BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Nyeri Hasil evaluasi

advertisement
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Nyeri
Hasil evaluasi nyeri dengan menggunakan VDS didapatkan hasil bahwa
pada terapi ke-0 nyeri diam: tidak nyeri, nyeri tekan: nyeri ringan, nyeri
gerak: nyeri cukup berat, sedangkan pada terapi ke-6 didapatkan hasil bahwa
nyeri diam: tidak nyeri, nyeri tekan: tidak nyeri, nyeri gerak: nyeri sangat
ringan. Berikut adalah grafik hasil penurunan nyeri.
Grafik 4.1 Penurunan Nyeri dengan Skala VDS Terapi Ke-1 sampai
Terapi ke-6
Nyeri diam
Nyeri tekan
Nyeri Gerak
Nyeri cukup berat
Nyeri tidak begitu
berat
Nyeri ringan
Nyeri ringan
Nyeri sangat
ringan
Tidak nyeri
Terapi ke-1
Terapi ke-2
Tidak nyeri
Terapi ke-3
42
Terapi ke-4
Nyeri sangat
ringan
Tidak nyeri
Terapi ke-5
Terapi ke-6
43
Dari data diatas dapat dilihat bahwa terjadi penurunan nyeri tekan pada
terapi ke-3 yaitu yang semula 3 (nyeri ringan) menjadi 2 (nyeri sangat ringan)
serta terjadi penurunan nyeri gerak pada terapi ke-3 yang semula 5 (nyeri
cukup berat) menjadi 4 (nyeri tidak begitu berat).
2. LGS
Hasil evaluasi LGS dilakukan pada sendi elbow lengan kanan. Penulis
menggunakan terapi latihan force passive exercise dan hold relax untuk
meningkatkan lingkup gerak sendi pasien. Berikut adalah hasil peningkatan
LGS pada pasien setelah dilakukan sebanyak 6 kali terapi.
Grafik 4.2 Peningkatan LGS aktif pada elbow joint dari terapi ke-1 sampai
terapi ke-6
Grafik Peningkatan LGS Elbow
160
140
120
100
80
60
40
20
0
Terapi ke-1
Terapi ke-2
Flexi
Terapi ke-3
Extensi
Terapi ke-4
Supinasi
Terapi ke-5
Pronasi
Terapi ke-6
44
Grafik 4.3 Peningkatan LGS pasif pada elbow joint dari terapi ke-1
sampai terapi ke-6
Grafik Peningkatan LGS Elbow
160
140
120
100
80
60
40
20
0
Terapi ke-1
Terapi ke-2
Flexi
Terapi ke-3
Extensi
Terapi ke-4
Supinasi
Terapi ke-5
Terapi ke-6
Pronasi
Dari data di atas dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan lingkup gerak
sendi aktif elbow pada bidang sagital menjadi S=0°-0°-145° dan bidang rotasi
R=60°-0-75°, sedangkan pada lingkup gerak sendi pasif pada bidang sagital
menjadi S=0°-0°-145° dan bidang rotasi R=65°-0-75°
3. Kekuatan Otot
Dari hasil terapi dapat disimpulkan adanya peningkatan kekuatan otot.
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan Manual Muscle Testing (MMT)
untuk grup otot flexor pada Terapi ke-1 nilai otot 3 dan meningkat pada terapi
ke-6 menjadi 4, pada grup otot extensor terapi ke-1 nilai otot 3 dan meningkat
45
pada terapi ke-2 menjadi 4. Selanjutnya pada grup otot pronator pada terapi
ke-1 nilai otot 3 dan meningkat pada terapi ke-6 menjadi nilai otot 4,
sedangkan pada grup otot supinator tidak mengalami peningkatan dari terapi
ke-1 hingga terapi ke-6 dengan nilai otot 3. Berikut ini adalah grafik
peningkatan kekuatan otot yang dilakukan dari terapi ke-1 hingga terapi ke-6.
Grafik 4.4 Peningkatan MMT pada elbow joint dari terapi ke-1 sampai terapi
ke-6
Grafik Peningkatan MMT pada Elbow
Flexor
Extensor
4
Pronator
Supinator
4
4
4
3 3 3 3
3
3 3
Terapi ke-1
Terapi ke-2
3
3 3
Terapi ke-3
3
3 3
Terapi ke-4
3
4 4 4
3 3
3
Terapi ke-5
Terapi ke-6
4. Aktivitas Fungsional
Dari hasil terapi yang dilakukan selama enam kali, terdapat adanya
peningkatan
aktivitas
fungsional
seiring
dengan
menurunnya
nyeri,
46
meningkatnya lingkup gerak sendi serta meningkatnya kekuatan otot.
Didapatkan hasil:
Grafik 4.5 Peningkatan Kemampuan Aktivitas Fungsional pada elbow
joint dari terapi ke-1 sampai terapi ke-6
Grafik Peningkatan Kemampuan Aktifitas
Fungsional
T1
80%
80%
T2
75%
T3
68.75%
60%
T4
T5
T6
65% 63.75%
60%
40%
20%
0%
Score
B. Pembahasan
1. Penurunan nyeri
Pada kondisi post fraktur adanya nyeri merupakan reaksi ilmiah yang
ditimbulkan oleh karena adanya bekas incisi dari post operasi pemasangan
plate and screw. Pada kasus ini untuk menurunkan nyeri diberikan terapi
latihan yang berupa free active movement. Free active movement adalah suatu
gerakan aktif yang dilakukan oleh otot-otot anggota tubuh sendiri. Gerakan ini
47
merangsang rileksasi propioseptif karena adanya peranan muscle spindle
bekerja secara sadar dan optimal maka terjadi mekanisme adaptasi dan
rileksasi akan melenturkan otot dan menurunkan nyeri (Brotzman, 2006).
Efek termal dari IR pada suatu reaksi
kimia akan dapat dipercepat,
sehingga proses metabolisme yang terjadi pada area nyeri meningkat, dan
pemberian nutrisi serta oksigen pada area nyeri akan diperbaiki, maka akan
terjadi vasodilatasi dan sirkulasi menjadi lancar pada jaringan kulit yang akan
menyebabkan reabsorbsi dan terjadi relaksasi, sehingga sisa-sisa dari hasil
metabolisme dalam
jaringan akan dikeluarkan. Pengeluaran sisa-sisa
metabolisme tersebut seperti zat ‘P’ yang menumpuk di jaringan akan dibuang
sehingga rasa nyeri dapat berkurang atau menghilang (Prianthara, 2015).
2. Peningkatan LGS
Peningkatan LGS dapat terjadi karena seiring dengan menurunnya nyeri,
maka pasien lebih mudah untuk menggerakkan sendi elbownya yang semula
mengalami keterbatasan gerak oleh karena adanya nyeri yang dirasakan. LGS
sendi elbow kanan dapat meningkat karena adanya terapi latihan yang
diberikan secara dini dan rutin sehingga dapat mencegah perlengkatan
jaringan, melatih otot sehingga otot menjadi rileks, dan mencegah terjadinya
keterbatasan gerak serta menjaga elastisitas otot (Kisner, 2007).
Menurut Kisner (2007) dengan terapi latihan berupa hold rilex dapat
meningkatkan LGS dengan adanya kontraksi isometric yang kuat dan disertai
48
dengan fase rileksasi maka ketegangan otot dan spasme akan berkurang. Hal
tersebut ditambah dengan mekanisme penguluran otot sehingga sarcomere
otot yang semula memendek akan memanjang kembali.
3. Peningkatan Kekuatan Otot
Terapi latihan yang digunakan untuk meningkatkan kekuatan otot adalah
dengan resisted active movement. Resisted active movement merupakan suatu
gerakan yang secara aktif dilakukan oleh pasien dengan menahan tahanan
yang diberikan dari luar. Tahanan tersebut dapat berasal fisioterapis, alat, atau
dari pasien. Resisted active movement dapat meningkatkan kekuatan otot
karena jika suatu tahanan diberikan pada otot yang berkontraksi, maka otot
tersebut akan beradaptasi dengan meningkatkan kekuatan otot akibat hasil
adaptasi syaraf dan peningkatan serat otot (Brotzman, 2006).
Selain itu menurut Kisner (2007) pemberian terapi latihan yang berupa
resisted active movement dapat meningkatkan rekuitmen motor unit sehingga
akan semakin banyak melibatkan komponen otot yang bekerja. Dengan
adanya irradiasi dan overflow reaction akan mempengaruhi motor unit dan
motor unit merupakan suatu neuron dan grup otot yang disarafinya. Jumlah
motor unit yang besar akan menimbulkan kontraksi otot yang kuat.
Komponen-komponen serabut otot akan berkontraksi bila motor unit
tersebut diaktifkan dengan memberikan rangsangan pada cell (AHC)nya. Jadi
kekuatan kontraksi otot ditentukan oleh motor unitnya, karena otot terdiri dari
49
serabut-serabut dengan motor unit yang mensarafinya, maka kontraksi otot
secara keseluruhan tergantung dari jumlah motor unit yang mengaktifkan otot
tersebut pada saat itu. Jumlah motor unit yang besar akan menimbulkan
kontraksi otot yang kuat, sedangkan kontraksi otot yang lemah hanya
membutuhkan keaktifan motor unit relatif lebih sedikit (Narayana, 2005).
4. Aktivitas Fungsional
Menurut Kisner (2007) active exercise merupakan gerakan yang dilakukan
tanpa bantuan dengan kekuatan otot dan anggota gerak sendiri dengan
melawan
gravitasi.
meningkatkan
Tujuan
kekuatan
otot,
active
serta
exercise
yaitu
mengembalikan
memelihara
dan
koordinasi
dan
ketrampilan motorik untuk aktivitas fungsional.
Peningkatan kemampuan fungsional dipengaruhi oleh berkurangnya nyeri,
meningkatnya LGS, meningkatnya kekuatan otot, serta tak lepas dari motivasi
pasien sendiri serta lingkungan yang mendukung kesembuhan pasien. Dengan
menurunnya nyeri maka pasien akan lebih mudah bergerak tanpa adanya rasa
takut. Semakin banyak pasien bergerak dan berlatih maka LGS akan
meningkat serta kekuatan otot juga meningkat. Selain itu, motivasi pasien
juga sangat penting, jika pasien mempunyai motivasi yang tinggi untuk
sembuh, maka pengembalian kemampuan fungsional juga akan mudah.
Download