kajian perikanan trawl demersal : evaluasi tiga jenis bycatch

advertisement
KAJIAN PERIKANAN TRAWL DEMERSAL :
EVALUASI TIGA JENIS BYCATCH REDUCTION
DEVICE (BRD)
RONNY IRAWAN WAHJU
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi “Kajian Perikanan Trawl Demersal:
Evaluasi Tiga Jenis Bycatch Reduction Device (BRD)” adalah karya saya dengan
arahan dari Komisi Pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain, telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka dibagian akhir disertasi ini.
Bogor, Januari 2012
Ronny Irawan Wahju
NRP.C561050031
ABSTRACT
RONNY IRAWAN WAHJU. Assessment of Demersal Trawl Fisheries:
Evaluation of Three Type of Bycatch Reduction Device. Under supervision of
M. FEDI ALFIADI SONDITA, JOHN HALUAN and SUGENG HARI WISUDO
In recent years, global concern over the impacts of fishing activity on non-target species
termed as “by-catch” has been increasing. Most of conventional shrimp trawls are poorly
selective so they retain large quantities of bycatch (Saila 1983). The main objective of
this research is to determine the type of bycatch reduction device which is appropriate for
demersal trawl in Indonesia. This was achieved by three following objectives : 1) to
compare the effectiveness three BRDs in reducing the bycatch from the industrial trawl
fisheries, 2) to observe the process escapement of fish from three types of bycatch
reduction device, and 3) to analyze characteristic of the bycatch from small scale
demersal trawl fisheries. There were three types of BRDs tested for this study, i.e. the
TED super shooter BRD, the square mesh window BRD, and the fish eye BRD. The
TED super shooter BRD reduced reduced the compressed fish down to 4,98% and the
anguilliform fish down to 0,47%, the square mesh window reduced the compressed fish
down to 6,23% and the fish eye reduced the compressed fish down to 10,23% and the
anguilliform fish down to 4,62%. Observation in the flume tank revealed that the BRD
super shooter reduce compressed fish up to 30% and depressed fish 30%. The square
mesh window reduced the compressed fish up to 50% and depressed fish 50%. While the
fish eye BRD reduce compressed fish 30% and depressed fish 50%. The bycatch and
target catch from 30 fishing trip in Blanakan in July 2007 were 52,92 kg and 354,88 kg
(ratio of 1:6) and in December 2007 were 192 kg and 788 kg (ratio of 1:4). The bycatch
and target catch from 30 fishing trip in Eretan Kulon in July 2007 were 101,38 kg and
273,43 kg (ratio of 1:3) and in December were 194,2 kg and 692 kg (ratio of 1:4). The
bycath from Blanakan was dominated by compressed fish such as Leiognathidae,
Sciaenidae, Nemipteridae and Mullidae, depressed fish from Platychepalidae. The
composition of the bycatch from Eretan Kulon were dominated by compressed fish such
as Sciaenidae, Leiognathidae, Nemipteridae and Mullidae, fusiform fish from
Synodontidae. Since the bycatch was dominated by compressed fish, then bycatch
reduction device fish eye and square mesh window are recommended to be used in
Indonesian trawl fisheries.
Keywords : demersal trawl, bycatch reduction device, development of BRD
RINGKASAN
RONNY IRAWAN WAHJU. Kajian Perikanan Trawl Demersal: Evaluasi Tiga
Jenis Bycatch Reduction Device (BRD). Dibimbing oleh M. FEDI ALFIADI
SONDITA, JOHN HALUAN dan SUGENG HARI WISUDO.
Hasil tangkapan sampingan (bycatch) dari perikanan trawl demersal
seperti spesies ikan atau hewn air lainnya menjadi masalah besar ketika bycatch
yang dikembalikan kelaut (discarded) tidak semuanya dalam keadaan hidup atau
berpeluang baik untuk hidup. Pada perikanan trawl demersal masalah ini muncul
karena alat tangkap trawl tidak selektif dalam menangkap ikan dan bycatch yang
tertangkap umumnya berukuran kecil atau masih dalam tingkat pertumbuhan
juvenil.
Trawl umumnya mempunyai selektivitas yang rendah karena ukuran mata
jaring pada bagian kantong (codend) biasanya kecil menyebabkan ikan yang
berukuran kecil ikut tertangkap. Untuk itu perlu dilakukan upaya untuk
mengurangi hasil tangkapan sampingan sehingga keberlanjutan dari sumberdaya
ikan demersal dapat terus terjaga. Hal ini sejalan dengan yang telah dicanangkan
oleh FAO (1995) dalam Code of Conduct for Responsible Fisheries menyebutkan
“state(s) and users of aquatic ecosystems should minimize waste, catch of nontarget species, both fish and non-fish species, and impacts on associated or
dependent species”.
Salah satu upaya yang dilakukan untuk merespon yang telah dicanangkan
dalam FAO (1995), yaitu dengan meningkatkan selektivitas alat tangkap trawl
dasar untuk mengurangi masalah hasil tangkap sampingan (bycatch) khususnya
perikanan trawl udang (Brewer et al., 1998, Broadhurst dan Kennelly, 1996).
Peningkatan selektivitas trawl udang telah banyak diterapkan di beberapa negara
didunia diantaranya dengan melakukan pengembangan modifikasi alat tangkap
trawl melalui perbaikan peningkatan selektivitas sehingga dapat mengurangi hasil
tangkap sampingan yang dibuang kelaut. Peningkatan selektivitas alat tangkap
trawl udang dapat dilakukan dengan cara : 1) modifikasi dari bentuk mata jaring
(mesh shape) dari bentuk diamond menjadi square mesh; 2) memperbesar ukuran
mata jaring; 3) memasang Bycatch Excluder Device (BED) atau Bycatch
Reduction Device (BRD) dengan memanfaatkan tingkah laku ikan untuk
meloloskan ikan yang bukan menjadi tujuan penangkapan (Broadhurst, 2000).
Tujuan umum dari penelitian ini adalah : Menentukan jenis bycatch
reduction device yang tepat untuk perikanan trawl demersal di Indonesia.
Sementara tujuan khusus: 1) Menganalisis keefektifan 3 jenis bycatch reduction
device (BRD) dalam mengurangi bycatch, 2) Menganalisis proses pelolosan ikan
bycatch dari 3 jenis bycatch reduction device (BRD), 3) Menganalisis
karakteristik bycatch perikanan trawl skala kecil.
Penelitian ini dilaksanakan tiga tahap dimana Tahap pertama penelitian
dilakukan di laut Arafura bertujuan untuk : 1) Mengumpulkan data komposisi
hasil tangkapan trawl dengan BRD maupun tanpa BRD; 2) Mengumpulkan data
komposisi hasil tangkapan trawl dengan BRD maupun tanpa BRD; 3)
Mengevaluasi tiga jenis BRD berdasarkan morfologi ikan bycatch yang
tertangkap.
Uji coba penangkapan (experimental fishing) dilakukan dengan eksperimen secara
langsung dengan menggunakan kapal pukat udang komersial untuk menguji tiga
tipe jenis BRD (bycatch reduction device) super shooter, square mesh window
dan fish eye. Tahap kedua dilakukan di flume tank dengan menggunakan model
codend yang dilengkapi dengan tiga jenis BRD dengan tujuan untuk : 1)
Mendeskripsikan proses pelolosan ikan pada tiga jenis BRD yaitu TED super
shooter, square mesh window dan fish eye, 2) Mengkuantifikasi pelolosan ikan
dari tiga jenis BRD yang berbeda yaitu TED super shooter, square mesh window
dan fish eye.Tahap ketiga dilaksanakan di dua lokasi yaitu pantai utara Jawa Barat
(perairan Blanakan di Kabupaten Subang dan perairan Eretan Kulon di Kabupaten
Indramayu). Tujuan dari penelitian ini adalah : 1) Mengestimasi komposisi hasil
tangkapan jaring arad di dua lokasi, yaitu Blanakan dan Eretan Kulon, pada waktu
yang berbeda (yaitu Juli dan Desember 2007), 2) Membandingkan morfologi jenis
ikan yang tertangkap jaring arad di dua lokasi, yaitu Blanakan dan Eretan Kulon,
pada waktu yang berbeda (yaitu Juli dan Desember 2007).
Hasil uji coba penangkapan dari tiga jenis BRD menunjukkan bahwa
Jumlah spesies yang telah diidentifikasi selama uji coba penangkapan diperoleh
TED super shooter 23 spesies ikan, 2 spesies krustase dan 1 spesies moluska.
Square mesh window terdiri dari 27 spesies ikan dan 2 spesies krustase. Fish eye
terdiri dari 20 spesies ikan dan 2 spesies krustase. Bycatch reduction device tipe
TED super shooter terjadi penambahan sebesar 15,44 kg per towing, fish eye
mengurangi hasil tangkapan sampingan (bycatch) per towing sebesar 51,44 kg dan
square mesh panel sebesar 25,69 kg. Komposisi hasil tangkapan trawl dengan
TED super shooter terdiri dari compressed 50%, depressed 14%, anguilliform
8%, fusiform 4% dan mixed 24,71%. Jenis square mesh window terdiri dari
compressed 31%, depressed 6%, anguilliform 5%, fusiform 1% dan mixed 58%.
Sedangkan fish eye terdiri dari compressed 73%, depressed 18%, fusiform 3%,
anguilliform 1% dan mixed 5%. Persentase morfologi ikan yang diloloskan, TED
super shooter mengurangi ikan yang berbentuk compressed (4,98%) dan
anguilliform (0,47%), square mesh window mengurangi ikan yang berbentuk
compressed (6,23%) dan fish eye mengurangi ikan yang berbentuk compressed
(10,23%) dan anguilliform (4,62%).
Hasil pengamatan di flume tank menunjukkan bahwa rata-rata persentase
pelolosan square mesh window sebesar 42,5%, fish eye 37,5% dan TED super
shooter 30%. Berdasarkan morfologi BRD jenis square mesh window dan fish eye
dapat digunakan untuk meloloskan ikan yang berbentuk compressed.
Hasil tangkapan utama jaring arad di Blanakan pada bulan Juli didominasi
udang krosok (Parapenaeopsis sculptilis) yaitu sebesar 44,20 kg (10,84%). Pada
bulan Desember udang jerbung (Penaeus merguiensis), sebesar 92,0 kg (9,39%).
Komposisi bycatch bulan Juli 2007, spesies didominasi oleh pepetek
(Leiognathus sp) dengan berat sebesar 71,0 kg atau 17,41% dari hasil tangkapan
total yang didaratkan. Rasio berat hasil tangkapan utama dengan bycatch pada
bulan Juli 2007 adalah 52,92 kg : 354,88 kg (1 : 6). Bycatch bulan Desember 2007
didominasi oleh pepetek (Leiognathus sp) sebesar 113,20 kg (11,55). Rasio berat
hasil tangkapan utama dengan bycatch pada bulan Desember adalah 192 kg :
788,20 kg (1 : 4). Hasil tangkapan utama jaring arad di Eretan Kulon pada bulan
Juli 2007 didominasi oleh udang krosok (Parapenaeopsis sculptilis), yaitu sebesar
57,40 kg (15,31%). Pada bulan Desember hasil tangkapan utama terdiri atas
udang kipas (Penaeus squamosus) sebesar 68,00 kg (7,67%). Bycatch bulan Juli
2007, didominasi oleh bloso (Saurida tumbil) sebesar 39,10 kg (10,43%). Rasio
berat hasil tangkapan utama dengan hasil tangkapan sampingan pada bulan Juli
adalah 101,38 kg : 273,43 kg (1 : 3). Pada bulan Desember bycatch didominasi
oleh pepetek (Leiognathus sp) sebesar 122,00 kg (13,77%). Rasio berat hasil
tangkapan utama dengan hasil tangkapan sampingan pada bulan Desember adalah
194,2 kg : 692 kg (1 : 4).
Bycatch untuk di Blanakan pada bulan Juli 2007 terdiri dari ikan-ikan yang
berbentuk compressed 57,15%, fusiform 22,82%, depressed 14,11% dan mixed
5,92%. Sedangkan pada bulan Desember terdiri dari compressed 52,02%,
depressed 21,62%, fusiform 18,34% dan mixed 8,02%. Bycatch untuk di Eretan
Kulon pada bulan Juli 2007 terdiri dari ikan-ikan yang berbentuk compressed
59,5%, fusiform 17,57%, depressed 14,23% dan mixed 8,74%. Bulan Desember
terdiri dari compressed 53,85%, fusiform 20,95%, depressed 16,32%, dan mixed
8,88%.
Alternatif pengelolaan untuk mengurangi hasil tangkapan sampingan
(bycatch) dapat dilakukan dengan 1) melakukan input kontrol yaitu pengaturan
daerah penangkapan ikan untuk perikanan demersal trawl skala kecil; 2) hasil
tangkapan sampingan (bycatch) dari perikanan demersal trawl skala industri dapat
dilakukan dengan mengolah ikan hasil tangkapan sampingan di atas kapal untuk
menjadi bahan baku produk olahan; 3) untuk perikanan demersal trawl skala
industri dan skala kecil mengurangi hasil tangkapan sampingan (bycatch) dapat
dilakukan dengan perbaikan teknologi penangkapan ikan melalui pemasangan
bycatch reduction device. Bycatch reduction device (BRD) yang sesuai untuk
perikanan demersal trawl di Indonesia yaitu tipe mata ikan (fish eye) dan jendela
empat persegi (square mesh window). Perlu dibangun program monitoring dalam
pengelolaan perikanan demersal trawl terutama dibentuknya pembagian area
penangkapan (sub region), identifikasi spesies yang menjadi prioritas,
karakterisasi hasil tangkapan sampingan serta diperlukannya observer untuk
perikanan demersal trawl skala industri.
Kata kunci : demersal trawl, bycatch reduction device, evaluasi BRD
@ Hak cipta milik IPB, tahun 2011
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu
masalah.
b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya
Tulis dalam bentuk apapun tanpa ijin IPB.
KAJIAN PERIKANAN TRAWL DEMERSAL :
EVALUASI TIGA JENIS BYCATCH REDUCTION
DEVICE (BRD)
RONNY IRAWAN WAHJU
Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor pada
Program Studi Teknologi Kelautan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
Penguji Luar Komisi Pembimbing pada Ujian Tertutup :
1. Prof.Dr.Ir. Mulyono S Baskoro, M.Sc
Guru Besar Departemen PSP-FPIK,IPB
2. Dr.Ir. Budhi Hascaryo Iskandar, M.Si
Staf Pengajar Departemen PSP-FPIK,IPB
Penguji Luar Komisi Pembimbing pada Ujian Terbuka :
1. Dr. Sulaeman Martasuganda, M.Sc
Staf Pengajar Departemen PSP-FPIK,IPB
2. Dr.Ir. Suharyanto, M.Si
Direktur Sekolah Pascasarjana Sekolah Tinggi Perikanan,STP
Jakarta.
Judul Disertasi : Kajian Perikanan Trawl Demersal : Evaluasi Tiga Jenis Bycatch
Reduction Device (BRD)
Nama
: Ronny Irawan Wahju
NIM
: C 561050031
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr.Ir. M. Fedi A. Sondita, M.Sc
Ketua
Prof. Dr. Ir. John Haluan M.Sc
Anggota
Dr. Ir. Sugeng Hari Wisudo, M.Si
Anggota
Diketahui,
Program Studi
Teknologi Kelautan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, M.Sc
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr
Tanggal Ujian : 20 Januari 2012
Tanggal Lulus :
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt karena dengan berkat
dan rahmatnya sehingga penulisan disertasi ini dapat diselesaikan dengan baik.
Disertasi yang berjudul :”Kajian Perikanan Trawl Demersal: Evaluasi Tiga Jenis
Bycatch Reduction Device (BRD)” ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Doktor pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
IPB Bogor. Disertasi ini merupakan hasil penelitian yang penulis lakukan
berdasarkan penelaahan lapangan yang berlangsung sejak tahun 2007.
Penulisan disertasi ini dapat diselesaikan atas berkat bantuan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang
setinggi-tinggi nya kepada Dr.Ir. M Fedi A. Sondita, M.Sc, Dr.Ir.Sugeng Hari
Wisudo, M.Sc. dan Prof.Dr.Ir. John Haluan M.Sc selaku komisi pembimbing
yang telah mengarahkan dan membantu penyelesaian disertasi ini. Selain itu
kepada Prof.Dr.Ir. Mulyono S. Baskoro sebagai Ketua Program Studi Teknologi
Kelautan, Prof.Dr.Ir Ari Purbayanto, M.Sc, Dr.Ir. Nimmi Zulbainarni M.Si yang
telah memberikan banyak masukan serta Dr.Ir. Mustarudin, Adi Susanto S.Pi,
M.Si, Fis Purwangka S.Pi,M.Si dan Suparman Sasmita S.Pi,M.Si dalam perbaikan
penulisan disertasi. Penulis sampaikan juga ucapan terima kasih kepada FAORome, Balai Pengembangan Penangkapan Ikan, Kementerian Kelautan dan
Perikanan di Semarang dan PT Sinar Abadi Cemerlang yang telah memfasilitasi
sehingga kegiatan penelitian ini dapat terlaksana. Demikian pula kepada semua
pihak yang telah membantu dalam pemikiran dan tenaga sehingga dapat
diselesaikannya penulisan disertasi ini.
Disadari sepenuhnya bahawa sebagai suatu hasil proses belajar, uraian
dalam disertasi ini tidak lepas dari keterbatasan dan kekurangan. Namun demikian
penulis berharap semoga isi disertasi ini dapat bermanfaat dalam penggunaan
bycatch reduction device khususnya trawl demersal di Indonesia.
Bogor, Januari 2012
Ronny Irawan Wahju
RIWAYAT HIDUP
Penulis adalah anak ketiga dari empat bersaudara,
dilahirkan di Bogor pada tanggal 6 September 1961 dari
pasangan Bapak Prof.Dr. Juju Wahju M.Sc (Alm) dan Ibu
Kuraesin Genar. Pendidikan penulis diawali pada tahun
1968 masuk di Sekolah Dasar Latihan Negeri III Bogor
kemudian melanjutkan sekolah di SMP Negeri II Bogor
pada tahun 1974 dan tahun 1980 menamatkan Sekolah
Menengah Atas di SMA Negeri 2 Bogor. Pada tahun 1981 penulis menempuh
pendidikan (S1) di Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor (Sekarang
bernama Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan), Jurusan Eksploitasi Sumberdaya
Perikanan dan tamat pada tahun 1986. Pada tahun 1987 sampai sekarang bekerja
sebagai dosen di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor
pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Selama tahun 1991-1993
penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan studi Master of Philosophy (S2)
di University of Newcastle Upon Tyne England. Selanjutnya sejak Oktober tahun
2005 penulis terdaftar pada program Doktor (S3) di Sekolah Pascasarjana IPB
Bogor, Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Program Studi Teknologi
Kelautan.
Publikasi yang berkaitan dengan disertasi ini yaitu Daya pengurangan
hasil tangkapan sampingan (bycatch) dari tiga tipe bycatch reduction device
(BRD): percobaan trawl di Laut Arafura yang diterbitkan pada Buletin PSP
volume XVII no: 1 April, 2008. Serta Hasil tangkapan utama dan hasil tangkapan
sampingan (bycatch) dari perikanan trawl demersal skala kecil di perairan Utara
Jawa Barat yang diterbitkan pada Buletin PSP (Jurnal Ilmiah Teknologi dan
Manajemen Perikanan Tangkap) volume XVII no 3, Desember 2008.
i
DAFTAR ISI
halaman
DAFTAR ISI ............................................................................................................ i
DAFTAR TABEL ................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ vii
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... ix
DAFTAR ISTILAH ............................................................................................... xi
1
PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah .................................................................................. 3
1.3 Tujuan Umum Penelitian .......................................................................... 6
1.4 Ruang Lingkup Penelitian ........................................................................ 7
1.5 Manfaat Penelitian .................................................................................... 8
1.6 Hipotesis Penelitian .................................................................................. 8
1.7 Kerangka Penelitian .................................................................................. 9
2
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 13
2.1 Perikanan yang Berkelanjutan (sustainable fisheries)............................ 13
2.2 Pengelolaan Hasil Tangkapan Sampingan (bycatch management) ........ 14
2.3 Perikanan Tangkap Skala Kecil .............................................................. 15
2.4 Deskripsi Alat Tangkap Jaring Arad ...................................................... 16
2.5 Hasil Tangkapan Jaring Arad ................................................................. 18
2.5.1 Hasil tangkapan utama.................................................................18
2.5.2 Hasil tangkapan sampingan .........................................................19
2.6 Selektivitas Alat Penangkapan Ikan ....................................................... 19
2.6.1 Pengaturan selektivitas alat penangkapan ikan............................20
2.6.2 Selektivitas alat penangkapan ikan berdasarkan panjang dan
girth ikan......................................................................................22
2.6.3 Seleksi ikan oleh BRD berdasarkan tingkah laku ikan................22
2.6.4 Seleksi ikan oleh BRD berdasarkan ukuran ikan ........................23
2.6.5 Tingkah laku ikan di dalam kantong (codend) ............................24
2.7 Penelitian yang Telah Dilakukan Mengenai Bycatch Reduction Device 24
3
METODOLOGI UMUM ............................................................................... 29
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian .................................................................. 29
3.2 Alat dan Bahan Penelitian ...................................................................... 30
3.3 Analisis Data........................................................................................... 31
4
KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN............................................ 33
4.1 Kabupaten Subang .................................................................................. 33
4.1.1 Karakteristik Fisik Perairan Subang ............................................33
4.1.2 Keadaan umum perikanan tangkap di PPI Blanakan...................34
4.2 Keadaan Umum Kabupaten Indramayu.................................................. 39
4.2.1 Karakteristik fisik perairan Indramayu ........................................39
4.2.2 Keadaan umun perikanan laut Kabupaten Indramayu .................40
ii
4.3 Keadaan Umum Perikanan Laut Arafura ................................................46
4.3.1 Potensi perikanan laut di Arafura................................................46
4.4 Armada trawl di Arafura .........................................................................47
4.4.1 Hasil tangkapan utama dan hasil tangkapan sampingan
(bycatch) trawl demersal di Laut Arafura .................................49
5
DAYA PENGURANGAN HASIL TANGKAPAN SAMPINGAN
(BYCATCH) DARI TIGA JENIS BYCATCH REDUCTION DEVICE (BRD) :
PERCOBAAN TRAWL DI LAUT ARAFURA............................................51
5.1 Pendahuluan ............................................................................................51
5.2 Tujuan dari penelitian .............................................................................53
5.3 Metode Penelitian....................................................................................53
5.3.1 Waktu dan tempat penelitian.......................................................53
5.3.2 Metode pengambilan data ...........................................................53
5.3.3 Analisis data ................................................................................55
5.4 Hasil .....................................................................................................61
5.4.1 Komposisi hasil tangkapan .........................................................61
5.4.2 Keefektifan ketiga jenis BRD dalam mengurangi bycatch
berdasarkan morfologi ................................................................70
5.5 Pembahasan.............................................................................................73
5.5.1 Keragaan teknis BRD selama uji coba penangkapan ..................73
5.5.2 Perbandingan Komposisi hasil tangkapan trawl tanpa BRD
dan trawl dengan BRD ...............................................................74
5.5.3 Efektivitas BRD dalam mengurangi hasil tangkapan
sampingan ...................................................................................77
5.5.4 Pengurangan hasil tangkapan sampingan berdasarkan
morfologi ikan .............................................................................81
5.6 Kesimpulan .............................................................................................84
6
PROSES PELOLOSAN IKAN MELALUI BYCATCH REDUCTION
DEVICE (BRD): PERCOBAAN LABORATORIUM ..................................85
6.1 Pendahuluan ............................................................................................85
6.2 Tujuan Penelitian ....................................................................................85
6.3 Metode Penelitian....................................................................................86
6.3.1 Waktu dan tempat penelitian.......................................................87
6.3.2 Metode pengumpulan data ..........................................................87
6.3.3 Analisis data ................................................................................89
6.4 Hasil .....................................................................................................89
6.4.1 Persentase pelolosan ikan melalui BRD .....................................89
6.4.2 Proses pelolosan ikan melalui BRD ............................................90
6.5 Pembahasan.............................................................................................93
6.6 Kesimpulan .............................................................................................94
7
MORFOLOGI HASIL TANGKAPAN SAMPINGAN JARING ARAD
(MINI TRAWL) DI PERAIRAN UTARA JAWA BARAT .........................97
7.1 Pendahuluan ............................................................................................97
7.2 Tujuan Penelitian ....................................................................................99
7.3 Metode Penelitian....................................................................................99
7.3.1 Waktu dan tempat .......................................................................99
7.3.2 Metode pengumpulan data ........................................................100
iii
7.3.3
7.4 Hasil
7.4.1
7.4.2
7.4.3
7.4.4
Analisis data...............................................................................101
................................................................................................... 106
Hasil tangkapan jaring arad di Blanakan Kabupaten Subang....106
Komposisi hasil tangkapan utama bulan Juli dan Desember.....106
Komposisi hasil tangkapan sampingan......................................107
Hasil tangkapan jaring arad di Eretan Kulon Kabupaten
Indramayu ..................................................................................108
7.4.5 Komposisi hasil tangkapan utama bulan Juli dan Desember
di Eretan Kulon ..........................................................................109
7.4.6 Morfologi hasil tangkapan sampingan.......................................111
7.5 Pembahasan .......................................................................................... 114
7.5.1 Komposisi hasil tangkapan ........................................................115
7.5.2 Komposisi morfologi hasil tangkapan sampingan.....................117
7.6 Kesimpulan ........................................................................................... 119
8
PEMBAHASAN UMUM ............................................................................ 121
8.1 Hasil Tangkapan Sampingan (bycatch) Trawl Demersal ..................... 121
8.1.1 Hasil tangkapan sampingan trawl demersal skala industri ........121
8.1.2 Hasil tangkapan sampingan trawl demersal skala kecil ............122
8.2 Pengelolaan Perikanan Trawl Demersal dalam Mengurangi Hasil
Tangkapan Sampingan (bycatch) ......................................................... 124
8.2.1 Peraturan yang berkaitan dengan jalur penangkapan ikan ........128
8.2.2 Moratorium Laut Arafura ..........................................................128
8.2.3 Pelaporan hasil tangkapan kapal ikan ........................................129
8.3 Alternatif Pengelolaan .......................................................................... 130
8.3.1 Closing area (penutupan wilayah penangkapan) ......................130
8.3.2 Pemanfaatan hasil tangkapan sampingan (bycatch) ..................132
8.3.3 Perbaikan teknologi penangkapan ikan .....................................134
8.3.4 Program monitoring dalam pengelolaan perikanan trawl..........137
8.4 Kesimpulan ........................................................................................... 138
9
KESIMPULAN UMUM DAN SARAN...................................................... 139
9.1 Kesimpulan ........................................................................................... 139
9.2 Saran ................................................................................................... 140
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 141
v
DAFTAR TABEL
halaman
1. Daftar penelitian yang pernah dilakukan dengan bycatch reduction
device pada trawl demersal ..............................................................................25
2. Perkembangan jumlah kapal di PPI Blanakan tahun 2004 sampai 2008 .........36
3. Perkembangan jumlah alat tangkap di PPI Blanakan Tahun 2004 – 2008 ......37
4. Data Produksi dan nilai produksi per jenis ikan satu tahun terakhir (Juni
2006-Juli 2007) ................................................................................................38
5. Perkembangan jumlah alat tangkap di Kabupaten Indramayu tahun
2003-2009 ........................................................................................................41
6. Jumlah alat tangkap di Eretan Kulon tahun 2003 – 2009 ................................42
7. Data statistik perikanan tangkap per jenis ikan yang ditangkap di
perairan Indramayu tahun 2006 .......................................................................42
8. Nama dan lokasi PP/PPI di Kabupaten Indramayu..........................................44
9. Fasilitas yang tersedia di PPI Eretan Kulon.....................................................45
10. Spesifikasi kapal dan ukuran head rope dan ground rope trawl demersal
yang beroperasi di Laut Arafura. .....................................................................48
11. Rancangan percobaan uji coba penangkapan di laut dari 3 jenis BRD............55
12. Spesifikasi umum KM Laut Arafura................................................................57
13. Spesifikasi trawl yang digunakan pada uji coba penangkapan di laut .............57
14. Dimensi flume tank yang digunakan dalam pengamatan .................................86
15. Kesamaan ikan uji dan ikan bycatch ................................................................87
16. Rancangan percobaan untuk pengamatan di flume tank ..................................88
17. Tingkat pelolosan rata-rata ikan uji pada setiap jenisBRD ..............................90
18. Pengelompokan jenis ikan berdasarkan morfologi ........................................102
19. Morfologi hasil tangkapan sampingan ...........................................................112
vii
DAFTAR GAMBAR
halaman
1. Diagram alir rumusan masalah penelitian..........................................................6
2. Bagan alir kajian perikanan trawl demersal: evaluasi tiga jenis bycatch
reduction device (BRD). ..................................................................................12
3. Alat penangkapan ikan jaring arad...................................................................18
4. Daerah penangkapan pukat udang di Laut Arafura..........................................47
5. Perkembangan alat tangkap trawl di Arafura tahun 2005-2009.......................48
6. Peta lokasi penelitian BRD di Arafura.............................................................54
7. Desain dan konstruksi dari TED super shooter dan posisi
penempatannya di dalam codend. ....................................................................58
8. Desain dan konstruksi dari square mesh window dan posisi
penempatannya di dalam codend. ....................................................................59
9. Desain dan konstruksi dari fish eye dan posisi penempatannya di dalam
codend. .............................................................................................................60
10. Komposisi hasil tangkapan trawl tanpa BRD super shooter ...........................62
11. Komposisi hasil tangkapan trawl dengan TED super shooter .........................63
12. Persentase hasil tangkapan sampingan (bycatch) berdasarkan morfologi
antara trawl tanpa BRD dengan trawl TED super shooter .............................64
13. Komposisi hasil tangkapan trawl tanpa BRD square mesh window................65
14. Komposisi hasil tangkapan trawl dengan BRD square mesh window ............66
15. Persentase hasil tangkapan sampingan (bycatch) berdasarkan morfologi
antara trawl tanpa BRD dan trawl square mesh window .................................67
16. Komposisi hasil tangkapan trawl tanpa BRD fish eye .....................................69
17. Komposisi hasil tangkapan trawl dengan BRD fish eye ..................................69
18. Persentase hasil tangkapan sampingan (bycatch) berdasarkan morfologi
antara trawl tanpa BRD dengan trawl BRD fish eye ........................................70
19. Persentase bycatch antara trawl tanpa BRD dan trawl dengan BRD
menurut morfologi ikan hasil tangkapan.........................................................72
20. Proses pelolosan ikan dengan tebal tubuh lebih kecil dari jarak kisi pada
TED super shooter ...........................................................................................91
21. Proses pelolosan ikan dengan tebal tubuh lebih besar dari jarak kisi pada
TED super shooter. ..........................................................................................91
22. Proses pelolosan ikan pada square mesh window. ...........................................92
23. Proses pelolosan ikan pada fish eye. ................................................................93
24. Peta lokasi penelitian di Blanakan Kabupaten Subang ....................................99
viii
25. Peta lokasi penelitian di Eretan Kulon Kabupaten Indramayu......................100
26. Contoh pengukuran panjang total (total length, TL), panjang cagak
(forklength, FL) dan panjang baku (standard length, SL) (Sparre dan
Venema, 1999) ..............................................................................................103
27. Berat hasil tangkapan utama dan hasil tangkapan sampingan selama
bulan Juli dan Desember di Blanakan dari 30 trip kapal jaring arad.............107
28. Komposisi hasil tangkapan utama dan hasil tangkapan sampinganselama
bulan Juli dan Desember di Blanakan dari 30 trip kapal jaring arad............108
29. Berat hasil tangkapan utama dan hasil tangkapan sampingan selama
Bulan Juli dan Desember di Eretan Kulon dari 30 trip kapal jaring arad......110
30. Perbedaan berat hasil tangkapan utama dan sampingan selama bulan
Juli dan Desember di Eretan Kulon dari 30 trip kapal jaring arad. .............111
31. Persentase bentuk badan ikan bycatch hasil tangkapan jaring arad di
Blanakan. .......................................................................................................113
32. Persentase bentuk badan ikan bycatch hasil tangkapan jaring arad di
Eretan Kulon..................................................................................................114
ix
DAFTAR LAMPIRAN
halaman
1. Desain trawl yang digunakan dalam penelitian .............................................156
2. Ketiga jenis BRD yang dipasang pada bagian kantong .................................157
3. Hasil tangkapan trawl selama penelitian........................................................158
4. Hasil tangkapan utama ...................................................................................159
5. Perbandingan komposisi hasil tangkapan diantara dua jenis trawl tanpa
BRD dan trawl dengan TED super shooter di perairan Arafura dengan
KM Laut Arafura...........................................................................................160
6. Perbandingan komposisi hasil tangkapan diantara dua jenis trawl tanpa
BRD dan trawl dengan square mesh window di perairan Arafura dengan
KM Laut Arafura...........................................................................................161
7. Perbandingan komposisi hasil tangkapan diantara dua jenis trawl tanpa
BRD dan trawl dengan fish eye di perairan Arafura dengan KM Laut
Arafura ...........................................................................................................162
8. Perbandingan komposisi hasil tangkapan menurut jenis morfologi ikan
diantara dua jenis trawl: trawl tanpa BRD dan trawl dengan TED super
shooter di perairan Arafura dengan KM laut Arafura....................................163
9. Perbandingan komposisi hasil tangkapan menurut jenis morfologi ikan
diantara dua jenis trawl: trawl tanpa BRD dan trawl dengan square mesh
window ...........................................................................................................163
10. Perbandingan komposisi hasil tangkapan menurut jenis morfologi ikan
diantara dua jenis trawl: trawl tanpa BRD dan trawl dengan fish eye ...........163
11. Hasil tangkapan trawl yang dilengkapi TED Super Shooter .........................164
12. Hasil tangkapan trawl yang dilengkapi fish eye .............................................165
13. Hasil tangkapan trawl yang dilengkapi square mesh window .......................166
14. Posisi setting dan hauling selama penelitian..................................................167
15. Desain dan spesifikasi jaring arad di Eretan Kulon .......................................169
16. Desain dan spesifikasi jaring arad di Blanakan..............................................170
17. Spesifikasi jaring arad di Blanakan................................................................171
18. Spesifikasi jaring arad di Eretan Kulon .........................................................173
19. Unit Penangkapan Jaring Arad.......................................................................175
20. Jaring arad di perahu ......................................................................................176
21. Penyortiran hasil tangkapan jaring arad .........................................................177
22. Pengukuran ikan hasil tangkapan sampingan jaring arad ..............................178
x
23. Komposisi hasil tangkapan jaring arad di Blanakan .....................................179
24. Komposisi hasil tangkapan jaring arad di Eretan Kulon ...............................181
25. Uji Kenormalan dan ANOVA untuk perbedaan waktu dan lokasi OneSample Kolmogorov-Smirnov Test...............................................................183
xi
DAFTAR ISTILAH
Bycatch
: merupakan hasil tangkapan sampingan merupakan
bagian dari hasil tangkapan yang bukan merupakan
tujuan utama penangkapan. Bycatch meliputi seluruh
hewan
yang
bukan
menjadi
tujuan
utama
penangkapan dan juga yang non hewan.
Bycatch reduction device : suatu alat yang dipasang pada bagian kantong
(codend) dari trawl digunakan untuk mengurangi ikan
hasil tangkapan sampingan, hewan kecil lainnya
termasuk sampah.
Codend
: merupakan bagian ujung dari alat tangkap trawl yang
mana ikan hasil tangkapan terkumpul dibagian
tersebut.
CCRF
: Code of conduct for responsible fisheries Tata laksana
untuk perikanan yang bertanggung jawab.
Demersal trawl
: trawl yang dioperasikan di dasar perairan.
Discarded catch
: merupakan komponen dari hasil tangkapan sampingan
dikembalikan ke laut.
Endangered species
: spesies hewan yang termasuk langka
Fish eye
: suatu BRD yang dibuat dari bingkai besi atau
aluminium
yang
berbentuk
ellips
untuk
ikan
meloloskan diri
Over fishing
: Tangkap lebih dimana jumlah upaya penangkapan
yang melebihi upaya maksimum.
Responsible fishing
: merupakan
kegiatan
penangkapan
ikan
yang
berkelanjutan selain itu juga menyediakan konsumen
dengan kualitas yang baik dan memenuhi standar
kualitas makanan
yang sesuai dengan standar
keselamatan makanan.
xii
Square mesh window
: jaring dengan bentuk empat persegi yang dipasang
pada bagian atas kantong untuk meloloskan ikan.
Sustainable fisheries
: kegiatan
perikanan
merupakan
kegiatan
menyebabkan
produktifitas
ikan
perikanan
perubahan
ekonomi,
yang
dalam
berkelanjutan
yang
tidak
biologi
atau
keanekaragaman
hayati
struktur ekosistem untuk generasi yang akan datang.
Target spesies
: adalah
spesies
yang
menjadi
tujuan
utama
penangkapan dan bernilai ekonomi.
Turtle Excluder Device
: merupakan alat yang dipasang pada bagian kantong
(codend) dari trawl ditujukan untuk meloloskan hasil
tangkap sampingan khususnya penyu dan hewan
berukuran besar lainnya.
1
1
1.1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hasil tangkapan sampingan (bycatch) menjadi masalah ketika bycatch
yang dikembalikan ke laut (discarded) tidak semuanya dalam keadaan hidup atau
berpeluang baik untuk hidup. Pada perikanan trawl masalah ini muncul karena
alat tangkap trawl tidak selektif dalam menangkap ikan dan bycatch umumnya
berukuran kecil atau masih dalam tingkat pertumbuhan juvenil.
Proses pengembalian bycatch ke laut telah menarik perhatian dunia (Saila,
1983; Andrew dan Pepperell, 1992; Alverson et al. 1994; Purbayanto et al. 2004,
Kelleher, 2005). Beberapa dampak akibat, baik secara langsung maupun tidak
langsung, pengembalian bycatch, diantaranya (Saila, 1983; Gulland dan
Rothschild, 1984; Erzini et al. 2002): (1) kerugian akibat hilangnya makanan
potensial yang baik; (2) berdampak buruk terhadap lingkungan dasar perairan dan
(3) mengurangi populasi ikan target dan ikan bukan target.
Trawl demersal merupakan alat tangkap yang umum digunakan skala
perikanan industri tetapi juga oleh nelayan-nelayan kecil. Jumlah bycatch yang
discards ditaksir sekitar 332.186 ton/tahun (Purbayanto et al. 2004), umumnya
adalah juvenil ikan karena mata jaring pada bagian kantong (codend) berukuran
kecil (1 ¾ inci). Masalah pengurangan bycatch dan discards perlu ditangani untuk
menjaga keberlanjutan sumberdaya ikan demersal, sebagaimana dicanangkan oleh
FAO (1995) dalam Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF).
Pengurangan bycatch dan discards di atas dapat dilakukan dengan cara
memperbaiki atau meningkatkan selektifitas trawl dasar (Brewer et al. 1998,
Broadhurst dan Kennelly, 1996). Peningkatan selektifitas trawl udang telah
banyak diterapkan dibeberapa negara, diantaranya dengan memodifikasi alat
tangkap trawl : 1) mengganti bahan jaring bermata diamond dengan bahan jaring
bermata square mesh; 2) memperbesar ukuran mata jaring; 3) memasang bycatch
excluder device (BED) atau bycatch reduction device (BRD) yang dirancang
dengan memperhatikan morfologi, morfometrik dan tingkah laku ikan untuk
2
meloloskan ikan yang bukan menjadi target atau tujuan penangkapan (Broadhurst,
2000).
Penggunaan BED telah diterapkan setelah dikeluarkannya Keputusan
Presiden Nomor 85 tahun 1982 dimana setiap trawl diharuskan menggunakan
BED. Perikanan trawl demersal skala kecil belum diharuskan menggunaan BED,
dikarenakan belum ada peraturan dari pemerintah. Jenis BRD yang digunakan
untuk skala industri adalah Turtle Excluder Device (TED) super shooter, namun
banyak mengalami kendala dalam pengoperasiannya karena mengurangi hasil
tangkapan udang akibat dari adanya penyumbatan pada kisi.
Bycatch reduction device yang digunakan dalam industri perikanan trawl
demersal belum tentu dapat digunakan pada perikanan trawl demersal skala kecil.
Beberapa kondisi yang harus diperhatikan dalam menentukan BRD yang tepat
untuk trawl demersal skala kecil seperti : daerah penangkapan ikan, musim
penangkapan dan morfologi dari ikan-ikan yang akan diloloskan. Dengan adanya
kendala pada penggunaan BRD jenis TED super shooter serta karakteristik
bycatch trawl demersal skala kecil yang berbeda untuk setiap wilayah
penangkapan. Penggunaan bycatch reduction device pada trawl demersal dapat
mengurangi hasil tangkapan sampingan yang umumnya berukuran kecil. Untuk
itu maka kajian alternatif BRD yang sesuai untuk digunakan pada perikanan trawl
demersal perlu dilakukan.
Disertasi menyajikan hasil penelitian tentang evaluasi tiga jenis BRD
melalui penerapan teknologi alat pemisah ikan yang tepat untuk perairan laut di
Indonesia. Penelitian ini mencakup analisis uji coba BRD, yakni: TED super
shooter, jendela empat persegi/square mesh window, dan mata ikan/fish eye
dilakukan di perairan Arafura. Pengamatan proses pelolosan ikan dari ketiga jenis
BRD dilakukan pada laboratorium dengan menggunakan flume tank. Pengamatan
karakteristik morfologi komunitas ikan hasil tangkapan sampingan (bycatch)
diperoleh dari penelitian perikanan jaring arad (mini trawl) di perairan utara Jawa
Barat. Hasil evaluasi dari dari ketiga tipe BRD yang dilakukan dilapangan dan di
laboratorium selanjutnya dibahas untuk menentukan jenis BRD yang sesuai untuk
trawl demersal di Indonesia.
3
1.2
Perumusan Masalah
Tertangkapnya hewan hasil tangkapan sampingan (bycatch) serta
pembuangan hasil tangkapan sampingan (discards) oleh kapal-kapal trawl dasar
telah menjadi perhatian di dunia. Di berbagai tempat di Indonesia, ikan hasil
tangkapan sampingan dan discards tersebut umumnya didominasi oleh ikan
berukuran kecil yang umumnya muda. Hal ini menyebabkan bukan hanya stok
ikan sasaran (target species) akan mengalami ancaman overfishing, tetapi juga
stok ikan-ikan lainnya berikut sejumlah jenis hewan laut yang dilindungi (dalam
kategori endangered species).
Ada berbagai alasan bycatch terpaksa dikembalikan ke laut (sebagai
discards). Armada perikanan komersial biasanya memfokuskan diri pada satu
atau beberapa target species, seperti terjadi pada armada perikanan trawl di
Arafura (Evans dan Wahju, 1996; Purbayanto dan Riyanto, 2005). Alasan lain
adalah
bycatch tidak bernilai ekonomi yang signifikan jika harus diangkut,
didaratkan dan dijual, misalnya karena ukurannya terlalu kecil, tidak ada yang
akan membelinya, atau tergolong sebagai barang ilegal karena ada larangan
menyimpan, mengangkut atau memperjual-belikan (Alverson et al. 1994; Pascoe,
1997). Selain itu ada juga alasan teknis, seperti terbatasnya ruang penyimpanan
ikan karena sudah terisi penuh, baik oleh target species maupun bycatch yang
bernilai ekonomi.
Pengembalian bycatch ke laut termasuk upaya baik namun manfaat
pengembalian jenis hasil tangkapan ini sangat ditentukan oleh kemampuan ikan
untuk bertahan hidup (survival rate) segera setelah dibuang ke laut (Chopin dan
Arimoto, 1995). Menurut Wassenberg dan Hill (1988) menyatakan bahwa dari
85% dari bycatch krustase yang dibuang ke laut dan hanya sekitar 20% yang dapat
bertahan hidup. Rendahnya daya tahan hidup dari discards akan berdampak
kepada menurunnya populasi spesies ikan yang menjadi bycatch dan berpotensi
besar berdampak terhadap populasi hewan-hewan lain yang terdapat dalam
jejaring makanan pada suatu ekosistem laut, mamalia, burung dan ikan lainnya
(Hall, 1996; Harrington et al. 2005). Kerugian dari adanya discards yang tidak
dapat bertahan hidup adalah ketidak-efisienan operasi penangkapan ikan akibat
4
jumlah tenaga kerja dan waktu yang terpaksa harus dikerahkan untuk
menanganinya.
Bycatch dan discards menyebabkan waktu untuk memilih
(sorting) hasil tangkapan menjadi lebih lama.
Perikanan trawl di Indonesia menghadapi masalah yang berkaitan dengan
karakteristik sumberdaya ikan di kawasan tropika, yaitu keaneka-ragaman hayati
yang tinggi, sehingga bycatch tidak dapat dihindarkan dalam setiap penarikan
jaring (towing).
Masalah ini merupakan konsekuensi teknis akibat metode
penangkapan ikan yang bersifat menyaring (filtering) untuk mendapatkan udang
sebagai sasaran utama. Di satu sisi, nelayan berharap untuk mendapatkan udang
sebanyak-banyaknya sehingga codend dibuat dari bahan jaring bermata kecil. Di
sisi lain, ikan-ikan yang tidak diinginkan terpaksa ikut tertangkap sehingga
menjadi bycatch. Dilema ini merupakan tantangan bagi para ahli penangkapan
ikan; salah satu cara untuk mengatasinya adalah dengan memperbaiki selektivitas
trawl.
Sementara penggunaan trawl telah dilarang dipakai untuk menangkap ikan
secara komersial di beberapa tempat (Keppres Nomor 39/1980 tentang
Penghapusan Jaring Trawl dan Keppres Nomor 85/1982 tentang Penggunaan
pukat udang), banyak nelayan di tanah air tetap berupaya menangkap udang
karena harganya jauh lebih baik dari ikan-ikan biasa pada umumnya.
Pada
perikanan trawl industri yang beroperasi di perairan Kei, Tanimbar, Aru, Papua
dan Laut Arafura dengan batas koordinat 130o BT ke arah timur diwajibkan
menggunakan alat pemisah ikan.
Alat pemisah ikan ini sama dengan turtle
excluder device (TED) atau bycatch excluder device (BED) yang dipasang di
depan codend. Alat pemisah ikan ini bertujuan untuk meloloskan penyu dan
hewan berukuran besar lainnya yang bukan tujuan penangkapan (Sumiono dan
Sadhotomo, 1985).
mengalami
kendala
Namun hingga kini, penggunaan alat pemisah ikan ini
teknis
sehingga
banyak
nelayan
enggan
untuk
menggunakannya (Evans dan Wahju, 1996).
Terlepas dari adanya pelarangan penggunaannya, di tempat-tempat lain di
Indonesia berkembang perikanan trawl yang dilakukan oleh usaha perikanan skala
kecil. Perikanan trawl ini memang memiliki sasaran baik udang maupun ikan,
5
Perikanan trawl ini tercatat sebagai kegiatan penangkapan ikan dengan alat
tangkap yang dinamai berbagai sebutan. Di antaranya adalah jaring arad yang
sebenarnya adalah trawl mini. Salah satu tempat yang merupakan tempat
beroperasinya armada jaring arad adalah perairan
pantai utara Jawa Barat.
Armada perikanan skala kecil ini berpangkalan di sepanjang pesisir seperti
Blanakan, Eretan dan Gebang.
Sampai saat ini penelitian tentang
pengembangan bycatch reduction
device (BRD) untuk trawl demersal skala kecil untuk meningkatkan selektivitas
masih sangat sedikit (Hufiadi et al. 2008). Beberapa penelitian tentang BRD yang
telah dilakukan di Indonesia masih terfokus untuk mengurangi hasil tangkapan
sampingan yang dihasilkan oleh perikanan trawl berskala industri (Monintja,
1980, Nasution et al. 1983; Sumiono dan Sadhotomo, 1986; Purnomo, 2004).
Salah satu penelitian tentang bycatch reduction device tipe super shooter pada
trawl untuk perikanan industri telah dilakukan dengan hasil berupa penurunan
hasil tangkapan udang sebesar 13% sampai 59% (Mahiswara et al. 2004).
Masalah tingginya jumlah bycatch ini harus diperhatikan dan ditangani
dengan baik mengingat sumberdaya ikan harus tetap ada agar kekayaan alam ini
memberikan manfaat yang optimum. Masalah ini tidak hanya terjadi pada
perikanan industri (seperti di laut Arafura), tetapi juga pada perikanan skala kecil
seperti yang terjadi di di sepanjang pesisir utara Jawa Barat. Untuk menangani
masalah ini, evaluasi tiga jenis bycatch reduction device (BRD) pada perikanan
demersal trawl sangat diperlukan dengan beberapa rumusan permasalahan dalam
penelitian ini diantaranya :
1. Sumberdaya ikan bersifat multi species;
2. Jenis hasil tangkapan sampingan (bycatch) yang efektif dikurangi oleh suatu
BRD;
3. Proses pelolosan ikan di sekitar kantong (codend) trawl belum banyak
diketahui;
4. Karakteristik sumberdaya ikan (bentuk dan ukuran) dari sumberdaya ikan
dimana trawl tersebut dioperasikan;
6
5. Pemasangan bycatch reduction device adalah salah satu cara mengurangi
bycatch trawl. Namun teknologi bycatch reduction device yang tepat untuk di
Indonesia
belum
diketahui.
Pemili han
BRD
harus
memperhatikan
karakteristik sumberdaya ikan, waktu dan lokasi.
Diagram alir rumusan masalah dalam penelitian ini dapat dilihat pada
Gambar 1 berikut :
Gambar 1 Diagram alir rumusan masalah penelitian
1.3
Tujuan Umum Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan jenis bycatch reduction device
untuk perikanan trawl demersal di Indonesia.
Tujuan khusus penelitian ini adalah :
1. Menganalisis
analisis keefektifan 3 jenis bycatch reduction device (BRD) dalam
mengurangi bycatch;
7
2. Menganalisis proses pelolosan ikan bycatch dari 3 jenis bycatch reduction
device (BRD);
3. Menganalisis karakteristik bycatch perikanan trawl skala kecil.
1.4
Ruang Lingkup Penelitian
Dalam upaya mempertajam fokus penelitian agar sesuai dengan tujuan
penelitian, dalam studi ini dilakukan pembatasan ruang lingkup penelitian.
Penelitian ini difokuskan hanya pada lingkup alat penangkapan ikan demersal
yang dikategorikan sebagai trawl. Adapun spesifikasi trawl yang dimaksud dalam
penelitian ini berkaitan erat dengan jenis trawl yang umum digunakan pada usaha
perikanan berskala industri dan usaha perikanan yang biasa diselenggarakan oleh
nelayan kecil. Berikut adalah penjelasan lain mengenai ruang lingkup penelitian
ini:
1. Trawl adalah alat penangkapan ikan yang terbuat dari bahan jaring yang
dirancang sedemikian rupa sehingga ketika dioperasikan dengan cara ditarik
kapal akan berbentuk kerucut; alat tangkap ini terdiri dari dua buah sayap,
sebuah badan dan sebuah kantong;
2. Perikanan trawl skala kecil adalah kegiatan penangkapan ikan yang
menggunakan kapal ikan yang ukurannya kurang dari 30 GT;
3. Perikanan trawl skala industri adalah kegiatan penangkapan ikan yang
menggunakan kapal ikan yang ukurannya lebih dari 30 GT hingga 150 GT;
4. Hasil tangkapan utama adalah hasil tangkapan yang menjadi tujuan atau
sasaran penangkapan oleh nelayan;
5. Hasil tangkapan sampingan (bycatch) adalah hasil tangkapan yang bukan
menjadi tujuan utama penangkapan oleh nelayan;
6. Sumberdaya ikan demersal adalah berbagai jenis ikan dan biota laut lainnya
yang sebagian besar hidupnya menggunakan habitat dasar perairan;
7. Jenis desain bycatch reduction device (BRD) yang digunakan dalam penelitian
ini adalah TED super shooter, square mesh window dan fish eye.
8
1.5
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa:
1. Informasi lapangan terkini tentang komposisi hasil tangkapan utama dan
sampingan dari perikanan trawl yang diselenggarakan oleh kalangan industri
dan masyarakat nelayan kecil.
2. Adanya suatu teknologi alternatif (bycatch reduction device, BRD) yang dapat
dipertimbangkan untuk digunakan untuk pengembangan perikanan trawl
demersal yang bertujuan mengurangi hasil tangkapan sampingan (bycatch).
3. Permasalahan baru untuk penelitian selanjutnya dalam perbaikan teknologi
perikanan tangkap yang sesuai untuk dikembangkan pada perikanan trawl
demersal dengan penggunaan tipe bycatch reduction device.
Hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi dalam pengelolaan
perikanan tangkap khususnya perikanan trawl demersal yang berkelanjutan.
1.6
Hipotesis Penelitian
Sesuai dengan ruang lingkupnya, beberapa permasalahan pengurangan
bycatch pada perikanan trawl berkaitan erat dengan karakteristik sumber daya
ikan yang dapat dilihat dari ikan-ikan yang berhasil ditangkap. Karakteristik
sumber daya ikan ini mengalami dinamika yang berkaitan dengan siklus hidup,
habitat selama siklus hidup dan kondisi lingkungan laut yang sangat dipengaruhi
oleh faktor musim.
Selain itu mengingat desain BRD akan menentukan
komposisi ukuran dan jenis ikan yang tertangkap, maka diduga kuat akan ada
perbedaan hasil tangkapan di antara hasil tangkapan dari trawl yang dilengkapi
dengan BRD yang berbeda. Oleh karena itu, penelitian ini menguji tiga hipotesis
berikut:
1. Desain bycatch reduction device (BRD) memberikan pengaruh yang nyata
terhadap morfologi hasil tangkapan sampingan (bycatch).
2. Ada perbedaan hasil tangkapan trawl pada bulan Juli (musim angin timur) dan
Desember (musim angin barat);
9
3. Ada perbedaan hasil tangkapan trawl antara daerah penangkapan (fishing
ground) yang berbeda, karena faktor kedekatan dengan daratan dan muara
sungai dan kedalaman air.
1.7
Kerangka Penelitian
Permasalahan hasil tangkapan sampingan (bycatch) merupakan tantangan
besar dalam pengembangan dan keberlanjutan perikanan trawl.
Karakteristik
hasil tangkapan akan sangat menentukan proporsi hasil tangkapan utama dan hasil
tangkapan sampingan.
Karakteristik hasil tangkapan tersebut paling sedikit
ditentukan oleh 2 faktor penting, yaitu karakteristik komunitas ikan tempat trawl
dioperasikan, dan desain alat trawl. Pengaruh faktor pertama dapat dijelaskan
dengan mudah karena kegiatan penangkapan ikan pada prinsipnya mengambil
sebagian atau seluruh ikan yang berada di dalam zone of action dari alat tangkap
yang digunakan (Nikonorov, 1975). Oleh karena itu masalah bycatch sangat besar
ketika trawl dioperasikan di perairan tropika (termasuk kawasan Indo-Pasifik)
yang memiliki keaneka-ragaman tinggi dan ikan-ikan dengan berbagai tahap
perkembangan dalam siklus hidupnya bercampur-baur (seperti biasa terjadi di
perairan pantai yang dangkal) sementara nelayan mempunyai tujuan penangkapan
ikan berupa satu atau beberapa jenis ikan saja, misalnya udang Penaeid.
Sebaliknya, pada perairan yang memiliki keanekaragaman rendah dan didominasi
oleh jenis ikan yang menjadi sasaran atau tujuan penangkapan ikan, masalah
bycatch menjadi lebih ringan.
Di Indonesia, sumber daya ikan demersal
umumnya memiliki keanekaragaman yang tinggi, sementara sasaran favorit
nelayan adalah udang Penaied karena harganya per satuan berat jauh lebih tinggi
dari ikan-ikan pelagis dan demersal lainnya. Sementara itu, daerah operasi kapalkapal trawl yang bertujuan menangkap udang sebagai sasaran utama adalah
perairan pantai yang kedalamannya kurang dari 30 meter, bahkan sejumlah kapal
beroperasi sangat dekat dengan garis pantai. Oleh karena itu, persoalan bycatch
yang dihadapi perikanan trawl (baik oleh kalangan industri maupun nelayan kecil)
adalah tinggi.
Secara umum penanganan masalah bycatch yang dihadapi oleh perikanan
trawl akan mencakup pengkajian aspek teknologi, aspek musim dan aspek biologi.
10
Aspek teknologi bersifat statis karena sangat tergantung pada spesifikasi trawl dan
BRD yang diterapkan sedangkan aspek musim dan biologi bersifat dinamis karena
berkaitan dengan biota yang tumbuh berkembangan mengikuti siklus hidupnya
tanpa selalu harus berada di lokasi yang sama. Kondisi lokasi ikan-ikan ini sangat
ditentukan oleh keadaan cuaca atau pola musim sehingga secara langsung maupun
tidak langsung akan mempengaruhi karakteristik komunitas ikan dan akhirnya
karakteristik hasil tangkapan.
Untuk itu maka penelitian ini dipandang perlu untuk dilaksanakan untuk
memecahkan permasalahan yang ada. Bagan alir kajian perikanan trawl demersal
evaluasi tiga jenis bycatch reduction device (BRD) untuk perikanan trawl
demersal skala industri dan skala kecil dapat dilihat pada Gambar 2.
Pengembangan
teknologi
perikanan
tersebut
dimulai
dengan
mengidentifikasi hasil tangkapan sampingan (bycatch) perikanan trawl di
Indonesia. Termasuk jenis teknologi demersal trawl usaha perikanan berskala
kecil yang biasa diselenggarakan oleh masyarakat nelayan kecil. Selanjutnya
adalah menganalisis komposisi hasil tangkapan utama dan sampingan berdasarkan
taksonomi dan morfologi untuk setiap unit perikanan demersal trawl. Berdasarkan
informasi morfologi komposisi hasil tangkapan sampingan (bycatch) selanjutnya
menentukan jenis BRD yang sesuai untuk meloloskan ikan-ikan bycatch. Tiga
jenis BRD yang sesuai berdasarkan morfologi bycatch adalah TED super shooter,
square mesh window dan fish eye. Untuk TED super shooter merupakan BRD
yang sampai saat ini digunakan pada perikanan trawl demersal skala industri.
Square mesh window dan fish eye adalah jenis BRD yang belum pernah
digunakan di Indonesia tetapi telah digunakan di negara lain seperti Australia dan
Amerika.
Sebagai upaya mencari teknologi trawl demersal skala industri yang ramah
lingkungan, penelitian ini akan mengevaluasi kinerja teknologi bycatch reduction
device dalam kondisi perikanan pukat udang di lapangan sebagai bagian dari uji
coba. Uji coba dari tiga tipe bycatch reduction device (BRD) dilakukan dengan
menganalisis keefektifan ketiga jenis BRD dengan cara membandingkan
komposisi hasil tangkapan, berat hasil tangkapan sampingan serta proporsi
11
pengurangan hasil tangkapan sampingan berdasarkan morfologi dari perikanan
trawl skala industri. Proses pelolosan ikan dari ketiga jenis bycatch reduction
device diamati dengan melakukan pengamatan pada skala laboratorium dengan
menggunakan flume tank. Uji skala laboratorium proses pelolosan ikan dari ketiga
jenis BRD ditujukan untuk mengestimasi kinerja dari BRD dalam mereduksi
setiap kategori bycatch.
Tahap selanjutnya dengan melakukan indentifikasi hasil tangkapan
sampingan dari trawl demersal skala kecil pada dua lokasi dan musim yang
berbeda berdasarkan morfologi. Pendugaan besarnya tangkapan utama dan hasil
tangkapan sampingan dalam penelitian ini meliputi data morfologi dari setiap
jenis ikan dominan menjadi data masukan dalam menentukan jenis BRD yang
sesuai untuk dikembangkan pada perikanan trawl demersal skala kecil.
Hasil pengukuran kinerja ketiga jenis bycatch reduction device dalam
mereduksi hasil tangkapan sampingan untuk skala lapangan, skala laboratorium
serta karakteristik bycatch perikanan trawl demersal skala kecil menjadi
pertimbangan dalam menentukan BRD yang sesuai untuk trawl demersal di
Indonesia.
Dalam mewujudkan trawl demersal yang ramah lingkungan baik skala
industri maupun skala kecil di wilayah penelitian didasarkan pada FAO (1995)
diacu dalam Monintja (2001) menyebutkan proses penangkapan yang ramah
lingkungan meliputi : 1) selektivitas tinggi; 2) hasil tangkapan yang terbuang
minim; 3) tidak membahayakan keanekaragaman hayati; 4) tidak menangkap jenis
ikan yang dilindungi; 5) tidak membahayakan habitat; 6) tidak membahayakan
kelestarian sumberdaya ikan target; 7) tidak membahayakan keselamatan nelayan;
dan 8) memenuhi ketentuan yang berlaku.
12
Gambar 2 Bagan alir kajian perikanan trawl demersal: evaluasi tiga jenis bycatch
reduction device
evice (BRD).
13
2
2.1
TINJAUAN PUSTAKA
Perikanan yang Berkelanjutan (sustainable fisheries)
Sumberdaya ikan bersifat dapat pulih/diperbaharui (renewable resources),
dimana sumberdaya tersebut memiliki kemampuan regenerasi secara biologis,
akan tetapi apabila tidak dikelola secara hati-hati dan menyeluruh akan mengarah
kepada eksploitasi yang tidak terkontrol dan mengancam keberlanjutan
sumberdaya. Perhatian pembangunan perikanan yang berkelanjutan dimulai pada
awal tahun 1990-an yang merupakan proses dari terjadinya beberapa perubahan
yang menyangkut (Fauzi dan Anna, 2002) :
1. Meningkatnya perhatian terhadap lingkungan dari para stakeholders sebagai
akibat Rio summit yang menyerukan diperlukannya perbaikan secara global
terhadap pengelolaan sumberdaya perikanan dan kelautan;
2. Terjadinya collapse dari beberapa perikanan dunia seperti anchovy, tuna dan
salmon yang menyadarkan orang tentang konsekuensi sosial dan ekonomi;
3. Pemberdayaan para stakeholders yang menuntut diperlukan pandangan yang
lebih luas (holistik) mengenai pengelolaan perikanan.
The World Commission on Environment and Development (WCED),
(1987) mendefinisikan pembangunan perikanan yang berkelanjutan (sustainable
development) adalah pembangunan untuk memenuhi kebutuhan umat manusia
saat ini, tanpa menurunkan atau menghancurkan kemampuan generasi mendatang
dalam memenuhi kebutuhan.
Berbagai permasalahan sumberdaya maupun lingkngan yang sedang
dihadapi pada saat ini telah menjadi dasar dan alasan penting bahwa
pengembangan teknologi ikan dimasa mendatang lebih dititik beratkan pada
kepentingan konservasi sumberdaya ikan dari ancaman kepunahan. Seperti telah
dilakukan di industri penangkapan ikan di laut utara tela melakukan berbagai
usaha untuk mengurangi buangan hasil tangkapan sampingan lebih dari 100 tahun
yang lalu (Purbayanto dan Baskoro, 1999).
14
Operasi penangkapan ikan dapat berjalan dengan baik apabila suatu usaha
perikanan memiliki beberapa kriteria. Menurut Monintja (2001) membagi kriteria
ramah lingkungan dan berkelanjutan suatu teknologi penangkapan ikan
berdasarkan : 1) selektifitas yang tinggi; 2) tidak membahayakan nelayan; 3) tidak
destruktif terhadap nelayan; 4) produknya berkualitas; 5) produknya tidak
membahayakan konsumen; 6) bycatch dan discard minimum; 7) tidak menangkap
spesies yang dilindungi atau terancam punah; 8) dampak minimum terhadap
keanekaragman hayati; 9) dapat diterima secara sosial.
Kriteria kegiatan penangkapan ikan yang berkelanjutan terdiri dari 1)
menerapkan teknologi penangkapan yang ramah lingkungan; 2) jumlah hasil
tangkapan tidak melebihi junlah hasil tangkapan yang diperbolehkan (TAC); 3)
menguntungkan; 4) investasi rendah; 5) penggunaan bahan bakar minyak kecil; 6)
memenuhi ketentuan hukum dan perundangan yang berlaku
2.2
Pengelolaan Hasil Tangkapan Sampingan (bycatch management)
Kepedulian secara global untuk mengurangi hasil tangkapan sampingan
dalam dunia perikanan telah menjadi hal penting dalam pengelolaan perikanan.
Menurut Hall (1996) menyatakan pengelolaan hasil tangkapan sampingan adalah:
1. Menghindari kepunahan dari suatu spesies;
2. Menjaga struktur dasar dan fungsi dari suatau ekosistem;
3. Mengurangi pembuangan dalam perikanan
4. Mengurangi interaksi antar perikanan
5. Menjaga supaya perikanan tetap terbuka
6. Menjaga tujuan pemasaran
7. Membangun kembali populasi yang menurun
8. Mengawasi peningkatan populasi
Permasalahan mengenai dampak terhadap lingkungan dengan menangkap
hasil tangkapan sampingan dapat menimbulkan pengaruh yang merusak ekosistem
laut dan dapat merusak perikanan sendiri. Permasalahan terhadap lingkungan ini
15
terutama akibat pembuangan dari ikan-ikan hasil tangkapan sampingan yang
berukuran kecil dari tangkapan sampingan trawl udang (Andrew dan Pepperell,
1992; Alverson et al. 1994).
Selain
kedua
hal
tersebut
diatas
untuk
menjaga
keberlanjutan
(sustainability) dari suatu stok dapat dilakukan dengan menerapkan peraturan
ukuran ikan terkecil yang dapat didaratkan (minimum landing size). Implementasi
dari output control ini dapat dilakukan dengan mengatur selektivitas alat tangkap.
Pengaturan selektivitas alat tangkap trawl dapat dilakukan dengan cara : 1)
modifikasi dari bentuk mata jaring (mesh shape) dari bentuk diamond menjadi
square mesh; 2) memperbesar ukuran mata jaring; 3) memanfaatkan tingkah laku
ikan untuk meloloskan non-target spesies dengan memasang BED, BRD dan
square mesh panel (Broadhurst, 2000).
2.3
Perikanan Tangkap Skala Kecil
Perikanan tangkap nasional sampai saat ini masih didominasi oleh
perikanan tangkap skala kecil. Hal ini dapat dilihat dari komposisi armada
perikanan tangkap di Indonesia yang sampai tahun 2009 didominasi oleh usaha
perikanan tangkap skala kecil sebesar 97,11% dan hanya sekitar 2,89% dilakukan
oleh usaha perikanan skala besar (DJPT, 2010). Menurut Smith (1983) terdapat
berbagai cara untuk membedakan sksla perikanan tangkap. Pada dasarnya
perbedaan tersebut mencakup perikanan skala kecil atau skala besar, perikanan
pantai atau lepas pantai, artisanal atau komersial. Selain itu pengelompokan juga
dapat dilakukan berdasarkan pada ukuran kapal atau besarnya tenaga, tipe alat
tangkap dan jarak daerah penangkapn dari pantai. Sementara itu Charles (2001)
mengatkan bahwa membagi skala usaha perikanan dilihat dari berbagai aspek
diantaranya berdasarkan ukuran kapal yang dioperasikan, berdasarkan daerah
penangkapan yaitu jarak dari pantai ke lokasi penangkapan dan berdasarkan
tujuan produksinya. Pengelompokan tersebut dilakukan melalaui perbandingan
perikanan skala kecil (small scale fisheries) dengan perikanan skala besar (large
scale fisheries), walaupun diakuinya belum begitu jelas sehingga masih perlu
dilihat dari berbagai aspek yang lebih spesifik.
16
Menurut Smith (1983) mengenukakan bahwa perikanan tradisional
memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1. Kegiatan dilakukan dengan unit penangkapan skala kecil, kadang-kadang
menggunakan perahu bermesin atau tidak sama sekali;
2. Aktifitas penangkapan merupakan paruh waktu, dan pendapatan keluarga
adakalanya ditambah dari pendapatan lain dari kegiatan diluar penangkapan;
3. Kapal dan alat tangkap biasanya dioperasikan sendiri;
4. Alat tangkap dibuat sendiri dan dioperasikan tanpa bantuan mesin;
5. Investasi rendah dengan modal pinjaman dari penampung hasil tangkapan;
6. Hasil tangkapan per unit usaha dan produktivitas pada level sedang sampai
sangat rendah;
7. Hasil tangkapan tidak dijual kepada pasar besar yang terorganisir dengan baik
tapi diedarkan di tempat pendaratan atau dijual di laut;
8. Sebagian atau keseluruhan hasil tangkapan dikonsumsi sendiri bersama
keluarganya;
9. Komunitas nelayan tradisional sering kali terisolasi baik secara geografis
maupun sosial dengan standar hidup keluargha nelayan yang rendah sampai
batas maksimal.
2.4
Deskripsi Alat Tangkap Jaring Arad
Jaring arad merupakan salah satu alat penangkap ikan dari jenis pukat hela
yang banyak digunakan oleh para nelayan skala kecil, di daerah perairan pantai
utara jawa, dalam operasi penangkapan ikan demersal dan udang atau dapat pula
didefinisikan sebagai alat penangkap ikan berbentuk kantong yang terbuat dari
dua bagian sayap pukat, bagian square dan bagian badan serta bagian kantong
pukat (Standar Nasional Indonesia, 2004). Sedangkan menurut Manadiyanto, et
al. (2000), jaring arad adalah alat penangkap yang dioperasikan secara aktif
dengan cara ditarik oleh perahu.
17
Menurut Subani dan Barus (1989), jaring arad diklasifikasikan ke dalam
pukat udang. Jaring arad banyak dikenal dengan nama cungking trawl atau mini
otter trawl. Alat tangkap ini dikelompokkan ke dalam jenis otter trawl yaitu trawl
yang dilengkapi alat pembuka mulut jaring (otter board).
Alat tangkap jaring arad terdiri dari sayap (wing), badan jaring (body),
kantong jaring (cod end), papan rentang (otter board), tali ris atas (head rope), tali
ris bawah (ground rope), tali selambar (warp), pelampung (float), dan pemberat
(sinker) yang dapat dapat dideskripsikan sebagai berikut (Standar Nasional
Indonesia, 2004):
1. Sayap (wing)
Bagian jaring yang terletak di ujung depan dari bagian jaring arad. Sayap
pukat terdiri dari sayap atas (upper wing) dan sayap bawah (lower wing).
2. Badan jaring (body)
Bagian jaring yang terletak antara sayap dan kantong jaring.
3. Kantong jaring (cod end)
Bagian jaring yang terpendek dan terletak di ujung belakang dari jaring arad.
4. Papan rentang (otter board)
Kelengkapan jaring arad yang terbuat dari papan kayu berbentuk empat
persegi panjang, yang dipergunakan sebagai alat pembuka mulut jaring.
5. Tali ris atas (head rope)
Tali yang dipergunakan untuk menggantungkan dan menghubungkan kedua
sayap jaring bagian atas melalui mulut bagian atas.
6. Tali ris bawah (ground rope)
Tali yang dipergunakan untuk menggantungkan dan menghubungkan kedua
sayap jaring bagian bawah melalui mulut bagian bawah.
7. Tali selambar (warp rope)
Tali yang berfungsi sebagai penghela jaring arad di belakang kapal yang
sedang berjalan dan penarik jaring arad ke atas geladak kapal.
18
8. Pelampung (float)
Pelampung digunakan untuk membantu membuka mulut jaring ke arah atas.
9. Pemberat (sinker)
Pemberat berfungsi untuk membuka mulut jaring ke arah bawah.
Sketsa alat tangkap jaring arad menurut Standar Nasional Indonesia (2004)
dapat dilihat pada gambar berikut ini:
Gambar 3 Alat penangkapan ikan jaring arad
2.5
2.5.1
Hasil Tangkapan Jaring Arad
Hasil tangkapan utama
Hasil tangkapan utama adalah hasil tangkapan yang menjadi target utama
nelayan. Hasil tangkapan utama jaring arad ialah udang Penaeid. Di seluruh
perairan Indonesia ditemukan 81 jenis udang Penaeid, 46 jenis diantaranya sering
tertangkap oleh nelayan Indonesia. Terdapat sembilan jenis udang yang bernilai
ekonomis tinggi, yaitu Penaeus merguensis. P. indicus, P. chinensis, P. monodon,
P. semisulcatus, P. latisulcatus, Metapenaeus monoceros, M. ensis dan M.
elegans. Udang bersifat bentik, hidup di permukaan dasar laut. Famili Penaeidae
menyukai daerah terjadinya percampuran antara air sungai dan air laut, dengan
dasar berlumpur atau dasar perairan yang agak keras berupa lumpur berpasir
(Naamin, 1984).
19
Hasil tangkapan yang utama dari jaring arad diantaranya adalah udang
jerbung (Penaeus merguiensis ) dan beberapa jenis ikan demersal yang tertangkap
oleh jaring arad yaitu: pepetek (Leioghnatus sp), gulamah (Pseuosciena sp),
beloso (Saurida tumbil), kerapu (Epinephelus sp), kerong – kerong (Therapon
theraps), sebelah (Psettodes erumei), pari (Trygon sephen), cucut (Squalus sp)
dan gurita (Octopus sp) (Barus, 1989).
2.5.2
Hasil tangkapan sampingan
Menurut Saila (1983) menyatakan bahwa hasil tangkapan sampingan (by-
catch) merupakan total dari spesies yang bukan merupakan tujuan penangkapan
(incidental catch) ditambah dengan hasil tangkapan yang dikembalikan ke laut
karena tidak memiliki nilai ekonomis (discarded catch).
Sementara itu Hall (1996), membedakan hasil tangkapan sampingan (bycatch) menjadi dua kategori, yaitu:
1. Spesies yang kebetulan tertangkap (incidental catch), merupakan hasil
tangkapan yang sekali-kali tertangkap dan bukan merupakan spesies target
dari unit penangkapan, namun masih dapat dimanfaatkan oleh nelayan.
2. Spesies yang dikembalikan ke laut (discarded catch), merupakan bagian dari
hasil tangkapan sampingan yang dikembalikan ke laut karena pertimbangan
ekonomis (ikan yang tertangkap bernilai ekonomis rendah) atau spesies ikan
yang tertangkap adalah spesies yang dilindungi.
2.6
Selektivitas Alat Penangkapan Ikan
Selektivitas suatu alat penangkapan ikan didefinisikan sebagai kemampuan
dari suatu alat penangkap ikan untuk menangkap ikan dengan suatu ukuran
tertentu atau spesies tertentu dalam suatu populasi (Hamley, 1975; Fridman,
1986). Sedangkan menurut South Asian Fisheries Development Center (1999)
mendefinisikan suatu selektivitas alat tangkap sebagai : Gear selectivity is a
property of fishing gear that reduces/excludes the capture of unwanted sizes of
fish and incidental catch.
Selektivitas alat penangkapan ikan tergantung dari ikan yang diseleksi oleh
suatu alat tangkap. Proses seleksi oleh suatu alat penangkapan ikan dapat
20
menyebabkan hasil tangkapan dari suatu alat tangkap mempunyai perbedaan
komposisi dari ikan dalam suatu populasi dimana alat tersebut dioperasikan
(Wileman et al. 1996). Pendekatan mengenai selektivitas alat penangkapan ikan
mencakup keduanya untuk selektivitas ukuran (size selectivity) dan selektivitas
spesies (species selectivity).
Regier dan Robson (1966) menjelaskan bahwa selektivitas spesies adalah
peluang dari suatu ikan dengan spesies tertentu dan ukuran yang ditangkap
memasuki suatu alat tangkap. Sementara itu selektivitas ukuran dari suatu alat
tangkap adalah proporsi dari suatu total populasi ikan dari ukuran selang kelas
tertentu dimana ikan tertangkap dan tertahan oleh suatu alat tangkap (Lagler,
1968). Pada pengggunaan BRD kurva selektivitas dijelaskan sebagai peluang ikan
untuk tertahan, tidak lolos melewati kisi-kisi (Tokai et al. 1996). Peluang ikan
melalui kisi (grid) dapat dikelompokkan dalam tiga kemungkinan yaitu (1) ikan
lolos masuk kedalam kantong (codend), (2) tertahan oleh kisi atau (3) meloloskan
diri melalui lubang keluar (exit hole). Nilai 0% selektivitas kisi menunjukkan
bahwa, seluruh ikan dapat lolos melewati kisi-kisi, dan 100% terjadi saat ikan
tertahan oleh kisi dan atau lolos melalui lubang keluar (Tokai et al., 1996).
2.6.1
Pengaturan selektivitas alat penangkapan ikan
Penelitian mengenai jenis teknologi penangkapan yang dipilih difokuskan
pada penggunaan teknologi penangkapan yang sesuai dengan prinsip yang ramah
lingkungan. Perbaikan teknologi trawl sehingga memenuhi kriteria ramah
lingkungan dapat dilakukan melaui peningkatan selektivitas di bagian kantong
(cod-end) dari trawl. Berbagai cara dapat dilakukan untuk meningkatkan
selektivitas trawl seperti penggunaan BED (Evans dan Wahju, 1996).
Pemasangan TED super shooter (Mahiswara et al. 2004), penggunaan composite
square mesh panels (Eayrs, 2005) atau pemasangan BRD pada jaring arad (mini
trawl) (Purbayanto and Chalimi, 2005). Juvenil and Trash Excluder Device
(JTEDs) telah dikembangkan di beberapa negara di Asia Tenggara seperti di
Thailand, Brunei, Vietnam, Malaysia, dan Indonesia (Chokesanguan, 2004).
JTEDs yang dikembangkan memiliki dua jenis yaitu soft dan rigid shorting grid,
dari penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa rigid shorting grid memiliki
kemampuan lebih untuk meloloskan ikan-ikan kecil dibanding dengan jenis
21
lainnya. Jenis JTEDs Rigid yang dikembangkan oleh SEAFDEC adalah jenis
rectangular shape windows dan semi-curve JTEDs (Chokesanguan, 2004).
Penentuan teknologi yang digunakan memiliki kelebihan maupun
kekurangannya, sehingga perlu diteliti secara cermat untuk menemukan suatu
metode dan teknologi yang paling sesuai dengan kondisi sumberdaya dan
lingkungan serta kebiasaan nelayan. Berdasarkan pertimbangan di atas, perbaikan
selektivitas dapat diimplementasikan secara efektif pada alat tangkap trawl. Hal
ini perlu dilakukan untuk menghindari penerapan BED pada pukat udang di
perairan Indonesia timur yang tidak efektif sehingga nelayan tidak mau untuk
menggunakannya (Evans dan Wahju, 1996).
Bycatch reduction device merupakan alat yang dipasang pada bagian
antara badan jaring dengan bagian kantong pukat udang. Alat ini biasa disebut
juga dengan nama by-catch excluder device (BED) yang awalnya ditujukan untuk
meloloskan penyu yang tertangkap trawl, sehingga disebut turtle excluder devices
(TED). Alat ini dikembangkan oleh NMFS-NOAA-USA sekitar tahun 1980-an.
Sejak ditemukannya, alat ini telah mengalami perubahan konstruksi secara terus
menerus, hingga saat ini yang direkomendasikan adalah BED tipe super shooter
yang mempunyai konstruksi lebih simpel dan mempunyai keragaan lebih baik
didalam mereduksi by-catch dibanding yang diperkenalkan sebelumnya (NOAA,
1996).
Beberapa penelitian penggunaan BRD menunjukkan adanya pengurangan
dalam jumlah bycatch. Pengurangan ini ternyata juga diikuti pula berkurangnya
hasil tangkapan udang. Maka untuk lebih mengoptimalkan penggunaan perangkat
BRD dalam menurunkan kuantitas bycatch, mempertahankan tangkapan udang
dan menjaga keberlanjutan sumberdaya dan lingkungan sebaiknya dilakukan
pengaturan jarak antar kisi dengan tetap mempertimbangkan ukuran udang
sebagai target spesies (Purbayanto et al. 2003). Semakin besar kisi-kisi yang
dipasang semakin besar pula ukuran ikan yang diloloskan. Selain itu beberapa
faktor yang menjadi pertimbangan dalam pengembangan bycatch reduction device
adalah :
22
1. Peraturan perikanan yang berlaku serta interaksi antara sektor perikanan
dengan sektor yang lainnya (Karlsen dan Larsen, 1989; Isaksen et al. 1992);
2. Ukuran dari jaring trawl dan cara penanganannya (Broadhusrt dan Kennelly,
1996);
3. Lokasi dari daerah penangkapan ikan serta kondisi dari daerah penangkapan
ikan (Robin dan McGilvray, 1999);
4. Spesies ikan yang akan dikeluarkan dan ukurannya (Averill, 1989; Matsuoka
dan Kan, 1991, Robin dan McGilvray, 1999);
5. Pengetahuan mengenai tingkah laku ikan yang menjadi target dan hasil
tangkapan sampingan (Broadhurst dan Kennelly, 1996; Watson, 1989).
2.6.2
Selektivitas alat penangkapan ikan berdasarkan panjang dan girth
ikan
Selektivitas suatu alat tangkap ikan hubungannya dengan ukuran panjang
dan maksimum body girth pada alat tangkap trawl banyak dilakukan (lihat Walsh
et al. 1989; Willeman et al. 1996; Matsushita et al. 1997; Fonteyne dan M’Rabet,
1992). Sampai saat ini penelitian tersebut banyak ditujukan pada hubungan antara
panjang ikan dengan maksimum body girth dari ikan pada bagian kantong dari
trawl.
Wileman et al. (1996) menyebutkan bahwa proses pelolosan ikan dari
codend sangat dipengaruhi oleh ukuran girth ikan walaupun pada panjang ikan
dan maksimum body girth mempunyai hubungan yang linear akan tetapi hal ini
sangat dipengaruhi oleh musim dan kondisi dari daerah penangkapan ikan.
Matsushita et al. (1997) menjelaskan bahwa perbedaan dari ukuran maksimum
body girth pada panjang ikan yang sama menunjukkan adanya perbedaan rasio
ikan yang tertangkap pada codend dengan mengamati rasio maksimum body girth
dan mesh perimeter pada codend.
2.6.3
Seleksi ikan oleh BRD berdasarkan tingkah laku ikan
Mekanisme dari bycatch reduction device ini dilakukan berdasarkan
prinsip bahwa ikan mempunyai kemampuan renang (swimming ability), yang
lebih baik dibandingkan dengan invertebrates yang bergerak lambat dan
mempunyai respon karakteristik khusus terhadap suatu alat tangkap trawl. Ikan-
23
ikan biasanya dapat mendeteksi suatu alat tangkap dengan menggunakan
kombinasi dari visual dan tactile stimuli yang disebabkan oleh adanya suatu
pergerakan dari alat tangkap. Orientasi dari ikan-ikan ini akan sangat tergantung
dari kemampuan renang ikan dan physicological response baik dalam
menghindari secara bersama-sama atau pada saat ikan-ikan tersebut kembali
kebelakang kearah mulut jaring (Wardle, 1983). Watson (1989) mengamati bahwa
dimana ikan-ikan akan digiring bersama-sama masuk kebagian belakang dari
jaring kemudian ikan tersebut akan kehilangan arah, yang diakibatkan adanya
penambahan kecepatan renang dan berusaha untuk melarikan diri kearah samping
dari jaring. Kondisi ini menjadi posisi yang strategis untuk pelolosan
(escapement) ikan-ikan hasil tangkapan sampingan.
Dengan melakukan pendekatan perbedaan tersebut maka BRD yang sesuai
yaitu dengan cara memasang suatu funnel, baik horizontal maupun vertikal panel
atau escape window (Watson, 1996; Brewer et al. 1998) atau panels square mesh
pada bagian kantong
(Averill, 1989; Thorsteinsson, 1992; Broadhurst dan
Kennelly, 1994). Karena jenis invertebrata seperti udang tidak mempunyai
kemampuan untuk menjaga kecepatan renangnya terhadap jaring sehingga aliran
air yang diakibatkan pergerakan jaring akan mendorong udang tersebut masuk ke
arah jaring lalu masuk kedalam kantong (codend).
2.6.4
Seleksi ikan oleh BRD berdasarkan ukuran ikan
Mekanisme pelolosan ikan melalui BRD yang berdasarkan pemisahan
spesies dan ukuran ikan dilakukan dengan cara memasang suatu grid (kisi) yang
biasanya ditempatkan diantara bagian depan codend (Kendall, 1990; Andrew et
al. 1993; Isaksen et al. 1992). Hampir semua BRD kategori ini didesain terutama
untuk menyekat/memisahkan hasil tangkapan, berdasarkan ukuran dan untuk
mengeluarkan individual yang lebih besar dari dalam separating panel.
Watson dan Taylor (1990) mengembangkan beberapa bycatch reduction
device yang dilengkapi dengan guiding funnel dan panel dengan mata jaring
berukuran kecil dipasang tepat dibagian depan/muka dari dari kantong (codend).
Fungsi dari panel ini untuk mengarahkan aliran air dan udang dengan gerakan
yang lambat masuk kedalam kantong (codend) dan membiarkan ikan untuk
24
berenang kearah muka dan keluar melalui pintu keluar (escape exit) yang telah
disediakan.
2.6.5
Tingkah laku ikan di dalam kantong (codend)
O’Neill et al. (2003) menjelaskan mengenai tingkah laku ikan dalam
pergerakan dinamika dari codend. Ikan-ikan yang masuk melalui trawl akan
masuk melalui mulut trawl dan akan tetap berusaha berenang sejajar terhadap alat
tangkap dan didepan dari foot rope. Setelah beberapa saat ikan –ikan tersebut
akan lelah dan langsung masuk kedalam kantong. Di dalam kantong ikan-ikan
masih tetap berenang searah penarikan jaring dan sekali-sekali membuat burst
swimming ke depan.
Rose (1995) menyatakan beberapa ikan dengan aktif
mencoba keluar dari mata jaring pada bagian codend, pelolosan ini berhubungan
dengan kemampuan visual stimuli dari ikan. Berdasarkan pengamatan ikan-ikan
yang berada di dalam codend paling dominan meloloskan diri melalui terbukanya
mata jaring dibagian muka dari hasil tangkapan (O’Neill dan Kynoch, 1996).
O’Neill et al. (2003) menyatakan bahwa pergerakan ikan ini disebabkan
oleh pergerakan dari codend itu sendiri, dan bukan karena terjadinya turbulensi
selain itu bentuk dari tangkapan yang padat sehingga akan membentuk bullshaped dibagian codend. Beberapa ikan bereaksi terhadap mata jaring yang
terbuka dan jika bagian kepala ikan tersebut dapat melewati satu mata jaring,
maka ikan tersebut akan meloloskan diri melalui mata jaring yang terbuka.
2.7
Penelitian yang Telah Dilakukan Mengenai Bycatch Reduction Device
Penelitian yang telah dilakukan terhadap pemasangan bycatch reduction
device dalam meningkatkan selektivitas alat tangkap trawl demersal telah banyak
dilakukan. Sebagai gambaran umum hasil penelitian tersebut disajikan pada Tabel
1 dibawah ini :
25
Tabel 1
Daftar penelitian yang pernah dilakukan dengan bycatch reduction
device pada trawl demersal
Lokasi
Indonesia
Nama BRD
Bycatch Excluder
Device
Indonesia
Bycatch Excluder
Device
Indonesia
Bycatch Excluder
Device
Papua
New Guinea
Turtle Excluder
Device
South-eastern,
USA
Hard dan soft TEDs
dan fish eye
NSW,
Australia
Morrison soft TEDs
NSW,
Australia
Square mesh panel
dipasang pada
bagian kantong
Aberdeen,
North Sea
Square mesh panel
pada trawl dasar
Hasil penelitian
Pengurangan berat bycatch
58%-64%,
pengurangan
berat total udang 27%
Pengurangan berat bycatch
63.9%, pengurangan berat
total udang 20%
Pengurangan berat bycatch
29%, pengurangan berat
total udang 7 - 10%
Pengurangan bycatch 38%,
Penaeus
monodon
berkurang 18% dan udang
lain
(Penaeus
spp)
bekurang sebesar 2%
Total
ikan
bycatch
berkurang anatar 11 –
60%.
Besarnya
pengurangan udang tidak
disebutkan
tetapi
kehilangan
udang
digantikan
dengan
meningkatnya
efisiensi
pengurangan bycatch
Total bycatch berkurang
32%, Penaeus plebejus
berkurang 1%.
Sulit
dalam penanganan TED
dan
berkurangnya
beberapa produk
Jumlah
spesies
ikan
Agyrosomus hololepidotus
berkurang
45%-95%.
Berat tangkapan total
Metapenaeus macleyi, M
bennetae dan P plebesus
mengalami
penurunan
antara 16% sampai 52%.
Mudah untuk dipasang dan
direkomendasikan untuk
penelitian lebih lanjut
Perbedaan ukuran mesh
panel dari 80 ke 100 mm
telah meningkatkan nilai
l50 untuk ikan haddock
Pustaka
Naamin dan
Sujastani ( 1984)
Nasution et al.
(1982)
Sumiono dan
Sadhotomo
(1985)
Matsuoka dan
Kan (1991)
Harrington (1992)
Andrew et al.
(1993).
Broadhurst dan
Kennelly (1994)
Graham dan
Kynoch (2001)
26
Lokasi
QLD,
Australia
Nama BRD
Morrison soft TED
Alabama,
USA
Florida fish eye
QLD,
Australia
AusTED
NSW,
Australia
Square mesh panel
Hasil penelitian
Berat total bycatch yang
tidak komersial berkurang
sampai
32%.
Hasil
tangkapan total P plebejus
dan M bennetae dan
Penaeus
esculentus
mengalami
penurunan
sampai 29%. Keragaan
yang bervariasi dari setiap
daerah penangkapan dan
perlu kajian lebih jauh.
Berat
total
bycatch
berkurang sebesar 28%.
Sedangkan hasil tangkapan
utama udang Penaeus spp
mengalami
penurunan
berkisar
5%-14%.
Rekomendasi
perlu
dilakukan uji coba lebih
jauh.
Berat bycatch yang tidak
komersial
mengalami
pengurangan
11%-59%.
Bycatch
untuk
jenis
invertebrata berat totalnya
mengalami
penurunan
sebesar 42% - 54%.Hasil
tangkapan
utama
Metapenaeus endeavouri,
P plebejus,P.esculentus, M
bennettae
dan
Metapenaeus
ensis
mengalami
penurunan
antara 3% - 9%.Variasi
dalam keragaan dari BRD
untuk
setiap
daerah
penangkapan
Jumlah A hololepidotus
mengalami
penurunan
antara
34%-40%.
Sedangkan hasil tangkapan
utama
Metapenaeus
macleayi
mengalami
penurunan sebesar 5%.
Penelitian ini menguji
coba posisi square mesh
panel pada bagian depan
kantong jaring
Pustaka
Robins-Troeger
(1994)
Wallace dan
Robinson (1994)
Robins-Troeger et
al. (1995)
Broadhurst dan
Kennelly (1995)
27
Lokasi
NSW,
Australia
Nama BRD
Square mesh panel
NSW,
Australia
Composite Square
mesh panel
Gulf of
Mexico, USA
Fish eye dan
penambaham
funnel, dan panjang
kantong
NSW,
Australia
Composite Square
mesh panel
Hasil penelitian
Total
berat
bycatch
berkurang lebih dari 45%.
Jumlah individu Sillago
flindersi berkurang sebesar
71%. Hasil tangkapan
utama udang Penaeus
plebejus
beratnya
berkurang sekitar 2% 7%.
Berat
total
bycatch
mengalami
penurunan
40%, jumlah individu
Sillago robusta berkurang
64% dan Platycephalus
longispinis sebesar 59%.
Hasilnya mengkuantifikasi
keliling lingkaran dari
bagian kantong terhadap
pengurangan bycatch.
Bycatch jumlah individu
Lutjanus
campechanus
berkurang
26%-40%,
Scomberomorus cavalla
sampai
79%
dan
Cynoscion
nebulosus
sebesar 55%. Sementara
berat total hasil tangkapan
utama
mengalami
penurunan <3%.
Berat
total
bycatch
berkurang sebesar 23%41% sedangkan jumlah
individu
Sillago
spp
berkurang sebesar 70%.
Sedangkan hasil tangkapan
utama
yaitu
udang
Penaeus plebejus berat
totalnya bertambah antara
5% - 14%. BRD yang
diujicobakan
disetiap
lokasi perikanan hasilnya
menunjukkan
keragaan
dari BRD konsisten dan
secara sukarela dapat
diterima oleh nelayan.
Pustaka
Broadhurst et al.
(1996)
Broadhurst dan
Kennelly (1996)
Watson (1996)
dalam Broadhurst
(2000)
Broadhurst dan
Kennelly (1997)
28
Lokasi
Northern
Australia
Nama BRD
Super Shooter
Indonesia
TEDs
Super shooter
Indonesia
TED
Super Shooter
Hasil penelitian
Berat total ikan hasil
tangkap
sampingan
dikurangi
sampai
39%.Hasil
tangkapan
utama jenis udang Penaeus
spp
berat
totalnya
mengalami
penurunan
sebesar 50%. Dari 16
desain
BRD
yang
diujicobakan
hasilnya
menunjukkan bahwa Super
shooter merupakan desain
yang terbaik. Keragaan
dari
BRD
sangat
dipengaruhi oleh cuaca
dan kondisi penangkapan
ikan.
Hasilnya
menunjukkan
bahwa ada perbedaan
terhadap rasio jarak kisi
dengan lebar ikan terhadap
ikan kapasan (Pentaprion
longimanus),
kurisi
(Nemipterus marginatus)
dan
bloso
(Saurida
longimanus)
Hasil
tangkapan
sampingan
dikurangi
sebesar rata-rata 38,43%
dan
penyu
100%.
Sedangkan hasil tangkapan
utama
yaitu
udang
mengalami
penurunan
rata-rata sebesar 18,43%.
Pustaka
Brewer et al.
(1998)
Mahiswara dan
Wahyu (2006)
Widodo dan
Mahiswara (2008)
29
3
3.1
METODOLOGI UMUM
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dalam tiga tahap dimana tahap pertama uji
coba penangkapan di laut (experimental fishing) dilakukan pada 29 November
sampai 9 Desember 2007. Tahap kedua adalah penelitian skala laboratorium
dilakukan pada 20 Desember 2007 di fasilitas flume tank Departemen
Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, FPIK-IPB. Tahap ketiga pengumpulan data
dilapangan untuk trawl demersal skala kecil dilakukan pada bulan Juli 2007 dan
Desember 2007 di Blanakan (Kabupaten Subang) dan Eretan Kulon (Kabupaten
Indramayu). Pada tahap ketiga, penelitian dilakukan dengan cara mengumpulkan
data perikanan dan penangkapan ikan pada bulan Juli dan Desember 2007.
Penelitian ini dilakukan di Blanakan (Kabupaten Subang) dan Eretan Kulon
(Kabupaten Indramayu). Adapun tahapan dalam penelitian ini dapat dijelaskan
sebagai berikut :
1. Tahap pertama
adalah uji coba alat tangkap dalam sebuah experimental
fishing. Kegiatan ini bertujuan untuk menganalisis keefektivan 3 tipe bycatch
reduction device ketika dioperasikan, yaitu jenis super shooter, fish eye dan
square mesh window. Uji coba penangkapan untuk
ketiga tipe bycatch
reduction device dilakukan dengan menggunakan kapal pukat udang
komersial yang dilaksanakan pada bulan November sampai Desember 2007
untuk mendapatkan data hasil tangkapan utama dan hasil tangkapan
sampingan (bycatch).
2. Tahap kedua pengamatan proses pelolosan ikan melalui bycatch reduction
device pada skala laboratorium. Model tiga tipe bycatch reduction device
(TED super shooter, square mesh window, dan fish eye) yang berbeda di
pasang pada model codend . Tiga tipe BRD yang berbeda dipasang pada setiap
model codend. Model codend yang sudah dilengkapi dengan model BRD
selanjutnya dipasang didalam flume tank yang airnya mengalir. Simulasi untuk
mengamati proses pelolosan ikan melalui setiap bycatch reduction device
dilakukan dengan menggunakan ikan air tawar. Ikan air tawar yang digunakan
30
merupakan representasi dari ikan-ikan yang berbentuk compressed dan
depressed. Pengamatan jumlah ikan yang lolos serta proses pelolosan ikan
melalui bycatch
reduction
device
diamati
secara
langsung
dengan
menggunakan handycam. Rekaman proses pelolosan ikan dari setiap BRD
selanjutnya dianalisis di laboratorium tingkah laku ikan.
3. Tahap ketiga adalah pengumpulan data ini dilakukan dengan menerapkan
metode penelitian survei.
Objek penelitian adalah 30 sampel unit
penangkapan jaring arad yang beroperasi di daerah Blanakan (Kabupaten
Subang) dan Eretan Kulon (Kabupaten Indramayu). Sampel tersebut dipilih
dengan metode purposive sampling karena beberapa hal, misalnya: kesiapan
nelayan untuk di wawancara. Unit alat tangkap jaring arad yang berperahu
motor tempel dengan lama operasi penangkapan satu hari (one day fishing).
Data tentang komposisi hasil tangkapan utama dan hasil tangkapan sampingan
diperoleh dari pengamatan langsung dan pencatatan ketika kapal jarring arad
tersebut membongkar muatannya.
3.2
Alat dan Bahan Penelitian
Alat dan bahan penelitian yang digunakan dalam experimental fishing (uji
coba penangkapan) adalah unit jaring arad dengan perlengkapannya, kuesionner,
dua unit jaring trawl, tiga tipe bycatch reduction device (super shooter, square
mesh window,
dan fish eye), data sheet hasil tangkapan, bridge log operasi
penangkapan, peta, mikrometer, kamera digital dan handycam digital.
Alat dan bahan penelitian yang digunakan pada skala laboratorium adalah
tiga model codend dan tiga model bycatch reduction device (super shooter,
square mesh window, dan fish eye). Tiga jenis ikan uji yaitu nila (Oreochromis
niloticus), patin (Pangasius pangasius), dan mas (Cyprinus carpio). Ketiga jenis
ikan tersebut sebagai representasi dari bentuk compressed, compressed campuran
dan datar. Serta satu unit flume tank yang dilengkapi dengan flow meter, kamera
digital dan handycam digital.
31
3.3
Analisis Data
Analisis yang digunakan dalam menguji hasil tangkapan sampingan
berdasarkan perlakuan antara yang menggunakan BRD dan tanpa menggunakan
BRD, maka digunakan analisis ANOVA klasifikasi satu arah (Walpole, 1995).
Untuk mengetahui efektivitas pengurangan hasil tangkapan sampingan,
maka proporsi bycatch dihitung dengan menggunakan rumus :
.................................(1)
dengan:
Zi1 = rata-rata hasil tangkapan ke-i tanpa BRD
Z1 = total hasil tangkapan tanpa BRD
.................................(2)
dengan
Zi2 = rata-rata hasil tangkapan ke-i dengan BRD
Z2 = total hasil tangkapan dengan BRD
Proporsi pengurangan trawl tanpa BRD dan trawl dengan BRD
menggunakan rumus :
.....................................(3)
∆ = perubahan persentase rata −rata hasil tangkapan ke −i
dimana :
Xi1 = Proporsi bycatch tanpa BRD (%)
Xi2 = Proporsi bycatch dengan BRD (%)
32
33
4
4.1
4.1.1
KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN
Kabupaten Subang
Karakteristik Fisik Perairan Subang
Secara geografis Kabupaten Subang terletak di sebelah utara Provinsi Jawa
Barat dan terletak pada 107º31’ – 107º54’ Bujur Timur dan 6º11’ - 6º30’ Lintang
Selatan. Secara administrasi batas wilayah Kabupaten Subang adalah sebagai
berikut:
 Sebelah utara
: Laut Jawa
 Sebelah selatan
: Kabupaten Bandung
 Sebelah Timur
: Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Sumedang
 Sebelah Barat
: Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Karawang
Luas wilayah Subang adalah sebesar 205.176,95 ha (5,39% dari luas
Provinsi Jawa Barat) dengan ketinggian antara 0-1.500 meter di atas permukaan
laut.
Perairan pantai Subang yang merupakan bagian dari sistem Laut Jawa
sangat dipengaruhi oleh angin muson yang berkembang secara kuat di perairan
ini. Di wilayah Laut Jawa munculnya periode musim Barat terjadi pada Desember
hingga Februari umumnya diikuti dengan adanya musim hujan dan musim Timur
terjadi pada bulan Juni hingga Agustus dengan adanya kemarau. Dalam musim
Timur penguapan yang terjadi di laut lebih besar daripada curah hujannya.
Kecepatan angin yang tinggi dan kelembaban yang relatif rendah menyebabkan
penguapan lebih dari 100 mm/bulan.
Suhu dan salinitas di wilayah perairan Subang berfluktuasi secara
musiman yang dipengaruhi oleh dinamika perairan Laut Jawa. Secara umum
fluktuasi suhu bulanan Laut Jawa menunjukkan adanya dua puncak maksimum
(28,7º C) dan dua puncak minimum (sekitar 27,5º C). Puncak maksimum terjadi
dalam periode musim peralihan (bulan Mei dan November), sedangkan puncak
34
minimum terjadi bulan Agustus dan Februari (puncak musim Timur dan Barat).
Rerata suhu bulanan bervariasi antara 27,5 ºC sampai dengan 28,7 ºC.
Rata-rata salinitas bulanan di perairan Laut Jawa berkisar antara 31,5‰ –
33,7‰. Salinitas maksimum pertama (33,7‰) dan kedua (33,3‰) terjadi dalam
bulan September dan November, sedangkan salinitas minimum pertama (31,8‰)
dan kedua (31,3‰) terjadi masing-masing sekitar bulan Februari dan Mei.
Perairan pantai Subang memiliki kedalaman yang relatif dangkal (kurang
dari 20 m) dengan gradien kedalaman yang relatif landai, dimana untuk
kedalaman kurang dari 5 m disekitar Blanakan gradiennya sekitar 2,0027 dan
0,0054 di sekitar Pusakanagara; di perairan 5 – 10 m gradien kedalaman berkisar
0,00006 (di sekitar Blanakan).
4.1.2
Keadaan umum perikanan tangkap di PPI Blanakan
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1999 wilayah
administratif Kabupaten Subang terbagi atas 22 kecamatan dengan jumlah desa
243 dan 8 kelurahan. Dari 22 kecamatan yang ada, hanya 4 kecamatan yang
merupakan kecamatan di wilayah pesisir, yaitu kecamatan Blanakan, Kecamatan
Pamanukan, Kecamatan Legonkulon, dan Kecamatan Pusakanegara.
Wilayah Kabupaten Subang memiliki wilayah pesisir dengan panjang
garis pantai kurang lebih 68 km. Wilayah kecamatan Blanakan, mempunyai luas
85,81 km2, yang terdiri dari 9 desa. Diantara desa-desa yang berada dibawah
naungan Kecamatan Blanakan, terdapat 7 desa yang merupakan desa pesisir yaitu
Desa Cilamaya Hilir, Rawameneng, Jayamukti, Blanakan, Langensari, Muara dan
Tanjung Tiga.
Desa Blanakan terletak di 6º10’ - 6º22’ Lintang Selatan dan 107º30’ 107º53’ Bujur Timur dengan luas wilayah 980.463 ha.Secara umum Blanakan
beriklim tropis dengan curah hujan rata-rata per tahun sekitar 2.300 mm dan ratarata jumlah bulan hujan adalah 4 bulan, dengan suhu rata-rata harian sebesar
29ºC. Sebagai daerah pesisir,bentang wilayah untuk Desa Blanakan digolongkan
kedalan Zona 3 (tiga) dengan ketinggian 2,5 m dpl.
Jarak dari Desa Blanakan ke ibu kota kecamatan sekitar 1 km sedangkan
jarak ke ibu kota kabupaten sekitar 46,3 km dan berjarak 112 km dari ibu kota
35
Provinsi Bandung. Letak Blanakan yang berada pada posisi strategis, memberikan
keuntungan tersendiri terhadap kehidupan ekonomi di Desa Blanakan.
Lengkapnya sarana dan prasarana transportasi dan komunikasi akan memudahkan
pelaku-pelaku ekonomi untuk melakukan aktivitas ekonomi, seperti produksi dan
pemasaran.
Keuntungan tersebut tentunya akan memberikan pengaruh positif terhadap
sektor perikanan khususnya sub sektor perikanan tangkap. Salah satu contoh
keuntungan dari letak strategis Desa Blanakan untuk perikanan tangkap adalah
kemudahan dalam memasarkan hasil tangkapan, baik untuk pemenuhan
kebutuhan masyarakat setempat maupun untuk memenuhi kebutuhan masyarakat
luar kota bahkan luar provinsi.
1) Sarana dan Prasarana Penangkapan
Pangkalan pendaratan ikan yang ada kecamatan Blanakan sampai saat ini
terdapat di empat lokasi yaitu PPI Blanakan di desa Blanakan, PPI Cilamaya
Girang di Desa Cimalaya Girang, PPI Muata Ciasem di Desa Muara Ciasem dan
PPI Karya Baru di Desa Rawameneng. Dibandingkan dengan ke empat lokasi PPI
tersebut PPI Blanakan merupakan PPI yang paling banyak kegiatannya baik dari
sisi kapal penangkap ikan, bakul dan penjual ikan. Banyaknya aktifitas di PPI
Blanakan dibandingkan dengan tempat lainnya dikarenakan PPI Blanakan
memiliki sarana dan prasarana yang lebih lengkap dibandingkan PPI lainnya.
Seperti pelabuhan perikanan umumnya fasilitas pelabuhan yang terdapat di
PPI Blanakan mempunyai beberapa fasilitas sebagai berikut :
1. Fasilitas pokok terdiri dari dermaga dan kolam pelabuhan;
2. Fasilitas fungsional terdiri dari Tempat Pelelangan Ikan (TPI), bengkel, pabrik
ikan, galangan kapal, Solar Packed Dealer Nelayan (SPDN), tempat
pemasaran dan lainnya;
3. Fasilitas penunjang yang terdiri dari pertokoan, kantor syahbandar, kantor
pengelola TPI, kantin dan mushola.
Fasilitas dan aktivitas perdagangan ikan di PPI Blanakan di kelola oleh
KUD Inti Mina Fajar Sidik yang merupakan KUD mandiri sejak tahun 1990
36
(Surat Keputusan Menteri Koperasi RI no: 344/KPTS/M/III/1990). Kegiatan
utama yang dilakukan oleh KUD Mina Fajar Sidik adalah pelelangan ikan. Unit
usaha TPI ini berfungsi untuk menstabilkan harga ikan melalui penambahan bakul
ikan serta peningkatan sarana dan prasarana.
2) Kapal
Kapal yang berlabuh di PPI Blanakan dapat dikelompokkan ke dalam 3
jenis, yaitu kapal yang berukuran besar (≥30GT), sedang (10-30GT) dan kecil <10
GT). Kapal yang berukuran besar pada umumnya digunakan oleh nelayan
pendatang dari pekalongan yang mengoperasikan alat tangkap pukat cincin (purse
seine). Kapal ikan yang berukuran sedang maupun kecil umumnya dimiliki oleh
nelayan lokal di sekitar PPI Blanakan. Jumlah kapal ikan dari setiap kategori
ukuran di PPI Blanakan menunjukkan penurunan (Tabel 2). Sebagai contoh,
jumlah kapal besar menurun dari 48 unit pada tahun 2004 menjadi 32 unit pada
tahun 2008 sementara kapal sedang menurun dari 256 unit pada tahun 2004
menjadi 172 unit pada tahun 2008.
Tabel 2 Perkembangan jumlah kapal di PPI Blanakan tahun 2004 sampai 2008
No
Ukuran Kapal
1
Besar
2
Sedang
3
Kecil
Jumlah
2004
48
2005
37
Tahun
2006
30
2007
30
2008
32
256
198
161
159
172
38
29
24
24
26
342
265
215
213
230
Sumber : KUD Inti Mina Fajar Sidik, 2009 (diolah kembali)
Penurunan jumlah kapal ini disebabkan oleh peningkatan biaya
operasional penangkapan karena kenaikan harga bahan bakar minyak; harga solar
meningkat dari Rp 1950/liter menjadi Rp 4500/liter. Penurunan jumlah kapal ikan
berlanjut karena banyak dari nelayan yang tidak mampu mempertahankan
kapalnya akibat mahalnya biaya operasional. Akan tetapi pada tahun 2008 jumlah
kapal yang berada di PPI Blanakan kembali mengalami peningkatan sebesar
7,98%.
37
3) Alat Tangkap
Jenis alat penangkap ikan yang dioperasikan di PPI Blanakan terdiri dari
purse seine, cantrang, jaring kantong, jaring bondet, jaring tegur, pancing dan
jaring cumi.
Di antara tujuh alat tersebut, jaring kantong/udang adalah alat
tangkap yang paling banyak digunakan (Tabel 3).
Tabel 3 Perkembangan jumlah alat tangkap di PPI Blanakan Tahun 2004 – 2008
No
Jenis alat tangkap
2004
48
2005
37
Tahun
2006
30
2007
30
2008
32
62
48
39
39
42
145
112
91
90
97
1
Jaring Purse seinek
2
Jaring Cantrang
3
Jaring Kantong/udang
4
Jaring Bondet
15
12
10
10
11
5
Jaring Tegur
12
9
7
7
8
6
Pancing
49
38
31
30
32
7
Jaring Cumi
11
9
7
7
8
342
265
215
213
230
Jumlah
Sumber : KUD Mandiri Mina Fajar Sidik, 2009 (diolah kembali)
Jaring kantong atau disebut dengan jaring udang merupakan jaring yang
terdiri dari tiga
bagian yaitu sayap, badan dan bagian kantong dengan
menggunakan otterboard
untuk
membuka jaringnya
(Tabel 3).
Jaring
kantong/udang yang dioperasikan di PPI Blanakan dari segi konstuksinya dan
metode pengoperasiannya sama dengan jaring arad. Alat tangkap jaring arad ini
ditujukan untuk menangkap udang dan ikan demersal lainnya. Jumlahnya
mengalami penurunan selama tahun 2004 – 2006 dengan nilai rata-rata 20%.
Sedangkan pada tahun 2008 mengalami kenaikan sebesar 7,8%. Jaring arad yang
beroperasi di Desa Blanakan pada umumnya merupakan jaring arad tradisional
yang menggunakan alat bantu garden untuk menarik jaringnya.
4) Produksi dan nilai produksi per jenis ikan yang didaratkan di TPI
Blanakan
Berdasarkan data Dinas Perikanan Kabupaten Subang tahun 2007,
sedikitnya terdapat 23 jenis ikan yang didaratkan di PPI Blanakan. Persentase
tertinggi berdasarkan volume produksi didominasi oleh petek (Leiognathus sp)
38
dengan volume produksi sebesar 523,6 kg,
diikuti kemudian oleh tigawaja
(Johnius dussumieri) sebesar 284,61 kg, songot (Arius sp) sebesar 250,32 kg dan
tongkol (Euthynnus spp) sebesar 220,41 kg (Tabel 4).
Tabel 4
Data Produksi dan nilai produksi per jenis ikan satu tahun terakhir (Juni
2006-Juli 2007)
Volume
Nilai
Persentase
Produksi
produksi
(%)
(kg)
(Rp)
1
Layang
116,53
3,56
1.250.270.000
2
Bawal
54,10
1,66
55.682.000
3
Kembung
118,52
3,63
950.720.000
4
Selar
73,25
2,24
1.506.730.000
5
Tembang
175,71
5,38
1.008.827.000
6
Rebon
10,63
0,33
350.215.000
7
Tongkol
220,41
6,74
3.830.526.000
8
Tenggiri
82,60
2,53
1.871.650.000
9
Layur
66,18
2,02
178.590.000
10 Remang
123,56
3,78
605.598.000
11 Tigawaja
284,61
8,71
1.250560.500
12 Ekor kuning
15,23
0,47
160.580.000
13 Ikan kuwe
1,25
0,04
230.165.000
14 Petek
523,6
16,02
950.587.000
15 Manyung
140,52
4,30
798.562.000
16 Songot
250,32
7,66
880.664.000
17 Cucut
169,80
5,19
442.697.000
18 Pari
185,54
5,68
548.706.000
19 Kakap
14,34
0,44
172.079.000
20 Bambangan
65,56
2,01
1.136.250.000
21 Kerapu
24,32
0,74
286.510.000
22 Kurau
53,12
1,63
375.750.000
23 Belanak
12,78
0,39
561.858.000
24 Cumi-cumi
102,11
3,12
1.352.795.000
25 Terubuk
125,40
3,84
250.460.000
26 Udang dogol
72,64
2,22
44.562
27 Udang Jerbung
15,62
0,48
1.895.600
28 Udang Krosok
135,56
4,15
950.256.000
29 Lain-lain
35,03
1,07
125.365.000
30 Jumlah
3.268,99
100%
22.084.592.662
Sumber : Dinas Perikanan Subang (2007) (diolah kembali)
No
Nama Ikan
Persentase
(%)
6,02
0,27
4,58
7,25
4,85
1,69
18,43
9,01
0,86
2,91
6,02
0,77
1,11
4,57
3,84
4,24
2,13
2,64
0,83
5,47
1,38
1,81
2,70
6,51
1,21
0,00
0,01
4,57
0,60
100%
39
4.2
4.2.1
Keadaan Umum Kabupaten Indramayu
Karakteristik fisik perairan Indramayu
Kabupaten Indramayu terletak di pesisir utara Pulau Jawa dan memiliki 10
kecamatan yang berbatasan langsung dengan laut dengan panjang garis pantai 114
Km. Apabila dilihat dari letak geografisnya, Kabupaten Indramayu terletak pada
107o52’-108o36’ Bujur Timur dan 6o15’-6o40’ Lintang Selatan. Adapun batasbatas administratif Kabupaten Indramayu adalah sebagai berikut:
 Sebelah utara
: Laut Jawa
 Sebelah barat
: Kabupaten Subang
 Sebelah selatan
: Kabupaten
Sumedang,
Kabupaten
Majalengka
dan
Kabupaten Cirebon
 Sebelah timur
: Kabupaten Cirebon
Sementara berdasarkan topografinya, sebagian besar merupakan dataran
atau daerah landai. Keadaan ini berpengaruh terhadap drainase, bila curah hujan
tinggi, maka di daerah-daerah tertentu akan terjadi genangan air. Kabupaten
Indramayu berada pada ketinggian antara 0-100 meter diatas permukaan laut
dengan kemiringan berkisar antara 0-5%. Secara umum topografi kabupaten ini
melandai ke arah utara dengan sebaran ketinggian sebagai berikut:
1) 0-3 meter dpl berada di bagian barat laut
2) 3-25 meter dpl berada di bagian tengah
3) 25-100 meter dpl meliputi sebagian kecil wilayah di bagian selatan
Menurut Schmidt dan Ferguson, keadaan iklim di Kabupaten Indramayu
termasuk ke dalam iklim sedang (tipe D) dengan musim hujan (bulan basah)
selama 3-4 bulan dengan kelembaban 80%. Musim hujan dan musim kemarau
silih berganti sepanjang tahun. Curah hujan rata-rata sebesar 107 mm/bulan,
dengan curah hujan tertinggi rata-rata 6,024 mm/bulan sedangkan curah hujan
terendah rata-rata 35 mm/bulan. Letak Kabupaten Indramayu yang membentang
sepanjang pesisir pantai utara Pulau Jawa membuat suhu udara di kabupaten ini
cukup tinggi yaitu berkisar antara 18o - 28o Celcius.
40
Perairan pantai Indramayu yang merupakan bagian dari sistem Laut Jawa
sangat dipengaruhi oleh angin muson yang berkembang secara kuat di perairan
ini. Di wilayah Laut Jawa munculnya periode musim Barat terjadi pada Desember
hingga Februari umumnya diikuti dengan adanya musim hujan dan musim Timur
terjadi pada bulan Juni hingga Agustus dengan adanya kemarau. Dalam musim
Timur penguapan yang terjadi di laut lebih besar daripada curah hujannya.
Kecepatan angin yang tinggi dan kelembaban yang relatif rendah menyebabkan
penguapan lebih dari 100 mm/bulan.
Suhu dan salinitas di wilayah perairan Indramayu berfluktuasi secara
musiman yang dipengaruhi oleh dinamika perairan Laut Jawa. Secara umum
fluktuasi suhu bulanan Laut Jawa menunjukkan adanya dua puncak maksimum
(28,7º C) dan dua puncak minimum (sekitar 27,5º C). Puncak maksimum terjadi
dalam periode musim peralihan (bulan Mei dan November), sedangkan puncak
minimum terjadi bulan Agustus dan Februari (puncak musim Timur dan Barat).
Rerata suhu bulanan bervariasi antara 27,5 ºC sampai dengan 28,7 ºC.
Rata-rata salinitas bulanan di perairan Laut Jawa berkisar antara 31,5‰ –
33,7‰. Salinitas maksimum pertama (33,7‰) dan kedua (33,3‰) terjadi dalam
bulan September dan November, sedangkan salinitas minimum pertama (31,8‰)
dan kedua (31,3‰) terjadi masing-masing sekitar bulan Februari dan Mei.
Perairan pantai Indramayu memiliki kedalaman yang relatif dangkal (kurang dari
20 m) dengan gradien kedalaman yang relatif landai.
4.2.2
Keadaan umun perikanan laut Kabupaten Indramayu
1) Unit Penangkapan Ikan
Perkembangan jumlah unit penangkapan di Kabupaten Indramayu dalam
periode 7 tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 8 sedangkan perkembangan
jumlah alat tangkap di Eretan Kulon dapat di lihat pada Tabel 5.
41
Tabel 5
Perkembangan jumlah alat tangkap di Kabupaten Indramayu tahun
2003-2009
Jumlah Alat Tangkap per Tahun
No
Jenis Alat Tangkap
1
2
Pukat kantong
(Lampara,Dogol, Payang)
Pukat Pantai
3
Rata-rata
Perkembangan
(%)
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
1486
1486
1486
1486
1190
1080
1080
-15,10
288
288
288
1173
1163
1163
1163
154,05
Purse seine
156
156
156
197
178
178
181
8,32
4
Gillnet
2390
2390
2390
2879
2976
2976
3100
9,33
5
Jaring Klitik
870
870
870
334
334
334
334
-61,60
6
Pancing
332
332
332
115
115
115
115
-65,36
7
Sero
80
80
80
78
78
78
78
-2,5
5602
5602
5602
5966
5924
5924
6084
2,83
Jumlah
Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Indramayu, 2010
Sebanyak tujuh jenis alat tangkap yang terdapat di Kabupaten Indramayu,
tiga di antaranya memiliki jumlah yang besar yaitu gillnet, pukat kantong dan
pukat pantai (Tabel 5). Alat tangkap gillnet (jaring insang) merupakan alat
tangkap yang dominan dimana dari 2390 unit pada tahun 2003 menjadi 3100 unit
pada tahun 2009 dengan rata-rata perkembangan sebesar 9,33% yang kemudian
diikuti oleh alat tangkap pukat pantai. Pukat pantai tumbuh cukup signifikan
sebesar 154,05%. Selain kedua alat tangkap tersebut pukat kantong merupakan
alat tangkap yang banyak digunakan walaupun rata-rata perkembangannya
mengalami penurunan yaitu -15,10% dimana pada tahun 2003 jumlahnya 1486
unit menjadi 1080 unit pada tahun 2009. Meskipun tidak meningkat drastis alat
tangkap purse seine (pukat cincin) juga mengalami kenaikan dimana dalam
periode 2003 (sebanyak 156 unit) meningkat menjadi 181 unit pada tahun 2009,
atau dengan rata-rata perkembangan sebesar 8,32%. Sedangkan alat tangkap
lainnya seperti jaring klitik, pancing dan sero selama periode 2003 sampai 2009
mengalami penurunan dengan rata-rata perkembangan masing-masing sebesar 61,60%, -65,36% dan 2,50%.
Jenis alat tangkap di Eretan Kulon tidak banyak mengalami perubahan
selama periode tahun 2003 sampai tahun 2009 (Tabel 6). Alat tangkap yang
digunakan di Eretan Kulon didominasi oleh pukat pantai dan jaring klitik. Empat
jenis alat tangkap lainnya yaitu pukat kantong, pukat pantai, gillnet dan jaring
klitik tidak mengalami perubahan jumlah (unit). Sedangkan untuk alat tangkap
42
purse seine mengalami penurunan rata-rata sebesar -9,10% (dari 44 unit tahun
2003 menjadi 40 unit pada tahun 2009).
Tabel 6 Jumlah alat tangkap di Eretan Kulon tahun 2003 – 2009
Jumlah Alat Tangkap per Tahun
No
Jenis Alat Tangkap
1
2
Pukat kantong
(Lampara,Dogol,Payang)
Pukat Pantai
3
2004
2005
2006
2007
2008
2009
86
86
86
86
86
86
86
277
277
277
277
277
277
277
Purse seine
44
44
44
44
40
40
40
-9,10
4
Gillnet
47
47
47
47
47
47
47
0
5
Jaring Klitik
108
108
108
108
108
108
108
0
6
Pancing
0
0
0
0
0
0
72
0
7
Sero
0
0
0
0
0
0
0
0
562
562
562
562
558
558
630
Jumlah
2003
Rata-rata
Perkembanga
n (%)
0
0
Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Indramayu, 2010
2) Jenis Ikan dan Produksi Ikan
Bertolak dari jenis alat tangkap yang dioperasikan di perairan Kabupaten
Indramayu, maka jenis ikan yang tertangkap juga beragam. Sebagaimana dapat
dilihat pada Tabel 7 dapat diketahui bahwa dari 7 jenis alat tangkap yang
beroperasi teridentifikasi 24 jenis ikan yang didaratkan oleh nelayan Indramayu.
Beberapa jenis ikan yang tertangkap didominasi oleh tongkol (Euthynnus spp),
pepetek (Leiognathus sp) dan manyung (Arius sp) dengan hasil tangkapan tahun
2006 dari ketiga jenis ikan tersebut berkisar 39,40% dari total hasil tangkapan.
Tabel 7
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Data statistik perikanan tangkap per jenis ikan yang ditangkap di
perairan Indramayu tahun 2006
Jenis Ikan
manyung
selar
layang
bawal hitam
bawal putih
kakap putih
tembang
lemuru
lidah
teri
pepetek
kakap merah
belanak
Harga
(Rp)
10.000
7.000
8.000
22.000
25.500
20.000
2.500
5.000
5.000
35.000
3.500
20.000
6.000
Triwulan
I
1.123,20
621,50
107,20
626,10
17,00
14,00
787,60
9,80
23,20
91,60
3.013,90
713,10
20,70
Produksi (Ton)
Triwulan
Triwulan
II
III
532,30
583,50
433,90
378,80
45,30
1.264,90
278,10
615,80
9,70
885,80
96,90
663,60
2.776,80
1508,20
640,70
984,90
19,40
27,00
81,80
750,50
3.727,40
609,80
181,20
786,70
1,70
34,50
Triwulan
IV
1.167,10
596.80
45,50
656,30
534,10
31,80
590,10
141,30
56,90
13,30
5245,50
734,00
4,50
43
Produksi (Ton)
Triwulan
Triwulan Triwulan
I
II
III
14 kuniran
4.000
725,50
44,70
62,20
15 kuro
20.000
10,40
53,30
74,20
16 talang-talang
5.000
20,80
6,50
727,60
17 gulamah tigawaja
3.500
160,80
519,10
544,60
18 kembung
8.000
753,60
312,10
1507,30
19 tenggiri
25.000
659,90
630,60
826,40
20 tongkol
7.000
2.298,20
3.357,10
1458,50
21 kerapu
17.000
14,00
6,50
22 layur
6.000
10,80
46,70
437,40
23 cucut
9.000
74,80
473,90
644,20
24 pari
8.000
279,70
131,00
402,60
25 ikan lainnya
5.000
1.801,60
820,40
339,30
26 udang dogol
35.000
4,70
171,20
27 udang jerbung
25.000
23,20
401,40
28 udang lainnya
15.000
1.007,50
522,40
300,20
29 kepiting
30.000
11,00
9,80
33,40
30 rajungan
20.000
11,80
10,30
67,90
31 cumi-cumi
20.000
306,00
291,40
491,70
32 sotong
22.000
192,50
22,60
223,90
33 terbang
9.000
97,00
JUMLAH
15.535,70
16.170,80 17.808,00
Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Indramayu, 2007
No
Jenis Ikan
Harga
(Rp)
Triwulan
IV
25,20
11,40
952,50
724,60
455,80
5.354,70
27,40
546,90
601,60
371,30
1,845,8
357,00
535,10
316,30
316,30
69,70
515,00
223,80
22.786,60
3) Prasarana pendukung
Kegiatan penangkapan ikan memerlukan prasarana dalam bentuk
pelabuhan perikanan/pangkalan pendaratan ikan. Fungsi prasarana tersebut adalah
sebagai tempat berlabuhnya kapal penangkap ikan, mendaratkan hasil tangkapan,
pengisian perbekalan, pusat pemasaran dan distribusi ikan, pengembangan
masyarakat nelayan, pusat pembinaan mutu hasil tangkapan dan pusat
pelaksanaan penyuluhan dan pengumpulan data perikanan.
Fasilitas dari prasarana perikanan tangkap terdiri dari:
1) Fasilitas pokok meliputi:
a. Penahan gelombang (break water);
b. Dermaga (jetty);
c. Kolam pelayaran, alur pelayaran, monumen pelabuhan;
d. Turrap;
e. Jalan dan drainase.
44
2) Fasilitas fungsional meliputi:
a. Tempat pelelangan ikan (TPI);
b. Pasar ikan dan depot es;
c. Tempat pengolah ikan;
d. Instalasi air bersih;
e. Instalasi listrik dan telkom;
f. Balai pertemuan nelayan;
g. Kantor PP/PPI dan syahbandar;
h. Bengkel.
3) Fasilitas tambahan meliputi:
a. Toko bahan alat perikanan (BAP);
b. Poliklinik;
c. Perumahan nelayan dan tempat ibadah;
d. Tempat penginapan.
Prasarana perikanan tersebut terbentuk dalam suatu kawasan Pelabuhan
Perikanan/Pangkalan Pendaratan Ikan. Adapun jumlah PP/PPI di Kabupaten
Indramayu adalah sebanyak 14 buah, terdiri atas 12 buah PPI dan 1 buah PPP
(Tabel 8).
Tabel 8 Nama dan lokasi PP/PPI di Kabupaten Indramayu
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Nama PP/PPI
PPI Ujung Gebang
PPI Bugel
PPP Eretan Wetan
PPI Eretan Kulon
PPI Cangkring
PPI Bedahan
PPI Karangsong
PPI Singaraja
PPI Majakerta
PPI Limbangan
PPI Lombang
Desa
Ujung Gebang
Sukahaji
Eretan Wetan
Eretan Kulon
Cangkring
Brondong
Karangsong
Singaraja
Majakerta
Limbangan
Lombang
45
No
Nama PP/PPI
Desa
12
PPI Juntinyuat
Juntinyuat
13
PPI Dadap
Dadap
14
PPI Tegal Agung
Tegal Agung
Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Indramayu (2007)
Sampai saat ini terdapat 14 PP/PPI yang ada di Kabupaten Indramayu,
Empat diantaranya merupakan pusat produksi perikanan tangkap. Keempat
PP/PPI tersebut adalah PPP Eretan Wetan, PPI Eretan Kulon, PPI Karangsong,
dan PPI Dadap. Mengingat aktifitasnya, maka PPI Eretan Kulon dan PPI
Karangsong direncanakan ditingkatkan menjadi PPP.
Tabel 9 Fasilitas yang tersedia di PPI Eretan Kulon
Jumlah (unit)
atau Panjang (m)
1 Breakwater
520 m
2 Kade
350 m
3 Jetty
2000 m
4 Kantor PPI
1 unit
5 Koperasi
1 unit
6 TPI
1 unit
7 Depot es
1 unit
8 SPDN
1 unit
9 Bengkel
1 unit
10 Mushola
1 unit
Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Indramayu (2007)
No
Jenis Fasilitas
Fasilitas yang dimiliki oleh PPI Eretan Kulon cukup memadai untuk
menunjang kegiatan perikanan tangkap. Pada akhir tahun 2007, telah berdiri
pabrik fillet ikan kuniran di daerah tersebut. Hal ini menunjukkan adanya
perhatian dinas perikanan dan kelautan setempat terhadap kegiatan ekonomi
masyarakat. Fillet ikan kuniran tersebut diekspor ke Malaysia. Berdirinya pabrik
fillet ikan kuniran dapat memberikan nilai tambah untuk pencanangan PPI Eretan
Kulon menjadi PPP.
46
4.3
Keadaan Umum Perikanan Laut Arafura
4.3.1
Potensi perikanan laut di Arafura
Laut Arafura merupakan salah satu wilayah perairan potensial untuk
penangkapan udang dan ikan demersal. Usaha kegiatan penangkapan ikan dan
udang dimulai sejak tahun 1960-an, baik oleh armada asing maupun armada yang
dimiliki oleh PMA, PMDN, dan perusahaan swasta nasional. Wilayah perairan
Laut Arafura dan Laut Timor termasuk kedalam Wilayah Pengelolaan (WPP-718)
merupakan bagian dari paparan sahul yang dibatasi oleh Provinsi Papua di sebelah
Utara dan provinsi Maluku disebelah barat, serta berhubungan langsung dengan
Laut Banda dan Laut Timor. Menurut Naamin (1984) luas wilayah perairan ini
mencapai 150 000 km2. Daerah Penangkapan di Laut Arafura terdiri dari tiga
bagian yaitu :
1. Daerah Kepala Burung ( sub-area I dan II) meliputi Sele, teluk Bintuni, Fakfak
dan perairan Kaimana;
2. Dolak dan perairan sekitarnya (sub-area IV) meliputi perairan Kokonao, Aika,
Mimika, Aidma dan Digul;
3. Aru dan perairan sekitarnya (sub-area III)
Daerah penangkapan pukat udang di laut Arafura seperti dapat dilihat pada
Gambar 4.
Daerah pengoperasian trawl dibatasi pada koordinat 1300 kearah timur
kecuali di perairan pantai dari masing-masing pulau yang terdapat disekitar laut
Arafura dan dibatasi oleh garis isobath sedalam 10 m. Upaya penangkapan dengan
pukat udang terdapat diperairan Dolak, Kaimana, Mimika, Kepulauan Aru, Teluk
Bintuni, Sele dan selat Membrano di bagian utara Papua. Untuk penangkapan
komersial dilakukan pada kedalaman 10-30 m, disebelah timur Kepulauan Aru
40-50 m sekitar 40 mil dari pantai (Naamin, 1989). Besarnya potensi ikan
demersal di wilayah pengelolaan 718 untuk ikan demersal sebesar 284,7 ribu
ton/tahun sedangkan untuk potensi udang penaeid sebesar 44,7 ribu ton/tahun
dengan status untuk ikan demersal over exploited dampak dari pengoperasian
pukat
ikan
(http://infohukum.kkp.go.id/files_kepmen
Desember 2011).
diunduh
tanggal
28
47
Sumber : KKP (2012)
Gambar 4 Daerah penangkapan pukat udang di Laut Arafura.
4.4
Armada trawl di Arafura
Armada penangkapan ikan yang beroperasi di Laut Arafura sangat
beragam, mulai dari perahu tidak bermotor hingga kapal ikan berukuran lebih
besar dari 500 GT. Kapal pukat udang yang beroperasi dikelompokkan menjadi
stern shrimp trawl dan double rig shrimp trawl.
Pengoperasin stern trawl
penarikan jaring dilakukan dibagian buritan kapal dan hanya menggunakan satu
buah jaring. Sedangkan double rig shrimp trawl penarikan jaring dilakukan dari
dua sisi kapal menggunakan dua buah jaring. Peningkatan jumlah unit
penangkapan double rig shrimp trawl dan stern trawl sampai dengan tahun 2008
mencerminkan bahwa sumberdaya ikan demersal (dan udang) di Laut Arafura
merupakan sasaran utama para pengusaha perikanan. Namun demikian setelah
tahun 2008 menurun nya jumlah unit penangkapan kedua unit tersebut
dikarenakan semakin menurunnya produksi dan fishing ground yang semakin
sempit. Hal ini dikarenakan adanya penolakan masyarakat lokal terhadap
48
pengoperasian pukat udang pada daerah-daerah
daerah daerah tertentu seperti di perairan teluk
Bintuni dan teluk Sele.
Gambar 5 Perkembangan alat tangkap trawl di Arafura tahun 2005 -2009
2009
Kapal trawl yang beroperasi di Arafura berkisar pada 160 – 550 GT
dengan mesin induk menggunakan 400 sampai 1300 PK. Panjang tali ris atas
(head rope)) berkisar antara 22-30
22 30 m panjang tali ris bawah berkisar antara 22 – 32
m. Pada setiap pengoperasian trawl digunakan dua buah otterboard yang dipasang
pada ujung sayap dengan tipe flat rectangular. Ukuran otterboard yang digunakan
panjang 2,5 m dan lebar 1,2 m. Spesifikasi kapal dan ukuran head rope dan
ground rope trawl demersal dapat dilihat pada Tabel 10 dibawah ini :
Tabel 10 Spesifikasi
pesifikasi kapal dan ukuran head rope dan ground rope trawl demersal
yang beroperasi di Laut Arafura.
Nama kapal
Mina Raya 23
Napier Pearl,
Aru Pearl
Surya 85
(PT Maprodin)
Merbah
2,75
3,92
Mesin
Induk
(PK)
800
900
Head
Rope
ope
(m)
28,10
23,04
Ground
Rope
(m)
31,40
28,60
2,70
2,34
2,05
402
650
650
28,11
23,50
29,80
22,23
29,00
23,60
GT
Panjang
(m)
Lebar
(m)
Dalam
(m)
na
166
32,24
21,84
6,50
7,42
166
170
170
24,95
32,30
32,92
7,85
5,96
5,96
49
Mesin Head Ground
Induk
Rope
Rope
(PK)
(m)
(m)
Nusantara Guna I
171
26,40
6,80
3,00
600
23,04
28,60
Nusantara Guna II
171
29,00
7,00
3,20
600
23,04
28,60
Kurnia 12
192
27,40
7,20
3,20
556
25,00
21,00
Kurnia 8
192
27,55
7,32
3,84
565
26,00
22,00
Merawal II
229
35,14
6,60
?
900
23,04
28,60
(PT Maprodin)
229
39,00
6,60
2,85
900
23,50
29,00
(PT Maprodin)
240
41,30
6,40
2,93
1.000
23,50
29,00
(PT Maprodin)
243
39,00
6,60
2,35
900
23,50
29,00
Aman 10
250
24,72
6,90
2,95
565
22,40
26,00
Toyo 57
490
49,60
8,20
3,67
1.000
na
?
(PT Maprodin)
532
50,15
8,50
3,64
1.300
23,50
29,00
Sumber: Purnomo (2004); Purbayanto et al. (2004); Purbayanto dan Riyanto (2005)
Nama kapal
4.4.1
GT
Panjang
(m)
Lebar
(m)
Dalam
(m)
Hasil tangkapan utama dan hasil tangkapan sampingan (bycatch)
trawl demersal di Laut Arafura
Hasil tangkapan utama kapal trawl adalah berbagai macam jenis udang
seperti udang windu (Penaeus monodon), udang jerbung ( Penaeus merguiensis),
udang krosok (Slonecera spp) dan udang dogol (Metapenaus eborancis). Selain
udang sebagai hasil tangkapan utama trawl juga menangkap jenis ikan demersal
seperti peptek (Leiognathus sp), beloso (Saurida tumbil), gulamah (Argyrosomus
amoyensis), tenggiri (Scomberomous sp), kembung (Rastrelliger sp), cumi-cumi
(Loligo sp), manyung (Arius thallassinus) dan layur (Trichiurus spp), kerongkerong (Terapon theraps) dan kurisi (Nemipterus) ikan-ikan tersebut termasuk
dalam bycatch dari trawl (Naamin, 1987; Evans dan Wahju, 1995).
50
51
5
5.1
DAYA PENGURANGAN HASIL TANGKAPAN SAMPINGAN
(BYCATCH) DARI TIGA JENIS BYCATCH REDUCTION DEVICE
(BRD) : PERCOBAAN TRAWL DI LAUT ARAFURA
Pendahuluan
Dalam perikanan udang komersial pembuangan hasil
tangkapan
sampingan (discards) yang dibuang ke laut merupakan hal umum dilakukan
dengan berbagai alasan seperti ekonomi atau keterbatasan ruang. Pembuangan
hasil tangkapan sampingan dianggap berlawanan dengan tujuan konservasi
sumberdaya laut di seluruh dunia. Jumlah ikan yang dibuang kembali ke laut
secara global ditaksir sekitar 7 juta ton per tahun (Kelleher, 2005). Sementara itu,
estimasi jumlah hasil tangkapan sampingan pada perikanan pukat udang di Laut
Arafura Indonesia mencapai 300 ton per tahun (Purbayanto et al. 2004). Hasil
tangkapan sampingan (HTS) tersebut dapat berupa ikan-ikan berukuran kecil dan
spesies yang bukan menjadi sasaran penangkapan (non-target species), termasuk
ikan rucah (trash fish) dan jenis ikan-ikan non ekonomis yang sebagian besar
dibuang kelaut.
Industri perikanan trawl di perairan Arafura mulai dikembangkan sejak
tahun 1969 ketika Balai Penelitian Perikanan Laut (BPPL) bekerjasama dengan
tiga perusahaan perikanan udang dari Jepang melakukan survei di perairan
Arafura pada bulan Mei 1969. Semenjak itu jumlah kapal penangkap udang
bertambah dengan pesat dari sembilan unit pada tahun 1969 menjadi 125 unit
trawl pada tahun 1981 (Naamin dan Sumiono, 1983). Direktorat Jenderal
Perikanan Tangkap (2010) mencatat sebanyak 2186 kapal berukuran 100-500 GT
yang mengoperasikan double rig shrimp trawl dengan mesin penggerak
berkekuatan dari 220 hingga 1300 HP dengan menggunakan double rig shrimp
trawl.
Penelitian dalam bidang selektivitas alat tangkap pada perikanan pukat
udang (BED-TED) telah dimulai oleh Balai Riset Perikanan Laut (BRPL). Untuk
pertama kalinya, bycatch excluder device (BED) sebagai jenis TED pertama yang
digunakan pada perikanan pukat udang diujicoba melalui riset bersama antara
BPPT, IPB, Ditjen Perikanan dan BRPL pada bulan September-Oktober 1982 di
52
perairan Laut Arafura (AAAT, 1982). Selanjutnya, ujicoba dilanjutkan oleh BRPL
di perairan Cilacap dan pantai selatan Jawa Tengah pada bulan Oktober 1982
(Nasution et al. 1983). Pada ujicoba di perairan Laut Arafura secara statistik
penggunaan BED memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pengurangan
jumlah bycatch, yaitu mencapai 80,11 kg per towing (42,51%)
dan tidak
mengurangi hasil tangkapan udang, yaitu mencapai 4,27 kg per towing (27,48%).
Sementara itu pada ujicoba penangkapan di perairan Cilacap, penggunaan BED
juga memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap jumlah bycatch, yaitu
mencapai 86,21 kg per towing (63,92%), dengan kehilangan tangkapan udang
mencapai 1,80 kg per towing (31,41%). Meskipun secara statistik pengurangan
jumlah hasil tangkapan udang tidak berbeda nyata dengan penggunaan BED,
namun angkanya cukup tinggi (27,48-31,41%). Apabila pengoperasian pukat
udang di Laut Arafura adalah dua jam dalam satu kali towing, maka potensi
kehilangan tangkapan udang mencapai 17,08 kg/towing sedangkan di perairan
Cilacap mencapai 7,20 kg/towing. Pengembangan alat tangkap yang selektif yang
telah digunakan untuk mencapai kelestarian ekosistem sebagai contohnya adalah
penggunaan turtle excluder device (TED) pada perikanan trawl komersial di Laut
Arafura yang berhasil mengurangi HTS lebih dari 40%, namun diikuti
berkurangnya hasil tangkapan udang mencapai 5% (Nasution, 1997). Pada
kenyataannya, untuk memperkecil jumlah udang yang lolos dapat dilakukan
dengan mengubah desain jaring sehingga mempercepat arus dan udang akan
terbawa melewati TED dan masuk ke dalam kantong Sainsbury (1986).
Evans dan Wahju (1996) melakukan penelitian dengan menggunakan
pukat udang tanpa TED pada bulan Februari 1992. Mereka melaporkan bahwa
bycatch di Laut Arafura terdiri atas 34 spesies ikan dan 5 spesies invertebrata.
Berat bycatch didominasi oleh ekor kuning (Carangidae), petek (Leioghnathus
insidiator), kurisi (Nemipterus hexadon), kerong-kerong (Therapon theraps) dan
layur (Trichiurus savala). Sementara Mahiswara dan Widodo (2005) melaporkan
bahwa bycatch dari kapal pukat udang ganda (double rig shrimp trawl) tanpa TED
(double-rigged non TED shrimp trawl) berukuran 180 GT yang beroperasi di
sekitar Pulau Unu Laut Arafura pada bulan Juli 2004 terdiri atas 38 spesies finfish,
53
krustase, ular dan penyu. Hasil tangkapan didominasi oleh petek (Leiognathidae),
teri (Engraulidae), gerot-gerot (Haemulidae), pari, sardin, gulamah (Sciaenidae).
Beberapa desain jenis bycatch reduction device (BRD) (seperti TED super
shooter, square mesh windows dan fish eye) telah tersedia untuk diterapkan pada
perikanan trawl udang di Laut Arafura dengan performa terbaik yang dapat
memperbesar peluang pelolosan bagi ikan bycatch dan memperkecil kehilangan
tangkapan udang. Namun demikian, penggunaan BRD dan efektivitasnya pada
perikanan trawl udang di Indonesia perlu diteliti lebih lanjut baik untuk
mengurangi jumlah bycatch yang dibuang kembali ke laut.
5.2
Tujuan dari penelitian
1. Mengumpulkan data komposisi hasil tangkapan trawl dengan BRD maupun
tanpa BRD;
2. Mengevaluasi tiga jenis BRD berdasarkan morfologi ikan bycatch yang
tertangkap;
3. Membandingkan efektivitas dari tiga jenis BRD yang berbeda dalam
mengurangi bycatch berdasarkan proporsi morfologi hasil tangkapan.
5.3
5.3.1
Metode Penelitian
Waktu dan tempat penelitian
Penelitian untuk membandingkan efektivitas tiga jenisBRD yang berbeda
telah dilakukan di perairan sekitar Pulau Dolak Laut Arafura mulai dari tanggal 29
November sampai 9 Desember 2007. Lokasi penelitian berada pada 7º03’ - 8º43’
LS and 137º20’ - 138º45’ BT (Gambar 6). Sedangkan untuk posisi setting dan
hauling selama penelitian dapat dilihat pada Lampiran 14.
5.3.2
Metode pengambilan data
Uji coba penangkapan dilakukan dengan menggunakan KM Laut Arafura
yang berpangkalan di Merauke, Provinsi Papua. Operasi penangkapan dilakukan
di sekitar perairan Pulau Dolak yang dicapai selama 20 jam dari Merauke.
Efektivitas tiga jenis BRD dilakukan dengan menggunakan metode twin trawl
(Wileman et al. 1996). Dengan metode ini, satu kapal menarik dua jaring trawl
54
yang berukuran sama dimana satu sisi jaring dipasang dengan BRD yang akan di
uji coba. Sedangkan sisi lain dipasang dengan jaring tanpa BRD. Kedua jaring
tersebut ditarik secara simultan di bagian samping dengan menggunakan double
rig trawl untuk dibandingkan jumlah hasil tangkapan yang diperoleh. Dengan
demikian pengurangan hasil tangkapan sampingan dari jaring trawl yang
dilengkapi BRD dapat diperkirakan (Cotter et al. 1997).
Sebanyak
21 towing telah dilakukan untuk mengambil sampel hasil
tangkapan pada siang dan malam dengan selama 2 sampai 3 jam/towing (towing
duration) pada kecepatan kapal sekitar 2,5 – 3,0 knot. Panjang tali selambar
mencapai 4-6 kali dari kedalaman perairan. Jaring trawl yang digunakan sesuai
dengan yang dioperasikan oleh KM Laut Arafura dengan desain disajikan pada
Lampiran 1.
Kondisi penangkapan ikan ini disesuaikan dengan operasi
penangkapan yang dilakukan oleh kapal trawl komersial.
Gambar 6 Peta lokasi penelitian BRD di Arafura.
Data tentang hasil tangkapan diperoleh dari trawl yang dilengkapi dengan
jenis BRD yang berbeda, (1) trawl yang dilengkapi dengan TED super shooter
yang digunakan secara komesial di Laut Arafura dan (2) jaring tanpa BRD
(kontrol).
Data yang dikumpulkan meliputi berat hasil tangkapan total (kg),
komposisi spesies per towing, berat ikan per spesies (kg) dan posisi setiap kali
55
melakukan penangkapan.
Bagian sampel pada setiap towing distandarisasi
sebagai hasil tangkapan per towing.
Rata-rata berat hasil tangkapan dari tiga
jenis BRD yang berbeda dipisahkan berdasarkan kelompok taksonomi untuk
dibandingkan. Setelah disortir, hasil tangkapan dipisahkan ke dalam tiga bagian
yaitu :
1. Kelompok ikan, kepiting, dan hewan lainnya berdasarkan spesies.
2. Udang komersial terdiri dari udang windu atau tiger prawn
(Penaeus
monodon dan Penaeus semisulcatus) dan udang jerbung (P. merguiensis)
3. Hasil tangkapan non ekonomis yang terdiri dari ikan-ikan yang tidak
dimanfaatkan.
Sub sampel hasil tangkapan sampingan (bycatch) di lakukan dengan
mengambil satu boks ikan dengan berat sekitar 20 kg dari setiap hauling jaring
baik yang dilengkapi BRD dan tanpa BRD. Estimasi berat total hasil tangkapan
sampingan per hauling dihitung dengan mengalikan jumlah boks hasil tangkapan
per hauling. Seluruh hasil tangkapan di total jumlahnya untuk setiap jaring
perlakuan.
5.3.3
Analisis data
Tabel 11 Rancangan percobaan uji coba penangkapan di laut dari 3 jenis BRD
.Ulangan
1
2
Dst
TED SS
Xi
Xn
Dst
Dimana :
Xi
Tanpa BRD
Xi1
Xn1
Dst
Jenis BRD
SMW Tanpa BRD
Yi
Yi1
Yn
Yn1
Dst
Dst
FE
Zi
Zn
Dst
Tanpa BRD
Z i1
Z n1
Dst
: rata-rata hasil tangkapan trawl dengan TED super shooter per
towing ke-i
Xi1
:
rata-rata hasil tangkapan trawl tanpa BRD per towing ke-i
Yi
: rata-rata hasil tangkapan trawl dengan square mesh window per
towing ke-i
Yi1
: rata-rata hasil tangkapan trawl tanpa BRD per towing ke-i
Zi
: rata-rata hasil tangkapan trawl dengan fish eye per towing ke-i
56
Zi1
: rata-rata hasil tangkapan trawl tanpa BRD per towing ke-i
Data hasil tangkapan per towing dari tiga jenis BRD digunakan untuk
mengestimasi efektivitas pengurangan hasil tangkapan sampingan. Hasil analisis
data disajikan dalam bentuk tabel dan diagram.
Estimasi proporsi bycatch untuk setiap jenis BRD dihitung dengan
menggunakan rumus (1) dan rumus (2). Sedangkan untuk proporsi pengurangan
trawl tanpa BRD dan trawl dengan BRD menggunakan rumus (3).
(1)
Alat dan bahan
Alat dan bahan yang digunakan selama uji coba penangkapan di Laut
Arafura diantaranya :
a. kapal double-rig trawl komersial KM Laut Arafura dengan kapasitas 166 GT
(Tabel 12)
b. jaring trawl komersial yang dilengkapi dengan BRD jenis TED super shooter,
square mesh window, dan fish eye (Gambar 7, 8 dan Gambar 9).
c. papan ukur
d. keranjang/kotak untuk mengambil contoh hasil tangkapan
e. buku identifikasi siapa nama penulisnya
f. timbangan
g. data sheet komposisi hasil tangkapan
h. log book kegiatan penangkapan
i. kamera digital
j. handycam, dan
k. semua alat yang ada di kapal (radar, GPS, echo sounder, binoculair, radio
komunikasi , dll.).
57
Tabel 12 Spesifikasi umum KM Laut Arafura
Nama Kapal
Jenis kapal
Panjang total (m)
Lebar (m)
Dalam (m)
Grostonase
Mesin utama (HP)
MV Laut Arafura
Komersial
22,56 meter
7,79 meter
4,26 meter
166 tonnage register
402 HP
Tabel 13 Spesifikasi trawl yang digunakan pada uji coba penangkapan di laut
A. Data alat
Nama
Keterangan
Tipe alat
Double rig trawl, 4 seam
Jumlah alat
2 unit
Lingkaran mulut jaring (a)
36,6 meter
Panjang total (b)
31,2 meter
Tali ris atas (head rope) (l)
22,6 meter
Tali ris bawah (ground rope) (m)
25,6 meter
Sayap bagian atas (upper wing) (c) 6,86 meter 120 ML ; PE 380, 30 ply
Sayap bagian bawah (lower wing) 5,72 meter 100 ML ; PE 380, 30 ply
(d)
Square (d-c)
2,29 meter 40 ML ; PE 380, 30 ply
Badan (baiting/belly) (e)
11,43 meter 200 ML ; PE 380, 30 ply
Panel bagian sisi (side panel) (n)
24,57 meter 430 ML ; PE 380, 30 ply
Kantong (codend) (f)
6,68 meter 400 ML ; PE 380, 30 ply
Panjang rantai
41,0 meter
Tipe otter board
Flat rectangular
Ukuran otter board
2,5 m (L) x 1,1 m (B)
Berat otter board
250 kg
B. Data bagian kantong (codend)
Ukuran mata jaring (mesh size)
(mm)
Jumlah mata melingkar
Panjang kantong (m)
Jumlah mata kantong
Bentuk mata jaring
Material kantong
Knotted/knotless
Tipe benang
Bentuk pilinan
Single/double twine
44,5 mm (1¾ “)
160 ML
6,675 meter
160 MD
Diamond mesh
PE 180 d/60
Knotted
Multifilament
Twisted
Single
58
Ukuran mata jaring (mesh
mesh size)
size
(mm)
Diameter benang (mm)
Warna benang
44,5 mm (1¾ “)
2,30 mm
Hijau
Spesifikasi tiga jenis BRD yang digunakan selama penelitian dari TED
super shooter, square mesh window,
window dan fish eye serta pemasangannya pada
bagian codend seperti dapat dilihat pada Gambar 7, 8, dan 9.
Spesifikasi Bycatch reduction device
Grid length (cm)
Grid breadth (cm)
Sudut grid
Jenis bahan
Diameters dari grid (mm)
Jumlah dari grid
Jarak kisi (cm)
Kemiringan grid (º)
Posisi pemasangan
Gambar 7
jenis TED super shooter
120 cm
90 cm
25º
Besi stainless steel
16 mm
8 buah
10 cm
57,1º
Bagian depan kantong
Desain dan kon struksi dari TED super shooter dan posisi
penempatannya di dalam codend.
59
Bycatch reduction device jenis jendela empat persegi (square mesh window)
Bentuk mata jaring
Posisi pemasangan
Panjang jendela
Lebar jendela
Bukaan mata jaring (mm)
Material jaring
Knotted/knotless
Tipe benang
Bentuk pilinan
Single/double twine
Diameter benang (mm)
Warna benang
Square mesh window
Bagian atas dari kantong
22 M = 978 mm (in stretched)
48 M = 2136 mm (in stretched)
B1 = 22,5 mm (A,B,C) and B2 =31,75 mm (D)
PE 380, 60 fly
Knotted
Multifilament
Twisted
Single
1,60 mm (A,B,C) and 2,30 mm (D)
Hijau
Gambar 8 Desain dan konstruksi dari square mesh window dan posisi
penempatannya di dalam codend.
60
80 ◊
67 ◊
160 ◊
Bycatch reduction device jenismata ikan (fish eye)
Jenis bahan
Diameter dari mata ikan (mm)
Panjang bingkai (cm)
Lebar bukaan bingkai bagian
belakang (cm)
Lebar bukaan bingkai bagian
depan (cm)
Tinggi bingkai bagian tengah (cm)
Posisi pemasangan
Gambar 9
Besi stainless steel
12,7 mm
60 cm
15 cm
45 cm
9,5 cm
Bagian atas dari kantong
Desain dan konstruksi dari fish eye dan posisi penempatannya di
dalam codend.
61
5.4
5.4.1
Hasil
Komposisi hasil tangkapan
Keragaan turtle exluder device (TED) super shooter, square mesh window
dan fish eye diamati secara visual selama masa uji coba penangkapan dilaut.
Semua tahapan uji coba penangkapan dari pemasangan bycatch reduction device
(BRD) ke dalam kantong, penurunan jaring (setting), (penarikan jaring) towing,
pengangkatan (hauling) dan pelepasan hasil tangkapan dari kantong dengan cara
direkam sebanyak 21 kali secara teknis seluruh jenis BRD menunjukkan performa
yang baik.
5.4.1.1 Komposisi hasil tangkapan jaring trawl tanpa menggunakan BRD
dan TED jenis super shooter
Estimasi berat hasil tangkapan total dari 6 kali towing tanpa menggunakan
perangkat BRD selama penelitian adalah 1.470,86 kg atau 245,14 kg/towing
yang terdiri dari hasil tangkapan utama berupa udang dan ikan hasil tangkapan
sampingan (bycatch). Hasil tangkapan sampingan dari trawl yang digunakan ada
yang dimanfaatkan dan ada yang dibuang (discarded). Dari hasil tangkapan total
dapat dikelompokkan menjadi hasil tangkapan utama berupa udang sebesar 0,46%
atau sebesar 6,72 kg dengan rata-rata 1,12 kg/towing. Hasil tangkapan sampingan
yang dimanfaatkan oleh nelayan (fish catch retained) sebesar 261,65 kg atau
17,79% dari berat total hasil tangkapan yang diperoleh. Jumlah hasil tangkapan
sampingan yang tidak dimanfaatkan dan dibuang ke laut (discarded) lebih besar
dari proporsi keduanya, yaitu mencapai 82,21% atau 1209,21 kg.
Penggunaan perangkat TED super shooter pada trawl memberikan
pengaruh terhadap jumlah hasil tangkapan total yang diperoleh, baik hasil
tangkapan utama maupun hasil tangkapan sampingan. Total hasil tangkapan yang
diperoleh sebesar 1.565,61 kg atau 260,94 kg/towing yang terdiri atas 0,30% atau
4,55 kg udang, 13,07% ikan yang dimanfaatkan berupa ikan ekonomis penting
sebesar 204,70 kg dan hasil tangkapan sampingan yang tidak dimanfaatkan
(discarded) sebesar 86,93% atau sebesar 1.360,91 kg. Perbandingan komposisi
hasil tangkapan diantara dua jenis trawl tanpa BRD dan trawl dengan TED super
shooter seperti dapat dilihat pada Lampiran 5.
62
Estimasi total hasil tangkapan per towing
untuk jaring trawl tanpa
menggunakan BRD sebesar 246,26 kg. Komposisi hasil tangkapan per towing
trawl tanpa menggunakan BRD didominasi oleh Loligo spp sebanyak 45,39 kg
(18,43%), kerong- kerong (Terapon theraps) 37,44 kg (15,20%), layur (Trichiurus
lepturus) 22,59 kg (9,17%), tiga waja (Johnius spp) 20,50 kg (8,32%), sardin
(Pellona ditchela) 16,73 kg (6,79%), kuro (Polydactillus spp) 14,75 kg (5,99%)
dan beberapa jenis ikan lainnya.
Gambar 10 Komposisi hasil tangkapan trawl tanpa BRD super shooter
Sedangkan dengan pemasangan TED jenis super shooter hasil tangkapan
per towing didominasi oleh kepiting (crab) sebesar 67,35 kg (25,74%), diikuti
oleh ikan kerong (Terapon theraps) sebesar 50,20 kg (19,18%), layur (Trichiurus
lepturus) 22,80 kg (8,71%), tiga waja (Johnius spp) 18,30 kg (6,99%), sardine
(Pellona ditchela) 16,32 kg (6,23%) dan beberapa jenis ikan lainnya seperti selar
(Carangoides spp), kuro (Polydactillus spp) dan lain-lain sebesar 86,33 kg
(32,98%).
63
Gambar 11 Komposisi hasil tangkapan trawl dengan TED super shooter
Apabila dilihat dari jenis dan berat ikan per towing yang tertangkap, hasil
tangkapan trawl yang dilengkapi dengan TED super shooter lebih besar dari trawl
tanpa BRD dalam mengurangi hasil tangkapan sampingan. Beberapa spesies ikan
yang mengalami penurunan dengan pemasangan TED super shooter antara lain
Loligo spp dari 45,39 kg/towing menjadi 1,05 kg menurun sebesar 18,03 %, pari
(Dasyatis kuhlli) mengalami penurunan dari 12,24 kg menjadi 6,69 kg (2,41%),
gerot-gerot (Pomadasys maculatus) mengalami penurunan dari 9,20 kg menjadi
0,42 kg (3,58%), Polydactillus spp mengalami penurunan dari 14,75 kg menjadi
10,14 kg (2,11%) dan Johnius spp dari 20,50 kg menjadi 18,30 kg (1,33%).
Berdasarkan persentase morfologi antara trawl tanpa BRD dengan trawl
dengan TED super shooter menunjukkan bahwa kedua trawl didominasi oleh
ikan-ikan
compressed
dan
depressed.
Jenis
krustase
(kepiting)
yang
dikelompokan campuran (mixed) banyak tertangkap pada trawl yang dilengkapi
dengan TED super shooter (Gambar 12).
64
Gambar 12 Persentase hasil tangkapan sampingan (bycatch) berdasarkan
morfologi antara trawl tanpa BRD dengan trawl TED super shooter
5.4.1.2 Komposisi hasil tangkapan trawl tanpa menggunakan BRD dan
BRD square mesh window (jendela empat persegi)
Estimasi berat hasil tangkapan total trawl tanpa perangkat BRD sebesar
3.451,37 kg dengan rata-rata 431,42 kg/towing yang terdiri atas udang sebagai
hasil tangkapan utama dan ikan sebagai hasil tangkapan sampingan. Berat udang
yang tertangkap sebesar 6,10 kg atau 0,18% dari total hasil tangkapan. Sementara
itu jumlah ikan yang dimanfaatkan mencapai 200,25 kg atau 5,80%. Hasil
tangkapan sampingan yang tidak dimanfaatkan mencapai 94,19% atau 3.251,12
kg dengan rata-rata 406,39 kg/towing.
Pemasangan BRD jenis square mesh window berpengaruh terhadap jumlah
hasil tangkapan yang diperoleh. Berat total hasil tangkapan yang diperoleh untuk
jaring yang dilengkapi dengan square mesh window adalah 3.245,82 kg dengan
rata-rata 405,73 kg/towing. Berat udang yang tertangkap adalah 4,75 kg atau
hanya 0,15% dari total hasil tangkapan. Sementara itu ikan ekonomis yang masuk
ke dalam kantong sebesar 143,60 kg atau 4,42%. Berat ikan non ekonomis yang
tidak dimanfaatkan (discarded) mencapai 95,58% dari hasil tangkapan atau
mencapai 3.102,22 kg dengan rata-rata 387,78 kg/towing (Lampiran 6).
65
Pada Gambar 13 menunjukkan bahwa hasil
tangkapan per towing tanpa
menggunakan perangkat square mesh window (SMW) didominasi oleh kepiting
sebesar 154,62 kg (35,7%), ikan bulu ayam (Setipinna spp) sebesar 57,53 kg
(13,3%), sardine Pellona ditchela sebesar 54,79 kg (12,68%), tiga waja (Johnius
spp) sebesar 28,61 kg (6,62%), layur (Trichiurus lepturus) sebesar 23,74 kg
(5,49%) dan beberapa jenis ikan lainnya yang mencapai 26,05% dari berat total
per towing ikan sebesar 112,40 kg.
Gambar 13 Komposisi hasil tangkapan trawl tanpa BRD square mesh window
66
Gambar 14 Komposisi hasil tangkapan trawl dengan BRD square mesh window
Pemasangan square mesh window menunjukkan adanya perubahan pada
komposisi hasil tangkapan yang diperoleh. Hasil tangkapan per towing didominasi
oleh ikan tiga waja (Johnius spp) sebesar 21,34 kg (5,25%), layur (Trichiurus
lepturus) sebesar 18,15 kg (4,47%), selar (Alepes melanoptera) sebesar 2,05 kg
(0,05%), lidah (Cynoglosus spp) sebesar 6,44 kg (1,59%), kuro (Platycepalus spp)
sebesar 0,31 kg (0,1%), slengseng (Megalaspis cordila) sebesar 4,35 kg (1,07%)
dan beberapa jenis ikan lainnya seperti remang (Muraenesox bagio) dalam jumlah
kurang dari 1 % dari berat per towing seperti dapat dilihat pada Gambar 14.
Proporsi hasil tangkapan bycatch berdasarkan morfologi antara trawl tanpa
BRD dan trawl square mesh window didominasi oleh jenis krustase (kepiting) dan
ikan compressed. Kepiting banyak tertangkap dalam jumlah besar baik yang
dilengkapi BRD maupun tidak dilengkapi BRD.
67
Gambar 15 Persentase hasil tangkapan sampingan (bycatch) berdasarkan
morfologi antara trawl tanpa BRD dan trawl square mesh window
5.4.1.3 Komposisi hasil tangkapan jaring trawl tanpa BRD dan BRD fish
eye (mata ikan)
Estimasi hasil tangkapan total trawl tanpa dilengkapi BRD sebesar
2.650,17 kg dengan rata-rata 378,60 kg/towing yang terdiri atas hasil tangkapan
utama dan hasil tangkapan sampingan. Hasil tangkapan utamanya berupa udang
sebesar 19,95 kg atau 0,75%. Sementara itu hasil tangkapan sampingan yang
dimanfaatkan sebanyak 168,80 kg atau 6,37%, dan sisanya merupakan hasil
tangkapan sampingan yang dibuang (discarded) mencapai 93,63% atau sebesar
2.481,37 kg dengan rata-rata 354,48 kg/towing.
Penggunaan fish eye memberikan pengaruh terhadap total hasil tangkapan
yang diperoleh. Hal ini dapat dilihat dari penurunan jumlah total hasil tangkapan
mencapai 359,36 kg. Total hasil tangkapan yang diperoleh trawl yang dilengkapi
dengan mata ikan sebesar 2.290,80 kg dengan rata-rata 327,26 kg/towing yang
terdiri dari udang sebagai hasil tangkapan utama sebesar 15,71 kg atau 0,69%,
ikan yang dimanfaatkan sebesar 88,05 kg atau 3,84% dan ikan yang tidak
dimanfaatkan (discarded) mencapai 96,16% atau sebesar 2.202,75 kg dengan ratarata 314,68 kg/towing (Lampiran 7).
68
Pada Gambar 16 dapat dilihat bahwa komposisi hasil tangkapan per
towing dari trawl tanpa perangkat BRD.
Hasil tangkapan trawl tanpa
menggunakan BRD di didominasi oleh kepiting sebesar 203 kg (53,22%), ikan
bulu ayam (Thryssa setrirostris) sebesar 34,18 kg (8,96%), tiga waja (Johnius
spp) sebesar 27,14 kg (7,11%), sardine (Pellona ditchela) sebesar 18,29 kg
(4,78%), tembang (Illisa melastoma) sebesar 16,72 kg (4,78%), gerot-gerot
(Pomadasys maculatus)
12,64 kg (3,31%) dan bawal hitam (Formio niger)
sebesar 11,81 kg (3,10%). Sedangkan beberapa jenis ikan lainnya seperti petek
(Leiognathus spp), nomei (Harpadon nehereus), kerong (Terapon theraps) dan
manyung (Arius maculathus) yang mencapai 15,13.% dari total ikan per towing
yaitu sebesar 57,73 kg.
Pemasangan bycatch reduction device mata ikan (fish eye) pada trawl
berpengaruh terhadap hasil tangkapan trawl per towing. Hasil tangkapan
didominasi oleh ikan carangids (Urapsis urapsis) sebesar 169,08 kg (51,32%),
diikuti manyung (Arius maculathus) sebesar 39,37 kg (11,95%), bulu ayam
(Setipinna spp) sebesar 26,80 kg (8,13%), tembang (Illisa melastoma) sebesar
21,94 kg (6,66%), srinding (Apogon spp) sebesar 11,86 kg (3,60%) dan kepiting
sebesar 13,99 kg (4,25%). Sedangkan beberapa jenis ikan lainnya dengan
persentase mencapai 13,51% dari berat total ikan per towing sebesar 44,22 kg
(Lampiran 17).
Berdasarkan Gambar 18 menunjukkan bahwa persentase bycatch yang
tertangkap tanpa BRD dan dengan fish eye didominasi oleh ikan-ikan yang
berbentuk compressed dan kepiting.
69
Gambar 16 Komposisi hasil tangkapan trawl tanpa BRD fish eye
Gambar 17 Komposisi hasil tangkapan trawl dengan BRD fish eye
70
Gambar 18 Persentase hasil tangkapan sampingan (bycatch) berdasarkan
morfologi antara trawl tanpa BRD dengan trawl BRD fish eye
5.4.2
Keefektifan ketiga jenis BRD dalam mengurangi bycatch berdasarkan
morfologi
Berdasarkan pengelompokan berat ikan hasil tangkapan sampingan dari
setiap jenis BRD menunjukkan bahwa untuk TED super shooter ikan-ikan yang
tertangkap didominasi yang berbentuk compressed yaitu seperti kerong (Terapon
theraps) 19,15%, selar (Carangoides spp) 5,11%, tigawaja (Johnius spp) 6,98%
dan kuro (Polydactillus spp) 3,87%, untuk yang berbentuk anguilliform yaitu
layur (Trichiurus lepturus) 8,7%,
yang berbentuk depressed yaitu manyung
(Arius maculatus) 3,51%. Untuk BRD jenismata ikan (fish eye) ikan yang
tertangkap didominasi oleh yang berbentuk compressed-1 dan compressed-2 yang
terdiri dari carangid (Urapsis urapsis) 51,67%, tigawaja (Otolites spp) 33,65%
dan bulu ayam (Setipinna spp) 8,19%. Untuk ikan yang berbentuk depressed ikan
yang tertangkap didominasi oleh manyung (Arius maculatus) 12,03%. Sedangkan
BRD jenis jendela empat persegi (square mesh window) ikan tangkapan
sampingan yang tertangkap terdiri dari yang berbentuk compressed-1 dan
compressed-2 yaitu bulu ayam (Setipinna spp) 8,86%, tigawaja (Johnius spp)
5,28%, Pellona ditchela 4,94% dan selar (Carangoides spp) 3,47%. Untuk ikan
yang berbentuk depressiform ikan yang tertangkap yaitu manyung (Arius
71
maculatus) 2,85%, lidah (Cynoglosus spp) 1,59% dan pari (Dasyatis kuhlli) 1,1%.
Sedangkan untuk ikan yang berbentuk anguilliform jenis ikan yang tertangkap
yaitu layur (Trichiurus lepturus) sebesar 4,49%.
Berdasarkan estimasi berat ikan hasil tangkapan sampingan yang
diloloskan untuk setiap bentuk morfologi ikan hasilnya menunjukkan bahwa
untuk BRD jenissuper shooter mengurangi ikan yang berbentuk compressed (baik
itu compressed-1 maupun compressed-2) sebesar 4,98%, untuk yang berbentuk
depressiform sebesar 1,79% dan anguilliform sebesar 0,47%. Sedangkan untuk
ikan hasil tangkapan sampingan yang berbentuk fusiform mengalami kenaikan
sebesar 3,65%.
Sementara itu untuk BRD jenis square mesh window mengurangi ikan
yang berbentuk compressed sebesar 6,23%, sedangkan untuk depressed, fusiform
dan anguilliform masing-masing mengalami kenaikan sebesar 3,55%, 0,72% dan
0,97%. Sedangkan untuk BRD jenis mata ikan (fish eye) mengurangi ikan hasil
tangkapan sampingan yang berbentuk compressed sebesar 10,23% dan
anguilliform sebesar 4,62%. Sedangkan untuk ikan yang berbentuk depressed dan
fusiform masing-masing mengalami kenaikan sebesar 13,32% dan 1,54%.
Perbandingan proporsi ikan yang tertangkap berdasarkan bentuk ikan pada bagian
jaring tanpa BRD dan jaring yang dilengkapi BRD dapat dilihat pada Gambar 19
dibawah ini.
Hasil uji statistik dengan menggunakan analisis sidik ragam satu arah
menunjukkan bahwa perbandingan berat hasil tangkapan ikan yang berbentuk
compressed dari ketiga jenis bycatch reduction device tidak berbeda nyata. Hal ini
ditunjukkan dengan nilai P 0,074 > α(0,05).
Demikian pula hasil uji statistik
untuk ikan yang berbentuk depressed tidak berbeda nyata dengan P 0,472 >
α(0,05) dan ikan yang berbentuk anguilliform hasil nya tidak berbeda nyata P
0,165> α(0,05).
72
Gambar 19 Persentase bycatch antara trawl tanpa BRD dan trawl dengan BRD
menurut morfologi ikan hasil tangkapan
Berdasarkan pada Gambar 19 diatas menunjukkan bahwa proporsi dari
ketiga jenisBRD masih didominasi oleh ikan-ikan yang berbentuk compressed
untuk TED super shooter sebesar 65,95%, fish eye sebesar 76,72%, TED super
shooter sebesar 65,95% dan square mesh window sebesar 73,50%.
Akan tetapi
bila dilihat berdasarkan persentase pelolosan nya fish eye mengurangi ikan-ikan
yang berbentuk compressed dengan persentase tertinggi dibandingkan dengan
square mesh window atau TED super shooter. Sedangkan untuk BRD jenis fish
eye ikan yang berbentuk depressiform tertangkap sebesar 19,12% kemudian TED
super shooter 18,15% dan square mesh window sebesar 14,83%. Untuk TED
super shooter dan square mesh window ikan yang berbentuk anguilliform
tertangkap masing-masing sekitar 11%. Sementara untuk ikan-ikan yang
berbentuk fusiform dari ketiga jenis BRD hanya tertangkap dibawah 5%.
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam untuk morfologi dari ketiga jenis BRD
tidak berbeda nyata. Hal ini dikarenakan kisaran nilai yang kecil untuk setiap
morfologi ikan yang tertangkap oleh BRD, sehingga tidak memberikan pengaruh
yang berbeda nyata secara statistik.
73
5.5
Pembahasan
5.5.1
Keragaan teknis BRD selama uji coba penangkapan
Pada awalnya bycatch reduction device yang digunakan pada perikanan
pukat udang Indonesia disebut BED (bycatch excluder devices) yang berasal dari
modifikasi TED (turtle excluder devices) dari Amerika. Pemasangan TED pada
trawl ditujukan untuk mengurangi tertangkapnya penyu dan disebut juga sebagai
“Trawl Efficiency Device”, karena alat ini juga dapat mencegah tertangkapnya
hewan-hewan laut besar lainnya seperti ikan hiu, ikan pari dan ubur-ubur (Eayrs,
2005).
Perkembangan desain dan konstruksi TED mengalami modifikasi yang
ditujukan untuk meloloskan penyu yang dikenal dengan TED jenis super shooter.
TED jenis super shooter yang baru dikembangkan harus dipakai tetapi, banyak
kapal trawl menyalah gunakan aturan ini sehingga pada saat operasi penangkapan
tidak memasang alat tersebut dengan lasan mengganggu saat melakukan operasi
penangkapan diatas kapal. Setelah diamati terdapat beberapa permasalahan dalam
mengimplementasikan TED tersebut seperti : teknis, sering terjadi kegagalan
operasi penangkapan akibat penggunaan TED, lemahnya penjagaan, kontrol,
pengawasan karena lemahnya hukum (Purbayanto et al. 2004); dan pengurangan
hasil tangkapan udang sebagai tangkapan utama sangat signifikan jumlahnya
(Evans dan Wahju, 1996; Nasution, 1997). Beberapa faktor yang perlu
dipertimbangkan dalam menentukan jenis bycatch reduction device diantaranya :
1. Ukuran dari jaring trawl dan cara penanganan nya (Broadhusrt dan Kennelly,
1994);
2. Lokasi dari daerah penangkapan ikan serta kondisi dari daerah penangkapan
ikan (Brewer et al. 1998; Robin dan McGilvray, 1999);
3. Spesies ikan yang akan dikeluarkan dan ukurannya (Matsuoka dan Kan 1991,
Robin dan McGilvray, 1999);
4. Pengetahuan mengenai tingkah laku ikan yang menjadi target dan hasil
tangkapan sampingan (Broadhurst dan Kennelly, 1996; Watson, 1989).
74
5.5.2
Perbandingan Komposisi hasil tangkapan trawl tanpa BRD dan trawl
dengan BRD
Kondisi sumberdaya ikan demersal yang menjadi habitat wilayah perairan
dekat pantai cenderung memiliki keanekaragaman yang tinggi dibandingkan
dengan ikan pelagis (Mahiswara, 2004). Jenis sumberdaya tersebut dapat berupa
ikan, moluska maupun krustase. Beragamnya jenis sumberdaya tersebut yang
mengakibatkan hasil tangkapan trawl tediri atas berbagai macam spesies baik
udang sebagai target utama maupun ikan sebagai hasil tangkapan sampingan. Hal
ini disebabkan oleh sifat pengoperasian trawl yang ditarik menyapu dasar perairan
sehingga semua jenis sumberdaya ikan yang ada di daerah pengoperasian akan
masuk kedalam kantong.
Beragamnya jenis sumberdaya ikan di lokasi penelitian ditunjukkan oleh
banyaknya spesies ikan dan krustasea yang tertangkap. Jumlah spesies ikan yang
tertangkap selama penelitian untuk TED super shooter sebanyak 25 spesies ikan,
2 spesies krustase dan 1 spesies moluska. Untuk jaring yang dilengkapi dengan
square mesh window ikan yang tertangkap terdiri dari 29 spesies, 27 spesies ikan
dan 2 spesies krustase. Sedangkan untuk jaring trawl yang dilengkapi dengan fish
eye terdiri dari 27 spesies diantaranya 25 spesies ikan dan 2 spesies krustase.
5.5.2.1 Trawl tanpa BRD versus trawl dengan TED super shooter
Penggunaan perangkat TED super shooter tidak memberikan pengaruh
yang signifikan terhadap komposisi hasil tangkapan yang diperoleh. Hal ini dapat
dilihat dari jumlah spesies yang tertangkap pada pengoperasian trawl baik tanpa
maupun dilengkapi dengan TED super shooter. Tujuan pemasangan TED super
shooter adalah untuk mengurangi hasil tangkapan sampingan pada trawl. Akan
tetapi dari uji coba penangkapan yang telah dilakukan, hasil tangkapan total trawl
yang dilengkapi dengan TED super shooter lebih besar 15,44 kg bila
dibandingkan dengan trawl tanpa TED. Apabila dilihat dari perbandingan berat
rata-rata hasil tangkapan antara trawl tanpa TED dan trawl yang dilengkapi
dengan TED super shooter
tidak terdapat perbedaan yang nyata pada hasil
tangkapan trawl baik tanpa TED maupun dilengkapi dengan TED super shooter.
Hal ini dikarenakan TED super shooter dirancang khusus untuk mengeluarkan
penyu yang masuk ke dalam trawl sehingga jarak antar kisinya 10 cm lebih lebar
75
bila dibandingkan dengan ukuran ikan yang masuk ke dalam kantong berkisar
antara 2-4 cm. Berat rata-rata hasil tangkapan pada trawl yang dilengkapai TED
super shooter lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa BRD. Hal ini
mengindikasikan telah terjadi penyumbatan (blocking) pada bagian pintu keluar
(exit hole), sehingga ikan-ikan yang seharusnya dapat meloloskan diri masuk
kedalam codend. Mekanisme pelolosan ikan melalui TED super shooter terjadi
jika ikan yang memiliki kemampuan renang tinggi mampu bertahan dan
menemukan celah keluar di bagian bawah TED (Eayrs, 2005). Selain itu ikan
yang memiliki ukuran body girth lebih besar ketika menabrak kisi akan tertahan
sesaat dan kemudian berusaha untuk meloloskan diri melewati celah yang ada.
Ikan berukuran kecil yang memiliki kemampuan renang rendah akan ikut
terdorong masuk kekantong pada saat trawl ditarik, sehingga ikan tersebut masuk
kedalam kantong.
Meskipun demikian, penggunaan TED super shooter memberikan
pengaruh terhadap pengurangan persentase ikan hasil tangkapan rata-rata per
towing baik yang dimanfaatkan maupun yang dibuang kelaut. Selain itu terdapat
juga adanya penambahan persentase ikan hasil tangkapan rata-rata per towing
untuk beberapa ikan hasil tangkapan sampingan. Pengguraan TED super shooter
menunjukkan berhasil mengurangi persentase ikan yang signifikan yaitu pada
Loligo spp sebesar 18,03% sedangkan penambahan persentase rata-rata per
towing pada kepiting yaitu 25,3%.
5.5.2.2 Trawl tanpa BRD versus trawl dengan BRD square mesh window
Jendela empat persegi (square mesh window) merupakan perangkat BRD
yang memungkinkan ikan yang memiliki orientasi renang ke atas dapat
meloloskan diri melalui celah mata jaring yang lebih besar (Broadhurst, 2000).
Penggunaan jendela empat persegi pada trawl tidak memberikan pengaruh yang
signifikan terhadap komposisi hasil tangkapan yang diperoleh. Hal ini dapat
dilihat dari jumlah spesies keduanya yang tidak jauh berbeda. Pada trawl tanpa
jendela empat persegi jenis spesies yang tertangkap sebanyak 29 spesies yang
terdiri atas 27 spesies ikan dan 2 spesies krustase. Sementara itu pada trawl
dengan jendela empat persegi , jumlah spesies yang tertangkap adalah 29 spesies
yang terdiri atas 27 spesies ikan dan 2 spesies krustase. Jendela empat persegi
76
memungkinkan jenis ikan yang memiliki kemampuan renang dan daya tahan
melawan arus yang baik untuk meloloskan diri pada saat penarikan jaring
berlangsung. Spesies ikan yang tertangkap didominasi oleh jenis ikan demersal
yang memiliki kemampuan renang rendah sehingga tidak dapat meloloskan diri
melalui celah yang ada di bagian atas kantong trawl. Meskipun demikian,
beberapa spesies ikan yang dimanfaatkan oleh nelayan mengalami penurunan
persentase dengan pemasangan perangkat jendela empat persegi antara lain
Cynoglosus spp, Megalaspis cordila, Trichiurus lepturus dan Johnius spp.
Menurut Y-H Kim et al. (2008) menyebutkan bahwa pelolosan ikan melalui
jendela empat persegi sangat dipengaruhi oleh sudut yang tepat dari ikan untuk
berenang lurus kedepan, rangsangan yang ditimbulkan oleh perubahan pergerakan
jaring, sudut pembelokan dan kecepatan renangnya.
Secara keseluruhan
penggunaan jendela empat persegi telah mengurangi persentase hasil tangkapan
sampingan secara keseluruhan sebesar 26,12%, demikian pula dengan jumlah ikan
ekonomis yang tertangkap mengalami pengurangan.
5.5.2.3 Trawl tanpa BRD versus trawl dengan BRD fish eye
Penggunaan mata ikan pada trawl memberikan pengaruh terhadap jumlah
spesies hasil tangkapan yang diperoleh. Hal ini dapat dilihat pada jumlah spesies
pada trawl tanpa mata ikan yang lebih banyak, yaitu 27 spesies yang terdiri dari
26 spesies ikan dan 2 spesies krustase. Sementara itu pemasangan mata ikan
mengurangi jumlah spesies yang tertangkap. Jumlah spesies pada trawl dengan
mata ikan adalah 20 spesies, yang terdiri atas 18 spesies ikan dan 2 spesies
krustase.
Perangkat mata ikan pada prinsipnya menyerupai jendela empat persegi
yang mengandalkan pada kemampuan bertahan dan kecepatan renang ikan untuk
meloloskan diri melalui celah yang terdapat pada bagian atas kantong.
Perbedaannya adalah, pada mata ikan celahnya merupakan celah tunggal dan
menyerupai bentuk mata ikan. Pada saat penarikan jaring, arus yang ditimbulkan
akan membuka bagian kantong trawl, dan dalam waktu yang bersamaan celah
pelolosan mata ikan akan ikut terbuka. Ikan yang memiliki kemampuan renang
yang tinggi meloloskan diri melalui celah yang terbuka. Posisi pemasangan mata
ikan sangat berpengaruh terhadap jumlah ikan yang dapat diloloskan. Hal ini
77
dinyatakan oleh Hannah et al. (2003) bahwa pemasangan mata ikan mengurangi
hasil tangkapan sampingan akan tetapi efektifitasnya sangat dipengaruhi oleh
posisi penempatannya pada jaring.
Berdasarkan pada persentase pengurangan rata-rata ikan per towing yang
diperoleh, pemasangan mata ikan mampu mereduksi hasil tangkapan sampingan
sebesar 63,85%. Sedangkan bila dilihat dari jumlah spesies yang berhasil
dikeluarkan, mata ikan lebih baik dibandingkan dengan TED super shooter dan
jendela empat persegi. Hal ini dikarenakan terjadinya pengurangan untuk jenis
kepiting yang mencapai 48,97%. Penggunaan mata ikan telah mereduksi 7 spesies
ikan antara lain Thryssa setrirostris, Harpadon nehereus, Johnius spp, Alepes
melanoptera, Formio niger, Euristhmus lepturus dan Triachantus spp. Sedangkan
dari perbandingan antara berat hasil tangkapan rata-rata per towing pemasangan
mata ikan mengurangi ikan berat ikan sebesar 51,44 kg per towing. Pemasangan
mata ikan mengurangi persentase ikan ekonomis penting yang tertangkap tetapi
besarnya hanya dibawah 5%.
5.5.3
Efektivitas BRD dalam mengurangi hasil tangkapan sampingan
Secara umum diketahui hampir semua perikanan tangkap menghasilkan
hasil tangkap sampingan (bycatch), namun dibandingkan beberapa alat tangkap
lainnya khususnya trawl memberikan kontribusi hasil tangkapan sampingan yang
lebih besar bila dibandingkan dengan alat tangkapan lainnya (Alverson et al.
1994). Khususnya pukat udang yang beroperasi di perairan Arafura merupakan
alat yang paling efektif untuk menangkap udang dan ikan dasar lainnya. Dari segi
konstruksi pukat udang memiliki kantong (codend) dengan ukuran mata jaring
yang berukuran 1 ¾ inci (40 mm) sehingga banyak organisme laut lain yang ikut
tertangkap termasuk ikan dalam berbagai ukuran.
Hasil tangkapan sampingan dominan pukat udang adalah jenis ikan
demersal yang memiliki nilai ekonomis cukup tinggi serta hewan lainnya seperti
kepiting, sotong, gurita dan udang kecil lainnya. Purbayanto dan Sondita (2006)
telah mengidentifikasi hasil tangkapan pukat udang di sekitar perairan Dolak
sebanyak 43 spesies yang terdiri dari 35 spesies ikan, 3 spesies moluska dan 5
spesies krustase. Hasil tangkapan sampingan (bycatch) ini
dipengaruhi oleh
78
faktor musim dan lokasi pengoperasian dari alat tangkap (Harris dan Poiner,
1990). Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian Purbayanto dan Sondita (2006)
yang menyebutkan faktor kedalaman serta lokasi perairan berpengaruh nyata
terhadap biomas dari 11 taksa yang diidentifikasi.
Permasalahan yang dihadapi pada perikanan trawl saat ini adalah
banyaknya hasil tangkap sampingan yang selanjutnya dibuang kembali ke laut
(discards). Untuk mengurangi hasil tangkapan sampingan tersebut maka
pemasangan Bycatch Reduction Device (BRD) merupakan suatu alternatif. Dari
penelitian yang telah dilakukan oleh Chokesanguan et al. (1994) di Thailand,
Renaud et al. (1993) di Amerika, dan Brewer et al. (1998) di Australia
menunjukkan bahwa pemasangan BRD dapat mengurangi berat hasil tangkapan
sampingan. Sedangkan untuk pemasangan TED jenis super shooter di Indonesia
menunjukkan adanya penurunan hasil tangkapan sampingan sebesar 40%, namun
demikian hasil tangkapan udang juga mengalami penurunan sebanyak 30 %
(Nasution, 1997).
Dari hasil penelitian yang dilakukan terlihat bahwa penggunaan BRD
dengan kisi-kisi dapat mengurangi komposisi spesies hasil tangkapan terutama
pada spesies ikan pelagis seperti ikan herring yang memiliki kecepatan renang
relatif cepat dibandingkan spesies ikan demersal dengan ukuran kecil (Suuronen,
1995). Konstruksi BRD didesain untuk memberikan peluang terhadap ikan yang
akan diloloskan, baik oleh karena mekanisme arus yang ditimbulkan maupun
menabrak kisi (Mahiswara, 2004). Menurut Day (1996) dalam penelitiannya
mengemukakan bahwa, pada saat trawl dioperasikan di bagian dalam jaring terjadi
turbulensi arus, yang kemudian oleh adanya pengarah ikan akan terdorong menuju
kerangka berkisi. Kondisi ini memungkinkan ikan ukuran besar serta ikan dengan
kemampuan renang relatif kuat dapat meloloskan diri melalui pintu keluar.
Sementara ikan yang berukuran kecil dengan kemampuan renang relatif lemah
terbawa arus masuk menuju bagian kantong dari trawl.
Hasil pengamatan selama penelitian menunjukkan adanya faktor-faktor
lain yang mempengaruhi jumlah HTS yang keluar dari trawl yang menggunakan
TED super shooter, yaitu terjadinya penutupan pada bagian kisi (blocking) dan
79
menyumbat pintu keluar. Penutupan pada bagian kisi terutama disebabkan karena
sampah dasar perairan ataupun ikan ukuran besar. Menurut Suuronen (1995);
Ferno dan Olsen (1994) menyatakan bahwa selektifitas dari BRD yang
menggunakan sorting grid dipengaruhi oleh besarnya tangkapan yang dapat
menghambat kisi. Kondisi ini tidak dapat dihindarkan oleh trawl karena target
spesies (udang) menghuni habitat bersama dengan spesies yang lain di dasar
perairan. Untuk memperbaiki keragaan dari TED super shooter diperlukan untuk
membuat kondisi dimana ikan tidak terakumulasi di bagian depan dari grid atau
kisi.
Perolehan hasil tangkapan selama penelitian memberikan gambaran
keragaman jenis ikan yang tertangkap jaring trawl sangat tinggi. Dimana sebanyak
28 spesies berhasil diidentifikasi selama penelitian. Faktor posisi dan kedalaman
perairan stasiun pengoperasian tampak berpengaruh terhadap berat, jenis dan
ukuran hasil tangkapan. Faktor yang berpengaruh terhadap jumlah HTS pada
perikanan trawl antara lain bentuk dan ukuran mata jaring, diameter kantong,
hanging ratio (Eayrs, 2005), ketersediaan ikan, kondisi perairan (Hall, 1996),
kecepatan dan lama penarikan jaring (Cotter et al. 2002). Pada saat pengoperasian
trawl bentuk dan ukuran mata jaring (mesh size) akan mengalami perubahan.
Penarikan jaring menjadikan mata jaring menjadi rapat. Bukaan mata jaring
sebagai pengaruh pemberian nilai hanging ratio menjadi berubah oleh bentuk oleh
pengaruh penarikan jaring dan beban dibagian kantong (Herrmann, 2005).
Disamping bukaan mata jaring, faktor lain yang berpengaruh terhadap hasil
tangkapan sampingan yaitu terjadinya blocking (penutupan) bagian kantong oleh
hasil tangkapan di bagian kantong (Ferno dan Olsen, 1994).
Pada trawl tanpa dipasang BRD dan trawl yang dilengkapi ketiga jenis
BRD mengurangi rata-rata hasil tangkapan total per towing. Dimana fish eye
mengurangi total tangkapan per towing yaitu sebesar 51,44 kg, yang diikuti
square mesh window sebesar 25,69 kg, tetapi pada super shooter lebih besar
sebesar 15,44 kg. Lebih tingginya nilai total rata-rata per towing pada TED super
shooter dikarenakan perbedaan kontruksi dari TED super shooter yang memiliki
kisi-kisi yang cukup lebar serta adanya pintu keluar (exit hole) pada bagian bawah
kisi menyebabkan ikan yang berukuran lebih kecil dari jarak kisi akan terus
80
masuk kedalam bagian kantong (codend). Sementara bagian pintu keluar dari
TED super shooter berada dibagian bawah sehingga ikan-ikan yang tidak
memiliki orientasi renang kebawah akan sulit untuk keluar.
Sedangkan pada BRD jenis fish eye hal ini diduga karena konstruksi mata
ikan dan memiliki celah yang cukup lebar sehingga memungkinkan ikan yang
memiliki kemampuan penglihatan yang cukup baik dan kecepatan renang lebih
besar dapat lolos melalui celah tersebut. Sedangkan pada trawl dengan jendela
empat persegi ikan dapat lolos melalui jaring empat persegi yang berukuran 2,25
cm dan 3,15 cm pada saat penarikan mata jaring empat persegi ini tidak ikut
tertutup sehingga ikan yang memiliki ukuran lebih kecil dari jaring empat persegi
dengan kemampuan renang yang baik dapat lolos dari bagian kantong.
Evaluasi menyeluruh terhadap efektivitas penggunaan BRD untuk
mengurangi hasil tangkapan sampingan (bycatch) dapat dijelaskan dengan
membandingkan persentase pengurangan dari masing-masing jenis BRD yang
digunakan. Parameter tersebut adalah persentase rata-rata per towing untuk
masing-masing spesies dari hasil tangkapan sampingan (HTS) dan udang yang
dapat dikurangi. Secara keseluruhan untuk parameter jumlah spesies, jaring trawl
yang menggunakan square mesh window memperoleh jumlah spesies tertinggi (29
spesies) diikuti oleh TED super shooter (25 spesies) dan mata ikan (20 spesies).
Hal ini diduga berkorelasi dengan pengoperasian alat tangkap yang dilakukan di
tempat yang memiliki keanekaragaman yang tinggi. Untuk proporsi pengurangan
rata-rata hasil tangkapan sampingan per towing menunjukkan bahwa pemasangan
ketiga jenis BRD mengurangi rata-rata hasil tangkapan sampingan per towing
walaupun secara statistik tidak signifikan. Dari hasil pengurangan bycatch
tersebut menunjukkan bahwa fish eye memberikan kemudahan bagi ikan untuk
meloloskan diri melalui pintu keluar dan menghindarkan udang lolos dari bagian
kantong (cod end). Sedangkan menurut Broadhurst et al. (2002) menyatakan
penggunaan square mesh panel secara signifikan telah mengurangi berat dari hasil
tangkapan sampingan (bycatch) sebesar 49% serta berat dari beberapa ikan hasil
tangkapan sampingan yang komersial dan non komersial sebesar 75,7%
(Broadhurst et al. 2002). Akan tetapi penelitian tidak menjelaskan morfologi dari
bycatch yang dikurangi. Hal ini diduga adanya perbedaan jenis ikan serta bentuk
81
morfologi dari ikan-ikan bycatch yang diloloskan. Berdasarkan ketiga jenis BRD
tersebut proporsi dari ikan hasil tangkapan sampingan dengan hasil tangkapan
utama masih tinggi lebih dari 95%. Menurut Purbayanto dan Riyanto (2005)
menyatakan bahwa tinggi nya proporsi antara ikan-ikan hasil tangkapan
sampingan dengan hasil tangkapan utama dikarenakan beberapa faktor yaitu :
1. Alat tangkap pukat udang memiliki sifat aktif yaitu mengejar target ikan
dengan cara ditarik oleh kapal sehingga banyak ikan yang bukan menjadi
target penangkapan ikut tertangkap;
2. Perairan tempat observasi adalah perairan dangkal dengan kedalaman 10-35
m, kondisi ini menyebabkan bukaan mulut pukat udang masih dapat menyapu
sebagian besar kolom perairan, ditandai dengan tertangkapnya jenis ikan
pelagis;
3. Perairan yang dangkal merupakan tempat ikan mencari makan (feeding
ground), pemijahan (spawning ground), dan pemeliharaan (nursery ground).
Sehingga banyak ikan muda (berukuran kecil) yang ikut tertangkap;
4. Dasar perairan Laut Arafura memiliki permukaan yang relatif landai karena
merupakan daerah paparan dan memiliki substrat berlumpur yang merupakan
habitat bagi jenis ikan demersal; dan
5. Pengoperasian pukat udang tidak diikuti pemasangan alat pemisah ikan (API),
sehingga jumlah ikan yang bukan menjadi target penangkapan banyak
tertangkap.
5.5.4
Pengurangan hasil tangkapan sampingan berdasarkan morfologi ikan
Berdasarkan persentase pengurangan berat ikan yang tertangkap pada
bagian kantong yang dilengkapi dengan BRD dengan berat ikan yang tidak
dilengkapi dengan BRD untuk setiap jenis BRD menunjukkan bahwa BRD jenis
fish eye mengurangi hasil tangkapan sampingan untuk ikan-ikan yang berbentuk
compressed dan anguilliform. Demikian juga untuk TED super shooter
mengurangi ikan-ikan yang berbentuk compressed dan anguilliform. Sedangkan
untuk BRD jenis square mesh window mengurangi ikan-ikan yang berbentuk
compressed. Ikan-ikan yang berbentuk compressed memiliki proporsi yang cukup
besar hal ini dapat dilihat dari ketiga jenis BRD yang digunakan menangkap lebih
82
dari 70%. Hal ini berkaitan dengan distribusi ikan demersal yang berbentuk
compressed banyak dijumpai di laut Arafura seperti hasil penelitian sebelumnya
bahwa ikan-ikan yang mendominasi diantaranya peperek, bilis, gerot-gerot dan
tembang (Purbayanto dan Sondita, 2006). Sedangkan untuk ikan-ikan yang
berbentuk depressed dan fusiform persentasenya hanya sedikit. Selain itu jumlah
tangkapan di kantong (codend) dan kecepatan penarikan kapal (towing speed)
selama penelitian berlangsung diduga berpengaruh terhadap pelolosan ikan
melalui BRD. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penggunaan BRD jenis
fish eye mengurangi ikan-ikan hasil tangkapan sampingan dari famili Lutjanidae,
Sciaenidae dan Scombridae (Rulifson et al. 1992; Watson, 1996).
Pengurangan hasil tangkapan sampingan dengan menggunakan BRD
square mesh panel pertama kali dilakukan di Eropa (Karlsen dan Larsen, 1989)
dan di Australia pada kondisi perikanan komersial (Broadhurst dan Kennelly,
1997). Dari ketiga jenis BRD ikan-ikan yang berbentuk depressed mengalami
kenaikan dibandingkan dengan yang tanpa menggunakan BRD. Hal ini berkaitan
dengan kemampuan renang yang rendah dari ikan yang berbentuk depressed
untuk berenang kearah atas menuju posisi fish eye ataupun square mesh window.
Menurut Broadhurst dan Kennelly (1997) menyebutkan bahwa square mesh yang
dipasang pada bagian atas dari codend berhasil mengurangi hasil tangkapan
sampingan secara signifikan terutama untuk spesies komersial seperti Sillaginidae
dan Platycephalidae serta meningkatkan efisiensi dari trawl dalam menangkap
udang sebesar 14% (Broadhurst dan Kennelly, 1997). Lebih jauh lagi Briggs
(1992) telah melakukan observasi dimana panel empat persegi yang dipasang
pada pada bagian kantong (codend) untuk menangkap Nephrops efektif untuk
beberapa spesies yang berbentuk fusiform untuk meloloskan diri terutama dari
jenis ikan whiting tanpa mengurangi hasil tangkapan utama secara signifikan.
Sedangkan dalam penelitian ini bentuk ikan fusiform yang tertangkap pada trawl
yang dilengkapi dengan square mesh window persentasenya hanya sedikit (<1%).
Sehingga walaupun adanya kenaikan persentase penambahan <1% belum dapat
menggambarkan proporsi square mesh window dalam mengurangi hasil
tangkapan sampingan.
83
Beberapa penelitian mengenai TED super shooter telah dilakukan di Gulf
of Mexico yang menunjukkan efektif dalam mengurangi hasil tangkapan
sampingan berukuran besar seperti penyu (Renaud et al. 1993). Selain untuk
meloloskan penyu TED super shooter telah berhasil mengurangi tangkapan
sampingan ikan-ikan berukuran besar lainnya (Brewer et al. 1998; McGilvray et
al. 1999). Walaupun hasilnya efektif untuk meloloskan penyu dan ikan berukuran
besar lainya, namun demikian BRD jenis super shooter tidak didukung oleh
industri perikanan terutama disebabkan karena biaya, dampak negatif terhadap
keragaan alat tangkap, penanganan dan lolosnya hasil tangkapan utama yaitu
udang (Tucker et al. 1997). Hal ini dikarenakan konsruksi dari kisi-kisi (grid)
yang dipasang berfungsi sebagai pengarah dari ikan/hewan lainnya untuk keluar
melalui lubang keluar (exit hole) yang dipasang dibagian bawah kisi. Berdasarkan
persentase pengurangan bentuk ikan yang diloloskan pemasangan TED super
shooter mengurangi ikan-ikan yang berbentuk compressed dan anguilliform.
Sedangkan untuk ikan-ikan yang berbentuk depressed dan fusiform mengalami
kenaikan. Persentase pengurangan ikan-ikan yang berbentuk compressed dan
anguilliform berkaitan dengan respon dari ikan-ikan tersebut untuk berenang
kearah bawah. Sedangkan ikan-ikan yang berbentuk depressed terdiri dari ikan
pari dan sebelah yang mewakili bentuk badan yang lebar melebihi jarak dari kisi
(grid) dan kemampuan renang yang rendah sehingga masuk kedalam kantong
(codend). Selain TED super shooter efektif dalam mengurangi hasil tangkapan
sampingan yang mencapai 39% akan tetapi TED super shooter juga mengurangi
hasil tangkapan utama sebesar 50% (Brewer et al. 1998). Sehingga untuk
perikanan trawl skala industri yang beroperasi di perairan Arafura maka bycatch
reduction device yang sesuai untuk dikembangkan berdasarkan bentuk morfologi
ikan yang akan diloloskan yaitu BRD jenis mata ikan (fish eye) dan jendela empat
persegi (square mesh window).
84
5.6
Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini adalah :
1. Jumlah spesies yang telah diidentifikasi selama uji coba penangkapan
diperoleh TED super shooter 23 spesies ikan, 2 spesies krustase dan 1 spesies
moluska. Square mesh window terdiri dari
27 spesies ikan dan 2 spesies
krustase. Fish eye terdiri dari 20 spesies ikan dan 2 spesies krustase.
2. Komposisi hasil tangkapan untuk trawl dengan TED super shooter terdiri dari
compressed 50%, depressed 14%, anguilliform 8%, fusiform 4% dan mixed
24,71%. Jenis square mesh window terdiri dari compressed 31%, depressed
6%, anguilliform 5%, fusiform 1% dan mixed 58%. Sedangkan fish eye terdiri
dari compressed 73%, depressed 18%, fusiform 3%, anguilliform 1% dan
mixed 5%.
3. Berdasarkan persentase morfologi ikan yang diloloskan, BRD jenis fish eye
mengurangi ikan yang berbentuk compressed (10,23%) dan anguilliform
(4,62%). Bycatch reduction device jenis square mesh window mengurangi
ikan yang berbentuk compressed (6,23%) sedangkan TED super shooter
mengurangi ikan yang berbentuk compressed (4,98%) dan anguilliform
(0,47%).
85
6
6.1
PROSES PELOLOSAN IKAN MELALUI BYCATCH REDUCTION
DEVICE (BRD): PERCOBAAN LABORATORIUM
Pendahuluan
Pemasangan bycatch reduction device pada trawl ditujukan untuk
mengurangi ikan-ikan hasil tangkapan sampingan dari perikanan trawl demersal.
Mekanisme pelolosan ikan melalui BRD dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu
secara mekanik atau fisik agar ikan tidak menuju bagian kantong (codend) dan
menggiring ikan untuk keluar melalui pintu keluar (exit hole). Selain itu dengan
melakukan pendekatan melalui perbedaan tingkah laku ikan dan udang. Dimana
ikan mempunyai kemampuan renang (swimming ability) yang lebih baik
dibandingkan dengan invertebrate yang bergerak lambat. Ikan pada jaring yang
bergerak dan menyesuaikan diri terhadap arah tarikan, kemudian berenang keluar
melalui pintu keluar. Sebaliknya udang akan langsung masuk kedalam codend
dari trawl (Eayrs, 2005).
Pada perikanan pukat udang perbedaan karakteristik (ukuran, tingkah laku
dan morfologi dari ikan yang akan diloloskan mempunyai peranan yang sangat
penting. Perbedaan tersebut akan menentukan jenis BRD yang akan digunakan.
Untuk jarring yang dilengkapi dengan BRD pada kantong bagian atas akan efektif
dalam meloloskan ikan-ikan yang memiliki orientasi renang keatas (Eayrs, 2005).
Sehingga setiap jenis BRD memiliki proses pelolosan berbeda tergantung dari
karakteristik ikan yang akan diloloskan. Untuk itu maka proses pelolosan ikan
ikan pada trawl terutama bagian kantong merupakan faktor yang penting untuk
diamati.
6.2
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mendeskripsikan proses pelolosan ikan pada tiga jenis BRD yaitu TED super
shooter, square mesh window dan fish eye
2. Mengkuantifikasi pelolosan ikan dari tiga jenis BRD yang berbeda yaitu TED
super shooter, square mesh window dan fish eye
86
6.3
Metode Penelitian
Penelitian dilakukan di flume tank dengan menggunakan model codend
trawl yang ditempatkan pada bagian pengamatan. Tiga jenis BRD (TED super
shooter, square mesh window, dan fish eye) yang berbeda di pasang pada model
codend . Tiga jenis BRD yang berbeda dipasang pada kantong dengan mata ¾
inci, panjang codend 80 mata dan keliling kantong 90 mata.
Pengamatan dilakukan untuk tiga jenis BRD yang berbeda dan tingkah
laku ikan di dalam codend yang terpasang di dalam flume tank. Kecepatan air di
dalam flume tank diukur dengan menggunakan flow meter dengan merk flow
watch. Pengamatan terhadap tiga jenis BRD yang berbeda dilakukan untuk
mengamati proses pelolosan ikan dari codend. Simulasi proses pelolosan ikan
dilakukan dengan menggunakan ikan air tawar yaitu nila (Oreochromis niloticus),
patin (Pangasius pangasius), dan mas (Cyprinus carpio).
Pemilihan ketiga jenis ikan ini ditujukan untuk mewakili morfologi dari
ikan yang berbentuk compressed dan depressed. Proses pelolosan ikan dari TED
super shooter, square mesh window, dan fish eye diamati dengan mengunakan
handycam dan kamera digital. Pada penelitian ini, menggunakan asumsi bahwa
ikan yang dijadikan sampel pengujian mewakili secara morfologi ikan bycatch
dari trawl.
Tabel 14 Dimensi flume tank yang digunakan dalam pengamatan
Panjang
10 m
Lebar
4m
Tinggi
1,9 m
Ukuran kanal/lorong air
1,2 x 1,2 m
Kapasitas air
48.000 lt
Kecepatan air
0,5 – 3 m/s
Jendela pengamatan
3m x 1m
87
Tabel 15 Kesamaan ikan uji dan ikan bycatch
No
1
Ikan uji
Ikan Nila
Ikan Bycatch
Keterangan
Pepetek
Morfologi Comppressed 1
Kuniran
Morfologi Comppressed 2
Manyung
Morfologi Depressed
(Oreochromis
Oreochromis niloticus)
2
Ikan Mas
(Cyprinus carpio)
3
Ikan Patin
(Pangasius pangasius)
6.3.1
Waktu dan tempat penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2007 bertempat di Flume tank
Departemen Pemanfaatan
emanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, IPB.
6.3.2
Metode pengumpulan data
Pengamatan di flume tank dilakukan untuk mengamati tingkah laku ikan
pada saat meloloskan diri melalui BRD. Pengamatan terhadap tingkat pelolosan
ikan untuk masing-masing
masing jenis BRD dilakukan dengan menghitung jumlah ikan
yang lolos dan tertangkap pada setiap jenisBRD. Pengamatan
tan dilakukan dengan
dua jenisukuran
ukuran ikan yang berbeda (compressed,
(
dan depressed)
depressed dengan 3 kali
ulangan untuk setiap jenis BRD. Ikan yang digunakan sebanyak 40 ekor dengan
proporsi sama untuk setiap ekor.
Rancangan
gan percobaan untuk pengamatan di flume tank adalah sebagai
berikut :
88
Tabel 16 Rancangan percobaan untuk pengamatan di flume tank
Morfologi
C1
Jenis bycatch reduction device
TED super shooter
Square mesh window
1
1
2
2
3
3
Fish eye
1
2
3
C2
1
2
3
1
2
3
1
2
3
D1
1
2
3
1
2
3
1
2
3
D2
1
2
3
1
2
3
1
2
3
Keterangan :
C1 = ikan compressed-1 (ikan pipih tegak)
C2 = ikan compressed-2 (ikan pipih campuran)
D1 = ikan depressed-1 (ikan bentuk datar lebih kecil dari kisi)
D2 = ikan depressed-2 (ikan bentuk datar lebih besar dari kisi)
1. TED super shooter
Model TED super shooter dipasang di dalam flume tank pada kecepatan
air 0,7 m/s. Konstruksi dari kerangka TED super shooter terbuat dari besi
berukuran diameter 6 mm, dengan tinggi dan lebar masing-masing 26,7 mm dan
21,5 mm. Kisi terbuat dari bahan besi dengan diameter 4 mm berjumlah 7 buah
dengan panjang antara 200-270 mm. Kerangka dari TED super shooter berbentuk
oval, dipasang pada trawl dengan sudut pemasangan 57,1 o , dengan jarak kisi 19
mm. Dua buah pelampung dipasang pada bagian atas dari kerangka TED super
shooter dengan gaya apung sebesar 28 grf/unit.
89
2. Fish eye
Fish eye dibuat dari besi dengan diameter 4 mm. Pintu keluar berbentuk
elips dengan ukuran 215 mm dan ukuran melingkar 285 mm. Panjang dan tinggi
dari fish eye masing-masing adalah 145 mm dan 50 mm. Satu pelampung plastik
Y3H dipasang di bagian atas dari bagian elips untuk mengurangi berat besi dari
fish eye sehingga jaring tidak turun kebawah. Fish eye dipasang pada bagian
codend dengan posisi 17 ½ mata dari depan dan 38 mata dari belakang.
3. Square mesh window
Model square mesh window terbuat dari 2,5 inci PE 380 d/30 berbentuk
kotak dengan panjang 4 x 6 bar di bagian tengah. Square mesh ukuran 1,5 inci
dibuat dari PE 380 d/30 dengan panjang 10 b x 15 b yang dipasang mengelilingi
square mesh dengan ukuran 2,5 inci. Pemasangan square mesh di dalam codend
diletakan pada 25 ½ mata dari bagian depan.
6.3.3
Analisis data
Analisis data yang digunakan dalam pengamtan proses pelolosan ikan ini
secara deskriptif tabulatif.
6.4
Hasil
Pengamatan terhadap proses pelolosan ikan dari trawl yang dilengkapi tiga
jenis bycatch reduction device telah dilakukan dengan memasang model BRD
didalam flume tank. Selama pengamatan setiap individu ikan yang meloloskan diri
dari codend yang dilengkapi dengan BRD menunjukkan proses yang berbeda.
Proses pelolosan dari setiap BRD dijelaskan pada sub bagian dibawah ini.
6.4.1
Persentase pelolosan ikan melalui BRD
Hasil pengamatan di flume tank menunjukkan bahwa square mesh window
meloloskan ikan lebih banyak yaitu 17 ekor diikuti oleh fish eye 15 ekor dan TED
super shooter 12 ekor. Dengan demikian tingkat pelolosan ikan dengan
menggunakan square mesh window 42,5%, fish eye 37,5% dan TED super shooter
30% dari total ikan yang digunakan. Data pengamatan tingkat pelolosan ikan di
flume tank seperti dapat dilihat pada Tabel 17.
90
Tingginya tingkat pelolosan pada BRD jenis square mesh window
dibandingkan dengan fish eye dan TED super shooter, diduga berkorelasi dengan
posisi penempatan lubang pelolosan yang berbeda. Konstruksi square mesh
window yang dibentuk dari jaring empat persegi (bar) memudahkan ikan untuk
keluar. Sementara fish eye hanya memiliki satu pintu keluar yang dipasang pada
bagian atas kantong (codend). Pemasanagan BRD jenis square mesh window dan
fish eye membutuhkan kemampuan ikan yang mempunyai orientasi renang keatas
(upper fore). Sedangkan TED jenissuper shooter memiliki mekanisme yang
berbeda dalam meloloskan ikan dibandingkan dengan square mesh window
maupun fish eye.
Tabel 17 Tingkat pelolosan rata-rata ikan uji pada setiap jenisBRD
Morfologi
C1
C2
D1
D2
TED super shooter
Lolos Tertangkap
%
2
4
3
3
8
6
7
7
20
40
30
30
square mesh window
Lolos Tertangkap
%
3
5
4
5
7
5
6
5
30
50
40
50
Lolos
fish eye
Tertangkap
%
2
3
5
5
8
7
5
5
20
30
50
50
Keterangan :
C1 = ikan compressed-1 (ikan pipih tegak)
C2 = ikan compressed-2 (ikan pipih campuran)
D1 = ikan depressed-1 (ikan bentuk datar lebih kecil dari kisi)
D2 = ikan depressed-2 (ikan bentuk datar lebih besar dari kisi)
6.4.2
Proses pelolosan ikan melalui BRD
1. TED super shooter
Ikan yang memiliki tebal tubuh lebih kecil dari dari kisi akan melakukan
mekanisme pelolosan sebagai berikut : (1) ikan melewati kisi dan langsung masuk
kedalam codend, (2) ikan berhasil lolos dengan melewati kisi bagian depan
seolah-olah akan masuk ke codend namun demikian menerobos kisi bagian bawah
dan keluar melalui lubang pelolosan hingga akhirnya keluar, (3) ikan lolos
dikarenakan ada obyek atau ikan yang berukuran besar tertahan pada kisi bagian
bawah sehingga menimbulkan celah yang cukup lebar antara flapper dengan kisi
TED super shooter, (4) ikan tersangkut pada kisi TED super shooter secara
melintang atau pada bagian sirip ventralnya dan (5) ikan tersangkut pada kisi dan
berhasil lolos melalui lubang keluar. Berdasarkan pengamatan Winger et al.
91
(2010) menyatakan bahwa ketika ikan melewati bagian jarring menghadap ke kisi
memebrikan beberapa respon seperti berputar arah, tetap berenang kearah kisi,
berenang melalui kisi dan keluar melalui lubang pelolosan.
Proses pelolosan ikan dari TED super shooter selama pengamatan dapat
dilihat pada Gambar 20.
Gambar 20 Proses pelolosan ikan dengan tebal tubuh lebih kecil dari jarak kisi
pada TED super shooter
Kelompok ikan yang kedua adalah ikan yang memiliki tebal tubuh lebih
besar dari kisi. Kelompok ikan ini memilki tiga respon ketika mendekati TED
super shooter yaitu : (1) ikan masuk ke dalam codend dengan menggunakan
bagian nasal tubuhnya (kepala), (2) ikan masuk ke dalam codend dengan ventral
(ekor) terlebih dahulu kemudian memutar badannya 90o, kemudian ikan terdorong
arus dan masuk ke dalam codend, dan (3) ikan lolos dari TED super shooter
setelah menabrak kisi dan terdorong oleh arus dan keluar melalui lubang keluar.
Proses pelolosan ikan dengan tebal tubuh lebih besar dari kisi disajikan pada
Gambar 21.
Gambar 21 Proses pelolosan ikan dengan tebal tubuh lebih besar dari jarak kisi
pada TED super shooter.
92
2. Square mesh window
Proses pelolosan ikan pada square mesh window dapat dikelompokkan
menjadi empat kelompok yaitu (1) ikan lolos langsung dari lubang pelolosan,
dilakukan oleh ikan-ikan berukuran kecil berbentuk compressed dan compressed
campuran dengan cara renang vertikal tanpa merubah posisi tubuhnya terhadap
sumbu x, (2) ikan lolos dengan menerobos lubang pelolosan dari arah codend
dengan
sudut pelolosan berkisar 30-60o terhadap sumbu x, (3) ikan yang
meloloskan diri dengan menerobos celah pelolosan dari arah depan dengan sudut
pelolosan berkisar antara 30-60o, dan (4) ikan yang membatalkan menerobos
lubang pelolosan karena ukuran tubuhnya lebih besar dari lubang pelolosan.
Proses pelolosan ikan pada square mesh window selama pengamatan disajikan
pada Gambar 22.
Gambar 22 Proses pelolosan ikan pada square mesh window.
3. Fish eye
Proses pelolosan ikan pada fish eye relatif hampir sama dengan dua
jenisBRD sebelumnya, tetapi ada beberapa perbedaan proses pelolosan yang
mencolok pada fish eye. Pada fish eye hanya terdapat dua respon ikan ketika
mendekati alat yaitu: (1) ikan meloloskan diri melalui celah fish eye dari arah
belakang. Ikan yang melakukan proses ini adalah ikan-ikan yang memiliki tebal
tubuh lebih kecil dari lubang fish eye yang berbentuk elip dalam hal ini semua
ikan yang dicoba memiliki peluang untuk meloloskan diri. (2) ikan yang
mendekati fish eye dan kemudian membelokkan arah renangnya ke bagian bawah
93
fish eye. Proses pelolosan ikan dengan mengunakan fish eye ditunjukkan pada
Gambar 23.
Gambar 23 Proses pelolosan ikan pada fish eye.
6.5
Pembahasan
Tingkat pelolosan ikan melalui square mesh window mempunyai
persentase yang lebih tinggi dibandingkan dengan dua jenisBRD lainnya.
Perbedaan tingkat pelolosan ini disebabkan perbedaan konstruksi dari ketiga
jenisBRD tersebut. Perbedaan konstruksi akan berpengaruh terhadap proses
pelolosan ikan dimana setiap ikan memiliki orientasi renang yang berbeda. Kim
dan Wardle (2005) mengindikasikan bahwa ikan dengan lebar tubuh lebih kecil
dari mata jaring akan mampu meloloskan diri dari codend jika dapat mengatasi
penglihatan dan memiliki kemampuan renang lebih cepat dari penarikan jaring.
Celah pelolosan pada square mesh window yang berbentuk empat persegi akan
tetap terbuka sehingga sehingga akan memudahkan ikan untuk meloloskan diri.
Akan tetapi pada square mesh window berdasarkan pengamatan membutuhkan
perubahan posisi renang dari ikan untuk keluar yaitu posisi horizontal menjadi
vertikal. Hal ini membutuhkan energi yang cukup bagi ikan terutama adanya arus
pada flume tank. Larsen dan Isaksen (1993) menyatakan bahwa kesulitan bagi
ikan untuk mengubah arah renangnya sebesar 90 0 untuk menerobos jaring pada
kecepatan arus yang tinggi. Menurut Kim dan Wardle (2005) ada tiga parameter
yang menentukan pelolosan ikan pada square mesh window yaitu sudut renang
ikan saat mendekati mata jaring, sudut ketika tubuh ikan menerobos mata jaring
dan kecepatan menerobos. Ikan umumnya akan menerobos dengan posisi tubuh
lurus untuk mengurangi gesekan dan tanpa harus menarik tubuhnya. Ketiga
94
tahapan tersebut membutuhkan energi yang cukup besar. Dari hasil pengamatan
untuk BRD jenissquare mesh window mempunyai tiga jenis pelolosan. Hal ini
yang menyebabkan square mesh window lebih mudah untuk meloloskan diri
dibandingkan dengan BRD jenislain. Pada square mesh window ikan dapat
membengkokkan tubuhnya setelah mendekati mata jaring (1) menerobos secara
vertikal, (2) memanfaatkan sudut-sudut mata jaring sehingga dapat keluar secara
diagonal, dan (3) ikan yang berukuran kecil dapat bergerak secara vertikal tanpa
merubah arah renangnya.
Celah pelolosan pada BRD fish eye tidak harus merubah pola renang ikan
dan ikan dapat lolos tanpa ada gesekan bahkan dapat melewati celah meskipun
ada arus dalam codend. Sebaliknya berdasarkan hasil pengamatan ikan-ikan yang
memiliki tubuh lebih besar dari ukuran mata jaring (depressed) mengalami
kesulitan keluar melalui square mesh window. Ikan berbentuk compressed yang
berukuran kecil memiliki kemampuan renang yang rendah. Ikan kecil yang
berbentuk compressed memudahkan ikan-ikan tersebut untuk meloloskan diri.
Namun pada kondisi yang sesungguhnya ikan-ikan yang berukuran kecil mungkin
tidak dapat mempertahankan posisi renangnya bahkan untuk mencari celah
pelolosan. Selain ukuran ikan kondisi perairan juga juga akan berpengaruh
terhadap penglihatan ikan (Breen et al. 2004). Keterbatasa dalam penelitian ini
yaitu ikan-ikan yang digunakan bukan merupakan ikan yang ada di laut tetapi
hanya mewakili dari aspek morfologinya. Selain itu ukuran ikan yang digunakan
berukuran kecil sehingga dalam uji coba di flume tank menggunakan arus yang
kecil 0,7 m/s tidak mewakili arus yang sesungguhnya pada penarikan trawl (2,5
knot). Aspek morfologi dari ikan-ikan yang berbentuk compressed dan depressed
dari ikan uji memiliki tingkah laku renang yang sama dengan ikan bycatch.
Sehingga dengan proses pelolosan ikan-ikan yang di uji coba dapat
menggambarkan proses pelolosan ikan melalui BRD. Selain itu penelitian ini
menjadi acuan untuk pengembangan penelitian proses pelolosan ikan selanjutnya.
6.6
Kesimpulan
1. Bycatch reduction device jenis square mesh window mampu meloloskan ikan
lebih banyak daripada jenis fish eye maupun TED super shooter dimana
95
square mesh window sebesar 42,5%, fish eye 37,5% dan TED super shooter
30%.
2. Square mesh window dan fish eye dapat digunakan untuk meloloskan ikan
dengan morfologi compressed. Selain ikan compressed BRD fish eye dapat
digunakan untuk meloloskan ikan depressed.
3. Proses pelolosan ikan-ikan pada square mesh window dan fish eye
memudahkan ikan untuk meloloskan diri dibandingkan dengan TED super
shooter.
96
97
7
7.1
MORFOLOGI HASIL TANGKAPAN SAMPINGAN JARING ARAD
(MINI TRAWL) DI PERAIRAN UTARA JAWA BARAT
Pendahuluan
Sumberdaya ikan di perairan Indonesia sangat beragam dan telah
dimanfaatkan nelayan dengan berbagai jenis peralatan penangkapan ikan. Salah
satu jenis alat penangkapan ikan yang efektif namun mendapat sorotan banyak
pihak adalah trawl. Sorotan ini muncul di antaranya akibat diperolehnya ikan
jenis non target atau bycatch dalam proporsi yang umumnya jauh lebih besar dari
proporsi ikan jenis target (Saila, 1983; Hall, 1996; Purbayanto, 2004). Masalah ini
timbul
karena
spesifikasi
trawl
yang
sekarang
banyak
digunakan
menyebabkannya tergolong sebagai alat tangkap yang tidak selektif karena tidak
mampu
meloloskan
berbagai jenis/ukuran ikan yang sebenarnya tidak
diharapkan. Masalah lain dari penggunaan trawl ini berhubungan dengan perilaku
nelayan yang umumnya membuang hasil tangkapan sampingan ke laut (disebut
discards), khususnya
dari kegiatan kapal-kapal ikan yang dioperasikan oleh
perikanan berskala industri, mereka tidak memanfaatkan hasil tangkapan ini
(Andrew dan Pepperell, 1992; Alverson et al. 1994; Kelleher, 2005). Sifat teknis
alat
dan
perilaku
nelayan
tersebut
mendorong
timbulnya
ide
bahwa
pengembangan teknologi ini perlu diarahkan untuk mengurangi dampak negatif
terhadap lingkungan dan sumberdaya ikan sehingga mendukung konservasi
sumberdaya ikan agar tidak terjadi kepunahan (Purbayanto dan Baskoro, 1999).
Sejak diterbitkannya Keppres No. 39 tahun 1980 tentang Penghapusan
Jaring Trawl di seluruh Wilayah Indonesia, nelayan penangkap udang melakukan
terobosan
dengan menggunakan beberapa jenis alat penangkapan ikan yang
prinsip cara pengoperasiannya adalah sama dengan cara trawl dioperasikan.
Beberapa contoh di antaranya adalah jaring arad (Purbayanto, 2003). Secara
umum konstruksi jaring arad terdiri dari bagian sayap (wing), badan (body) dan
kantong (codend). Bahan jaring seluruhnya dibuat dari bahan polyethylene (PE).
Dalam pengoperasiannya jaring diturunkan dan kemudian jaring ditarik keatas
kapal dengan menggunakan alat bantu gardan dalam pengoperasiannya jaring arad
98
dilengkapi dengan alat pembuka mulut jaring (otterboard) yang dibuat dari bahan
kayu dan diberi pemberat (Manadiyanto et al. 2000).
Sampai saat ini, khususnya perairan utara Jawa, jaring arad telah lama
beroperasi dengan menggunakan perahu motor tempel dan dioperasikan di
wilayah perairan pantai dengan jenis dasar lumpur dengan kedalaman perairan 5 –
10 m (Imron, 2008). Jaring arad digolongkan sebagai demersal trawl skala kecil
yang dioperasikan secara aktif dengan ditarik oleh perahu. Alat tangkap ini
ditujukan untuk menangkap udang dan ikan demersal (Subani dan Barus, 1989).
Trawl dan alat-alat sejenisnya tersebut masih banyak dioperasikan di wilayah
barat Indonesia dan konflik sering terjadi di antara nelayan pengguna trawl/alat
sejenisnya dan nelayan yang mengoperasikan alat tangkap yang lain. Sementara
ini, trawl (pukat hela) masih diijinkan untuk dioperasikan di wilayah Kalimantan
Timur dengan adanya Permen no 06 tahun 2008 tentang Penggunaan alat
penangkapan ikan pukat hela di perairan Kalimantan Timur bagian utara ( Ditjen
Perikanan Tangkap, 2011).
Di tengah keprihatinan tentang dampak terhadap lingkungan dan
sumberdaya ikan, trawl masih tetap menjadi alat tangkap primadona karena alat
ini sangat efektif untuk menangkap ikan demersal maupun jenis ikan pelagis,
tergantung pada metode pengoperasiannya (von Brandt, 2004).
Status
permasalahan hasil tangkapan sampingan (bycatch) belum tentu sama pada tempat
dan waktu yang berbeda. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh banyak faktor, di
antaranya adalah selektivitas dari alat tangkap (Kelleher, 2005; Enever et al.
2009), musim (Ye et al. 2000), orientasi ekonomi (Diamond, 2003), lama operasi
penangkapan (Cotter et al. 2002) serta lokasi dan waktu operasi penangkapan ikan
(Kennelly, 1995). Oleh karena itu, cara untuk menangani permasalahan hasil
tangkapan
sampingan
pada
perikanan
mempertimbangkan faktor-faktor tersebut.
trawl
harus
dibuat
dengan
Hal ini juga berarti, permasalah
bycatch di dua lokasi yang berdekatan belum tentu sama, walaupun jenis
teknologi yang diterapkan adalah sama. Penelitian ini merupakan bagian dari
upaya perbaikan teknologi bycatch reduction device (BRD).
mengatasi permasalahan yang dijelaskan
Upaya untuk
harus dimulai dengan mempelajari
karakteristik jenis-jenis ikan yang tertangkap. Salah satu faktor penting yang
99
menentukan kuantitas hasil tangkapan sampingan (bycatch) adalah morfologi dari
setiap jenis ikan yang akan diloloskan (Broadhurst, 2000).
7.2
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengestimasi komposisi hasil tangkapan jaring arad di dua lokasi, yaitu
Blanakan dan Eretan Kulon, pada waktu yang berbeda (yaitu Juli dan
Desember 2007).
2. Membandingkan morfologi jenis ikan yang tertangkap jaring arad di dua
lokasi, yaitu Blanakan dan Eretan Kulon, pada waktu yang berbeda (yaitu Juli
dan Desember 2007).
7.3
7.3.1
Metode Penelitian
Waktu dan tempat
Penelitian telah dilakukan pada bulan Juli sampai dengan Desember 2007
di Blanakan (Kabupaten Subang) dan Eretan Kulon (Kabupaten Indramayu) yang
merupakan fishing base untuk unit penangkapan jaring arad di pantai utara Jawa
Barat. Lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 24 dan 25.
Gambar 24 Peta lokasi penelitian di Blanakan Kabupaten Subang
100
Gambar 25 Peta lokasi penelitian di Eretan Kulon Kabupaten Indramayu
7.3.2
Metode pengumpulan data
Data tentang komposisi hasil tangkapan utama dan sampingan dari jaring
arad diperoleh dari kegiatan operasi penangkapan jaring arad yang secara
langsung diamati. Di setiap lokasi penelitian, satu sampel perahu diikuti peneliti
selama satu trip untuk melihat langsung proses penangkapan ikan dengan jaring
arad. Sampel perahu tersebut masing-masing dipilih secara purposif, yaitu perahu
dengan nelayan yang siap bekerjasama dengan peneliti.
Saila (1983) membedakan hasil tangkapan yang menjadi tujuan sebagai
target species dan yang bukan menjadi tujuan penangkapan sebagai bycatch (hasil
tangkapan sampingan). Jelas sekali bahwa pengelompokan hasil tangkapan
tersebut semata-mata berdasarkan tujuan dari operasi penangkapan ikan. Oleh
karena itu jika nelayan bertujuan untuk menangkap jenis-jenis ikan tertentu saja
maka kegiatan penangkapan ikan yang dilakukannya berpeluang menghasilkan
bycatch lebih banyak dibandingkan dengan nelayan yang oportunis dan tidak
punya harapan tertentu. Nelayan kedua akan cukup puas untuk memanfaatkan
ikan apa saja yang tertangkap sehingga bycatch dan discards menjadi lebih
sedikit.
Data yang digunakan dalam penelitian ini terutama diperoleh dari
pengamatan (pengukuran morfometrik dan penimbangan berat ikan) terhadap
hasil tangkapan yang didaratkan oleh armada jaring arad.
Pengambilan data
101
morfometrik tersebut dilakukan dari 30 sampel perahu, masing 15
unit di
Blanakan dan 15 unit di Eretan Kulon. Sampel perahu tersebut dipilih secara
purposif, yaitu perahu-perahu yang ditemukan sedang membongkar muatan (hasil
tangkapan) dan nelayannya siap bekerja sama dengan peneliti. Jumlah sampel
tersebut setara dengan sekitar 10 % dari jumlah populasi armada jaring arad di
kedua lokasi penelitian selama dua bulan pengambilan data.
Perahu jaring arad digerakkan oleh sebuah motor tempel (20 PK).
Mengingat satu trip operasi berlangsung selama 8-10 jam (one day fishing), maka
total upaya sampling selama penelitian ini ekuivalen dengan 60 trip operasi
penangkapan ikan Lokasi operasi armada jaring arad selama penelitian adalah
sekitar 1-2 mil dari pantai terdekat yang dicapai sekitar 1-2 jam perjalanan dari
pangkalan perikanan. Data jumlah dan berat ikan yang tertangkap dari setiap trip
diperoleh dengan menghitung jumlah setiap jenis ikan secara sensus karena secara
teknis dapat dilakukan dengan mudah. Berat dari setiap jenis ikan dan kategori
diperoleh dari penimbangan di darat.
7.3.3
Analisis data
Jenis ikan yang ditangkap dibedakan menjadi dua kategori berdasarkan
minat nelayan dan nilai ekonominya, yaitu hasil tangkapan sasaran utama
(kelompok udang-udangan) dan hasil tangkapan sampingan seperti ikan, krustase
dan cepalopod. Ikan hasil tangkapan sampingan dibedakan menjadi 4 kategori
berdasarkan morfologi (Lagler et al. 1977), yaitu pipih datar (depressed), cerutu
(fusiform), pipih tegak dan campuran (compressed). Untuk compresed termasuk
jenis ikan yang mempunyai rasio tebal badan dan tinggi kecil dengan bagian
badan membulat atau pipih tegak. Kategori berdasarkan morfologi perbedaan
bentuk ikan seperti dapat dilihat pada Tabel 18 berikut ini :
102
Tabel 18 Pengelompokan jenis ikan berdasarkan morfologi
Morfologi
Fusiform
Compressed-1
Compressed-2
Contoh Famili
Synodontidae
Leiognathidae, Clupeidae
Mullidae,Nemipteridae
Pomadasydae, Mugillidae,
Scianidae
Psettodidae, Cynoglossidae
Depressed
Anguilliform
Trichiuridae
Mixed
Kepiting, krustase
moluska, cumi-cumi
Sumber : Modifikasi dari Lagler et al. (1977)
Proporsi setiap jenis dan kategori ikan dihitung sebagai persentase berat
(10%) untuk setiap trip di setiap bulan dan lokasi pengambilan data. Analisis
sidik ragam (Walpole, 1995) klasifikasi satu arah digunakan untuk mengetahui
apakah hasil tangkapan per trip berbeda di antara dua lokasi (Blanakan dan Eretan
Kulon) dan dua waktu penelitian (Juli dan Desember 2007). Data hasil tangkapan
tersebut diolah dengan menggunakan perangkat lunak SPSS for Windows versi
17.
103
Gambar 26 Contoh pengukuran panjang total (total length, TL), panjang cagak
(forklength, FL) dan panjang baku (standard length, SL) (Sparre dan
Venema, 1999)
Untuk mengestimasi terhadap jumlah hasil tangkapan unit penangkapan
demersal diperlukan jumlah armada unit penangkapan demersal trawl yang
beroperasi, jumlah observasi sampel dan komposisi hasil tangkapan dari armada
unit penangkapan demersal trawl ke i (i = 1,2,3, .........n). Sebanyak 10 % dari
jumlah populasi armada unit penangkapan demersal trawl skala kecil yang
beroperasi akan dijadikan sebagai sampel (Nasution, 2004) selama dua bulan
pengambilan data. Jumlah ikan hasil tangkapan utama dan sampingan diestimasi
dengan berdasarkan rumus :
1. Hasil tangkapan rata-rata ikan ke-j pada bulan ke-k :
n
X
(Meanjk ) =
i
1
n
ijk
....................................... (4)
Dimana :
Meanjk = hasil tangkapan rata-rata ikan ke-j pada bulan ke-k
Xijk
= hasil tangkapan armada ke-i untuk ikan ke-j pada bulan ke-k
i
= 1,2,3,….., n
n
= jumlah armada
104
2. Standar deviasi ikan ke-j pada bulan ke-k :
STDjk =
n
n
n
i1
i
1
i
1
(( X ijk . X ijk )) (X iijk X ijk )
............................. (5)
Dimana :
STDjk = standar deviasi ikan ke-j pada bulan ke-k
Xijk
= hasil tangkapan armada ke-i untuk ikan ke-j pada bulan ke-k
i
= 1,2,3,….., n
3. Rasio hasil tangkapan utama ke-l pada bulan ke-k
n
X
R-HTU kl =
i1
0
ikl
n
X
ijk
j 1 j1
...................................... (6)
Dimana :
R-HTUkl = rasio hasil tangkapan utama ke-l pada bulan ke-k
Xikl
= hasil tangkapan armada ke-i pada bulan ke-k untuk HTU ke-l
Xijk
= hasil tangkapan armada ke-i untuk ikan ke-j (baik HTU
maupun HTS) pada musim ke-k
i
= 1,2,3,….., n
n
= jumlah armada
j
= 1,2,3,......, o
o
= jumlah jenis ikan
k
= 1 (bulan Juli) dan 2 (bulan Desember)
l
= jenis hasil tangkapan utama (HTU)
4. Rasio hasil tangkapan rata-rata bulan ke-k :
105
n
X
o
R-Meank 
( i 1
j
1
ijk
)
n
n
X
( n
2
o
i1
k
1 j
1
ijk
)
................................... (7)
Dimana :
R-Meank
=
rasio hasil tangkapan rata-rata bulan ke-k
Xijk
= hasil tangkapan armada ke-i untuk ikan ke-j pada bulan ke-k
i
= 1,2,3,….., n
n
= jumlah armada
j
= 1,2,3,......, o
o
= jumlah jenis ikan
k
= 1 (bulan Juli) dan 2 (bulan Desember)
5. Rasio standar standar deviasi bulan ke-k :
o

R-STDk =
j
1
2
n
n
n
i
1
i1
i
1
(( X ijk . X ijk )) (X iijk X ijk )
o
n
  (( X
k
1
j
1
i
1
ijk
n
n
i1
i
1
. X ijk )) (X iijk X ijk )
................... (8)
Dimana :
R-STDk
=
rasio hasil tangkapan rata-rata bulan ke-k
Xijk
= hasil tangkapan armada ke-i untuk ikan ke-j pada bulan ke-k
i
= 1,2,3,….., n
n
= jumlah armada
j
= 1,2,3,......, o
o
= jumlah jenis ikan
k
= 1 (bulan Juli) dan 2 (bulan Desember)
106
7.4
7.4.1
Hasil
Hasil tangkapan jaring arad di Blanakan Kabupaten Subang
Berdasarkan hasil tangkapan secara keseluruhan yang didapatkan selama
penelitian komposisi hasil tangkapan telah diidentifikasi sebanyak 20 spesies,
untuk bulan Juli dan Desember. Komposisi hasil tangkapan bulan Juli terdiri dari
krustase (18,13%), ikan (70,84%) dan moluska (11,03%), sedangkan dalam bulan
Desember terdiri dari krustase (24,40%), ikan (64,10%) dan moluska (11,53%).
Hasil tangkapan jaring arad dapat dikelompokkan menjadi hasil tangkapan utama
dan hasil tangkapan sampingan. Pada bulan Juli, berat hasil tangkapan utama
sebesar 52,92 kg, sedangkan hasil tangkapan sampingan 354,88 kg. Hasil
tangkapan utama bulan Desember didapatkan sebesar 192 kg, dan berat hasil
tangkapan sampingan dengan berat 788,20 kg (Lampiran 23).
7.4.2
Komposisi hasil tangkapan utama bulan Juli dan Desember
Pada bulan Juli hasil tangkapan utama yang didapatkan terdiri dari udang
jerbung (Penaeus merguiensis), udang krosok (Parapenaeopsis sculptilis) dan
udang flower (Penaeus latisulcatus). Dengan nilai tertinggi pada udang krosok
yaitu sebesar 44,20 kg (10,84%), udang jerbung 4,32 kg (1,06%) dan udang
flower 4,40 kg (1,08%) dari berat hasil tangkapan total. Sedangkan pada bulan
Desember hasil tangkapan utama terdiri atas udang krosok (Parapenaeopsis
sculptilis), udang jerbung (Penaeus merguiensis), dan udang flower (Penaeus
latisulcatus) dengan komposisi terdiri dari udang jerbung sebanyak 92,0 kg
(9,39%) diikuti udang krosok 68 kg (6,94%) dan udang flower 32 kg (3,26%).
Rasio berat hasil tangkapan utama dengan hasil tangkapan sampingan untuk bulan
Juli adalah 1 : 6 sedangkan untuk bulan Desember adalah 1 : 4.
Perbedaan berat total hasil tangkapan selama bulan Juli dan Desember di
Blanakan dapat dilihat pada Gambar 27. Berat total hasil tangkapan utama pada
bulan Juli mengalami kenaikan sebesar 262,92% yaitu dari 52,92 kg menjadi
192,20 kg pada bulan Desember. Sementara peningkatan hasil tangkapan
sampingan mengalami kenaikan sebesar 122,10% yaitu dari 354,88 kg menjadi
788,20 kg.
107
Gambar 27 Berat hasil
asil tangkapan utama dan hasil tangkap an sampingan selama
bulan
ulan Juli dan Desember di Blanakan dari 30 trip kapal jaring arad.
7.4.3
Komposisi hasil
asil tangkapan sampingan
1) Hasil tangkapan sampingan Bulan Juli dan Desember di Blanakan
Pada Lampiran
ampiran 23
dapat dilihat bahwa
komposisi hasil tangkapan
sampingan bulan Juli, spesies yang mendominasi adalah pepetek ( Leiognathus
sp) dengan berat sebesar 71,0 kg atau 17,41% dari hasil tangkapan total yang
didaratkan. Selanjutnya adalah bloso ( Saurida tumbil) sebesar 36,00 kg (8,83%),
tigawaja (Johnius
Johnius dussumieri)
dussumieri sebesar 34,00 kg (8,34%), cumi ( Sepia sp) sebesar
29,00 kg (7,11%) dan kurisi (Hemipterus
(
sp) sebesar 27,20 kg (6,67%).
Pada bulan Desember komposisi hasil tangkapan sampinga n didominasi
oleh pepetek (Leiognathus
Leiognathus sp) sebesar 113,20 kg (11,55%), tigawaja ( Johnius
dussumieri)) sebesar 81,20 kg (8,28%), baji-baji
baji
(Grammoplites sp) sebesar 80,20
kg (8,18%), kurisi (Hemipterus
Hemipterus spp) sebesar 63,60 kg (6,49%) yang kemudian
diikuti oleh lidah (Cynoglosus
Cynoglosus lingua)
lingua dan kuniran (Upeneus
Upeneus sulphureus) yang
masing-masing
masing sebesar 60,20 kg (6,14%) dan 60,00 kg (6,12%). Perbedaan berat
hasil tangkapan sampingan untuk bulan Juli dan Desember d apat dilihat pada
Gambar 288 dibawah ini.
108
Gambar 28 Komposisi hasil tangkapan utama dan hasil tangkapan
sampinganselama bulan Juli dan Desember di Blanakan dari 30 trip
kapal jaring arad.
7.4.4
Hasil tangkapan jaring arad di Eretan Kulon Kabupaten Indramayu
Berdasarkan hasil tangkapan secara keseluruhan yang didapatkan selama
penelitian telah diidentifikasi sebanyak 24 spesies. Pada bulan Juli komposisi
hasil tangkapan telah diidentifikasi sebanyak 22 spesies sedangkan untuk bulan
Desember sebanyak 17 spesies. Komposisi hasil tangkapan bulan Juli terdiri dari
krustase (30,76%), ikan (66,89%) dan moluska (2,36%), sedangkan pada bulan
Desember terdiri dari krustase (27,33%), ikan (61,73%) dan moluska (10,94%).
Hasil tangkapan jaring arad dapat dikelompokkan menjadi hasil tangkapan utama
dan hasil tangkapan sampingan. Pada bulan Juli, berat hasil tangkapan utama
sebesar 101,38 kg, sedangkan hasil tangkapan sampingan 273,43 kg. Hasil
tangkapan utama bulan Desember didapatkan sebesar 194,20 kg, dan berat hasil
tangkap sampingan sebesar 692,10 kg (Lampiran 24).
109
7.4.5
Komposisi hasil tangkapan utama bulan Juli dan Desember di Eretan
Kulon
Pada bulan Juli hasil
tangkapan didominasi oleh udang krosok
(Parapenaeopsis sculptilis), udang jerbung (Penaeus merguiensis) dan udang
kipas (Penaeeus squomosus). Dengan nilai tertinggi pada udang krosok yaitu
sebesar 57,40 kg (15,31%), udang jerbung 39,00 kg (10,41%) dan udang kipas 4,9
kg (1,33%) dari berat total hasil tangkapan. Sedangkan pada bulan Desember hasil
tangkapan utama terdiri atas udang kipas (Penaeus squamosus), udang krosok
(Parapenaeopsis sculptilis), udang ronggeng (Harpiosquilla raphidea) dan udang
windu (Penaeus monodon). Dengan komposisi terdiri dari udang kipas 68,00 kg
(7,67%), udang krosok 55 kg (6,21%), udang ronggeng 39,20 kg (4,42% dan
udang windu 32,00 kg (3,60%). Rasio berat hasil tangkapan utama dengan hasil
tangkapan sampingan selama bulan Juli adalah 1 : 3 sedangkan pada bulan
Desember adalah 1 : 4.
Demikian juga untuk hasil tangkapan utama di Eretan Kulon dari bulan
Juli dan Desember terjadi peningkatan sebesar 10,14%, yaitu dari 101,38 kg
menjadi 194,20 kg. Sedangkan untuk hasil tangkapan sampingan meningkat
sebesar 153,12% yaitu dari 273,43 kg menjadi 692,10 kg pada bulan Desember.
Perkembangan berat total hasil tangkapan utama dan hasil tangkapan sampingan
di Eretan Kulon seperti dapat dilihat pada Gambar 29.
110
Gambar 29 Berat hasil tangkapan utama dan hasil tangkapan sampingan selama
Bulan Juli dan Desember di Eretan Kulon dari 30 trip kapal jaring
arad
1) Hasil tangkapan sampingan Bulan Juli dan Desember di Eretan Kulon
Pada Lampiran 24 dapat dilihat bahwa
komposisi hasil tangkapan
sampingan bulan Juli, spesies yang mendominasi adalah bloso (Saurida
Saurida tumbil)
tumbil
sebesar 39,10 kg (10,43%), tigawaja (Johnius
(
dussumieri)) sebesar 34,50 kg
(9,20%), gulamah (Argyromosus
Argyromosus amoyensis)
amoyensis ) sebesar 36,40 kg (9,71%) dan
pepetek (Leiognathus sp) sebesar 17,20 kg (4,56%), sedangkan untuk ikan yang
lain berat nya kurang dari dibawah 5% terhadap berat total hasil tangkapan.
Pada bulan Desember komposisi hasil tangkapan sampingan didominasi
oleh pepetek, tigawaja (Johnius
Johnius dussumieri)
dussumieri ) sebesar 122,00 kg (13,77%), tigawaja
(Johnius dussumieri) sebesar 86,00 kg (9,70%),
(9,70
kurisi (Hemipterus spp) sebesar
64,00 kg (7,22%) yang kemudian diikuti oleh lidah (Cynoglosus
( Cynoglosus lingua)
lingua dan
kuniran (Upeneus
Upeneus sulphureus) yang masing-masing
masing sebesar 61,00 kg (6,88%) dan
60,50 kg (6,83%). Perbedaan berat hasil tangkapan sampingan untuk bul an Juli
dan Desember dapat dilihat pada Gambar 30 dibawah ini.
111
Gambar 30 Perbedaan berat hasil tangkapan utama dan sampingan selama bulan
Juli dan Desember di Eretan Kulon dari 30 trip kapal jaring arad.
arad
2) Perbedaan hasil tangkapan sampingan pada lokasi dan musim yang
berbeda
Untuk melihat perbedaan hasil tangkapan sampingan dari kedua lokasi dan
musim yang berbeda maka dilakukan uji kenormalan dengan menggunakan uji
Kolmogorov-Smirnov.
Smirnov. Berdasarkan hasil uji test tersebut menunjukkan bahwa
data menyebar normal. Dari hasil uji Kolmogorov -Smirnov
Smirnov menunjukkan bahwa
data menyebar normal untuk bulan Juli dan Desember. Selanjutnya dilakukan uji
lanjutan analisis sidik ragam (ANOVA) untuk melihat apakah ada perbedaan
dalam setiap bulannya ( Lampiran 25).). Berdasarkan hasil uji analisis sidik ragam
(ANOVA) menunjukkan bahwa untuk lokasi Blanakan dan Eretan Kulon terdapat
perbedaan yang signifikan antara hasil tangkapan
tangkap
sampingan, dimana hal ini
ditunjukkan dengan nilai F hitung lebih besar dari F tabel 4,0068 (α0,05) dengan
nilai F hitung sebesar 51,295.
7.4.6
Morfologi hasil tangkapan sampingan
Morfologi adalah bentuk luar ikan, yang merupakan ciri -ciri
ciri yang mudah
dilihat dan diingat dalam mempelajari jenis-jenis
jenis jenis ikan dimana morfologi ikan
112
berkorelasi dengan habitat ikan di suatu perairan. Berikut merupakan bentuk
morfologi serta kisaran ukuran ikan hasil tangkapan sampingan yang didapatkan
selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 19.
Tabel 19 Morfologi hasil tangkapan sampingan
No
Hasil
Tangkapan
Sampingan
Nama Latin
Panjang
(cm)
Tebal
(cm)
1
Pepetek
Leiognathus sp
7-13.47
0.2-0.7
2
Tetet
Otolithes argenteus
7-13.1
0.5-1
3
Baji-baji
Grammoplites sp
14.5-20.3
1-2.1
4
Tigawaja
Johnius dussumieri
15-18.2
1.1-2.2
5
Lidah
Cynoglosus lingua
15-23.2
6
Beloso
Saurida tumbil
7
Kuniran
8
7-15
0.6-1.3
Upeneus sulphureus
14.5-19
0.7-2.2
Kurisi
Hemipterus spp
16.1-19
0.5-2.2
9
Gerok
Therapon theraps
10-12.1
0.7-2.1
10
Japuh
Dussumieria acuta
10-15.8
0.6-2
11
Sebelah
Psetodes erumei
11-23.6
1.1-2.1
12
Belanak
Mugil cephalus
13.1- 20.1
1-2.2
13
Gulamah
Argyrosomus amoyensis
13.5-20.5
1-2.3
14
Gurita,sotong
Octopus sp,Loligo sp
Morfologi
Pipih (compressed)
Pipih (compressed),
perut agak mendatar
Depressed (kepala
dan tubuh picak)
pada bagian perut
mendatar.
Pipih (compressed)
Depressed (badan
datar)
Bagian depan
silindris, bagian
belakang pipih
(fusiform)
Pipih memanjang.
perut agak mendatar
(compressed)
Pipih (compressed)
perut membundar
Pipih (compressed)
perut membundar
Pipih (compressed)
Depressed (badan
datar)
Bagian depan
subsilindris,bagian
belakang pipih
(compressed)
Pipih (compressed)
perut membundar
Campuran (mixed)
Pada Tabel 19 dapat dilihat bahwa bentuk tubuh (morfologi) hasil
tangkapan sampingan yang didapatkan dari jaring arad selama penelitian serta
kisaran ukuran tebal dan panjang ikan yang dominan tertangkap jaring arad di
kedua lokasi penelitian. Berdasarkan pengelompokan morfologi dari ikan hasil
tangkapan sampingan menunjukkan bahwa untuk wilayah Blanakan berat ikan
didominasi oleh ikan yang berbentuk compressed terdiri dari famili leiognathidae,
113
sciaenidae, nemipteridae dan mullidae sed angkan
ngkan yang berbentuk depressed dari
famili platycephalidae (Gambar 31).
Gambar 31 Persentase bentuk badan ikan bycatch hasil tangkapan jaring arad di
Blanakan
Blanakan.
114
Gambar 32 Persentase bentuk badan ikan bycatch hasil tangkapan jaring arad di
Eretan Kulon.
Sedangkan berdasarkan Gambar 322 dapat dilihat bahwa untuk bentuk
morfologi ikan hasil tangkapan sampingan di wilayah Eretan Kulon didominasi
oleh ikan yang berbentuk compressed dari famili Sciaenidae, Leiognathidae,
eiognathidae,
Nemipteridae dan Mullidae
ullidae serta yang berbentuk fusiform yaitu famili
Synodontidae.
7.5
Pembahasan
Jaring arad ditujukan untuk menangkap udang serta ikan demersal lainnya
dimana alat ini daerah penangkapannya di sekitar pantai dan pada perairan
dangkal pada kedalaman
laman 10-20
10 20 m, sehingga hasil tangkapannya didominasi oleh
berbagai jenis ikan yang hidup pada atau dekat dengan dasar perairan ( demersal
fish).
). Sesuai dengan rancang bangun dan metode pengoperasian yang diterapkan
nelayan Blanakan dan Eretan Kulon, jaring arad terdiri dari sayap, badan dan
kantong dengan sepasang otterboard yang dipasang di kedua sisi kiri dan kanan
115
jaring. Pebedaan dari kedua jaring arad di Blanakan dan Eretan Kulon terdapat
pada panjang tali ris atas (head rope) yang digunakan serta jumlah mata jaring
bagian badan. Panjang tali ris atas untuk jaring arad di EretanKulon panjangnya
12 m sedangkan di Blanakan 10 m.
7.5.1
Komposisi hasil tangkapan
Secara keseluruhan hasil tangkapan di dua lokasi menunjukkan adanya
kecenderungan yang sama hal ini dapat dilihat dari hasil selama penelitian yang
menunjukkan untuk kedua musim dan lokasi yang berbeda terdiri dari krustasea,
ikan dan moluska. Hasil tangkapan sampingan ikan masih mendominasi di kedua
lokasi yang mencapai lebih dari 60% sedangkan untuk krustase dan moluska
mencapai lebih dari 30%. Besara komposisi dimana ikan tertangkap lebih dari
60% dan 14% lebih terdiri dari krustase dan cephalopod juga ditemukan dalam
suatu seurvei trawl di wilayah tropis Australia (Wassenberg dan Hill, 1990).
Selama bulan Juli dan Desember berat hasil tangkapan utama dan berat hasil
tangkapan sampingan di ke dua lokasi juga menunjukkan adanya kenaikan. Secara
statistik perbedaan berat hasil tangkapan sampingan untuk kedua lokasi dan waktu
menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan (α0,05). Perbedaan dalam berat
hasil tangkapan menunjukkan adanya perbedaan secara lokasi dan waktu.
Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan, menunjukkan adanya
perubahan
spesies hasil tangkapan yang diidentifikasi baik untuk bulan Juli
maupun Desember. Bulan Desember merupakan bulan peralihan timur ke barat
untuk di kedua tempat (Blanakan dan Eretan Kulon) sehingga kedua wilayah
tersebut dipengaruhi oleh peningkatan curah hujan. Peningkatan curah hujan
mengakibatkan pengenceran air laut (Wyrtki, 1962). Selain itu menurut Naamin
(1984) adanya gerakan angin menyebabkan lapisan permukaan bagian atas ikut
bergerak sehingga terjadi turbulensi dan teraduknya lapisan permukaan air.
Adanya lapisan turbulensi ini menyebabkan ikan dan udang yang terpendam di
dasar perairan bergerak ke permukaan dasar perairan sehingga mudah tertangkap
oleh jaring arad pada saat dioperasikan. Hal ini dapat ditunjukkan dari hasil
tangkapan utama nya yaitu udang yang berbeda antara bulan Juli dan Desember.
116
Berat hasil tangkapan utama dan hasil tangkapan sampingan rata-rata per
kapal dari penelitian ini menunjukkan perbedaan diantara dua waktu penelitian
(Juli dan Desember)
dan antara dua lokasi penelitian (Blanakan dan Eretan
Kulon). Selain karena pengaruh musim kondisi geografis kedua perairan seperti
adanya muara sungai serta substrat dasar perairan yang berbeda akan
mempengaruhi keberadaan ikan walaupun pengoperasian jaring arad dari kedua
lokasi penelitian tidak jauh dari pantai hanya 2 – 3 mil dari garis pantai. Hasil
analisis sidik ragam hasil tangkapan sampingan di kedua lokasi juga menunjukkan
adanya perbedaan yang signifikan. Bianchi et al. (1996) menyatakan bahwa
musim merupakan faktor yang penting terhadap keberadaan ikan demersal.
Sedangkan faktor lain yang berpengaruh terhadap hasil tangkapan diantaranya
suhu dan salinitas (Rogers dan Milner, 1996), tipe dasar perairan (Rocha et al.
2010) serta struktur keberadaan bentos (Martins et al., 1995).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ikan peperek, beloso dan tigawaja
yang relatif dominan tertangkap terutama di perairan Blanakan dan Eretan Kulon
pada bulan Juli dan Desember. Hal ini seperti yang dinyatakan Suhariyono (2003)
yang menyebutkan kelimpahan terbesar ikan peperek dan tiga waja di perairan
Utara Jawa ditemukan pada kedalaman 15 m. Selain itu substrat dasar perairan
lumpur berpasir merupakan habitat yang tepat untuk jenis ikan pepetek dan beloso
(Nontji, 1987). Adanya perbedaan berat ikan hasil tangkapan sampingan untuk
jenis peperek dan tigawaja berkorelasi dengan musim di lokasi penelitian hal ini
ditunjukkan dengan penelitian Imron (2008) yang menyebutkan bahwa jenis ikan
pepetek pada bulan juli indeks musim penangkapan nya mencapai 108,84% dan
lebih rendah pada bulan Desember (101,13%) di perairan Utara Jawa. Demikian
juga dengan ikan tigawaja yang menunjukkan adanya peningkatan indeks musim
penangkapan pada bulan Desember. Secara keseluruhan di kedua lokasi penelitian
tidak menunjukkan adanya dominansi dari spesies tertentu pada hasil tangkapan,
hal ini mengindikasikan keaneka-ragaman hayati yang tinggi (Sriwiyono et al.
2006). Hal ini merupakan karakteristik perikanan trawl di perairan tropis dimana
hasil tangkapan sampingan dari trawl yang bervariasi (Wassenberg dan Hill, 1990;
Ye, 2000).
117
7.5.2
Komposisi morfologi hasil tangkapan sampingan
Berdasarkan hasil penelitian di kedua lokasi menunjukan bahwa ikan hasil
tangkapan sampingan didominasi oleh ikan berbentuk pipih (compressed) dengan
lebar badan berkisar antara 0,2 – 2,2 cm dengan panjang berkisar 7,0 – 20,5 cm.
Bentuk pipih dari ikan yang tertangkap dengan jaring arad merupakan bentuk ikan
yang banyak tertangkap untuk ikan dasar untuk di perairan Utara Jawa
(Mahiswara, 2004). Famili dari Leiognathidae, Sciaenidae, Nemipteridae dan
Mullidae merupakan jenis ikan yang banyak tertangkap di perairan utara Jawa
dalam pengoperasian trawl dasar dan tertangkap sebagai ikan yang bukan menjadi
tujuan utama dari penangkapan ( Ernawati, 2007; Sumiono dan Nuraini, 2007).
Ikan-ikan berukuran kecil yang tertangkap oleh jaring arad sangat berkorelasi
dengan ukuran mata jaring yang digunakan yaitu 20 mm. Hal ini yang menjadikan
alat tangkap trawl dasar tergolong alat tangkap yang selektivitasnya masih rendah
(Wiyono et al. 2006).
Morfologi serta densitas dari ikan hasil tangkapan sampingan ini akan
dijadikan informasi dasar dalam pengembangan alat tangkap trawl untuk
mengurangi hasil tangkapan sampingan. Upaya yang dilakukan dengan memasang
bycatch reduction device yang sesuai dengan jenis ikan yang akan diloloskan
(Brewer et al. 2006; Robins dan McGilvray, 1999). Lebih jauh lagi ikan-ikan
yang mempunyai bentuk pipih (compressed), mempunyai tingkah laku renang ini
sangat baik untuk berbalik dengan cepat dan berenang dengan cepat untuk jarak
pendek (Sea Grant http : // www . aqua . org/animals.html). Faktor lain yang
menentukan pelolosan ikan oleh suatu bycatch reduction device ditentukan oleh
respon secara tactile dan visual stimuli (Glass dan Wardle, 1995); kepadatan,
kelimpahan dan tingkah laku ikan pada bagian kantong (Broadhurst et al. 1999)
serta morfologi dari ikan yang akan diloloskan (Broadhurst, 2000).
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa ikan-ikan yang tertangkap
didominasi oleh bentuk ikan compressed dengan lebar tubuh yang tipis berkisar
antara 0.2 – 2.2 cm dengan panjang berkisar antara 7 – 20.5 cm. Bentuk pipih dari
ikan-ikan yang tertangkap dengan jaring trawl merupakan bentuk ikan yang
banyak tertangkap untuk ikan-ikan dasar di perairan utara Jawa (Mahiswara,
2004). Ikan-ikan tersebut banyak ditemukan dan tertangkap sebagai ikan yang
118
bukan menjadi tujuan utama dari penangkapan demersal trawl skala kecil.
Pengoperasian alat tangkap demersal trawl skala kecil ditujukan untuk menangkap
udang sedangkan ikan-ikan lainnya banyak yang tertangkap dikategorikan sebagai
ikan hasil tangkapan sampingan.
Berdasarkan data morfologi dari ikan hasil tangkapan sampingan di
Blanakan menunjukkan bahwa ikan yang tertangkap didominasi oleh compressed
yaitu dari famili Leiognathidae, Scianidae, Nemipteridae dan Mullidae sedangkan
untuk yang berbentuk depressed didominasi oleh platycephalidae. Ikan-ikan yang
berbentuk compressed ini cenderung membentuk suatu schooling dengan
kemampuan renang (swimming ability), visual acuity dan optomotor reaction
yang lebih baik dibandingkan dengan krustase (Wardle, 1983). Pengumpulan data
morfologi serta tingkah laku dari ikan yang akan diloloskan sangat dibutuhkan
karena sangat berpengaruh terhadap bentuk dari BRD yang akan akan dipasang
pada suatu alat tangkap (Watson, 1989; Briggs, 1992).
Teknologi yang tepat untuk meloloskan ikan hasil tangkapan sampingan
tersebut dilakukan dengan menganalisa morfologi dari ikan yang akan diloloskan
serta tingkah laku dari ikan (Broadhurst, 2000; Eayrs, 2005). Proporsi morfologi
dari hasil tangkapan sampingan, perbedaan bulan dan lokasi dapat dijadikan dasar
dalam pengembangan alat tangkap trawl untuk mengurangi hasil tangkapan
sampingan. Perbaikan teknologi yang akan digunakan perlu dilakukan dengan
mempertimbangkan karakteristik sumberdaya serta teknologi yang digunakan
nelayan jaring arad. Berdasarkan pertimbangan di atas, perbaikan teknologi dapat
dilakukan secara efektif pada alat tangkap jaring arad Dengan memperhatikan
faktor teknis dari bagian kantong (codend) jaring arad yang dibuat dari bahan PE
multifilament dengan mesh size ¾ inci dimana jumlah mata jaring kearah panjang
55 mata dan keliling mata jaring 170 mata. Hal ini tentu akan mempengaruhi
bentuk geometri dari bagian kantong (codend) tersebut. Upaya yang dilakukan
dengan memasang bycatch reduction device yang sesuai dengan jenis ikan yang
akan diloloskan (Broadhurst, 2000).
Dengan pertimbangan hal tersebut diatas maka jenis BRD yang sesuai
untuk diterapkan pada jaring arad di Blanakan adalah BRD yang tidak
119
menggunakan grid (kisi) dan bentuknya simpel yaitu jenis jendela empat persegi
(square mesh window) atau mata ikan (fish eye). Sedangkan untuk ikan hasil
tangkapan sampingan di Eretan Kulon didominasi oleh jenis ikan yang berbentuk
compressed dari famili sciaenidae dan mullidae serta fusiform (synodontidae).
Karena ikan-ikan yang akan diloloskan berbentuk compressed mempunyai
karakteristik tingkah laku yang sama dengan di Blanakan maka untuk daerah
Eretan Kulon jenis BRD yang dapat digunakan adalah jendela empat persegi
(square mesh window) atau mata ikan (fish eye).
Bycatch reduction device jenis jendela empat persegi (square mesh
window) dipasang pada bagian atas kantong (codend) yang mengurangi kecepatan
arus air dimana ikan-ikan berbentuk compressed dan berukuran kecil dapat
menjaga posisinya dekat lubang pelolosan. Dengan tetap terbukanya mata jaring
yang berbentuk empat persegi memungkinkan untuk ikan-ikan yang mempunyai
bentuk compressed dapat meloloskan diri melalui jaring tersebut. Demikian juga
dengan mata ikan (fish eye) yang dipasang pada bagian atas codend dengan
sebuah bingkai berbentuk mata ikan, sehingga ikan-ikan yang berbentuk
compressed dapat meloloskan diri. Kedua jenis bycatch reduction device (BRD)
tersebut direkomendasikan untuk perbaikan teknologi alat tangkap mini trawl
dalam mengurangi hasil tangkapan sampingan di perairan Utara Jawa.
7.6
Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini adalah :
1. Hasil tangkapan utama jaring arad di Blanakan pada bulan Juli didominasi
udang krosok (Parapenaeopsis sculptilis) yaitu sebesar 44,20 kg (10,84%).
Pada bulan Desember udang jerbung (Penaeus merguiensis), sebesar 92,0 kg
(9,39%). Komposisi bycatch bulan Juli 2007, spesies didominasi oleh pepetek
(Leiognathus sp)
dengan berat sebesar 71,0 kg atau 17,41% dari hasil
tangkapan total yang didaratkan. Rasio berat hasil tangkapan utama dengan
bycatch pada bulan Juli 2007 adalah 52,92 kg : 354,88 kg (1 : 6). Bycatch
bulan Desember 2007 didominasi oleh pepetek (Leiognathus sp) sebesar
113,20 kg (11,55). Rasio berat hasil tangkapan utama dengan bycatch pada
bulan Desember adalah 192 kg : 788,20 kg (1 : 4).
120
2. Hasil tangkapan utama jaring arad di Eretan Kulon pada bulan Juli 2007
didominasi oleh udang krosok (Parapenaeopsis sculptilis), yaitu sebesar 57,40
kg (15,31%). Pada bulan Desember hasil tangkapan utama terdiri atas udang
kipas (Penaeus squamosus) sebesar 68,00 kg (7,67%). Bycatch bulan Juli
2007, didominasi oleh bloso (Saurida tumbil) sebesar 39,10 kg (10,43%).
Rasio berat hasil tangkapan utama dengan hasil tangkapan sampingan pada
bulan Juli adalah
101,38 kg : 273,43 kg (1 : 3). Pada bulan Desember
bycatch didominasi oleh pepetek (Leiognathus sp) sebesar 122,00 kg
(13,77%). Rasio berat hasil tangkapan utama dengan hasil tangkapan
sampingan pada bulan Desember adalah 194,2 kg : 692 kg (1 : 4).
3. Bycatch untuk di Blanakan pada bulan Juli 2007 terdiri dari ikan-ikan yang
berbentuk compressed 57,15%, fusiform 22,82%, depressed 14,11% dan
mixed 5,92%. Sedangkan pada bulan Desember terdiri dari compressed
52,02%, depressed 21,62%, fusiform 18,34% dan mixed 8,02%.
4. Bycatch untuk di Eretan Kulon pada bulan Juli 2007 terdiri dari ikan-ikan
yang berbentuk compressed 59,5%, fusiform 17,57%, depressed 14,23% dan
mixed 8,74%. Bulan Desember terdiri dari compressed 53,85%, fusiform
20,95%, depressed 16,32%, dan mixed 8,88%.
121
8
8.1
8.1.1
PEMBAHASAN UMUM
Hasil Tangkapan Sampingan (bycatch) Trawl Demersal
Hasil tangkapan sampingan trawl demersal skala industri
Komposisi ikan-ikan hasil tangkapan sampingan dari perikanan trawl
demersal skala industri melebihi (95%). Dari total bycatch yang tertangkap 6-18
% dimanfaatkan oleh nelayan sementara sisanya dibuang kelaut (discarded).
Komposisi bycatch terdiri dari ikan, krustase dan moluska. Untuk ikan-ikan hasil
tangkapan sampingan didominasi ikan-ikan berukuran kecil. Kondisi ini menjadi
masalah utama dimana pada pengoperasian trawl demersal didunia
terdiri dari
ikan-ikan juvenil yang tertangkap karena menggunakan ukuran mata jaring yang
kecil (Robins-Troeger, 1994).
Secara keseluruhan masing-masing jenis bycatch reduction device
memberikan keragaman spesies yang berbeda dimana TED super shooter terdiri
23 spesies ikan, 2 spesies krustase dan 1 spesies moluska. Square mesh window
terdiri dari 27 spesies ikan dan 2 spesies krustase. Fish eye terdiri dari 20 spesies
ikan dan 2 spesies krustase. Perbedaan ini diduga berkorelasi dengan pengaruh
lokasi dari setiap towing, waktu pengoperasian dan pasang surut (Stephenson et
al. 1982 yang dikutip dalam Kennelly, 1995). Bycatch reduction device jenis
square mesh window dan fish eye efektif dalam mengurangi hasil tangkapan
sampingan (bycatch) per towing kemudian diikuti oleh TED super shooter. Dari
ketiga jenis BRD ini memanfaatkan perbedaan reaksi dari udang dan ikan ketika
tertangkap dengan trawl. Reaksi ini dapat dilihat ketika ikan-ikan pelagis dan ikan
demersal digiring didepan mulut trawl terjadi pemisahan antara ikan demersal dan
ikan pelagis. Dimana ikan demersal yang kemampuan renang nya rendah masuk
kedalam kantong (Wardle, 1993).
Hasil uji coba penangkapan di Arafura persentase morfologi ikan yang
diloloskan oleh BRD jenis fish eye mengurangi ikan compressed (10,23%) dan
anguilliform (4,62%). Square mesh window mengurangi ikan yang berbentuk
compressed (6,23%) sedangkan TED super shooter mengurangi ikan yang
berbentuk compressed (4,98%) dan anguilliform (0,47%). Bila dibandingkan
122
dengan mengamati proses pelolosan ikan di flume tank hasilnya BRD jenis fish
eye dan square mesh window memiliki persentase yang tinggi dalam meloloskan
ikan. Beberapa penelitian sebelumnya menyebutkan jenis soft bycatch reduction
device dengan memasang square mesh pada bagian atas codend cukup efektif
dalam mengurangi hasil tangkapan sampingan tanpa mengurangi hasil tangkapan
udang (Broadhurst dan Kennelly, 1994; Briggs, 1992). Jenis BRD yang
menggunakan kisi (grid) berfungsi sebagai pengarah bagi ikan-ikan yang bukan
menjadi tujuan penangkapan untuk meloloskan diri melalui celah pelolosan (exit
hole) yang berada dibagian bawah. Ikan-ikan yang berukuran kecil dan sudah
dalam kondisi kelelahan (exhausted) akan melewati kisi dari TED karena lebar
dari tubuh ikan yang lebih kecil. Seperti yang dinyatakan Isaksen dan
Valdermasen, (1994) bahwa ikan-ikan yang berukuran kecil dengan kondisi
kelelahan akan masuk kedalam kantong melewati kisi bersama udang. Selain itu
kelemahan dari BRD yang menggunakan kisi adalah ikut keluarnya udang melalui
celah pelolosan karena kisi terhalang oleh suatu benda seperti kayu atau material
lainnya.
Karakteristik hasil tangkapan sampingan trawl demersal skala industri
didominasi oleh ikan-ikan yang berukuran kecil dengan morfologi compressed.
Ikan jenis compressed yang tertangkap umumnya compressed campuran dan
compressed pipih tegak. Sedangkan untuk proporsi yang ikan depressed,
anguilliform dan fusiform relatif kecil. Hasil evaluasi dari ketiga jenis BRD
tersebut menunjukkan bahwa fish eye dan square mesh window mengurangi ikan
bycatch yang berbentuk compressed. Dengan pertimbangan hal tersebut diatas
maka untuk mengurangi hasil tangkapan sampingan (bycatch) dapat dilakukan
dengan perbaikan teknologi penangkapan ikan melalui pemasangan bycatch
reduction device. Bycatch reduction device yang sesuai untuk perikanan demersal
trawl skala industri yaitu mata ikan (fish eye) dan jendela empat persegi (square
mesh window).
8.1.2
Hasil tangkapan sampingan trawl demersal skala kecil
Karakteristik ikan-ikan hasil tangkapan sampingan (bycatch) untuk kedua
lokasi menunjukkan adanya perbedaan dalam komposisi spesies yang tertangkap
Hasil tangkapan sampingan trawl demersal skala kecil dari kedua lokasi penelitian
123
di dominasi oleh ikan-ikan yang berukuran kecil. Secara kesuluruhan berat total
tangkapan pada bulan Juli lebih sedikit dibandingkan dengan bulan Desember
untuk kedua lokasi (Blanakan dan Eretan Kulon). Walaupun secara berat total
pada bulan Desember lebih besar akan tetapi persentasi perbedaan berat total dari
ikan hasil tangkapan sampingan dengan hasil tangkapan utama proporsi nya lebih
tinggi untuk bulan Juli dibandingkan Desember. Walaupun secara total berat total
hasil tangkapan bulan Desember lebih besar tetapi secara persentase hasil
tangkapan sampingan dengan hasil tangkapan utama nya lebih kecil. Komposisi
hasil tangkapan sampingan di Blanakan di dominasi oleh ikan yang berbentuk
compressed (Leiognathidae, Sciaenidae, Nemipteridae dan Mullidae) sementara
untuk di Eretan Kulon di dominasi oleh ikan yang berbentuk compressed
(Sciaenidae, Leiognathidae, Nemipteridae, dan
Mullidae) dan fusiform
(Synodontidae). Hasil tangkapan sampingan dari kedua lokasi bervariasi
berdasarkan jumlah spesies yang tertangkap tetapi tidak ada spesies yang dominan
hal ini menunjukkan bahwa kedua lokasi penelitian memiliki kondisi perairan
yang relatif sama dimana habitat dasar perairannya berlumpur dan berpasir serta
dipengaruhi oleh sungai. Sadhotomo (1990) mengatakan bahwa ikan-ikan
Pomadasydae, Synodontidae dan Nemipteridae merupakan taksonomik yang
mencirikan
komunitas
karang
atau
pasir,
sedangkan
ikan-ikan
seperti
Leiognathidae dan Sciaenidae mencirikan komunitas demersal atau lumpur.
Karakteristik hasil tangkapan sampingan dari trawl demersal skala kecil
selain persentasenya cukup tinggi (>80%) juga adanya perbedaan proporsi untuk
lokasi dan bulan yang berbeda (Juli dan Desember). Tertangkapnya ikan-ikan
berukuran kecil di kedua lokasi berkorelasi dengan ukuran mata jaring yang
digunakan pada bagian kantong yang mempunyai ukuran mata jaring 20 mm.
Penggunaan ukuran mata jaring pada bagian codend dikarenakan trawl demersal
ditujukan untuk menangkap udang. Sampai saat ini alternatif solusi untuk untuk
mengurangi perikanan trawl demersal skala kecil belum pernah dilakukan. Untuk
mengurangi ikan hasil tangkapan sampingan dari trawl demersal skala kecil harus
mempertimbangkan beberapa aspek yaitu: besarnya alat tangkap yang digunakan,
kemudahan dalam pengoperasian, ketersediaan material dan pembuatannya
mudah. Selain itu faktor lain yang juga penting adalah karakteristik dari bycatch
124
serta morfologi ikan yang tertangkap. Dengan memperhatikan adanya
karakteristik serta morfologi ikan yang tertangkap dengan trawl demersal skala
industri yang didominasi oleh jenis compressed. Serta hasil pengamatan pada
skala flume tank menunjukkan bahwa square mesh window dan fish eye
mempunyai persentase rata-rata meloloskan ikan-ikan dengan bentuk compressed
lebih tinggi dibandingkan dengan TED super shooter. Berdasarkan adanya
kesamaan karakteristik hasil tangkapan sampingan untuk trawl demersal skala
industry dan skala kecil maka BRD jenis soft BRD memungkinkan untuk
digunakan. Penggunaan jenis soft BRD ini dapat digunakan dengan beberapa
pertimbangan : 1) perlu adanya modifikasi bentuk square mesh window dan fish
eye yang sesuai dengan ukuran codend yang digunakan; 2) mudah dalam
pemasangan nya serta material yang mudah untuk didapatkan; 3) pemeliharaan
nya yang tidak rumit.
8.2
Pengelolaan Perikanan Trawl Demersal dalam Mengurangi Hasil
Tangkapan Sampingan (bycatch)
Hasil tangkapan sampingan (bycatch) merupakan isu yang sangat penting
dalam pengelolaan perikanan saat ini. Kebijakan hasil tangkapan sampingan
(bycatch) sebagai isu pengelolaan karena semakin meningkatnya kesadaran
perlunya keberlanjutan sumberdaya yang disebabkan oleh dampak perkembangan
perikanan komersial (Northridge, 1991; Alverson et al. 1994).
Pembuangan ikan-ikan yang bukan menjadi tujuan utama penangkapan ini
akan memberikan pengaruh terhadap keanekaragaman hayati laut melalui dampak
terhadap rantai makanan seperti predator dan pemindahan individu beberapa
spesies. Dampak lainnya adalah dapat menimbulkan konflik antar perikanan
karena akan menimbulkan pengurangan sumberdaya untuk perikanan yang lain
melalui kematian dari ikan-ikan yang berukuran kecil dan dikategorikan masih
juvenile (Sainsbury, 1991). Menurut Clucas (1997) menyebutkan beberapa alasan
yang menyebabkan terjadinya pembuangan hasil tangkapan kelaut diantaranya :
1. Ikan yang tertangkap bukan spesies yang diinginkan atau karena kondisi
rusak;
2. Karena faktor keterbatasan tempat penyimpenan;
125
3. Karena ikan tersebut mengandung racun;
4. Karena mudah rusak sebelum mencapai dek kapal;
5. High grading;
6. Telah mencapai kuota;
7. Hasil tangkapan merupakan kategori hewan yang tidak boleh ditangkap,
karena musim, daerah penangkapan ikan atau karena alat tangkap.
Pengelolaan perikanan demersal trawl sangat diperlukan terutama untuk
mengurangi hasil tangkapan sampingan (bycatch) baik untuk perikanan demersal
trawl skala kecil maupun demersal trawl skala industri. Beberapa alternatif untuk
mengurangi hasil tangkapan sampingan (bycatch) telah di implementasikan baik
itu melalui input kontrol dan output kontrol (Hall, 2002). Input kontrol dapat
dilakukan dengan penutupan wilayah penangkapan atau penutupan musim
penangkapan. Selain dengan menerapkan pengelolaan perikanan melalui input
kontrol dan output kontrol cara lain yang dapat dijadikan solusi dalam
mengurangi hasil tangkapan sampingan adalah melalui pemanfaatan bycatch dan
perbaikan teknologi penangkapan ikan (Matsuoka, 2008).
Pelarangan pengoperasian trawl di wilayah perairan Indonesia dimulai
sejak dikeluarkannya Keputusan Presiden Nomor 39 Tahun 1980 tentang
Penghapusan Jaring Trawl. Penghapusan tersebut dilakukan secara bertahap
dimana pada tahun 1982 melalui Instruksi Presiden no 11 tahun 1982, dinyatakan
bahwa pada satu januari 1983 tidak boleh ada lagi kapal penangkap ikan yang
menggunakan trawl di Indonesia. Pertimbangan dikeluarkannya instruksi Presiden
tersebut dilakukan untuk melindungi sumberdaya perikanan, untuk mendukung
pertambahan pendapatan nelayan tradisional dan mencegah ketegangan sosial.
Namun demikian pada tahun 1982 telah dikeluarkan pengecualian terhadap
penggunaan trawl. Penggunaan trawl dapat dilakukan dengan memasang satu alat
pemisah ikan (bycatch excluder device) pada bagian kantong sehingga namanya
menjadi pukat udang. Selain pemasangan bycatch excluder device juga adanya
pembatasan lokasi pengoperasian pukat udang yang hanya diperbolehkan pada
koordinat 1300 BT ke Timur yaitu Kepulauan Kei, Tanimbar, Aru, Irian Jaya dan
Laut Arafura dengan garis isobath 10 m.
126
Pengoperasian pukat udang telah diatur melalui Keputusan Presiden no 85
tahun 1982 telah mengatur beberapa ketentuan diantaranya :
1. Izin penggunaan pukat udang diberikan bagi perusahaan perikanan yang telah
memiliki izin untuk menangkap udang terutama di perairan seperti yang
disebutkan diatas.
2. Jumlah kapal perikanan yang diberi izin menggunakan pukat udang
disesuaikan dengan daya dukung dari sumberdaya udang setempat.
3. Perusahaan perikanan yang memperoleh izin untuk menggunakan pukat udang
berkewajiban menyerahkan hasil tangkapan sampingannya kepada perusahaan
perikanan nasional untuk dimanfaatkan bagi kepentingan masyarakat.
4. Untuk meningkatkan efisiensi penggunaan pukat udang, tersebut dilaksanakan
penelitian bersama oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Balai
Penelitian Perikanan Laut dan Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen
Pertanian.
5. Di perairan di luar kawasan perairan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1,
maka Keputusan Presiden No 39 Tahun 1980 dan Instruksi Presiden no 11
Tahun 1982 tetap berlaku dimana penggunaan pukat udang tidak
diperbolehkan.
6. Perusahaan perikanan yang melanggar terhadap Keputusan Presiden ini akan
dicabut ijinnya.
7. Menteri Pertanian akan mengatur lebih lanjut pelaksanaan dari Keputusan
Presiden ini.
8. Keputusan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan yaitu 24
Desember 1982.
Menindaklanjuti Keputusan Presiden ini maka telah ditetapkan Keputusan
Menteri Pertanian no 930/Kpys/Um/12/1982 mengenai pelaksanaan dari
Keputusan Presiden no 85 Tahun 1982 pada 27 Desember 1982 dan Direktorat
Jenderal Perikanan telah diberikan mandat untuk menentukan ukuran mata jaring
melalui Keputusan Direktorat Jenderal No IK/010/S3.8075/82 tentang Bentuk
127
Jaring Pukat Udang (31 Desember 1982). Sedangkan peraturan-peraturan lain
yang terkait dengan pengelolaan trawl di Indonesia adalah :
1. Keputusan Menteri Pertanian No 503/Kpts/Um/7/1980, merupakan langkah
pertama dalam menerapkan pembatasan penggunaan jarring trawl. Keputusan
ini sekaligus sebagai peraturan pelengkap dari Keputusan Presiden no 39
tahun 1980 dan memberikan definisi rinci tentang jaring trawl. Berdasarkan
Keputusan Menteri Pertanian, jaring trawl adalah sejenis jaring ikan yang
berbentuk seperti kantong dan diseret dengan kapal dan dipasang papan “otter
board” yang diseret dengan dua kapal. Keputusan ini sekaligus memberikan
penjelasan mengenai macam-macam jarring trawl, seperti : pukat harimau,
pukat tarik, tangkul tarik, jaring tarik, jarring trawl ikan, pukat Apollo dan
pukat langgai. Adapula penjelasan yang menyatakan bahwa pukat udang juga
memiliki bentuk yang sama dengan jaring trawl hanya saja pukat udang
memiliki bentuk yang sama dengan jaring trawl hanya saja pukat udang
dipasang alat pemisah ikan untuk mengeluarkan hasil tangkapan sampingan.
2. Keputusan Menteri Pertanian no 694/Kpts/Um/9/1980 tentang Pembatasan
Wilayah Perikanan untuk Usaha Penangkapan Ikan dengan Trawl. Keputusan
ini menetapkan batas wilayah perikanan Indonesia yang terlarang untuk
penangkapan ikan yang menggunakan jaring trawl.
3. Keputusan Menteri Pertanian no 542/Kpts/Um/6/1981 tentang Penetapan
Jumlah Kapal Trawl diluar Provinsi Jawa, Bali dan Sumatera. Keputusan ini
menetapkan jumlah kapal trawl di luar Provinsi Jawa, Bali dan Sumatera dan
pengoperasian kapal-kapal tersebut harus mengikuti arahan dan berkonsultasi
dengan Direktorat Jendral Perikanan.
4. Keputusan Menteri Pertanian no 392 Tahun 1999 tentang wilayah Perikanan.
Keputusan ini menentukan mengenai zona tertutup untuk penggunaan jarring
trawl dan menyatkan bahwa jaring sejenis trawl juga tidak boleh digunakan.
5. Keputusan Menteri Pertanian no 770/Kpts/IK.120/10/96 tentang Penggunaan
Jaring Trawl Penangkap Ikan di Wilayah ZEEI Samudera Hindia, sebelah
barat Sumatera dan sekitar D.I Aceh.
128
6. Keputusan
Menteri
Pertanian
No
1039.1/Kpts/IK.120/10/99
tentang
Perubahan dari Keputusan Menteri Pertanian No.770/Kpts/IK.120/10/96
tentang penggunaan jaring trawl ikan di wilayah ZEEI Samudera Hindia,
sebelah barat Sumatera dan sekitar wilayah D.I Aceh.
7. Keputusan Direktorat Jendral Perikanan No 868/Kpts/IK.340/II/2000 tentang
Pembentukan Alat Pemisah Ikan (API/TED) dan Dasar Penangkapan Ikan
dengan Pukat Udang (10 Februari 2000).
8. Peraturan
Menteri
Kelautan
dan
Perikanan
Republik
Indonesia
No.PER.06/MEN/2008 tentang Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat
Hela di Perairan Kalimantan Timur Bagian Utara.
9. Peraturan
Menteri
Kelautan
dan
Perikanan
Republik
Indonesia
No.PER.11/MEN/2009 tentang Penggunaan Pukat Ikan (fish net) di Zona
Ekonomi Eksklusif.
8.2.1
Peraturan yang berkaitan dengan jalur penangkapan ikan
Pengaturan mengenai jalur penangkapan ikan ditujukan untuk mengatur
alat penangkapan ikan yang diperbolehkan beroperasi sehingga dapat mengurangi
konflik dalam memanfaatkan sumberdaya perikanan. Peraturan yang mengatur
menganenai jalur penangkapan dan alat penangkapan ikan yang dapat
dioperasikan adalah :
1. Keputusan Menteri Pertanian No. 392/Kpts/IK.120/4/99 tentang Jalur-Jalur
Penangkapan Ikan.
2. Peraturan
Menteri
Kelautan
dan
Perikanan
Republik
Indonesia
No.PER.02/MEN/2011 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat
Penangkapan Ikan dan Alat Bantu Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan
Perikanan Negara Republik Indonesia.
8.2.2
Moratorium Laut Arafura
Peraturan mengenai moratorium di Laut Arafura telah ditetapkan
berdasarkan surat Keputusan Direktur Jenderal Perikanan Tangkap yang mengatur
pemberhentian sementara ijin penangkapan ikan bagi usaha baru alat penangkapan
ikan dan penggunaan alat bantu penangkapan ikan. Hal ini dilakukan untuk
129
memberikan waktu pulihnya sumberdaya dengan membatasi akses pemanfaatan
sumberdaya yang bersifat terbuka (open access) menjadi terbatas (limited access).
Surat Keputusan Direktur Jenderal Perikanan Tangkap No KEP 08/DJ-PT/2010
tentang Pemberhentian sementara pemberian ijin bagi usaha baru alat
penangkapan ikan dan alat bantu penangkapan menjelaskan tentang :
1. Menghentikan sementara pemberian izin bagi usaha baru untuk alat
penangkapan ikan dan alat bantu penangkapan ikan tertentu seperti : purse
seine pelagis besar dengan ukuran kapal ≥200GT, pukat ikan semua ukuran,
pukat udang semua ukuran, gillnet oceanic semua ukuran dan alat bantu
penangkapan ikan rumpon untuk semua ukuran kapal.Dengan daerah
penangkapan untuk purse seine pelagis besar semua daerah penangkapan,
pukat ikan ZEEI Laut Arafura, pukat udang untuk semua daerah penangkapan,
gillnet oceanic untuk Arafura dan rumpon untuk semua ZEEI.
2. Pemberhentian sementara pemberian izin bagi usaha baru untuk alat
penangkapan ikan dan alat bantu penangkapan ikan seperti yang disebutkan
pada poin 1.
3. Pemberhentian ini dilakukan sampai dengan kondisi sumberdaya ikan di
wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia dinyatakan pulih
berdasarkan hasil evaluasi yang akan ditinjau kembali sekurang-kurangnya
setiap satu tahun sekali.
4. Keputusan berlaku efektif mulai tanggal 15 Maret 2010.
8.2.3
Pelaporan hasil tangkapan kapal ikan
Dalam pengelolaan suatu sumberdaya diperlukan data yang lengkap, salah
satunya yaitu kewajiban bagi nelayan untuk melaporkan hasil tangkapan
sebagaimana tercantum di Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.
05/MEN/2008 tentang usaha perikanan tangkap. Pada kenyataannya pelaporan
masih ada yang belum sesuai dengan perolehan hasil tangkapan yang sebenarnya.
Kondisi yang tidak lengkapnya dalam menangani pendataan trawl telah
menimbulkan dampak yang kurang baik terhadap pengelolaan dari alat tangkap
tersebut. Dimana implikasi dijelaskan oleh Monintja et al., (2007) sebagai berikut:
130
1. Perikanan trawl bukan perikanan yang diatur (unregulated fishing);
2. Sumberdaya ikan demersal tidak dikelola dengan baik kaena trawl merupakan
jenis alat yang tangkap yang efektif untuk menangkap ikan demersal. Haisl
tangkapan trawl tidak tercatat dengan baik. Oleh karena itu status sumberdaya
ikan demersal tidak dapat dinilai dan keputusan pengelolaan perikanan dapat
menjadi tidak sesuai;
3. Nelayan yang mengoperasikan trawl dan sejenisnya selalu berada dalam posisi
bersalah karena mengoperasikan alat tangkap yang tergolong dilarang;
4. Otoritas perikanan (yaitu Dinas Perikanan dan kelautan di daerah) berada
dalam dilemma, yaitu antara menegakkan peraturan untuk melarang
penggunaan trawl dan membiarkan nelayan mengoperasikan alat tangkap
terlarang (trawl) karena pertimbangan mata pencaharian nelayan;
5. Pemerintah setempat tidak memperoleh keuntungan optimum dari perikanan
trawl karena sebagian besar keuntungan akan dinikmati oleh mereka yang
mengendalikan dan melindungi praktek penangkapn ikan illegal (illegal
fishing);
6. Sumberdaya ikan di beberapa perairan yang dapat dilakukan pengoperasian
trawl tidak dapat dimanfaatkan oleh armada perikanan domestic, sebaliknya
dimanffatkan oleh armada perikanan negara asing;
7. Berbagai tindakan pengelolaan perikanan menjadi tidak dapat dilaksanakan
karena kebijakan dianggap tidak pernah konsisten oleh nelayan yang mencoba
untuk mematuhi peraturan. Sentiment ini dapat menjadi kendala utama dalam
proses partisipatif yang dianjurkan dalam pengelolaan perikanan.
8.3
8.3.1
Alternatif Pengelolaan
Closing area (penutupan wilayah penangkapan)
Penutupan wilayah penangkapan merupakan salah satu cara yang efektif
untuk mengurangi hasil tangkapan sampingan dan ikan-ikan berukuran kecil dari
spesies yang bukan menjadi tujuan utama penangkapan. Penutupan musim
penangkapan dilakukan dengan memberlakukan waktu tertentu untuk melakukan
131
penangkapan sedangkan penutupan wilayah penangkapan dilakukan dengan
melarang dilakukannya aktifitas penangkapan pada suatu wilayah tertentu (Caddy,
1982). Penerapan penutupan musim penangkapan sebagai contoh telah dilakukan
di Northern Prawn Fishery dan di Kuwait untuk melindungi tertangkapnya udangudang yang belum matang (Dann dan Pascoe, 1994; Ye et al. 2000) selain untuk
melindungi udang yang belum matang penutupan musim penangkapan ditujukan
untuk mengurangi terjadinya overfishing (Somers dan Wang, 1997). Untuk di
perairan Arafura penutupan area atau musim penangkapan telah diusulkan untuk
memberi kesempatan bagi pemulihan sumberdaya ikan dan lingkungan.
(Purbayanto, 2008). Dalam menentukan wilayah atau musim penutupan harus
didukung oleh informasi ilmiah mengenai distribusi sebaran ikan serta musim
pemijahan. Namun demikian menerapkan input kontrol dengan melakukan
penutupan musim atau area penangkapan belum menjawab permasalahan
mengenai pengurangan hasil tangkapan sampingan dari perikanan demersal trawl
skala industri. Hal ini karena beberapa kapal trawl demersal skala industri
mempunyai variabilitas karakteristik spasial yang besar serta temporal (waktu)
yang relatif lama akan berdampak terhadap pendapatan nelayan yang cukup
signifikan dengan cara penutupan daerah penangkapan ikan (Hall, 2002).
Sedangkan untuk mengalihkan ke daerah penangkapan udang sulit untuk
dilakukan karena adanya peraturan yang melarang pengoperasian trawl di wilayah
barat. Sehingga bila penutupan area penangkapan akan di implementasikan maka
perlu dicarikan alternatif daerah penangkapan ikan yang lain.
Pengaturan ijin usaha baru alat penangkapan ikan dilakukan untuk
mengatur jumlah alat tangkap yang diperbolehkan beroperasi dengan mengurangi
effort dengan demikian diharapkan sumberdaya dapat pulih. Pembatasan input
kontrol juga dapat dilakukan dengan membatasi ukuran kapal (gross tonnage)
yang digunakan. (Pope, 2002). Dengan pengaturan besarnya gross tonnage akan
memungkinkan untuk mengurangi upaya penangkapan dan akan berdampak untuk
pengurangan hasil tangkapan sampingan dalam jangka panjang. Selain
pembatasan upaya penangkapan maka kuota untuk ikan hasil tangkapan
sampingan spesies tertentu juga memungkinkan untuk diterapkan (Pope, 2002;
Diamond, 2004). Output kontrol yang dapat dilakukan dengan membatasi jumlah
132
hasil tangkapan yang dibolehkan (JTB) pada waktu tertentu. Akan tetapi dalam
pelaksanaan nya jumlah tangkapan yang dibolehkan merupakan total tangkapan
yang didaratkan. Sehingga untuk mengurangi hasil tangkapan sampingan maka
perlu juga dibuat aturan mengenai jumlah ikan hasil tangkapan sampingan yang
didaratkan.
Sedangkan untuk demersal trawl skala kecil dengan penutupan wilayah
penangkapan dan musim penangkapan akan berdampak bagi kehidupan ekonomi
nelayan yang menggantungkan hidupnya pada satu alat tangkap. Sehingga untuk
perikanan demersal trawl skala kecil perlu adanya pengaturan daerah
penangkapan yang membagi daerah penangkapan berdasarkan suatu alat tangkap.
Seperti pengaturan area penangkapan dengan melakukan zonasi pengoperasian
alat tangkap, untuk wilayah seperti di laut utara jawa maka pengaturan meliputi
zona I (0-3mil) hanya diperuntukkan bagi alat tangkap skala kecil yang beroperasi
secara pasif. Sementara untuk zona II (3-6mil) bagi kapal-kapal yang beroperasi
secara aktif seperti jaring arad.
8.3.2
Pemanfaatan hasil tangkapan sampingan (bycatch)
Pada umumnya nelayan di beberapa Negara Asia tidak menghadapi
masalah dengan hasil tangkapan sampingan karena ikan-ikan kecil yang
didaratkan dikategorikan sebagai “trash fish” atau ikan rucah. Beberapa manfaat
dari pengelolaan hasil tangkapan sampingan dinyatakan oleh Hall (1996) sebagai
berikut :
1. Menghindari
kepunahan
dari
suatu
spesies
dengan
memperhatikan
keberlanjutan dari suatu spesies dengan membuat skala prioritas;
2. Menjaga struktur dasar dan fungsi dari ekosistem dengan melakukan
monitoring dampak perubahan dalam kelimpahan dan distribusi dari suatu
spesies;
3. Mengurangi sampah dalam perikanan;
4. Mengurangi interaksi antar perikanan dimana dalam beberapa kasus hasil
tangkap sampingan untuk suatu perikanan menjadi tangkapan utama untuk
perikanan yang lainnya;
133
5. Menjaga supaya perikanan tetap terbuka;
6. Mengurangi tujuan pemasaran;
7. Membangun populasi yang sudah menurun;
8. Mengontrol peningkatan populasi.
Food and Agriculture Organization pada tahun 1982 telah mencanangkan
untuk memanfaatkan ikan-ikan hasil tangkapan sampingan ini yang diolah
menjadi berbagai produk (Allsopp, 1982). Demikian juga dengan perikanan
demersal trawl skala kecil di Indonesia ikan-ikan yang tergolong trash fish (rucah)
ini dimanfaatkan oleh nelayan. Biasanya ikan-ikan tersebut di sortir menjadi ikan
yang dapat dikonsumsi dan ikan yang bukan untuk di konsumsi tergantung dari
spesies, ukuran dan kualitasnya. Namun demikian ini adalah satu masalah penting
dimana ikan-ikan yang digolongkan trash fish masuk dalam kategori juvenile ikan
ekonomis penting. Beberapa jenis ikan yang banyak tertangkap di perairan utara
jawa terutama didominasi oleh ikan demersal seperti dari famili Leiognathidae,
Sciaenidae dan Mullidae dimana spesies tersebut dikategorikan termasuk yang
komersial. Berdasarkan kondisi tersebut maka pemanfaatan ikan-ikan yang masih
tergolong dibawah ukuran tingkat kematangan gonadnya akan berdampak
terhadap keberlanjutan sumberdaya ikan demersal.
Dalam Perikanan dermesal trawl skala industri khususnya pukat udang di
perairan Arafura pemanfaatan hasil tangkapan sampingan dapat dilakukan dengan
pemanfaatan langsung di kapal yang diolah dalam bentuk bahan baku untuk
olahan seperti surimi (Djazuli, 2009). Namun demikian dalam memanfaatkan
hasil tangkapan sampingan untuk perikanan pukat udang masih mengalami
beberapa kendala seperti keterbatasan volume palka yang khusus hanya untuk
menampung udang, selain itu operasi penangkapan pukat udang umumnya
tersebar di seluruh wilayah perairan bagian timur. Salah satu upaya yang telah
dilakukan dengan menerapkan mesin pembuat surimi untuk memanfaatkan ikanikan hasil tangkapan sampingan seperti gulamah, kurisi dan biji nangka
(Purbayanto et al. 2009). Djazuli (2009) menyebutkan bahwa dalam upaya
memanfaatkan ikan hasil tangkap sampingan skala industri perlu dilakukan
pendekatan dengan cara : 1) strategi dan teknik preparasi dalam pengumpulan
134
bahan baku dari kapal pukat udang yang tersebar di perairan yang luas dengan
keterbatasan volume palka dan periode waktu operasi penangkapan yang cukup
lama, 2) teknologi pengolahan surimi dengan menggunakan campuran jenis ikan,
mengingat ikan hasil tangkapan sampingan merupakan campuran berbagai jenis
dan ukuran ikan.
Pemanfaatan hasil atngkapan sampingan menjadi bahan baku surimi
memerlukan penambahan modal serta adanya pasar yang mendukung produk hasil
olahan dari ikan-ikan tersebut. Meskipun dari segi nelayan skala kecil khususnya
di perairan Utara Jawa pemanfaatan ikan-ikan tersebut masih dapat dilakukan
sepanjang pemanfaatan yang rasional.
8.3.3
Perbaikan teknologi penangkapan ikan
Keberadaan dari hasil tangkap sampingan (bycatch) merupakan kontribusi
dari rendahnya selektivitas dari suatu alat tangkap serta menjadi suatu
karakteristik dari daerah penangkapan ikan untuk yang bersifat multi spesies
(Slavin, 1982; Kelleher, 2005). Sementara pembuangan kelaut dikarenakan
beberapa faktor seperti telah dijelaskan pada bagian sebelumnya diantaranya
ekonomi, tempat penyimpanan yang terbatas dan karena adanya aturan
pengelolaan. Pembuangan hasil tangkapan kelaut ikan-ikan yang tidak dapat
dimanfaatkan harus dihindari walaupun beberapa beberapa faktor yang
menyebabkan pembuangan kelaut telah dijelaskan pada bagian sebelumnya.
Sementara itu pilihan pengelolaan dalam mengurangi hasil tangkapan
sampingan dengan peningkatan selektifitas dari demersal trawl telah diterapkan
untuk pukat udang di beberapa negara (Watson, 1989; Kendal, 1990; Isaksen et al.
1992). Peningkatan selektifitas alat tangkap trawl dapat dilakukan dengan cara : 1)
modifikasi dari bentuk mata jaring (mesh shape) dari bentuk diamond menjadi
square mesh; 2) memperbesar ukuran mata jaring; 3) memanfaatkan tingkah laku
ikan untuk meloloskan non-target spesies dengan memasang BED, BRD dan
square mesh panel (Fonteyne dan M’Rabet, 1992; Glass dan Wardle, 1995;
Broadhurst dan Kennelly, 1997).
135
Sedangkan Watson et al. (1986) menyatakan bahwa
perangkat untuk mengurangi bycatch yang dipasang pada trawl
pemasangan
mempunyai
beberapa keuntungan diantaranya :
1. Pengurangan dari tekanan pada jaring dan akan mengurangi konsumsi bahan
bakar;
2. Mengurangi waktu pekerjaan dalam menyortir ikan hasil tangkapan;
3. Meningkatkan kualitas dari hasil tangkapan.
Pendekatan yang dapat dilakukan untuk mengurangi masalah bycatch dan
pembuangan kelaut menurut Matsuoka (2008) ada dua pendekatan yang dapat
dilakukan yaitu : 1) meloloskan spesies ikan yang bukan menjadi tujuan
tangkapan di dalam air dengan perbaikan teknologi penangkapan ikan; 2)
pemanfaatan dari hasil tangkap sampingan termasuk untuk sektor lain seperti
untuk pakan budidaya, bahan baku untuk industri lainnya dan untuk konsumsi
manusia.
Pada tahun 2000 Australia telah mengharuskan pemasangan bycatch
reduction device (BRDs) dan turtle exclusion devices (TEDs) pada perikanan
trawl udang di NPF (Northern Prawn Fishery). Dengan pemasangan BRD jenis
super shooter pada alat tangkap trawl Australia menunjukkan bahwa pemasangan
BRD telah mengurangi total berat hasil tangkapan dan ikan hasil tangkapan
berukuran besar (> 5 kg) selain itu pemasangan BRD mengurangi kerusakan
udang hasil tangkapan dan meningkatkan harga jual (Salini et al., 2000).
Di Indonesia hasil tangkapan sampingan dari trawl skala industri yang
beroperasi di perairan Arafura merupakan bagian dari tangkapan dimana tidak
dijual tetapi dikembalikan kembali kelaut dengan alasan karena tidak ekonomis
dan hanya sebagian kecil yang dimanfaatkan serta di daratkan di pelabuhan. Hasil
tangkapan sampingan dari pukat udang meliputi ikan, krustasea dan moluska.
Hasil tangkapan sampingan dari trawl skala industri ini bervariasi secara spasial
dan musiman dengan rasio dari hasil tangkapan sampingan dan udang berbedabeda untuk setiap lokasi daerah penangkapan ikan (Evans dan Wahju, 1996;
Purwanto dan Nugroho, 2010) perbedaan waktu siang dan malam (Purbayanto dan
Riyanto, 2005).
136
Untuk menggunakan BRD beberapa faktor termasuk modifikasi dari BRD
yang harus memenuhi persyaratan terutama dalam mengurangi hasil tangkap
sampingan tanpa mengurangi tujuan tangkapan utamanya. Dari hasil tangkapan
sampingan dari perikanan trawl di Arafura menunjukkan bahwa spesies yang
menjadi hasil tangkapan sampingan merupakan spesies ikan demersal yang juga
menjadi tujuan utama alat tangkap lain seperti pukat pantai atau trammel net.
Sehingga dengan pembuangan kelaut ikan-ikan hasil tangkapan akan berdampak
terhadap keberlanjutan stok ikan demersal. Sedangkan peraturan yang
mengharuskan pemasangan bycatch excluder device pada alat tangkap trawl yang
beroperasi di Arafura mengacu kepada Keputusan Presiden no 85 tahun 1982
keberadaan trawl diganti dengan pukat udang yang sudah dilengkapi dengan BED.
Pada tahun 1996 peneliti dari National Marine Fisheries Service-NOAA
Amerika Serikat melakukan introduksi TEDs jenissuper shooter dengan
melakukan uji coba di Laut Jawa. Pada tahun 2003 TEDs jenissuper shooter
diujicobakan pada kapal trawl udang di perairan Arafura (Widodo dan Mahiswara,
2008). Walaupun hasilnya menunjukkan adanya pengurangan hasil tangkap
sampingan rata-rata sebesar 38,34% akan tetapi disisi lain pemasangan TEDs
super shooter mengurangi hasil tangkapan utama yaitu udang rata-rata sebesar
18,43% (Widodo dan Mahiswara, 2008). Karena dengan adanya pengurangan
hasil tangkapan utama tersebut maka TEDs super shooter tidak pernah digunakan
dalam setiap pengoperasian pukat udang dengan pertimbangan penanganan di atas
kapal terutama bila terjadi clogging karena adanya benda besar yang menghalangi.
Sehingga diperlukan jenisbycatch reduction device yang sifatnya tidak rigid dan
sesuai dengan ikan-ikan yang akan diloloskan. Berdasarkan pertimbangan teknis
selama penelitian, identifikasi spesies ikan, ukuran ikan serta morfologi yang
akan diloloskan terutama yang berbentuk compressed, depressed dan anguilliform
maka BRD yang sesuai untuk dikembangkan pada perikanan pukat udang di
Arafura dapat digunakan BRD jenismata ikan (fish eye) dan jendela empat persegi
(square mesh window). Selain spesies serta ukuran ikan yang akan diloloskan
BRD jenisfish eye dan square mesh window memiliki kemudahan dalam penangan
diatas kapal serta secara teknis ukuran yang digunakan sudah sesuai dengan
ukuran kantong (codend) dari jaring trawl yang digunakan.
137
8.3.4
Program monitoring dalam pengelolaan perikanan trawl
Diperlukan adanya suatu identifikasi yang kontinyu untuk mengestimasi
jumlah spesies ikan yang tertangkap di Laut Arafura atau di Perairan Utara Jawa.
Data tersebut meliputi spesies yang dikategorikan sebagai komersial dan spesies
yang tidak dimanfaatkan (discard). Estimasi setiap tahun untuk hasil tangkap
sampingan dan yang dibuang kelaut (discard);
Identifikasi terhadap spesies yang dikategorikan sebagai yang perlu
mendapat prioritas;
Karakterisasi dari hasil tangkap sampingan perlu dilakukan mengingat
perikanan di Indonesia merupakan multispesies yang hal ini perlu dilakukan
mengingat hasil tangkap sampingan dipengaruhi secara spasial dan temporal serta
lingkungan perairan. Sehingga perlu dilakukan suatu pembagian wilayah berupa
sub area yang membagi setiap WPP sehingga setiap sub area memberikan
informasi yang lebih akurat;
Program Monitoring Perikanan; tujuan dari program monitoring ini adalah
untuk menyediakan informasi dalam kuantitas, ukuran dan komposisi umur dari
ikan-ikan yang dimanfaatkan dan ikan-ikan yang dibuang kelaut (discard). Hal ini
perlu dilakukan terutama untuk perikanan industri khususnya pukat udang
mengenai pencatatan hasil tangkap sampingan dari setiap kapal ikan termasuk
posisinya yang dicatat dalam suatu logbook. Dalam perikanan industri dapat
dilakukan dengan melakukan program penempatan observer di kapal-kapal ikan
atau dapat pula dilakukan dengan melakukan pelatihan dari awak kapal yang
khusus untuk mencatat logbook tersebut. Sedangkan untuk perikanan skala kecil
hanya perlu ditempat di tempat pendaratan ikan untuk mencatat hasil tangkap
yang didaratkan mengingat persentase ikan yang dibuang sangat kecil dalam
perikanan trawl skala kecil. Sehingga data dari ikan-ikan yang didaratkan sudah
dapat mewakili kondisi hasil tangkap dari perikanan trawl skala kecil di perairan
utara Jawa.
138
8.4
Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini adalah :
1. Alternatif pengelolaan untuk mengurangi hasil tangkapan sampingan
(bycatch) dapat dilakukan dengan melakukan input kontrol yaitu pengaturan
daerah penangkapan ikan untuk perikanan trawl demersal skala kecil.
Sedangkan untuk perikanan trawl demersal skala industri dapat dilakukan
dengan pembatasan ukuran kapal (gross tonnage) dan pembatasan (kuota)
untuk spesies tertentu;
2. Hasil tangkapan sampingan (bycatch) dari perikanan demersal trawl skala
industri dapat dilakukan dengan mengolah ikan hasil tangkapan sampingan di
atas kapal untuk menjadi bahan baku produk olahan;
3. Untuk perikanan demersal trawl skala industri dan skala kecil mengurangi
hasil tangkapan sampingan (bycatch) dapat dilakukan dengan perbaikan
teknologi penangkapan ikan melalui pemasangan bycatch reduction device.
Bycatch reduction device yang sesuai untuk perikanan demersal trawl skala
industri dan skala kecil yaitu BRD jenis mata ikan (fish eye) dan jenis jendela
empat persegi (square mesh window);
4. Perlu dibangun program monitoring dalam pengelolaan perikanan demersal
trawl terutama dibentuknya pembagian area penangkapan (sub region),
identifikasi spesies yang menjadi hasil tangkapan sampingan, karakterisasi
hasil tangkapan sampingan serta diperlukannya observer baik untuk perikanan
demersal trawl skala industri.
139
9
KESIMPULAN UMUM DAN SARAN
Melalui serangkaian kajian yang dilakukan melalui metode yang
diterapkan dalam pengembangan bycatch reduction device untuk perikanan
demersal trawl, maka kesimpulan dan saran yang dapat diambil adalah sebagai
berikut:
9.1
Kesimpulan
Secara keseluruhan masing-masing jenis BRD memiliki keragaman
spesies yang berbeda dimana TED super shooter 23 spesies ikan, 2 spesies
krustase dan 1 spesies moluska. Square mesh window terdiri dari 27 spesies ikan
dan 2 spesies krustase. Fish eye terdiri dari 20 spesies ikan dan 2 spesies krustase.
Bycatch redcution device jenis mata ikan (fish eye) efektif dalam
mengurangi hasil tangkapan sampingan (bycatch) per towing kemudian diikuti
oleh jendela empat persegi (square mesh window) dan
TED super shooter.
Berdasarkan persentase morfologi ikan yang diloloskan, BRD jenis fish eye
mengurangi ikan yang berbentuk compressed (10,23%) dan anguilliform (4,62%).
BRD jenis square mesh window mengurangi ikan yang berbentuk compressed
(6,23%) sedangkan TED super shooter mengurangi ikan yang berbentuk
compressed (4,98%) dan anguilliform (0,47%). Pada skala laboratorium BRD
jenis square mesh window rata-rata meloloskan ikan sebesar 42,5%, fish eye
37,5% dan TED super shooter 30%.
Komposisi hasil tangkapan jaring arad didominasi oleh ikan hasil
tangkapan sampingan dengan proporsi yang berbeda untuk setiap lokasi dan bulan
yang berbeda. Komposisi hasil tangkapan sampingan di Blanakan di dominasi
oleh ikan yang berbentuk compressed (Leiognathidae, Sciaenidae, Nemipteridae
dan Mullidae) sementara untuk di Eretan Kulon di dominasi oleh ikan yang
berbentuk compressed (Sciaenidae, Leiognathidae, Nemipteridae dan Mullidae)
dan fusiform (Synodontidae).
Untuk perikanan demersal trawl skala industri dan skala kecil mengurangi
hasil tangkapan sampingan (bycatch) dapat dilakukan dengan perbaikan teknologi
140
penangkapan ikan melalui pemasangan bycatch reduction device. Bycatch
reduction device yang sesuai untuk perikanan demersal trawl skala industri dan
skala kecil yaitu BRD jenis mata ikan (fish eye) dan jenis jendela empat persegi
(square mesh window);
9.2
Saran
Perlu dikembangkan suatu BRD yang sesuai dengan bentuk morfologi dari
ikan yang akan diloloskan untuk perikanan trawl skala kecil seperti jendela empat
persegi (square mesh window) dan mata ikan (fish eye). Untuk perikanan trawl
demersal skala industri BRD fish eye dan square mesh window dapat dijadikan
alternatif sebagai pengganti TED super shooter.
Perlu diberlakukan jalur penangkapan ikan untuk perikanan demersal trawl
skala kecil untuk menghindari terjadinya konflik dengan nelayan yang
menggunakan alat penangkapan ikan yang pasif.
Perlu dibentuk suatu program monitoring dalam pengelolaan perikanan
demersal trawl terutama dibentuknya pembagian area penangkapan (sub region),
identifikasi spesies yang menjadi hasil tangkapan sampingan, karakterisasi hasil
tangkapan sampingan serta diperlukannya observer baik untuk perikanan demersal
trawl skala industri.
Diperlukan suatu pemahaman terhadap masyarakat mengenai pentingnya
mengurangi pembuangan bycatch dari perikanan trawl demersal yang akan
berdampak pada keberlanjutan sumberdaya ikan-ikan demersal.
141
DAFTAR PUSTAKA
[AAAT] Agency for Assessment and Application of Technology. 1982. Fishing
Experiment on Pukat Amerika (BED-equipped shrimp net) in the
Arafura Sea,AAAT, 1982. 7 p.
[DJPT] Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. 2010. Statistik Perikanan
Tangkap Indonesia 2009. Departemen Kelautan dan Perikanan. Vol
10 no:1. Jakarta.
[DJPT] Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. 2011. Kumpulan Peraturan Alat
Penangkapan Ikan.
Ditjen Perikanan Tangkap.
Kementerian
Kelautan dan Perikanan RI. Jakarta.
[FAO] Food and Agriculture Organization. 1995. The Code of Conduct for
Responsible Fisheries. FAO of the United Nations.Rome.Italy. p45.
[FAO] Food and Agriculture Organization. 2007. Pengukuran Panjang Ikan dan
Krustase.http:www.fao//pengukuran.php.com. (April 2007)
[SEAFDEC] South Asian Fisheries Development Center. 1999. Responsible
Fishing Operations. Regional Guidelines for Responsible Fisheries in
Southeast Asia. SEAFDEC, Thailand.
Allsopp, W.H.L. 1982. Use of Fish Bycatch from Shrimp Trawling: Future
Development. In Fish Bycatch, Bonus from the Sea. Report of the
Technical Consultation on Shrimp Bycatch Utilization, Held in
Georgetown, Guyana, 27-30 October 1981. Sponsored Jointly by
FAO and IDRC,Ottawa. IDRC(ICRC-1980): pp 29-36.
Alverson, D.L., Freeberg, M.H., Murawski, S.A. and Pope, J.G. 1994. A Global
Assessment of Fisheries Bycatch and Discards. FAO Fish.Tech.Pap.
No. 339.233p.
Andrew,N.L. and Pepperell, J.G. 1992. The By-catch of Shrimp Trawl Fisheries.
Annual Review of Oceanography and Marine Biology, 30: pp 527565.
Andrew,NL., Kennelly, S.J. dan Broadhurst, MK. 1993. The Bycatch of Shrimp
Trawl Fisheries. Oceanography Marine Biology Annual Review. 30:
pp 527-565.
Averill, P.H. 1989. Shrimp/fish Separator Trawls for Northern Shrimp Fishery.
In Campbell, C.M. (ed), Proceedings of the World Symposium on
Fishing Gear and Fishing Vessels. Maine Institute, St Johns, Canada,
pp 42-47.
142
Bianchi,G.M., Badrudin, M. dan Budihardjo. 1996. Demersal Assemblages of
the Java Sea: A Study Based on Trawl Survey of the RV Mutiara 4.
In : D. Pauly dan P. Martosubroto (Eds). Baseline Studies of
Biodiversity : The Fish Resources of Western Indonesia. ICLARM.
Manila. pp 55-61.
Breen,M., Dyson, J. O’Neill, F.G., Jones, E., Haigh, M. 2004. Swimming
Endurance of Haddock (Melanogrammus aeglefinus L.) at Prolonged
and Sustained Swimming Speeds, and Its Role in Their Capture by
Towed Fishing Gears. ICES Journal of Marine Science. 61, pp 10711079.
Brewer, D., Rawlinson, N., Eayrs, S. dan Burridge, C. 1998. An Assessment of
Bycatch Reduction Devices in a Tropical Australian Prawn Trawl
Fishery. Fisheries Research.36.pp195-215.
Briggs, R.P. 1992. An Assessment of Nets with a Square Mesh Panel as a
Whiting Conservation Tool in the Irish Sea Nephrops Fishery.
Fisheries Research.13. pp 133-152.
Broadhurst, M.K. 2000. Modifications to Reduce Bycatch in Prawn Trawls: A
Review and Framework for Development. Reviews in Fish Biology
and Fisheries, 10: pp 27-60. Kluwer Academic Publ. Netherlands.
Broadhurst, M.K. Kennelly, S.J dan Gray, CA. 2002. Optimal Positioning and
Design of Behavioural-type By-catch Reduction Devices Involving
Square-mesh Panels in Penaeid Prawn-trawl Codends. Marine and
Freshwater Research, vol 53 no 4.pp 813-823.
Broadhurst,MK dan Kennelly, SJ. 1994. Reducing the By-catch of Juvenile Fish
(Mulloway Argyrosomus hololepidotus) Using Square Mesh Panels in
Codends in Hawkesbury River Prawn Trawl Fishery,Australia.
Fisheries Research.19. pp 321-331.
Broadhurst,MK dan Kennelly, SJ. 1995. A Trouser-trawl Experiment to Assess
Codends that Exclude Juvenile Mulloway (Argyrosomus
hololepidotus) in the Hawkesbury River Prawn-trawl Fishery. Marine
and Freshwater Research. 46. pp 953-958.
Broadhurst,MK dan Kennelly, SJ. 1997. The Composite Square Mesh Panel: A
Modification to Codends for Reducing Unwanted Bycatch and
Increasing Catches of Prawns throughout the New South Wales
Oceanic Prawn-trawl Fishery. Fishery Bulletin. 95. pp 653-664.
Broadhurst,MK, Kennelly, SJ. dan O’Doherty,G. 1996. Effects of Square-mesh
Panels in Codends and of Haulback-delay on Bycatch Reduction in
the Oceanic Prawn-trawl Fishery of New South Wales, Australia.
Fishery Bulletin. 94. pp 412-422.
143
Brodjo, M dan Williandi. 2004. Pengantar Praktikum Ikhtiologi. Bahan
Praktikum Ikhtiologi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut
Pertanian Bogor.
Caddy, J.F. 1982. Management of Shrimp Fisheries. In Fish Bycatch-bonus from
the Sea: Report of A Technical Consultation on Shrimp By-catch
Utilization Held in Georgetown, Guyana, 27-30 October 1981,IDRC,
Ottawa. pp 120-124.
Charles, A.T. 2001. Sustainable Fishery System. Blackwell Science Ltd. 370 p.
Chokesanguan, B. Weerawat, P. Bouchoy, A. dan Bernard P. 2004. Construction
of A Juvenile and Trash Excluder Device Using the Semi Curve Rigid
Sorting Grid. SEAFDEC/TD.Thailand.
Chopin, F.S. dan Arimoto, T. 1995. The Condition of Fish Escaping from
Fishing Gears A- Review. Fisheries Research. 21. pp 315-327.
Cotter, A.J.R. Course, G. Buckland, S.T and Garrod, C. 2002. A PPS Sample
Survey of English Fishing Vessels to Estimate Discarding and
Retention of North Sea Cod, Haddock, and Whiting. Fisheries
Research. 55. pp 25-35.
Dann, T dan Pascoe, S. 1994. A Bioeconomic Model of the Northern Prawn
Fishery. ABARE Research Report 94:13 p.
Diamond, S.L. 2003. Estimation of Bycacth in Shrimp Trawl Fisheries:
Acomparison of Estimation Methods Using Field Data and Simulated
Data. Fishery Bulletin. 101. pp 484-500.
Djazuli. N., Wahyuni, M., Monintja, D. dan Purbayanto, A. 2009. Modifikasi
Teknologi Pengolahan Surimi dalam Pemanfaatan “Bycatch” Pukat
Udang di Laut Arafura. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia.
Vol XII Nomor 1.
Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2006. www.kkp.go.id. 21 Januari 2012.
Eayrs, S.
2005. A Guide to Bycatch Reduction in Tropical Shrimp-Trawl
Fisheries. Food and Agriculture Organization (FAO) of the United
Nations,Rome,Italy.
Ernawati. T. 2007. Distribusi dan Komposisi Jenis Ikan Demersal yang
Tertangkap Trawl pada Musim Barat di Perairan Utara Jawa Tengah.
Jurnal Iktiologi Indonesia,Vol 7 no 1.
Erzini, K. Monteiro, P. Araujo, A. dan Castro, M. 2003. Limited Mid-water
Scavenging of Trawl Discards. Journal Marine Biology Association.
83. pp 731-734.
144
Evans, S.M. and Wahju, R.I. 1996. The Shrimp Fishery of the Arafura Sea
(Eastern Indonesia). Fisheries Research. 26.pp 365-371.
Fauzi, A. dan Anna S. 2002. Evaluasi Status Keberlanjutan Pembangunan
Perikanan: Aplikasi Pendekatan RAPFISH (Studi Kasus Perairan
Pesisir DKI Jakarta). Jurnal Pesisir dan Lautan Vol. 4 (2).pp 36-49.
Fennessy, ST dan Isaksen, B. 2007. Can Bycatch Reduction Devices be
Implemented Successfully on Prawn Trawlers in the Western Indian
Ocean?. African Journal of Marine Science,vol 29, no3.pp 453-463.
Ferno dan Olsen, 1994. Marine Fish Behavior in Capture Abundance
Estimation. Fishing News Book. London. pp 69-81.
Fonteyne, M.J. dan M’Rabet. 1992. Selectivity Experiments on Sole with
Diamond and Square Mesh Codends in Belgian Coastal Beam Trawl
Fishery. Fisheries Research. 13. pp 221-233.
Fridman, A.L. 1986. Calculations for Fishing Gear Design. FAO Fishing
Manuals. Fishing News Books. p241.
Glass, C.G dan Wardle, C.S. 1995. Studies on the Use of Visual Stimuli to
Control Fish Escape from Codends II. The Effect of A Black Tunnel
on the Reaction Behaviour of Fish in Otter Trawl Codends. Fisheries
Research. 23. pp 165-174.
Graham, N. dan Kynoch, RJ. 2001. Square Mesh Panels in Demersal Trawls:
Some Data on Haddock Selectivity in Relation to Mesh Size and
Position. Fisheries Research.49. pp 207-218.
Gulland, J.A. dan Rotschilds, B.J. 1984. Penaeid Shrimps- Their Biology and
Management. Fishing News Books. Farnham. London.
Hall, A.M. 1996. On Bycatches, Reviews in Fish Biology and Fisheries 6. pp
319-352.
Hall,S. 2002. The Use of Technical Measures in Responsible to Fisheries: Area
and Time Restrictions. (ed) Cohrane,K.L. A Fishery Manager’s
Guide Book. Management Measures and Their Application. FAO
Fisheries Technical Paper no:424.FAO. Rome,231p.
Hamley, J.M dan Regier, H.A. 1973. Direct Estimates of Gillnet Selectivity to
Walleye (Stizostedion vitreum vitreum). Journal Fisheries Research
Board of Canada. 30, pp 817-830.
Hamley, J.M. 1975. Review of Gillnet Selectivity. Journal Fisheries Research
Board of Canada. 32.pp 1943-1969.
Hannah, R.W. Jones, S.A. dan Matteson, K.M. 2003. Observation of Fish and
Shrimp Behavior in Ocean Shrimp (Pandalus jordani) Trawls.
145
Oregon Department of Fish and Wildlife. Marine Resources Program
2040 S.E. Marine Science Drive Newport,Oregon.
Harrington, J.M., Myers, R.A dan Rosenberg, A.A. 2005. Wasted Fishery
Discarded Bycatch in the USA. Fish and Fisheries, 6. pp 350-361.
Herrmann, B. 2005. Effect of Catch Size and Shape on the Selectivity of
Diamond Mesh Cod-ends 1.
Model Development.
Fisheries
Research.71. pp 1-13.
http://infohukum.kkp.go.id/files_kepmen/KEP%2045%20MEN%202011.pdf
Hufiadi, Mahiswara dan Nurdin, E. 2008. Selektivitas Kisi-kisi Juvenile and
Trash Excluder Devices pada Alat Tangkap Trawl Mini di Perairan
Utara Jawa. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia.Vol 14 no: 4. hal
353-361.
Imron, M.
2008.
Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Demersal yang
Berkelanjutan di Perairan Tegal Jawa Tengah. Sekolah Pasca Sarjana
Institut Pertanian Bogor (Disertasi). 226 hal.
Isaksen, B., Valdermasen, J.W., Larsen, R.B. dan Karlsen, L. 1992. Reduction of
Fish Bycatch in Shrimp Trawl Using A Rigid Separator Grid in the
Aft Belly. Fisheries Research. 13. pp 335-352.
Isaksen,B, dan Valdemarsen,J.H. 1994. Bycatch Reduction in Trawls by Utilizing
Behaviour Differences. In: A Ferno and S Olsen (ed). Marine Fish
Behaviour in Capture and Abundance Estimation. Fishing News
Books.
Karlsen, L. dan Larsen, R. 1989. Progress in the Selective Shrimp Trawl
Development in Norway. In : Campbell, C.M (ed). Proceedings of the
World Symposium on Fishing Gear and Fishing Vessels. Marine
Institute, St Johns, Canada. pp 30-39.
Kelleher, K. 2005. Discards in the World’s Marine Fisheries: An Update.FAO
Fisheries Technical Paper No 470.
Food and Agriculture
Organization of the United Nations, Rome, Italy.
Kendall, D. 1990. Shrimp Retention Characteristics of the Morrison Soft TED: A
Selective Webbing Exclusion Panel Inserted in A Shrimp Trawl Net.
Fisheries Research. 9. pp 13-21.
Kennelly, S.J. 1995. The Issue of Bycatch in Australia's Demersal Trawl
Fisheries. Review in Fish Biology and Fisheries. 23. pp 165-174.
Kim, Y.H dan Wardle, C.S. 2005. Basic Modeling of Fish Behavior in Towed
Trawl Based on Chaos in Decision-making. Fisheries Research. 73.
pp 217-229.
146
Lagler, K.F. 1968. Capture, Sampling and Examination of Fishes. In W.E
Ricker ed Methods for Assessment of Fish Production in Freshwater.
IBP Handbook 3,Blackwell Scientific Publication, Oxford and
Edinburg. p313.
Larsen, R. dan Isaksen, B. 1993. Size Selectivity of Rigid Sorting Grids in
Bottom Trawls for Atlantic Cod (Gadus morhua) and Haddock
(Melanogrammus aeglefinnus). ICES Marine Science Symposium.
196. pp 178-182.
Mahiswara dan Wahyu, RI. 2006. Selektivitas Kisi TED (Turtle Excluder
Device) Tipe Super Shooter pada Trawl. Jurnal Penelitian Perikanan
Indonesia. Vol 12 no 1 April 2006. hal 25-32.
Mahiswara. Wahyu, RI., dan DR Monintja. 2004. Pengaruh Jarak Kisi pada
TED Tipe Super shooter terhadap Hasil Tangkapan Sampingan Trawl
Udang. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia 10. hal 11-19.
Manadiyanto, H., H. Latif, dan S. Iriandi. 2000. Status Penangkapan Udang
Penaeid Pasca Pukat Harimau di Perairan Laut Jawa. Jakarta: Balai
Penelitian Perikanan Laut. 26 hal.
Martin, T.J. Brewer, D.T. dan Blaber, S.J.M. 1995. Factors Affecting
Distribution and Abundance of Small Demersal Fishes in the Gulf of
Carpentaria, Australia. Marine and Freshwater Research 46(6) hal
909–920.
Matsuoka, T. 2008. A Review of Bycatch and Discard Issue Toward Solution.
Fisheries for Global Welfare and Environment, 5 th World Fisheries
Congress. pp 169-180.
Matsuoka, T. dan Kan, T.T. 1991. Passive Exclusion on Finfish by Trawl
Efficiency Device (TED) in Prawn Trawling in Gulf of Papua, Papua
New Guinea. Nippon Suisan Gakkaishi 57. pp 3121-3129.
Matsushita, Y. Dan Inoue. Y. 1997. Variation of Square Mesh Codend
Selectivity for Walleye pollock (Theragra chalcogramma) with
Respect to Difference in Body Shape. Nippon Suisan Gakkaishi, vol
63(1). pp 23 – 29.
McGilvray., J.G., Mounsey, R.P. dan Mac Cartie, J. 1999. The AusTED II, An
Improved Trawl Efficiency Device 1. Design Theories. Fisheries
Research. 40. pp17-28.
Monintja D. 2001. Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir dalam Bidang Perikanan
Tangkap. Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu.
Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian
Bogor. 156 hal.
147
Monintja, D., Adrianto, L., Ariadno, M.K., Sondita, A.F. Kusumawardhani, I.,
dan Nelly, E. 2007. Peninjauan Ulang terhadap Upaya Intensifikasi
Pengurangan Hasil Tangkapan Sampingan dan Perubahan Pengelolaan
Perikanan Trawl melalui Peraturan yang Komprehensif. Kerjasama
antara FAO dengan Departemen Kelautan dan Perikanan RI dan
LPPM-IPB.
Monintja. R.D. dan Sudjastani, T. 1985. Studi Perbandingan antara Pukat Udang
dan Trawl Standar di Laut Arafura. Buletin Perikanan vol II,no 1,
1985.
Naamin N dan Sumiono B. 1983. Hasil Samping pada Penangkapan Udang di
Perairan Arafura dan Sekitarnya. LPPL.no 24/1982. BPPL. Jakarta.
Naamin, N. dan Sujastani, T. 1984. The Bycatch Excluder Device. Experiments
in Indonesia. Presented at FAO/Australia: Workshop on the
Management of Penaeid Shrimps/Prawns in the Asia Pacific Region,
29 October - 2 November. p 20.
Naamin, N. 1987. Dinamika Populasi Udang Jerbung (Penaeus merguiensis de
man) di Perairan Arafura dan Alternatif Pengelolaannya. Jurnal
Penelitian Perikanan Laut No 42. 9 hal.
Naamin, N. 1984. Dinamika Populasi Udang Jerbung (Penaeus merguensis de
Man) di Perairan Arafura dan Alternatif Pengelolaannya. [Disertasi].
tidak dipublikasikan. Bogor. Fakultas Pasca Sarjana,IPB. 281 hal.
Nasution, C., Nugroho, D dan Jamal, R. 1983. Uji Coba Pukat Udang di Perairan
Cilacap dan Sekitarnya, Oktober 1982. Laporan Penelitian Perikanan
Laut no 25/1983. Balai Penelitian Perikanan Laut. Jakarta. hal 6377.
Nasution, C. 1997. Preliminary Fishing Experiment on the Use of Turtle
Excluder Device (TED) in Commercial Shrimp Trawling in the
Arafura Sea. Paper Presented in the FAO Workshop on Selective
Shrimp Trawling with Selective Device. Darwin, Australia, 24-26
July 1997. 22 p.
Nasution, 2004. Metode Research (Penelitian Ilmiah). Jakarta. Bumi Aksara.
Nikoronov, I.V. 1975. Interaction of Fishing with Fish Aggregations. Keter.
Publishing House Jerussalem Ltd. Israel
Nontji, A. 1987. Laut Nusantara. Penerbit Jembatan Jakarta. 368 hal.
Northridge, S.P. 1991. An Updated World Review of Interactions between
Marine Mammals and Fisheries. FAO, Fisheries Technical Paper 251
(Suppl.1 I–VI). p 58.
148
O’Neill, F.G., dan Kynoch, R.J. 1996. The Effect of Cover Mesh Size and
Codend Catch Size on Codend Selectivity. Fisheries Research. 28. pp
291-303.
O’Neill, F.G., McKay, S.J., Ward, J.N. Strickland, A., Kynoch, R.J., Zuur, A.F.
2003. An Investigation of the Relationship between Sea State Induced
Vessel Motion and Cod-end Selection. Fisheries Research.60. pp
107-130.
Pope, J. 2002. Input and Output Controls: The Practice of Fishing Effort and
Catch Management in Responsible Fisheries. (ed) Cohrane,K.L. A
Fishery Manager’s Guide Book. Management Measures and Their
Application. FAO Fisheries Technical Paper no:424. FAO. Rome.
231 p.
Purbayanto,A. dan Baskoro M. 1999. Tinjauan Singkat Tentang Pengembangan
Teknologi Penangkapan Ikan Ramah Lingkungan. Mini Review on
the Development of Environmental Friendly Fishing Technology
Graduate Student at Tokyo University of Fisheries. Department of
Marine Science and Technology. Tokyo. 5 hal.
Purbayanto, A. 2003. Trawl Ramah Lingkungan. Makalah Seminar Pengelolaan
Trawl di Indonesia.
Himafarin dan Departemen Pemanfaatan
Sumberdaya Perikanan. FPIK-IPB. 66 hal.
Purbayanto, A., SH. Wisudo, J. Santoso, M. Wahyuni, R.I. Wahyu, Dinarwan,
Zulkarnain, Sarmintohadi, A. D. Nugraha, D.A. Soeboer, B. Pramono,
A. Marpaung dan M. Riyanto. 2004. Pedoman Umum Perencanaan
Pengelolaan dan Pemanfaatan Hasil Tangkap Sampingan Pukat Udang
di Laut Arafura. Diterbitkan oleh Dinas Perikanan dan Kelautan
Provinsi Papua bekerjasama dengan PT. Sucofindo. Jakarta.
Purbayanto,A. dan Riyanto,M. 2005. Pengoperasian Pukat Udang pada Siang
dan Malam Hari Pengaruhnya Terhadap Hasil Tangkap Sampingan di
Laut Arafura, Papua. Maritek vol 5 no 1: hal 29-41.
Purbayanto, A. dan Sondita, F., A. 2006. Jenis, Sebaran Keanekaragaman
Sumberdaya Ikan Hasil Tangkapan di Tepian Laut Arafura. Monintja
et al.(eds). Perspektif Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Tangkap
Laut Arafura. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan,
FPIK-IPB.
Purbayanto, A., Santoso,J. Riyanto,M., Purnomo., Pramono,B dan Susanto,A.
2009. Uji Kinerja Mesin Pemisah Daging dan Tulang Ikan untuk
Pemanfaatan By-Catch di Atas Kapal Pukat Udang. Seminar Nasional
Teori dan Aplikasi Teknologi Kelautan, 17 Desember 2009.
149
Purnomo, A. 2004. Hasil Tangkap Pukat Udang dan Indek Produktivitasnya di
Laut Arafura dan Sekitarnya. Balai Pengembangan Penangkapan Ikan
Semarang. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap.
Purwanto dan Nugroho, D. 2010. Tingkat Optimal Pemanfaatan Stok Udang,
Ikan Demersal, dan Pelagis Kecil di Laut Arafura. Jurnal Penelitian
Perikananan Indonesia. Vol 16, no 4. hal 311-321.
Renaud, M., Gilschlag, G., Klima, E., Shah, A., Koi, D. dan Nance, J. 1993.
Loss of Shrimp by Turtle Excluder Devices (TEDs) in Coastal Waters
of the United States, North Carolina to Texas: March 1988-August
1990. Fishery Bulletin. 91. pp 129-137.
Robins, J.B. and McGilvray, J.G. 1999. The Austed II, an Improved Trawl
Efficiency Device 2. Commercial Performance. Fisheries Research.
40. pp 29-41.
Robins-Troeger. JB. 1994. Evaluation of the Morrison Soft Turtle Excluder
Device: Prawn and Bycatch Variation in Moreton Bay, Queensland.
Fisheries Research. 19. pp 205-217.
Robins-Troeger., JB., Buckworth, RC dan Dredge, M.C.L. 1995. Development
of a Trawl Efficiency Device (TED) for Australian Prawn Fisheries.II.
Field Evaluation of the AusTED. Fisheries Research. 22. pp 107117.
Rocha, M.L.C.F., Fernades, W.S dan Filho, A.M.P. 2010. Spatial and Temporal
Distribution of Fish in Palmas Bay, Ubatuba, Brazil. Braz. j.
oceanography. vol.58 no.1 São Paulo Jan./Mar. 2010.
Rogers, S.I. dan Millner, R.S. 1996. Factors Affecting The Annual Abundance
and Regional Distribution of English Inshore Demersal Fish
Populations: 1973 to 1995. ICES Journal Marine Science. (1996) 53
(6). pp 1094-1112.
Rose, C.S.
1995. Behavior of North Pacific. Proceedings of The Solving
Bycatch Workshop, Sept 25-27. 1995. Seattle,Washington.
Rulifson, R.A., Murray, J.D. dan Bahen, J.J. 1992. Finfish Catch Reduction in
South Atlantic Shrimp Trawls using Three Designs of By-Catch
Reduction Devices. Fisheries, 17. pp 9-19.
Sadhotomo, B dan B. Sumiono. 1986. Hubungan antar Jenis Hasil Tangkapan
Pukat Udang dan Trawl di Perairan Teluk Bintuni, Irian Jaya. Jurnal
Penelitian Perikanan Laut no 37/1986, Balitkanlut 1, Jakarta. Hal 110.
Sadhotomo,B. 1990. Ordinasi Komunitas Ikan Demersal di Pantai Utara Jawa 1:
Penentuan Unit Komunitas. Jurnal Penelitian Perikanan Laut. No 56.
150
Saila, S.B.
1983. Importance and Assessment of Discards in Commercial
Fisheries. FAO Fisheries circular no 765. Food and Agriculture
Organization of the United Nations. Rome. p 62.
Sainsbury, J.C. 1986. Commercial Fishing Method: An Introduction to Vessel
and Gear. Farnham. Surrey. Fishing News Book Ltd. Second edition.
Sainsbury, K.J. 1991. Application of An Experimental Approach to Management
of A Tropical Multi Species Fishery with Highly Uncertain Dynamics.
ICES Marine Science Symposium. 193. pp 301-320.
Salini, J. Brewer, D. Farmer, M. dan Rawlinson, N. 2000. Assessment and
Benefits of Damage Reduction in Prawns Due to Use of Different
Bycatch Reduction Devices in the Gulf of Carpentaria, Australia.
Fisheries Research. 45. pp 1-8.
Slavin, J.W. 1982. Utilization of the Shrimp By-catch, In Fish By-Catch…Bonus
from the Sea. FAO/IDRC,Ottawa. pp 21-28.
Smith IR. 1983. A Research Framework for Traditional Fisheries. International
Center for Living Aquatic Resources Management (ICLARM),
Manila. 89 p.
Somers, I dan Wang, Y. 1997. A Simulation Model for Evaluating Seasonal
Closure in Australia’s Northern Prawn Fishery, North.American.
Journal of Fisheries.Management 17(1). pp 114-130.
Sondita, M.F. Hasyim, B dan Budiman, S. 2006. Zonasi Wilayah Perikanan
Tepian Laut Arafura: Upaya Mewujudkan Pengelolaan Perikanan
yang Efektif. Monintja.D.R. et al, (eds) Perspektif Pengelolaan
Sumberdaya Perikanan Tangkap Laut Arafura.
Departemen
Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. FPIK-IPB. 226 hal.
Sparre, P dan Venema. SC. 1999. Introduksi Pengkajian Stok Ikan Tropis. Buku
I. Manual. Yogyakarta. Lapera Pustaka Utama.
Subani, W. dan H. R. Barus. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di
Indonesia. Jurnal Penelitian Perikanan Laut Nomor: 50 Tahun
1988/1989. Edisi Khusus. Jakarta: Balai Penelitian Perikanan Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian.
Sumiono, B dan Sadhotomo, B. 1985. Perbedaan Hasil Tangkapan Pukat Udang
dan Trawl Di Perairan Teluk Bintuni, Irian Jaya. Jurnal. Penelitian
Perikanan Laut no 33. hal 61-76.
Sumiono, B. dan Nuraini, S. 2007. Beberapa Parameter Biologi Ikan Kuniran
(Upeneus sulphureus) Hasil Tangkapan Cantrang yang Didaratkan di
Brondong Jawa Timur. Jurnal Iktiologi Indonesia,Vol 7 no 2.
151
Suuronen.P. 1995. Conservation of Young Fish by Management of Trawl
Selectivity. Finnish Fisheries Research. No 15. pp 97-116.
Thorsteinsson, G. 1992. The Use of Square Mesh Codends in the Icelandic
Shrimp (Pandalus borealis) Fishery. Fisheries Research.13. pp 255266.
Tokai, T., S. Omoto, R. Sato dan K. Matuda. 1996. A Method of Determining
Selectivity Curve of Separator Grid. Fisheries Research.27. pp 51-60.
Tucker, A.D., Robbins, J.B., dan McPhee, D.P. 1997. Adopting Turtle Excluder
Devices in Australia and the United States: What Are the Differences
in Technology Transfer, Promotion and Acceptance.
Coastal
Management. 25. pp 405-421.
vonBrandt, A. 2004. Fish Catching Method of the World. Edited by O.Gabriel,
K. Lange,E. Dahmn & T. Wendt. Fourth ed. Blackwell Publishing
Ltd. p523.
Wallace, RK dan Robinson CL. 1994. Bycatch and Bycatch Reduction in
Recreational Shrimping. Northeast Gulf.Science. 13. pp 139-144.
Walpole, R.E. 1995. Pengantar Statistik. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama.
515 hal.
Walsh, S.J., Cooper, C., dan Hickey, W. 1989. Size Selection of Plaice by
Square and Diamond Mesh Codends. ICES-CM-1989/B:22. 13 p.
Wardle, C.S. 1993. Fish Behavior and Fishing Gears. Chapter:18. In: T.J.
Pitcher [ed.]. The Behavior of Teleost Fishes. 2nd Edition. Chapman
and Hall.Fish and Fisheries Series 7. pp 609-643.
Warlde, C.S. 1983. Fish Reactions to Towed Gears In: Mac Donald, A and
Priede I.G (eds) Experimetal Biology at Sea. Academic Press New
York. pp 167-195.
Wassenberg, T.J. and Hill, B.J. 1990. Partitioning of Material Discarded from
Prawn Trawlers in Moreton Bay. Australian Journal Marine and
Freshwater Research. 41. pp 27–36.
Watson, J.W. 1989. Fish Behaviour and Trawl Design: Potential for Selective
Trawl Development. In: Campbell,C.M (ed), Proceedings of the
World Symposium on Fishing Gear and Fishing Vessels. Mar.Inst, St
Johns, N.F,Canada. pp 25-29.
Watson, J.W., Mitchell, J.F. dan Shah, A.K. 1986. Trawling Efficiency Device:
A New Concept for Selective Shrimp Trawling Gear. Marine
Fisheries. Rev.48. pp 1-9.
152
Watson, J.W. dan Taylor, C.W. 1990. Reasearch on Selective Shrimp Trawl
Designs for Penaeid Shrimp in the United States. In: DeAlteris, J.T
and Grady, M.(eds), Proceedings of the Fisheries Conservation
Engineering Workshop. Narraganset,Rhode Island, April 4-5, 1990.
Rhode Island Sea Grant. pp 50-59.
Watson, JW. 1996. Summary Report on the Status of Bycatch Reduction Device
Development.
NOAA, MS Lab.
PO Drawer 1207.
Pasgoucola,MS39567.
Widodo, AA. dan Mahiswara. 2008. Keragaan TEDs Tipe Super Shooter pada
Trawl Udang yang Beroperasi di Laut Arafura. Jurnal Penelitian
Perikanan Indonesia. Vol.14.no1 Maret 2008. hal 123-135.
Wileman, D.A., Ferro, R.S.T., Fonteyne,R., Millar, R.B (eds). 1996. Manual of
Methods of Measuring the Selectivity of Towed Fishing Gears. ICES
Cooperative Research Report No. 215,Copenhagen. p126.
Winger, P.D., Eayrs,S dan Glass., W. 2010. Fish behavior near bottom trawls in
Behavior of Marine Fishes: Capture Process and Conservation
Challenges (ed Pinggue He).Blackwell, Publishing.Ltd.
Wiyono, E.S. S.Yamada, E.Tanaka, T.Arimoto dan T. Kitakado.
2006.
Dynamics of Fishing Gear Allocation by Fishers in Small-scale
Coastal Fisheries of Pelabuhanratu Bay, Indonesia.
Fisheries
Ecology, Blackwell. Publishing.Ltd.
Wyrtki, K. 1962. The Upwelling in the between Java and Australian During the
South East Monsoon. Australian Journal Marine and Freshwater
Research. pp 217-225.
Ye, Y. Alsaffar, A.H dan Mohammed, H.M. 2000. Bycatch and Discards of the
Kuwait Shrimp Fishery. Fisheries Research. 45. pp 9-19.
153
Sumber lain :
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1980 Tentang
Penghapusan Jaring Trawl.
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 85 Tahun 1982 Tentang
Penggunaan Pukat Udang.
Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 392/Kpts/IK.120/4/99 Tentang Jalur-jalur
Penangkapan Ikan.
Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan jo UU Nomor 31 Tahun 2004
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. Nomor
PER.06/MEN/2008 Tentang Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat
Hela di Perairan Kalimantan Timur bagian Utara.
Surat Keputusan Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Nomor 08/DJ-PT/2010
tentang Pemberhentian Sementara Izin bagi Usaha Baru Alat Penangkapan
Ikan dan Alat Bantu Penangkapan Ikan.
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor PER
02/MEN/2011 Tentang Jalur-jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat
Penangkapan Ikan dan Alat Bantu Penangkapan Ikan di Wilayah
Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia.
Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor Kep
45/MEN 2011 tentang Potensi Estimasi Potensi Sumber Daya Ikan di
Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia.
154
155
LAMPIRAN
156
Lampiran 1 Desain trawl yang digunakan dalam penelitian
157
Lampiran 2 Ketiga jenis BRD yang dipasang pada bagian kantong
(a) TED super shooter
(b) Square mesh window
(c) Fish Eye
158
Lampiran 3 Hasil tangkapan trawl selama penelitian
Hasil tangkapan trawl selama penelitian
Penyortiran hasil tangkapan trawl
159
Lampiran 4 Hasil tangkapan utama
Udang sebagai hasil tangkapan utama
Udang sebagai hasil tangkapan utama
Pencatatan dan pengukuran hasil tangkapan utama
160
Lampiran 5 Perbandingan komposisi hasil tangkapan diantara dua jenis trawl
tanpa BRD dan trawl dengan TED super shooter di perairan Arafura
dengan KM Laut Arafura
No
Spesies
Tanpa
BRD
Berat
(kg)/
towing
Persentase
Super shooter
Berat (kg)/
towing
Persentase
Perubahan
(%)
Hasil tangkapan utama
1
Udang
1.12
0.45
0.76
0.29
0.31
2.20
11.50
0.89
4.67
3.97
7.95
1.52
3.04
0.63
-1.63
1.15
45.39
3.56
0.47
18.43
1.44
67.35
1.05
3.97
25.74
0.40
1.52
25.27
-18.03
0.07
7.53
1.05
37.44
2.72
0.63
3.06
0.42
15.20
1.10
0.25
5.86
0.00
50.20
0.84
1.05
2.24
0.00
19.18
0.32
0.40
-0.82
-0.42
3.98
-0.78
0.14
14.75
22.59
7.11
12.55
5.99
9.17
2.89
5.10
10.14
22.80
5.02
9.20
3.88
8.71
1.92
3.52
-2.11
-0.46
-0.97
-1.58
1.05
12.24
16.73
0.42
4.97
6.79
2.61
6.69
16.32
1.00
2.56
6.23
0.57
-2.41
-0.56
1.67
9.20
4.18
2.93
6.48
0.68
3.74
1.70
1.19
2.63
4.50
0.42
6.28
2.93
13.39
1.72
0.16
2.40
1.12
5.12
1.04
-3.58
0.70
-0.07
2.48
0.00
20.50
245.14
246.26
0.00
8.32
0.10
18.30
260.94
261.70
0.04
6.99
0.04
-1.33
Hasil tangkapan sampingan
2
Saurida spp
3
Thryssa setirostis
4
Kepiting
5
Loligo spp
6
Harpadon
7
Herklotsichtis spp
8
Rastrelliger kanagurta
9
Terapon theraps
10
Upeneus sulphureus
11
Nemipterus nematophorus
12
Polydactillus spp
13
Trichiurus lepturus
14
Cynoglosus spp
15
Arius maculathus
16
Priacanthus maculatus
17
Dasyatis kuhlli
18
Pellona ditchela
19
Leiognathus spp
20
Pomadasys maculatus
21
Polynemus spp
22
Alepes melanoptera
23
Carangoides spp
24
Illisa melastoma
25
Johnius spp
Sub total HTS
Total
161
Lampiran 6 Perbandingan komposisi hasil tangkapan diantara dua jenis trawl
tanpa BRD dan trawl dengan square mesh window di perairan
Arafura dengan KM Laut Arafura
No
Spesies
Tanpa
BRD
Berat
(kg)/
towing
Persentase
Square mesh
window Berat
(kg)/
towing
Persentase
Perubahan
(%)
Hasil tangkapan utama
1
Udang
0.76
0.18
0.59
0.15
-0.03
0.61
0.14
1.58
0.39
0.25
57.53
13.31
35.79
8.81
-4.50
Hasil tangkapan sampingan
2
Saurida spp
3
Setipinna spp
4
Thryssa setrirostris
1.77
0.41
3.32
0.82
0.41
5
Diodon spp
0.00
0.00
5.11
1.26
1.26
6
Urapsis urapsis
13.39
3.10
0.51
0.13
-2.97
7
Kepiting
154.62
35.78
232.62
57.25
21.47
8
Terapon theraps
0.76
0.18
0.26
0.06
-0.11
9
Upeneus sulphureus
0.61
0.14
0.51
0.13
-0.02
10
Polydactillus spp
5.63
1.30
3.45
0.85
-0.45
11
Trichiurus lepturus
23.74
5.49
18.15
4.47
-1.03
12
Cynoglosus spp
11.66
2.70
6.44
1.59
-1.11
13
Arius maculathus
16.13
3.73
11.50
2.83
-0.90
14
Priacanthus maculatus
0.30
0.07
5.24
1.29
1.22
15
Harpadon nehereus
0.61
0.14
1.28
0.31
0.17
16
Dasyatis kuhlli
2.13
0.49
4.40
1.08
0.59
17
Leiognathus spp
3.65
0.85
1.41
0.35
-0.50
18
Alepes melanoptera
2.44
0.56
2.05
0.50
-0.06
19
Carangoides spp
12.63
2.92
14.03
3.45
0.53
20
Euristhmus lepturus
0.00
0.00
1.02
0.25
0.25
21
Megalaspis cordila
9.59
2.22
4.35
1.07
-1.15
22
Illisa melastoma
16.31
3.77
6.26
1.54
-2.23
23
Johnius spp
28.61
6.62
21.34
5.25
-1.37
24
Herklotsichtis spp
2.19
0.51
0.64
0.16
-0.35
25
Pellona ditchela
54.79
12.68
19.94
4.91
-7.77
26
Platycephalus spp
0.30
0.07
0.31
0.08
0.01
27
Polinemus spp
4.57
1.06
2.05
0.50
-0.55
28
Pomadasys maculatus
6.85
1.58
2.17
0.53
-1.05
Sub total
431.42
Total
432.18
100.00
405.73
406.32
162
Lampiran 7 Perbandingan komposisi hasil tangkapan diantara dua jenis trawl
tanpa BRD dan trawl dengan fish eye di perairan Arafura dengan
KM Laut Arafura
No
Spesies
Tanpa
BRD
Berat
(kg)/
towing
%
fish eye
Berat
(kg)/
towing
%
Perubahan
(%)
Hasil tangkapan utama
Udang
2.85
0.75
2.24
0.68
-0.07
Hasil tangkapan sampingan
1
Formio niger
11,81
3.10
2,61
0.79
-2.30
2
Saurida spp
2,28
0.60
7,11
2.16
1.56
3
Thryssa mistax
1,45
0.38
0,24
0.07
-0.31
4
Setipinna spp
1,86
0.49
26,80
8.13
7.64
5
Thryssa setrirostris
34,18
8.96
0,00
0.00
-100
6
Urapsis urapsis
7
Kepiting
8
9
0,31
0.08
169,08
51.32
51.23
203,00
53.22
13,99
4.25
-48.97
Pomadasys maculatus
12,64
3.31
0,24
0.07
-3.24
Rastrelliger kanagurta
0,21
0.05
6,17
1.87
1.82
11,29
2.96
1,19
0.36
-2.60
10
Terapon theraps
11
Upeneus sulfureus
1,86
0.49
10,20
3.09
2.61
12
Polidactilus spp
2,49
0.65
0,95
0.29
-0.36
13
Trichiurus lepturus
10,15
2.66
3,20
0.97
-1.69
14
Cynoglosus spp
2,49
0.65
0,00
0.00
-100
15
Arius maculathus
4,56
1.19
39,37
11.95
10.75
16
Harpadon nehereus
4,56
1.19
0,00
0.00
-100
17
Dasyatis kuhlli
2,90
0.76
8,06
2.45
1.69
18
Leiognathus spp
0,52
0.14
2,61
0.79
0.66
19
Carangoides spp
1,35
0.35
0,00
0.00
-0.35
20
Euristhmus lepturus
2,90
0.76
0,00
0.00
-0.76
21
Megalaspis cordila
1,24
0.33
0,24
0.07
-0.25
22
Apogon spp
0,00
0.00
11,86
3.60
3.60
23
Illisa melastoma
16,72
4.38
21,94
6.66
2.27
24
Johnius spp
27,14
7.11
0,00
0.00
-100
25
Pellona ditchela
18,23
4.78
0,47
0.14
-4.63
26
Polinemus spp
2,49
0.65
0,95
0.29
-0.36
Sub total
378,60
327,26
100,00
100,00
163
Lampiran 8 Perbandingan komposisi hasil tangkapan menurut jenis morfologi
ikan diantara dua jenis trawl: trawl tanpa BRD dan trawl dengan
TED super shooter di perairan Arafura dengan KM laut Arafura
No
Morfologi
1
Compressed
2
Depressed
3
Fusiform
4
Anguilliform
Jumlah
Trawl tanpa BRD
Kg/towing
5,51
1,27
0,09
0,90
%
70,93
16,36
1,14
11,58
100
Trawl dengan TED
super shooter
Kg/towing %
5,39
65,95
1,48
18,15
0,39
4,79
0,91
11,11
Perubahan %
-4,98
1,79
3,65
-0,47
100
Lampiran 9 Perbandingan komposisi hasil tangkapan menurut jenis morfologi
ikan diantara dua jenis trawl: trawl tanpa BRD dan trawl dengan
square mesh window
No
1
2
3
4
Jenis morfologi
Compressed
Depressed
Fusiform
Anguilliform
Jumlah
Trawl tanpa BRD
Kg/towing %
4,44 79,73
0,63 11,28
0,01
0,22
0,49
8,76
100
Trawl dengan
square mesh
window
Kg/towing %
3,04 73,50
0,61 14,83
0,04
0,94
0,44 10,73
100
Perubahan
%
-6,23
3,55
0,72
0,97
Lampiran 10 Perbandingan komposisi hasil tangkapan menurut jenis morfologi
ikan diantara dua jenis trawl: trawl tanpa BRD dan trawl dengan fish
eye
No
1
2
3
4
Jenis morfologi
Compressed
Depressed
Fusiform
Anguilliform
Jumlah
Trawl tanpa BRD
Kg/towing %
5,14 86,95
0,34
5,80
0,08
1,33
0,35
5,92
100
Trawl dengan fish
eye
Kg/towing %
5,73 76,72
1,43 19,12
0,21
2,87
0,10
1,30
100
Perubahan
%
-10,23
13,32
1,54
-4,62
164
Lampiran 11 Hasil tangkapan trawl yang dilengkapi TED Super Shooter
No.
1
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
Nama lokal
Beloso
Bulu ayam
Carangid
Crab
Cumi
Nomei
Japuh
Kerong
Kuniran
Kurisi
Kuro
Layur
Lidah
Manyung
Mata Besar
Pari
Petek
Selar
Selar
Tembang
Tiga waja
Total tangkapan
Nama ilmiah
Saurida spp
Thryssa setirostis
Urapsis urapsis
Portunus sp
Loligo spp
Harpadon
Dussumieria acuta
Terapon theraps
Upeneus sulphureus
Nemipterus nematophorus
Polydactillus spp
Trichiurus lepturus
Cynoglosus spp
Arius maculathus
Priacanthus maculatus
Dasyatis kuhlli
Pellona ditchela
Leiognathus spp
Pomadasys maculatus
Polynemus spp
Alepes melanoptera
Carangoides spp
Illisa melastoma
Johnius spp
Berat (kg)
23,85
47,69
404,11
6,28
23,85
35,14
301,20
5,02
6,28
60,87
136,80
30,12
55,22
15,69
40,16
97,89
26,98
2,51
37,65
17,57
80,32
0,63
109,81
23,85
1565,61
Persentase
(%)
1,52
3,05
25,81
0,40
1,52
2,24
19,24
0,32
0,40
3,89
8,74
1,92
3,53
1,00
2,57
6,25
1,72
0,16
2,40
1,12
5,13
0,04
7,01
1,52
100
165
Lampiran 12 Hasil tangkapan trawl yang dilengkapi fish eye
No
1
2
3
4
5
6
7
8
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
Nama lokal
Bawal hitam
Beloso
Bulu ayam
Bulu ayam
Carangid
Crab
Gerot-gerot
Kembung
Kerong
Kuniran
Layur
Manyung
Pari
Petek
Kuro
Slengseng
Srinding
Tembang
Tigawaja
Total tangkapan
Nama ilmiah
Formio niger
Saurida spp
Setipinna spp
Thryssa mistax
Urapsis urapsis
Portunus sp
Pomadasys maculatus
Rastrelliger kanagurta
Terapon theraps
Upeneus sulphureus
Trichiurus lepturus
Arius maculathus
Dasyatis kuhlli
Pellona ditchela
Leiognathus spp
Polidactilus spp
Polinemus spp
Megalaspis cordila
Apogon spp
Illisa melastoma
Otolites spp
Berat (Kg)
18,26
49,8
1,66
187,58
1183,58
97,94
1,66
43,16
8,3
71,38
6,64
22,41
275,56
56,44
18,26
1,66
83
153,55
3,32
6,64
18,26
2290,80
Persentase
(%)
0,80
2,17
0,07
8,19
51,67
4,28
0,07
1,88
0,36
3,12
0,29
0,98
12,03
2,46
0,80
0,07
3,62
6,70
0,14
0,29
0,80
100
166
Lampiran 13 Hasil tangkapan trawl yang dilengkapi square mesh window
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
Nama lokal
Beloso
Bulu ayam
Bulu ayam
Buntal
Carangid
Crab
Nomei
Kerong
Kuniran
Kuro
Layur
Lidah
Mata Besar
Manyung
Pari
Petek
Selar
Selar
Sembilang
Slengseng
Tembang
Tiga waja
Total tangkapan
Nama ilmiah
Saurida spp
Setipinna spp
Thryssa setrirostris
Diodon spp
Urapsis urapsis
Portunus sp
Harpadon nehereus
Herklotsichtis spp
Terapon theraps
Upeneus sulphureus
Polydactillus spp
Trichiurus lepturus
Cynoglosus spp
Priacanthus maculatus
Arius maculathus
Dasyatis kuhlli
Pellona ditchela
Leiognathus spp
Platycephalus spp
Polinemus spp
Pomadasys maculatus
Alepes melanoptera
Carangoides spp
Euristhmus lepturus
Megalaspis cordila
Illisa melastoma
Johnius spp
Berat (Kg)
12,68
286,30
26,59
40,90
4,09
1860,95
2,05
4,09
27,61
145,20
51,53
92,03
41,92
10,23
35,17
11,25
16,36
112,27
8,18
34,77
50,10
170,76
5,11
159,51
2,45
16,36
17,38
3245,82
Persentase
(%)
0,39
8,82
0,82
1,26
0,13
57,33
0,06
0,13
0,85
4,47
1,59
2,84
1,29
0,32
1,08
0,35
0,50
3,46
0,25
1,07
1,54
5,26
0,16
4,91
0,08
0,50
0,54
100
167
Lampiran 14 Posisi setting dan hauling selama penelitian
POSISI
HAULING
POSISI SETTING
Date
2
Des
2007
No
Waktu
Setting
Hauling
Towing
duration
(minute)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
5,15
7,3
10.00
12.30
15.30
09.15
21.00
23.20
02.30
03.50
05.25
07.10
11.40
14.25
16.40
18.45
21.15
00.30
02.40
04.45
07.00
09.10
7,15
9,45
12.40
14.30
16.45
10.20
22.10
00.30
03.40
05.15
06.50
08.30
13.40
16.30
18.30
20.45
23.15
02.30
04.30
06.25
08.30
10.55
120
135
160
120
75
65
70
70
70
85
75
80
120
125
120
120
120
120
110
100
90
105
Latitude
8
8
08
08
08
08
08
07
07
07
07
07
07
07
07
07
07
07
07
07
07
07
38
37
35
34
32
43
08
58
45
42
40
38
29
27
26
29
24
15
09
04
03
06
Longitude
69
353
701
302
134
104
195
942
525
263
746
907
054
613
350
000
895
273
211
217
359
569
138
138
138
138
138
138
137
137
137
137
137
137
137
137
138
137
138
138
138
138
138
138
28
26
23
31
40
23
25
28
29
29
33
35
52
59
00
57
02
09
10
10
07
01
Latitude
244
475
443
019
660
600
104
731
081
430
746
981
310
597
530
110
851
715
0.68
933
812
725
8
8
08
08
08
08
08
08
07
07
07
07
07
07
07
07
07
07
07
07
07
07
37
35
34
32
32
43
04
56
42
40
39
37
28
25
29
25
22
09
04
02
06
10
750
861
310
364
483
900
902
237
691
776
804
533
403
829
610
910
148
962
704
783
050
395
Longitude
138
138
138
138
138
138
137
137
137
137
137
137
137
138
137
137
138
138
138
138
138
137
26
23
30
36
45
20
27
29
29
32
36
34
57
01
57
50
07
10
10
11
02
56
246
505
900
832
295
360
080
810
272
724
406
019
838
063
747
662
555
028
427
270
802
905
Haluan
Depth
(m)
Speed
(knot)
260
030
070
077
100
260/195
005/80
010/100
010/100
050
090
280/110
128/110
070/110
190/110
220/110
80/110
05/125
09/125
60/125
240/130
240/130
27
16
10
8.8
9.1
47.9
8.9
11.2
13.8
14.1
15
15
14
14
15
14
15
19.3
19.5
21.7
22
21
2,5
3.0
3.1
3.3
3.5
2.5
3.2
2.6
2.6
2.7
2.6
2.8
2.8
3.1
2.6
2.5
3.0
2.7
2.8
2.7
3.1
3.2
168
POSISI
HAULING
POSISI SETTING
Date
No
Waktu
Setting
Hauling
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
11.15
13.10
15.35
18.40
23.45
01.50
04.15
07.30
09.45
16.15
13.00
14.50
17.30
20.35
00.35
04.05
06.10
09.15
11.00
18.15
Towing
duration
(minute)
105
100
115
115
50
120
120
105
65
120
Latitude
07
07
07
07
07
07
07
08
08
08
11
16
25
34
52
59
01
07
12
40
Longitude
078
588
269
675
366
271
533
883
175
057
137
137
137
137
137
137
137
137
137
137
56
53
41
42
21
20
21
25
26
31
Latitude
138
543
778
708
972
421
430
188
695
980
07
07
07
07
07
08
08
08
08
08
16
20
29
39
58
02
00
11
14
46
080
848
068
048
340
182
065
900
050
169
Longitude
137
137
137
137
137
137
137
137
137
137
53
50
45
41
26
22
20
26
27
36
355
227
639
195
635
319
538
137
080
312
Haluan
Depth
(m)
Speed
(knot)
230/130
213/125
215/110
215/110
198/100
179/110
300/110
180/80
90/75
120/150
20
18
15.8
16
14.5
15.4
14.9
10
6
26
2.8
3.1
2.5
2.4
3.1
3.3
2.5
3.5
2.3
2.5
169
Lampiran 15 Desain dan spesifikasi jaring arad di Eretan Kulon
85

Tali ris atas
 10 mm
12 m
85 120
 
A
Tali ris bawah
 10 mm
16 m
B
PE
38,1 mm
210 
PE
38,1 mm
(1)
200 
PE 31,75 mm
(1)
PE 31,75 mm
C
D
84 
(2)
PE
25,4 mm
E
85 
PE
19,05 mm
Keterangan :
A
B
C dan D
84 
(2)
PE
25,4 mm
E
F
85 
PE
19,05 mm
: Sayap jaring arad bagian atas;
: Sayap jaring arad bagian bawah;
: Badan jaring arad (1) bagian atas dan bawah;
120

170
Lampiran 16 Desain dan spesifikasi jaring arad di Blanakan
1

1 1
 
Tali ris atas
 5,9 mm
10.6 m
A
Tali ris bawah
 12,7 mm
14.6 m
B
PE
43.75
mm
53 
53 
PE
43.75
mm
(1)
75 
75 
PE 37.5 mm
(1)
PE 37.5 mm
D
C
(2)
PE
30 mm
E
PE
20 mm
Keterangan :
A
B
C
D
E
F
(2)
PE
30 mm
E
F
: Sayap jaring arad bagian atas;
: Sayap jaring arad bagian bawah;
: Badan Jaring arad bagian Atas
: Badan jaring arad bagian bawah;
: Badan jaring (2) bagian atas dan bawah; dan
: Kantong
PE
20 mm
1

171
Lampiran 17 Spesifikasi jaring arad di Blanakan
1. Sayap (wing)
a. material
b. mesh size
c. jenis simpul
d. jumlah mata ke arah panjang
- atas
- bawah
e. jumlah mata ke arah lebar
- atas
- bawah
f. warna
2. Badan (body)
a. material
b. mesh size (C dan D)
c. mesh size (E)
d. jenis simpul
e. Jumlah mata kearah panjang (C)
f. Jumlah mata kearah panjang (D)
g. Jumlah mata kearah panjang (E)
h. Jumlah mata kearah lebar (C)
-Bagian atas
-Bagian bawah
i. Jumlah mata kearah lebar (D)
-Bagian atas
-Bagian bawah
j. Jumlah mata kearah lebar (E)
-Bagian atas
-Bagian bawah
3. Kantong (cod end)
a. material
b. mesh size(1)
c. jenis simpul
d. Jumlah mata kearah panjang (F)
e.Jumlah mata kearah lebar (F)
-Bagian atas
-Bagian bawah
4. Pelampung (float)
a. material
b. panjang
c. diameter lubang
d. diameter tengah
e. bentuk
f. warna
g. jumlah
PE monofilament
43.75 mm
English knot
1 mata
75mata
1 mata
53 mata
Hijau
PE monofilament
37.5 mm
30 mm
English knot
164
82
103
200
85
150
92
90
64
PE multifilament
20 mm
Trawler knot
69
90
64
Karet
16 cm
cm
2 cm
Elips
Putih
10 buah
karet
4,5 cm
2,5 cm
balok
putih
13 buah
0,5
172
5.Pelampung besar
a. material
b. panjang
c. diameter lubang
d. diameter tengah
e. bentuk
f. warna
g. jumlah
6. Pemberat (sinker)
a. material
b. panjang
c. diameter lubang
d. diameter tengah
e. bentuk
f. warna
g. jumlah
h. berat
7. tali ris atas (head rope)
a. material
b. panjang
c. diameter
d. warna
e. jumlah
7. tali ris bawah (ground rope)
a. material
b. panjang
c. diameter
d. warna
e. jumlah
8. bridle line
a. material
b. panjang
c. warna
d. Diameter
9. papan rentang (otter board)
a. material
b. panjang
c. tinggi
d. tebal
e. berat
f. bentuk
10. tali selambar (warp rope)
a. material
b. panjang
c. warna
11. Palang kayu
a. material
b. Panjang
c. Tinggi
D. Lebar
Plastik
30 cm
1 cm
12.5 cm
Silinder
Putih
1 buah
Timah
7 cm
1 cm
1,5 cm
Elips
Hitam
40 buah
0,2 kg
8 cm
lingkaran
abu-abu
4 buah
0,5 kg
PE Multifilamen
10.6 m
4.5 cm 1 cm (tali pelampung)
Hijau
1 buah
Rami
14.6 m
1 cm
Putih
1 buah
plastik
20 meter
Putih
1 cm
Kayu dan semen (dicor)
100 cm
60 cm
2 cm
12 kg
Persegi panjang
PE Multifilament
60-100 m
Hijau
Kayu
120 cm
2 cm
5.1 cm
173
Lampiran 18 Spesifikasi jaring arad di Eretan Kulon
1. Sayap (wing)
a. material
b. mesh size
c. jenis simpul
d. jumlah mata ke arah panjang
- atas
- bawah
e. jumlah mata ke arah lebar
- atas
- bawah
f. warna
2. Badan (body)
a. material
b. mesh size
c. jenis simpul
d. jumlah mata ke arah panjang
- atas
- bawah
e. jumlah mata ke arah lebar
- atas
- bawah
f. warna
3. Kantong (cod end)
a. material
b. mesh size
c. jenis simpul
d. jumlah mata ke arah panjang
- atas
- bawah
e. jumlah mata ke arah lebar
- atas
- bawah
f. warna
4. Pelampung (float)
a. material
b. panjang
c. diameter lubang
d. diameter tengah
e. bentuk
f. warna
g. jumlah
PE monofilament
38,1 mm
English knot
200 mata
280 mata
85 mata
120 mata
Hijau
PE monofilament
31,75 mm
English knot
25,4 mm
English knot
145 mata
67 mata
55 mata
55 mata
210 mata
200 mata
Hijau
84 mata
84 mata
hijau
PE multifilament
19,05 mm
English knot
55 mata
55 mata
85 mata
85 mata
Hijau
Karet
16 cm
1 cm
2 cm
Elips
Putih
10 buah
karet
4,5 cm
0,5 cm
2,5 cm
balok
putih
13 buah
plastik
32 cm
12,5 cm
silinder
putih
1 buah
174
5. Pemberat (sinker)
a. material
b. panjang
c. diameter lubang
d. diameter tengah
e. bentuk
f. warna
g. jumlah
h. berat
6. tali ris bawah (ground rope)
a. material
b. panjang
c. diameter
d. warna
e. jumlah
7. tali ris atas (head rope)
a. material
b. panjang
c. diameter
d. warna
e. jumlah
8. bridle line
a. material
b. panjang
c. warna
9. papan rentang (otter board)
a. material
b. panjang
c. tinggi
d. tebal
e. berat
f. bentuk
10. tali selambar (warp rope)
a. material
b. panjang
c. warna
11. danleno
a. material
b. warna
12. tali pengikat
a. material
b. warna
Timah
7 cm
1 cm
1,5 cm
Elips
Hitam
40 buah
0,2 kg
8 cm
lingkaran
abu-abu
4 buah
0,5 kg
Rami
16 m
2 cm
Putih (coklat)
1 buah
Plastik
12 m
1,5 cm 0,5 cm (tali pelampung)
Hijau
1 buah
plastik
30 meter
hijau
Kayu dan semen
73 cm
40 cm
2 cm
15 kg
Persegi panjang
Rami
40-100 m
Putih (coklat)
plastik
hijau
plastik
hijau
175
Lampiran 19 Unit Penangkapan Jaring Arad
Kapal Penangkapan Jaring Arad
Mesin Kapal Jaring Arad
176
Lampiran 20 Jaring arad di perahu
Jaring Arad
Otter board
177
Lampiran 21 Penyortiran hasil tangkapan jaring arad
Penyortiran hasil tangkapan
Pengukuran hasil tangkapan utama
Penimbangan sampel ikan
Penimbangan hasil tangkapan
sampingan
Pengukuran hasil tangkapan sampingan
178
Lampiran 22 Pengukuran ikan hasil tangkapan sampingan jaring arad
Pengukuran panjang ikan bloso
Pengukuran ikan baji-baji
Pengukuran lebar karapas rajungan
Pengukuran ikan pepetek
Pengukuran ikan kurisi
Pengukuran panjang ikan sebelah
179
Lampiran 23 Komposisi hasil tangkapan jaring arad di Blanakan
Bulan Juli
No
Nama lokal
Famili
Nama ilmiah
Berat
(kg)
Kg/kapal
Bulan Desember
Se
Persen
Berat
(kg)
Kg/kapal
Se
Persen
Hasil tangkapan utama
1 U jerbung
Crustacea
Penaeus merguiensis
2 U krosok
Crustacea
3 U flower
Crustacea
sub total
Hasil tangkap sampingan
4 Rajungan
Portunidae
5 Cumi
Sepiidae
6 Sotong
Loliginidae
7 Pepetek
Leiognathidae
8 Tetet
Sciaenidae
9 Bloso
Synodontidae
10 Baji-baji
Platycephalidae
11 Tiga waja
Sciaenidae
12 Lidah
Cynoglossidae
13 Kuniran
Mullidae
14 Kurisi
Nemipteridae
15 Gerok
Pomadasydae
16 Japuh
Clupeidae
4.32
0.29
0.02 1.06
92
6.13
0.18
9.39
Parapenaeopsis sculptilis
44.20
2.95
0.13 10.84
68
4.53
0.23
6.94
Penaeus latisulcatus
4.40
52.92
0.29
0.02 1.08
32
192
2.13
0.09
3.26
Portunus sp
Sepia sp
Loligo sp
Leiognathus sp
Otolithes argenteus
Saurida tumbil
Grammoplites sp
Johnius dussumieri
Cynoglosus lingua
Upeneus sulphureus
Hemipterus spp
Therapon theraps
Dussumieria acuta
21
29
16
71
12.6
36
26
34
21
3.4
27.2
14
3.86
1.40
1.93
1.07
4.73
0.84
2.40
1.73
2.27
1.40
0.23
1.81
0.93
0.26
0.08
0.09
0.06
0.21
0.06
0.1
0.05
0.08
0.09
0.01
0.07
0.04
0.02
47.20
55.00
42.00
113.20
29.80
47.60
80.20
81.20
60.20
60.00
63.60
12.20
9.00
3.15
3.67
2.80
7.55
1.99
3.17
5.35
5.41
4.01
4.00
4.24
0.81
0.60
0.10
0.07
0.09
0.20
0.05
0.11
0.19
0.18
0.15
0.21
0.14
0.05
0.05
4.82
5.61
4.28
11.55
3.04
4.86
8.18
8.28
6.14
6.12
6.49
1.24
0.92
5.15
7.11
3.92
17.41
3.09
8.83
6.38
8.34
5.15
0.83
6.67
3.43
0.95
180
Bulan Juli
No
17
18
19
20
Nama lokal
Famili
Sebelah
Psettodidae
Belanak
Mugilidae
Gulamah
Sciaenidae
Gurita
Molusca
sub total
Total
Rasio HTU dan HTS
Jumlah kapal
Nama ilmiah
Psetodes erumei
Mugil cephalus
Argyrosomus amoyensis
Octopus sp
Berat
Kg/kapal
(kg)
3.06
0.20
11
0.73
25.76
1.72
0
0
354.88
407.80
6.71
15
Bulan Desember
Se
0.01
0.06
0.09
0
Persen
0.75
2.70
6.32
0
Berat
Kg/kapal
(kg)
51.60
3.44
19.40
1.29
0
0
16
1.07
788.20
980.20
4.10
15
Se
0.39
0.06
0
0.05
Persen
5.26
1.98
0
1.63
181
Lampiran 24 Komposisi hasil tangkapan jaring arad di Eretan Kulon
Bulan Juli
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
Nama lokal
Famili
Hasil tangkapan utama
U krosok
Crustacea
U jerbung
Crustacea
U kipas
Crustacea
U ronggeng
Crustacea
U windu
Crustacea
sub total
Hasil tangkapan sampingan
Kepiting
Portunidae
Rajungan
Portunidae
Sotong
Loliginidae
Cumi
Sepiidae
Pepetek
Leiognathidae
Bloso
Synodontidae
Tigawaja
Sciaenidae
Buntal
Diodontidae
Gerok
Pomadasydae
Giligan
Sciaenidae
Gulamah
Sciaenidae
Japuh
Clupeidae
Nama ilmiah
Berat
(kg)
Kg/kapal
Bulan Desember
Se
Persen
Berat
(kg)
Kg/kapal
Se
Persen
Parapenaeopsis sculptilis
Penaeus merguiensis
Penaeus squamosus
Harpiosquilla raphidea
Penaeus monodon
57.4
39
4.98
0
0
101.38
3.83
2.6
0.33
0
0
0.11
0.12
0.03
0
0
15.31
10.41
1.33
0
0
55
0
68
39.2
32
194.2
3.67
0
4.53
2.6
2.13
0.16
0
0.23
0.09
0.09
6.21
0.00
7.67
4.42
3.61
Scylla serrata
Portunus sp
Loligo sp
Sepia sp
Leiognathus sp
Saurida tumbil
Johnius dussumieri
Diodon histrix
Therapon theraps
Panna microdon
Argyrosomus amoyensis
Dussumieria acuta
3.10
10.80
7.63
1.20
17.10
39.10
34.50
10.00
14.60
6.30
36.40
15.40
0.21
0.72
0.51
0.08
1.14
2.61
2.22
0.93
0.97
0.42
2.43
1.03
0.02
0.05
0.04
0.01
0.10
0.12
0.14
0.11
0.10
0.05
0.11
0.10
0.83
2.88
2.04
0.32
4.56
10.43
9.20
2.67
3.90
1.68
9.71
4.11
0
48
42
55
122
48
86
13.4
0
0
0
9.2
0.00
3.20
2.80
3.67
8.13
3.20
5.73
0.87
0.00
0.00
0.00
0.60
0.00
0.10
0.09
0.07
0.18
0.11
0.16
0.06
0.00
0.00
0.00
0.05
0.00
5.42
4.74
6.21
13.77
5.42
9.70
1.51
0.00
0.00
0.00
1.04
182
Bulan Juli
No
Nama lokal
18
19
20
21
22
23
24
Kuniran
Kurisi
Lidah
Pari
Sebelah
Sembilang
Tetet
Sub total
Total
Rasio HTU dan
HTS
Jumlah kapal
Famili
Mullidae
Nemipteridae
Cynoglossinae
Dasyatidae
Psettodidae
Plotosidae
Sciaenidae
Sub total
Total
Nama ilmiah
Upeneus sulphureus
Hemipterus spp
Cynoglosus lingua
Dasyatis kuhlii
Psetodes erumei
Plotosus canius
Otolithes argenteus
Proporsi HTU dengan HTS
Jumlah kapal
Berat
Kg/kapal
(kg)
8.20
1.53
16.20
1.4
18.40
1.51
6.40
0.66
5.20
0.35
8.90
0.59
14.00
0.93
273.43
374.81
2.69
15
Bulan Desember
Se
0.15
0.08
0.10
0.05
0.10
0.06
0.11
Persen
2.19
4.32
4.91
1.71
1.39
2.37
3.74
Berat
Kg/kapal
(kg)
60.5
4.00
64
4.27
61
4.07
0
0.00
52
3.47
0
0.00
31
2.07
692.1
886.3
3.56
15
Se
0.21
0.13
0.15
0.00
0.39
0.00
0.05
Persen
6.83
7.22
6.88
0.00
5.87
0.00
3.50
183
Lampiran 25 Uji Kenormalan dan ANOVA untuk perbedaan waktu dan
lokasi One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Berat_Hasil_Tangkapan
N
Normal Parameters
60
a,,b
Mean
Std. Deviation
Most Extreme
Differences
16.13231
Absolute
.204
Positive
.204
Negative
-.124
Kolmogorov-Smirnov Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
27.1433
1.577
.014
184
Lanjutan Lampiran 25
Hasil Anova untuk perbedaan lokasi
Descriptives
Berat_Hasil_Tangkapan
95% Confidence Interval for
Mean
N
Mean
Std. Deviation Std. Error
Lower Bound
Upper Bound
Minimum Maximum
Blanakan
30
38.1027
16.02969
2.92661
32.1171
44.0883
16.00
65.60
Eretan
30
16.1840
4.90190
.89496
14.3536
18.0144
8.50
28.50
Total
60
27.1433
16.13231
2.08267
22.9759
31.3107
8.50
65.60
ANOVA
Berat_Hasil_Tangkapan
Sum of Squares
df
Mean Square
Between Groups
7206.419
1
7206.419
Within Groups
8148.408
58
140.490
15354.827
59
Total
F tabel = 4.006873 (95%)
F tabel = 7.093097 (99%)
F
51.295
Sig.
.000
185
Lanjutan Lampiran 25
Hasil Anova untuk perbedaan bulan
Descriptives
Berat_Hasil_Tangkapan
95% Confidence Interval for
Mean
N
Mean
Std. Deviation Std. Error Lower Bound
Upper Bound
Minimum Maximum
Juli
30
20.9533
5.68038
1.03709
18.8322
23.0744
10.80
32.60
Desember
30
33.3333
20.44347
3.73245
25.6996
40.9670
8.50
65.60
Total
60
27.1433
16.13231
2.08267
22.9759
31.3107
8.50
65.60
ANOVA
Berat_Hasil_Tangkapan
Sum of Squares
Between Groups
df
Mean Square
2298.966
1
2298.966
13055.861
58
225.101
Total
15354.827
F tabel = 4.006873 (95%)
F tabel = 7.093097 (99%)
59
Within Groups
F
10.213
Sig.
.002
Download