/ terbuka Kata Majemuk Kontruksi morfologi; Sifatnya tertutup/rapat Melambangkan satu pengertian Bila unsur-unsurnya diuraikan, hasilnya sangat berbeda dengan bentuk sebelum diuraikan. Akan merusak kontruksi. Jeda, setelah sampai pada ultima 4. Makna sebenarnya pada kedua unsurnya 5. Di antara kedua unsurnya bisa disisipkan oleh unsur lain 6. Penulisannya dipisah 7. Setiap unsur mendapatkan jeda 8. Derajatnya di atas kata dan di bawah klausa 9. Masuk dalam kajian sintaksis • Ciri-ciri kata majemuk/komposisi: 1. Kelompok kata/leksem 2. Semuanya adalah inti 3. Bersifat rapat/tertutup 4. Maknanya penuh/ makna baru 5. Di antara kedua unsurnya tidak bisa disisipkan oleh unsur lain 6. Penulisannya ada yang dipisah dan ada pula yang dirangkai 7. Jeda, setelah sampai pada ultima 8. Derajatnya adalah sebagai kata 9. Masuk dalam kajian morfologi 5 Diferensiasi Antara Frasa dan Kata Majemuk (Dewi Untari) METODE PENELITIAN Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif kualitatif. Data penelitiannya adalah kelompok kata yang merupakan frasa dan kata majemuk yang terdapat dalam buku-buku referensi. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling. Sampelnya terdiri dari 10 data, sedangkan teknik pengumpulan data yaitu dengan metode simak, dengan teknik catat dan teknik pustaka. Analisis data dilakukan secara kualitatif Data 1. Kumis kucing No Frasa 1 kelompok kata, yaitu kata kumis dan kata kucing 2 (N) kumis = inti (N) kucing = penjelas Frasa nominal 3 bersifat renggang, yaitu satu-satu bisa diuraikan 4 kumis adalah bulu (rambut) yang tumbuh di atas bibir atas. kucing adalah binatang yang rupanya seperti harimau kecil; biasanya dipiara orang 5 bisa disisipi dengan “milik” atau “nya” menjadi kumis milik kucing atau kumisnya kucing 6 7 penulisan terpisah jeda di masing-masing unsurnya: kumis/ kucing/ Agar terlihat lebih jelas perbedaan antara keduanya, frasa dan kata majemuk tersebut bisa diwujudkan dalam kalimat sebagai berikut. a. Frasa: Ketika mencium makanan yang berbau amis, kumis kucing itu bergerak-gerak. 6 dengan upaya grounded research untuk mengetahui data tersebut frasa atau kata majemuk dengan menggunakan teknik sisip. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis yang dilakukan yaitu dengan cara mengklasifikan data apakah termasuk frasa ataukah kata majemuk dengan melihat ciri-ciri pada keduanya. Berikut ini adalah analisis pada 10 data. Kata Majemuk kelompok kata, yaitu kata kumis dan kata kucing kata kumis kucing, semuanya sebagai inti bersifat rapat/tertutup kumis kucing artinya sejenis tumbuhan, merupakan makna baru kata majemuk tidak bisa disisipi kata lain, karena akan mengubah makna, misalnya *kumis milik kucing atau *kumisnya kucing penulisan terpisah ada jeda, setelah sampai pada ultima: kumis kucing/ b. Kata majemuk: Halaman Jeny tumbuh banyak kumis kucing. Haluan Sastra Budaya Vol. XXXV No. 68 Oktober 2016: 1-13 Data 2. Meja hijau No Frasa 1 kelompok kata, yaitu kata meja dan kata hijau 2 (N) meja= inti (Adj) hijau =penjelas Frasa nominal 3 bersifat renggang, yaitu satu-satu bisa diuraikan 4 meja adalah perabot rumah tangga yang berbidang datar dan memiliki kaki sebgagai penyangganya. hijau adalah warna dasar yang serupa dengan warna daun. 5 bisa disisipi dengan unsur lain misalnya menjadi mejanya hijau, yang artinya meja yang berwarna hijau 6 penulisan terpisah 7 jeda di masing-masing unsurnya: meja/ hijau/ Agar terlihat lebih jelas perbedaan antara keduanya, frasa dan kata majemuk tersebut bisa diwujudkan dalam kalimat sebagai berikut. Data 3. Mata sapi No Frasa 1 kelompok kata, yaitu kata mata dan kata sapi 2 (N) mata= inti (N) sapi =penjelas Frasa nominal 3 bersifat renggang, yaitu satu-satu bisa diuraikan 4 mata adalah indra penglihat sapi adalah sejenis hewan berkaki empat Kata Majemuk kelompok kata, yaitu kata meja dan kata hijau kata meja hijau, semuanya sebagai inti bersifat rapat/tertutup meja hijau artinya pengadilan, merupakan makna baru tidak bisa disisipi jika disisipi, maka akan mengubah makna, misalnya *mejanya hijau penulisan terpisah ada jeda, setelah sampai pada ultima: meja hijau/ a. Frasa: Ibu sedang meletakkan sarapan di meja hijau. b. Kata majemuk: Tersangka itu akhirnya dibawa ke meja hijau. Kata Majemuk kelompok kata, yaitu kata mata dan kata sapi kata mata sapi, semuanya sebagai inti bersifat rapat/tertutup mata sapi artinya salah satu variasi bentuk olahan telur yang digoreng, merupakan makna baru 7 Diferensiasi Antara Frasa dan Kata Majemuk (Dewi Untari) 5 6 7 bisa disisipi dengan unsur lain menjadi tidak bisa disisipi matanya sapi, yang artinya mata milik jika disisipi, maka akan mengubah sapi. makna, misalnya *matanya sapi penulisan terpisah penulisan terpisah jeda di masing-masing unsurnya: ada jeda, setelah sampai pada ultima: mata/ sapi/ mata sapi/ Agar terlihat lebih jelas perbedaan antara keduanya, frasa dan kata majemuk tersebut bisa diwujudkan dalam kalimat sebagai berikut. Data 4. Tangan kanan No Frasa 1 kelompok kata, yaitu kata tangan dan kata kanan 2 (N) tangan= inti (N) kanan =penjelas Frasa nominal 3 bersifat renggang, yaitu satu-satu bisa diuraikan 4 tangan adalah anggota badan dari siku sampai ujung jari atau dari pergelangan sampai ujung jari kanan artinya arah/ sisi 5 bisa disisipi dengan unsur lain, menjadi tangan yang kanan. 6 7 penulisan terpisah Jeda di masing-masing unsurnya: tangan/ kanan/ Agar terlihat lebih jelas perbedaan antara keduanya, frasa dan kata majemuk tersebut bisa diwujudkan dalam kalimat sebagai berikut. 8 a. Frasa: Mata sapi memiliki ukuran yang lebih besar daripada mata manusia. b. Kata majemuk: Setiap pagi, Ibu menyiapkan sarapan telur bentuk mata sapi. Kata Majemuk kelompok kata, yaitu kata tangan dan kata kanan kata tangan kanan, semuanya sebagai inti bersifat rapat/tertutup tangan kanan artinya orang kepercayaan, merupakan makna baru tidak bisa disisipi jika disisipi, maka akan mengubah makna, misalnya *tangan yang kanan penulisan terpisah ada jeda, setelah sampai pada ultima: tangan kanan/ a. Frasa: Tangan kanannya terluka akibat tawuran kemarin. b. Kata majemuk: Budi menjadi tangan kanan Pak Jokowi. Haluan Sastra Budaya Vol. XXXV No. 68 Oktober 2016: 1-13 Data 5. Daun muda No Frasa 1 kelompok kata, yaitu kata daun dan kata muda 2 (N) daun= inti (Adj) muda =penjelas Frasa nominal 3 bersifat renggang, yaitu satu-satu bisa diuraikan 4 daun adalah bagian tanaman tempat mengolah makanan muda adalah belum sampai setengah umur 5 bisa disisipi menjadi daun yang muda, memiliki makna gramatikal “keadaan” 6 7 penulisan terpisah jeda di masing-masing unsurnya: daun/ muda/ Agar terlihat lebih jelas perbedaan antara keduanya, frasa dan kata majemuk tersebut bisa diwujudkan dalam kalimat sebagai berikut. a. Frasa: Daun muda pada tanaman teh itu sudah siap untuk dipetik. Data 6. Buaya darat No Frasa 1 kelompok kata, yaitu kata buaya dan kata darat 2 (N) buaya= inti (N) darat =penjelas Frasa nominal 3 bersifat renggang, yaitu satu-satu bisa diuraikan 4 buaya adalah sejenis binatang melata darat adalah permukaan bumi yang padat 5 bisa disisipi dengan unsur lain menjadi buaya yang di darat. Kata Majemuk kelompok kata, yaitu kata daun dan kata muda kata daun muda, semuanya sebagai inti bersifat rapat/tertutup daun muda artinya perempuan muda, merupakan makna baru wanita atau kata majemuk tidak bisa disisipi kata lain, karena akan mengubah makna, misalnya *daunnya muda penulisan terpisah ada jeda, setelah sampai pada ultima: daun muda/ b. Kata majemuk: Pak Tono bertengkar dengan istrinya karena masalah daun muda. Kata Majemuk kelompok kata, yaitu kata buaya dan kata darat kata buaya darat, semuanya sebagai inti bersifat rapat/tertutup buaya darat artinya laki-laki yang mencintai banyak wanita, merupakan makna baru tidak bisa disisipi. jika disisipi, maka akan mengubah makna, misalnya *buaya di darat 9 Diferensiasi Antara Frasa dan Kata Majemuk (Dewi Untari) 6 7 penulisan terpisah jeda di masing-masing unsurnya: buaya/ darat/ Agar terlihat lebih jelas perbedaan antara keduanya, frasa dan kata majemuk tersebut bisa diwujudkan dalam kalimat sebagai berikut. Data 7. Kaki tangan No Frasa 1 kelompok kata, yaitu kata kaki dan kata tangan 2 (N) kaki= inti (N) tangan =inti Frasa nominal 3 bersifat renggang, yaitu satu-satu bisa diuraikan 4 kaki adalah indra penglihat tangan adalah sejenis hewan berkaki empat 5 bisa disisipi dengan unsur lain menjadi kaki dan tangan. 6 7 penulisan terpisah jeda di masing-masing unsurnya: kaki/ tangan/ Agar terlihat lebih jelas perbedaan antara keduanya, frasa dan kata majemuk tersebut bisa diwujudkan dalam kalimat sebagai berikut. Data 8. Jago merah No Frasa 1 kelompok kata, yaitu kata jago dan kata merah 2 (N) jago= inti (Adj) merah =penjelas Frasa nominal 3 bersifat renggang, yaitu satu-satu bisa diuraikan 10 penulisan terpisah ada jeda, setelah sampai pada ultima: buaya darat/ a. Frasa: Indonesia saat ini mulai fokus pada program konservasi buaya darat. b. Kata majemuk: Pak Gino terkenal sebagai buaya darat di kantornya. Kata Majemuk kelompok kata, yaitu kata kaki dan kata tangan Kata kaki tangan, semuanya sebagai inti bersifat rapat/tertutup kaki tangan artinya orang yang diperalat orang lain untuk membantu, merupakan makna baru tidak bisa disisipi. jika disisipi, maka akan mengubah makna, misalnya *kaki dan tangan penulisan terpisah ada jeda, setelah sampai pada ultima: kaki tangan/ a. Frasa: Kaki tangannya tergores aspal jalan ketika kecelakaan lalu lintas. b. Kata majemuk: Pak Budi menjadi kaki tangan manager itu. Kata Majemuk kelompok kata, yaitu kata jago dan kata merah kata jago merah, semuanya sebagai inti bersifat rapat/tertutup 4 5 6 7 Haluan Sastra Budaya Vol. XXXV No. 68 Oktober 2016: 1-13 jago adalah ayam jantan jago merah artinya api, merah artinya sejenis warna merupakan makna baru bisa disisipi dengan unsur lain menjadi tidak bisa disisipi. jago warna merah. jika disisipi, maka akan mengubah makna, misalnya *jago yang merah penulisan terpisah penulisan terpisah jeda di masing-masing unsurnya: ad jeda, setelah sampai pada ultima: jago/ merah/ jago merah/ Agar terlihat lebih jelas perbedaan antara keduanya, frasa dan kata majemuk tersebut bisa diwujudkan dalam kalimat sebagai berikut. Data 9. Kambing hitam No Frasa 1 kelompok kata, yaitu kata kambing dan kata hitam 2 (N) kambing= inti (Adj) hitam = sejenis warna Frasa nominal 3 bersifat renggang, yaitu satu-satu bisa diuraikan 4 kambing adalah sejenis hewan berkaki empat hitam adalah sejenis warna 5 bisa disisipi dengan unsur lain menjadi kambing warna hitam yang artinya kambing berwarna hitam. 6 penulisan terpisah 7 jeda di masing-masing unsurnya: kambing/ hitam/ Agar terlihat lebih jelas perbedaan antara keduanya, frasa dan kata majemuk tersebut bisa diwujudkan dalam kalimat sebagai berikut. a. Frasa: Kambing hitam itu sering berkeliaran di sekitar rumah kami. b. Kata majemuk: Sinta menjadi kambing hitam atas kejadian kebakaran rumah milik tetangganya. a. Frasa: Budi membeli jago merah di pasar. b. Kata majemuk: Pemadam kebakaran itu belum berhasil menakhlukkan sijago merah. Kata Majemuk kelompok kata, yaitu kata kambing dan kata hitam kata kambing hitam, semuanya sebagai inti bersifat rapat/tertutup kambing hitam artinya orang yang dipersalahkan, merupakan makna baru tidak bisa disisipi. jika disisipi, maka akan mengubah makna, misalnya *kambing yang hitam penulisan terpisah ada jeda, setelah sampai pada ultima: kambing hitam/ 11 Diferensiasi Antara Frasa dan Kata Majemuk (Dewi Untari) Data 10. Tanah suci No Frasa 1 kelompok kata, yaitu kata tanah dan kata suci 2 (N) tanah= inti (Adj) suci =penjelas Frasa nominal 3 bersifat renggang, yaitu satu-satu bisa diuraikan 4 tanah adalah permukaan bumi paling atas suci artinya keadaan bersih, tidak bernoda 5 bisa disisipi dengan unsur lain menjadi tanah yang suci. 6 7 penulisan terpisah jeda di masing-masing unsurnya: tanah/ suci/ Agar terlihat lebih jelas perbedaan antara keduanya, frasa dan kata majemuk tersebut bisa diwujudkan dalam kalimat sebagai berikut. a. Frasa: Debu merupakan jenis tanah suci menurut kepercayaan umat Islam. b. Kata majemuk: Pak Jono baru pulang dari Tanah Suci. Dengan demikian, konteks kalimat sangat mendukung untuk mengetahui perbedaan mana yang termasuk frasa dan mana yang termasuk kata majemuk. Terkadang, dalam satu kalimat saja juga menimbulkan ambiguitas, maka perlu memperhatikan kalimat-kalimat sebelumnya maupun kalimat-kalimat setelahnya untuk mengetahui konteks kalimat dalam memahami sebuah teks. 12 Kata Majemuk kelompok kata, yaitu kata tanah dan kata suci kata tanah suci, semuanya sebagai inti bersifat rapat/tertutup tanah suci artinya Mekkah, merupakan makna baru tidak bisa disisipi. jika disisipi, maka akan mengubah makna, misalnya *tanah yang suci penulisan terpisah ada jeda, setelah sampai pada ultima: tanah suci/ SIMPULAN Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa perbedaan antara frasa dengan kata majemuk dapat terlihat jelas di dalam data yang menimbulkan polemik tersebut di atas. Data disebut sebagai frasa jika memenuhi ci-ciri sebagai frasa, sedangkan data disebut sebagai kata majemuk jika memenuhi ciri-ciri sebagai kata majemuk. Dari 10 data tersebut di atas dibedakan secara jelas ketika berstatus sebagai frasa maupun sebagai kata majemuk. Ciriciri yang paling menonjol bahwa data berstatus sebagai frasa yaitu bersifat renggang/longgar/terbuka, memiliki makna sebenarnya di kedua unsurnya, di antara kedua unsurnya bisa disisipkan oleh Haluan Sastra Budaya Vol. XXXV No. 68 Oktober 2016: 1-13 unsur lain, setiap unsur mendapatkan jeda, sedangkan ciri-ciri yang paling menonjol bahwa data berstatus sebagai frasa yaitu bersifat rapat/tertutup, memiliki makna yang penuh/makna baru, di antara kedua unsurnya tidak bisa disisipkan oleh unsur lain, ada jeda setelah sampai pada ultima. DAFTAR PUSTAKA Adimusarto, Mukidi. (1975). Pengantar: Tata Kalimat Bahasa Jawa Ditinjau Secara Deskriptif. Yogyakarta: Yayasan Penerbit F.K.S.S IKIP. Arifin, Zaenal dan Junaiyah. (2008). Sintaksis. Jakarta: Grasindo. Baehaqie, Imam. (2014). Sintaksis Frasa. Yogyakarta: Ombak. Chaer, Abdul. (2012). Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta. Khairah, Miftahul dan Ridwan, Sakura. (2014). Sintaksis: Memahami Satuan Kalimat Prerspektif Fungsi. Jakarta: Bumi Aksara. Kridalaksana, Harimurti. (1989). Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Gramedia. Kridalakasan, Harimutri. (2011). Kamus Linguistik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Parera, Jos Daniel. (2009). Dasar-dasar Analisis Sintaksis. Jakarta: Erlangga. Ramlan. (2001). Morfologi: Suatu Tinjauan Deskriptif. Yogyakarta: CV Karyono. Ramlan. (2005). Sintaksis. Yogyakarta: CV. Karyono. Sasangka, Sry Satriya Wisnu (2013). Paramasastra Gagrag Anyar Bahasa Jawa. Jakarta: Yayasan Paramalingua. Sidu, La Ode. (2013). Sintaksis Bahasa Indonesia. Kendari: Unhalu Press. Subroto, Edi. et.al, (1991). Tata Bahasa Deskriptif Bahasa Jawa. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Subroto, Edi. (2013). Pemerian Morfologi Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Yuma Pressindo. Tarigan, Henry Guntur (2009). Prinsipprinsip Dasar Sintaksis. Bandung: Angkasa. Verhaar, J.W.M. (2012). Asas-Asas Linguistik Umum. Yogyakarta: UGM Press. Parera, Jos Daniel. (2007). Morfologi. Jakarta: Gramedia. 13