『 KAJIAN SINTAKTIS KONSTRUKSI VERBA BERDERET』 oleh Im Young-Ho* I. Pengantar Dalam tulisan ini akan dikaji perilaku sintaktis yang berkaitan dengan verba. Perilaku sintaktis yang berkaitan dengan verba adalah bentuk verba dalam hubungannya dengan kata lain dalam tataran gramatikal yang lebih tinggi, terbentuk yaitu dari frasa. dua Frasa kata verbal atau adalah lebih satuan dengan bahasa verba yang sebagai ___________________________________ 0)* 우송대학교 경영학부 아세아통상학과 초빙교수 intinya tetapi bentuk ini tidak merupakan klausa. Sebagai satu bentuk frasa verbal inilah ciri-ciri KVB (Konstruksi Verba Berderet) akan disorot. Selain itu, akan dibahas pula tipe-tipe verba berdret, fungsi verba kedua, dan hubungan frasa nomina subjek. II. Ciri-ciri Konstruksi Verba Berderet Dilihat dari Segi Konstruksi Frasa Pada umumnya frasa verbal yang endosentrik atributif terdiri atas inti verba dan pewatas ( modifier ) yang ditempatkan di muka atau di belakang inti verba. Posisi kata pendamping inti tidak dapat dipindahkan bebas. Yang di muka dinamakan pewatas secara depan dan yang di belakang dinamakan pewatas belakang. Pewatas depan inti verba terdiri atas tiga kelompok: (a) verba bantu ( akan, harus, dapat, bisa, boleh, suka, ingin , dan mau , (b) aspek ( sudah, sedang, telah, tengah, dan lagi ), dan (c) pengingkar ( tidak dan belum ) (Alwi dkk., 1993:174-178). Sehubungan dengan inti verba yang mengisi predikat Su- daryanto (1983:72) menggunakan istilah penguasa, pendesak, dan pembatas. Istilah "pendesak" (1983:177-186) dirumuskan sebagai pewatas di depan verba yang mengisi predikat. Pendesak modal itu juga dapat diamati pada kelompok kata yang digolongkannya sebagai (a) pendesak potensial ( dapat, bisa, mampu, boleh ); (b) pendesak desideratif ( mau, hendak, perlu, harus ); (c) pendesak habitual ( suka, senang, biasa, takut, mudah, sulit ); (d) pendesak dubiatif ( mungkin, barangkali ). Masing-masing istilah penguasa, pendesak, dan pembatas yang digunakan oleh Sudaryanto sebenarnya sama dengan istilah verba inti, pewatas depan, dan pewatas belakang yang digunakan dalam buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia . Melalui pandangan tersebut di atas secara garis besar FV (frasa verba) dapat dibagi berdasarkan dua ciri, yaitu pewatas + inti verba dan inti verba + pewatas. Akan tetapi, KVB dalam telaah pewatas (yang merupakan fungsi ini mempunyai ciri khusus, yaitu predikat) verba + inti. Berdasarkan perilaku atau pewujudan sintaktisnya, KVB termasuk sebagai salah satu ciri frasa verbal yang konstituennya terdiri atas dua verba atau lebih (termasuk pewatas). Oleh karena itu, KVB sebagai salah satu ciri dari frasa verbal dapat menimbulkan masalah untuk menentukan verba mana yang merupakan inti dan mana yang merupakan pewatas karena bentuk verba dalam KVB tidak selalu dianggap menduduki inti predikat secara umum. Hal ini dapat terjadi karena sebagian pewatas (termasuk adjektiva) dapat memiliki keanggotaan ganda, yakni kata yang sama dapat berubah kategori atau berubah fungsi tergantung konstruksi yang dimasuki kata itu melalui proses transposisi. Dengan kata lain, meskipun bentuknya verba dan diletakkan pada posisi pertama dalam KVB, verba tersebut dapat dianggap sebagai pewatas. Kata-kata yang menjadi masalah ialah sebagian verba yang dianggap telah ditransposisikan sebagai pewatas verba inti, yaitu sebagian adjektiva dan verba yang merupakan penanda modalitas dan keaspekan dalam KVB. Dalam bahasa Indonesia hal ini dapat terjadi karena secara sintaktis adjektiva dan verba dapat menduduki fungsi predikat kata tersebut dapat dipakai juga sebagai penanda keaspekan dan modalitas yang merupakan konsep semantis. Jika kata-kata tersebut dipakai di depan verba lain, sering dianggap sebagai pewatas verba karena digunakan secara leksikal dalam perangkai sintaktis. Persamaan dan perbedaan dalam penggunaan verba, adjektiva, dan adverbia dapat digambarkan seperti di bawah ini. pewatas inti predikat m odalitas keaspekan verba adjektiva predikat ± ± ± ± ± ± ± - adverbia ± - ± ± (±) = ada yang bisa dan ada yang tidak & ( - ) = tidak bisa Konstituen yang dicetak miring dalam kalimat (1) dan (2) di bawah ini jelas menduduki fungsi predikat dan tidak dimasalahkan sebagai predikat ketika melihat kategori, fungsi, dan perannya. Akan tetapi, konstituen yang dicetak miring dalam kalimat (3) dan (4) belum tentu menduduki fungsi predikat dan dianggap sebagai inti predikat. Apabila kata-kata miring ini mengacu pada subjek sebagai predikat dapat dianggap sebagai inti predikat sedangkan apabila kata-kata ini hanya membatasi verba belakang dapat dianggap sebagai pewatas saja.